PERSEPSI DOKTER, APOTEKER, DAN PASIEN MENGENAI KELENGKAPAN RESEP DAN
KEMUDAHAN PEMBACAAN TULISAN DALAM RESEP (LEGIBILITY) DI KOTA YOGYAKARTA PERIODE FEBRUARI-MEI 2007
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Irwan Febriantoro
NIM : 038114083
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEPSI DOKTER, APOTEKER, DAN PASIEN MENGENAI KELENGKAPAN RESEP DAN
KEMUDAHAN PEMBACAAN TULISAN DALAM RESEP (LEGIBILITY) DI KOTA YOGYAKARTA PERIODE FEBRUARI-MEI 2007
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Irwan Febriantoro
NIM : 038114083
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Persetujuan Pembimbing
PERSEPSI DOKTER, APOTEKER, DAN PASIENMENGEN{ KELENGKAPAIT RESEP DAN
KEMUDAHAN PEMBACAAI\ TULISAI\ DALAM RESEP (LEGIBILITNDI KOTA YOGYAKARTA PERIODE FEBRUARI.MEI2OOT
Disusun oleh:
kwan Febriantoro
NIM:038114083
Skripsi ini telah disetujui oleh :
Aris Wldayati, M.Si.,,{pt.
Tanggal' ..1for)*"lr.4d... tooE'
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengesehen Skripsi
PNR,SEPSI I}OKTER. APOTEKER5 DA}t PASIENMENGENAI KELENGKAPAI\I RESEP DAI\[
KEMUDAHAN PEMBACAAN TULISAI\I DALAM RESEP (LEGIBILITNDI KOTA YOGYAI(ARTA PERIODE FEBRUARI-MEIaAO7
Oleh:kwan FebriantoroNM:038114083
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji SkripsiFakultas Farmasi
Universias Sanata Dharmapada tanggal : 16 Januari 200E
MengetahuiFakultas Farmasi
Panitia Penguji :
1. Aris Widayati, M.Si., Apt.
2. Yustina Sri tlartini, M.Si., Apt.
3. Ipang Djunarko, S.Si., Apt.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERhI}.ATAA I N PERSETIJJL:ANPTiBLII{ASI I(dR}A ILMIAH UNTUK KEPE]TTINGAN AKAI}EMIS
Yang bertanda tangpn di bawah ini, sa-ra malasiswa Universitas Sanata Dhanna :
N*:xa : Irwan Febriantoro
l'icmor l\.{ahasisna : 038114083
Demi pengembangan ilm* pengetahuan, saya memberikan kepada Perpastekaan
Llgiversitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjud*l :
"PERSEPSI DBKTE& APOTEXER, DAN PASIEN MENGENAIHELEIiGKAPAN RESSP DAN KEMIJDAHAN }E*IBACAA1q TULTSANIIALA*{ RESEP (LEGIBILITT} I}I KOTA I'OGYAIL{RTA PERIODEFE3RLr.{RI-ME| 2987."
bessria perangkat 1'ang diperlukan (bila ada). Dengmr demikia* sala memberika*
kepada Perpustakaan Universitas Sanafa Dharma hak utfuk maryirnparL me-
*galihka* d*lam bartuk rnedia lain, rnetgelolanya dalan be,aruk pa*pfalat data-
r:re*distribusikan secala terbatas, dan rnempublikasikannya di Intemet atat msdia
lain raaili kepentingan akademis tanpa perlu neminta ijia dari saya manpun
memtrerikan royalti kepada saya selama tetap rlrencantunkan nama saya setrapi
penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat delgan sebenarnya.
Dibuaf di YopX'akarta
Pada ranggat :28 Januari 2S08
{lrwan Febriantoro}
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji dan terima kasih untuk Tuhan atas berkat dan penyertaan yang diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Selama
pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi, penulis memperoleh banyak
bantuan, dukungan, doa, dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta .
2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing dan penguji yang selalu
memberikan arahan, saran, kritik, dan dorongan serta selalu sabar dalam
membimbing sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat berjalan
dengan lancar.
3. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan kritik yang bermanfaat bagi skripsi ini.
4. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan kritik yang bermanfaat bagi skripsi ini.
5. Bapak Yosef Wijoyo, M. Si., Apt. selaku pembimbing akademis yang selalu
memberikan motivasi terhadap penulis.
6. ”Ebes” saya Sudradjad yang selalu menjadi kebangganku terhadap hidup selama
ini. Terima kasih untuk perlindungan, kebebasan, doa, dukungan moral dan
materialnya selama ini.
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7. ”Memes” saya Iswanti yang selalu teguh dalam setiap kesempatan berkehidupan
bersama penulis.
8. ”Mas”Dodo, Kunti, dan Igo ”Mbik” yang menjadi motivasi penulis untuk selalu
tekun dan bekerja keras didalam setiap kesempatan.
9. Maduma Maria M. S. atas segala cinta, perhatian, doa, kasih sayang, dan
kerewelannya untuk penulis selama ini.
10. Sahabatku Budiarto, Andreas, Vian, Yulia, Wiwit, Hengky, Hermanto, Rizky,
Ndaru, Taufan, Yopinus dan Vicimus untuk semangat, keceriaan, cemooh,
persahabatan, dan kerja samanya selama ini.
11. Rekan kerjaku K. Ratih ”Sirih Merah” Triuntari, atas motivasi dan kerjasamanya
selama ini.
12. Teman-teman kelas B dan seluruh angkatan 2003 atas segala kemurahan hati
kalian telah menerima penulis sebagai bagian hidup kalian.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat
bagi pembaca.
Yogyakarta, Januari 2008
Irwan Febriantoro
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
FERF$YAfAAITI KEASLTAF{ KARYA
Srya nrcr{f#*l dergm @ggufurye b*ara drriF*i Iffig seya tt*is ini
ti# wmtr4 karya #ffi* @iffi Emya seg }"*Ib kffidi yag td* disffier
&furn M*pwlfud#trpt*a *e&r*eilixr#E laydrya k*ya ihr*i*-
Inxan Febriantoro
\rIT
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Medication errors adalah kesalahan dalam proses pengobatan pasien yang sebenarnya dapat dihindari, akan tetapi hal tersebut tetap terjadi. Cohen menjabarkan beberapa hal yang secara umum dapat menyebabkan medication errors salah satunya adalah : komunikasi yang gagal. Medication errors potensial terjadi pada fase proses komunikasi non verbal antara dokter dan apoteker mengenai pengobatan pasien, dan resep merupakan satu – satunya alat komunikasi non verbal tersebut. Masalah yang timbul pada resep adalah adanya tulisan pada resep yang tidak jelas dan tidak lengkap. Padahal, salah satu persyaratan komunikasi yang ideal adalah adanya media komunikasi yang mampu secara optimal menghantarkan pesan. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai persepsi dokter, apoteker, dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan survei epidemiologi deskriptif. Instrumen penelitian berupa kuisioner. Data yang diperoleh diolah dengan statistik deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 46.81 % dokter dan 61.73 % apoteker, dan 18 % pasien menyatakan bahwa semua aspek kelengkapan resep penting dimuat dalam resep.
Mengenai kemudahan pembacaan resep, 93.61 % dokter, 98.77 % apoteker, dan 69 % pasien menyatakan bahwa tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas. Sedangkan 58 % pasien menyatakan bahwa resep yang diterima tidak jelas dan tidak terbaca.
Secara umum, seluruh responden berkecenderungan setuju apabila resep ditulis dengan jelas dan memenuhi semua aspek kelengkapan resep.
Kata kunci : persepsi, dokter, apoteker, pasien, kelengkapan resep, dan legibility.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Medication errors is a failure in patient treatment process that in fact can be avoided, but the situation still happen. Cohen explains general things causes medication errors, one of them is communication failure. Based in this situation, prescription must have optimally capable to submit the message. Medication errors potentially happen on non-verbal communication such as prescription. Those prescription problems are about prescription completeness and prescription legibility. Therefore, this research was about physicians, pharmacists, and patients perceptions about prescription completeness and prescription legibility.
The research was a non experimental with a descriptive epidemiologic survey plan. The main instrument of this study was questionnaire. The achieved data analyzed by using descriptive statistics.
The results have shown that 46.81 % physicians, 61.73 % pharmacists, and 18 % patients agreed that all completeness aspects of prescription were necessary to write on the prescription.
While about the legibility of prescription, 93.61 % physicians, 98.77 % pharmacists, and 69 % patients declare that the prescription must be read clearly. Although 58 % patient revealed that prescriptions they got were unclear and illegible.
Generally, entire respondents inclined that the prescription must be read clearly and fulfil completeness aspects of prescription.
Key words : perception, physician, pharmacist, patient, prescriptions completeness
,and prescriptions legibility.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...........................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................iii
HALAMAN PERSEMBAHAN..................................................................................iv
PRAKATA....................................................................................................................v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.....................................................................vii
INTISARI..................................................................................................................viii
ABSTRACT...................................................................................................................ix
DAFTAR ISI.................................................................................................................x
DAFTAR TABEL.....................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................xv
BAB I. PENGANTAR..................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
1. Perumusan masalah..............................................................................2
2. Keaslian penelitian................................................................................3
3. Manfaat penelitian................................................................................4
B. Tujuan.....................................................................................................................5
BAB II. PENELAAH PUSTAKA................................................................................6
A. Resep.......................................................................................................................6
B. Aspek kelengkapan resep........................................................................................9
C. Aspek kemudahan pembacaan tulisan dalam resep..............................................15
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Persepsi.................................................................................................................17
E. Dokter...................................................................................................................18
F. Apoteker................................................................................................................20
G. Pasien....................................................................................................................22
H. Pelayanan Kefarmasian.........................................................................................25
I. Keterangan empiris...............................................................................................27
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN..................................................................28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian............................................................................28
B. Definisi Operasional.............................................................................................28
C. Subyek Penelitian dan Teknik Sampling..............................................................29
D. Instrumen Penelitian.............................................................................................32
E. Tata Cara Penelitian..............................................................................................35
F. Keterbatasan Penelitian.........................................................................................37
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..........................…………….....................38
A. Karakteristik Responden.......................................................................................38
1. Karakteristik responden dokter...........................................................38
2. Karakteristik responden apoteker.......................................................42
3. Karakteristik responden pasien...........................................................45
B. Persepsi Dokter Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan Pembacaan
Resep (Legibility)..................................................................................................46
1. Persepsi dokter mengenai kelengkapan resep.....................................46
2. Persepsi dokter mengenai kemudahan pembacaan resep (legibility)..55
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Persepsi Apoteker Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan Pembacaan
Resep (Legibility)..................................................................................................61
1. Persepsi apoteker mengenai kelengkapan resep.................................61
2. Persepsi apoteker mengenai kemudahan pembacaan resep
(legibility)............................................................................................69
D. Persepsi Pasien Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan Pembacaan
Resep (Legibility)..................................................................................................72
1. Persepsi pasien mengenai kelengkapan resep.....................................72
2. Persepsi pasien mengenai kemudahan pembacaan resep (legibility)..76
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………........81
A. Kesimpulan...........................................................................................................81
B. Saran ....................................................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................83
LAMPIRAN................................................................................................................86
BIOGRAFI PENULIS..............................................................................................107
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Persentase Frekuensi Ketidaklengkapan Resep Pasien pediatri di Rumah
Sakit I, Rumah Sakit II dan 10 Apotek di Yogyakarta Tahun 2005......14
Tabel II. Daftar pernyataan untuk dokter dan apoteker........................................33
Tabel III. Daftar pernyataan untuk pasien.............................................................34
Tabel IV. Persepsi dokter dan apoteker mengenai kelengkapan resep..................47
Tabel V. Persepsi dokter dan apoteker mengenai kemudahan pembacaan resep
(legibility)...............................................................................................56
Tabel VI. Persepsi pasien mengenai kelengkapan resep .......................................72
Tabel VII. Persepsi pasien mengenai kemudahan pembacaan resep
(legibility)...............................................................................................77
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Karakteristik usia responden dokter....................................................38
Gambar 2. Karakteristik jenis kelamin responden dokter.....................................39
Gambar 3. Karakteristik spesialisasi responden dokter........................................39
Gambar 4. Karakteristik tahun kelulusan responden dokter.................................40
Gambar 5. Karakteristik lama praktik responden dokter......................................40
Gambar 6. Karakteristik jumlah tempat praktik responden dokter.......................41
Gambar 7. Karakteristik rata-rata kunjungan pasien responden dokter................41
Gambar 8. Karakteristik usia responden apoteker................................................42
Gambar 9. Karakteristik jenis kelamin responden apoteker.................................43
Gambar 10. Karakteristik tahun lulus apoteker .....................................................43
Gambar 11 Karakteristik pendidikan terakhir responden apoteker.......................44
Gambar 12. Karakteristik lama menjadi APA responden apoteker........................44
Gambar 13. Karakteristik rata-rata resep setiap hari..............................................44
Gambar 14. Karakteristik usia responden pasien....................................................45
Gambar 15. Karakteristik jenis kelamin responden pasien.....................................45
Gambar 16. Karakteristik pendidikan terakhir responden pasien...........................46
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat ijin responden dokter.................................................................86
Lampiran 2. Surat ijin responden apoteker..............................................................87
Lampiran 3. Surat ijin responden pasien……………………………….................88
Lampiran 4. Surat ijin BAPEDA D.I.Y. .................................................................89
Lampiran 5. Surat ijin Dinas Perijinan Pemerintah Kota Yogyakarta....................90
Lampiran 6. Lembar kuesioner dokter....................................................................91
Lampiran 7. Lembar kuesioner apoteker.................................................................93
Lampiran 8. Lembar kuesioner pasien....................................................................95
Lampiran 9. Hasil kuesioner dokter........................................................................97
Lampiran 10. Hasil kuesioner apoteker……………………………………….......100
Lampiran 11. Hasil kuesioner pasien…………………………………………......103
Lampiran 12. Daftar apotek di Kota Yogyakarta....................................................105
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Medication errors adalah kesalahan dalam proses pengobatan pasien yang
sebenarnya dapat dihindari, akan tetapi hal tersebut tetap terjadi. Medication errors
merupakan hal yang sangat kritis dan harus ditangani secara tepat dan cepat.
Medication errors merupakan bagian yang terkait dengan patient safety. Cohen
(1999) menjabarkan beberapa hal yang secara umum dapat menyebabkan medication
errors adalah : komunikasi yang gagal, kurangnya distribusi obat, perhitungan dosis
yang salah, masalah-masalah yang terkait bagian obat-obatan, pemberian obat yang
salah, dan kurangnya edukasi pasien.
Mengacu pada penelitian Simbolon (2005), 80 responden (apoteker dan
asisten apoteker) yang mengetahui tentang medication error, sebagian besar
responden berpendapat bahwa resep yang tidak jelas dan tidak terbaca merupakan
merupakan faktor utama penyebab medication errors.
Medication errors potensial terjadi pada fase proses komunikasi non verbal
antara dokter dan apoteker mengenai pengobatan pasien. Pada proses komunikasi
non verbal, resep merupakan satu – satunya alat komunikasi antara dokter dan
apoteker. Salah satu persyaratan sebuah komunikasi yang ideal adalah adanya media
komunikasi yang memadai yang mampu secara optimal menghantarkan pesan dari
pihak pemberi pesan ke pihak penerima pesan.
Berdasarkan hal tersebut maka resep harus mempunyai kemampuan optimal
dalam menyampaikan pesan dari dokter kepada apoteker mengenai terapi obat bagi
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
pasien. Oleh karena itu, aspek persyaratan kelengkapan sebuah resep dan
keterbacaan tulisan dokter dalam resep (legibility) menjadi hal yang sangat penting.
Aspek kelengkapan sebuah resep seharusnya dipenuhi oleh dokter penulis
resep sebagai salah satu langkah preventif terhadap kejadian medication errors. Akan
tetapi berdasarkan penelitian Widayati dan Hartayu (2006) mengemukakan bahwa
dari 2 rumah sakit dan 10 apotek yang diteliti, memberikan gambaran bahwa dari
tiga tempat penelitian tidak satupun yang memenuhi semua aspek kelengkapan resep,
bahkan yang menarik adalah terdapat 1 buah resep yang tidak mencantumkan nama
pasien.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, peneliti merasa
tertarik untuk mengetahui persepsi dokter, apoteker, asisten apoteker, dan pasien
mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep
(legibility) di Kota Yogyakarta.
1. Perumusan masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:
a. seperti apa profil persepsi dokter di wilayah Kota Yogyakarta mengenai aspek
kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility)?
b. seperti apa profil persepsi apoteker di wilayah Kota Yogyakarta mengenai aspek
kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility)?
c. seperti apa profil persepsi pasien di wilayah Kota Yogyakarta mengenai aspek
kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility)?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
2. Keaslian penelitian
Rahmawati dan Oetari (2002) melakukan penelitian dengan judul “Kajian
Penulisan Resep: Tinjauan Aspek Legalitas dan Kelengkapan Resep di Apotek-
apotek Kotamadya Yogyakarta”. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada
metodologi, waktu, dan fokus penelitian. Pada penelitian ini menggunakan resep
sebagai bahan penelitian, serta menggunakan kuesioner dan wawancara sebagai data
pendukung.
Simbolon (2005) melakukan penelitian dengan judul, “Persepsi Pembaca
Resep Mengenai Resep yang Berpotensi Menyebabkan Medication Errors di Apotek
di Kota Yogyakarta Periode Januari-Februari 2005”. Perbedaan dengan penelitian ini
terletak pada subyek, waktu dan variabel penelitian.
Penelitian oleh Widayati dan Hartayu (2006) dengan judul, “Kajian
Kelengkapan Resep dan Kombinasi Obat Untuk Pediatri Yang Berpotensi
Menimbulkan Medication Errors di 10 Apotek Kota Yogyakarta dan 2 Rumah Sakit
di Yogyakarta”. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada subyek, lokasi, waktu,
dan fokus penelitian.
Pramudiarja (2006) dengan judul “Potensi Medication Errors dalam Resep
Pediatri di 10 Apotek di Kota Yogyakarta Periode Januari-Maret 2006 dan Persepsi
Pembaca Resep yang Menanganinya (Tinjauan Aspek Kelengkapan dan Kemudahan
pembacaan tulisan dalam resep)”. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada
subyek, lokasi, waktu, dan fokus penelitian.
Penelitian ini pernah dilakukan Triuntari (2007) dengan judul “Persepsi
Dokter, Apoteker, Asisten Apoteker, dan Pasien Mengenai Kelengkapan Resep dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Kemudahan Pembacaan Tulisan Dalam Resep (Legibility) di Empat Rumah Sakit
Umum di Kota Yogyakarta Periode Maret-April 2007. Perbedaan dengan penelitian
ini terletak pada obyek, lokasi, dan waktu penelitian.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah khasanah ilmu
pengetahuan di bidang kefarmasian, terutama dalam bidang pelayanan kefarmasian.
b. Manfaat praktis
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi pengembangan
model – model resep yang ideal di Indonesia. Penelitian mengenai
pengembangan model resep yang ideal akan dapat mengacu pada hasil
penelitian ini, sehingga penelitian ini berkedudukan sebagai penelitian
pendahuluan.
2. Sumber informasi bagi dokter dan apoteker dalam usaha mengoptimalkan
komunikasi non verbal antar tenaga kesehatan.
3. Sumber informasi bagi dokter dan apoteker dalam mengevaluasi, serta
mencegah terjadinya medication errors yang disebabkan oleh
ketidaklengkapan dan ketidakjelasan penulisan dalam resep.
4. Sumber informasi bagi masyarakat mengenai pentingnya aspek kelengkapan
resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep, sebagai bagian dari
usaha pencegahan medication errors.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dokter, apoteker dan
pasien terhadap kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan (legibility)
pada resep.
2. Tujuan khusus
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
a. mengetahui persepsi dokter di wilayah Kota Yogyakarta mengenai aspek
kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility).
b. mengetahui persepsi apoteker di wilayah Kota Yogyakarta mengenai aspek
kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility).
c. mengetahui persepsi pasien di wilayah Kota Yogyakarta mengenai aspek
kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Resep
Berdasarkan Kepmenkes No. 1332/MenKes/SK/X/2002, dan Kepmenkes No.
1027/MenKes/SK/IX/2004 resep didefinisikan sebagai permintaan tertulis dari
dokter, dokter gigi, dokter hewan, kepada Apoteker Pengelola Apotek untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku (Anonim, 2002 dan 2004a).
Menurut Scott (2000), resep merupakan pesanan untuk pengobatan yang
dikeluarkan oleh dokter, dokter gigi, dan praktisi medis lainnya yang telah memiliki
izin. Beberapa negara memberikan izin bagi para penulis resep yang memiliki
kewenangan praktek terbatas. Sebagai contoh, dokter hewan dapat meresepkan obat
hanya untuk hewan saja; dokter ahli penyakit kaki (podiatrist) dapat meresepkan
obat yang digunakan untuk mengobati kaki; dokter ahli mata (optometrist) yang
hanya dapat meresepkan obat untuk mengobati kelainan pada mata. Resep
menunjukkan pengobatan dan dosis yang spesifik dan digunakan pada pasien dalam
kurun waktu tertentu. Secara umum, obat yang diresepkan mengacu resep milik
pasien.
Joenoes (2001) menambahkan bahwa resep harus ditulis dengan lengkap,
supaya dapat memenuhi syarat untuk dibuatkan obatnya di apotek. Resep yang
lengkap terdiri atas :
1. nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat pula dilengkapi
dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek.
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
2. nama kota serta tanggal resep itu ditulis dokter.
3. tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti “harap diambil”
Nomor 1-3 di atas disebut Inscriptio.
4. nama setiap jenis/ bahan obat yang diberikan serta jumlahnya:
a. jenis/ bahan obat dalam resep terdiri dari :
1. remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat pokok
ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari beberapa
bahan.
2. remedium adjuvans yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok;
adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep.
3. corrigens hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna atau
bau obat (corrigens saporis, coloris, dan odoris).
4. constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep berupa
komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya konstituen obat
minum umumnya air.
b. jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam satuan berat untuk bahan
padat dan satuan isi untuk cairan (tetes, mililiter, liter). Perlu diingatkan
bahwa menuliskan angka tanpa keterangan lain, yang dimaksud adalah
“gram”.
5. cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki, misalnya f.l.a. pulv. = fac
lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan, obat berupa puyer.
Nomor 4-5 di atas disebut Praescriptio.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
6. aturan pemakaian obat oleh penderita umumya ditulis dengan singkatan bahasa
Latin. Aturan pakai ditandai dengan signa, biasanya disingkat S.
7. nama penderita di belakang kata Pro : merupakan identifikasi penderita, dan
sebaiknya dilengkapi dengan alamtanya yang akan memudahkan penelusuran
bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita.
8. tanda tangan atau paraf dokter/ dokter gigi/ dokter hewan yang menuliskan resep
tersebut yang menjadikan suatu resep itu otentik.
Nomor 8 di atas disebut Signatura.
Menurut Joenoes (2001), satu resep umumnya hanya diperuntukkan bagi satu
penderita. Pada kenyataannya resep lebih besar maknanya dari yang disebutkan di
atas, karena resep merupakan perwujudan akhir dari kompetensi, pengetahuan,
keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan
terapi. Menurut undang-undang yang diperbolehkan menulis resep ialah dokter
umum, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Bagi dokter umum dan dokter
spesialis tidak ada pembatasan mengenai jenis obat yang boleh diberikan kepada
penderitanya. Bagi dokter gigi ada pembatasan, yaitu dokter gigi hanya boleh
menuliskan resep berupa jenis obat yang berhubungan dengan penyakit gigi.
Bahasa Latin digunakan dalam resep, tidak saja untuk penulisan nama-nama
obat tetapi juga untuk ketentuan-ketentuan mengenai pembuatan atau bentuk obat,
termasuk petunjuk-petunjuk aturan pemakaian obat yang pada umumnya ditulis
berupa singkatan. Untuk menghindari salah interpretasi, singkatan-singkatan bahasa
Indonesia untuk obat dan juga aturan pakainya sedapat mungkin dihindarkan, karena
dapat meragukan makna. Beberapa alasan penggunaan bahasa Latin adalah :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
1. bahasa Latin adalah bahasa yang mati, artinya tidak dipakai lagi dalam
percakapan sehari-hari. Dengan demikian bahasa ini tidak bertumbuh dengan
pembentukan kosakata-kosakata baru.
2. bahasa Latin merupakan bahasa internasional dalam dunia/ profesi kedokteran
dan kefarmasian, (misalnya untuk nama-nama anatomis bagian tubuh, nama
penyakit dan gejala penyakit, nama bahan obat, nama bahan tumbuhan obat
berkhasiat, dan sebagainya).
3. dengan menggunakan bahasa Latin tidak akan terjadi dualisme tentang bahan/ zat
yang dimaksud dalam resep.
4. dalam hal-hal tertentu, karena faktor-faktor psikologis, ada baiknya penderita
tidak perlu mengetahui bahan obat yang diberikan kepadanya (Joenoes, 2001).
B. Aspek Kelengkapan Resep
Permenkes 26/MenKes/Per/1/1981 pasal 10 ayat 1, menyatakan bahwa resep
harus ditulis dengan jelas dan lengkap (Anonim, 1981a).
Berdasarakan Kepmenkes R.I. No. 280/ MenKes/ SK/V/1981, resep juga
harus memuat :
1. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan;
2. Tanggal penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat;
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep;
4. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
5. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
6. tanda seru atau paraf doketr untuk resep yang mengandung obat yang humlahnya
melebihi dosis maksimal (Anonim, 1981b).
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, apoteker
melakukan skrining resep meliputi :
1. Persyaratan administratif :
1. Nama, SIP dan alamat dokter.
2. Tanggal penulisan resep.
3. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.
4. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.
5. Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta.
6. Cara pemakaian yang jelas.
7. Informasi lannya.
2. Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
3. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis,
durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya
dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan
dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah
pemberitahuan (Anonim, 2004a).
Saat menuliskan resep, penulis resep memberikan informasi dan instruksi
kepada peracik obat. Informasi dan instruksi minimal yang harus dicantumkan
adalah:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
1. nama, alamat, dan nomor telepon penulis resep. Ini merupakan identitas dan
nomor telepon untuk menghubungi penulis resep.
2. tanggal penulisan resep. Hal tersebut untuk mengidentifikasi tanggal ditulisnya
resep tersebut. Beberapa aturan di Controlled Drugs di U.K. (United Kingdom)
mengharuskan bahwa resep harus ditebus dalam kurun waktu tertentu setelah
resep tersebut dibuat.
3. nama obat beserta kekuatan dan dosisnya. Nama obat dapat dituliskan dalam
bentuk nama generik ataupun nama dagangnya.
4. dosis dan regimen dosis. Produk obat yang digunakan secara topikal seperti krim
biasanya tidak memiliki dosis yang spesifik.
5. jumlah total obat yang diracik.
6. aturan pakai. Aturan pakai dapat berupa cara pakai (oleskan secara tipis,
dilarutkan dalam air) dan tempat pemakaian (di mata, telinga, kulit kepala)
7. nama, alamat, dan umur pasien. Hal tersebut untuk mengidentifikasi pasien
dewasa ataupun anak-anak.
8. tanda tangan penulis resep. Hal ini merupakan aspek legal yang diperlukan dalam
penulisan resep (Rees, 2004).
Menurut Joenoes (2001), mengenai beberapa ketentuan tentang menulis
resep:
1. secara hukum dokter yang menandatangani suatu resep bertanggung jawab
sepenuhnya tentang resep yang ditulisnya untuk penderitanya.
2. resep ditulis demikian rupa sehingga dapat dibaca, sekurang-kurangnya oleh
petugas di apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
3. resep ditulis denga tinta atau lainnya, sehingga tidak mudah terhapus.
4. tanggal suatu resep ditulis dengan jelas. Tanggal resep ditebus oleh penderita di
apotek tidak mutlak sama dengan tanggal resep yang ditulis oleh dokter; obat
bisa saja baru diambil oleh penderita satu atau beberapa hari setelah resep
diterimanya dari dokter (oleh karena sebab/ alasan tertentu).
5. bila penderita seorang anak, maka harus dicantumkan umurnya. Ini penting bagi
apoteker untuk mengkalkulasi apakah dosis obat yang ditulis pada resep sudah
cocok dengan umur si anak. Ada nama penderita saja tanpa umur, resep tersebut
dianggap untuk seorang dewasa. Pencantuman umur ini terutama berlaku bila
penderita berumur 12 tahun ke bawah.
6. di bawah nama penderita hendaknya dicantumkan juga alamatnya; ini penting,
dalam keadaan darurat (misalnya salah obat) penderita langsung dapat dihubungi.
Alamat penderita di resep juga akan mengurangi kesalahan/ tertukar memberikan
obat bila pada suatu waktu ada dua orang yang menunggu resepnya dengan nama
yang kebetulan sama.
7. untuk jumlah obat yang diberikan dalam resep dihindari memakai angka desimal,
untuk menghindari kemungkinan kesalahan.
8. untuk obat yang dinyatakan dengan satuan Unit, jangan disingkat menjadi U.
9. untuk obat atau jumlah obat berupa cairan, dinyatakan dengan satuan ml,
hindarkan menulis cc atau cm3 (Joenoes, 2001).
Menurut Cohen (1999), penulis resep harus mempertimbangkan faktor
individu pasiennya dalam menentukan pengobatan yang tepat sebelum menuliskan
resep untuk pasiennya. Informasi yang lengkap mengenai pasien seperti umur, berat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
badan, fungsi hepar dan ginjal, status penyakit lain yang mungkin diderita, hasil tes
laboratorium, jenis obat yang pernah atau sedang dikonsumsi pasien, alergi, dan latar
belakang keluarga. Faktor-faktor tersebut perlu dipertimbangkan karena dapat
berpotensi terjadi kontraindikasi dengan pengobatan yang akan diterima oleh pasien.
Medication errors bisa terjadi karena peresepan yang tidak sesuai,
ketidakpatuhan pasien, kesalahan pada saat peracikan, dan kesalahan pada saat
pengobatan, dan berbedanya tujuan terapi dari obat dengan tujuan terapi dari pasien.
Medication errors, sering dihubungkan dengan angka rawat inap yang signifikan
pada setiap tahunnya, dan juga dihubungkan dengan angka morbiditas dan
mortalitas. Resiko dari medication errors sangatlah besar untuk pasien pediatri,
geriatri, dan pada pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi yang sempit.
Aturan penting bagi apoteker dalam menyediakan pharmaceutical care adalah
dengan mengantisipasi dan mencegah terjadinya medication errors pada pasien yang
mereka layani. Panduan untuk mencegah medication errors telah dikembangkan oleh
dewan dari Professional Affairs of the American Society of Health-System
Pharmacists. Di dalamnya disinggung pula mengenai penulisan resep seperti:
1. penulisan resep harus lengkap dan berhubungan dengan informasi kondisi pasien,
nama obat, dosis, dan harus dilihat kembali oleh penulis resep untuk melihat
kebenaran dan kejelasan setelah menuliskan resep.
2. penulisan singkatan harus sesuai dengan standar yang digunakan
3. aturan pakai yang tidak jelas harus dihindarkan, sedangkan obat dengan aturan
pakai yang khusus harus dituliskan.
4. kekuatan obat (contoh : 20 mg) dan jumlah obat haruslah spesifik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
5. tata nama pada nama obat haruslah digunakan, terlebih untuk singkatan pada
nama dagang obat.
6. angka 0 di depan harus diimbuhi dengan tanda desimal (contoh : 0.5 ml). Angka
0 pada akhir bilangan tidak perlu digunakan (contoh : 5.0 ml) karena kegagalan
pada penulisan lambang desimal dapat mengakibatkan kesalahan sebesar sepuluh
kalilipat. Jika perlu, hindarkan penggunaan angka desimal (contoh : gunakan 500
mg, dan jangan gunakan 0.5 g).
7. kata “unit” (contoh : 10 unit insulin) lebih baik dituliskan daripada
menyingkatnya menjadi U, yang nantinya dapat disalahartikan menjadi angka 0
(contoh : 10 U dapat disalah artikan menjadi 100).
8. penggunaan sistem metrik sangatlah diperlukan (Scott, 2000).
Hasil penelitian Widayati dan Hartayu (2006), menunjukkan bahwa terdapat
ketidaklengkapan resep yang dapat memicu terjadinya medication errors seperti
yang tercantum pada tabel I berikut ini.
Tabel I. Persentase Frekuensi Ketidaklengkapan Resep Pasien pediatri di Rumah Sakit I, Rumah Sakit II dan 10 Apotek di Yogyakarta Tahun 2005
No Komponen Ketidaklengkapan Resep
Rumah sakit I (n=315) (%)
Rumah sakit II (n=1051) (%)
Apotek (n=612) (%)
1 Nama Dokter 1,27 0,28 1,47 2 Spesialisasi 1,90 2,38 38,40 3 Nama pasien 0,00 0,00 2,12 4 Umur 49,84 100,00 14,05 5 Berat badan 65,71 100,00 98,53 6 Nama orang tua 98,73 100,00 100,00 7 Alamat 63,17 100,00 81,70 8 Kekuatan obat 3,81 5,80 48,04 9 Jumlah obat 0,95 0,19 3,59 10 Signature 0,63 0,38 3,76 11 Petunjuk bentuk sediaan 6,67 61,94 22,71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Tabel I memberikan gambaran bahwa dari tiga tempat penelitian tidak
satupun yang memenuhi semua aspek kelengkapan resep, bahkan yang menarik
adalah terdapat 1 buah resep yang tidak mencantumkan nama pasien. Terkait dengan
temuan ini maka dapat dikatakan bahwa penulisan resep pediatri sangat berisiko
untuk terjadi medication errors terutama pada saat pelayanan resep di apotek.
C. Aspek Kemudahan Pembacaan Tulisan Dalam Resep
Penulisan yang tidak jelas pada peresepan dapat menyebabkan terjadinya
kesalahan dalam membaca nama obat, terutama untuk obat-obat yang memiliki nama
yang serupa atau mirip. Masalah akan timbul ketika obat tersebut memiliki jalur
pemberian yang berbeda dan semakin berbahaya jika ternyata memiliki dosis yang
berbeda juga terutama untuk obat-obat yang memiliki jendela terapi yang sempit
sehingga dapat memberikan efek yang fatal (Cohen, 1999).
Resep harus ditulis secara jelas dan mudah dimengerti. Harus dihindari
penulisan resep yang menimbulkan ketidakjelasan, keraguan, atau salah pengertian
mengenai nama obat serta takaran yang harus diberikan. Adalah kebiasaan yang
tidak benar untuk menulis resep secara tidak jelas seperti yang terjadi sekarang ini.
Resep harus memuat unsur-unsur informasi mengenai pasien, pengobatan yang
diberikan dan siapa dokternya. Informasi tentang pasien mencakup nama, jenis
kelamin, dan umur. Di beberapa unit pelayanan kesehatan di negara-negara tertentu,
diagnosis juga sering ditulis dalam resep. Ini memungkinkan dilakukannya
pengecekan ulang oleh pemberi obat (Anonim, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Tulisan dokter dalam resep yang tidak mudah dibaca bahkan sama sekali
tidak dapat dibaca oleh apoteker di apotek merupakan sesuatu yang sangat
memprihatinkan. Hal tersebut sangat potensial untuk menimbulkan kesalahan dalam
pelayanan resep (Lyons, Payne, Mc Cabe, Fielder, 1998). Hasil penelitian Lyons et
al, (1998) menunjukkan bahwa tulisan dokter dalam resep adalah most unlegibility
dibandingkan dengan profesional kesehatan lainnya di Inggris yang juga berhak
menulis resep (antara lain perawat). Temuan yang cukup menarik dari penelitian
tersebut adalah bahwa tulisan dokter yang sulit dibaca cenderung pada penulisan
huruf dan tidak pada angka. Dengan kata lain, penulisan nama obat mempunyai
potensi lebih besar untuk mengalami ketidakterbacaan dibanding dengan penulisan
jumlah obat maupun dosis.
Ketelitian atau kelengkapan resep dapat disalahartikan, jika tulisan tidak jelas
atau tidak dapat dibaca. Penulisan resep harus mudah dibaca dan nama penulis resep
harus tercantum jika tandanya tidak terbaca. Penulis resep yang memiliki tulisan
yang sulit dibaca harus bertanggung jawawab untuk menjelaskan tentang obat yang
diresepkan pada pasien. Jika perlu gunakan bahasa Latin atau perintah-perintah yang
lazim digunakan dalam resep dan telah disesuaikan dengan pedoman penulisan resep.
Tulisan tangan dapat terbaca lebih jelas jika penulis resep dalam posisi duduk saat
menuliskan resep. Komputer juga mempunyai peranan penting dalam mengatasi
masalah tulisan yang sulit dibaca (Cohen, 1999).
Secara umum resep yang baik adalah resep yang dapat dengan jelas dibaca
(legibility), dan mengungkapkan dengan jelas apa yang harus diberikan kepada
pasien (De Vries dkk,1994).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
D. Persepsi
Menurut Gibson (cit Budirahayu, 2003), persepsi merupakan penafsiran
terhadap stimulus yang terorganisir yang mempengaruhi sikap dan perilaku. Persepsi
merupakan bagian yang penting bagi seseorang dalam mengambil keputusan.
Persepsi seseorang terhadap suatu objek akan menentukan tindakan yang akan
dilakukan terhadap objek yang bersangkutan. Bentuk atau sifat tindakannya
tergantung dari keadaan individu yang mengamati dan mengiterpretasi.
Persepsi menurut Walgito (1994), merupakan suatu proses yang didahului
oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh
individu melalui alat indera. Proses ini tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus
tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Proses
penginderaan tidak dapat lepas dari proses persepsi dan proses penginderaan
merupakan proses pendahulu dari proses persepsi. Stimulus yang diindera oleh
individu akan diorganisasikan dan diintepretasikan sehingga individu menyadari,
mengerti tentang apa yang diindera itu, dan proses ini disebut persepsi.
Sedangkan menurut Wardoyo (2002), persepsi merupakan aktivitas yang
integrated, maka seluruh apa yang ada dalam individu seperti penilaian, pengalaman,
keyakinan, dan aspek-aspek yang lain yang ada dalam diri individu akan ikut
berperan dalam individu tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan
bahwa dalam persepsi itu sekalipun stimulusnya sama tetapi hasil dari setiap individu
dapat berbeda. Keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa persepsi bersifat
individual.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Menurut Walgito (1994), objek yang dapat dipersepsi sangat banyak. Yaitu
segala sesuatu yang ada di sekitar manusia. Manusia itu sendiri dapat menjadi objek
persepsi. Orang yang menjadikan dirinya sendiri sebagai objek persepsi disebut
sebagai persepsi diri (self-perception). Objek persepsi dapat dibedakan atas objek
yang bukan manusia dan manusia. Objek persepsi yang berwujud manusia disebut
dengan person perception atau social perception sedangkan persepsi yang objeknya
bukan manusia disebut sebagai non-social perception atau things perception.
E. Dokter
Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan
dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Dokter dan dokter
gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri
yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan Perundang-
undangan. Surat Izin Praktik adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada
dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi
persyaratan (Anonim, 2004b).
Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk :
a. memberikan perlindungan kepada pasien.
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh
dokter dan dokter gigi; dan
c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik di Indonesia wajib
memiliki surat izin praktik. Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di Kabupaten/ Kota tempat
praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan. Surat Izin Praktik dokter atau
dokter gigi sebagaimana dimakasud pada ayat (1) hanya diberikan untuk paling
banyak 3 (tiga) tempat. Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat
praktik (Anonim, 2004b).
Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara
dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan. Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran
wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi (Anonim,
2004b).
Hak dokter atau dokter gigi menurut Undang-Undang No.29 Tentang Praktik
Kedokteran :
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melakasanakan tugas sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
opasional;
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
d. menerima imbalan jasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Kewajiban dokter atau dokter gigi, antara lain :
a. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien.
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasr perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi.
F. Apoteker
Berdasarkan Kepmenkes No. 1332/MenKes/SK/X/2002 Bab I Pasal 1,
Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan perundang-undangan yang berlaku
berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker.
Dalam Kepmenkes No. 1027/MenKes/SK/IX/2004, memberikan pengertian
bahwa apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah
mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak
melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Apoteker Pengelola Apotek adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin
Apotek (SIA). Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan
Sediaan Farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin (Anonim,
2002).
Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotek di samping
Apoteker Pengelola Apotek dan/ atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada
hari buka Apotek (Anonim, 2002).
Berdasarkan yang tertulis dalam perundang-undangan, kewenangan apoteker
adalah sebagai berikut :
a. berhak melakukan pekerjaan kefarmasian (Permenkes No. 922 tahun 1993,
Kepmenkes No.1332 tahun 2002, Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 serta batasan
pekerjaan kefarmasian UU No. 23 tahun 1992).
b. berhak menjalankan peracikan (pembuatan atau penyerahan obat-obatan untuk
maksud-maksud kesehatan) obat (Reglement DVG St. 1949 No. 228 pasal 56 dan
UU Obat Keras/ St. No. 419 tanggal 22 Desember 1949 pasal 1).
c. berwenang menjadi penanggung jawab pengawasan mutu pada Industri Farmasi
Obat Jadi dan Bahan Baku Obat ( SK Menkes No. 245 tahun 1990).
d. berwenang menjadi penanggung jawab pengawasan mutu pada Industri Farmasi
Obat Jadi dan Bahan Baku Obat (SK Menkes No. 245 tahun 1990).
e. berwenang menajdi penanggung jawab Pedagang Besar Farmasi penyalur obat
dan atau bahan baku obat (Permenkes No. 1191 tahun 2002 pasal 7).
f. berwenang menyalurkan dan menerima obat keras melalui PBF atau Apotek
(Permenkes No. 918 tahun 1993 pasal 16).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
g. berwenang menjadi penanggung jawab usaha Industri Obat Tradisional
(Permenkes No. 246 tahun 1990 pasal 8).
h. berwenang menyelenggarakan apotik di suatu tempat tertentu setelah mendapat
Surat Izin Apotik dari Menteri (PP No. 25 tahun 1980 pasal 3; Permenkes No.
922 tahun 1993 pasal 1 dan Kepmenkes No. 1332 tahun 2002).
i. melakukan masa bakti apoteker pada sarana kesehatan pemerintah maupun
sarana kesehatan lain.
j. mendapat Surat Penugasan bila telah melengkapi persyaratan administratif (ayat
1 pasal 3).
G. Pasien
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 tahun 2004 Bab I
tentang praktik kedokteran, pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi
masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik
secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi (Anonim,
2004b).
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Bab
VII, Pasal 71, ayat 1 dinyatakan bahwa, “Masyarakat memiliki kesempatan untuk
berperan serta dalam penyelenggaraan upaya kesehatan beserta sumber dayanya”
(Anonim, 1992).
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
menyatakan bahwa perlindungan konsumen bertujuan untuk :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian barang dan/ atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut haknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen (Anonim, 1999).
Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, hak konsumen adalah:
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian, apabila
barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
(Anonim, 1999).
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, kewajiban konsumen adalah:
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/ atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
patut (Anonim, 1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
H. Pelayanan Kefarmasian
Berdasarkan Kepmenkes No. 1027/MenKes/SK/IX/2004, pelayanan
kefarmasian (pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab
langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien.
Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada
pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebagai konsekuensi perubahan
orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan
dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung denga pasien. Bentuk
interaksi tersebut antara lain melaksanakan pemberian informasi (Anonim, 2004).
Kepmenkes No. 1027/MenKes/SK/IX/2004 Bab III, menjelaskan mengenai
pelayanan yang terdiri dari :
1. Pelayanan resep
a. Skrining resep.
b. Penyiapan obat.
1. Peracikan
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan
memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus
dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah
obat serta penulisan etiket yang benar.
2. Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
3. Kemasan obat yang diserahkan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga
terjaga kualitasnya.
4. Penyerahan obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan
oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien
dan tenaga kesehatan.
5. Informasi obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah
dimegerti, akurat, tidak bias, etis bijakasana, dan terkini. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara
penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan
minuman yang harus dihindari selama terapi.
6. Konseling
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memberikan
kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya
penyelahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan
kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler,
diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus
memberikan konseling secara berkelanjutan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
7. Monitoring penggunaan obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti
kardiovaskuler, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya.
2. Promosi dan edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi
secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi
informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/ brosur, poster, penyuluhan, dan
lain-lainnya.
3. Pelayanan residensial (home care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan
pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus
membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
I. Keterangan Empiris
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai persepsi
dokter, apoteker dan pasien terhadap kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan
tulisan (legibility) dalam resep di Kota Yogyakarta periode Februari-Mei 2007.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan
survei epidemiologi deskriptif. Survei epidemiologi adalah survei terhadap fenomena
kesehatan dalam masyarakat yang dilakukan tanpa adanya perlakuan (manusia).
Survei epidemiologi deskriptif adalah penelitian yang tujuan utamanya melakukan
eksplorasi-deskriptif terhadap fenomena kesehatan di masyarakat. Penelitian ini
hanya menyuguhkan sedeskriptif mungkin fenomena yang terjadi, tanpa mencoba
menganalisa bagaimana dan mengapa fenomena tersebut terjadi (Pratiknya, 2001).
Instrumen yang digunakan dalam pengambilan data adalah dengan kuesioner.
Pengolahan data dilakukan dengan teknik statistik deskriptif dan ditampilkan dalam
bentuk tabel beserta diagram batang.
B. Definisi Operasional
1. Resep adalah lembaran kertas yang dibawa pasien atau yang telah diberikan
kepada apoteker, yang berisikan permintaan tertulis dari dokter kepada apoteker
untuk membuat dan menyerahkan obat kepada pasien.
2. Persepsi adalah pandangan responden dokter, apoteker, dan pasien mengenai
aspek kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility), dan
pandangan tersebut bersifat subyektif.
3. Dokter adalah tenaga medis selain dokter hewan, yang menjalankan praktek
kedokteran. Dokter tersebut membuka praktek sendiri atau bersama dengan
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
dokter lainnya, dan tidak sedang berpraktek di rumah sakit. Dokter tersebut
memiliki Surat Ijin Praktek dan telah terdaftar di Dinas Kesehatan Kota
Yogyakarta.
4. Apoteker adalah tenaga kefarmasian yang mengelola sarana apotek di Kota
Yogyakarta. Apoteker yang digunakan sebagai sampel adalah Apoteker
Pengelola Apotek (APA) dan apoteker pendamping.
5. Apotek adalah tempat pasien menebus resep. Apotek tersebut terdapat di Kota
Yogyakarta pada periode Februari-Mei 2007 dan telah terdaftar di Dinas
Kesehatan Kota Yogyakarta.
6. Pasien adalah istilah yang menunjukkan bahwa seseorang sedang membawa
resep atau sedang menebus resep di apotek.
7. Kelengkapan resep adalah salah satu aspek dalam penulisan resep mengenai
berbagai macam informasi yang tercantum dalam resep. Kelengkapan informasi
dalam resep mengacu pada peraturan dalam Kepmenkes R.I. No. 280/ MenKes/
SK/V/1981, Permenkes 26/MenKes/Per/1/1981, dan Kepmenkes R.I. No. 1027/
MenKes/ SK/ IX/2004.
8. Kemudahan pembacaan resep adalah kemampuan sebuah resep untuk dibaca oleh
apoteker dan pasien sekalipun. Resep yang diterima dapat dengan mudah dibaca
atau bahkan tidak dapat dibaca sama sekali.
C. Subyek Penelitian dan Teknik Sampling
Subyek dalam penelitian ini adalah dokter, apoteker, dan pasien di wilayah
Kota Yogyakarta. Data mengenai populasi dokter dan apotek didapat dari Dinas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Kesehatan Kota Yogyakarta pada bulan Desember 2006. Subyek dokter yang diambil
memiliki beberapa kriteria antara lain, merupakan dokter praktek swasta, bukan
dokter hewan. Populasi dokter di Kota Yogyakarta yang masuk dalam kriteria
penelitian tercatat sejumlah 637 orang. Subyek apoteker yang diambil terdiri dari dua
macam yaitu : Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping. Pengambilan
jumlah sampel untuk apoteker mengacu pada jumlah apotek. Jumlah Apotek di Kota
Yogyakarta tercatat sejumlah 114 apotek. Subyek pasien diambil pada saat pasien
tersebut sedang menebus resep di Apotek wilayah Kota Yogyakarta periode
Februari-Mei 2007.
Jumlah subyek dokter dan apoteker ditentukan sesuai rumus berikut
(Notoatmodjo, 2002):
( )2dN1Nn
+=
n : besar sampel yang diambil N : besar populasi d : tingkat signifikansi (10 %) Perhitungan jumlah subyek dokter yang diambil adalah:
( )
86431.8637.61
6371,06371
637n 2
≈=+
=
+=
Jumlah responden minimal untuk subyek dokter adalah 86 orang. Pada penelitian ini
diambil responden dokter sejumlah 94 orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Perhitungan jumlah subyek apoteker yang diambil adalah:
( )
5360.5211.11
1111,01111
111n 2
≈=+
=
+=
Jumlah responden minimal untuk subyek apoteker diambil dari 53 apotek. Pada
penelitian ini melibatkan 67 apotek.
Jumlah subyek pasien ditentukan sesuai rumus berikut (Nawawi, 2005):
2
2
dxPxQZN =
N : ukuran cuplikan terkecil Z : koefisien keterandalan (reliability coefficient) yang besarnya ditentukan
oleh tingkat kepercayaan, yaitu 90%, sehingga Z = 1,64 P & Q : proporsi di dalam populasi, karena proporsi dalam populasi tidak diketahui
maka PQ maksimal bila P = Q = 0,5, dan Q = 1 - P d : persentase kemungkinan kekeliruan Perhitungan jumlah subyek pasien yang diambil adalah:
6724.671.0
5.0x5.0x64.1N 2
2
≈=
=
Jumlah responden minimal untuk subyek pasien adalah 67 orang. Pada penelitian ini
diambil responden pasien sejumlah 100 orang.
Untuk menentukan subyek penelitian, digunakan 2 macam teknik sampling.
Pengambilan sampel dokter dan apoteker menggunakan teknik simple random
sampling. Hakikat dari pengambilan sampel secara acak sederhana adalah bahwa
setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk
diseleksi sebagai sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
undian (lottery technique) (Sevilla; dkk, 1993). Pengambilan sampel pasien
digunakan accidental sampling . Pengambilan sampel secara aksidental ini dilakukan
dengan mengambil responden yang kebetulan ada atau tersedia (Notoatmodjo, 2002).
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Kuesioner tersebut terdiri dari 3 bagian yang berisikan pertanyaan dan pernyataan
yang mengacu pada permasalahan penelitian ini.
Bagian pertama dari kuesioner merupakan jenis pertanyaaan terbuka yang
berisi pertanyaan mengenai karakteristik responden. Bagian kedua dari kuesioner
terdiri dari dua jenis pernyataan, yaitu : pernyataan responden mengenai kelengkapan
resep dan mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep. Setiap butir
pernyataan diberi lima alternatif jawaban, yaitu : sangat setuju (SS), setuju (S), netral
(N), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Responden diwajibkan untuk
memilih salah satu jawaban pada setiap pernyataan tersebut. Pada bagian kedua ini,
peneliti melihat kecenderungan jawaban dengan menjumlahkan persentase jawaban
responden yaitu S+SS, N, dan ST+STS. Setelah diperoleh persentase dan dilakukan
interpretasi data, maka dilakukan penarikan kesimpulan. Pernyataan dalam kuesioner
ini terdiri dari dua sifat, yaitu : favourable dan unfavourable. Hal ini bertujuan untuk
menghindari stereotipe jawaban. Menurut Azwar (1988), suatu pernyataan sikap
dapat berisi hal-hal positif mengenai objek sikap, yaitu berisi pernyataan yang
mendukung atau yang memihak pada objek sikap. Pernyataan ini disebut yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
favorable. Sebaliknya, suatu pernyataan sikap dapat pula berisi hal-hal negatif
mengenai objek sikap. Hal negatif dalam pernyataan sikap ini sifatnya tidak
memihak atau tidak mendukung terhadap objek sikap, dan karenanya disebut dengan
pernyataan unfavorable. Sebagai kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai sikap,
maka suatu skala hendaknya berisi sebagian pernyataan favorable dan sebagian
pernyataan yang unfavorable.
Tabel II. Daftar pernyataan untuk dokter dan apoteker.
No
Pernyataan
Sifat pernyataan
1 Resep harus memuat identitas dokter favorable
2 Resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan unfavorable
3 Resep harus memuat identitas pasien favorable
4 Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obat unfavorable
5 Resep harus mencantumkan aturan pakai favorable
6 Resep tidak perlu mencantumkan kekuatan obat (Contoh: 10 mg, 20 mg, dll) unfavorable
7 Resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien favorable
8 Resep tidak perlu mencantumkan nama dan alamat pasien unfavorable
9 Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter favorable
10 Tulisan dalam resep harus ditulis dengan jelas favorable
11 Tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas unfavorable
12 Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas favorable
13 Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter unfavorable
14 Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas maka apoteker harus menghubungi dokter
favorable
15 Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca dengan jelas maka apoteker harus meminta pasien kembali ke dokter
unfavorable
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Tabel III. Daftar pernyataan untuk pasien.
No
Pernyataan Sifat pernyataan
1 Tulisan dokter dalam resep yang saya peroleh, tidak jelas dan tidak terbaca -
2 Resep harus memuat identitas dokter favorable
3 Resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan unfavorable
4 Resep harus memuat identitas pasien favorable
5 Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obatnya, cukup nama obatnya saja unfavorable
6 Resep harus mencantumkan aturan pakai obat favorable
7 Resep harus mencantumkan nama pasien favorable
8 Resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien favorable
9 Resep tidak perlu mencantumkan alamat pasien unfavorable
10 Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter favorable
11 Tulisan dalam resep harus ditulis dengan jelas agar tidak terjadi kesalahan dalam pelayanan resep di apotek
favorable
12 Tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas agar tidak sembarang orang bisa membacanya
unfavorable
13 Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas favorable
14 Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter dan agar tidak mudah ditiru
unfavorable
15
Apoteker di apotek harus dapat membaca tulisan dokter dalam resep walaupun secara umum tulisan tersebut sangat sulit dibaca
favorable
16
Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas oleh apoteker di beberapa apotek maka pasien harus kembali ke dokter
unfavorable
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Pada bagian ketiga terdiri dari pertanyaan yang bersifat terbuka. Hasil jawaban dari
pertanyaan pada bagian ketiga ini digunakan untuk mendukung hasil jawaban dari
pertanyaan pada bagian kedua, dan digunakan untuk menarik kesimpulan.
E. Tata Cara Penelitian
1. Analisis situasi
Analisis situasi dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai
permasalahan yang akan diteliti dan untuk melihat hambatan yang akan muncul pada
saat penelitian. Analisis situasi dilakukan dengan melihat berbagai buku acuan, dan
penelitian-penelitian sejenis. Hal tersebut dilanjutkan dengan pencarian data yang
mendukung pembuatan desain penelitian, yaitu pencarian informasi mengenai jumlah
dokter praktek swasta dan apotek di Kota Yogyakarta.
2. Pembuatan lembar kuesioner
Lembar kuesioner dibuat berdasarkan pada tema penelitian dan berisi
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan aspek kelengkapan resep dan
kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility). Pembuatan kuesioner
mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MenKes/SK/IX/2004
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, buku-buku pustaka, dan
penelitian sebelumnya yang bertemakan sejenis.
3. Uji validitas kuesioner
Kuesioner yang telah disusun kemudian diuji validitasnya. Menurut
Sugiyono (2006), Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat
digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur.
Untuk memenuhi syarat ketepatukuran, dilakukan uji validitas pada
kuesioner. Uji validitas yang dilakukan adalah uji validitas isi atau content. Validitas
isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan
analisis rasional atau lewat profesional judgement (Azwar, 1997). Pada penilaian ini,
dosen pembimbing dianggap sebagai profesional judgement. Hasil dari uji validitas
isi yang dilakukan, menyatakan bahwa seluruh butir pertanyaan dalam kuesioner ini
dianggap valid
4. Uji pemahaman bahasa
Lembar kuesioner yang telah tersusun diujikan kepada tiga macam responden
seperti dokter, apoteker, dan pasien. Uji pemahaman bahasa ini diujikan pada 10
orang untuk setiap macam responden. Hasil dari uji tersebut digunakan untuk
mengevaluasi kuesioner. Parameter keberhasilan uji ini dilihat dari jawaban yang
dihasilkan. Apabila seluruh pertanyaan dalam kuesioner dapat dijawab oleh subyek,
maka kuesioner tersebut dapat dinyatakan lolos uji pemahaman bahasa.
5. Penyebaran lembar kuesioner
Lembar kuesioner disebarkan oleh peneliti di tempat-tempat praktek dokter
dan apotek-apotek. Peneliti mendampingi secara langsung para responden yang
mengisi lembar kuesioner, sehingga jika terdapat kerancuan bahasa dapat diarahkan
secara langsung. Apabila responden sedang melakukan pekerjaan, peneliti akan
meninggalkan lembar kuesioner dan mengambilnya pada waktu yang dijanjikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
responden. Peneliti tidak memaksakan kehendak kepada para responden dalam
mengisi lembar kuesioner.
6. Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan dengan metode statistic deskriptif dengan teknik
perhitungan persentase. Penghitungan persentase dilakukan dengan menggunakan
rumus :
%100X
BA%P =
P : persentase jawaban (dalam %) A : jumlah jawaban yang sejenis B : jumlah responden total
Pada penelitian ini dapat dilihat arah kecenderungan jawaban dari responden.
Pilihan jawaban S dan SS mempunyai kecenderungan jawaban setuju. Pilihan
jawaban N tidak memiliki kecenderungan jawaban. Pilihan jawaban TS dan STS
mempunyai kecenderungan jawaban tidak setuju. Hasil yang diperoleh
diintrepetasikan menjadi jawaban bagi perumusan masalah.
F. Keterbatasan Penelitian
1. Lokasi tempat praktek dokter dan apotek yang tersebar, menyebabkan waktu
pengumpulan data menjadi semakin lama.
2. Responden yang tidak kooperatif.
3. Aktivitas padat para responden mengakibatkan penundaan pengumpulan hasil
kuesioner.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
1. Karakteristik responden dokter
Karakteristik responden dokter meliputi beberapa aspek, antara lain : usia,
jenis kelamin, spesialisasi, tahun lulus Fakultas Kedokteran, lama praktik, jumlah
tempat raktik, dan rata-rata kunjungan pasien setiap hari.
a. Usia
Usia responden dibagi dalam 3 kategori. Menurut Santrock (1995), masa
awal dewasa (early adulthood) ialah periode perkembangan yang bermula pada akhir
usia belasan tahun atau awal usia duapuluhan tahun dan yang berakhir pada usia
tigapuluhan tahun. Masa pertengahan dewasa (middle adulthood) ialah periode
perkembangan yang bermula pada usia kira-kira 35 hingga 45 tahun dan merentang
hingga usia enampuluhan tahun. Masa akhir dewasa (late adulthood) ialah periode
perkembangan yang bermula pada usia enampuluhan atau tujuhpuluhan tahun dan
berkhir pada kematian.
57.45%
40.43% 2.13%
20-35 36-60 >60
Gambar 1. Karakteristik usia responden dokter
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 57,45 % responden berada dalam
kategori masa pertengahan dewasa (middle adulthood). Ini adalah masa untuk
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memperluas keterlibatan dan tanggung jawab pribadi dan sosial; membantu generasi
berikutnya menjadi individu yang berkompeten, dewasa; dan mencapai serta
mempertahankan kepuasan dalam karir seseorang (Santrock, 1995). Sebesar 40,43 %
responden berada dalam kategori masa awal dewasa (early adulthood) dan sisanya
2,13 % berada dalam kategori masa akhir dewasa (late adulthood).
b. Jenis kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 54 responden adalah wanita, dan 40
orang responden adalah pria.
42.55%
57.45%Wanita Pria
Gambar 2. Karakteristik jenis kelamin responden dokter
c. Spesialisasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 48,94 % responden merupakan dokter
umum, dan 23,40 % dokter gigi, 12,77 % dokter spesialis penyakit dalam, 4,26 %
spesialis kulit dan kelamin, 4,26 % spesialis kandungan, 2,13 % spesialis jiwa, 2,13
% spesialis mata, 2,13 % spesialis saraf.
51.06%
48.94%
Dokter umum Dokter spesialis
Gambar 3. Karakteristik spesialisasi responden dokter
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
d. Tahun lulus Fakultas Kedokteran
Tahun kelulusan responden dokter dari Fakultas Kedokteran dibagi dalam 4
kelompok, yaitu di bawah tahun 1980, antara tahun 1980 sampai 1989, antara tahun
1990 sampai 2000, dan tahun 2000 ke atas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
48,94 % responden lulus antara tahun 1990 sampai 2000, 27,66 % respoden lulus
tahun 2000 ke atas, 17,02 % responden lulus tahun antara 1980 sampai 1989, dan
6,38 % responden lulus di bawah tahun 1980.
<1980 1980-1989 1990-2000 >200048.94%
Gambar 4. Karakteristik tahun kelulusan responden dokter 6.38%
17.02%
27.66%
e. Lama praktik
8.51%
51.06%
40.43%
<10 10-20 tahun >20
Gambar 5. Karakteristik lama praktik responden dokter
Karakteristik lama praktik responden dokter dibagi dalam 3 kelompok, yaitu
dibawah 10 tahun, antara 10 tahun sampai 20 tahun, dan 20 tahun ke atas. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa 51,06 % responden memiliki lama praktik dibawah
10 tahun, 40,43 % responden memiliki lama kerja antara 10 tahun sampai 20 tahun,
dan 8,51 % memiliki lama kerja di atas 20 tahun
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
f. Jumlah tempat praktik
Seorang dokter dapat berpraktik pada beberapa tempat yang berbeda, dan
maksimal memiliki 3 tempat praktik. Hal tersebut sesuai dengan UU No. 29 Tahun
2004 Tentang Praktik Kedokteran pasal 37 ayat (2), yang menyatakan bahwa Surat
Izin Praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
46,81 % responden memiliki 2 tempat praktik, 31,91 % responden memiliki 1 tempat
praktik, dan 21,28 % responden memiliki 3 tempat praktik.
46.81%31.91%
21.28%
1 tempat 2 tempat 3 tempat
Gambar 6. Karakteristik jumlah tempat praktik responden dokter
g. Rata-rata kunjungan pasien
8.51%42.55%
29.79%
19.15%
<10 10-14 pasien15-20 pasien >20
Gambar 7. Karakteristik rata-rata kunjungan pasien responden dokter
Karakteristik rata-rata kunjungan pasien dibagi dalam 4 kelompok, yaitu
dibawah 10, antara 10 sampai 14 pasien, antara 15 sampai 20 pasien, dan diatas 20
pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 42,55 % responden memiliki kunjungan
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pasien di bawah 10, 29,79 % memiliki 10 sampai 14 pasien, 19,15 % memiliki
pasien di atas 20, dan 8,51 % memiliki pasien antara 15 sampai 20.
2. Karakteristik responden apoteker
Karakteristik responden apoteker meliputi beberapa aspek, antara lain : usia,
jenis kelamin, tahun lulus apoteker, pendidikan terakhir, lama menjadi Apoteker
Pengelola Apotek (APA), rata-rata resep setiap hari
a. Usia
Dalam penelitian ini, sebagian 76,54 % responden berada dalam kategori
masa awal dewasa (early adulthood). Menurut Santrock (1995), masa ini adalah
masa pembentukan kemandirian pribadi dan ekonomi, masa perkembangan karir, dan
bagi banyak orang, masa pemilihan pasangan, belajar hidup dengan seseorang secara
akrab, memulai keluarga, dan mengasuh anak. Sedangkan 18,52 % responden berada
dalam kategori masa pertengahan dewasa (middle adulthood), dan sisanya sebesar
4,94 % berada dalam kategori masa akhir dewasa (late adulthood).
4.94%
76.54%
18.52%
20-35 36-60 >60
Gambar 8. Karakteristik usia responden apoteker
b. Jenis kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 83,95 % responden berjenis kelamin
wanita, sedangkan 16,05 % responden berjenis kelamin pria.
42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16.05%
83.95%
Wanita
Pria
Gambar 9. Karakteristik jenis kelamin responden apoteker
c. Tahun lulus apoteker
Sebagian besar responden (64,20 %) merupakan lulusan tahun 2000 ke atas,
19,75 % responden merupakan lulusan antara tahun 1990 sampai tahun 2000, 12,35
% responden merupakan lulusan tahun 1980 ke bawah, dan 3,70 % responden
merupakan lulusan antara tahun 1980 sampai tahun 1989.
64.20%
3.70%
12.35%
19.75%
<1980 1980-1989 1990-2000 >2000
Gambar 10. Karakteristik tahun lulus apoteker
d. Pendidikan terakhir
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 74 orang (91,36 %) responden
berpendidikan terakhir Profesi Apoteker, dan 7 orang (8,64 %) responden
berpendidikan terakhir S-2.
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91.36%
8.64%Profesi ApotekerS-2
Gambar 11. Karakteristik pendidikan terakhir responden apoteker
e. Lama menjadi Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Pada penelitian ini 20 orang responden apoteker berstatus apoteker
pendamping, sedangkan 61 orang merupakan APA.
14.75%
75.41%
9.83%
<10 10-20 tahun >20
Gambar 12. Karakteristik lama menjadi APA responden apoteker
f. Rata-rata resep setiap hari
Gambar 13. Karakteristik rata-rata resep setiap hari
1.23%
75.31%
20.99%2.47%
<25
25-50resep51-75resep>75
Rata-rata resep yang diterima oleh apoteker setiap harinya dibagi dalam 4
kelompok, yaitu di bawah 25, antara 25 resep sampai 50 resep, antara 51-75 resep,
44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan di atas 75 resep. Dari hasil penelitian didapat bahwa 75,31 % responden
menerima resep dibawah 25, 20,99 % menerima resep antara 25 resep sampai 50
resep, 2.,7 % menerima resep di atas 75, dan 1,23 % menerima resep antara 51 resep
sampai 75 resep.
3. Karakterisitik responden pasien
Karakteristik responden pasien meliputi beberapa aspek, antara lain : usia,
jenis kelamin, dan pendidikan terakhir.
a. Usia
Sebagian sebagian besar (68 %) responden berusia antara 36 tahun sampai 60
tahun, 29 % berusia 20 tahun sampai 35 tahun, dan 3 % berusia di atas 60 tahun.
3.00%
29.00%
68.00%
20-35 36-60 >60
Gambar 14. Karakteristik usia responden pasien
b. Jenis kelamin
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden (62 %) berjenis
kelamin wanita, dan 38 % berjenis kelamin pria.
38.00%
62.00% Wanita Pria
Gambar 15. Karakteristik jenis kelamin responden pasien
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Pendidikan terakhir
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden pasien mempunyai 4 latar
belakang pendidikan yang berbeda, yaitu S-2, S-1, D-3, D-2,dan SMA/STM.
Sebagian besar responden (48 %) berpendidikan akhir S-1, 30 % berpendidikann
akhir SMA/ STM, 11 % berpendidikan akhir D-2, 10 % berpendidikan akhir D-3,
dan 1 % berpendidikan akhir S-2.
30%11.00%
48.00%
1.00%
10.00%
S-2 S-1 D-3 D-2 SMA/ STM
Gambar 16. Karakteristik pendidikan terakhir responden pasien
B. Persepsi Dokter Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan Pembacaan Resep (Legibility)
1. Persepsi dokter mengenai kelengkapan resep
Sebanyak 46,81 % responden dokter beranggapan bahwa aspek kelengkapan
resep yang meliputi : identitas dokter, tanggal penulisan resep, nama obat, jumlah
obat, kekuatan obat, aturan pakai/ cara pakai, nama pasien, umur, alamat, berat badan
merupakan hal penting yang harus dimuat di dalam resep. Mereka beralasan bahwa
aspek-aspek tersebut berhubungan satu sama lain dalam menunjang proses terapi.
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel IV. Persepsi dokter dan apoteker mengenai kelengkapan resep
Responden Dokter Responden Apoteker Pernyataan SS+S
(%) N
(%) TS+STS
(%) Kecende rungan
SS+S (%)
N (%)
TS+STS(%)
Kecende rungan
Resep harus memuat identitas dokter 100 - - setuju 98.77 1.23 - setuju Resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan
- - 100 tidak setuju 2.47 1.23 96.29 tidak
setuju Resep harus memuat identitas pasien 100 - - setuju 97.53 2.47 - setuju Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obat
- - 100 tidak setuju 1.23 3.70 95.06 tidak
setuju Resep harus mencantumkan aturan pakai
97.87 - 2.13 setuju 100 - - setuju
Resep tidak perlu mencantumkan kekuatan obat (Contoh: 10 mg, 20 mg, dll)
- 8.51 91.49 tidak setuju 4.94 2.47 92.59 tidak
setuju
Resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien
72.34 19.15 8.51 setuju 86.42 13.57 - setuju
Resep tidak perlu mencantumkan nama dan alamat pasien
10.64 6.38 82.98 tidak setuju 2.46 2.47 95.06 tidak
setuju Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter
72.34 17.02 10.64 setuju 82.71 17.28 - setuju
a. Persepsi dokter mengenai penulisan identitas dokter dalam resep
Pernyataan pertama yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep harus
memuat identitas dokter”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 17,02 %
responden (16 orang) menjawab sangat setuju, dan 82,98 % (78 orang) responden
menjawab setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase 100 %.
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Indentitas dari dokter ini dapat berupa nama, nomor S.I.P., alamat tempat
praktik hingga nomor telepon dokter yang bersangkutan. Identitas dokter sangatlah
penting untuk melacak keberadaan dokter. Apabila nantinya pada saat resep yang
ditebus didapati suatu masalah, maka apoteker dapat berkomunikasi dengan dokter
secara langsung. Pencantuman nomor telepon pada resep juga sangat membantu
memperlancar komunikasi antara dokter dan apoteker. Nomor S.I.P. digunakan
sebagai acuan bahwa dokter penulis resep telah terdaftar pada Dinas Kesehatan dan
telah memiliki ijin praktik. Undang-Undang No.29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran pasal 1 ayat (7) menyatakan bahwa urat Izin Praktik adalah bukti tertulis
yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan
praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan. Hasil dari pertanyaan tertutup ini
dipertegas oleh hasil dari pertanyaan terbuka. Pada pertanyaan terbuka didapatkan
pernyataan yang menyatakan bahwa identitas dokter merupakan salah satu aspek
yang penting.
b. Persepsi dokter mengenai penulisan tanggal dalam resep
Pernyataan kedua yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep tidak perlu
mencantumkan tanggal penulisan”. Hasil dari kuesioner menyatakan bahwa 44,68
% responden (42 orang) menjawab tidak setuju, dan 55,32 % responden (52 orang)
menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan
persentase sebesar 100 %.
Tanggal penulisan resep digunakan untuk mengetahui waktu saat resep
ditulis. Menurut Joenoes (2001) berdasarkan Peraturan Pemerintah kertas resep harus
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
disimpan: diatur menurut tanggal dan nomor unit pembuatan, serta harus disimpan
sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Kegunaannya adalah untuk memungkinkan
penelusuran kembali bila setelah sekian waktu terjadi sesuatu akibat dari obat yang
diberikan.
c. Persepsi dokter mengenai penulisan identitas pasien dalam resep
Pernyataan ketiga yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep harus
memuat identitas pasien”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 74,47 %
responden (70 orang) menjawab sangat setuju, dan 25,53 % responden (24 orang)
menjawab setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase 100 %.
Kelengkapan penulisan identitas pasien digunakan untuk meminimalisir
kesalahan penyerahan obat, jika didapati beberapa pasien dengan nama yang sama.
Identitas pasien digunakan untuk mengetahui keberadaan pasien, sehingga jika
terjadi kesalahan pada saat peresepan ataupun peracikan dapat segera ditangani.
d. Persepsi dokter mengenai pencantuman jumlah obat dalam resep
Pernyataan keempat yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep tidak
perlu mencantumkan jumlah obat”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 23,40
% responden (22 orang) menjawab tidak setuju, dan 76,60 % responden (72 orang)
menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan
persentase sebesar 100 %.
Pencantuman jumlah obat pada resep adalah untuk mencegah terjadinya
penggunaan obat kurang dari semestinya dan penggunaan obat lebih dari semestinya.
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penggunaan obat yang kurang dari semestinya dapat merugikan penderita, karena
penderita tidak mendapatkan keuntungan terapeutik seperti yang dimaksudkan oleh
dokter. Kadar obat dalam darah yang tidak mencapai Kadar Efektif Minium dapat
mengakibatkan timbulnya resistensi mikroorganisme pada obat golongan antibiotika.
Dosis yang terlalu tinggi sangatlah berbahaya untuk obat-obat golongan
tertentu, seperti obat daftar G. Obat daftar G memiliki Dosis Maximalis (D.M.), yaitu
dosis tertinggi yang masih aman Beberapa responden menganggap bahwa
pencantuman jumlah obat juga menunjang proses terapi yang dijalani oleh pasien.
Beberapa resep tidak hanya menuliskan jumlah obat dalam angka Romawi
saja, tetapi harus dituliskan dalam tulisan. Sebagai contoh resep narkotika yang
berupa yang berupa obat suntik, jumlah ampul yang diminta angka harus dilengkapi
dengan tulisan untuk menghindarkan pemalsuan. Contoh: R/ HCl Morphine amp 10
mg X (sepuluh) (Joenoes, 2001).
e. Persepsi dokter mengenai pencantuman aturan pakai obat dalam resep
Pernyataan kelima yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep harus
mencantumkan aturan pakai”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 78.72 %
responden (74 orang) menjawab sangat setuju, 19,15 % responden (18 orang)
menjawab setuju, dan 2,13 % responden (2 orang) menjawab sangat tidak setuju.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab
setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 97,87 %. Pencantuman
aturan pakai pada resep sangatlah menunjang proses terapi dari obat yang
diresepkan. Sehingga jika proses terapi dapat berhasil, maka diharapkan tujuan terapi
dapat tercapai.
50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
f. Persepsi dokter mengenai pencantuman kekuatan obat dalam resep
Pernyataan keenam yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep tidak
perlu mencantumkan kekuatan obat (Contoh: 10 mg, 20 mg, dll)”. Hasil dari
kusioner menyatakan bahwa 8,51 % responden (8 orang) menjawab netral, 44,68 %
responden (42 orang) menjawab tidak setuju, dan 46,81 % responden (44 orang)
menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan
persentase sebesar 91,49 %.
Pada bagian pertanyaan terbuka, beberapa responden menganggap bahwa
penulisan kekuatan obat pada resep merupakan bagian yang tidak penting. Beberapa
responden mengaku tidak hafal dengan berbagai macam kekuatan obat. Menurut 2
orang responden, jika kekuatan obat tidak dituliskan maka obat yang dimaksud oleh
dokter adalah obat dengan kekutan obat (mg) terkecil atau obat tersebut hanya
terdapat 1 macam kekuatan saja. Pandangan dokter yang seperti ini seharusnya
dipahami pula oleh para apoteker, sehingga tidak terjadi kerancuan persepsi pada
saat proses dispensing.
g. Persepsi dokter mengenai pencantuman berat badan dan umur pasien dalam resep
Pernyataan ketujuh yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep harus
mencantumkan berat badan dan umur pasien”. Hasil dari kusioner menyatakan
bahwa 21,28 % responden (20 orang) menjawab sangat setuju, 51,06 % responden
(48 orang) menjawab setuju, 19,15 % responden (18 orang) menjawab netral, 6,38 %
responden (6 orang) menjawab tidak setuju, dan 2,13 % responden (2 orang)
menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase
sebesar 72,34 %.
Pada bagian pertanyaan terbuka, 24 orang responden menganggap bahwa
penulisan berat badan pada resep merupakan bagian yang tidak penting. Sejumlah
responden mempunyai alasan bahwa pencantuman berat badan pasien hanya
dilakukan pada pasien anak saja. Bahkan beberapa responden beralasan bahwa dosis
pada dewasa dan anak mengacu pada dosis yang tercantum pada kemasan obat. Hal
tersebut dimungkinkan bahwa pencantuman berat badan dan umur pasien yang
digunakan untuk perhitungan dosis dianggap kurang praktis karena berat badan dan
umur pasien sudah tercantum pada medical record. Meskipun berat badan dan umur
pasien sudah tercantum pada medical record, akan tetapi alangkah baiknya bila
dicantumkan ke dalam resep sehingga apoteker dapat melakukan perhitungan ulang
terhadap dosis obat. Hal tersebut untuk menghidari terjadinya medication error,
terlebih lagi untuk pasien dengan kondisi tertentu seperti obesitas.
Apabila seseorang yang mengalami obesitas jatuh sakit dan memerlukan
pengobatan maka menentukan dosis obat untuk penderita yang obesitas itu terkadang
menjadi masalah, oleh karena adanya deviasi yang besar dari komposisi tubuh
dibanding dengan orang yang berat badannya normal (Joenoes, 2001).
Beberapa responden memberikan jawaban tidak penting, dikarenakan tidak
ada aturan yang mewajibkan. Hal tersebut bertentangan dengan Permenkes No. 26
tahun 1981 pasal 10 menyebutkan resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap
(Anonim, 2002).
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
h. Persepsi dokter mengenai pencantuman nama dan alamat pasien dalam resep
Pernyataan kedelapan yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep tidak
perlu mencantumkan nama dan alamat pasien”. Hasil dari kusioner menyatakan
bahwa 4,26 % responden (4 orang) menjawab sangat setuju, 6,38 % responden (6
orang) menjawab setuju, 6,38 % responden (6 orang) menjawab netral, 46,81 %
responden (44 orang) menjawab tidak setuju, dan 36,17 % responden (34 orang)
menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan
persentase sebesar 80,98 %.
Pencantuman nama dan alamat pasien diperlukan untuk mencegah terjadinya
kekeliruan pada saat penebusan resep, karena jika diberikan tanpa nama ataupun
alamat yang lengkap dimungkinkan resep tersebut dapat tertukar oleh pasien lain.
Menurut Joenoes (2001), di bawah nama penderita hendaknya dicantumkan juga
alamatnya; ini penting, dalam keadaan darurat (misalnya salah obat) penderita
langsung dapat dihubungi. Alamat penderita di resep juga akan mengurangi
kesalahan/ tertukar memberikan obat bila pada suatu waktu ada dua orang yang
menunggu resepnya dengan nama yang kebetulan sama.
i. Persepsi dokter mengenai pencantuman tanda tangan dokter dalam resep
Pernyataan kesembilan yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep harus
mencantumkan tanda tangan dokter”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa
42,55 % (40 orang) responden menjawab sangat setuju, 29,79 % (28 orang)
responden menjawab setuju, 17,02 % (16 orang) responden menjawab netral, dan
10,64 % (10 orang) responden menjawab tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan
tersebut, dengan persentase sebesar 72,34 %.
Menurut Joenoes (2001), secara hukum dokter yang menandatangani suatu
resep bertanggung jawab sepenuhnya tentang resep yang ditulisnya untuk penderita.
Tanda tangan atau paraf dari dokter yang menuliskan resep tersebut yang menjadikan
suatu resep itu otentik. Resep obat suntik dari golongan narkotika harus dibubuhi
tanda tangan lengkap oleh dokter yang menulis resep, dan tidak cukup dengan paraf
saja.
j. Persepsi dokter mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaklengkapan resep
Para responden mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan
ketidaklengkapan penulisan resep antara lain : 1) pasien yang ditangani oleh dokter
terlalu banyak, 2) dokter tergesa-gesa pada saat menuliskan resep, 3) faktor ketelitian
dokter, 4) kurangnya informasi yang dimiliki dokter, sedangkan menurut Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran pasal 51, huruf f,
menyatakan dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai kewajiban menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan
ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. 5) kebiasaan dokter, 6) dianggap tidak perlu,
6) menganggap apoteker sudah paham, 7) malas menulis, 8) tidak adanya standar
penulisan resep yang baku, padahal peraturan mengenai persyaratan administratif
suatu resep terdapat pada Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004 pada Bab III;
9) capek atau mengantuk, dan 10) mencari sensasi.
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Persepsi dokter mengenai kemudahan pembacaan resep (legibility)
Sebagian besar responden (35,85 %), menyatakan bahwa adanya tulisan
dalam resep yang tidak jelas atau tidak terbaca dapat merugikan pasien. Hal; tersebut
senada dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, salah satu hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Jikalau tulisan dalam resep
tidak terbaca, keamanan pasien penebus resep menjadi diragukan. Hal tersebut sesuai
pernyataan responden yang mengatakan bahwa pasien bisa mendapatkan obat yang
berbeda dari resep.
Beberapa responden berpendapat bahwa tulisan yang tidak jelas akan
menyulitkan apoteker dalam memberikan obat. Dalam hal ini apoteker akan
memerlukan waktu yang lebih lama saat meracik resep. Untuk beberapa kasus
penundaan seperti ini sangat membahayakan, seperti pada resep CITO. Menurut
Joenoes (2001), resep cito pembuatannya harus didahulukan dari resep-resep lainnya;
dengan demikian untuk tidak mengganggu tugas rutin di apotek, dokter yang
meminta resep cito hendaknya betul-betul bila penderita dalam keadaan gawat dan
penundaan pemberian obatnya dapat membahayakan.
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel V. Persepsi dokter dan apoteker mengenai kemudahan pembacaan resep
Responden Dokter Responden Apoteker
Pernyataan SS+S (%)
N (%)
TS+ STS (%)
Kecende rungan
SS+S (%)
N (%)
TS+ STS (%)
Kecende rungan
Tulisan dalam resep harus ditulis dengan jelas 91.48 6.38 2.13 setuju 98.77 1.23 - setuju Tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas 4.26 4.26 91.49 tidak setuju - 2.47 97.53 tidak
setuju Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas 93.61 2.13 4.26 setuju 98.77 1.23 - setuju Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter
2.13 8.51 89.36 tidak setuju 1.23 6.17 92.60 tidak setuju
Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas maka apoteker harus menghubungi dokter
97.87 - 2.13 setuju 93.82 6.17 - setuju
Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca dengan jelas maka apoteker harus meminta pasien kembali ke dokter
10.64 12.77 76.59 tidak setuju 7.41 28.40 64.20 tidak setuju
a. Persepsi dokter mengenai kejelasan tulisan dalam resep
Pernyataan kesepuluh yang tercantum pada kuesioner adalah ”tulisan dalam
resep harus ditulis dengan jelas”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 59,57 %
responden (56 orang) menjawab sangat setuju, 31,91 % responden (30 orang)
menjawab setuju, 6,38 % responden (6 orang) menjawab netral, dan 2,13 %
responden (2 orang) menjawab tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
91,48 % responden cenderung menjawab setuju.
Sebagian besar responden setuju bahwa tulisan dalam resep harus ditulis
dengan jelas. Beberapa responden beranggapan bahawa tulisan yang tidak jelas dapat
mempersulit apoteker dalam memberikan obat, dan dikhawatirkan kejadian tersebut
dapat mengakibatkan kesalahan pemberian obat. Sejumlah responden juga
menambahkan bahwa tulisan yang tidak jelas dapat merugikan pasien, disamping
56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
juga melanggar Kode Etik. Tulisan yang tidak jelas juga melanggar Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 26/MENKES/Per/I/1981, yang
menyatakan bahwa resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap.
b. Persepsi dokter mengenai ketidakjelasan tulisan dalam resep
Pernyataan kesebelas yang tercantum pada kuesioner adalah ”tulisan dalam
resep harus ditulis tidak jelas”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 4,26 %
responden (4 orang) menjawab setuju, 4,26 % responden (4 orang) menjawab netral,
25,53 % responden (24 orang) menjawab tidak setuju, dan 65,96 % responden (62
orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan
persentase sebesar 91,49 %.
Pernyataan kesebelas merupakan kebalikan dari pernyataan kesepuluh. Hal
tersebut dilakukan untuk melihat konsistensi jawaban dari para responden. Hasil dari
pernyaatan kesebelas ini dapat dikatakan konsisten, karena hasilnya sesuai dengan
pernyataan yang kesepuluh. Tulisan yang tidak jelas dapat terjadi karena individu
dokter sendiri, seperti yang disampaikan oleh beberapa responden pada bagian
pertanyaan terbuka. Mereka juga menganggap bahwa tindakan tersebut dilakukan
untuk merahasiakan isi resep tersebut dari pasien, terlebih jika obat-obat yang
diresepkan merupakan obat golongan narkotika atau psikotropika. Menurut Joenoes
(2001), penulisan nama obat, jumlah obat, serta catatan cara memakainya hendaknya
dapat dibaca oleh apoteker atau asisten apoteker yang membuatkan obat di apotek
(kalau penderitanya tidak dapat membacanya bukan merupakan soal yang berat).
57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Persepsi dokter mengenai kejelasan dalam pembacaan resep
Pernyataan keduabelas yang tercantum pada kuesioner adalah ”tulisan
dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas”. Hasil dari kusioner menyatakan
bahwa 61,70 % responden (58 orang) menjawab sangat setuju, 31,91 % responden
(30 orang) menjawab setuju, 2,13 % responden (2 orang) menjawab netral, dan 4,26
% responden (4 orang) menjawab tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut,
dengan persentase sebesar 93,61 %.
Resep ditulis sedemikian rupa sehingga dapat dibaca, sekurang-kurangnya
oleh petugas di apotek (Joenos, 2001). Beberapa responden berpendapat bahwa,
tulisan yang tidak jelas akan menyulitkan apoteker dalam memberikan obat dan
mereka merasa bahwa dokter penulis resep tidak sadar akan resiko dari tindakannya
tersebut. Nantinya, hal tersebut akan beresiko merugikan bagi pasien karena
mendapatkan obat yang berbeda dari resep. Sebagai contoh adalah Dilantin
(anticonvulsant) dengan Dolantin (narkotik analgesik), Indocin (analgesik,
antiinflamasi) dengan Lindocin (antibiotik), dan Apresoline (Antihipertensi) dengan
Priscoline (vasodilator perifer) (Joenos, 2001).
d. Persepsi dokter mengenai ketidakjelasan penulisan resep sebagai ciri khas dokter
Pernyataan ketigabelas yang tercantum pada kuesioner adalah ”tulisan tidak
jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter”. Hasil dari kusioner
menyatakan bahwa 2,13 % responden (2 orang) menjawab setuju, 8,51 % responden
(8 orang) menjawab netral, 29,79 % responden (28 orang) menjawab tidak setuju,
dan 59,57 % responden (56 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menunjukkan bahwa sebagian besar (89,36 %) responden cenderung menjawab tidak
setuju pada pernyataan tersebut.
Ketidakjelasan tulisan dokter lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor
teknis. Dokter menjadi tergesa-gesa dikarenakan banyaknya pasien, sehingga saat
menuliskan resep tidak mempedulikan ketidakjelasan dari tulisannya. Akan tetapi 52
orang responden beranggapan bahwa tidak jelasnya tulisan dokter dikarenakan
pembawaan dokter itu sendiri. Menurut Joenoes (2001), standar etika dalam
melaksanakan tugas profesi artinya adalah : ” Segala tindakan yang dilakukan adalah
demikebaikan dan kepentingan penderita dan masyarakat.”
Beberapa responden juga beranggapan bahwa dokter tersebut egois karena
bekerjasama dengan apotek tertentu. Padahal tindakan tersebut bertentangan dengan
pendapat Joenoes (2001) tentang aspek etika yaitu ”Dokter tidak menyuruh penderita
mengambil obatnya di apotek tertentu”. Hal ini terutama kalau dokter mendapat
keuntungan pribadi dari apotek yang bersangkutan.
e. Persepsi dokter mengenai tindakan apoteker dalam melakukan konfirmasi mengenai ketidakjelasan tulisan dalam resep
Pernyataan keempatbelas yang tercantum pada kuesioner adalah ”jika
tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas maka apoteker harus
menghubungi dokter”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 74,47 % responden
(70 orang) menjawab sangat setuju, 23,40 % responden (22 orang) menjawab setuju,
dan 2,13 % responden (2 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada
pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 97,87 %.
59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hasil yang didapat sesuai dengan hasil kuesioner responden apoteker. Para
apoteker beranggapan bahwa apotekerlah yang harus menghubungi dokter apabila
resep tidak dapat dibaca dengan jelas. Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 26/MENKES/Per/I/1981, pasal 12 ayat (4),
apabila resep tidak dapat di baca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker wajib
menanyakan kepada penulis resep.
f. Persepsi dokter mengenai permintaan apoteker kepada pasien untuk mengkonfirmasikan kepada dokter tentang ketidakjelasan tulisan dalam resep
Pernyataan kelimabelas yang tercantum pada kuesioner adalah ”jika tulisan
dalam resep tidak dapat dibaca dengan jelas maka apoteker harus meminta
pasien kembali ke dokter”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 4,26 %
responden (4 orang) menjawab sangat setuju, 6,38 % responden (6 orang) menjawab
setuju, 12,77 % responden (12 orang) menjawab netral, 42,55 % responden (40
orang) menjawab tidak setuju, dan 34,04 % responden (32 orang) menjawab sangat
tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase
sebesar 76,59 %.
Hasil ini sesuai dengan hasil yang ditunjukkan pernyataan nomer empatbelas.
Apotekerlah yang harus menghubungi dokter, dan bukan meminta pasien untuk
kembali ke dokter jika tulisan dalam resep tidak jelas.
60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Persepsi Apoteker Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan Pembacaan Resep (Legibility)
1. Persepsi apoteker mengenai kelengkapan resep
Sebagian besar responden (61,73 %) apoteker beranggapan bahwa aspek
kelengkapan resep yang meliputi : identitas dokter, tanggal penulisan resep, nama
obat, jumlah obat, kekuatan obat, aturan pakai/ cara pakai, nama pasien, umur,
alamat, berat badan merupakan hal penting yang harus dimuat di dalam resep.
Mayoritas responden (29,28%) beralasan bahwa semua aspek tersebut dituliskan
untuk menghindari kekeliruan, sehingga dapat tercipta pengobatan yang rasional.
Alasan lain adalah untuk memberikan penjelasan kepada pasien secara lengkap,
syarat kelengkapan resep, memudahkan pelayanan, dan semua aspek berhubungan
satu sama lain.
a. Persepsi apoteker mengenai penulisan identitas dokter dalam resep
Pernyataan pertama yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep harus
memuat identitas dokter”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 91,36 % (74
orang) responden menjawab sangat setuju, 7,41 % (6 orang) responden menjawab
setuju, dan 1,23 % (1 orang) responden menjawab netral. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada
pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 98,77 %.
Berdasarkan Kepmenkes No. 280 tahun 1981 pasal 2 resep harus memuat
juga : ”nama, alamat dan nomor izin praktik dokter, dokter gigi atau dokter hewan”.
Salah satu responden bahkan berpendapat bahwa dia akan menolak resep tersebut
jika di dalamnya tidak terdapat S.I.P. dari dokter tersebut. Beberapa responden
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengaku akan mengembalikan resep kepada pasien jika obat di dalam resep
merupakan golongan narkotika dan psikotropika.
b. Persepsi apoteker mengenai penulisan tanggal dalam resep
Pernyataan kedua yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep tidak perlu
mencantumkan tanggal penulisan”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 2,47
% (2 orang) responden menjawab setuju, 1,23 % (1 orang) responden menjawab
netral, 33,33 % (27 orang) responden menjawab tidak setuju, dan 62,96 % (51 orang)
responden menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan
tersebut, dengan persentase sebesar 96,29 %.
Berdasarkan Kepmenkes No. 280 tahun 1981 pasal 2 resep harus memuat
juga : ”tanggal penulisan resep”. Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 Bab III, juga
menjadikan tanggal penulisan resep menjadi salah satu persyaratan administratif
yang harus dipenuhi.
Pada bagian pertanyaan terbuka beberapa responden menyatakan bahwa
tanggal penulisan resep dianggap tidak penting, karena hal tersebut dapat ditanyakan
langsung kepada pasien. Jawaban pertanyaan tersebut tetap mengindikasikan bahwa
resep harus mencantumkan tanggal penulisan. Rees (2004) menyatakan bahwa
tanggal penulisan resep harus dituliskan. Hal tersebut untuk mengidentifikasi tanggal
ditulisnya resep tersebut. Beberapa aturan di Controlled Drugs di U.K. (United
Kingdom) mengharuskan bahwa resep harus ditebus dalam kurun waktu tertentu
setelah resep tersebut dibuat
62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Persepsi apoteker mengenai penulisan identitas pasien dalam resep
Pernyataan ketiga yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep harus
memuat identitas pasien”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 75,31 % (61
orang) responden menjawab sangat setuju, 22,22 % (18 orang) responden menjawab
setuju, dan 2,47 % (2 orang) responden menjawab netral. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada
pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 97,53 %.
d. Persepsi apoteker mengenai pencantuman jumlah obat dalam resep
Pernyataan keempat yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep tidak
perlu mencantumkan jumlah obat”. Hasil dari kuesioner menyatakan bahwa 1,23
% (1 orang) responden menjawab sangat setuju, 3,70 % (3 orang) responden
menjawab netral, 14,81 % (12 orang) responden menjawab tidak setuju, dan 80,25 %
(65 orang) responden menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan
tersebut, dengan persentase sebesar 95,06 %.
Responden berpendapat bahwa jumlah obat merupakan salah satu aspek yang
penting, karena untuk menghindari kekeliruan sehingga dapat tercipta pengobatan
yang rasional. Pencantuman jumlah obat juga menjadi salah satu syarat administratif
dalam Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 pada Bab III. Jika tidak dicantumkan,
biasanya responden melakukan beberapa tindakan seperti : melihat referensi (buku
MIMS, DOEN, atau IONI), melengkapinya sendiri, menganalisa resep terlebih
dahulu, jika memungkinkan akan tetap dilayani, dan menanyakan kepada dokter.
Perlu diperhatikan pula bahwa pemberian obat yang terlalu banyak dapat merugikan
63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pasien tersebut. Menurut Jonoes (2001) pemberian obat yang terlalu banyak akan
menimbulkan bahaya, antara lain obat yang tersisa kan disimpan untuk ”lain kali”
(belum tentu pada waktu ”lain kali” itu obatnya masih baik) atau obat yang tersisa
diberikan kepada orang lain (ini berarti si penmberi obat menentukan sendiri
”anamnesis, diagnosis, serta terapi” orang lain dan sekaligus juga berfungsi sebagai
penyalur obat).
e. Persepsi apoteker mengenai pencantuman aturan pakai obat dalam resep
Pernyataan kelima yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep harus
mencantumkan aturan pakai”. Hasil dari kuesioner menyatakan bahwa 87,65 %
(71 orang) responden menjawab sangat setuju, dan 12,65 % (10 orang) responden
menjawab setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar
97,87 %.
Hasil tersebut ternyata sesuai dengan Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 Bab
III yang isinya adalah apoteker melakukan skrining resep, dengan salah satu
persyaratan administratif adalah cara pemakaian yang jelas. Menurut beberapa
responden, pencantuman aturan pakai merupakan bagian yang penting. Pencantuman
aturan pakai dilakukan karena untuk menghindari kekeliruan sehingga dapata
menciptakan pengobatan yang rasional, agar dapat memberikan penjelasan kepada
pasien secara lengkap, syarat kelengkapan resep, dan memudahkan pelayanan.
Tindakan yang dilakukan oleh responden jika menemui resep yang tidak
mencantumkan aturan pakai adalah melihat referensi (buku MIMS, DOEN, atau
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
IONI), menganalisa resep terlebih dahulu dan jika memungkinkan akan tetap
dilayani, dan bertanya kepada dokter penulis resep.
f. Persepsi apoteker mengenai pencantuman kekuatan obat dalam resep
Pernyataan keenam yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep tidak
perlu mencantumkan kekuatan obat (contoh: 10 mg, 20 mg, dll)”. Hasil dari
kuesioner menyatakan bahwa 2,47 % (2 orang) responden menjawab sangat setuju,
2,47 % (2 orang) responden menjawab setuju, 2,47 % (2 orang) responden menjawab
netral, 32,10 % (26 orang) responden menjawab tidak setuju, dan 60,49 % (49 orang)
responden menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan
tersebut, dengan persentase sebesar 92,59 %.
Pencantuman kekuatan obat menjadi salah satu syarat administratif pada
skrining resep sesuai Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 pada Bab III. Akan tetapi 4
orang responden menyatakan bahwa pencantuman kekuatan obat tidak menjadi
bagian yang penting untuk aspek kelengkapan resep. Mereka beralasan bahwa obat
dengan kekuatan terkecil tidak perlu dituliskan dan mereka juga merasa sudah
mengerti kekuatan obat yang diinginkan oleh dokter penulis resep. Pernyataan
tersebut senada dengan hasil kuesioner untuk dokter, bahwa obat dengan kekuatan
terkecil tidak perlu dicantumkan nilai kekuatan obat tersebut. Namun beberapa
responden apoteker berpendapat bahwa jika didapati ketidaklengkapan resep pada
bagian obat, tindakan yang mereka lakukan adalah menghubungi dokter penulis
resep. Bahkan 2 orang responden berpendapat akan menyuruh pasien untuk kembali
ke dokter. Akan tetapi, pendapat terakhir ini bertentangan dengan Peraturan Menteri
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kesehatan Republik Indonesia No. 26/MENKES/Per/I/1981, pasal 12 ayat (4),
apabila resep tidak dapat di baca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker wajib
menanyakan kepada penulis resep.
g. Persepsi apoteker mengenai pencantuman berat badan dan umur pasien dalam resep
Pernyataan ketujuh yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep harus
mencantumkan berat badan dan umur pasien”. Hasil dari kuesioner menyatakan
bahwa 29,63 % (26 orang) responden menjawab sangat setuju, 56,79 % (46 orang)
responden menjawab setuju, dan 13,57 % (11 orang) responden menjawab netral.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab
setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 86,42 %.
Hasil yang penelitian tersebut ternyata senada dengan Kepmenkes No. 1027
tahun 2004 pada Bab III yang menyatakan bahwa pencantuman berat badan dan
umur pasien merupakan salah satu syarat administratif pada saat skrining resep.
Pencantuman berat badan dan umur digunakan oleh apoteker untuk melihat
kesesuaian dosis yang diberikan oleh dokter. Beberapa responden menyatakan bahwa
pencantuman umur pasien bukan merupakan bagian yang penting karena nantinya
dapat ditanyakan kepada pasien secara langsung. Sedangkan 19 responden
mengganggap pencantuman berat badan merupakan hal yang tidak penting. Mereka
mengganggap bahwa pasien yang sudah dewasa tidak memerlukan pencantuman
berat badan pada resepnya. Berat badan pasien juga dapat ditanyakan langsung
kepada yang bersangkutan atau bahkan tidak perlu dicantumkan karena dokter sudah
mengetahuinya. Aspek penting dari pencantuman umur dan berat badan pasien
adalah digunakan untuk perhitungan dosis obat. Menurut Joenoes (2001), dosis tiap
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
obat yang diberikan seharusnya diperhitungkan dengan tepat serta diperhitungkan
juga semua faktor individual penderita, terutama umur danberat badannya. Dosis
yang relatif terlalu rendah (subterapeutik) akan tidak efektif; sebaliknya dosis yang
terlalu tinggi (overdosis) akan menyebabkan keracunan.
h. Persepsi apoteker mengenai pencantuman nama dan alamat pasien dalam resep
Pernyataan kedelapan yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep tidak
perlu mencantumkan nama dan alamat pasien”. Hasil dari kuesioner menyatakan
bahwa 1,23 % (1 orang) responden menjawab sangat setuju, 1,23 % (1 orang)
responden menjawab setuju, 2,47 % (2 orang) responden menjawab netral, 48,15 %
(39 orang) responden menjawab tidak setuju, dan 46,91 % (38 orang) responden
menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan
persentase sebesar 95,06 %.
Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 pada Bab III mensyaratkan pencantuman
nama dan alamat pasien pada saat skrining resep yang dilakukan oleh apoteker. Akan
tetapi, 16 orang responden menyatakan bahwa pencantuman alamat pasien bukan
merupakan aspek yang penting pada kelengkapan resep. Mereka memberikan
beberapa alasan bahwa pencantuman alamat pasien hanya untuk resep yang
mengandung narkotika, alamat pasien tersebut dapat ditanyakan secara langsung
kepada pasien dan digunakan sebagai alat komunikasi dengan pasien. Pada bagian
pertanyaan terbuka dapat diketahui bahwa tindakan yang dilakukan apoteker dalam
mengatasi ketidaklengkapan resep khususnya alamat pasien adalah dengan
melengkapinya sendiri.
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i. Persepsi apoteker mengenai pencantuman tanda tangan apoteker dalam resep
Pernyataan kesembilan yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep harus
mencantumkan tandatangan doker”. Hasil dari kuesioner menyatakan bahwa
46,91 % (38 orang) responden menjawab sangat setuju, 35,80 % (29 orang)
responden menjawab setuju, dan 17,28 % (14 orang) responden menjawab netral.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab
setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 82,71 %.
Tanda tangan atau paraf dari dokter/ dokter gigi/ dokter hewan yang
menuliskan resep tersebut menjadikan suatu resep itu otentik (Joenoes, 2001). Tanda
tangan dokter harus tertera pada resep saat dilakukan skrining, hal tersebut sesuai
dengan Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 pada Bab III. Secara hukum dokter yang
menandatangani suatu resep bertanggung jawab sepenuhnya tentang resep yang
ditulisnya untuk penderita (Joenoes, 2001).
j. Persepsi apoteker mengenai tindakan yang dilakukan apabila terjadi ketidaklengkapan resep
Sebagian besar responde (21,49 %) akan melihat terlebih dahulu bagian yang
tidak lengkap, jika data pasien kurang lengkap maka ditanyakan pada pasien, dan
jika obat ditanyakan pada dokter penulis resep. Responden juga akan bertanya pada
pasien mengenai kondisinya, hal tersebut dilakukan untuk melihat hubungan
penyakit dengan obatnya. Hal lain yang dilakukan oleh responden, yaitu:
mengembalikan resep jika obat yang diresepkan merupakan golongan Narkotika/
Psikotropika, melihat referensi (MIMS, DOEN, atau IONI), menolak resep jika tidak
68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tercantum SIP, melengkapi sendiri, menganalisa resep terlebih dahulu; jika
memungkinkan akan tetap dilayani dan jika tidak (mencurigakan) maka akan ditolak.
2. Persepsi apoteker mengenai kemudahan pembacaan resep (legibility)
Sejumlah 22 responden menerima resep yang tidak terbaca sebanyak 1
sampai 10 resep setiap bulannya. Sedangkan 16 responden merasa bahwa resep yang
mereka terima dapat terbaca dengan jelas.
a. Persepsi apoteker mengenai kejelasan tulisan dalam resep
Pernyataan kesepuluh yang tercantum pada kuesioner adalah ”tulisan dalam
resep harus ditulis dengan jelas”. Hasil dari kuesioner menyatakan bahwa 75,31 %
(61 orang) responden menjawab sangat setuju, 23,46 % (19 orang) responden
menjawab setuju, dan 1,23 % (1 orang) responden menjawab netral. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada
pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 98,77 %.
b. Persepsi apoteker mengenai ketidakjelasan tulisan dalam resep
Pernyataan kesebelas yang tercantum pada kuesioner adalah ”tulisan dalam
resep harus ditulis tidak jelas”. Hasil dari kuesioner menyatakan bahwa 2,47 % (2
orang) responden menjawab netral, 23,46 % (19 orang) responden menjawab tidak
setuju, dan 74,07 % (60 orang) responden menjawab sangat tidak setuju. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak
setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 97,53 %.
c. Persepsi apoteker mengenai kejelasan dalam pembacaan resep
Pernyataan keduabelas yang tercantum pada kuesioner adalah ”tulisan dalam
resep harus dapat dibaca dengan jelas”. Hasil dari kuesioner menyatakan bahwa
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70,37 % (57 orang) responden menjawab sangat setuju, 28,40 % (23 orang)
responden menjawab setuju, dan 1,23 % (1 orang) responden menjawab netral. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab
setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 98,77 %.
Apabila didapati tulisan yang tidak jelas, maka tindakan yang akan dilakukan
oleh para responden antara lain meminta bantuan teman sejawat (apoteker yang lain),
melinat buku referensi (MIMS, DOEN, atau IONI), bertanya kepada pasien
mengenai kondisinya (untuk melihat hubungan penyakit dengan obat yang
diberikan), menghubungi dokter, dan jika dokter tidak dapat dihubungi pasien
diminta untuk kembali ke dokter.
d. Persepsi apoteker mengenai ketidakjelasan penulisan resep sebagai ciri khas dokter
Pernyataan ketigabelas yang tercantum pada kuesioner adalah ”tulisan tidak
jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter”. Hasil dari kuesioner
menyatakan bahwa 1,23 % responden menjawab setuju, 6,17 % responden menjawab
netral, 28,40 % responden menjawab tidak setuju, dan 64,20 % responden menjawab
sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase
sebesar 92,60 %. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 26/MENKES/Per/I/1981, resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap.
e. Persepsi apoteker mengenai tindakan apoteker dalam melakukan konfirmasi mengenai ketidakjelasan tulisan dalam resep
Pernyataan keempatbelas yang tercantum pada kuesioner adalah ”jika tulisan
dalam resep tidak dapat dibaca jelas maka apoteker harus menghubungi
70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dokter”. Hasil dari kuesioner menyatakan bahwa 46,91 % (38 orang) responden
menjawab sangat setuju, 46,91 % (38 orang) responden menjawab setuju, dan 6,17 %
(5 orang) responden menjawab netral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan
persentase sebesar 93,82 %. Hasil penelitian ini sesuai dengan jawaban beberapa
responden (71 orang) yang menyatakan bahwa ”apoteker akan menghubungi dokter
jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca dengan jelas”.
f. Persepsi apoteker mengenai permintaan apoteker kepada pasien untuk mengkonfirmasikan kepada dokter tentang ketidakjelasan tulisan dalam resep
Pernyataan kelimabelas yang tercantum pada kuesioner adalah ”jika tulisan
dalam resep tidak dapat dibaca dengan jelas maka apoteker harus meminta
pasien kembali ke dokter”. Hasil dari kuesioner menyatakan bahwa 7,41 % (6
orang) responden menjawab setuju, 28,40 % (23 orang) responden menjawab netral,
37,04 % (30 orang) responden menjawab tidak setuju, dan 27,16 % (22 orang)
responden menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan
tersebut, dengan persentase sebesar 64,20 %. Responden lebih cenderung memilih
”apoteker akan menghubungi dokter jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca
dengan jelas”. Akan tetapi, 9 orang responden berpendapat bahwa ”akan menyuruh
pasien kembali ke dokter, jika dokter tidak dapat dihubungi”
71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Persepsi Pasien Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan Pembacaan Resep (Legibility)
1. Persepsi pasien mengenai kelengkapan resep
Tabel 6. Persepsi pasien mengenai kelengkapan resep
Pernyataan SS+S (%)
N (%)
TS+STS(%) Kecenderungan
Resep harus memuat identitas dokter 96 4 - setuju Resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan 11 2 87 tidak setuju Resep harus memuat identitas pasien 85 11 4 setuju Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obat, cukup nama obatnya saja
16 5 79 tidak setuju
Resep harus mencantumkan aturan pakai 91 5 4 setuju Resep harus mencantumkan nama pasien 95 3 2 setuju Resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien 58 24 18 setuju Resep tidak perlu mencantumkan alamat pasien 18 19 63 tidak setuju Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter 89 6 5 setuju
a. Persepsi pasien mengenai penulisan identitas apoteker dalam resep
Pernyataan kedua yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep harus
memuat identitas dokter”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 50 % (50 orang)
responden menjawab sangat setuju, 46 % (46 orang) responden menjawab setuju, dan
4 % (4 orang) responden menjawab netral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut,
dengan persentase sebesar 96 %.
72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Persepsi pasien mengenai penulisan tanggal dalam resep
Pernyataan ketiga yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep tidak perlu
mencantumkan tanggal penulisan”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 3 % (3
orang) responden menjawab sangat setuju, 8 % (8 orang) responden menjawab
setuju, 2 % (2 orang) responden menjawab netral, 62 (62 %) responden menjawab
tidak setuju, dan 25 (25 %) responden menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju
pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 87 %.
c. Persepsi pasien mengenai penulisan identitas pasien dalam resep
Pernyataan keempat yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep harus
memuat identitas pasien”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 35 % (35 orang)
responden menjawab sangat setuju, 50 % (50 orang) responden menjawab setuju, 11
% (11 orang) responden menjawab netral,dan 4 (4 %) responden menjawab tidak
setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung
menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 85 %.
d. Persepsi pasien mengenai pencantuman jumlah obat dalam resep
Pernyataan kelima yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep tidak perlu
mencantumkan jumlah obatnya, cukup nama obatnya saja”. Hasil dari kusioner
menyatakan bahwa 2 % (2 orang) responden menjawab sangat setuju, 14 % (14
orang) responden menjawab setuju, 5 % (5 orang) responden menjawab netral, 54
(54 %) responden menjawab tidak setuju, dan 25 (25 %) responden menjawab sangat
tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase
sebesar 79 %.
e. Persepsi pasien mengenai pencantuman aturan pakai obat dalam resep
Pernyataan keenam yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep harus
mencantumkan aturan pakai obat”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 58 %
responden (58 orang) menjawab sangat setuju, 33 % responden (33 orang) menjawab
setuju, 5 % responden (5 orang) menjawab netral, 3 % responden (3 orang)
menjawab tidak setuju, dan 1 % responden (1 orang) menjawab sangat tidak setuju.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab
setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 91 %.
f. Persepsi pasien r mengenai pencantuman nama pasien dalam resep
Pernyataan ketujuh yang tercantum pada kuesioner adalah ” resep harus
mencantumkan nama pasien”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 51 %
responden (51 orang) menjawab sangat setuju, 44 % responden (44 orang) menjawab
setuju, 3 % responden (3 orang) menjawab netral,dan 2 % responden (2 orang)
menjawab tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase
sebesar 95 %.
g. Persepsi pasien mengenai pencantuman berat badan dan umur pasien dalam resep
Pernyataan kedelapan yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep harus
mencantumkan berat badan dan umur pasien”. Hasil dari kusioner menyatakan
bahwa 17 % responden (17 orang) menjawab sangat setuju, 41 % responden (41
orang) menjawab setuju, 24 % responden (24 orang) menjawab netral, 12 %
74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
responden (12 orang) menjawab tidak setuju, dan 6 % responden (6 orang) menjawab
sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase 58 %.
h. Persepsi pasien mengenai pencantuman alamat pasien dalam resep
Pernyataan kesembilan yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep tidak
perlu mencantumkan alamat pasien”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 3 %
responden (3 orang) menjawab sangat setuju, 15 % responden (15 orang) menjawab
setuju, 19 % responden (19 orang) menjawab netral, 51 % responden (51 orang)
menjawab tidak setuju, dan 12 % responden (12 orang) menjawab sangat tidak
setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung
menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 63 %.
i. Persepsi pasien mengenai pencantuman tanda tangan apoteker dalam resep
Pernyataan kesepuluh yang tercantum pada kuesioner adalah ”resep harus
mencantumkan tanda tangan dokter”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 37
% responden (37 orang) menjawab sangat setuju, 52 % responden (52 orang)
menjawab setuju, 6 % responden (6 orang) menjawab netral, 2 % responden (2
orang) menjawab tidak setuju, dan 3 % responden (3 orang) menjawab sangat tidak
setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung
menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 89 %.
Melalui hasil penelitian ini, diharapkan masyarakat mampu berperan serta
dalam usaha meningkatkan patient safety. Dari hasil penelitian dapat dilihat, pasien
merasa bahwa aspek kelengkapan resep yang meliputi : identitas dokter, tanggal
penulisan resep, nama obat, jumlah obat, kekuatan obat, aturan pakai/ cara pakai,
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
nama pasien, umur, alamat, berat badan merupakan hal penting yang harus dimuat di
dalam resep.
Akan tetapi terdapat pula responden yang sebenarnya tidak memahami
secara benar aspek kelengkapan resep. Hal tersebut dapat terlihat melalui distribusi
jawaban pada tabel 6. Hal tersebut dimungkinkan karena responden belum
mengetahui alasan yang jelas mengenai aspek kelengkapan di dalam resep.
Secara umum, pandangan para responden pasien sudah baik, dan sesuai
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, Bab III, pasal 4 menyatakan bahwa konsumen berhak atas
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau
jasa.
2. Persepsi pasien mengenai kemudahan pembacaan resep (legibility)
Sebanyak 58 % responden pasien menyatakan bahwa resep yang mereka
terima tidak jelas dan tidak terbaca. Menurut Joenoes (2001), penulisan nama obat,
jumlah obat, serta catatan cara memakainya hendaknya dapat dibaca oleh apoteker
atau asisten apoteker yang membuatkan obat di apotek (kalau penderitanya tidak
dapat membacanya bukan merupakan soal yang berat).
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 7. Persepsi pasien mengenai kemudahan pembacaan resep
Pernyataan SS+S (%)
N (%)
TS+STS(%) Kecenderungan
Tulisan dalam resep harus ditulis dengan jelas agar tidak terjadi kesalahan dalam pelayanan resep di apotek
86 9 5 setuju
Tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas agar tidak sembarang orang bisa membacanya
24 15 61 tidak setuju
Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas 69 20 11 setuju Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter dan agar tidak mudah ditiru
29 22 49 tidak setuju
Apoteker di apotek harus dapat membaca tulisan dokter dalam resep walaupun secara umum tulisan tersebut sangat sulit dibaca
90 5 5 setuju
Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas oleh apoteker di beberapa apotek maka pasien harus kembali ke dokter
66 4 30 setuju
Berdasarkan pernyataan pertama yang tercantum pada kuesioner adalah
”tulisan dokter dalam resep yang saya peroleh, tidak jelas dan tidak terbaca”.
Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 31 % responden (31 orang) menjawab sangat
setuju, 27 % responden (27 orang) menjawab setuju, 10 % responden (10 orang)
menjawab netral, 24 % responden (24 orang) menjawab tidak setuju, dan 8 %
responden (8 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan
tersebut, dengan persentase sebesar 58 %. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
dokter yang mengatakan bahwa nama obat tidak familiar bagi orang awam dan
tulisan yang tidak jelas digunakan untuk merahasiakannya dari pasien.
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pernyataan kesebelas yang tercantum pada kuesioner adalah ”tulisan dalam
resep harus ditulis dengan jelas agar tidak terjadi kesalahan dalam pelayanan
resep di apotek”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 53 % responden (53 orang)
menjawab sangat setuju, 33 % responden (33 orang) menjawab setuju, 9 %
responden (9 orang) menjawab netral, 4 % responden (4 orang) menjawab tidak
setuju, dan 1 % responden (1 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada
pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 86 %.
Pernyataan keduabelas yang tercantum pada kuesioner adalah ”tulisan
dalam resep harus ditulis tidak jelas agar tidak sembarang orang bisa
membacanya”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 3 % responden (3 orang)
menjawab sangat setuju, 21 % responden (21 orang) menjawab setuju, 15 %
responden (15 orang) menjawab netral, 47 % responden (47 orang) menjawab tidak
setuju, dan 14 % responden (14 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak
setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 61 %.
Pernyataan ketigabelas yang tercantum pada kuesioner adalah ”tulisan
dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas”. Hasil dari kusioner menyatakan
bahwa 30 % responden (30 orang) menjawab sangat setuju, 39 % responden (39
orang) menjawab setuju, 20 % responden (20 orang) menjawab netral, 10 %
responden (10 orang) menjawab tidak setuju, dan 1 % responden (1 orang) menjawab
sangat tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase 69 %.
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pernyataan keempatbelas yang tercantum pada kuesioner adalah ”tulisan
tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter dan agar tidak
mudah ditiru”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 7 % responden (7 orang)
menjawab sangat setuju, 22 % responden (22 orang) menjawab setuju, 22 %
responden (22 orang) menjawab netral, 28 % responden (28 orang) menjawab tidak
setuju, dan 21 % responden (21 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak
setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 49 %.
Pernyataan kelimabelas yang tercantum pada kuesioner adalah ”apoteker di
apotek harus dapat membaca tulisan dokter dalam resep walaupun secara
umum tulisan tersebut sangat sulit dibaca”. Hasil dari kusioner menyatakan
bahwa 39 % responden (39 orang) menjawab sangat setuju, 51 % responden (51
orang) menjawab setuju, 5 % responden (5 orang) menjawab netral, 4 % responden
(4 orang) menjawab tidak setuju, dan 1 % responden (1 orang) menjawab sangat
tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase 90 %.
Pernyataan keenambelas yang tercantum pada kuesioner adalah ”jika tulisan
dalam resep tidak dapat dibaca jelas oleh apoteker di beberapa apotek maka
pasien harus kembali ke dokter”. Hasil dari kusioner menyatakan bahwa 38 %
responden (38 orang) menjawab sangat setuju, 28 % responden (28 orang) menjawab
setuju, 4 % responden (4 orang) menjawab netral, 20 % responden (20 orang)
menjawab tidak setuju, dan 10 % responden (10 orang) menjawab sangat tidak
79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung
menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 66 %.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebenarnya pasien juga
melakukan tindakan kontroling terhadap resep yang mereka dapat. Hal tersebut
sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, Bab II, pasal 2 (a), perlindungan konsumen bertujuan
meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi
diri.
Akan tetapi yang harus menjadi sorotan adalah hasil pernyataan keenambelas.
Para responden merasa bahwa pasienlah yang harus kembali ke dokter jika tulisan
dalam resep mereka tidak dapat dibaca jelas oleh apoteker di beberapa apotek.
Padahal menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
26/MENKES/Per/I/1981, pasal 12 ayat (4), apabila resep tidak dapat di baca dengan
jelas atau tidak lengkap, apoteker wajib menanyakan kepada penulis resep.
Sepatutnya pasien dapat memahami adanya aturan tersebut, sehingga pasien akan
semakin mendapatkan hak atas kenyamanan pelayanan sesuai dengan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
Bab III, pasal 4 (a) hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, dan keselamatan
dalam menkonsumsi barang dan atau jasa.
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Persepsi dokter mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep
(legibility) :
a. responden dokter berkecenderungan setuju apabila semua aspek kelengkapan
resep dicantumkan dalam resep
b. responden dokter berkecenderungan setuju bahwa tulisan dalam resep harus
dapat dibaca dengan jelas. Apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas,
maka apotekerlah yang harus menghubungi dokter (92 %) dan bukan
meminta pasien untuk kembali ke dokter (10.64 %)
2. Persepsi apoteker mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep
(legibility) :
a. responden apoteker berkecenderungan setuju apabila semua aspek
kelengkapan resep dicantumkan dalam resep
b. responden apoteker berkecenderungan setuju bahwa tulisan dalam resep
harus dapat dibaca dengan jelas. Apabila resep tidak dapat dibaca dengan
jelas, maka apotekerlah yang harus menghubungi dokter (93.82 %) dan bukan
meminta pasien untuk kembali ke dokter (6 %)
3. Persepsi pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep
(legibility) :
a. responden pasien berkecenderungan setuju apabila semua aspek kelengkapan
resep dicantumkan dalam resep
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
b. responden pasien berkecenderungan setuju bahwa tulisan dalam resep harus
ditulis dengan jelas (86 %) dapat dibaca dengan jelas (69 %) dan apoteker di
apotek harus dapat membaca tulisan dokter dalam resep (90 %). Apabila
resep tidak dapat dibaca dengan jelas oleh apoteker di beberapa apotek, maka
pasien harus kembali ke kembali ke dokter (66 %)
B. Saran
a. Perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan antara karakteristik responden
dengan persepsi responden mengenai ketidaklengkapan dan ketidakjelasan
tulisan dalam resep.
b. Perlu dibentuk suatu panduan untuk dokter dan apoteker mengenai aturan baku
format resep, penulisan resep, dan komunikasi antar tenaga kesehatan.
c. Perlu diberikan informasi yang tepat kepada pasien oleh dokter dan apoteker
mengenai terapi yang akan diterima, sehingga pasien tidak perlu mempersoalkan
isi resep yang diterimanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1981a, Peraturan Menteri Kesehatan Reoublik Indonesia Nomor :
26/MENKES/PER/1/1981 Tentang Pengelolaan dan Perizinan Apotik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 1981b, Keputusan Menteri Kesehatan Reoublik Indonesia Nomor :
280/MENKES/SK/V/1981 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 1992, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1999, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, hal. 4-12, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia Anonim, 2002, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2004a, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2004b, Undang-Undang No.29 Tentang Praktik Kedokteran, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Azwar, S., 1988, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Edisi I, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta. Azwar, S., 1997, Reliabilitas dan Validitas, Edisi III, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Budirahayu, C. A., 2003, Hubungan Antara Persepsi Terhadap Factor Internal
Perusahaan Dengan Motivasi Kerja Karyawan P.T. Columbia Cabang Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Cohen, M.R., 1999, Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., Medication Error,
American Pharmaceutical Association, Washington, DC. De Vries, T.P.G.M., Henning, R.H., Hogerzeil, and H.V., Fresle, D.A., 1994, Guide
to Good Prescribing, WHO, Geneva.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Hartini, Y.S., dan Sulasmono, 2006, Apotek: Ulasan Beserta Naskah Peraturan
Perundang-undangan Terkait Apotek, , Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Joenoes, N.Z., 2001, Ars Prescribendi Resep yang Rasional, Edisi 2, Airlangga
University Press, Surabaya Lyons, R., Payne, C., Mc Cabe, and M., Fielder, C., 1998, Legibility of
doctors’handwriting: quantitative comparative study, BMJ, 317; 863-864 Nawawi, H., 2005, Metode Penelitian Bidang Sosial, Cetakan ke-11, 144, 149-151,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Notoadmodjo, S., 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, P.T. Rineka Cipta,
Jakarta. Pramudiarja, AN.U., 2006, Potensi Medication Error dalam Resep Pediatri di 10
Apotek di Kota Yogyakarta Periode Januari – Maret 2006 dan Persepsi Pembaca Resep yang Menanganinya (Tinjauan Aspek Kelengkapan dan Keterbacaan Resep), Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Pratiknya, A. W., 2001, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan, Cetakan 5, 89-107, PT Raja Grafindo Perkasa, Jakarta Rahmawati, F., dan Oetari R. A., 2002, Kajian Penulisan Resep: Tinjauan ASPEC
Legalitas dan Kelengkapan Resep di Apotek-Apotek Kotamadya Yogyakarta, Majalah Farmasi Indonesia, 13 (2),
Rantucci, M. J., 1999, Pharmacist Talking With Patients a Guide to Patient
Counseling, 30, Williams & Wilkins, Baltimore Rees, J.A., 2004, The Prescription, in Winfield, A.J., Richards, R.M.E.,
Pharmaceutical Practice, Third Edition, 164-165, 169, 171, Churchill Livingstone, London
Santrock, J.W., 1995, Life-Span Development, jilid I, Edisi Kelima, Penerbit
Erlangga, Jakarta Santrock, J.W., 1995, Life-Span Development, jilid II, Edisi Kelima, Penerbit
Erlangga, Jakarta Sevilla, C. G., Ochave, J. A., Punsalo, T. E., Regala B. P., and Uriarte, G. G., 1993,
Pengantar Metode Penelitian, diterjemahkan oleh Tuwu, A., Edisi I, UI Press, Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Scott, S.A., 2000, The Prescription, in Remington: The Science and Practice of
Pharmacy, 20th ed, 1691,1693, Williams & Wilkins, USA Sugiyono, 2003, Statistika untuk Penelitian, Cetakan Kelima, Penerbit Alfabeta,
Bandung Simbolon, R.T., 2005, Persepsi Pembaca Resep Mengenai Resep yang Berpotensi
Menyebabkan Medication Error di Apotek di Kota Yogyakarta Periode Januari-Februari 2005, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Triuntari, K. R., 2007, Persepsi Dokter, Apoteker, Asisten Apoteker, dan Pasien
Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan Pembacaan Tulisan Dalam Resep (Legibility) di Empat Rumah Sakit Umum di Kota Yogyakarta Periode Maret-April 2007, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Walgito, B., 1994, Pengantar Psikologi Umum, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta Wardoyo, Y. S., 2002, Hubungan Antara Pria Terhadap Fisik Wanita Dengan Intensi
melakukan Pelecehan Seksual, Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Widayati, A., dan Hartayu, T.S., 2006, Kajian Kelengkapan Resep dan Kombinasi
Obat Untuk Pediatri Yang Berpotensi Menimbulkan Medication Error Di 10 Apotek Kota Yogyakarta Dan 2 Rumah Sakit Di Yogyakarta, Laporan Penelitian, LPPM USD – Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Lampiran 1. Surat ijin responden Dokter. Kepada Yth. Responden (Dokter) di tempat Dengan hormat, Sehubungan dengan penelitian Saya untuk tugas akhir (skripsi) di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang berjudul “PERSEPSI DOKTER,
APOTEKER DAN PASIEN MENGENAI KELENGKAPAN RESEP DAN
KEMUDAHAN PEMBACAAN TULISAN DALAM RESEP (LEGIBILITY)“
maka Saya mohon bantuan Bapak/Ibu untuk berkenan membantu Saya dalam
pengisian kuesioner. Bersama ini saya lampirkan pula: Ijin penelitian
Jawaban Bapak/Ibu akan sangat membantu Saya dalam mengumpulkan data
penelitian ini. Semua jawaban Bapak/Ibu semata - mata demi kepentingan penelitian
dan akan dirahasiakan.
Demikian permohonan saya, besar harapan saya Bapak / Ibu mendukung penelitian
saya ini, sehingga hasilnya nanti dapat bermanfaat bagi peningkatan pelayanan
kesehatan khususnya kefarmasian.
Yogyakarta, Januari 2007
Peneliti,
Irwan Febriantoro
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Lampiran 2. Surat ijin responden Apoteker Pengelola Apotek (APA) Kepada Yth. Responden (Apoteker Pengelola Apotek (APA)) Di Kotamadya Yogyakarta Dengan hormat, Sehubungan dengan penelitian Saya untuk tugas akhir (skripsi) di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang berjudul “PERSEPSI DOKTER,
APOTEKER DAN PASIEN MENGENAI KELENGKAPAN RESEP DAN
KEMUDAHAN PEMBACAAN TULISAN DALAM RESEP (LEGIBILITY)“
maka Saya mohon bantuan Bapak/Ibu untuk berkenan membantu Saya dalam
pengisian kuesioner. Bersama ini saya lampirkan pula: Ijin penelitian
Jawaban Bapak/Ibu akan sangat membantu Saya dalam mengumpulkan data
penelitian ini. Semua jawaban Bapak/Ibu semata - mata demi kepentingan penelitian
dan akan dirahasiakan.
Demikian permohonan saya, besar harapan saya Bapak / Ibu mendukung penelitian
saya ini, sehingga hasilnya nanti dapat bermanfaat bagi peningkatan pelayanan
kesehatan khususnya kefarmasian.
Yogyakarta, Januari 2007
Peneliti,
Irwan Febriantoro
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Lampiran 3. Surat ijin responden pasien. Kepada Yth. Responden (pasien) di tempat Dengan hormat, Sehubungan dengan penelitian Saya untuk tugas akhir (skripsi) di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang berjudul “PERSEPSI DOKTER,
APOTEKER DAN PASIEN MENGENAI KELENGKAPAN RESEP DAN
KEMUDAHAN PEMBACAAN TULISAN DALAM RESEP (LEGIBILITY)“
maka Saya mohon bantuan Bapak/Ibu untuk berkenan membantu Saya dalam
pengisian kuesioner. Bersama ini saya lampirkan pula: Ijin penelitian
Jawaban Bapak/Ibu akan sangat membantu Saya dalam mengumpulkan data
penelitian ini. Semua jawaban Bapak/Ibu semata - mata demi kepentingan penelitian
dan akan dirahasiakan.
Demikian permohonan saya, besar harapan saya Bapak / Ibu mendukung penelitian
saya ini, sehingga hasilnya nanti dapat bermanfaat bagi peningkatan pelayanan
kesehatan khususnya kefarmasian.
Yogyakarta, Januari 2007
Peneliti,
Irwan Febriantoro
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Lampiran 4. Surat ijin BAPEDA Propinsi Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Lampiran 5. Surat ijin Dinas Perijinan Pemerintah Kota Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Lampiran 6. Lembar kuesioner Dokter
Kuesioner Persepsi Dokter Mengenai Aspek Kelengkapan Resep dan Keterbacaan Resep
No Pertanyaan Jawaban 1 Nama (dapat tidak diisi) : 2 Umur (th) : 3 Jenis kelamin : 4 spesialisasi : Umum / spesialis.................... 5 Tahun lulus Fakultas Kedokteran : 6 Lamanya praktek (tahun) : 7 Praktek di berapa tempat : 8 Rata – rata pasien /hari /tempat
praktek :
No Pernyataan SS S N TS STS
1 Resep harus memuat identitas dokter
2 Resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan
3 Resep harus memuat identitas pasien
4 Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obat
5 Resep harus mencantumkan aturan pakai
6 Resep tidak perlu mencantumkan kekuatan obat (Contoh: 10 mg, 20 mg, dll)
7 Resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien
8 Resep tidak perlu mencantumkan nama dan alamat pasien
9 Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
10 Tulisan dalam resep harus ditulis dengan jelas
11 Tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas
12 Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas
13 Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter
14 Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas maka apoteker harus menghubungi dokter
15
Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca dengan jelas maka apoteker harus meminta pasien kembali ke dokter
Mohon mengisi jawaban di bawah ini, untuk menyampaikan komentar/pendapat tentang: 1. Aspek kelengkapan resep pada dasarnya meliputi: identitas dokter, tanggal
penulisan resep, nama obat, jumlah obat, kekuatan obat, aturan pakai/cara pakai, nama pasien, umur, alamat, berat badan. Manakah yang dokter anggap tidak penting? Mengapa?
2. Apa pendapat / komentar dokter mengenai tulisan dokter dalam resep yang
tidak jelas? 3. Faktor – faktor apa yang mempengaruhi ketidaklengkapan penulisan resep? 4. Faktor – faktor apa yang mempengaruhi ketidakjelasan penulisan resep?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Lampiran 7. Lembar kuesioner Apoteker.
Kuesioner Persepsi Apoteker Mengenai Aspek Kelengkapan Resep dan Keterbacaan Resep
No Pertanyaan Jawaban 1 Nama (dapat tidak diisi) : 2 Umur (th) : 3 Jenis kelamin : 4 Tahun lulus Apoteker : 5 Pendidikan terakhir : 6 Lamanya menjadi APA : 7 Rata – rata lembar resep / hari :
No Pernyataan SS S N TS STS
1 Resep harus memuat identitas dokter
2 Resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan
3 Resep harus memuat identitas pasien
4 Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obat
5 Resep harus mencantumkan aturan pakai
6 Resep tidak perlu mencantumkan kekuatan obat (Contoh: 10 mg, 20 mg, dll)
7 Resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien
8 Resep tidak perlu mencantumkan nama dan alamat pasien
9 Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter
10 Tulisan dalam resep harus ditulis dengan jelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
11 Tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas
12 Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas
13 Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter
14 Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas maka apoteker harus menghubungi dokter
15
Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca dengan jelas maka apoteker harus meminta pasien kembali ke dokter
Mohon mengisi jawaban di bawah ini, untuk menyampaikan komentar/pendapat tentang: 1. Aspek kelengkapan resep pada dasarnya meliputi: identitas dokter, tanggal
penulisan resep, nama obat, jumlah obat, kekuatan obat, aturan pakai/cara pakai, nama pasien, umur, alamat, berat badan. Manakah yang Bapak / Ibu Apoteker anggap tidak penting? Mengapa?
2. Jika terdapat resep yang tidak lengkap, tindakan apakah yang Bapak / Ibu
Apoteker lakukan? 3. Dalam 1 bulan terakhir ini, berapa persenkah resep yang tulisannya tidak
jelas / tidak terbaca ? 4. Jika terdapat resep yang tulisannya tidak jelas / tidak terbaca, tindakan apa
yang Bapak/Ibu Apoteker lakukan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Lampiran 8. Lembar kuesioner pasien.
Kuesioner Persepsi Pasien Mengenai Aspek Kelengkapan Resep dan Keterbacaan Resep
No Pertanyaan Jawaban 1 Nama (dapat tidak diisi) : 2 Umur (th) : 3 Jenis kelamin : 4 Pendidikan terakhir :
No Pernyataan SS S N TS STS
1 Tulisan dokter dalam resep yang saya peroleh, tidak jelas dan tidak terbaca
2 Resep harus memuat identitas dokter
3 Resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan
4 Resep harus memuat identitas pasien
5 Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obatnya, cukup nama obatnya saja
6 Resep harus mencantumkan aturan pakai obat
7 Resep harus mencantumkan nama pasien
8 Resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien
9 Resep tidak perlu mencantumkan alamat pasien
10 Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter
11 Tulisan dalam resep harus ditulis dengan jelas agar tidak terjadi kesalahan dalam pelayanan resep di apotek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
12 Tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas agar tidak sembarang orang bisa membacanya
13 Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas
14 Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter dan agar tidak mudah ditiru
15
Apoteker di apotek harus dapat membaca tulisan dokter dalam resep walaupun secara umum tulisan tersebut sangat sulit dibaca
16
Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas oleh apoteker di beberapa apotek maka pasien harus kembali ke dokter
Mohon diisi dengan jawaban yang singat dan jelas, terimakasih.
Jika resep yang anda peroleh tidak dapat dilayani apotek karena resep tidak lengkap atau tulisan dokter tidak terbaca / tidak jelas, tindakan apa yang anda lakukan ?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Lampiran 9. Hasil kuesioner Dokter.
Kuesioner Persepsi Dokter Mengenai Aspek Kelengkapan Resep dan Keterbacaan Resep
No Pernyataan SS S N TS STS
1 Resep harus memuat identitas dokter
n=16 17.02 %
n=78 82.98 % - - -
2 Resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan - - - n=42
44.68 % n=52
55.32 %
3 Resep harus memuat identitas pasien
n=70 74.47 %
n=24 25.53 % - - -
4 Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obat - - - n=22
23.40 % n=72
76.60 %
5 Resep harus mencantumkan aturan pakai
n=74 78.72 %
n=18 19.15 % - - n=2
2.13 %
6 Resep tidak perlu mencantumkan kekuatan obat (Contoh: 10 mg, 20 mg, dll)
- - n=8 8.51 %
n=42 44.68 %
n=44 46.81 %
7 Resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien
n=20 21.28 %
n=48 51.06 %
n=18 19.15 %
n=6 6.38 %
n=2 2.13 %
8 Resep tidak perlu mencantumkan nama dan alamat pasien
n=4 4.26 %
n=6 6.38 %
n=6 6.38 %
n=44 46.81 %
n=34 36.17 %
9 Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter
n=40 42.55 %
n=28 29.79 %
n=16 17.02 %
n=10 10.64 % -
10 Tulisan dalam resep harus ditulis dengan jelas
n=56 59.57 %
n=30 31.91 %
n=6 6.38 %
n=2 2.13 % -
11 Tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas - n=4
4.26 % n=4
4.26 % n=24
25.53 % n=62
65.96 %
12 Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas
n=58 61.70 %
n=30 31.91 %
n=2 2.13 %
n=4 4.26 % -
13 Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter
- n=2 2.13 %
n=8 8.51 %
n=28 29.79 %
n=56 59.57 %
14 Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas maka apoteker harus menghubungi dokter
n=70 74.47 %
n=22 23.40 % - - n=2
2.13 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
15
Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca dengan jelas maka apoteker harus meminta pasien kembali ke dokter
n=4 4.26 %
n=6 6.38 %
n=12 12.77 %
n=40 42.55 %
n=32 34.04 %
1. Aspek kelengkapan resep pada dasarnya meliputi: identitas dokter, tanggal
penulisan resep, nama obat, jumlah obat, kekuatan obat, aturan pakai/cara pakai, nama pasien, umur, alamat, berat badan. Manakah yang dokter anggap tidak penting? Mengapa? − Berat badan, alasan :
− Tanpa alasan (6 orang ~ 5.77 %) − Dokter mengacu pada dosis dewasa & anak pada kemasan obat (6
orang ~ 5.77 %) − Karena hanya dipakai untuk pasien anak (4 orang ~ 3.85 %) − Sudah tercantum di medical record (6 orang ~ 5.77 %) − Tidak ada aturan yang mewajibkan (2 orang ~ 1.92 %)
− Semua penting, alasan : − Tanpa alasan (36 orang ~ 34.62 %) − Sangat berhubungan satu sama lain dalam menunjang proses
terapi (8 orang ~ 7.69 %) − Kekuatan obat, alasan :
− Tanpa alasan (8 orang ~ 7.69 %) − Disesuaikan dengan terapi pasien (2 orang ~ 1.92 %) − Jika tidak disebut berarti obat yang dimaksud adalah obat dengan
mg terkecil, atau obat yang hanya ada 1 macam saja. (2 orang ~ 1.92 %)
− Tidak hafal (2 orang ~ 1.92 %) − Alamat, alasan :
− Apoteker yang menanyakan, bukan dokter (8 orang ~ 7.69 %) − Sudah tercantum di medical record (4 orang ~ 3.85 %) − Tidak ada aturan yang mewajibkan (2 orang ~ 1.92 %) − Tidak penting (4 orang ~ 3.85 %)
− Tidak menjawab (4 orang ~ 3.85 %)
2. Apa pendapat dokter mengenai adanya tulisan dalam resep yang tidak jelas atau tidak terbaca ? − Menyulitkan Apoteker dalam memberikan obat (10 orang ~ 9.43 %) − Dapat merugikan pasien (38 orang ~ 35.85 %) − Menyalahi kode etik Farmasi (2 orang ~ 1.89 %) − Pasien bisa mendapatkan obat yang berbeda dari resep (12 orang ~11.32
%) − Berhubungan dengan individu Dokter yang bersangkutan (8 orang ~ 7.55
%)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
− Jenis tulisan Dokter (10 orang ~ 9.43 %) − Nama obat tidak familiar bagi orang awam (2 orang ~ 1.89 %) − Dikarenakan pasien terlalu banyak (6 orang ~ 5.66 %) − Tidak adanya standar penulisan resep yang baku (2 orang ~ 1.89 %) − Untuk merahasiakannya dari pasien (2 orang ~ 1.89 %) − Resep harus bisa dibaca (14 orang ~ 13.21%)
3. Faktor – faktor apa yang mempengaruhi ketidaklengkapan penulisan resep?
− Pasien terlalu banyak (34 orang ~ 21.12 %) − Tergesa-gesa (28 orang ~ 17.39 %) − Faktor ketelitian dokter (26 orang ~ 16.15 %) − Kurangnya informasi yang dimiliki Dokter (22 orang ~ 13.66 %) − Tidak menjawab (18 orang ~ 11.18 %) − Kebiasaan Dokter (10 orang ~ 6.21 %) − Dianggap tidak perlu (10 orang ~ 6.21 %) − Menganggap Apoteker sudah paham (4 orang ~ 2.48 %) − Malas menulis (4 orang ~ 2.48 %) − Tidak adanya standar penulisan resep yang baku (2 orang ~ 1.24 %) − Capek/ mengantuk (2 orang ~ 1.24 %) − Mencari sensasi (1 orang ~ 0.62 %)
4. Faktor – faktor apa yang mempengaruhi ketidakjelasan penulisan resep?
− Pasien terlalu banyak (38 orang ~ 22.35 %) − Tulisan Dokter tidak jelas,atau pembawaan Dokter (52 orang ~ 30.59 %) − Supaya tidak dibaca pasien (16 orang ~ 9.41 %) − Dokter egois karena bekerjasama dengan Apotek tertentu (2 orang ~ 1.18
%) − Siasat Dokter agar pasien kembali lagi (4 orang ~ 2.35 %) − Dokter tidak menyadari resiko dari tindakannya (2 orang ~ 1.18 %) − Merasa sudah jelas (4 orang ~ 2.35 %) − Yang membaca tidak mengerti (2 orang ~ 1.18 %) − Tergesa-gesa (24 orang ~ 14.12 %) − Capek/ mengantuk (4 orang ~ 2.35 %) − Aturan/ kode etik (2 orang ~ 1.18 %) − Dokter kurang teliti (4 orang ~ 2.35 %) − Tidak menjawab (16 orang ~ 9.41 %)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Lampiran 10. Hasil kuesioner Apoteker. Kuesioner Persepsi Apoteker Mengenai Aspek Kelengkapan Resep
dan Keterbacaan Resep
No Pernyataan SS S N TS STS
1 Resep harus memuat identitas dokter
n=74 91.36 %
n=6 7.41 %
n=1 1.23 % - -
2 Resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan - n=2
2.47 % n=1
1.23 % n=27
33.33 % n=51
62.96 %
3 Resep harus memuat identitas pasien
n=61 75.31 %
n=18 22.22 %
n=2 2.47 % - -
4 Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obat
n=1 1.23 % - n=3
3.70 % n=12
14.81 % n=65
80.25 %
5 Resep harus mencantumkan aturan pakai
n=71 87.65 %
n=10 12.35 % - - -
6 Resep tidak perlu mencantumkan kekuatan obat (Contoh: 10 mg, 20 mg, dll)
n=2 2.47 %
n=2 2.47 %
n=2 2.47 %
n=26 32.10 %
n=49 60.49 %
7 Resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien
n=24 29.63 %
n=46 56.79 %
n=11 13.57 % - -
8 Resep tidak perlu mencantumkan nama dan alamat pasien
n=1 1.23 %
n=1 1.23 %
n=2 2.47 %
n=39 48.15 %
n=38 46.91 %
9 Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter
n=38 46.91 %
n=29 35.80 %
n=14 17.28 % - -
10 Tulisan dalam resep harus ditulis dengan jelas
n=61 75.31 %
n=19 23.46 %
n=1 1.23 % - -
11 Tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas - - n=2
2.47 % n=19
23.46 % n=60
74.07 %
12 Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas
n=57 70.37 %
n=23 28.40 %
n=1 1.23 % - -
13 Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter
- n=1 1.23 %
n=5 6.17 %
n=23 28.40 %
n=52 64.20 %
14 Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas maka apoteker harus menghubungi dokter
n=38 46.91%
n=38 46.91%
n=5 6.17 % - -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
15
Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca dengan jelas maka apoteker harus meminta pasien kembali ke dokter
- n=6 7.41%
n=23 28.40 %
n=30 37.04 %
n=22 27.16 %
1. Aspek kelengkapan resep pada dasarnya meliputi: identitas dokter, tanggal
penulisan resep, nama obat, jumlah obat, kekuatan obat, aturan pakai/cara pakai, nama pasien, umur, alamat, berat badan. Manakah yang Bapak / Ibu Apoteker anggap tidak penting? Mengapa? − Semua penting, alasan :
− Menghindari kekeliruan sehingga dapat tercipta pengobatan yang rasional (28 orang ~ 29.28 %)
− Untuk memberikan penjelasan kepada pasien secara lengkap (3 orang ~ 3.03 %)
− Merupakan syarat kelengkapan suatu resep (1 orang ~ 1.01 %) − Memudahkan pelayanan (1 orang ~ 1.01 %) − Berhubungan satu sama lain (2 orang ~ 2.02 %) − Tidak menjawab (15 orang ~ 15.15 %)
− Umur pasien, karena dapat ditanyakan langsung ke pasien (4 orang ~ 4.04 %)
− Kekuatan obat, alasan : − Untuk obat dengan dosis terkecil tidak perlu ditulis (2 orang ~
2.02 %) − Sudah tahu (1 orang ~ 1.01 %) − Tidak menjawab (1 orang ~ 1.01 %)
− Alamat pasien, alasan : − Dapat ditanyakan langsung pada pasien (14 orang ~ 14.14 % ) − Sebagai alat komunikasi dengan pasien (1 orang ~ 1.01 %) − Obat golongan Narkotika harus ditulis (1 orang ~ 1.01 %)
− Berat badan, alasan : − Untuk pasien dewasa, bukan hal yan penting (13 orang ~ 13.13 %) − Dokter sudah mengetahuinya (1 orang ~ 1.01 %) − Dapat ditanyakan langsung pada pasien (5 orang ~ 5.05 %)
− Tanggal penulisan resep, karena dapat ditanyakan langsung pada pasien (2 orang ~ 2.02 %)
− Tidak menjawab (4 orang ~ 4.04 %) 2. Jika terdapat resep yang tidak lengkap, tindakan apakah yang Bapak / Ibu
Apoteker lakukan? − Jika obat golongan Psikotropik/ Narkotik, resep dikembalikan ke pasien
(5 orang ~ 4.13 %) − Melihat terlebih dahulu bagian yang tidak lengkap jika data pasien kurang
lengkap maka ditanyakan pada pasien, kalau obat ditanyakan pada dokter (26 orang ~ 21.49 %)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
− Bertanya kepada pasien mengenai kondisinya (melihat hubungan penyakit dengan obatnya) (23 orang ~ 19.01 %)
− Melihat referensi (ex: buku MIMS, DOEN, atau IONI). (4 orang ~ 3.31 %)
− Menolak resep jika tidak tercantum SIP (1 orang ~ 0.83 %) − Dilengkapi sendiri (2 orang ~ 1.65 %) − Menyuruh pasien kembali ke dokter (2 orang ~ 1.65 %) − Menganalisa resep terlebih dahulu, jika memungkinkan akan tetap
dilayani, dan jika tidak maka (mencurigakan) akan ditolak (6 orang ~ 4.96 %)
− Tidak menjawab (2 orang ~ 1.65 %) 3. Dalam 1 bulan terakhir ini, berapa persenkah resep yang tulisannya tidak
jelas / tidak terbaca ?(hasil dibawah ini adalah jumlah rata-rata resep tiap hari dikali 30 hari dan dikalikan nilai % resep yang tidak terbaca)
− terbaca semua = 16 apoteker − 1 resep = 2 apoteker − 2 resep = 3 apoteker − 3 resep = 5 apoteker − 4 resep = 1 apoteker − 5 resep = 2 apoteker − 6 resep = 2 apoteker − 8 resep = 2 apoteker − 9 resep = 5 apoteker
− 12 resep = 1 apoteker − 15 resep = 3 apoteker − 24 resep = 2 apoteker − 30 resep = 8 apoteker − 38 resep = 1 apoteker − 45 resep = 1 apoteker − 60 resep = 2 apoteker − 67 resep = 1 apoteker − 75 resep = 4 apoteker
4. Jika terdapat resep yang tulisannya tidak jelas / tidak terbaca, tindakan apa
yang Bapak/Ibu Apoteker lakukan? − Meminta bantuan teman sejawat (ex : Apoteker, dll) (8 orang ~ 5.80 %) − Melihat referensi (ex: buku MIMS, DOEN, atau IONI) (22 orang ~ 15.94
%) − Bertanya kepada pasien mengenai kondisinya (melihat hubungan penyakit
dengan obatnya) (21 orang ~ 15.22 %) − Menghubungi dokter (71 orang ~ 51.45 %) − Menyuruh pasien kembali ke dokter, jika dokter tidak dapat dihubungi (9
orang ~ 6.52 %) − Menolak resep (2 orang ~ 1.45 %) − Membuat copy resep (1 orang ~ 0.72 %) − Tidak menjawab (4 orang ~ 2.90 %)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Lampiran 11. Hasil kuesioner pasien. Kuesioner Persepsi Pasien Mengenai Aspek Kelengkapan Resep dan
Keterbacaan Resep
No Pernyataan SS S N TS STS
1 Tulisan dokter dalam resep yang saya peroleh, tidak jelas dan tidak terbaca
n=31 31 %
n=27 27 %
n=10 10 %
n=24 24 %
n=8 8 %
2 Resep harus memuat identitas dokter n=50 50 %
n=46 46 %
n=4 4 % - -
3 Resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan
n=3 3 %
n=8 8 %
n=2 2 %
n=62 62 %
n=25 25 %
4 Resep harus memuat identitas pasien n=35 35 %
n=50 50 %
n=11 11 %
n=4 4 % -
5 Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obatnya, cukup nama obatnya saja
n=2 2 %
n=14 14 %
n=5 5 %
n=54 54 %
n=25 25 %
6 Resep harus mencantumkan aturan pakai obat
n=58 58 %
n=33 33 %
n=5 5 %
n=3 3 %
n=1 1 %
7 Resep harus mencantumkan nama pasien
n=51 51 %
n=44 44 %
n=3 3 %
n=2 2 % -
8 Resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien
n=17 17 %
n=41 41 %
n=24 24 %
n=12 12 %
n=6 6 %
9 Resep tidak perlu mencantumkan alamat pasien
n=3 3 %
n=15 15 %
n=19 19 %
n=51 51 %
n=12 12 %
10 Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter
n=37 37 %
n=52 52 %
n=6 6%
n=2 2 %
n=3 3 %
11 Tulisan dalam resep harus ditulis dengan jelas agar tidak terjadi kesalahan dalam pelayanan resep di apotek
n=53 53 %
n=33 33 %
n=9 9 %
n=4 4 %
n=1 1 %
12 Tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas agar tidak sembarang orang bisa membacanya
n=3 3 %
n=21 21 %
n=15 15 %
n=47 47 %
n=14 14 %
13 Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas
n=30 30 %
n=39 39 %
n=20 20 %
n=10 10 %
n=1 1 %
14 Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter dan agar tidak mudah ditiru
n=7 7 %
n=22 22 %
n=22 22 %
n=28 28 %
n=21 21 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
15
Apoteker di apotek harus dapat membaca tulisan dokter dalam resep walaupun secara umum tulisan tersebut sangat sulit dibaca
n=39 39 %
n=51 51 %
n=5 5 %
n=4 4 %
n=1 1 %
16
Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca jelas oleh apoteker di beberapa apotek maka pasien harus kembali ke dokter
n=38 38 %
n=28 28 %
n=4 4 %
n=20 20 %
n=10 10 %
Jika resep yang anda peroleh tidak dapat dilayani apotek karena resep tidak lengkap atau tulisan dokter tidak terbaca / tidak jelas, tindakan apa yang anda lakukan ?
- Kembali ke dokter (76 orang ~ 70.37 %) - Menyuruh apoteker untuk menghubungi dokter (30 orang ~ 27.78 %) - Mencari apotek lain (2 orang ~ 1.85 %)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Lampiran 12. Daftar apotek di Kota Yogyakarta. 1. Apotek Bumijo 2. Apotek Enggal Semi 3. Apotek Farmarin 4. Apotek Kranggan 5. Apotek Merapi 6. Apotek Rajawali 7. Apotek SW 8. ApotekTri Tunggal 9. Apotek Wisnu 10. Apotek Artha Farma 11. Apotek K-24 Tegalrejo 12. Apotek Rafazthody 13. Apotek Almas Farma 14. Apotek Christella 15. Apotek Dian Farma 16. Apotek Kartika 17. Apotek Kimia Farma 18. Apotek Maranatha 19. Apotek Mitra 20. Apotek Budi Asih 21. Apotek Afina 22. Apotek Ardi Farma 23. Apotek Arjuna 24. Apotek Demangan 25. Apotek Kucala 26. Apotek Medistra 27. Apotek Melati Farma 28. Apotek Natasha 29. Apotek Poedji Rahajoe 30. Apotek Puji Waras 31. Apotek UGM 32. Apotek Waringin 33. Apotek Aditya Farma 34. Apotek Citra Gading 35. Apotek Dwifa Farma 36. Apotek Indera 37. Apotek Maryati 38. Apotek Medi Farma 39. Apotek Mitra Sehat 40. Apotek Nakula Bhakti 41. Apotek Pelangi 42. Apotek Pratama 43. Apotek Prof. Dr. Hj. Mimiek 44. Apotek Ratna
45. Apotek Sanitas 46. Apotek Satria 47. Apotek Krisna 48. Apotek Bhakti 49. Apotek Harmoni 50. Apotek K-24 Bhayangkara 51. Apotek K-24 Gondomanan 52. Apotek Ngupasan 53. Apotek Panji Farma 54. Apotek Gamelan 55. Apotek Kurnia 56. Apotek Pasena Farma 57. Apotek Perdana 58. Apotek Wipa 59. Apotek Rhodiyah 60. Apotek Sehat 61. Apotek Sentul 62. Apotek Sultan Agung 63. Apotek Tele Farma 64. Apotek Abadi Farma 65. Apotek Aria Farma 66. Apotek Askes 9 67. Apotek Babaran Husada 68. Apotek Bunda 69. Apotek Celeban Farma 70. Apotek Dantisa 71. Apotek Eka Manunggal 72. Apotek Ester 73. Apotek Ivana 74. Apotek K-24 Kusumanegara 75. Apotek Kenari 76. Apotek Kusuma Nata 77. Apotek Shinta 78. Apotek Timoho 79. Apotek UAD 80. Apotek Umbulharjo 81. Apotek Madukoro 82. Apotek Ampuh 83. Apotek KD Farma 84. Apotek Rahmayani 85. Apotek Raphi Farma 86. Apotek Rhodiyah 87. Apotek Bayeman 88. Apotek Citra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
89. Apotek Fajar 90. Apotek Kasih Farma 91. Apotek Mataram Farma 92. Apotek Permata Bunda 93. Apotek Ramadhan 94. Apotek Saerah 95. Apotek Jadi Waras 96. Apotek Kimia Farma 20 97. Apotek Kimia Farma 21 98. Apotek Yogya Farma 99. Apotek Dharma Husada 100. Apotek Guardian Hero 101. Apotek Harapan 102. Apotek Hayam Wuruk 103. Apotek Melia 104. Apotek Mulya Farma 105. Apotek Panca Dewi 106. Apotek Prasojo 107. Apotek Indragiri 108. Apotek Kimia Farma 207 109. Apotek Panti Afiat 110. Apotek Pendowo 111. Apotek Sutji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama lengkap Irwan Febriantoro.
Putra ke dua pasangan Sudradjad dan Iswanti ini,
dilahirkan pada tanggal 27 Februari 1985. Selama
hidupnya, penulis menempuh pendidikan di TK
Tarakanita, SD Tarakanita, SMP Stella Duce
(1997-2000), dan SMU Kolese John De Britto
(2000-2003). Penulis menyelesaikan pendidikan
sarjana S-1 di Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma (2003-2008).
Selama menempuh kuliah, penulis juga aktif sebagai asisten praktikum
Biofarmasetika tahun 2006, dan Analisis Sediaan Obat Tradisional tahun 2007.
Kepanitiaan yang diikuti oleh penulis antara lain TITRASI 2004 dan 2005 sebagai
Seksi Perlengkapan dan Band, Ketua I Pharmacy Event Cup 2004, Wakil Gubernur
BEM Fakultas Farmasi Univ. Sanata Dharma periode 2004-2005, panitia pelepasan
wisuda tahun 2004 Seksi Perlengkapan, panitia Pengambilan Sumpah Apoteker 2005
Seksi Perlengkapan, delegasi pra MUNAS ISMAFARSI di Bogor tahun 2005, Ketua
Umum Pekan Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia 2005, mengikuti magang di R.S.
Bethesda tahun 2007 selama 3 bulan , dan Event Organizer Workshop Student
Centered Learning 2007.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Top Related