TINJAUAN PUSTAKA Selulosa - repository.ipb.ac.id · Selulosa merupakan komponen utama penyusun...
-
Upload
vuongxuyen -
Category
Documents
-
view
267 -
download
0
Transcript of TINJAUAN PUSTAKA Selulosa - repository.ipb.ac.id · Selulosa merupakan komponen utama penyusun...
4
TINJAUAN PUSTAKA
Selulosa
Selulosa merupakan polimer karbohidrat terbanyak yang terdapat di alam
(Han & Chen 2007). Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel
tumbuhan bersama-sama dengan hemiselulosa dan pektin. Komposisi selulosa
dalam tumbuhan dapat mencapai 40-50% dari massa tumbuhan sehingga selulosa
merupakan biopolimer terbarukan yang paling berlimpah di alam (Milala et al.
2005). Classen (1999) menambahkan bahwa diperkirakan 50% dari biomassa
tumbuhan berupa selulosa dan jumlahnya sekitar 50 milyar ton. Selulosa
merupakan polimer glukosa yang dihubungkan dengan ikatan β-1,4-D-glukosidik
(Gambar 1).
Gambar 1 Struktur serat selulosa (Beguin & Aubert 1994).
Polimer glukosa tersusun secara paralel dan berikatan silang membentuk
struktur kristalin yang disebut mikrofibril. Panjang mikrofibril ini bervariasi dari
2.000-15.000 unit glukosa, tergantung organismenya. Bentuk mikrofibril selulosa
ditentukan oleh kompleks geometri sintase dan lingkungan lokal. Pada tumbuhan,
unit mikrofibril mempunyai jumlah sekitar 3-4 unit dan terdiri atas sekitar 36
rantai selulosa dan seringkali dikemas dalam bentuk lebih besar (Doblin et al.
2002).
Mikrofibril pada selulosa memiliki orientasi beragam, tersusun secara
pararel, dan setiap molekul glukosa dapat berotasi hingga 1800 (Beguin & Aubert
1994; Brown 1996). Mikrofibril ini pada tempat-tempat tertentu memiliki struktur
yang teratur (crystalin) dan pada tempat-tempat tertentu memiliki struktur yang
5
kurang teratur (amorphous). Struktur amorphous terjadi karena proses kristalisasi
yang berlangsung secara tidak sempurna pada mikrofibril yang terbentuk (Gambar
2). Dimensi serat selulosa dan proporsi dari bagian kristalin dan amorf sangat
tergantung pada keadaan alaminya (Linder & Teeri 1997). Setiap serat selulosa
tersusun oleh kira-kira 3.000 molekul glukosa dan berat molekulnya diperkirakan
mencapai 500.000 (Hardjo et al. 1984).
Gambar 2 Struktur selulosa teratur (kristalin) dan kurang teratur (amorphous)
(Beguin & Aubert 1994).
Secara alamiah molekul selulosa tersusun dalam fibril yang terdiri atas
beberapa molekul glukosa yang dihubungkan dengan ikatan hidrogen yang kuat
mengakibatkan dapat tahan terhadap tarikan tinggi. Fibril-fibril ini membentuk
struktur kristal yang dibungkus oleh lignin, oleh karena itu sumber selulosa dari
tumbuh-tumbuhan sulit sekali dihidrolisis secara langsung oleh katalis asam.
Molekul selulosa berbentuk lurus dan tidak pernah bercabang, serta gugus
hidroksilnya bebas membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil molekul
selulosa lainnya yang terletak sejajar (paralel) dengannya (Beguin & Aubert
1994).
Rumput Laut
Selulosa juga diproduksi oleh tanaman laut yaitu rumput laut (Linder &
Teeri 1997). Rumput laut merupakan makroalga laut yang dapat digolongkan ke
dalam alga merah, alga hijau, dan alga coklat. Rumput laut tidak memiliki daun,
batang, dan akar sejati. Akan tetapi, bagian tubuhnya disebut dengan talus, dapat
berupa filamen, lembaran tipis berdaun banyak, persegi dengan kulit keras, dan
lumut raksasa. Uji proksimat yang dilakukan pada ampas rumput laut kering
6
didapatkan presentase masing-masing komponen kadar air sebesar 11.28%, kadar
abu 36,05%, kadar lemak 0,42%, kadar protein 1,86%, kadar serat kasar 8,96%
dan karbohidrat 41,43% (Harvey 2009).
Jenis rumput laut yang telah banyak dimanfaatkan berasal dari marga
Euchema, Gelidium, Gracilaria, Hypnea, dan Sargassum. Selain itu, terdapat
jenis lainnya seperti Caulerpa dan Dictosphaeria masih dimanfaatkan dalam skala
kecil untuk konsumsi lokal (Atmadja et al. 1996). Beberapa jenis rumput laut
memiliki komposisi kandungan selulosa maupun kandungan senyawa kimia
lainnya yang berbeda. Berikut ini komposisi kimia dari beberapa jenis rumput laut
(Tabel 1).
Tabel 1 Komposisi kimia rumput laut (Kim et al. 2008)
Jenis alga Selulosa
(%)
Galaktan (%) Karbo-
hidrat (%)
Protein
(%)
Lipid
(%)
Alga merah
Gelidium amansii,
marocco
Gelidium amansii, joju
Glacilaria
E. cottonii
16,8
23
19,7
7,1
55,2
56,4
54,4
43,4
72,0
79,4
74,1
50,5
21,1
11,8
11
4,9
6,9
8,8
14,9
44,6
Alga hijau
Codium fragile
10,9
47,8
58,7
34,7
6,6
Alga coklat
Undaria pinattinda
Laminaria japonica
2,4
6,7
38,7
40,0
41,1
46,7
24,2
12,2
34,7
38,1
Rumput laut Glacilaria sp. banyak dimanfaatkan dalam industri
pengolahan agar-agar. Limbah industri agar-agar yang dihasilkan mengandung
selulosa sebesar 15-25% (Kim et al. 2008). Selain itu, limbah agar-agar Glacilaria
sp. merupakan salah satu sumber bakteri yang berpotensi menghasilkan enzim
selulase. Pemanfaatan limbah agar-agar dan enzim selulase dari bakteri tersebut
memegang peranaan yang sangat penting dalam pengembangan bioenergi.
Enzim Selulase
Enzim selulase atau enzim yang dikenal dengan nama sistematik β-1,4
glukan-4-glukano hidrolase adalah enzim yang dapat menghidrolisis selulosa
dengan memutus ikatan glikosidik β-1,4 dalam selulosa, selodektrin, selobiosa,
dan turunan selulosa lainnya menjadi gula sederhana atau glukosa. Sistem
7
pemecahan selulosa menjadi glukosa terdiri atas tiga jenis enzim selulase yaitu
endo-β-1,4-glukanase, ekso-β-1,4-glukanase, dan β-glukosidase. Endo-β-1,4-
glukanase menyerang bagian tengah rantai secara random, ekso-β-1,4-glukanase
(selobiohidrolase) memecah unit-unit disakarida (selobiosa) dari ujung rantai, dan
β-glukosidase memecah selobiosa menjadi glukosa (Da silva et al. 2005) (Gambar
3).
Gambar 3 Pemecahan selulosa menjadi glukosa oleh enzim selulase.
Menurut Enari (1983) (Tabel 2) demikian pula Prescott dan Dunns (1981)
(Gambar 4) mengelompokkan enzim utama selulase berdasarkan kespesifikan
substrat masing-masing enzim yaitu :
1. Endo-β-1,4-glukanase (β-1,4-D-glukan-4-glukanohidrolase, EC 3.2.1.4)
menghidrolisis ikatan glikosidik β-1,4 secara acak. Enzim ini dapat
bereaksi dengan selulosa kristal tetapi kurang aktif. Enzim ini secara
umum dikenal sebagai CMC-ase atau selulase Cx.
2. β -1,4-D-glukan selobiohidrolase (EC.3.2.1.91) atau secara umum dikenal
dengan selulase C1, menyerang ujung rantai selulosa non pereduksi dan
membebaskan selobiosa.
8
3. β-1,4-D-glukan glukohidrolase (EC.3.2.1.74) menyerang ujung rantai
selulosa non pereduksi dan membebaskan glukosa. Enzim ini
menghidrolisis selulosa yang telah dilunakkan dengan asam fosfat, selo-
oligosakarida dan CMC.
4. β-1,4-glikosidase (β-1,4-D-glukosida glukohidrolase, EC 3.2.1.21)
menghidrolisis selobiosa dan rantai pendek selo-oligosakarida yang
menghasilkan glukosa. Enzim ini tidak dapat memecah selulosa dan
selodekstrin.
Gambar 4 Klasifikasi enzim selulase (Prescott & Dunns 1981).
Tabel 2 Hidrolisis berbagai substrat oleh enzim selulase (Enari 1983)
Jenis Enzim
selulolitik
Substrat
Selulosa
kristalin
CMC Selulosa
amorf
Selotetraosa Selobiosa
Endoglukanase - + + + -
Selobiohidrolase + - + + -
β- Glukosidase - - - + +
Berdasarkan kelarutannya, selulosa dapat dibagi menjadi dua katagori
yaitu substrat yang larut dalam air dan substrat yang tidak dapat larut dalam air
beserta enzim selulase yang menghidrolisis substrat tersebut (Tabel 3).
Enzim
selulase
β-1,4
glukanase
β-1,4-glukan
glukohidrolase
β-1,4-glukan
selobiohidrolase
(=C1 selulase)
Endo-β-1,4-glukanase
(=Cx-selulase)
Ekso-β-
1,4,
glukanase
β-1,4 glukosidase
9
Tabel 3 Substrat selulosa berdasarkan kelarutan air dan jenis enzim selulase
(Zhang et al. 2006)
Substrat Selulosa Enzim Selulase
Larut dalam air
- Rantai pendek (derajat polimerisasi rendah)
Silodekstrin
Radio-labeled selodekstrin
- Turunan silodekstrin
β-methyllumberlliferil oligosakarida
p-nitrofenol oligosakarida
- Turunan selulosa dengan rantai panjang
Carboxymethylecellulose (CMC)
Dye CMC
Tidak larut dalam air
- Selulosa kristalin
Katun, selulosa mikrokristalin (Avisel),
selulosa bakteri
- Selulosa Amorf – PASC
- Dyed Selulosa
- Kromogenik dan turunan fluoreforik
Trinitrofenil-karboksimetilselulase
(TNP-CMC)
- Flurant Selulosa
- α-selulosa
Endo, ekso, BG
Endo, ekso, BG
Endo, ekso, BG
Endo, ekso, BG
Endo
Endo
Total,endo, ekso
Total, endo.ekso
Total, endo
Endo
Endo, total
Total
Endo ; endoglukanase, Ekso ; eksoglukanase, BG ; glukosidase, Total ; ketiga tipe
enzim selulase.
Perbedaan antara masing-masing enzim selulase terletak pada kespesifikan
struktur di sekeliling substrat. Perbedaan kespesifikan dari enzim endoglukanase
dan selobiohidrolase bersifat tidak mutlak karena kedua enzim tersebut dapat
menghidrolisis ikatan β-1,4 glukosida dari selulosa amorf. Penentuan aktivitas
enzim selulase akan sulit apabila filtrat yang akan diukur aktivitas enzimnya
merupakan campuran dari berbagai enzim selulase. Enzim-enzim ini tidak hanya
dapat menghidrolisis substrat yang sama tetapi juga dapat bekerja secara sinergis
memecah substrat yang sama, sehingga menyebabkan aktivitas yang diukur
dipengaruhi oleh proporsi dari masing-masing enzim yang ada (Enari 1983).
Aktivitas enzim endoglukanase pada umumnya dapat diuji dengan substrat
CMC (Carboxymethyl cellulose) sehingga enzim endoglukanase juga disebut
dengan istilah CMCase, sedangkan aktivitas enzim selobiohidrolase atau
10
eksoglukanase seringkali diuji dengan substrat avisel sehingga enzim
eksoglukanase disebut dengan aviselase (Zhang et al. 2006).
Tahapan hidrolisis selulosa tergantung kepada struktur selulosa, interaksi
antara enzim selulase dengan serat selulosa, mekanisme hidrolisis enzim tersebut
di alam dan inhibitor yang terbentuk. Fase adsorbsi dan pembentukan kompleks
enzim substrat adalah fase kritis di dalam hidrolisis selulosa. Glukosa dan
selobiosa adalah inhibitor enzim dalam menghidrolisis selulosa. Selobiosa
menghambat enzim selobiohidrolase dan glukosa menghambat enzim
penghidrolisis selobiosa yaitu β-glukosidase pada kompleks enzim selulase.
Selobiosa mempunyai potensi lebih kuat menjadi inhibitor dibandingkan dengan
glukosa (Coughlan 1985). Laju hidrolisis enzim selulase ditentukan oleh struktur
substrat (Mandels 1985). Struktur kristal lebih sulit dihidrolisis dibandingkan
dengan struktur amorf maka hidrolisis dilakukan oleh enzim endoselulase atau
endoglukanase (Coughlan 1985) (Gambar 5).
Gambar 5 Mekanisme degradasi selulosa (Beguin & Aubert 1994).
Aktivitas enzim selulase dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
derajat keasaman (pH), suhu, dan senyawa penghambat. Aktivitas enzim
dipengaruhi oleh pH karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino mudah
dipengaruhi oleh pH sehingga apabila terjadi perubahan pH maka akan
menyebabkan denaturasi enzim dan menghilangkan aktivitas enzim. Suhu
memiliki peranan yang sangat penting dalam reaksi enzimatik. Ketika suhu
11
bertambah sampai suhu optimum, kecepatan reaksi enzim naik karena energi
kinetik bertambah. Bertambahnya energi kinetik enzim akan mempercepat gerak
vibrasi, translasi, dan rotasi baik enzim maupun substrat. Hal ini akan
memperbesar peluang enzim dan substrat bereaksi. Ketika suhu lebih tinggi dari
suhu optimum, protein enzim berubah konformasi sehingga gugus reaktif
terhambat. Perubahan konformasi ini dapat menyebabkan enzim terdenaturasi.
Substrat juga dapat berubah konformasinya pada suhu yang tidak sesuai, sehingga
substrat tidak dapat masuk ke dalam sisi aktif enzim (Ottaway 1984).
Selain pH dan suhu, faktor lain yang mempengaruhi aktivitas selulase
yaitu adanya senyawa penghambat berupa ion logam. Penghambatan tersebut
dapat dinetralkan dengan menambahkan sistein sehingga aktivitas enzim dapat
berlangsung kembali (Kulp 1975). Beberapa senyawa logam dan senyawa lainnya
yang dapat menghambat aktivitas selulase ialah Hg2+
, Ag2+
, dan Cu2+
(Deng &
Tabatai 1994; Oikawa et al. 1994), glukanolakton (Kulp 1975), surfaktan,
senyawa pengkelat khususnya Sodium Dodecyl Sulphate (SDS), Ethylene
Diamine Tetraacetyc Acid (EDTA) (Oikawa et al. 1994), laktat dalam konsentrasi
agak rendah (Chesson 1987), dan etanol serta alkohol lainnya (Ooshima et al.
1985). Senyawa penghambat tersebut dapat menekan seluruh kecepatan hidrolisis
dengan menghambat adsorbsi eksoglukanase dan endoglukanase pada selulosa,
dan menghambat aksi sinergis eksoglukanase dan endoglukanase yang bekerja
pada permukaan selulosa.
Mikroorganisme Penghasil Enzim Selulase
Mikroorganisme didefinisikan sebagai organisme yang berukuran sangat
kecil (biasanya kurang dari 1 milimeter) sehingga untuk mengamatinya
diperlukan bantuan mikroskop atau alat pembesar. Mikroorganisme dapat berupa
sel tunggal atau kelompok sel yang mempunyai kemampuan untuk mengatur
proses hidupnya tanpa bergantung sel lainnya. Mikroorganisme terdiri atas
bakteri, virus, dan cendawan (fungi) yang masing-masing memiliki perbedaan
karakteristik secara morfologi, ekologi, dan fisiologi. Bakteri merupakan sel
prokariot dengan rRNA bakteri yang dihubungkan oleh ikatan ester dan membran
lipid yang merupakan diasil gliserol dieter (Madigan et al. 2000).
12
Beberapa contoh genus bakteri yang diketahui mempunyai aktivitas
selulolitik ialah Acetobacter, Bacillus, Clostridium, Cellulomonas, Pseudomonas,
Cytophaga, Sarcina, dan Vibrio, sedangkan contoh genus cendawan yang
mempunyai aktivitas selulolitik ialah Bulgaria, Chaetomium, Helotium, Coriolus,
Phanerochaete, Poria, Schizophyllum, Serpula, Aspergillus, Cladosporium,
Fusarium, Geotrichum, Myrothecium, Paecilomyces, Penicillium, dan
Trichoderma (Rao 1994). Beberapa jenis organisme juga dapat menghasilkan
enzim selulase seperti rayap (Watanabe & Tokuda 2001), remis (Xu et al. 2000),
dan arabidopsis.
Di alam, degradasi selulosa kebanyakan dilakukan oleh mikroorganisme
aerobik. Mikroorganisme aerobik menghasilkan enzim selulase nonkompleks
yang terdiri atas endoglukanase, eksoglukanase, dan glukosidase yang bekerja
secara sinergis untuk menghidrolisis selulosa. Mikroorganisme anaerobik
menghasilkan enzim selulase kompleks yang disebut selulosom (Doi et al. 2003;
Bayer et al. 2004). Meskipun mikroorganisme anaerobik hanya menyumbang
sekitar 5-10% dari biodegradasi total selulosa di alam, namun peranannya sangat
penting karena bertanggung jawab terhadap degradasi daerah anoksik pada danau,
laut, dan saluran pencernaan hewan pemamah biak maupun rayap, yang tidak
dapat dilakukan oleh mikroorganisme aerobik (Zhang et al. 2006).
Pemekatan Enzim
Pada tahap awal pemurnian enzim biasanya dilakukan klarifikasi dan
pengendapan protein enzim. Klarifikasi berfungsi memisahkan larutan enzim dari
partikel-partikel yang tidak larut, misalnya debris sel dan partikel substrat.
Klarifikasi dapat dilakukan dengan penyaringan atau sentrifugasi. Pemekatan
protein enzim merupakan tahap awal dari prosedur pemurnian enzim sebelum
tahap pemurnian berikutnya atau dapat pula digunakan untuk keperluan analisis
enzim. Pemekatan protein enzim berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi
protein enzim, mereduksi volume larutan enzim, dan memisahkan protein enzim
dengan protein pengotor yang lain (Harris 1989).
Pemekatan protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu analitik dan
preparatif (penyiapan). Metode analitik menggunakan pengendapan asam
(misalnya asam trikloroasetat), pengendapan organik (misalnya aseton atau
13
etanol), dan imunopresipitasi yang dapat menyebabkan denaturasi protein.
Pemekatan protein dengan metode preparatif tetap mempertahankan aktivitas
protein misalnya dengan menggunakan pengendapan garam, pengendapan dengan
pelarut organik, pengendapan dengan polimer organik, ultrafiltrasi, liofilisasi, dan
dialisis (Harris 1989).
Metode pengendapan protein yang biasa dilakukan dalam pengendapan
selulase ialah dengan menggunakan amonium sulfat (Jung et al. 2008) dan
ultrafiltrasi (Arifin 2006). Amonium sulfat merupakan garam yang paling sering
digunakan untuk mengendapkan protein karena memiliki daya larut tinggi di
dalam air, relatif tidak mahal, dan kestabilan protein di dalam larutan amonium
sulfat (2M- 3M) tahan bertahun-tahun (Scopes 1987).
Prinsip pengendapan dengan garam berdasarkan pada kelarutan protein
yang berinteraksi polar dengan molekul air, interaksi ionik protein dengan garam,
dan daya tolak menolak protein yang bermuatan sama. Kelarutan protein (pada pH
dan suhu tertentu) meningkat pada kenaikan konsentrasi garam (salting in).
Kenaikan kelarutan protein akan meningkatkan kekuatan ion larutan. Pada
penambahan garam dengan konsentrasi tertentu menyebabkan kelarutan protein
menurun (salting out). Molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam semakin
banyak yang menyebabkan penarikan selubung air yang mengelilingi permukaan
protein. Peristiwa ini mengakibatkan protein saling berinteraksi, beragregasi, dan
kemudian mengendap (Harris 1989; Scopes 1987).
Garam berlebih yang terdapat di dalam larutan enzim setelah tahap
fraksinasi dapat dihilangkan dengan cara dialisis. Pada tahap dialisis, protein
ditempatkan di dalam kantung (membran) semipermeabel yang direndam di
dalam larutan bufer tertentu. Molekul yang berukuran kecil akan ke luar melalui
membran, dan molekul yang berukuran besar akan tertahan di dalam membran
dialisis. Ukuran pori kantung dialisis yang terbuat dari bahan selulosa asetat
berdiameter 1-20 nm. Ukuran ini menunjukkan berat molekul minimum yang
dapat tertahan di dalam membran. Selain dengan dialisis, penghilangan garam
dapat dilakukan dengan filtrasi gel. Metode ini biasanya diterapkan untuk sampel
yang sedikit, yaitu tidak melampaui 25-30% volume kolom untuk mendapatkan
resolusi yang memadai antara protein dan garam. Matriks filtrasi gel memiliki
14
pori yang berukuran kecil, misalnya Sephadex G-25 buatan Phamacia.
Kekurangan metode ini adalah terjadi pengenceran sampel protein (Harris 1989).
Ultrafiltrasi merupakan suatu metode untuk mengkonsentrasikan protein
dengan menekan cairan larutan protein enzim supaya tertahan di dalam membran.
Ukuran cairan yang akan ditahan (retentat) dan yang dikeluarkan (permeat) sesuai
dengan ukuran membran yang digunakan. Prinsip pemisahan dengan ultrafiltrasi
adalah pemisahan komponen berdasarkan berat molekul (Bollag & Edelstein
1991). Pemisahan komponen ini terjadi karena adanya membran ultrafiltrasi.
Membran ultrafiltrasi berfungsi sebagai penghalang (barrier) tipis yang sangat
selektif di antara dua fasa, hanya dapat melewatkan komponen tertentu dan
menahan komponen lain dari suatu aliran fluida yang dilewatkan melalui
membran (Mulder 1996). Proses membran ultrafiltrasi merupakan upaya
pemisahan dengan membran yang menggunakan gaya dorong beda tekanan yang
dipengaruhi oleh ukuran dan distribusi pori membran (Malleviale 1996).
Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom pada prinsipnya yaitu pengaliran suatu cairan melalui
kolom yang mengandung bahan pengisi dan substanta yang ingin dipisahkan
menjadi beberapa komponen dengan adanya perbedaan terhadap daya ikat bahan
pengisi (Tabel 4).
Tabel 4 Metode kromatografi untuk fraksinasi protein (Ersson et al. 1998)
Sifat Protein Jenis Kromatografi
Ukuran dan bentuk Filtrasi gel
Muatan neto dan distribusi grup
bermuatan
Penukar ion
Titik isoelektris Kromatofokusing
Hidrofobisitas Interaksi hidrofobik dan fase balik
Pengikatan logam Afinitas ion logam terimobilisasi
Kandungan tiol yang terbuka Kovalen
Afinitas biospesifik terhadap ligan,
inhibitor, reseptor, antibodi, dsb
Afinitas
Teknik kromatografi kolom banyak digunakan dalam bioteknologi untuk
mengamati tingkat kemurnian dan stabilitas protein (Neville 1998). Beberapa
peneliti melakukan pemurnian enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dengan
berbagai teknik kromatografi kolom (Tabel 5).
15
Tabel 5 Teknik kromatografi yang digunakan pada pemurnian selulase
Selulase Metode Kromatografi Sumber
Endoglukanase dari
Sinorhizobium fredii
Penukar ion, interaksi
hidrofobisitas
Po et al. (2004)
Endoglukanase dari
Mucor circinelloides
Gel filtrasi Saha (2003)
Endoglukanase dari
Bacillus sp
Penukar ion, gel filtrasi Mawadza et al. (2000)
Endoglukanase dari
Bacillus sp
Penukar ion Singh et al. (2004)
Endoglukanase dari
Pseudomonas fluorescens
Penukar ion, gel filtrasi Bakare et al. (2005)
Endoglukanase dari
Bacillus sp
Penukar ion Ji et al. (2005)
Endoglukanase dari
Bacillus pumilus
Gel filtrasi, penukar ion Christakopoulus et al.
(1999)
Kromatografi penukar ion memanfaatkan perbedaan afinitas antara
molekul bermuatan di dalam larutan dengan senyawa yang tidak reaktif yang
bermuatan berlawanan sebagai pengisi kolom (Scopes 1987). Kromatografi
penukar ion memisahkan protein berdasarkan muatan bersih protein dan kekuatan
relatif dari muatan bersih protein tersebut. Kromatografi penukar ion memerlukan
fase diam yang biasanya merupakan polimer terhidratasi yang bersifat tidak larut
seperti selulosa, dekstran dan agarosa. Gugus penukar ion diimobilisasikan pada
matriks. Beberapa gugus penukar anion yaitu aminoetil (AE-), kuaternari
aminoetil (QAE-), dan dietilaminoetil (DEAE-). Gugus penukar kation yaitu
sulfopropil (SP-), metil sulfonat dan karboksimetil (CM-). Penukar ion lemah
seperti DEAE- (penukar anion lemah) dan CM- (penukar kation lemah) hanya
dapat mempertahankan kondisi terionisasi pada rentang pH sempit dan kehilangan
muatannya pada pH tertentu. Gugus penukar anion lemah DEAE- terionisasi
sempurna di bawah pH 6,0 dan akan kehilangan muatannya pada pH 9,0,
sedangkan gugus penukar kation lemah CM- akan kehilangan muatannya di
bawah pH 4,5. Penukar ion kuat dapat mempertahankan kondisi terionisasi pada
rentang pH yang luas. Gugus penukar ion QAE- (penukar anion kuat) dan SP-
(penukar kation kuat) dapat mempertahankan kondisi terionisasi pada rentang pH
1-10 (Coligan et al. 2003).
16
Kolom untuk kromatografi penukar ion biasanya tidak panjang dan
memiliki diameter lebih besar dari pada kolom untuk filtrasi gel. Banyaknya
sampel yang dimasukkan umumnya sekitar 10-20% dari kapasitas kolom.
Pembilasan dengan gradien konsentrasi NaCl yang linier baik digunakan untuk
memisahkan molekul-molekul yang memiliki perbedaan muatan bersih yang tidak
terlalu besar sedangkan gradien NaCl bertahap baik digunakan untuk memisahkan
molekul-molekul yang memiliki perbedaan muatan bersih yang besar.
Pada dasarnya prinsip kromatografi penukar ion adalah ion bermuatan
bebas dipertukarkan dengan ion yang memiliki tipe muatan yang sama. Protein
yang bermuatan negatif dapat ditukar dengan ion klorida. Awalnya gugus
fungsional matriks yang bermuatan negatif mengikat ion dari bufer (misalnya
Na+). Pada saat sampel dimasukkan ke dalam kolom, maka protein yang
bermuatan positif akan menggantikan ion Na+
sedangkan protein yang bermuatan
negatif atau netral tidak akan terikat. Protein yang tidak terikat dibilas dengan
menggunakan bufer (biasanya dengan konsentrasi 10-50 mM). Selanjutnya ikatan
protein yang terikat gugus fungsional matriks akan terlepas setelah dibilas dengan
bufer yang mengandung NaCl atau KCl secara linier atau bertahap sehingga
protein yang memiliki ikatan lemah dengan matriks akan lepas terlebih dahulu
dan diikuti oleh protein yang memiliki ikatan lebih kuat (Gambar 6).
Gambar 6 Pemurnian enzim dengan kromatografi pertukar ion
(http://voh.chem.ucla.edu/vohtar/winter99/153L/lec1.html).
17
Pemilihan penukar ion tergantung pada muatan protein target. Muatan
bersih protein tergantung pada pH yaitu protein akan bermuatan positif dengan
menurunkan pH dan bermuatan negatif dengan menaikkan pH. Pada saat
menentukan pH untuk kromatografi, kestabilan protein target pada pH yang
dipilih perlu dijaga. Apabila protein stabil pada pH di atas titik isoelektriknya (pI)
maka digunakan penukar anion (positif), tetapi bila protein stabil pada pH di
bawah pI nya maka digunakan penukar kation (negatif). Jika protein stabil pada
rentang 1 unit di atas dan di bawah pI maka kedua penukar ion dapat digunakan.
Matriks yang mengikat gugus fungsional menentukan sifat aliran, ion yang dapat
diikat, kestabilan mekanik dan kimia. Ada 3 kelompok matriks yang biasanya
digunakan, yaitu: 1) polistiren, poliakrilik atau polifenol; 2) selulosa; dan 3)
dekstran (Sephadex) atau agarosa (Sepharose). Matriks polistiren dan polifenolik
lebih sering digunakan untuk memisahkan molekul-molekul kecil seperti asam-
asam amino, peptida kecil, nukleotida, nukleotida siklik, asam-asam organik.
Matriks selulosa biasanya digunakan untuk memisahkan protein (termasuk
enzim), polisakarida dan asam nukleat. Matriks DEAE-selulosa, CM-selulosa dan
fosfoselulosa paling sering digunakan. Matriks polidekstran dan agarosa
(misalnya DEAE-Sephadex, CM-Sephadex) digunakan untuk memisahkan
protein, hormon, tRNA dan polisakarida (Scopes 1987).
Pemilihan penukar ion kuat atau lemah tergantung pada pH molekul
target. Molekul yang memerlukan pH sangat rendah atau sangat tinggi untuk
dapat berionisasi atau apabila molekul stabil pada pH ekstrem maka penukar ion
kuat harus digunakan. Penukar ion lemah akan memberikan hasil pemisahan yang
lebih baik untuk protein-protein yang memiliki muatan bersih yang berdekatan.
Keuntungan kromatografi penukar ion diantaranya adalah tidak merusak protein
yang dimurnikan dan pada umumnya memiliki kapasitas pengikatan yang tinggi.
Kelemahannya adalah protein-protein yang memiliki distribusi gugus bermuatan
pada permukaannya atau memiliki pI yang sama atau mirip akan sulit dipisahkan
dengan cara kromatografi penukar ion. Selain itu larutan enzim hasil kromatografi
penukar ion mengandung kadar garam cukup tinggi yang harus dihilangkan untuk
proses pemurnian selanjutnya (Scopes 1987).
18
Elektroforesis
Elektroforesis adalah suatu proses perpindahan partikel-partikel bermuatan
atau suatu cara untuk memisahkan fraksi-fraksi suatu campuran berdasarkan atas
pergerakan partikel koloid yang bermuatan di bawah pengaruh medan listrik
(Suhartono 1989). Elektoforesis dengan menggunakan gel polakrilamida sodium
dodesil sulfat (SDS-PAGE) merupakan teknik elektroforesis gel yang
menggunakan poliakrilamida untuk memisahkan protein yang bermuatan
berdasarkan berat molekulnya. Penentuan berat molekul yang menyusun enzim
selulase dianalisis dengan menggunakan metode SDS-PAGE (Sodium dodecyl
sulphate-polyacrylamide gel electrophoresis). Pada metode ini digunakan 2 gel
yaitu gel penahan (stacking gel) dan gel pemisah (separating gel). Gel akrilamida
diperoleh dengan cara polimerisasi akrilamida dengan sejumlah crosslinking
agent metilen bis akrilamida dan amonium persulfat (APS) sebagai katalisator.
Radikal bebas yang terbentuk dari pelarutan amonium persulfat dalam air akan
bereaksi dengan akrilamida membentuk akrilamida aktif yang dapat bereaksi satu
dengan yang lain membentuk polimer (Janson & Ryden 1998).
Ada beberapa jenis elektroforesis, yaitu elektroforesis kertas,
elektroforesis selulosa asetat/nitrat dan elektroforesis gel. Elektroforesis gel
berguna untuk pemisahan protein, sedangkan dua jenis lainnya berguna untuk
memisahkan molekul yang lebih kecil. Matriks gel dapat berupa pati, agarosa atau
poliakrilamida. Saat ini gel poliakrilamida lebih sering digunakan. Matriks ini
disusun oleh akrilamida dan N,N’-metilen-bis-akrilamida yang berpolimerisasi
dengan bantuan katalisator amonium persulfat dan N,N,N’,N’tetrametilen diamin
(TEMED). Elektroforesis gel dengan SDS digunakan untuk meneliti jumlah dan
ukuran rantai protein atau rantai subunit protein. SDS merupakan detergen lemah
anionik yang akan memutuskan ikatan di antara subunit penyusun dan membentuk
kompleks yang bermuatan negatif sehingga pergerakan protein dalam medan
listrik hanya berdasarkan pada ukuran molekul sedangkan β-merkaptoetanol
digunakan untuk mereduksi ikatan disulfida pada protein. Protein yang berukuran
kecil akan bergerak lebih cepat dibandingkan yang berukuran besar (Copeland
1994).
19
Elektroforesis protein dapat dilakukan dengan proses denaturasi (SDS-
PAGE) dan nondenaturasi (Native-PAGE). Mekanisme pada SDS-PAGE
dijelaskan bahwa protein akan bereaksi dengan SDS yang merupakan detergen
anionik membentuk kompleks yang bermuatan negatif. Protein akan terdenaturasi
dan terlarut membentuk kompleks berikatan dengan SDS yang berbentuk elips
atau batang yang ukurannya sebanding dengan berat molekul protein. Protein
dalam bentuk kompleks yang bermuatan negatif ini akan dapat terpisahkan
berdasarkan muatan dan ukurannya secara elektroforesis di dalam matriks gel
poliakrilamida (Smith 1984).
Berbeda dengan SDS-PAGE, pada gel pemisah disisipi substrat yang akan
dihidrolisis oleh enzim selama masa inkubasi yang disebut sebagai zimogram.
Elektroforesis zimogram memisahkan protein terlarut yang tidak mengendap atau
beragregasi selama elektroforesis. Pada elektroforesis gel yang terdenaturasi,
seperti pada SDS-PAGE, molekul-molekul protein yang telah terpisah dengan
elektroforesis dapat kehilangan aktivitas biologi dan biokimianya, tetapi pada
elektroforesis zimogram aktivitas tersebut masih bertahan (Dunn 1989). Enzim
dipisahkan dalam gel denaturasi (SDS), namun dalam kondisi tidak tereduksi.
SDS dilepaskan dengan penambahan larutan renaturasi (misalnya detergen Triton
X-100) dan kembali terjadi pelipatan protein. Kemudian gel diwarnai dengan
pewarna yang sesuai dengan enzim yang diujikan. Metode zimogram bersifat
mudah, sensitif, dan kuantitatif dalam menganalisis aktivitas enzim (Kleiner &
Stetler-Stevenson 1994; Leber & Balkwil 1997).
Berat molekul protein dapat ditetapkan dengan menggunakan protein
standar yang telah diketahui berat molekulnya dan memperbandingkan nilai Rf
(mobilitas relatif) yang diperoleh. Pita pada gel dapat divisualisasi dengan
pewarnaan, misalnya menggunakan pewarna coomasie blue atau pewarna perak
nitrat (Suhartono 1989).
Identifikasi Mikroorganisme dengan 16S-rRNA
Madigan et al. (2000) menyatakan bahwa pada bakteri atau prokariot
memiliki tiga macam ribosom RNA (rRNA) yaitu 23S-rRNA (2900 unit
nukleotida), 16S-rRNA (1500 nukleotida) dan 5S-rRNA (sekitar 120 nukleotida).
Gen penyandi 16S-rRNA mempunyai daerah sekuen yang konservatif yang dapat
20
digunakan untuk menduga hubungan kekerabatan secara alami antara spesies yang
mempunyai kekerabatan dekat sehingga sangat menguntungkan untuk analisis
filogenetik bakteri di tingkat famili, genus, spesies, maupun subspesies. (Chen et
al. 2000). Woese (1987) menambahkan bahwa molekul 16S-rRNA paling banyak
digunakan sebagai target asam nukleat untuk mendeteksi dan mengidentifikasi
bakteri yang belum pernah terdeteksi sebelumnya. Sekuen variabel berevolusi
pada laju yang berbeda sehingga memberikan cukup informasi untuk menentukan
kedekatan atau jauhnya hubungan filogenetik suatu organisme (Woese 1987).
Madigan et al. (2000) menyatakan sekuen gen penyandi 16S-rRNA
digunakan untuk menentukan pohon filogenetik dari keragaman makhluk hidup di
bumi. Kekerabatan evolusi antar spesies dalam keseluruhan sistem biologi
diperlukan parameter yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) terdapat
pada semua makhluk hidup, 2) fungsinya identik, 3) dapat dibandingkan secara
obyektif, dan 4) parameter tersebut berubah sesuai dengan jarak evolusinya
sehingga dapat dijadikan sebagai kronometer evolusi yang handal.
Analisis molekuler dengan sekuen gen penyandi 16S-rRNA pada
prinsipnya meliputi ekstraksi DNA total, amplifikasi gen penyandi 16S-rRNA,
penentuan sekuen klon yang mengandung gen 16S-rRNA dan analisis
perbandingan sekuen yang telah diketahui dalam database (Madigan et al. 2000).