1
LAPORAN AKHIR DESENTRALISASI/ PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
URGENSI SERTIFIKASI ASURANSI SYARIAH (TAKAFUL)
DALAM RANGKA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH
Tahun Ke 2 dari rencana 2 Tahun
Ketua:
Dr. Lastuti Abubakar, S.H.,M.H (0016096208) Anggota:
C. Sukmadilaga, S.E.,MBA.,Ph.D (0001018003)
Tri Handayani, S.H.,M.H (0002128103)
Sesuai dengan Keputusan a.n Rektor, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Unpad Tentang Penetapan Pelaksanaan Penugasan Skema
Unggulan Perguruan Tinggi Nomor: 19/UN6.R/PL/2014 tanggal 17 Januari 2014
UNIVERSITAS PADJADJARAN
OKTOBER 2014
3
Ringkasan
Asuransi Syariah (Takaful ) merupakan salah satu institusi keuangan yang
bertumpu pada prinsip tolong menolong (mutual cooperation) sebagai cara membagi risiko (risk sharing) diantara para partisipan. Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi syariah harus patuh pada prinsip syariah (sharia compliance), yang melarang aktivitas bisnis berbasis bunga (riba), ketidakpastian (gharar) dan perjudian (maysir). Oleh karena itu, baik regulator maupun pelaku industri perlu memastikan bahwa mekanisme dan produk yang ditawarkan telah memenuhi prinsip syariah. salah satu cara untuk memastikan bahwa kelembagaan Takaful telah mematuhi prinsip syariah adalah melalui cara sertifikasi. Permasalahan utama yang dikaji dalam penelitian tahun ke-2 ini adalah urgensi standarisasi polis yang meliputi substansi, regulasi dan penegakan hukum sebagai salah satu unsur sertifkasi kelembagaan asuransi syariah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yang didukung dengan metode perbandingan hukum. Spesifikasi penelitian adalah deskriptif analitis dan data sekunder yang didukung dengan studi lapangan dianalisa secara yuridis kualitatif.
Berdasarkan penelitian diperoleh hasil sebagai berikut : substansi yang harus dimasukkan ke dalam polis terdiri dari ketentuan pokok sebagai implementasi prinsip syariah antara lain dana tabarru’, akad tijarah yakni wakalah bil ujrah dan mudharabah ,kontribusi dan surplus underwriting, dan ketentuan tambahan yang memastikan prinsip transparansi yakni pemotongan biaya, beban biaya, penyelesaian sengketa dan terminologi. Selanjutnya OJK dan AASI merupakan institusi yang berperan dalam melakukan regulasi, pembinaan dan pengawasan untuk menjamin standar polis sebagai syarat bagi kepatuhan terhadap prinsip syariah. Penegakan hukum dalam praktik asuransi syariah bersifat komprehensif, dilakukan secara berjenjang dengan menggunakan restorative justice approach. Kata Kunci: Asuransi Syariah (Takaful), Standarisasi Polis, dan Perlindungan Nasabah.
4
ABSTRACT
Islamic Insurance (Takaful) is one of the financial institutions, which is based on the principle of mutual cooperation as a way of risk sharing among the participants. Contradiction with conventional insurance, Islamic insurance must comply with Sharia principles, which prohibits business activities based on interest (riba), uncertainty (gharar) and gambling (maysir). Therefore, both regulators and industry players need to ensure that the mechanisms and products offered have fulfilled sharia’ principles. One way to ensure that the institution complies with Islamic principles of Takaful is using certification. The main issues for the second year of this research is the urgency of standardization agreement that covers the substance, regulatory and law enforcement as one of the elements of the institutional certification Islamic Insurance. This study used a normative juridical approach that supported by the comparative law method. Our methodology using descriptive analytical research and secondary data which have analyze by qualitative juridical. This research had findings as follows: the substance that should be incorporated into policy consists of the principal provisions of the implementation of sharia principles tabarru’ fund, the contract tijarah such as wakalah bil ujrah and mudharaba, contribution and underwriting surplus, and additional point of agreement that ensure the principles of transparency such as cost reduction, expenses, dispute resolution and terminology. Furthermore, the FSA and AASI are institutions that play a role in regulating, guidance and supervision to ensure the standard of agreement as a requirement for compliance with Islamic Principles. Law enforcement in the practice of Islamic Insurance is comprehensive, conducted in phases by using the restorative justice approach. Keywords: Islamic Insurance (Takaful), Standards of Agreements and Customer Protection.
5
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan perkenan Nya , tim peneliti dapat menyelesaikan penelitian degan judul “ Urgensi Sertifikasi Kelembagaan Asuransi Syariah ( Takaful) dalam Rangka Perlindungan Hukum Nasabah”.
Penelitian ini tidak dapat kami selesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, yang tidak dapat kami sebutkan saru persatu. Terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Padjadjaran atas kesempatan yang diberikan kepada Tim Peneliti untuk melakukan penelitian ini, Para Evaluator Penelitian yang telah memberikan masukan-masukan yang berharga untuk perbaikan penelitian.Tak lupa, terimakasih kami sampaikan kepada Direktur Institusi Keuangan Non Bank (IKNB) Syariah, Bapak Moch. Muchlasin dan tim, yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi, menerima Tim Peneliti dalam mengumpulkan bahan , baik melalui wawancara maupun bahan-bahan yang diperlukan. Terimakasih kami sampaikan pula kepada Sekretaris Eksekuif- Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Bapak Ayim Ayatulloh, atas waktu yang disediakan bagi Tim , dan masukan –masukan yang berharga untuk melengkapi penelitian ini.
Akhir kata, kami menyadari bahwa hasil penelitian ini masih memerlukan kajian-kajian lebih lanjut untuk memperoleh hasil yang optimal, namun besar harapan kami hasil penelitian ini bermanfaat bagi regulator dalam membuat kebijakan, bagi pelaku industri, dan bagi dunia pendidikan , khusunya bidang ekonomi syariah.
Bandung, 29 Oktober 2014
Salaam, Tim Peneliti, Dr . Lastuti Abubakar,S.H.,M.H. Citra Sukmadilaga, S.E.,MBA., Ph.D Tri Handayanai, S.H.,M.H.
6
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan i
Ringkasan ii
Prakata iii
Daftar Isi iv
Daftar Gambar v
Daftar Lampiran vi
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Permasalahan Hukum
1
5
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Polis Sebagai Dasar Hubungan Hukum Antara
Perusahaan Asuransi Syariah dan Peserta (Praktik dan
Regulasi di Indonesia)
2.1.1 Kedudukan Polis Dalam Aktivitas Asuransi Syariah
2.1.2 Standarisasi Polis Sebagai Upaya untuk Memastikan
Kepatuhan Terhadap Prinsip Syariah (Sharia Compliance)
2.1.3 Pengaturan Standarisasi Polis Asuransi Syariah
2.1.4 Peran Regulator dan AASI dalam Program Standarisasi Polis
Asuransi Syariah
2.2 Polis Sebagai Dasar Hubungan Hukum Antara
Perusahaan Asuransi Syariah dan Peserta (Praktik dan
Regulasi Di Malaysia)
2.2.1 Kedudukan Polis dalam Aktivitas Takaful
2.2.2 Standarisasi Polis Sebagai Upaya untuk Memastikan
Kepatuhan Terhadap Prinsip Syariah (Sharia Compliance)
2.2.3 Sertifikasi dalam Aktivitas Takaful di Malaysia
2.2.4 Pengaturan Sertifikasi Terhadap Sumber Daya Manusia
(SDM) sebagai Penunjang Aktivitas Takaful
2.2.5 Peran Bank Negara Malaysia Sebagai Regulator dan
6
9
14
17
22
24
36
38
42
7
Malaysian Takaful Association dalam Sertifikasi Takaful
BAB III Tujuan dan Manfaat Penelitian
3.1 Tujuan Penelitian
3.2 Luaran Dan Manfaat Penelitian
47
48
BAB IV Metode Penelitian
4.1 Spesifikasi Penelitian
4.2 Metode Pendekatan
4.3 Tahap Penelitian Penelitian Dan Teknik Pengumpulan
Data
50
BAB V Hasil dan Pembahasan
5.1 Substansi Yang Harus dimuat dalam Standar
kontrak/Akad Asuransi Untuk Menjamin Kepatuhan
Terhadap Prinsip Syariah
5.1.1 Pemisahan Akad Tabarru’ dan Tijarah Dalam Polis
5.1.2 Pencantuman Kegunaan Dana Tabarru’ Bagi Peserta
5.2 Jenis Regulasi Yang Tepat untuk Memuat Kewajiban
Sertifikasi Bagi Perusahaan Asuransi Syariah Baik Di
Level Management Maupun Agen Penjual
5.2.1 Peraturan OJK Tentang Kewajiban Sertifikasi Kelembagaan
5.2.2 Sertifikasi Agen Penjual Oleh AASI dan Lembaga
5.2.3 Akibat Hukum Tidak Memenuhi Sertifikasi
5.3 Model/ konsep Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran
Prinsip Syariah Oleh Perusahaan Asuransi Syariah
5.3.1 Pusat Pengaduan Nasabah Sebagai Langkah Hukum
Perlindungan Bagi Nasabah Asuransi Syariah
5.3.2 Pengawasan Internal Penyelenggaraan Asuransi Syariah
Oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS)
5.3.3 Penegakan Hukum Melalui Lembaga Alternatif Penyelesaan
Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan
5.3.4 Penegakan Hukum Dan Penjatuhan Sanksi Oleh Otoritas
Jasa Keuangan (OJK)
52
63
66
9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu kendala yang dihadapi industri asuransi syariah di Indonesia
dalam meningkatkan pangsa pasar adalah memberikan pemahaman tentang
asuransi syariah. IKNB Syariah OJK mengakui sulitnya mengedukasi masyarakat
terkait aktivitas asuransi syariah ini.1 Dalam praktik, salah satu hambatan adalah
tidak adanya perbedaan cara penjualan produk asuransi syariah dengan
konvensional. Di level terdepan, yakni agen penjual, pemahaman substansi
asuransi syariah masih ditafsirkan tidak jauh berbeda dengan produk asuransi
konvensional. Berdasarkan wawancara dengan beberapa agen asuransi syariah,
dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tentang prinsip dasar asuransi syariah
menjadi kendala bagi agen untuk meyakinkan nasabah terhadap perbedaan
asuransi syariah dan konvensional. Oleh karena itu, diperlukan satu upaya konkrit
untuk memastikan bahwa para pelaku usaha asuransi syariah memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang asuransi syariah dan produk
yang ditawarkan. Sertifikasi kelembagaan asuransi syariah merupakan salah satu
solusinya. Sertifikasi kelembagaan bagi perusahaan asuransi yang menawarkan
produk syariah akan berdampak terhadap beberapa hal :
a. Merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap perlunya asuransi, khususnya asuransi syariah.
b. Diharapkan sertifikasi dapat meningkatkan pertumbuhan dan
mendorong penjualan produk asuransi syariah
c. Upaya untuk mengantisipasi masuknya perusahaan asuransi syariah
global yang menjangkau pasar Indonesia.
1 Hasil wawancara dengan Direktur IKNB Syariah OJK, Bapak Muklasin pada tanggal
23 Mei 2014.
10
d. Memenuhi standar global agar mampu berkompetisi tidak saja di
tingkat nasional, namun dapat menjangkau pasar regional dan global.
Berdasarkan hasil penelitian tahun pertama diperoleh hasil bahwa saat ini
masih terdapat polis sebagai dasar hubungan hukum yang beragam bentuk dan
isinya. AASI sebagai asosiasi baru menggagas adanya polis asuransi yang bersifat
standar untuk memberikan kepastian dan jaminan kepada nasabah bahwa
operasional takaful sudah patuh terhadap prinsip syariah. Namun demikian, polis
yang sekarang digunakan oleh perusahaan asuransi syariah wajib berpedoman
pada Fatwa DSN No : 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah. Beberapa hal yang harus diakomodasikan dalam polis adalah sebagai
berikut :
a. Kontrak (akad) tidak mengandung gharar (penipuan); maysir (judi);
riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap); barang haram dan
maksiat.
b. Kontrak harus jelas menyebutkan akad tabarru untuk kontribusi dari
nasabah selaku partisipan takaful, dan akad tijarah untuk pengelolaan
dana tabarru.
c. Kontribusi yang diberikan oleh partisipansebagai dana tabarru yang
akan dikelola oleh perusahaan takaful.
d. Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan
e. Cara dan waktu pembayaran kontribusi.
f. Jenis akad tijarah dan/atau tabarru serta syarat-syarat yang disepakati
sesuai dengan jenis asuransi yang diperjanjikan.
Dalam konteks sertifikasi, pedoman yang lebih rinci dalam pembuatan
kontrak (polis) menjadi urgen untuk menghindari kesalahan dalam
menerjemahkan prinsip syariah, khususnya untuk menghindari larangan dalam
syariah. Oleh karena itu, kontrak standar seharusnya menjadi salah satu objek
sertifikasi dalam operasional takaful di Indonesia. Berkenaan dengan polis standar
ini, AASI sudah menggagas pedoman polis asuransi syariah, bekerjasama dengan
DSN, OJK dan IIS dan saat ini sudah menjadi agenda di OJK untuk Asuransi
syariah. Perbedaan mendasar antara asuransi konvensional dan syariah terletak
11
dari prinsip yang mendasari aktivitasnya, yakni harus terbebas dari unsur-unsur
yang secara syariah dilarang termasuk dalam aktivitas ekonomi dilarang riba,
maysir dan gharar. Unsur- unsur ini harus dipastikan tidak terdapat dalam
aktivitas asuransi syariah baik dari kelembagan, produk maupun proses. Dengan
kata lain , perusahaan asuransi syariah (takaful) harus menjamin bahwa
perusahaan ,patuh pada pelaksanaan prinsip syariah ( sharia compliance). Calon
nasabah atau nasabah berhak mendapat jaminan bahwa perusahaan menjalankan
dan mengelola dana takaful sesuai dengan prinsip syariah. Kewajiban perusahaan
takaful untuk menjamin kepatuhan terhadap prinsip syariah secara legal
dituangkan dalam kontrak (akad) yang merupakan dasar terjadinya hubungan
hukum antara perusahaan takaful dengan nasabah. Secara khusus fatwa DSN no :
21/DSN-MUI/IX/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah mengatur
secara khusus akad antara perusahaan takaful dan nasabah yang sesuai dengan
prinsip syariah , yaitu yang tidak mengandung gharar (penipuan/ketidakpastian);
masyir (perjudian); riba ; zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram
dan maksiat.
Selain secara substansi, akad antara perusahaan takaful dan nasabah harus
memenuhi ketentuan di atas, hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan asuransi
syariah adalah adanya pembedaan jenis akad yang harus dibuat atau disiapkan
oleh perusahaan takaful. Berbeda dengan asuransi konvensional yang menjadikan
sertifikat polish sebagai bukti telah dibuatnya perjanjian antara perusahaan
asuransi dengan nasabah, yang mengatur kewajiban dan hak para pihak, maka
dalam takaful wajib dibuat 2 akad untuk memenuhi unsur saling tolong menolong
atau memastikan penerapan mprinsip mutual cooperation yang menghilangkan
unsur gharar atau sesuatu yang tidak pasti ( uncertainty) dalam asuransi
konvensional Larangan gharar (ketidakpastian/uncertainty) dalam praktik
pengelolaan dana takaful dalam mekanisme takaful harus dimaknai secara baik
dengan melihat mekanisme akad yang digunakan baik diantara para pastisipan
maupun antara partisipan dan pengelola dana takaful. Penggunaan akad tabarru’
pada saat para partisipan mendonasikan dana untuk dimasukkan dalam dana
takaful dipandang sebagai cara untuk meniadakan unsur gharar. Berdasarkan
12
akad tabarru’ para partisipan sebenarnya menanggung kerugian diantara mereka
dengan menggunakan dana mereka sendiri berdasarkan prinsip saling menolong,
saling bertanggung jawa dan saling melindungi.
Prinsip mutual cooperation (kerjasama dalam kebajikan atau tolong
menolong) dalam mekanisme takaful tidak dapat dilepaskan dari penggunaan
akad tabarru pada saat partisipan mendonasikan sejumlah dana ke dalam dana
takaful. Namun demkian, prinsip ini tidak menghalangi pengelola dana takaful
atau perusahaan asuransi syariah untuk memperoleh keuntungan berdasarkan akad
tijarah(komersial) dengan menggunakan model-model akad, antara lain akad
wakalah dan mudharabah. Keuntungan yang diperoleh tetap patuh pada prinsip
syariah yaitu tidak berasal dari riba, melainkan berasal dari aktivitas pengelolaan
dan investasi dana takaful melalui fee based income dan profit sharing. Oleh
karena itu, perusahaan takaful harus menggunakan akad yang berbeda dengan
perjanjian yang dituangkan dalam sertifikat atau polish asuransi. berkaitan dengan
akad yang digunakan, saat ini perusahaan asuransi syariah menggunakan 1
kontrak yang memuat dua akad, artinya hanya dibuat 1 kontrak sebagai dasar
hubungan hukum yang memuat baik akad tabarru maupun akad tijarah
(pengelolaan atau investasi). Hubungan hukum itu seharusnya dituangkan dalam
polis standar sebagai perjanjian diantara perusahaan asuransi dan peserta.
Sebagaimana layaknya pelaku usaha yang melayani nasabah dalam jumlah
besar, perusahaan takaful lazim menggunakan standar kontrak sebagai dasar
hubungan hukum antara perusahaan dengan nasabah. Regulasi yang ada . tidak
menetapkan kontrak standar yang seragam diantara perusahaan asuransi, namun
demikian Dewan Syariah Nasional memberikan pedoman dalam membuat
perjanjian , khususnya substansi yang harus dimasukkan dalam perjanjian. Fatwa
DSN No : 21 memberikan pedoman bahwa setidak-tidaknya klausul dalam akad
antara perusahaan takaful dan nasabah harus memuat hal-hal sebagai berikut :
1. Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan;
2. Cara dan waktu pembayaran premi;
3. Jenis akad tijarah dan/atau akad tabarru serta syarat –syaratyang
disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.
13
Mengacu pada Fatwa DSN di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
dimungkinkan bahwa dalam mekanisme takaful di buat dalam 1 akad yang
memuat akad tijarah dan akad tabarru, atau dibuat dalam 2 akad yang terpisah,
yakni akad tabarru dan akad tijarah. Pemilihan akad akan menentukan kedudukan
para pihak dalam akad yang dibuat. Fatwa DSN memberikan pedoman terkait
kedudukan para pihak yakni :
a. dalam akad tijarah (mudharabah) perusahaan bertindak sebagai
mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal
(pemegang polis);
b. dalam akad tabarru (hibah), peserta memberikan hibah yang akan
digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah,
sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah.
Standar kontrak atau akad yang akan dibuat harus memperhatikan
ketentuan bahwa akad tijarah dapat diubah menjadi akad tabarru’ bila pihak yang
tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan
kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya. Namun demikian, akad
tabarru’ tidak dapat diubah menjadi akad tijarah. Kontrak standar atau polis dari
perusahaan asuransi syariah menjadi dasar bagi nasabah asuransi untuk
memperjuangkan haknya. Oleh karena itu diperlukan polis yang bersifat standar
untuk mengakomodasi kepentingan nasabah.
1.2.Identifikasi Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan dalam latar belakang,
dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Substansi apa yang harus dimuat dalam standar kontrak/akad asuransi
untuk menjamin kepatuhan terhadap prinsip syariah?
2. Jenis regulasi yang tepat untuk memuat kewajiban standarisasi polis dan
sertifikasi bagi perusahaan asuransi syariah baik di level manajemen
maupun agen penjual?
14
3. Model /konsep penegakan hukum terhadap pelanggaran prinsip syariah
oleh perusahaan asuransi syariah?
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. POLIS SEBAGAI DASAR HUBUNGAN HUKUM ANTARA PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH DAN PESERTA (PRAKTIK DAN REGULASI DI INDONESIA) 2.1.1 Kedudukan Polis dalam Aktivitas Asuransi Syariah
Polis merupakan bentuk dari akad atau perjanjian tertulis antara
perusahaan asuransi syariah dengan para peserta yang memuat kesepakatan
tertentu , khususnya hak dan kewajiban para pihak sesuai prinsip syariah.
Polis asuransi merupakan dasar dari terciptanya suatu hubungan hukum
antara perusahaan asuransi dengan pemegang polis, yang dimaksud dengan
polis asuransi ini adalah suatu bukti tertulis atau surat perjanjian antara
pihak-pihak yang mengadakan perjanjian asuransi. Dengan adanya polis
asuransi perjanjian antara kedua belah pihak mendapatkan kekuatan secara
hukum. Sementara Definisi dari polis menurut Ketentuan Umum Polis
Asuransi Jiwa Kumpulan Syariah dalam Pasal 1 di jelaskan bahwa :
‘Polis merupakan bukti perikatan hukum antara peserta dan pengelola
yang memuat antara lain Ringkasan Polis, Ketentuan Umum dan Ketentuan
tertulis lainnya (jika ada) yang memuat syarat-syarat asuransi beserta
tambahan dan perubahannya.’
Di dalam polis inilah dituangkan hak dan kewajiban masing-masing
pihak . Polis asuransi syariah tentunya berbeda dengan polis asuransi
konvensional, karena polis asuransi syariah selain harus memenuhi syarat
sahnya perjanjian, juga harus patuh pada prinsip syariah. Berbeda dengan
16
asuransi konvensional, polis asuransi syariah harus memuat substansi yang
sesuai dengan Fatwa DSN No .21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman
Umum Asuransi. Secara garis besar, perbedaan substansi antara asuransi
syariah dan konvensional dapat dilihat dalam beberapa hal, yaitu :
a. Pengelolaan risiko : asuransi konvensional menggunakan metode
pengalihan risiko dari nasabah ke perusahaan asuransi, sehingga
perusahaan asuransi harus membayar kerugian berdasarkan
kesepakatan (risk transfer), sedangkan dalam asuransi syariah tidak
dikenal transfer risiko, namun seluruh peserta (partisipan) bersama-
sama menyisihkan dana atau donasi untuk menolong anggota lain
apabila terjadi risiko kerugian yang diderita (risk sharing).
b. Status dan pengelolaan dana : premi yang dibayarkan oleh nasabah
asuransi konvensional menjadi milik perusahaan, yang pengelolaannya
diserahkan sepenuhnya pada perusahaan, dan atas pembayaran premi
ini, peserta mendapatkan hak untuk ganti rugi apabila terjadi peristiwa
yang disepakati. Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang berasal
dari donasi atau kontribusi para partisipan dikelola sebagai dana yang
terpisah dari aset perusahaan dan diinvestasikan pada produk investasi
yang memenuhi prinsip syariah. Dana ini akan disimpan dalam
rekening khusus,yang apabila terjadi risiko , akan dibayarkan dari dana
tersebut yang memang ditujukan sebagai donasi untuk saling tolong
diantara sesama partisipan.
c. Jenis kontrak : kejelasan kontrak merupakan unsur esensi dalam
praktik muamalah karena menentukan sah atau tidaknya akad. Dalam
asuransi konvensional, hubungan antara perusahaan asuransi dan
peserta adalah akad jual beli (tabaduli) , dimana peserta membayar
premi dan perusahaan akan membayar ganti rugi apabila timbul risiko
akibat kejadian yang belum tentu. Pembayaran premi ditentukan oleh
usia peserta, yang juga tidak dapat ditentukan masa usianya (dalam
asuransi jiwa), sehingga mengandung unsur gharar. Sedangkan dalam
17
asuransi syariah, akad yang digunakan adalah akad tabarru atau saling
tolong diantara sesama partisipan, sehingga tidak digantungkan pada
sesuatu yang tidak pasti.
d. Pengembalian dana : dalam asuransi konvensional yang tidak
mengandung unsur tabungan, apabila selama satu tahun tidak ada
klaim dari peserta asuransi atau peserta tidak melanjutkan pembayaran
premi/tidak melanjutkan perjanjian asuransi, maka premi yang sudah
dibayarkan tidak dikembalikan atau hangus dan menjadi keuntungan
perusahaan asuransi. Dalam asuransi syariah, tidak dikenal dana
hangus apabila partisipan berhenti sebelum masa perjanjian berakhir.
Berdasarkan Fatwa DSN No : 81/DSN-MUI/III/2011, sebagian dana
tabarru akan dikembalikan kepada para partisipan apabila peserta
berhenti sebelum masa perjanjian berakhir. Fatwa DSN juga mengatur
mengenai ketentuan pengembalian dana tabarru tersebut sebagai
berikut :
1) peserta asuransi syariah secara individu tidak boleh meminta
kembali dana tabarru yang sudah dibayarkan kepada
perusahaan asuransi sebagai wakil dar peserta asuransi secara
kolektif;
2) perusahaan asuransi syariah dalam kapasitasnya sebagai wakil
para partisipan, tidak berwenang mengembalikan dana tabarru
3) peserta asuransi syariah secara kolektif sebagai penerima dana
tabarru, memiliki kewenangan untuk membuat aturan –aturan
mengenai penggunaan dana tabarru’, termasuk
mengembalikan dana tabarru kepada peserta asuransi secara
individu yang berhenti sebelum masa perjanjian berakhir;
4) dalam hal peserta asuransi syariah secara kolektif memberikan
kewenangan kepada perusahaan asuransi , maka kewenangan
tersebut harus dinyatakan secara jelas sejak akad dilakukan;
dan
18
5) dalam hal perusahaan asuransi mendapatkan kewenangan
dalam kapasitasinya sebagai wakil dari peserta asuransi secara
kolektif, perusahaan asuransi syariah harus membuat ketentuan
mengenai pengelolaan dana tabarru’, termasuk ketentuan
mengenai pengembalian dana tabbaru kepada peserta asuransi
secra individu yang berhenti sebelum masa perkanjian berakhir.
Selain perbedaan substansi yang harus diterjemahkan dalam klausul-
klausul, maka polis asuransi syariah dibedakan anatara polis asuransi jiwa
syariah dan polis asuransi umum syariah. Berkenaan dengan polis asuransi
syariah ini, AASI telah menerbitkan pedoman polis asuransi jiwa dan
asuransi umum berdasarkan prinsip syariah. Kewajiban menerbitkan
pedoman ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No :
18/PMK.010/2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan No : 227/PMK.010/2012 Tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Keuangan Tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan
Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah
2.1.3 Standarisasi Polis Sebagai Upaya untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip syariah ( sharia compliance).
Pada dasarnya, hubungan antara perusahaan asuransi syariah dan
peserta/partisipan merupakan hubungan kontraktual. Mengacu pada
ketentuan umum dalam KUHD, perjanjian asuransi merupakan perjanjian
yang bersifat konsensual, artinya kesepakatan diantara para pihak telah
menimbulkan hubungan hukum dan mengikat para pihak. Dengan demikian,
polis merupakan bukti tertulis adanya kesepakatan diantara para pihak, yang
telah lahir berdasarkan kesepakatan. Asas konsensualisme dalam perjanjian
19
asuransi ini sejalan dengan syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana
diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata , yakni :
1. kesepakatan diantara para pihak
2. kecakapan melakukan perbuatan hukum
3. objek tertentu
4. sebab yang halal
Berdasarkan regulasi, perusahaan asuransi syariah wajib
menerbitkan polis sebagai bukti hubungan hukum antara perusahaan dan
peserta/partisipan, yang berisi hak dan kewajiban para pihak. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa bentuk perjanjian asuransi berbentuk
perjanjian tertulis atau polis. Namunn demikian, syarat sah nya perjanjian
berdasarkan prinsip syariah berbeda dengan asuransi konvensional. Syarat
sah nya akad disebut sebagai rukun akad. Menurut ahli hukum Islam
kontemporer, maka rukun akad terdiri dari :2
a. para pihak yang membuat akad ( al-aqidan)
b. pernyataan kehendak para pihak ( shigatul-aqd)
c. objek akad ( mahallul aqd)
d. tujuan akad (maudhul al-aqd)
Berdasarkan rukun akad di atas, maka polis sebagai perjanjian diantara
Perusahaan Asuransi syariah dan Peserta pun harus memenuhi rukun akad
tersebut. Sebelum pedoman polis asuransi syariah dikeluarkan oleh AASI,
polis yang digunakan oleh perusahaan asuransi syariah tidak seragam.
2 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, Rajawali Pers, Jakarta, 2007, hlm. 96.
20
Permasalahan yang timbul dalam praktik adalah apakah polis yang dibuat
sudah memuat substansi perjanjian (akad) yang sesuai dengan prinsip
syariah? Bagaimana memastikan bahwa polis sudah memuat prinsip
syariah? Keberadaan standar polis yang substansinya telah ditentukan oleh
AASI dan otoritas menjadi jawaban untuk permasalahan di atas. Hal ini
diperlukan mengingat beberapa kelemahan kontrak standar, yaitu :
a. kontrak standar identik dengan kontrak yang klausulnya
ditentukan oleh satu pihak, yang mempunyai posisi tawar lebih
kuat, dalam hal ini perusahaan asuransi syariah.
b. Pihak lainnya, yakni peserta asuransi syariah cenderung tidak
dapat melakukan negosiasi, atau kesempatan untuk
memperjuangkan kepentingan mereka.
c. Berlaku prinsip “take it or leave it” , yang memberikan pilihan
tegas bagi para peserta untuk tunduk dan masuk ke dalam
perjanjian atau menolak.
Mengingat karakteristik kontrak standar di atas, maka upaya
membuat kontrak standar yang seragam dan patuh terhadap prinsip syariah
menjadi kewajiban bagi setiap perusahaan asuransi syariah. Berikut ini
dapat dilihat substansi polis yang digunakan dalam praktik dengan
mengacu pada syarat substansi akad minimal yang ditentukan dalam
Fatwa DSN.
21
Konsep Kontrak dalam pengikatan perjanjian asuransi syariah
dalam Perundang-undangan Perasuransian Syariah di Indonesia,
diantaranya:
1. Kontrak Baku (Standard Contract)
Di dalam dunia bisnis tertentu, misalnya perdagangan dan
perbankan, terdapat kecenderungan untuk menggunakan apa yang
dinamakan kontrak baku, berupa kontrak yang sebelumnya oleh
pihak tertentu (perusahaan) telah menentukan secara sepihak
sebagian isinya dengan maksud untuk digunakan secara berulang-
ulang dengan berbagai pihak/ konsumen perusahaan tersebut.
Dalam kontrak strandar tersebut sebagian besar isinya sudah
ditetapkan oleh pihak perusahaan yang tidak membuka
kemungkinan untuk dinegosiasikan lagi, dan sebagian lagi sengaja
dikosongkan untuk memberikan kesempatan negosiasi dengan
pihak konsumen, yang baru diisi setelah diperoleh kesepakatan.
2. Pengaturan Kontrak Baru Secara Syariah
Latar belakang tumbuhnya perjanjian standar ini adalah karena
keadaan social ekonomi. Perusahaan besar swasta dan perusahaan-
perusahaan pemerintah mengadakan kerjasama dalam suatu
organisasi dan untuk kepentingannya menciptakan syarat-syarat
tertentu, secara sepihak untuk diajukan kepada
contractpartnenrnya. Pihak lawannya (wanderpartif) yang pada
umumnya mempunyai kedudukan ekonomi lemah, baik karena
22
posisinya maupun karena ketidaktahuannya lalu hanya menerima
apa yang sudah diperjanjikan.
Namun demikian perjanjian ini mengandung kelemahan
karena syarat-syarat yang ditentukan secara sepihak dan pihak lainnya
terpaksa menerima keadaan itu karena posisinya yang lemah. Setiap
orang mempunyai kebebasan untuk melakukan perjanjian dengan
siapapun. Perjanjian antara satu pihak dengan pihak lain tersebut
bersifat privat, artinya hanya mengikat kedua belah pihak. Karena itu
pihak lain tidak mempunyai hak untuk ikut campur dalam perjanjian
tersebut, tidak juga negara (dalam bentuk Undang- Undang). Negara
hanya bisa melakukan intervensi dalam hubungan privat/perdata
apabila salah satu pihak yang melakukan hubungan perdata berada
dalam posisi yang lemah.
Pada dasarnya, Hukum Perserikatan Islam juga menganut asas
kebebasan berkontrak yaitu suatu perikatan atau perjanjian akan sah
dan mengikat kedua belah pihak apabila ada kesepakatan (antaradhin)
yang terwujud dalam 2 (dua) pilar yaitu ijab (penawaran) dan qabul
(penerimaan). Namun demikian tentunya sangat berbeda dalam hal-hal
prinsip dalam rangka pembatasan asas kebebasan berkontrak tersebut.
Batasan dalam asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam
KUHPerdata adalah hasil pemikiran dari manusia, kesusilaan dan
ketertiban umum, sementara pembatasan yang ada dalam konsep
syariah adalah sebagian besar berasal dari firman Allah SWT yang
23
tertuang dalam Al-Qur’an dan juga pernyataan dan perilaku Nabi
Muhammad dalam Al-Hadis. Dengan demikian tentu saja ada
perbedaan yang sangat esensial dalam pembatasan-pembatasan yang
diberikan oleh kedua konsep tersebut khususnya terkait dengan causa
yang halal. Dalam konsep syariah sebuah perjanjian atau kontrak tidak
boleh memuat 5 (lima) hal yang dapat membatalkan suatu kontrak,
yaitu:
1. Membuat dan menjual barang najis.
2. Membuat barang-barang yang tidak bermanfaat dalam Islam.
3. Mengandung gharar (ketidakpastian).
4. Mengandung riba (bunga uang).
5. Mengandung maisir (perjudian).
Lima materi pembatasan tersebut bisa dijadikan penjelasan bagi
konsep kausa yang halal sebagai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian
menurut Pasal 1320 KUHPerdata yang kini dipakai dalam perjanjian
kontrak baku dalam dunia perbankan dan perasuransian. Konsep
syariah juga menganut asas kebebasan berkontrak namun dengan
pembatasan-pembatasan yang lebih spesifik.
2.1.3 Pengaturan Standarisasi Polis Asuransi Syariah
Tidak ditemukan regulasi yang mengatur kewajiban tentang standar
polis asuransi syariah. AASI baru menerbitkan pedoman polis asuransi
syariah baik untuk asuransi jiwa dan umum pada bulan Mei 2014, dan
24
diharapkan pada bulan Januari 2015 seluruh polis asuransi syariah sudah
mengikuti pedoman yang dikeluarkan oleh AASI. Dengan demikian, ada
tenggat waktu 7 bulan bagi seluruh perusahaan asuransi syariah untuk
menyesuaikan polisnya dengan pedoman tersebut. Pedoman yang
dikeluarkan oleh AASI ini seharusnya diajukan kepada OJK untuk
diberlakukan berdasarkan Peraturan OJK. Dengan diberlakukannya
peraturan tentang pedoman polis asuransi syariah, maka akan mengikat
seluruh perusahaan asuransi untuk membuat polis standar yang muatannya
telah disesuaikan dengan prinsip syariah.
Dalam praktik, memang Tim Peneliti menemukan perusahaan
asuransi syariah yang cukup rinci memuat ketentuan dalam polis, namun
juga menemukan perusahaan asuransi syariah yang membuat standar polis
yang sederhana. Polis asuransi Jiwa Syariah Prudential misalnya, memuat
19 pasal dengan lampiran yang lengkap tentang ketentuan tambahan atau
ketentuan khusus, sementara itu polis asuransi Jiwa Blife Syariah Unit
Link memuat 25 Pasal. Permasalahan hukumnya, bukan pada banyak
sedikitnya klausul dalam polis, melainkan apakah seluruh prinsip-prinsip
asuransi syariah yang membedakan nya dengan asuransi konvensional
sudah diakomodasikan secara baik dalam polis standar. Mengacu pada
pedoman polis yang diterbitkan oleh AASI, maka beberapa substansi yang
harus dimasukkan ke dalam polis tidak ditemukan dalam polis yang
diterbitkan oleh ke dua perusahaan asuransi syariah tersebut.
25
Tabel 2.1.3. Polis asuransi syariah berdasarkan pedoman AASI
No Substansi menurut pedoman AASI
Asuransi Jiwa Syariah Prudential
Blife Syariah Unit Link
1 Pembentukan dana tabarru untuk setiap lini usaha
✔ ✗
2 Penggunaan dana tabarru ✗ ✗ 3 Pengembalian dana tabarru ✗ ✗ 4 Ketentuan akad tabarru dan
akad itijarah ✔ ✗
5 Tentang kontribusi ✔ ✔ 6 Hak dan kewajiban Peserta
dan Perusahaan ✔ ✔
7 Akad wakalah bil ujrah ✔ ✗ 8 Pengelolaan dana tabarru
berdasarkan akad wakalah bil ujrah
✗ ✗
9 Akad Mudharabah ✗ ✗ 10 Akad Mudaharabah
Musytarakah ✗ ✗
11 Pemotongan biaya ✗ ✗ 12 Biaya bagi peserta ✔ ✔ 13 Akad tijarah dalam
pengelolaan investasi dana tabarru
✔ ✔
14 Surplus underwriting ✗ ✗ 15 Ketentuan tentang Qardh ✗ ✗ 16 Pengaturan perselisihan ✔ ✔ 17 Penutup ✔ ✔
Berdasarkan ke dua polis yang menjadi contoh dapat dicatat beberapa hal :
a. Masing-masing perusahaan menggunakan istilah dan penyebutan yang
tidak baku. Kontribusi peserta masih disebut sebagai premi di dalam
polis Blife.
b. Dalam hak dan kewajiban Peserta dan Perusahaan, lebih banyak
memuat kewajiban peserta dan hak Perusahaan, lazimnya kontrak
standar.
26
c. Belum tampak transparansi yang diharapkan menjadi ciri polis
asuransi syariah.
d. Kepatuhan terhadap prinsip syariah belum dijabarkan dengan bahasa
yang lugas, sehingga sulit membedakan polis asuransi syariah dengan
konvensional, kecuali penyebutan dana tabarru dan akad wakalah bil
ujrah ( prudential)
Berdasarkan perbandingan ke dua polis, polis asuransi jiwa syariah
prudential memuat lebih banyak substansi yang diharuskan dalam
pedoman AASI.
2.1.4 Peran Regulator dan AASI dalam Program Standarisasi Polis
Asuransi Syariah.
Dalam program standarisasi polis asuransi syariah terdapat dua
institusi yang memegang peran penting, disamping institutsi lainnya, yakni
OJK dan AASI sebagai asosiasi yang menaungi asuransi syariah.
2.1.4.1 Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Otoritas Jasa Keuangan berperan sebagai regulator, pengawas
sekaligus melakukan pembinaan terhadap perusahaan asuransi syariah
sebagai salah satu institusi keuangan non bank. Berkenaan dengan
standarisasi polis asuransi syariah yang bertujuan untuk memastikan
kepatuhan terhadap prinsip syariah, OJK berperan memberikan landasan
hukum yang kokoh bagi kegiatan standarisasi polis. Oleh karena itu,
pedoman polis yang sudah diterbitkan oleh AASI tetap memerlukan tindak
27
lanjut berupa wadah dalam bentuk peraturan OJK. Selain memberikan
landasan hukum, OJK juga mempunyai peran mengawasi aktivitas jasa
keuangan, termasuk asuransi syariah. Berkaitan dengan pengawasan, OJK
memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dalam hal terjadi
pelanggaran administratif dan perdata, serta penyidikan apabila terjadi
pelanggaran pidana. Fungsi pengawasan ini akan berjalan optimal, apabila
OJK menjalankan penegakan hukum (law enforcement). OJK memiliki
keleluasaan untuk bekerja sama dengan asosiasi dan industri, bahkan
dengan institusi akademis untuk menghasilkan fungsi regulasi, pengawasan
dan pembinaan yang dilakukan oleh OJK.
2.1.4.2 Peran Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI)
Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) dianggap paling
mengerti aktivitas dan kebutuhan pelaku industri asuransi syariah, oleh
karena itu Asosiasi mempunyai kemampuan yang cukup untuk menetapkan
standar dan pedoman yang tepat bagi perusahaan asuransi syariah. Asosiasi
juga memahami kendala untuk mengembangkan asuransi syariah, sehingga
lebih mudah bagi asosiasi untuk menyediakan kebutuhan infrastruktur legal
dan teknis dalam rangka mendorong kepatuhan terhadap prinsip syariah.
Sejauh ini, asosiasi telah menerbitkan pedoman polis yang akan berlaku
serentak bagi seluruh perusahaan asuransi syariah per januari 2015.
Berdasarkan penelitian lapangan, AASI mengakui hambatan SDM
dalam rangka optimalisasi asuransi syariah sebagai salah satu institusi
keuangan. Permasalahan utama bagi SDM asuransi syariah adalah
pemahaman yang komprehensif tentang prinsip syariah yang harus
dijelaskan kepada konsumen. Ketua AASI mengakui bahwa pangsa pasar
asuransi syariah masih terbuka lebar untuk dikembangkan. Sebagai
28
perbandingan, di Malaysia , institusi keuangan dan perbankan Islam
direncanakan meraih 25 % dari pangsa pasar pada tahun 2015. Indonesia,
sebagai Negara yang masuk dalam Islamic Finance Emerging Market
bersama dengan Afrika Utara dan Turki tentu akan memanfaatkan
momentum pertumbuhan ini. 3 Dimaksudkan dengan industri keuangan
Islam ( Islamic finance) meliputi antara lain perbankan, asuransi, pasar
modal, pasar uang, sektor manajemen investasi dan jasa institusi keuangan
lainnya.4 Sebagai bagian dari institusi keuangan Islam, industri asuransi
Islam (Islamic insurance) di tingkat global menunjukkan pertumbuhan
dengan berkontribusi sebesar US $ 12,4 milyar melalui 143 perusahaan
asuransi syariah (179 termasuk unit asuransi syariah) 5.
Di Indonesia, pertumbuhan perusahaan asuransi syariah juga
memperlihatkan trend meningkat. Tahun 2014 tercatat 45 perusahaan
asuransi syariah dan unit syariah menawarkan produk asuransi syariah dan
menyumbang sekitar 15-20 % dari seluruh institusi keuangan dan
perbankan syariah, dari semula hanya 4,8% pada tahun 2012. Data ini
menunjukkan bahwa industri asuransi syariah mengalami perkembangan,
walaupun belum optimal. Diharapkan di masa mendatang industri asuransi
syariah dapat menjadi bagian dari perekonomian Indonesia. Tumbuh
kembang institusi keuangan Islam, termasuk asuransi syariah di Indonesia
memiliki implikasi, minimal terhadap dua hal sebagai factor pendukung
kegiatan ekonomi syariah yakni ketersediaan sumber daya manusia yang
mumpuni dan menguasai prinsip syariah dan regulasi yang kokoh sebagai
landasan hukum bagi aktivitas industri asuransi syariah. Regulasi asuransi
syariah, khususnya regulasi sertifikasi sumber daya manusia mendesak
untuk dilakukan, mengingat peta sistem hukum positif di Indonesia turut
berubah akibat berkembangnya ekonomi syariah di Indonesia. Dapat 3 Iqbal Asaria, Innovations and Developments in Takaful and Re-Takaful, Durham Islamic Finance Summer School 2013, Durham University, UK. 4 Badlisyah Abdul Ghani & Shamsun A Hussainn, The Key Driver of Islamic Finance‐ Demand and Supply, CIMB Islamic, Islamic Finance Review, 2009. 10, hlm. 9
29
dikatakan, saat ini terjadi dualisme hukum ekonomi, yakni berlakunya lebih
dari sistem hukum yang mengatur hal yang sama. Selain hukum ekonomi
konvensional yang sudah mapan, berlaku juga sistem hukum ekonomi
Islam. Asosiasi memahami hambatan ketersediaan SDM yang memahami
prinsip asuransi syariah. Untuk itu, Asosiasi tengah mempersiapkan
sertifikasi agen penjual sebagai ujung tombak dalam pemasaran asuransi
syariah. Diharapkan dengan standar polis yang menjamin kepatuhan
terhadap prinsip syariah dan sertifikasi agen penjual, kepercayaan
masyarakat terhadap asuransi syariah akan meningkat.
Pemahaman terhadap prinsip syariah ini menjadi urgen mengingat
industri asuransi syariah wajib menjamin bahwa mekanisme, produk dan
akad asuransi syariah yang ditawarkan patuh pada prinsip syariah (sharia
compliance). Dalam praktik, perusahaan yang beraktivitas dalam asuransi
syariah ini mengambil bentuk Perseroan Terbatas. Dengan demikian,
kepatuhan pada prinsip syariah ini merupakan amanah yang wajib
dilaksanakan oleh perusahaan asuransi syariah mengingat UU No : 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas sebagai lex generalis telah
mengelaborasi prinsip-prinsip tata kelola yang baik (good corporate
governance) dalam ketentuannya. Good corporate governance bertumpu
pada prinsip-prinsip transparency, accountability, responsibility,
independency dan fairness. Selanjutnya, untuk menjamin bahwa prinsip
syariah ini telah dijalankan, Pasal 109 UU Perseroan Terbatas mengatur
tentang keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) bagi perseroan yang
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. DPS ini bertugas
memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan
Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah. Tata kelola perusahaan
asuransi syariah ini harus dilaksanakan secara transparan, sehingga harapan
masyarakat atas produk yang memenuhi prinsip syariah dapat terpenuhi.
Secara teknis, jaminan bahwa sumber daya manusia ini berkompeten,
dapat dilakukan melalui mekanisme sertifikasi bagi seluruh sumber daya
manusia dalam aktivitas asuransi syariah, khususnya manajemen dan agen
30
penjual. Masyarakat harus memperoleh informasi yang transparan terkait
produk yang ditawarkan, mekanisme dan akad yang menjadi dasar
hubungan hukum antara perusahaan asuransi dengan peserta. Informasi
yang mutlak diperoleh masyarakat adalah jaminan bahwa produk
,mekanisme dan akad asuransi syariah terbebas dari larangan adanya riba,
maysir dan gharar. Sebaliknya, asuransi konvensional dianggap kental
dengan ketiga larangan tersebut, khususnya gharar atau uncertainty
(ketidakpastian)6. Hal ini dapat disimpulkan dari beberapa hal; pertama
perusahaan asuransi akan melaksanakan kewajiban yaitu menanggung
kerugian yang diderita oleh tertanggung apabila “kejadian yang belum dapat
dipastikan “ itu terjadi. Dalam hal kejadian yang belum tentu tersebut tidak
terjadi, maka premi tersebut menjadi hak perusahaan. Kedua, premi yang
dibayarkan beralih kedudukan hukumnya menjadi milik perusahaan , yang
dapat digunakan sesuai kepentingan perusahaan. Lazimnya dana tersebut
diinvestasikan, termasuk apabila investasi tersebut mendatangkan
keuntungan berbasis bunga (interest based income), sehingga dapat
disimpulkan bahwa asuransi konvensional sangat berbeda mekanisme nya
dengan asuransi syariah.
Asuransi syariah bertumpu pada prinsip mutual cooperation, atau
kerjasama saling menguntungkan antara perusahaan asuransi dan peserta.7
Kerjasama saling menguntungkan ini , selanjutnya wajib dituangkan dalam
akad sebagai dasar hukum hubungan para pihak. Oleh karena itu, harus
dipastikan bahwa unsur-unsur yang dilarang dalam ekonomi syariah
diakomodasikan dalam akad dan dilaksanakan dengan baik.
6 Engku Rabiah Adawiah Engku Ali ,et.al, Essential Guide To Takaful (Islamic Insurance), Centre For Research And Training, Kuala Lumpur, 2008, hlm 7‐17. 7 Lastuti Abubakar, Analisis terhadap Penerapan Prinsip “Mutual Cooperation” dalam mekanisme Takaful (Asuransi Syariah)‐Peran Hukum Dalam Pembangunan di Indonesia, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm 604‐613.
31
2.2. POLIS SEBAGAI DASAR HUBUNGAN HUKUM ANTARA PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH DAN PESERTA (PRAKTIK DAN REGULASI DI MALAYSIA)
Mengingat penelitian ini menggunakan metode perbandingan hukum oleh
karena itu dalam penelitian ini tim peneliti membandingkan mengenai
perkembangan asuransi syariah di negara lain yang dalam hal penelitian ini
negara yang dapat menjadi sumber perbandingan adalah Malaysia, maka pada bab
ini juga akan diuraikan beberapa pokok bahasan tentang regulasi dan praktik
Takaful di Malaysia .
2.2.1. Kedudukan polis dalam aktivitas takaful
Malaysian Takaful Association mengatakan bahwa kata Takaful
berasal dari kata kerja bahasa Arab "kafala" yang berarti untuk mengurus
kebutuhan seseorang. Oleh karena itu, perjanjian antara setidaknya dua
pihak setuju untuk bersama-sama menjamin satu sama lain dalam hal
kerugian, sebagai akibat dari yang terkena bencana mendefinisikan istilah
"Takaful". Demikian juga, bersama-jaminan sebagai tertanam dalam konsep
asuransi syariah dapat diterjemahkan ke dalam operasi praktis dalam bentuk
bisnis atau transaksi komersial dalam "tijari" atau sektor swasta sebagai
salah satu pemain keuangan Islam dalam ekonomi pasar.
(malaysiantakaful.com.my, disadur 6 Oktober 2014). Sedangkan "Takaful"
menurut Islamic Financial Service Act (IFSA) berarti sebuah pengaturan
berdasarkan saling membantu dimana persetujuan peserta-peserta takaful
untuk berkontribusi pada dana umum untuk saling bayar manfaat keuangan
32
kepada peserta takaful atau ahli warisnya pada terjadinya peristiwa-
peristiwa yang telah disetujui. (IFSA-Law of Malaysia-Act 759, 2013).
Ke dua definisi diatas, dapat diartikan bahwa takaful adalah perjanjian
antara dua pihak atau beberapa pihak untuk bersama-sama menjamin
kerugian sesuai dengan persetujuan yang telah disetujui diantara keduanya.
Di dalam asuransi maka dikenal istilah polis. Insurance Act, (Law of
Malaysia-Act 553, 1996) mendefinisikan Polis berarti polis asuransi dan
termasuk sebuah catatan penutup atau kontrak asuransi, maupun tidak
berwujud atau dibuktikan dengan sebuah instrumen dalam bentuk sebuah
polis asuransi, dan referensi untuk :
a. Mengeluarkan polis harus ditafsirkan sebagai memasukkan kontrak
asuransi, maupun atau tidak kontrak resmi telah diterbitkan, dan
b. Sebuah polis perusahaan asuransi termasuk polis atau ikatan di hal
mana perusahaan asuransi dalam setiap tanggung jawab, maupun
kebijakan itu dikeluarkan oleh perusahaan asuransi atau kewajiban
dipindahkan ke perusahaan asuransi lainnya.
IFSA (Law of Malaysia-Act 759, 2013) mengatakan bahwa
"Sertifikat takaful (polis dalam konvensional)" yaitu mencakup catatan
penutup takaful atau kontrak takaful untuk bisnis takaful keluarga atau
bisnis takaful umum maupun tidak berwujud dalam atau dibuktikan
dengan instrumen dalam bentuk sertifikat takaful, dan referensi untuk :
33
a. menerbitkan sertifikat takaful dapat ditafsirkan sebagai masuk ke
dalam kontrak takaful, apakah atau tidak kontrak resmi telah
diterbitkan; dan
b. sertifikat takaful dari operator takaful termasuk sertifikat takaful
terhadap mana operator takaful berada di bawah kewajiban apapun,
apakah sertifikat takaful dikeluarkan oleh operator takaful atau
kewajiban dipindahkan ke Operator takaful dari operator takaful lain;
Menurut Hukum Malaysia, istilah Sertifikat Takaful dalam IFSA sama
dengan istilah polis dalam asuransi konvensional.
2.2.2 Standarisasi Polis Sebagai Dasar Hubungan Para Pihak
(kedudukan standar kontrak dalam hukum perjanjian)
Berdasarkan regulasi tentang Takaful di Malaysia, dapat
disimpulkan beberapa hal terkait dengan polis standar sebagai dasar
hubungan hukum para pihak.
2.2.2.1 Sertifikat Takaful sebagai dasar hubungan hukum.
Manfaat takaful" meliputi manfaat apapun, baik berupa uang atau
tidak, yang dibayarkan berdasarkan polis takaful. standar polis takaful
Malaysia memuat beberapa hal , antara lain :
1. Klaim takaful berarti permintaan untuk pembayaran jumlah pada
saat jatuh tempo di bawah sertifikat takaful;
34
2. Kontribusi takaful; berarti jumlah yang harus dibayar oleh sebuah
takaful peserta untuk operator takaful di bawah sertifikat takaful
dan termasuk semua remunerasi bagi fungsi dan tugas yang
ditanggung oleh operator takaful;
3. Dana takaful berarti dana takaful ditetapkan dan dipelihara
menurut pasal 90 dan dalam hal bisnis takaful dimaksud dalam
bagian 8 dan 26, berarti dana yang telah dibuat dan dipelihara
untuk tujuan bisnis takaful tersebut;
2.2.2.2 Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam
menyusun polis takaful menurut IFSA.
A. Pasal 90 : Pendirian dan pemeliharaan dana takaful. Operator
takaful berlisensi harus menetapkan dan memelihara satu atau
lebih dana takaful untuk setiap kelas atau deskripsi bisnis
takaful yang sebagaimana ditetapkan oleh Bank.
B. Pasal 91 : Dana Takaful menjadi terpisah dari dana pemegang
saham. Sebuah operator takaful berlisensi akan menyimpan
semua dana takaful ditetapkan dan dipelihara dibawah Pasal 90
terpisah dari dana pemegang saham.
C. Pasal 92 : Persyaratan yang berkaitan dengan dana takaful.
pengelolaan dana takaful yang harus dimuat dalam polis
standar meliputi substansi sebagai berikut :
35
1. Dana takaful didirikan menurut pasal 90 harus dipelihara
dan dikelola oleh operator takaful berlisensi atas nama dan
dalam kepentingan terbaik dari para peserta takaful dan
Operator takaful berlisensi akan :
a) membayar ke dana takaful semua penerimaan
sehubungan sertifikat takaful yang dana takaful
berkaitan dan yang dikeluarkan oleh atau di mana dana
takaful telah dilakukan
kewajiban, termasuk semua pendapatan dari dana
takaful;
1) mempertahankan setiap saat aset dalam dana
takaful dari nilai setara dengan atau lebih tinggi
dari kewajiban takaful yang dana;
2) menerapkan aset dana takaful hanya untuk
memenuhi kewajiban dan biaya benar
dikeluarkan oleh dana takaful; dan
3) memenuhi persyaratan lain seperti dapat
ditentukan oleh Bank berdasarkan ayat 57 (2)
(g) termasuk persyaratan pada jenis aset
menjadi, atau tidak dimasukkan, sebagai aset
dana takaful.
2. Untuk tujuan ayat (1), Bank dapat menentukan apa
merupakan "penerimaan", "pendapatan", "kewajiban" atau
36
"beban" dari dana takaful yang dapat diatribusikan pada
bisnis yang satu takaful dana atau takaful sertifikat terkait,
dan cara untuk menentukan atau nilai penerimaan,
pendapatan, aset, kewajiban atau biaya.
3. Kecuali Bank dinyatakan menyetujui, sebuah operator
takaful berlisensi harus mempertahankan dana takaful yang
didirikan di bawah bagian 90 sehingga selama itu berada di
bawah kewajiban sehubungan dengan sertifikat takaful atau
klaim takaful berkaitan dengan dana takaful.
D. Pasal 93 : Persyaratan yang berkaitan dengan dana pemegang
saham berkaitan dengan dana takaful
1. operator takaful berlisensi harus memenuhi setiap
persyaratan yang berkaitan dengan dana pemegang saham
'yang dapat diatribusikan dengan bisnis yang dana takaful
atau sertifikat takaful berhubungan sebagai dapat
ditentukan oleh Bank.
2. Untuk tujuan ayat (1), Bank dapat menentukan apa
merupakan "penerimaan", "pendapatan", "aset",
"kewajiban" atau "beban" dari operator takaful berlisensi
yang dapat diatribusikan pada bisnis yang dana takaful atau
sertifikat takaful berhubungan, dan cara untuk menentukan
37
atau menilai penerimaan, pendapatan, aset, kewajiban atau
Beban.
E. Pasal 94 : Penarikan dari dana takaful. Sebuah operator takaful
berlisensi tidak akan membuat penarikan dari dana takaful,
baik dari surplus atau dari dana takaful, kecuali :
1. telah memenuhi persyaratan seperti penarikan sebagai dapat
ditentukan oleh Bank;
2. penarikan tidak mengganggu keberlanjutan dana takaful
untuk memenuhi kewajibannya; dan
3. kepentingan dan perlakuan yang adil dari peserta takaful,
termasuk harapan mereka wajar, telah diberikan karena hal.
F. Pasal 95 : Defisiensi dana takaful
Dimana nilai aset dana takaful kurang dari nilai tertentu
pada Pasal 92 ayat 1 butir (a) Operator takaful berlisensi harus
memberikan qard atau bentuk lain dari dukungan keuangan
untuk dana takaful dari dana pemegang saham untuk jumlah
dan pada seperti syarat dan kondisi yang dapat ditetapkan oleh
Bank.
G. Pasal 96 : Asumsi risiko
1) Tidak ada Operator takaful berlisensi akan menyebabkan
dana takaful yang beroperasi untuk menanggung resiko
apapun dalam hal deskripsi seperti sertifikat takaful
sebagaimana ditetapkan oleh Bank kecuali dan sampai
38
kontribusi takaful dibayar diterima oleh operator takaful
berlisensi dengan cara tersebut dan dalam waktu seperti
dapat ditentukan oleh Bank.
2) Dalam hal kontribusi takaful hutang dalam ayat (1) adalah
diterima oleh seseorang atas nama operator takaful
berlisensi, yang penerimaan akan dianggap penerimaan oleh
operator takaful berlisensi untuk tujuan ayat itu dan
tanggung jawab untuk membuktikan bahwa kontribusi
takaful diterima oleh orang yang tidak berwenang untuk
menerima kontribusi takaful harus berada pada Operator
takaful berlisensi
H. Peserta takaful berarti orang yang memiliki hak legal untuk
sertifikat takaful dan termasuk:
1. di mana sertifikat takaful telah ditetapkan sebagai penerima
hak atas;
2. di mana wakil pribadi dari takaful meninggal peserta
berhak sebagai terhadap operator takaful untuk manfaat
dari sertifikat takaful, wakil pribadi;
3. dalam kaitannya dengan sertifikat takaful menyediakan
untuk pembayaran anuitas, sebuah annuitant; dan
4. di mana di bawah sertifikat takaful, uang yang jatuh tempo
atau harus dibayar, apakah secara berkala atau sebaliknya,
39
orang kepada siapa uang yang jatuh tempo atau harus
dibayar
1. Klasifikasi, dan pembangunan referensi untuk, bisnis takaful.
Untuk tujuan UU ini, bisnis takaful harus dibagi menjadi dua
kelas yang
1) Bisnis takaful keluarga, yang di samping semua takaful usaha
yang bersangkutan dengan sertifikat takaful keluarga wajib
termasuk jenis bisnis takaful dijalankan sebagai insidental
hanya untuk bisnis keluarga takaful operator; dan
2) Bisnis takaful umum, yang berarti semua bisnis takaful yang
bisnis tidak keluarga takaful.
2. Berdasarkan UU ini, reasuransi syariah kewajiban di bawah sertifikat
takaful harus diperlakukan sebagai milik kelas yang sama dan
deskripsi sebagai sertifikat takaful yang dikeluarkan oleh operator
reasuransi syariah sehubungan dengan reasuransi syariah dari
kewajiban tersebut.
3. Tanpa mengabaikan hal pada ayat (1) atau penentuan sertifikat takaful
untuk dana takaful tertentu oleh operator takaful berlisensi, jika Bank
setuju bahwa setiap bagian dari operator bisnis takaful berlisensi yang
termasuk kelas tertentu atau deskripsi bisnis takaful harus dalam
takaful berlisensi. Kasus operator harus diperlakukan sebagai milik
kelas lain atau deskripsi, Bank dapat langsung bahwa hal itu akan
sangat diperlakukan untuk tujuan UU ini.
40
4. Tujuan Pengaturan UU- ini
286. referensi untuk menjalankan bisnis takaful mencakup semua atau
salah satu kegiatan berikut dijalankan dengan cara bisnis:
i. menerima proposal untuk berpartisipasi dalam
pengaturan takaful;
ii. negosiasi proposal untuk berpartisipasi dalam
pengaturan takaful atas nama operator takaful;
iii. mengeluarkan sertifikat takaful untuk pengaturan
takaful;
iv. koleksi atau penerimaan kontribusi takaful di
sertifikat takaful untuk pengaturan takaful; atau
v. penyelesaian atau pemulihan klaim takaful di
sertifikat takaful untuk pengaturan takaful, tapi,
tunduk pada ayat (c), tidak termasuk dukungan pada
kegiatan tersebut oleh seseorang atas nama operator
takaful ;
(b) seseorang dianggap melakukan salah satu atau semua kegiatan
yang ditetapkan dalam paragraf 5 (4) (a) dengan cara bisnis
jika dia :
i. terlibat dalam kegiatan tersebut dengan cara yang
dengan sendirinya merupakan menjalankan suatu usaha;
ii. memegang dirinya sebagai bersedia dan mampu terlibat
dalam tersebut kegiatan; atau
41
iii. secara teratur mengumpulkan sejumlah orang lain untuk
terlibat dengan dia di transaksi merupakan aktivitas
tersebut; dan
(c) referensi untuk menjalankan bisnis takaful termasuk melakukan
pada melalui agen, atau sebagai agen, tapi “operator takaful”
tidak termasuk agen takaful seperti juga dalam kasus orang yang
baik Operator takaful dan agen takaful, setiap bisnis yang
dilakukan oleh orang tersebut sebagai agen takaful.
5. Untuk tujuan UU- ini :
a. Menteri dapat, atas rekomendasi dari Bank, penentuan
banyak bisnis atau kegiatan sebagai bisnis takaful;
b. Bank dapat menentukan usaha atau kegiatan tersebut milik
untuk kelas tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
atau deskripsi, bisnis takaful; dan
c. usaha yang ditetapkan dalam jadwal 4 tidak akan diperlakukan
sebagai bisnis takaful
“Sertifikat takaful Malaysia” berarti sertifikat takaful yang diterbitkan
di Malaysia oleh operator takaful berlisensi dan adalah :
a. Sertifikat takaful keluarga dimana peserta takaful beralamat,
sebagaimana ditentukan dalam sertifikat takaful atau lainnya
alamat kemudian diberitahukan secara tertulis oleh peserta takaful
untuk operator takaful berlisensi, sedang atau merupakan alamat di
Malaysia;
42
Act 53
(a) Sertifikat takaful umum yang berhubungan dengan resiko yang
timbul di Malaysia, atau dimana peserta takaful adalah
penduduk, atau bentuk usaha tetap di, Malaysia dalam arti dari
Undang-Undang Pajak Penghasilan 1967 (UU 53); atau
(b) Kontrak retakaful dengan operator takaful berlisensi lainnya
Sertifikat Takaful terdiri dari :
1. Sertifikat Takaful Keluarga berarti sertifikat takaful dimana
manfaat takaful yang dibayarkan pada kematian atau bertahan
hidup, termasuk yang manfaat takaful dibayarkan sehubungan
dengan kecelakaan pribadi, penyakit dan termasuk anuitas tetapi
tidak termasuk kecelakaan pribadi sertifikat takaful
2. Sertifikat takaful berhubungan dengan investasi berarti sertifikat
takaful sehubungan dengan kontrak takaful keluarga atau anuitas
dimana manfaat takaful adalah seluruhnya atau sebagian, harus
ditentukan dengan mengacu unit, nilai ini terkait dengan :
a. Pendapatan dari properti dari berbagai deskripsi
b. Nilai pasar dari properti
3. “Sertifikat takaful kecelakaan personal” berarti sertifikat takaful
memberikan manfaat berupa uang tetap atau manfaat dalam sifat
ganti rugi, atau keduanya, terhadap resiko orang tersebut ditutupi
43
mempertahankan cedera atau meninggal akibat kecelakaan atau
menjadi lumpuh sebagai akibat dari penyakit.
Para pihak yang terlibat dalam bisnis Takaful; Operator dan
broker
“Operator takaful” termasuk operator reasuransi syariah profesional;
“Operator takaful berlisensi” berarti orang yang berlisensi dibawah
Bagian 10 untuk menjalankan usaha takaful dan termasuk operator
takaful berlisensi internasional
Operator takaful berlisensi internasional, berarti orang yang berlisensi
menurut pasal 10 untuk menjalankan usaha takaful internasional
“Broker takaful yang disetujui” berarti orang yang disetujui dibawah
bagian 11 untuk menjalankan usaha pialang takaful.
“Kantor” mengacu pada tempat dimana atau dimana bisnis dari setiap
orang dilakukan, termasuk kantor pusat di Malaysia, atau kantor lainnya,
cabang, agen (kecuali untuk agen takaful di kasus operator takaful
berlisensi), tempat mobile bisnis, tempat mengatur bisnis dan dirawat
untuk jangka waktu yang terbatas atau sebuah terminal elektronik
44
“operator retakaful profesional” berarti operator retakaful yang
berlisensi untuk menjalankan usaha semata-mata retakaful;
“Agen takaful” berarti seseorang yang tidak semua atau salah satu
berikut:
(a) meminta atau memperoleh proposal untuk sertifikat takaful atas
nama dari operator takaful;
(b) menawarkan atau mengasumsikan untuk bertindak atas nama
operator takaful di negosiasi sertifikat takaful; atau
(c) melakukan tindakan lain atas nama operator takaful dalam
kaitannya dengan penerbitan, perpanjangan atau kelanjutan, dari
sertifikat takaful;
“Broker takaful” berarti orang yang merupakan pelaksana independen,
melakukan kegiatan usaha pialang takaful dan termasuk broker
reasuransi syariah;
“Bisnis pialang takaful” berarti bisnis meminta, negosiasi atau
pengadaan sertifikat takaful dengan operator takaful, atau perpanjangan
atau kelanjutan dari sertifikat takaful oleh seseorang, untuk peserta
takaful selain untuk dirinya sendiri dan termasuk reasuransi syariah
pialang untuk operator takaful;
45
“Bisnis takaful” berarti bisnis yang berkaitan dengan administrasi,
manajemen dan operasi dana takaful untuk perusahaan peserta takaful
yang mungkin melibatkan unsur investasi dan tabungan dan termasuk
bisnis reasuransi syariah dan referensi untuk membawa untuk bisnis
takaful dapat mencakup semua atau salah satu kegiatan yang ditetapkan
dalam ayat 5 (4) (a);
2.2.3 Sertifikasi dalam aktivitas Takaful di Malaysia
286. Operator takaful berlisensi, selain berlisensi Operator
reasuransi syariah profesional, sah menjalankan kedua bisnis takaful
keluarga dan bisnis takaful umum di bawah Undang-Undang Takaful
dicabut 1984 harus sesuai dengan ayat 16 (1) dalam waktu lima tahun
sejak ditunjuk tanggal atau periode yang lebih panjang seperti dapat
ditentukan oleh Menteri, pada rekomendasi dari Bank, dengan
pemberitahuan tertulis kepada Operator takaful berlisensi pada aplikasi
yang ditulis sebelum berakhirnya lima tahun. Izin Operator takaful yang
merupakan pribadi perusahaan untuk mengkonversi ke perusahaan publik.
IFSA 2013 mengatur mengenai ketentuan-ketentuan terkait sertifikat
Takaful
Dalam Schedule 8 menetapkan ketentuan yang berhubungan dengan
sertifikat takaful. Pengungkapan pra-kontrak dan representasi, dan
penyehatan untuk kekeliruan.
46
Pemutusan sertifikat takaful
Berdasarkan Section 213.
(1) Sertifikat takaful dari operator takaful berlisensi wajib berhenti tetap
berlaku terhitung sejak tanggal perintah penutupan telah dibuat
sehubungan operator takaful berlisensi.
(2) Apabila sertifikat takaful berhenti menjadi berlaku di bawah ayat (1),
peserta takaful hanya akan memenuhi syarat untuk mengklaim sebagai
utang karena padanya :
a) Dalam kasus sertifikat takaful umum, pengembalian dana dari
bagian dari kontribusi takaful yang sepadan dengan sisa periode
sertifikat takaful;
b) Dalam kasus sertifikat takaful keluarga, nilai yang keluarga
sertifikat takaful;
c) Nilai investasi atau tabungan ditahan secara terpisah di sehubungan
dengan sertifikat takaful; atau
d) Pengembalian dana atau jumlah lain, yang harus dipastikan secara
seperti dapat ditentukan oleh Bank.
(3) Likuidator wajib memberitahukan setiap peserta takaful dan, dalam
kasus sertifikat takaful kelompok, peserta takaful kelompok, tentang
penghentian sertifikat takaful melalui pos tercatat ke alamat
terakhirnya yang diketahui tinggal atau kantor dan oleh publikasi
sedemikian pada koran sebagaimana ditetapkan oleh Bank.
47
2.2.4 Pengaturan Sertifikasi Terhadap Sumber Daya Manusia
(SDM)sebagai Penunjang Aktivitas Takaful
Sejak 2008, Malaysian Takaful Association (MTA) melakukan
sertifikasi Takaful di Malaysia. Industri Takaful terus mengalami
perkembangan, dan hal ini juga menuntut MTA agar berkembang menjadi
lebih baik. Salah satunya adalah berhubungan dengan penggunaan komputer
dan internet yang terus meluas sehingga efektif April 2012, IBFIM diberi
mandat oleh MTA untuk mengadakan The Takaful Basic Examination
(TBE) / Ujian Dasar Takaful dengan ujian berbasis komputerisasi dan
internet.
TBE adalah kualifikasi masuk bagi semua orang yang beniat untuk
menjadi agen takaful terdaftar dalam industri jasa keuangan yang akan
mempromosikan produk dan jasa takaful. Selain itu IBFIM juga
mengadakan Fundemantal Certificate in Islamic Banking and Takaful
(FCIBT) dirancang untuk memastikan praktisi industri telah mencapai
standar minimum dan kualitas dalam hal pengetahuan dan kompetensi di
bidang keuangan Islam. Sertifikasi ini terdiri dari 3 (tiga) modul yaitu
Dasar-dasar Syariah, Dasar-Dasar Perbankan dan Dasar-Dasar Asuransi
Syariah Islam (Takaful). Program komprehensif ini akan memastikan bahwa
praktisi keuangan Islam memperoleh pemahaman yang menyeluruh tentang
perbankan syariah, sistem syariah, serta produk dan jasa.
48
Manfaat pembelajarannya adalah diakhir dari program nanti, peserta
harus dapat :
a. Menjelaskan persyaratan dan larangan syariah dalam transaksi
komersial Islam serta mendapatkan dasar yang kuat dalam dasar-
dasar kontrak syariah
b. Analisa dan memahami berbagai struktur produk dan jasa
keuangan syariah
c. Menjelaskan perbedaan antara praktek keuangan konvensional dan
syariah
Metode pembelajaran pada sertifikasi ini adalah
1. Pelatihan ruangan kelas secara interaktif
2. Modul/Pendekatan praktik/ studi kasus
3. Pembelajaran secara online
Topik :
Modul 1 : Fundamentals of Shariah
1. Introduction to Shariah and Fiqh
2. Rule-Making Process in Islamic Law (Ijtihad)
3. Overview of Fiqh al-Mualamat al-Maliyyah
4. General Prohibitions in Muamalat Contracts
5. The Main Theories of Muamalat Contracts
6. Application of Muamalat Contracts & Principles in Islamic Finance
7. An overview of Islamic Finance
49
Modul 2 : Fundamentals of Islamic Banking
1. Introduction to Islamic Financial System
2. Islamic Banking Operation
3. Deposit Products
4. Wealth Management Products
5. Consumer Banking Products
6. Commercial and Corporate Banking Products
7. Treasury Products
8. Risks and Compliance
9. Issues and Challenges Steering Islamic Banking for the Future
Modul 3 : Fundamentals of Takaful
1. Overview of Takaful
2. Shariah and Legal Aspects in Tkaful Business
3. General Takaful
4. Family Takaful
5. Retakaful
6. Governance and Management of Takaful Operators
7. Issues and Future of Takaful
Entry Requirement
Minimum Sijil Pelajaran Malaysia (SPM) Malaysia atau setara atau terkait
diakui dengan pengalaman pekerjaan sebelumnya. Sijil Pelajaran Malaysia atau
Malaysian Certificate of Education adalah ujian nasional yang diambil oleh semua
50
siswa-siswa secondary school di Malaysia. Ini dirancang dan diuji oleh The
Malaysian Examinations Sydicate (Lembaga Peperiksaan Malaysia).
Gambar : Alur untuk Ujian Takaful IBFIM (2014)
51
2.2.5 Peran Bank Negara Malaysia sebagai Regulator dan Malaysian
Takaful Association dalam sertifikasi Takaful
2.2.5.1 Peran Bank Negara Malaysia
Bank Negara Malaysia atau Bank Sentral Malaysia adalah badan
hukum yang mulai beroperasi pada tanggal 26 Januari 1959. Bank Negara
Malaysia diatur oleh Bank Sentral Malaysia Act 2009. Peran Bank Negara
Malaysia untuk mempromosikan stabilitas moneter dan keuangan. Hal ini
bertujuan untuk menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan
berkelanjutan ekonomi Malaysia (bnm.gov.my, disadur pada 06 Oktober
2014).
BNM ini memiliki 39 departemen. Peran dan fungsi BNM dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1) Ekonomi dan Kebijakan Moneter
Terutama menyediakan dukungan teknis dan penelitian yang baik
tentang isu-isu pertumbuhan terkait untuk meningkatkan
perumusan kebijakan moneter dan kredit dalam mempromosikan
stabilitas moneter dan menjamin ketersediaan kredit yang memadai
untuk membiayai pertumbuhan ekonomi.
2) Investasi dan Operasi
52
Kelola tarif likuiditas dan nilai tukar domestik untuk memastikan
bahwa target kebijakan moneter yang dicapai serta mengelola
cadangan eksternal untuk menjaga nilai dan mengoptimalkan
pendapatannya. Ini juga memiliki tanggung jawab memberikan
nasihat dan bantuan kepada Pemerintah di bidang utang dan
pengelolaan dana dan memberikan kontribusi untuk pengembangan
pasar keuangan domestik.
3) Peraturan
Promosikan stabilitas sektor keuangan melalui pengembangan progresif
lembaga keuangan yang berkelanjutan, kuat dan sehat dan infrastruktur
keuangan, sehingga memungkinkan industri keuangan lokal yang
kompetitif untuk menjadi tahan terhadap lingkungan masa depan berubah
serta memimpin inisiatif untuk meningkatkan akses terhadap pembiayaan.
Hal ini juga merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan dan
strategi terhadap bangunan dan posisi Malaysia sebagai perdana menteri
yang terintegrasi Islamic Financial Centre dan meningkatkan kemampuan
keuangan konsumen.
4) Sistem Pembayaran
Mengembangkan kebijakan dan strategi untuk mempromosikan
terpercaya, aman dan efisien kliring, settlement dan sistem pembayaran di
negara Malaysia.
5) Pengawasan
Mengembangkan, meningkatkan dan menerapkan kerangka kerja
pengawasan yang efektif untuk menjamin keselamatan dan kesehatan
53
lembaga keuangan dan untuk menegakkan praktik yang sehat di
dalamnya.
6) Pengembangan Organisasi
Ujung tombak fungsi manajemen strategis, manajemen organisasi-kinerja
dan manajemen program Bank untuk mendorong proses kinerja perbaikan
dan memperkuat pengembangan kapasitas Bank. Hal ini juga
menyebabkan dan mendorong inisiatif sumber daya manusia dan kegiatan
strategis lainnya untuk memastikan bahwa keseluruhan kerangka Human
Capital Management diimplementasikan secara efektif.
7) Komunikasi
Fungsi komunikasi telah diasumsikan semakin penting dalam menanggapi
tuntutan tinggi dari berbagai pemangku kepentingan, mencari transparansi
dan pengungkapan yang lebih besar.
2.2.5.2 Peran Malaysia Takaful Association (MTA)
Industri Takaful di Malaysia dimulai Oktober 1982, Pemerintah
Malaysia membentuk sebuah perangkat tugas khusus untuk menyelidiki
kelangsungan hidup dari pendirian perusahaan asuransi syariah. Sesuai
dengan penelitian dan berbasis terhadap rekomendasi tersebut, The
Takaful Act 1984 dikukuhkan dan mulai berlaku setelahnya. Jika dilihat
sekilas, tampak tidak banyak perbedaan antara asuransi konvensional dan
Takaful. Memang, dari segi konsep, tidak ada perbedaan karena keduanya
menganut prinsip lama. Malaysian Takaful Association (MTA)
berdedikasi dalam mempromosikan kepentingan anggotanya dan
54
mengawasi pelaksanaan regulasi diri dalam industri Takaful. The MTA
Road Map diperkenalkan pada tahun 2006 yang mengatur arah dan fokus
asosiasi. (malaysiantakaful.com, disadur pada 6 Oktober 2014)
Inter-Takaful Operator Agreement (The ITA) secara resmi
ditandatangani pada 22 Mei 2008 di antara semua operator Takaful. The
ITA pada dasarnya menetapkan standar umum di antara semua operator
untuk mengatur dan hal-hal yang berkaitan dengan pre-contract
examination for agents, sistem pendaftaran agensi dan kode etik, dan
kepatuhan pada tarif Takaful umum untuk bisnis yang berhubungan
dengan motor dan api. Pelaksanaan ITA adalah tujuan untuk membuat
industri lebih kuat dalam hal memperlancar praktek pasar antar operator
serta harmonisasi industri asuransi Takaful dan konvensional. Sejak 2008,
MTA melakukan sertifikasi Takaful di Malaysia. Industri Takaful terus
mengalami perkembangan, dan hal ini juga menuntut MTA agar
berkembang menjadi lebih baik. Salah satunya adalah berhubungan
dengan penggunaan komputer dan internet yang terus meluas sehingga
efektif April 2012, IBFIM diberi mandat oleh MTA untuk mengadakan
The Takaful Basic Examination (TBE) / Ujian Dasar Takaful dengan ujian
berbasis komputerisasi dan internet.
Visi untuk industri dan MTA adalah :
a. Keuntungan yang berkelanjutan dan mengembangkan industri
Takaful di Malaysia
55
b. Sebuah industri yang dapat dipercaya dan diakui sebagai pelaku
kontribusi terhadap masyarakat dan ekonomi
c. Iklim kebijakan publik dan ekonomi yang kondusif untuk
mengembangkan industri
d. Sebuah badan perdagangan yang diakui sebagai penyedia aktif
kepemimpinan dan menyuarakan otorisasi secara kolektif untuk
industri Takaful
Misi dari MTA adalah :
Untuk menyediakan kepemimpinan pada isu-isu yang berhubungan
pada kekuatan dan gambaran kolektif industri-industri dan untuk
membentuk dan mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh pemerintah,
regulator, dan otoritas publik lainnya, baik lokal maupun internasional
untuk menguntungkan industri secara keseluruhan.
56
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengkaji, menganalisis dan menemukan substansi apa yang
harus dimuat dalam standar kontrak/akad asuransi guna menjamin
kepatuhan terhadap prinsip syariah. sebagai acuan digunakan
ketentuan yang berlaku bagi aktivitas asuransi syariah, khususnya
pedoman polis asuransi syariah baik asuransi keluarga maupun umum
yang telah diterbitkan oleh Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia
(AASI).
2. Untuk mengkaji dan menentukan dasar hukum atau jenis regulasi yang
tepat bagi kewajiban penggunaan standar kontrak yang bersifat
obligatory rules dan mempunyai kekuatan mengikat bagi seluruh
perusahaan asuransi syariah. Regulasi ini akan menjadi dasar hukum
tentang kewajiban sertifikasi bagi perusahaan asuransi syariah baik di
level manajemen maupun agen penjual.
3. Untuk mengkaji dan menemukan model penegakan hukum terhadap
pelanggaran prinsip syariah oleh perusahaan asuransi syariah.
penegakan hukum ( law enforcement) ini merupakan bentuk
perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi para peserta asuransi
syariah, atau masyarakat pada umumnya.
57
3.2 LUARAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Adapun luaran dari penelitian ini berupa konsep regulasi tentang
kewajiban penggunaan standar polis sebagai dasar hubungan hukum antara
perusahaan asuransi syariah dengan para peserta yang dapat menjamin kepatuhan
terhadap prinsip syariah. Selain itu, penelitian ini juga akan menggagas model
penegakan hukum baik otoritas maupun jenisnya terhadap pelanggaran prinsip
syariah yang dilakukan oleh perusahaan asuransi syariah.
Manfaat Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis sebagai berikut :
1. Secara teoritis :
1) Hasil penelitian berupa konsep regulasi dan model penegakan
hukum akan mengembangkan hukum asuransi di Indonesia,
khususnya asuransi syariah.
2) Hasil penelitian juga dapat digunakan sebagai bagian dari bahan
ajar, khususnya hukum pembiayaan syariah.
2. Secara praktis regulasi yang kokoh bagi kewajiban sertifikasi lembaga
asuransi syariah guna memberikan perlindungan dan kepastian hukum
bagi nasabah. Regulasi yang bersifat obligatory rules ini akan menjadi
dasar hukum bagi perusahaan asuransi syariah untuk membuat kontrak
standar yang substansinya tidak bertentangan atau mematuhi prinsip
syariah (sharia compliance). Penelitian ini juga diharapkan dapat
menetapkan substansi materi polis sebagai kontrak standar antara
perusahaan asuransi syariah dengan para peserta. Luaran penelitian
58
dibuat dalam bentuk makalah dan dipresentasikan dalam seminar
internasional yang khusus membahas tentang Islamic Finance serta
tulisan yang dimuat dalam buku atau jurnal.
59
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 SPESIFIKASI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan Penelitian Hukum Normatif dan bersifat
Deskriptif Analitis. Dalam hal ini, adalah merupakan Penelitian Hukum Normatif
berupa penelitian untuk Menemukan Hukum In Concreto, yaitu penelitian untuk
menemukan hukum bagi suatu perkara in concreto merupakan usaha untuk
menemukan apakah hukumnya yang sesuai untuk diterapkan in cocreto guna
menyelesaikan suatu perkara tertentu dan dimanakah bunyi peraturan hukum itu
dapat ditemukan8. Metode penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis
yaitu menggambarkan dan menganalisis data yang diperoleh berupa data sekunder
dan didukung oleh data primer mengenai berbagai masalah yang berkaitan dengan
urgensi sertifikasi terhadap asuransi syariah (takaful) dalam rangka memberikan
perlindungan hukum terhadap nasabah
4.2 METODE PENDEKATAN
Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan Yuridis
Normatif yaitu penelitian yang didasarkan data sekunder yang berupa bahan
hukum primer, sekunder, dan tersier.
4.3 TAHAP PENELITIAN DANTEKNIK PENGUMPULAN DATA
Penelitian ini merupakan Library Research atau penelitian kepustakaan.
Penelitian kepustakaan bertujuan untuk mengkaji, meneliti dan menelusuri data
sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
hukum tersier. Bahan Hukum Primer dimaksud, antara lain yaitu :
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
3. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang 8 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hlm.22.
60
4. Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
Fatwa DSN No.21 Tahun 2001 tentang pedoman Umum Asuransi
Syariah
5. Islamic Financial Service Act (IFSA) Malaysian Act 759: 2013
Studi kepustakaan meliputi juga bahan-bahan hukum sekunder berupa
literatur, hasil penelitian, lokakarya berkaitan dengan materi penelitian.
Sedangkan untuk melengkapi digunakan pula bahan hukum tersier berupa kamus,
artikel pada majalah dan surat kabar.
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah studi dokumen untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder.
Untuk mengumpulkan data primer dilakukan melalui wawancara dengan
responden yang berkompeten dan relevan dengan materi penelitian.
61
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Substansi yang harus dimuat dalam standar kontrak/akad asuransi
untuk menjamin kepatuhan terhadap prinsip syariah
5.1.1 Pemisahan akad tabarru dan tijarah dalam polis
Perbedaan substansial antara asuransi syariah dan konvensional yang
paling menonjol adalah akad atau perjanjian yang mendasari hubungan hukum
antara perusahaan asuransi syariah dengan para pesertanya. Akad pertama dalam
asuransi syariah yang wajib dibuat adalah akad tabarru terkait dengan kedudukan
premi atau kontribusi dari peserta. Dalam asuransi syariah, untuk menghilangkan
larangan gharar (ketidakpastian) , maka kedudukan dana berupa kontribusi
peserta bukanlah seperti premi dalam asuransi konvensional. Kontribusi
merupakan dana yang diserahkan sebagai donasi , yang akan dikelola oleh
perusahaan asuransi syariah untuk kepentingan para peserta itu sendiri.
Sebagaimana telah dijelaskan konsep asuransi syariah bertumpu pada prinsip
saling menolong diantara mereka. Akad yang mendasarinya adalah akad tabarru.
Dimaksudkan dengan akad tabarru adalah akad hibah dalam bentuk pemberian
dana dari satu peserta kepada dana tabarru untuk tujuan tolong menolong di atara
para peserta yang tidak bersifat dan bukan untuk tujuan komersial.
Selain akad tabarru, dimungkinkan bahwa sebagian dana kontribusi
tersebut sebagian digunakan untuk dikelola sebagai investasi oleh perusahaan
asuransi syariah berdasarkan akad yang terpisah dari akad tabarru, yakni dengan
62
menggunakan akad komersial atau akad tijarah. akad komersial yang digunakan
untuk mengelola dana investasi dapat berupa :
1) akad Wakalah bil Ujrah, yaitu akad antara Peserta secara kolektif atau
individu dan Pengelola dengan tujuan komersial yang memberikan
kuasa kepada pengelola sesuai kuasa atau wewenang yang dAiberikan
dengan imbalan berupa ujrah. Akad ini wajib dicantumkan apabila
pengelola telah meastikan biaya yang bersifat tetap dan pasti baik
dalam nominal maupun persentase tertentu yang besarnya telah
ditentukan di muka dan bukan bagi hasil dari pengelolaan dana. Untuk
produk yang tidak mengandung undur investasi tidak ada pemberian
kuasa kepada perusahaan untuk mengelola dana investasi
2) akad Mudharabah, yaitu akad antara Peserta secara kolektif atau
individu dengan Perusahaan dengan tujuan komersial yang
memberikan kuasa kepada Perusahaan sebagai mudharib untuk tujuan
mengelola dana investasi Dana tabarru dan investasi Dana Investasi
Peserta, yang digabungkan dengan kekayaan Perusahaan, sesuai bagi
hasil (nisbah) yang besarnya ditentukan berdasarkan komposisi
investasi yang digabungkan dan telah disepakati sebelumnya.
Oleh karena itu , klausul dalam polis harus secara tegas memisahkan ke dua akad
tersebut, dan menjelaskan secara baik perbedaan diantara ke dua akad tersebut.
63
5.1.2 Pencantuman kegunaan dana tabarru bagi Peserta
Salah satu prinsip syariah yang juga harus dipatuhi dalam praktik asuransi
syariah adalah prinsip transparansi. Oleh karena itu dalam polis wajib
dicantumkan secara tegas , manfaat dan kegunaan dana tabarru yang berasal dari
Peserta. Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh AASI, perusaahan wajib
menggunakan dana tabarru hanya untuk :
1. pembayaran santunan kepada Peserta yang mengalami musibah atau
Pihak lain yang berhak
2. Pembayaran reasuransi
3. Pembayaran kembali Qardh kepada Perusahaan dan/atau
4. Pengembalian Dana Tabarru.
A. Pengembalian Dana Tabarru di atas, dapat dilakukan sebagai akibat dari :
1. Pembatalan Polis dalam tenggang waktu yang diperkenan (freelook
period)
2. Penghentian Polis oleh Peserta sebelum masa asuransi berakhir.
3. Penghentian Polis oleh Perusahaan sebelum masa asuransi berakhir;
dan/atau
4. Pembayaran Kontribusi Dana Tabarru yang lebih besar dari seharusnya.
Pengembalian dana Tabarru ini pun wajib dicantumkan dalam polis.
B. Pencantuman ketentuan tentang Kontribusi Peserta, yang berhubungan dengan cara
dan waktu pembayaran Kontribusi; cara pengajuan permintaan pembayaran
santunan asuransi (klaim); saat berlakunya asuransi dan tenggang waktu (grace
period) pembayaran Kontribusi.
64
C. Hak dan kewajiban Peserta dan Perusahaan dalam masing-masing akad. Untuk
akad Wakalah bil ujrah, sekurang-kurangnya wajib memuat antara lain sebagai
berikut :
1. objek yang dikuasakan pengelolaannya;
2. hak dan kewajiban Peserta secara kolektif dan/atau Peserta secara
individu sebagai muwakkil (pemberi kuasa)
3. hak dan kewajiban Perusahaan sebagai wakil (penerima kuasa) termasuk
kewajiban Perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi
dalam kegiatan pengelolaan risiko dan/atau kegiatan pengelolaan
investasi yang diakibatkan oleh kesalahan, kelalaian, atau wanprestasi
yang dilakukan Perusahaan.
4. Batasan kuasa atau wewenang yang diberikan peserta kepada
Perusahaan
5. Besaran,cara, dan waktu pemotongan ujrah (fee).
6. Lingkup Objek yang dikuasakan , antara lain meliputi kegiatan
administrasi, pengelolaan dana, pembayaran klaim, underwriting,
pengelolaan portofolio, pemasaran dan/atau investasi.
7. Dalam hal pengelolaan investasi Dana Tabarru atau Dana Investasi
Peserta di dasarkan pada Akad Wakalah bil ujrah, maka Perusahaan
tidak berhak memperoleh bagian dari hasil investasi.
8. Apabila menggunakan Akad Mudharabah, memuat sekurang-kurangnya
hak dan kewajiban Peserta secara Kolektif dan/atau Peserta secara
individu sebagai Pemilik dana (shahibul mal); hak dan kewajiban
65
Perusahaan sebagai mudharib (pengelola dana) termasuk kewajiban
Perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam
kegiatan pengelolaan investasi yang dikibatkan oleh kesalahan yang
disengaja, kelalaian atau wanpresstasi yang dilakukan perusahaan;
batasan wewenang yang diberikan Peserta kepada Perusahaan; bagi hasil
(nisbah), cara dan waktu pembagian investasi, dan ketentuan lain yang
disepakati.
D. Mekanisme pemotongan biaya; dalam hal menggunakan akad Mudharabah atau
Mudharabah Musytarakah pemotongan biaya melalui bagi hasil dari hasil
investasi yang dilakukan di akhir atau di belakang yaitu dengan cara, hasil
investasi yang diperoleh dikurangkan terlebih dahulu dengan biaya-biaya dan
setelahnya diperhitungkan bagi hasil kepada para Pihak.
1. Biaya-biaya yang dibebankan kepada Peserta; polis wjib menyebutkan
biaya-biaya secara lengkap yang dikenakan kepada Peserta.
2. Ketentuan tentang surplus underwriting; yaitu selisih lebih total
kontribusi Peserta ke dalam dana Tabarru’ setelah dikurangi
pembayaran santunan/klaim, kontribusi, reasuransi dan cadangan
teknis dalam satu periode tertentu. Surplus underwriting wajib
dibagikan engan opsi sebagai berikut :
a. seluruhnya ditambahkan ke dalam dana Tabarru’
1) sebagian ditambahkan ke dalam dana Tabarru’ dan sebagian
dibagikan kepada Para Peserta, atau
66
2) sebagian ditambahkan ke dalam Dana Tabarru’, sebagian
dibagikan kepada Peserta, dan sebagian dibagikan kepada
Perusahaan.
Pilihan pembagian surplus underwriting dan proporsinya di atas
dimuat dalam polis dan tidak dapat diubah sampai berakhirnya
polis. Dalam hal Peserta berupa Badan , baik itu badan hukum
maupun bukan badan hukum, maka surplus underwriting akan
diserahkan kepada badan. Dalam hal pembagian surplus
underwriting kepada Peserta secara ekonomis membutuhkan biaya
yang lebih besar daripada bagian yang akan dibagikan, Perusahaan
wajib membagikan surplus underwriting dengan opsi sebagai
berikut :
1) menambahkannya ke dalam dana tabarru
2) memperhitungkannya untuk mengurangi kontribusi Peserta
periode berikutnya; atau
3) memanfaatkannya untuk dana sosial.
Pilihan pembagian surplus underwriting wajib dimuat di dalam
polis.
3. Ketentuan tentang Qardh; Selain ke dua akad sebagaimana telah
dijelaskan di atas, terdapat akad lain yang digunakan dalam
mekanisme asuransi syariah , yaitu akad Qardh yaitu pinjaman dana
dari perusahaan kepada dana tabarru untuk menanggulangi
ketidakcukupan kekayaan dana tabarru untuk membayar dana
67
santunan/klaim kepada peserta. Pengembalian dana Qardh kepada
Perusahaan dilakukan dari surplus underwriting dan/atau dari dana
tabarru’.
4. Klausul penyelesaian sengketa, khususnya pemilihan forum. Khusus
untuk asuransi syariah, AASI sudah mengarahkan untuk diselesaikan
secara musyarwarah untuk mufakat, dan apabila tidak tercapai kata
sepakat sengketa dapat diselesaikan melalui Badan Mediasi Asuransi
Syariah (BMAI). Apabila masih tidak dapat diselsaikan, maka polis
dapat memuat pilihan penyelesaian sengketa baik non litigasi melalui
Badan Arbitrase Syariah nasional (BASYARNAS) atau Pengadilan
Agama.
Berikut ini klausul yang wajib diakomodasikan dalam polis dalam bentuk tabel.
Tabel 5.1. klausul yang wajib dicantumkan dalam polis berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh AASSI (contoh asuransi jiwa syariah)
No klausul Rincian klausul Keterangan klausul 1 Pembentukan
dana tabarru untuk setiap lini usaha
dalam hal jumlah bilangan besar untuk suatu lini usaha belum memenuhi jumlah bilangan besar, perusahaan dapat membentuk dana tabarru’secara gabungan dari beberapa lini usaha
Apabila dana tabarru’ dibentuk secara gabungan dari beberap lini usaha,maka harus disebutkan apakah lini usaha sejenis atau keseluruhan tanpa membedakan jenis produk.
2 Penggunaan dana tabarru
a. pembayaran santunan kepada Peserta
b. pembayaran reasuransi c. pembayaran kembali Qardh d. pengembalian Dana Tabarru’
3 Pengembalian a. pembatalan polis
68
dana tabarru b. penghentian polis oleh Peserta
c. Penghentian polis oleh Perusahaan
d. Pembayaran Kontribusi Dana Tabarru’
4 Akad yang digunakan
a. akad Tabarru’ b. Akad Tijarah
5 Pembayaran kontribusi dari Peserta
a. cara dan waktu pembayaran kontribusi
b. cara pengajuan permintaan pembayaran klaim
c. saat berlakunya asuransi d. tenggang waktu
pembayaran kontribusi e. periode perusahaan tidak
dapat meninjau ulang keabsahan kontrak asuransi
f. bahasa yang dijadikan acuan dalam sengketa apabila menggunkana dua bahasa
6 Hak dan kewajiban Peserta
a. objek yang dikuasakan pengelolaannya
b. hak dan kewajiban peserta secara kolektif /individu sebagai muwakkil (pemberi kuasa)
c. hak dan kewajiban Perusahaan untuk menanggung kerugian
d. batasan kuasa atau wewenang Perusahaan
e. besaran, cara dan waktu pemotongan ujrah (fee).
7 Objek yang dikuasakan kepada Perusahaan
a. kegiatan administrasi b. pengelolaan dana c. pembayaran klaim d. underwriting e. pengelolaan portofolio
risiko f. pemasaran g. investasi
8 Hak Perusahaan a. tidak berhak atas memperoleh bagian hasil investasi (akad wakalah bil
69
ujrah) b. berhak emperoleh bagian
investasi ( akad mudharabah/mudharabah musytarakah)
9 Klausul khusus dalam akad Mudharabah
a. hak dan kewajiban Peserta secara kolektif /individu sebagai pemilik dana (sahibul mal)
b. hak dan kewajiban Perusahaan sebagai pengelola dana (mudharib)
c. batasan wewenang yang diberikan Peserta kepada Perusahaan
d. bagi hasil (nisbah), cara dan waktu pembagian investasi
10 Klausul khusus dalam akad Mudharabah Musytarakah
a. hak dan kewajiban Peserta secara kolektif/individu
b. hak dan kewajiban Perusahaan sebagai pengelola dana (mudharib)
c. batasan wewenang yang diberikan Peserta kepada Perusahaan
d. bagi hasil (nisbah), cara dan waktu pembagian investasi
11 Pemotongan biaya
melalui bagi hasil investasi yang dilakukan diakhir atau dibelakang
Dengan cara hasil investasi yang diperoleh dikurangkan terlebih dahulu dengan biaya2 dan setelahnya diperhitungkan bagi hasil kepada Peserta
12 Biaya-biaya Biaya yang dikenakan kepada Peserta
13 Akad Tijarah a. Akad Wakalah bil Ujrah b. Akad Mudharabah
Pengelolaan risiko dan pengelolalan investasi Dana Tabarru’
14 Surplus underwriting
a. seluruhnya ditambahkan ke dalam Dana Tabarru’
b. sebagian ditambahkan ke dalam Dana Tabarru’,
Syarat menerima surplus underwriting : telah membayar
70
sebagian dibagikan kepada Peserta
c. Sebagaian ditambahkan ke dalam Dana Tabarru’, sebagian dibagikan kepada Peserta dan Perusahaan.
Dalam hal masih terdapat Qardh dalam kewajiban Dana Tabarru’ atau pembagian surplus underwriting, perusahaan dilarang melakukan pembagian surplus underwriting.
kontribusi, tidak sedang dalam proses penyelesaian klaim, tidak pernah menrima pembayaran klaim yang melebihi jumlah kontribusi yang dialokasikan ke dana tabarru, dan tidak menghentikan polis. Pilihan pembagian surplus underwriting tidak dapat diubah sampai berakhir polis Peserta berupa badan , maka pembagian surplus underwriting akan diterima badan surplus underwriting berdasarkan aktiva dalam kas (cash basis)
15 Ketentuan Qardh
a. dana Tabarru’ tidak cukup membayar santunan/klaim kepada Peserta
b. pengembalian Qardhkepada Perusahaan dilakukan dari surplus underwriting atau Dana Tabarru.
16 Pengaturan Perselisihan
a. musyawarah untuk mufakat b. Badan Mediasi Asuransi
syariah c. Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASYARNAS) d. Pengadilan Agama e. Pengadilan Negeri
Pemilihan forum harus dilakukan dengan mempertimbangkan kompetensi, baik relatif maupun absolut.
17 Penutup Selain hal yang diatur dalam polis, maka berlaku ketentuan perundang-undangan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
18 Keterangan Polis wajib mengacu pada pedoman polis yang dikeluarkan
Pedoman polis AASI terdiri dari asuransi
71
oleh AASI jiwa syariah dan asuransi umum syariah.
Sumber : Pedoman Polis Asuransi Jiwa berdasarkan prinsip syariah AASI 2014
Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh AASi, tim peneliti
memberikan beberapa catatan tentang klausul dan praktik yang harus dimasukkan
dalam polis dan diperhatikan oleh perusahaan asuransi syariah.
a. perusahaan asuransi syariah perlu melihat UU No : 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen terkait kewajibannya selalku pe;aku
usaha dan pencantuman klausula baku dalam polis. Untuk
menghindarti persepsi yang keliru atau berbeda, perusahaan asuransi
harus memberikan waktu yang cukup dan penjelasana secara layak
kepada Peserta sebelum Peserta sepakat dengan seluruh isi polis. Hal
ini dimaksudkan untuk menghindari kerugian pada ke dua belah pihak.
Penjelasan ini juga dalam rangka menghindari unsur ketidakpastian
terkait dengan hak-hak Peserta.
b. Mengingat polis merupakan standar kontrak yang berdasarkan pada
perjanjian, maka selain terikat pada isi polis sebagai perjanjian,maka
diperluka pemahaman yang komprehensif terhadap seluruh ketentuan
yang berlaku bagi asuransi syariah, sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
c. Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) sebagai organisasi yang
menerbitkan pedoman perlu menindaklanjuti kewajiban penyesuaian
polis seluruh asuransi syariah dengan pedoman ini dengan melakukan
72
pemeriksaan dan kajian terhadap standar polis yang sudah dilakukan
oleh perusahaan asuransi syariah dan menyatakan bahwa polis sudah
sesuai.
d. Asosiasi perlu melakukan kordinasi dengan OJK terkait standarisasi
polis ini, khususnya menyangkut pelanggaran dan ketidakpatuhan
terhadap prinsip syariah yang terkandung dalam polis.
5.2 Jenis regulasi yang tepat untuk memuat kewajiban sertifikasi bagi
perusahaan asuransi syariah baik di level manajemen maupun agen
penjual
5.2.1 Peraturan OJK tentang kewajiban sertifikasi kelembagaan
Berdasarkan analisa tim peneliti, langkah konkrit untuk menjamin
kepatuhan terhadap prinsip syariah adalah dengan memberikan landasan hukum
yang kokoh dan penegakan hukum berupa law enforcement. Mengingat lex
generalis (aturan umum) yang berlaku adalah UU Perasuransian yang juga
berlaku untuk aktivitas asuransi konvensional. Saat ini, asuransi syariah belum
memungkinkan untuk mengajukan regulasi khusus sebagaimana telah
dicontohkan oleh perbankan yang secara tegas mengatur perbankan syariah dalam
satu undang-undang tersendiri. berdasarkan hasil penelitian lapangan, diperoleh
keterangan bahwa bahwa usulan pembentukan undang-undang asuransi syariah
hanya dapat dilakukan apabila apabila minimal terdapat 5 perusahaan asuransi
yang mandiri. Sementara syarat tersebut belum dapat dipenuhi oleh pelaku
asuransi syariah. Oleh karan itu , spin off unit syariah menjadi PT Asuransi
73
syariah menjadi urgen untuk dilakukan. Berbagai regulasi dipersiapkan untuk
mendorong spin off unit asuransi syariah.
Berdasarkan pertimbangan regulasi, maka jenis regulasi yang
memungkinkan untk mengatur kewajiban sertifikasi kelembagaan adalah Otoritas
jasa Keuangan (OJK) berdasarkan masukan dari Asosiasi dan lembaga terkait.
Adapun produk hukum yang menjadi landasan hukumnya adalah Peraturan OJK.
Adapun sifat peraturan sertifikasi ini adalah obligatory rules atau ketentuan yang
sifatnya memaksa, sehingga setiap pelangaran terhadap kewajiban tersebut
dikenakan sanksi yang tegas dan jelas. Penegakan hukum diperlukan untuk
menjamin kepatuhan terhadap prinsip
5.2.2 Sertifikasi agen penjual oleh AASI dan lembaga
Polis standar sebagai dasar hubungan hukum antara Peserta dan
Perusahaan wajib disampaikan kepada Peserta. Seluruh isi polis wajib dimaknai
secara sama baik oleh Perusahaan dan Peserta. Informasi yang disampaikan wajib
terbebas dari keragu-raguan, penyesatan, kekhilafan dan paksaan. Peserta harus
masuk ke dalam akad dengan kehendak yang bebas dan memberikan
kesepakatannya terhadap isi polis. Untuk menjamin hal tersebut, agen penjual
sebagai ujung tombak wajib menguasai isi polis dan menguasai prinsip syartiah
dalam aktivtas asuransi syariah. Untuk menjamin kepatuhan agen penjual
terhadap kompetensinya, maka sertifikasi agen penjual menjadi syarat mutlak
bagi setiap perusahaan asuransi syariah.
74
Saat ini program sertifikasi masih terus dilakukan oleh AASI bekerja sama
dengan organisasi terkait. Permasalahan aspek hukum adalah kewajiban sertifikasi
yang bersifat administratif. Sejalan dengan gagasan mengubah sifat sertifikasi dari
voluntary rules menjadi obligatory rules , maka sertifikasi menjadi wajib bagi
seluruh perusahaan asuransi syariah, khususnya sertifikasi sumber daya manusia
yang akan menegakkan prinsip syariah dalam praktik.
5.2.2.1 Akibat hukum tidak memenuhi sertifikasi
Konsekunesi yuridis dari sifat kewajiban sertifikasi menjadi obligatory
rules adalah sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggaran kewajiban
sertifikasi tersebut. Hal ini diperlukan bagi industriasuransi syariah untuk menjaga
tingkat kepatuhan terhadap prinsip syariah dan perlindungan terhadap Peserta
sebagai konsumen. Selain sanksi administratif, maka sanksi perdata dan pidana
menjadi relevan untuk dimasukkan dalam regulasi. Sejalan dengan perkembangan
pendekatan sanksi pidana yang mengarah kepada restorative justice approach,
tim peneliti menawarkan sanksi pidana denda bagi pelaku yang tidak mematuhi
kewajiban sertifikasi. Selain itu, dalam hal kelalain melakukan sertifikasi
menimbulkan kerugian baik immaterial maupun material, maka Peserta diberi
kemungkinan untuk melakukan gugatan secara perdata
75
5.3 Model /konsep penegakan hukum terhadap pelanggaran prinsip syariah
oleh perusahaan asuransi syariah.
Berdasarkan regulasi dan kebijakan yang berlaku bagi institusi keuangan ,
termasuk perusahaan asuransi syariah, penegakan hukum terhadap pelanggaran
prinsip syariah dapat dilakukan secara berjenjang
5.3.1 Pusat pengaduan nasabah sebagai langkah hukum perlindungan bagi
nasabah asuransi syariah.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh OJK, jumlah pengaduan nasabah
hingga Juli 2014, jumlah pengaduan nasabah setidaknya berjumlah 18.030
laporan. Karakteristik pengaduan meliputi permintaan informasi, klarifikasi dan
pengaduan. Pada tahun 2013, jumlah pengaduan tentang jasa keuangan non bank
di dominasi pengaduan tentang perusahaan asuransi, dengan substansi pengaduan
berupa pembayaran klaim asuransi yang berbeda persepsi. Berdasarkan sudut
pandang konsumen, mereka berhak atas klaim asuransi, namun menurut
perusahaan , mereka tidak berhak atas klaim.
Berdasarkan UU No : 21 Tahun 2011, setiap institusi keuangan wajib
menyediakan pusat pengaduan nasabah untuk menerima pengaduan nasabah.
Dalam hal pengaduan nasabah pada institusi keuangan tidak dapat menyelesaikan
sengketa, OJK telah menyediakan lembaga alternatif penyelesaian sengketa di
sektor jasa keuangan. Pengaduan nasabah ke OJK dilatarbelakangi oeh kendala
penyelesaian pengaduan nasabah melalui pusat pengaduan nasabah pada jasa
keuangan yang bersangkutan, baik perbankan maupun institusi keuangan non
bank lainnya. Latar belakang ini juga menjadi bahan pertimbangan bagi OJK
76
dalam menerbitkan Peraturan No : 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. Dalam pertimbangan dinyatakan
bahwa salah satu alasan dibentuknya lembaga penyelesaian sengketa di sektor jasa
keuangan adalah “seringkali tidak tercapainya kesepakatan antara konsumen
dengan lembaga jasa keuangan, sehingga diperlukan lembaga alternatif
penyelesaian sengketa secara cepat, murah, adil, dan efisien. Dimaksudkan
dengan lembaga penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan adalah lembaga
yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Derasuransian,
dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
Khusus perbankan, penyelesaian sengketa nasabah masih difasilitasi oleh
BI melalui mediasi perbankan, sedangkan untuk pengaduan nasabah terhadap
perusahaan asuransi, akan dikembalikan kepada perusahaan asuransi. Selebihnya
akan diarahkan kepada penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
Sejalan dengan fasilitas pengaduan nasabah dan penyelesaian sengketa
melalui alternatif penyelesaian sengketa dan arbitrase, OJK memperkuat
perlindungan konsumen melalui pengawasan market conduct. Dimaksudkan
dengan pengawasan market conduct adalah bagian dari aturan dan pengawasan
terhadap lembaga keuangan yang fokus pada prilaku penyimpangan dan
penyalahgunaan kekuasaan dalam penyertaan informasi yang bertujuan untuk
memastikan bahwa lembaga keuangan memberikan pelayanan yang baik, dan
jujur kepada konsumen. Dalam melaksanakan market conduct di Indonesia, OJK
memperhatikan dua sisi yakini supply side (lembaga keuangan) dan demand side
77
(konsumen). OJK mendorong pimpinan lembaga keuangan untuk
menumbuhkembangkan kultur untuk meningkatkan aspek perlindungan
konsumen sebagai suatu etika bisnis dengan menerapkan market conduct di
institusi masing-masing. 9Pengawasan Market conduct ini didorong oleh praktik
insternasional, khususnya G20 Consumer Protection Principles 2011 yang
mengedepankan perlindungan konsumen sebagai komponen esensial untuk pasar
keuangan yang berjalan baik, yang dapat meciptakan stabilitas keuangan,
pertumbuhan dan efisiensi dan inovasi dalam waktu panjang. Selain melalui G-20,
eksposur perlindungan konsumen juga dapat dilihat dengan terbentuknya komite
baru pada International Organization of Securities Commissions (IOSCO) yang
berfokus pada investor ritel. Di masa depan model pengawasan market conduct ini
dapat menjadi bagian dari regulasi atau etika yang masuk dalam pedoman yang
dapat diberlakukan kepada pelaku usaha asuransi syariah.
5.3.2 Pengawasan internal penyelenggaraan asuransi syariah oleh Dewan
Pengawas Syariah (DPS).
Pengawasan pertama dalam aktivitas perusahaan asuransi syariah ,
termasuk kepatuhan akad dan produk asuransi syariah terhadap prinsip syariah
dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah. Berdasarkan Peraturan Bapepam-Lk
No : Per-08/BL/2011 tentang Bentuk dan Tata Cara Penyampaian Laporan Hasil
Pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada Perusahaan Asuransi Atau
Peursahaan Reasuransi yang menyelenggarakan Seluruh atau Sebagian Usahanya
9 OJK Perkuat perlindungan Konsumen melalui pengawasan market conduct, Siaran Pers OJK, No.SP‐25/DKNS/OJK/9/2014.
78
dengan Prinsip Syariah, maka Pengawasan internal terhadap perusahaan asuransi
syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah sebagai bagian dari organ
Perusahaan yang melakukan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraar usaha
asuransi dan reasuransi sesuai dengan prinsip syariah. Berdasarkan peraturan ini,
DPS mempunyai kewajiban sebagai berikut :
1) menyusun laporan tahunan hasil pengawasan terhadap penerapan prinsip dasar
syariah.
2) Laporan DPS dibuat sesuai dengan Pedoman Penyusunan Laporan Hasil
Pengawasan DPS.
3) Laporan DPS memuat pernyataan DPS mengenai kesesuaian
penyelenggaraan perusahaan yang diawasinya dengan ketentuan
perundang-undangan yang mengatur prinsip dasar penyelenggaraan usaha
asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah, Fatwa DSN-MUI dan
ketentuan lain yang terkait dengan prinsip syariah selama periode laporan
(1 januari -31 Desember).
4) Pernyataan DPS disajikan berdasarkan pada salah satu kategori di bawah
ini :
5) sesuai, dalam hal penyelenggaraan Perusahaan yang diawasi telah sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur prinsip dasar
penyelenggaraan usaha asuransi syariah dan usaha reasuransi dengan
prinsip syariah, Fatwa-fatwa DSN-MUI dan ketentuan lain yang terkait
dengan penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan
prinsip syariah.
79
6) Belum sesuai, dalam hal penyelenggaraan Perusahaan yang diawasi
belum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur
prinsip dasar penyelenggaraan usaha asuransi syariah dan usaha reasuransi
dengan prinsip syariah, Fatwa-fatwa DSN-MUI dan ketentuan lain yang
terkait dengan penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi
dengan prinsip syariah, namun praktik penyelenggaraan perusahaan yang
belum sesuai dengan prinsip syariah tersebut terjadi atau dilakukan karena
situasi dan kondisi yang bersifat darurat dan sementara, atau dengan
pengertian selama jangka waktu kurang dari satu periode yang dilaporkan
dan tidak berulang kali terjadi di periode –periode berikutnya.
7) Tidak sesuai, dalam hal penyelenggaraan Perusahaan yang diawasi belum
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur prinsip dasar
penyelenggaraan usaha asuransi syariah dan usaha reasuransi dengan
prinsip syariah, Fatwa-fatwa DSN-MUI dan ketentuan lain yang terkait
dengan penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan
prinsip syariah, atau
8) Tidak memberikan pendapat, dalam hal perusahaan yang tidak
memberikan akses yang memadai kepada anggota DPS untuk memperoleh
dokumen dan/atau informasi yang diperlukan dalam rangka melakukan
pengawasan. Ketiadaan atau ketidakcukupan dokumen dan/atau informasi
tersebut mengakibatkan DPS tidak dapat menilai kesesuaian
penyelenggaraan perusahaan yang diawasi dengan ketentuan perundang-
undangan yang mengatur prinsip dasar penyelenggaraan usaha asuransi
80
syariah dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah, Fatwa-fatwa DSN-
MUI dan ketentuan lain yang terkait dengan penyelenggaraan usaha
asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah. Sebagai bukti
tertulis terkait dengan tidak diperolehnya akses terhadap dokumen
dan/atau informasi tersebut, DPS harus menyertakan fotokopi
korespondensi anggota DPS dengan perusahaan mengenai permintaan
dokumen dan /atau informasi yang diperlukan dalam pengawasan naumun
tidak diberikan oleh perusahaan.
9) Dalam memberikan pernyataannya, DPS tidak menggunakan prinsip
materialitas, dengan pengertian bahwa setiap praktik penyelenggaraan
perusahaan yang diawasi belum sesuai atau tidak sesuai terhadap
ketentuan yang mengatur, sekecil apapun , dinyatakan sebagai bentuk
ketidaksusaian dalam penyelenggaraannya.
Berdasarkan ketentuan Bapepam-LK di atas, maka polis yang berisi akad
antara perusahaan asuransi dan peserta sudah merupakan bagian dari pengawasan
internal yang dilakukan oleh DPS asuransi syariah yang bersangkutan.
Kewenangan DPS hanyalah melaporkan hasil pengawasan, dan tidak memiliki
kewenangan menjatuhkan sanksi. Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap prinsip
syariah, yang berwenang menjatuhkan sanksi adalah Otoritas Jasa Keuangan
(OJK). Berdasarkan hasil wawancara dengan Direktur IKNB, masih ditemukan
ketidaksesuaian penyelenggaraan asuransi syariah sebesar 10 %, berupa investasi
81
pada produk yang tidak syariah. Terhadap perusahaan tersebut dijatuhkan sanksi
administratif berupa peringatan tertulis. 10
Berikut adalah aspek-aspek yang diwasi oleh DPS asuransi syariah:
Tabel 2.1. Aspek pengawasan penyelenggaraan asuransi syariah oleh DPS
Aspek Ruang lingkup Sumber data dan informasi
1 Pengelolaan kekayaan dan kewajiban
Dana tabarru; Dana perusahaan; Dana inestasi Peserta; sistem dan prosedur pencatatan; praktik pencatatan dan penyajian seluruh kekayaan dan kewajiban perusahaan;praktik penanganan data dan dokumen pendukungnya.
Sistem akuntansi atau prosedur operasi standar yang terkait dengan pengelolaan kekayaan dan kewajiban Akta –akta atau kontrak yang terkait dengan pengelolaan kekayaan dan investasi Bukti kepemilikan atas kekayaan dan investasi; dan atau sumber lain
2 Produk yang dipasarkan
Objek yang akan dipertanggungkan; akad yang akan digunakan untuk setiap produk; penetapan ujrah (imbalan) dan nisbah (bagi hasil) yang wajar (fair); prosedur pelaksanaan underwriting dan pembagian surplus underwriting.
Sistem dan prosedur terkait dengan perancangan, penerbitanan,pelaksanaan dan pemantauan proudk; Penyusunan dan pelaksanaan polis dan surat permohonan permintaan asuransi (SPPA) Penetapan dan pembebanan ujrah Pemungutan atau pembebanan biaya selain yang telah disepakati. Pelaksanaan prosedur underwriting untuk setiap produk dilakukan secara adil, wajar Dalam hal pengelolaan investasi Dana Tabrru
10 Hasil wawancara dengan Direktur IKNB Syariah, Bapak Muchlasin pada tangal 13 Mei 2014.
82
menggunakan akad wakalah bil ujrah, perusahaan tidak berhak memperoleh bagian dari hasil investasi.
3 Praktik pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan
Pelaksanaan prinsip syariah oleh seluruh tenaga pemasar dalam interaksinya memasarkan produk dan memberikan pelayanan kepada peserta, misalnya tidak memberikan riswah/suap dan informasi yang mengandung unsur ketidakbenaran/kebohongan. Perumusan kontrak yang dilakukan perusahaan dalam rangka pemasaran dengan pihak lain, misal perjanjian kerjasama pemasaran memperlakukan ke dua pihak secara adil bagi ke dua belah pihak
Kewajiban tenaga pemasar menjelaskan dengan ebnar, akurat dan lengkap mengenai akad dalam polis, hak dan kewajiban masing-masing pihak. Polis yang harus dilengkapi dengan surat permohonan permintaan asuransi yang telah diisi dan ditandatangani Perjanjian dengan rekan bisnis perusahaan Pencegahan dan pendeteksian terhadap praktik pemasaran yang tidak sesuai dengan prinisp syariah Pemberian komisi secara wajar, proporsional dan adil kepada pihak terkaiy terkait dengan perolehan bisnis dan/atau penutupan polis.
4 Kegiatan lainnya Selain ketiga aspek tersebut di yang menurut DPS perlu diawasi dan dilaporkan. Contohnya perusahaan melakukan kegiatan –kegiatan yang belum diatur dalam peraturan di bidang asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah, termasuk Fatwa DSN-MUI.
Mengacu pada fungsi DPS sebagai pengawas internal penyelenggaraan
asuransi syariah, maka dapat dikatakan bahwa kepatuhan terhadap prinsip syariah
83
(sharia compliance) bergantung pada kinerja DPS. Keberadaan DPS dalam
perusahaan yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip syariah sudah
diamanatkan oleh UU No : 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Lebih
lanjut, Perseroan Terbatas yang menyelenggarakan usaha asuransi syariah,
kewajiban memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) ditegaskan kembali dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No : 2/POJK.05/2014 tentang Tata Kelola
Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian. Dengan demikian,
Optimalisasi pengawasan internal ini pun bergantung pada sumber daya manusia
yang mengisi Dewan Pengawas Syariah. Berdasarkan Pasal 40 Angka (3)
Peraturan OJK No : 2/P.05OJK/2014, Dewan Pengawas Syariah harus memenuhi
kriteria sebagai berikut :
a. dinyatakan lulus penilaian kemampuan dan kepatutan;
b. mampu untuk bertindak dengan itikad baik, jujur dan profesional.
c. Mampu bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi dan
perusahaan reasuransi dan pemegang polis, tertanggung, peserta,
dan/atau pihak yang berhak memperoeh manfaat dari pada kepentingan
pribadi;
d. Mendahulukan kepentingan perusahaan asuransi atau perusahaan
reasuransi dan pemegang polis, tertanggung, peserta, dan/atau pihak
yang berhak memperoleh manfaat dari pada kepentingan pribadi;
e. Mampu mengambil keputusan berdasarkan penilaian independen dan
objektif untuk kepentingan perusahaan asuransi atau perusahaan
84
reasuransi dan pemegang polis tertanggung , peserta, dan/atau pihak
yang berhak memperoleh manfaat; dan
f. Mampu menghindarkan penyalahgunaan kewenangannya untuk
mendapatkan keunntungan pribadi yang tidak semestinya atau
menyebabkan kerugian bagi perusahaan asuransi atau perusahaan
reasuransi.
Berdasarkan kriteria di atas, secara teoritis dapat diasumsikan bahwa
pengawasan internal akan berjalan dengan baik. Belum ditemukan permasalahan
dilapangan tentang kinerja DPS dan permasalahan yang ditimbulkan dalam
menjalankan fungsi pengawasan. Selain berdasarkan kriteria, peraturan OJK
memastikan bahwa DPS wajib menjamin pengambilan keputusan yang efektif,
tepat, dan cepat serta dapat bertindak secara independen, tidak mempunyai
kepentingan yang dapat mengganggu kemampuannya untuk melaksanakan tugas
secara mandiri dan kritis. Pelaksanaan tugas pengawasan dan pemberian nasihat
dan saran dilakukan terhadap :
a. kegiatan perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi dalam
pengelolaan kekayaan dan kewajiban, baik dana tabarru’, dana
perusahaan maupun dana investasi peserta;
b. produk asuransi syariah yang dipasarkan oleh perusahaan oleh
perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi;
c. praktik pemasaran produk asuransi syariah yang dilakukan oleh
perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi.
85
Berkenaan dengan standarisasi polis, maka sertifikasi polis berupa standar
polis ini akan memudahkan DPS untuk melakukan pengawasan, karena seluruh
komponen atau unsur yang akan diawasi akan termuat dalam polis dan seragam.
Kepatuhan terhadap prinsip syariah diharapkan akan berjalan dengan baik apabila
polis sudah distandarisasi. DPS dapat memfokuskan pengawasan pada aspek
implemetasi, yakni kegiatan perusahaan dan praktik pemasaran produk.
Berdasarkan penelitian lapangan, DPS menjadi mitra OJK dalam
menemukan pelanggaran prinsip syariah dalam penyelenggaraan asuransi syariah
dan reasuransi syariah.
5.3.3 Penegakan hukum melalui lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di
Sektor Jasa Keuangan.
Penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan, termasuk
perusahaan asuransi syariah dapat diselesaikan melalui lembaga alternatif
penyelesaian sengketa, apabila telah melalui proses penyelesaian sengketa
Pengaduan oleh Lembaga Jasa Keuangan.
5.3.4 Penegakan Hukum dan Penjatuhan Sanksi oleh Otoritas Jasa Keuangan
(OJK).
Penegakan hukum terhadap implementasi prinsip syariah dalam
penyelenggaraan asuransi syariah bermuara pada ototitas jasa keuangan.
Berdasarkan Undang-undang No : 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan , OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan
yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan,
86
termasuk kegiatan jasa keuangan di bidang perasuransian. Dalam rangka
mencapai tujuan tersebut, berdasarkan Pasal 8 UU No : 21 Tahun 2011, untuk
melaksanakan tugas pengaturan, OJK diberi kewenangan antara lain menetapkan
peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan, dan juga menetapkan
peraturan mengenai pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Berkaitan dengan tugas
pengawasan, berdasarkan Pasal 9 UU No : 21 tahun 2011, OJK mempunyai
kewenangan untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan,
perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga Jasa Keuangan,
pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Selanjutnya, Pasal 9
huruf g menetapkan sanksi adminstratif terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundangan-undangan di sektor jasa keuangan.
Mengacu pada fungsi dan kewenangan OJK, maka penegakan hukum
dalam penyelenggaraan asuransi syariah yang menjadi lingkup kewenangan OJK
meliputi :
1) Penegakan hukum terhadap pelanggaran adminstratif sebagaimana
ditentukan dalam UU OJK dan ketentuan perasuransian;
2) Penegakan hukum terhadap pelanggaran pidana dalam
penyelenggaraan asuransi syariah. Kewenangan OJK terkait
penegakan hukum di bidang pidana ini hanya pada tahap
penyidikan, sedangkan penuntutan dan penjatuhan sanksi tetaplah
87
berada pada institusi yang berwenang yakni kejaksaan dan
pengadilan.
3) Selain ke dua jenis pelanggaran di atas, dapat disimpulkanbahwa
OJK juga mempunyai kewenangan menjalankan penegakan hukum
terhadap pelanggaran perdata yang terjadi dalam penyelenggaraan
asuransi syariah. Hal ini implisit terkandung dari kewenangan
melakukan perlindungan konsumen. Hubungan antara perusahaan
dan konsumen merupakan hubungan keperdataan, yang dapat
menimbulkan kerugian bagi ke dua belah pihak, yang berujung
pada tanggung jawab mengganti kerugian yang timbul akibat
perbuatan melawan hukum atau kelalain melakukan kewajiban
dalam perjanjian atau akad.
Penegakan hukum dalam penyelenggaraan asuransi syariah, khususnya
pelanggaran terhadap kepatuhan prinsip syariah dapat disimpulkan dalam tabel di
bawah ini
Tabel 5.3. Penegakan hukum dalam penyelenggaraan asuransi syariah
Jenis Pelanggaran
Institusi yang berwenang
sanksi keterangan
Administratif Otoritas Jasa Keuangan
Pencabutan : 1. izin usaha, 2. Izin orang
perseorangan; 3. Efektifnya
pernyataan pendaftaran
Pencabutan: persetujuan dan pengesahan Sanksi lain yang ditentukan peraturan
Dalam ketentuan yang terkait dengan jasa Keuangan, termasuk Perasuransian, sanksi adminstratif dimungkinkan dalam bentuk denda adminstratif.
88
yang terkait dengan jasa keuangan
Pidana 1. penyidikan : Otoritas jasa Keuangan
2. penuntutan : Kejaksaan
3. penjatuhan sanksi : Pengadilan
Sanksi pidana : 1. denda 2. kurungan
Perkembangan politik hukum pidana di bidang jasa keuangan mengarah pada restorative justice approach
Perdata 1. Litigasi : Pengadilan
2. Non litigasi : Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase
Ganti rugi keperdataan OJK telah menerbitkan Peraturan OJK No : 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan.
Berdasarkan analisa terhadap permasalahan yang telah diuraikan di atas,
maka penelitian ini menghasilkan temuan tentang urgensi sertifikasi kelembagaan
asuransi syariah, khususnya standarisasi polis sebagai upaya perlindungan
nasabah. Pada tahun ke dua ini sertifikasi kelembagaan ditujukan kepada urgensi
standarisasi polis sebagai cara optimalisasi kepatuhan terhadap prinsip syariah
(sharia compliance), yang bersifat komprehensif sesuai dengan pendekatan
hukum, yakni meliputi kaidah-kaidah, kelembagaan dan prose penegakan hukum.
Berikut tabel urgensi sertifikasi kelembagaan asuransi syariah sebagai upaya
perlindungan nasabah.
Tabel 5.3. Tabel komponen sertifikasi dan standarisasi sebagai upaya perlindungan peserta
No komponen rincian keterangan 1 Regulasi sertifikasi
dan standarisasi polis
Peraturan OJK yang memuat kewajiban sertifikasi dan standarisasi polis yang bersifat memaksa (obligatory rules)
Saat ini regulasi sertifikasi masih bersifat voluntary rules dan
89
Pedoman sertifikasi dan standarisasi yang dikeluarkan oleh AASI bekerja sama dengan asosiasi independen lain
standarisasi polis belum berada dalam kerangka hukum sebagai landasan hukum
2 Kelembagaan : OJK dan AASI
a. OJK berwenang untuk melakukan regulasi, pengawasan dan pembinaan terkait dengan sertifikasi dan standarisasi. Dalam rangka pengawasan OJK berwenang melakukan pemeriksaan dan penyidikan serta penjatuhan sanksi administratif dan menerima pengaduan nasabah.
b. Diperlukan kerjasama dengan lembaga /institusi yang independen dan tetap untuk memikirkan praktik terbaik dalam mekanisme sertifikasi, khususnya sertifikasi Sumberdaya manusia.
Selain OJK dan AASI, terkait dengan penyelenggaraan sertifikasi sumber daya manusia saat ini masih menggunakan institusi yang berbeda-beda. Praktik di Malaysia, menunjuk IBFIM sebagai satu-satunya lembaga yang memikirkan praktik terbaik dalam kurikulum dan pelaksanaan sertifikasi
3 Proses penegakan hukum
a. penegakan hukum dilakukan secara berjenjang
b. menggunakan pendekatan restorative justice approach.
c. Penjatuhan sanksi yang tegas , jelas dan mendidik untuk patuh terhadap prinsip syariah.
Saat ini hanya digunakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis oleh OJ
90
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
1. Substansi yang harus dimuat dalam standar kontrak/akad asuransi
untuk menjamin kepatuhan terhadap prinsip syariah meliputi ketentuan
pokok dan ketentuan tambahan. Ketentuan pokok berkaitan langsung
dengan implementasi prinsip syariah di bidang asuransi, yakni
pencantuman dan manfaat dana tabarru’, pengembalian dana tabarru’,
akad tijarah, yang meliputi akad wakalah bil ujrah, akad
mudaharabah, dan akad mudharabah musytarakah, serta klausul
tentang kontribusi. Selain itu, ketentuan pokok meliputi pula tentang
pencantuman akad Qardh dalam polis asuransi syariah dan surplus
underwriting serta bagi hasil (nisbah) dan fee (ujrah). Selain
ketentuan pokok, polis memuat klausul tambahan yang diperlukan
untuk memastikan implemetasi prinsip transparansi sebagai salah satu
pilar good corporate governance, yaitu mkanise pemotongan biaya
untuk perusahaan, biaya-biaya yang harus dibayar oleh Peserta,
pengaturan tentang penyelesaian sengketa, dan ketentuan penutup.
2. Jenis regulasi yang tepat untuk memuat kewajiban standarisasi polis
dan sertifikasi bagi perusahaan asuransi syariah baik di level
manajemen maupun agen penjual adalah Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan. Alasannya adalah : Jenis peraturan ini sifatnya akan
91
mengikat publik dan yang paling memungkinkan untuk diterbitkan
segera. Idealnya kewajiban serttifikasi dan standarisasi polis
dicantumkan dalam Undang-undang yang mengatur tentang asuransi
syariah atau sekurangnya peraturan pelaksanaan dari UU. Mengingat
regulasi asuransi syariah masih menginduk pada UU tentang
Perasuransian konvensional, maka Peraturan OJK merupakan
ketentuan perundang-undangan yang paling mungkin untuk dibuat.
Hal ini diperlukan untuk emmberikan landasan hukum yang kokoh
bagi kewajiban standarisasi dan sertifikasi SDM asuransi syariah untuk
menggantikan kewajiban yang masih bersifat administratif. Pengaturan
standarisasi dan sertifikasi harus diikuti dengan pengaturan sanksi
yang jelas dan tegas sebagai cara untuk menegakkan prinsip syariah.
3. Model /konsep penegakan hukum terhadap pelanggaran prinsip syariah
oleh perusahaan asuransi syariah adalah konsep penegakan hukum
yang komprehensif, yaitu terdiri dari penegakan hukum di bidang
administrative, perdata dan pidana sekaligus dalam satu ketentuan
perundang-undangan. Selain itu ,kejelasan institusi yang berwenang
untuk menjatuhkan sanksi. Model /konsep penegakan hukum dalam
praktik asuransi syariah dilakukan secara berjenjang mulai dari
pengawasan internal dengan melibatkan Dewan Pengawas Syariah
(DPS), Pengaduan Nasabah pada OJK, Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan , Badan Arbitrase
Syariah Nasional, dan Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri.
92
Model penegakan hukum di bidang pelanggaran pidana diarahkan
untuk menggunakan restorative justice approach atau bersifat
pemulihan keadaan, agar aktivitas ekonomi tetap berjalan dengan baik.
6.2 SARAN
1. Sosialisasi pedoman polis asuransi syariah yang diterbitkan oleh AASI
harus diikuti dengan sosialisasi dan edukasi kepada perusahaan dari
level direksi sampai agen penjual. Untuk itu AASI perlu melakukan
program sosialisasi berkesinambungan.
2. Perlu segera dikeluarkan regulasi oleh OJK tentang kewajiban
standarisasi polis dan sertifikasi SDM guna menjamin kepatuhan
terhadap prinsip syariah.
3. Perlu dikaji mekanisme penegakan hukum yang mendorong tingkat
kepatuhan terhadap prinsip syariah dengan menggunakan restorative
justice approach.
93
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Aly Khorsid, Islamic Insuranse- A Modern Approach to Islamic Banking, Routledge Curzon, London, 2004. Engku Rabiah Adawiah Engku Ali , Hassan Scott P Odierno, Azman Ismail,
Essential Guide To Takaful (Islamic Insurance), Centre For Reseacrh and Training, Kuala Lumpur, 2008
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, John Wiley & Sons, Ltd, England, 2007,
Mahmoud A El Gamal, Islamic Finance-Law, Economics and Practice, Cambridge, 2006 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1988
Saw Swee Hock & Karyn Wang, Introduction to Islamic Finance, Saw Centre for
Financial Studies no. 3, Singapura, 2008
Sudin Sharon & Wan Nursofiza Wan Azmi, Islamic Finance And Banking System- Philosophies, Principles &Practices, Mc Graw Hill Education, Selangor, Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, Rajawali Pers, Jakarta, 2007
B. Peraturan perundang-undangan
Undang –Undang Dasar 1945 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Kitab Undang-undang Hukum Dagang Undang-undang No : 2 Tahun 1992 Tentang Perasuransian Undang-undang No : 12 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Peraturan Pemerintah No : 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ke dua atas Peraturan Pemerintah No : 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Peraturan Menteri Keuangan No : 18/PMK/010/2012 tentang Penerapan Prinsip
Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Jiwa Berdasarkan Prinsip Syariah Peraturan Menteri Keuangan No : 11/PMK.010/2010 Tentang Kesehatan
Keuangan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan prinsip Syariah. Peraturan Bapepam LK No : PER-06/BL/2011 Peraturan No : PER-07/BL/2011 Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman
Umum Asuransi. AAOIFI ( Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institutions)
94
The Islamic Financial Services Board (IFSB) dan International Association of Insurance Supervisors (IAIS).
C. Sumber Lain:
Jurnal, majalah ,dll International Association of Insurance Supervisors, Regulation and Supervision
of Takaful (Islamic Insurance), Agustus, 2006 Irfan Syauqi Beik, Mendorong Kebijakan Pro Ekonomi dan Keuangan Syariah di
2013, Jurnal Sharing, Edisi 72 Thn VII Desember 2012 M. Iqbal Asaria, Innovations and Developments in Takaful and Re-Takaful,
Durham Islamic Finance Summer School, Durham-UK,2013 Swiss Reinsurance, Insurance in the Emerging Markets : Overview and Prospects
in Islamic Insurance, Sigma No 5/2008 Sharing. Outlook Keuangan Syariah Indonesia 2012, Edisi 60 Tahun VI
Desember 2011
96
Personalia Tenaga Peneliti
Biodata Ketua Tim Peneliti
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap (dengan gelar) Dr. Lastuti Abubakar., SH. MH
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Jabatan Fungsional Lektor Kepala
4 NIP/NIK/Identitas lainnya 196209161988102001
5 NIDN 0016096208
6 Tempat, Tanggal Lahir Tanjung Pandan, 16 September 1962
7 E‐mail [email protected]
8 Nomor Telepon/HP 08122150155
9 Alamat Kantor Jl. Dipati Ukur No. 35, Bandung 40132
10 Nomor Telepon/Faks 022‐2503271
11 Lulusan yang Telah Dihasilkan S‐1 = ‐ orang; S‐2 = ‐ orang; S‐3 = ‐ orang
12 Nomor Telepon/Faks ‐
13 Mata Kuliah yang Diampu
1. Hukum Bisnis
2. Surat Berharga Pasar Modal
3. Hukum Dagang
4. Hukum Pembiayaan
B. Riwayat Pendidikan
S‐1 S‐2 S‐3
Nama Perguruan Tinggi Universitas Padjadjaran Universitas Padjadjaran Universitas Padjadjaran
Bidang Ilmu Hukum Hukum Hukum
Tahun Masuk‐Lulus 1981‐1986 1996‐1999 2004‐2007
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi
Perjanjian Pemborongan Penambangan Timah
Analisis Yuridis Terhadap Fungsi Custodian Dalam Scriptless Trading System
Kajian Atas Derivative sebagai Objek Transaksi Bisnis Di Pasar Modal Sebagai Upaya Pengembangan Pasar Modal dalam menunjang Pembangunan Ekonomi Indonesia
Nama Djuarni Witarsa, Prof. Dr. Man Prof. Dr. Djuhaendah Hasan,
97
Pembimbing/Promotor S.H. Suparman, S.H.,S.U Pror. Dr. Djuhaendah Hassan, S.H
S.H Prof. Dr. Jusuf Anwar, S.H.,M.A Prof. Dr. Yudha Bhakti, S.H.,M.H
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)
No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber* Jml (Juta Rp)
1 2013
Urgensi Sertifikasi Kelembagan Asuransi Syariah (Takaful) Dalam Rangka Perlindungan Hukum Nasabah ( Ketua Peneliti)
Boptn 67 Juta
2 2013
Implikasi Kegiatan Usaha Penitipan Dengan Pengelolaan (trust) dalam aktivitas perbankan terhadap pembaharuan hukum Perdata Indonesia (Anggota Peneliti)
Boptn 23 Juta
3 2013 Upaya Perlindungan Pihak Ketiga (beneficiary) Dalam Perjanjian Trust (Trustee Ageement) Sebagai Perjanian yang berkembang dalam Praktik (Anggota Peneliti)
Dipa BLU Unpad 10 Juta
4 2012 Sukuk sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur dalam rangka perluasan dan percepatan pembangunan ekonomi (Ketua Peneliti)
Dana BLU UNPAD 39 Juta
5 2010 Pola Linkage Sebagai Upaya Optimalisasi Penyaluran KUR Mikro di Indonesia (Ketua Peneliti) Dana DIPA FH
UNPAD 10 Juta
6 2010 Modal Ventura Daerah Sebagai Sarana Pembiayaan Bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah dalam Mengembangkan Industri Inovatif (Ketua Peneliti)
Dana DIPA FH UNPAD 10 Juta
7 2008 Pemberdayaan UMKM melalui revitalisasi fungsi Intermediary Perbankan untuk Menunjang Sektor Riil (Ketua Peneliti)
Dana DIPA FH UNPAD 5 Juta
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir
No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat
Pendanaan
Sumber* Jml (Juta Rp)
1 2011 Penyuluhan Tentang Pengetahuan Dasar Hukum Kontrak di Dana DIPA 5 Juta
98
Kecamatan Banyuresmi Kabupaten Garut (Ketua) FH UNPAD
2 2011 Penyuluhan tentang Norma Hukum Adat Sunda dalam Pelestarian Lingkungan hidup di kecamatan Banyuresmi Kabupaten Garut (Anggota)
Dana DIPA FH UNPAD 5 Juta
3 2009
Upaya Peningkatan Pengetahuan Hukum Perlindungan Wanita terhadap kekerasan dalam rumah tangga melalui penyuluhan di Desa Pakutandang Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung (Anggota)
Dana DIPA FH UNPAD 5 Juta
4 2008 Penyuluhan Hukum Tentang Leasing sebagai Alternatif Pembiayaan, LPPM UNPAD (Ketua) Dana DIPA FH UNPAD 5 Juta
E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir
No. Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/Nomor/Tahun
1 Pemberdayaan Usaha Mikro Melalui Optimalisasi Lembaga Keuangan Mikro dan Modal Ventura (penulis tunggal)
Legal Review 1/1/2010
2 Implikasi Aktifitas Ekonomi Syariah Terhadap Perkembangan Hukum Ekonomi Di Indonesia (penulis tunggal)
Legal Review 1/2/2011
3 Pranata Gadai Sebagai Alternative Pembiayaan berbasis Kekuatan Mandiri (gagasan Pembentukan UU Pergadaian)‐ penulis tunggal.
Mimbar Hukum UGM 2012
F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir
No. Nama Pertemuan Ilmiah / Seminar Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat
1 Research Seminar on Islamic Finance and Property 2013
Problems in practice of sukuk issuance as alternative financing in Indonesia (lastuti Abubakar , C. Sukmadilaga)
Kuala Lumpur, 19‐20 February 2013
2 Research Seminar on Islamic Finance and Property 2013
Legal Issues in Shariah Pawn Gold Practice In Indonesia ( Tri Handayani, Lastuti Abubakar)
Kuala Lumpur, 19‐20 February 2013
3 Durham Islamic Finance Summer School 2013
Problems in practice of sukuk issuance as alternative financing in Indonesia (Lastuti Abubakar, C. Sukmadilaga)
Durham, United Kingdom , Juli 2013
dst
99
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir
No. Judul Buku Tahun Jumlah Halaman Penerbit
1 Transaksi Derivatif di Indonesia – Tinjauan Hukum Tentang Perdagangan Derivatif di Bursa Efek 2009 216 Book Terrace &
Library
2
3
dst
H. Perolehan HKI dalam 5–10 Tahun Terakhir
No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID
1 Transaksi Derivatif di Indonesia – Tinjauan Hukum Tentang Perdagangan Derivatif di Bursa Efek 2011 Hak
Cipta
2 ‐
3 ‐
dst
I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir
No. Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya yang Telah Diterapkan Tahun Tempat
Penerapan Respon Masyarakat
1 ‐
2 ‐
3 ‐
dst
J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya)
No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Penghargaan Tahun
1 Peserta Karya Ilmiah Terbaik II Tingkat UNPAD
Rektor Universitas Padjadjaran 2009
2 Satya Karya Satya XX Rektor Universitas 2011
100
Padadjaran
3 Anggota TIM Penataan BUMD Provinsi JABAR Gubernur JABAR 2011
dst
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak‐sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Penelitian Perguruan Tinggi
Bandung, Oktober 2014 Peneliti
(Dr. Lastuti Abubakar SH., MH)
101
B. Anggota Peneliti Biodata Anggota Tim Peneliti A. Identitas Diri 1 Nama Lengkap (dengan gelar) Citra Sukmadilaga SE., MBA., Ph.D.,Ak
2 Jenis Kelamin Laki‐Laki 3 Jabatan Fungsional Asisten Ahli
4 NIP/NIK/Identitas lainnya 19800101 200604 1005
5 NIDN 00010180003 6 Tempat, Tanggal Lahir Bandung, 1 Januari 1980
7 E‐mail [email protected]
8 Nomor Telepon/HP 08122388619 9 Alamat Kantor Jl. Dipati Ukur No. 35, Bandung 40132
10 Nomor Telepon/Faks 022.2509055 11 Lulusan yang Telah Dihasilkan S‐1 = ‐ orang; S‐2 = ‐ orang; S‐3 = ‐ orang
12 Nomor Telepon/Faks ‐
13 Mata Kuliah yang Diampu
1. Pengantar Akuntansi 2. Manajemen Keuangan
3. Analisis Laporan Keuangan dst
B. Riwayat Pendidikan
S‐1 S‐2 S‐3
Nama Perguruan Tinggi
Universitas Padjadjaran
Universiti Putra Malaysia
Universiti Putra Malaysia
Bidang Ilmu Akuntansi Finance Finance
Tahun Masuk‐Lulus 1998‐2002 2003‐2005 2006‐2012
102
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi
Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Audit Internal di Bank “X”
Influence of The Calendar Anomalies Days of The Week and Turn of The Months Toward Returns At Bursa Malaysia
Ownership Concentration, Operating Performance and Productivity In Indinesia and Malaysia
Nama Pembimbing/Promotor
Dr. Srihadi Winarningsih
Dr. Huson Joher Aliahmed
Prof. Shamsher Mohd Ramadili
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)
No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber* Jml (Juta Rp)
1 2013
Urgensi Sertifikasi Kelembagan Asuransi Syariah (Takaful) Dalam Rangka PPerlindungan Hukum Nasabah (Anggota Peneliti)
Boptn 67 Juta
2 2013
Implikasi Kegiatan Usaha Penitipan Dengan Pengelilaan (trust) dalam aktivitas perbankan terhadap pembaharuan hukum Perdata Indonesia (Anggota Peneliti)
Boptn 23 Juta
3 2012 Sukuk sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur dalam rangka perluasan dan percepatan pembangunan ekonomi (Anggota Peneliti)
Dana BLU UNPAD 39 Juta
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir
No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Pendanaan
Sumber* Jml (Juta Rp)
1
2 3
dst
103
E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir
No. Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/Nomor/Tahun
1 2
3
dst
F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir
No. Nama Pertemuan Ilmiah / Seminar Judul Artikel Ilmiah Waktu dan
Tempat
1 Research Seminar on Islamic Finance and Property 2013
Problems in practice of sukuk issuance as alternative financing in Indonesia (Lastuti Abubakar, C.Sukmadilaga)
Kuala Lumpur, 19‐20 February 2013
2 Malaysian Finance Association
Ownership Concentration, Operating Performance and Productivity in selected emerging markets.
Penang, 2009
3 Durham Islamic Finance Summer School 2013
Problems in practice of sukuk issuance as alternative financing in Indonesia (Lastuti Abubakar, C.Sukmadilaga)
Durham, United Kingdom 2013
dst
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir
No. Judul Buku Tahun Jumlah Halaman Penerbit
1
2 3
dst
H. Perolehan HKI dalam 5–10 Tahun Terakhir
No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID
1 ‐
104
2 ‐
3 ‐ dst
I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir
No. Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya yang Telah Diterapkan Tahun Tempat
Penerapan Respon Masyarakat
1 ‐
2 ‐
3 ‐ dst
J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya)
No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Penghargaan Tahun
1 Best Proposal Awards MFA ‐ GSM UPM 2009 3 ‐
dst
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak‐sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Penelitian Perguruan Tinggi
Bandung, Oktober 2014 Peneliti (C. Sukmadilaga SE.,Ph.D., Ak)
105
Biodata Anggota Peneliti
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap (dengan gelar) Tri Handayani SH. MH
2 Jenis Kelamin Perempuan 3 Jabatan Fungsional Asisten Ahli
4 NIP/NIK/Identitas lainnya 198112022006042002
5 NIDN 002128103 6 Tempat, Tanggal Lahir Bandung, 2 Desember 1981
7 E‐mail [email protected] 8 Nomor Telepon/HP 081313407048
9 Alamat Kantor Jl. Dipati Ukur No. 35, Bandung 40132
10 Nomor Telepon/Faks 022‐2503271 11 Lulusan yang Telah Dihasilkan S‐1 = ‐ orang; S‐2 = ‐ orang; S‐3 = ‐ orang
12 Nomor Telepon/Faks ‐
13 Mata Kuliah yang Diampu
1. Hukum Perdata
2. Perbandingan Hukum Perdata
3. Hukum Perbankan 4. Hukum Perikatan
5. Kapita Selekta Hukum Perjanjian
B. Riwayat Pendidikan
S‐1 S‐2 S‐3
Nama Perguruan Tinggi Universitas Padjadjaran Universitas Padjadjaran Bidang Ilmu Hukum Hukum
Tahun Masuk‐Lulus 1999‐2004 2004‐2006
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi
Perubahan Status Perusahaan Jawatan Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin Menjadi Perusahaan Umum Di Tinjau Dari UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN
Penerapan Aspek HPI Terhadap MOU Kerjasama Antara Perguruan Tinggi Negeri Dengan Badan Hukum Malaysia Tentang Pelayanan Jasa Pendidikan
106
Nama Pembimbing/Promotor
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)
No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber* Jml (Juta Rp)
1 2013
Urgensi Sertifikasi Kelembagan Asuransi Syariah (Takaful) Dalam Rangka Perlindungan Hukum Nasabah
Boptn 67 Juta
2 2013 Implikasi Kegiatan Usaha Penitipan Dengan Pengelolaan (trust) dalam aktivitas perbankan terhadap Pembaharuan Hukum Perdata Indonesia
Boptn 23 Juta
3 2013 Upaya Perlindungan Pihak Ketiga (beneficiary) Dalam Perjanjian Trust (Trustee Ageement) Sebagai Perjanian yang berkembang dalam Praktik
Dipa BLU Unpad 10 Juta
4 2012 Sukuk sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur dalam rangka perluasan dan percepatan pembangunan ekonomi
Dana BLU UNPAD 39 Juta
5 2012 Upaya Pemenuhan Hak Rakyat Pasca Didberlakukannya UU No. 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Dana BLU UNPAD 6, 3 Juta
6 2011 Model Perjanjian Agribisnis yang Menunjang Pembangunan Nasional Dana DIPA FH UNPAD 5 juta
7 2010 Upaya Perlindungan terhadap TKI yang berada di Luar Negeri Berdasarkan UU. No.39/2004 ttg penempatan TKI di Luar Negeri
Dana DIPA FH UNPAD 5 juta
8 2010 Penerapan aspek Hukum Pidana dan Hukum Perdata terhadap kasus PT Wahana Bersama Globalindo
Dana DIPA FH UNPAD 5 Juta
9 2009 Aspek Hukum Perjanjian Dalam Kegiatam Agribisnis
Dana DIPA FH UNPAD 5 Juta
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir
No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Pendanaan
107
Sumber* Jml (Juta Rp)
1 2011 Penyuluhan Tentang Pengetahuan Dasar Hukum Kontrak di Kecamatan Banyuresmi Kabupaten Garut (Anggota )
DIPA FH Unpad
5 Juta
2 2011 Penyuluhan tentang Norma Hukum Adat Sunda dalam Pelestarian Lingkungan hidup di kecamatan Banyuresmi Kabupaten Garut (Anggota)
DIPA FH Unpad
5 Juta
E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir
No. Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/Nomor/Tahun 1
dst
F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir
No. Nama Pertemuan Ilmiah / Seminar Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat
1 Research Seminar on Islamic Finance and Property 2013
Legal Issues in Shari’ah Pawn Gold Practice in Indonesia (Tri Handayani, Lastuti Abubakar)
Kuala Lumpur, 19‐20 February 2013
2
3 dst
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir
No. Judul Buku Tahun Jumlah Halaman Penerbit
1
dst
H. Perolehan HKI dalam 5–10 Tahun Terakhir
No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID
108
1 ‐
dst
I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir
No. Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya yang Telah Diterapkan Tahun Tempat
Penerapan Respon Masyarakat
1 ‐ 2 ‐
3 ‐
dst
J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya)
No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Penghargaan Tahun
1
dst
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak‐sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Penelitian Perguruan Tinggi
Bandung, Oktober 2014
Peneliti
(Tri Handayani SH., MH)
Top Related