STEREOTIP MASYARAKAT SUNDA
TERHADAP MASYARAKAT PENDATANG JAWA
DI KAMPUNG NELAYAN DESA TELUK KECAMATAN
LABUAN KABUPATEN PANDEGLANG BANTEN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
llmu Sosial dan Politik Pada Konsentrasi Ilmu Humas
Program Study Ilmu Komunikasi
Oleh :
Rizqi Nahria Farhani
NIM: 6662090288
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2016
iii
Lembar Persembahan
“Jangan sia-siakan waktu, walaupun hanya sedetik bisa mengubah jalan hidup
kita”
( Rizqi Nahria Farhani)
Skripsi ini saya persembahkan buat kedua orang tuaku, terima kasih buat
segalanya. Maafkan anakmu ini yang banyak merepotkan mamah dan bapak.
Semoga suatu saat nanti bisa membuat kalian bangga.
iv
ABSTRAK
RIZQI NAHRIA FARHANI. NIM. 6662090288/2015 STEREOTIP
MASYARAKAT SUNDA TERHADAP MASYARAKAT PENDATANG
TELUK DI KAMPUNG NELAYAN DESA TELUK KECAMATAN
LABUAN KABUPATEN PANDEGLANG BANTEN.
Kampung Nelayan terletak di Desa Teluk Kecamatan Labuan. Terdapat dua suku yang menetap dan tinggal di Kampung Nelayan Teluk. Suku sunda merupakan suku pribumi dan suku Jawa merupakan pendatang. Perbedaan suku menimbulkan perbedaan budaya dan bahasa dalam berkomunikasi. Hal tersebut akan berpengaruh pada proses komunikasi antarbudaya di Kampung Nelayan Teluk. Setiap individu memiliki persepsi dan penilaian yang berbeda terhadap suku lain sesuai dengan apa yang mereka rasakan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, memahami, dan menggambarkan penilaian masyarakat Sunda terhadap sifat masyarakat Jawa dan reaksi masyarakat Sunda terhadap cara berkomunikasi masyarakat Jawa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Karena peneliti berupaya menggambarkan bagaimana persepsi masyarakat Sunda terhadap Masyarakat pendatang Jawa di Kampung Nelayan Desa Teluk Labuan. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui observasi dan wawancara. Narasumber penelitian ini adalah masyarakat suku Sunda Kampung Nelayan Teluk.
Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat Sunda menilai masyarakat Jawa memiliki kebiasaan Jorok, tetapi masyarakat jawa memiliki semangat bekerja yang tinggi dibandingkan dengan masyarakat Sunda. Cara berkomunikasi masyarakat Jawa yang tetap menggunakan bahasa Jawa tidak menjadi halangan dalam berkomunikasi. mereka saling mengerti bahasa masing-masing suku. Masyarakat Sunda sangat terbuka dan tidak membatasi dalam berkomunikasi dengan masyarakat Jawa. Masyarakat Sunda menerima kehadiran masyarakat pendatang Jawa di Kampung Nelayan Teluk.
Kata Kunci: Stereotip, Masyarakat Kampung Nelayan
v
ABSTRACT
RIZQI NAHRIA FARHANI. NIM. 6662090288/2015 “THE STEREOTIP OF SUNDANESE COMMUNITY TOWARDS NEW COMER COMMUNITY IN NELAYAN VILLAGE TELUK SUB DISTRICT LABUAN DISTRICT PANDEGLANG REGENCY BANTEN PROVINCE”
Nelayan Village is situated in Teluk Sub District, Labuan District, Pndeglang Regency. There are two tribes that live there. Sundanese tribe is the native ethnic group and Javanese ethnic is the foreign descent. The difference of ethnic group in community arouse different cultures and language in their communication. These problems will influence the process of cross culture communication in that village. Every person (individual) has different perception and assessment towards the different tribe base on what they are experienced in their daily live.
The purpose of this research is to know, to understand and to describe Sundanese Community assessment towards Javanese community, and also the the reaction of Sundanese Community towards the way of how Javanese community make communication. This research uses descriptive qualitative method. This method is used because this research describes how the perception of Sundanese ethnic towards Javanese community as foreign descent in Nelayan village, Teluk sub district, Labuan district. The data collection technique is derived from observation and interview. The informants of this research are Sundanese ethnic community that live in Nelayan village.
The result of this research show that Sundanese ethnic assess Javanese ethnic community have dirty habit but they have high work spirit compared to Sundanese ethnic community. It is no problem when they make communication they use their own language. They understand each other. The Sundanese ethnic always open minded and no limited in making communication with Javanese ethnic. The Sundanese welcome Javanese ethnic as foreign descent in Nelayan illage.
Key words : Stereotip, Nelayan Village Community
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ilahirobbi yang Maha
menguasai ilmu pengetahuan, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk
meraih gelar sarjana (S1) pada program studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi
Hubungan Masyarakat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini banyak terdapat
kekurangan. Untuk itu saran dan kritik yang dapat membantu perbaikan skripsi
dengan judul “ Persepsi Masyarakat Sunda Terhadap Masyarakat Pendatang
Jawa di Kampung Nelayan Desa Teluk Kecamatan Labuan Kabupaten
Pandeglang Banten” ini sangat peneliti harapkan.
Disamping itu skripsi ini terwujud atas bantuan berbagai pihak. Untuk itu,
perkenankan penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak berikut:
1. Bapak Prof. Dr. Soleh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos M.Si selaku Dekan FakultasI lmuSosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Ibu Neka Fitriyah, S.Sos M.Si selaku dosen pembimbing skripsi 2 dan
Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
vii
4. Bapak Muhammad Jaiz selaku Dosen Pembimbing skripsi 1 yang
memberikan arahan serta masukan untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Kedua orang tua Bapak Drs. Engkos Kosasih M.M.Pd dan Ibu Juju
Juariah, serta Kakak dan kakak ipar Achmad Jalaluddin ST dan Inggrid
Kartikasari S.Kep yang terus memberikan semangat dan do‟a kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Teman-teman seperjuangan Ilmu komunikasi 2009 yang telah memberikan
kenangan indah ketika menimba ilmu di UNTIRTA. Terima kasih untuk
kalian semua
7. Buat teman-teman KABEJA M. Taufik, Mimip, Dede, dan semuanya
terima kasih atas pengertian dan dukungannya buat penulis sehingga
skripsi ini bisa terselesaikan.
8. Terimakasih juga buat teman kost, Iskandar, Sirojudin, Kemong, Budi,
Megi, Oscar kalian telah banyak memberi kenangan di setiap harinya.
Semoga kita semua sukses. Amiin ..
9. Buat Axis FC kalian sahabat terbaiku, semoga kita semua sukses selalu
dan selalu menjaga silaturahmi.
10. Teman-teman Milanisti Pandeglang, Milanisti Labuan terimakasih atas
dukungan dan do‟anya. Forza Milan!!!!
11. Yang terakhir buat seseorang yang telah lama hadir yang sangat spesial
bagi penulis, terima kasih telah memberikan semangat kembali dalam
penyelesaian skripsi ini dan do‟a bagi penulis. Terima kasih buat
semuanya, semoga apa yang kita bicarakan dapat terkabul. Amiiin
viii
Terimakasih untuk segalanya, semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi
penulis dan pihak lain.
Labuan, November 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
ABSTRACT
Kata Pengantar .................................................................................................... vi
Daftar Isi .............................................................................................................. ix
Daftar Tabel .......................................................................................................... xi
Daftar Gambar .................................................................................................... xii
Daftar Lampiran ................................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 5
1.3 Identifikasi Masalah ......................................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 6
1.5 Manfaat dan Kegunaan Penelitian .................................................................. 6
1.5.1 Manfaat Teoritis .................................................................................... 6
1.5.2 Manfaat Praktis ...................................................................................... 7
BAB II KAJIAN TEORI ...................................................................................... 8
2.1 Komunikasi ....................................................................................................... 8
2.2 Komunikasi Antarbudaya................................................................................ 10
2.2.1 Unsur Kebudayaan ............................................................................... 13
2.2.2 Proses Komunikasi Antar Budaya ........................................................ 17
2.2.3 Unsur-unsur Proses Komunikasi Antarbudaya .................................... 20
2.3 Hambatan Komunikasi .................................................................................... 25
x
2.4 Etnis Sunda, Jawa ........................................................................................... 29
2.5 Persepsi ........................................................................................................... 30
2.6 Teori Kognitif.................................................................................................. 39
2.6.1 Kategorisasi atau Penggolongan ........................................................... 39
2.7 Kerangka Berfikir............................................................................................ 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 47
3.1 Metode Penelitian ........................................................................................... 47
3.2 Informan Penelitian ........................................................................................ 50
3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 52
3.4 Teknik Analisis Data ....................................................................................... 55
3.5 Uji Validitas ................................................................................................... 57
3.6 Waktu dan Tempat Penelian .......................................................................... 58
BAB IV HASIL PENELITIAN .......................................................................... 60
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ............................................................................. 60
4.2 Deskripsi Data ................................................................................................ 64
4.3 Hasil Penelitian .............................................................................................. 66
4.3.1 Penilaian Masyarakat Sunda Terhadap Sifat Masyarakat Pendatang
Jawa ................................................................................................................ 68
4.3.2 Reaksi Masyarakat Sunda Terhadap Cara Berkomunikasi Masyarakat
Pendatang Jawa .............................................................................................. 73
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian .......................................................................... 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 91
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 91
5.2 Saran ................................................................................................................ 93
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 96
LAMPIRAN ......................................................................................................... 98
CURRICULUM VITAE ................................................................................... 128
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
3.1 Jadwal Penelitian ............................................................................................. 59
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Gambar Komunikasi Antarbudaya .................................................... 20
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir .............................................................................. 45
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Pedoman Wawancara
Lampiran 2 : Hasil Wawancara
Lampiran 3 : Dokumentasi
Lampiran 4 : Surat Keterangan
Lampiran 4 : Curriculum Vitae
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Labuan merupakan salah satu Kecamatan yang terletak di Kabupaten
Pandeglang. Letak geografis Labuan berada di ujung barat pulau jawa yang
berbatasan langsung dengan selat sunda. Labuan merupakan tempat yang
strategis karena sebagai lalu lintas tempat wisata yang ada di Pandeglang.
Tempat wisata yang terdapat di Kabupaten Pandeglang sebagian besar
terdapat di pesisir pantai.
Letak yang strategis itu menjadikan Labuan sebagai salah satu pusat
perkonomian dan pusat perikanan Kabupaten Pandeglang. Hal tersebut
mengakibatkan Labuan sebagai Kecamatan dengan sebaran penduduk
terpadat di Kabupaten Pandeglang. Sebaran penduduk yang padat tersebut
menjadi bukti bahwa Labuan merupakan salah satu pusat perekonomian di
Kabupaten Pandeglang.
Dari beberapa desa yang terdapat di Kecamatan Labuan, Desa Teluk
merupakan Desa dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi setelah Desa
Labuan. Desa Teluk merupakan pusat perikanan di Kecamatan Labuan
karena terdapat beberapa tempat Pelelangan ikan. Aktifitas yang berlangsung
di tempat pelelangan ikan Desa teluk terjadi selama 24 jam sehingga selalu
ada interaksi di lingkungan tempat pelelangan ikan.
1
2
Pelelangan ikan di Desa Teluk berada di perkampungan Nelayan.
Sebagian besar penduduk Kampung Nelayan berprofesi sebagai Nelayan dan
berdagang. Masyarakat yang tinggal di Kampung Nelayan Teluk merupakan
penduduk asli Pandeglang dan masyarakat pendatang suku jawa yang telah
lama menetap di Kampung Nelayan Teluk. Maka dari itu, Terdapat dua suku
yang menetap di Kampung Nelayan Desa Teluk.
Setiap suku mempunyai budaya yang berbeda dengan suku lainnya.
Perbedaan yang dapat terlihat secara langsung adalah perbedaan bahasa yang
digunakan dalam berkomunikasi. Bahasa merupakan identitas dari setiap
suku yang hanya dimengerti oleh suku tersebut. Dengan adanya dua suku
yang berbeda, di Kampung Nelayan Teluk terdapat dua bahasa yang
digunakan dalam berkomunikasi. Perbedaan bahasa dalam berkomunikasi
menyulitkan masyarakat Kampung Nelayan Teluk dalam berinteraksi dengan
suku lain.
Dialek, makna, ekspresi dalam berbicara setiap suku akan berbeda
dengan suku lain. Diperlukan kemampuan penyampaian bahasa yang baik
dalam komunikasi antar suku. Komunikasi akan efektif jika terdapat
persamaan makna dari pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada
komunikan.
Umpan balik dalam berkomunikasi antar suku dapat diketahui
langsung oleh komunikator dan komunikan. Umpan balik merupakan reaksi
dari komunikan dalam menanggapi pesan yang disampaikan oleh
3
komunikator. Komunikan dan komunikator harus memperhatikan umpan
balik dari lawan bicara agar komunikasi dapat berjalan dengan baik.
Di Kampung Nelayan Teluk, faktor lingkungan dapat menjadi
gangguan dalam proses komunikasi. Faktor lingkungan yang dapat
mengganggu proses komunikasi misalnya suara ombak dan perahu nelayan.
Suara ombak dan perahu akan mengganggu jalannya komunikasi di
Kampung Nelayan Teluk karena suara tersebut akan memecah konsentrasi
komunikator dan komunikan ketika melakukan komunikasi.
Terjadi perbedaan intensitas dalam berkomunikasi di Kampung
Nelayan Teluk. Masyarakat Kampung Nelayan Teluk dalam berkomunikasi
dengan sesama suku akan lebih intens dibandingkan dengan masyarakat dari
suku lain. Masyarakat Teluk lebih menyukai berkomunikasi dengan sesama
suku karena terdapat kesamaan bahasa danpengalaman sehingga dalam
penyampaian pesan terdapat kesamaan makna.
Dalam proses komunikasi antar suku di Kampung Nelayan Teluk,
hambatan dalam berkomunikasi akan muncul jika terdapat salah satu suku
merasa lebih baik dibandingkan dengan suku lain. Sikap tersebut merupakan
sikap etnosentris karena memandang budayanya dinilai yang terbaik
dibandingkan dengan budaya lain. Sikap etnosentis akan selalu muncul dalam
lingkungan masyarakat yang terdiri dari beberapa suku.
Suku pendatang Jawa telah bertahun-tahun datang ke Kampung
Nelayan Teluk. sehingga penduduk suku jawa terus bertambah karena
mereka berkeluarga dan memiliki keturunan. Secara alamiah masyarakat
4
pendatang Jawa menjadi lebih mendominasi dibandingkan dengan
masyarakat pribumi. Dapat dilihat dari masyarakat Nelayan dan pedagang
yang terdapat di sekitar pelelangan ikan mayoritas berasal dari suku Jawa.
Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi di lingkungan pelelangan ikan
juga sudah mulai didominasi oleh bahasa jawa.
Intensitas yang terbatas dalam berkomunikasi antar suku rentan
muncul konflik dan menimbulkan adanya jarak antara masyarakat Sunda
Kampung Nelanyan Teluk dengan masyarakat jawa. Setiap suku akan
menebak-nebak sikap suku lain, sehingga akan muncul persepsi dari kedua
suku. Persepsi merupakan tindakan dalam menafsirkan sesuatu. Sikap saling
tidak terbuka antar suku akan menimbulkan persepsi yang tidak baik.
Prasangka sosial akan muncul ketika terjadi kesenjangan jarak antara kedua
suku.
Persepsi merupakan proses pemaknaan terhadap sesuatu yang
ditangkap oleh alat indera. Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda
terhadap suatu objek tergantung makna apa yang mereka rasakan. Begitu juga
dengan persepsi setiap masyarakat Sunda terhadap masyarakat Jawa di
Kampung nelayan akan berbeda satu dengan yang lainnya.
Persepsi sangat penting karena sebagai inti dari komunikasi, karena
jika persepsi tidak benar maka komunikasi tidak akan berjalan dengan baik.
Persepsi akan menentukan pesan apa yang dipilih dan pesan apa yang
diabaikan. Semakin banyak kesamaan persepsi setiap individu maka akan
5
semakin mudah dan sering mereka berkomunikasi. Sebaliknya jika tidak ada
kesamaan maka akan terbentuk kelompok-kelompok dalam berkomunikasi.
Dengan uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian lebih mendalam tentang komunikasi antarbudaya di Kampung
Nelayan DesaTeluk. Kampung Nelayan Teluk yang memiliki perbedaan suku
dan bahasa dalam berkomunikasi menjadi daya tarik utama penulis dalam
melakukan penelitian ini. Selain itu, penulis juga merasa tertarik dengan
bagaimana sikap stereotip masyarakat Sunda terhadap masyarakat pendatang
Jawa.
Maka dari itu, peneliti bermaksud melakukan penelitian dalam
bentuk skripsi dengan judul “Stereotip Masyarakat Sunda Terhadap
Masyarakat Pendatang Jawa Di Kampung Nelayan Desa Teluk Kecamatan
Labuan Kabupaten Pandeglang Banten”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimana Stereotip Masyarakat Sunda Terhadap Masyarakat Pendatang
Jawa Di Kampung Nelayan Desa Teluk Kecamatan Labuan Kabupaten
Pandeglang Banten?”.
6
1.3 Identifikasi Masalah
Bertolak dari persoalan sebagaimana disebutkan di atas, maka
peneliti tertarik untuk meneliti perihal stereotip masyarakat Sunda terhadap
masyarakat Jawa di Kampung Nelayan Desa Teluk Labuan. Adapun
identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana penilaian masyarakat suku Sunda terhadap sifat masyarakat
pendatang Jawa di Kampung Nelayan DesaTeluk Labuan?
2. Bagaimana reaksi masyarakat suku Sunda terhadap cara berkomunikasi
masyarakat Jawa Kampung Nelayan DesaTeluk Labuan?
1.4 Tujuan Penelitian
Agar penelitian ini terarah, maka penulis menentukan tujuan
penelitian terlebih dahulu. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui penilaian masyarakat Suku Sunda terhadap sifat masyarakat
pendatang Jawa di Kampung Nelayan DesaTeluk Labuan.
2. Mengetahui reaksi masyarakat Sunda terhadap cara berkomunikasi
masyarakat Jawa di Kampung Nelayan DesaTeluk Labuan?
1.5 Manfaat dan Kegunaan Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan
ilmu komunikasi, khususnya tentang kajian komunikasi antarbudaya.
Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi referensi bagi mahasiswa
7
ilmu komunikasi yang akan melakukan penelitian dengan kajian yang
sama yaitu komunikasi antarbudaya.
1.5.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran kepada masyarakat Kampung Nelayan DesaTeluk tentang
cara berkomunikasi yang efektif guna menjaga keharmonisan
antarbudaya. Penelitian ini juga bermanfaat menambah pengetahuan
dan pengalaman peneliti dalam bidang ilmu komunikasi.
8
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari kata latin yaitu communication, dan
bersumber dari kata communis yang berarti sama1. Maksud dari sama tersebut
adalah ketika suatu pesan disampaikan oleh narasumber atau komunikator
akan sama dengan pesan yang diterima oleh komunikan. Komunikasi antara
komunikan dengan komunikator akan terus berlangsung selama ada
persamaan makna.
Komunikasi adalah produksi dan pertukaran informasi dan makna
(meaning) tertentu dengan menggunakan tanda atau simbol. Komunikasi
meliputi proses encoding pesan yang akan dikirimkan, dan proses decoding
terhadap pesan yang diterima, dan melakukan sintesis terhadap informasi dan
makna. Komunikasi dapat terjadi pada semua level pengalaman manusia dan
merupakan cara terbaik untuk memahami perilaku manusia dalam perubahan
perilaku antar individu, komunitas, organisasi, dan penduduk umumnya2.
Carl I. Hovland berpendapat bahwa komunikasi adalah upaya
sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi
serta pembentukan pendapat dan sikap3. Dari definisi yang disampaikan oleh
Hovland, Hovelan menunjukan bahwa yang dijadikan sebagai objek ilmu
komunikasi tidak hanya penyampaian informasi semata, tetapi pembentukan
1Prof. Onong Uchjana Efendi“Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek” 2006, hal 9 2Prof. DR. Alo Liliweri, M.S “Komunikasi Serba Ada Serba Makna” 2011, hal 38 3Prof. Onong Uchjana Efendi“Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek” 2006, hal 10
8
9
pendapat umum dan sikap publik dalam kehidupan sosial dan politik
memainkan peran yang sangat penting. Hovelan secara khusus
mendefinisikan komunikasi yaitu proses mengubah prilaku orang lain.
Wilbur Schramm juga mengungkapkan pendapatnya mengenai
komunikasi yang tertuang dalam karyanya, Communication Research in the
United States. Dia menyatakan bahwa komunikasi akan berjalan dengan
baik/berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok
dengan kerangka acuan (frame of reference) yaitu paduan pengalaman dan
pengertian (collection of experiences and meaning) yang pernah dilakukan
oleh komunikator4.
Komunikasi merupakan sesuatu yang sangat esensial bagi individu,
relasi, kelompok, organisasi dan masyarakat, dia merupakan garis yang
menghubungkan manusia dengan dunia, bagaimana manusia membuat kesan
tentang dan kepada orang lain. Karena itu, jika manusia tidak berkomunikasi
maka dia tidak dapat menciptakan dan memelihara relasi dengan sesama
dalam kelompok, organisasi dan masyarakat. Komunikasi memungkinkan
manusia mengkoordinasikan semua kebutuhannya dengan dan bersama orang
lain (Ruben & Stewart, 1998)5.
A. Peran dan Fungsi Komunikasi
Peranan utama komunikasi adalah menghubungkan bahwa
komunikasi bukan merupakan koneksi yang pasif, komunikasi berperan
dalam suatu proses yang menghubungkan fungsi beberapa bagian yang
4Ibid, hlm 13 5Prof. DR. Alo Liliweri, M.S. “ Komunikasi Serba Ada Serba Makna” 2011, hal 35
10
terpisah atau yang berbeda dalam suatu sistem bersama. Selain itu, peran
komunikasi untuk menjelaskan apa yang terjadi. Kita tidak dapat
memahami komunikasi hanya dengan mendengar apa kita dengar, kita
akan dapat memahami komunikasi ini secara lengkap setelah mengerti
penjelasan tentang hubungan antara apa yang dilihat dan didengar dengan
lingkungan sekelilingnya6.
Komunikasi dapat memuaskan kehidupan manusia manakala
semua kebutuhan fisik, identitas diri, kebutuhan sosial, dan praktis dapat
tercapai (Adler & Rodman,2003). Secara umum, ada empat kategori utama
komunikasi, yaitu: (1) fungsi informasi; (2) fungsi instruksi; (3) persuasif;
dan (4) fungsi menghibur. Apabila empat fungsi utama ini diperluas, maka
akan ditemukan dua fungsi lain, yakni: (1) fungsi pribadi, dan (2) fungsi
sosial. Fungsi pribadi komunikasi diperinci ke dalam fungsi: (1)
menyatakan identitas sosial; (2) integrasi sosial; (3) kognitif; (4) fungsi
melepaskan diri/jalan keluar. Adapun fungsi sosial terperinci atas fungsi:
(1) fungsi pengawasan; (2) menghubungkan/menjembatani; (3) sosialisasi;
dan (4) menghibur.
2.2 Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi antarbudaya terjadi bila komunikator adalah anggota
suatu budaya dan penerima pesan/komunikator merupakan anggota suatu
budaya lain. Pada komunikasi tersebut selalu muncul suatu masalah dimana
suatu pesan yang disampaikan dalam suatu budaya kemudian harus disandi
6Ibid hlm 135
11
kembali kedalam budaya lain. Proses penyandian pesan kembali ini rentan
terhadap konflik dan bisa menghambat proses komunikasi jika pada proses
penyandian tersebut memiliki perbedaan makna.
Komunikasi antar budaya adalah proses pertukaran pikiran dan
makna antara orang-orang berbeda budaya. Komunikasi yang dilakukan
berbeda latar belakang budaya dengan perbedaan bangsa, kelompok ras, atau
komunitas bahasa, komunikasi ini disebut komunikasi antar budaya.
Dikarenakan definisi yang paling sederhana dari komunikasi antar budaya
adalah menambah kata budaya ke dalam pernyataan “komunikasi antara dua
orang/lebih yang berbeda latar belakang kebudayaan” dalam beberapa
definisi komunikasi di atas7.
Komunikasi Antarbudaya dapat diartikan melalui beberapa
pernyataan sebagai berikut:
1. Komunikasi antarbudaya adalah pernyataan diri antarpribadi yang paling
efektif antara dua orang yang saling berbeda latar belakang budayanya.
2. Komunikasi antarbudaya merupakan pertukaran pesan-pesan yang
disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan secara imajiner antara dua orang
yang berbeda latar belakang budaya.
3. Komunikasi antarbudava merupakan pembagian pesan yang berbentuk
informasi atauhiburan yang disampaikan secara lisan atau tertulis atau
metodelainnya yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda latar belakang
budayanya.
7Liliweri, Alo, M.s. Dr. 2003.Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya: Pustaka Pelajar, hal 8
12
4. Komunikasi antarbudaya adalah pcngalihan informasi dariseorang yang
berkebudayaan tertentu kepada seorang yang berkebudayaan lain.
5. Komunikasi antarbudaya adalah pertukaran makna yang berbentuk simbol
yang dilakukan dua orang yang berbeda latar belakang budayanya.
6. Komunikasi antarbudaya adalah proses pengalihan pesan yang dilakukan
seorang melalui saluran tertentu kepada orang lain yang keduanya berasal
darilatar belakang budaya yang berbeda dan menghasilkan efek tertentu.
7. Komunikasi antarbudaya adalah setiap proses pembagian informasi,
gagasan atau perasaan di antara mereka yang berbeda latar belakang
budayanya. Proses pembagian informasi itu dilakukan secara lisan dan
tertulis, juga melalui bahasa tubuh, gaya atau tampilan pribadi, atau
bantuan hal lain di sekitarnya yang memperjelas pesan.8
Dari pernyataan komunikasi antar budaya tersebut, komunikasi
antar budaya pada dasarnya memiliki persamaan dengan komunikasi pada
umumnya. Yang membedakan komunikasi antarbudaya dengan
komunikasi lain hanya terletak dari latar belakang budaya pelaku
komunikasi.
Dalam rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya maka
kita mengenal beberapa asumsi, yaitu:
a. Komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada
perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan.
b. Dalam komunikasi antarbudaya terkanduk isi dan relasi antarpribadi.
8 Ibid Hal 9-10
13
c. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antar pribadi.
d. Komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian.
e. Komunikasi berpusat pada kebudayaan.
f. Efektivitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antar budaya.9
Liliweri mengatakan bahwa komunikasi antar budaya memenuhi
syarat untuk dijadikan sebagai salah satu kajian dalam ilmu komunikasi
karena:
1 Secara teoritis memindahkan focus dari satu kebudayaan kepada kebudayaan
yang dibandingkan.
2 Membawa konsep aras makro kebudayaan ke aras mikro kebudayaan.
3 Menghubungkan kebudayaan dengan proses komunikasi.
4 Membawa perhatian kita kepada peranan kebudayaan yang mempengaruhi
perilaku.10
2.2.1 Unsur Kebudayaan
Unsur kebudayaan universal dapat diartikan sebagai
pemahaman yang lebih jelas mengenai kebudayaan secara
keseluruhan karena pembahasan tentang kebudayaan sangat kompleks
dan luas. Sehingga terdapat 7 unsur kebudayaan untuk lebih
memudahkan kita memahami kebudayaan. Koentjaraningrat
menerangkan bahwa terdapat unsur-unsur kebudayaan universal
seperti berikut:
9 Ibid hal 15 10Liliweri, Alo, M.s. Dr. 2003.Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya: Pustaka Pelajar, hal 14
14
a. Sistem Upacara Keagamaan
Setiap kebudayaan terdapat kepercayaan yang dianut.
Kepercayaan yang dianutdi Indonesia ada 5, yaitu Islam,
Kristen protestan, Katolik, Hindu dan Budha. Dari kelima
agama tersebut terdapat upacara keagamaan yang
berbeda-beda. Akan tetapi untuk masyarakat yang tinggal
dikota upacara keagamaan sepertinya sudah tidak
dilaksanakan lagi kecuali dalam hal-hal tertentu saja.
Sedangkan masyarakat yang tinggal didesa masih banyak
yang melaksanakan upacara keagamaan tersebut.
b. Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan
Kebudayaan di Indonesia beragam sangat banyak.
Terdapat masyarakat Jawa, Sunda, Batak, Bugis dsb. Dari
macam-macam kebudayaan tersebut, perlu ditanamkan
nilai-nilai kemanusiaan yaitu membiasakan bergaul
dengankebudayaan yang lain. Dan saling berinteraksi
dengan rukun. Di Indonesia banyak terdapat kebudayaan
yang harus di lestarikan bersama. Jangan kita saling
bersaing untuk kepentingan pribadi dengan kebudayaan
lain, karena itu sama saja kita memecahbelahkan
kebudayaan yang sudah ditanam oleh leluhur
sebelumnya.
15
c. Bahasa
Kebudayaan yang beragam sangat berpengaruh pada
bahasa yang dipakainya. Contohnya bahasa Inggris,
Jerman, Italia, Sunda, Jawa, dsb. Dari banyak bahasa
tersebut kita dapat mempelajarinya untuk pengetahuan
yang lebih luas. Tidak hanya bahasa yang dipelajari
berasal dari bahas luar negri saja, tetapi bahasa dari negri
Indonesia pun perlu kita pelajari untuk melestarikan
kebudayaan yang ada di Indonesia.
d. Sistem Pengetahuan
Ada banyak sistem pengetahuan misalnya pertanian,
perbintangan, perdagangan/bisnis, hukum dan perundang-
undangan, pemerintahaan/politik dsb. Hal tersebut juga
bagian dari kebudayaan. Kita wajib mempelajarinya
karena dengan adanya sistem pengetahuan kita menjadi
tahu dunia luar dan sangat bermanfaat untuk kehidupan
karena berpengaruh pada pekerjaan seseorang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak perlu semua kita
pelajaricukup beberapa saja kita kuasai, maka akan
banyak informasi yang kita dapat.
e. Kesenian
Salah satu ciri khas dari kebudayaan adalah kesenian.
Banyak hal yang bisa kita pelajari mengenai kesenian.
16
Misalnya seni sastra, lukis, musik, tari, drama, kriadan
lain sebagainya. Hal tersebut bagian dari khas yang
dimiliki setiap daerah maupun setiap negara. Misalnya
untuk kesenian musik. Kita bisa mengetahui dan mencari
musik yang khas dari setiap daerah maupun negara.
Contohnya lagu-lagu daerah ampar-ampar pisang yang
berasal dari Kalimantan Selatan yang menjadi ciri khas
dari daerah tersebut.
f. Sistem Mata Pencaharian Hidup
Mata pencaharian sangat diperlukan untuk setiap
masyarakat karena bermanfaat untuk memenuhi
kehidupan manusia. Misalnya kaum pegawai/karyawan,
kaum, petani, nelayan, pedangan. buruh dan seterusnya.
Hal tersebut merupakan mata pencaharian yang harus kita
tekuni. Contohnya masyarakat yang hidup dipesisir pantai
lebih banyak bermata pencaharian sebagai nelayan atau
masyarakat yang hidup di perkotaan lebih banyak
bermata pencaharian sebagai pegawai kantoran.
g. Sistem Teknologi dan Peralatan
Teknologi semakin lama semakin luas. Karena makin
banyaknya masyarakat yang hidup modern. Teknologi
17
sangat diperlukan akan tetapi tidak untuk melakukan
perbuatan yang melanggar norma-norma yang berlaku.11
2.2.2 Proses Komunikasi Antarbudaya
Pada hakikatnya proses komunikasi antarbudaya sama
dengan proses komunikasi lain, yaitu proses yang interaktif dan
transaksional secara dinamis.
Komunikasi antarbudaya yang interaktif adalah komunikasi
yang dilakukan oleh komunikator dengan komunikan dalam dua
arah/timbal balik (two way communication) namun masih berada pada
tahap rendah (Wahlstrom,1992). Apabila ada proses pertukaran pesan
itu memasuki tahap tinggi, misalnya saling mengerti, memahami
perasaan dan tindakan bersama maka komunikasi tersebut telah
memasuki tahap transaksional (Hybels dan Sandra,1992)12.
Komunikasi transaksional meliputi tiga unsur penting yakni;
(1) keterlibatan emosional yang tinggi, yang berlangsung terus
menerus dan berkesinambungan atas pertukaran pesan; (2) peristiwa
komunikasi mengikuti seri waktu, artinya berkaitan dengan masa lalu,
kini dan yang akan dating; (3) partisipan dalam komunikasi
antarbudaya menjalankan peran tertentu13.
Fajar mengatakan bahwa karakteristik komunikasi sebagai
suatu proses dapat dikelompokkan ke dalam berbagai prinsip:
11 http://www.academia.edu/8129881/7_UNSUR_KEBUDAYAAN 10/12/2015 10:35 AM 12Liliweri, Alo, M.s. Dr. 2003.Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya: Pustaka Pelajar, hal 24 13Ibid, hal 24
18
a. Tidak terelakkan
Dalam banayak hal kita sering berkomunikasi tanpa tujuan atau
dipikirkan terlebih dahulu. Ketika kita berada di kerumunan orang-
orang pasti kita akan memandang atau memberi tanggapan
terhadap segala sesuatu yang ada di sekitar kita.
b. Tidak dapat diubah
Sesuatu yang sudah kita komunikasikan, tidak bisa diubah. Untuk
itu kita perlu hati-hati untuk mengatakan sesuatu kepada orang
lain. Hindari pernyataan maaf karena kata-kata yang telah kita
lontarkan, terlebih-lebih dalam situasi konflik dengan suasana
tegang.
c. Mempunyai dimensi isi dan hubungan
Dalam pengertian ini komunikasi menunjuk pada isi dan hubungan
di antara para pelakunya.
d. Melibatkan proses penyesuaian
Komunikasi bisa berlangsung apabila saling memberi sistem sinyal
yang sama. Sebaliknya, komunikasi menjadi kurang lancar apabila
para pelakunya mempunyai sistem sinyal yang berbeda-beda. Hal
ini terlihat jelas bila dua orang dengan bahasa berbeda saling
berkomunikasi. Mungkin mereka akan mengalami kesulitan untuk
bisa saling memahami pesan yang dikomunikasikan. Namun
demikian, pada kenyataannya tidak ada dua orang yang
19
memberisistem sinyal yang persis sama. Perbedaan budaya dan
sub-budaya, bahkan bila kita menggunakan bahasa umum,
seringkali mempunyai sistem komunikasi non verbal yang berbeda.
Semakin luas perbedaan sistem-sistem ini, maka komunikasi akan
semakin sulit terjadi. Prinsip ini menekankan bahwa melalui
komunikasi kita belajar sinyal-sinyal orang lain, komunikasi
melibatkan setiap pelaku untuk saling menyesuaikan diri.
e. Dapat dilihat sebagai hubungan simetris atau hubungan saling
melengkapi.
Dalam hubungan simetrik, perilaku seseorang bercermin pada
perilaku orang lain. Perilaku seseorang akan ditanggapi dengan
perilaku yang sama. Hubungan ini merupakan kesamaan untuk
mengurangi perbedaan di antara dua orang.
Dalam hubungan yang komplementer atau salaing melengkapi,
dua orang menggunakan perilaku yang berbeda. Dalam hubungan ini,
perbedaan-perbedaan di antara orang-orang yang terlibat dalam
komunikasi ditingkatkan. Hubungan yang bersifat komplementer ini
penting bagi anggota-anggota yang menduduki posisi berbeda. Pada
waktunya hubungan demikian dapat dibentuk oleh budaya14.
14Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, (Jakarta, Graha Ilmu: 2009). Hal. 83-84
20
2.2.3 Unsur-Unsur Proses Komunikasi Antarbudaya
A. Komunikator
Komunikator adalah pihak yang memprakarsai
komunikasi, artinya dia mengawali pengiriman pesan tertentu
kepada pihak lain yang disebut komunikan. Dalam komunikasi
antar budaya seorang komunikator berasal dari latar belakang
budaya yang berbeda dengan komunikan.
Gambar 2.1
Gambar diatas menunjukan bahwa komunikasi antar
budaya memiliki ciri komunikan dan komunikator berbeda latar
belakang budaya.
B. Komunikan
Komunikan dalam komunikasi antarbudaya adalah pihak
yang menerima pesan tertentu, dia menjadi tujuan /sasaran
komunikasi dari pihak lain (komunikator)15. Sama halnya seperti
komunikator, komunikan memiliki latar belakang budaya tersendiri
Dalam komunikasi antar budaya, komunikator dan
komunikan diharapkan mempunyai perhatian penuh untuk
merespon dan menterjemahkan pesan. Tujuan komunikasi akan
tercapai jika komunikan menerima dan memahami makna pesan
15Liliweri, Alo, M.s. Dr. 2003.Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya: Pustaka Pelajar, hal 26
Komunikator
Budaya A
Komunikan
Budaya B
21
yang dsampaikan komunikator, memperhatikan (attention) serta
menerima pesan secara menyeluruh (comprehension). Ini adalah
aspek penting yang berkaitan dengan cara bagaimana seorang
komunikator dan komunikan mencapai sukses dalam pertukaran
pesan.
Yang dimaksud dengan attention adalah proses awal dari
seorang komunikan memulai mendengarkan pesan, menonton atau
membaca pesan itu. Seorang komunikator berusaha agar pesan itu
diterima sehingga seperangkat pesan tersebut perlu mendapat
perlakuan agar menarik perhatian. Sedangkan yang dmaksud
dengan comprehension meliputi cara penggambaran secara lengkap
sehingga mudah dipahami dan dimengerti oleh komunikan16.
Acapkali seorang komunikan ketika memperhatikan atau
memahami isi pesan sangat tergantung dari tiga bentuk
pemahaman, yakni: (1) kognitif, komunikan menerima isi pesan
sebagai sesuatu yang benar; (2) afektif, komunikan percaya bahwa
pesan itu tidak hanya benar tetapi baik dan disukai; (3) overt action
atau tindakan nyata, dimana seorang komunikan percaya atas pesan
yang benar dan baik sehingga mendorong tindakan yang tepat. Jadi
sorang komunikan dapat berbuat sesuatu untuk memisahkan isi dan
perlakuan pesan hanya karena pesan yang diterima itu mengandung
attention dan comprehension17.
16Ibid, hal 27 17 Ibid hal 27
22
C. Pesan /symbol
Dalam proses komunikasi, pesan berisi pikiran, ide atau
gagasan, perasaan yang dikirim komunikator kepada komunikan
dakam bentuk simbol. Simbol adalah sesuatu yang digunakan
untuk mewakili maksud tertentu, misalnya dalam kata-kata verbal
yang diucapkan atau ditulis, atau simbol non verbal yang
diperagakan melalui gerak gerik tubuh / anggota tubuh, warna,
artifak, gambar, pakaian, dan lain-lain yang semuanya harus
dipahami secara konotatif18.
Dalam model komunikasi antarbudaya, pesan adalah apa
yang ditekankan atau yang dialihkan oleh komunikator kepada
komunikan. Setiap pesan sekurang-kurangnya mempunyai dua
aspek utama: content dan treatment, yaitu isi dan perlakuan. Isi
pesan meliputi aspek daya tarik pesan, misalnya kebaruan,
kontroversi, argumentatif, rasional, bahkan emosional.
D. Media
Dalam proses komunikasi antarbudaya, media merupakan
tempat, saluran yang dilalui oleh pesan atau simbol yang dikirim
melalui media. Akan tetapi kadang-kadang pesan itu dikirim tidak
melalui media, terutama dalam komunikasi antarbudaya tatap
muka.
18Liliweri, Alo, M.s. Dr. 2003.Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya: Pustaka Pelajar, hal 28
23
Para ilmuan sosial menyepakati dua tipe saluran; (1)
sensory channel atau saluran sensoris, yakni saluran yang
memindahkan pesan sehingga akan ditangkap oleh lima indra, yaitu
mata, telinga, tangan, hidung, dan lidah. lima saluran snsoris itu
adalah cahaya, bunyi, perabaan, pembauan, dan rasa. (2)
institutionalized means, atau saluran yang sangat dikenal dan
digunakan manusia, misalnya percakapan tatap muka, material
cetakan dan media elektronik19.
E. Efek atau umpan balik
Umpan balik merupakan tanggapan balik dari komunikan
kepada komunikator atas pesan-pesan yqng telah disampaikan.
Tanpa umpan balik atas pesan-pesan dalam komunikasi
antarbudaya maka komunikator ran komunikan tidak bisa
memahami ide, pikiran dan perasaan yang terkandung dalam pesan
tersebut20.
Dalam komunikasi antarbudaya tatap muka, umpan balik
lebih mudah diterima.Komunikator dapat mengetahui secara
langsung apakah serangkaian pesan itu dapat diterima oleh
komunikan atau tidak.Komunikator dapat mengatakan sesuatu
secara langsung jika komunikan kurang memberikan perhatian atas
pesan yang disampaikan.Reaksi komunikan dapat diungkapkan
19Liliweri, Alo, M.s. Dr. 2003.Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya: Pustaka Pelajar, hal 29 20Ibid, hal 30
24
secara langsung melalui kata-kata dan pesan nonverbal apakah
menerima, mengerti bahkan menolak pesan dari komunikator.
F. Suasana (setting dan context)
Satu faktor penting dalam komunikasi antarbudaya adalah
suasana yang kadang-kadang disebut setting of communication,
yakni tempat (ruang, space) dan waktu (time) serta suasana (sosial,
psikologis) ketika komunikasi antarbudaya berlangsung. Suasana
itu berkaitan dengan waktu (jangka pendek/ panjang,jam/ hari/
minggu/bulan/ tahun) yang tepat untuk bertemu/ berkomunikasi,
sedangkan tempat (rumah, kantor, rumah ibadah) untuk
berkomunikasi, kualitas relasi (formalitas, informalitas) yang
berpengaruh terhadap komunikasi antarbudaya21.
G. Gangguan ( noise atau interference)
Gangguan dalam komunikasi antarbudaya adalah sgala
sesuatu yang menjadi penghambat laju pesan yang ditukar antara
komunikator dengan komunikan, yang paling fatal adalah
mengurangi makna pesan antarbudaya.Gangguan menghambat
komunikan menerima pesan dan sumber pesan.Gangguan (noise)
dikatakan ada dalam satu sistem komunikasi bila dalam membuat
pesan yang disampaikan berbeda dengan pesan yang diterima.
Gangguan itu dapat bersumber dari unsur-unsur komunikasi,
misalnya komunikator, komunikator, komunikan, pesan,
21ibid, hal 30
25
media/saluran yang mengurangi usaha bersama untuk memberikan
makna yang sama atas pesan22.
De vito (1997) menggolongkan tiga macam gangguan, (1)
fisik berupa interfensi dengan transmisi fisik isyarat atau pesan
lain, misalnya desingan mobil yang lewat, dengungan komputer,
kaca mata; (2) psikologis, interfensi kognitif atau mental, misalnya
prasangka dan bias pada sumber-penerima-pikiran yang sempit;
dan (3) semantik, berupa pembicara dan pendengar memberi arti
yang berlainan, misalnya orang berbicara dengan bahasa yang
berbeda, menggunakan jargon atau istilah yang terlalu rumit yang
tidak dipahami pendengar23.
2.3 Hambatan Komunikasi
Tidaklah mudah melakukan komunikasi secara efektif. Terdapat
banyak hambatan yang dapat merusak proses komunikasi. Berikut ini
beberapa hal yang menjadi hambatan komunikasi yang harus diperhatikan
komunikator agar komunikasi dapat berjalan sukses.
1. Gangguan
Terdapat dua jenis gangguan terhadap jalannya komunikasi yang
menurut sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai gangguan mekanik dan
gangguan semantik.
22Liliweri, Alo, M.s. Dr. 2003.Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya: Pustaka Pelajar, hal 30-31 23ibid, hal 31
26
a. Gangguan Mekanik
Yang dimaksud dengan gangguan mekanik adalah gangguan yang
disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik.
Gangguan mekanik yang terdapat di Kampung Nelayan Teluk adalah
bunyi suara ombak, suara kapal, dan gangguan suara ramainya
aktifitas pasar.
b. Gangguan Semantik
Semanik adalah pengetahuan mengenai pengertian kata-kata yang
sebenarnya atau perubahan pengertian kata-kata. Gangguan jenis ini
bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi
rusak. Gangguan semantik tersaring ke dalam pesan melalui
penggunaan bahasa. Perbedaan etnis yang terdapat di Kampung
Nelayan Teluk menjadikan bahasa yang digunakan menjadi berbeda.
Perbedaan bahasa menjadi gangguan dalam berkomunikasi karena
perbedaan arti di setiap kata yang digunakan.
2. Prasangka dan Stereotip
Prasangka dalam hubungan antar suku merupakan istilah yang
menggambarkan suatu sikap bermusuhan terhadap kelompok suku lain
atas dasar dugaan bahwa kelompok suku lain mempunyai ciri yang tidak
menyenangkan. Dugaan yang dianut oleh orang yang berprasangka tidak
didasarkan pada pengetahuan, pengalaman ataupun bukti yang cukup
memadai. Setiap orang yang memiliki prasangka akan selalu berfikiran
negatif terhadap suku lain tanpa berfikir secara objektif.
27
Menurut banton (1967:293-314) dalam hal tertentu istilah
prasangka mempunyai makna hampir serupa dengan istilah antagonisme
dan antipasti. Beda utamanya ialah bahwa antagonisme atau antipasti
dapat dikurangi atau diberantas melalui pendidikan, sedangkan sikap
bermusuhan pada orang yang berprasangka bersifat tidak rasional dan
berada dibawah sadar sehingga sukar diubah meskipun orang yang
berprasangka tersebut diberi penyuluhan, pendidikan atau bukti yang
menyangkal kebenaran prasangka yang dianut.24
Prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat
bagi suatu kegiatan komunikasi karena orang yang mempunyai prasangka
belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang
hendak melancarkan komunikasi. Dalam prasangka, emosi memaksa kita
untuk menarik kesimpulan tanpa menggunakan pikiran yang rasional.
Seseorang tidak akan berfikir objektif dan segala apa yang dilihatnya
selalu akan dinilai negatif.
Prasangka sosial yang menentukan tiga faktor utama, yaitu:
stereotip, jarak sosial, dan sikap diskriminasi. Hubungan antara prasangka
dengan komunikasi sangat erat karena prasangka diasumsikan sebagai
dasar pembentukan prilaku komunikasi.
Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah
prasangka, suatu konsep yang sangat dekat dengan stereotip. Dapat
dikatakan bahwa stereotip merupakan komponen kognitif dari prasangka25.
24
Kamanto,Sunarto “Pengantar Sosiologi” 2004 hal 152 25Ibid Hal 223
28
Meskipun berbagai kelompok budaya (ras, suku, agama,dll)
semakin sering berinteraksi, bahkan dengan bahasa yang sama, tidak
otomatis saling pengertian terjalin diantara mereka, karena terdapat
prasangka timbal balik antara berbagai kelompok budaya itu. Bila tidak
dikelola dengan baik, kesalahpahaman antar budaya ini akan terus terjadi
dan menimbulkan kerusuhan26.
Stereotip adalah proses menempatkan orang-orang dan objek-objek
kedalam kategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang-orang atau
objek-objek berdasarkan kategori-kategori yang dianggap sesuai, alih-alih
berdasarkan karakteristik individual mereka27.
Stereotip merupakan suatu sikap yang sangat lekat dengan
prasangka. Orang yang menganut stereotip terhadap kelompok suku lain
cenderung akan berprasangka terhadap kelompok tersebut. Tetapi tidak
semua stereotif bersifat negative, ada pula stereotif yang bersifat positif.
Menurut kornblum (1988:303) dalam kamanto , stereotip
merupakan citra yang kaku mengenai suatu kelompok ras atau budaya
yang dianut tanpa memperhatikan kebenaran citra tersebut. Menurut
banton (1967:299-303) stereotip mengacu pada kecenderungan bahwa
sesuatu yang dipercayai orang bersifat terlalu menyederhanakan dan tidak
peka terhadap fakta objektif.28
26Drs. H. Ahmad Sihabudin M.Si. komunikasi Antarbudaya, satu perspektif Multi Dimensi 2007:104 27Mulyana, Dedi dan Jalaludin Rahmat “Komunikasi Antar Budaya” 2006:218 28 Kamanto,Sunarto “Pengantar Sosiologi” 2004 hal 152
29
2.4 Etnis Sunda, Jawa.
Berikut ini adalah penjelasan tentang etnis yang berkaitan dengan
penduduk dimana penelitian dilakukan.
A. Etnis Sunda.
Secara antropologi-budaya dapat dikatakan, bahwa yang disebut
bangsa sunda adalah orang-orang yang secara turun temurun menggunakan
bahasa ibu bahasa sunda serta dialeknya dalam kehidupan sehari-hari, dan
berasal serta bertempat tinggal di daerah Jawa Barat, daerah yang sering
disebut tanah pasundan atau tatar sunda29.
Bahasa sunda yang dipandang sebagai bahasa sunda terhalus
adalah dialek cianjur. Sedangkan bahasa sunda yang agak kurang halus
adalah bahasa sunda di Banten, Karawang, Bogor, Cirebon. Bahasa baduy
yang terdapat di kabupaten lebak provinsi Banten adalah bahasa sunda
kuno.
Banten dan Cirebon merupakan daerah percampuran dimana
digunakan bahasa sunda dan bahasa jawa. Orang Banten dan orang
Cirebon yang menggunakan bahasa sunda tidak menyebut dirinya orang
sunda tetapi menyebut dirinya orang Cirebon atau orang Banten.
B. Etnis Jawa
Daerah dengan kebudayaan jawa meliputi bagian tengah dan timur
pulau jawa. Yogyakarta dan Surakarta merupakan pusat dari kebudayaan
jawa. Diantara sekian banyak daerah kediaman orang jawa terdapat
29Koencaraningrat “Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia” 2010:307
30
berbagai variasi perbedaan yang bersifat lokal dalam beberapa unsur
kebudayaan seperti mengenai berbagai istilah tehnis, dialek bahasa, dan
lainnya. Fariasi tersebut masih menunjukan satu sistem kebudayaan jawa.
Dalam berkomunikasi sehari-hari mereka berbahasa jawa. Dalam
berbahasa, masyarakat jawa harus memperhatikan dan membedakan
keadaan orang yang diajak bicara atau yang sedang dibicarakan,
berdasarkan usia maupun status sosialnya. Ada dua macam bahasa jawa
apabila ditinjau dari kriteria tingkatannya, yaitu bahasa jawa ngoko dan
karma.
Bahasa jawa ngoko itu dipakai untuk orang yang sudah dikenal
akrab, dan terhadap orang yang lebih muda usianya serta lebih rendah
derajat atau status sosialnya. Lebih khusus lagi adalah bahasa ngoko lugu
dan ngoko andap. Sebaliknya bahasa jawa karma, dipergunakan untuk
bicara dengan yang belum dikenal akrab tetapi yang sebaya dalam umur
maupun derajat, dan juga terhadap orang yang lebih tinggi umur dan status
sosialnya 30.
2.5 Persepsi
Persepsi adalah pengalaman objek, peristiwa, atau hubungan-
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensori
stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah
bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi
30Ibid hlm 330
31
inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspetasi,
motivasi dan memori (Desiderato, 1976:129) dalam jalaluddin Rakhmat.31
Pareek (1996:13) dalam Alex Sobur memberikan definisi yang lebih
luas ihwal persepsi ini; dikatakan, “persepsi dapat didefinisikan sebagai
proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan
memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera atau data”. 32
Persepsi setiap orang berbeda-beda sesuai dengan makna yang
diberikan kepada sesuatu. Begitu juga persepsi masyarakat sunda terhadap
masyarakat jawa tidak akan sama tergantung kepada diri seseorang dalam
memberikan penilaian terhadap masyarakat jawa tersebut.
Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak
akurat, kita tidak mungkin berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang
menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain.
Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan
semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya, semakin
cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas (dalam
Mulyana, 2000: 167-168).33
2.5.1 Proses Persepsi
Dari segi psikologi dikatakan bahwa tingkah laku seseorang
merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena itu, untuk
mengubah tingkah laku seseorang, harus dimulai dari mengubah
31
Jalaluddin Rakhmat hal 51 32
Drs. Alex Sobur “Psikologi Umum” 2003:446 33 Drs. Alex Sobur “Psikologi Umum” 2003:446
32
persepsinya. Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponen utama
berikut.
1) Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan
dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
2) Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga
mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, system nilai yang
dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga
bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan
pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses
mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.
3) Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk
tingkah laku sebagai reaksi (Depdikbud,1985, dalam Soelaeman,
1987). Jadi, proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi,
dan pembulatan terhadap informasi yang sampai.34
2.5.2 Jenis-Jenis Persepsi
a. Persepsi diri
Persepsi diri individu merupakan cara seseorang menerima diri
sendiri
b. Persepsi lingkungan
Persepsi lingkungan dibentuk berdasarkan konteks di mana
informasi itu diterima.
34 Drs. Alex Sobur “Psikologi Umum” 2003:447
33
c. Persepsi yang dipelajari
Persepsi yang dipelajari merupakan persepsi yang terbentuk karena
individu mempelajari sesuatu dari lingkungan sekitar.
d. Persepsi fisik
Persepsi fisik dibentuk berdasarkan pada dunia yang serba terukur
(the tangible world) .
e. Persepsi budaya
Persepsi budaya berbeda dengan persepsi lingkungan sebab
persepsi budaya mempunyai skala yang sangat luas dalam
masyarakat, sedangkan persepsi lingkungan menggambarkan skala
yang sangat terbatas pada jumlah orang tertentu.35
2.5.3 Hambatan persepsi
Hambatan persepsi terutama terjadi dalam proses pembentukan
persepsi, yaitu:
1. Berdasarkan teori implicit personality, hambatan persepsi
bersumber dari;
a. Kecenderungan individu untuk mengembangkan pribadi yang
terpisah, jadi individu mau tampil beda sehingga dia juga
mempersepsi sesuatu secara berbeda pula.
b. Individu menerima konfirmasi yang tidak tepat.
35 Prof. DR. Alo Liliweri, M.S. “ Komunikasi Serba Ada Serba Makna” 2011 hal 160-161
34
2. Self-fulfilling prophecy, individu mempersepsi sesuatu karena
dipengaruhi oleh faktor tertentu yang tidak dia duga sebelumnya,
akibatnya individu tidak dapat meramalkan persepsinya sehingga
dia bertindak tidak sesuai dengan kebiasaan. Keadaan ini akan
mempengaruhi persepsi individu terhadap orang lain karena
individu mengalami distorsi realitas dan situasi.
3. Perceptual accentuation, hambatan persepsi karena individu
berada dalam situasi:
a. Dia mencari apa yang tidak ada.
b. Dia tidak melihat apa yang dia sedang cari
c. Dia mengalami kesulitan menyaring informasi yang hamper
semuanya mirip
d. Dia selalu memproyeksi orang lain dengan atribusi negative
e. Dia mengalami distorsi dari memori sehingga tidak dapat
“mengeluarkan” informasi yang dia pernah simpan.
4. Primacy-Recency, hambatan persepsi ini terjadi karena individu
terlalu terbuai dengan kesan pertama tentang objek yang dia
persepsikan.
5. Consistency, hambatan persepsi ini terjadi karena individu
mengharapkan segala sesuatu bersifat konsisten, namun yang dia
hadapi adalah situasi inkonsistensi antara apa yang dia pikirkan
(kognitif) dan perilaku (behavior) sehingga:
a. Dia mengabaikan atau membelokan persepsi dan perilakunya.
35
b. Dia hanya melihat hal-hal yang positifnya saja.
c. Dia hanya melihat hal-hal negative saja.
6. Stereotyping, hambatan persepsi ini terjadi karena individu
dipengaruhi oleh steteotip (positif atau negatif) terhadap orang lain
yang kebetulan menjadi anggota suatu kelompok tertentu,
akibatnya persepsinya terhadap orang lain:
a. Mempunyai kualitas tertentu (terlalu baik atau buruk).
b. Dia mengabaikan keunikan karakteristik orang lain dari
kelompok tertentu.
7. Attribution, hambatan persepsi terletak pada atribusi di mana
individu gagal membentuk atau membangun atribusi dari objek
yang dipersepsi, misalnya gagal mencirikan dari atribut-atribut
komunikan:
a. Consensus > compare to others, what people do an why:
Persepsi individu terganggu karena dia tidak berhasil
membangun semacam consensus ketika membandingkan apa
yang orang lain lakukan dengan apa yang dia lakukan.
Persepsi individu terganggu karena dia tidak dapat
membandingkan aneka sebab.
b. Consistency > compare to similar situations: persepsi individu
tidak konsisten membandingkan perilakunya dengan perilaku
orang lain dalam suatu situasi yang sama.
36
c. Distinctiveness > compare to different situations: individu tidak
dapat memisahkan perilakunya denga perilaku orang lain
terhadap objek persepsi dalam situasi yang berbeda.36
2.5.4 Mengatasi Kesalahan Persepsi
1. Makin sadar atas persepsi
a. Mengakui peranan anda dalam persepsi
b. Hindarilah kesimpulan yang terlalu dini
c. Hindarilah hanya ada satu kesimpulan
d. Lebih sadar atas bias yang timbul dari anda sendiri
e. Hindarilah penilaian anda sendiri bahwa anda lebih bermoral
2. Cek persepsi anda
a. Ketahuilah bahwa deskripsi anda umumnya subjektif
b. Bertanya untuk mendapatkan informasi
3. Perbaikan akurasi persepsi
a. Tingkatkan kesadaran anda
b. Hindarilah stereotip
c. Cek persepsi anda baik secara langsung maupun tidak langsung
4. Kurangi ketidakpastian
a. Amatilah sesuatu sembari bertindak
b. Amatilah sesuatu lebih pada konteks yang khusus
c. Kumpulkanlan informasi dari orang lain
36
Prof. DR. Alo Liliweri, M.S. “ Komunikasi Serba Ada Serba Makna” 2011 hal 161-162
37
d. Berinteraksi dengan individu
e. Jadilah orang yang peka budaya:
Akuilah bahwa kita berbeda nilai, adat istiadat, kepercayaan,
dan keyakinan
Hindari perbedaan penilaian
5. Mengerti bagaimana seharusnya menjadi pembicara dan pendengar
yang baik
a. Mendengarkan penuh perhatian - ketika mendengarkan
seseorang maka katakanlah maksud Anda.
b. Ulangi dengan tepat apa yang orang lain katakan – jangan anda
menyampaikan interpretasi pada saat orang lain sedang
mengatakan sesuatu. Tindakan ini hanya akan menciptakan
masalah komunikasi yang baru.
c. Katakana kepada orang itu jika anda merasa senang
mendengarkannya, mengerti dia karena itu anda mendengarkan
dengan baik.
d. Sadar ketika anda berkomunikasi dengan bahasa tubuh atau
bahasa nonverbal.
e. Tampil sopan dihadapan orang yang sedang berbicara dengan
anda, anda akan mendapatkan juga kesempatan yang baik untuk
berbicara.
38
f. Bersikap empati-tanpa empati, maka anda tidak pernah akan
melihat bagaimana mereka merasa dan menjadi satu dengan
anda, inilah hakikat perbedaan antara tuturan dan pendapat.
g. Mengerti apa yang anda lakukan untuk mempertahankan diri,
gunakan pertolongan dengan johari window untuk mencari tahu
lebih dalam diri anda.
h. Setiap kali pembicara mengakhiri percakapan dan merasa orang
lain mendengarkan mereka dengan tepat, maka gantilah posisi
dari pendengar menjadi pembicara dan dari pembicara menjadi
pendengar.
6. Sesuaikan komunikasi anda dengan tujuan komunikasi.
a. Merangsang partisipan untuk mendengarkan dengan penuh
perhatian.
b. Mengembangkan keterampilan terutama memberikan umpan
balik secara verbal.
c. Menolong orang agar mereka dapat menyampaikan ide-ide
secara baik.
d. Meningkatkan kesadaran dan kemampuan untuk berkomunikasi
dengan pesan-pesan nonverbal.
e. Mengamati bagaimana orang-orang yang berbeda menampilkan
cara berkomunikasi yang berbeda pula.
f. Mengamati perbedaan individu ketika menerima pesan secara
langsung.
39
g. Berusaha mencapai pengertian yang lebih baik tentang apa yang
terjadi disaat anda mengalami steres waktu berkomunikasi37.
2.6 Teori Kognitif
2.6.1. Kategorisasi atau Penggolongan
Di kampung Nelayan Teluk memiliki dua kelompok suku
yang berbeda yaitu Suku sunda yang merupakan masyarakat Pribumi,
Kemudian Masyarakat Suku Jawa yang merupakan Masyarakat
pendatang. Dengan melihat terdapatnya dua kelompok suku yang
berbeda, peneliti menggunakan teori kognitif Kategorisasi atau
penggolongan. Teori ini dinilai dapat mendukung proses penelitian
tentang persepsi masyarakat Sunda terhadap Masyarakat pendatang
Jawa
Kategorisasi adalah apabila sesorang mempersepsi orang lain
atau apabila suatu kelompok mempersepsi kelompok lain dan
memasukkan apa yang dipersepsi ke dalam suatu kategori tententu.
Misalnya, seseorang dimasukkan dalam kategori jenis kelamin,
kategori umur, kategori pekerjaan, maupun kategori kelompok
tertentu. 38
Dengan uraian diatas, masyarakat Kampung Nelayan termasuk
kedalam kategori kelompok atau etnis (Sunda dan Jawa). Hal tersebut
akan berdampak adanya persepsi-persepsi terhadap kelompok etnis
37
Prof. DR. Alo Liliweri, M.S. “ Komunikasi Serba Ada Serba Makna” 2011 hal 163-164 38
Dayakisni, Tri dan Hudainah. Psikologi Sosial. Malang. UMM Press. Mendatu, Achmanto. Hal 91
40
lain. Persepsi yang timbul akan bermacam-macam yaitu persepsi
positif dan negatif.
Kategorisasi terbagi menjadi 2 yakni, “kelompok kita”
(ingroup) dan “kelompok mereka” (outgroup). Ingroup adalah
kelompok sosial dimana individu merasa dirinya dimiliki atau
memiliki. Sedangkan outgroup adalah grup diluar grup sendiri.
Kategorisasi dapat menuju ke ingroup dan outgroup. Apabila ada
kategorisasi kita dan “mereka”, maka akan menimbulkan ingroup dan
outgroup. Seseorang dalam suatu kelompok merasa dirinya sebagai
ingroup dan orang lain dalam kelompok lain sebagai outgroup. Dalam
ingroup, ada beberapa dampak yang dapat timbul, yaitu :
a. Anggota ingroup mempersepsi anggota ingroup yang lain lebih
mempunyai kesamaan apabila dibandingkan dengan anggota
outgroup. Hal seperti demikian lah yang sering disebut similarity
effect. Jadi keadaan ingroup mempunyai sifat-sifat yang berbeda
dengan outgroup.
b. Kategorisasi ingroup dan outgroup mempunyai dampak bahwa
ingroup lebih favorit daripada outgroup. Ini yang sering disebut
ingroup favoritism effect.
c. Seseorang dalam ingroup memandang outgroup lebih homogeny
daripada ingroup, baik dalam hal kepribadian maupun dalam hal-
hal lain. 39
39
Ibid hal 92
41
Melalui kategorisasi kita membuatnya menjadi sederhana dan
bisa kita mengerti. Melalui kategorisasi kita membedakan diri kita
dengan orang lain, keluarga kita dengan keluaga lain, kelompok kita
dengan kelompok lain, etnik kita dengan etnik lain. Pembedaan
kategorisasi ini bisa berdasarkan persamaan atau perbedaan.
Misalnya, persamaan tempat tinggal, garis keturunan, warna kulit,
pekerjaan, kekayaan yang relatif sama dan sebagainya akan
dikategorikan dalam kelompok yang sama. Sedangkan perbedaan
dalam warna kulit, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan,
tingkat pendidikan dan lainnya maka dikategorikan dalam kelompok
yang berbeda. Mereka yang memiliki kesamaan dengan diri kita akan
dinilai satu kelompok dengan kita atau ingroup. Sedangkan yang
berbeda dengan kita akan dikategorikan sebagai outgroup.
Kategorisasi memiliki dua efek fundamental yakni melebih-
lebihkan perbedaan antar kelompok dan meningkatkan kesamaan
kelompok sendiri. Perbedaan antar kelompok yang ada cenderung
dibesar-besarkan dan itu yang sering diekspos sementara kesamaan
yang ada cenderung diabaikan. Di sisi lain kesamaan yang dimiliki
oleh kelompok cenderung sangat dilebih-lebihkan dan itu pula yang
selalu diungkapkan. Sementara itu perbedaan yang ada cenderung
diabaikan.
Kelompok minoritas menilai dirinya lebih similiar dalam
kelompok. Sementara kelompok mayoritas menilai dirinya kurang
42
similar. Anggota kelompok minoritas juga mengidentifikasikan diri
lebih kuat ke dalam kelompok ketimbang anggota kelompok yang
lebih besar. Kelompok yang minoritas juga menilai dirinya lebih
berada di dalam ancaman dibanding kelompok yang lebih besar.
Keadaan ini menyebabkan kelompok minoritas tidak mudah percaya,
sangat berhati-hati dan lebih mudah berprasangka terhadap kelompok
mayoritas. Kecemasan berlebih itu tidak kondusif dalam harmonisasi
hubungan sosial. Karena sebagaimana dikatakan oleh Islam dan
Hewstone hubungan yang cenderung meningkatkan kecemasan akan
mengurangi sikap yang baik terhadap kelompok lain.
Pengkategorian akan membedakan antara kelompok satu dan
lainnya. Kelompok sendiri akan dinilai baik dibandingkan dengan
kelompok lain. Sedangkan kelompok lain akan dinilai tidak lebih baik
dibandingkan dengan kelompok sendiri. Keadaan seperti ini dapat
menimbulkan konflik karena masing-masing menilai kelompoknya
lebih baik dibandingkan dengan kelompok lain.
Oakes, haslam dan Turner menyatakan bahwa kategorisasi
sosial juga akan melahirkan diskriminasi antar kelompok jika
memenuhi kondisi berikut: derajat subjek mengidentifikasi
kelompoknya. Semakin tinggi derajat identifikasi terhadap kelompok
maka semakin tinggi kemungkinan melakuka diskriminasi. Menonjol
tidaknya kelompok lain yang relevan. Bila kelompok lain yang
relevan cukup menonjol maka kecenderungan untuk terjadi
43
diskriminasi juga besar. Derajat dimana kelompok dibandingkan pada
dimensi-dimensi itu (kesamaan, kedekatan, perbedaa yang ambigu).
Semakin sama, semakin dekat, dan semakin ambigu yang
dibandingkan maka kemungkinan diskriminasi akan menegecil.
Penting dan relevankah membandingkan dimensi-dimensi dengan
identitas kelompok. Semakin penting dan relevan dimensi yang
dibandingkan dengan identitas kelompok maka kemungkinan
diskriminasi juga semakin besar. Status relative ingroup dan karakter
perbedaaan status antar kelompok yang dirasakan. Semakin besar
perbedaan yang dirasakan maka diskriminasi juga semakin mungkin
terjadi. 40
2.7 Kerangka Berfikir
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup seorang
diri. Manusia pada hakikatnya senang bergaul dalam lingkungan masyarakat.
Masyarakat merupakan kumpulan individu yang menetap pada suatu wilayah.
Pada umumnya masyarakat terdiri dari berbagai individu yang berbeda
perilaku, budaya, agama, ras, dan lainnya.
Di Kampung Nelayan memiliki dua suku didalamnya sehingga
terdapat perbedaan bahasa dalam berkomunikasi. Bahasa merupakan ciri
budaya tertentu dan hanya budaya itu sendiri yang memahami. Dalam
40
Dayakisni, Tri dan Hudainah. Psikologi Sosial. Malang. UMM Press. Mendatu, Achmanto. Hal 94
44
berkomunikasi antarbudaya diperlukan kemampuan berkomunikasi yang baik
agar proses komunikasi tidak ada hambatan.
Masyarakat Kampung Nelayan dalam berkomunikasi menggunakan
bahasa dari setiap masing-masing budaya. Hal tersebut berdampak pada
perbedaan kualitas dalam berkomunikasi. Masyarakat Kampung Nelayan
cenderung lebih menyukai berkomunikasi dengan sesama suku karena
memiliki kesamaan bahasa. Dengan kesamaan bahasa akan lebih mudah
dalam menyampaikan suatu pesan.
Penelitian ini akan membahas mengenai bagaimana persepsi
masyarakat Sunda terhadap masyarakat pendatang Jawa di Kampung Nelayan
Desa Teluk Kecamatan Labuan Pandeglang.
45
Dengan uraian tersebut, kerangka berfikir penelitian ini dapat
digambarkan dalam bagan sebagai berikut:
Gambar 2.2
Adapun penjelasan dari kerangka penelitian diatas adalah kolom
pertama merupakan lokasi penelitian yaitu Kampung Nelayan Desa Teluk
Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Banten. Dilanjutkan dengan
kolom dibawah merupakan dua suku yang terdapat di kampung Nelayan
Teluk. Kedua suku tersebut adalah Suku Sunda dan Suku Jawa. Kedua suku
tersebut memiliki Kebudayaan, bahasa dan kepribadian masing-masing yang
berbeda. Masyarakat Kampung Nelayan ini yang menjadi subjek penelitian
ini.
Sunda Jawa
Kebudayaan/bahasa
Kepribadian
Kampung Nelayan Teuk
Kebudayaan/bahasa
Kepribadian
Ingrup
Teori Kognitif: Kategori Suku
Out grup
Persepsi
46
Anak panah antara kolom sunda dan jawa adalah interaksi antara
keduanya. Kemudian dilanjutkan dengan kolom dibawahnya yang
dimaksudkan peneliti menggunakan teori kognitif dengan kategori suku.
Kategori suku ini kemudian muncul in grup dan out grup yang dalam
penelitian ini, ingrup adalah suku Sunda yang menjadi masyarakat pribumi
kemudian out group adalah masyarakat pendatang Jawa. Karena peneliti
melakukan penelitian tentang persepsi masyarakat Sunda Terhadap
Masyarakat Jawa maka ingroup dan out group ditentukan demikian.
Selanjutnya kolom terakhir yaitu persepsi karena persepsi ini yang
menjadi objek penelitan atau fokus penelitian ini. Bagaimana masyarakat
Sunda mempersepsi masyarakat pendatang Jawa.
47
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian kualitatif berbeda dengan metode penelitian
kuantitatif. Dalam penelitian dengan metode kualitatif, seorang peneliti
menjadi instrument kunci penelitian karena peneliti terlibat sepenuhnya
dalam kegiatan penelitian.
Penelitian kualitatif memiliki karakteristik: (a) ilmu-ilmu lunak; (b)
focus penelitian: kompleks dan luas; (c) holistic dan menyeluruh; (d)
subjektif dan perspektif emik; (e) penalaran: dialiktik-induktif; (f) basis
pengetahuan: makna dan temuan; (g) mengembangkan/membangun teori; (h)
sumbangsih tafsiran; (i) komunikasi dan observasi; (j) elemen dasar analisis:
kata-kata; (k) interpretasi individu; (l) keunikan (Danim, 2002:34 dalam
Elvinaro)41.
Penelitian kualitatif merupakan perilaku artistic. Pendekatan dan
filosofis dan aplikasi metode dalam kerangka penelitian kualitatif
dimaksudkan untuk memproduksi ilmu-ilmu “lunak”, seperti sosiologi,
antropologi. Kepedulian utama peneliti kualitatif adalah bahwa keterbatasan
objektivitas dan control sosial sangat esensial. Penelitian kualitatif berangkat
dari ilmu-ilmu perilaku dan ilmu-ilmu sosial. Esensinya adalah sebagai
sebuah metode pemahaman atas keunikan, dinamika, dan hakikat holistik dari
kehadiran manusia dan interaksinya dengan lingkungan. Peneliti kualitatif
41. Elvinaro Ardianto “Metode Penelitian untuk Public Relations” (2010:59)
47
48
percaya bahwa kebenaran (truth) adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya
melalui penelaahan terhadap orang-orang dan interaksinya dengan situasi
sosial kesejahteraan (Danim,2002:35)42.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
deskriptif-kualitatif. Metode deskriptif-kualitatif ini mencari teori, bukan
menguji teori; hypothesis-generating, bukan hypothesis testing; dan heuristic,
bukan verifikasi 43. Metode deskriptif-kualitatif adalah menitikberatkan pada
observasi dan suasana alamiah. Peneliti terjun langsung ke lapangan,
bertindak sebagai pengamat. Ia membuat kategori perilaku, mengamati gejala,
dan mencatatnya dalam buku observasi dan tidak memanipulasi variabel.
Metode deskriptif-kualitatif tidak jarang melahirkan apa yang disebut
Seltiz, Wrightsman, dan cook (dalam rahmat. 2002) sebagai penelitian yang
insightmulating, yakni peneliti terjun ke lapangan tanpa dibebani atau
diarahkan oleh teori 44. Peneliti bebas mengamati objeknya, menjelajah, dan
menemukan wawasan-wawasan baru sepanjang penelitian. Peneliti terus
menerus mengalami reformulasi dan redireksi ketika informasi baru
ditemukan. Dalam metode ini, hipotesis tidak datang sebelum penelitian,
tetapi muncul ketika melakukan penelitian.
Menurut Creswell (2010) dalam Elvinaro, metode deskriptif-kualitatif
termasuk paradigma penelitian post-positivistik. Asumsi dasar yang menjadi
inti paradigma post-positivisme adalah:
42 Ibid hal 59 43 Ibid hlm 60 44Ibid hlm 60
49
1. Pengetahuan bersifat konjektural dan tidak berlandaskan apapun. Kita
tidak pernah mendapatkan kebenaran absolute. Untuk itu, bukti yang
dibangun dalam penelitian sering kali lemah dan tidak sempurna.
Karena itu, banyak peneliti berujar bahwa mereka tidak dapat
membuktikan hipotesisnya, bahkan tidak jarang mereka gagal
menyangkal hipotesisnya.
2. Penelitian merupakan proses membuat klaim-klaim, kemudian
menyaring sebagian klaim tersebut menjadi klaim-klaim lain yang
kebenarannya jauh lebih kuat.
3. Pengetahuan dibentuk oleh data, bukti dan pertimbangan logis. Dalam
praktiknya, peneliti nmengumpulkan informasi dengan menggunakan
instrument pengukuran tertentu yang diisi oleh partisipan atau dengan
melakukan observasi mendalam dilokasi penelitian.
4. Penelitian harus mampu mengembangkan pernyataan yang relevan
dan benar, pernyataan yang dapat menjelaskan situasi yang
sebenarnya atau mendeskripsikan relasi kausalitas dari suatu
persoalan. Dalam penelitian kualitatif, membuat relasi antarvariabel
dan mengemukakan dalam pertanyaan dan hipotesis.
5. Aspek terpenting dalam penelitian adalah sikap objektif. Para peneliti
harus menguji kembali metode dan kesimpulan yang sekiranya
mengandung bias. Untuk itulah penelitian kualitatif dilakukan. Dalam
penelitian kualitatif, standar validitas dan reabilitas menjadi dua aspek
50
penting yang wajib dipertimbangkan oleh peneliti (Burbules, dalam
Creswell 2010:10)45.
3.2 Informan Penelitian
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah sample dan
populasi seperti pada penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif menggunakan
informan dalam mengumpulkan data penelitian. Informan merupakan subjek
penelitian yang berperan aktif dalam kegiatan penelitian. Dalam penentuan
informan, peneliti mempertimbangkan dan menilai apakah mereka layak
untuk dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini. Informan penelitian
merupakan sumber data dalam penelitian, sehingga dalam memilih seseorang
untuk dijadikan sebagai informan harus memiliki pengetahuan yang luas
terhadap apa yang akan diteliti.
Kriteria yang menjadi acuan peneliti dalam menentukan informan
diantarannya:
1. Mereka yang menguasai atau memahami suatu melalui proses
enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi
juga dihayati.
2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat
pada kegiatan yang tengah diteliti.
3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai
informasi.
45Elvinaro Ardianto “Metode Penelitian untuk Public Relations” (2010:60-61)
51
4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil
kemasannya sendiri.
5. Mereka yang pada mulanya tergolong cukup asing dengan peneliti
sehingga menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau
narasumber. (Sugiyono 2012:57)46.
Dengan dipertimbangkannya kriteria pemilihan informan, peneliti
menggunakan teknik purposive sampling dengan menentukan sendiri siapa
yang menjadi informan kunci dan informan tambahan yang dinilai penulis
mengetahui tentang apa yang akan diteliti. Informan kunci yang dipilih
berjumlah 3 orang masyarakat sunda yang dimana 3 orang tersebut mewakili
tingkatan umur masyarakat Kampung Nelayan Teluk. Selain informan kunci,
ada beberapa informan tambahan berjumlah 4 orang yang berada di tempat
penelitian dan dipilih secara acak untuk menambah data penelitian.
Adapun yang menjadi key informan dalam Penelitian ini adalah:
1. Muhammad Tabaraji
2. Jariah
3. Engga Suwandi
Dan yang menjadi informan tambahan untuk membantu melengkapi
data dalam penelitian ini adalah:
1. Tedi
2. Yayat Hidayaman
3. Mukminin
46Sugiyono “Memahami Penelitian Kualitatif “ 2012:57
52
4. Siti Rohanah
5. Parmin
Muhammad Tabaraji merupakan nelayan yang kesehariannya menjual
ikan di dekat pelelangan ikan di Kampung Nelayan Teluk. Sedangkan ibu
Jariah merupakan istri dari Ketua RT Kampung Nelayan Teluk dan Engga
Suwandi merupakan pemuda warga Kampung Nelayan Teluk. Ketiga orang
tersebut merupakan orang yang tergolong sering berinteraksi dengan
masyarakat Jawa dan mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai
informasi yang berkaitan dengan penelitian. Maka dari itu peneliti memilih
mereka sebagai orang yang yang tepat untuk dijadikan informan kunci pada
penelitian ini. Sedangkan ke empat informan pendukung merupakan orang
yang ketika penelitian berlangsung mereka sering terlihat sehingga peneliti
meminta informasi dari mereka untuk membantu dalam pengambilan data.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain:
A. Wawancara,
Wawancara merupakan teknik mengumpulkan data atau
informasi dengan cara bertatap muka langsung dengan informan agar
mendapatkan data lengkap. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan
wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan kunci
yang telah ditunjuk oleh peneliti. Wawancara mendalam
(intensive/depth interview) adalah teknik mengumpulkan data atau
informasi dengan cara bertatap muka langsung dengan informan agar
53
mendapatkan data lengkap dan mendalam 47 . Wawancara dilakukan
dengan frekuensi tinggi (berulang-ulang) secara intensif.
Pada wawancara mendalam ini, peneliti tidak mempunyai
control atas respon informan. Artinya, informan bebas memberikan
jawaban-jawaban yang lengkap, mendalam, dan tak ada yang
disembunyikan. Agar semua informasi dapat terungkap, peneliti
melakukan wawancara informal agar terkesan seperti sedang
mengobrol.
Wawancara mendalam digunakan untuk subjek yang sedikit
bahkan hanya satu orang saja atau tidak ada ukuran pasti mengenai
banyaknya subjek. Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang
mensyaratkan sampel harus dapat mewakili populasi.
Pada wawancara mendalam, peneliti berhenti mewawancarai
hingga ia bertindak dan berfikir sebagai anggota-anggota kelompok
yang sedang diteliti atau jika peneliti merasa data yang terkumpul
sudah jenuh (tidak ada sesuatu yang baru), ia bisa mengakhiri
wawancara48.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara bersifat
tidak terstruktur atau wawancara bebas dengan tidak menggunakan
pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap
untuk pengumpulan data. Selain itu, peneliti juga melakukan
47Elvinaro Ardianto “Metode Penelitian untuk Public Relations” (2010:178) 48 Ibid hlm 178
54
wawancara secara semi terstruktur dengan mempersiapkan pertanyaan
sebagai pedoman wawancara.
B. Observasi
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam observasi
bersifat partisipan yaitu Peneliti mengadakan pengamatan langsung
terhadap objek yang akan diteliti sehingga peneliti melihat sendiri apa
yang sebenarnya terjadi dilapangan. Dalam penelitian ini, peneliti
mencatat apa yang dilihat dan didengar, yang mereka katakan dan
rasakan. Dengan peneliti terjun langsung ke lapangan, data yang
didapat tidak hanya mengenai penelitian yang akan di teliti saja tetapi
data yang diduga ada kaitannya dengan penelitian dapat diperoleh.
Dalam melakukan observasi, peneliti juga dapat menemukan
data yang tidak terungkap dalam wawancara yang bersifat sensitif
sehingga dapat melengkapi data yang telah didapat dari wawancara.
Alat bantu peneliti dalam melakukan observasi menggunakan kamera
untuk merekam segala kegiatan yang terjadi dan juga alat tulis untuk
mencatat apa yang bisa menjadi data dalam penelitian.
C. Study Literatur
Dalam penengumpulan data, peneliti juga menggunakan study
literatur untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam penelitian yang
berbentuk buku, skripsi, dokumentasi kegiatan, koran, internet, dan
lainnya.
55
3.4 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti
adalah analisis data yang disampaikan oleh Nasution (2003). Menurut
nasution (2003) dalam Elvinaro, analisis data dalam penelitian kualitatif harus
dimulai sejak awal. Data yang diperoleh dalam lapangan harus segera
dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis. Salah satu cara yang
dianjurkan ialah dengan mengikuti langkah-langkah berikut:
A. Mereduksi data.
Data yang diperoleh dilapangan ditulis dalam bentuk uraian atau
laporang yang terperinci karena data akan terus bertambah. Bila tidak
segera dianalisis sejak awal, akan menambah kesulitan. Reduksi data
adalah suatu bentuk analisis yang mempertajam, memilih,
memfokuskan, membuang, menyusun data dalam suatu cara yang
dimana kesimpulan akhir dapat digambarkan. Reduksi data terjadi
secara berkelanjutan hingga akhir laporan. Dengan kata lain
mereduksi data merupakan kegiatan merangkum/menyusun semua
data yang didapat dengan sistematis agar mempermudah dalam
menganalisis dan juga mencari kembali data bila diperlukan.
B. Men-display data.
Agar dapat melihat gambaran keseluruhan atau bagian tertentu dari
penelitian, harus diusahakan membuat berbagai macam matriks,
grafik, networks, dan charts. Dengan demikian peneliti dapat
menguasai data dan tidak tenggelam dalam tumpukan detail. Dengan
56
menyajikan data informasi yang tersusun tersebut membolehkan
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data
yang sederhana dan mudah dipahami merupakan cara untuk
menganalisis data deskriptif kualitatif.
C. Penarikan/verifikasi kesimpulan.
Langkah terakhir yang dilakukan dalam menganalisis data adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi data. Sejak awalnya, peneliti
berusaha mencari makna dari data yang dikumpulkannya. Untuk itu,
peneliti mencari pola, tema, hubungan, persamaan, dan lainnya. Dari
data yang diperolehnya sejak awal, peneliti mengambil kesimpulan
yang masih bersifat sementara dan masih diragukan. Akan tetapi
dengan semakin banyak data yang didapat akan memperkuat
kesimpulan peneliti. Selama penelitian berlangsung, peneliti harus
melakukan verivikasi kesimpulan tersebut dengan terus mencari data
baru.
D. Menganalisis data.
Menganalisis data sewaktu pengumpulan data antara lain akan
menghasilkan lembar rangkuman dan pembuatan kode pada tingkat
rendah, menengah (kode pola), dan tingkat tinggi (memo).
E. Membuat lembar rangkuman
Untuk memperoleh inti data, peneliti dapat bertanya, siapa, peristiwa
atau situasi apa, tema atau masalah apa yang dihadapinya dalam
lapangan, hipotesis apa yang timbul dalam pikirannya. Pada
57
kunjungan berikutnya, informasi apa yang harus ditemukannya dan
hal apa yang harus diberi perhatian khusus.
F. Menggunakan matriks dalam analisis data.
Matriks dapat memberi bantuan yang sangat berguna dalam mengolah
dan menganalisis data yang banyak, yang terdiri dari membentuk
maktriks, menganalisis data matriks. (Nasution, 2003:129-134) dalam
Elvinaro49.
3.5 Uji Validitas
Penelitian dapat dinyatakan valid apabila data hasil yang diperoleh
peneliti sesuai dengan data yang sebenarnnya di lapangan. Maka dari itu
diperlukan uji validitas untuk membuktikan hasil penelitian tersebut sesuai
dengan kenyataan. Begitu juga dengan penelitian pola komunikasi
antarpribadi nelayan ini, diperlukan uji validitas data agar hasil temuan yang
didapat peneliti sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan.
Dalam menguji validitas, peneliti menggunakan teknik triangulasi
data. Triangulasi data yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu50.
Tujuan triangulasi adalah mengecek kebenaran data tertentu dengan
membandingkan dengan data yang diperoleh dari sumber lain, pada berbagai
fase penelitian lapangan, pada waktu yang berlainan, dan dengan menggunan
49Elvinaro Ardianto “Metode Penelitian untuk Public Relations” (2010:216-217) 50 Moleong, J Lexy “Metode Penelitian Kualitatif” (2000:178)
58
metode yang berlainan.51 Triangulasi dapat dilakukan dengan membandingkan
antara hasil dua peneliti atau lebih, serta dengan menggunakan teknik
berbeda, misalnya observasi, wawancara, dokumen.
Dalam penelitian ini, peneliti membandingkan hasil wawancara yang
didapat dari informan dengan melakukan observasi dilapangan. Hal ini
dilakukan apakah hasil wawancara yang didapat sesuai dengan kenyataan.
Selain itu, untuk memperkuat data dilakukan wawancara secara berulang
dengan informan yang sama agar peneliti mengetahui jawaban dari informan
itu konsisten atau tidak. Jika data yang didapat masih belum cukup, peneliti
melakukan wawancara dengan informan pendukung agar memperkuat data
yang didapat dari informan kunci.
3.6 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian yang berjudul “Persepsi Masyarakat Sunda Terhadap
Masyarakat Pendatang Jawa di Kampung Nelayan DesaTeluk Kecamatan
Labuan Kabupaten Pandeglang Banten” ini dilaksanakan di Kampung
Nelayan DesaTeluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten. Penelitian dilaksanakan terhitung dari bulan Oktober 2014 sampai
dengan selesai.
51Ibid, hal 197
59
Table 3.1 Jadwal penelitian
NO KEGIATAN BULAN
9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Pra Riset:
- Observasi
awal
- Penyusunan
bab I-III
2 Siding Outline
3 Riset Lapangan
4 Penyusunan Bab
IV
5 Penyusunan Bab
V
6 Sidang Skripsi
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Labuan merupakan satu kecamatan di kabupaten Pandeglang provinsi
Banten. Labuan lebih dikenal dengan sebutan kota nelayan karena letaknya
dipesisir pantai Selat Sunda. Labuan ujung barat pulau jawa yang berhadapan
langsung dengan selat sunda.
Labuan menjadi daerah strategis sejak zaman dahulu. Bukti sejarah
Labuan sebagai tempat strategis dilihat dari terdapatnya peninggalan sisa
perang dunia kedua yaitu adanya dua bangunan benteng pertahanan sisa
perang zaman Jepang. Tempat bersejarah itu terletak di kelurahan DesaTeluk,
dan Desa Cigondang. Dengan adanya tempat bersejarah itu membuktikan
bahwa jepang memilih daerah Labuan sebagai tempat yang tepat untuk
diduduki. Selain itu, peninggalan sejarah yang terdapat di daerah Labuan
adalah benteng jembatan dua, benteng loterdam, dan kereta api. Sejarah juga
mencatat bahwa pusat pemerintahan pada zaman dahulu terletak di daerah
Caringin yang disebut dengan nama karagenan (Regency Caringin) pada
waktu itu masyarakat dipimpin oleh Regent Boncel.
Sebelum terjadi letusan gunung Krakatau yang terjadi pada tahun 1883
Caringin Labuan merupakan ibukota Kabupaten Banten Barat. Gunung
Krakatau menghancurkan daerah Caringin yang berdampak pada
60
61
dipindahkannya Ibukota kabupaten ke daerah Pandeglang dan berganti nama
menjadi Pandeglang. Sekarang Caringin hanya merupakan suatu Desa.
Dengan adanya sejarah sebagai pusat pemerintahan, sekelompok orang ingin
mengembalikan kejayaan Caringin dengan mendirikan kembali kabupaten
Caringin dan berpisah dengan Pandeglang.
Letak ibukota Pandeglang yang jauh dan tidak meratanya
pembangunan di setiap daerah, menimbulkan dua calon kabupaten yang baru.
Dengan harapan akan terjadi pemerataan ekonomi disetiap daerah. Kabupaten
Pandeglang memiliki luas wilayah yang besar tetapi pusat pemerintahan
terletak di perbatasan dengan kabupaten lain.
4.1.2 Letak Geografis
Kecamatan Labuan memiliki batas wilayah sebagai berikut:
a) Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Carita.
b) Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pagelaran.
c) Sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda.
d) Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Jiput.
4.1.3 Jumlah Penduduk
Labuan adalah kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi di
kabupaten Pandeglang yang memiliki jumlah penduduk 55,850 jiwa dengan
kepadatan 3,566 jiwa/km². Kepadatan penduduk yang sangat tinggi, Labuan
menjadi salah satu pusat perekonomian khususnya dibidang niaga.
62
DesaTeluk merupakan salah satu Desa yang terletak di kecamatan
Labuan kabupaten Pandeglang. Memiliki jumlah penduduk terpadat kedua
setelah Desa Labuan. Jumlah penduduk DesaTeluk adalah 11.169 jiwa
dengan rincian 5.814 laki-laki dan 5.355 perempuan. DesaTeluk terdiri dari
13 Rukun Warga (RW) dan 32 Rukun Tetangga (RT) dan memiliki total
Kepala Keluarga (KK) berjumlah 2.764 orang.
DesaTeluk dipimpin oleh Bapak Dadi Supiadi selaku Kepala Desa.
Terdapat 14 perKampungan di DesaTeluk dengan sebagian besar terletak di
pesisir pantai kecamatan Labuan. DesaTeluk berbatasan dengan Desa
Labuan, DesaCigondang. Di DesaTeluk terdapat satu tempat pelelangan ikan
dan tempat pengisian bahan bakar kapal.
Kampung Nelayan merupakan tempat bermukim sebagian besar
nelayan Teluk. Sebagian besar penduduk Kampung nelayan merupakan suku
jawa yang telah lama menetap di Teluk dan sebagian lagi suku Sunda. Suku
jawa yang menetap di Kampung nelayan sudah ada puluhan tahun lamanya
sehingga mereka tumbuh semakin banyak di Kampung nelayan.
Kampung nelayan memiliki jumlah kepala keluarga terbanyak di
DesaTeluk dengan total 679 KK dan terbagi menjadi 2 RW, 2 RT. Sehingga
Kampung nelayan memiliki kepadatan penduduk sangat tinggi. Dengan
sebagian besar penduduk berprofesi sebagai nelayan menjadikan Kampung
Nelayan terus terjadi aktivitas selama 24 jam.
63
Berikut ini rincian jumlah kepala keluarga (KK) yang terdapat di Desa
Teluk Kecamatan Labuan:
NO RT/RW/ALAMAT JUMLAH KK 1 01/01 Kp. Karet 148 2 02/01 Kp. Karet 96 3 01/02 Kp. Karet 84 4 02/02 Kp. Karet 55 5 03/02 Kp. Karet 108 6 01/03 Kp. Karang Tenggang 59 7 02/03 Kp. Umbul Tanjung 88 8 01/04 Kp. Teluk Tengah 84 9 02/04 Kp. Pelelangan 84 10 01/05 Kp. Pelelangan 129 11 02/05 Kp. Tanjung Sari 58 12 01/06 Kp. Cipunten Agung 70 13 02/06 Kp. Cipunten Agung 47 14 03/06 Kp. Cipunten Agung 53 15 04/06 Kp. Cipunten Agung 65 16 01/07 Kp. Lebak Tanjung 72 17 02/07 Kp. Cicadas 54 18 03/07 Kp. Citanggok 65 19 01/08 Kp. Pasir Tanjung 43 20 02/08 Kp. Pasir Tanjung 51 21 01/09 Kp. Perikanan I 75 22 02/09 Kp. Perikanan I 60 23 01/10 Kp. Perikanan II 94 24 02/10 Kp. Perikanan II 69 25 01/11 Kp. Nelayan I 173 26 02/11 Kp. Nelayan I 125 27 01/12 Kp. Nelayan II 215 28 02/12 Kp. Nelayan II 166 29 01/13 Kp. Badongan 130 30 02/13 Kp. Badongan 67 31 03/13 Kp. Badongan 82 JUMLAH 2.764
Sumber: Desa Teluk Labuan
64
Gambar 4.1
4.2 Deskripsi Data
Fokus pada penelitian ini mengenai persepsi masyarakat sunda
terhadap masyarakat pendatang jawa di Kampung Nelayan DesaTeluk
Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Banten. Pengumpulan data dalam
penelitian ini, dilakukan dengan cara yaitu wawancara, observasi, dan study
literatur. Data yang dicari dari penelitian ini adalah data yang dapat
menjawab identifikasi masalah penelitian yang telah dipaparkan dalam bab
sebelumnya.
Identifikasi masalah penelitian ini mengenai Bagaimana persepsi
masyarakat suku sunda terhadap masyarakat pendatang jawa di Kampung
Nelayan DesaTeluk Labuan, dan juga Apakah yang menjadi penyebab
terbentuknya prasangka sosial antara masyarakat Sunda terhadap masyarakat
pendatang Jawa.
65
Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, jadi peneliti
menentukan key informan dan informan yang dianggap tahu tentang apa yang
diteliti. Dengan 3 orang perwakilan masyarakat Sunda sebagai informan
kunci. Kemudian penulis juga melakukan wawancara dengan penduduk
sekitar guna mendapatkan informasi yang lebih banyak agar dapat membantu
proses penelitian.
Dalam melakukan wawancara, peneliti mendatangi dan menanyakan
langsung kepada informan kunci mengenai data yang diperlukan dalam
melakukan penelitian ini. Peneliti mencatat dan merekam apa saja yang
disampaikan oleh informan dalam proses wawancara. Data yang didapat dari
informan harus lengkap agar proses penelitian berjalan dengan baik.
Selain wawancara, peneliti melakukan observasi untuk pengumpulan
data penelitian. Observasi dilakukan selama beberapa bulan terhitung dari
bulan Oktober 2014. Observasi dimulai dari pra penelitian guna melihat apa
saja yang terjadi di lapangan, dan mencari masalah yang akan dimunculkan
dalam penelitian. Selama observasi, peneliti mengamati dan menganalisa
bagaimana proses komunikasi di Kampung Nelayan Teluk.
Data dari proses observasi merupakan data pendukung dan penguat
hasil wawancara informan. Data yang didapat dari wawancara dan observasi
kemudian di kumpulkan untuk diolah dan dianalisis sehingga dapat
mengahasilkan kesimpulan mengenai hasil penelitian tentang komunikasi
antarbudaya masyarakat Kampung Nelayan DesaTeluk Kecamatan Labuan
Kabupaten Pandeglang Banten.
66
4.3 Hasil Penelitian
Peneliti akan memaparkan hasil penelitian yaitu mengenai persepsi
masyarakat suku Sunda terhadap masyarakat pendatang Jawa Kampung
Nelayan DesaTeluk Labuan Kabupaten Pandeglang Banten. Hasil penelitian
ini berdasarkan data yang didapat dari wawancara semiterstuktur dan tidak
terstruktur, serta observasi. Hasil penelitian mengacu pada identifikasi
masalah yang telah dibuat sebelumnya yaitu bagaimana penilaian masyarakat
Sunda terhadap sifat masyarakat pendatang Jawa di Kampung Nelayan
DesaTeluk Labuan dan reaksi masyarakat Sunda terhadap cara
berkomunikasi masyarakat Jawa.
Dengan adanya masyarakat Jawa yang menetap di Kampung
Nelayan Desa teluk, menjadikan Kampung nelayan memiliki dua suku yang
berbeda. Perbedaan suku ini dapat mudah terlihat karena tempat tinggal
kedua suku terpisah menjadi dua bagian. Mayoritas masyarakat Jawa tinggal
di dekat pelelangan ikan dan mayoritas masyarakat Sunda di dekat SPBU.
Tempat tinggal kedua suku ini dibatasi oleh lapangan dan kantor-kantor
perikanan.
67
Gambar pemukiman masyarakat Jawa
Gambar pemukiman masyarakat Sunda
Meskipun terpisah tempat tinggal, tetapi kedua suku tersebut berbaur
dikehidupan sehari-harinya. Kampung Nelayan Teluk merupakan tempat
yang tidak pernah sepi karena selama 24 jam terus terjadi interaksi. Kegiatan
melaut tidak seperti pekerjaan yang lain karena setiap waktu tidak ada
hentinya. Siang dan malam masyarakat Kampung Nelayan terus bekerja.
68
Seperti pernyataan Muhammad Tabaraji ketika berbincang dengan peneliti.
Berikut pernyataannya:
“…Aktifitas Kampung Nelayan terjadi selama 24 jam sehingga Kampung nelayan tidak pernah sepi”. Interaksi kedua suku menurut Muhammad tabaraji hanya sebatas
urusan pekerjaan saja, selain itu jarang terjadi komunikasi. berikut
pernyataannya:
“…Jarang terjadi komunikasi antar suku di Kampung Nelayan Teluk. komunikasi terjadi hanya sebatas pekerjaan, baik kegiatan Nelayan maupun berdagang”. Masyarakat Jawa yang menetap di Kampung Nelayan Teluk berasal
dari beberapa daerah. Seperti yang disampaikan oleh Muhamad Tabaraji
berikut:
“…Suku jawa sudah lama menetap di Kampung Nelayan Teluk. Mereka berasal dari Cirebon, brebes, dan daerah di Jawa Tengah.
4.3.1 Penilaian masyarakat suku Sunda terhadap sifat masyarakat
pendatang Jawa
Setiap orang akan berbeda-beda dalam menilai suatu hal
tergantung dari apa yang dirasakan oleh setiap individu. Begitu pula
dengan penilaian masyarakat Sunda terhadap masyarakat Jawa, setiap
masyarakat Sunda akan berbeda dalam mempersepsi masyarakat Jawa.
Seperti yang dijelaskan pada BAB II, dalam proses persepsi
terdapat tiga komponen utama. Yaitu:
1. Seleksi, adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan
dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
69
2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga
mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang
dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga
bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan
pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi
informasi yang kompleks menjadi sederhana.
3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk
tingkah laku sebagai reaksi
Masyarakat Jawa yang menetap di Kampung Nelayan Teluk
mayoritas merupakan Nelayan yang kehidupannya bergantung dari hasil
laut. Pendapatan sehari-hari masyarakat Teluk tidak menentu karena
hasil ikan yang didapat setiap harinya berbeda-beda. Menurut
masyarakat Sunda, orang jawa di Kampung Nelayan Teluk memiliki
kebiasaan berhutang ketika hasil laut sedikit atau cuaca tidak
mendukung.
Selain itu banyak masyarakat Sunda beranggapan bahwa
masyarakat Jawa Teluk memiliki kebiasaan buruk yaitu buang Air Besar
di sekitar pesisir pantai. Sehingga menimbulkan aroma yang tidak sedap.
Seperti yang diungkapkan Engga:
“ ..jorok, suka buang air besar di pesisir pantai. Padahal sudah punya MCK tapi karena kebiasaan dari dulu jadi kebiasaan itu susah dihilangkan”
70
Hal senada di ungkapkan oleh ibu jariah, berikut
pernyataannya:
“…Jorok, suka buang air besar di pesisir pantai”
Selain memiliki kebiasaaan Jorok dalam hal Buang Air Besar,
Masyarakat Jawa di Kampung Nelayan Teluk memiliki kebiasaan buruk
suka meminum-minuman keras seperti apa yang Tedi ungkapkan ketika
penulis menanyakan kebiasaan apa yang anda ketahui dari suku jawa?
Berikut jawabannya:
“…suka meminum-minuman keras”
Hal serupa di ungkapkan oleh ibu siti rohmah selaku pemilik
warung di Kampung Nelayan bahwa pemuda Jawa memiliki kebiasaan
meminum-minuman keras .
Selain persepsi negatif, masyarakat Sunda menilai bahwa
masyarakat Jawa memiliki sifat pekerja keras dan tidak memiliki rasa
gengsi dengan pekerjaan yang dijalaninya. Masyarakat Jawa juga dinilai
memiliki kekompakan dan sering bergotong-royong.
Menurut Muhammad Tabaraji, keberadaan masyarakat jawa
dinilai membantu perekonomian di Kampung Nelayan. Karena pada
umumnya Nelayan yang melaut di Kampung Nelayan Teluk mayoritas
orang Jawa. Sehingga menurut beliau masyarakat Jawa yang berada di
Kampung Nelayan Teluk hamper mendominasi.
Dalam berkomunikasi, masyarakat Kampung Nelayan Teluk
memiliki keunikan. Keunikannya adalah bahasa yang digunakan dalam
71
berkomunikasi menggunakan dua bahasa yang berbeda dalam satu
percakapan. Kedua suku tersebut menggunakan bahasa mereka masing-
masing dalam berinteraksi antar suku.
Kebanyakan dari masyarakat Kampung Nelayan sudah mengerti
dengan bahasa mereka, tetapi mereka cenderung menggunakan bahasa
sendiri-sendiri. Bagi orang yang sudah mengerti bahasa Jawa, hal ini
tidak menjadi masalah sehingga komunikasi berjalan dengan lancar.
Lain halnya dengan masyarakat sunda yang belum mengerti bahasa Jawa
akan merasa pusing dan enggan berkomunikasi. Seperti yang
diungkapkan oleh Muhammad Tabaraji: “lumayan pusing ngobrol
dengan orang Jawa”.
Bahasa Jawa Kampung Nelayan Teluk dinilai masyarakat
Sunda merupakan bahasa yang lebih kasar dibandingkan dengan bahasa
Sunda. Hal ini bisa mengakibatkan kesalah fahaman ketika
berkomunikasi karena bisa saja terjadi salah persepsi ketika
berkomunikasi.
Berbeda dengan orang tua, masyarakat pemuda Kampung
Nelayan cenderung berkubu dalam berinteraksi. Mereka lebih menyukai
bermain dengan sesama suku karena menurut mereka lebih nyaman
ketika berkomunikasi. Mereka tidak saling mengusik antar suku karena
jika ada masalah di antara mereka, akan terjadi perselisihan antar
kelompok suku.
72
Menurut Engga, masyarakat Jawa cukup menyesuaikan diri
karena mungkin mereka merasa sebagai orang perantau. Tetapi engga
merasa kebingungan dengan bahasa yang digunakan orang Jawa. Seperti
yang diungkapkan berikut:
“ cukup membingungkan, karena mungkin dalam bahasanya yang berbeda jadi kalau ada orang yang ngobrol saya Cuma bisa mendengarkan saja, hanya sedikit berbicara itu pun jika ada bahasa yang dimengerti”. Engga merasa kagum dengan sifat kebersamaan, keuletan dan
kekompakan dalam bekerja. Tapi engga juga merasa bahwa orang jawa
memiliki watak pelit.
“..ada orang jawa kalo sudah punya watak pelit ya pelit banget, kalo yang punya watak baik ya baik banget. Berbeda dengan orang sunda, Alhamdulillah baik semua”
Tetapi pada dasarnya Engga tidak merasa terganggu dengan
keberadaan Masyarakat Jawa dan merasa senang karena di
lingkungannya menjadi beragam suku walupun menurutnya masyarakat
Jawa sudah mendominasi Kampung Nelayan Teluk karena sebagian
besar masyarakat Jawa bekerja sebagai Nelayan.
Engga berpendapat bahwa tidak menjadi masalah ketika
masyarakat Jawa menggunakan bahasanya dalam berkomunikasi. Itu
berarti mereka memegang teguh adat dan bahasanya supaya tidak luntur
meskipun berada di lingkungan luar Jawa. Beliau juga tidak membatasi
ketika berkomunikasi dengan orang Jawa karena orang jawa menurutnya
bukan tipe pemalu untuk memulai dulu mendekati masyarakat Sunda.
73
4.3.2 Reaksi masyarakat Sunda terhadap cara berkomunikasi masyarakat
pendatang Jawa
Komunikasi merupakan suatu cara dimana seseorang melakukan
proses pertukaran pesan, ide, informasi dan lain sebagainya. Komunikasi
juga menggunakan simbol-simbol atau lambang-lambang bertujuan
supaya pesan-pesan tersebut dapat dimengerti oleh pihak-pihak yang
terlibat didalam komunikasi, dan kemudian dapat tercapai dalam
pengertian yang sama antara penerima komunikasi dan penyampai
komunikasi atau pesan.
Tujuan utama berkomunikasi adalah untuk mengendalikan
lingkungan fisik dan psikologis. Melalui komunikasi, orang
menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak
sosial dengan orang di sekitarnya, dan untuk memengaruhi orang lain
untuk merasa, berpikir, atau berperilaku sebagaimana yang diinginkan.
Sebagai suatu proses, komunikasi bersifat kontinu, berkesinambungan,
tidak memiliki akhir, dinamis, kompleks, dan berubah.
Proses pertukaran pesan terjadi apabila manusia berinteraksi
dalam aktivitas komunikasi. Proses pertukaran pesan yang terjadi di
Kampung Nelayan Desa Teluk diawali dari urusan pekerjaan. Berikut
pernyataan dari Bapak Muhammad Tabaraji selaku pedagang ikan yang
merupakan suku SundaKampung Nelayan Desa Teluk:
74
“kami berkomunikasi dengan masyarakat suku Jawa jika ada urusan kerja”52
Hal senada diungkapkan oleh Bapak Parmin, selaku masyarakat
kampung Nelayan Desa Teluk asal Brebes Jawa Tengah tentang proses
komunikasi dimulai dari transaksi jual beli ikan. Berikut pernyataanya.
“dalam bekerja biasanya kami lebih sering berkomunikasi dengan masyarakat suku Sunda tapi sehari-hari jarang”53
Berdasarkan hasil penelitian, proses komunikasi yang terjadi
pada masyarakat Kampung Nelayan Desa Teluk terbagi menjadi dua
yaitu komunikasi interaktif dan komunikasi transaksional. Proses
komunikasi interaktif adalah proses penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan sehingga adanya timbal balik antara
komunikator dan komunikan. Komunikasi transaksional adalah proses
pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara terus
menerus dalam sebuah episode komunikasi.
Proses komunikasi interaktif terjadi apabila proses pengiriman
dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok
kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik
secara seketika. Kegiatan komunikasi yang dilakukan secara langsung
antara seseorang dengan orang lainnya. Misalnya percakapan tatap
muka, korespondensi, percakapan melalui telepon, dan sebagainya.
Pentingnya situasi komunikasi antar suku ialah karena prosesnya 52Wawancara dengan Muhammad Tabaraji selaku nelayan suku Sunda penduduk asli kampung Nelayan desa Teluk, pada tanggal 5 Juni 2015. 53Wawancara dengan Bapak Parmin selaku nelayan suku Jawa penduduk pendatang kampung Nelayan desa Teluk, pada tanggal 5 Juni 2015.
75
memungkinkan berlangsung secara dialogis. Komunikasi yang
berlangsung secara dialogis menjadi lebih baik daripada secara
monologis.
Dalam proses komunikasi antar suku, komunikasi relatif lebih
dinamis karena bersifat dua arah, komunikator dan komunikan sama-
sama aktif saling mempertukarkan pesan, mengirim dan menerima
pesan untuk dimaknai dan ditanggapi. Komunikasi secara tatap muka
memungkinkan setiap orangnya menangkap reaksi orang lain secara
langsung, baik secara verbal maupun non verbal. Dengan demikian
komunikasi antar suku yang dinamis, sama-sama aktif saling
mempertukarkan pesan dan menangkap reaksinya secara langsung, hal
ini senada dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Bapak
Muhammad Tabaraji selaku nelayan warga masyarakat Kampung
Nelayan Desa Teluk yang menyatakan bahwa awal percakapan dimulai
tergantung pada situasi dan kondisi. Berikut pernyataanya.
“ … yang memulai ngajak berbicara, kadang saya dulu nawirin ikan atau kadang-kadang pembeli, pokoknya tergantung keadaan kesibukan pada saat itu. Kalau lagi santai, sering kami cacahan (ngobrol) dulu tidak langsung pada tujuannya”54
Komunikasi transaksional yang terjadi pada masyarakat suku
Sunda dan Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk adalah proses
pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara terus
menerus dalam transaksi jual beli, pekerjaan, dan kehidupan
bermasyarakat. Komunikasi transaksional berarti proses yang terjadi 54Wawancara dengan Bapak Mukminin selaku nelayan suku Sunda penduduk asli kampung Nelayan desa Teluk, pada tanggal 6 Juni 2015.
76
bersifat kooperatif, pengirim dan penerima sama-sama bertanggung
jawab dampak dan efektivitas komunikasi yang terjadi. Hal ini
mengisyaratkan bahwa komunikasi transaksional ini lebih sering
digunakan kelompok suku Sunda atau Jawa dala urusan pekerjaan atau
jual beli atau perdagangan. Dalam komunikasi yang terjadi pada
masyarakat suku Sunda dan Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk dapat
dipahami dalam konteks hubungan antara dua orang atau lebih.
Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif.
Kehidupan yang terjadi pada masyarakat suku Sunda dan Jawa
Kampung Nelayan Desa Teluk tidak ada satupun yang tidak dapat
dikomunikasikan. Dalam model ini komunikasi merupakan upaya untuk
mencapai kesamaan makna. Apa yang dikatakan seseorang dalam
sebuah transaksi sangat dipengaruhi pengalamannya dimasa lalu. Proses
komunikasi yang terjadi pada masyarakat suku Sunda dan Jawa
Kampung Nelayan Desa Teluk adalah bagaimana masyarakat suku
Jawa atau Sunda menyampaikan pesan kepada seseorang atau
kelompok, sehingga dapat menciptakan suatu persamaan makna antara
komunikan dengan komunikatornya. Proses komunikasi ini bertujuan
untuk menciptakan komunikasi yang efektif (sesuai dengan tujuan
komunikasi pada umumnya).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses
pertukaran pesan terdiri atas unsur komunikator, komunikan, pesan,
media, efek atau umpan balik, suasana, dan gangguan. Begitupun
77
proses pertukaran yang terjadi pada masyarakat suku Sunda dan Jawa
Kampung Nelayan Desa Teluk sebagai berikut: komunikator memiliki
gagasan atau pesan atau informasi yang ingin disampaikan kepada
komunikan, lalu komunikator membuat atau menyusun sandi-sandi
(encoding) untuk menyatakan maksud dalam bentuk kata-kata atau
lambang, perkataan dan lambang-lambang (pesan) disalurkan melalui
media, kemudian komunikan menguraikan atau menafsirkan pesan yang
dikirimkan oleh komunikator, dan akhirnya komunikan member
tanggapan.
Komunikator atau pengirim pesan yang terjadi pada masyarakat
suku Sunda dan Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk adalah individu
atau kelompok suku Sunda atau Jawa. Bahasa yang digunakan
tergantung dari yang mengawali komunikasi, bisa menggunakan bahasa
Sunda atau Jawa. Pesan dapat verbal atau non verbal dan pesan akan
efektif bila diorganisir secara baik dan jelas. Materi pesan yang dikirim
dan diterima oleh komunikator dan komunikan yang terjadi pada
masyarakat suku Sunda dan Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk
berbentuk informasi, ajakan, rencana kerja, dan pertanyaan.
Pada tahap pengiriman pesan yang terjadi pada masyarakat suku
Sunda dan Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk membuat kode atau
simbol sehingga pesannya dapat dipahami oleh orang lain. Biasanya
seorang nelayan menyampaikan pesan dalam bentuk kata-kata, gerakan
anggota badan, (tangan, kepala, mata dan bagian muka lainnya).Tujuan
78
penyampaian pesan adalah untuk mengajak, membujuk, mengubah
sikap, perilaku atau menunjukkan arah tertentu.
Media atau alat untuk penyampaian pesan yang digunakan oleh
masyarakat suku Sunda dan Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk
diantaranya adalah paguyuban nelayan, paguyuban nelayan suku Jawa,
paguyuban nelayan suku Sunda, papan informasi nelayan, papan
informasi Kampung, telepon dan lainnya. Pemilihan media ini dapat
dipengaruhi oleh isi pesan yang akan disampaikan, jumlah penerima
pesan,dan situasi.
Umpan balik yang digunakan oleh masyarakat suku Sunda dan
Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk disampaikan oleh penerima pesan
atau orang lain yang bukan penerima pesan. Umpan balik yang
disampaikan oleh penerima pesan pada umumnya merupakan umpan
balik langsung yang mengandung pemahaman atas pesan tersebut dan
sekaligus merupakan apakah pesan itu akan dilaksanakan atau tidak.
Umpan balik yang diberikan oleh orang lain didapat dari pengamatan
pemberi umpan balik terhadap perilaku maupun ucapan penerima
pesan. Pemberi umpan balik menggambarkan perilaku penerima pesan
sebagai reaksi dari pesan yang diterimanya. Umpan balik bermanfaat
untuk memberikan informasi, saran yang dapat menjadi bahan
pertimbangan dan membantu untuk menumbuhkan kepercayaan serta
keterbukaan diantara komunikan, umpan balik juga dapat memperjelas
persepsi.
79
Hubungan informal masyarakat Kampung Nelayan Desa Teluk
ini lebih menekankan pada aspek ekonomi-perdagangan. Keberagaman
dalam aspek ekonomi-perdagangan ini jelas sangat terlihat dalam
kehidupan kita sehari-hari yang melibatkan suku Sunda dan Jawa. Pada
konteks ini akan melahirkan proses komunikasi antarpribadi
dan antarbudaya yang menuntut satu sama lain saling memahami.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap beberapa
orang informan kunci, peneliti menemukan beberapa hal yang menjadi
hambatan komunikasi pada masyarakat Kampung Nelayan Desa Teluk
diantaranya adalah gangguan mekanik, gangguan semantik, prasangka dan
stereotip.
Hambatan komunikasi antarsuku masyarakat Kampung Nelayan
Desa Teluk yang pertama adalah gangguan mekanik yang terdapat di
Kampung Nelayan Teluk adalah suara ombak, suara kapal, dan gangguan
suara ramainya aktifitas jual belidi pelelangan ikan Teluk.Gangguan-
gangguan tersebut menuntut masyarakat Kampung Nelayan Desa Teluk
baik suku Jawa maupun suku Sunda menggunakan nada bicara lebih
tinggi.
Mereka yang berasal dari suku Jawa mestinya menggunakan
intonasi bicara yang lembut akan tetapi bisa juga dengan nada kasar jika
dalam hal-hal tertentu, bisa menyesuaikan dengan mereka dari suku Sunda
yang mayoritas nada bicara tinggi. Ada hambatan yang mereka jumpai jika
dari suku Jawa bertemu dengan suku Sunda. Hal ini terjadi karena orang
80
dari suku Jawa terbiasa dengan nada bicara rendah dan melengking agak
susah untuk bisa beradaptasi dengan suku Sunda. Apabila mereka
berkomunikasi ada hal-hal kecil yang mencuat yang akan membuat
suasana sedikit keruh. Dari sinilah tercermin bahwa karakteristik masing-
masing budaya mempengaruhi proses berlangsungnya interaksi atau
komunikasi. Karakter masing-masing budaya yang berbeda yang akan
hidup berdampingan akan memberikan out put yang berbeda pula. Ketika
komunikasi antar budaya berlangsung, persepsi masing-masing individu
yang memiliki berbeda pemikiran, menimbulkan respon balik yang
beragam. Ketika satu orang memberi stimulus atau informasi, belum tentu
semua orang bisa memahami maksudnya yang ingin disampaikannya sama
dengan apa yang ia pikirkan.
Hambatan komunikasi antarsuku masyarakat Kampung Nelayan
Desa Teluk yang kedua adalah gangguan semantik yang paling mendasar
yang terdapat di Kampung Nelayan DesaTeluk adalah penggunaan bahasa
dalam menyampaikan pesan.Dalam berkomunikasi banyak hal yang
mungkin kita anggap remeh, akan tetapi sebenarnya hal-hal yang mungkin
kita angap sepele akan mengakibatkan hal yang mungkin tidak kita
sangka. Seperti halnya ketika orang dari suku Jawa di Kampung Nelayan
yang relatif masih muda, ketika mereka berdialong dengan orang yang
lebih tua dari suku, banyak diantara mereka (suku Jawa) tidak bisa
mengunakan bahasa yang selayaknya mereka gunakan ketika berbicara
dengan lawan bicara pada orang suku Sunda yang lebih tua. Walaupun
81
mereka mengetahui bahasa dari suku yang lain, akan tetapi mereka tidak
mengetahui bahasa yang lazim atau selayak digunakan. Maka ketika
mereka berdialong, kesannya mereka meremehkan senior, sehingga
kadang hal tersebut mengundang datangnya konflik antar personal. Seperti
pernyataan berikut “bade kamana maneh?” (mau kemana kamu?). Dalam
bahasa Sunda, kata „maneh‟ yang digunakan komunikator ini tidak tepat
jika digunakan untuk orang yang lebih tua tetapi cocok untuk yang sebaya
atau lebih muda. Suku Sunda akan merasa tersinggung dan dimungkinkan
menimbulkan konflik jika tidak saling memahami. Kalimat tanya untuk
orang yang lebih sebaiknya “bade kamana kang?” atau “bade kamana
Pa?”.
Kampung Nelayan Desa Teluk kecamatan Labuan kabupaten
Pandeglang dihuni oleh masyarakat suku Jawa dan suku Sunda. Dalam
kesehariannya, mereka berkomunikasi mengunakan dua bahasa tergantung
pada komunikator yang mengawali komunikasinya. Ketika mereka berada
dalam komunitas mereka, suku Jawa berkumpul dengan sesama mereka,
mereka akan berbicara dengan mengunakan bahasa Jawa. Begitu juga
dengan suku Sunda, ketika mereka berkumpul dengan sesama mereka,
mereka akan mengunakan bahasa Sunda. Namun, jika mereka
berkomunikasi dengan suku yang berbeda, mereka menggunakan bahasa
yang menyampaikan pesan terlebih dahulu. Ada hal yang unik disini,
mereka memang tidak pernah mengetahui apa itu teori komunikasi yang
efektif jika menghadapi massa yang sangat heterogen, namun mereka
82
mampu menciptakan kehidupan yang harmonis, walaupun memang
terkadang komunikasi yang terjalin kurang efektif.
Di samping itu, terdapat stimulus yang disampaikan dengan hal-hal
yang unik yaitu dengan bahasa-bahasa nonverbal, hal ini bisa disampaikan
dengan adanya reaksi yang nampak dari mimik wajah seseorang yang
sedang berkomunikasi dengan lawan bicaranya. Jika seseorang berbicara
walaupun dengan nada bercanda, akan tetapi kita bisa melihat apa yang
ingin ia sampaikan apakah hanya senda gurau semata ataukah serius, kita
bisa mengetahuinya dengan ekspresi wajah yang ditampilkannya. Kadang
bahasa nonverbal seseorang adalah hal yang sebenarnya ingin
disampaikannya. Bahasa tubuh itu bisa timbul dengan sendirinya jika
seseorang itu merasakan ada hal yang nyaman (akan timbul ekspresi wajah
senang) dan hal-hal yang tidak nyaman (dengan ekspresi wajah kecewa
atau sedih).
Hambatan komunikasi antar suku masyarakat Kampung Nelayan
Desa Teluk yang ketiga adalah prasangka. Kelompok masyarakat suku
Sunda dan suku Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk masing-masing
memiliki prasangka negatif terhadap kelompok lain. Kelompok suku
Sunda tidak ingin dikalahkan secara kedudukan, secara ekonomi, dan
status sosialnya oleh kelompok pendatang suku Jawa. Begitupun
kelompok suku Jawa, ingin bersaing dan bahkan mengalahkan penduduk
aslinya. Mereka merantau ke Kampung Nelayan ini untuk memperbaiki
ekonomi keluarga dan status sosial. Ketika kelompok suku Sunda
83
berkumpul, kelompok suku Jawa merasa curiga bahwa mereka akan
menyisihkan kelompok suku lain, begitupun sebaliknya. Walupun sesekali
terjadi gesekan-gesekan dengan adanya perbedaan persepsi, namun dalam
kehidupan nyata, jika dari suku Sunda menyelengarakan acara dengan adat
mereka, mereka juga melibatkan suku Jawa untuk berpartisipasi. Dari situ
mencerminkan bahwa komunikasi yang mereka jalani selama ini bisa
berlangsung dengan baik walaupun memang sesekali ada konflik dan
akhirnya bisa mereka akhiri dengan cara yang cukup arif.
Untuk mewujudkan komunikasi yang baik atau efektif dengan latar
belakang budaya yang berbeda, tidaklah sesulit yang kita bayangkan. Akan
tetapi juga tidak semudah anggapan banyak orang. Karena memang
masing-masing hal memiliki tingkat kesulitan dan memiliki titik
kemudahan yang berbeda. Tidaklah asing lagi jika dalam segala hal atau
bidang akan ditemui kecocokan dan ketidakcocokan. Dalam
berkomunikasi banyak hal yang harus diperhatikan dan banyak juga
kemungkinan terjadinya kesalahpahaman. Karakter masing-masing
individu mewarnai komunikasi yang dijalin oleh manusia itu sendiri.
Karakter yang keras harus bisa menyesuaikan dengan orang lain yang
berkarakter lemah lembut. Orang yang memiliki karakter lemah lembut
juga harus bisa memahami dan mengerti mereka yang berkarakter keras.
Masyarakat Kampung Nelayan Teluk memiliki dua bahasa dalam
berkomunikasi yang disebabkan terdapat dua suku yang menetap di
Kampung Nelayan Teluk. Dalam berkomunikasi masyarakat Kampung
84
Nelayan Teluk sering kali mengalami kesulitan karena perbedaan bahasa
yang digunakan. Kesulitan berkomunikasi dengan suku lain dirasakan oleh
Muhammad Tabaraji, seorang pedagang ikan yang merupakan warga asli
Kampung Nelayan Teluk. Berikut pernyataannya:
“ Masyarakat suku Jawa engak mau menggunakan bahasa sunda atau bahasa Indonesia, jadi lumayan terjadi kesulitan dalam berkomunikasi dengan suku Jawa”55
Dari pernyataan tersebut menjelaskan bahwa masyarakat Jawa
tidak mau menggunakan bahasa sunda atau bahasa Indonesia. Sehingga
masyarakat Sunda mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.
Suku pendatang Jawa telah bertahun-tahun menetap dan
berkeluarga di Kampung Nelayan Teluk sehingga jumlah penduduk
pendatang semakin lama semakin bertambah. Penduduk pendatang Jawa
mayoritas berasal dari brebes dan juga Cirebon. Mereka menetap di
Kampung Nelayan Teluk dikarenakan Kampung Nelayan Teluk
merupakan pusat perikanan di kabupaten Pandeglang yang masih memiliki
potensi sumberdaya alam laut yang besar.
Penduduk pendatang Jawa di Kampung Nelayan Teluk dalam
berkomunikasi sehari-hari tetap menggunakan bahasa jawa meskipun
mereka telah lama tinggal di wilayah Pandeglang. Bahasa asli Kabupaten
Pandeglang merupakan bahasa sunda. Bahasa sunda Pandeglang tergolong
lebih kasar dengan bahasa sunda dari daerah jawa barat yang terkenal
halus.
55Wawancara dengan Bapak Muhammad Tabaraji selaku nelayan asal suku Sunda penduduk asli kampung Nelayan desa Teluk, pada tanggal 5 Juni 2015.
85
Penduduk Jawa Kampung Nelayan Teluk sebenarnya mengerti
dengan bahasa yang disampaikan oleh masyarakat Sunda. Seperti yang
disampaikan oleh Parmin, masyarakat Kampung Nelayan asal Jawa
Brebes. Berikut pernyataannya:
“saya mengerti bahasa Sunda tetapi sulit diucapkan, kadang-kadang saya juga menggunakan bahasa sunda tetapi campuran karena tidak terlalu mengerti”56
Kurangnya pemahaman mereka terhadap bahasa dan budaya
diantara suku yang berbeda, tidak heranlah jika riak-riak dalam
berinteraksi sesekali akan timbul. Berdasarkan banyak pengalaman
yang sering mereka temukan adanya selisih faham diantara mereka
adalah karena generasi muda saat ini banyak tidak mengenal budaya,
bahasa, dan kebiasaan dari etnis mereka maupun etnis yang berbeda.
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, setiap
masyarakat sunda memiliki persepsi yang berbeda terhadap orang Jawa di
Kampung Nelayan Teluk. Setiap individu memiliki penafsirannya sendiri
sesuai dengan apa yang mereka rasakan.
Pareek(1996:13) dalam alex sobur memberikan definisi yang
leebih luas ihwal persepsi ini; dikatakan, “persepsi dapat didefinisikan
sebagai preoses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan,
menguji, dan memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera atau 56Wawancara dengan Bapak Parmin selaku nelayan suku Jawa penduduk pendatang kampung Nelayan desa Teluk, pada tanggal 6 Juni 2015.
86
data”. Dalam penelitian ini, penilaian masyarakat Sunda terhadap
masyarakat Jawa sangat beragam begitu pula dengan reaksi masyarakat
Sunda terhada sikap masyarakat Jawa.
Terdapat masyarakat yang lebih cenderung menyukai
berkomunikasi dengan sesama suku. Mereka beralasan karena lebih
memiliki kedekatan baik dalam hal sifat, bahasa, dan kebudayaan. Mereka
menilai kalau berkomunikasi dengan sesama suku memiliki kesamaan
sedangkan dengan suku lain memiliki perbedaan. Sehingga dalam
mempersepsi suku lain akan di samar ratakan sifatnya .
Proses pertukaran pesan yang terjadi pada masyarakat suku Sunda
dan suku Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk terjadi secara tatap muka
dengan tujuan menyampaikan pesan, ide, informasi dan lain-lain, baik
secara verbal maupun non verbal. Hal ini senada dengan pendapat Dedy
Mulyana yang mengatakan bahwa proses komunikasi merupakan suatu
cara dimana seseorang melakukan proses pertukaran pesan, ide, informasi
dan lain sebagainya57. Komunikasi dapat juga menggunakan simbol-simbol
atau lambang-lambang bertujuan supaya pesan-pesan tersebut dapat
dimengerti oleh pihak-pihak yang terlibat didalam komunikasi, dan
kemudian dapat tercapai dalam pengertian yang sama antara penerima
komunikasi dan penyampai komunikasi atau pesan.
Komunikasi transaksional adalah proses pengiriman dan
penerimaan pesan yang berlangsung secara terus menerus dalam sebuah
57 Deddy Mulyana.2000. Komunikasi Organisasi. PT Remaja Rosda Karya, hal 86.
87
episode komunikasi. Kata transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran
dalam suatu hubungan. Dalam komunikasi antarpribadi pun dikenal
transaksi. Yang dipertukarkan adalah pesan-pesan baik verbal maupun
nonverbal. Hal ini sejalan dengan pandangan model komunikasi
transaksional berarti proses yang terjadi bersifat kooperatif, pengirim dan
penerima sama-sama bertanggung jawab dampak dan efektivitas
komunikasi yang terjadi. Dalam model ini komunikasi hanya dapat
dipahami dalam konteks hubungan antara dua orang atau lebih. Pandangan
ini menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif. Tidak ada
satupun yang tidak dapat dikomunikasikan. Dalam model ini komunikasi
merupakan upaya untuk mencapai kesamaan makna. Apa yang dikatakan
seseorang dalam sebiah transaksi sangat dipengaruhi pengalamannya
dimasa lalu. Misalnya, seorang nelayan banyak berkata tentang melaut;
alat apa yang harus dipersiapkan untuk menangkap ikan, bagaimana cara
menangkapnya, usaha apa saja untuk mengawetkan ikan hasil
tangkapannya, dan harga ikan di pasaran. Dipastikan orang yang berbicara
banyak tentang ikan di laut ini adalah seorang nelayan.
Komunikasi transaksional membangun kesadaran kita bahwa
antara pesan satu dengan pesan yang lain saling berhubungan, saling
ketergantungan. Asumsi model ini adalah ketika komunikasi terjadi terus
menerus, kita akan berurusan dengan elemen verbal dan non verbal,
artinya para komunikator sedang menegosiasikan makna. Ketika kita
mendengarkan seseorang yang berbicara, sebenarnya pada saat itu bisa
88
saja anda pun mengirimkan pesan secara nonverbal (isyarat tangan,
ekspresi wajah, nada suara, dan sebagainya) kepada pembicara tadi. Anda
menafsirkan bukan hanya kata-kata pembicara tadi, juga perilaku
nonverbalnya. Dua orang atau beberapa orang yang berkomunikasi, saling
bertanya, berkomentar, menyela, mengangguk, menggeleng, mendehem,
mengangkat bahu, memberi isyarat dengan tangan, tersenyum, tertawa,
menatap, dan sebagainya, sehingga proses penyandian (encoding) dan
penyandian-balik (decoding) bersifat spontan dan simultan di antara orang
orang yang terlibat dalam komunikasi. Semakin banyak orang yang
berkomunikasi, semakin rumit transaksi komunikasi yang terjadi. Bila
empat orang peserta terlibat dalam komunikasi, akan terdapat lebih banyak
peran, hubungan yang lebih rumit, dan lebih banyak pesan verbal dan
nonverbal. Contohnya, ketika seorang nelayan suku Sunda sedang
menceritakan pengalamannya sebagai nelayan mungkin temannya yang
berasal dari suku Jawa merasa kesulitan memahami kata-kata temannya,
hanya diam mendengarkan sambil mengerutkan dahi. Melihat ekspresi
seperti itu, kemungkinan komunikator akan menjelaskan kata-kata sulit
tersebut kemudian meneruskan pembicaraan. Dalam pembicaraan mereka
terjadi pertukaran tidak hanya elemen verbal tetapi elemen nonverbal juga.
Disini elemen nonverbal memiliki kedudukan sama pentingnya dengan
elemen verbal.
Dalam konteks ini komunikasi adalah suatu proses personal karena
makna atau pemahaman yang kita peroleh pada dasarnya bersifat pribadi.
89
Penafsiran atas perilaku verbal dan nonverbal orang lain yang
dikemukakan mengubah penafsiran orang lain tersebut atas pesan-pesan,
dan pada gilirannya, mengubah penafsiran atas pesan-pesannya, begitu
seterusnya. Menggunakan pandangan ini, tampak bahwa komunikasi
bersifat dinamis. Pandangan inilah yang disebut komunikasi sebagai
transaksi, yang lebih sesuai untuk komunikasi tatap muka yang
mungkinkan pesan atau respons verbal dan nonverbal bisa diketahui secara
langsung. Kelebihan konseptualisasi komunikasi sebagai transaksi adalah
bahwa komunikasi tersebut tidak membatasi kita pada komunikasi yang
disengaja atau respons yang dapat diamati. Artinya, komunikasi terjadi
apakah para pelakunya menyengajanya atau tidak, bahkan meskipun
menghasilkan respons yang tidak dapat diamati. Berdiam diri,
mengabaikan orang lain di sekitar, bahkan meninggalkan ruangan,
semuanya bentuk-bentuk komunikasi, semuanya mengirimkan sejenis
pesan. Gaya pakaian dan rambut, ekspresi wajah, jarak fisik, nada suara,
kata-kata yang digunakan, semua itu mengkomunikasikan sikap,
kebutuhan, perasaan dan penilaian.
Proses dimulai percakapan masyarakat Kampung Nelayan Desa
Teluk terjadi dalam hal pekerjaan. Menurut Mulyana, komunikasi
interpersonal atau antarpribadi sebagai komunikasi antara orang-orang
secara tatap-muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap
reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non-verbal.
90
Komunikasi interpersonal yang dinamis, sama-sama aktif saling
mempertukarkan pesan dan menangkap reaksinya secara langsung.
91
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai stereotip masyarakat Sunda
terhadap masyarakat pendatang Jawa Kampung Nelayan DesaTeluk
Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Banten, maka peneliti dapat
memberikan kesimpulan sebagai berikut:
a. Terdapat beberapa penilaian masyarakat sunda terhadap sifat
masyarakat pendatang jawa di Kampung Nelayan teluk. Mayoritas
penduduk sunda Kampung Nelayan Teluk Labuan memandang bahwa
masyarakat Jawa memiliki kebiasaan yang jorok seperti buang air
besar (BAB) di pesisir pantai. Mereka juga menilai masyarakat Jawa
tidak memikirkan penampilan atau menggunakan pakaian dengan
seadanya. Kebiasaan masyarakat Jawa Teluk suka meminum minuman
keras di pesisir pantai. Selain kebiasaan tersebut negatif, menurut
masyarakat sunda Kampung Nelayan Desa Teluk masyarakat jawa
dinilai memiliki semangat bekerja yang lebih tinggi dibandingkan
dengan orang sunda dan masyarakat Jawa tidak memandang gengsi
dalam bekerja/tidak memilih pekerjaan. Masyarakat jawa sudah dari
usia sekolah bekerja, mereka membantu orang tuanya mencari ikan di
laut. Masyarakat Jawa Kampung Nelayan Teluk memiliki kekompakan
91
92
yang sangat baik dengan masyarakat lain baik terhadap masyarakat
Jawa maupun Sunda.
b. Reaksi masyarakat Sunda terhadap cara berkomunikasi masyarakat
Jawa di Kampung Nelayan teluk sangat beragam. Pada umumnya
masyarakat sunda sangat terbuka terhadap orang jawa. Mereka tetap
menerima kehadiran masyarakat jawa yang berada di lingkungan
masyarakat sunda meskipun ada beberapa masyarakat yang menilai
masyarakat sunda secara negatif.. Masyarakat sunda dan jawa di
Kampung Nelayan tetap hidup rukun tanpa mengusik satu sama
lainnya. Dalam berkomunikasi, Masyarakat sunda Kampung Nelayan
Teluk Labuan menilai cara berkomunikasi orang jawa terkesan seperti
marah-marah karena menggunakan bahasa jawa yang kasar dan
intonasi suara yang tinggi. Masyarakat Jawa Kampung Nelayan Teluk
Labuan tetap menggunakan bahasa jawa meskipun sedang
berkomunikasi dengan orang sunda.
Dalam berkomunikasi antar suku, Sebenarnya keduanya sudah saling
mengerti bahasa yang digunakan masing-masing tetapi mereka tetap
menggunakan bahasa daerah asal mereka karena mereka lebih nyaman
menggunakan bahasa daerah. Dalam berinteraksi, Kedua suku tidak
saling membatasi diri satu dengan yang lainnya. Dengan kesamaan
dalam bekerja dan Kampung Nelayan Teluk merupakan pusat
perikanan sehingga intensitas kudua suku dalam berinteraksi sangat
93
tinggi. Maka dari itu diperlukan hubungan yang baik antar kedua belah
pihak.
5.2 Saran
Setelah melakukan penelitian komunikasi antarbudaya Masyarakat
Kampung Nelayan, peneliti mendapati beberapa masalah terkait komunikasi
antar suku. Peneliti membuat beberapa saran yang diharapkan dapat memberi
masukan terhadap masyarakat Kampung Nelayan Teluk dalam berkomunikasi
antarsuku. Adapun saran peneliti adalah sebagai berikut:
5.2.1 Saran Teoritis
a. Ilmu komunikasi antarbudaya dapat lebih mengembangkan cara
mengenai bagaimana berkomunikasi antarsuku dan menjaga
hubungan baik dengan suku lain.
b. Diperlukan upaya-upaya dalam komunikasi antarsuku untuk
mengurangi hambatan perbedaan bahasa dengan menggunakan
bahasa yang sama atau dengan memperlambat intonasi dalam
berbicara.
5.2.2 Saran Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan atau sebagai
referensi bagi penelitian selanjutnya, khususnya dalam penelitian
komunikasi antar suku dalam lingkungan masyarakat.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pembelajaran dalam
berkomunikasi disatu lingkungan masyarakat yang berbeda bahasa.
Perbedaan bahasa sangat rentan terhadap konflik dan menjadi
94
hambatan dalam berinteraksi dengan warga lain yang berbeda
bahasa. Maka diperlukan satu bahasa yang saling dimengerti oleh
kedua suku atau dengan bahasa masing-masing suku tetapi secara
perlahan agar saling mengerti maksud dari pesan yang disampaikan.
c. Penelitian mengenai komunikasi antar suku ini diharapkan dapat
merubah sikap etnosentris yang ada pada diri ketika melakukan
komunikasi dengan orang yang berbeda suku dan bahasa.
5.2.3 Saran Empiris
a. Terkait dengan perbedaan bahasa di Kampung Nelayan Teluk,
peneliti menyarankan agar masing-masing suku tidak memaksakan
kehendak dengan menggunakan bahasa yang tidak dimengerti oleh
suku lain. Menggunakan bahasa dari suku lain jika mengerti bahasa
mereka agar komunikasi dapat berjalan dengan baik. Jika tidak
mengerti, gunakanlah bahasa Indonesia sebagai bahasa yang
dimengerti oleh kedua suku.
b. Perbedaan bahasa sangat berpengaruh terhadap berhasil atau
tidaknya komunikasi yang dilakukan. Maka perlu diperhatikan
bahasa yang digunakan agar komunikasi dapat berlangsung dengan
baik sehingga dapat menjaga keharmonisan hubungan antar suku.
c. Saran berikutnya kepada masyarakat yang telah menggunakan
bahasa yang sama ketika berkomunikasi antar suku agar
mempertahankan agar dapat di ikuti oleh masyarakat lain.
95
d. Peneliti menyarankan agar masyarakat Kampung Nelayan Teluk agar
tidak membeda-bedakan ketika melakukan komunikasi dan
Perbedaan bahasa jangan dijadikan suatu hambatan dalam
berkomunikasi dengan suku lain.
96
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrachman, Oemi. 2001. Dasar-Dasar Public Relations. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.
Davis Gordon B, 1997, Sistem Informasi Manajemen, Jakarta: PT Pustaka
Binaman Pressindo Effendy, Onong Uchjana. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung: PT Mandar Maju. -----------------------------.2000. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT
Citra Aditya Bakti. -----------------------------. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya. Koentjaraningrat, 2010, Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia, Jakarta:
Djambatan Liliweri, Alo, 2011, Komunikasi Serba Ada Serba Makna, Bandung: Kencana
Predana Media Group Moleong, Lexy J, 2007 . Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Mulyana, Deddy, 2000,Komunikasi Organisasi, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya -----------------------. 2008, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Mulyana dan Jalaluddin, 2005, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi
dengan Orang-Orang Berbeda Budaya, Bandun g: PT Remaja Rosdakarya Pace, R. Wayne dan Faules, Don F. 2000.Komunikasi Organisasi Strategi
Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Rakhmat, Jallaludin. 2001. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. -------------------------. 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Sarwono, Sarlito, Wirawan. 2005. Psikologi Sosisal Psikologi Kelompok dan
Psikologi Terapan. Jakarta : Balai Pustaka
97
Siahaan, S. M. 1991. Komunikasi Pemahaman dan Penerapannya.Jakarta : PT
BPK Gunung Mulia. Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia Susanto, Astrid S.1991.Komunikasi Dalam Teori dan Praktek.JilidI.Bandung :
Bina Cipta. Umar, Husein. 2001. Metode Riset Komunikasi Organisasi. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Wiryanto. 2004.Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarna Indonesia.
Sumber internet:
http://www.academia.edu/8129881/7_UNSUR_KEBUDAYAAN 10/12/2015 10:35 AM
99
Pedoman Wawancara
1. Identitas informan
Nama Informan :
Usia Informan :
Pekerjaan :
2. Komponen utama proses persepsi
a. Seleksi
Mencari jawaban dari pertanyaan: Bagaimana proses
masyarakat sunda menyaring setiap rangsangan alat indera
terhadap masyarakat Jawa di Kampung Nelayan Teluk.
b. Interpretasi
Mencari jawaban dari pertanyaan: Bagaimana masyarakat
Sunda mengorganisasikan informasi tentang masyarakat Jawa
dan mengartikannya.
c. Reaksi
Mencari jawaban dari pertanyaan: Bagaimana reaksi
masyarakat Sunda terhadap masyarakat Jawa.
100
Draft Pertanyaan Wawancara Infoman
1. Apa pendapat anda tentang Masyarakat jawa yang tinggal di kampung
nelayan Teluk?
2. Sejauh mana anda mengetahui tentang sifat Masyarakat Jawa Kampung
Nelayan?
3. Apakah suku jawa yang berada di Kampung Nelayan Teluk berbeda
dengan suku jawa pada umumnya?
4. Bagaimana penilaian anda mengenaicara berkomunikasi suku jawa ?
5. Apakah anda memahami bahasa yang digunakan oleh suku jawa di
Kampung Nelayan Teluk?
6. Apa yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa?
7. Apa kesulitan yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa?
8. Kebiasaan apa yang anda ketahui dari suku jawa?
9. Apa yang anda rasakan tinggal di satu lingkungan dengan orang jawa?
10. Bagaimana hubungan anda dengan masyarakat jawa?
11. Bagaimana sikap Suku Jawa terhadap masyarakat Sunda teluk?
12. Hal apakah yang anda sukai dari Suku jawa yang tinggal di Kampung
Nelayan?
13. Hal apakah yang anda tidak sukai dari Suku jawa yang tinggal di
Kampung Nelayan?
14. Adakah perbedaan sifat masyarakat Sunda dengan masyarakat Jawa?
15. Apakah anda pernah terjadi konflik dengan suku jawa? Jika pernah
bagaimana penyelesaiannya?
16. Apakah anda merasa terganggu dengan keberadaan masyarakat Jawa?
17. Menurut anda apakah masyarakat Jawa mendominasi Kampung Nelayan
Teluk?
18. Bagaimana tanggapan anda mengenai masyakat jawa yang selalu
menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi?
101
19. Apakah anda membatasi diri dalam berkomunikasi dengan masyarakat
Jawa?
20. Apakah masyarakat Jawa Teluk pandai bergaul dengan Masyarakat
Sunda?
21. Sifat yang baik apa yang ada di masyarakat Jawa tetapi masyarakat Sunda
tidak memilikinya?
102
Draft Wawancara
Narasumber: Muhammad Tabaraji
1. Apa pendapat anda tentang Masyarakat jawa yang tinggal di kampung
nelayan Teluk?
Jawabannya: karena masyarakat jawa sebagai nelayan, maka mereka
membantu pendapatan hasil laut
2. Sejauh mana anda mengetahui tentang sifat Masyarakat Jawa Kampung
Nelayan?
Jawabannya: Ramah, Baik tapi ada juga yang engga.
3. Apakah suku jawa yang berada di Kampung Nelayan Teluk berbeda
dengan suku jawa pada umumnya?
Jawabannya: Sama saja seperti orang jawa lain. Bahasanya saja yang
berbeda.
4. Bagaimana penilaian anda mengenai cara berkomunikasi suku jawa ?
Jawabannya: Berbahasa jawa sehingga sulit di mengerti maksudnya.
5. Apakah anda memahami bahasa yang digunakan oleh suku jawa di
Kampung Nelayan Teluk?
Jawabannya: Mengerti sedikit-sedikit, karena sudah tebiasa mendengar
bahasanya.
6. Apa yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa?
Jawabannya: Agak canggung, takut salah berbicara. Karena kurang begitu
mengerti bahasanya.
103
7. Apa kesulitan yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa?
Jawabannya: Bahasa jawa yang agak rumit, caa mengucapnya pun sulit.
Berbeda dengan bahasa sunda.
8. Kebiasaan apa yang anda ketahui dari suku jawa?
Jawabannya: Berlayar kelaut karena sebagian besar sebagai nelayan, dari
kecil mereka sudah kelaut. Banyak yang memilih bekerja dibandingkan
dengan sekolah.
9. Apa yang anda rasakan tinggal di satu lingkungan dengan orang jawa?
Jawabannya: Biasa saja, karena sudah dari kecil tinggal dengan orang
jawa.
10. Bagaimana hubungan anda dengan masyarakat jawa?
Jawabannya: Baik, karena saya tidak mau berselisih dengan mereka.
11. Bagaimana sikap Suku Jawa terhadap masyarakat Sunda teluk?
Jawabannya: Baik-baik saja, tetapi jika salah satu dari mereka ada
masalah, semua orang akan telibat.
12. Hal apakah yang anda sukai dari Suku jawa yang tinggal di Kampung
Nelayan?
Jawabannya: Sangat membantu perekonomian disini.
13. Hal apakah yang anda tidak sukai dari Suku jawa yang tinggal di
Kampung Nelayan?
Jawabannya: Tidak ada
14. Adakah perbedaan sifat masyarakat Sunda dengan masyarakat Jawa?
Tidak ada, sama saja
104
15. Apakah anda pernah terjadi konflik dengan suku jawa? Jika pernah
bagaimana penyelesaiannya?
Jawabannya: Pernah, diselesaikan secara kekeluargaan
16. Apakah anda merasa terganggu dengan keberadaan masyarakat Jawa?
Jawabannya: Tidak merasa terganggu.
17. Menurut anda apakah masyarakat Jawa mendominasi Kampung Nelayan
Teluk?
Jawabannya: Hampir, karena masyarakat jawa disini sudah lama tinggal
dan memiliki keturunan.
18. Bagaimana tanggapan anda mengenai masyakat jawa yang selalu
menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi?
Jawabannya: Lumayan Pusing dalam berkomunikasi.
19. Apakah anda membatasi diri dalam berkomunikasi dengan masyarakat
Jawa?
Jawabannya: Tidak, karena saya bekerja berbaur dengan orang Jawa.
20. Apakah masyarakat Jawa Teluk pandai bergaul dengan Masyarakat
Sunda?
Jawabannya: Biasa saja, sama seperti masyarakat Sunda.
21. Sifat yang baik apa yang ada di masyarakat Jawa tetapi masyarakat Sunda
tidak memilikinya?
Jawabannya: pekerja keras, tidak gengsi dalam memilih pekerjaan.
105
Draft Wawancara
Nasumber: Jariah
1. Apa pendapat anda tentang Masyarakat jawa yang tinggal di kampung
nelayan Teluk?
Jawabannya: Masyarakat jawa banyak mengeluh kalau tidak kelaut.
2. Sejauh mana anda mengetahui tentang sifat Masyarakat Jawa Kampung
Nelayan?
Jawabannya: Banyak, karena setiap hari berkumpul dengan orang Jawa.
Mereka baik, kompak.
3. Apakah suku jawa yang berada di Kampung Nelayan Teluk berbeda
dengan suku jawa pada umumnya?
Jawabannya: Bahasanya berbeda, lebih kasar dari pada bahasa jawa yang
lain.
4. Bagaimana penilaian anda mengenai cara berkomunikasi suku jawa ?
Jawabannya: memakai bahasa Jawa, jadi agak sulit kalau tidak mengerti
bahasanya.
5. Apakah anda memahami bahasa yang digunakan oleh suku jawa di
Kampung Nelayan Teluk?
Jawabannya: Mengerti, karena sudah lama tinggal
6. Apa yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa?
Jawabannya: Enak saja, nyambung karena mengerti
7. Apa kesulitan yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa?
106
Jawabannya: Tidak ada kesulitan, baik-baik saja
8. Kebiasaan apa yang anda ketahui dari suku jawa?
Jawabannya: Gotong royongnya kompak, ada yang meninggal saling
membantu
9. Apa yang anda rasakan tinggal di satu lingkungan dengan orang jawa?
Jawabannya: Sama saja dengan orang sunda
10. Bagaimana hubungan anda dengan masyarakat jawa?
Jawabannya: Hubungannya rukun
11. Bagaimana sikap Suku Jawa terhadap masyarakat Sunda teluk?
Jawabannya: Baik, semua saling mengerti
12. Hal apakah yang anda sukai dari Suku jawa yang tinggal di Kampung
Nelayan?
Jawabannya: Kekompakannya
13. Hal apakah yang anda tidak sukai dari Suku jawa yang tinggal di
Kampung Nelayan?
Jawabannya: Jorok, suka buang air besar di pesisir pantai
14. Adakah perbedaan sifat masyarakat Sunda dengan masyarakat Jawa?
Jawabannya: Sama saja bagaimana orangnya, orang jawa agak keras
15. Apakah anda pernah terjadi konflik dengan suku jawa? Jika pernah
bagaimana penyelesaiannya?
Jawabannya: Tidak pernah
16. Apakah anda merasa terganggu dengan keberadaan masyarakat Jawa?
Jawabannya: Tidak, malah merasa senang
107
17. Menurut anda apakah masyarakat Jawa mendominasi Kampung Nelayan
Teluk?
Jawabannya: Tidak, karena sama sama menghargai
18. Bagaimana tanggapan anda mengenai masyakat jawa yang selalu
menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi?
Jawabannya: Ikut bahasa orang jawa, kadang pakai bahasa sunda
19. Apakah anda membatasi diri dalam berkomunikasi dengan masyarakat
Jawa?
Jawabannya: Tidak membatasi karena merasa sama warga Kampung
Nelayan.
20. Apakah masyarakat Jawa Teluk pandai bergaul dengan Masyarakat
Sunda?
Jawabannya: Pandai, sering berkomunikasi dengan orang sunda.
21. Sifat yang baik apa yang ada di masyarakat Jawa tetapi masyarakat Sunda
tidak memilikinya?
Jawabannya: Sama saja dengan orang sunda.
108
Draft Wawancara
Narasumber: Engga
1. Apa pendapat anda tentang Masyarakat jawa yang tinggal di kampung
nelayan Teluk?
Jawabannya: Ramah, pandai Bergaul dan pandai mendekatkan diri pada
masyarakat sunda
2. Sejauh mana anda mengetahui tentang sifat Masyarakat Jawa Kampung
Nelayan?
Jawabannya: Baik, pekerja keras dan memiliki solidaritas tinggi
3. Apakah suku jawa yang berada di Kampung Nelayan Teluk berbeda
dengan suku jawa pada umumnya?
Jawabannya: Pada umumnya sama saja dengan suku jawa pada umumnya,
Cuma yang membedakannya itu anak atau keturunannya yaitu jika berada
dirumah atau sedang bersama keluargannya menggunakan bahasa jawa,
tapi jika berada diluar bahasa yang digunakan sehari-harinya
menggunakan bahasa sunda, karena pada umumnya suku jawa yang ada di
teluk berada dalam lingkungan suku sunda.
4. Bagaimana penilaian anda mengenai cara berkomunikasi suku jawa ?
Jawabannya: Menurut saya cara berkomunikasi suku jawa berbelit-belit
dan cenderung seperti orang yang bertengkar.
5. Apakah anda memahami bahasa yang digunakan oleh suku jawa di
Kampung Nelayan Teluk?
109
Jawabannya: Gampang-gampang susah, karena dalam bahasa jawa ada
sedikit persamaan bahasa dengan sunda. Gampang untuk dimengerti tapi
susah untuk diucapkan karena mungkin lidah mereka berbeda dengan
orang sunda.
6. Apa yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa?
Jawabannya: Kaku, karena hanya sedikit bahasa yang dimengerti.
7. Apa kesulitan yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa?
Jawabannya: Cara pengucapannya, karena saya tidak terbiasa
menggunakan bahasa jawa.
8. Kebiasaan apa yang anda ketahui dari suku jawa?
Jawabannya: Jorok, dengan BAB di pinggir pantai, padahal sudah punya
MCK, tapi karena kebiasaan dari dulu jadi kebiasaan itu susah
dihilangkan.
9. Apa yang anda rasakan tinggal di satu lingkungan dengan orang jawa?
Jawabannya: Cukup membingungkan, karena mungkin dalam bahasanya
yang berbeda jadi kalau ada orang yang ngobrol saya Cuma bisa
mendengarkan saja, hanya sedikit berbicara itupun jika ada bahasa yang
dimengerti.
10. Bagaimana hubungan anda dengan masyarakat jawa?
Jawabannya: Baik
11. Bagaimana sikap Suku Jawa terhadap masyarakat Sunda teluk?
Jawabannya: Cukup menyesuaikan, karena mungkin suku jawa merasa
mereka itu orang yang merantau ke Teluk.
110
12. Hal apakah yang anda sukai dari Suku jawa yang tinggal di Kampung
Nelayan?
Jawabannya: Kebersamaan dalam bekerja, keuletan dan kekompakannya
yang membuat saya kagum.
13. Hal apakah yang anda tidak sukai dari Suku jawa yang tinggal di
Kampung Nelayan?
Jawabannya: BAB yang sembarangan dan juga cara kehidupannya yang
semaunya.
14. Adakah perbedaan sifat masyarakat Sunda dengan masyarakat Jawa?
Jawabannya: Ada, orang jawa kalau sudah punya watak pelit ya pelit
banget, kalo yang punya watak baik ya baik banget. Berbeda dengan orang
sunda Alhamdulillah baik semua.
15. Apakah anda pernah terjadi konflik dengan suku jawa? Jika pernah
bagaimana penyelesaiannya?
Jawabannya: Alhamdulillah belum pernah, kalaupun ada juga Cuma
sedikit nanti lama-lama juga selesai dengan sendirinya.
16. Apakah anda merasa terganggu dengan keberadaan masyarakat Jawa?
Jawabannya: Tidak sama sekali, malahan saya senang, jadi di lingkungan
kami ini jadi ada beragam suku.
17. Menurut anda apakah masyarakat Jawa mendominasi Kampung Nelayan
Teluk?
Jawabannya: Iya, karena hampir sebagian besar masyarakat suku jawa
yang ada di Teluk penduduknya bekerja di Nelayan.
111
18. Bagaimana tanggapan anda mengenai masyakat jawa yang selalu
menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi?
Jawabannya: Bagi saya sih gak apa-apa berarti masyarakat jawa
memegang teguh adat dan bahasa daerahnya supaya tidak luntur meskipun
berada di lingkungan luar jawa.
19. Apakah anda membatasi diri dalam berkomunikasi dengan masyarakat
Jawa?
Jawabannya: Tidak, karena selain bahasa jawa mereka juga menggunakan
bahasa Indonesia. Jadi tidak ada batasan bagi kami masyarakat sunda
untuk berkomunikasi dengan masyarakat jawa.
20. Apakah masyarakat Jawa Teluk pandai bergaul dengan Masyarakat
Sunda?
Jawabannya: Iya, karena masyarakat jawa bukan tipe pemalu untuk
memulai dulu mendekati masyarakat sunda.
21. Sifat yang baik apa yang ada di masyarakat Jawa tetapi masyarakat Sunda
tidak memilikinya?
Jawabannya: Sifat pekerja kerasnya, karena masyarakat sunda tidak
semuanya memiliki sifat pekerja keras.
112
Draft Wawancara
Narasumber: Tedi
1. Apa pendapat anda tentang Masyarakat jawa yang tinggal di kampung
nelayan Teluk?
Jawabannya: Baik-baik saja
2. Sejauh mana anda mengetahui tentang sifat Masyarakat Jawa Kampung
Nelayan?
Jawabannya: Dalam kehidupan sehari-hari
3. Apakah suku jawa yang berada di Kampung Nelayan Teluk berbeda
dengan suku jawa pada umumnya?
Jawabannya: Iya, sedikit berbeda dalam bahasanya
4. Bagaimana penilaian anda mengenai cara berkomunikasi suku jawa ?
Jawabannya: Mereka menggukan bahasa jawa
5. Apakah anda memahami bahasa yang digunakan oleh suku jawa di
Kampung Nelayan Teluk?
Jawabannya: Memahami meski hanya sedikit
6. Apa yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa?
Jawabannya: Lama dalam memahami maksudnya
7. Apa kesulitan yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa?
Jawabannya: Tidak memahami bahasa
8. Kebiasaan apa yang anda ketahui dari suku jawa?
Jawabannya: suka Meminum-minuman keras
113
9. Apa yang anda rasakan tinggal di satu lingkungan dengan orang jawa?
Jawabannya: Sedikit sulit dalam berkomunikasi
10. Bagaimana hubungan anda dengan masyarakat jawa?
Jawabannya: Baik-baik saja
11. Bagaimana sikap Suku Jawa terhadap masyarakat Sunda teluk?
Jawabannya: Saling toleransi
12. Hal apakah yang anda sukai dari Suku jawa yang tinggal di Kampung
Nelayan?
Jawabannya: Dalam hal bekerja
13. Hal apakah yang anda tidak sukai dari Suku jawa yang tinggal di
Kampung Nelayan?
Jawabannya: Dalam sopan santun
14. Adakah perbedaan sifat masyarakat Sunda dengan masyarakat Jawa?
Jawabannya: Sifat orang Jawa keras, sedangkan orang sunda tidak
15. Apakah anda pernah terjadi konflik dengan suku jawa? Jika pernah
bagaimana penyelesaiannya?
Jawabannya: Belum Pernah
16. Apakah anda merasa terganggu dengan keberadaan masyarakat Jawa?
Jawabannya: Tidak
17. Menurut anda apakah masyarakat Jawa mendominasi Kampung Nelayan
Teluk?
Jawabannya: iya, kebanyakan yang ada dikampung nelayan orang jawa
114
18. Bagaimana tanggapan anda mengenai masyakat jawa yang selalu
menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi?
Jawabannya: Tidak masalah, karena mereka melestarikan bahasa
daerahnya
19. Apakah anda membatasi diri dalam berkomunikasi dengan masyarakat
Jawa?
Jawabannya: Tidak
20. Apakah masyarakat Jawa Teluk pandai bergaul dengan Masyarakat
Sunda?
Jawabannya: Iya, contoh dalam jual beli
21. Sifat yang baik apa yang ada di masyarakat Jawa tetapi masyarakat Sunda
tidak memilikinya?
Jawabannya: Orang jawa ulet dalam bekerja sedangkan orang sunda
pemilih dalam kerjaan.
115
Draft Wawancara
Narasumber: Yayat
1. Apa pendapat anda tentang Masyarakat jawa yang tinggal di kampung
nelayan Teluk?
Jawabannya: Ramah, tetapi mereka sering menggunakan bahasa jawa.
2. Sejauh mana anda mengetahui tentang sifat Masyarakat Jawa Kampung
Nelayan?
Jawabannya: tidak banyak mengetahui
3. Apakah suku jawa yang berada di Kampung Nelayan Teluk berbeda
dengan suku jawa pada umumnya?
Jawabannya: Sama saja, paling bahasanya
4. Bagaimana penilaian anda mengenai cara berkomunikasi suku jawa ?
Jawabannya: Baik, karena bisa menyesuaikan
5. Apakah anda memahami bahasa yang digunakan oleh suku jawa di
Kampung Nelayan Teluk?
Jawabannya: Paham, karena sudah lama tinggal dengan orang Jawa.
6. Apa yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa?
Jawabannya: Biasa saja, sama dengan orang sunda
7. Apa kesulitan yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa?
Jawabannya: Tidak ada, karena saya memahami bahasa mereka
8. Kebiasaan apa yang anda ketahui dari suku jawa?
116
Jawabannya: Kurang sadarnya akan kebersihan sehingga mereka suka
buang kotoran sembarangan di pinggir pantai.
9. Apa yang anda rasakan tinggal di satu lingkungan dengan orang jawa?
Jawabannya: Meski berbeda bahasa tetapi untuk bersosialisasi di
lingkungan sama saja.
10. Bagaimana hubungan anda dengan masyarakat jawa?
Jawabannya: Seperti masyarakat pada umumnya, baik-baik saja
11. Bagaimana sikap Suku Jawa terhadap masyarakat Sunda teluk?
Jawabannya: Baik dan ramah
12. Hal apakah yang anda sukai dari Suku jawa yang tinggal di Kampung
Nelayan?
Jawabannya: Kompak dalam bertetangga
13. Hal apakah yang anda tidak sukai dari Suku jawa yang tinggal di
Kampung Nelayan?
Jawabannya: kebiasaan joroknya.
14. Adakah perbedaan sifat masyarakat Sunda dengan masyarakat Jawa?
Jawabannya: Untuk perbedaan sifat pasti ada tapi pada umumnya hampir
sama hanya logat yang sedikit berbeda
15. Apakah anda pernah terjadi konflik dengan suku jawa? Jika pernah
bagaimana penyelesaiannya?
Jawabannya: Tidak pernah ada konflik
16. Apakah anda merasa terganggu dengan keberadaan masyarakat Jawa?
117
Jawabannya: Tidak merasa karena sudah terbiasa tinggal bersama orang
jawa.
17. Menurut anda apakah masyarakat Jawa mendominasi Kampung Nelayan
Teluk?
Jawabannya: Tidak merasa,
18. Bagaimana tanggapan anda mengenai masyakat jawa yang selalu
menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi?
Jawabannya: Sedikit susah tapi bisa dipahami
19. Apakah anda membatasi diri dalam berkomunikasi dengan masyarakat
Jawa?
Jawabannya: Tidak, saya tidak membatasi diri ngobrol dengan siapa saja.
20. Apakah masyarakat Jawa Teluk pandai bergaul dengan Masyarakat
Sunda?
Jawabannya: Iya, mereka suka menyapa
21. Sifat yang baik apa yang ada di masyarakat Jawa tetapi masyarakat Sunda
tidak memilikinya?
Jawabannya: Ulet dan suka gotong royong.
118
SURAT KETERANGAN Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Usia :
Pekejaan :
Menerangkan bahwa benar telah menjadi narasumber dalam wawancara yang dilakukan oleh:
Nama : Rizqi Nahria Farhani
NIM : 6662090288
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Demi kepentingan penelitian ilmiah dengan judul “Persepsi Masyarakat Sunda Tehadap Masyarakat Jawa Di Kampung Nelayan Desa Teluk Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Banten”.
Demikian surat ini dibuat untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Teluk, 2015
128
CURRICULUM VITAE
PERSONAL INFORMATION
Name : Rizqi Nahria Farhani
Place, Date Of Birth : Ciamis, 11 July 1991
Address : Komplek Perumahan Griya Labuan Asri Block
C7/01
RT/RW 014/006 Desa Sukamaju Kecamatan
Labuan
Pandeglang
Religion : Islam
Sex/Status : Male/Singel
Height/weight : 173 Cm / 84 Kg
INTEREST
Music, Soccer, computer
FORMAL EDUCATION BACKGROUND
1996-1997 : TK Mathla‟ul Anwar Pusat Menes
1997-2003 : SDN Kalang Anyar 3 Labuan
2003-2006 : Mts Mathla‟ul Anwar Pusat Menes
2006-2009 : SMAN 4 Pandeglang