Post on 30-Jan-2016
description
STUDI PUSTAKA: 10 KASUS STATISTICAL QUALITYCONTROL
TUGAS AKHIR INDIVIDU
ditujukan untuk memenuhi tugas akhir pada Mata Kuliah Pengendalian Mutudengan Dosen Pengampu: Dr. Bambang Darmawan, M.M
Oleh:
Iyus Herdiyanto
1302148
DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESINFAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIABANDUNG
2015
KASUS I:ANALISIS QUALITY CONTROL PADA
PRODUKSI SUSU SAPI DI CV CITA NASIONAL GETASAN TAHUN 2014
OlehYuliyarto
Alumni STIE AMA Salatiga
Yanuar Surya PutraDosen Tetap STIE AMA Salatiga
AbstrakDalam proses produksi susu sapi di CV Cita Nasional, permasalahan yang sering terjadiadalah produktivitas sapi perah yang rendah, disebabkan oleh bercampurnya susu denganair, kemasan bocor dan kerusakan mesin produksi, pengambilan sampel, penyusutan,distribusi yang meliputi kontaminasi udara atau suhu dan keterlambatan penanganan. Tujuanpenelitian ini adalah menganalisis quality control pada produksi susu sapi di CV CitaNasional Tahun 2014. Sampel dalam penelitian ini adalah bagian quality control yang ada diCV Cita Nasional. Data yang digunakan adalah data Primer dengan cara observasi kegiatandistribusi susu dan data sekunder yang berasal dari laporan harian dan bulanan dari bagianquality control. Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif. Jenis data dalam penelitian iniadalah data kuantitatif. Alat analisis yang digunakan adalah dengan alat bantu statistik yangterdapat pada Statistical Quality Control (SQC) dan Statistical Process Control (SPC).Adapun langkah-langkahnya dengan mengumpulkan data menggunakan check sheet, diagrampareto, Fishbone Diagram dan peta kendali p.Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan petakendali p, pada grafik kontrol titik berfluktuasi sangat tinggi dan tidak beraturan, sertabanyak terdapat titik yang keluar dari batas kendali yang mengindikasikan bahwa prosesberada dalam keadaan tidak terkendali atau masih mengalami penyimpangan. Berdasarkandiagram pareto, prioritas perbaikan yang perlu dilakukan oleh CV Cita Nasional untukmenekan atau mengurangi jumlah misdruk yang terjadi dalam produksi dapat dilakukanpada 2 jenis kerusakan atau misdruk yang dominan yaitu misdruk karena bocor kemasandan distribusi. Dari analisis diagram sebab akibat dapat diketahui faktor penyebabkerusakan atau misdruk dalam produksi yaitu berasal dari faktor manusia, metode,material, mesin dan lingkungan kerja, sehingga diperlukan usaha memaksimalkan seluruhsumber daya dan faktor-faktor produksi yang ada di CV Cita Nasional.Kata Kunci: Quality control, Uji analisis, dan Produksi
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
1. Sistem Pengadaan Bahan Baku Susu Segar
CV. Cita Nasional dalam sehari menerima susu segar mencapai 20.000 sampai 30.000 liter.
Jumlah penerimaan susu bergantung pada permintaan pasar, produk harian, dan sisa
susu segar setelah produksi hari sebelumnya. Susu segar biasanya datang pagi hari mulai
pukul 08.00 WIB. Susu segar tersebut berasal dari KUD Cepogo, KUD Getasan, KUD
Andini Luhur, KUD Sidodadi, dan KUD Wahyu Agung. Alur penerimaan susu
dari peternak hingga sampai ke CV. Cita Nasional seperti pada gambar berikut ini:
peternak loper KUD CV Cita Nasional
Gambar 1
Alur Penerimaan Susu Segar
2. Pengujian Kualitas Bahan Baku Susu Segar
Pengujian bahan baku susu segar yang baru datang merupakan hal yang utama dalam suatu
industri pengolahan susu. Kualitas susu segar yang buruk akan berdampak pada
menurunnya kualitas produk ataupun kegagalan dalam pembuatan produk. Parameter
utama yang dilakukan dalam pengujian bahan baku susu segar di CV Cita Nasional adalah
uji alkohol 73% dan Peternak Loper KUD CV Cita Nasional organoleptik. Apabila
pada saat uji alkohol susu pecah dan organoleptik tidak standar, susu segar tersebut ditolak.
3. Pengujian Sifat Fisik
Uji sifat fisik yang dilakukan di CV. Cita Nasional antara lain: Uji Organoleptik, Uji pH,
Uji Berat Jenis, dan Uji Brix.
4. Pengujian Sifat Kimiawi
Uji sifat kimiawi yang dilakukan di CV. Cita Nasional antara lain: Uji alkohol, Uji
Kadar Lemak, Uji Total Solid (TS), Uji Mikrobiologi, Uji Antibiotik Beta Star 25, dan Uji
Pemalsuan Susu.
5. Manajemen Distribusi untuk Produk Susu yang Mudah Rusak
6. Manajemen Risiko untuk Produk Susu yang Mudah Rusak
Manajemen risiko akan selalu ada dalam setiap perusahaan, dengan mengetahui risiko
diharapkan perusahaan mampu untuk mengatasinya. Pedagang besar dan distributor hanya
melakukan penyimpanan sementara. Selama diperjalanan peralihan risiko ini bisa
memberikan dampak yang buruk kepada konsumen kalau pengecer dan konsumen tidak
menyimpan susu dengan baik atau konsumen terlambat mengkonsumsinya. Hal ini nantinya
akan menjadi dasar pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan sebagai alat perlindungan
konsumen.
7. Material Handling untuk Produk Susu yang Mudah Rusak
Penanganan bahan baku maupun barang jadi dilakukan untuk daerah hulu dan hilir.
Investasi digeser ke hilir karena penyimpanan produk dilakukan oleh pengecer, perusahaan
distributor hanya memerlukan gudang untuk penyimpanan sementara ketika produk jadi
berada diperjalanan.
8. Spesifikasi Produk
CV Cita Nasional merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pangan khususnya dalam
produk susu. Beberapa produk susu yang dihasilkan dari CV Cita Nasional antara lain susu
pasteurisasi, homogenisasi dan yoghurt.
9. Pengawasan Mutu di Laboratorium
Analisa yang dilakukan CV Cita Nasional pada produk susu meliputi produk bahan
baku, produk setengah jadi dan produk jadi. Analisa produk bahan baku dilakukan
setelah KUD penyetor datang dengan uji mutu meliputi uji suhu, uji berat jenis dan uji
organoleptik (warna, bau, rasa, kekentalan), uji alkohol, uji Resolic acid, uji pH, uji
kadar lemak, uji lemak nabati, uji gula (sukrosa), solid non fat (SNF), uji total bahan
padat (total solid) dan uji pemalsuan (dengan penambahan glukosa, penambahan lemak
nabati, penambahan pati atau tepung, penambahan formalin, penambahan peroksida dan
penambahan karbonat). Pengujian mutu pada produk setengah jadi meliputi uji
organoleptik (warna, rasa, bau), uji pH, uji alkohol, uji
kandungan lemak, dan uji tingkat kemanisan, sedangkan pengujian pada produk jadi
sama dengan produk setengah jadi dengan penambahan uji volume produk jadi.
10. Quality Control Selama Tahapan Proses Pengolahan
No Jenis Misdruk Jumlah Prosentase ProsentaseKumulatif
1 Bocor 10620,4 54,57% 54,57%2 Distribusi 4864,6 24,99% 79,56%3 Campuran air 2240 11,51% 91,07%4 Penyusutan 897,29 4,61% 95,68%5 Sample 840 4,32% 100%
Selama proses pengolahan dilakukan pengendalian kualitas secara visual, pengambilan
sampel produk setengah jadi untuk diuji kualitasnya di laboratorium, serta pengujian
kualitas produk akhir.
ANALISIS DATA
Pada CV Cita Nasional Getasan mempunyai bagian Quality Control yang bertugas
melakukan pengecekan terhadap hasil produksi. Dalam menyelesaikan permasalahan
pengendalian kualitas, akan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Dalam melakukan pengendalian kualitas secara statistik, langkah pertama yang akan
dilakukan adalah membuat check sheet. Check sheet berguna untuk mempermudah
proses pengumpulan data serta analisis. Selain itu pula berguna untuk mengetahui area
permasalahan berdasarkan frekuensi dari jenis atau penyebab dan mengambil keputusan
untuk melakukan perbaikan atau tidak. Dari hasil pengumpulan data melalui check sheet
dapat dilihat jenis misdruk yang sering terjadi adalah rusak karena campur air dengan
jumlah misdruk sebanyak 2240 liter. Jumlah jenis misdruk bocor sebanyak 10620,4 liter.
Jumlah jenis misdruk rusak karena sample sebanyak 840 liter, Selanjutnya adalah jenis
misdruk berupa penyusutan proses dan distribusi yang secara berturut-turut berjumlah
897,29 dan 4864,6 liter.
2. Diagram Pareto
Diagram pareto adalah diagram yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengurutkan dan
bekerja untuk menyisihkan kerusakan produk (misdruk) secara permanen. Dengan
diagram ini, maka dapat diketahui jenis misdruk yang palin dominan pada hasil produksi
susu sapi selama bulan Februari 2014.
Tabel 1
Jumlah Frekuensi Misdruk (berdasarkan urutan jumlahnya)
Periode Bulan Februari 2014
Berdasarkan data di atas maka dapat disusun sebuah diagram pareto dengan ukuran 80 : 20
seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2
Diagram Pareto Bulan Februari 2014
3. Diagram Sebab Akibat (Fishbone Chart )
Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan yang
dihadapi dengan kemungkinan penyebabnya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penyebab kerusakan produk secara
umum dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Man (manusia)
Para pekerja yang melakukan pekerjaan yang terlibat dalam proses produksi.
b. Material (bahan baku)
Segala sesuatu yang dipergunakan oleh perusahaan sebagai komponen produk yang
akan diproduksi tersebut, terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku pembantu.
c. Machine (mesin)
Mesin-mesin dan berbagai peralatan yang digunakan dalam proses produksi.
d. Methode (metode). Instruksi kerja atau perintah kerja yang harus diikuti dalam
proses produksi.
e. Environment (lingkungan)
Keadaan sekitar perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi perusahaan secara umum dan mempengaruhi proses produksi
secara khusus.
Setelah diketahui jenis-jenis misdruk yang terjadi, maka CV Cita Nasional
perlu mengambil langkah-langkah perbaikan untuk mencegah timbulnya
kerusakan yang serupa. Hal penting yang harus dilakukan dan ditelusuri adalah
mencari penyebab timbulnya kerusakan tersebut. Sebagai alat bantu untuk
mencari penyebab terjadinya misdruk tersebut, digunakan diagram sebab
akibat atau yang disebut fishbone chart. Adapun penggunaan diagram sebab
akibat untuk menelusuri jenis masing-masing misdruk yang terjadi adalah
sebagai berikut: Kemasan bocor, distribusi, campur air, penyusutan, dan
sampel.
4. Analisis Menggunakan Peta
Kendali p
Peta kendali digunakan untuk membantu mendeteksi adanya
penyimpangan dengan cara menetapkan batas-batas kendali:
a. Upper control limit atau batas kendali atas (UCL)
b. Central line atau garis pusat atau tengah (CL)
c. Lower control limit atau batas kendali bawah (LCL)
Dari hasil perhitungan, maka selanjutnya dapat dibuat peta kendali p yang
dapat dilihat pada gambar berikut ini:
GAMBAR 3
Peta Kendali Proporsi Misdruk Bulan Februari 2014
Berdasarkan gambar peta kendali p diatas dapat dilihat bahwa data yang diperoleh
tidak seluruhnya berada dalam batas kendali yang telah ditetapkan bahkan ada
yang keluar dari batas kendali, hanya 18 (delapan belas) titik yang berada didalam
batas kendali, sehingga bisa dikatakan bahwa proses tidak terkendali. Hal ini
menunjukkan terjadi proses penyimpangan. Hal tersebut menyatakan bahwa
pengendalian kualitas di CV Cita Nasional memerlukan adanya perbaikan.
Karena adanya titik yang berfluktuasi tinggi dan tidak beraturan yang
menunjukkan bahwa proses produksi masih mengalami penyimpangan.
PENUTUP
A. Simpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian, permasalahan yang sering terjadi dalam proses
produksi
susu sapi di CV Cita Nasional adalah produktivitas sapi perah yang rendah,
bahkan kualitas susu yang tidak memenuhi standar industri
pengolahan susu. Produktivitas yang rendah bisa disebabkan oleh
bercampurnya susu
dengan air pada saat transfer dari proses ke pengemasan, kemasan bocor dan
kerusakan mesin produksi, pengambilan sampel, penyusutan, distribusi yang
meliputi kontaminasi udara atau suhu dan keterlambatan penanganan.
2. Berdasarkan data produksi yang diperoleh dari CV Cita Nasional diketahui
jumlah produksi susu sapi pada bulan februari Tahun 2014 adalah sebesar
897407,46 liter dengan misdruk yang terjadi dalam produksi sebesar
19462,29 liter. Jenis-jenis kerusakan atau misdruk yang sering terjadi pada
produksi susu sapi yaitu disebabkan karena kemasan bocor sebanyak 10620,4
liter atau 54,57 %, distribusi sebanyak 4864,6 liter atau 24,99 %, Campur air
sebanyak 2240 liter atau 11,51 %, penyusutan sebanyak
897,29 liter atau 4,61% , dan sample sebanyak 840 liter atau 4,32 %.
3. Proses pelaksanaan quality control dalam mengurangi tingkat kerusakan
produksi susu sapi di CV Cita Nasional dengan menggunakan alat bantu
statistik peta kendali p dalam pengendalian kualitas produk. Hal tersebut
menunjukkan adanya titik berfluktuasi sangat tinggi dan tidak beraturan, serta
banyak terdapat titik yang keluar dari batas kendali yang mengindikasikan
bahwa proses berada dalam keadaan tidak terkendali atau masih mengalami
penyimpangan.
4. Berdasarkan diagram pareto, prioritas perbaikan yang perlu dilakukan oleh
CV Cita Nasional untuk menekan atau mengurangi jumlah misdruk yang
terjadi dalam produksi dapat dilakukan pada 2 jenis kerusakan atau misdruk
yang dominan yaitu misdruk karena bocor kemasan dan distribusi. Hal ini
dikarenakan kedua jenis misdruk tersebut mendominasi hampir 80% dari total
kerusakan yang terjadi pada produksi susu sapi tahun 2014 di CV Cita
Nasional.
5. Dari analisis diagram sebab akibat dapat diketahui faktor penyebab
Kerusakan atau misdruk dalam produksi yaitu berasal dari faktor manusia atau
pekerja, metode, material atau bahan baku, mesin dan lingkungan kerja.
B. Saran
Perusahaan dapat melakukan perbaikan kualitas dengan memfokuskan perbaikan
pada jenis kerusakan atau misdruk yang memiliki jumlah besar atau dominan
dalam produksi, yang disebabkan oleh faktor manusia, mesin, metode, material
dan lingkungan. Oleh karena itu, usaha-usaha untuk mengatasi terjadinya
misdruk yang disebabkan oleh faktor tersebut dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
1. Memberikan pelatihan kepada para pekerja dan membuat sistem penilaian
kerja yang baru dengan tujuan untuk memotivasi kinerja para pekerja agar
lebih baik.
2. Melakukan pengecekan kesiapan mesin sebelum dan sesudah digunakan agar
sesuai standar operasional dan melakukan perawatan mesin secara berkala,
tidak hanya ketika mesin mengalami kerusakan saja.
3. Menambah fasilitas dengan alat-alat uji kualitas yang modern untuk
menghindari terjadinya kesalahan standar kualitas produk.
4. Memeriksa kembali bahan baku yang diterima dari pemasok dan
memisahkan bahan
baku yang rusak dengan bahan baku yang berkualitas.
5. Menambah fasilitas diruang produksi dan membuat sistem sanitasi yang sesuai
dengan kebutuhan penanganan produk susu (standar ISO) untuk
mengurangi dampak buruk yang disebabkan oleh mesin dan cuaca.
1
PENGUKURAN KUALITAS PRODUK DENGANMOTODE STATISTICAL PROCESS CONTROL
(STUDI KASUS PT. INTERMASA)
Ainul Haq
Perumahan Jatiwaringin Asri Jl. Dieng V, Blok C14 No.12
RT 01 RW 17 Pondok Gede – Bekasi 17411
ahaqparinduri@yahoo.com
ABSTRAK
PT. INTERMASA merupakan salah satu perusahaan jasa di bidang percetakan. Berdirisejak tahun 1972 dengan dasar suatu upaya yang mulai dari kalangan Penerbit Nasional,yang telah berkiprah rata-rata semenjak awal kemerdekaan, untuk mempunyai satuindustri offset modern. Sebagai dasar keseluruhan aktivitas PT. INTERMASA sertakomitmen seluruh personil yang ada untuk menjadikan PT. INTERMASA menjadipelaku bisnis berstandar internasional, maka sangat diperlukan penerapan QualityManagement System. Tujuan penelitian adalah mengukur kualitas produk tipepaperback dengan metode statistical process control. Metode penelitian yangdigunakan adalah metode kombinasi dari pengamatan langsung dan wawancara. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa metode statistical process control tepat digunakan untukpengukuran kualitas produk tipe paperback. Berdasarkan hasil pengukuran kualitasproduk dengan peta kendali pada proses perfect bending adalah terkendali (seragam),sedangkan pengukuran pada proses printing menghasilkan data yang tak terkendali(tidak seragam). Sedangkan penyebab cacat terbesar pada proses printing dan perfectbending berturut – turut adalah kategori kotor dan lem meleleh.
Kata Kunci: Total Quality Management, Kualitas Produk , Statistical Process Control
PENDAHULUAN
Dunia Industri telah mengalami persaingan yang ketat dewasa ini. Banyaknya industrisejenis telah menimbulkan persaingan bagi dunia industri untuk menawarkan produkyang bermutu dan memiliki daya saing yang tinggi.
PT. INTERMASA mrerupakan salah satu perusahaan jasa di bidang percetakan.Berdiri sejak tahun 1972 dengan dasar suatu upaya yang mulai dari kalangan PenerbitNasional, yang telah berkiprah rata-rata semenjak awal kemerdekaan, untukmempunyai satu industri offset modern. Sebagai dasar keseluruhan aktivitas PT.INTERMASA serta komitmen seluruh personil yang ada untuk menjadikan PT.INTERMASA menjadi pelaku bisnis berstandar internasional, maka sangat diperlukanpenerapan Quality Management System.
2
Daily Control, merupakan komponen utama TQM dengan menggunakan alatbantu Statistical Process Control. Statistical Process Control yang dimaksud disiniadalah pengendalian mutu produk selama masih ada dalam proses. Dalam mengadakanpengendalian mutu tersebut dapat digambarkan batas atas (upper control limit) danbatas bawah (lower control limit) beserta garis tengahnya (center line). Pengendalianmutu proses statistik meliputi pengendalian mutu proses untuk data variable danpengendalian mutu proses untuk data atribut, (Ariani, 1999).
Metode statistical process control digunakan untuk mengukur kualitas produk tipepaperback sehingga diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitasproduk dimasa sekarang dan yang akan datang.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian mutu statistik berkaitan dengan upaya menjamin kualitas dengan
memperbaiki kualitas proses dan upaya menyelesaiakan segala permasalahan selama
proses, ( Irawan, 2006). Pengendalian mutu proses statistik meliputi pengendalian mutu
proses untuk data variable dan pengendalian mutu proses untuk data atribut.
Pengendalian mutu proses untuk data variabel terdiri atas peta kendali rata-rata dan
range (peta X -R), peta kendali rata-rata dan standar deviasi (peta
X -S), dan peta
kendali regresi. Sedangkan pengendalian mutu proses untuk data atribut terdiri atas peta
kendali p – chart, peta kendali np – chart, peta kendali u – chart, dan peta kendali c –
chart (Ariani, 1999).
Peta Kendali C
Menurut Grant (1991), peta kendali atribut c – chart adalah peta kendali untukketidaksesuain (kecacatan) barang dimana besarnya subgroup sama. Contoh penerapanc – chart adalah jumlah ketidaksesuaian permukaaan yang diamati dalam lembaranyang dilapisi seng atau yang dicat pada daerah tertentu, jumlah ketidaksempurnaanpermukaan dalam selembar film foto, jumlah kerusakan pada titik-titik lemah dalamisolasi pada panjang tertentu kawat .
Penentuan batas-batas kendali dalam Peta Kendali c-chart adalah sebagai berikut:
UCL = c + 3 c
CL = c
LCL = c - 3 c
3
Keterangan :
a. c = proporsi cacat per subgroup
b. c = c / N c = jumlah cacat per subgroup
c. N = banyaknya pengamatan / jumlah subgroup
Diagram Sebab Akibat
Diagram sebab akibat (Cause and effect diagram) digunakan untuk menganalisispersoalan dan faktor-faktor yang menimbulkan persoalan tersebut. Dengan demikiandiagram tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan sebab-sebab suatu persoalan.Cause and effect diagram juga disebut Ishikawa diagram dan dikembangkan oleh Dr.Kaoru Ishikawa. Diagram tersebut juga disebut Fishbone diagram karena berbentukseperti kerangka ikan.
Gambar 1. Diagram sebab akibatSumber: Tampubolon (2001)
METODE PENELITIAN
Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses pengadaan data untuk keperluan suatu penelitian.
Data yang didapat merupakan data primer, yakni data yang diperoleh langsung dari
pengamatan di PT. Intermasa.
Pengolahan Data dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan penentuan cacat dominan dari seluruh proses
produksi buku tipe paperback dengan dimensi 20,8 x 13,8 cm. Kemudian dibuat peta
kendali c dan diagram fishbone. Dalam tahap ini, data-data yang telah terkumpul
diolah dengan bantuan program SPSS versi 13 dan Minitab versi 14.
Masalah Masalah
Lingkungan Bahan Prosedur
Masalah
4
Analisis Hasil
Setelah seluruh data terkumpul dan diolah dengan menggunakan program SPSS danMinitab, maka dilakukan analisis data secara lengkap dan menyeluruh terhadap hasilpenelitian dari control chart dan fishbone diagram.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Peta Kendali Pada Proses Printing dan Perfect Bending
Peta kendali digunakan untuk memonitor aktivitas dari suatu proses yang sedangberlangsung dengan menggunakan metode grafis.. Sehingga dapat diketahui apakahproses tersebut berada dalam batas kendali statistik atau tidak. Peta kendali yang sesuaidengan data yang telah diperoleh adalah peta kendali c . Peta kendali c digunakan untukmengukur banyaknya ketidaksesuaian (specific point) untuk suatu item dalam suatuperiode pengamatan. Peta kendali c digunakan untuk jumlah sampel yang konstan.
Berdasarkan perhitungan Peta kendali c maka diperoleh nilai Central Line dariproses cetak adalah sebesar 3.08. Sedangkan Lower center line dan Upper Center Lineadalah berturut-turut sebesar 0 dan 8.34. Karena titik sampel ke-12 berada diluar lowercentral limit dan upper central limit maka dapat disimpulkan bahwa data adalah tidakseragam. Sehingga perlu dilakukan perbaikan atau revisi pada peta c tersebut.
Sample
Sa
mp
leC
ou
nt
252219161310741
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
_C=3.08
UCL=8.34
LCL=0
1
C Chart of Jumlah cacat
Revisi Peta Kendali c dilakukan dengan cara menghilangkan data yang telahdiketahui berada di luar batas kontrol, sehingga tidak ada satupun data yang keluar daribatas kontrol.
Gambar 2. Peta Kontrol c Pada Proses Cetak (sebelum direvisi)
5
Sample
Sa
mp
leC
ou
nt
252321191715131197531
8
7
6
5
4
3
2
1
0
_C=2.84
UCL=7.896
LCL=0
C Chart of Jumlah cacat
Berdasarkan peta kendali c, yang telah direvisi tersebut, terlihat bahwa tidak adasatupun data yang keluar dari batas kontrol. Karena tidak ada satupun data yang keluardari batas kontrol, maka dapat dikatakan bahwa data berasal dari suatu sistem yangsama.
Walaupun tidak terdapat titik-titik yang berada diluar garis control limit pada petakontrol c buku tipe paperback dengan dimensi 20,8 x 13,8 , tetapi peta kontrol tersebutdikatakan tidak stabil karena terdapat penyebaran data secara ekstrim pada pengamatanke 3, 9, 16 dan 19 . Karena proses tidak stabil maka harus dicari penyebabketidakstabilannya proses tersebut. Sehingga dapat dilakukan perbaikan.
Berdasarkan perhitungan Peta kendali c maka diperoleh nilai Central Line dariproses perfect bending adalah sebesar 0.967. Sedangkan Lower center line dan UpperCenter Line adalah berturut-turut sebesar 0 dan 3.916. Karena titik-titik sampel tidakada yang berada diluar lower central limit dan upper central limit maka dapatdisimpulkan bahwa data adalah seragam.
Gambar 3. Peta Kontrol c Pada Proses Cetak (setelah direvisi)
6
Sample
Sa
mp
leC
ou
nt
28252219161310741
4
3
2
1
0
_C=0.967
UCL=3.916
LCL=0
Peta Kendali C pada Proses Perfect Bending
Walaupun tidak terdapat titik-titik yang berada diluar garis control limit pada petakontrol c tipe paperback dengan dimensi 20,8 x 13,8, tetapi peta kontrol tersebutdikatakan tidak stabil karena terdapat penyebaran data secara abnormal secaramendadak. Dimulai pada pengamatan ke -3, 7, 10, 24 dan 29. selain itu juga terdapatgelombang yang ekstrim pada pengamatan ke 9, 18, dan 28. Karena proses tidak stabilmaka harus dicari penyebab ketidakstabilannya proses tersebut. Sehingga dapatdilakukan perbaikan.
Data Frekuensi Cacat Terbesar
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa cacat terbesar dari seluruhproses produksi buku tipe paperpack dengan dimensi 20,8 x 13,8 cm dihasilkan olehdua proses utama yakni : Printing dan Perfect Bending. Data frekuensi cacat iniselanjutnya digunakan pada pembuatan Diagram Sebab Akibat (fishbone diagram)
Proses Printing merupakan proses pentahapan pengalihan gambar (tinta) dari acuancetak ke bahan yang dicetak (kertas) dengan tekanan dan kecepatan tertentu. Proses inimenyumbangkan cacat terbesar pada buku tipe paperpack dengan dimensi 20,8 x 13,8cm. Pada proses Printing terdapat beberapa jenis cacat yang dominan, dan hampir selalumuncul setelah proses tersebut. Cacat tersebut diantaranya : kotor, warna tak standaratau belang, botak, dan misregister.
a. Kotor adalah area kertas yang non-cetak yang harusnya bersih terkontaminasi tintacetak.
b. Warna tak standar atau belang. Warna cetaknya terserap tidak rata oleh kertasc. Botak yaitu tidak tercetaknya teks pada kertasd. Misregister yaitu warna cetak tidak tajam atau serasi
Gambar 4. Peta Kontrol c Pada Proses Perfect Bending
7
Berikut ini data cacat pada departemen kualitas bulan Maret 2008 untuk proses printing.
Proses Perfect binding merupakan proses penjilidan dengan cara melekatkanhelai-helai kertas menjadi satu blok naskah padat peda bagian sampul dan dililitkandengan lem. Proses ini menyumbangkan cacat kedua terbesar pada buku tipe paperpackdengan dimensi 20,8 x 13,8 cm. Pada proses Perfect binding terdapat beberapa jeniscacat yang dominan, dan hampir selalu muncul setelah proses tersebut. Cacat tersebutdiantaranya : lem meleleh dan jilid lari .
a. Lem meleleh adalah lem sebagai perekat mengalami proses meleleh pada bagianpunggung buku.
b. Jilid lari adalah terjadinya ketidak presisian antara sampul dengan isi buku.
Jenis_cacat
64 36.0 36.0 36.0
56 31.5 31.5 67.4
36 20.2 20.2 87.6
22 12.4 12.4 100.0
178 100.0 100.0
kotor
belang
botak
misregister
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
22
36
56
64
misregister
botak
belang
kotor
Jenis_cacat
Gambar 5. Jenis Cacat Pada Proses Printing
Sumber : Departemen Kualitas, PT. Intermasa (2008)
Tabel 1. Data Frekensi Cacat Pada Proses Printing
8
Berikut ini data cacat pada departemen kualitas bulan Februari 2008 untuk
proses perfect bending.
Pembuatan Diagram Sebab Akibat (fishbone diagram)
Pembuatan diagram sebab akibat dimaksudkan untuk menunjukkan faktor-faktorpenyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktorpenyebab itu. Untuk mengetahui sebab-sebab masalah tersebut, diperlukan identifikasisecara menyeluruh, mulai dari penyebab utama, penyebab sekunder dan penyebabtersier. Sedangkan akibat (effect) merupakan permasalahan utama yang harusdipecahkan.
Fishbone diagram adalah grafik yang menyerupai tulang ikan yang digunakanuntuk menggambarkan faktor sebab dan akibat dari suatu masalah. Faktor akibattercantum di dalam kotak yang terdapat di sisi kanan kertas, sedangkan faktor penyebab
Jenis_cacat
48 61.5 61.5 61.5
30 38.5 38.5 100.0
78 100.0 100.0
lem meleleh
jilid lari
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
30
48
jilid lari
lem meleleh
Jenis_cacat
Tabel 2. Data Frekensi Cacat Pada Proses Perfect Bending
Sumber : Departemen Kualitas, PT. Intermasa (2008)
Gambar 6. Jenis Cacat Pada Proses Perfect Bending
9
berada pada “tulang belakang” di sisi kiri dan kanan . Gambar 7 dan 8, menunjukkanFishbone diagram cacat kotor (proses printing) dan lem meleleh (proses perfectbending).
Manusia
Material
Mesindan
Peralatan
Lingkungan
Metode
Ink-rollers kotor
Tintacetak terlaluencer
Blanket sudahtua
Jumlahtintaberlebihan
Plat cetakdisimpanlebihdari 23derajat Celsius dankelembaban60%
Plat cetak terkontaminasi
Blanket longgar
Rollermengeras
Body tinta terlaluencer,cair danberminyak
Operator terburu–buru
Settinganblanket pada
slinder kurangtepat
Cek kekerasansecara
kontinu
Waktupengaturansingkat
Cause-and-EffectDiagram
Data penyebab cacat kotor pada proses printing dibagi atas 5 faktor yaitu metode,
lingkungan, manusia, material, mesin dan peralatan. Penyebab cacat berdasarkan
kategori metode terdiri atas jumlah tinta cetak yang berlebihan, blanket sudah tua, tinta
cetak terlalu encer, ink-rollers kotor. Berdasarkan kategori lingkungan terdiri atas plat
cetak terkontaminasi, plat disimpan pada suhu lebih C023 dan kelembaban 60%.
Berdasarkan kategori manusia, penyebab cacat diantaranya adalah karena operator
terburu – buru. Berdasarkan kategori material, cacat disebabkan body tinta terlalu encer,
cair dan berminyak Sedangkan berdasarkan mesin dan peralatan, cacat disebabkan oleh
roller mengeras dan blanket longgar.
Gambar 7. Diagram Sebab Akibat Cacat Kotor
10
Manusia
Material
Mesin dan
Peralatan
Lingkungan
Metode
Tekanan roll terlalu keras/longgar
Penempatan lem berlebihan
Kelembaban ruangan terlalu tinggi
Roll berkarat
Kurangnyapelumasan
Suku cadang aus
Lem kurang adhesive
Kertas lembab
Penempatananleg
Sesua ika n
dengano
plah
Setinga nt ekanan
kurang
tepat
Penggantian
Bahan
stainlesssteel &
perawan ru tin
Kondisi lemtidak
sta ndar
Kurangt epat
Cause-and-Effect Diagram
Data penyebab lem meleleh pada proses perfect bending dibagi atas 5 faktor yaitumetode, lingkungan, manusia, material, mesin dan peralatan. Penyebab cacatberdasarkan kategori metode terdiri atas penempatan lem yang berlebihan, dan tekananroll terlalu keras/longgar. Berdasarkan kategori lingkungan disebabkan olehkelembaban ruangan terlalu tinggi. Berdasarkan kategori manusia, penyebab cacatdiantaranya adalah karena penempatan anleg kurang tepat. Berdasarkan kategorimaterial, cacat disebabkan kertas lembab dan lem kurang adhesive. Sedangkanberdasarkan mesin dan peralatan, cacat disebabkan oleh suku cadang aus, kurangnyapelumasan dan roll berkarat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kualitas produk tipe paperback di PT.Intermasa, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:Metode Statistical Process Control tepat digunakan untuk pengukuran kualitas produktipe paperback.Hasil pengukuran kualitas produk dengan peta kendali pada proses perfect bendingadalah terkendali (seragam), sedangkan pengukuran pada proses printing menghasilkandata yang tak terkendali (tidak seragam).Penyebab cacat terbesar pada proses printing dan perfect bending berturut – turutadalah kategori kotor dan lem meleleh.
Setelah melakukan pengukuran produk dengan alat bantu Statistical ProcessControl, peneliti menyampaikan saran yang mudah-mudahan dapat memberikanmasukan bagi pengembangan kualitas produk di PT. Intermasa , yaitu perlunyapengendalian kualitas produk dilakukan secara terus-menerus untuk menjamin mutuproduk yang dihasilkan.
Gambar 8. Diagram Sebab Akibat Cacat Lem Meleleh
11
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, D.W. Manajemen Kualitas, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1999Chang, Alat Peningkatan Mutu, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999.Feigenbaum, A. V. Kendali Mutu Terpadu, Edisi Ketiga, Terjemahan Hudaya
Kandahjaya, Erlangga, Jakarta, 1992.Grant, Pengendalian Mutu Statistik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1991.Johnson, L.,ISO 9000: Meeting The International Standards, Mc Graw-Hill
International Edition, New York, 1993.
Irawan,N., Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14,Andi,Yogyakarta, 2006.
Juran, J.M. dan Gryna, F..M. Quality Palnning and Analysis: From Product
Development Through Use, McGraw-Hill Co, Singapore, 1993.
Richardson, L., Total Quality Management, Delmar Publisher, New York, 1997.
Sallis, E., Total Quality Management In Education, Kogan Page Educational
Management Series, Kogan Page, Philadelphia, London, 1993
Scheward,W.A. Statistical Method from the Viewpoint of Quality Control,
Departement of Agriculture, Washington D.C.,1939
Snyder, M., Topics In just In Time Management, Allyn and Bacon,
Singapore, 1994.
Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan: Konsep, Strategi,
dan Aplikasi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002.
Tampubolon, D.P., Perguruan Tinggi Bermutu: Paradigma Baru Manajemen
Pendidikan Tinggi Menghadapi Abad ke-21, PT. Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, 2001.
MANAJEMEN PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI ROTI MELALUI PENDEKATAN STATISTICAL QUALITY CONTROL (SQC)
(STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN ROTI PERUSAHAAN ROTI RIZKI KENDARI)
By. LA HATANI
ABSTRACT
The aim of this research is to analyze the quality control of bread by using statistic quality control with p-charts method . the object of this research conducted at RIZKI Kendari by using primary and secondary data. Analysis method that is used is statistic quality control (SQC). The result of this research shows that final investigation toward five types of bread, still founded that some products got damage in out of quality control or there were deviation in the quality. The final quality of production control for each bread type are as follow : chocolate bread, proportion of damage/defect about 1,90 or 7,90 % each day, pineapple jam bread about 1,76 or 7,31 % each day, peanut bread 1,29 or 5,36 % each day, butter bread about 1,83 or 7,60 % each day and green jam bread about 1,95 or 8,13 each day. Thus quality of bread production control which is handled by company so far has not really success and effective because of average proportion of damage /defect bread for the five bread types which is used as the sample about ≥ 5% or 0,05.each day
Key words : Statistical Quality Control; Management of quality control
PENDAHULUAN
Permasalahan kualitas telah mengarah pada taktik dan strategi perusahaan secara menyeluruh dalam rangka untuk memiliki daya saing dan bertahan terhadap persaingan global dengan produk perusahaan lain. Perusahaan yang fleksibel dalam memenuhi tuntutan konsumen, senantiasa berubah serta menghasilkan produk berkualitas yang kemungkinan besar akan berhasil. Tuntutan konsumen yang senantiasa berubah inilah yang perlu direspon perusahaan. Prawirosentono (2004), mengemukakan International Standar Organization (ISO) adalah badan standar yang meliputi 100 negara untuk mencapai standar mutu produk secara internasional, yang meliputi keperluan teknik (technical requirement) dan berbagai peraturan untuk meningkatkan mutu dan efisiensi industri. Dan untuk meraih sertifikat tersebut, sebuah perusahaan menerapkan paradigma baru dalam manajemen, yaitu manajemen pengendalian mutu.
Menghasilkan mutu yang terbaik diperlukan upaya perbaikan berkesinambungan (continous improvement) terhadap kemampuan produk, manusia, proses, dan lingkungan. Kotler (2004), menyatakan konsumen yang sangat puas atau senang dengan sebuah produk akan memiliki ikatan emosional bukan sekedar preferensi rasional, namun juga loyalitas yang tinggi. Dengan mengetahui tingkat kepuasan konsumen, perusahaan bisa menjaga loyalitas konsumen serta mempertahankan keuntungan yang stabil (Warta Bogasari, 2002).
Manajemen mutu terpadu merupakan konsep perbaikan yang dilakukan secara terus-menerus yang melibatkan semua karyawan di setiap jenjang organisasi untuk mencapai kualitas yang prima dalam semua proses organisasi melalui process management. Thomas Y. Choi dan Karen Eboch, (1997), menjelaskan penerapan manajemen mutu terpadu akan mengurangi jumlah kerusakan produk akhir serta down-time produksi. Implementasi spesifikasi kualitas melalui berbagai sistem manajemen mutu yang berkesinambungan merupakan langkah yang baik yang harus dikerjakan oleh bagian produksi sebelum melepas produknya ke pasar.
Tantangan untuk meningkatkan mutu produk hingga sesuai dengan standar mutu juga dihadapi oleh Perusahaan Roti Rizki yang meurpakan salah satu yang bergerak di bidang industri makanan (roti). Jenis roti yang diproduksi adalah coklat, kacang, kacang ijo, susu ekstra, kelapa, keju, meses, sley cream, sley nenas dan roti tawar. Jumlah produksi roti yang dihasilkan dalam setiap hari sebesar 8000 bungkus atau 800 bungkus perjenis roti. Dengan demikian jumlah produksi untuk 10 jenis roti yang dihasilkan pada PERUSAHAAN ROTI RIZKI Kendari setiap bulannya sebanyak 192.000 bungkus atau rata-rata 19.200 bungkus perjenis. Produk roti merupakan produk yang dihasilkan untuk
2
memenuhi kebutuhan yang langsung dikonsumsi konsumen. Oleh sebab itu, pihak pimpinan perusahaan harus secara hati-hati menetapkan standar kualitas produk dan melakukan pengawasan dengan teliti agar dapat memenuhi harapan pelanggannya.
Fenomena empiris menunjukkan dalam melakukan produksi roti sering terjadi penyimpangan standar mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan oleh kendala-kendala yang dihadapi oleh perusahaan diantaranya pencampuran adonan yang kurang tepat dan pembakaran roti yang belum baik, sehingga mengakibatkan kerusakan produk. Menurut informasi dari pihak perusahaan masalah tersebut menyebabkan kerusakan produk mencapai antara 6%-10%. Kegiatan terbaik yang diharapkan oleh perusahaan seharusnya kerusakan produk ± 5% atau 0,05. Untuk mengantisipasi hal tersebut pihak manajemen perusahaan melakukan pengawasan yang lebih intensif sehingga produksi yang dihasilkan tidak sesuai mutu produk dapat dikurangi.
Mengacu pada uraian di atas maka dapat diketahui bahwa masalah pengendalian mutu terhadap kualitas produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan merupakan suatu hal yang penting dan membutuhkan kajian yang lebih mendalam dalam bentuk penelitian tentang “Penerapan Statistical Quality Control (SQC) Dalam Manajemen Pengendalian Mutu Produksi Roti” yang nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan kualitas produksi roti dan memperluas pangsa pasar. Gambaran yang lebih jelas berkaitan dengan masalah analisis terhadap pelaksanaan manajemen pengendalian mutu yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan merupakan suatu hal yang sangat penting dan perlu adanya perhatian yang serius dari pihak manajemen. Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah menganalisis dan menjelaskan pengawasan kualitas roti yang telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan serta berada dalam batas-batas pengendalian kualitas secara Statistic Quality Control (SQC) dengan metode diagram kendali P (P-charts).
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan Perusahaan Roti Rizki yang berlokasi di Kelurahan Anduonohu Kecamatan Poasia Kota Kendari. Obyek yang akan diteliti adalah proses pengolahan roti. Variabel mutu yang diamati adalah terbatas pada variabel yang tercantum dalam sertifikat mutu. Jenis data yang akan digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dengan mengadakan observasi langsung terhadap berbagai proses yang dilaaksanakan mulai dari bahan baku sampai produk akhir. Sedangkan data sekunder meliputi data pengujian fisik/kimiawi bahan baku yang akan digunakan daalam proses produksi, serta pengawasan mutu yang telah dilakukan perusahaan, mulai dari bahan baku sampai produk akhir, selama bulan Januari 2007.
Populasi penelitian ini adalah seluruh jenis roti yang diproduksi Perusahaan Roti Rizki Kendari sebanyak 10 jenis roti dengan kapasitas produksi perhari 8.000 bungkus. Masing-masing jenis dalam setiap hari diproduksi sebanyak 800 bungkus, sehingga jumlah populasi 192.000 bungkus untuk 24 hari kerja (1 bulan ). Tehnik penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu : (1) Penarikan sampel jenis roti berdasarkan judgmend sampling atau penarikan sampel berdasarkan tujuan, dimana dari 10 jenis roti yang diproduksi oleh Perusahaan Roti Rizki peneliti hanya mengambil sampel sebanyak 5 jenis produk roti yaitu: Jenis roti coklat, roti kacang, roti keju, roti sley nenas dan roti kacang ijo; (2) Penarikan sampel produk roti yang akan diperiksa untuk setiap jenis dilakukan secara sampling random sampling yaitu sebanyak 20% atau 160 bungkus dari jumlah produksi perhari untuk masing-masing jenis produk roti yang akan diperiksa. Dengan demikian jumlah sampel roti untuk setiap jenis sebesar 3.840 bungkus atau 19.200 bungkus untuk lima jenis roti yang diperiksa.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif, yaitu data-data kuantitatif mengenai hasil produksi yang telah diperoleh akan diolah dengan menggunakan analisa Statistical Quality Control (SQC) dengan menggunakan metode Diagram Kendali P (P-charts) yang diolah melalui Software QM for Windows versi 2.1 pada Module Statistic Quality Control. Prawirosentono (2004), peta kendali (control chart) adalah untuk membatasi toleransi penyimpangan (variasi) yang masih dapat diterima, baik karena akibat kelemahan tenaga
Dosen Fakultas Ekonomi Unhalu Jurusan Manajemen
3
kerja, mesin, dan sebagainya. Dalam statistik untuk memperoleh tingkat kepercayaan 99%, maka batas toleransi ± 3 standar penyimpangan dihitung dari standar ukuran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengawasan kualitas produksi pada perusahaan roti Perusahaan Roti Rizki Kendari dilaksanakan melalui dua tahap yaitu : (1) Pengawasan kualitas proses produksi adalah pengawasan yang dititiberatkan pada kegiatan-kegiatan dalam proses pembuatan produk yang mengarah pada pengawasan bahan baku, tenaga kerja, mesin dan metode; (2) Pengawasan kualitas hasil akhir adalah kegiatan untuk memeriksa hasil akhir produksi apakah sudah sesuai dengan rencana, dalam hal ini penentuan produk yang baik dan memenuhi standar yang ditetapkan.
Dalam melaksanakan kegiatan pengawasan kualitas produksi, perusahaan menempatkan para pengawas untuk mengawasi kegiatan proses produksi dan hasil akhir. Para pengawas tersebut termasuk tenaga kerja yang ditunjuk langsung oleh pimpinan dan ditempatkan di masing-masing bagian pembentukan, pembakaran dan bagian produk akhir. Pengawasan kualitas produk roti digunakan analisis kuantitatif yaitu Statistic Quality Control (SCQ) dengan metode diagram kendali P (P-charts) yang diolah melalui Software QM for Windows versi 2.1. Pembahasan dari masing-masing jenis produk roti yang dihasilkan pada Perusahaan Roti Rizki Kendari sebagai berikut:
1. Jenis roti coklat, dari hasil pengolahan data menunjukan besarnya nilai garis sentral yaitu 0,5278 atau 52,78%, nilai batas kendali atas (UCL) yaitu 0,8335 atau 83,35% yang berarti jika produk yang cacat/rusak mencapai atau berada di atas batas kendali atas (UCL) maka proses produksi roti coklat yang dilakukan pada perusahaan Perusahaan Roti Rizki Kendari dianggap tidak efektif. Sebaliknya produk cacat/rusak berada pada batas kendali bawah (LCL) menunjukan nilai sebesar 0,2221 atau 22,21% berarti proses produksi roti jenis coklat menunjukan cukup efektif.
Selanjutnya produk roti jenis coklat yang mempunyai cacat/kerusakan yang berada diluar batas kendali atas (UCL) yaitu terjadi pada hari ke-14 dan hari ke-16 sedangkan yang berada di luar batas kendali bawah (LCL) terjadi pada hari ke-18. Kemudian jenis roti coklat yang cacat/rusak sebanyak 304 bungkus atau rata-rata 12,67 bungkus perhari dengan proporsi kerusakan 1,90 atau 7,90% perhari. Dengan demikian ada dua titik yang berada diluar batas kendali atas (UCL) dan 1 titik yang berada di luar batas kendali bawah menunjukkan terjadi kekeliruan dalam proses produksi roti jenis coklat pada Perusahaan Roti Rizki Kendari. Hal ini berarti perusahaan belum melakukan pengawasan dengan optimal atau pengawasan kualitas kurang efektif.
Mengancu dari hasil perhitungan di atas, maka tingkat cacat/kerusakan roti coklat yang diproduksi Perusahaan Roti Rizki Kendari dengan menggunakan p-chart yang diolah melalui Software QM for Windows dapat diilustrasikan pada gambar 1.
Gambar 1. Diagram Kendali P (P-charts) Untuk Jenis Roti Coklat
Sumber : Hasil Pengolahan data
Dosen Fakultas Ekonomi Unhalu Jurusan Manajemen
4
2. Jenis roti sley nenas, hasil perhitungan menunjukan nilai garis sentral yaitu 0,4878 atau 48,78%, nilai batas kendali atas (UCL) yaitu 0,7939 atau 79,39% berarti apabila ada produk yang cacat/rusak berada di atas batas kendali atas (UCL) maka proses produksi roti sley nenas yang dilakukan belum efektif. Sedangkan produk cacat/rusak berada pada batas kendali bawah (LCL) menunjukan nilai sebesar 0,1818 atau 18,18% berarti proses produksi roti jenis sley nenas sudah efektif. Jenis roti sley nenas yang cacat/rusak sebanyak 281 bungkus atau rata-rata 11,71 bungkus perhari dengan proporsi kerusakan sebesar 1,76 atau 7,31% perhari.
Selanjutnya produk roti jenis sley nenas memiliki kerusakan/cacat yang berada diluar batas kendali atas (UCL) yaitu terjadi pada hari ke-12 dengan jumlah produk yang rusak sebanyak 23 bungkus, sedangkan yang cacat/rusak di luar batas kendali bawah (LCL) tidak ada. Dengan demikian hanya terdapat satu titik yang berada diluar batas kendali menunjukkan dalam proses produksi roti jenis sley nenas telah dilakukan pengawasan dengan optimal atau efektif.
Dari hasil perhitungan di atas, maka tingkat cacat/kerusakan roti sley nenas pada Perusahaan Roti Rizki dengan menggunakan p-chart dapat disajikan pada gambar 2.
Gambar 2. Diagram Kendali P (P-charts) Untuk Jenis Roti sley nenas
Sumber : Hasil Pengolahan data
3. Jenis roti kacang, hasil perhitungan menunjukan besarnya nilai garis sentral yaitu 0,3576 atau 35,76%, sedangkan nilai batas kendali atas (UCL) yaitu 0,6512 atau 65,12% yang berarti produk yang cacat/rusak berada di atas batas kendali atas (UCL) maka proses produksi roti kacang yang dilakukan belum efektif sedangkan yang berada pada batas kendali bawah (LCL) menunjukan nilai sebesar 0,0641 atau 6,41% berarti proses produksi roti jenis kacang sudah efektif karena jauh kebawah jumlah proporsi dari produk cacat/rusak berarti mengurangi jumlah kerugian yang diderita oleh perusahaan.
Jumlah roti kacang yang cacat/rusak 206 bungkus atau rata-rata 8,583 bungkus perhari dengan proporsi kerusakan 1,29 atau 5,36% perhari. Oleh karena itu diagram kendali P (P-charts) produk roti jenis kacang memiliki kerusakan/cacat yang berada diluar batas kendali atas (UCL) dan di luar batas kendali bawah (LCL) tidak ada karena titik-titik yang ada masih berada pada batas pengawasan yang telah direncanakan. Dengan demikian tidak terdapat satu pun titik yang berada diluar batas kendali atas maupun kendali bawah berarti dalam proses produksi roti jenis kacang pada Perusahaan Roti Rizki Kendari telah dilakukan pengendalian dengan optimal atau pengawasan kualitas yang dilakukan sudah efektif.
Berdasarkan dari hasil perhitungan di atas, maka tingkat cacat/kerusakan roti kacang dengan menggunakan p-chart yang diolah melalui Software QM for Windows dapat diilustrasikan pada gambar di bawah ini.
Dosen Fakultas Ekonomi Unhalu Jurusan Manajemen
5
Gambar 3. Diagram Kendali P (P-charts) Untuk Jenis Roti Kacang
Sumber : Hasil Pengolahan data
4. Jenis Roti keju, besarnya nilai garis sentral yaitu 0,5069 atau 50,69%, sedangkan nilai batas kendali atas (UCL) yaitu 0,8131 atau 81,31% yang berarti produk yang cacat/rusak berada di atas batas kendali atas (UCL) maka proses produksi roti keju yang dilakukan dianggap efektif. Kemudian batas kendali bawah (LCL) sebesar 0,2008 atau 20,08% berarti proses produksi roti jenis keju menunjukan belum efektif karena jauh di bawah jumlah proporsi dari produk cacat/rusak. Namun Jenis roti keju yang cacat/rusak 292 bungkus atau rata-rata 12,67 bungkus perhari dengan proporsi kerusakan sebesar 1,83 atau 7,60% perhari.
Berdasarkan diagram kendali P (P-charts) untuk produk roti jenis keju memiliki kerusakan/cacat yang berada diluar batas kendali atas (UCL) tidak ada. Sedangkan di luar batas kendali bawah (LCL) terjadi pada hari ke-9 dan ke-20 berarti ada penyimpangan pada batas pengawasan yang telah direncanakan. Dengan demikian ada dua titik yang berda di luar batas kendali bawah (LCL) berarti pengendalian atau pengawasan kualitas proses produksi roti jenis keju belum efektif . Hasil perhitungan tingkat cacat/kerusakan roti keju dengan menggunakan p-chart yang diolah melalui Software QM for Windows dapat disajikan pada gambar berikut:
Gambar 4. Diagram Kendali P (P-charts) Untuk Jenis Roti Rasa Keju
Sumber : Hasil Pengolahan data
5. Jenis Roti kacang ijo, hasil perhitungan menunjukan besarnya nilai garis sentral yaitu 0,5417 atau 50,69%, sedangkan nilai batas kendali atas (UCL) yaitu 0,8468 atau 84,68% yang berarti jika produk yang cacat/rusak berada di atas batas kendali atas (UCL) maka proses produksi roti kacang ijo yang dilakukan dianggap belum efektif. Kemudian batas kendali bawah (LCL) menunjukan nilai sebesar 0,2365 atau 23,65% berarti proses produksi roti jenis kacang ijo menunjukan belum
Dosen Fakultas Ekonomi Unhalu Jurusan Manajemen
6
efektif karena jauh kebawah jumlah proporsi dari produk cacat/rusak berarti menambah jumlah kerugian yang diderita oleh perusahaan.
Diagram kendali P (P-charts) menunjukkan produk roti jenis kacang ijo memiliki kerusakan/cacat yang berada diluar batas kendali atas (UCL) terdapat pada hari ke-4 sebanyak 21 unit, hari ke-15 dan ke-24 masing-masing sebanyak 21 unit. Sedangkan di luar batas kendali bawah (LCL) terjadi pada hari ke-10 hanya 4 unit dan hari ke-20 sebanyak 3 unit berarti ada penyimpangan pada batas pengawasan yang telah direncanakan. Dengan demikian terdapat 3 titik yang berada diluar batas kendali atas (UCL) dan ada 2 titik yang berda di luar batas kendali bawah (LCL) berarti dalam proses produksi roti jenis keju pada PERUSAHAAN ROTI RIZKI Kendari belum efektif dalam melakukan pengendalian atau pengawasan kualitas. Hal ini dapat pula dilihat dari jumlah roti kacang ijo yang cacat/rusak 312 bungkus atau rata-rata 13 bungkus perhari dengan proporsi kerusakan 1,95 atau 8,13% perhari.
Selanjutnya dari hasil perhitungan di atas, maka tingkat kerusakan/cacat untuk jenis roti kacang ijo dengan menggunakan p-chart yang diolah melalui Software QM for Windows dapat disajikan pada gambar berikut ini:
Gambar 4.10. Diagram Kendali P (P-charts) Untuk Jenis Roti Kacang Ijo
Sumber : Hasil Pengolahan data
KESIMPULAN
Hasil analisis Statistical Quality Control (SQC) dengan metode diagram kendali P (P-charts) diketahui bahwa tingkat pencapaian standar yang diharapkan oleh perusahaan belum tercapai. Hal ini terbukti dari hasil pemeriksaan sampel terhadap lima jenis roti masih terdapat jumlah produk yang mengalami kerusakan diluar batas-batas pengawasan kualitas atau terjadi penyimpangan kualitas.
Pengawasan kualitas produksi akhir pada Perusahaan Roti Rizki Kendari dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 160 bungkus dalam 24 hari kerja diperoleh: Jenis roti coklat proporsi kerusakan/cacat 1,90 (7,90%) perhari; roti sley nenas 1,76 (7,31%) perhari, roti kacang 1,29 (5,36%) perhari, roti keju 1,83 (7,60%) perhari dan roti kacang ijo 1,95 (8,13%) perhari. Dengan demikian proporsi rata-rata produk roti yang rusak/cacat untuk lima jenis roti yang dijadikan sampel perhari ≥ 5% atau 0,05 sehingga pengawasan kualitas produksi roti pada Karunia Mandiri secara Statistic Quality Control (SQC) belum sesuai dengan standar yang ditetapkan ≥ 5% atau 0,05.
DAFTAR PUSTAKA
Erwidodo, 1999. Laporan Hasil Penelitian Manajemen Pengkajian Pengembangan Agribisnis Berbasis Komoditas Unggulan. Pustaka. Bogor. Net
Choi. Thomas Y dan Karen Eboch. 1997. The TQM Paradox: Relation Among TQM Practices, Plant Performance, and Customer Satisfaction. Journal of Operational Management,
Dosen Fakultas Ekonomi Unhalu Jurusan Manajemen
7
Departement of Management, Collage of Business Administration, Bowling Green State University, Bowling Green USA
Dillworth, J.B., 1992. Operation Management: Design, Planning, and Control for Manufacturing and Services. The Mc Graw-Hill Companies. Inc. Singapore
Gasperz, Vincent, 1997. Manajemen Kualitas: Penerapan Konsep-konsep Vincent Tentang Kualitas dalam Manajemen Bisnis Total. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Handoko, Hani. 1984. Manajemen Produksi dan Operasinal. BPFE. Yogyakarta Ihzan, Z. 1998. Penerapan Statistical Quality Control (SQC) dalam Memantau Mutu Produk
Teh di PT NV Tambi. Tesis-MM. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta Kotler, Philip. 1994. Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation, and Control,
edisi ke-8. Eglewood Cliffs, N.J., Prentice Hall, Inc Montgomery, D.C., 1990. Introduction To Statistical Quality Control. New York Prawirosentono, Suryadi. 2004. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu. Total Quality
Management Abad 21 (Studi dan Kasus). Edisi ke-2. Bumi Aksara. Jakarta Tjiptono, Fandy dan Diana Anastasia, 2000. Total Quality Management. Andi Offset. Yogyakarta Triyono, Joko. 2004. Analisis Manajemen Pengendalian Mutu Tepung Terigu di PT ISM
Bogasari Flour Mills Surabaya. Tesis-MM. Universitas Brawijaya Malang
Lampiran 1. Rekapitulasi Data Hasil Penelitian dan Analisis Data
Tabel 1. Jumlah Roti Rusak/Cacat Dengan Pengamatan Atas Lima Jenis Roti Selama 24 Hari Pada Perusahaan Roti Rizki Kendari.
Coklat Sley Nenas Roti Kacang Roti Keju Kacang Ijo Hari
Σ Sampel Diperiksa Cacat/
Rusak Proporsi
Kerusakan Cacat/ Rusak
Proporsi Kerusakan
Cacat/ Rusak
Proporsi Kerusakan
Cacat/ Rusak
Proporsi Kerusakan
Cacat/ Rusak
Proporsi Kerusakan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160
18 12 10 15 9 6 8
15 13 12 10 20 17 23 12 22 6 5
10 7 9
16 14 15
0,1125 0,0750 0,0625 0,0938 0,0563 0,0375 0,0500 0,0938 0,0813 0,0750 0,0625 0,1250 0,1063 0,1438 0,0750 0,1375 0,0375 0,0313 0,0625 0,0438 0,0563 0,1000 0,0875 0,0938
14 13 11 9
12 8
16 11 7
13 10 23 14 9
12 17 10 8 9 7 9
15 11 13
0,0875 0,0813 0,0688 0,0563 0,0750 0,0500 0,1000 0,0688 0,0438 0,0813 0,0625 0,1438 0,0875 0,0563 0,0750 0,1063 0,0625 0,0500 0,0563 0,0438 0,0563 0,0938 0,0688 0,0813
7 10 12 9 8 7 6
11 5 7 9
13 12 6
11 5
10 10 6 7 9
14 7 5
0,0438 0,0625 0,075 0,0563 0,0500 0,0438 0,0375 0,0688 0,0313 0,0438 0,0563 0,0813 0,0750 0,0375 0,0688 0,0313 0,0625 0,0625 0,0375 0,0438 0,0563 0,0875 0,0438 0,0313
9 13 14 12 7
10 9
15 3
13 12 15 16 9
17 15 14 16 10 4
11 17 16 15
0,0563 0,0813 0,0875 0,0750 0,0438 0,0625 0,0563 0,0938 0,0188 0,0813 0,0750 0,0938 0,1000 0,0563 0,1063 0,0938 0,0875 0,1000 0,0625 0,0250 0,0688 0,1063 0,1000 0,0938
15 16 11 22 12 13 10 15 13 4
15 12 10 14 21 10 9
12 13 14 3
14 13 21
0,0938 0,1000 0,0688 0,1375 0,0750 0,0813 0,0625 0,0938 0,0813 0,0250 0,0938 0,075
0,0625 0,0875 0,1313 0,0625 0,0563 0,0750 0,0813 0,0875 0,0188 0,0875 0,0813 0,1313
Jumlah 3840 304 1,9000 281 1,7563 206 1,2875 292 1, 8250 312 1.9500 Rerata 160 12,67 0,0790 11,71 0,0731 8,58 0,0536 12,67 0, 0760 13 0.0813
Sumber : Data primer (diolah)
Dosen Fakultas Ekonomi Unhalu Jurusan Manajemen
PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN PENDEKATAN MODEL SQC (STATISTICAL QUALITY CONTROL)
(APLIKASI MODEL PADA PERUSAHAAN FURNITURE)
Sutrisno Badri, Romadhon
Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi-Universitas Widya Dharma Klaten
E-mail. lpmk.unwidha@yahoo.com
Abstrak
Usaha pengendalian kualitas merupakan usaha preverentif (penjagaan) dan dilaksanakan sebelum kesalahan kualitas produk atau jasa tersebut terjadi, melainkan mengarahkan agar kesalahan kualitas tersebut tidak terjadi didalam perusahaan yang bersangkutan. Persoalan pengendalian kualitas adalah bagaimana menjaga dan mengarahkan agar produk dan jasa dari perusahaan yang bersangkutan tersebut dapat memenuhi kualitas sebagaimana yang telah direncanakan.
Tujuan penelitian ini untuk (1). Memecahkan masalah yang berkaitan dengan
kerusakan produk dengan model SCQ, (2). Menentukan biya kualitas total minimum
(minimize total cost quality)
Hasil analisis control charts menunjukkan bahwa jumlah produk yang diperiksa
sebanyak 96.500 unit, rata-rata kerusakan produk sebesar 0,026 atau 2,6 %. Batasan
pengawasannya: UCL sebesar 0,031 atau 3,1 %, LCL sebesar 0,021 atau 2,1 %. Sedangkan
análisis intensitas pengendalian kualitas adalah sebagai berikut: produk rusak yang benar-
benar terjadi sebanyak 2531 unit, jumlah produk rusak yang dikehendaki yaitu yang
menanggung biaya kualitas terendah (q*) sebanyak 3376 unit. Total biaya atas kualitas
sebesar Rp. 18.909.379 yang terdiri dari biaya QCC sebesar RP. 9.456.579 dan biaya QAC
sebesar Rp. 9.452.800.
Key word: SQC, UCL, LCL, Minimum Total Cost
PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN PENDEKATAN MODEL SQC (STATISTICAL QUALITY CONTROL)
(APLIKASI MODEL PADA PERUSAHAAN FURNITURE) _________________________________________________________________________
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pengendalian kualitas harus dapat mengarahkan kepada beberapa tujuan secara
terpadu, sehingga para konsumen dapat puas mempergunakan produk atau jasa dari
perusahaan. Harga produk atau jasa perusahaan tersebut harus dapat ditekan serendah-
rendahnya serta proses produksinya dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah
direncanakan sebelumnya didalam perusahaan yang bersangkutan. Pengendalian kualitas
merupakan suatu kegiatan yang sering dilakukan disetiap perusahaan. Apabila
pengendalian kualitas dilakukan dengan baik, bagi perusahaan akan menimbulkan
tambahan biaya yaitu biaya pengawasan kualitas, dan tingkat kerusakan produk yang
dihasilkan sangat rendah atau produk rusak yang terjadi sedikit.
Sebaliknya bagi perusahaan yang tidak memperhatikan pengendalian kualitas,
dalam jangka pendek perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya pengawasan kualitas,
tetapi dalam jangka panjang perusahan sulit memasarkan produk dikarenakan tersaingi
perusahaan yang sejenis yang kualitas produknya lebih baik. Usaha pengendalian kualitas
merupakan usaha preverentif (penjagaan) dan dilaksanakan sebelum kesalahan kualitas
produk atau jasa tersebut terjadi, melainkan mengarahkan agar kesalahan kualitas tersebut
tidak terjadi didalam perusahaan yang bersangkutan. Persoalan pengendalian kualitas
adalah bagaimana menjaga dan mengarahkan agar produk dan jasa dari perusahaan yang
bersangkutan tersebut dapat memenuhi kualitas sebagaimana yang telah direncanakan.
Jadi peranan pengendalian kualitas produk sangat penting dan berguna bagi perusahaan.
Apabila pengendalian kualitas dilakukan dengan baik, maka pimpinan perusahaan akan
dapat mengambil tindakan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan, menyusun rencana yang
baik untuk masa yang akan datang, serta memperbaiki sistem pengendalian atau
pengawasan terhadap produk yang sudah dilakukan dengan baik.
Untuk mengetahui apakah peranan pengendalian kualitas sudah dilakukan dengan
baik atau belum oleh perusahaan, maka analisis yang digunakan diantaranya analisis
control charts dan analisis intensitas pengawasan kualitas. Analisis tersebut digunakan
untuk mengetahui seberapa besar tingkat kerusakan produk yang terjadi dan untuk
mengetahui biaya pengawasan kualitas yang efisien.
1.2. Formulasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana menerapkan sistem pengendalian kualitas untuk meminimimkan
kerusakan produk?
2. Apakah jumlah kerusakan produk yang terjadi masih berada pada toleransi standar?
3. Berapa jumlah produk yang dapat ditoleransi sehingga mampu meminimumkan total
biaya kualitas?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan kerusakan produk dengan model SCQ
2. Menentukan biya kualitas total minimum (minimize total cost quality)
1.4. Batasan masalah
Permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Pemecahan masalah difokuskan pada pengendalian kualitas untuk meminimalisasikan
kerusakan produk dan menentukan total cost minimum.
2. Data yang dianalisis adalah data produksi tahun 2006 - 2009.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian pengendalian kualitas
Pengendalian kualitas adalah suatu aktivitas (manajemen perusahaaan) untuk
menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk (dan jasa) perusahaan dapat
dipertahankan sebagaimana yang telah direncanakan. Pengendalian kualitas
merupakan usaha preventif dan dilaksanakan sebelum kualitas produk mengalami
kerusakan. (Agus Ahyari, 2000: 239). Pengertian pengendalian kualitas sangat luas,
dikarenakan berhubungan dengan beberapa unsur yang mempengaruhi kualitas yang
harus dimasukkan dan dipertimbangkan.
Secara garis besar pengendalian kualitas dikelompokkan menjadi :
a. Pengendalian kualitas sebelum pengolahan atau proses yaitu pengendalian kualitas
yang berkenaan dengan proses yang berurutan dan teratur termasuk bahan-bahan
yang akan diproses.
b. Pengendalian kualitas terhadap produk jadi yaitu pengendalian yang dilakukan
terhadap barang hasil produksi untuk menjamin supaya produk jadi tidak
mengalami kerusakan atau tingkat kerusakan produk sedikit. (Sofyan Assauri,
1993: 218). Teknik yang digunakan dalam pengendalian kualitas diantaranya
dengan metode control chart. Metode tersebut digunakan untuk mengetahui rata-
rata kerusakan produk dan besarnya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
Tujuan pengendalian kualitas menurut (Agus Ahyari, 2000: 53) adalah:
a. Untuk meningkatkan kepuasan konsumen
b. Mengusahakan agar penggunaan biaya serendah mungkin
P
P
c. Agar dapat memproduksi selesai tepat pada waktunya
Langkah pengendalian kualitas menurut (Bounds, 1994: 76) adalah:
a. Menilai kinerja kualitas aktual
b. Membandingkan kinerja dengan tujuan
c. Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dan tujuan
Fungsi pengendalian mengandung makna pelaksanaan, pengukurasn dan pola
tindakan kolektif yang meyakinkan tercapainya tujuan secara luas akibat
pengendalian, yaitu:
a. Pengukuran pelaksanaan tujuan, rencana kegiatan dan kebijaksanaan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu.
b. Analisis penyimpangan, tujuan, rencana dan kebijaksanaan untuk mencapai
penyebabnya.
c. Komunikasi hasil pengukuran terhadap individu atau kelompok yang
melaksanakan.
d. Pertimbangan alternatif atas dasar tindakan yang dapat diambil untuk koreksi
gejala adanya suatu kekurangan.
e. Menilai dan melengkapi alternatif yang baik sesuai dengan kemampuan.
2.2. Model SQC
1. Metode control chart menurut Sukanto Reksohadiprojo (1995: 142)
Analisis untuk mengetahui rata-rata kerusakan penyimpangan, batas atas dan batas
bawah pengawasan kualitas produk.
1) Mencari rata-rata kerusakan:
n
XP
Dimana:
= rata-rata kerusakan produk
X = jumlah produk rusak
n = jumlah produk diobservasi
2) Menentukan standar deviasi/penyimpangan:
n
ppSp
)1(
Dimana:
= rata-rata kerusakan produk
Sp = standar deviasi/penyimpangan
n = jumlah produk diobservasi
3) Menentukan batasan pengawasan.
- Batasan pengawasan atas (Upper Control Limit = UCL) UCL= P+ 3 Sp
- Batasan pengawasan bawah (Lower Control Limit = LCL) LCL = P – 3 Sp
1. Pengendalian kualitas akan berjalan baik jika kerusakan produk masih
dalam batas normal yaitu terletak antara batasan pengawasan atas (UCL)
dan batasan pengawasan bawah (LCL).
2. Apabila kerusakan produk di atas garis UCL maka perusahaan akan
mengalami kerugian yang dikarenakan jumlah kerusakan produk tinggi
dan jika jumlah kerusakan produk di bawah LCL maka perusahaan akan
memperoleh keuntungan/laba besar yang dikarenakan jumlah kerusakan
produknya sedikit.
2.3. Intensitas pengawasan kualitas
Metode yang digunakan untuk mengetahui jumlah produk rusak yang
optimal yaitu jumlah produk rusak dengan biaya pengawasan kualitas yang
efisien.
Biaya-biaya yang diperhitungkan adalah:
1) Biaya pengawasan kualitas
)142:1993,(.
oGitosudarmIndriyoq
oRQCC
Dimana:
QCC = total biaya pengawasan kualitas
R = jumlah produk ditest
o = biaya pengetesan setiap kali test
q = jumlah produk rusak
2) Biaya jaminan mutu/kualitas
Dirumuskan: QAC = c.q
QAC = total biaya jaminan mutu
c = biaya jaminan mutu tiap unit
q = jumlah produk rusak selama satu periode
3) Total biaya atas kualitas
TQC = QCC + QAC
Dimana:
TQC = total biaya atas kualitas
QCC = total biaya pengawasan kualitas
QAC = total biaya jaminan mutu/kualitas
4) Dari kedua biaya tersebut diatas yaitu biaya pengawasan kualitas (QCC) dan
biaya jaminan mutu (QAc), maka dapat dicari titik temu antara kedua biaya
tersebut dan menemukan jumlah produk rusak yang menanggung total biaya
kualitas yang rendah. Caranya adalah dengan menyamakan persamaan garis
dari kedua biaya tersebut. Titik temu itu adalah pada:
c
oRQ
.*
Dimana:
Q* = jumlah produk optimal
R = jumlah produk ditest
o = biaya pengetesan setiap kali test
c = biaya jaminan mutu tiap unit
Keterangan:
1. Q* untuk mengetahui jumlah produk rusak yang menanggung biaya
terendah.
2. Intensitas pengawasan kualitas sudah berjalan baik jika produk rusak yang
benar-benar terjadi (Q) lebih kecil dari produk rusak yang dikehendaki
(Q*).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Control Charts
Control Charts merupakan analisis untuk mengetahui rata-rata kerusakan dari
produk yang diperiksa, serta untuk mengetahui besarnya penyimpangan yang terjadi,
kemudian ditentukan batasan pengawasannya yaitu batas atas dan batas bawah. Data yang
diperoleh selama penelitian adalah sebagai berikut :
67,8041
12
500.96
Tabel 1. Persentase Kerusakan Produk Mebel Tahun 2009
Bulan Jumlah Produk yang Diperiksa
Jumlah Produk Rusak
Persentase Kerusakan
Januari 8.500 216 2,5
Februari 8.000 211 2,6
Maret 8.500 235 2,8
April 8.000 219 2,7
Mei 7.500 191 2,5
Juni 8.000 193 2,4
Juli 7.500 195 2,6
Agustus 8.500 226 2,7
September 8.000 224 2,8
Oktober 7.500 202 2,7
Nopember 8.000 207 2,6
Desember 8.500 212 2,5
Jumlah 96.500 2.531
Sumber : Data Penelitian
- Jumlah produk yang diperiksa = 96.500 unit
- Jumlah produk yang rusak = 2.531 unit
- Persentase kerusakan
%6,2
026,0
500.96
531.2
n
XP
- n rata-rata
- Standar Deviasi (penyimpangan)
0017746,0
0000031,0
67,8041
025324,0
67,8041
)026,01(026,0
)1(
n
PPSP
- Batasan pengawasan
Batasan Atas (Upper Control Limit = UCL)
%1,3031,0
0053238,0026,0
)0017746,0(3026,0
3
atau
SPPUCL
Batasan Bawah (Low Control Limit = LCL)
%1,2021,0
0053238,0026,0
)0017746,0(3026,0
3
atau
SPPLCL
Dari perhitungan dengan metode control charts diperoleh batas atas sebesar
0,031 atau 3,1 % dan batas bawah sebesar 0,021 atau 2,1 %. Dengan melihat batasan
pengawasan yaitu batas atas (UCL) dan batas bawah (LCL) serta kejadian selama satu
tahun, maka dikatakan bahwa pengendalian kualitas terhadap mebel sudah
dilaksanakan dengan baik, karena kerusakan produk yang terjadi masih dalam batas
wajar yaitu masih terletak antara batas atas dan batas bawah. Kejadian-kejadian itu
bila digambarkan tampak sebagai berikut:
Per
sen
tase
Ke
rusa
kan
(%
)
3,1 UCL
2,6 P
2,1 LCL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan
Gambar 2. Grafik Control Charts Mebel
Indikator-indikator kerusakan produk dan sebab terjadinya kerusakan produk:
1. Produk rusak digudang sebelum barang dijual seperti: kotor, pecah, cacat dan lainnya
2. Produk rusak merupakan hal yang normal terjadi dalam proses pengolahan produk,
seperti : berlubang, cacat, kotor.
3.2. Analisis Intensitas Pengawasan Kualitas
Analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengawasan terhadap
kualitas produk yang dijalankan pada PT. Mitra Sejati dan untuk mengetahui besarnya
biaya yang timbul akibat adanya kegiatan pengawasan kualitas yaitu biaya yang efisien
dengan tingkat kerusakan produk yang optimal. Biaya-biaya yang diperhitungkan dalam
kegiatan pengawasan kualitas adalah:
1. Biaya pengawasan kualitas
Biaya-biaya yang merupakan biaya pengawasan kualitas adalah:
a. Biaya kerusakan bahan baku dan bahan penolong karena kurangnya perawatan
pada waktu penyimpanan di gudang dan kurang stabilnya mutu bahan baku,
sehingga pada waktu bahan baku akan diproses kualitasnya mengalami
penyusutan.
b. Biaya tenaga kerja yang terlibat dalam pengawasan kualitas. Biaya ini merupkan
biaya tambahan karena perusahaan sering mengadakan kerja lembur untuk
pemeriksaan kualitas. Besarnya biaya pengawasan kualitas dipengaruhi oleh ketat
tidaknya intensitas pengawasan kualitas produk. Hal tersebut dapat diketahui
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
q
oRQCC
.
Dimana:
QCC = total biaya pengawasan kualitas
R = jumlah produk ditest
o = biaya pengetesan setiap kali test
q = jumlah produk rusak
2. Biaya jaminan mutu
Biaya jaminan mutu yang dikeluarkan perusahaan diakibatkan karena kerusakan
produk selama perjalanan dari perusahaan ke distributor atau ke konsumen. Biaya
jaminan mutu ini meliputi:
a. Biaya perbaikan produk yang rusak
b. Biaya penggantian produk rusak dan cacat
c. Biaya atas ditanggungnya resiko menyebabkan berkurangnya volume penjualan
karena biaya produk yang rusak atau cacat telah dibeli oleh konsumen. Besarnya
biaya jaminan mutu dapat dicari dengan menggunakan rumus:
QAC = c.q
Dimana:
QAC = total biaya jaminan mutu
c = biaya jaminan mutu tiap unit
q = jumlah produk rusak selama satu periode
3. Total Biaya Kualitas
Total biaya atas kualitas merupakan jumlah antara biaya pengawasan kualitas dengan
biaya jaminan mutu, secara matematis total biaya atas kualitas dirumuskan sebagai
berikut:
TQC = QCC + QAC
Dimana:
TQC = total biaya atas kualitas
QCC = total biaya pengawasan kualitas
QAC = total biaya jaminan mutu/kualitas
Dari keadaan di atas, maka dapat dicari titik temu antara kedua biaya tersebut untuk
menentukan jumlah produk rusak yang menanggung biaya kualitas yang terendah.
Titik temu itu dapat diketahui dengan rumus:
3,833.330.
108
000.730.35.
108
000.450.000.280.35.
Rp
Rp
RpRp
c
oRQ
.*
Dimana:
Q* = jumlah produk optimal
R = jumlah produk ditest/diperiksa
o = biaya pengetesan setiap kali test
c = biaya jaminan mutu tiap unit
Perhitungan intensitas pengawasan kualitas dalam penelitian ini adalah:
1. Intensitas pengawasan kualitas mebel
- R = jumlah produk yang diperiksa
= 96.500 unit
- Biaya tenaga kerja yang melakukan kegiatan pengendalian kualitas dalam satu
tahun.
7 orang tenaga kerja = 7 x 12 x 420.000
= Rp.35.280.000
- Biaya bahan baku dan bahan penolong sebesar Rp. 450.000
Dalam satu bulan melakukan kegiatan pengendalian kualitas rata-rata sebanyak 9
kali, jadi dalam satu tahun sebanyak 9 × 12 = 108 kali.
Sehingga biaya pengetesan setiap kali test (o) adalah:
o
2. Biaya jaminan mutu setiap unit (c):
- Harga jual per unit mebel sebesar Rp. 140.000, 00
-
Besarnya biaya jaminan mutu setiap unit sebesar 2 % dari harga jual.
C = Rp. 140.000, 00 × 2 %
= Rp. 2.800, 00
093.449.9.dibulatkan064,093.449.9.
674888,3378
3,833.330500.96
.
RpRp
x
q
oRQCC
- Berdasarkan data diatas, dapat dibuat persamaan total biaya pengawasan
kualitas (QCC) dan biaya jaminan mutu (QAC) sebagai berikut:
qxRp
qcQAC
q
x
q
oRQCC
800.2.
.
3,933.330500.96
.
Dari persamaan tersebut, dapat ditentukan jumlah produk rusak yang menanggung
biaya terendah (q*) yaitu:
unit
x
c
oRq
674888,3376
3,11401933
2800
3,833.330500.96
.*
Maka biaya pengwasan kualitas yang ditanggung perusahaan sebesar :
- Biaya pengawasan kualitas (QCC) :
- Biaya jaminan mutu (QAC)
QAC = c x q
= Rp. 2.800 x 3378,674888
= Rp. 9.460.289, 686 dibulatkan Rp. 9.460.290
- Jadi total biaya atas kualitas (TQC)
TQC = QCC + QAC
= Rp. 9.449.093,064 + Rp. 9.460.289,686
= Rp. 18.909.382,75 dibulatkan Rp. 18.909.383
Dari perhitungan dengan menggunakan analisis intensitas pengawasan
kualitas, jumlah produk rusak yang menanggung biaya terendah sebanyak 3376
unit dan total biaya atas kualitasnya sebesar Rp. 18.909.383 yang terdiri dari
QCC sebesar Rp. 9.449.093 dan QAC sebesar Rp. 9.460.290 Apabila diadakan
perbandingan antara q* yang dikehendaki dengan q (produk rusak) yang benar-
benar terjadi terdapat selisih sebesar 3376 - 2.531 = 845 unit. Selisih ini
menunjukkan bahwa produk rusak yang benar-benar terjadi lebih kecil dari
produk rusak yang dikehendaki. Maka dapat dikatakan bahwa intensitas
pengawasan kualitas yang dilaksanakan telah berjalan dengan baik. Sedangkan
perhitungannya akan nampak seperti dibawah ini:
- Misal q = 1000 unit
Maka :
414.925.31
1000
3,933.330500.96
.
x
q
oRQCC
QAC = c x q
= 2.800 x 1000
= 2.800.000
TQC = QCC + QAC
= 31.925.414 + 2.800.000
= 34.725.414
- Misal q = 2000 unit
707.962.15
2000
3,933.330500.96
.
x
q
oRQCC
QAC = c x q
= 2.800 x 2000
= 5.600.000
TQC = QCC + QAC
= 15.962.707 + 5.600.000
= 21.562.707
- Misal q = 3000 unit
805.641.10
3000
3,933.330500.96
.
x
q
oRQCC
QAC = c x q
= 2.800 x 3000
= 8.400.000
TQC = QCC + QAC
= 10.641.805 + 8.400.000
= 19.041.805
- Misal q = 3376 unit
579.456.9
3376
3,933.330500.96
.
x
q
oRQCC
QAC = c x q
= 2.800 x 3376
= 9.452.800
TQC = QCC + QAC
= 9.456.579 + 9.452.800
= 18.909.379
- Misal q = 5000 unit
082.385.6
5000
3,933.330500.96
.
x
q
oRQCC
QAC = c x q
= 2.800 x 5000
= 14.000.000
TQC = QCC + QAC
= 6.385.082 + 14.000.000
= 20.385.082
Perhitungan tersebut bila disusun dalam tabel tampak seperti di bawah ini :
Tabel 2. Jumlah produk rusak (q), masing-masing biaya
(QCC, QAC, TQC)
q (Unit) QCC (Rupiah) QAC (Rupiah) TQC (Rupiah)
1000 31.924.414 2.800.000 34.725.414
2000 15.962.707 5.600.000 21.562.707
3000 10.641.805 8.400.000 19.041.805
3376 9.456.579 9.452.800 18.909.379
5000 6.385.082 14.000.000 20.385.082
Sumber : data primer yang diolah
Grafik QCC, QAC, TQC (Jutaan Rupiah) ditunjukkan pada gambar berikut:
35.000.000
30.000.000
TQC
25.000.000
20.000.000
15.000.000 QAC
10.000.000
QCC
5.000.000
0 1000 2000 3000 4000 5000
(Ribuan Unit)
Gambar 3. Grafik biaya kualitas
Keterangan :
Dari grafik tersebut diatas dapat dilihat bahwa :
1. QCC akan menurun apabila jumlah produk rusak meningkat dan sebaliknya QCC
akan meningkat apabila jumlah produk rusak menurun.
2. QAC akan menurun apabila jumlah produk rusak juga menurun dan sebaliknya
QAC akan meningkat apabila jumlah produk rusak juga meningkat.
3. Dengan jumlah produk rusak sebanyak 3376 unit akan diperoleh biaya QCC
sebesar Rp. 9.456.579, biaya QAC sebesar Rp. 9.452.800 dan biaya TQC = Rp.
18.909.379
IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1. Kesimpulan
1. Analisis Control Charts
Analisis control charts untuk mebel sebagai berikut:
1) Jumlah produk yang diperiksa sebanyak 96.500 unit
2) Rata-rata kerusakan produk sebesar 0,026 atau 2,6 %
3) Untuk batasan pengawasannya:
a. Batas atas (UCL) sebesar 0,031 atau 3,1 %
b. Batas bawah (LCL) sebesar 0,021 atau 2,1 %
Dapat disimpulkan bahwa pengendalian kualitas terhadap mebel
sudah dilaksanakan dengan baik, karena jumlah produk rusak masih dalam
batas yang wajar yaitu terletak antara batas atas dan batas bawah.
2. Analisis intensitas pengawasan kualitas
Intensitas pengawasan kualitas untuk mebel sebagai berikut:
1) Produk rusak yang benar-benar terjadi sebanyak 2531 unit.
2) Jumlah produk rusak yang dikehendaki yaitu yang menanggung biaya
kualitas terendah (q*) sebanyak 3376 unit.
3) Total biaya atas kualitas sebesar Rp. 18.909.379 yang terdiri dari biaya
QCC sebesar RP. 9.456.579 dan biaya QAC sebesar Rp. 9.452.800.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa intensitas pengawasan kualitas
terhadap mebel sudah dilaksanakan dengan baik, karena jumlah produk rusak
yang benar-benar terjadi sebanyak 2531 unit lebih kecil dari jumlah produk
rusak yang dikehendaki sebanyak 3376 unit.
4.2. Rekomendasi
Dari hasil analisis tersebut, maka penulis memberikan saran-saran. Adapun
saran-saran yang penulis ajukan adalah sebagai berikut:
1) Manajemen pengendalian mutu lebih meningkatkan frekuensi pemeriksaan
untuk mengurangi jumlah produk rusak walaupun harus menanggung biaya
kualitas tinggi.
2) Meningkatkan pelayanan terhadap konsumen, misalnya dengan memberikan
jaminan kualitas terhadap produk yang diberikan kepada pelanggan. Hal ini
perlu dilakukan agar konsumen atau pelanggan tetap setia kepada perusahaan,
mengingat adanya persaingan yang semakin ketat.
3) Melakukan pengendalian kualitas secara terus menerus, agar jumlah produk
rusak dapat diminimalkan menjadi lebih kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Ahyari, 2000, Manajemen Produksi, BPFE-UGM, Yogyakarta. Elwood S. Buffa dan Rakesh K. Sarin, 1999, Manajemen Operasi dan Produksi Modern, Binarupa Aksara, Jakarta. Fandi Tjiptono, 1995, Total Quality Management, Andi Offset, Yogyakarta. Gasperz V, 1997, Manajemen Kualitas, PT. Gramedia, Jakarta. Indriyo Gitosudarmo, 1993, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Produksi, BPFE-UGM, Yogyakarta. Lalu Sumayang, Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Salemba Empat, Jakarta.
Analisis Pengendalian Mutu SQC (Statistical Quality Control) PadaPT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar
Zazilatun Nadiah Mahlia Muis Debora Rira
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengendalian mutu in process tepung
terigu Gatotkaca dan Kompas pada PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar.
Analisis dilakukan dengan cara mengolah data inspeksi kadar ash dan
moisture tepung terigu Gatotkaca dan Kompas dengan menggunakan alat
analisis pengendalian mutu grafik kendali dan diagram sebab akibat. Hasil
analisis dibandingkan dengan standar pengendalian mutu yang telah ditetapkan
oleh perusahaan. Berdasarkan hasil analisis diagram sebab akibat yaitu
dilakukan dengan proses observasi lapangan dan wawancara terdapat enam
faktor yang mempengaruhi pengendalian mutu in process kadar ash dan moisture
tepung terigu Gatotkaca dan Kompas ialah bahan, in process, metode uji, SDM,
lingkungan, dan mesin. Sedangkan Berdasarkan hasil analisis grafik kendali
pengendalian mutu in process kadar ash dan moisture tepung terigu Gatotkaca
dan Kompas terdapat 13 titik yang tidak memenuhi kriteria pengendalian mutu
statistikal.
Kata Kunci: analisis pengendalian mutu, diagram sebab akibat, dan grafikkendali
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakam di PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar Jalan
Hatta no 302 (sea side) dan jalan Nusantara Baru no 36 (city side) Makassar pada
bulan Mei-Juni 2013. Perusahaan ini dipilih oleh penulis karena melihat prospek usaha
dan profesionalitas dari para karyawan dalam mengelola perusahaan tersebut.
3.2 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Merupakan jumlah dari keseluruhan obyek (satuan-satuan/individu-individu),
yang karakteristiknya hendak diduga sebagai populasi dalam penelitian ini adalah data
kadar in process ash dan moisture tepung terigu merek Gatotkaca dan Kompas
pada PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar.
2. Sampel
Merupakan sebagian dari seluruh individu yang menjadi objek penelitian.
Sampel dalam penelitian ini ialah in process produk tepung terigu PT. Eastern Pearl
Flour Mills Makassar dengan merek Gatotkaca dan Kompas. Khususnya kadar
moisture dan ash pada tepung terigu merek Gatotkaca dan Kompas. Dalam
pelaksanaannya pengendalian mutu dilakukan dengan cara melakukan tiga kali
inspeksi yaitu bahan baku, in process, dan produk jadi.
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
1. Data kualitatif
Merupakan data yang bukan dalam bentuk angka-angka atau tidak dapat
dihitung, dan informasi yang diperoleh dari karyawan perusahaan serta informasi-
informasi yang diperoleh dari pihak lain yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
2. Data Kuantitatif
Data ini merupakan data pengetesan in process dari beberapa pengambilan
sampel kadar moisture dan ash tepung terigu merek Gatotkaca dan Kompas yang
dapat diperoleh dengan meneliti secara langsung pada PT. Eastern Pearl Flour Mills
Makassar.
3.3.2 Sumber Data
1. Data Primer
Merupakan data yang diperoleh dengan metode wawancara. Wawancara
dilaksanakan dengan mendatangi langsung subyek penelitian, untuk memperoleh
informasi tentang proses pengendalian mutu pada PT. Eastern Pearl Flour Mills
Makassar. Dalam hal ini subyeknya ialah karyawan dan kepala bagian laboratorium
pengendalian mutu dan ruang produksi.
2. Data Sekunder
Terdiri dari bahan/sumber sekunder yaitu bahan pustaka yang berisikan
pengetahuan ilmiah yang baru atau mutakhir, ataupun pengertian baru tentang fakta
yang diketahui ataupun mengenai suatu gagasan. Bahan-bahan sekunder yaitu
bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan primer dan dapat membantu
menganalisis dan memahami bahan primer, antara lain adalah hasil karya ilmiah
para sarjana dan hasil-hasil penelitian terdahulu.
3.4 Metode Pengumpulan Data
1. Studi Kepustakaan (Library Research)
Digunakan untuk mengumpulkan data sekunder, landasan teori dan
informasi yang berkaitan dengan penelitian ini. Studi dilakukan antara lain dengan
mengumpulkan data yang bersumber dari literatur–literatur, bahan kuliah, dan hasil
penelitian lainnya yang ada hubungannya dengan objek penelitian. Hal ini dilakukan
untuk mendapatkan tambahan pengetahuan mengenai masalah yang sedang
dibahas.
2. Studi Lapangan (Field Research)
Melakukan pengumpulan data yang diperlukan dengan cara melakukan
pengamatan langsung pada perusahaan yang bersangkutan, baik melalui
observasi, dan wawancara. Penelitian lapangan dilakukan dengan cara observasi
merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data dengan jalan mengadakan
pengamatan langsung terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Data
dikumpulkan dari hasil analisa per dua jam dari merek yang dimonitor. Pengamatan
pun dilakukan dengan mengamati sistem atau cara kerja, proses produksi dari awal
sampai akhir, dan kegiatan pengendalian kualitas. Adapun jenis observasi yang
peneliti gunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan guna mengetahui tujuan
penelitian ini yaitu mengetahui dan menganalisis pengendalian mutu pada PT.
Eastern Pearl Flour Mills Makassar. Selain itu ada pula metode dokumentasi
merupakan teknik pengumpulan data dengan jalan memanfaatkan dokumen (bahan
atau gambar-gambar penting). Adapun dokumen-dokumen yang dimaksud adalah
berupa data-data yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. Sebagai data
penunjang juga diperoleh informasi dari internet dan perpustakaan.
3.5 Metode Analisis
a. Diagram Sebab Akibat
Diagram sebab akibat digunakan untuk menganalisis persoalan dan
faktor-faktor yang menimbulkan persoalan tersebut. Dalam penelitian ini
diagram sebab akibat digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi mutu dari air minum dalam kemasan (AMDK), yang dianalisis
dari hasil brainstorming dengan pihak perusahaan yaitu pemilik, quality control
(QC), dan karyawan/operator produksi . Menurut (Gasperz, 2003), penggunaan
diagram sebab akibat dapat mengikuti langkah-langkah berikut :
1. Dapatkan kesepakatan tentang masalah yang terjadi dan ungkapkan
masalah itu sebagai suatu pertanyaan masalah (problem question).
2. Bangkitkan sekumpulan penyebab yang mungkin, dengan menggunakan
teknik brainstorming atau membentuk anggota tim yang memiliki ide-ide
berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi.
3. Gambarkan diagram dengan pertanyaan masalah ditempatkan pada sisi
kanan (membentuk kepala ikan) dan kategori utama seperti: material,
metode, manusia, mesin, pengukuran dan lingkungan ditempatkan pada
cabang utama (membentuk tulang-tulang besar dari ikan). Kategori utama
ini dapat diubah sesuai kebutuhan.
4. Tetapkan setiap penyebab dalam kategori utama yang sesuai dengan
menempatkan pada cabang yang sesuai .
5. Untuk setiap penyebab yang mungkin, tanyakan “mengapa?” untuk
menemukan akar penyebab, kemudian daftarkan akar-akar penyebab itu
pada cabang-cabang yang sesuai dengan kategori utama (membentuk
tulang-tulang kecil dari ikan). Untuk menemukan akar penyebab, kita dapat
menggunakan teknik bertanya lima kali (five whys).
6. Interpretasi diagram sebab akibat itu dengan melihat penyebab-penyebab
yang muncul secara berulang, kemudian dapatkan kesepakatan melalui
konsensus tentang penyebab itu. Selanjutnya fokuskan perhatian pada
penyebab yang dipilih melalui konsensus itu.
7. Terapkan hasil analisis dengan menggunakan diagram sebab akibat itu,
dengan cara mengembangkan dan mengimplementasikan tindakan korektif,
serta memonitor hasil-hasil untuk menjamin bahwa tindakan korektif yang
dilakukan itu efektif karena telah menghilangkan akar penyebab dari masalah
yang dihadapi.
b. Grafik Kendali
Grafik kendali Xbar dan Rbar (range) digunakan untuk menganalisis data
pada grafik kendali. Rata-rata (Xbar) adalah ukuran yang paling berguna bagi
kecenderungan terpusat. Variabilitas atau pemencaran proses dapat
dikendalikan dengan grafik pengendali untuk deviasi standar, yang dinamakan
grafik S, atau grafik pengendali untuk rentang yang dinamakan grafik R.
Rentang adalah perbedaan antara hasil pengukuran terendah dan tertinggi
dalam satu deretan. Grafik Xbar dan Rbar termasuk teknik pengendalian proses
statistik pada jalur yang paling penting dan berguna untuk memelihara mean
proses dan variabilitas proses (Montgomery, 1990).
Langkah-langkah membuat grafik kendali Xbar dan Rbar (Gasperz, 2003)
adalah :
1. Tentukan ukuran contoh (n= 4,5,6,....). Untuk keperluan praktik biasanya
ditentukan lima unit pengukuran dari setiap contoh (n = 5)
2) Kumpulkan 20 – 25 sampel
3) Hitung nilai X dan Range (R) dari tiap sampel.
Xbar = .......................................................................................... (1)
Rbar = Xmaks – Xmin.......................................................................................... (2)
Hitung nilai rata-rata dari semua Xbar, yaitu Xdouble bar yang akan digunakan
sebagai garis tengah grafik Xbar tersebut, serta nilai rata-rata dari semua
R, yaitu R yang merupakan garis tengah dari grafik R.
Misalkan tersedia m sampel, masing-masing memuat n observasi pada
karakteristik kualitas itu. Misalkan Xbar1, Xbar2,..., Xbar m adalah rata-rata tiap
sampel. Maka penaksir terbaik untuk rata-rata proses adalah mean
keseluruhan yakni :
Xdouble bar = .................................................................... (3)
Rbar = ........................................................................................ (4)
4) Hitung batas-batas kendali 3-sigma dari grafik kendali Xbar dan R. Grafik
kendali Xbar (batas-batas kendali 3-sigma):
UCL (Batas Pengendali Atas) = Xbar+ A2Rbar ............................................ (5)
CL (Garis Pusat) = Xbar .............................................................................. (6)
LCL (Batas Pengendali Bawah) = Xdouble bar- A2Rbar ...................................... (7)
Grafik kendali R (batas-batas kendali 3-sigma):
UCL = D4Rbar ................................................................................................. (8)
CL = Rbar .................................................................................................... (9)
LCL = D3Rbar ............................................................................................... (10)
Daftar nilai koefisien dalam perhitungan batas-batas grafik kendali X dan R serta
Indeks Kapabilitas Proses terdapat pada lampiran 1.
5) Buatkan grafik kendali X bar dan R bar
6) Gunakan grafik kendali dari Xbar dan Rbar untuk memantau proses yang
sedang berlangsung dari waktu ke waktu, untuk seterusnya, dan segera ambil
tindakan perbaikan apabila ada perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada
proses itu.
3.6 Definisi Operasional Variabel
1. Pengendalian Mutu
Merupakan proses pemeriksaan atau pengendalian produk untuk
memastikan proses produksi dan keluaran memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan oleh perusahaan. Pengendalian mutu adalah untuk mencapai tingkat
kualitas produk yang distandarkan oleh perusahaan sesuai dengan standar mutu yang
telah ditetapkan oleh tiap perusahaan. Variabel ini dapat diukur dengan diagram
sebab-akibat dan peta kendali.
2. Pengendalian Mutu SQC
Pengendalian mutu PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar dilakukan secara
variabel yaitu variabel yang bersangkutan dengan rata-rata pengukuran dan
besarnya deviasi-deviasi (penyimpangan). Inspeksi variabel adalah lebih penting
dalam pengawasan operasi-operasi yang sedang dilaksanakan karena hampir
semua inspeksi ini dilakukan pada pekerjaan. Deviasi-deviasi (penyimpangan) yang
dimaksudkan di sini ialah dimana untuk variabel kadar ash ± 0,2% dari target dan
untuk variabel kadar moisture ± 2% dari target pada in proces, khususnya produk
tepung terigu merek Gatotkaca dan Kompas. Pengukuran kualitas menggunakan
diagram sebab akibat dan peta kendali (p-chart). Peta kendali digunakan dalam
pengendalian mutu secara variabel yaitu untuk menentukan apakah kadar ash dan
moisture sudah berada pada batas kendali yaitu melalui digram Xbar dan Rbar .
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Tempat Penelitian
4.1.1 Sejarah Berdirinya PT. Eastern Pearl Flour Mills
Pabrik tepung terigu di Makassar didirikan pada tahun 1972 dengan status
PMA (Penanaman Modal Asing) dengan nama PT. Prima Indonesia sampai dengan
tahun 1984. Kemudian tahun 1984 menjadi PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri)
dengan nama PT. Berdikari Sari Utama Flour Mills, yang beralamat di Jalan Hatta no
302 dan jalan Nusantara Baru no 36 Makassar. Namun sejak tahun 2000
PT. Eastern Pearl Flour Mills diambil alih oleh investor asing Interflour Group yang
berkantor pusat di Swiss kemudian terakhir tahun 2004 berganti nama menjadi PT.
Eastern Pearl Flour Mills.
Produk utama PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar ada empat merek
terigu yaitu merek Gunung, Kompas, Gerbang dan Gatotkaca, semua terigu yang
dihasilkan merupakan kualitas utama. Tetapi biasanya dalam penggunaannya
terdapat spesifikasi penggunaan yang berbeda.
Untuk memuaskan konsumen terigu, dalam mendapatkan terigu dengan
mudah didirikan gudang-gudang terigu di beberapa ibu kota provinsi, seperti
Samarinda, Banjarmasin, Manado, Lombok, Gorontalo dan Kupang. Untuk
menyebarluaskan pengetahuan pembuatan roti didirikan Pusat Pelatihan Bakery
(Baking School) di setiap kota yang memiliki gudang terigu PT. Eastern Pearl Flour
Mills.
Total kapasitas penggilingan gandum pada pabrik sebesar 2.800 ton/hari.
Dengan bahan baku pokok adalah biji gandum. Biji gandum diimpor dari Australia,
Kanada, Amerika Serikat dan Argentina.
4.1.2 Fasilitas Pabrik PT. Eastern Pearl Flour Mills
1. Unit milling
2. Penerimaan gandum
3. Silo gandum
4. Silo tepung dan packing produk dan by produk
5. Pelletizing (penggilingan dedak yang diolah menjadi pakan ternak)
6. Gudang tepung dan pellet silo
7. Energi meliputi listrik dan air
8. Laboratorium
9. Kantor seaside and cityside
10. Fasilitas lainnya
Adapun fasilitas lain yang dimiliki oleh PT. Eastern Pearl Flour Mills selain
tersebut di atas, yaitu: workshop, masjid, mushola, koperasi, toko koperasi, kantor
serikat pekerja, kantin, dan poliklinik.
4.1.3 Struktur Organisasi PT. Eatern Pearl Flour Mills
Struktur organisasi perusahaan pada dasarnya memperlihatkan hubungan
antara wewenang, tanggung jawab, tugas dan kedudukan para personel dalam
perusahaan. Struktur organisasi juga dimaksudkan sebagai alat kontrol serta
pengawasan bahkan dapat menciptakan persatuan dan dinamika suatu
perusahaan.
4.1.4 Penanggung Jawab Proses Produksi dan Pengendalian Mutu PT. Eastern
Pearl Flour Mills Makassar
Dengan melihat struktur organisasi perusahaan tersebut di atas, maka dapat
diuraikan tugas dan tanggung jawab dari beberapa bagian yang bertanggung jawab
secara langsung dengan proses produksi dan pengendalian mutu dari struktur
tersebut:
1. Production Development Quality Control Manager (PDQC)
Merencanakan, mengkoordinasikan, memastikan seluruh fungsi dan
tanggung jawab PDQC berjalan secara efektif yang mencakup dari gandum yang
masuk sampai produk tepung terigu siap dikirim. Memastikan semua produk tepung
terigu yang keluar dari pabrik memenuhi kriteria kualitas sesuai dengan
peruntukkannya. Menentukan gandum yang akan digiling tepat sesuai dengan
ketersediaan gandum yang ada.
2. Production Manager
Merencanakan, mengkoordinasikan, mengarahkan serta mengendalikan
semua kegiatan dalam departemen produksi, seperti proses cleaning dan milling.
Membuat prosedur untuk program pelaksanaan pekerjaan, memastikan kelancaran
dan efisiensi semua jenis pekerjaan di departemen produksi. Memastikan sanitasi dan
hygiene terhadap mesin dan peralatan produksi.
3. Shipping Manager
Mengkoordinasikan dan mengontrol harian kegiatan shipping, loading dan
unloading untuk incoming raw material dan pengisian di silo. Mendukung dan
melaksanakan semua cakupan ISO 9.000–22.000.
4. Quality Assurance
Tugas utama Quality Assurance Manager adalah mengkoordinasikan
pengembang aktivitas jaminan mutu di PT. Eastern Pearl Flour Mills. Bertanggung
jawab atas kebenaran hasil audit yang objektif. Bertanggung jawab terhadap
implementasi process control system di lapangan. Memonitor kontraktor untuk
semua proses sertifikasi dan memelihara hubungan baik dengan external auditor.
5. Packing-Warehouse Manager
Merencanakan produksi harian, pengambilan material, mengontrol jalannya
produksi, dan kebersihan pada area flour packing serta menganalisa hasil produksi.
Memastikan pencapaian hasil produksi sesuai dengan target yang telah direncanakan
setiap bulan dan memastikan bahwa dalam pengoperasian mesin- mesin pendukung
selalu dalam keadaan normal dan sesuai dengan batas toleransi yang diizinkan untuk
pencapaian hasil produksi yang maksimal.
4.1.5 Kualitas Gandum
1. Moisture (kadar air)
Kadar air pada tepung terigu biasanya disebut kadar moisture. Maksimum
kadar moisture tepung 14,5%, jika kadar air tepung tinggi maka waktu penyimpanan
tidak boleh terlalu lama karena tepung mudah diserang mikroorganisme, dan
pertimbangan ekonomi, bila kadar air terlalu tinggi tidak diterima oleh konsumen.
Semakain tinggi kadar moisture pada tepung terigu semakin mempercepat munculnya
insect growth/mikrobiologi dan mempengaruhi aktifitas enzim yang mengakibatkan
tepung terigu mudah bau dan rusak. Kadar moisture sangat mempengaruhi kinerja
proses milling, moisture rendah mengakibatkan tidak optimalnya proses dalam
memperoleh tepung yang berada pada bagian inti gandum. Kadar moisture akan
mengalami penurunan 4-5% selama proses milling berlangsung. Ketika telah menjadi
tepung terigu, kadar moisture yang tinggi dapat mempermudah terjadinya
penggumpalan dan mempengaruhi berat tepung terigu. Pada hard wheat,
penambahan air dibutuhkan ± 24 jam agar menyerap pada bagian tepung yang
terdapat pada inti gandum yang bertujuan agar pada bagian tersebut mudah
memecah, lebih lengkapnya mengenai target dan masa penyerapan air dapat
dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 : Target Moisture dan Masa Penyerapan AirJenis Gandum Target Moisture (%) Masa
Hard
Semi
Soft
15,5 – 16,5
14,5 – 15,5
13,0 – 14,0
18 – 24 jam
14 – 18 jam
10 – 14 jam
2. Protein
Kandungan protein dalam tepung antara 8-14% serta rantai protein tersusun
dari 21 asam amino. Protein dibedakan menjadi dua macam yaitu soluble
protein/albumin (larut dalam air) lobulin dan insoluble protein/gliadin (tidak larut
dalam air) glutenin.
Tabel 4.2 : Kandungan Protein dan Jenis GandumMerek Kandungan Protein Jenis Gandum Fungsi
Gerbang High Protein Hard Wheat Roti SpesialMie Tarik
Mie SpesialKompas Medium Protein Hard Wheat
Medium - SoftWheat
Tepung SerbaGuna Roti
ManisDonat
Jajanan PasarCake
Gatotkaca Low Protein Soft Wheat Tepung SerbaGuna
Mie EkonimisCake
BiskuitGoreng-Gorengan
Others Medium - LowProtein
Variasi dari Medium- Soft Wheat
Sumber : PT. Eastern Pearl Flour Mills (2013)
Adapun komposisi gandum tersebut, yaitu untuk high pro wheat (gandum A1
dan A2), medium pro wheat (gandum B1, B2 dan C1), dan low pro wheat
(gandum B3 dan B4). Untuk gandum B3 penyuplainya berasal dari Australia dan
untuk gandum B4 penyuplainya berasal dari Australia, India, serta Rusia. Adapun
komposisi gandum dari produk Gatotkaca terdiri dari :
Tabel 4.3 : Komposisi Gandum dari Supplier yang SamaNama Gandum Komposisi (%) Asal
B3 80 AustraliaB4 20 Australia
Sumber : PT. Eastern Pearl Flour Mills (2013)
Tabel 4.4 : Komposisi Gandum dari Supplier yang BedaNama Gandum Komposisi (%) Asal
B3 80 AustraliaB4 20 India dan Rusia
Sumber : PT. Eastern Pearl Flour Mills (2013)
3. Starch/Pati
Merupakan karbohidrat/pati atau bahan makanan, kandungan starch pada
tepung 60 – 70%.
4. Mineral (Ash/Abu Content)
Kadar Ash merupakan mineral anorganik yang berada pada bran/bagian luar
gandum yang muncul pada saat proses penggilingan gandum berlangsung/milling.
Ash diperoleh dari daerah antara bran dan aleurano pada gandum. Pada aleurano
terdapat banyak mineral anorganik yang nantinya akan menjadi kadar ash.
Kandungan mineral dalam tepung dapat menggambarkan banyaknya
bran/alleurone/offal/material lain yang masuk ke dalam tepung.
5. Vitamin
Tepung mengandung vitamin B-kompleks, enrichment flour atau
penambahan vitamin ke dalam tepung dan vitamin larut dalam air.
6. Granulasi
Ukuran tepung maksimal 180 mm, tailing max 0,1%, pass trough 106 50-
70%, dan berfungsi untuk mengetahui tingkat kehalusan tepung dan apakah
tercampur brab atau tidak
4.2 Uraian Produksi PT. Eastern Pearl Flour Mills
Secara umum gandum dibedakan menjadi dua jenis yaitu hard wheat (gandum
berprotein tinggi) dan soft wheat (gandum berprotein rendah). Gandum hampir
seluruhnya digunakan dalam industri pangan dalam bentuk tepung. Jadi penggilingan
gandum merupakan proses yang sangat berbeda dengan penggilingan beras, tepung
yang dibuat berwarna krem, karena zat warna zantrifil, warna tepung akan memutih
selama penyimpanan tetapi prosesnya lambat. Karena kesukaan konsumen akan
keputihan tepung penggunaan pemutih tepung telah banyak dipakai seperti benzl
peroksida, tetapi dalam hal ini perusahaan tidak menggunakan bahan pemutih.
Pengolahan gandum merupakan proses penggilingan biji-biji gandum yang
bertujuan untuk memisahkan endosperm dari dedak, benih (germ) dan untuk
menghancurkan endosperm menjadi tepung. Secara umum kegiatan-kegiatan
proses pengolahan biji gandum sampai menjadi tepung gandum (terigu) adalah
sebagai berikut :
1. Penyiapan Bahan
Pada tahap ini dimulai pada proses pemindahan gandum dari kapal ke
tempat penampungan. Gandum yang berasal dari Kanada, Australia, Argentina dan
Saudi Arabia dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu, gandum keras atau
hard wheat (Canada Western Red Springs atau CWRS), gandum lunak atau soft
wheat (Australian Standard White atau ASW), dan medium wheat (Argentina wheat,
Canada Prairie Spring atau CPS)
Biji gandum yang datang telah bersih dari ampasnya. Biji gandum tersebut
diangkut dengan kapal laut. Cara pemindahan dilakukan oleh alat penghusap
(telescope boaur) ke menara penampung melalui alat pemindah (conveyor) biji
gandum diantar ke unit penimbangan untuk disimpan di tempat penampungan (silo).
Dalam melakukan penyimpanan gandum, perusahaan hanya memiliki satu tempat
penyimpanan gandum (wheat silo) yang terletak di Sea Side Plant dengan kapasitas
simpannya adalah 117,940 mt.
Gandum yang dipesan dikirim melalui kapal pengangkut, dimana kapal
pengangkut ini memiliki lot size 25.000 mt gandum untuk satu kali kedatangan.
Berdasarkan hasil wawancara, untuk lot size gandum Gatotkaca dengan supplier yang
sama pada kapal yang sama pula, yakni gandum B3 sebesar 20.000 mt dan gandum
B4 sebesar 5.000 mt. Sedangkan untuk lot size gandum Gatotkaca dengan supplier
yang berbeda pada kapal yang berbeda, yakni gandum B3 sebesar 20.000 mt dan
gandum B4 sebesar 15.000 – 20.000 mt.
2. Pembersihan Gandum
Sebelum digiling, gandum sebagai bahan baku tepung mengandung material
asing (impurities) yang harus dipisahkan supaya tepung yang dihasilkan
mempunyai mutu yang baik. Impurities tersebut dapat berupa (benda logam, pasir,
debu, batu, kayu plastik, kulit gandum, bunga gandum, biji gandum, dan biji-bijian
lainnya. Prinsip dasar pembersihan gandum berdasarkan peralatan/mesin yang
digunakan ialah berdasarkan ukuran, tahanan dry stoner udara, berat jenis, bentuk,
panjang, sifat magnet, gesekan, dan warna.
Ada dua cara pembersihan gandum, yaitu pertama melalui saringan dan
pembersihan udara. Cara alat ini adalah gandum dimasukkan ke saringan yang
bergoyang yang disertai dengan hembusan udara, sehingga terjadi pemisahan
berdasarkan ukuran, diameter, dan berat biji. Alat ini biasa disebut TRC dan kedua
melalui separator cara alat ini bekerja untuk memisahkan gandum dengan tangkai,
batu dan besi melalui rout separator untuk memisahkan biji besi dan logam lainnya.
Selanjutnya, dibersihkan lagi dari batu-batu kerikil melalui dry stoner untuk
memisahkan kulit-kulit luar dari biji gadum, melalui conveyer kemudian gandum
dipindahkan ke air lock untuk ditampung ke silo pengkondisi (condition in bin).
3. Proses Pra Penggilingan
Gandum sebelum digiling dibasahi dengan air di “wheat dampening” hal ini
bertujuan agar endosperon mudah terpisah dari endosperon, endosperon menjadi
lunak, moisture tepung yang sesuai quality guide serta brand menjadi liat dan
elastic.
Pada waktu proses pelaksanaan dampening harus diperhatikan beberapa hal
yaitu yang pertama, waktu dampening tergantung dari sifat endosperm (hard wheat
memerlukan waktu 18-24 jam sedangkan soft wheat memerlukan waktu 4-12 jam).
Kedua, pada saat proses dampening waktu harus diperhatikan sebab waktu yang
kurang lama akan menyebabkan endosperon keras dan brand masih basah
sedangkan yang terlalu lama akan mengakibatkan endosperon lunak, lengket dan
bran menjadi kering.
Ketiga, periode pembasahan dipengaruhi oleh kelembaban awal dan
kekerasan biji gandum. Pemberian air dilakukan oleh alat penyomprot dengan uap
basah dalam ruang tertutup dan dilakukan pencampuran. Biji gandum kategori soft
wheat diberi air 14,5 – 14,8% dan untuk hard wheat 15,0 – 16,0% biji gandum
yang telah dibasahi diantar ke wheat tampering selama 38 – 48 jam (hard wheat)
dan 12 – 24 jam (soft wheat).
4. Proses Penggilingan/Milling Process
Prinsip utama proses penggilingan ialah memisahkan endosperm dari bran
dan germ. Mereduksi endosperm menjadi tepung dengan ekstraksi tinggi dan ash
content yang rendah (kualitas tepung yang baik). Proses penggilingan gandum
dibagi atas tiga proses yaitu:
a. Breaking Process atau Proses Pemecahan
Pada proses ini endosperm merelase, bran/germ memecahkan endosperm
tersebut menjadi semolina dan middling kemudian menghasilkan break flour.
Mengusahakan bran powder menjadi sekecil mungkin (ideal tidak ada bran powder).
Umumnya proses ini terdiri atas empat tingkat break first break (B1) s/d fourth break
(B4) dan lima tingkat break first break (B1) s/d fifth break (B5). Proses pemecahan
mengunakan break rollers mills (fluted rolls) dan break sifter. Pada tingkat akhir
break proses (finishing), endosperm merelase dari bran menjadi middling dan
tepung dengan menggunakan bran finisher dan vibrio finisher . Proses pemecahan
atau breaking process terdiri atas lima tahapan yaitu first break process, second
process, third break process, fourth break process, dan fifth process. First break
process (pemecahan pertama), pada tahapan ini inlet produk B1 roller/gandum yang
bersih dibuka/dipecahkan dengan memakai roller yang bergigi. Handling produk dari
roller ke plant sifter dengan pneumatic system. Plansifter , produk dari roller B1
akan diayak menjadi B2 produk atau B2 C produk dan B2 F produk, coarse semolina,
fine semolina, middling, dan tepung. Relased test, banyaknya coarse semolina, fine
semolina, middling dan tepung yang dihasilkan oleh tepung first break.
Second break process (proses pemecahan kedua), pada tahapan ini inlet
produk B2 roller yaitu B2 produk dari sifter B1 . Bran akan dipecahkan dengan
memakai fluted roller serta handling produk ke pneumatic system. Secound break
sifter produk diayak menjadi B3 C produk B3 F produk, coarse semolina, fine semolina,
middling, dan tepung. Relased test ke banyaknya coarse semolina, coarse
semolina, middling dan tepung yang dihasilkan oleh proses second break. Third break
proses (proses pemecahan ke tiga), pada tahapan ini inlet produk B3 C roller dan B3
F roller adalah B3 C produk dan B3 F produk dari sifter B2. Bran kandungan
endosperon sedikit akan dipecahkan menggunakan fluted roller serta
handling produck ke pneumatic system. Third break sifter 1 produk diayak menjadi
B4 C produk dan B4 F produk, tailing produk, middling, dan tepung. Relased test ke
banyak tailing produk, middling dan tepung yang dihasilkan oleh proses ini. Fourth
break process (proses pemecahan ke empat), pada tahapan ini inlet produk B4 C roller
dan B4 F roller adalah B4C produk dan B4 F produk dari sifter B3. Bran kandungan
endosperon sedikit akan dipecahkan menggunakan fluted roller serta handling
produk ke pneumatic system. Third break sifter 1 produk diayak menjadi B5 C produk
dan B5 F produk, tailing produk, dan middling. Relased test ke banyak tailing produk,
middling dan tepung yang dihasilkan oleh proses ini. Fifth break process (proses
pemecahan ke lima), pada tahapan ini inlet produk B5 C roller dan B5 F roller adalah
B5C produk dan B5 F produk dari sifter B4. Bran akan (kandungan endosperon sangat
sedikit dan dekat dengan aleirone cell) dipecahkan menggunakan fluted roller
serta handling product ke pneumatic system. Fifth break sifter 1 produk diayak
menjadi coarse bran dan fine bran, tailing produck, middling, dan tepung. Relased test
ke banyak tailing produk, middling dan tepung yang dihasilkan oleh proses ini.
b. Purification Process/ Proses Pemurnian
Pada proses pemurnian ini terjadi pemisahan semolina dan middling dari
bran supaya semolina dan middling menjadi bersih. Mengklasifikasi semolina dan
middling bersih menjadi coarse semolina, fine semolina, coarse middling, dan fine
middling. Purifier bertujuan untuk memisahkan partikel bran yang terdapat pada
semolina atau middling sehingga pada proses zising dan proses middling endosperon
yang digiling adalah pure semolina atau pure middling dan tepung yang dihasikan
mempunyai kualitas yang baik. Prinsip kerja dari proses pemisahan oleh purifier ialah
sifting proses, aspiration proses, dan shaking proses.
c. Reduction Process
Pada proses ini semolina mereduksi menjadi middling dan tepung. Proses ini
juga disebut zising process. Mereduksi middling menjadi tepung proses ini disebut
middling process selanjutnya dilakukan tailing process. Reduction proses dibagi
atas tiga proses yaitu zising process, middling process, dan tailing process. Proses
pertama, zising process atau yang biasa disebut zising sifter adalah memisahkan bran
atau germ, memisahkan endosperm menurut ukuran dan menghasilkan tepung.
Terdiri dari 2 atau 3 tingkat saja, ekstraksi tepung tidak terlalu banyak, umumnya
dipakai smoot rool, differential speed 1,5-1,9, dan Flour cover bervariasi antara 112-
145. Proses kedua, middling proces terdiri dari 6-10 tingkat. Middling proses dibagi
menjadi tiga tingkat yaitu kualitas satu middling dari endosperm bagian tengah
(ash rendah), Kualitas dua middling dari endosperm antara tengah dan pinggir (ash
tinggi), dan kualitas 3 middling dari endosperm bagian pinggir (ash sangat tinggi).
Umumnya pada proses ini digunakan smoot roll dengan differential speed 1,2-1,5.
Proses yang ketiga, tailing proses atau biasa disebut tailing sifter yaitu memisahkan
bran atau germ, tepung, dan middling menurut ukuran. Terdiri dari 2 atau 3 tingkat
saja dengan ekstraksi tepung sedikit. Umumnya menggunakan smoot roll dengan
different speed 1,1-1,2. Pada proses ini middling mereduksi tanpa memecahkan bran
dan membuat germ menjadi flat sehingga mudah dipecahkan dengan flour cover
bervariasi antara 100 µ - 125µ.
5. Proses Pengepakan
Tepung terigu ditampung dalam silo yang terdiri dari tabung besar dialirkan
melalui pipa-pipa ke unit pengantongan yang dilengkapi dengan alat penimbang
otomatis. Kantong tepung terigu yang tersedia ditumpahkan ke alat “hopper” sehingga
secara serentak hopper terbuka dan mengalirkan tepung terigu ke
dalam kantong. Proses pengisian berlangsung setelah volume yang diinginkan
tercapai secara otomatis. Secara lengkap diagram aliran tahap proses produksi
tepung terigu sebagai berikut :
Kapal Pemindahan Gandum
Pembersihan
Pra-Penggilingan
Penggilingan
PengepakanGambar 4.2 : Diagram Aliran Proses Produksi
4.3 Hasil Produksi dan Pemanfaatannya
Produk yang dipasarkan dan diproduksi oleh PT. Eastern Pearl Flour Mills
terdiri dari dua bagian yaitu : produk utama dan produk sampingan adapun produk
utama yang dihasilkan yaitu tepung terigu dan produk sampingannya yaitu tepung
industry, brand, pollard dan pelled.
1. Tepung Terigu
Tepung terigu adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji
gandum yang sehat dan telah dibersihkan. Produk tepung terigu merupakan produk
setengah jadi dan kualitasnya antara lain dipengaruhi jumlah kandungan
gluteinnya. Pembuatan tepung terigu harus menggunakan bahan baku biji gandum
yang belum mengalami kerusakan mekanis, biologis maupun mikro biologis, biji
gandum yang akan digiling harus memenuhi standar mutu yang berlaku bagi biji
gandum.
Tepung terigu dapat dibagi dalam 3 bagian/faktor yaitu umum, khusus, dan
tambahan gizi. Umum, tepung terigu yang baik diperoleh dari tepung gandum yang
bersih, kotoran dan pembasmi hama serta memenuhi syarat-syarat sebagai bahan
utama sebelum diolah. Khusus, tepung terigu yang berkualitas dinyatakan sebagai
gabungan dari kadar protein, kekuatan glutenin, derajat warna, kadar maltose, dan
sifat fisik adonan. Tambahan gizi, tepung terigu yang mendapat bahan tambahan
untuk memenuhi peryaratan kualitas tepung terigu.
Kriteria lain yang menentukan kualitas tepung terigu yang baik meliputi
protein tepung terigu untuk pembuatan roti tawar/manis adalah 12 – 14% untuk
crakers 10 – 12% untuk kue-kue 9 – 10% dan 8 – 9% untuk biskuit dan kue pie
jenis-jenis protein yang penting dalam tepung terigu adalah albumin, globulin, dan
gliadin. Selanjutnya prosentase daya serap air (memengaruhi volume adonan
terutama pada produk mie) dan ukuran partikel sifat (memengaruhi kesan cerah
pada tepung terigu). Sebelum tahun 1998 semua penjualan dan distribusi produk-
produk PT. Eastern Pearl Flour Mills ditentukan oleh logistik (bulog). Saat ini
penjualan dan distribusi produk ditentukan oleh perusahaan sendiri dengan merek-
merek dagang: cap Gunung (isi protein min 14,0%), cap Kompas (isi protein min
11,5%) dan cap Gatotkaca (isi protein min 10,5%).
Berdasarkan ketetapan pemerintah perusahaan menyalurkan produk-produk
ke daerah Indonesia bagian timur seperti Sulawesi, Maluku, Irian jaya, Nusa Tenggara
Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah. Selain itu
perusahaan juga menyalurkan produk berupa bran, pollar, dan pellet.
Produk ini diekspor ke luar negeri seperti Korea Selatan, Taiwan, Jepang dan
negara-negara Asia lainnya.
2. Produk Sampingan
a. Tepung industri merupakan bahan pembuat lem kayu lapis, tepung industri
ini dikemas dan dipasarkan pada perusahaan-perusahaan pembuatan kayu
lapis.
b. Brand juga merupakan produk sampingan pembuatan tepung terigu yang
dipasarkan ke konsumen untuk dijadikan sebagai pakan ternak.
c. Pollar juga merupakan produk sampingan pembuatan tepung terigu yang
dipasarkan ke konsumen untuk dijadikan sebagai pakan ternak.
d. Pellet merupakan campuran brand pollar yang dipadatkan dan juga
berfungsi sebagi pakan tenak.
4.4 Penerapan Pengendalian Mutu Perusahaan
Pengendalian mutu terhadap produk pada PT. Eastren Pearl Plour Mills
terdiri atas tiga tahapan yaitu pada bahan baku, in process, dan produk jadi.
Pengendalian mutu dilakukan di laboraturium pengendalian mutu dengan cara
melakukan inspeksi setiap produksi tepung terigu berlangsung. Pada tahapan
pertama, yaitu saat biji gandum datang di pelabuhan lalu dipindahkan dengan alat
penghusap unit penimbangan kemudian disimpan pada tempat penampungan/silo
penyimpanan. Kemudian dibersihkan dan diberi air sebelum digiling, pada tahap
inilah untuk pertama kalinya pengambilan sampel dilakukan untuk selanjutnya diuji
pada laboratorium pengendalian mutu. Pengambilan sampel pada inspeksi ini
dilakukan setiap 500 ton satu kali, hal ini dilakukan dengan cara uji kepadatan,
warna biji gandum, dan kandungan/ kadar yang dimiliki gandum apakah telah
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Cara mengetahui kadar kandungan ash
dan moisture pada gandum yaitu dengan menggiling sendiri dengan alat giling
gandum yang dimiliki laboratorium yang selanjutnya di uji pada grain analyzer.
Pada tahapan kedua, gandum yang telah bersih di milling/digiling sesuai
dengan spesifikasinya. Pada tahapan ini terjadi inspeksi yang kedua yaitu
pengambilan sampel pada mesin milling yang bertujuan untuk mengontrol apakah
kadar/kandungan gandum yang telah digiling tetap terjaga. Inspeksi ini dilakukan
per dua jam produksi. Inspeksi dilakukan di laboratorium pengendalian mutu, pada
tahapan ini inspeksi dilakukan dengan dua metode yaitu metode manual dan praktis
yang dalam hal ialah pengujian kadar ash dan moisture . Metode standar
menggunakan oven sedangkan metode praktisnya menggunakan alat uji grain
analyzer yaitu alat pengukur ash dan moisture. Perubahan kadar ash dan kadar
moisture biasanya dipengaruhi oleh suhu, udara dan settingan mesin yang tidak
sesuai. Ketika kadar ash dan moisture tidak sesuai dengan standar, maka pihak
laboratorium wajib melaporkan/menegur pihak milling agar memerhatikan kembali
settingan mesin milling yang sedang menggiling gandum. Tindakan pengendalian
mutu tersebut merupakan upaya untuk menjaga kualitas hasil milling agar dapat
memenuhi standar yang telah ditetapkan, yaitu standar berdasarkan ISO 9.000-
22.000, SNI, dan standar yang telah ditetapkan sendiri oleh perusahaan. Standar yang
telah ditetapkan oleh perusahaan biasanya berdasarkan dengan kompetitor dan
permintaan konsumen.
Pada tahapan ketiga, yaitu pada saat produk tepung terigu sudah berada
dalam kemasan/produk jadi. Pada tahapan ini inspeksi dilakukan dengan cara
pengambilan sampel pada tepung terigu yang telah dikemas, pengambilan sampel
dilakukan tiap dua jam produksi. Tiap merek memiliki kualitas atau kadar kandungan
yang berbeda-beda maka dengan adanya pengendalian mutu ini perusahaan dapat
menjamin kualitas produknya. Tiap produk memiliki nomor produksi dan tiap nomor
produksi memiliki quality assurance. Quality assurance merupakan tanggung jawab
penuh dari laboratorium pengendalian mutu. Laboratorium memiliki data-data kadar
kandungan tiap nomor produksi produk, hal inilah yang menjadi dasar quality
assurance PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar.
4.5 Hasil Analisis
4.5.1 Analisis Diagram Sebab Akibat
Diagram ini berguna untuk memperlihatkan faktor-faktor utama yang
berpengaruh pada kualitas. Empat kategori yang biasanya ada dalam diagram
sebab akibat yaitu: materi/bahan baku, mesin/peralatan, manusia, dan metode.
Inilah yang disebut 4M yang merupakan penyebab. Keempat kategori ini
memberikan suatu daftar periksa yang baik untuk melakukan analisis awal.
Berdasarkan hasil branstorming dan pengamatan yang dilakukan ditemukan
beberapa faktor yang memengaruhi mutu kadar ash dan moisture pada in process
produk tepung terigu merek gatotkaca dan kompas yaitu: bahan baku, mesin/alat,
kemasan, lingkungan, metode, dan karyawan. Diagram sebab akibat ditunjukkan pada
gambar 4.3, dan penjelasannya ialah sebagai berikut:
1. Bahan Baku
Bahan baku utama dalam produksi PT. Eastern Pearl Flour Mills adalah biji
gandum yang berasal dari beberapa negara yang terdiri atas dua jenis gandum
yaitu hard wheat dan soft wheat. Mutu biji gandum yang datang setiap harinya
berbeda-beda, kualitas biji gandum ini dipengaruhi oleh sterilisasi kontener
pengantar gandum, cuaca dan suhu. Cuaca hujan biasanya menjadi tantangan
tersendiri bagi perusahaan, yaitu dalam menjaga suhu gandum sampai pada produk
jadi. Kadar moisture dan ash bahan baku dapat berubah-ubah, untuk itu dilakukan
pengendalian agar kualitas gandum yang akan digunakan sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Ketika kadar ash dan moisture bahan baku tinggi akan
menghasilkan kualitas gandum yang buruk sehingga produk tidak akan diterima
oleh konsumen. Standar kualitas PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar harus lolos
dari standar yang ditetapkan yaitu SNI, ISO 22.000, dan standar tersendiri yang
telah ditetapkan oleh perusahaan.
2. Mesin/Alat
Mesin atau peralatan merupakan faktor yang sangat penting dalam
menghasilkan produk yang bermutu. Mesin/alat yang digunakan PT. Eastern Pearl
Flour Mills antara lain : silo, roller, milling, sifter, dan ruther. Beberapa alat yang
digunakan dalam pengendalian mutu pada laboratorium yaitu oven uji penguji kadar
dan grain analyzer yang mampu menganalisa berapa persen kadar kandungan
yang terdapat pada tepung terigu. Selain itu ada beberapa alat penunjang uji mutu
lainnya seperti tabung reaksi, mikroskop, alat uji tekstur tepung terigu dll. Mesin/alat
membutuhkan perawatan yang khusus agar kinerjanya optimal, perawatan yang
dilakukan berupa mensterilkan alat.
3. In Process
Pada in process terdapat beberapa tahapan yang dilakukan, intinya ialah
merupakan proses penggilingan gandum yang selanjutnya akan menghasilkan tepung
terigu. Kualitas in process sangat menentukan proses milling atau penggilingan
prosess ini dipengaruhi oleh settingan mesin, suhu dan kelembaban. Settingan mesin
merupakan hal yang paling penting harus diperhatikan oleh karyawan produksi,
karena sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar ash dan moisture
gandum yang sedang digiling. Ketika kadar ash dan moisture
tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan, maka dengan
segera pihak laboratorium akan melaporkan/menegur kepada pihak milling untuk
mengecek/ merubah settingan mesin agar tetap menjaga kadar ash dan moisture
seperti yang diinginkan. Pada saat milling kadar moisture akan mengalami penurunan
4-5% hal ini terjadi karena adanya proses penggilingan yang mengakibatkan
menurunnya kadar moisture walaupun sebelum penggilingan gandum ditambahkan
air agar mudah memperoleh bagian tepung yang terdapat pada inti gandum.
Sedangkan untuk kadar ash, pada proses inilah kadar ash muncul, terjadinya
penggilingan pada gandum mengakibatkan terpecahnya/terpisahnya bagian tepung
dan bukan tepung pada gandum.
4. Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan suasana dimana karyawan melakukan
aktivitas setiap harinya yang dalam hal ini ialah lingkungan kerja pada saat proses
milling dilakukan. Beberapa faktor lingkungan yang memengaruhi kinerja karyawan
produksi pada PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar yaitu temperatur, suhu,
kelembaban, sirkulasi udara, kebisingan, kebersihan, dan penerangan. Beberapa
faktor lingkungan tersebut memengaruhi kualitas milling, suhu dan kelembaban
seringkali mempengaruhi tinggi rendahnya kadar ash dan moisture. Lingkungan
yang baik akan memengaruhi kinerja karyawan , semakin baik lingkungannya
semakin tinggi juga produktivitasnya dalam meningkatkan kualitas produk.
5. Metode Uji
In process tepung terigu Gatotkaca dan Kompas harus melewati tahap
pengujian laboratorium mutu. Laboratorium telah memiliki standar tersendiri untuk
menyatakan apakah suatu milling itu dikatakan lolos uji atau tidak yang selanjutnya
laboratorium akan menyatakan produk tersebut siap untuk dikemas. Metode uji
dilakukan per dua jam produksi, pengujian dilakukan dilaboratorium pengendalian
mutu perusahaan. pengujian kadar ash dan moisture dilakukan dengan metode
manual dan praktis. Setiap produk yang dinyatakan lolos akan mendapatkan quality
assurance. Setiap produk/merek memiliki spesifikasi kadar kandungan yang
berbeda-beda. Begitu pula dengan produk Gatotkaca dan Kompas. Standar
maksimum kadar ash Gatotkaca max 0,70% dan untuk standar maksimum kadar
moisture Gatotkaca max 14,02%. Sedangkan untuk produk Kompas memiliki
standar maksimum kadar ash max 0,60% dan untuk standar maksimum kadar
moisture max 14,20% ketika proses milling berlangsung.
6. Karyawan
Karyawan memiliki peranan yang penting terhadap mutu produk yang
dihasilkan. Karyawan produksi yang bertugas atau operator yang bertugas harus
berkonsentrasi penuh dalam mengendalikan mesin dan peralatan yang digunakan
dalam proses milling agar berfungsi sebagaimana mestinya. Kedisiplinan dan
ketelitian merupakan hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh karyawan
laboratorium dalam menguji kandungan bahan baku, in process dan produk akhir atau
setiap kali dilakukan inspeksi. Ketelitian dibutuhkan karena kegiatan menguji ini
merupakan pekerjaan yang memiliki tanggung jawab yang sangat besar terhadap
kelangsungan hidup produk yang dihasilkan. Selain itu pula tingkat pengetahuan
karyawan akan in process sangat mempengaruhi kinerja karyawan dalam menjaga
pengendalian mutu in process
Cuaca Parameter Mutu
Hard Wheat Suhu Kadar Ash
Suhu Settingan Mesin Analisis Mutu
Soft Wheat Kelembaban Kadar MoistureSilo Penyimpanan Alat Uji
Kedisiplinan Penerangan Roller
Kebisingan Ruther
Pengetahuan Sirkulasi Udara Sifter
Kebersihan Alat Uji Lab
Ketelitian Temperatur Milling
Mutu In ProccesGatotkaca dan
Kompas
SDM Lingkungan Mesin
Gambar 4.3 : Diagram Sebab Akibat Kualitas In Procces Gatotkaca dan Kompas
59
4.5.2 Analisis Grafik kendali
Analisis grafik kendali untuk kadar ash dan moisture pada tepung terigu
Gatotkaca dan Kompas menggunakan grafik kendali X-chart dan R-chart. Grafik ini
digunakan untuk mengawasi proses yang bersifat kontinu. Grafik X-chart dan R-
chart sering digunakan pada data variabel. Grafik kendali X-chart merupakan grafik
yang menunjukkan rata-rata dari suatu proses, serta menunjukkan apakah yang
dihasilkan telah sesuai dengan standar pengendalian mutu perusahaan. Grafik kendali
R-chart merupakan grafik yang menunjukkan ketepatan terjadinya perubahan-
perubahan yang terjadi pada produk yang dihasilkan. Pengambilan sampel untuk
grafik ini adalah sebanyak lima kali sehari pada beberapa mills yaitu mills A, B, C, dan
E. Pengambilan sampel Gatotkaca diperoleh dari mills E, sedangkan sampel Kompas
diperoleh dari mills A, B, dan C. Keriteria proses tidak terkendali antara lain: satu titik
atau beberapa titik diluar batas kendali, dua atau tiga titik yang berurutan di luar batas
peringatan 2-sigma tetapi masih dalam batas kendali, empat atau lima titik yang
berturutan di luar batas 1-sigma, pola tak biasa atau tak random dalam data, dan satu
atau beberapa titik dekat satu batas peringatan atau pengendalian (Montgomery,
1990). Berikut grafik kendali untuk pengendalian mutu in process kadar ash dan
moisture Gatotkaca dan kompas:
1. Grafik Kendali Pengendalian Mutu In Process Kadar Ash Gatotkaca
Grafik kendali Xbar pengendalian mutu in process kadar ash Gatotkaca
menunjukkan tidak terkendali. Dikatakan tidak terkendali karena ada satu titik yang
memenuhi keriteria tidak terkendali, satu titik tersebut berada dibawah zona 1
sigma/LCL tepatnya pada sampel ke-21. Satu titik yang dinyatakan tidak terkendali
berada dibawah nilai LCL yaitu berada pada kisaran nilai 0,60 sampai 0,63. Grafik
kendali untuk kadar ash Gatotkaca dapat dilihat pada gambar 4.4. Nilai Xdouble bar
60
0,66 seperti yang ditunjukkan pada lampiran 2 tidak melebihi batas standar yang
ditetapkan oleh perusahaan untuk kadar ash Gatotkaca yaitu 0,83. Sedangkan nilai
LCL 0,63 dan UCL 0,69, sesuai dengan perhitungan X-chart untuk ash Gatotkaca
yang ditunjukkan pada lampiran 6. Hal ini berarti kadar ash Gatotkaca berada pada
kisaran 0,63 sampai 0,69 dengan rata-rata 0,66.
0,69
0,66
X-Chart UCL
Mean
0,63
0,601 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Gambar 4.4 : Grafik Kendali X-Chart In Process Kadar Ash Gatotkaca
0,15R-Chart
0,1
0,05
UCL
Range
01 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Gambar 4.5 : Grafik Kendali R-Chart In Process Kadar Ash Gatotkaca
Grafik kendali Rbar untuk in process kadar ash Gatotkaca menunjukkan tidak
terkendali. Dikatakan tidak terkendali karena ada dua titik yang tidak memenuhi
kriteria tidak terkendali, dua titik tersebut berada diatas zona 3 sigma/UCL tepatnya
61
pada titik ke-1 dan ke-17. Nilai Rbar ash Gatotkaca, seperti yang ditunjukkan pada
lampiran 2, nilai rata-rata/range 0,05, LCL 0, dan UCL 0,11, perhitungan nilai LCL dan
UCL dapat dilihat pada lampiran 6. Hal ini berarti kadar ash Gatotkaca bervariasi
berada pada kisaran 0 sampai 0,11, dengan rata-rata 0,05. Grafik kendali Rbar dapat
dilihat pada gambar 4.5.
2. Grafik Pengendalian Mutu In Process Kadar Moisture Gatotkaca
Grafik kendali Xbar pengendalian mutu in process kadar moisture Gatotkaca
menunjukkan tidak terkendali. Dikatakan berada tidak terkendali karena ada satu
titik yang memenuhi keriteria tidak terkendali, satu titik tersebut berada diatas zona
3 sigma/UCL tepatnya pada titik ke-25. Nilai Xdoeble bar 13,88 tidak melewati standar
yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu 14,2, seperti yang ditunjukkan lampiran 3.
Sedangkan nilai LCL 13,68 dan UCL 14,08, nilai sesuai dengan perhitungan yang
ditunjukkan pada lampiran 6. Hal ini berarti kadar moisture Gatotkaca berada pada
kisaran 13,68 sampai 14,08 dengan rata-rata 13,88. Pada grafik Xbar terdapat satu
titik yang berada diatas nilai UCL yaitu yang berada pada kisaran nilai 14,08
sampai 14,28. Grafik kendali X-chart dapat dilihat pada gambar 4.6.
14,28X-Chart
14,08 UCL
13,88 Mean
13,681 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
LCL
Gambar 4.6 : Grafik Kendali X-Chart In Process Kadar Moisture Gatotkaca
62
Grafik kendali Rbar untuk in process kadar moisture Gatotkaca menunjukkan
tidak terkendali. Dikatakan tidak terkendali karena ada empat titik yang tidak
memenuhi kriteria tidak terkendali, empat titik tersebut berada diatas zona 3
sigma/UCL tepatnya pada titik ke-8, ke-25,ke-26, dan ke-27 . Nilai Rbar moisture
Gatotkaca 0,35, seperti yang ditunjukkan pada lampiran 3. LCL 0, dan UCL 0,74
seperti ditunjukkan pada lampiran 6. Hal ini berarti kadar moisture Gatotkaca
bervariasi berada pada kisaran 0 sampai 0,74, dengan rata-rata 0,37. Grafik R bar
terdapat beberapa titik yang berada diatas UCL yaitu terdapat ada empat titik yang
berada pada kisaran nilai 0,74 sampai 1,48. Grafik R-chart dapat dilihat pada
gambar 4.7.
R-Chart1,48
1,11
0,74
0,37
01 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
UCL
Range
LCL
Gambar 4.7 : Grafik Kendali R-Chart In Process Kadar Moisture Gatotkaca
Secara keseluruhan pada grafik kendali pengendalian mutu kadar ash dan
moisture Gatotkaca terdapat delapan titik yang memenuhi kriteria tidak terkendali.
Pengendalian mutu kadar ash dan moisture Gatotkaca pada in process terlihat
masih tidak terkendali, menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus
dalam in process. Variasi penyebab khusus dapat berupa kondisi suhu dan
kelembaban pada saat in process tidak sesuai/berubah sehingga mengakibatkan
tingginya kandungan kadar ash dan moisture pada Gatotkaca. Selain itu settingan
63
mesin yang tidak sesuai juga memengaruhi tingginya kadar ash dan moisture.
Variasi penyebab khusus ini juga dapat berupa terjadinya kesalahan dalam
pengujian pada laboratorium pengendalian mutu saat melakukan pengujian kadar ash
dan moisture Gatotkaca. Walaupun dikatakan tidak terkendali menurut P-chart,
namun dikatakan terkendali oleh pihak laboratorium/perusahaan karena tidak
melewati standar pengendalian mutu yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu 0,83
untuk ash Gatotkaca dan 14,20 untuk moisture Gatotkaca.
3. Grafik Pengendalian Mutu In Process Kadar Ash Kompas
Grafik kendali pengendalian mutu Xbar in process kadar ash Kompas
menunjukkan tidak terkendali. Dikatakan berada tidak terkendali karena ada tiga
titik yang memenuhi keriteria tidak terkendali yang berada diatas zona 3 sigma/UCL
tepatnya pada titik ke-23, ke-28, dan ke-30. Ketiga titik tersebut berada pada
kisaran nilai 0,65 sampai 0,67. Nilai Xdouble bar ash Kompas 0,65 seperti yang
ditunjukkan pada lampiran 4, tetap berada pada standar pengendalian mutu ash
Kompas yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu 0,70. Nilai UCL 0,65 dan LCL 0,61,
sesuai dengan perhitungan pada lampiran 7. Hal ini berarti kadar ash Kompas
berada pada kisaran nilai 0,61 sampai 0,65 dengan rata-rata 0,63. Grafik X-chart
dapat dilihat pada gambar 4.8.
Grafik kendali Rbar pengendalian mutu in process kadar ash Kompas
menunjukkan terkendali. Dikatakan terkendali karena tidak ada titik yang memenuhi
kriteria tidak terkendali, semua titik berada dibawah zona 3 sigma/UCL dan diatas
zona 1 sigma. Pada nilai Rbar 0,03 ash Kompas, seperti yang ditunjukkan pada
lampiran 4. Sedangkan nilai LCL 0, dan UCL 0,06 sesuai dengan perhitungan pada
lampiran 7. Hal ini berarti kadar ash kompas bervariasi berada pada kisaran 0
64
sampai 0,06, dengan rata-rata 0,03. Grafik kendali pengendalian mutu R-chart ash
Kompas dapat dilihat pada gambar 4.9.
0,67 X-Chart
0,65
0,63
UCL
Mean
0,611 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
LCL
Gambar 4.8 : Grafik Kendali X-Chart In Process Kadar Ash Kompas
0,06 R-ChartUCL
0,03 Range
0,001 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
LCL
Gambar 4.9 : Grafik Kendali R-Chart In Process Kadar Ash Kompas
4. Grafik Pengendalian Mutu In Process Kadar Moisture Kompas
Grafik kendali Xbar untuk in process kadar moisture Kompas menunjukkan
tidak terkendali. Dikatakan tidak terkendali karena ada tiga titik yang memenuhi
keriteria tidak terkendali, tiga titik tersebut berada diatas zona 3 sigma/UCL
tepatnya pada titik ke-11, ke-15, dan ke-29. Tiga titik yang berada diatas nilai UCL
tersebut pada kisaran nilai 13,90 sampai 14,05. Nilai Xdouble bar moisture Kompas
65
13,80 seperti yang ditunjukkan pada lampiran 5 tidak melebihi batas standar yang
ditetapkan oleh perusahaan yaitu 14,2 namun pada grafik dilakukan pembulatan
menjadi 13,75. Nilai LCL 13,60 dan UCL 13,90, sesuai dengan perhitungan pada
lampiran 7. Hal ini berarti kadar moisture Kompas berada pada kisaran 13,60 sampai
13,90 dengan rata-rata 13,75. Grafik kendali pengendalian mutu moisture
Kompas dapat dilihat pada gambar 4.10.
14,05
13,9
13,75
X-ChartUCL
Mean
LCL
13,61 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Gambar 4.10 : Grafik Kendali X-Chart In Process Kadar Moisture Kompas
Grafik kendali Rbar untuk in process kadar moisture Kompas menunjukkan
terkendali. Dikatakan terkendali karena tidak ada titik yang memenuhi keriteria tidak
terkendali, semua titik berada dibawah zona 3 sigma/UCL dan diatas zona 1
sigma/LCL. Nilai Rbar moisture Kompas, seperti yang ditunjukkan pada lampiran 5
adalah sebesar 0,27, namun dilakukan pembulatan pada grafik 0,28. Nilai LCL 0,
dan UCL 0,56, sesuai dengan perhitungan yang ditunjukkan pada lampiran 7. Hal ini
berarti kadar moisture Kompas bervariasi berada pada kisaran 0 sampai 0,56,
dengan rata-rata 0,28. Grafik kendali pengendalian mutu moisture kompas dapat
dilihat pada gambar 4.11.
66
0,56
0,28
0
R-Chart
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
UCL
Range
LCL
Gambar 4.11 : Grafik Kendali R-Chart In Process Kadar Moisture Kompas
Pengendalian mutu Kadar ash dan moisture kompas pada in process
berdasarkan grafik di atas masih tidak terkendali, maka terdapat variasi penyebab
khusus pada in process. Variasi penyebab khusus yang mempengaruhi tingginya
kadar ash dan moisture Kompas dapat berupa settingan mesin milling yang tidak
tepat. Grafik Xbar dan Rbar ash dan moisture kompas menunjukkan tidak terkendali.
Dikatakan tidak terkendali karena terdapat enam titik yang memenuhi keriteria tidak
terkendali yang berada di atas zona 3 sigma/UCL. Walaupun dikatakan tidak
terkendali menurut P-chart, namun dikatakan terkendali oleh pihak
laboratorium/perusahaan karena tidak melewati standar pengendalian mutu yang
ditetapkan oleh perusahaan yaitu 0,70 untuk ash Kompas dan 14,2 untuk moisture
Kompas.
Secara kesuluruhan dengan melihat delapan grafik kendali pengendalian mutu
pada pengendalian mutu in process Gatotkaca dan Kompas, pengendalian mutu in
process Kompas lebih terkendali dibandingkan pengendalian mutu in process
Gatotkaca. Pengendalian mutu in process kompas memiliki enam titik yang tidak
terkendali sedangkan Gatotkaca memiliki delapan titik yang tidak terkendali.
28
ANALISIS KEHILANGAN MINYAK PADACRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN MENGGUNAKAN
METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL
Vera Devani1 dan Marwiji2
Abstract: PKS “XYZ” merupakan perusahaan yang bergerak di bidangpengolahan kelapa sawit. Produk yang dihasilkan adalah Crude Palm Oil (CPO)dan Palm Kernel Oil (PKO). Tujuan penelitian ini adalah menganalisakehilangan minyak (oil losses) dan faktor-faktor penyebab dengan menggunakanmetoda Statistical Process Control. Statistical Process Control adalahsekumpulan strategi, teknik, dan tindakan yang diambil oleh sebuah organisasiuntuk memastikan bahwa strategi tersebut menghasilkan produk yang berkualitasatau menyediakan pelayanan yang berkualitas. Sampel terjadinya oil losses padaCPO yang diteliti adalah tandan kosong (tankos), biji (nut), ampas (fibre), dansludge akhir. Berdasarkan Peta Kendali I-MR dapat disimpulkan bahwa kondisikeempat jenis oil losses CPO berada dalam batas kendali dan konsisten.Sedangkan nilai Cpk dari total oil losses berada di luar batas kendali rata-rataproses, hal ini berarti CPO yang diproduksi telah memenuhi kebutuhanpelanggan, dengan total oil losses kurang dari batas maksimum yang ditetapkanoleh perusahaan yaitu 1,65%.
Keywords: capabilities, oil losses, I-MR control chart, SPC
PENDAHULUANPabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan pabrik yang mengolah kelapa sawit
dengan metode dan aturan tertentu hingga menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) danPalm Kernel Oil (PKO). Dalam proses pengolahan tersebut, perusahaan selaluberupaya untuk mengoptimalkan jumlah rendemen CPO dan PKO. Salah satu sistemmanajemen yang diterapkan untuk mendapatkan jumlah rendemen yang optimaladalah menekan terjadinya kehilangan minyak (oil losses) pada CPO dan kehilanganKernel (losses PKO) selama proses produksi.
Dalam proses produksinya, PKS “XYZ” berupaya mengoptimalkan hasilrendemen serta memperbaiki mutu produk. Dengan demikian, PKS tersebut dapatdipastikan juga mengupayakan agar kehilangan minyak (oil losses) terjadi seminimalmungkin. Kehilangan minyak biasanya terjadi di beberapa titik di stasiun-stasiunkerja yang ada di lantai produksi. Besarnya nilai rata-rata losses yang terjadi dalamperiode antara 27 Februari sampai dengan 29 April 2012 adalah tandan kosong2,43%, screw press yakni terdapat pada ampas (fibre) 5,26%, biji (nut) 0,78% sertapada draf akhir (sludge akhir) 0,8%.
Dari titik-titik lokasi terjadinya oil losses tersebut, perusahaan memberikanstandar atau batasan maksimal kehilangan. Dalam pelaksanaannya, perlu adanyatindakan analisa terhadap kehilangan CPO guna mengetahui apakah persentasekehilangan CPO tersebut masih berada pada standar yang ditetapkan perusahaan serta
1 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sultan Syarif KasimJl. H.R. Soebrantas No. 155, Km 15,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru (28293)E-mail: veradevani@gmail.com
2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sultan Syarif KasimJl. H.R. Soebrantas No. 155, Km 15,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru (28293)
Naskah diterima: 16 April 2014, direvisi: 12 Juni 2014, disetujui: 10 Juli 2014
Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869
29
guna mengetahui efektivitas dari alat-alat yang terdapat pada stasiun-stasiun tempatterjadinya oil losses sehingga pada akhirnya dapat menekan kehilangan CPO.
Statistical Process Control (SPC) merupakan metoda pengambilan keputusansecara analitis yang memperlihatkan suatu proses berjalan dengan baik atau tidak(Zagloel & Nurcahyo, 2013). Statistical Process Control (SPC) digunakan untukmemantau konsistensi proses yang digunakan untuk pembuatan produk yangdirancang dengan tujuan mendapatkan proses yang terkendali.
Penelitian yang dilakukan oleh Umariah, dkk. (2007) tentang analisishubungan nilai sortasi tandan buah segar (TBS) terhadap mutu dan rendemen CruidePalm Oil (CPO), serta kehilangan minyak menggunakan metoda kuantitatifdeskriptif. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai sortasi TBS yangdiperoleh berkorelasi negatif terhadap rendemen CPO, kadar kotoran CPO dankehilangan minyak dengan kontribusi berturut-turut 3%, 1% dan 0,5%, sertaberkorelasi positif terhadap Asam Lemak Bebas (ALB) Mass Passing to Digester(MPD) dan ALB CPO produksi dengan kontribusi 0,8% dan 1,7%.
Putri (2012) melakukan penelitian tentang analisis kehilangan minyak (oillosses) yang terdapat pada empty bunch, press dan finnal effluent dengan caraekstraksi menggunaan alat sokletasi. Dari hasil penelitian diperoleh kadar oil lossesyang tinggi mempengaruhi efisiensi produksi pengolahan, hal ini disebabkan olehsetiap peralatan yang tidak memiliki kemampuan dan kapasitas design yang optimal,dan kualitas tandan buah segar, sehingga oil losses yang dihasilkan menjadi tinggidan OER yang dihasilkan semakin menurun.
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk menganalisa konsistensikehilangan minyak (oil losses) pada CPO dan faktor-faktor penyebab denganmenggunakan metoda Statistical Process Control.
LANDASAN TEORIDefinisi Kualitas
Dalam dunia industri baik industri jasa maupun manufaktur mutu adalahfaktor kunci yang membawa keberhasilan bisnis, pertumbuhan dan peningkatan posisibersaing. Kualitas merupakan sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan, bukan olehpemasaran atau manajemen. Kualitas didasarkan pada pengalaman aktual pelangganterhadap produk atau jasa, dimana diukur berdasarkan persyaratan pelanggan tersebutdinyatakan atau tidak dinyatakan, secara teknis atau bersifat subjektif dan selalumewakili sasaran yang bergerak dalam pasar yang penuh persaingan.
Kualitas didefenisikan sebagai konsistensi peningkatan atau perbaikan danpenurunan variasi karakteristik kualitas dari suatu produk yang dihasilkan, agarmemenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan guna meningkatkan kepuasanpelanggan (Ariani, 2004).
Statistical Process Control (SPC)Pengendalian kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen dimana
mengukur karakteristik kualitas dari produk atau jasa, kemudian membandingkanhasil pengukuran itu dengan spesifikasi produk yang diinginkan serta mengambiltindakan peningkatan yang tepat apabila ditemukan perbedaan kinerja aktual danstandar.
Pengendalian kualitas produksi dapat dilakukan dengan berbagai cara,misalnya dengan penggunaan bahan/material yang bagus, penggunaan mesin-mesin/peralatan produksi yang memadai, tenaga kerja yang terampil, dan prosesproduksi yang tepat. Dalam hal ini pengendalian kualitas secara statistik (Statistical
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
30
Quality Control) dapat digunakan untuk menemukan kesalahan produksi yangmengakibatkan produk tidak baik, sehingga dapat diambil tindakan lebih lanjut untukmengatasinya.
Statistic quality control adalah teknik yang digunakan untuk mengendalikandan mengelola proses baik manafaktur maupun jasa melalui penggunaan metodestatistik. Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalahyang digunakan untuk memonitor, mengelola, menganalisis, mengendalikan,memperbaiki produk dan proses menggunakan metode statistik (Gaspersz, 2003).
Menurut Ariani (2004), pengendalian kualitas statistik (statistic qualitycontrol) secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu pengendalian prosesstatistik (statistic process control) dan rencana penerimaan sampel produk(acceptance sampling). Berdasarkan jenis data yang digunakan pengendalian kualitasstatistik dapat dibagi atas dua golongan, yaitu pengendalian kualitas untuk datavariabel dan pengendalian kualitas untuk data atribut.
Alat Pengendalian KualitasAlat-alat pengendalian kualitas diperlukan untuk melakukan pengendalian
kualitas dimana untuk mendeteksi adanya cacat dari suatu produk. Fungsi alatpengendalian kualitas adalah meningkatkan kemampuan perbaikan prosessehinggakan diperoleh peningkatan kemampuan berkompetensi, dan meningkatkanproduktifitas sumber daya. Statistical process control dibuat dengan tujuan untukmendeteksi penyebab khusus yang mengakibatkan terjadinya kecacatan atau proses diluar kendali sedini mungkin sehingga kualitas produk dapat dipertahankan (Gasperz,2003).
Kendali proses secara statistic ini terdiri dari 7 alat pengendalian kualitas yanglebih dikenal dengan istilah seven tools. Ketujuh alat tersebut adalah:1. Diagram alir (flow chart)
Diagram alir adalah alat bantu yang memberikan gambaran visual urutan operasiyang diperlukan untuk menyelesaikan suatu tugas. Diagram alir merupakanlangkah-langkah pertama dalam memahami suatu proses, baik administrasimaupun manufaktur. Diagram alir memberikan ilustrasi visual berupa gambarlangkah-langkah suatu proses untuk menyelesaikan tugas tertentu.
2. Diagram ParetoFungsi diagram Pareto adalah untuk mengidentifikasi atau menyeleksi masalahutama untuk peningkatan kualitas. Diagram Pareto dibuat untuk menemukan ataumengetahui masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaianmasalah dan perbandingan terhadap keseluruhan. Dengan mengetahui penyebab-penyebab yang dominan, maka akan bisa menetapkan prioritas perbaikan.Perbaikan pada faktor penyebab yang dominan ini akan membawa pengaruh yanglebih besar dibandingkan dengan penyelesaian penyebab yang tidak berarti. Dalamdiagram Pareto berlaku aturan 80/20, artinya yaitu 20% jenis kesalahan/kecacatandapat menyebabkan 80% kegagalan proses.
3. Diagram sebab akibat (cause and effect diagram)Diagram ini berguna untuk menganalisa dan menemukan faktor-faktor yangberpengaruh secara signifikan di dalam menentukan karakteristik kualitas outputkerja. Dalam hal ini metode sumbang saran (brainstorming method) akan cukupefektif digunakan untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangankerja secara detail.
4. Lembar periksa (check sheet)
Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869
31
Check sheet merupakan alat yang memungkinkan pengumpulan data sebuah prosesyang mudah, sistematis, dan teratur. Alat ini berupa lembar kerja yang telahdicetak sedemikian rupa sehingga data dapat dikumpulkan dengan mudah dansingkat. Data yang dikumpulkan dapat digunakan sebagai masukan data untukperalatan kualitas lain.
5. HistogramHistogram adalah salah satu metode statistik untuk mengatur data sehingga dapatdianalisa dan diketahui distribusinya. Histogram merupakan tipe grafik batangyang jumlah datanya dikelompokkan ke dalam beberapa kelas dengan rentangtertentu. Setelah data dalam setiap kelas diketahui, maka dapat dibuat Histogramdari data tersebut. Histogram tersebut dapat dilihat gambaran penyebaran datamasih sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.
6. Diagram pencar(scatter diagram)Diagram pencar (scatter diagram) digunakan untuk melihat korelasi atauhubungan dari suatu faktor penyebab yang berkesinambungan terhadap suatukarakteristik kualitas hasil kerja.
7. Peta kendali (control chart)Peta kendali adalah teknik pengendali proses pada jalur yang digunakan secaraluas untuk menyelidiki secara cepat terjadinya sebab-sebab terduga atau prosessedemikian sehingga penyelidikan terhadap proses itu dan tindakan pembetulandapat dilakukan sebelum telalu banyak unit yang tidak sesuai diproduksi.
Peta Kendali MR (Moving Range)Pembuatan peta ini diterapkan proses yang menghasilkan output relative
homogen, misalnya cairan kimia, kandungan mineral dalam air, makanan, dansebagainya. Demikian pula dengan kasus–kasus dimana inspeksi 100% digunakanuntuk proses produksi yang sangat lama.= | − | …. (1)= ∑ …. (2)= × …. (3)= × …. (4)
Kemampuan Proses Kane (Capability Process Kane)Indeks performansi Kane merefleksikan kedekatan nilai rata–rata dari proses
sekarang terhadap salah satu batas spesifikasi atas (USL) atau batas spesifikasi bawah(LSL) rumus yang digunakan pada Cpk = CPU adalah (Rao & Lawrence, 1996):= ( )× .... (5)
= ( )× .... (6)
Kriteria penilaian Cpk adalah (Rao & Lawrence, 1996):1. Jika nilai Cpk negatif, menunjukkan bahwa proses tidak memenuhi spesifikasi.2. Jika nilai Cpk = 0, menunjukkan bahwa rata-rata proses sama dengan salah satu
batas spesifikasi.3. Jika nilai Cpk < 1, menunjukkan bahwa proses menghasilkan produk tidak sesuai
dengan spesifikasi.4. Jika nilai Cpk antara 0 dan 1, menunjukkan bahwa rata-rata proses terletak dalam
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
32
batas spesifikasi tetapi beberapa bagian dari variasi proses terletak di luar batasspesifikasi.
5. Nilai Cpk secara de facto standard = 1, menunjukkan bahwa proses sesuai denganspesifikasi.
6. Jika nilai Cpk > 1, menunjukkan bahwa proses lebih baik dari spesifikasi yangdiinginkan.
METODOLOGI PENELITIANData yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah kadar oil losses CPO pada
tandan kosong (tankos), ampas (fibre), biji (nut), draf (sludge) akhir 27 Feb - 29 April2012 sebanyak 30 sampel serta standar oil losses perusahaan. Metode yang digunakanpada penelitian ini adalah metode statistical process control. Tools yang digunakanpada pengolahan data adalah histogram, control chart I–MR dan indeks kinerja Kane(Cpk). Analisa faktor-faktor penyebab terjadinya oil losses CPO menggunakanDiagram Sebab Akibat (Fishbone).
HASIL DAN PEMBAHASANBatas normal kehilangan minyak (oil losses) sesuai dengan sasaran mutu yang
diterapkan oleh perusahaan seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Batas normal kehilangan minyak
No. Keterangan Kadar Maksimum (%)1 Tankos 2,502 Biji (nut) 0,803 Ampas (fibre) 6,004 Sludge akhir 0,705 Total oil losses 1,65
Sumber: Sistem Manajemen Mutu PKS “XYZ” (2012)
Histogram Kadar Oil Losses CPO1. Histogram total oil losses CPO
Dari data hasil pengujian kadar oil losses pada semua titik sampel, maka histogramtotal oil losses CPO dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Histogram total oil losses CPO (27 Februari-29 April 2012)
2. Histogram rata-rata oil losses terhadap kondisi normal
02468
1012141618
1,58 1,59
8
Fre
kuen
si
Distribusi Frekuensi Total Oil Losses CPO(27 Februari-29 April 2012)
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
32
batas spesifikasi tetapi beberapa bagian dari variasi proses terletak di luar batasspesifikasi.
5. Nilai Cpk secara de facto standard = 1, menunjukkan bahwa proses sesuai denganspesifikasi.
6. Jika nilai Cpk > 1, menunjukkan bahwa proses lebih baik dari spesifikasi yangdiinginkan.
METODOLOGI PENELITIANData yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah kadar oil losses CPO pada
tandan kosong (tankos), ampas (fibre), biji (nut), draf (sludge) akhir 27 Feb - 29 April2012 sebanyak 30 sampel serta standar oil losses perusahaan. Metode yang digunakanpada penelitian ini adalah metode statistical process control. Tools yang digunakanpada pengolahan data adalah histogram, control chart I–MR dan indeks kinerja Kane(Cpk). Analisa faktor-faktor penyebab terjadinya oil losses CPO menggunakanDiagram Sebab Akibat (Fishbone).
HASIL DAN PEMBAHASANBatas normal kehilangan minyak (oil losses) sesuai dengan sasaran mutu yang
diterapkan oleh perusahaan seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Batas normal kehilangan minyak
No. Keterangan Kadar Maksimum (%)1 Tankos 2,502 Biji (nut) 0,803 Ampas (fibre) 6,004 Sludge akhir 0,705 Total oil losses 1,65
Sumber: Sistem Manajemen Mutu PKS “XYZ” (2012)
Histogram Kadar Oil Losses CPO1. Histogram total oil losses CPO
Dari data hasil pengujian kadar oil losses pada semua titik sampel, maka histogramtotal oil losses CPO dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Histogram total oil losses CPO (27 Februari-29 April 2012)
2. Histogram rata-rata oil losses terhadap kondisi normal
1,59 1,60 1,61 1,62 1,63 1,64
11
17
14
6
31
Persentase Losses
Distribusi Frekuensi Total Oil Losses CPO(27 Februari-29 April 2012)
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
32
batas spesifikasi tetapi beberapa bagian dari variasi proses terletak di luar batasspesifikasi.
5. Nilai Cpk secara de facto standard = 1, menunjukkan bahwa proses sesuai denganspesifikasi.
6. Jika nilai Cpk > 1, menunjukkan bahwa proses lebih baik dari spesifikasi yangdiinginkan.
METODOLOGI PENELITIANData yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah kadar oil losses CPO pada
tandan kosong (tankos), ampas (fibre), biji (nut), draf (sludge) akhir 27 Feb - 29 April2012 sebanyak 30 sampel serta standar oil losses perusahaan. Metode yang digunakanpada penelitian ini adalah metode statistical process control. Tools yang digunakanpada pengolahan data adalah histogram, control chart I–MR dan indeks kinerja Kane(Cpk). Analisa faktor-faktor penyebab terjadinya oil losses CPO menggunakanDiagram Sebab Akibat (Fishbone).
HASIL DAN PEMBAHASANBatas normal kehilangan minyak (oil losses) sesuai dengan sasaran mutu yang
diterapkan oleh perusahaan seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Batas normal kehilangan minyak
No. Keterangan Kadar Maksimum (%)1 Tankos 2,502 Biji (nut) 0,803 Ampas (fibre) 6,004 Sludge akhir 0,705 Total oil losses 1,65
Sumber: Sistem Manajemen Mutu PKS “XYZ” (2012)
Histogram Kadar Oil Losses CPO1. Histogram total oil losses CPO
Dari data hasil pengujian kadar oil losses pada semua titik sampel, maka histogramtotal oil losses CPO dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Histogram total oil losses CPO (27 Februari-29 April 2012)
2. Histogram rata-rata oil losses terhadap kondisi normal
Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869
33
Histogram rata-rata oil losses CPO terhadap kondisi normal dapat dilihat padagambar 2.
Gambar 2 Perbandingan rata-rata oil losses CPO terhadap kondisi normal
Peta Kendali I-MR dan Indeks Kinerja Kane (Cpk).1. Peta kendali kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos
Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos (27 Feb - 29 Maret2012) dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO padatandan kosong (27 Pebruari-30 Maret 2012)
Berdasarkan gambar 3, dari peta kendali I-MR kadar oil losses CPO pada tandankosong menunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karenasemua sampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa
0
1
2
3
4
5
6
Tankos
Maks 2.5
Rata-rata 2.43
Kad
arL
osse
s
Perbandingan Rata-Rata Oil Losses CPOterhadap Kondisi Normal
Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869
33
Histogram rata-rata oil losses CPO terhadap kondisi normal dapat dilihat padagambar 2.
Gambar 2 Perbandingan rata-rata oil losses CPO terhadap kondisi normal
Peta Kendali I-MR dan Indeks Kinerja Kane (Cpk).1. Peta kendali kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos
Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos (27 Feb - 29 Maret2012) dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO padatandan kosong (27 Pebruari-30 Maret 2012)
Berdasarkan gambar 3, dari peta kendali I-MR kadar oil losses CPO pada tandankosong menunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karenasemua sampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa
Tankos Biji (Nut) Ampas(Fibre)
SludgeAkhir
Total Losses
0.8 6 0.7 1.65
0.78 5.26 0.8 1.6
Perbandingan Rata-Rata Oil Losses CPOterhadap Kondisi Normal
Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869
33
Histogram rata-rata oil losses CPO terhadap kondisi normal dapat dilihat padagambar 2.
Gambar 2 Perbandingan rata-rata oil losses CPO terhadap kondisi normal
Peta Kendali I-MR dan Indeks Kinerja Kane (Cpk).1. Peta kendali kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos
Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos (27 Feb - 29 Maret2012) dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO padatandan kosong (27 Pebruari-30 Maret 2012)
Berdasarkan gambar 3, dari peta kendali I-MR kadar oil losses CPO pada tandankosong menunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karenasemua sampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
34
proses yang menyebabkan terjadinya oli losses CPO pada tankos tergolongkonsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhipermintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk
sebesar 0,54, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses beradadalam batas kendali, tetapi hanya sebagian berada di luar batas kendali. Kondisiini dapat diartikan sebagai proses yang sedikit memenuhi spesifikasi pelanggan.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos (30 Maret-29 April2012) dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada tankos (30 Maret-27 April 2012)
Berdasarkan gambar 4, dari peta kendali I-MR kadar oil losses CPO pada tankosmenunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karena semuasampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yangmenyebabkan terjadinya oil losses CPO pada tankos tergolong konsisten.
Gambar 5. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada tankos
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
34
proses yang menyebabkan terjadinya oli losses CPO pada tankos tergolongkonsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhipermintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk
sebesar 0,54, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses beradadalam batas kendali, tetapi hanya sebagian berada di luar batas kendali. Kondisiini dapat diartikan sebagai proses yang sedikit memenuhi spesifikasi pelanggan.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos (30 Maret-29 April2012) dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada tankos (30 Maret-27 April 2012)
Berdasarkan gambar 4, dari peta kendali I-MR kadar oil losses CPO pada tankosmenunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karena semuasampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yangmenyebabkan terjadinya oil losses CPO pada tankos tergolong konsisten.
Gambar 5. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada tankos
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
34
proses yang menyebabkan terjadinya oli losses CPO pada tankos tergolongkonsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhipermintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk
sebesar 0,54, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses beradadalam batas kendali, tetapi hanya sebagian berada di luar batas kendali. Kondisiini dapat diartikan sebagai proses yang sedikit memenuhi spesifikasi pelanggan.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos (30 Maret-29 April2012) dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada tankos (30 Maret-27 April 2012)
Berdasarkan gambar 4, dari peta kendali I-MR kadar oil losses CPO pada tankosmenunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karena semuasampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yangmenyebabkan terjadinya oil losses CPO pada tankos tergolong konsisten.
Gambar 5. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada tankos
Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869
35
Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 0,48 mengindikasikan bahwarata-rata proses berada di dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil beradadi luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang sedikitmemenuhi spesifikasi pelanggan.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada tankosdiantaranya dapat dilihat pada gambar 5.
2. Peta kendali kadar oil losses CPO pada bijiPeta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada biji revisi ke-2 (27 Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada biji revisi ke-2 (27 Februari-29 Maret 2012)
Berdasarkan gambar 6, dari peta kendali I-MR revisi ke-2, diperoleh kondisi yangmenyatakan bahwa semua sampel berjumlah 26 sampel berada di dalam bataskendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhipermintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilaiCpk sebesar 0,46, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses beradadi dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil berada di luar kendali. Dapatdiartikan sebagai proses yang sedikit memenuhi spesifikasi pelanggan.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada biji (30 Maret-29 April2012) dapat dilihat pada gambar 7. Berdasarkan gambar 7, dari peta kendali I-MRkadar oil losses CPO pada biji (nut) menunjukkan bahwa semua sampel jugaberada di dalam batas kendali. Karena semua sampel berada di dalam bataskendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yang menyebabkan terjadinyalosses CPO pada biji (nut) tergolong konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 0,30 mengindikasikan bahwarata-rata proses berada di dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil beradadi luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang sedikitmemenuhi spesifikasi pelanggan.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada biji diantaranyadapat dilihat diagram sebab akibat pada gambar 8.
Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869
35
Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 0,48 mengindikasikan bahwarata-rata proses berada di dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil beradadi luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang sedikitmemenuhi spesifikasi pelanggan.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada tankosdiantaranya dapat dilihat pada gambar 5.
2. Peta kendali kadar oil losses CPO pada bijiPeta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada biji revisi ke-2 (27 Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada biji revisi ke-2 (27 Februari-29 Maret 2012)
Berdasarkan gambar 6, dari peta kendali I-MR revisi ke-2, diperoleh kondisi yangmenyatakan bahwa semua sampel berjumlah 26 sampel berada di dalam bataskendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhipermintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilaiCpk sebesar 0,46, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses beradadi dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil berada di luar kendali. Dapatdiartikan sebagai proses yang sedikit memenuhi spesifikasi pelanggan.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada biji (30 Maret-29 April2012) dapat dilihat pada gambar 7. Berdasarkan gambar 7, dari peta kendali I-MRkadar oil losses CPO pada biji (nut) menunjukkan bahwa semua sampel jugaberada di dalam batas kendali. Karena semua sampel berada di dalam bataskendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yang menyebabkan terjadinyalosses CPO pada biji (nut) tergolong konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 0,30 mengindikasikan bahwarata-rata proses berada di dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil beradadi luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang sedikitmemenuhi spesifikasi pelanggan.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada biji diantaranyadapat dilihat diagram sebab akibat pada gambar 8.
Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869
35
Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 0,48 mengindikasikan bahwarata-rata proses berada di dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil beradadi luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang sedikitmemenuhi spesifikasi pelanggan.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada tankosdiantaranya dapat dilihat pada gambar 5.
2. Peta kendali kadar oil losses CPO pada bijiPeta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada biji revisi ke-2 (27 Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada biji revisi ke-2 (27 Februari-29 Maret 2012)
Berdasarkan gambar 6, dari peta kendali I-MR revisi ke-2, diperoleh kondisi yangmenyatakan bahwa semua sampel berjumlah 26 sampel berada di dalam bataskendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhipermintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilaiCpk sebesar 0,46, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses beradadi dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil berada di luar kendali. Dapatdiartikan sebagai proses yang sedikit memenuhi spesifikasi pelanggan.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada biji (30 Maret-29 April2012) dapat dilihat pada gambar 7. Berdasarkan gambar 7, dari peta kendali I-MRkadar oil losses CPO pada biji (nut) menunjukkan bahwa semua sampel jugaberada di dalam batas kendali. Karena semua sampel berada di dalam bataskendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yang menyebabkan terjadinyalosses CPO pada biji (nut) tergolong konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 0,30 mengindikasikan bahwarata-rata proses berada di dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil beradadi luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang sedikitmemenuhi spesifikasi pelanggan.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada biji diantaranyadapat dilihat diagram sebab akibat pada gambar 8.
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
36
Gambar 7. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada biji (30 Maret-29 April 2012)
Gambar 8. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada biji
3. Peta kendali kadar oil losses CPO pada ampasPeta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada ampas revisi ke-1 (27Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 9.Berdasarkan gambar 9 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil lossesCPO pada ampas, diperoleh kondisi yang menyatakan bahwa 29 sampel berada didalam batas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telahkonsisten.Dari segi kapabilitas Proses, keadaan proses dikatakan memenuhi permintaanpelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk sebesar3,21, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar bataskendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang memiliki tingkatkemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasi pelanggan. Ini berartitingkat oil losses yang terjadi kurang dari 6%.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada ampas revisi ke-1 (30 Maret-29 April 2012) dapat dilihat pada gambar 10.
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
36
Gambar 7. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada biji (30 Maret-29 April 2012)
Gambar 8. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada biji
3. Peta kendali kadar oil losses CPO pada ampasPeta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada ampas revisi ke-1 (27Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 9.Berdasarkan gambar 9 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil lossesCPO pada ampas, diperoleh kondisi yang menyatakan bahwa 29 sampel berada didalam batas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telahkonsisten.Dari segi kapabilitas Proses, keadaan proses dikatakan memenuhi permintaanpelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk sebesar3,21, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar bataskendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang memiliki tingkatkemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasi pelanggan. Ini berartitingkat oil losses yang terjadi kurang dari 6%.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada ampas revisi ke-1 (30 Maret-29 April 2012) dapat dilihat pada gambar 10.
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
36
Gambar 7. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada biji (30 Maret-29 April 2012)
Gambar 8. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada biji
3. Peta kendali kadar oil losses CPO pada ampasPeta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada ampas revisi ke-1 (27Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 9.Berdasarkan gambar 9 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil lossesCPO pada ampas, diperoleh kondisi yang menyatakan bahwa 29 sampel berada didalam batas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telahkonsisten.Dari segi kapabilitas Proses, keadaan proses dikatakan memenuhi permintaanpelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk sebesar3,21, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar bataskendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang memiliki tingkatkemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasi pelanggan. Ini berartitingkat oil losses yang terjadi kurang dari 6%.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada ampas revisi ke-1 (30 Maret-29 April 2012) dapat dilihat pada gambar 10.
Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869
37
Gambar 9. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada ampas revisi ke-1 (27 Februari-30 Maret 2012)
Gambar 10. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO padaampas revisi ke-1 (30 Maret-29 April 2012)
Berdasarkan gambar 10 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil lossesCPO pada ampas, diperoleh kondisi yang menyatakan bahwa 29 sampel berada didalam batas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telahkonsisten.Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 4,17 mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai prosesyang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasipelanggan. Ini berarti tingkat oil losses yang terjadi kurang dari 6%.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada ampasdiantaranya dapat dilihat pada diagram sebab akibat pada gambar 11.
Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869
37
Gambar 9. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada ampas revisi ke-1 (27 Februari-30 Maret 2012)
Gambar 10. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO padaampas revisi ke-1 (30 Maret-29 April 2012)
Berdasarkan gambar 10 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil lossesCPO pada ampas, diperoleh kondisi yang menyatakan bahwa 29 sampel berada didalam batas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telahkonsisten.Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 4,17 mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai prosesyang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasipelanggan. Ini berarti tingkat oil losses yang terjadi kurang dari 6%.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada ampasdiantaranya dapat dilihat pada diagram sebab akibat pada gambar 11.
Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869
37
Gambar 9. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada ampas revisi ke-1 (27 Februari-30 Maret 2012)
Gambar 10. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO padaampas revisi ke-1 (30 Maret-29 April 2012)
Berdasarkan gambar 10 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil lossesCPO pada ampas, diperoleh kondisi yang menyatakan bahwa 29 sampel berada didalam batas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telahkonsisten.Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 4,17 mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai prosesyang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasipelanggan. Ini berarti tingkat oil losses yang terjadi kurang dari 6%.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada ampasdiantaranya dapat dilihat pada diagram sebab akibat pada gambar 11.
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
38
Gambar 11. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada ampas
4. Peta kendali kadar oil losses CPO pada sludge akhirPeta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada sludge akhir revisi ke-1 (27Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 12.
Gambar 12. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada sludge akhir revisi ke-1 (27 Februari-29 Maret 2012)
Berdasarkan gambar 12 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil lossesCPO pada sludge akhir, diperoleh kondisi 28 sampel berada di dalam bataskendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhipermintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk
sebesar -2,50, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada diluar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang memilikitingkat kemampuan yang sangat rendah dan tidak mampu memenuhi spesifikasipelanggan. Itu menandakan, tingkat oil losses yang terjadi lebih dari 0,7%.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada sludge akhir revisi ke-4 (30Maret-29 April 2012) dapat dilihat pada gambar 13.
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
38
Gambar 11. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada ampas
4. Peta kendali kadar oil losses CPO pada sludge akhirPeta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada sludge akhir revisi ke-1 (27Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 12.
Gambar 12. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada sludge akhir revisi ke-1 (27 Februari-29 Maret 2012)
Berdasarkan gambar 12 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil lossesCPO pada sludge akhir, diperoleh kondisi 28 sampel berada di dalam bataskendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhipermintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk
sebesar -2,50, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada diluar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang memilikitingkat kemampuan yang sangat rendah dan tidak mampu memenuhi spesifikasipelanggan. Itu menandakan, tingkat oil losses yang terjadi lebih dari 0,7%.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada sludge akhir revisi ke-4 (30Maret-29 April 2012) dapat dilihat pada gambar 13.
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
38
Gambar 11. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada ampas
4. Peta kendali kadar oil losses CPO pada sludge akhirPeta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada sludge akhir revisi ke-1 (27Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 12.
Gambar 12. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada sludge akhir revisi ke-1 (27 Februari-29 Maret 2012)
Berdasarkan gambar 12 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil lossesCPO pada sludge akhir, diperoleh kondisi 28 sampel berada di dalam bataskendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhipermintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk
sebesar -2,50, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada diluar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang memilikitingkat kemampuan yang sangat rendah dan tidak mampu memenuhi spesifikasipelanggan. Itu menandakan, tingkat oil losses yang terjadi lebih dari 0,7%.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada sludge akhir revisi ke-4 (30Maret-29 April 2012) dapat dilihat pada gambar 13.
Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869
39
Gambar 13. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO padasludge akhir revisi ke-4 (30 Maret-29 April 2012)
Berdasarkan gambar 13 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-4 kadar oil lossesCPO pada sludge akhir, dapat dilihat bahwa semua sampel telah berada di dalambatas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar -10,32 mengindikasikanbahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Dapat diartikan sebagai prosesyang memiliki tingkat kemampuan yang sangat rendah dan tidak mampumemenuhi spesifikasi pelanggan. Itu menandakan, tingkat oil losses yang terjadilebih dari 0,7%.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada sludge akhirdiantaranya dapat dilihat diagram sebab akibat pada gambar 14.
Gambar. 14 Diagram sebab akibat oil losses CPO pada sludge akhir
5. Peta kendali kadar total oil losses CPOPeta kendali I-MR kadar total oil losses CPO dan Cpk (27 Februari-29 Maret 2012)dapat dilihat pada gambar 15.Berdasarkan gambar 15 dari peta kendali I-MR revisi ke-1 total oil losses CPOmenunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karena semuasampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yangmenyebabkan terjadinya oil losses CPO tersebut tergolong konsisten.
Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869
39
Gambar 13. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO padasludge akhir revisi ke-4 (30 Maret-29 April 2012)
Berdasarkan gambar 13 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-4 kadar oil lossesCPO pada sludge akhir, dapat dilihat bahwa semua sampel telah berada di dalambatas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar -10,32 mengindikasikanbahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Dapat diartikan sebagai prosesyang memiliki tingkat kemampuan yang sangat rendah dan tidak mampumemenuhi spesifikasi pelanggan. Itu menandakan, tingkat oil losses yang terjadilebih dari 0,7%.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada sludge akhirdiantaranya dapat dilihat diagram sebab akibat pada gambar 14.
Gambar. 14 Diagram sebab akibat oil losses CPO pada sludge akhir
5. Peta kendali kadar total oil losses CPOPeta kendali I-MR kadar total oil losses CPO dan Cpk (27 Februari-29 Maret 2012)dapat dilihat pada gambar 15.Berdasarkan gambar 15 dari peta kendali I-MR revisi ke-1 total oil losses CPOmenunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karena semuasampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yangmenyebabkan terjadinya oil losses CPO tersebut tergolong konsisten.
Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869
39
Gambar 13. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO padasludge akhir revisi ke-4 (30 Maret-29 April 2012)
Berdasarkan gambar 13 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-4 kadar oil lossesCPO pada sludge akhir, dapat dilihat bahwa semua sampel telah berada di dalambatas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar -10,32 mengindikasikanbahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Dapat diartikan sebagai prosesyang memiliki tingkat kemampuan yang sangat rendah dan tidak mampumemenuhi spesifikasi pelanggan. Itu menandakan, tingkat oil losses yang terjadilebih dari 0,7%.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada sludge akhirdiantaranya dapat dilihat diagram sebab akibat pada gambar 14.
Gambar. 14 Diagram sebab akibat oil losses CPO pada sludge akhir
5. Peta kendali kadar total oil losses CPOPeta kendali I-MR kadar total oil losses CPO dan Cpk (27 Februari-29 Maret 2012)dapat dilihat pada gambar 15.Berdasarkan gambar 15 dari peta kendali I-MR revisi ke-1 total oil losses CPOmenunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karena semuasampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yangmenyebabkan terjadinya oil losses CPO tersebut tergolong konsisten.
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
40
Gambar 15. Control chart I–MR dan histogram kapabilitas total oil losses CPO(27 Februari-29 Maret 2012)
Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 1,25 mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai prosesyang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasipelanggan. Dengan kata lain, oil losses yang terjadi kurang dari 1,65%.Peta kendali I-MR kadar total oil losses CPO dan Cpk revisi ke-1 (30 Maret-29April 2012) dapat dilihat pada gambar 16.
Gambar 16. Control chart I–MR dan histogram kapabilitas total oil losses CPO revisi ke-3(30 Maret-29 April 2012)
Berdasarkan gambar 16 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-3 total oil lossesCPO menunjukkan bahwa 23 sampel berada pada batas kendali. Karena semuasampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yangmenyebabkan terjadinya oil losses CPO tersebut tergolong konsisten.Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 2,75 mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
40
Gambar 15. Control chart I–MR dan histogram kapabilitas total oil losses CPO(27 Februari-29 Maret 2012)
Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 1,25 mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai prosesyang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasipelanggan. Dengan kata lain, oil losses yang terjadi kurang dari 1,65%.Peta kendali I-MR kadar total oil losses CPO dan Cpk revisi ke-1 (30 Maret-29April 2012) dapat dilihat pada gambar 16.
Gambar 16. Control chart I–MR dan histogram kapabilitas total oil losses CPO revisi ke-3(30 Maret-29 April 2012)
Berdasarkan gambar 16 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-3 total oil lossesCPO menunjukkan bahwa 23 sampel berada pada batas kendali. Karena semuasampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yangmenyebabkan terjadinya oil losses CPO tersebut tergolong konsisten.Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 2,75 mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
40
Gambar 15. Control chart I–MR dan histogram kapabilitas total oil losses CPO(27 Februari-29 Maret 2012)
Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 1,25 mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai prosesyang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasipelanggan. Dengan kata lain, oil losses yang terjadi kurang dari 1,65%.Peta kendali I-MR kadar total oil losses CPO dan Cpk revisi ke-1 (30 Maret-29April 2012) dapat dilihat pada gambar 16.
Gambar 16. Control chart I–MR dan histogram kapabilitas total oil losses CPO revisi ke-3(30 Maret-29 April 2012)
Berdasarkan gambar 16 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-3 total oil lossesCPO menunjukkan bahwa 23 sampel berada pada batas kendali. Karena semuasampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yangmenyebabkan terjadinya oil losses CPO tersebut tergolong konsisten.Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 2,75 mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses
Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869
41
yang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasipelanggan.
KESIMPULANDari berbagai uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kondisi oil losses CPO pada tandan kosong, menunjukkan bahwa proses beradapada batas kendali, hanya saja jika dinilai dari segi kapabilitas proses, oil lossesCPO pada tankos ini hanya sedikit yang memenuhi spesifikasi kebutuhanpelanggan. Penyebab utama ketidakkonsistensian oil losses tersebut adalahjumlah umpan (input) TBR (tandan buah rebus) dalam proses pemipilan buah dimesin threaser yang terlalu banyak.
2. Kondisi oil losses CPO pada biji (nut)) menunjukkan bahwa proses berada padabatas kendali. Tetapi jika dinilai dari segi kapabilitas proses, oil losses CPO padabiji (nut) ini hanya sedikit yang memenuhi spesifikasi kebutuhan pelanggan.Penyebab utama ketidakkonsistensian oil losses adalah proses pencacahan buahpada pisau digester dan mesin screw press.
3. Kondisi oil losses CPO pada ampas (fibre) menunjukkan bahwa proses beradapada batas kendali. Berdasarkan kapabilitas menyatakan bahwa oil lossestersebut memenuhi kebutuhan pelanggan. Penyebab utama ketidakkonsistensianoil losses adalah proses pencacahan buah pada pisau digester dan mesin screwpress.
4. Kondisi oil losses CPO pada sludge akhir, menunjukkan bahwa proses yangterjadi cukup terkendali. Hanya saja jika dinilai dari segi kapabilitas proses, oillosses CPO pada sludge akhir ini tidak dapat memenuhi spesifikasi kebutuhanpelanggan. Penyebab utama ketidakkonsistensian oil losses tersebut adalahproses pengutipan minyak ada mesin sludge separator.
5. Kondisi total oil losses CPO menunjukkan bahwa proses berada pada bataskendali. Berdasarkan kapabilitas menyatakan bahwa oil losses tersebutmemenuhi kebutuhan pelanggan.
Daftar PustakaAriani, D. W. 2004. Pengendalian Kualitas Statistik (Pendekatan Kuantitatif dalam
Manajemen Kualitas. Yogyakarta: Penerbit Andi.Arifianti, R. 2013. “Analisis Produk Sepatu Tomkins”. Jurnal Dinamika Manajemen.
Vol. 4, No. 1: 46-58.Ayuni, D.; Siswandaru, K.; dan Nupikso, G. 2012. “Analisis Penerapan Statistical
Quality Control pada Beban Usaha PT. PLN”. Jurnal Organisasi danManajemen. Vol. 8, No. 1, Maret 2012, pp. 22-31.
Bakhtiar, S.; Tahir, Suharto; dan Hasni, Ria Asysyfa. 2013. “Analisa PengendalianKualitas dengan Menggunakan Metode Statistical Quality Control (SQC)”.Malikussaleh Industrial Engineering Journal. Vol. 2, No.1, pp. 29-36.
Fauzi, Y.; Widiastuti, Y.E.; Satyawibawa, I.; dan Hartono, R. 2000. Kelapa Sawit:Budidaya, Pemanfaatan Hasil & Limbah, Analisis Usaha & Pemasaran.Jakarta: Penebar Swadaya.
Fernandez, R. R. 1996. Mutu Terpadu dalam Manajemen Pembelian & Pemasok.Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Gaspersz, V. 2003. Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
Hadi, M. M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit Edisi Pertama. Yogyakarta:Adicita Karya Nusa.
Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)
42
Heizer, J.; dan Barry, R. 2009. Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba Empat.Kartika, H. 2013. “Analisis Pengendalian Kualitas Produk CPE Film Dengan Metode
Statistical Process Control pada PT. MSI”. Jurnal Ilmiah Teknik Industri. Vol.1, No. 1, pp. 50-58.
Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari HuluHingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.
Prasetyo, Fajar T. 2014. Analisis Pengendalian Kualitas Produk Cat Envitex denganMenggunakan Metode P-Chart dan Fishbone pada PT. Indaco CoatingsIndustry Karanganyar. Jurnal Sosioekotekno. Vol. 2, No. 1, pp. 1-12.
Rao, A. and Lawrence P. C. 1996. Total Quality Management: A Cross-functionalPerspective. New York: John Wiley & Sons.
Sukamto. 2008. 58 Kiat Meningkatkan Produktivitas dan Mutu Kelapa Sawit. Jakarta:Penebar Swadaya.
Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta:Agromedia Pustaka.
Umariah, U.; Budiyanto, B.; dan Yusril, D. 2007. Analisis Hubungan Nilai SortasiTandan Buah Segar (TBS) Terhadap Mutu dan Rendemen Crude Palm Oil(CPO), Serta Kehilangan Minyak di PTPN VII Talo Pino Bengkulu. SkripsiS1. Bengkulu: Universitas Bengkulu.
Zagloel, T.YM.; dan Nurcahyo, R. 2013. TQM Manajemen Kualitas Total dalamPerspektif Teknik Industri. Jakarta: PT. Indeks.
TOTAL QUALITY MANAGEMENT DAN SERVICE QUALITY DALAM ORGANISASI PENDIDIKAN TINGGI
Oleh : C. Novi Primiani FPMIPA IKIP PGRI Madiun
D. Wahyu Ariani FE Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Abstract
Quality is at the top of most agenda and improving quality is probably the most important task facing any situation. Of course, we all know quality when we experience it, but describing and explaining it is a more difficult task. In our everyday life, we usully take quality for granted, especially when it is regularly provided. The best organizations, whether public or private, understanding quality and know its secret.
While, service quality characteristics especially education, are more difficuli to define than those for physical products. This because the in-clude many important subjective elements. For purposes of analysing quality it is more appropriate to view education as a service industry than as a production process. In TQM, staff members are known as internal customers and students or learners are primary external customesr or clients.
This article describes Total Quality Management and Service Quality for improving higher education organization. Two cases in Total Quality Management, and Service Quality are discussed and analyzed to show a little example of higher education organization in Indonesia that has not been performed Total Quality Management and Service Quality yet. The Result of the analysis proves this. Then, authors also show how Total Quality Management as the philosophy can be achieved in higher education organization.
Key words: total quality management, service quality, higher education,
178
Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2
quality culture.
Pendahuluan
Organisasi pendidikan adalah penghasil jasa pendidikan yang diharapkan masyarakat untuk mewujudkan kualitas sumber daya manusia melalui
sistem dan hasil pendidikan yang berkualitas. Menurut Feigenbaum (1991), kualitas pendidikan adalah faktor kunci yang tidak nampak, namun terjadi di berbagai bidang yang ditentukan oleh para pelakunya dalam membuat keputusan tentang kualitas (Owlia dan Aspinwall, 1996). Kualitas ini sangat berpengaruh dalam meningkatkan kinerja dan kepuasan pelanggan, dan dapat dilihat secara kasar dengan meningkatnya jumlah pendaftar, pening-katan kepuasan pelanggan, akuntabilitas yang lebih besar, pelayanan pada pelanggan yang lebih baik, pengurangan biaya, dan sebagainya. Walaupun demikian, ada sisi lain yang harus dilihat dalam menentukan kualitas suatu organisasi pendidikan. Institusi pendidikan tinggi berbeda dengan organ-isasi bisnis. Pemuasan kebutuhan mahasiswa sebagai pelanggan bukan merupakan bentuk terpenting dari kesempurnaan organisasi pendidikan, melainkan kualitas output dan reputasi riset akademiklah yang merupakan nilai terpenting suatu organisasi pendidikan tinggi (Bolton, 1995).
Demikianlah, suara akademisi dan staf manajerial organisasi pendidi-kan tinggi memang tidak seragam. Di satu sisi, kualitas harus ditentukan dan diukur melalui standar output. Namun di sisi lain, pengukuran kualitas dalam sistem merupakan pedoman dasar bahwa selain output (keahlian dan pengetahuan yang meningkat) juga perlu penilaian proses (pengalaman pembelajaran) yang dapat memberikan ukuran kualitas secara tepat dalam sistem pendidikan tinggi yang kompleks (Hewitt dan Clayton, 1999). Dari perspektif pedagogik, kualitas bersifat subyektif. Untuk itu, pengukuran kualitas harus menyeluruh yang didasarkan pada input, pelanggan, dan produk atau jasa secara fundamental. Lulusan pendidikan tinggi memang dituntut untuk mempunyai pengetahuan, kemampuan intelektual, kemam-puan untuk bekerja dalam organisasi moderen, keahlian untuk berhubungan dengan orang lain, dan komunikasi (Harvey dan Green, 1993).
Artikel ini akan mengupas bagaimana penerapan TQM dan Service Quality dalam organisasi pendidikan tinggi terutama dari sisi penge-lolaan
179
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
organisasinya. Setelah bagian pendahuluan ini, bagian dua mengupas konsep dan contoh analisis penerapannya yang tertuang dalam dua kasus mengenai TQM dari sisi pelanggan eksternal primer dan Service Quality dari sisi pelanggan eksternal primer. Bagian ketiga berisi bagaimana seharusnya konsep TQM tersebut diterapkan dalam organisasi pendidikan tinggi, dan bagian keempat merupakan bagian terakhir yang berupa penutup yang merupakan pelengkap tulisan ini.
Penerapan Total Quality Management dan Service Quality pada Organ-isasi Pendidikan Tinggi
Kualitas (quality) adalah keseluruhan ciri atau karakteristik produk dan jasa yang berkaitan dengan penekanannya untuk memenuhi kebu-tuhan tertentu (Feigenbaum, 1991). Menurut Patel (1994), komponen sistem kualitas meliputi: (1) kualitas pelanggan, yaitu apakah kuali-tas pelayanan mampu memberikan pada pelanggan apa yang mereka inginkan, yang diukur dari penggunaan jasa, misalnya kepuasan pelanggan atau keluhan pelanggan; (2) kualitas profesional, yaitu apakah pelayanan mampu memenuhi kebutuhan pelanggan yang didefinisikan secara profe-sional, dan apakah prosedur dan standar profesional tersebut dapat dipercaya untuk menghasilkan produk atau jasa yang diinginkan; (3) kualitas proses, desain, dan operasi proses pelayanan menggunakan sumber daya dengan cara yang paling efisien untuk memenuhi kebutuhan pelangggan. Kualitas yang dicita-citakan ini membutuhkan keterlibatan seluruh pihak dalam organisasi bahkan menuntut perubahan budaya. Hal inilah yang disebut dengan Total Quality Management (TQM).
Total Quality Management (TQM) pada pendidikan tinggi terwujud dalam interaksi antara pengajar dan mahasiswa di kelas, atau dalam penye-suaian dengan standar akreditasi atau penilaian. Sistem yang terstruktur tersebut dapat menciptakan organisasi pembelajar. Sudah saatnya organisasi pendidikan tinggi menerapkan prinsip-prinsip TQM, karena dapat men-datangkan manfaat dari inovasi yang ditemukan melalui praktek-praktek TQM. Kesulitan penerapan TQM pada berbagai institusi pendidikan tinggi disebabkan para staf tidak dapat mengerti bagaimana elemen-elemen kunci TQM seperti statistical process control, keterlibatan mahasiswa, kerja tim,
180
Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2
dan sebagainya tersebut dapat digunakan dalam perkuliahan di kelas (Emulti et al., 1996). Dalam pendekatan holistik, TQM merupakan kerangka kerja yang mendukung manajemen pelayanan. Menurut Ho dan Wearn (1996) serta Woon (2000), kerangka kerja tersebut meliputi : (1) kepemimpin-an dan budaya kualitas, (2) komitmen, (3) keterlibatan secara penuh, (4) penggunaan informasi dan analisis, (5) perencanaan strategik, (6) pengembangan sumber daya manusia dan manajemen sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan, (7) kepemilikan terhadap masalah yang dihadapi, (8) manajemen kualitas proses, (9) adanya pengakuan dan penghargaan, (10) kualitas dan hasil operasi, (11) tindakan pencegahan, (12) kerja tim, dan (13) berfokus pada pelanggan dan kepuasan pelanggan.
Dalam pendidikan tinggi, filosofi TQM ini juga akan membantu me-ningkatkan moral, mengurangi biaya, memperbaiki performansi organisasi, dan menanggapi kebutuhan pelanggannya. Untuk itulah maka diperlukan efektivitas organisasi, partisipasi karyawan dalam penyelesaian masalah dan pembuatan keputusan, komunikasi efektif staf senior dan bawahannya, pendidikan dan pelatihan secara luas, desain yang baik dalam mengenal dan memberi penghargaan untuk memotivasi karyawan, visi yang berorientasi kualitas, benchmarking sebagai alat dalam continuous improvement untuk mewujudkan mahasiswa yang peduli, berpengetahuan, dan dapat melayani masyarakat, serta dukungan dari pimpinan (Emulti et al., 1996).
Namun, TQM bukan satu-satunya alat untuk mencapai perbaikan dan kesempurnaan. Beberapa laporan hasil penelitian mengatakan bahwa program-program TQM menghasilkan perbaikan dalam kualitas, produkti-vitas, dan persaingan hanya 20 - 30 % dari perusahaan yang menerapkan-nya (Schonberger, 1992; Radolvisky et al., 1996). TQM memang masih dipandang sebagai suatu filosofi yang sulit dicapai, apalagi di Indonesia yang budayanya masih jauh dari kerelaan untuk memberikan yang terbaik bagi pelanggan, serta masih terdapatnya berbagai ketidakkonsistenan dalam aturan, khususnya yang menyangkut organisasi pendidikan tinggi. Hambatan dalam penerapan TQM pada organisasi pendidikan tinggi seringkali berkai-tan dengan misi idealis, kurang adanya kesepakatan dalam pengertian dan penerapan kualitas, kebebasan, dan kedewasaan akademik, dan kemampuan administratif (Matthew, 1993). Sebagai gambaran bagaimana TQM belum
181
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
diterapkan pada salah organisasi pendidikan tinggi berikut adalah contoh hasil analisis data yang dapat dikumpulkan penulis.
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah TQM sudah dilak-sanakan dalam organisasi pendidikan tinggi tersebut. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada pelanggan eksternal primer, yang dalam hal ini adalah mahsiswa program sarjana (S1). Variabel yang digunakan adalah (Sallis, 1993), sebagai berikut.
(1) Pendapat responden terhadap kualitas secara keseluruhan
(2) Pendapat responden tentang kemudahan mengakses perguruan tinggi tersebut
(3) Pendapat responden tentang pelayanan seluruh staf akademik dan non akademik pada mahasiswa
(4) Pendapat responden tentang kepemimpinan perguruan tinggi ter-sebut
(5) Pendapat responden tentang kondisi lingkungan dan sumber daya fisik perguruan tinggi tersebut
(6) Pendapat responden tentang pembelajaran dan pengajaran pada perguruan tinggi tersebut
(7) Pendapat responden tentang fasilitas fisik yang tersedia bagi ma-hasiswa
(8) Pendapat responden tentang kemampuan staf akademik dan non akademiknya
(9) Pendapat responden tentang hubungan eksternal dengan masyara-kat dan masalah pemasarannya.Dalam penelitian ini digunakan pelanggan eksternal primer yang dalam
hal ini adalah mahasiswa perguruan tinggi yang masih aktif diambil seb-agai sampel. Setelah dilakukan uji validitas data dengan teknik koefisien korelasi product moment pearson dan reliabilitas data dengan cronbach’s
182
Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2
alpha, dilanjutkan dengan metode yang menguji beda pendapat respon-den dengan menggunakan Friedmen Test (FR-test). Hasilnya adalah 76,6 % pelanggan menyatakan pelaksanaan elemen-elemen TQM pada suatu organisasi pendidikan tinggi tersebut buruk, atau TQM memang belum di-laksanakan di perguruan tinggi tersebut. Selanjutnya dengan menggunakan uji Friedman didadapatkan bahwa nilai Fr lebih kecil dari χ2 0,05 . Hal ini berarti tidak ada perbedaan terhadap penilaian tersebut atau dapat diartikan bahwa faktor pribadi yang ada pada masing-masing individu tidak mem-punyai peran penting atau tidak berarti bagi mahasiswa selaku pelanggan eksternal primer dalam memberikan penilaian terhadap pelaksanaan filosofi Total Quality Management di organisasi pendidikan tinggi yang diteliti. Sedang yang termasuk dalam faktor individu ini dapat meliputi antara lain usia, jenis kelamin, lama studi, indeks prestasi, semangat belajar, latar belakang keluarga dan budaya, dari pelanggan ekesternal primer tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perguruan tinggi terse-but belum melaksanakan TQM, baik secara total maupun parsial pada masing-masing elemennya.
Kondisi yang dialami organisasi pendidikan tinggi tersebut memang masih jauh dari pelaksanaan TQM. Hal ini disebabkan selain dari faktor internal dalam organisasi tersebut, faktor eksternal yang berupa regulasi pemerintah juga sangat mempengaruhi. Organisasi pendidikan tinggi di Indonesia memang belum berkembang bebas seperti halnya organisasi jasa atau perusahaan manufaktur.
Selanjutnya, temuan mengenai tidak terlaksananya TQM organisasi pen-didikan tinggi tersebut didukung dengan hasil penelitian mengenai kualitas pelayanan (service quality) pada organisasi pendidikan tinggi yang sama. Kualitas pelayanan dapat dianalisis dengan melihat perbedaan antara apa yang diharapkan dengan apa yang sesungguhnya dijumpai di lapangan.
Kualitas pelayanan digambarkan oleh Parasuraman et al., (1991) sebagai suatu bentuk dari sikap, berhubungan tetapi tidak ekuivalen dengan kepuasan, yang merupakan hasil perbandingan antara harapan (expectation) dengan kinerja (perfomance). Hal ini dapat dilakukan untuk menguji apakah filosofi memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan sudah dilaksanakan, di samping beberapa variabel pendukung TQM yang sudah diuji di depan.
183
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
Dalam pengertian kita sehari-hari, kata service atau layanan dikaitkan dengan hubungan antara penjual dan pembeli, dimana dalam hal ini penjual merupakan pihak yang memberikan sedangkan pembeli merupakan pihak yang meminta. Menurut Zeithaml (2000), kualitas pelayanan memiliki 5 dimensi, yaitu sebagai berikut.(1) Tangibles (Fisik), adalah fasilitas fisik, peralatan, penampilan
karyawan dalam melayani konsumen.
(2) Reliability (Keandalan), adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang benar, tepat waktu dan dapat dian-dal-kan.
(3) Responsiveness (Perhatian), adalah kesediaan untuk membantu para konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat.
(4) Assurance (Jaminan), adalah kesediaan dan kesiapan karyawan untuk memberikan pelayanan.
(5) Emphaty (Empati), adalah rasa peduli, perhatian secara pribadi yang diberikan kepada konsumen.
Instrumen SERVQUAL untuk mengukur kualitas pelayanan terdiri dari dua bagian, yaitu pertanyaan yang mengukur harapan konsumen dan pertanyaan yang mengukur persepsi konsumen terhadap organisasi pendidikan tinggi tersebut.
Langkah yang dilakukan terlebih dahulu adalah melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner dengan data yang ada. Dalam pene-litian ini digunakan teknik koefisien korelasi product moment pearson dan reliabilitas dengan cronbach’s alpha. Selanjutnya, dilakukan pe-nilaian kualitas pelayanan untuk setiap dimensi dengan cara memband-ingkan hasil penilaian tentang harapan terhadap kualitas pelayanan dan persepsi terhadap kualitas pelayanan tersebut. Hasil dari bagian per-tama dan kedua ini yang kemudian dibandingkan untuk mendapatkan nilai selisih (Gap Scores) untuk setiap dimensi dari kelima dimensi yang diukur. Hasil penelitian mengenai kualitas pelayanan di organisasi pendidikan tinggi tersebut pada setiap dimensi kualitas pelayanan adalah buruk.
184
Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2
Total Quality Mangement (TQM) yang telah dibahas di depan, memang merupakan filosofi dan metodologi yang membantu organi-sasi termasuk organisasi penyedia jasa pendidikan untuk mengelola perubahan. Esensi dari TQM adalah perubahan budaya (culture change). Perubahan ini bertujuan memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan, baik pelanggan internal yang meliputi staf edukatif dan non edukatif maupun pelanggan eksternal primer yang meliputi para peserta didik atau siswa, pelanggan eksternal sekunder yang meliputi orang tua, pemberi beasiswa, dan pemilik perusahaan, serta pelanggan eksternal tersier yang meliputi pasar tenaga kerja, pemerintah, dan masyarakat luas. Kebutuhan dan harapan seluruh pelanggan dalam bisnis pendidikan tersebut akan dapat terwujud bila dapat dicapai kepuasan pemberi jasa yang juga merupakan pelanggan internal dan pengelola beserta seluruh staf. Dan semua ini akan tercapai bila dapat terwujud mutual trust antara manajer yang dalam hal ini adalah pengelola bisnis jasa pendidikan dengan karyawan yaitu para pengajar dan staf non edukatif.
Penerapan Konsep Total Quality Management pada Organisasi Pendi-dikan Tinggi
TQM bukan pengendalian mutu (quality control) yang merupakan pen-gendalian mutu setelah proses produksi (after-the-event process). Namun TQM selalu memusatkan pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dan mengadakan pengendalian mutu sejak awal. Hal ini juga berlaku untuk sektor pendidikan. Permasalahan di sektor pendidikan yang dapat disele-saikan dengan TQM antara lain masalah kurikulum, penggunaan sumber daya yang ada secara ekonomis, bagaimana mengendalikan peningkatan biaya, penggunaan teknologi dan pembelajaran, hubungan kerjasama dengan sektor lain, dan yang berhubungan dengan peraturan pemerintah.
Untuk dapat menerapkan TQM pada lembaga pendidikan, lebih dahulu ditinjau tujuan utama lembaga pendidikan tersebut menerapkan TQM. Tujuan utama lembaga pendidikan yang menerapkan filosofi TQM adalah memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggannya. Organisasi yang baik harus menciptakan dan memelihara kedekatan hubun-gan dengan pelanggan. Kualitas harus disesuaikan dengan kebutuhan dan harapan pelanggan. Kualitas adalah apa yang diinginkan dan diharapkan
185
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
pelanggan, baik pelanggan internal (yaitu semua pihak yang berada dalam lingkungan pendidikan) maupun eksternal (yaitu semua pihak yang berada di luar lingkungan pendidikan tetapi sangat berpengaruh pada industri jasa pendidikan tersebut, seperti masyarakat), dan bukan apa yang dianggap oleh lembaga pendidikan sebagai yang terbaik.
Kesulitan yang dialami lembaga pendidikan adalah pelanggan pendi-dikan ikut memerankan peran penting dalam mutu belajarnya. Pelanggan mempunyai fungsi yang unik dalam menentukan mutu dari apa yang mereka terima dari dunia pendidikan. TQM menekankan pada kedaulatan pelang-gan, sehingga banyak bertentangan dengan konsep lama. Pendidikan dan pelatihan bagi pengajar dalam konsep dan pemikiran mengenai kualitas adalah elemen penting dalam perubahan budaya. TQM lebih dari sekedar menyenangkan dan membuat pelanggan lembaga pendidikan tersenyum, melainkan mengenai kemampuan lembaga pendidikan mendengarkan dan masuk dalam dialog mengenai ketakutan dan inspirasi orang-orang atau pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
Pendidikan adalah menyangkut orang yang belajar. TQM di sektor pendidikan menyangkut mutu pengalaman peserta didik atau siswa. Siswa adalah pelanggan primer. Tanpa kemampuan untuk memenuhi pendidikan yang dibutuhkan, tidak akan mungkin untuk suatu lembaga pendidikan dikatakan telah mencapai TQM. Sebuah lembaga pendidikan mempunyai kewajiban untuk membuat siswa menyadari adanya berbagai macam metode belajar yang tersedia baginya.
Banyak orang mempelajari bagaimana menggunakan prinsip TQM di kelas. Beberapa elemen mungkin terlibat dalam cara ini. Diawali dengan menyusun misi yang akan dicapai oleh siswa dan pengajar. Dari sini negosiasi dilakukan mengenai bagaimana dua bagian tersebut akan dapat mencapai misi, gaya belajar dan mengajar dan sumber daya yang dibutuhkan. Siswa dapat membicarakan rencana kegiatannya untuk memberikan petunjuk dan motivasi. Penyusunan feedback dengan mengadakan evaluasi bagi setiap siswa sangat penting untuk proses pembentukan jaminan kualitas (quality assurance). Evaluasi harus merupakan proses yang berjalan terus-menerus dan tidak boleh ditinggalkan sebelum siswa menyelesaikan sekolah tersebut. Hasil evaluasi pun harus didiskusikan dengan para siswa. Namun bukan
186
Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2
berarti lembaga pendidikan yang telah menerapkan filosofi TQM selalu memberikan nilai “A” bagi para siswanya bagaimana pun kondisi siswa tersebut.
Pengenalan pelaksanaan TQM tidak luput dari hambatan-hambatan yang dialami, khususnya untuk sektor pendidikan. Kenyataannya, pelaksanaan TQM merupakan pekerjaan yang berat dan memerlukan waktu lama untuk mengadakan perubahan budaya untuk quality improvement. TQM membu-tuhkan suatu kepemimpinan dan merupakan tantangan dan perubahan yang luar biasa dalam dunia pendidikan. TQM memerlukan waktu yang lama dan ketaatan staf atau manajer senior dalam pelaksanaannya. Ketakutan terhadap metode atau cara baru merupakan hambatan yang besar dalam penerapan filosofi TQM. Takut akan ketidaktahuan, takut mengerjakan segala sesuatu dengan cara yang berbeda, takut percaya pada orang lain, takut membuat kesalahan, dan sebagainya. Seluruh staf tidak akan dapat memberikan yang terbaik bila mereka tidak dipercaya dan tidak didengarkan. TQM tidak dapat dipisahkan dari rencana strategis yang digunakan untuk mencapai misi organisasi.
Oleh karena berbagai kesulitan dan hambatan dalam penerapan TQM tersebut, ada beberapa hal yang penting dan harus diperhatikan dalam menerapkan filosofi tersebut pada lembaga pendidikan. Menurut Sharples et al. (1994), yang paling penting dapat untuk melaksanakan TQM di lembaga pendidikan adalah Sebagai berikut.(1) Tanggungjawab dan dukungan (commitment) Komitman yang dimaksud adalah komitmen dari pimpinan lem-
baga pendidikan yang dikomunikasikan pada semua pihak dalam lembaga pendidikan tersebut. Sehingga timbul komitmen dari semua pihak dalam organisasi atau lembaga pendidikan terse-but.
(2) Pendidikan dan Pelatihan (education and training) Pendidikan dan pelatihan tersebut bukan hanya untuk karyawan
pelaksana atau bagian adminsitrasi, melainkan unuk semua pihak atau semua staf, baik staf edukatif maupun non edukatif. Pendidik-
187
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
an dan pelatihan ini ditujukan untuk kesiapan dalam menghadapi perubahan dan perbaikan.
(3). Penerapan dan praktek (application and practice) Sebagai suatu filosofi, TQM akan memberikan manfaat bila di-
praktekkan atau dilaksanakan. tanpa ada pelaksanaan atau praktek tersebut maka filosofi TQM hanya merupakan slogan yang berisi omong kosong belaka.
(4) Standarisasi dan pengenalan (standardization and recognition) Perlu adanya keseragaman dalam penerapan TQM sehingga kuali-
tas jasa yang disampaikan merupakan jasa yang bersifat standar (robust). Selain itu, TQM harus diperkenalkan pada seluruh pihak dalam organisasi atau lembaga pendidikan tersebut, sehingga penerapannya dapat seragam.Selanjutnya, prinsip TQM yang dapat diterapkan di dunia bis-
nis dapat juga diterapkan di dunia pendidikan dan seringkali disebut dengan Total Quality Education atau Total Quality School. Yang paling penting adalah bagaimana kepemimpinan di sektor atau lembaga pendidikan tersebut memfokuskan pada sistem daripada mengejar masalah-masalah manajemen secara mikro. Jadi, kepemimpinan yang tang-guh tersebut digunakan sebagai kekuatan dalam mengadakan perbaikan-per-baikan sistem. Menurut Fusco (1994), karak-teristik atau syarat agar TQM dapat diterapkan di sektor atau lembaga pendidikan antara lain, lembaga pendidikan tersebut harus mempunyai hal-hal sebagai berikut.
(1) Kepemimpinan yang kuatFilosofi TQM yang telah diubah menjadi TQE atau TQS akan
dapat diterapkan bila ada dukungan dan komitmen dari para pimpinan. Pimpinan di suatu lembaga pendidikan meliputi kepala sekolah atau rektor atau direktur program yang harus mendukung penerapan dan pelaksanaan filosofi tersebut. Bahkan filosofi tersebut hanya akan terwujud bila dilaksanakan secara menyeluruh, bukan hanya departe-
188
Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2
mental. Bahkan, para pengajar dan seluruh staf beserta mahasiswa se-bagai pelanggan ikut serta terlibat dalam pelaksanaan filosofi tersebut.
(2) Perbaikan-perbaikan sistem secara berkesinambunganSistem merupakan serangkaian proses yang merupakan satu ke-
satuan dan saling terkait satu sama lain. Sistem pada suatu lembaga pendidikan menyangkut berbagai permasalahan yang sangat luas, mu-lai dari sistem penerimaan staf pengajar dan non pengajar sampai pada sistem penerimaan mahasiswa. Dari penerapan visi dan misi suatu lem-baga pendidikan hingga penyusunan kurikulum. Semua sistem tersebut tentu saling terkait. Untuk dapat menerapkan filosofi TQE/ TQS, sistem tersebut harus selalu dibenahi, diperbaiki, dan disempurnakan secara berkesinambungan dengan memegang pada pedoman “quality first”.
(3) Metode statistik
TQE/ TQS yang kita kenal sebagai filosofi manajemen kualitas bu-kan berarti hanya merupakan slogan atau target yang pencapaiannya tanpa bukti. Oleh karenanya, setiap personil yang ada diatasnya atau yang berpijak pada filosofi tersebut harus berani berbicara berdasar-kan data atau fakta. Demikian pula penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, juga belum terbukti tanpa hitungan-hitungan kuantitatif. Jadi, kualitas bukan hanya bersifat kualitatif, tetapi juga bersifat kuantitatif.
(4) Memiliki visi dan nilai bersamaNilai dan visi yang sama mengandung arti penting dalam mencapai
kata sepakat. Sepakat dalam arti sepakat untuk menjadikan kualitas sebagai the way of life dan TQE/ TQS sebagai filosofi yang akan merubah budaya yang semula berorientasi pada hasil menjadi berorientasi pada proses yang berkualitas.
(5) Pesan dan perilaku yang konsisten yang perlu disampaikan kepada pelangganIndustri jasa, khususnya pendidikan memang sulit dilihat hasil-
nya. Bagaimana pendidikan yang berkualitas sulit dicari pengukuran-
189
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
nya. Hingga saat ini, lembaga pendidikan dikatakan berkualitas apa-bila lulusannya dapat bekerja di tempat yang enak. Namun harus kita ingat, apakah tempat yang enak itu relevan dengan kemampuan yang di- milikinya? Oleh karena itu, dalam filosofi TQE/ TQS mereka yang nantinya akan lulus dari suatu lembaga pendidikan sebaiknya ditem-patkan sebagai pelanggan. Walaupun ada sebagian orang yang meng- anggapnya sebagai input, tetapi hal ini merupakan anggapan kedua. Sebagai pelanggan, mereka tentu ingin mendapatkan pelayanan yang baik dan memuaskan. Pelayanan yang baik tersebut dapat mereka rumuskan dan mereka minta pada para karyawan dan pengajar sebagai pemberi jasa yang berhubungan secara langsung dengan pelanggan, atau pada pimpinan unit (dekan, ketua jurusan, dan sebagainya) sebagai pem-beri jasa yang secara tidak langsung berhubungan dengan pelanggan. Oleh karena itu, pihak pemberi jasa baik yang langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pelanggan tersebut harus mempunyai satu kata sepakat dan konsisten dengan apa yang menjadi keputusannya.
Di sisi lain, dalam industri manufaktur, pelaksanaan Total Quality Management (TQM) harus berpasangan dengan pelaksanaan Just In Time (JIT) baik sebagai filosofi untuk menghilangkan pemborosan pada semua sektor yang ada maupun Just In Time sebagai teknik pengendalian persediaan, penjadwalan, penyediaan produk dan sebagainya. Sektor jasa pendidikan juga dapat menerapkan Just In Time dalam mendukung pelak-sanaan filosofi Total Quality Management atau Total Quality Education. Pendidikan yang menganut prinsip Just In Time dapat ditunjukkan dengan partisipasi dari para peserta didik. Para peserta didik harus aktif dengan para staf akademik atau pengajar sebagai fasilitator. Para peserta didik juga harus didorong untuk selalu bekerja sama dengan orang lain. Prinsip utama JIT di sektor pendidikan tersebut adalah semua peserta didik lebih terlibat dalam proses, adanya rasa memiliki terhadap organisasi atau lembaga pendidikan tersebut, menggunakan pengalaman yang dimiliki untuk mencapai keber-hasilan, adanya dukungan atau komitmen semua pihak. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menggunakan filosofi JIT yang dicapai dengan simulasi atau dengan proses partisipasi aktif lain.
Penerapan Just In Time dalam pendidikan juga tidak terlalu banyak ber-
190
Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2
beda dengan penerapannya di sektor manufaktur. Pada dasarnya JIT meng-hendaki perubahan pikiran, mempertanyakan kondisi yang telah mantap, menghilangkan pemborosan atau segala aktivitas yang tidak perlu, menyu-sun kembali tata letak organisasi (layout), penyederhanaan dalam kegiatan operasi, mengembangkan fleksibilitas, mengubah pengukuran-pengukuran, mencapai perbaikan terus-menerus dan berkesinambungan, dan mutu. Menurut Tatikonda (1993), pemborosan yang terjadi pada sektor pendidikan yang harus dihindari oleh JIT antara lain topik yang berulang atau sama pada lebih dari satu mata kuliah, pemberian pre-test mengenai materi yang akan disampaikan terlalu berlebihan, sehingga hanya akan menimbulkan pengerjaan kembali produk cacat atau tidak ada proses pembelajaran yang baru, pengenalan setiap mata kuliah secara berlebihan yang sebenarnya tidak perlu di berikan, pengaturan heregistrasi yang rumit dan memakan waktu lama, dan masih bayak lagi.Oleh karena itu, mata kuliah-mata kuliah yang akan disampaikan perlu mengikuti logika dalam group of technology, yaitu dengan membagi mata kuliah-mata kuliah tersebut kedalam beberapa induk yang besar dan para dosen pengampu mata kuliah dalam satu bagian harus selalu mengadakan pembicaraan atau pembahasan mengenai materi-materi tersebut. Selain itu, pelayanan administrasi juga harus mengadakan perbaikan diri, dalam arti pemberian pelayanan kepada pelanggan eksternal primer yang dalam hal ini adalah peserta didik, harus cepat dan tepat. Hal ini akan dapat terlaksana dengan baik bila ada komitmen dari semua pihak dan didukung sarana dan prasarana yang memadai.
Selanjutnya, dalam industri jasa pendidikan, kualitas suatu jasa pen-didikan juga sangat penting, yaitu penilaian kualitas oleh pelanggan yang menikmati secara langsung jasa pendidikan yang ditawarkan. Istilah lain untuk Kaizen adalah Continuous Improvement dan Six Sigma, di mana kon-sep ini dilandasi dengan do it right the first time dengan pantang menerima, memproses, dan melanjutkan produk cacat. Perbaikan dalam proses itulah yang selalu ditekankan dalam konsep ini. Jasa pendidikan sebagai output memang tidak dapat kita perbaiki. Yang dapat kita perbaiki adalah proses penyelenggaraan program dan penyediaan jasa pendidikan.
Sementara itu, perbaikan secara terus-menerus dan berkesinam-bungan dapat dilakukan dengan cara mengadopsi praktek-praktek atau proses yang
191
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
terbaik dari organisasi penyelenggara program dan penyediaan jasa pendidi-kan lain ke dalam organisasi kita dengan disesuaikan dengan kondisi yang kita miliki. Cara ini kita kenal dengan benchmarking. Bila cara ini yang kita tem-puh, maka keterbukaan dari lembaga pendidikan atau organisasi penyelengg-ara program dan penyedia jasa pendidikan baik organisasi sebagai pengadopsi maupun yang diadopsi. Sedang cara yang dilakukan oleh Amerika untuk mengejar ketinggalannya dari Jepang dalam pengendalian mutu penyeleng-garaan program adalah dengan membuat lompatan jauh ke depan atau mem-bongkar proses yang selama ini dilakukan menjadi suatu proses yang baru dan lebih baik. Cara ini kita kenal dengan reengineering. Bila cara ini yang kita tempuh maka pembongkaran yang dilakukan harus secara menyeluruh sampain ke akar-akarnya.
Selanjutnya, dalam penerapan TQM pada industri jasa pendidikan, menurut Herbert et al. (1995) ada empat pendekatan atau cara yang dapat digunakan, yaitu sebagai berikut.
(1) Menggunakan filosofi atau prinsip TQM dalam memperbaiki fungsi operasi dan adminsitrasi pada sebuah lembaga pendidi-kanTQM adalah filosofi perbaikan secara terus-menerus dan ber-
kesinambungan yang dapat menyediakan bagi lembaga pendidikan seperangkat alat-alat untuk dapat memenuhi atau melebihi kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan. Keinginan, kebutuhan, dan harap- an pelanggan yang dalam hal ini adalah pelanggan iinternal mau- pun eksternal terhadap seluruh kegiatan operasional dan administrasi suatu lembaga pendidikan. Oleh karena itu prinsip TQM harus diperkenalkan dan diterapkan pada fungsi-fungsi akademis dan non akademis.
Pelanggan tentu saja menginginkan pelayanan yang diberikan oleh bagian administrasi tepat waktu, cepat, benar, dan memuaskan. TQM seb-agai suatu filosofi dapat digunakan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan dalam memberikan pelayanan tersebut. Perbaikan tersebut bukan berupa perubahan total, tetapi perubahan kecil setiap hari dan menyangkut peruba-han hingga hal-hal yang kecil dengan menganut prinsip Kaizen yaitu little better everyday.
192
Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2
(2) Memasukkan TQM sebagai salah satu mata kuliahKombinasi perubahan lingkungan eksternal dan tekanan dunia
bisnis membuat TQM menjadi isu yang sangat penting pada suatu lembaga pendidikan. Bila TQM telah digunakan sebagai suatu pendekatan dalam men-gelola bisnis jasa pendidikan, maka secara logis juga harus dapat dimasukkan dalam kurikulum, dalam artian pada lembaga pendidikan tersebut terdapat mata kuliah yang khusus berbicara mengenai Total Quality Management. Hal ini mendorong lembaga-lembaga pendidikan untuk mengidentifikasi pelanggan primer dan memberikan kesempatan untuk mempelajari prinsip TQM.
(3) Menggunakan TQM sebagai metode pengajaran di kelasHal ini berarti TQM harus dijadikan sebagai inti dari proses
pembelajaran yang dilakukan. Menurut Peak (1995), TQM dapat digunakan sebagai metode pengajaran di kelas dengan beberapa cara, antara lain:
a. TQM menawarkan pendekatan sistematik untuk perbaikan secara terus-menerus Hal ini berarti bahwa pendidik tidak bekerja sendiri, tetapi ada parti-
sipasi semua pihak yang terkait seperti peserta didik, orang tua, pendidik, karyawan, dan orang-orang dalam dunia bisnis yang menggunakan lulusan suatu lembaga pendidikan.
b. TQM menyediakan seperangkat alat statistikAlat-alat statistik tersebut digunakan untuk menemukan akar penyebab
permasalahan dan mencari cara menghilangkannya.
c. TQM menginginkan pekerjaan yang bermutuDalam filosofi TQM, kualitas bukan hanya kualitas produk
atau jasa, melainkan yang terpenting adalah kualitas proses. Di sektor pendidikan, proses tersebut adalah proses penyelenggaraan program dan penyediaan jasa pendidikan. Jadi proses tersebut juga harus selalu men-gutamakan mutu dengan menomorsatukan kepuasan pelangan.
193
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
d. TQM menyediakan kata-kata yang umum untuk pendidik dan eksekutif bisnisPendidik menulis kembali apa yang telah diuraikan Deming, yaitu Plan-
Do-Check-Action atau Plan-Do-Study-Action. Siklus ini akan digunakan dalam memperbaiki proses pengajaran atau penyediaan jasa pendidikan.
Dengan menggunakan TQM, peran pendidik ditransformasikan atau diubah dari pemberian informasi kepada peserta didik menjadi mendengarkan peserta didik dan menjadi fasilitator yang membantu peserta didik dalam proses belajar-mengajar. Peran pengajar yang menggunakan filosofi TQM adalah mengembangkan budaya di mana peserta didik mengetahui tujuan dari apa yang mereka buat. Idenya adalah, bahwa mereka ingin belajar dan membantu mereka aktif dalam proses pendidikan tersebut.
Pada suatu sekolah atau lembaga pendidikan yang menganut filosofi TQM akan menghindari testing atau ujian sebagai pengukur keberhasil- an peserta didik. Pada point ketiga dalam Deming’s 14 Points yang men-gatakan “Hentikan pengujian untuk meningkatkan kualitas” , maka dikatakan bahwa pengujian hanya akan menunjukkan penyimpangan dari filosofi TQM dengan Continuous Quality Improvement-nya. Penggunaan alat-alat statistik dan teknik-teknik Deming akan membantu dalam mencapai keberhasilan penerapan TQM dalam jangka pendek. CQI menghendaki usaha yang terus-menerus dengan perubahan budaya sehingga keberhasilan TQM dalam jangka panjang juga akan tercapai. TQM memang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu proses belajar sehingga akhirnya akan meningkatkan mutu pengetahuan yang diperoleh mara peserta didik.
(4) Menggunakan TQM untuk mengelola kegiatan-kegiatan peneli-tianSuatu lembaga pendidikan tinggi atau universitas mempunyai misi utama
yaitu pendidikan/ pengajaran, penelitian, dan pelayanan atau pengabdian pada masyarakat. Kegiatan penelitian tidak pernah terlepas dari tri dharma perguruan tinggi. Dalam melaksanakan penelitian juga perlu pengalolaan terhadap sumber daya untuk penelitian tersebut. Oleh karena itu perlu pendi-dikan dan pelatihan dalam kegiatan penelitian tersebut. Selain itu, komitmen dari pimpinan untuk dapat mendukung kegiatan tersebut sangat diperlukan
194
Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2
disamping koomitmen dari para peneliti itu sendiri. Hasil penelitian terse-but juga harus selalu diperbaiki dan disempurnakan. Bisa jadi, penelitian tersebut dilakukan atas permintaan dari pihak tertentu yang mempercayai lembaga pendidikan tersebut untuk meneliti permasalahan yang terjadi pada pihak yang meminta penelitian tersebut. Sehingga, pihak yang meminta dilakukannnya penelitian itulah pelanggannya di mana kepuasannya harus diwujudkan dengan berpedoman pada filosofi TQM.
Metode-metode yang digunakan dalam penerapan TQM dan CQI untuk sektor industri atau perdagangan dapat juga digunakan pada lem-baga-lembaga pendidikan. Lebih jauh lagi, penerapan TQM dan CQI dapat meningkatkan kemampuan lembaga pendidikan tersebut untuk menyediakan lulusan yang bermutu, dalam berbagai program kemampuan atau keilmuan dan keterampilan atau kejuruan.
Namun demikian, penerapan filosofi TQM di sektor pendidikan ini bukannya tanpa kendala. Menurut Hittman (1993), ada beberapa hambatan yang sering dihadapi dalam menerapkan filosofi tersebut, antara lain seb-agai berikut.(1) Sasaran dari berbagai metode perbaikan kualitas tradisional pada
lembaga-lembaga pendididkan hanya berupa kesesuaian terhadap standar
(2) Standar jaminan kualitas seringkali disusun terlalu rendah atau terlalu tinggi, sehingga program-program pendidikan akan men-galami kesulitan dalam pencapaiannya.
(3) Definisi klasik mengenai jaminan kualitas terlalu sempit.
(4) Pendekatan yang mutakhir mengkonsentrasikan hanya pada per-formansi pengajaran dan mengurangi penekanan pada kontribusi dari hal-hal yang bukan berkaitan dengan pengajaran.
(5) Pendekatan yang mutakhir yang hanya menekankan pada instruk-tur pendidikan.
Kesuksesan dalam penerapan TQM di suatu lembaga pendidikan tergantung dari visi yang digunakan oleh para guru atau dosen, guru besar, dan para
195
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
pemimpin departemen. Sasarannya adalah memperbaiki proses belajar den-gan memberdayakan para peserta didik dan meningkatkan tanggungjawabnya dalam proses belajar.
Filosofi TQM memang selalu menuntut perubahan dan perbaikan, sehingga membutuhkan waktu lama dalam penerapannya. Perubahan dan perbaikan tersebut antara lain meliputi metode pengajaran, prestasi peserta didik, komunikasi, pelayanan misalnya dalam penyediaan kantin, transpor-tasi, pemeliharaan, dan pembelian. Dengan kesadaran untuk selalu melaku-kan perbaikan secara berkesinambungan maka filosofi TQM akan terlaksana dan tujuan lembaga pendidikan untuk meningkatkan mutu dapat tercapai.
TQM di suatu lembaga pendidikan tidak mahal dan bukan bertu-juan untuk membuat kekacauan, melainkan diharapkan dapat melibat-kan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk mencapai mutu pendidi-kan yang lebih baik. Di bawah payung TQM yang lebih menekankan pada budaya daripada teknik, lembaga-lembaga pendidikan akan bekerja sebagai partner dalam menyediakan kurikulum atau rencana program untuk mendukung TQM untuk meningkatkan mutu pen- didikan.
Penutup
Total Quality Management (TQM) memang merupakan suatu proses dan filosofi dasar yang akan berhasil bila diterapkan secara serentak pada semua level dalam organisasi. Penerapan TQM tidak memerlukan peralatan atau sistem manajemen baru, melainkan komitmen atau kesadaran untuk mengadakan perubahan budaya yang berorientasi pada peningkatan kualitas dan perbaikan seluruh proses secara terus-menerus, menyeluruh, dan ber-kesinambungan. TQM memang dapat diterapkan dalam organisasi apa pun tak terkecuali. Dengan memperhatikan cara penerapannya, dalam bidang apa saja filosofi tersebut diterapkan, dan bagaimana mensiasati kendala dan hambatan yang menghalangi pene-rapan tersebut pada organisasi pendidikan tinggi, maka pelaksanaan yang membutuhkan waktu lama tidak akan terasa. Selain itu, apabila diikuti dengan benar maka keberhasilan akan berada di tangan, baik individu maupun organisasi.
196
Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2
Daftar Pustaka
Bolton, A. 1995. A Rose By Any Other Name: TQM In Higher Education. Quality Assurance in Education, 3 (2), 13-18. Diakses dari www.emerald-library.com tanggal 3 April 2001.
Emulti, D., Kathwala, Y., dan Manippallil, M. 1996. Are Total Quality Management Programs In Higher Education Worth The effort ? International Journal of Quality and Reliability Management, 13 (6), 29-44. Diakses dari www.emerald-library.com tanggal 8 Mei 2001.
Feigenbaum, A.V. 1991, Total Quality Control (3 rd edition). New York: McGraw-Hill.
Harvey, L. dan Green, D. 1994. Defining Quality. Assessment and Evalu-ation in Higher Education, 18 (1), 9-34. dari CD-ROM.
Herbert, F. J., Dellana, S. A., dan Bass, K. E. 1995. Total Quality Management In Business School: The Faculty Viewpoint. Sam Advanced Management Journal, Autumn, 20-34. Dari CD-ROM.
Hewitt, F. dan Clayton, M. 1999. Quality and Complexity Lessons From English Higher Education. International Journal of Quality and Reliability Management, 16 (9), 838-858. Diakses dari www.emerald-library.com tanggal 15 Juli 2001.
Hittman, J. A. 1993. TQM and CQI in Postsecondary Education. Quality Progress Journal, 77-80. Dari CD-ROM.
Ho, S.K., dan Wearn, K. 1996. A TQM Model For Higher Education and Training. Training for Quality Journal, 3 (2), 25-33. Diakses www.emerald-library.com tanggal 2 Agustus 2001.
Matthew, W. 1993. The Missing Element in Higher Education. Journal of Quality and Participation, 4 (2), 35-42. Diakses www.emerald-library.com tanggal 5 April 2000.
197
Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi
Owlia, M.S. dan Aspinwall, E.M. 1996. TQM In Higher Education- A Review. International Journal of Quality and Reliability Manage-ment, 14 (5), 527-543. Diakses www.emerald-library.com tanggal 5 Mei 2001.
Parasuraman, A., Zeithaml, V.A., dan Berry, L.L. 1991. Refinement and Re-assessment of The Servqual Scale. Journal of Retailing, 67, Winter, 420-450. Dari CD-ROM.
Patel, A. 1994. Quality Assurance (BS5750) in Social Services Departments. International Journal of Health Care Quality Assur-ance, 7 (2), 26-32. Diakses www.emerald-library.com tanggal 3 Agustus 2001.
Peak, M. P. 1995. TQM Transforms The Class. Management Review, September, 13-18. Dari CD-ROM.
Radolvisky, Z.D., Gotcher, J.W., dan Slattsveen, S. 1996. Imple- menting Total Quality Management: Statistical Analysis of Survey Results. International Journal of Quality and Reliability Manage-ment, 13 (1), 10-23. Diakses dari www.emerald-library.com tanggal 10 Maret 2001.
Sallis, E. 1993. TQM in Higher Education. Kogan Page Educational Man-agement Series. London: Kogan Page.
Schonberger, R. 1992. Total Quality Management Cuts a Broad Swathe - Though Manufacturing and Beyond. Organizational Dy-namics, Spring, 16-27. Dari CD-ROM.
Sharples, K. A., Slusher, M., Swaim, M. 1996. How TQM Can Work In Education. Quality Progress, May, 75-78. Dari CD-ROM.
Tatikonda, L. U. 1993. CMA, JIT Can Save Accounting Education: Elimi-nate Waste and Chenge The Status Quo, Management Accounting Journal, December. Dari CD-ROM.
Woon, K.C. 2000. TQM Implementation: Comparing Singapore’s Service and Manufacturing Leaders. Managing Service
198
Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2
Quality, 10 (5), 318-331. Diakses dari www.emerald-library.com tanggal 12 Agustus 2001.
Zeithaml, V.A. 2000. Service Quality, Profitability, and the Economic Worth of Customers: What We Know and What We Need to Learn. Journal of The Academy of Marketing Science, 28 (1), 67-85. Dari CD-ROM.
518 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
PENGENDALIAN KUALITAS KEMASAN PLASTIK POUCH MENGGUNAKAN STATISTICAL PROCCES CONTROL (SPC) DI PT INCASI RAYA PADANG
Rendy Kaban Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang Email: rendhy_ntoro@cutey.com
Abstract
PT Incasi Raya is one of the major companies in Indonesia which produce edible oils. One of the stages in the production activities are packaging products. Used packaging made of plastic material, with the capacity and different type. Plastic pouch is one of the few types of packaging used in the packaging of edible oils. Quality packaging affects the distribution of production to the consumer. If the packaging is damaged, then the product can not be
distributed to consumers. Therefore, the quality of the packaging must be kept for the successful marketing of the product. One way to implement a quality control methods Statistical Processing Control (SPC). The data used in this study is a secondary data provided by the company. Data collected is the number of production reject every month in packaging activities. The data processing of the data collection that is making control map p. The results of data processing show that many reject the production of packaging that are outside the control limits. Data that are outside the control limits indicates there is a problem
in the quality control of the company. Of all types of packaging, only one or two months of production reject packs that are in the control limits. This suggests that the dominant packaging reject each month of production is outside the control limits. Reject the production was analyzed using a causal diagram. Factors influencing the presence reject packaging production is based on the analysis of human, machine, environment, materials, and methods within the company. After analyzing of the causal diagram, the data is revision. Making a map of the proposed p controls the data that has been revised is the end result of
the data processing is done. Quality control companies are advised to be on the boundary control such as control map p recommended.
Keyword : Reject Production, Packaging, Control Limits, Plastik, Edible Oils
Abstrak
PT Incasi Raya merupakan salah satu perusahaan besar di Indonesia yang memproduksi minyak goreng. Salah satu hal tahapan dalam kegiatan produksinya adalah pengemasan produk. Kemasan yang digunakan terbuat dari bahan plastik, dengan kapasitas dan jenis yang berbeda-beda. Plastik pouch merupakan salah satu dari beberapa jenis kemasan yang
digunakan dalam pengemasan minyak goreng. Kualitas kemasan sangat berpengaruh terhadap pendistribusian hasil produksi kepada konsumen. Apabila kemasan mengalami kerusakan, maka produk tersebut tidak dapat didistribusikan kepada konsumen. Oleh karena itu, kualitas dari kemasan harus dijaga untuk keberhasilan pemasaran produk. Salah satu cara pengendalian kualitas menerapkan metode Statistical Processing Control (SPC). Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diberikan oleh perusahaan. Data yang dikumpulkan adalah jumlah reject produksi setiap bulan dalam kegiatan
pengemasan. Pengolahan data dilakukan dari pengumpulan data yaitu pembuatan peta kontrol p. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa banyak kemasan reject produksi yang
berada diluar batas kontrol. Data yang berada diluar batas kontrol menandakan terdapat masalah pada pengendalian kualitas perusahaan. Dari semua jenis kemasan, hanya satu atau dua bulan saja jumlah kemasan reject produksi yang berada dalam batas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa dominan tiap bulannya kemasan reject produksi berada diluar batas
kontrol. Terjadinya reject produksi dianalisis menggunakan diagram sebab akibat. Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya kemasan reject produksi berdasarkan analisis adalah manusia, mesin, lingkungan, material, dan metode dalam perusahaan. Setelah dilakukan
Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 519
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
analisis dengan diagram sebab akibat, dilakukan revisi data. Pembuatan peta kontrol p usulan dari data yang telah direvisi merupakan hasil akhir dari pengolahan data yang dilakukan. Pengendalian kualitas perusahaan disarankan berada pada batas kendali seperti peta kontrol p usulan.
Kata Kunci : Reject Produksi, Kemasan, Batas Kontrol, Plastik, Minyak Goreng
1. PENDAHULUAN
Pendahuluan berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian dan
batasan masalah pada penyelesaian kasus.
1.1 Latar Belakang
Saat ini, berbagai perusahaan industri sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat, terutama dalam bidang manufaktur dan jasa. Oleh karena
perkembangan yang sangat pesat, setiap perusahaan memiliki pesaing yang memproduksi produk yang sama dengan produk yang dihasilkan. Untuk menarik perhatian konsumen, berbagai cara dilakukan oleh perusahaan, seperti meningkatkan kualitas produk, memberi
variasi produk, produk yang dihasilkan memiliki keunikan, sehingga konsumen merasa tertarik. Dari uraian tersebut, konsumen biasanya lebih mengutamakan kualitas produk yang dihasilkan. Agar kualitas produk yang dihasilkan lebih
maksimal, diperlukan suatu metode pengendalian mutu untuk meningkatkan kualitas produksi.
Setiap perusahaan memiliki batas toleransi terhadap kualitas produk yang ia miliki. Apabila kualitas produk berada di luar batas toleransi maka perusahaan harus
mengendalikan keadaan tersebut agar
perusahaan tidak mengalami kerugian. Kualitas produk tidak sesuai dengan yang diharapkan dapat terjadi karena kesalahan yang terjadi pada mesin, operator, maupun lingkungan kerja. Jika kesalahan terjadi pada mesin, maka harus dilakukan suatu
tindakan perbaikan pada mesin, begitu juga dengan operator dan lingkungan kerja, jika kesalahan terjadi pada bagian ini, maka perusahaan harus melakukan suatu perbaikan terhadap operator dan lingkungan pekerjaan.
PT. Incasi Raya merupakan suatu perusahaan manufaktur yang memproduksi
minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Minyak goreng yang dihasilkan disebarkan ke banyak daerah di Indonesia, baik yang di daerah Sumatera Barat maupun diluar dari daerah Sumatera
Barat. Permintaan pasar terhadap hasil
produksi perusahaan tersebut selalu tinggi di pasaran. Oleh karena itu, kualitas produk yang dihasilkan harus di jaga agar
pelanggan merasa puas menggunakan
produk tersebut. Kualitas minyak goreng yang dihasilkan cukup memuaskan di pasaran, namun salah satu kendala adalah kualitas kemasan yang kurang bagus sehingga hasil produksi yang dihasilkan tidak sesuai dengan target produksi. Pengendalian
kualitas terhadap kemasan minyak goreng tersebut harus diperhatikan, hal ini karena apabila produk telah dibawa ke pasaran namun masih mengandung kemasan yang rusak maka konsumen akan mengembalikan produk tersebut ke perusahaan. Kemasan rusak minyak goreng dapat terjadi karena
kerusakan pada proses produksi (reject
produksi) maupun kerusakan oleh pabrik (reject pabrik). Hal ini sangat perlu diperhatikan agar pelanggan tidak kecewa menggunakan produk yang dihasilkan oleh perusahaaan.
Pengendalian mutu merupakan teknik dan kegiatan operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu. Dalam pengendalian mutu banyak metode yang dapat digunakan dalam penyelesaian masalah kualitas produk. Metode yang digunakan kali ini adalah metode SPC
(Statistical Processing Control). SPC (Statistical Processing Control) merupakan
suatu teknik statistik yang digunakan secara luas untuk memastikan bahwa proses memenuhi standar. Pengendalian kualitas yang digunakan dalam melaksanakan pengendalian kualitas pada PT. Incasi Raya
dilakukan secara atribut, yaitu pengukuran kualitas terhadap karakteristik produk yang tidak dapat atau sulit diukur. Karakteristik yang dimaksud disini adalah kualitas produk yang baik atau cacat.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan dibahas di
dalam laporan kerja praktek ini adalah apakah pengendalian kualitas kemasan plastik pouch pada PT. Incasi Raya berada dalam batas kendali, apa saja faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya reject
produksi dan bagaimana tindakan terhadap reject produksi.
520 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam penulisan laporan kerja praktek ini sebagai berikut: 1. Menganalisa pengendalian kualitas
kemasan plastik pouch pada PT. Incasi Raya terhadap batas kendali.
2. Menganalisa hal-hal yang menyebabkan terjadinya reject produksi kemasan plastik pouch pada PT. Incasi Raya.
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah pada pembuatan
laporan kerja praktek ini adalah : 1. Penelitian dilakukan hanya pada reject
produksi, tanpa melibatkan reject pabrik. 2. Kemasan yang diteiliti hanya terhadap
kemasan plastik pouch.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Adapun teori-teori yang melandasi penyelesaian laporan kerja praktek ini sebagai berikut:
2.1 Kualitas
Kualitas merupakan suatu istilah relatif yang sangat bergantung pada situasi. Ditinjau dari pandangan konsumen, secara subyektif orang mendefinisikan kualitas adalah sesuatu yang cocok dengan selera (fitness for use). Produk dikatakan
berkualitas apabila produk tersebut mempunyai kecocokan penggunaan bagi dirinya. Pandangan lain mengatakan kualitas adalah barang atau jasa yang dapat menaikkan status pemakai. Ada juga yang mengatakan barang atau jasa yang memberikan manfaat pada pemakai
(measure of utility and usefulness). Kualitas
barang atau jasa dapat berkenaan dengan keandalan, ketahanan, waktu yang tepat, penampilannya, integritasnya, kemurniannya, individualitasnya, atau kombinasi dari berbagai faktor tersebut [2].
Uraian di atas menunjukkan bahwa pengertian kualitas dapat berbeda-beda pada setiap orang pada waktu khusus dimana kemampuannya (availability), kinerja (performance), keandalan (reliability), kemudahan pemeliharaan (maintainability) dan karakteristiknya dapat
diukur. Ditinjau dari sudut pandang produsen, kualitas dapat diartikan sebagai
kesesuaian dengan spesifikasinya. Suatu produk akan dinyatakan berkualitas oleh produsen, apabila produk tersebut telah sesuai dengan spesifikasinya [6].
Menurut Juran adapun pengertian kualitas menurut para ahli sebagai berikut [6]: 1. Kualitas adalah keseluruhan fitur dan
karakteristik produk atau jasa yang mampu memuaskan kebutuhan yang terlihat atau yang tersamar.
2. Kualitas adalah “conformance to requirement”, yaitu sesuai dengan yang diisyaratkan atau distandarkan. Suatu Produk memiliki kualitas apabila sesuai
dengan standar kualitas yang telah
ditentukan. 3. Kualitas adalah kesesuaian dengan
kebutuhan pasar. 4. Kualitas suatu produk adalah keadaan
fisik, fungsi, dan sifat suatu produk bersangkutan yang dapat memenuhi
selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai dengan nilai uang yang telah dikeluarkan.
Kualitas tidak bisa dipandang sebagai
suatu ukuran yang sempit, yaitu kualitas
produk semata-mata. Hal itu bisa dilihat dari beberapa pengertian tersebut diatas, dimana
kualitas tidak hanya kualitas produk saja akan tetapi sangat kompleks karena melibatkan seluruh aspek dalam organisasi serta diluar organisasi. Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima
secara universal, namun dari beberapa definisi kualitas menurut para ahli di atas terdapat beberapa persamaan, sebagaimana yang diringkas dalam Nasution yaitu: kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan, kualitas mencakup produk, tenaga kerja, proses dan
lingkungan, dan kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang
dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang)[8].
2.2 Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas merupakan salah satu teknik yang perlu dilakukan mulai dari sebelum proses produksi berjalan, pada saat proses produksi, hingga proses produksi berakhir dengan menghasilkan produk akhir. Pengendalian kualitas dilakukan agar dapat
menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang sesuai dengan standar yang diinginkan dan direncanakan, serta
memperbaiki kualitas produk yang belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan sebisa mungkin mempertahankan kualitas yang sesuai. Adapun pengertian
pengendalian menurut para ahli adalah sebagai berikut:
Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 521
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
1. Pengendalian dan pengawasan adalah
kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar kepastian produksi dan operasi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang
direncanakan dan apabila terjadi penyimpangan, maka penyimpangan tersebut dapat dikoreksi sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai [9].
2. Pengendalian kualitas adalah pengawasan mutu, merupakan usaha untuk mempertahankan mutu/kualitas barang
yang dihasilkan, agar sesuai dengan
spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan [9].
3. Pengendalian Kualitas adalah teknik dan aktivitas operasional yang digunakan untuk memenuhi standar kualitas yang
diharapkan.” Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengendalian kualitas adalah suatu teknik dan aktivitas/tindakan yang terencana yang dilakukan untuk mencapai, mempertahankan, dan
meningkatkan kualitas suatu produk dan jasa agar sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan dan dapat memenuhi kepuasan konsumen [3].
2.3 Tujuan Pengendalian Kualitas
Menurut Assauri adapun tujuan dari
pengendalian kualitas adalah [9]: 1. Agar barang hasil produksi dapat
mencapai standar kualitas yang telah ditetapkan.
2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
3. Mengusahakan agar biaya desain dari
produk dan proses dengan menggunakan kualitas produksi tertentu
dapat menjadi sekecil mungkin. 4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat
menjadi serendah mungkin.
Tujuan utama pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan jaminan bahwa kualitas produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis atau serendah mungkin. Pengendalian kualitas tidak dapat dilepaskan
dari pengendalian produksi, karena pengendalian kualitas merupakan bagian dari pengendalian produksi. Pengendalian
produksi baik secara kualitas maupun kuantitas merupakan kegiatan yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Hal ini disebabkan karena kegiatan produksi yang
dilaksanakan akan dikendalikan, supaya barang atau jasa yang dihasilkan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan, dimana penyimpangan-penyimpangan yang terjadi diusahakan diminimumkan. Pengendalian kualitas juga menjamin barang
atau jasa yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan seperti halnya pada pengendalian produksi, dengan demikian antara pengendalian produksi dan pengendalian kualitas erat kaitannya dalam pembuatan barang.
2.4 Faktor-Faktor Pengendalian
Kualitas
Menurut Montgomery faktor-faktor yang mempengaruhi pengendalian kualitas yang dilakukan perusahaan adalah [7]: 1. Kemampuan Proses, batas-batas yang
ingin dicapai haruslah disesuaikan
dengan kemampuan proses yang ada. Tidak ada gunanya mengendalikan suatu proses dalam batas-batas yang melebihi kemampuan atau kesanggupan proses yang ada.
2. Spesifikasi yang berlaku, Spesifikasi hasil
produksi yang ingin dicapai harus dapat berlaku, bila ditinjau dari segi
kamampuan proses dan keinginan atau kebutuhan konsumen yang ingin dicapai dari hasil produksi tersebut. Dalam hal ini haruslah dapat dipastikan dahulu apakah spesifikasi tersebut dapat berlaku dari
kedua segi yang telah disebutkan di atas sebelum pengendalian kualitas pada proses dapat dimulai.
3. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima, Tujuan dilakukannya pengendalian suatu proses adalah dapat mengurangi produk yang berada di
bawah standar seminimal mungkin. Tingkat pengendalian yang diberlakukan
tergantung pada banyaknya produk yang berada dibawah standar yang dapat diterima.
4. Biaya kualitas, biaya kualitas sangat
mempengaruhi tingkat pengendalian kualitas dalam menghasilkan produk dimana biaya kualitas mempunyai hubungan yang positif dengan terciptanya produk yang berkualitas.
2.5 Langkah - Langkah Pengendalian
Kualitas
Standarisasi sangat diperlukan sebagai
tindakan pencegahan untuk memunculkan kembali masalah kualitas yang pernah ada dan telah diselesaikan. Hal ini sesuai dengan konsep pengendalian mutu berdasarkan sistem manajemen mutu yang berorientasi
pada strategi pencegahan, bukan pada strategi pendeteksian saja. Berikut ini adalah
522 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
langkah-langkah yang sering digunakan dalam analisis dan solusi masalah mutu [7]: 1. Memahami kebutuhan peningkatan
kualitas.
Langkah awal dalam peningkatan kualitas adalah bahwa manajemen harus secara jelas memahami kebutuhan untuk peningkatan mutu. Manajemen harus secara sadar memiliki alasan-alasan untuk peningkatan mutu dan peningkatan mutu merupakan suatu kebutuhan yang
paling mendasar. Tanpa memahami
kebutuhan untuk peningkatan mutu, peningkatan kualitas tidak akan pernah efektif dan berhasil. Peningkatan kualitas dapat dimulai dengan mengidentifikasi masalah kualitas yang terjadi atau kesempatan peningkatan apa yang
mungkin dapat dilakukan. Identifikasi masalah dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dengan menggunakan alat-alat bantu dalam peningkatan kualitas seperti brainstromming, check Sheet, atau
diagram Pareto. 2. Menyatakan masalah kualitas yang ada.
Masalah-masalah utama yang telah dipilih dalam langkah pertama perlu dinyatakan dalam suatu pernyataan yang spesifik. Apabila berkaitan dengan masalah kualitas, masalah itu harus
dirumuskan dalam bentuk informasi-informasi spesifik jelas tegas dan dapat diukur dan diharapkan dapat dihindari pernyataan masalah yang tidak jelas dan tidak dapat diukur.
3. Mengevaluasi penyebab utama Penyebab utama dapat dievaluasi dengan
menggunakan diagram sebab-akibat dan menggunakan teknik brainstromming.
Dari berbagai faktor penyebab yang ada, kita dapat mengurutkan penyebab-penyebab dengan menggunakan diagram pareto berdasarkan dampak dari
penyebab terhadap kinerja produk, proses, atau sistem manajemen mutu secara keseluruhan.
4. Merencanakan solusi atas masalah. Diharapkan rencana penyelesaian masalah berfokus pada tindakan-tindakan untuk menghilangkan akar penyebab dari
masalah yang ada. Rencana peningkatan untuk menghilangkan akar penyebab
masalah yang ada diisi dalam suatu formulir daftar rencana tindakan.
5. Melaksanakan perbaikan Implementasi rencana solusi terhadap
masalah mengikuti daftar rencana tindakan peningkatan kualitas. Dalam tahap pelaksanaan ini sangat dibutuhkan komitmen manajemen dan karyawan serta partisipasi total untuk secara bersama-sama menghilangkan akar penyebab dari masalah kualitas yang
telah teridentifikasi.
6. Meneliti hasil perbaikan. Setelah melaksanakan peningkatan kualitas perlu dilakukan studi dan evaluasi berdasarkan data yang dikumpulkan selama tahap pelaksanaan untuk mengetahui apakah masalah yang
ada telah hilang atau berkurang. Analisis terhadap hasil-hasil temuan selama tahap pelaksanaan akan memberikan tambahan informasi bagi pembuatan keputusan dan perencanaan peningkatan berikutnya.
7. Menstandarisasikan solusi terhadap masalah.
Hasil-hasil yang memuaskan dari tindakan pengendalian kualitas harus distandarisasikan, dan selanjutnya melakukan peningkatan terus-menerus pada jenis masalah yang lain.
Standarisasi dimaksudkan untuk mencegah masalah yang sama terulang kembali.
8. Memecahkan masalah selanjutnya. Setelah selesai masalah pertama, selanjutnya beralih membahas masalah selanjutnya yang belum terpecahkan (jika
ada).
2.6 Alat Bantu dalam Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas secara statistik dengan menggunakan SPC (Statistical
Processing Control) mempunyai 7 alat statistik utama yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mengendalikan kualitas, antara lain yaitu; check Sheet, histogram, control chart, diagram pareto, diagam sebab akibat, scatter diagram, dan diagram proses [5].
Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 523
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
Gambar 1. Alat Bantu Pengendalian Kualitas
1. Lembar Pemeriksaan (Check Sheet)
Check Sheet atau lembar pemeriksaan merupakan alat pengumpul dan penganalisis data yang disajikan dalam bentuk tabel yang berisi data jumlah barang yang diproduksi dan jenis ketidaksesuaian beserta dengan jumlah yang dihasilkannya.
Tujuan digunakannya check sheet ini adalah untuk mempermudah proses pengumpulan data dan analisis, serta untuk mengetahui area permasalahan berdasarkan frekuensi dari jenis atau penyebab dan mengambil keputusan untuk melakukan perbaikan atau tidak.
Pelaksanaannya dilakukan dengan cara mencatat frekuensi munculnya karakteristik suatu produk yang berkenaan dengan kualitasnya. Data tersebut digunakan sebagai dasar untuk mengadakan analisis masalah kualitas.
Adapun manfaat dipergunakannya check
sheet yaitu sebagai alat untuk : a. Mempermudah pengumpulan data
terutama untuk mengetahui bagaimana suatu masalah terjadi.
b. Mengumpulkan data tentang jenis masalah yang sedang terjadi.
c. Menyusun data secara otomatis
sehingga lebih mudah untuk dikumpulkan.
d. Memisahkan antara opini dan fakta.
2. Diagram Sebar (Scatter Diagram) Scatter diagram atau disebut juga dengan peta korelasi adalah grafik yang
menampilkan hubungan antara dua variabel apakah hubungan antara dua variabel tersebut kuat atau tidak, yaitu antara faktor proses yang mempengaruhi proses dengan kualitas produk. Pada dasarnya diagram sebar (scatter diagram) merupakan suatu alat
interpretasi data yang digunakan untuk menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua variabel dan menentukan jenis hubungan dari dua variabel tersebut, apakah positif, negatif, atau tida ada hubungan. Dua variabel yang
ditunjukkan dalam diagram sebar dapat
berupa karakteristik kuat dan faktor yang mempengaruhinya.
3. Diagram Sebab-Akibat (Cause and Effect Diagram) Diagram ini disebut juga diagram tulang
ikan (fishbone chart) dan berguna untuk
524 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
memperlihatkan faktor-faktor utama yang berpengaruh pada kualitas dan mempunyai akibat pada masalah yang kita pelajari. Selain itu, kita juga dapat
melihat faktor-faktor yang lebih terperinci yang berpengaruh dan mempunyai akibat pada faktor utama tersebut yang dapat kita lihat pada pnah-panah yang berbentuk tulang ikan. Diagram sebab-akibat ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1950 oleh
seorang pakar kualitas dari Jepang yaitu
Dr. Kaoru Ishikawa yang menggunakan uraian grafis dari unsur-unsur proses untuk menganalisa sumber-sumber potensial dari penyimpangan proses. Faktor-faktor penyebab utama ini dapat dikelompokkan dalam :
a. Material (bahan baku). b. Machine (mesin). c. Man (tenaga kerja). d. Method (metode). e. Environment (lingkungan).
Adapun kegunaan dari diagram sebab-akibat adalah:
a. Membantu mengidentifikasi akar penyebab masalah.
b. Menganalisa kondisi yang sebenarnya yang bertujuan untuk memperbaiki peningkatan kualitas.
c. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
d. Membantu dalam pencarian fakta lebih lanjut.
e. Mengurangi kondisi-kondisi yang menyebabkan ketidaksesuaian produk dengan keluhan konsumen.
f. Menentukan standarisasi dari operasi yang sedang berjalan atau yang akan
dilaksanakan. g. Merencanakan tindakan perbaikan.
Adapun langkah-langkah dalam membuat
diagram sebab akibat adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi masalah utama. b. Menempatkan masalah utama
tersebut disebelah kanan diagram. c. Mengidentifikasi penyebab minor dan
meletakkannya pada diagram utama.
d. Mengidentifikasi penyebab minor dan meletakkannya pada penyebab mayor.
e. Diagram telah selesai, kemudian dilakukan evaluasi untuk menentukan penyebab sesungguhnya.
4. Diagram Pareto (Pareto Analysis) Diagram pareto pertama kali diperkenalkan oleh Alfredo Pareto dan
digunakan pertama kali oleh Joseph Juran. Diagram pareto adalah grafik balok dan grafik baris yang menggambarkan perbandingan masing-
masing jenis data terhadap keseluruhan. Dengan memakai diagram pareto, dapat terlihat masalah mana yang dominan sehingga dapat mengetahui prioritas penyelesaian masalah. Fungsi Diagram pareto adalah untuk mengidentifikasi atau menyeleksi masalah utama untuk
peningkatan kualitas dari yang paling
besar ke yang paling kecil.
5. Diagram Alir/ Diagram Proses (Process Flow Chart) Diagram alir secara grafis menunjukkan sebuah proses atau sistem dengan
menggunakan kotak dan garis yang saling berhubungan. Diagram ini cukup sederhana, tetapi merupakan alat yang sangat baik untuk mencoba memahami sebuah proses atau menjelaskan langkah-langkah sebuah proses.
6. Histogram
Histogram adalah suat alat yang membantu untuk menentukan variasi dalam proses. Berbentuk diagram batang yang menunjukkan tabulasi dari data yang diatur berdasarkan ukurannya.
Tabulasi data ini umumnya dikenal dengan distribusi frekuensi. Histogram menunjukkan karakteristik-karakteristik dari data yang dibagi-bagi menjadi kelas-kelas. Histogram dapat berbentuk “normal” atau berbentuk seperti lonceng yang menunjukkan bahwa banyak data
yang terdapat pada nilai rata-ratanya. Bentuk histogram yang miring atau tidak
simetris menunjukkan bahwa banyak data yang tidak berada pada nilai rata-ratanya tetapi kebanyakan data nya berada pada batas atas atau bawah.
7. Peta Kendali (Control Chart)
Peta kendali adalah suatu alat yang secara grafis digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi apakah suatu aktivitas/ proses berada dalam pengendalian kualitas secara statistika
atau tidak sehingga dapat memecahkan masalah dan menghasilkan perbaikan kualitas. Peta kendali menunjukkan
adanya perubahan data dari waktu ke waktu, tetapi tidak menunjukkan penyebab penyimpangan meskipun penyimpanan itu akan terlihat pada peta
kendali.
Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 525
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
2.7 Pengertian Statistical Processing
Control
Statistical Processing Control merupakan sebuah teknik statistik yang digunakan
secara luas untuk memastikan bahwa proses memenuhi standar. Dengan kata lain, selain Statistical Process Control merupakan sebuah proses yang digunakan untuk mengawasi standar, membuat pengukuran dan mengambil tindakan perbaikan selagi sebuah produk atau jasa sedang diproduksi
[5]. Statistical Process Control merupakan
kumpulan dari metode-metode produksi dan konsep manajemen yang dapat digunakan untuk mendapatkan efisiensi, produktifitas dan kualitas untuk memproduksi produk yang kompetitif dengan tingkat yang maksimum.
Pengertian lain dari Statistical Process Control ialah suatu terminology yang mulai digunakan sejak tahun 1970-an untuk menjabarkan penggunaan teknik-teknik statistika dalam memantau dan meningkatkan performansi proses
menghasilkan produk yang berkualitas [3]. Statistical Process Control biasanya
digunakan dalam permasalahan pengendalian kualitas. Statistical Process Control melibatkan penggunaan signal-signal statistik untuk meningkatkan performa dan untuk memelihara pengendalian dari
produksi pada tingkat kualitas yang lebih tinggi. 2.8 Manfaat Statistical Processing
Control
Menurut Assausri manfaat/ keuntungan melakukan pengendalian kualitas secara
statistik adalah [9]:
1. Pengendalian (control), di mana penyelidikan yang diperlukan untuk dapat menetapkan statistical control mengharuskan bahwa syarat-syarat kualitas pada situasi itu dan kemampuan
prosesnya telah dipelajari hingga mendetail. Hal ini akan menghilangkan beberapa titik kesulitan tertentu, baik dalam spesifikasi maupun dalam proses.
2. Pengerjaan kembali barang-barang yang telah scrap-rework. Dengan dijalankan pengontrolan, maka dapat dicegah
terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam proses. Sebelum terjadi hal-hal
yang serius dan akan diperoleh kesesuaian yang lebih baik antara kemampuan proses (process capability) dengan spesifikasi, sehingga banyaknya barang-barang yang diapkir (scrap) dapat
dikurangi sekali. Dalam perusahaan pabrik sekarang ini, biaya-biaya bahan
sering kali mencapai 3 sampai 4 kali biaya buruh, sehingga dengan perbaikan yang telah dilakukan dalam hal pemanfaatan bahan dapat memberikan
penghematan yang menguntungkan. 3. Biaya-biaya pemeriksaan, karena
Statistical Quality Control dilakukan dengan jalan mengambil sampel-sampel dan mempergunakan sampling techniques, maka hanya sebagian saja dari hasil produksi yang perlu untuk
diperiksa. Akibatnya maka hal ini akan
dapat menurunkan biaya-biaya pemeriksaaan.
2.9 Manfaat Statistical Processing
Control
Menurut Assausri manfaat/ keuntungan
melakukan pengendalian kualitas secara statistik adalah [9]: 1. Pengendalian (control), di mana
penyelidikan yang diperlukan untuk dapat menetapkan statistical control mengharuskan bahwa syarat-syarat
kualitas pada situasi itu dan kemampuan prosesnya telah dipelajari hingga
mendetail. Hal ini akan menghilangkan beberapa titik kesulitan tertentu, baik dalam spesifikasi maupun dalam proses.
2. Pengerjaan kembali barang-barang yang telah scrap-rework. Dengan dijalankan
pengontrolan, maka dapat dicegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam proses. Sebelum terjadi hal-hal yang serius dan akan diperoleh kesesuaian yang lebih baik antara kemampuan proses (process capability) dengan spesifikasi, sehingga banyaknya
barang-barang yang diapkir (scrap) dapat dikurangi sekali. Dalam perusahaan
pabrik sekarang ini, biaya-biaya bahan sering kali mencapai 3 sampai 4 kali biaya buruh, sehingga dengan perbaikan yang telah dilakukan dalam hal
pemanfaatan bahan dapat memberikan penghematan yang menguntungkan.
3. Biaya-biaya pemeriksaan, karena Statistical Quality Control dilakukan dengan jalan mengambil sampel-sampel dan mempergunakan sampling techniques, maka hanya sebagian saja
dari hasil produksi yang perlu untuk diperiksa. Akibatnya maka hal ini akan dapat menurunkan biaya-biaya
pemeriksaaan.
526 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
2.10 Manfaat Statistical Processing
Control
Terdapat dua jenis metode pengendalian kualitas secara statistika yang berbeda,
yaitu [9]: 1. Acceptance Sampling
Didefinisikan sebagai pengambilan satu sampel atau lebih secara acak dari suatu partai barang, memeriksa setiap barang di dalam sampel tersebut dan memutuskan berdasarkan hasil
pemeriksaan itu, apakah menerima atau
menolak keseluruhan partai. Jenis pemeriksaan ini dapat digunakan oleh pelanggan untuk menjamin bahwa pemasok memenuhi spesifikasi kualitas atau oleh produsen untuk menjamin bahwa standar kualitas dipenuhi sebelum
pengiriman. Pengambilan sampel penerimaan lebih sering digunakan daripada pemeriksaan 100% karena biaya pemeriksaan jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya lolosnya barang yang tidak sesuai kepada
pelanggan. 2. Process Control
Pengendalian proses menggunakan pemeriksaan produk atau jasa ketika barang tersebut masih sedang diproduksi (WIP/work in process). Sampel berkala diambil dari outpu proses produksi.
Apabila setelah pemeriksaan sampel terdapat alasan untuk mempercayai bahwa karekteristik kualitas proses telah berubah, maka proses itu akan diberhentikan dan dicari penyebabnya. Penyebab tersebut dapat berupa perubahan pada operator, mesin atau
pada bahan. Apabila penyebab ini telah dikemukakan dan diperbaiki, maka
proses itu dapat dimulai kembali. Dengan memantau proses produksi tersebut melalui pengambilan sampel secara acak, maka pengendalian yang konstan dapat
dipertahankan. Pengendalian proses didasarkan atas dua asumsi penting, yaitu: a. Variabilitas
Mendasar untuk setiap proses produksi. Tidak peduli bagaimana sempurnanya rancangan proses, pasti
terdapat variabilitas dalam karakteristik kualitas dari tiap unit. Variasi selama proses produksi tidak
sepenuhnya dapat dihindari dan bahkan tidak pernah dapat dihilangkan sama sekali. Namun sebagian dari variasi tersebut dapat
dicari penyebabnya serta diperbaiki.
b. Proses Proses produksi tidak selalu berada dalam keaadaan terkendali, karena lemahnya prosedur, operator yang
tidak terlatih pemeliharaaan mesin yang tidak cocok dan sebagainya, maka variasi produksinya biasanya jauh lebih besar dari yang semestinya.
2.11 Pembagian Pengendalian Kualitas
Statistik
Terdapat dua jenis metode pengendalian
kualitas secara statistika yang berbeda, yaitu [9]: 1. Acceptance Sampling
Didefinisikan sebagai pengambilan satu sampel atau lebih secara acak dari suatu partai barang, memeriksa setiap barang
di dalam sampel tersebut dan memutuskan berdasarkan hasil pemeriksaan itu, apakah menerima atau menolak keseluruhan partai. Jenis pemeriksaan ini dapat digunakan oleh pelanggan untuk menjamin bahwa
pemasok memenuhi spesifikasi kualitas atau oleh produsen untuk menjamin
bahwa standar kualitas dipenuhi sebelum pengiriman. Pengambilan sampel penerimaan lebih sering digunakan daripada pemeriksaan 100% karena biaya pemeriksaan jauh lebih besar
dibandingkan dengan biaya lolosnya barang yang tidak sesuai kepada pelanggan.
2. Process Control Pengendalian proses menggunakan pemeriksaan produk atau jasa ketika barang tersebut masih sedang diproduksi
(WIP/ work in process). Sampel berkala diambil dari output proses produksi.
Apabila setelah pemeriksaan sampel terdapat alasan untuk mempercayai bahwa karekteristik kualitas proses telah berubah, maka proses itu akan
diberhentikan dan dicari penyebabnya. Penyebab tersebut dapat berupa perubahan pada operator, mesin atau pada bahan. Apabila penyebab ini telah dikemukakan dan diperbaiki, maka proses itu dapat dimulai kembali. Dengan memantau proses produksi tersebut
melalui pengambilan sampel secara acak, maka pengendalian yang konstan dapat dipertahankan. Pengendalian proses
didasarkan atas dua asumsi penting, yaitu: a. Variabilitas
Mendasar untuk setiap proses
produksi. Tidak peduli bagaimana sempurnanya rancangan proses, pasti
Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 527
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
terdapat variabilitas dalam karakteristik kualitas dari tiap unit. Variasi selama proses produksi tidak sepenuhnya dapat dihindari dan
bahkan tidak pernah dapat dihilangkan sama sekali. Namun sebagian dari variasi tersebut dapat dicari penyebabnya serta diperbaiki.
b. Proses Proses produksi tidak selalu berada dalam keaadaan terkendali, karena
lemahnya prosedur, operator yang
tidak terlatih pemeliharaaan mesin yang tidak cocok dan sebagainya, maka variasi produksinya biasanya jauh lebih besar dari yang semestinya.
2.12 Pengendalian Proses Statistik
dengan Peta Kontrol
Peta kontrol merupakan alat yang digunakan dalam pemecahan masalah dan perbaikan mutu. Peta kontrol ini disebut juga dengan bagan kendali shewhart karena teknik ini pertama kali dikembangkan oleh
Dr. Walter A. Shewhart pada tahun 1920-an. Kendatipun peta kontrol ini nampaknya
sederhana, namun banyak ahli teknik, karyawan bagian produksi dan para pemeriksa berpendapat bahwa dalam menggunakan bagan/peta ini diperlukan pandangan yang sama yaitu bahwa mutu
terukur suatu produk yang dihasilkan selalu beragam sebagai akibat dari faktor acak. Beberapa sistem sebab acak (System of change causes) yang stabil adalah bawaan (inherent) dalam suatu skema produksi dan pemeriksaan tertentu. Keragaman dan pola yang stabil ini tidak dapat dihindari. Alasan
keragaman yang terjadi di luar pola yang stabil ini dapat ditemukan dan dikoreksi.
Fungsi utama dari peta kontrol adalah menentukan tipe variasi mana yang muncul dan apakah dibutuhkan penyesuaian dalam proses. Hal ini bisa saja hanya untuk
menyetel suatu proses yang beroperasi di dalam kontrol (hanya terdapat common causes variation) atau menyesuaikan suatu proses yang beroperasi di luar kendali (hadirnya assignable causes variation). Peta kontrol merupakan acuan terhadap proses yang sedang beroperasi.
Proses kontrol dicapai dengan pengambilan sapel secara periodic selama proses kemudian sample-sampel tersebut
diplot ke dalam sebuah peta untuik melihat apakah proses-proses tersebut berada pada batas kontronya dan Statistical Process Control tersebut merupkan salah satu upaya
pencegahan terhadapa ketidaksesuaian dan mencegah terjadinya permasalahan kualitas
dengan mengurangi produk yang cacat. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan peta kontrol, diantaranya adalah untuk mengindikasikan
hal-hal berikut (Basterfield, 1994): 1. Kapan mengambil tindakan koreksi 2. Tipe dari tindakan pencegahan yang
diperlukan 3. Kapan meninggalkan proses sendirian
(membiarkan proses berjalan apa adanya)
4. Kemampuan proses
5. Cara atau alat yang memungkinkan untuk pengembangan atau peningkatan mutu
6. Bagaimana untuk menset spesifikasi produk
Secara garis besar, peta kontrol dapat dikelompokkan atas dua bagian yaitu peta kontrol variabel dan peta kontrol atribut.
2.12.1 Peta Kontrol Variabel
Peta kontrol variabel merupakan peta
kontrol untuk karakteristik mutu yang dapat diukur dalam skala numerik, seperti
panjang, ketebalan dan kadar keasaman. Manfaat peta kontrol ini adalah [1]: 1. Untuk perbaikan mutu 2. Untuk menentukan besarnya kemampuan
proses (process capability)
3. Untuk mengambil keputusan dalam kaitannya dengan spesifikasi produk berkaitan dengan penentuan SL (Specification Limit), yaitu batas penyimpangan maksimum yang masih diizinkan untuk individual produk terbagi atas USL (Upper Specification Limit) dan
LSL (Lower Specification Limit) 4. Untuk mengambil keputusan dalam
kaitannya dengan proses produksi, mencari sebab-sebab terusut (assignable causes) dan menghilangkannya
5. Untuk mengambil keputusan dalam
kaitannya dengan item yang diproduksi
Menurut Besterfield tahapan-tahapan yang dilakukan dalam membuat peta kontrol variabel adalah [1]: 1. Pilih karakteristik mutu yang digunakan
Karakteristik mutu yang akan digunakan
dalam peta kontrol X dan R/S harus
dapat diukur dan dinyatakan dalam
angka. Satuan besaran yang digunakan dapat berupa besaran pokok dan besaran turunan.
2. Pilih subgrub yang rasional
Subgrub yang rasional maksudnya variasi yang ada dalam subgrub tersebut disebabkan oleh chance causes (kondisi
528 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
ini tentu tidak selamanya dapat dipenuhi). Untuk lebih memudahkan usaha agar subgrub yang diambil berasal dari lot yang homogen (diproduksi dalam
kondisi yang sama material, mesin, operator, dan lain sebagainya). Memilih subgrub dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: a. Instant-Time-Method b. Period-Time-Method
Keputusan untuk menentukan ukuran
subgrub bergantung pada pertimbangan berikut: a. Peningkatan ukuran subgrub
menyebabkan batas kontrol makin mendekati garis sentral sehingga peta kontrol menjadi sensitif terhadap
variasi yang kecil sekalipun b. Jika ukuran subgrub meningkat, maka
biaya pemeriksaan per subgrub juga akan meningkat
c. Jika pemeiksaaan bersifat merusak, maka ukuran subgrub sebaiknya kecil
(antara 2 atau 3) d. Ukuran subgrub sama dengan 5,
umumnya digunakan dalam industri e. Sebaiknya ukuran subgrub sama
dengan 4 atau lebih, karena secara
statistik rata-rata dari data ( X ) yang
berada dalam subgrub ini akan
terdistribusi mendekati sebaran normal
f. Jika ukuran subgrub lebih dari 10,
maka peta X dan S lebih baik
digunakan dibandigkan peta X dan R
3. Kumpulkan data Gunakan lembar pengamatan (check
sheet) dimana check sheet tersebut selain memuat nomor subgrub, tanggal, waktu dan hasil pengukuran sebaiknya dilengkapi dengan keterangan-
keterangan tentang kondisi saat dilakukan pengukuran, guna memudahkan dalam menentukan jenis penyebab variasi
4. Tentukan garis sentral dan batas kontrol
Peta kontrol X dan R
g
X
X
g
i
i 1
(1)
UCL X = X + A2 (2)
CL X = X (3)
LCL X = X - A2 (4)
atau
UCL X = X + 3 σ X (5)
LCL X = X - 3 σ X (6)
dengan
σ X = n
(7)
g
R
R
g
i
i 1
(8)
UCLR = D4 R (9)
CLR = R (10)
LCLR = D3 R (11)
atau
UCLR = R + 3 σ R (12)
LCLR = R - 3 σ R (13)
Peta Kontrol X dan S
g
X
X
g
i
i 1
(14)
UCL X = X + A3 S
(15)
CL X = X (16)
LCL X = X - A3 S (17)
g
S
S
g
i
i 1
(18)
UCLS = B4 S (19)
CLS = S (20)
LCLS = B3 S (21)
dimana
11 1
2
nn
xxn
S
n
i
n
i
ii
i
(22)
Keterangan :
X = Rata-rata dari rata-rata subgrub
R = Rata-rata dari rentang (range)
subgrub
S = Rata-rata dari standar deviasi tiap
subgrub
Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 529
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
iX = Rata-rata subgrub ke-i
Ri = Range subgrub ke-i
Si = Standar deviasi subgrub ke-i
σ X = Standar deviasi populasi X
σ R = Standar deviasi populasi R
g = banyak subgrub n = ukuran sampel dalam subgrub
5. Lakukan revisi terhadap garis sentral dan
batas kontrol
d
d
g
inew
gg
XX
X
1
(23)
newXX (24)
UCL X = 00 AX
(25)
CL X = 0X (26)
UCL X = 00 AX
(27)
2
00
d
R
(28)
d
d
g
inew
gg
RR
R
1
(29)
newRR 0 . (30)
UCLR = D2 0
(31)
CLR = d2 0
(32)
LCLR = D1 0
(33)
d
d
g
inew
gg
SS
S
1
(34)
newSS 0 (35)
4
00
c
S
(36)
UCLS = B6 0
(37)
CLS = c4 0
(38)
LCLS = B5 0
(39)
Keterangan :
dX = Rata-rata subgrub yang berada di
luar batas kontrol dan memiliki assignable causes
gd = Banyak subgrub yang berada di luar batas kontrol dan assignable
causes
Sd = Standar deviasi subgrub yang berada di luar batas kontrol dan memiliki assignable causes
6. Terapkan dan capai tujuan
Pernyataan-pernyataan tentang kontrol
ada dua yaitu [1]: 1. Proses Dalam Kontrol
Dalam menarik kesimpulan tentang peta kontrol, biasanya terjadi 2 jenis kesalahan yaitu:
a. Kesalahan Type I (Type I Error), yaitu
menyimpulkan bahwa variasi yang disebabkan oleh assignable causes, padahal disebabkan oleh chance causes atau menyatakan proses berada di luar kontrol, padahal sebenarnya berada di dalam kontrol.
Peluang untuk kesalahan seperti ini biasanya sekitar 0.27 %.
b. Kesalahan Type II (Type II Error), yaitu menyimpulkan bahwa variasi yang disebabkan oleh chance causes, padahal disebabkan oleh assignable
causes atau menyatakan proses berada di dalam kontrol, padahal
sebenarnya berada di luar kontrol. Peluang untuk kesalahan seperti ini biasanya sekitar 99.73 %.
2. Proses di Luar Kontrol Proses dinyatakan di luar kontrol jika
suatu titik subgrub berada di luar batas kontrol. Selain itu perlu juga dilakukan analisa pada titik-titik yang berada di dalam kontrol dengan cara membagi tiga daerah di bawah dan di atas garis sentral menjadi level A, B, C seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut:
A
C
B
A
C
B
UCL = 3σ
2/3 UCL = 2σ
1/3 UCL = 1σ
1/3 LCL = 1σ
2/3 LCL = 2σ
LCL = 3σ
Gambar 2. Pembagian Daerah untuk
Analisa Peta Kontrol
530 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
Kondisi-kondisi proses yang berada di
luar kontrol berdasarkan pembagian daerah tersebut adalah: a. 7 titik berurutan berada pada salah satu
sisi, di atas atau dibawah garis sentral b. 10 dari 11 titik berurutan berada pada
salah satu sisi, di atas atau dibawah garis sentral
c. 12 dari 14 titik berurutan berada pada salah satu sisi, di atas atau dibawah garis sentral
d. 6 titik berurutan nilainya terus meningkat
atau menurun e. 2 dari 3 titik berada di daerah A f. 4 dari 5 titik berurutan berada di daerah
B dan A
Analisa kondisi proses di luar kontrol juga
dapat dilakukan dengan melihat pola dari titik-titik sebaran nilai subgrub, biasanya terdapat lima pola data yaitu [1]: 1. Perubahan atau penaikan tiba-tiba dalam
tingkatan (Change or Jump in Level). Tipe ini dihubungkan dengan suatu
perubahan tiba-tiba dalam tingkatan
untuk peta X , peta R atau keduanya.
Jika kondisi ini ditemukan pada peta
kontrol X , maka biasanya menunjukkan
adanya: a. Suatu perubahan yang disengaja
ataupun tidak disengaja dalam jalinan proses.
b. Seorang operator yang baru atau tidak berpengalaman.
c. Suatu material kasar yang berbeda. d. Suatu kegagalan minor dari sebuah
bagian mesin.
Jika kondisi ini ditemukan pada peta kontrol R, maka biasanya menunjukkan
adanya: a. Operator yang tidak berpengalaman. b. Variasi yang besar dari material.
2. Perubahan tetap dalam tingkatan (Trend or Steady Change in Level) Perubahan yang tetap dalam peta kontrol merupakan hal yang sangat umum dalam fenomena industri. Beberapa penyebab munculnya kondisi ini pada peta kontrol
X adalah:
a. Penggunaan alat atau cetakan b. Penurunan kemampuan cetakan
c. Kegagalan viskositas dalam proses semen.
d. Perubahan temperatur dan kelembaban.
Jika kondisi ini ditemukan pada peta kontrol R, maka biasanya menunjukkan adanya:
a. Peningkatan kemampuan pekerja (Downward Trend).
b. Penurunan kemampuan pekerja akibat lelah, bosan atau tidak konsentrasi
(Upward Trend) c. Peningkatan dalam homogenitas
material. 3. Recurring Cycle
Reccuring cycle terjadi jika sebaran dari
titik-titik dalam peta kontrol X atau
peta R memperlihatkan sebuah
gelombang atau adanya titik-titik periodik yang rendah dan tinggi. Untuk peta
kontrol X , kondisi ini biasanya
disebabkan oleh: a. Efek-efek musiman dari material.
b. Efek berulang-ulang dari temperatur dan kelembaban (Cold Monitoring Start Up)
c. Kejadian harian atau mingguan yang bersifat kimia, mekanis maupun psikologis.
Untuk peta kontrol R, kondisi ini biasanya disebabkan oleh:
a. Kelelahan dan pemulihan saat istirahat pagi, siang maupun sore.
b. Pertukaran operator yang terlalu sering
4. Two Population (Mixture)
Situasi two population ini terjadi jika terdapat banyak titik-titik didekat atau bersisian dengan limit kontrol. Untuk peta
kontrol X , kondisi ini biasanya
disebabkan oleh:
a. Perbedaan yang besar dalam mutu material.
b. Dua atau lebih mesin dalam peta yang sama.
c. Perbedaan yang besar dalam peralatan dan metoda pengujian.
Untuk peta kontrol R, kondisi ini biasanya disebabkan oleh: a. Pekerja yang berbeda menggunakan
peta yang sama. b. Material dari pemasok yang berbeda.
5. Mistakes Kesalahan merupakan hal yang sangat memalukan dalam jaminan mutu. Pola
diluar kontrol yang disebabkan oleh kesalahan ini biasanya disebabkan oleh : a. Peralatan pengukuran yang tidak
dikalibrasi
b. Kesalahan dalam perhitungan c. Kesalahan dalam menggunakan
peralatan pengujian
Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 531
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
d. Mengambil sampel dari populasi yang
berbeda.
Adapun manfaat peta kontrol variabel ini
adalah: 1. Untuk perbaikkan mutu. 2. Untuk menentukan besarnya proses
capability/kemampuan proses. 3. Untuk mengambil keputusan dalam
kaitannya dengan spesifikasi produk. 4. Untuk mengambil keputusan dalam
kaitannya dengan proses produksi seperti
melihat pola variasi jika pola tersebut menunjukkan kondisi diluar kontrol maka dilakukan upaya pencarian sebab terusut dan menghilangkan.
5. Untuk mengambil keputusan dalam kaitannya dengan item yang diproduksi
2.12.2 Peta Kontrol Atribut
Peta kontrol atribut dalam pengendalian mutu digunakan untuk mengetahui apakah karakteristik mutu produk sesuai atau tidak dengan spesifikasi. Peta kontrol ini biasanya
dipakai karena dua alasan berikut [1]: 1. Jika pengukuran tidak mungkin dilakukan
atau tidak ada satuan yang dapat mewakili pengukuran karena karakteristik itu yang diukur tidak mempunyai nilai numerik, contohnya pemeriksaan visual terhadap warna, part yang hilang,
goresan atau kerusakan, kategori produk (good, fair, dan poor) dan lain sebagainya.
2. Jika pengukuran dapat dilakukan tetapi tidak dilakukan dengan alasan biaya, waktu, ketersedian tenaga kerja ataupun kebutuhan.
Peta kontrol atribut, secara garis besar
dikelompokan atau dua jenis yaitu [1]: 1. Peta untuk unit yang tidak sesuai (Non
Conforming Chart) Peta jenis ini didasarkan atas distribusi
binomial.
dnd qPdnd
ndP
00
)!(!
!)(
(40)
Keterangan: P(d) = Probabilitas untuk d unit yang
tidak sesuai n = Banyaknya unit dalam sampel d = Banyaknya unit yang tidak sesuai
dalam sampel
P0 = Proporsi (fraksi) tidak sesuai dalam populasi
q0 = Proporsi (fraksi) yang sesuai (1-Po) dalam populasi
Yang termasuk ke dalam peta kontrol ini adalah: a. Peta p, menunjukan proposi tidak
sesuai dalam tiap subgrup. Peta ini
dapat digunakan untuk ukuran subgrup yang tetap maupun bervariasi.
n
np
n
Dp
(41)
UCL = n
ppp
)1(3
(42)
CL = p
(43)
LCL = n
ppp
)1(3
(44)
Apabila akan melakukan revisi maka persamaan yang akan digunakan yaitu:
d
d
newnn
npnpp
(45)
Keterangan :
p
= Rata-rata proporsi non
conforming untuk banyak sampel
n = Banyaknya unit dalam sampel
dnp = Banyaknya unit tidak sesuai
dalam sampel yang dibuang
dn = jumlah sampel yang dibuang
b. Peta np, menunjukan banyaknya item
tidak sesuai. Peta ini hanya dapat digunakan jika ukuran subgrup konstan, karena jika ukuran
subgrupnya bervariasi maka garis sentral dan batas kontrol akan bervariasi pula sehingga peta ini tidak akan berarti.
UCL = )1(3 ooo npnpnp (46)
CL = onp
(47)
LCL = )1(3 ooo npnpnp
(48)
Keterangan:
n = jumlah nonconforming untuk
banyak sampel p0 = Proporsi (fraksi) tidak sesuai
dalam populasi
Kegunaan peta kontrol p dan np antara lain: a. Menentukan rata-rata tingkat mutu
532 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
b. Membawa ke pusat perhaian
manajemen terhadap perubahan perubahan proses (proporsi)
c. Memperbaiki mutu produk, karena
penggunaan peta kontrol p dapat memotivasi manajemen personalia untuk mengeluarkan ide mengenai perbaikan mutu.
d. Mengevaluasi performansi mutu dari manajemen personalia dan operasional.
e. Memberikan saran untuk
menggunakan peta kontrol X dan R
f. Menentukan kriteria penerimaan produk sebelum diserahkan ke konsumen.
2. Peta untuk ketidaksesuaian (Non Conformities Chart) Peta jenis ini didasarkan pada distribusi poisson:
0
!
)()( 0 nPe
c
nPcP
(49)
Keterangan: P(c) = Probabilitas untuk c
ketidaksesuaian
C = Jumlah dari kejadian berdasarkan klarifikasi yang diberikan terjadi dalam sebuah sampel
nP0 = rata-rata jumlah kejadian berdasarkan klarifikasi yang diberikan terjadi dalam sebuah sampel
e = 2.718281
Yang termasuk ke dalam peta kontrol ini adalah: a. Peta c, menunjukan banyaknya
ketidaksesuaian dalam tiap unit yang
diperiksa. Pada peta c ini ukuran subgrupnya adalah 1.
g
cc
(50)
UCL = cc 3 (51)
CL = c (52)
LCL = cc 3 (53)
Apabila akan melakukan revisi maka persamaan yang akan digunakan yaitu:
d
dnew
gg
ccc
(54)
Keterangan:
c = Rata-rata jumlah nonconforming
untuk satu subgrup C = Banyaknya unit nonconforming
dalam sampel g = Banyaknya subgrup
dc = jumlah nonconforming dalam
subgrup yang dibuang
dg = jumlah subgrup yang dibuang
b. Peta u, menunjukan banyaknya
ketidak sesuaian per unit. Secara matematis peta u ini ekuivalen dengan peta c tetapi bedanya pada peta u ukuran subgrupnya lebih dari 1, bisa konstan maupun bervariasi.
n
cu
(55)
UCL = n
uu 3
(56)
CL = u (57)
LCL = n
uu 3
(58)
Keterangan: C = jumlah nonconforming dalam satu
subgrup N = Banyaknya yang diinspeksi dalam
subgrup U = jumlah nonconforming/unit dalam
satu subgrup
u = Rata-rata jumlah nonconforming/
unit untuk banyak subgrup
Ada dua kondisi yang harus dipenuhi agar peta c dan peta u dapat digunakan yaitu: a. Rata-rata jumlah ketidaksesuaian
harus jauh lebih kecil dari jenis ketidaksesuaian yang mungkin terjadi.
b. Tiap-tiap kemunculan ketidaksesuaian tidak tergantung dengan yang lainnya.
Pengklasifikasian ketidaksesuaian dikelompokan dalam tiga kriteria yaitu: 1. Ketidaksesuaian kritis (critical
conformities)
Yaitu jika ketidaksesuaian tersebut membahayakan bagi penggunanya
atau menyebabkan produk tidak berfungsi.
2. Ketidaksesuaian mayor (major nonconformities) Yaitu jika ketidaksesuaian
mengakibatkan berkurangnya kinerja produk.
Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 533
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
3. Ketidaksesuaian minor (minor
nonconformities) Yaitu jika ketidaksesuaian tidak mengakibatkan berkurangnya kinerja
pruduk, tapi hanya mempengaruhi penampilan produk.
Process capability (kemampuan proses)
dari atribut ini ditentukan oleh garis sentralnya, semakin kecil garis sentral maka kemampuan proses akan semakin baik.
3. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian ini berisi lokasi dan waktu penelitian, obyek penelitian, metode pengumpulan data, pengolahan dan analisis data.
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT Incasi Raya edible oils Padang. Penelitian dilaksanakan pada pertengahan Januari 2014 sampai akhir januari 2014.
3.2 Obyek Penelitian
PT Incasi Raya Edible Oils Padang memiliki beberapa jenis kemasan, seperti kemasan jerigen dengan kapasitas yang berbeda-beda dan kemasan plastik pouch dengan kapasitas yang berbeda-beda.
Obyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemasan plastik pouch. Jenis-jenis kemasan plastik pouch yang diteliti adalah : 1. Kemasan plastik pouch Gurih 1 Liter 2. Kemasan plastik pouch Gurih 2 Liter 3. Kemasan plastik pouch Sari Murni 1 Liter
4. Kemasan plastik pouch Sari Murni 2 Liter
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara primer maupun sekunder. Pengumpulan data secara primer
merupakan pengumpulan data secara langsung, sedangkan pengumpulan data secara sekunder merupakan pengumpulan data yang dilakukan secara tidak langsung, misalnya data yang diperoleh dari data
perusahaan itu sendiri. Data sekunder yang diperoleh dari perusahaan tersebut adalah : 1. Rekapitulasi data reject produksi
kemasan plastik pouch Gurih 1 Liter
sepanjang tahun 2013 2. Rekapitulasi data reject produksi
kemasan plastik pouch Gurih 2 Liter sepanjang tahun 2013
3. Rekapitulasi data reject produksi kemasan plastik pouch Sari Murni 1 Liter sepanjang tahun 2013
4. Rekapitulasi data reject produksi
kemasan plastik pouch Sari Murni 2 Liter sepanjang tahun 2013
3.4 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data yang dilakukan dari data yang telah dikumpulkan adalah:
1. Perhitungan proporsi reject produksi 2. Perhitungan central line (CL) 3. Perhitungan upper control limit (UCL) 4. Perhitungan lower control limit (LCL)
Analisis pemecahan masalah yang
dilakukan antara adalah analisis yang dilakukan menggunakan Diagram Sebab
Akibat. Secara garis besar langkah-langkah yang
dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan adalah pengumpulan data sekunder reject produksi dan reject pabrik dari perusahaan tersebut dari bulan Januari 2013 sampai November
2013. Reject produksi merupakan kemasan
rusak yang terjadi saat proses produksi berlangsung, sedangkan reject pabrik merupakan kemasan rusak yang berasal dari pabrik pemesanan kemasan tersebut. Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4 adalah
rekapitulasi pengumpulan data yang dilakukan.
534 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
Mulai
Studi
PendahuluanStudi Literatur
Pengumpulan data
Data sekunder jumlah reject produksi dari bulan
Januari 2013 sampai November 2013
Analisis Diagram Sebab Akibat
Melakukan analisis terhadap sebab dan
akibat terjadinya reject produksi
Pembuatam Peta Kontrol Usulan
1. Pembuangan data yang berada diluar batas kontrol
2. Pembuatan peta kontrol usulan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Pengolahan Data
1. Perhitungan LC. UCL, dan LCL
2. Pembuatan peta kontrol
Pembuatan Diagram Sebab Akibat
Pembuatan diagram sebab akibat
berdasarkan faktor-faktor penyebab
terjadinya reject produksi
Gambar 3. Flowchart Metodologi Penelitian
Tabel 1. Rekapitulasi Jumlah Reject Produksi Plastik Pouch Gurih 1L
Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%)
Januari 414,499 1,019 413,480 0.25
Februari 278,506 1,104 277,402 0.40
Maret 94,019 389 93,630 0.41
April 245,676 769 244,907 0.31
Mei 335,922 803 335,119 0.24
Juni 532,254 1,105 531,149 0.21
Juli 409,828 374 409,454 0.09
Agustus 247,603 466 247,137 0.19
September 445,910 675 445,235 0.15
Oktober 606,595 659 605,936 0.11
November 754,694 393 754,301 0.05
Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 535
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
Tabel 2. Rekapitulasi Jumlah Reject Produksi Plastik Pouch Gurih 2L
Tabel 3. Rekapitulasi Jumlah Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 1L
Tabel 4. Rekapitulasi Jumlah Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 2L
4.2 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan untuk melihat peta kontrol kemasan plastik pouch yang rusak terdapat dalam batas kendali atau
tidak pada PT. Incasi Raya. Pengolahan data
dilakukan terhadap kemasan rusak produksi dan kemasan rusak pabrik. Metode yang digunakan dalam penentuan peta kontrol tersebut adalah metode SPC (Statistical Process Control) dengan menggunakan peta kontrol p. Peta kontrol p digunakan dalam
metode ini karena peta p dapat menunjukkan proporsi kemasan reject dalam subgroup secara jelas. Peta ini dapat digunakan pada ukuran subgroup yang tetap maupun bervariasi, sedangkan peta np
digunakan untuk subgrup yang konstan. Oleh karena subgrup pada pengumpulan data ini bervariasi, maka peta kendali yang digunakan adalah peta p. Melalui peta kontrol p, kita dapat melihat dan menentukan jumlah kemasan reject yang
Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%)
Januari 68,463 208 68,255 0.30
Februari 73,013 770 72,243 1.05
Maret 179,711 640 179,071 0.36
April 71,490 250 71,240 0.35
Mei 64,380 79 64,301 0.12
Juni 299,990 322 299,668 0.11
Juli 158,450 78 158,372 0.05
Agustus 32,603 66 32,537 0.20
September 102,226 185 102,041 0.18
Oktober 192,800 227 192,573 0.12
November 225,191 89 225,102 0.04
Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%)
Januari 295,144 838 294,216 0.28
Februari 183,319 785 182,436 0.43
Maret 379,414 1,101 378,276 0.29
April 205,687 765 204,876 0.37
Mei 263,018 420 262,560 0.16
Juni 544,810 1,115 543,648 0.20
Juli 369,983 322 369,442 0.09
Agustus 269,109 507 267,084 0.19
September 490,036 793 489,192 0.16
Oktober 652,088 702 651,312 0.11
November 584,366 529 583,764 0.09
Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%)
Januari 165,562 579 164,886 0.35
Februari 115,669 540 115,068 0.47
Maret 253,985 853 253,122 0.34
April 149,249 555 148,674 0.37
Mei 327,628 536 326,994 0.16
Juni 400,810 477 400,320 0.12
Juli 266,684 225 266,442 0.08
Agustus 235,924 377 235,530 0.16
September 360,798 423 360,360 0.12
Oktober 477,465 355 477,078 0.07
November 494,114 305 493,800 0.06
536 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
diluar batas kontrol tiap bulannya. Berdasarkan hasil pengolahan data melalui peta kontrol p, dilakukan revisi yang menghasilkan peta kontrol baru susulan.
Pada penelitian ini dilakukan penilaian besarnya reject produksi dan reject pabrik dalam pengemasan minyak goreng dengan menggunakan peta kontrol p untuk seluruh jenis kemasan plastik pouch. Jika terdapat data yang diluar batas kendali akan dilakukan analisis terhadap hal tersebut, dan
membuat peta susulan yang dapat menjadi
acuan dalam pengendalian kualitas. Adapun pengolahan data untuk masing-masing jenis kemasan plastik pouch tersebut adalah sebagai berikut:
4.2.1 Pengolahan Kemasan Reject Produksi Gurih 1L
Berdasarkan pengumpulan data yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa reject
produksi cukup banyak terjadi setiap bulannya. Pengolahan data yang dilakukan dengan pembuatan peta kontrol p akan memperlihatkan secara jelas bagaimana prosporsi jumlah reject produksi. Titik-titik yang berada diluar batas kontrol akan direvisi dengan tujuan memberi usulan peta
kontrol p baru. Untuk melihat secara lebih
jelas, berikut adalah pengolahan data pembuatan peta kontrol p reject produksi yang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Gurih 1L
Contoh Perhitungan Bulan Januari :
∑
∑ =
= 0.00178
UCL = n
ppp
)1(3
= 499,414
)00178.01(0.0017830.00178
= 0.00197
LC = = 0.00178
LCL = n
ppp
)1(3
= 499,414
)00178.01(0.0017830.00178
= 0.00158
Perhitungan nilai UCL, CL dan LCL pada
bulan selanjutnya sama dengan perhitungan nilai UCL, LC dan LCL pada bulan Januari. Untuk melihat secara lebih jelas proporsi
kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat peta kontrol p untuk kemasan tersebut.
Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL LCL LC
Januari 414,499 1,019 413,480 0.25 0.00246 0.00197 0.00158 0.00178
Februari 278,506 1,104 277,402 0.40 0.00396 0.00202 0.00154 0.00178
Maret 94,019 389 93,630 0.41 0.00414 0.00219 0.00136 0.00178
April 245,676 769 244,907 0.31 0.00313 0.00203 0.00152 0.00178
Mei 335,922 803 335,119 0.24 0.00239 0.00199 0.00156 0.00178
Juni 532,254 1,105 531,149 0.21 0.00208 0.00195 0.00160 0.00178
Juli 409,828 374 409,454 0.09 0.00091 0.00197 0.00158 0.00178
Agustus 247,603 466 247,137 0.19 0.00188 0.00203 0.00152 0.00178
September 445,910 675 445,235 0.15 0.00151 0.00197 0.00159 0.00178
Oktober 606,595 659 605,936 0.11 0.00109 0.00194 0.00161 0.00178
November 754,694 393 754,301 0.05 0.00052 0.00192 0.00163 0.00178
Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 537
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
Gambar 4. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Gurih 1L
Berdasarkan pengolahan data yang telah
dilakukan dan peta kontrol p yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa hanya bulan Agustus yang terdapat pada batas kontrol. Hal ini merupakan suatu yang kurang diperhatikan oleh perusahaan PT. Incasi Raya yang dapat berimbas terhadap
kerugian perusahaan.
4.2.2 Pengolahan Kemasan Reject
Produksi Gurih 2L
Pengolahan data yang dilakukan terhadap kemasan reject produksi Gurih 2L sama halnya dengan pengolahan pada kemasan reject produksi Gurih 1L. Pengolahan data yang dilakukan terhadap kemasan reject
produksi Gurih 2L dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Gurih 2L
Contoh Perhitungan Bulan Januari:
∑
∑ =
= 0.00198
UCL = n
ppp
)1(3
= 463,68
)00198.01(0.0019830.00198
= 0.00249
LC = = 0.00198
LCL = n
ppp
)1(3
= 463,68
)00198.01(0.0019830.00198
= 0.00147
0.00000
0.00050
0.00100
0.00150
0.00200
0.00250
0.00300
0.00350
0.00400
0.00450
P
Bulan
ProporsiRejectProduksi(P)
UCL
LCL
LC
Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL LCL LC
Januari 68,463 208 68,255 0.30 0.00304 0.00249 0.00147 0.00198
Februari 73,013 770 72,243 1.05 0.01055 0.00248 0.00149 0.00198
Maret 179,711 640 179,071 0.36 0.00356 0.00230 0.00167 0.00198
April 71,490 250 71,240 0.35 0.00350 0.00248 0.00149 0.00198
Mei 64,380 79 64,301 0.12 0.00123 0.00251 0.00146 0.00198
Juni 299,990 322 299,668 0.11 0.00107 0.00223 0.00174 0.00198
Juli 158,450 78 158,372 0.05 0.00049 0.00232 0.00165 0.00198
Agustus 32,603 66 32,537 0.20 0.00202 0.00272 0.00125 0.00198
September 102,226 185 102,041 0.18 0.00181 0.00240 0.00157 0.00198
Oktober 192,800 227 192,573 0.12 0.00118 0.00229 0.00168 0.00198
November 225,191 89 225,102 0.04 0.00040 0.00227 0.00170 0.00198
538 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
Perhitungan nilai UCL, CL dan LCL pada
bulan selanjutnya sama dengan perhitungan nilai UCL, LC dan LCL pada bulan Januari. Untuk melihat secara lebih jelas proporsi
kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat peta kontrol p untuk kemasan tersebut.
Gambar 5. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Gurih 2L
Berdasarkan pengolahan data yang telah
dilakukan dan peta kontrol p yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa hanya bulan Agustus dan September yang terdapat pada
batas kontrol. Hal ini merupakan hal yang kurang diperhatikan oleh perusahaan PT. Incasi Raya sehingga berimbas terhadap kerugian perusahaan. Perusahaan harus mengambil tindakan agar pengendalian kualitas terdapat pada batas kendali.
4.2.3 Pengolahan Kemasan Reject Produksi Sari Murni 1L
Pengolahan data yang dilakukan terhadap kemasan reject produksi Sari Murni 1L sama
halnya dengan pengolahan pada kemasan reject produksi Gurih 1L dan Gurih 2L. Pengolahan data yang dilakukan terhadap kemasan reject produksi Sari Murni 1L dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 1L
Contoh Perhitungan Bulan Januari:
∑
∑ =
= 0.00186
UCL = n
ppp
)1(3
= 144,295
)00186.01(0.0018630.00186
= 0.00210
0.00000
0.00200
0.00400
0.00600
0.00800
0.01000
0.01200
P
Bulan
ProporsiRejectProduksi(P)
UCL
LCL
LC
Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL LCL LC
Januari 295,144 838 294,216 0.28 0.00284 0.00210 0.00162 0.00186
Februari 183,319 785 182,436 0.43 0.00428 0.00216 0.00156 0.00186
Maret 379,414 1,101 378,276 0.29 0.00290 0.00207 0.00165 0.00186
April 205,687 765 204,876 0.37 0.00372 0.00214 0.00157 0.00186
Mei 263,018 420 262,560 0.16 0.00160 0.00211 0.00161 0.00186
Juni 544,810 1,115 543,648 0.20 0.00205 0.00203 0.00168 0.00186
Juli 369,983 322 369,442 0.09 0.00087 0.00207 0.00165 0.00186
Agustus 269,109 507 267,084 0.19 0.00188 0.00211 0.00161 0.00186
September 490,036 793 489,192 0.16 0.00162 0.00204 0.00167 0.00186
Oktober 652,088 702 651,312 0.11 0.00108 0.00202 0.00170 0.00186
November 584,366 529 583,764 0.09 0.00091 0.00203 0.00169 0.00186
Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 539
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
LC = = 0.00186
LCL = n
ppp
)1(3
= 144,295
)00186.01(0.0018630.00186
= 0.00162
Perhitungan nilai UCL, CL dan LCL pada
bulan selanjutnya sama dengan perhitungan nilai UCL, LC dan LCL pada bulan Januari.
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat peta kontrol p untuk kemasan tersebut.
Gambar 6. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Sari Murni 1L
Berdasarkan pengolahan data yang telah
dilakukan dan peta kontrol p yang telah
dibuat, dapat dilihat bahwa hanya bulan Agustus yang terdapat pada batas kontrol. Kondisi hanya 1 bulan yang berada pada peta kontrol p berulang terjadi. Hal ini
merupakan masalah yang seharusnya dipecahkan oleh perusahaan PT. Incasi Raya.
4.2.4 Pengolahan Kemasan Reject Produksi Sari Murni 2L
Pengolahan data dilakukan untuk setiap jenis kemasan agar permasalahan yang ada dalam kemasan reject produksi tersebut
dapat dilihat secara jelas. Pengolahan kemasan reject produksi Sari Murni 2L disajikan dalam Tabel 8 dan Gambar 7.
Tabel 8. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 2L
0.00000
0.00050
0.00100
0.00150
0.00200
0.00250
0.00300
0.00350
0.00400
0.00450
P
Bulan
ProporsiRejectProduksi (P)
UCL
LCL
LC
Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL LCL LC
Januari 165,562 579 164,886 0.35 0.00350 0.00190 0.00131 0.00161
Februari 115,669 540 115,068 0.47 0.00467 0.00196 0.00126 0.00161
Maret 253,985 853 253,122 0.34 0.00336 0.00185 0.00137 0.00161
April 149,249 555 148,674 0.37 0.00372 0.00192 0.00130 0.00161
Mei 327,628 536 326,994 0.16 0.00164 0.00182 0.00140 0.00161
Juni 400,810 477 400,320 0.12 0.00119 0.00180 0.00142 0.00161
Juli 266,684 225 266,442 0.08 0.00084 0.00184 0.00138 0.00161
Agustus 235,924 377 235,530 0.16 0.00160 0.00186 0.00136 0.00161
September 360,798 423 360,360 0.12 0.00117 0.00181 0.00141 0.00161
Oktober 477,465 355 477,078 0.07 0.00074 0.00178 0.00143 0.00161
November 494,114 305 493,800 0.06 0.00062 0.00178 0.00144 0.00161
540 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
Contoh Perhitungan Bulan Januari :
∑
∑ =
= 0.00161
UCL = n
ppp
)1(3
= 562,165
)00161.01(0.0016130.00161
= 0.00190
LC = = 0.00161
LCL = n
ppp
)1(3
= 562,165
)00161.01(0.0016130.00161
= 0.00131
Perhitungan nilai UCL, CL dan LCL pada
bulan selanjutnya sama dengan perhitungan nilai UCL, LC dan LCL pada bulan Januari.
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat peta kontrol p untuk kemasan tersebut.
Gambar 7. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Sari Murni 2L
Berdasarkan pengolahan data yang telah
dilakukan dan peta kontrol p yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa hanya bulan Mei
dan Agustus yang terdapat pada batas kontrol. Kondisi hanya 1 bulan atau 2 bulan yang berada pada peta kontrol p berulang terjadi. Hal ini merupakan masalah yang seharusnya dipecahkan oleh perusahaan PT. Incasi Raya.
Hal ini merupakan suatu permasalahan
yang harus diperhatikan oleh perusahaan PT. Incasi Raya supaya perusahaan tidak mengalami kerugian pada proses pengemasan yang dilakukan. Adapun penyebab kemasan reject tersebut dapat
dilihat pada Gambar 8.
4.2.5 Analisis Digram Sebab Akibat
(Cause Effect)
Berdasarkan diagram sebab akibat
diatas, dapat dilakukan perencanaan pengendalian reject produksi oleh perusahaan PT. Incasi Raya untuk mengurangi terjadinya reject produksi. Hal ini dilakukan agar reject produksi dapat diminimalisir sehingga tidak menyebabkan kerugian terhadap perusahaan tersebut.
Diagram sebab akibat disajikan pada Gambar 8.
0.00000
0.00050
0.00100
0.00150
0.00200
0.00250
0.00300
0.00350
0.00400
0.00450
0.00500
P
Bulan
ProporsiRejectProduksi (P)
UCL
LCL
LC
Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 541
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
Kemasan Reject
Lingkungan
Mesin Manusia
Bahan Material
Terkena CairanTerlalu Tipis
kerusakan
mesin
kelalaian
cerobohKaret Vakum
Aus
Kesalahan
Posisi
Kemasan
Kurang
Dikibas
Terlalu Panas
Metode
Perawatan mesin kurang
Pengawasan kerja rendah
Gambar 8. Diagram Sebab Akibat Reject Produksi
Penjelasan dari masing-masing sebab
akibat terjadinya reject produksi seperti pada Gambar 8 sebagai berikut: 1. Bahan
Bahan material yang digunakan terbuat dari plastik. Kemasan plastik tersebut
cukup tipis, namun kesesuaian ketebalan seluruh plastik membuat kemasan tersebut cukup kuat digunakan sebagai kemasan dengan kapasitas minyak
goreng yang tidak lebih dari 2 Liter. Kesalahan produksi yang terjadi pada
produksi plastik tersebut menyebabkan ada sebagian plastik yang tidak memiliki ketebalan yang sama. Apabila ketebalan plastik tidak sama maka plastik tersebut akan mudah rusak ketika proses pengisian minyak goreng pada mesin pengemasan. Selain terjadi kerusakan
pada proses pengemasan, kondisi plastik yang tidak sama tebal juga dapat rusak saat proses distribusi dilakukan. Hal ini menyebabkan terjadinya kemasan reject produksi. Untuk mengantisipasi hal ini,
perusahaan seharusnya teliti dalam membeli kemasan tersebut dari
perusahaan pemasok plastik tersebut.
2. Mesin Mesin yang digunakan dalam pengemasan ini adalah mesin rotary leepack. Mesin tersebut sudah dipakai selama bertahun-tahun dengan perawatan yang kurang memadai.
Perawatan berkala yang dilakukan hanya pembersihan mesin, dan mesin tersebut akan terus digunakan sampai mesin tersebut rusak. Salah satu kerusakan
mesin yang sering terjadi adalah kerusakan pada karet vacuum. Apabila
karet vacuum telah aus, gerak karet tersebut dalam menangkap plastik pouch menjadi tidak stabil. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian antara kerja vacuum dengan rotary leepack sehingga kemasan plastik pouch dapat rusak karena kinerja rotary
leepack. Hal ini dapat diatasi dengan cara melakukan penggantian karet vacuum secara berkala sebelum karet vacuum mengalami keausan sehingga tidak berimbas pada kerusakan kemasan
plastik pouch.
3. Manusia Manusia dalam hal ini adalah operator yang ada dalam proses pengemasan tersebut. Dalam pekerjaan ini operator
542 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
sangat berperan dalam jalannya proses pengemasan. Apabila operator tidak berkerja dengan baik, hal ini akan mempengaruhi terhadap banyaknya
kemasan rusak yang dihasilkan. Kesalahan yang dilakukan oleh operator antara lain kemasan plasik pouch diposisikan secara tidak tepat pada mesin pengemasan, pengibasan kemasan yang kurang sebelum diletakkan pada mesin pengemasan, dan kelalaian dalam
bekerja. Kemasan yang tidak diposisikan
dengan tepat menyebabkan vacumm tidak dapat menjangkau kemasan dengan baik. Jika terjadi demikian, maka kemasan ini tidak akan terposisi secara baik pada rotary leepack sehingga kemasan dapat mengalami kerusakan.
Sebelum kemasan diletakkan pada mesin, kemasan terlebih dahulu dikibaskan dengan tujuan kemasan yang lengket antara satu dengan yang lainnya berpisah secara baik. Apabila kemasan tidak dikibaskan dengan baik, ada
kemungkinan plastik tidak terpisah dengan baik, hal ini menyebabkan
vacuum akan menjangkau plastik lebih dari satu. Keadaan ini juga dapat menyebabkan kerusakan pada kemasan saat proses pengemasan. Kelalaian operator merupakan salah satu faktor
terjadinya kesalahan-kesalahan sebelumnya. Untuk mengatasi hal ini, pimpinan harus mengawasi kerja operator agar operator bekerja dengan baik.
4. Lingkungan
Lingkungan juga mempengaruhi terjadinya adanya kemasan reject
produksi. Ketika kemasan tersebut diangkut ke lantai pengemasan, kemasan tersebut biasanya diletakkan di tempat yang langsung terkena cahaya matahari
pagi. Kemasan yang terbuat dari plastik akan mengalami perubahan jika terkena sinar matahari secara terus menerus. Hal ini dapat membuat daya tahan plastik menurun dan mudah rusak ketika kemasan plastik tersebut mengalami proses pengemasan. Kadangkala,
kemasan plastik tersebut terkena air saat berada di lantai proses pengemasan. Apabila plastik tersebut terkena air,
vacuum tidak dapat menjangkau plastik dengan baik. Hal ini juga dapat membuat kemasan tersebut mengalami kerusakan
saat proses pengemasan terjadi. Untuk mengatasi hal ini, pekerja hendaknya memposisikan kemasan tersebut ditempat yang terhindar dari cahaya
matahari dan menjaga agar bahan baku tersebut tidak terkena cairan.
5. Metode Metode kurang berperan dalam kegiatan proses pengemasan perusahaan tersebut, salah satunya adalah metode perawatan
mesin. Perawatan mesin secara berkala
tidak diterapkan dalam perusahaan ini. Metode ini merupakan salah satu metode yang cukup penting untuk menjaga performansi kinerja mesin tersebut. Perawatan yang baik terhadap mesin akan menghasilkan output produksi yang
memiliki kualitas yang lebih tinggi. Metode pengawasan kerja juga kurang diterapkan dalam perusahaan tersebut. Pengawasan kerja yang kurang berpengaruh terhadap kinerja operator mesin pengemasan tersebut. Dengan
tidak adanya pengawasan kerja yang tidak baik, operator kemungkinan
melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan standar kerja. Keadaan operator yang demikian akan mempengaruhi terjadinya kesalahan kerja yang berimbas pada terjadinya kemasan reject produksi.
Berdasarkan pengolahan data yang telah
dibuat dan analisis terhadap peta kontrol p, maka dapat dilakukan penentuan UCL dan LCL untuk peta kontrol yang baru dengan melakukan revisi terhadap data tersebut dengan cara membuang data yang berada
diluar batas kontrol. Pengolahan data dilakukan terhadap data baru, yaitu data
yang berada dalam batas kontrol setelah data diluar batas kontrol dibuang. Adapun pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
4.2.6 Pengolahan Kemasan Reject
Produksi Gurih 1L Setelah Revisi
Perhitungan data setelah revisi dilakukan agar kita dapat melihat peta kontrol p susulan yang dapat memberi gambaran bagaimana seharusnya kemasan reject
produksi yang dimiliki oleh perusahaan. Adapun pengolahan yang dilakukan terhadap data yang telah direvisi dapat dilihat pada
Tabel 9.
Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 543
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
Tabel 9. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Gurih 1L Setelah Revisi
Contoh Perhitungan Bulan Agustus:
∑
∑ =
= 0.00188
UCL = n
ppp
)1(3
= 603,247
)00188.01(0.0018830.00188
= 0.00214
LC = = 0.00188
LCL = n
ppp
)1(3
= 603,247
)00188.01(0.0018830.00188
= 0.00162
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat peta kontrol p untuk kemasan tersebut. Peta kontrol p tersebut merupakan peta kontrol usulan yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan tersebut. Peta kontrol p setelah revisi dapat dilihat pada Gambar 9 dibawah
ini.
Gambar 9. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Gurih 1L Setelah Revisi
Berdasarkan pengolahan data yang telah
dilakukan dan peta kontrol p yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa proporsi reject produksi terdapat pada batas kontrol. Keadaan reject produksi yang berada diluar batas kontrol seharusnya dimiliki oleh PT. Incasi Raya agar kualitas kemasan tetap terjaga.
4.2.7 Pengolahan Kemasan Reject
Produksi Gurih 2L Setelah Revisi
Pengolahan data dan pembuatan peta kontrol p untuk kemasan reject produksi Gurih 2L setelah revisi dapat dilihat pada Tabel 10.
Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL LCL LC
Agustus 247,603 466 247,116 0.19 0.00188 0.00214 0.00162 0.00188
0.00000
0.00050
0.00100
0.00150
0.00200
0.00250
Agustus
P
Bulan
ProporsiRejectProduksi (P)
UCL
LCL
LC
544 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
Tabel 10 Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Gurih 2L Setelah Revisi
Contoh Perhitungan Bulan Agustus:
∑
∑ =
= 0.00186
UCL = n
ppp
)1(3
= 603,32
)00186.01(0.0018630.00186
= 0.00258
LC = = 0.00186
LCL = n
ppp
)1(3
= 603,32
)00186.01(0.0018630.00186
= 0.00115
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi
kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat peta kontrol p untuk kemasan tersebut. Peta kontrol p tersebut merupakan peta kontrol
usulan yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan tersebut. Peta kontrol p setelah revisi dapat dilihat pada Gambar 10 dibawah ini.
Gambar 10. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Gurih 2L Setelah Revisi
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan dan peta kontrol p yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa proporsi reject
produksi terdapat pada batas kontrol. Keadaan seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh PT. Incasi Raya agar kualitas kemasan tetap terjaga.
4.2.8 Pengolahan Kemasan Reject Produksi Sari Murni 1L Setelah Revisi
Pengolahan data dan pembuatan peta kontrol p untuk kemasan reject produksi setelah revisi dapat dilihat pada Tabel 11 dibawah ini.
Tabel 11. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 1L Setelah Revisi
Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL LCL LC
Agustus 32,603 66 32,537 0.20 0.00202 0.00258 0.00115 0.00186
September 102,226 185 102,041 0.18 0.00181 0.00227 0.00146 0.00186
0.00000
0.00050
0.00100
0.00150
0.00200
0.00250
0.00300
Agustus September
P
Bulan
Proporsi RejectProduksi (P)
UCL
LCL
LC
Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL LCL LC
Agustus 269,109 507 267,084 0.19 0.00188 0.00213 0.00163 0.00188
Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 545
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
Contoh Perhitungan Bulan Agustus:
∑
∑ =
= 0.00188
UCL = n
ppp
)1(3
= 109,269
)00188.01(0.0018830.00188
= 0.00213
LC = = 0.00188
LCL = n
ppp
)1(3
= 109,269
)00188.01(0.0018830.00188
= 0.00163
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi
kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat
peta kontrol p untuk kemasan tersebut. Peta kontrol p tersebut merupakan peta kontrol usulan yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan tersebut. Peta kontrol p setelah
revisi dapat dilihat pada Gambar 11 dibawah ini.
Gambar 11. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Sari murni 1L Setelah Revisi
Berdasarkan pengolahan data yang telah
dilakukan dan peta kontrol p yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa proporsi reject produksi terdapat pada batas kontrol. Keadaan seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh PT. Incasi Raya agar kualitas
kemasan tetap terjaga.
4.2.9 Pengolahan Kemasan Reject Produksi Sari Murni 2L Setelah Revisi
Pengolahan data kemasan reject produksi Sari Murni 2L dan pembuatan peta kontrol p setelah data direvisi dapat dilihat
pada Tabel 12 dibawah ini.
Tabel 12. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 2L Setelah Revisi
0.00000
0.00050
0.00100
0.00150
0.00200
0.00250
Agustus
P
Bulan
Proporsi RejectProduksi (P)
UCL
LCL
LC
Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL LCL LC
Mei 327,628 536 326,994 0.16 0.00164 0.00183 0.00141 0.00162
Agustus 235,924 377 235,530 0.16 0.00160 0.00187 0.00137 0.00162
546 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
Contoh Perhitungan Bulan Mei:
∑
∑ =
= 0.00162
UCL = n
ppp
)1(3
= 628,327
)00162.01(0.0016230.00162
= 0.00183
LC = = 0.00162
LCL = n
ppp
)1(3
= 628,327
)00162.01(0.0016230.00162
= 0.00141
Untuk melihat secara lebih jelas proporsi
kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat
peta kontrol p untuk kemasan tersebut. Peta kontrol p tersebut merupakan peta kontrol usulan yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan tersebut. Peta kontrol p setelah
revisi dapat dilihat pada Gambar 12 dibawah ini.
Gambar 4.10 Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Sari murni 2L Setelah Revisi
Berdasarkan pengolahan data yang telah
dilakukan dan peta kontrol p yang telah
dibuat, dapat dilihat bahwa proporsi reject produksi terdapat pada batas kontrol. Sesuai dengan hal sebelumnya, keadaan seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh PT. Incasi Raya agar kualitas kemasan tetap terjaga.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Bagian penutup berisikan kesimpulan terhadap penelitian yang telah dilakukan serta saran dari peneliti.
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh
dari pengolahan data dan analisis yang dilakukan sebagai berikut:
Pengendalian kualitas pada perusahaan PT Incasi Raya Edible Oils dengan metode statistical processing control kurang baik. Dilihat dari peta kontrol yang telah dibuat, jumlah reject produksi tiap bulan mayoritas
diluar batas kontrol.
Berdasarkan analisis diagram sebab akibat, reject produksi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: faktor mesin, manusia, material, lingkungan, dan metode. Mesin merupakan faktor utama penyebab terjadinya reject produksi.
0.00000
0.00020
0.00040
0.00060
0.00080
0.00100
0.00120
0.00140
0.00160
0.00180
0.00200
Mei Agustus
P
Bulan
Proporsi RejectProduksi (P)
UCL
LCL
LC
Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 547
ISSN 2088-4842
OPTIMASI SISTEM INDUSTRI
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan yaitu PT Incasi Raya Edible Oils harus meningkatkan pengendalian kualitas
kemasan plastik pouch agar reject produksi tidak menyebabkan kerugian terhadap perusahaan. Untuk mengurangi terjadinya reject produksi maka perusahaan disarankan melakukan maintenance mesin secara rutin dan melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap kinerja operator. Perusahaan juga
harus memperhatikan faktor lingkungan
pada pengemasan, metode perusahaan dalam bekerja dan material plastik yang digunakan. UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Rika Ampuh Hadiguna sebagai dosen pembimbing penulisan jurnal ini dan kakak Ketrin Fadeli ST sebagai pembimbing dalam penelitian di PT Incasi Raya Edible Oils Padang, sehingga penulis dapat
menyelesaikan jurnal ini dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA [1] D.H. Besterfield, Quality Control and
Industrial Statistic (2th Edition), New
Jersey: Prentice- Hall International, Inc., 1994.
[2] V. Gasperz, Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001.
[3] V. Gasperz, Total Quality Manajemen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2005.
[4] K. Gerry, Tinjauan Tata Letak dalam Perusahaan untuk Meningkatan Efisiensi dengan menggunakan Load-Distance Model, Bandung: Annur, 2010.
[5] J. Heizer dan B. Render, Manajemen
Operasi (Edisi Ke-7), Jakarta: Salemba Empat, 2006.
[6] J.M. Juran, Juran’s Quality Control (4th Edition), New York: McGrawHill, Inc., 1998.
[7] D.C. Montgomery, Pengantar Pengendalian Proses Statistik (Edisi Ke-
3), Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995.
[8] M.N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005.
[9] A. Sofjan, Manajemen Operasi Dan Produksi. Jakarta: LP FE UI, 1998.
ILTEK,Volume 8, Nomor 15, April 2013
1090
ANALISA PENGENDALIAN MUTU MINUMAN RUMPUT LAUT DENGAN
MENGGUNAKAN METODE STATISTICAL QUALITY CONTROL PADA
PT. JASUDA DI KABUPATEN TAKALAR
A.Haslindah Dosen Prodi Teknik Industri, Fak. Teknik Universitas Islam Makassar
email: haslindahhanafie@yahoo.co.id
ABSTRAK
Statistical Quality Control (pengendalian kualitas statistik) adalah teknik yang digunakan untuk mengendalikan dan
mengelolah proses baik manufaktur maupun jasa melalui penggunaan statistik. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui penyebab kerusakan yang terjadi pada minuman rumput laut serta untuk mengetahui solusi kerusakan
minuman rumput laut tersebut. Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang bagaimana pengendalian kualitas
menggunakan alat bantu statistik yang bermanfaat untuk mengendalikan tingkat kecacatan produk (misdruk) yang
terjadi pada PT. Jasuda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab terjadinya produk minuman rumput laut
yang memiliki endapan dan bergelembung yaitu disebabkan oleh manusia/tenaga kerja, metode kerja dan mesin/alat
yang digunakan masih sederhana. Namun disini yang paling dominan penyebab kecacatan yaitu operator /manusia yang
kurang teliti dan peralatan yang kurang dirawat ataupun dibersihkan. Adapun solusi yaitu mangadakan program
pelatihan bagi pekerja baik yang lama maupun yang baru secara berkala, dan Memberikan pengarahan dan peringatan
kepada pekerja apabila melakukan kesalahan. Dan untuk peralatan perlunya perawatan dan pemebersihan baik sebelum
mau telah digunakan.
Kata kunci : Statistical Quality Control,misdruk, kualitas.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan bisnis meningkat
semakin ketat meskipun berada dalam kondisi
perekonomian yang cenderung tidak stabil. Hal
tersebut memberikan dampak terhadap persaingan
bisnis yang semakin tinggi dan tajam, baik di pasar
domestik maupun di pasar internasional. Setiap usaha
dalam persaingan tinggi dituntut untuk selalu
berkompetisi dengan perusahaan lain di dalam industri
yang sejenis. Salah satu cara agar bisa memenangkan
kompetisi atau paling tidak dapat bertahan di dalam
kompetisi tersebut adalah dengan memberikan
perhatian penuh terhadap kualitas produk yang
dihasilkan oleh perusahaan sehingga bisa mengungguli
produk yang dihasilkan oleh pesaing.
PT. Jasuda merupakan perusahaan yang mengolah
rumput laut menjadi berbagai produk rumput laut salah
satunya minuman rumput laut. Minuman rumput ini
memiliki kandungan iodium dan seratnnya cukup
tinggi. Produksi minuman rumput laut sebagai bahan
makanan mempunyai dua aspek kualitas. Aspek
pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam
lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua
berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta
kemurnian produk.
Minuman rumput laut ini berbentuk gelas atau cup
sehingga dalam hal ini kualitas produk akan nampak
jelas setelah produk tersebut telah dikemas, hal ini
dapat diketahui dengan melakukan perbandingan
antara produk yang sudah jadi dengan standar produk.
Setiap kali produksi, menggunakan rumput laut
sebanyak 100 Kg, yang dapat menghasilkan 160.000
Gelas dimana isi produk Minuman rumput laut adalah
200 ml/gelas. Adapun standar normal kerusakan
minuman rumput laut pada PT. Jasuda yaitu :
bergelembung dan berubah warna. Rata-rata minuman
rumput laut yang bergelembung sekitar 200 gelas dan
minuman rumput laut yang memiliki endapan adalah
sekitar kurang lebih 300 gelas.
Berdasarkan data-data tersebut, maka perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi kualitas rumput laut dan cara
penanggulangannya agar mutu rumput laut yang
dihasilkan dapat memenuhi standar yang ditetapkan.
Mengacu pada uraian tersebut di atas maka dapat
diketahui bahwa masalah pengendalian mutu terhadap
kualitas produk yang dihasilkan oleh sebuah
perusahaan merupakan suatu hal yang penting dan
membutuhkan kajian yang lebih mendalam, oleh
karena itu peneliti menganggap penelitian dibidang
pengendalian mutu ini sangat penting dalam
mendukung perusahaan untuk memiliki daya saing
dengan produk perusahaan yang lain. Dalam hal ini
ILTEK,Volume 8, Nomor 15, April 2013
1091
penelitian tentang penerapan Statistical Quality
Control (SQC).
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana mengetahui penyebab kerusakan pada
minuman rumput laut
2. Bagaimana mengetahui solusi kerusakan pada
minuman rumput laut
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui penyebab kerusakan pada
minuman rumput laut.
2. Untuk megetahui solusi kerusakan pada minuman
rumput laut.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Memberikan pengetahuan tentang bagaimana
pengendalian kualitas menggunakan alat bantu
statistik dapat bermanfaat untuk mengendalikan
tingkat kecacatan produk (misdruk) yang terjadi
pada PT. Jasuda.
2. Memberikan manfaat bagi pihak manajemen PT.
Jasuda sebagai bahan masukan yang berguna
terutama dalam menentukan strategi pengendalian
kualitas yang dilakukan oleh perusahaan di masa
yang akan datang sebagai upaya peningkatan
kualitas produksi.
3. Memberikan arahan dan tambahan referensi bagi
kalangan akademisi untuk keperluan studi dan
penelitian selanjutnya mengenai topik
permasalahan yang sama.
METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilakukan selama 2 bulan dengan
lokasi penelitian di PT. Jasuda Kabupaten Takalar.
2.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan
dengan cara :
1. Wawancara
Dalam hal ini peneliti mencari data atau informasi
dengan cara mewawancarai pimpinan PT. Jasuda
dan beberapa karyawan.
2. Studi Pustaka
Yaitu informasi dicari melalui beberapa buku
referensi maupun melalui internet.
3. Pengamatan Langsung
Yaitu dilakukan dengan melakukan pengamatan
langsung pada saat proses produksi dan mencatat
data-data yang di dapatkan.
2.3. Metode Penelitian
Pengolahan data yang dilakukan adalah dengan
menggunakan metode pengendalian kualitas statistic.
Data yang digunakan adalah data atribut data variabel
yaitu data berdasarkan karakteristik yang diukur secara
sebenarnya. Data yang diambil adalah minuman yang
bergelembung dan memilliki endapan didalam
Minuman Rumput Laut. Data variable yang diperoleh
dari perusahaan diolah sebagai berikut :
1) Diagram Pareto
Diagram Pareto digunakan untuk mencari sumber
kesalahan, masalah – masalah atau kerusakan
produk dan untuk membantu memfokuskan diri
pada usaha pemecahannya. Berdasarkan data yang
diteliti tentang jenis produk rusak dapat ditentukan
ranking kategori, kemudian dihitung kumulatif
persentase dan digambarkan dalam diagram
Pareto.
2) Diagram Sebab Akibat (Fishbone Chart)
Diagram Ishikawa bertujuan untuk membantu
mengidentifikasi lokasi yang mungkin dari
terjadinya masalah – masalah mutu dan lokasi
pemeriksaan. Diagram ini mempresentasikan
hubungan antara sebab dan akibat yang terdiri dari
garis – garis dan simbol. Akibat (karateristik
kualitas) diletakkan di kanan, sedangkan sebab
diletakkan di sebelah kiri.
3) Membuat peta kontrol p.
Setelah ditentukan jumlah produk rusak maka
langkah selanjutnya adalah memplotkan data
atribut kedalam peta kontrol p.
4) Aplikasi peta control p
Batas pengendali pada peta control diaplikasikan
pada proses selanjutnya.
2.4. Flow Chart
ILTEK,Volume 8, Nomor 15, April 2013
1092
ANALISA DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisa Penelitian
Analisa dan pembahasan merupakan media
komunikasi dalam menjembatani penarikan
kesimpulan, agar kesimpulan yang diperoleh nantinya
mudah dimengerti dan dapat menghilangkan terjadinya
salah penafsiran dari penyajian penelitian yang
dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang
ada. Dalam penelitian ini analisa dan pembahasan hasil
pengolahan merupakan suatu dasar dalam melakukan
dugaan – dugaan terhadap suatu kejadian penyebab
ketidaknormalan pada proses produksi dan tindakan
yang sebaiknya dilakukan guna melakukan perbaikan
dalam proses produksi Analisa dilakukan dengan
menganalisa hasil Statistical Quality Control yaitu
hasil perhitungan peta pengendalian kualitas dan
menganalisa factor yang mempengaruhi kualitas
dengan menggunakan pengendalian kualitas diagram
sebab akibat (fish Bone).
3.1.1 Analisa Diagram Pareto
Berdasarkan pengamatan pada diagram pareto,
maka total cacat untuk endapan = 643 gelas dan
bergelembung = 358 gelas. Dengan melihat kondisi
berdasarkan jenis cacat maka presentase yang tertinggi
untuk jenis cacat :
- Jenis cacat endapan = 39,73%
- Jenis cacat bergelembun = 60,27%
Berdasarkan hasil data tersebut diatas, persentase
cacat tertinggi terjadi pada jenis cacat endapan.
3.1.2 Analisa Diagram Sebab Akibat
Diagram sebab akibat merupakan diagram yang
terdiri dari garis – garis dan simbol – simbol yang
mempresentasikan hubungan antara sebab akibat yang
digunakan untuk menentukan apakah terdapat akibat
yang jelek dan mengambil tindakan untuk
memperbaiki penyebabnya dan juga untuk
mengidentifikasi dan menganalisis suatu proses atau
situasi dan menemukan kemungkinan penyebab suatu
masalah yang terjadi.
Berdasarkan analisa diagram Pareto maka evaluasi
yang dapat diberikan untuk mengetahui penyebab
terjadinya kerusakan proses produksi dikarenakan
adanya item – item berikut:
a. Diagram Sebab Akibat Cacat Timbul Gelembung
Berdasarkan terjadinya cacat timbul gelembung
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1) Faktor Operator
Ketelitian dan kehati – hatian agar memperoleh
hasil yang maksimal tergantung pada faktor
manusia sebagai operator. Ketidak telitian
operator pada saat melakukan pengukuran
panas pada alat pemanas dan blower angin,
selain itu kelelahan dan kejenuhan akibat
proses yang berlangsung terus menerus akan
mengurangi kinerja dari operator.
2) Faktor Peralatan
Adanya pemanasan air rumput laut dalam
tabung yang kurang merata yang disebabkan
kompor pemanas kotor atau mati pada saat
membutuhkan pemanasan air rumput laut,disini
operator harus mengamati suhu yang
diperlukan, apabila kurang panas kompor
pemanas dibesarkan, dan apabila membutuhkan
pendinginan maka blower angin yang
dinyaakan. Kegiatan ini dilakukan di saat air
rumput laut mulai dialirkan ke tabung
penampungan melalui pipa kapiler.
3) Faktor Proses
Ukuran pemanasan air rumput laut harus tetap
stabil, pemanasan yang tidak merata akan
mengakibatkan warna air rumput laut akan ikut
berubah menjadi agak gelap dan apabila
dilakukan pengepresan atau pengisian pada
gelas kemasan dan pengepresan label gelas
maka akan timbul gelembung – gelembung
udara kecil berwarna putih pada tepi atau
pinggir gelas bagian dalam.
4) Faktor Material
Pada waktu pemanasan air rumput laut terlalu
panas atau kurang panas sehingga
menimbulkan gelembung – gelembung putih
atau pengembunan pada gelas kemasan
b. Diagram Sebab Akibat Cacat memiliki Endapan
Berdasarkan terjadinya memiliki endapan
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1) Faktor Operator
Ketelitian dan kehati – hatian agar
memperoleh hasil yang maksimal tergantung
pada faktor manusia sebagai operator. Kurang
terampil dan ketidak telitian operator dalam
proses pengepresan dan pengontrolan panas
dari air rumput laut yang kurang merata
menyebabkan terjadinya memiliki endapan
dari air rumput laut tersebut. Selain itu
kelelahan akibat kondisi suhu panas dan suara
mesin produksi dapat menyebabakan
konsentrasi operator turun.
2) Faktor Material
Proses pengepresan pada label minuman
rumput laut pada PT Jasuda dilakukan secara
semi otomatis, adanya warna pada air rumput
laut yan sudah jadi dan siap untuk proses
pengisian dan dilanjutkan pada pengepresan
label minuman rumput laut disebabkan oleh
dua hal yang biasanya sering terjadi dan
kurang mendapat perhatian serius dari
operator, dua hal tersebut adalah kurang teliti
atau kontrol pada kompor pemanasan dan
blower pendingin pada tabung penampungan
air rumput laut yang sudah jadi dan siap pada
proses pengisian pada gelas kemasan , kedua
terkontaminasinya air rumput laut dengan
kotoran dari dalam pipa kapiler dan tabung
penampungan akhir dari air rumput laut
tersebut.
3) Faktor Peralatan
Adanya keterlambatan pengisian bahan bakar
pada kompor pemansan oleh operator akibat
ILTEK,Volume 8, Nomor 15, April 2013
1093
kurang konsentrasinya operator dan kompor
pemanasan dan blower yang kotor, dan
pembersihan pipa kapiler dan tabung
penampungan akhir rumput laut secara
berkala.
4) Faktor Lingkungan
Faktor ini disebabkan karena udara panas
disekitar lingkungan kerja sehingga
mengakibatkan kesalahan operator dan
menyebabkan konsentrasi operator menurun.
Selain itu kondisi bising dari mesin – mesin
yang bekerja dan faktor mengobrol
menyebabkan ketelitian operator menurun.
Udara panas, pengap dan kondisi bising yang
dirasakan operator dapat menyebabkan
operator merasa cepat lelah dan kurang
nyaman.
3.1.3 Analisa Dengan Control Chart (P)
Dari hasil pengamatan, untuk jumlah cacat dan
persentase cacat dalam satu bulan dari keseluruhan
data yang digunakan (N = 1249 bungkus) yang terdiri
dari 180.000 bungkus, diperoleh jumlah rata-rata
persentase kecacatannya 0,69% dari jumlah yang
diamati. Dari hasil pengamatan juga diperoleh rata-rata
proporsi kecacatan P = 0,0069 dengan UCL P =
0,00747 dan LCL P = 0,0063. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam peta control P pada grafik produk
minuman rumput laut berada dilur batas control, hal ini
menunjukkan produksi berlangsung tidak menurut
spesifikasi yang telah ditentukan. Bila hal ini berjalan
normal maka pengendalian secara statistical dapat
digunakan karena dapat menekan penyimpangan
sebesar 0,69%.
Jika batas control dapat dipertahankan dan
begitupun batas control yang telah direfisi, maka
produk yang dihasilkan mengalami penyimpangan
dapat digunakan atau memantau proses produksi
berikutnya. Untuk mengatasi ini maka faktor-faktor
yang harus diperhatikan adalah ketelitian para pekerja
harus tetap diperhatikan serta dianjurkan untuk
menggunakan alat yang lebih modern.
Sedangkan dari hasil perhitungan kapabilitas
proses dari produksi diperoleh :
Minuman rumput laut yang cacat ( ) = 0, 69%
Minuman rumput laut yang baik = 1 – P (cacat)
= 100% - 0, 69%
= 99,31%
3.2 Pembahasan
3.2.1 Diagram Pareto
Pada analisis Diagram Pareto dapat dilihat bahwa
memiliki endapan dan bergelembung memiliki data
tertinggi dan data terendah dalam diagram ini dapat
terlihat bahwa endapan dan Bergelembung merupakan
data tertinggi yang berada diluar batas normal.
3.2.2 Peta Kendali P
a. Pembahasan Peta Kendali P Memiliki endapan
Pada peta control X dan R terdapat data out of
control sehingga perlu dilakukan revisi. Setelah
revisi seluruh data memiliki endapan sudah berada
didalam batas control sehingga tidak perlu
dilakukan revisi lagi. Hal ini dipengaruhi karena
data yang digunakan selalu berubah-ubah dan
tidak tersebar normal sehingga tidak dapat
dikendalikan dan menyebabkan data banyak yang
melewati batas kontrolnnya.
b. Pembahasan Peta Kendali P Bergelembung
Pada peta control R tidak terdapat data yang out of
control, sedangkan pada diagram X terdapat 2
sampel sehingga dilakukan revisi sebanyak 1 kali.
Setelah revisi seluruh data bergelembung sudah
berada didalam batas control sehingga tidak perlu
dilakukan revisi lagi. Hal ini dipengaruhi karena
data yang digunakan selalu berubah-ubah dan
tidak tersebar normal sehingga tidak dapat
dikendalikan dan menyebabkan data banyak yang
melewati batas Controlnnya.
4.5.3 Pembahasan Kemampuan Proses
a. Memiliki endapan
untuk Memiliki endapan kemampuan kinerja
proses sangat rendah. Hal ini mengakibatkan
banyak data yang berada diluar batas normal yang
ditetakan oleh perusahaan. Untuk menanggulangi
hal ini perusahaan harus meningkatkan
pengendalian dan control terhadap proses yang
berlangsung mulai dari pasca panen sampai
dengan proses produksi.
b. Bergelembung
untuk Bergelembungkemampuan kinerja proses
sangat rendah. Hal ini mengakibatkan banyak data
yang berada diluar batas normal yang ditetakan
oleh perusahaan. Untuk menanggulangi hal ini
perusahaan harus meningkatkan pengendalian dan
control terhadap proses dan pekerja untuk lebih
memenuhi standar operasi yang telah ditetapkan.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian, diperoleh data jenis cacat
pada produk minuman rumput laut yaitu minuman
rumput laut memiliki endapan dan bergelembung.
Setelah dilakukan pengamatan maka di dapatkan data
yaitu setiap kali melakukan proses produksi, PT Jasuda
memproduksi 6000 gelas dimana sebanyak 209 gelas
bergelembung dan 384 memiliki endapan. Dari hasil
pengamatan, untuk jumlah cacat dan persentase cacat
dalam satu bulan dari keseluruhan data yang digunakan
(N = 1249 bungkus) yang terdiri dari 180.000 bungkus,
diperoleh jumlah rata-rata persentase kecacatannya
0,69% dari jumlah yang diamati. Dari hasil
pengamatan juga diperoleh rata-rata proporsi kecacatan
P = 0,0069 dengan UCL P = 0,00747 dan LCL P =
0,0063. Hal ini menunjukkan bahwa dalam peta
control P pada grafik produk minuman rumput laut
berada dilur batas control, hal ini menunjukkan
produksi berlangsung tidak menurut spesifikasi yang
telah ditentukan. Bila hal ini berjalan normal maka
pengendalian secara statistical dapat digunakan karena
dapat menekan penyimpangan sebesar 0,69%.
ILTEK,Volume 8, Nomor 15, April 2013
1094
Jika batas control dapat dipertahankan dan
begitupun batas control yang telah direfisi, maka
produk yang dihasilkan mengalami penyimpangan
dapat digunakan atau memantau proses produksi
berikutnya. Untuk mengatasi ini maka faktor-faktor
yang harus diperhatikan adalah ketelitian para pekerja
harus tetap diperhatikan serta dianjurkan untuk
menggunakan alat yang lebih modern.
4.2 Saran
Untuk memperbaiki kualitas produk, diberikan
saran sebagai berikut :
1. Perbaikan yang dilakukan perusahaan sebaiknya
terfokus pada faktor penyebab utama terjadinya
penyimpangan mutu yaitu factor bahan baku,
metode kerja dan mesin.
2. Pihak perusahaan sebaiknya lebih memperhatikan
pemilihan bahan baku yang masuk ,
mengelompokkan bahan baku yang sejenis dan
segera mengolahnya.
3. Membuat urutan prioritas dalam melaksanakan
pengendalian kualitas yang terencana dengan
memperhatikan faktor-faktor penyebab kesalaan
dalam produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Assauri Sofjan. 1999. Manajemen Produksi dan
Operasi Edisi Resivi. Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia: Jakarta
Asyari Agus. 1983. Pengendalian Produksi.
Universitas Gajah Mada: Yogyakarta
Dinas perikanan dan Kelautan Kab.
Takalar.2010.”Produksi Rumput laut”.
Douglas C. Mont Gomery, 1990, pengantar
pengendalian Kualitas Statistik, Penerbit Gadjah
Mada University Press, yogyakarta.
Febrianto, Nanang. 2006. Analisa Perancangan
Pengendalian Kualitas Statistik Pada Kelompok
Tani Wanita “Brosem” Batu malang. Universitas
Muhammadiyah Malang: Malang
Ilham, Rezkiwati D. 2005. Usulan Perbaikan Kualitas
Produk Kain Strech Dengan Menggunakan
Metode Statistical Quality Control (SQC) Pada
PT. Himalaya Tunas Texindo Bandung.
Universitas Muslim Indonesia: Makassar
Harinaldi. 2005. Prinsip-prinsip Statistika Untuk
Teknik dan sains.Erlangga.Jakarta
Husaini Usman, R Purnomo. 2006. Pengantar Statistik
edisi kedua. Penerbit Bumi Aksara.Jakarta
Ishikawa Kaon. 1988. Teknik Penuntun Pengendalian
Mutu. Mediyatama Perkasa: Jakarta
Kume Hitosi. 1989. Metode Statistik Peningkatan
Mutu. Mediayatama Sarana Perkasa: Jakarta
Rismayanti. 2011. Penerapan Metode Statistical
Quality Control Dalam Menghasilkan Produk
Minyak Kelapa Sawit Sesuai Dengan Standar Di
Pt.Varita Majutama Kabupaten Teluk Bintuni.
Universitas Muslim Indonesia: Makassar
Sucahyo Febrianto. 2004. Tugas Akhir Identifikasi
Kualitas Keramik Di Sentra Industri Kecil Dinoyo
Dan Betek Dengan Metode Pengendalian
Kualitas, Universitas Muhammadiyah Malang:
Malang
Vincent Gaspers. 1998. Statistical Process Control
Manajemen Bisnis Total. PT. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta
Waiulung Natsir M. 2009. Analisis Pengendalian
Kualitas Untuk Meningkatkan Mutu Produk
Plywood Pada PT. Wainibe Wood Industri (WWI)
Di Kota Namlea. Universitas Muslim Indonesia:
Makassar
eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, 2014, 2 (2):245-259 ISSN 2355-5408, ejournal.adbisnis.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2014
ANALISIS PENGENDALIAN MUTU (QUALITY CONTROL)
CPO (CRUDE PALM OIL) PADA PT. BUANA WIRA SUBUR
SAKTI DI KABUPATEN PASER
M. Fajar Wulan D1
ABSTRAK
M. Fajar Wulan D, Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO
(Crude Palm Oil) pada PT. Buana Wirasubur Sakti di Kabupaten Paser. Di
bawah bimbingan Ir. Noercahyono, MM. selaku Pembimbing I dan Bapak Eko
Adi Widyanto, SE,. M.SA. selaku Pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengendalian mutu CPO
(Crude Palm Oil) pada PT. Buana Wirasubur Sakti. Analisis dilakukan dengan
cara mengolah data inspeksi kadar asam lemak bebas, kadar air, dan kadar
kotoran dengan menggunakan alat analisis pengendalian mutu diagram
histogram, grafik kendali, dan diagram sebab akibat. Hasil analisis dibandingkan
dengan standar pengendalian mutu yang ditetapkan BSN melalui SNI 01-2901-
2006 dan standar mutu yang ditetapkan oleh konsumen PT. Buana Wirasubur
Sakti.
Berdasarkan analisis diagram histogram untuk kadar asam lemak bebas
dan kadar kotoran tidak terdapat data yang berada di luar batas, akan tetapi
pada kadar air terdapat 16 sampel berada di atas standar yang ditetapkan oleh
BSN yaitu 0,5%. Berdasarkan hasil analisis grafik kendali pengendalian mutu
CPO (Crude Palm Oil), jumlah sampel yang berada di luar batas kendali
menurut peta kontrol Xbar dan R untuk kadar asam lemak bebas sebanyak
sebelas sampel pada peta kendali Xbar dan dua sampel pada peta kendali R.
Kemudian, untuk kadar air terdapet lima sampel pada peta kendali Xbar dan dua
sampel pada peta kendali R. Serta untuk kadar kotoran terdapat tujuh sampel
apda peta kendali Xbar dan tiga sampel pada peta kendali R. Berdasarkan hasil
analisis diagram sebab akibat yaitu dilakukan dengan proses observasi lapangan
dan wawancara terdapat lima faktor yang mempengaruhi pengendalian mutu
CPO (Crude Palm Oil). Faktor itu sendiri meliputi bahan baku, lingkungan kerja,
mesin, bahan baku, manusia, dan metode karja.
Kata Kunci: analisis pengendalian mutu, diagram sebab akibat, dan grafik
kendali.
Pendahuluan
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia karena
kontribusinya terhadap perolehan devisa, peluang pengembangan pasar serta
penyerapan tenaga kerja, dan menjadikan Indonesia sebagai eksportir minyak
1 Mahasiswa, S1 Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Mulawarman, Email: Fajarwulan@yahoo.co.id
eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259
246
kelapa sawit (Crude Palm Oil- CPO) nomor satu di dunia, sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel berikut.
Tabel
Eksportir CPO Dunia Tahun 2013
No Negara Eksportir Total Ekspor (ton)
1 Indonesia 28.000.000
2 Malaysia 19.700.000
3 Thailand 1.700.000
4 Kolombia 950.000
5 Nigeria 860.000
(sumber: bisnis.com)
Produksi CPO di Indonesia selalu mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun, sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel di bawah ini.
Tabel
Total Produksi Sawit Indonesia
Tahun Total Produksi (ton)
2008 17.539.788
2009 19.324.294
2010 21.958.120
2011 23.096.541
2012 26.015.518
(Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan)
Era pengembangan kelapa sawit di Kalimantan Timur dimulai pada tahun
1982 yang dirintis melalui Proyek Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang dikelola
oleh PTP VI. Hingga tahun 2012, luas areal kelapa sawit mencapai 961.802 Ha,
yang terdiri dari 226.765 Ha sebagai tanaman plasma / rakyat, 17.237 Ha milik
BUMN sebagai inti, dan 717.825 Ha milik Perkebunan Besar Swasta. Adapun
produksi TBS (Tandan Buah Segar) pada tahun 2012 sebesar 5.734.464 ton atau
setara dengan 1.032.204 ton CPO (Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur,
2012)
PT. Buana Wirasubur Sakti merupakan satu dari 12 perusahaan perebusan
TBS (Tandan Buah Sawit) yang berada di Kecamatan Kuaro, Kabupaten Paser,
yang secara resmi didirikan pada tahun 1993. Pada awalnya perusahaan ini hanya
memfokuskan pada penanaman kelapa sawit yaitu pada tahun 1991 hingga tahun
2004 dengan luas areal lahan lebih dari 900 hektar. Pada tahun 2010 PT. Buana
Wirasubur Sakti melebarkan sayapnya pada bisnis pemrosesan TBS menjadi CPO
dengan kapasitas produksi perusahaan sebesar 30 TBS/jam yang dapat
menghasilkan 120 ton CPO, 30 ton karnel, dan 30 ton cangkang karnel per hari.
(tradezz.com_PT. Buana Wirasubur Sakti)
Pasokan kelapa sawit yang diolah menjadi CPO bersumber dari kebun
kelapa sawit milik PT. Buana Wirasubur Sakti sendiri serta pasokan yang
bersumber dari petani sawit di Kecamatan Kuaro. CPO yang dihasilkan kemudian
akan dijual ke pembeli utama yaitu PT. Wilmar, PT SMART, Tbk, dan PT. KIAT
Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar
247
yang dikirim melalui Pelabuhan Tanah Merah di Desa Janju, Kecamatan Tana
Gerogot, Kabupaten Paser.
Kegiatan pengendalian mutu yang dilakukan oleh PT. Buana Wirasubur
Sakti untuk menghasilkan produk CPO mengacu pada standar mutu CPO yang
ditetapkan oleh pembeli/pelanggan.
Pemerintah sendiri melalui BSN telah menetapkan standarisasi mutu CPO
yang dimuat dalam SNI-01-2901-2006 yaitu:
Tabel
Standar Nasional Mutu Kelapa Sawit
No Karakteristik Keterangan
1 Kadar asam lemak bebas < 5,00 %
2 Kadar air < 0,50 %
3 Kadar kotoran < 0,50 %
4 Bilangan Yodium 50-55 g / 100 g TBS
5 Warna CPO (crude palm oil) Jingga kemerah-
merahan
(SNI, 2006)
Dalam praktiknya PT. Buana Wirasubur Sakti belum menetapkan
standarisasi mutu CPO perusahaan. Selama ini standar mutu yang digunakan oleh
PT. Buana Wirasubur Sakti mengikuti kontrak kerja yang ditetapkan oleh pembeli
utamanya, yaitu PT. Willmar. Standar mutu yang ditetapkan oleh PT. Willmar
mengikui standar mutu CPO yang ditetapkan oleh BSN melalui SNI-01-2901-
2006. Akan tetapi jika mutu CPO yang dihasilkan melebihi standar kadar mutu
yang ditetapkan, maka PT. Buana Wirasubur Sakti akan memasarkannya kepada
pembeli lokal.
Salah satu cara untuk mengukur mutu produk ialah penerapan quality
conrol dengan peta kontrol (control charts). Fungsi penerapan quality control
tersebut adalah untuk melakukan pengendalian terhadap mutu dari input awal
berupa penyelesaian bahan baku, proses produksi , sampai kepada proses output
barang jadi (finished goods). Dengan adanya penerapan quality control maka
perusahaan dapat melakukan efesiensi proses produk, khususnya dalam industri
pengolahan CPO kelapa sawit. Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas,
peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai masalah
pengendalian mutu (quality control) dalam hal pengolehan buah sawit yang ada di
PT. Buana Wirasubur Sakti. Untuk itu pada penelitian ini peneliti mengambil
judul “Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil)
Pada PT. Buana Wirasubur Sakti”
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah;
Apakah pengendalian mutu CPO yang dilakukan oleh PT. Buana
Wirasubur Sakti sudah memenuhi standar SNI yang ditetapkan oleh BSN.
eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259
248
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses pengendalian mutu CPO yang dilakukan oleh PT.
Buana Wirasubur Sakti.
2. Untuk mengetahui apakah tingkat mutu CPO yang dihasilkan oleh PT. Buana
Wirasubur Sakti sudah memenuhi standar mutu CPO sesuai dengan standar
SNI yang ditetapkan oleh BSN.
Kerangka Dasar Teori
Pengendalian Mutu (Quality Control)
Pengertian pengendalian mutu adalah kegiatan terpadu mulai dari
pengendalian standar mutu bahan, standar proses produksi, barang setengah jadi,
barang jadi, sampai standar pengiriman produk akhir ke konsumen agar barang
(jasa) yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan
(Prawirosentono, 2007:74).
Process Quality Control
Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2012:208) SQC (Statistical
Quality Control) merupakan penggunaan metode statistic untuk mengukur kinerja
produksi sekaligus untuk meningkatkan mutu keluaran. Sebaliknya, SPC hanya
bermaksud untuk melakukan pengendalian kinerja proses dengan menggunakan
metode statistik. Sehubungan dengan itu, SPC merupakan bagian dari SQC.
Minyak Sawit Kasar
Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) merupakan minyak nabati berwarna
jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari proses ekstraksi daging buah kelapa
sawit (mesocarp) tanaman Elais guinensis Jacq. Minyak sawit kasar terdiri dari
gliserida yang tersusun oleh serangkaian asam lemak. Komponen utama minyak
sawit adalah trigliserida dengan sebagian kecil digliserida dan mono gliserida.
Minyak sawit kasar berbentuk semipadat pada suhu kamar. Warna minyak sawit
kasar yang berwarna jingga kemerah-merahan disebabkan oleh komponen minor
yang dmiliki CPO berupa pigmen karoten (ipb.ac.id).
Metode Penelitian
Histogram
Histogram menunjukkan cakupan nilai suatu perhitungan dan frekuensi dari setiap
nilai yang terjadi. Histogram menunjukkan peristiwa yang sering terjadi dan juga
variasi dalam pengukuran (Heizer dan Render, 2004:268).
Bagan kendali
Peta Kendali
Peta Kendali Xbar digunakan untuk proses yang memiliki karakteristik yang
bersifat kontinu. Peta ini menggambarkan variasi harga rata-rata dari data yang
diklarifikasikan dalam satu kelompok. Dalam penelitian ini data dikelompokkan
berdasarkan satuan waktu hari dimana data ini diambil. Langkah langkah
penentuan peta kendali Xbar adalah dengan menentukan rentang rata-rata
Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar
249
kemudian menentukan batas kontrol serta mengambarkan garis Xbar dan garis
batas kontrol.
Peta Kendali R
Peta kendali R merupakan peta untuk menggambarkan rentang data dari suatu sub
grup, yaitu data terbesar dikurangi data terkecil. Langkah langkah penentuan garis
central adalah dengan menentukan rentang rata-rata kemudian menentukan batas
kontrol serta mengambarkan garis R dan garis batas kontrol.
Menghitung X rata-rata dan R rata-rata (Haming dan Nurnajamuddin,
2012:208):
Perhitungan X rata-rata
Dimana:
: jumlah rata-tata dari nilai rata-rata subgrup
: nilai rata-rata subgrup ke-i
: jumlah subgrup
Perhitungan R rata-rata
Dimana:
: jumlah rata-rata rentang grup
: nilai rentang subgrup ke-i
: jumlah subgrup
Menentukan batas kontrol untuk pembuatan peta kendali X dan R (Haming
dan Nurnajamuddin, 2012:208):
X-Chart
Batas kontrol peta X: Batas kontrol atas (BKA) =
Batas kontrol bawah (BKB) =
Dimana: BKA = Batas Kontrol Atas
BKB = Batas Kontrol Bawah
A2 = Nilai Koefisien
R = Selisih Harga Xmaks dan Xmin
R-Chart
Batas kontrol peta R: Batas kontrol atas (BKA) = D4 . R
Batas kontrol bawah (BKB) = D3 . R
Dimana: BKA = Batas Kontrol Atas
BKB = Batas Kontrol Bawah
D4,D3 = Nilai Koefisien
Diagram Sebab Akibat
Menurut Heizer dan Render (2004:265) pembuatan diagram sebab akibat pada
umumnya dimulai dengan 4 kategori yaitu material, mesin/peralatan, manusia,
eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259
250
dan metode. Inilah yang disebut 4M yang merupakan penyebab. Penyebab
masing-masing dikaitkan dalam setiap kategori yang diikat dalam tulang ikan
yang diikat dalam tulang yang terpisah sepanjang cabang tersebut.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Histogram
Histogram Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)
Dari hasil pengujian kadar Asam Lemak Bebas di atas, maka histogram
Kadar Asam Lemak Bebas dapat di lihat pada Gambar berikut:
Gambar
Hasil Uji Kadar Asam Lemak Bebas
sumber: data diolah
Berdasarkan hasil histogram untuk kadar asam lemak bebas, maka dapat
dilihat bahwa rata-rata kadar asam lemak bebas adalah 3,5%, dan tidak terdapat
yang berada di luar batas normal berdasarkan standarisasi yang ditetapkan oleh
BSN yaitu kadar Asam Lemak Bebas maksimum 5%.
Histogram Kadar Air
Dari hasil pengujian kadar Air di atas, maka histogram kadar Air dapat di
lihat pada Gambar berikut:
Gambar
Hasil Uji Kadar Air
Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar
251
Sumber: data diolah
Berdasarkan hasil histogram untuk kadar air, dapat dilihat bahwa rata-rata
kadar air adalah sebesar 0,36%, dan terdapat 16 atau 16,66% data yang berada di
luar batas normal berdasarkan standarisasi yang ditetapkan oleh BSN yaitu kadar
Air maksimum 0,5%.
Histogram Kadar Kotoran
Dari hasil pengujian kadar Air di atas, maka histogram kadar Air dapat di
lihat pada Gambar berikut:
Gambar
Hasil Uji Kadar Kotoran
Sumber: data diolah
Berdasarkan hasil histogram untuk kadar kotoran, dapat dilihat bahwa
rata-rata kadar kotoran adalah 0,39% dan tidak terdapat data yang berada di luar
batas normal berdasarkan standarisasi yang ditetapkan oleh BSN yaitu kadar
kotoran maksimum 0,5%.
Analisis Grafik Kendali (SPC)
Analisis grafik kendali (SPC) digunakan untuk melakukan pengendalian kinerja
proses dengan menggunakan metode statistik. Di dalam grafik kendali terdapat
garis batas kendali atas (UCL) serta garis batas kendali bawah (LCL), kedua garis
ini berfungsi untuk menentukan batas kendali kandungan mutu CPO dalam
perhitungan statistik. Berikut tahapan pembuatan grafik kendali dan R untuk
Kadar Asam Lemak Bebas (ALB), Kadar Air, dan Kadar Kotoran:
Peta dan R untuk Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)
1. Perhitungan Peta Kendali Xbar Kadar Asam Lemak Bebas.
UCL = +
= 3,50 + 1,023 . 0,44
= 3,50 + 0,45351
= 3,95 %
LCL = -
= 3,50 – 1,023 . 0,44
eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259
252
= 3,50 – 0,45251
= 3,05 %
2. Perhitungan Peta Kendali R Kadar Asam Lemak Bebas.
UCL = D4 .
= 2,574 .0,44
= 1,13857 %
LCL = D3 .
= 0 . 0,44
= 0 %
Gambar
Grafik kendali Xbar dan R Chart Asam Lemak Bebas
sumber: data diolah
Dari peta kendali Xbar dan R di atas terdapat data yang out of control,
yaitu pada data ke 1, 2, 6, 7, 8, 11, 13, 14, 17, 26, dan 28 pada peta kendali Xbar.
Untuk peta kendali R terdapat pula data yang out of control yaitu pada data ke 24
dan 27.
Peta dan R untuk Kadar Air
1. Perhitungan Peta Kendali Xbar Kadar Asam Lemak Bebas
UCL = +
= 0,36 + 1,023 . 0,18
= 0,55 %
LCL = -
= 0,36 – 1,023 . 0,18
= 0,18 %
2. Perhitungan Peta Kendali R Kadar Air
UCL = D4 .
= 2,574 . 0,18
= 0,4676 %
LCL = D3 .
Sample
Sa
mp
le M
ea
n
28252219161310741
4,5
4,0
3,5
3,0
__X=3,500
UC L=3,959
LC L=3,041
Sample
Sa
mp
le R
an
ge
28252219161310741
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0
_R=0,449
UC L=1,155
LC L=0
1
1
1
1
11
111
1
1
1
1
Xbar-R Chart of x1; ...; x3
Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar
253
= 0 . 0,18
= 0 %
Gambar
Grafik kendali Xbar dan R Chart Air
sumber: data diolah
Dari peta kendali Xbar dan R untuk kadar air di atas terdapat data yang out
of control, yaitu pada data ke 10, 11, 13, 16, dan 29 pada peta kendali Xbar. Untuk
peta kendali R terdapat pula data yang out of control yaitu pada data ke 15 dan 20.
Peta dan R untuk Kadar Kotoran
1. Perhitungan Peta Kendali Xbar Kadar Kotoran
UCL = +
= 0,04 + 1,023 . 0,02
= 0,06 %
LCL = -
= 0,04 – 1,023 . 0,02
= 0,02 %
2. Perhitungan Peta Kendali R Kadar Kotoran
UCL = D4 .
= 2,574 . 0,02
= 0,05079 %
LCL = D3 .
= 0 . 0,02
= 0 %
Sample
Sa
mp
le M
ea
n
28252219161310741
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
__X=0,3646
UC L=0,5504
LC L=0,1787
Sample
Sa
mp
le R
an
ge
28252219161310741
0,60
0,45
0,30
0,15
0,00
_R=0,1817
UC L=0,4677
LC L=0
1
1
1
11
1
1
Xbar-R Chart of x1; ...; x3
eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259
254
Gambar
Grafik kendali Xbar dan R Chart Kotoran
sumber: data diolah
Dari peta kendali Xbar dan R untuk kadar kotoran di atas terdapat data
yang out of control yaitu pada data ke 8, 10, 13, 18, 23, 26, dan 29. Untuk peta R
terdapat pula data yang out of control yaitu pada data ke 8, 10, dan 20.
Diagram Sebaba Akibat
Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan oleh PT. Buana Wirasubur Sakti adalah TBS
yang berasal dari kebun yang dimiliki oleh perusahaan dan TBS yang berasa dari
petani sawit di sekitar pabrik. Pemasok utama bahan baku (buah sawit) PT. Buana
Wirasubur Sakti adalah buah yang berasal kebun rakyat, hal ini disebabkan
perkebunan yan dimiliki perusahaan belum mampu memenuhi kebutuhan
perusahaan. Usia tanam buah sawit yang dimiliki oleh perusahaan masih muda.
Pasokan buah sawit yang dapat dipenuhi oleh perusahaan hanya 50 ton per-hari
sedangkan kapasitas produksi perharinya sebesar 500 ton. Oleh sebab itu
perusahaan untuk menutupi kekurangan pasokan bahan baku, perusahaan
menerima bahan baku yang dihasilkan oleh kebun masyarakat, dimana pasokan
bahan bakunya tidak bisa dikontrol jumlahnya.
Lingkungan Kerja
PT. Buana Wirasubur Sakti memiliki luas areal pabrik 2000 m2. Dimana
di dalamnya terdapat bagunan-bagunan pabrik yang terdiri dari pos pengamanan
yang berada di gerbang masuk pabrik, setelah itu terdapat jembatan timbang yang
digunakan untuk menimbang kendaraan yang membawa bahan baku (TBS),
kemudian terdapat ruang kantor dan laboratorium yang dimana digunakan untuk
kegiatan administrasi dan laboratorium yang digunakan untuk tempat pengujian
kadar CPO.
Loading ramp merupakan lokasi penumpukan bahan baku (TBS) yang
telah melalui proses penimbangan di jembatan timbang. Kondisi loading ramp
Sample
Sa
mp
le M
ea
n
28252219161310741
0,08
0,06
0,04
0,02
__X=0,03922
UC L=0,05941
LC L=0,01903
Sample
Sa
mp
le R
an
ge
28252219161310741
0,060
0,045
0,030
0,015
0,000
_R=0,01973
UC L=0,05080
LC L=0
111
1
111
11
1
Xbar-R Chart of x1; ...; x3
Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar
255
yang dimiliki PT. BWS kurang terawat, jika hujan tempat penumpukan (loading
ramp) akan berlumpur dikarenakan loading ramp yang dimiliki PT. BWS belum
memiliki atap. Sehingga, TBS yang akan diolah menjadi kotor karena terkena
lumpur dan kadar air pada buahnya akan bertambah karena tekena air hujan.
Pada bagian produksi, sering terjadi keterlambatan pembuangan limbah
hasil produksi yang terdiri dari janjangan dan ampas TBS. Hal ini tentu saja
mempengaruhi kebersihan dari lokasi produksi.
Manusia
Karyawan memiliki peranan yang penting terhadap mutu produk yang
dihasilkan. Karyawan produksi yang bertugas atau operator yang bertugas harus
berkonsentrasi penuh dalam mengendalikan mesin dan peralatan yang digunakan
dalam proses pengolahan TBS menjadi CPO agar berfungsi sebagaimana
mestinya. Kedisiplinan dan ketelitian merupakan hal yang sangat penting untuk
dimiliki oleh karyawan laboratorium dalam menguji kadar asam lemak bebas,
kadar air, serta kadar kotoran CPO. Ketelitian dibutuhkan karena kegiatan
menguji ini merupakan pekerjaan yang memiliki tanggung jawab yang sangat
besar terhadap kelangsungan hidup produk yang dihasilkan. Selain itu pula
tingkat pengetahuan karyawan akan in process sangat mempengaruhi kinerja
karyawan dalam menjaga pengendalian mutu in process.
Mesin
Perawatan rutin mesin jarang dilakukan oleh perusahaan, seringkali
penanganan terhadap kerusakan mesin terlambat. Sehingga, menghambat kinerja
perusahaan yang berakibat pada terlambatnya pemrosesan bahan baku (TBS).
Mesin yang digunakan PT. Buana Wirasubur Sakti saat ini adalah mesin
baru, sebab perusahaan meningkatkan kapasitas produksinya yangg sebelumnya
30 ton/jam menjadi 45 ton/jam.
Metode Kerja
Pada metode kerja terdapat beberapa tahapan yang dilakukan, intinya
ialah merupakan proses perebusan TBS yang selanjutnya akan menghasilkan
CPO. Kualitas metode kerja juga menentukan hasil CPO yang diproduksi. Proses
ini dipengaruhi oleh bahan baku (TBS), setingan mesin, serta penampungan
sementara hasil prosuksi. Bahan baku (TBS) merupakan hal yang sangat penting
harus diperhatikan oleh karyawan bagian penyortiran, karena akan memberikan
efek domino terharap proses selanjutnya. Kemudian setingan mesin merupakan
hal yang juga penting harus diperhatikan oleh karyawan produksi, karena sangat
berpengaruh terhadap tinggi rendahnya asam lemak bebas yang akan dihasilkan
oleh CPO. Ketika kadar ALB tidak sesuai, maka dengan segera pihak
laboratorium akan melaporkan / menegur kepada pihak produksi untuk mengecek
/ merubah settingan mesin agar tetap menjaga kadar ALB seperti yang diinginkan.
eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259
256
Gambar
Diagram Sebab Akibat Mutu CPO
(sumber: data diolah)
Penutup
Berdasarkan analisis serta pembahasan yang telah dilakukan, maka penulis
menyimpulkan:
Proses Pengendalian Mutu.
Standar proses pengendalian mutu yang dilakukan PT. Buana Wirasubur Sakti
sebenarnya telah baik. Akan tetapi dalam penerapannya terdapat bebrrapa
poelanggaran yang terjadi saaat pelaksanaannya. Pelanggaran tersebut antara lain:
1. Stasiun Penerima Buah
Terkadang buah yang diterima di stasiun penerima buah adalah buah yang di
bawah standar yang ditetapkan oleh pabrik, hal ini terpaksa dilakukan agar
perusahaan tetap berproduksi.
2. Stasiun Penggilingan dan Pemerasan
Komposisi air yang dimasukkan ke dalam mesin penggilingan dan pemerasan
terlalu banyak. Sehingga CPO yang dihasilkan memiliki kandungan air yang
tinggi.
3. Penampungan
Penampungan CPO hasil produksi hanya disimpan di dalam sebuah tanki
berkapasitas 150.000 liter. Sehingga, kadar CPO yang dihasilkan setiap kali
produksi dapat berubah-ubah apabila sampai di tempat penampungan akhir.
Tingkat mutu CPO yang dihasilkan PT. Buana Wirasubur Sakti.
1. Histogram
Berdasarkan analisis melalui diagram histogram tiga kadar yang terkandung di
dalam CPO yaitu kadar asam lemak bebas, kadar air dan kadar kotoran diketahui
bahwa, untuk kadar asam lemak bebas dan kadar kotoran tidak terdapat data yang
LINGKUNGAN
KERJA
MUTU
CPO
METODE KERJA MANUSIA
MESIN BAHAN BAKU
Performa
mesin
kurang
Kurang
Perawatan
Kelelahan
dan kurang
konsentrasi
Kurangnya
ketelitian
Pemisahan
berat jenis
kadar air
Performa
screw press
rendah
Perebusan
tidak
maksimal Tingginya kadar
ALB
Penanganan
pasca panen
Induk pohon Kematanga
n yang
tidak tepat
Sortasi tidak
dilakukan dengan baik
Sampah
sisa
produksi Lingkungan
kerja kotor
Tangki
penampun
gan
Pengetah
uan dan
kedisipli
nan
Lulusan
SMP dan
SMA
Timbanga
n
Kualita
s Kuantitas
Kecanggi
han
Mesin
Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar
257
berada di luar batas normal yang ditetapkan oleh BSN. Akan tetapi pada kadar air
terdapat 16 sampel berada di atas standar yang ditetapkan oleh BSN yaitu 0,5%.
2. SPC (Statistical Process Control)
Hasil analisis melalui peta X dan R, diketahui bahwa tingkat pencapaian mutu
CPO yang dihasilkan belum sepenuhnya tercapai. Dimana hasil pemeriksaan
sampel CPO melalui kadar asam lemak bebas, kadar air, dan kadar kotoran masih
terdapat jumlah produk yang berada di luar batas persyaratan mutu dan
penyimpangan kualitas. Yaitu pada pengujian kadar asam lemak bebas, kadar air,
dan kadar kotoran.
Jumlah sampel yang berada di luar batas kendali menurut peta kontrol Xbar dan R
untuk kadar asam lemak bebas sebanyak sebelas sampel pada peta kendali Xbar
dan dua sampel pada peta kendali R. Kemudian, untuk kadar air terdapet lima
sampel pada peta kendali Xbar dan dua sampel pada peta kendali R. Serta untuk
kadar kotoran terdapat tujuh sampel apda peta kendali Xbar dan tiga sampel pada
peta kendali R.
Dari analisis diagram sebab akibat dapat diketahui bahwa faktor penyebab
terjadinya penyimpangan kualitas CPO adalah faktor bahan baku, metode kerja,
manusia, mesin, metode kerja, serta lingkungan kerja. Di mana faktor yang secara
umum paling berpengaruh adalah bahan baku, metode kerja, serta manusia.
Berdasakan kesimpulan di atas, maka penulis menyampaikan beberapa saran
sebagai berikut:
Dalam penyortiran bahan baku (TBS), perusahaan sebaiknya lebih teliti dan
memberikan sanksi bagi pemasok yang membawa buah mentah atau yang terlalu
matang. Sanksinya bisa berupa potongan pembayaran buah sawit atau buah
dikembalikan.
Permasalahan pada lingkungan kerja yang dimiliki oleh perusahaan adalah
areal loading yang kurang terawat dan sampah sisa produksi yang berada di
sekitar lokasi produksi. Area loading sebaiknya dibuatkan atap agar buah yang
disimpan sementara sebelum diolah tidak terkena panas berlebih dan hujan.
Pembersihan sampah sisa produksi sebaiknya juga diperhatikan, penumpukan
sampah sisa produksi dapat mempengaruhi kinerja dan konsentrasi karyawan
dalam bekerja.
Dalam penerimaan karyawan baru, sebaiknya perusahaan lebih selektif. Agar
kedepannya sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan merupakan
sumber daya yang memiliki kedisiplinan dan pengetahuan yang baik.
Perawatan terhadap mesin merupakan hal pokok yang harus diperhatikan
perusahaan. Perawatan berfungsi untuk menjaga performa mesin tetap stabil,
karena mesin produksi adalha jantung dari sebuah perusahaan pengolahan kelapa
sawit.
Kedisiplinan karyawan dalam mematuhi metode kerja yang telah ditetapkan
oleh perusahaan harus ditingkatkan. Prosudur dan metode kerja yang tepat akan
menghasilkan CPO dengan kualitas yang baik pula.
eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259
258
Perusahaan sebaiknya menerapkan standar mutu CPO perusahaan, sebab saat
ini perusaan belum memiliki standar mutu CPO.
Daftar Pustaka
Haming, Murdifin dan Mahfud Nurnajamuddin, 2007, Manajemen Produksi
Modern, Jakarta: Bumi Aksara
Handoko, T. Hani, 2000, Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi,
Cetakan Ketigabelas, Yogyakarta: BPFE
Heizer, Jay dan Barry Render, 2004, Manajemen Operasi, Edisi Bahasa
Indonesia, Buku Satu, Jakarta: Salemba Empat
Mangoensoekarjo, S dan H. Semangun, 2008. Manajemen Agrobisnis Kelapa
Sawit. Yogyakarta: UGM-Press
Sumarni, Murti dan John Soeprihanto, 2000, Pengantar Bisnis (Dasar-dasar
Ekonomi Perusahaan), Cetakan ketiga, Jakarta: Liberty
Prawirosentono Suyadi, 2007, Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu
Abad 21, Jakarta: Bumi Aksara
Reksohadiprodjo, Sukanto, 1995, Manajemen Produksi dan Operasi, Yogyakarta:
BPFE
Zulian Yamit, 2001, Manajemen Kualitas Produk dan Jasa, Yogakarta:
Ekonomisia
Sumber Internet:
Badan Standarisasi Nasional, 2006, SNI Crude Palm Oil, Jakarta.
Company introduction, 2010, “PT. Buana Wirasubur Sakti”,
(http://www.tradezz.com/corp_1333351_PT.-Buana-Wirasubur.htm)
diakses tanggal 18 Februari 2014)
Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, 2012, “Komoditi Kelapa Sawit”.
(http://disbun.kaltimprov.go.id/statis-70-mitra-perusahaan-perkebunan-
.html, diakses tanggal 6 Februari 2014)
Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, 2012, “Mitra Perusahaan
Perkebunan”. (http://disbun.kaltimprov.go.id/statis-70-mitra-perusahaan-
perkebunan-.html, diakses tanggal 6 Februari 2014)
Direktorat Jendral Perkebunan, 2012 “Produksi Kelapa Sawit Menurut Provinsi di
Indonesia, 2008 – 2012”.
(http://www.pertanian.go.id/infoeksekutif/bun/BUN-asem2012/Produksi-
KelapaSawit.pdf diakses tanggal 18 Februari 2014)
Fakultas Teknologi Hasil Pertanian Institut Pertanian Bogor, “Kajian Mutu
Minyak Sawit”,
(http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/53056?show=full diakses
tanggal 11 Februari 2014)
Julia, Hilda, 2009, Analisis Konsistensi Mutu Dan Rendemen CPO (crude palm
oil) di Pabrik Kelapa Sawit Tamiang PT. Padang Palma Permai. Medan:
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar
259
Kencana, Rudi, 2009, Analisis Pengendalian Mutu Pada Pengolahan Kelapa
Sawit Dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) Pada PTP.
Nusantara IVPKS Adolina, Medan: Fakultas Teknin Universitas Sumatera
Utara
Sihombing Martin, 2014,
(http://m.bisnis.com/industri/read/20130313/99/3377/produsen-cpo-
indonesia-masih-terbesar-di-dunia diakses tanggal 18 Februari 2014)
Wikipedia, 2014, “Kelapa Sawit”, (http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit
diakses tanggal 21 Februari 2014)