TINJAUAN PUSTAKA Selulosa - repository.ipb.ac.id · Selulosa merupakan komponen utama penyusun...

17
TINJAUAN PUSTAKA Selulosa Selulosa merupakan polimer karbohidrat terbanyak yang terdapat di alam (Han & Chen 2007). Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tumbuhan bersama-sama dengan hemiselulosa dan pektin. Komposisi selulosa dalam tumbuhan dapat mencapai 40-50% dari massa tumbuhan sehingga selulosa merupakan biopolimer terbarukan yang paling berlimpah di alam (Milala et al. 2005). Classen (1999) menambahkan bahwa diperkirakan 50% dari biomassa tumbuhan berupa selulosa dan jumlahnya sekitar 50 milyar ton. Selulosa merupakan polimer glukosa yang dihubungkan dengan ikatan β-1,4-D-glukosidik (Gambar 1). Gambar 1 Struktur serat selulosa (Beguin & Aubert 1994). Polimer glukosa tersusun secara paralel dan berikatan silang membentuk struktur kristalin yang disebut mikrofibril. Panjang mikrofibril ini bervariasi dari 2.000-15.000 unit glukosa, tergantung organismenya. Bentuk mikrofibril selulosa ditentukan oleh kompleks geometri sintase dan lingkungan lokal. Pada tumbuhan, unit mikrofibril mempunyai jumlah sekitar 3-4 unit dan terdiri atas sekitar 36 rantai selulosa dan seringkali dikemas dalam bentuk lebih besar (Doblin et al. 2002). Mikrofibril pada selulosa memiliki orientasi beragam, tersusun secara pararel, dan setiap molekul glukosa dapat berotasi hingga 180 0 (Beguin & Aubert 1994; Brown 1996). Mikrofibril ini pada tempat-tempat tertentu memiliki struktur yang teratur (crystalin) dan pada tempat-tempat tertentu memiliki struktur yang

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA Selulosa - repository.ipb.ac.id · Selulosa merupakan komponen utama penyusun...

4

TINJAUAN PUSTAKA

Selulosa

Selulosa merupakan polimer karbohidrat terbanyak yang terdapat di alam

(Han & Chen 2007). Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel

tumbuhan bersama-sama dengan hemiselulosa dan pektin. Komposisi selulosa

dalam tumbuhan dapat mencapai 40-50% dari massa tumbuhan sehingga selulosa

merupakan biopolimer terbarukan yang paling berlimpah di alam (Milala et al.

2005). Classen (1999) menambahkan bahwa diperkirakan 50% dari biomassa

tumbuhan berupa selulosa dan jumlahnya sekitar 50 milyar ton. Selulosa

merupakan polimer glukosa yang dihubungkan dengan ikatan β-1,4-D-glukosidik

(Gambar 1).

Gambar 1 Struktur serat selulosa (Beguin & Aubert 1994).

Polimer glukosa tersusun secara paralel dan berikatan silang membentuk

struktur kristalin yang disebut mikrofibril. Panjang mikrofibril ini bervariasi dari

2.000-15.000 unit glukosa, tergantung organismenya. Bentuk mikrofibril selulosa

ditentukan oleh kompleks geometri sintase dan lingkungan lokal. Pada tumbuhan,

unit mikrofibril mempunyai jumlah sekitar 3-4 unit dan terdiri atas sekitar 36

rantai selulosa dan seringkali dikemas dalam bentuk lebih besar (Doblin et al.

2002).

Mikrofibril pada selulosa memiliki orientasi beragam, tersusun secara

pararel, dan setiap molekul glukosa dapat berotasi hingga 1800 (Beguin & Aubert

1994; Brown 1996). Mikrofibril ini pada tempat-tempat tertentu memiliki struktur

yang teratur (crystalin) dan pada tempat-tempat tertentu memiliki struktur yang

5

kurang teratur (amorphous). Struktur amorphous terjadi karena proses kristalisasi

yang berlangsung secara tidak sempurna pada mikrofibril yang terbentuk (Gambar

2). Dimensi serat selulosa dan proporsi dari bagian kristalin dan amorf sangat

tergantung pada keadaan alaminya (Linder & Teeri 1997). Setiap serat selulosa

tersusun oleh kira-kira 3.000 molekul glukosa dan berat molekulnya diperkirakan

mencapai 500.000 (Hardjo et al. 1984).

Gambar 2 Struktur selulosa teratur (kristalin) dan kurang teratur (amorphous)

(Beguin & Aubert 1994).

Secara alamiah molekul selulosa tersusun dalam fibril yang terdiri atas

beberapa molekul glukosa yang dihubungkan dengan ikatan hidrogen yang kuat

mengakibatkan dapat tahan terhadap tarikan tinggi. Fibril-fibril ini membentuk

struktur kristal yang dibungkus oleh lignin, oleh karena itu sumber selulosa dari

tumbuh-tumbuhan sulit sekali dihidrolisis secara langsung oleh katalis asam.

Molekul selulosa berbentuk lurus dan tidak pernah bercabang, serta gugus

hidroksilnya bebas membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil molekul

selulosa lainnya yang terletak sejajar (paralel) dengannya (Beguin & Aubert

1994).

Rumput Laut

Selulosa juga diproduksi oleh tanaman laut yaitu rumput laut (Linder &

Teeri 1997). Rumput laut merupakan makroalga laut yang dapat digolongkan ke

dalam alga merah, alga hijau, dan alga coklat. Rumput laut tidak memiliki daun,

batang, dan akar sejati. Akan tetapi, bagian tubuhnya disebut dengan talus, dapat

berupa filamen, lembaran tipis berdaun banyak, persegi dengan kulit keras, dan

lumut raksasa. Uji proksimat yang dilakukan pada ampas rumput laut kering

6

didapatkan presentase masing-masing komponen kadar air sebesar 11.28%, kadar

abu 36,05%, kadar lemak 0,42%, kadar protein 1,86%, kadar serat kasar 8,96%

dan karbohidrat 41,43% (Harvey 2009).

Jenis rumput laut yang telah banyak dimanfaatkan berasal dari marga

Euchema, Gelidium, Gracilaria, Hypnea, dan Sargassum. Selain itu, terdapat

jenis lainnya seperti Caulerpa dan Dictosphaeria masih dimanfaatkan dalam skala

kecil untuk konsumsi lokal (Atmadja et al. 1996). Beberapa jenis rumput laut

memiliki komposisi kandungan selulosa maupun kandungan senyawa kimia

lainnya yang berbeda. Berikut ini komposisi kimia dari beberapa jenis rumput laut

(Tabel 1).

Tabel 1 Komposisi kimia rumput laut (Kim et al. 2008)

Jenis alga Selulosa

(%)

Galaktan (%) Karbo-

hidrat (%)

Protein

(%)

Lipid

(%)

Alga merah

Gelidium amansii,

marocco

Gelidium amansii, joju

Glacilaria

E. cottonii

16,8

23

19,7

7,1

55,2

56,4

54,4

43,4

72,0

79,4

74,1

50,5

21,1

11,8

11

4,9

6,9

8,8

14,9

44,6

Alga hijau

Codium fragile

10,9

47,8

58,7

34,7

6,6

Alga coklat

Undaria pinattinda

Laminaria japonica

2,4

6,7

38,7

40,0

41,1

46,7

24,2

12,2

34,7

38,1

Rumput laut Glacilaria sp. banyak dimanfaatkan dalam industri

pengolahan agar-agar. Limbah industri agar-agar yang dihasilkan mengandung

selulosa sebesar 15-25% (Kim et al. 2008). Selain itu, limbah agar-agar Glacilaria

sp. merupakan salah satu sumber bakteri yang berpotensi menghasilkan enzim

selulase. Pemanfaatan limbah agar-agar dan enzim selulase dari bakteri tersebut

memegang peranaan yang sangat penting dalam pengembangan bioenergi.

Enzim Selulase

Enzim selulase atau enzim yang dikenal dengan nama sistematik β-1,4

glukan-4-glukano hidrolase adalah enzim yang dapat menghidrolisis selulosa

dengan memutus ikatan glikosidik β-1,4 dalam selulosa, selodektrin, selobiosa,

dan turunan selulosa lainnya menjadi gula sederhana atau glukosa. Sistem

7

pemecahan selulosa menjadi glukosa terdiri atas tiga jenis enzim selulase yaitu

endo-β-1,4-glukanase, ekso-β-1,4-glukanase, dan β-glukosidase. Endo-β-1,4-

glukanase menyerang bagian tengah rantai secara random, ekso-β-1,4-glukanase

(selobiohidrolase) memecah unit-unit disakarida (selobiosa) dari ujung rantai, dan

β-glukosidase memecah selobiosa menjadi glukosa (Da silva et al. 2005) (Gambar

3).

Gambar 3 Pemecahan selulosa menjadi glukosa oleh enzim selulase.

Menurut Enari (1983) (Tabel 2) demikian pula Prescott dan Dunns (1981)

(Gambar 4) mengelompokkan enzim utama selulase berdasarkan kespesifikan

substrat masing-masing enzim yaitu :

1. Endo-β-1,4-glukanase (β-1,4-D-glukan-4-glukanohidrolase, EC 3.2.1.4)

menghidrolisis ikatan glikosidik β-1,4 secara acak. Enzim ini dapat

bereaksi dengan selulosa kristal tetapi kurang aktif. Enzim ini secara

umum dikenal sebagai CMC-ase atau selulase Cx.

2. β -1,4-D-glukan selobiohidrolase (EC.3.2.1.91) atau secara umum dikenal

dengan selulase C1, menyerang ujung rantai selulosa non pereduksi dan

membebaskan selobiosa.

8

3. β-1,4-D-glukan glukohidrolase (EC.3.2.1.74) menyerang ujung rantai

selulosa non pereduksi dan membebaskan glukosa. Enzim ini

menghidrolisis selulosa yang telah dilunakkan dengan asam fosfat, selo-

oligosakarida dan CMC.

4. β-1,4-glikosidase (β-1,4-D-glukosida glukohidrolase, EC 3.2.1.21)

menghidrolisis selobiosa dan rantai pendek selo-oligosakarida yang

menghasilkan glukosa. Enzim ini tidak dapat memecah selulosa dan

selodekstrin.

Gambar 4 Klasifikasi enzim selulase (Prescott & Dunns 1981).

Tabel 2 Hidrolisis berbagai substrat oleh enzim selulase (Enari 1983)

Jenis Enzim

selulolitik

Substrat

Selulosa

kristalin

CMC Selulosa

amorf

Selotetraosa Selobiosa

Endoglukanase - + + + -

Selobiohidrolase + - + + -

β- Glukosidase - - - + +

Berdasarkan kelarutannya, selulosa dapat dibagi menjadi dua katagori

yaitu substrat yang larut dalam air dan substrat yang tidak dapat larut dalam air

beserta enzim selulase yang menghidrolisis substrat tersebut (Tabel 3).

Enzim

selulase

β-1,4

glukanase

β-1,4-glukan

glukohidrolase

β-1,4-glukan

selobiohidrolase

(=C1 selulase)

Endo-β-1,4-glukanase

(=Cx-selulase)

Ekso-β-

1,4,

glukanase

β-1,4 glukosidase

9

Tabel 3 Substrat selulosa berdasarkan kelarutan air dan jenis enzim selulase

(Zhang et al. 2006)

Substrat Selulosa Enzim Selulase

Larut dalam air

- Rantai pendek (derajat polimerisasi rendah)

Silodekstrin

Radio-labeled selodekstrin

- Turunan silodekstrin

β-methyllumberlliferil oligosakarida

p-nitrofenol oligosakarida

- Turunan selulosa dengan rantai panjang

Carboxymethylecellulose (CMC)

Dye CMC

Tidak larut dalam air

- Selulosa kristalin

Katun, selulosa mikrokristalin (Avisel),

selulosa bakteri

- Selulosa Amorf – PASC

- Dyed Selulosa

- Kromogenik dan turunan fluoreforik

Trinitrofenil-karboksimetilselulase

(TNP-CMC)

- Flurant Selulosa

- α-selulosa

Endo, ekso, BG

Endo, ekso, BG

Endo, ekso, BG

Endo, ekso, BG

Endo

Endo

Total,endo, ekso

Total, endo.ekso

Total, endo

Endo

Endo, total

Total

Endo ; endoglukanase, Ekso ; eksoglukanase, BG ; glukosidase, Total ; ketiga tipe

enzim selulase.

Perbedaan antara masing-masing enzim selulase terletak pada kespesifikan

struktur di sekeliling substrat. Perbedaan kespesifikan dari enzim endoglukanase

dan selobiohidrolase bersifat tidak mutlak karena kedua enzim tersebut dapat

menghidrolisis ikatan β-1,4 glukosida dari selulosa amorf. Penentuan aktivitas

enzim selulase akan sulit apabila filtrat yang akan diukur aktivitas enzimnya

merupakan campuran dari berbagai enzim selulase. Enzim-enzim ini tidak hanya

dapat menghidrolisis substrat yang sama tetapi juga dapat bekerja secara sinergis

memecah substrat yang sama, sehingga menyebabkan aktivitas yang diukur

dipengaruhi oleh proporsi dari masing-masing enzim yang ada (Enari 1983).

Aktivitas enzim endoglukanase pada umumnya dapat diuji dengan substrat

CMC (Carboxymethyl cellulose) sehingga enzim endoglukanase juga disebut

dengan istilah CMCase, sedangkan aktivitas enzim selobiohidrolase atau

10

eksoglukanase seringkali diuji dengan substrat avisel sehingga enzim

eksoglukanase disebut dengan aviselase (Zhang et al. 2006).

Tahapan hidrolisis selulosa tergantung kepada struktur selulosa, interaksi

antara enzim selulase dengan serat selulosa, mekanisme hidrolisis enzim tersebut

di alam dan inhibitor yang terbentuk. Fase adsorbsi dan pembentukan kompleks

enzim substrat adalah fase kritis di dalam hidrolisis selulosa. Glukosa dan

selobiosa adalah inhibitor enzim dalam menghidrolisis selulosa. Selobiosa

menghambat enzim selobiohidrolase dan glukosa menghambat enzim

penghidrolisis selobiosa yaitu β-glukosidase pada kompleks enzim selulase.

Selobiosa mempunyai potensi lebih kuat menjadi inhibitor dibandingkan dengan

glukosa (Coughlan 1985). Laju hidrolisis enzim selulase ditentukan oleh struktur

substrat (Mandels 1985). Struktur kristal lebih sulit dihidrolisis dibandingkan

dengan struktur amorf maka hidrolisis dilakukan oleh enzim endoselulase atau

endoglukanase (Coughlan 1985) (Gambar 5).

Gambar 5 Mekanisme degradasi selulosa (Beguin & Aubert 1994).

Aktivitas enzim selulase dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

derajat keasaman (pH), suhu, dan senyawa penghambat. Aktivitas enzim

dipengaruhi oleh pH karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino mudah

dipengaruhi oleh pH sehingga apabila terjadi perubahan pH maka akan

menyebabkan denaturasi enzim dan menghilangkan aktivitas enzim. Suhu

memiliki peranan yang sangat penting dalam reaksi enzimatik. Ketika suhu

11

bertambah sampai suhu optimum, kecepatan reaksi enzim naik karena energi

kinetik bertambah. Bertambahnya energi kinetik enzim akan mempercepat gerak

vibrasi, translasi, dan rotasi baik enzim maupun substrat. Hal ini akan

memperbesar peluang enzim dan substrat bereaksi. Ketika suhu lebih tinggi dari

suhu optimum, protein enzim berubah konformasi sehingga gugus reaktif

terhambat. Perubahan konformasi ini dapat menyebabkan enzim terdenaturasi.

Substrat juga dapat berubah konformasinya pada suhu yang tidak sesuai, sehingga

substrat tidak dapat masuk ke dalam sisi aktif enzim (Ottaway 1984).

Selain pH dan suhu, faktor lain yang mempengaruhi aktivitas selulase

yaitu adanya senyawa penghambat berupa ion logam. Penghambatan tersebut

dapat dinetralkan dengan menambahkan sistein sehingga aktivitas enzim dapat

berlangsung kembali (Kulp 1975). Beberapa senyawa logam dan senyawa lainnya

yang dapat menghambat aktivitas selulase ialah Hg2+

, Ag2+

, dan Cu2+

(Deng &

Tabatai 1994; Oikawa et al. 1994), glukanolakton (Kulp 1975), surfaktan,

senyawa pengkelat khususnya Sodium Dodecyl Sulphate (SDS), Ethylene

Diamine Tetraacetyc Acid (EDTA) (Oikawa et al. 1994), laktat dalam konsentrasi

agak rendah (Chesson 1987), dan etanol serta alkohol lainnya (Ooshima et al.

1985). Senyawa penghambat tersebut dapat menekan seluruh kecepatan hidrolisis

dengan menghambat adsorbsi eksoglukanase dan endoglukanase pada selulosa,

dan menghambat aksi sinergis eksoglukanase dan endoglukanase yang bekerja

pada permukaan selulosa.

Mikroorganisme Penghasil Enzim Selulase

Mikroorganisme didefinisikan sebagai organisme yang berukuran sangat

kecil (biasanya kurang dari 1 milimeter) sehingga untuk mengamatinya

diperlukan bantuan mikroskop atau alat pembesar. Mikroorganisme dapat berupa

sel tunggal atau kelompok sel yang mempunyai kemampuan untuk mengatur

proses hidupnya tanpa bergantung sel lainnya. Mikroorganisme terdiri atas

bakteri, virus, dan cendawan (fungi) yang masing-masing memiliki perbedaan

karakteristik secara morfologi, ekologi, dan fisiologi. Bakteri merupakan sel

prokariot dengan rRNA bakteri yang dihubungkan oleh ikatan ester dan membran

lipid yang merupakan diasil gliserol dieter (Madigan et al. 2000).

12

Beberapa contoh genus bakteri yang diketahui mempunyai aktivitas

selulolitik ialah Acetobacter, Bacillus, Clostridium, Cellulomonas, Pseudomonas,

Cytophaga, Sarcina, dan Vibrio, sedangkan contoh genus cendawan yang

mempunyai aktivitas selulolitik ialah Bulgaria, Chaetomium, Helotium, Coriolus,

Phanerochaete, Poria, Schizophyllum, Serpula, Aspergillus, Cladosporium,

Fusarium, Geotrichum, Myrothecium, Paecilomyces, Penicillium, dan

Trichoderma (Rao 1994). Beberapa jenis organisme juga dapat menghasilkan

enzim selulase seperti rayap (Watanabe & Tokuda 2001), remis (Xu et al. 2000),

dan arabidopsis.

Di alam, degradasi selulosa kebanyakan dilakukan oleh mikroorganisme

aerobik. Mikroorganisme aerobik menghasilkan enzim selulase nonkompleks

yang terdiri atas endoglukanase, eksoglukanase, dan glukosidase yang bekerja

secara sinergis untuk menghidrolisis selulosa. Mikroorganisme anaerobik

menghasilkan enzim selulase kompleks yang disebut selulosom (Doi et al. 2003;

Bayer et al. 2004). Meskipun mikroorganisme anaerobik hanya menyumbang

sekitar 5-10% dari biodegradasi total selulosa di alam, namun peranannya sangat

penting karena bertanggung jawab terhadap degradasi daerah anoksik pada danau,

laut, dan saluran pencernaan hewan pemamah biak maupun rayap, yang tidak

dapat dilakukan oleh mikroorganisme aerobik (Zhang et al. 2006).

Pemekatan Enzim

Pada tahap awal pemurnian enzim biasanya dilakukan klarifikasi dan

pengendapan protein enzim. Klarifikasi berfungsi memisahkan larutan enzim dari

partikel-partikel yang tidak larut, misalnya debris sel dan partikel substrat.

Klarifikasi dapat dilakukan dengan penyaringan atau sentrifugasi. Pemekatan

protein enzim merupakan tahap awal dari prosedur pemurnian enzim sebelum

tahap pemurnian berikutnya atau dapat pula digunakan untuk keperluan analisis

enzim. Pemekatan protein enzim berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi

protein enzim, mereduksi volume larutan enzim, dan memisahkan protein enzim

dengan protein pengotor yang lain (Harris 1989).

Pemekatan protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu analitik dan

preparatif (penyiapan). Metode analitik menggunakan pengendapan asam

(misalnya asam trikloroasetat), pengendapan organik (misalnya aseton atau

13

etanol), dan imunopresipitasi yang dapat menyebabkan denaturasi protein.

Pemekatan protein dengan metode preparatif tetap mempertahankan aktivitas

protein misalnya dengan menggunakan pengendapan garam, pengendapan dengan

pelarut organik, pengendapan dengan polimer organik, ultrafiltrasi, liofilisasi, dan

dialisis (Harris 1989).

Metode pengendapan protein yang biasa dilakukan dalam pengendapan

selulase ialah dengan menggunakan amonium sulfat (Jung et al. 2008) dan

ultrafiltrasi (Arifin 2006). Amonium sulfat merupakan garam yang paling sering

digunakan untuk mengendapkan protein karena memiliki daya larut tinggi di

dalam air, relatif tidak mahal, dan kestabilan protein di dalam larutan amonium

sulfat (2M- 3M) tahan bertahun-tahun (Scopes 1987).

Prinsip pengendapan dengan garam berdasarkan pada kelarutan protein

yang berinteraksi polar dengan molekul air, interaksi ionik protein dengan garam,

dan daya tolak menolak protein yang bermuatan sama. Kelarutan protein (pada pH

dan suhu tertentu) meningkat pada kenaikan konsentrasi garam (salting in).

Kenaikan kelarutan protein akan meningkatkan kekuatan ion larutan. Pada

penambahan garam dengan konsentrasi tertentu menyebabkan kelarutan protein

menurun (salting out). Molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam semakin

banyak yang menyebabkan penarikan selubung air yang mengelilingi permukaan

protein. Peristiwa ini mengakibatkan protein saling berinteraksi, beragregasi, dan

kemudian mengendap (Harris 1989; Scopes 1987).

Garam berlebih yang terdapat di dalam larutan enzim setelah tahap

fraksinasi dapat dihilangkan dengan cara dialisis. Pada tahap dialisis, protein

ditempatkan di dalam kantung (membran) semipermeabel yang direndam di

dalam larutan bufer tertentu. Molekul yang berukuran kecil akan ke luar melalui

membran, dan molekul yang berukuran besar akan tertahan di dalam membran

dialisis. Ukuran pori kantung dialisis yang terbuat dari bahan selulosa asetat

berdiameter 1-20 nm. Ukuran ini menunjukkan berat molekul minimum yang

dapat tertahan di dalam membran. Selain dengan dialisis, penghilangan garam

dapat dilakukan dengan filtrasi gel. Metode ini biasanya diterapkan untuk sampel

yang sedikit, yaitu tidak melampaui 25-30% volume kolom untuk mendapatkan

resolusi yang memadai antara protein dan garam. Matriks filtrasi gel memiliki

14

pori yang berukuran kecil, misalnya Sephadex G-25 buatan Phamacia.

Kekurangan metode ini adalah terjadi pengenceran sampel protein (Harris 1989).

Ultrafiltrasi merupakan suatu metode untuk mengkonsentrasikan protein

dengan menekan cairan larutan protein enzim supaya tertahan di dalam membran.

Ukuran cairan yang akan ditahan (retentat) dan yang dikeluarkan (permeat) sesuai

dengan ukuran membran yang digunakan. Prinsip pemisahan dengan ultrafiltrasi

adalah pemisahan komponen berdasarkan berat molekul (Bollag & Edelstein

1991). Pemisahan komponen ini terjadi karena adanya membran ultrafiltrasi.

Membran ultrafiltrasi berfungsi sebagai penghalang (barrier) tipis yang sangat

selektif di antara dua fasa, hanya dapat melewatkan komponen tertentu dan

menahan komponen lain dari suatu aliran fluida yang dilewatkan melalui

membran (Mulder 1996). Proses membran ultrafiltrasi merupakan upaya

pemisahan dengan membran yang menggunakan gaya dorong beda tekanan yang

dipengaruhi oleh ukuran dan distribusi pori membran (Malleviale 1996).

Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom pada prinsipnya yaitu pengaliran suatu cairan melalui

kolom yang mengandung bahan pengisi dan substanta yang ingin dipisahkan

menjadi beberapa komponen dengan adanya perbedaan terhadap daya ikat bahan

pengisi (Tabel 4).

Tabel 4 Metode kromatografi untuk fraksinasi protein (Ersson et al. 1998)

Sifat Protein Jenis Kromatografi

Ukuran dan bentuk Filtrasi gel

Muatan neto dan distribusi grup

bermuatan

Penukar ion

Titik isoelektris Kromatofokusing

Hidrofobisitas Interaksi hidrofobik dan fase balik

Pengikatan logam Afinitas ion logam terimobilisasi

Kandungan tiol yang terbuka Kovalen

Afinitas biospesifik terhadap ligan,

inhibitor, reseptor, antibodi, dsb

Afinitas

Teknik kromatografi kolom banyak digunakan dalam bioteknologi untuk

mengamati tingkat kemurnian dan stabilitas protein (Neville 1998). Beberapa

peneliti melakukan pemurnian enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dengan

berbagai teknik kromatografi kolom (Tabel 5).

15

Tabel 5 Teknik kromatografi yang digunakan pada pemurnian selulase

Selulase Metode Kromatografi Sumber

Endoglukanase dari

Sinorhizobium fredii

Penukar ion, interaksi

hidrofobisitas

Po et al. (2004)

Endoglukanase dari

Mucor circinelloides

Gel filtrasi Saha (2003)

Endoglukanase dari

Bacillus sp

Penukar ion, gel filtrasi Mawadza et al. (2000)

Endoglukanase dari

Bacillus sp

Penukar ion Singh et al. (2004)

Endoglukanase dari

Pseudomonas fluorescens

Penukar ion, gel filtrasi Bakare et al. (2005)

Endoglukanase dari

Bacillus sp

Penukar ion Ji et al. (2005)

Endoglukanase dari

Bacillus pumilus

Gel filtrasi, penukar ion Christakopoulus et al.

(1999)

Kromatografi penukar ion memanfaatkan perbedaan afinitas antara

molekul bermuatan di dalam larutan dengan senyawa yang tidak reaktif yang

bermuatan berlawanan sebagai pengisi kolom (Scopes 1987). Kromatografi

penukar ion memisahkan protein berdasarkan muatan bersih protein dan kekuatan

relatif dari muatan bersih protein tersebut. Kromatografi penukar ion memerlukan

fase diam yang biasanya merupakan polimer terhidratasi yang bersifat tidak larut

seperti selulosa, dekstran dan agarosa. Gugus penukar ion diimobilisasikan pada

matriks. Beberapa gugus penukar anion yaitu aminoetil (AE-), kuaternari

aminoetil (QAE-), dan dietilaminoetil (DEAE-). Gugus penukar kation yaitu

sulfopropil (SP-), metil sulfonat dan karboksimetil (CM-). Penukar ion lemah

seperti DEAE- (penukar anion lemah) dan CM- (penukar kation lemah) hanya

dapat mempertahankan kondisi terionisasi pada rentang pH sempit dan kehilangan

muatannya pada pH tertentu. Gugus penukar anion lemah DEAE- terionisasi

sempurna di bawah pH 6,0 dan akan kehilangan muatannya pada pH 9,0,

sedangkan gugus penukar kation lemah CM- akan kehilangan muatannya di

bawah pH 4,5. Penukar ion kuat dapat mempertahankan kondisi terionisasi pada

rentang pH yang luas. Gugus penukar ion QAE- (penukar anion kuat) dan SP-

(penukar kation kuat) dapat mempertahankan kondisi terionisasi pada rentang pH

1-10 (Coligan et al. 2003).

16

Kolom untuk kromatografi penukar ion biasanya tidak panjang dan

memiliki diameter lebih besar dari pada kolom untuk filtrasi gel. Banyaknya

sampel yang dimasukkan umumnya sekitar 10-20% dari kapasitas kolom.

Pembilasan dengan gradien konsentrasi NaCl yang linier baik digunakan untuk

memisahkan molekul-molekul yang memiliki perbedaan muatan bersih yang tidak

terlalu besar sedangkan gradien NaCl bertahap baik digunakan untuk memisahkan

molekul-molekul yang memiliki perbedaan muatan bersih yang besar.

Pada dasarnya prinsip kromatografi penukar ion adalah ion bermuatan

bebas dipertukarkan dengan ion yang memiliki tipe muatan yang sama. Protein

yang bermuatan negatif dapat ditukar dengan ion klorida. Awalnya gugus

fungsional matriks yang bermuatan negatif mengikat ion dari bufer (misalnya

Na+). Pada saat sampel dimasukkan ke dalam kolom, maka protein yang

bermuatan positif akan menggantikan ion Na+

sedangkan protein yang bermuatan

negatif atau netral tidak akan terikat. Protein yang tidak terikat dibilas dengan

menggunakan bufer (biasanya dengan konsentrasi 10-50 mM). Selanjutnya ikatan

protein yang terikat gugus fungsional matriks akan terlepas setelah dibilas dengan

bufer yang mengandung NaCl atau KCl secara linier atau bertahap sehingga

protein yang memiliki ikatan lemah dengan matriks akan lepas terlebih dahulu

dan diikuti oleh protein yang memiliki ikatan lebih kuat (Gambar 6).

Gambar 6 Pemurnian enzim dengan kromatografi pertukar ion

(http://voh.chem.ucla.edu/vohtar/winter99/153L/lec1.html).

17

Pemilihan penukar ion tergantung pada muatan protein target. Muatan

bersih protein tergantung pada pH yaitu protein akan bermuatan positif dengan

menurunkan pH dan bermuatan negatif dengan menaikkan pH. Pada saat

menentukan pH untuk kromatografi, kestabilan protein target pada pH yang

dipilih perlu dijaga. Apabila protein stabil pada pH di atas titik isoelektriknya (pI)

maka digunakan penukar anion (positif), tetapi bila protein stabil pada pH di

bawah pI nya maka digunakan penukar kation (negatif). Jika protein stabil pada

rentang 1 unit di atas dan di bawah pI maka kedua penukar ion dapat digunakan.

Matriks yang mengikat gugus fungsional menentukan sifat aliran, ion yang dapat

diikat, kestabilan mekanik dan kimia. Ada 3 kelompok matriks yang biasanya

digunakan, yaitu: 1) polistiren, poliakrilik atau polifenol; 2) selulosa; dan 3)

dekstran (Sephadex) atau agarosa (Sepharose). Matriks polistiren dan polifenolik

lebih sering digunakan untuk memisahkan molekul-molekul kecil seperti asam-

asam amino, peptida kecil, nukleotida, nukleotida siklik, asam-asam organik.

Matriks selulosa biasanya digunakan untuk memisahkan protein (termasuk

enzim), polisakarida dan asam nukleat. Matriks DEAE-selulosa, CM-selulosa dan

fosfoselulosa paling sering digunakan. Matriks polidekstran dan agarosa

(misalnya DEAE-Sephadex, CM-Sephadex) digunakan untuk memisahkan

protein, hormon, tRNA dan polisakarida (Scopes 1987).

Pemilihan penukar ion kuat atau lemah tergantung pada pH molekul

target. Molekul yang memerlukan pH sangat rendah atau sangat tinggi untuk

dapat berionisasi atau apabila molekul stabil pada pH ekstrem maka penukar ion

kuat harus digunakan. Penukar ion lemah akan memberikan hasil pemisahan yang

lebih baik untuk protein-protein yang memiliki muatan bersih yang berdekatan.

Keuntungan kromatografi penukar ion diantaranya adalah tidak merusak protein

yang dimurnikan dan pada umumnya memiliki kapasitas pengikatan yang tinggi.

Kelemahannya adalah protein-protein yang memiliki distribusi gugus bermuatan

pada permukaannya atau memiliki pI yang sama atau mirip akan sulit dipisahkan

dengan cara kromatografi penukar ion. Selain itu larutan enzim hasil kromatografi

penukar ion mengandung kadar garam cukup tinggi yang harus dihilangkan untuk

proses pemurnian selanjutnya (Scopes 1987).

18

Elektroforesis

Elektroforesis adalah suatu proses perpindahan partikel-partikel bermuatan

atau suatu cara untuk memisahkan fraksi-fraksi suatu campuran berdasarkan atas

pergerakan partikel koloid yang bermuatan di bawah pengaruh medan listrik

(Suhartono 1989). Elektoforesis dengan menggunakan gel polakrilamida sodium

dodesil sulfat (SDS-PAGE) merupakan teknik elektroforesis gel yang

menggunakan poliakrilamida untuk memisahkan protein yang bermuatan

berdasarkan berat molekulnya. Penentuan berat molekul yang menyusun enzim

selulase dianalisis dengan menggunakan metode SDS-PAGE (Sodium dodecyl

sulphate-polyacrylamide gel electrophoresis). Pada metode ini digunakan 2 gel

yaitu gel penahan (stacking gel) dan gel pemisah (separating gel). Gel akrilamida

diperoleh dengan cara polimerisasi akrilamida dengan sejumlah crosslinking

agent metilen bis akrilamida dan amonium persulfat (APS) sebagai katalisator.

Radikal bebas yang terbentuk dari pelarutan amonium persulfat dalam air akan

bereaksi dengan akrilamida membentuk akrilamida aktif yang dapat bereaksi satu

dengan yang lain membentuk polimer (Janson & Ryden 1998).

Ada beberapa jenis elektroforesis, yaitu elektroforesis kertas,

elektroforesis selulosa asetat/nitrat dan elektroforesis gel. Elektroforesis gel

berguna untuk pemisahan protein, sedangkan dua jenis lainnya berguna untuk

memisahkan molekul yang lebih kecil. Matriks gel dapat berupa pati, agarosa atau

poliakrilamida. Saat ini gel poliakrilamida lebih sering digunakan. Matriks ini

disusun oleh akrilamida dan N,N’-metilen-bis-akrilamida yang berpolimerisasi

dengan bantuan katalisator amonium persulfat dan N,N,N’,N’tetrametilen diamin

(TEMED). Elektroforesis gel dengan SDS digunakan untuk meneliti jumlah dan

ukuran rantai protein atau rantai subunit protein. SDS merupakan detergen lemah

anionik yang akan memutuskan ikatan di antara subunit penyusun dan membentuk

kompleks yang bermuatan negatif sehingga pergerakan protein dalam medan

listrik hanya berdasarkan pada ukuran molekul sedangkan β-merkaptoetanol

digunakan untuk mereduksi ikatan disulfida pada protein. Protein yang berukuran

kecil akan bergerak lebih cepat dibandingkan yang berukuran besar (Copeland

1994).

19

Elektroforesis protein dapat dilakukan dengan proses denaturasi (SDS-

PAGE) dan nondenaturasi (Native-PAGE). Mekanisme pada SDS-PAGE

dijelaskan bahwa protein akan bereaksi dengan SDS yang merupakan detergen

anionik membentuk kompleks yang bermuatan negatif. Protein akan terdenaturasi

dan terlarut membentuk kompleks berikatan dengan SDS yang berbentuk elips

atau batang yang ukurannya sebanding dengan berat molekul protein. Protein

dalam bentuk kompleks yang bermuatan negatif ini akan dapat terpisahkan

berdasarkan muatan dan ukurannya secara elektroforesis di dalam matriks gel

poliakrilamida (Smith 1984).

Berbeda dengan SDS-PAGE, pada gel pemisah disisipi substrat yang akan

dihidrolisis oleh enzim selama masa inkubasi yang disebut sebagai zimogram.

Elektroforesis zimogram memisahkan protein terlarut yang tidak mengendap atau

beragregasi selama elektroforesis. Pada elektroforesis gel yang terdenaturasi,

seperti pada SDS-PAGE, molekul-molekul protein yang telah terpisah dengan

elektroforesis dapat kehilangan aktivitas biologi dan biokimianya, tetapi pada

elektroforesis zimogram aktivitas tersebut masih bertahan (Dunn 1989). Enzim

dipisahkan dalam gel denaturasi (SDS), namun dalam kondisi tidak tereduksi.

SDS dilepaskan dengan penambahan larutan renaturasi (misalnya detergen Triton

X-100) dan kembali terjadi pelipatan protein. Kemudian gel diwarnai dengan

pewarna yang sesuai dengan enzim yang diujikan. Metode zimogram bersifat

mudah, sensitif, dan kuantitatif dalam menganalisis aktivitas enzim (Kleiner &

Stetler-Stevenson 1994; Leber & Balkwil 1997).

Berat molekul protein dapat ditetapkan dengan menggunakan protein

standar yang telah diketahui berat molekulnya dan memperbandingkan nilai Rf

(mobilitas relatif) yang diperoleh. Pita pada gel dapat divisualisasi dengan

pewarnaan, misalnya menggunakan pewarna coomasie blue atau pewarna perak

nitrat (Suhartono 1989).

Identifikasi Mikroorganisme dengan 16S-rRNA

Madigan et al. (2000) menyatakan bahwa pada bakteri atau prokariot

memiliki tiga macam ribosom RNA (rRNA) yaitu 23S-rRNA (2900 unit

nukleotida), 16S-rRNA (1500 nukleotida) dan 5S-rRNA (sekitar 120 nukleotida).

Gen penyandi 16S-rRNA mempunyai daerah sekuen yang konservatif yang dapat

20

digunakan untuk menduga hubungan kekerabatan secara alami antara spesies yang

mempunyai kekerabatan dekat sehingga sangat menguntungkan untuk analisis

filogenetik bakteri di tingkat famili, genus, spesies, maupun subspesies. (Chen et

al. 2000). Woese (1987) menambahkan bahwa molekul 16S-rRNA paling banyak

digunakan sebagai target asam nukleat untuk mendeteksi dan mengidentifikasi

bakteri yang belum pernah terdeteksi sebelumnya. Sekuen variabel berevolusi

pada laju yang berbeda sehingga memberikan cukup informasi untuk menentukan

kedekatan atau jauhnya hubungan filogenetik suatu organisme (Woese 1987).

Madigan et al. (2000) menyatakan sekuen gen penyandi 16S-rRNA

digunakan untuk menentukan pohon filogenetik dari keragaman makhluk hidup di

bumi. Kekerabatan evolusi antar spesies dalam keseluruhan sistem biologi

diperlukan parameter yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) terdapat

pada semua makhluk hidup, 2) fungsinya identik, 3) dapat dibandingkan secara

obyektif, dan 4) parameter tersebut berubah sesuai dengan jarak evolusinya

sehingga dapat dijadikan sebagai kronometer evolusi yang handal.

Analisis molekuler dengan sekuen gen penyandi 16S-rRNA pada

prinsipnya meliputi ekstraksi DNA total, amplifikasi gen penyandi 16S-rRNA,

penentuan sekuen klon yang mengandung gen 16S-rRNA dan analisis

perbandingan sekuen yang telah diketahui dalam database (Madigan et al. 2000).