TAKE HOME EXAMINATION
MATA KULIAH : PROMOSI KESEHATAN
DOSEN : BAMBANG EDI WARSITO, S.KP., M.KES
NAMA : HERRY SETIAWAN
NIM : 22020114410007
PERTANYAAN :
Bagaimana Strategi Promosi Kesehatan Melaui
Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
pada Masyarakat Bantaran Sungai Martapura Kabupaten
Banjar, Kalimantan Selatan ?
Semarang, 12 Desember
2014
Herry Setiawan
NIM.22020114410007
STRATEGI PROMOSI KESEHATAN MELAUI PENINGKATAN PERILAKUHIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) PADA
MASYARAKAT BANTARAN SUNGAI MARTAPURAKABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN
Herry Setiawan1
1 Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan FakultasKedokteran
Universitas Diponegoro Semarang
A. PENDAHULUAN
Menurut Undang-undang No.36 tahun 2009 tentang
Kesehatan Pasal 9 yang berbunyi “Setiap orang
berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya”. Bunyi pasal tersebut memberikan
tantangan dan gambaran kepada masyarakat Indonesia
agar selalu menjaga dan mempertahankan status
kesehatan demi mewujudkan cita-cita bersama yaitu
masyarakat Indonesia Sehat.
Menurut Depkes RI, Visi Misi Indonesia Sehat
2025 adalah lingkungan yang strategis. pembangunan
kesehatan yang diharapkan adalah lingkungan yang
kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat jasmani,
rohani maupun sosial, yaitu lingkungan yang bebas
dari kerawanan sosial budaya dan polusi, tersedianya
air minum dan sarana sanitasi lingkungan yang
memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat,
perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta
terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki
solidaritas sosial dengan memelihara nilai-nilai
budaya bangsa.1
Air minum dan sarana sanitasi lingkungan yang
memadai merupakan salah satu dari kebutuhan hidup
masyarakat banyak. Air minum sebagai salah satu
kebutuhan fisiologis yang harus selalu terpenuhi,
sedangkan sarana sanitasi lingkungan yang sehat
merupakan penunjang dalam upaya mempertahankan
kesehatan masyarakat secara luas. Seiring
pertumbuhan masyarakat maka fasilitas sanitasi
sangatlah penting. Ketidaktersediaan fasilitas
sanitasi yang baik akan memberikan dampak kesehatan
yang negatif yaitu timbulnya penyakit karena masalah
lingkungan.
Masalah lingkungan yang terjadi karena sanitasi
yang tidak baik biasanya berupa polusi. Polusi yang
terjadi bisa berupa pencemaran air minum sebagai
kebutuhan masyarakat atau lingkungan pemukiman
tempat tinggal. Pencemaran yang terjadi juga dapat
berupa pencemaran air sungai oleh bakteri yang
tentunya akan mengganggu status kesehatan bagi
masyarakat yang mengkonsuminya. Kejadian seperti
diare, kolera dan muntaber akan melanda secara luas
pada masyarakat yang mengkonsumsi air minum tercemar
tersebut.
Menurut hasil pencatatan Dinas Perumahan dan
Permukiman Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan, dari
tengah kota Martapura hingga ke Desa Lok Baintan
terdapat deretan jamban terapung di atas air yang
jumlahnya mencapai 2800 buah. Setiap harinya jamban
terapung sebanyak itu dipakai untuk buang air besar
antara 10 hingga 15 penduduk sehingga menghasilkan
pencemaran antara 10 hingga 14 ton tinja manusia.
Hal ini, pastinya akan berbanding lurus dengan
tingginya kandungan baktari E.coli di air sungai
Martapura. Keadaan seperti ini pastinya akan
mengganggu status kesehatan masyarakat bantaran
sungai Martapura sebagai pihak yang mengkonsumsi air
sungai untuk kebutusan sehari-hari.
Escherichia coli, atau biasa disingkat E.coli,
adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram
negatif. Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh
Theodor Escherich ini dapat ditemukan dalam usus
besar manusia. Menurut pencatatan Kepala Perusahaan
Daerah Pengolahan Air Limbal (PAL) Banjarmasin,
kandungan baktari coli di sungai Martapura,
khususnya di Banjarmasin tercatat 16000 PPM,
sementara batas baku mutu hanya 30 PPM, sehingga
menunjukkan begitu tingginya pencemaran tinja di
wilayah ini. Kebiasaan masyarakat yang tinggal di
bantaran Sungai Martapura membuang seenaknya tinja
ke sungai menyebabkan air yang mengalir ke
Banjarmasin ini tercemar bakteri yang berasal tinja
tersebut. Kejadian kasus yang diakibatkan pencemaran
e.coli, berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan, menunjukan kasus diare terjadi
pada 7,71/1000 penduduk dengan angka kematian
0,27/100.000 penduduk.
Menurut Undang-undang No.36 tahun 2009 tentang
Kesehatan Pasal 11 yang berbunyi “Setiap orang
berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk
mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan
yang setinggi-tingginya”. Bunyi pasal tersebut
menekankan kepada masyarakat untuk selalu
membiasakan diri dengan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS). Masyarakat dituntut merubah pola pikir
dari sudut pandang sakit menjadi sudut pandang
sehat, yang dikenal “Paradigma Sehat” wujud dari
Paradigma Sehat tersebut dalam bentuk Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS).2
Menanggapi tuntutan reformasi pembangunan, dalam
hal ini juga termasuk sektor kesehatan mengalami
perubahan yang sangat mendasar yaitu mengajak dan
memotivasi masyarakat umumnya dan penyelenggara
kesehatan pada khususnya untuk sama-sama menciptakan
kesehatan yang menyeluruh. Menurut Undang undang
No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional. Terdapat 4 tahap dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional ke-4, ditujukan
untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri,
maju, adil dan makmur. Melalui percepatan
pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan
terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh,
berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai
wilayah yang didukung oleh sumberdaya manusia
berkualitas dan berdaya saing.3
Menurut Pusat Komunikasi Publik Depkes RI tahun
2010. Visi rencana strategis yang ingin dicapai
Depkes 2010-2014 adalah “Masyarakat Sehat yang
Mandiri dan Berkeadilan“. Visi ini dituangkan
menjadi 4 Misi yaitu (1) meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani
(2) melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin
tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata,
bermutu dan berkeadilan, (3) menjamin ketersediaan
dan pemerataan sumber daya kesehatan, serta (4)
menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
Pentingnya peranan promosi kesehatan dalam
pembangunan kesehatan telah diakui oleh berbagai
pihak secara makro paradigma sehat berarti semua
sektor memberikan kontribusi positif bagi
pengembangan perilaku dan lingkungan sehat, secara
mikro berarti pembangunan kesehatan lebih menekankan
upaya promotif dan preventif melalui pemberdayaan
masyarakat. Upaya pemberdayaan masyarakat dan
promosi kesehatan merupakan pilar utama yang
mempengaruhi keberhasilan jenis layanan kesehatan
lainnya, yaitu preventif, kuratif dan rehabilitatif
dalam rangka mewujudkan masyarakat yang sehat dan
mandiri tersebut.
Menurut UU No.38 Tahun 2014 tentang Keperawatan,
Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan
profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan
kiat Keperawatan ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat
maupun sakit. Kewajiban seorang perawat dalam usaha
meningkatkan kesehatan dapat dilaksanakan dengan
kerjasama dan upaya memberdayakan masyarakat
setempat sehingga mampu menjaga kesehatan mereka
dari segala ancaman penyakit. Salah satu upaya untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat adalah dengan
strategi pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui
strategi promosi kesehatan meliputi advokasi,
dukungan sosial dan pemberdayaan masyarakat.
Strategi advokasi ditujukan kepada pembuat keputusan
baik dibidang kesehatan maupun sektor lain diluar
kesehatan; dukungan sosial ditujukan kepada para
tokoh masyarakat baik formal (guru, lurah, camat)
maupun informal (tokoh agama), sedangkan
pemberdayaan masyarakat ditujukan langsung kepada
masyarakat.5,6,7
Pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari rumah
tangga atau keluarga karena rumah tangga yang sehat
merupakan aset atau modal pembangunan di masa depan
yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi
kesehatannya. Beberapa anggota rumah tangga
mempunyai masa rawan terkena penyakit menular dan
penyakit tidak menular oleh karena itu untuk
mencegah penyakit tersebut, anggota rumah tangga
perlu diberdayakan untuk melaksanakan PHBS. Keadaan
lingkungan yang tidak sehat merupakan ancaman
tersendiri bagi usia rentan yaitu pada anak-anak
maupun orang lanjut usia.8
Berdasarkan data dan fenomena di atas maka
penulis tertarik membahas mengenai Strategi Promosi
Kesehatan Melaui Peningkatan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) pada Masyarakat Bantaran Sungai
Martapura Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
B. PROMOSI KESEHATAN
Konsep promosi kesehatan merupakan pengembangan
dari konsep pendidikan kesehatan, yang berlangsung
sejalan dengan perubahan paradigma kesehatan
masyarakat (public health). Menurut Lawrence Green (1984)
definisi promosi kesehatan adalah segala bentuk
kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang
terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi,
yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku
dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.
Batasan promosi kesehatan yang lain dirumuskan
oleh Yayasan Kesehatan Victoria (Victorian Health
Foundation Australia, 1997) bahwa promosi kesehatan adalah
suatu program perubahan perilaku masyarakat yang
menyeluruh dalam konteks masyarakatnya, bukan hanya
perubahan perilaku (within people) tetapi juga perubahan
lingkungannya. Menurut Piagam Ottawa (Ottawa Charter,
1986) bahwa promosi kesehatan adalah suatu proses
untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka untuk mencapai keadaan
fisik, mental, dan kesejahteraan sosial, individu
atau kelompok harus mampu mengidentifkasi dan
mewujudkan aspirasi untuk memenuhi kebutuhan dan
untuk mengubah atau mengatasi lingkungan.10
Sesuai dengan perkembangan promosi kesehatan
tersebut diatas, WHO memberikan pengertian promosi
kesehatan sebagai “the procces of enabling individuals and
communities to increase control over the determinants of health and
thereby improve their health“ (proses mengupayakan
individu-individu dan masyarakat untuk meningkatkan
kemampuan mereka mengendalikan faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan, sehingga dapat meningkatkan
derajat kesehatannya).
Bertolak dari pengertian yang dirumuskan WHO
tersebut di Indonesia pengertian promosi kesehatan
dirumuskan sebagai berikut: “ upaya untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama
masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya
sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber
daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan
didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan
kesehatan”.
C. STRATEGI PROMOSI KESEHATAN
Berdasarkan rumusan WHO (1994), strategi promosi
kesehatan secara global ini terdiri dari 3 hal,
yaitu:
1.Advokasi (Advocacy)
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan
orang lain, agar orang lain tersebut membantu atau
mendukung terhadap apa yang diinginkan. Advokasi
dalam konteks promosi kesehatan adalah pendekatan
kepada para pembuat keputusan atau penentu
kebijakan di berbagai sektor, dan di berbagai
tingkat, sehingga para pejabat tersebut mau
mendukung program kesehatan yang kita inginkan.
Dukungan dari para pejabat pembuat keputusan
tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan dalam bentuk undang-undang, peraturan
pemerintah, surat keputusan, surat instruksi, dan
sebagainya. Kegiatan advokasi ini ada bermacam-
macam bentuk, baik secara formal mnaupun informal.
Secara formal misalnya:
a. Penyajian atau presentasi dan seminar tentang
issu kesehtan lingkungan dan pentinya air bersih
pada masayarakat bantaran sungai.
b. Usulan program yang ingin dimintakan dukungan
dari para pejabat yang terkait baik dana maunpun
kebijakan seperti pembuatan jamban umum di darat
(jamban komunal)
Kegiatan advokasi secara informal misalnya
bertemu kepada para pejabat yang relevan dengan
program yang diusulkan, untuk secara informal
minta dukungan, baik dalam bentuk kebijakan, atau
mungkin dalam bentuk dana atau fasilitas lain.
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa sasaran
advokasi adalah para pejabat baik eksekutif maupun
legislatif, di berbagai tingkat dan sektor, yang
terkait dengan masalah kesehatan (sasaran
tertier).
2.Dukungan Sosial (Social support)
Strategi dukungan sosial ini adalah suatu
kegiatan untuk mencari dukungan sosial melalui
tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik tokoh
masyarakat formal maupun informal. Tujuan utama
kegiatan ini adalah agar para tokoh masyarakat,
sebagai jembatan antara sektor kesehatan sebagai
(pelaksana program kesehatan) dengan masyarakat
(penerima program) kesehatan. Kegiatan mencari
dukungan sosial melalui toma pada dasarnya adalah
mensosialisasikan program-program kesehatan, agar
masyarakat bersedia menerima dan ikut
berpartisipasi terhadap program kesehatan
tersebut. Oleh sebab itu, strategi ini juga dapat
dikatakan sebagai upaya bina suasana, atau membina
suasana yang kondusif terliadap kesehatan. Bentuk
kegiatan dukungan sosial ini antara lain:
a. Pelatihan-pelatihan dan bimbingan para toma
mengenai perilaku hidup bersih dan sehat
b. Seminar kesehatan yang berkaitan dengan
masalah lingkungan dan kesehatan sanitasi
c. Lokakarya kesehatan yang melibatkan para
pemangku jabatan serta masyarakat setempat untuk
tujuan memecahkan masalah kesehatan di
lingkungan masyarakat.
Dengan demikian maka sasaran utama dukungan
sasial atau bina suasana adalah para tokoh
masyarakat di berbagai tingkat (sasaran sekunder).
3.Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)
Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan
yang ditujukan kepada masyarakat langsung. Tujuan
utama pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatan mereka sendiri (visi promosi kesehatan).
Bentuk kegiatan pemberdayaan ini dapat diwujudkan
dengan berbagai kegiatan, antara lain: penyuluhan
kesehatan, pengorganisasian dan pengembangan
masyarakat dalam bentuk misalnya: koperasi,
pelatihan-pelatihan untuk kemampuan peningkatan
pendapatan keluarga (income generating skill).
Dengan meningkatnya kemampuan ekonomi keluarga
akan berdampak terhadap kemampuan dalam
pemeliharan kesehatan mereka, misalnya:
a. Terbentuknya dana sehat sebagai upaya
tabungan kesehatan ketika masyarakat mengalami
sakit
b. Terbentuknya pos obat desa untuk menyediakan
obat-obatan yang bersesuaian dengan keadaan dan
penyakit yang sering dialami masyarakat
c. Berdirinya polindes sebagai garda terdepan
dalam pelayanan kesehatan masyarakat, dan
sebagainya.
Kegiatan-kegiatan semacam ini di masyarakat
sering disebut "gerakan masyarakat" untuk
kesehatan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa sasaran pemberdayaan masyarakat adalah
masyarakat (sasaran primer).
Tabel 1. Strategi Promosi Kesehatan KeputusanMenteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor585/MENKES/SK/V/2007
Strategi Sasaran Utama Hasil TatananADVOKASI(Advocacy)
Sasarantertier DPRD, KaDaerah, KaPusesmas
KebijakanBerwawasanKesehatan
• RumahTangga
• InstitusiPendidikan
• TempatKerja
• TempatUmum
• Sarana
BINA SUASANA(Social Support)
Sasaransekunder:Toma, PKK,Kader
Kemitraandan Opini
KesehatanPEMBERDAYAAN(Empowerment)
Sasaranprimer - Individu- Unitkerja
GerakanMasyarakat Mandiri
D. PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan
sekumpulan perilaku yang dipraktikan masyarakat atas
dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang
menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong
diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif
dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya.1
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan
langkah yang harus dilakukan untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal bagi setiap orang. Kondisi
sehat tidak begitu saja terjadi, tetapi harus
senantiasa diupayakan dari yang tidak sehat menjadi
hidup yang sehat serta menciptakan lingkungan yang
sehat. Upaya ini harus dimulai dari menanamkan pola
pikir sehat yang menjadi tanggung jawab kita kepada
masyarakat dan harus dimulai dan diusahakan oleh
diri sendiri sebagai unit terkecil. Upaya ini adalah
untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat
setinggi-tingginya sebagai satu investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif.
Usaha mengupayakan perilaku ini dibutuhkan komitmen
bersama-sama saling mendukung dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat khususnya keluarga
sehingga pembangunan kesehatan dapat tercapai
maksimal.5
E. STRATEGI DALAM PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT
Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di
Ottawa-Canada (1986) menghasilkan piagam Ottawa
Charter yang rumusan strateginya dikelompokkan
menjadi 5 butir,yaitu:
1. Kebijakan Berwawasan Kesehatan (Health Public Policy)
Kegiatan yang ditujukan kepada para pembuat
keputusan/ penentu kebijakan yang berwawasan
kesehatan. Setiap kebijakan pembangunan di bidang
apa saja harus mempertimbngkan dampak kesehatannya
bagi masyarakat. Kegiatan ini ditujukan kepada
para pengambil kebijakan (policy makers) atau pembuat
keputusan (decision makers) baik di institusi
pemerintah maupun swasta. Sebagai contoh; adanya
perencanaan pembangunan jamban komunal sebagai
pengganti jamban jongkok (jamban terapung) di
bantaran sungai sehingga lambat laun dapat
mengubah perilaku masyarakat setempat. Tersedianya
jamban komunal yang direncanakan oleh pemerintah
sebagai pengambil kebijakan (policy makers) atau
pembuat keputusan (decision makers) merupakan langkah
baik sehingga akan menciptakan lingkungan terutama
persediaan air bersih yang mencukupi untuk
kebutuhan masyarakat setempat.
2. Lingkungan yang Mendukung (Supportive environtment)
Kegiatan untuk mengembangkan jaringan
kemitraan dan suasana yang mendukung yang
ditujukan pada:
a. Pemimpin organisasi masyarakat
b. Pengelola tempat
c. Tempat umum
Diharapkan memperhatikan dampak terhadap
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan non fisik mendukung atau kondusif
terhadap kesehatan masyarakat. Misalnya adalah
tersedianya jamban komunal yang dibuat masyarakat
dengan bekerjasama dengan pemerintah. Fasilitas
yang tersedia akan dijaga dan dirawat
keberadaannya oleh masyarakat setempat untuk tetap
melanjutkan kebiasaan hidup bersih dan sehat demi
terciptanya kesehatan bersama.
3. Reorientasi Pelayanan Kesehatan (Reorient Health
Services)
Kesalahan persepsi mengenai pelayanan
kesehatan, tanggung jawab pelayanan kesehatan
kadang hanya untuk pemberi pelayanan (health
provider), tetapi pelayanan kesehatan juga
merupakan tanggung jawab bersama antara pemberi
pelayanan kesehatan (health provider) dan pihak yang
mendapatkan pelayanan. Bagi pihak pemberi
pelayanan diharapkan tidak hanya sekedar
memberikan pelayanan kesehatan saja, tetapi juga
bisa membangkitkan peran serta aktif masyarakat
untuk berperan dalam pembangunan kesehatan.
Sebaliknya bagi masyarakat, dalam proses pelayanan
dan pembangunan kesehatan harus menyadari bahwa
perannya sangatlah penting, tidak hanya sebagai
subyek, tetapi sebagai obyek. Sehingga peranserta
masyarakat dalam pembangunan kesehatan sangatlah
diharapkan. Melibatkan masyarakat dalam pelayanan
kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatannya sendiri. Bentuk pemberdayaan
masyarakat yaitu LSM yang peduli terhadap
kesehatan baik dalam bentuk pelayanan maupun
bantuan teknis (pelatihan-pelatihan) sampai upaya
swadaya masyarakat sendiri. Contoh: Upaya
kesehtan yang dilakukan pemerintah dengan
melakukan kerjasama dengan pihak asing, kerjasama
pembangunan jamban dengan anggaran dana dari
pemerintah serta pemerintah asing.
4. Gerakan Masyarakat (Community Action)
Derajat kesehatan masyarakat akan efektif
apabila unsur-unsur yang ada di masyarakat
tersebut bergerak bersama-sama. Kutipan piagam
Ottawa, dinyatakan bahwa: Promosi Kesehatan adalah
upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga
mereka mau dan mampu untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan sendiri. Adanya gerakan ini
dimaksudkan untuk menunjukan bahwa kesehatan tidak
hanya milik pemerintah, tetapi juga milik
masyarakat. Untuk dapat menciptakan gerakan ke
arah hidup sehat, masyarakat perlu dibekali dengan
pengetahuan dan ketrampilan. Selain itu,
masyarakat perlu diberdayakan agar mampu
berperilaku hidup sehat. Kewajiban dalam upaya
meningkatkan kesehatan sebagai usaha untuk
mewujudkan derajat setinggi-tingginya, teranyata
bukanlah semata-mata menjadi tanggung jawab tenaga
kesehatan. Masyarakat justru yang berkewajiban dan
berperan dalam mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal. Hal ini sesuai yang tertuang dalam Pasal
9, UU No.36 tahun 2009 Tentang kesehatan, yang
berbunyi : “Setiap orang berkewajiban ikut
mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya”. Untuk Memerkuat kegiatan-kegiatan
komunitas (strengthen community actions) promosi
kesehatan bekerja melalui kegiatan komunitas yang
konkret dan efisien dalam mengatur prioritas,
membuat keputusan, merencanakan strategi dan
melaksanakannya untuk mencapai kesehatan yang
lebih baik. Inti dari proses ini adalah
memberdayakan komunitas-kepemilikan mereka dan
kontrol akan usaha dan nasib mereka. Pengembangan
komunitas menekankan pengadaan sumber daya manusia
dan material dalam komunitas untuk mengembangkan
kemandirian dan dukungan sosial, dan untuk
mengembangkan sistem yang fleksibel untuk
memerkuat partisipasi publik dalam masalah
kesehatan. Hal ini memerlukan akses yang penuh
serta terus menerus akan informasi, memelajari
kesempatan untuk kesehatan, sebagaimana
penggalangan dukungan. Gerakan Masyarakat
merupakan suatu partisifasi masyarakat yang
menunjang kesehatan. Contoh adanya gerakan jumat
bersih dan minggu hijau.
5. Keterampilan Individu (Personal Skill)
Kesehatan masyarakat adalah kesehatan agregat
yang terdiri dari kelompok, keluarga dan individu-
individu. Meningkatnya keterampilan setiap anggota
masyarakat agar mampu memelihara dan meningkatkan
kesehatan mereka sendiri (personal skill) sangat
penting. Dalam mewujudkan kesehatan masyarakat
secara keseluruhan, keterampilan individu mutlak
diperlukan. Semakin banyak individu yang terampil
akan dapat memelihara diri dalam bidang kesehatan,
maka akan memberikan cerminan bahwa dalam kelompok
dan masyarakat tersebut semuanya dalam keadaan
yang sehat. keterampilan individu sangatlah
diharapkan dalam mewujudkan keadaan masyarakat
yang sehat. Sebagai dasar untuk terapil tentunya
individu dan masyarakat perlu dibekali dengan
berbagai pengetahuan mengenai kesehatan, selain
itu masyarakata juga perlu dilatih mengenai cara-
cara dan pola-pola hidup sehat.
Masing-masing individu seyogyanya mempunyai
pengetahuan dan kemampuan yang baik terhadap :
a. Cara – cara memelihara kesehatannya
b. Mengenal penyakit-penyakit dan penyebabnya
c. Mampu mencegah penyakit
d. Mampu meningkatkan kesehatannya
e. Mampu mencari pengobatan yang layak bilamana
sakit
Di lingkungan Puskesmas upaya promosi kesehatan
lebih ditekankan daripada di rumah sakit. Sebagai
contoh perawat di komunitas menyikapi dan
menindaklanjuti perilaku masayarakat bantaran sungai
yang selalu melakukan BAB di sungai sehingga
mengotori dan mencemari sungai sebagai sumber air
bersih keperluan masyarakat setempat. Perawat
beranggapan bahwa suatu masalah kesehatan salah
satunya yaitu diare. Diare yang terjadi akibat
tercemarnya sumber air bersih oleh E.coli tidak akan
tuntas apabila hanya mengobati pasien di rumah sakit
tanpa memotong atau menyingkirkan penyebab utamanya.
Penyebab utamanya yaitu pencemaran serta
pengkontaminasian sumber air sungai yang menyebabkan
keadaan diare pada masyarakat setempat.
Kecakapan perawat dalam melakukan strategi
promosi kesehatan sangat dibutuhkan untuk mencoba
melakukan advokasi kepada pembuat dan penentu
kebijakan dalam hal ini pemerintah. Upaya advokasi
dengan harapan yaitu pemerintah dapat mengeluarkan
Peraturan Daerah atau kebijakan lainnya sehingga
adanya usaha penertiban jamban terapung yang kiat
menjamur di bantaran sungai. Upaya bina suasana
dengan cara pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat
atau pihak yang berpengaruh sangatlah penting
mengingat kebiasaan masyarakat selalu
mempertimbangkan pendapat orang yang dianggap
mempunyai pengaruh di lingkungan mereka. Pandangan
dan himbauan dari tokoh-tokoh masyarakat juga sangat
bermanfaat dalam mempengaruhi masyarakat agar tidak
melakukan kegiatan yang dapat merusak lingkungan,
dalam hal ini pencemaran air sungai. Selanjutnya,
upaya pemberdayaan dapat dilakukan dengan membina
beberapa kader yang berkompeten untuk menjadi
penyuluh dan petugas pengawas yang selalu mengontrol
kesehatan dan juga kelayakan air sungai sebagai
salah satu barang vital di lingkungan mereka.
Pada dasarnya promosi kesehatan mendukung
pengembangan personal dan sosial melalui penyediaan
informasi, pendidikan kesehatan, dan pengembangan
keterampilan hidup. Hal ini dapat meningkatkan
pilihan yang tersedia bagi masyarakat untuk melatih
dalam mengontrol kesehatan dan lingkungan mereka,
dan untuk membuat pilihan yang kondusif bagi
kesehatan. Memungkinkan masyarakat untuk belajar
melalui kehidupan dalam menyiapkan diri mereka untuk
semua tingkatannya dan untuk menangani penyakit
sangatlah penting. Keterampilan Individu adalah
kemapuan petugas dalam menyampaikan informasi
kesehatan dan kemampuan dalam mencontohkan
(mendemostrrasikan). Contoh: melalui penyuluhan
secara individu atau kelompok seperti di Posyandu,
PKK. Adanya pelatihan kader kesehatan, pelatihan
guru UKS, dll.
F. KESIMPULAN
Peningkatan kesehatan masyarakat dapat dilakukan
dengan tiga strategi promosi kesehatan kepada
masyarakat yaitu advokasi, bina suasana dan
pemberdayaan masyarakat. Strategi advokasi yang
dapat dilaksanakan adalah pertemuan presentasi
kegiatan kesehatan yang dihadiri oleh pemerintah
selaku pembuat dan pengambil kebijakan, pemangku
lintas program dengan lintas sektoral. Kerjasama
kesehatan yang dilakukan terhadap instansi terkait
meliputi pemerintah setempat dan lingkungan
pelayanan kesehatan.
Strategi bina suasana yang dapat dilakukan di
masyarakat dalam usaha promosi kesehatan untuk
meningkatkan prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
individu pada masyarakat adalah dengan mengerahkan
peran dari petugas kesehatan yang bukan hanya
mengadakan penyuluhan dan menyebarkan informasi yang
diprogramkan oleh Dinas Kesehatan, akan tetapi
petugas kesehatan dapat mengajak tokoh masyarakat,
tokoh agama, dengan masyarakat memberikan penyuluhan
tentang PHBS sehingga akan terbentuknya opini yang
baik antara tokoh masyarakat dengan semua pihak
dalam meningkatkan PHBS.
Strategi pemberdayaan masyarakat yang dapat
dilakukan adalah dengan memperkenalkan kepada
masyarakat, mengidentifikasi dan melakukan motivasi
akan program PHBS, melibatkan masyarakat sebagai
kader PHBS juga merupakan langkah efektif.
STRATEGI PROMOSI KESEHATAN MELAUI PENINGKATANPERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) PADA
MASYARAKAT BANTARAN SUNGAI MARTAPURAKABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN
Disusun untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester :Promosi Kesehatan
Dosen: Dr. Untung Sujianto, S.Kp., M.Kes.Bambang Edi Warsito, S.Kp., M.Kes.
Oleh :Herry Setiawan
NIM.22020114410007
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman PembinaanProgram Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat PadaRumah Tangga, Pusat Penyuluhan KesehatanMasyarakat : 2006.
2. Departemen Kesehatan RI. Strategi PromosiKesehatan Di Indonesia. Jakarta : 2000
3. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang RencanaPembangunan Jangka Panjang Nasional.
4. Undang-undang No. 38 Tahun 2014 tentangKeperawatan.
5. Efendi, Feri dan Makhfudi. (2009). KeperawatanKesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalamKeperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
6. Maryani, Dewi Sri. (2014).Ilmu KeperawatanKomunitas. Bandung: Yrama Widya
7. Maulana H. D. (2009). Promosi Kesehatan. Edisi 1.Jakarta : EGC.
8. Depkes RI. Sistem Ketahan Nasional, Bentuk danCara Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan.Depkes RI : Jakarta : 2009.
9. Depkes RI. (2007). Promosi Kesehatan. Jakarta :Depkes RI.
10. Notoadmodjo S. (2010). Promosi kesehatan Teori danAplikasi. Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta.
11. Keputusan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia Nomor 585/MENKES/SK/V/2007 tentang
Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan diPuskesmas.
12. Sinaga, Marhaeni dan Hasanbasri 2005. ProgramPerilaku Hidup Bersih dan Sehat : Studi KasusKabupaten Bantul 2003, Jurnal JMPK Volume08/No.02/Juni/2005.Yogyakarta.
13. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan,Keputusan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor : 1193/MENKES/SK/X/2004.Jakarta, DepartemenKesehatan RI, 2005.
14. PERMENKES RI Nomor 4 Tahun 2012 TentangPetunjuk Teknis Promosi Kesehatan Rumah Sakit.
Kondisi air Sungai Martapura
Banjarmasin, 20/3(Antara) – Kondisi airSungai Martapura, baikdi wilayah KabupatenBanjar, maupun diwilayah KotaBanjarmasin, ProvinsiKalimantan Selatanyang terlihat bersihtidak berarti bisalangsung dikonsumsitanpa direbus terlebihsebab bisa-bisa
terkena diare.Masalahnya kandungan bakteri e-coli di sungai yang berhulu di
Pegunungan Meratus dan bermuara di Sungai Barito Kota Banjarmasintersebut begitu tinggi setelah tercemar berat kotoran manusia(tinja).
Hal itu terjadi setelah sekian lamanya kebiasaan (budaya)masyarakat membuang air besar ke sungai, lalu bermunculanlahratusan bahkan ribuan buah jamban terapung di sisi kanan dan kirisungai yang menjadi tumpuan kehidupan masyarakat setempat itu.Masyarakat sudah terbiasa masuk jamban lalu membuang air besardengan mudah jatuh ke sungai, dengan mudah pula memanfaatkan airsungai untuk membersihkan badan setelah buang hajat tersebut.
“Lihat saja di tengah kota Martapura, hingga ke Desa LokBaintan terdapat deretan jamban terapung di atas air, jumlahnyasudah mencapai 2800 buah,” kata Kepala Dinas Perumahan danPermukiman Banjar, Boyke W Triestianto ST MT ketika berkunjung kekawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam, Sabtu (16/3).Boyke mendampingi Bupati Banjar, Sultan KhairulSaleh bersamapuluhan wartawan yang tergabung dalam komunitas “pena hijau” untukmelakukan penanaman bibit penghijauan di lokasi hutan lindungtersebut.
Menurut Boyke, dengan jumlah jamban terapung sebanyak itubila satu jamban setiap harinya dipakai untuk buang air besarantara 10 hingga 15 penduduk maka kawasan tersebut setiap harinya
tercemar antara 10 hingga14 ton tinja manusia.
Itu hanya kawasantersebut padahal jambanterapung juga terlihatdimana-mana di sungaiMartapura itu, maka sudahbisa dibayangkan berapabesar pencemaran tinjaterhadap lingkungan di
kawasan itu, wajar bila kawasan tersebut begitu tinggi kandunganbaktari e-koli.
Berdasarkan catatan, Escherichia coli, atau biasa disingkatE. coli, adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gramnegatif. Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh TheodorEscherich ini dapat ditemukan dalam usus besar manusia.
Secara terpisah, Kepala Perusahaan Daerah (PD) Pengolahan AirLimbal (PAL) Banjarmasin, Muh Muhidin membenarkan kandunganbaktari coli di sungai Martapura,khususnya di Banjarmasin sudahtercatat 16000 PPM, sementara batas baku mutu hanya 30 PPM, begitutingginya pencemaran tinja di wilayah ini. Hal itu karenakebiasaan masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Martapura
membuang seenaknya tinja ke sungai, sehingga air yang mengalir keBanjarmasin ini tercemar bakteri yang berasal tinja tersebut.
Kasus diakibatkan pencemaran e-coli, berdasarkan data DinasKesehatan Kalsel, menunjukan kasus diare terjadi pada 7,71/1000penduduk dengan angka kematian 0,27/100.000 penduduk. KepalaBidang Pemantauan dan Pemulihan Badan Lingkungan Hidup DaerahPemerintah Provinsi Kalsel, Ninuk Murtini, pernah pula mengatakanmengatakan dari hasil pemeriksanaan kondisi air sungai beberapatitik hasilnya sebagian besar air sungai tercemar dengan rata-ratakandungannya di atas ambang batas. Bukan hanya e-coli, pencemaransungai tersebut antara lain, untuk kandungan mangan atau Mnseharusnya hanya 0,1 miligram tapi berdasarkan hasil penelitian diSungai Barito mencapai 0,3135 miligram atau jauh di atas ambangbatas.
Titik terparah beradadi Sungai Barito di sekitarPasar Gampa Marabahan,Kabupaten Barito Kuala,selain itu di Hilir PulauKaget mencapai 0,2097miligram dan Hulu Kuripanatau di sekitar kantorBupati Barito Kualamencapai 0.2029 miligram.Menurut Ninuk pemeriksanaantidak hanya dilakukan diSungai Barito tetapi disungai lainnya dengan totalpengambilan sampel sebanyak29 titik yaitu enam titikdi sungai Barito, enam
titik sungai Martapura dan tujuh titik di Sungai Negara. Dengankondisi tercemar itu, maka bisa jadi salah satu pemicu timbulnyapenyakit lainnya seperti autis, gangguan saraf, dan ginjal.
Top Related