PENDIDIKAN ANTIKORUPSI BERBASIS AL-QUR’AN (Pembinaan M2IQ)
Oleh : Wahyu Saripudin
A. Pendahuluan
Di Indonesia, persoalan korupsi nyaris telah menjadi
hal yang lumrah, bahkan ada yang mengatakan telah
membudaya. Korupsi sudah menjadi cara atau jalan hidup
bagi sebagian besar lapisan masyarakat Indonesia,
terjadi dari pemerintahan pusat sampai ketingkat
terendah semisal Rukun Tetangga (RT). Korupsi di
Indonesia telah menjadi persoalan struktural, kultural
dan personal (Hasyim Muzadi 2010: xli). Hasil riset
yang dilakukan oleh berbagai lembaga, juga menunjukan
bahwa tingkat korupsi di Indonesia yang mayoritas
penduduknya beragama Islam termasuk yang paling tinggi
di dunia.
Kasus-kasus tersebut menjadi tamparan yang keras
bagi bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Negara dengan 89% penduduknya muslim adalah negara yang
paling korup di Asia dan juara ketiga korupsi di dunia
(Amirullah 2013: 140). Tidak kah Islam mengatur umatnya
supaya tidak berbuat korupsi? Bagaimana konsepsi Islam
upaya membangun bangsa yang tidak korup? Pertanyaan ini
menjadi refleksi bagi kita, bahkan menimbulkan
1
pertanyaan lanjutan, apa dan siapa yang salah?
Islamnya, muslimnya, atau Indonesianya?
Menurut Selo Sumarjan (1998: xiv) korupsi adalah
penyakit ganas yang menggrogoti kesehatan masyarakat
seperti penyakit kanker yang setapak demi setapak
menghabisi daya hidup manusia. Para ahli kesehatan dan
kedokteran di dunia pun tak ada hentinya mencari obat
dan cara melawan kanker, pun demikian dengan korupsi
harus terus dicarikan obat dan cara melawannya. KPK
hari ini sedang gencar-gencarnya memberantas para
koruptor, itu merupakan salah satu cara untuk melawan
penyakit korupsi, namun tidak cukup hanya dengan satu
pendekatan itu saja. Jika diibaratkan yang sedang
dilakukan hari ini hanya memberantas dipermukaannya
saja, terdapat banyak bibit-bibit koruptor yang akan
bermunculan jika akarnya tidak kita benahi. Maka
dibutuhkan penyelesaian serta penyembuhan sampai
keakar-akarnya. Intinya dibutuhkan usaha preventif
untuk generasi mendatang supaya terjauh dari korupsi.
Satu-satunya cara yaitu dengan pendidikan.
Pendidikan merupakan investasi bangsa, pendidikan
merupakan cerminan sebuah bangsa. Maju mundurnya bangsa
tergantung pendidikannya. Pengamat pendidikan
berpendapat bahwa merajalelanya praktek korupsi di
Indonesia sebagai bukti dari kegagaglan pendidikan
2
kita, terutama pendidikan Islam (Amirullah 2013: 140).
Pendidikan harus menjadi solusi alternatif untuk
membangun bangsa yang jujur terjauh dari korupsi.
Sehingga muncullah gagasan tentang pendidikan
antikorupsi. Kita meyakini bahwa melalui pendidikan lah
dapat terbentuk dan terbangun bangasa yang
berperadaban.
Berdasarkan uraian di atas, maka tulisan ini akan
menjelaskan tentang bagaimana pendidikan anti korupsi
berbasis al-Qur’an, mulai dari persoalan mencari apa
pengertian korupsi dalam al-Qur’an sampai pada konsepsi
al-Qur’an tentang pendidikan antikorupsi serta starak
(startegi dan taktik) dalam menjalankan pendidikan
antikorupsi. Semoga tulisan ini dapat menjadi refleksi
bagi kita semua untuk senantiasa menjaga diri dari
perbuatan korupsi serta dapat memberikan kontribusi
dalam pendidikan antikorupsi yang dewasa ini sedang
digalakan.
B. Korupsi: Definisi serta Terminologinya dalam Al-
Qur’an
Korupsi, istilah ini telah menjadi bahasa populer
disemua kalangan masyarakat. Merupakan suatu
keniscayaan tatkala kita akan membicarakan suatu hal/
pengetahuan tertentu maka kita harus mengetahui
terlebih dahulu konsep dasar/ hakikat dari apa yang
akan kita bicarakan. Termasuk dalam tulisan ini akan
3
berbicara tentang pendidikan antikorupsi berbasis al-
Qur’an maka penulis akan memaparkan pengertian tentang
korupsi dari berbagai interpretasi yang ada, sebagai
sebuah landasan ontologis mencari konsep dasar korupsi
secara etimologis dan terminologisnya. Kajian ontologis
ini dianggap penting dalam membedah makna dan asal-usul
dari kata korupsi, sebab pada hakikatnya kajian
ontologis adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana
menemukan hakikat makna dan esensi dari segala sesuatu
(Amsal Bakhtiar, 2010: 17). Dengan demikian nantinya
akan mudah untuk memetakan masalah korupsi secara
sistematis.
Secara etimologis, korupsi berasal dari bahasa
latin yaitu corruptio (Fockema Andrea, 1951) atau
Corruptus (Webster Student Dictionarry, 1960).
Selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula
dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua.
Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa eropa
seperti Inggris Coruption, corrupt; Perancis corruption dan
Belanda corruptie (korruptie). Menurut Amirullah Dari
bahasa Belanda inilah digunakan dalam bahasa Indonesia
“korupsi” (Amirullah 2013: 141). Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, korupsi diartikan : kebusukan,
keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap,
tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata
menghina atau memfitnah, penyelewengan dan penggelapan
4
untuk keuntungan pribadi atau orang lain (Kamus Besar
Bahasa Indonesia1995: 527).
Sedangkan secara terminologis, makna korupsi
dijelaskan oleh para ahli sebagai berikut: Menurut
Kartono (1983) Korupsi adalah tingkah laku individu
yang menggunakan wewenang dan jabatan, guna menngambil
keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan
negara (Agus Wibowo 2013: 19). Sedangkan menurut
Baharuddin Lopa (1997: 1) Korupsi adalah offering and
accepting of bribes (pemberian dan penerimaan hadiah-hadiah
berupa suap). Sayyed Husaen Alatas (2005:108)
sebagaimana dikutif oleh Amirullah (2013: 158)
menegaskan bahwa korupsi adalah pencurian melalui
penipuan dalam situasi yang menghkhianati kepercayaan.
Sedangkan dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi nomor 31 Tahun 1999 pasal 2 ayat 1,
korupsi diartikan dengan tindakan memperkaya diri
sendiri, memperkaya orang lain, dan memperkaya
korporasi dengan cara melawan hukum dan merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara.
Di dalam Islam, Istilah korupsi disebut dengan
ghulul (penggelapan) istilah ini diambil dari (Q.S Ali
Imran ayat 161) yang berarti penggelapan atau berlaku
curang terhadap harta rampasan perang, Risywah
(Penyuapan) istilah ini diambil dari hadits Nabi dalam
(al –syaukani:172) “ س�����ي� ي� والمرت�� yang Ibrahim anis ”لعن� الل�����ه الراش������5
adalah sesuatu yang diberikan dalam rangka membenarkan
yang batil atau menyalahkan yang benar. Selain itu
korupsi disebut juga ghasab (Mengambil paksa hak/ harta
orang lain) istilah ini diambil dari (QS. Al-Nisa: 29
dan al-Baqarah: 188) yang secara terminologi
didefinisikan sebagai upaya untuk menguasai hak orang
lain secara permusuhan/ terang-terngan (al-
Syarbini:275), Khiyanah (Pelanggaran kepercayaan)
istilah ini diambil dari (Q.S. Al-Anfal: 27) yang
berarti mengambil harta secara sembunyi-sembunyi dan
menampakkan perilaku baiknya terhadap pemilik hartanya
(al-Syaukani jlid 7: 304), sariqah (pencurian) yang
berarti mengambil barang/ harta secara sembunyi-
sembunyi dari tempat penyimpanannya yang biasa
digunakan untuk menyimpan barang atau harta kekayaan
tersebut (Nurul irfan 2011: 117), dan hirabah
(perampokan) istilah ini diambil dari (Q.S. al-
Maidah :33) yang menurut al-Syafi’i yaitu penyerangan
dengan membawa senjata kepada satu komunitas orang
sehingga para pelaku merampas harta kekayaan mereka di
tempat terbuka secara terang-terangan (Nurul irfan
2011: 123).
Dari paparan di atas serta berdasar ayat al-Qur’an
dan Hadits di atas, penulis dapat mengambil simpulan
bahwa korupsi memiliki makna yang sangat luas
tergantung dari sudut pandang mana korupsi
6
didefinisikan. Namun, ada titik temu dari semuanya
yaitu korupsi dengan berbagai istilah merupakan
tindakan dzolim mengambil hak orang lain yang
mengakibatkan kerusakan , kehancuran dan kerugian bagi
orang lain (negara/masyarakat).
C. Sebab Akibat korupsi serta Berbagai Pencegahannya
Ada banyak sebab seseorang melakukan korupsi, hanya
jika ditarik simpulan menurut Hakim Muda Harahap (2009:
21) ada dua faktor penyebab seseorang melakukan
korupsi; faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal merupakan timbul dari diri pribadi/
kepribadian dan kondisi fujur manusia. Sedangkan faktor
eksternal berupa kebudayaan, kekuasaan, ekonomi, dan
kelemahan hukum.
Menurut hemat penulis sebab utamanya adalah faktor
internal yaitu kondisi dimana hilangnya keimanan
seseorang. Dari Ibnu Abbas ra. dari Nabi saw. bersabda:
"Tidaklah berzina orangyang berzina ketika ia berzina
dalam keadaan beriman, dan tidaklahmencuri orang yang
mencuri ketika ia mencuri dalam keadaan beriman."(H.R.
Bukhari)”. Mafhum muwafaqoh dari hadits ini “koruptor
tidak akan korupsi dalam keadaan beriman”.
Setelah keimanan lemah didukung pula dengan faktor
eksternal yaitu adanya kesempatan untuk melakukannya.
Korupsi biasanya erat kaitannya dengan jabatan atau
kedudukan seseorang. Dengan jabatan atau kedudukan,
7
seseorang memiliki kekuasaaan dan wewenang di sanalah
kesempatan untuk melakukan muncul. Sesuai dengan yang
disampaikan oleh Lord Acton seorang ahli politik,
“setiap kekuasaan cenderung korup. Kian lama seseorang
berkuasa, korupsinya kian menjadi-jadi” (Amirullah
2013: 142).
Korupsi yang seringkali dilakukan karena sebuah
konspirasi kolektif juga didasari oleh motif memperoleh
harta sebanyak-banyaknya dengan cara mudah (Abdul Munir
Mulkan, 2007: 210). Ibnu Khaldun (1332-1406) juga
menyampaikan “sebab utama korupsi adalah nafsu untuk
hidup mewah dalam kelompok memerintah”.
Sedangkan akibat yang paling nyata dari kejahatan
korupsi adalah prahara dan kesenjangan sosial yang akan
terjadi. paling tidak hal inilah yang dapat kita simak
dari kesan surah al-Fajr (89): 15-20. Jika dipahami
secara kontekstual ayat 15-20 surah al-Fajr ini ingin
menegaskan bahwa prahara sosial yang terjadi pada
masyarakat paling tidak disebabkan oleh empat hal,
yakni; pertama, sikap ahumanis yaitu tidak memuliakan
anak yatim. Kedua, sikap asosial yakni enggan memberi
makan orang miskin dan kaum mustad’afin. Ketiga,
monopolistik yaitu orang yang rakus dalam memanfaatkan
(kekayaan) warisan alam. Keempat, sikap hedonis dengan
terlalu mencintai harta secara berlebihan. Sikap
hedonis ini juga disebut oleh Rasul sebagai penyakit
8
al-Wahn: hubbu al-Dunya wa karahiyatul maut yakni
penyakit terlalu cinta terhadap dunia dan takut akan
kematian. Dilihat dari ke empat sendi ini dapat kita
pastikan bahwa korupsi hadir dalam setiap sendi
tersebut.
Berapa juta rakyat yang kelaparan? berapa ribu
sekolah yang hancur (tidak dibangun /diperbaiki) ?,
berapa juta orang yang menderita sakit tidak bisa
diobati?
Al-Qur’an telah memberikan petunjuk larangan untuk
menghindari praktik korupsi. Secara teoritis al-Qur’an
menyinggung permasalah korupsi dengan larangan
mengambil harta orang lain dengan cara yang bathil
namun menganjurkan untuk melakukan perniagaan dengan
cara yang ma’ruf atas prinsip suka sama suka (QS. An-
Nisa: 4; 29, lihat juga QS. Al-Baqarah: 2; 188) jika
kita kaji sababun nuzulnya ayat ini turun berkenaan
dengan Imriil Qais bin 'Abis dan 'Abdan bin Asyma' al-
Hadlrami yang bertengkar dala soal tanah. Imriil Qais
berusaha untuk mendapatkan tanah itu menjadi miliknya
dengan bersumpah di depan Hakim. Ayat ini sebagai
peringatan kepada orang-orang yang merampas hak orang
dengan jalan bathil. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang
bersumber dari Sa'id bin Jubair). Dari ayat ini jelas
larangannya jangan mengambil hak orang lain dengan
jalan yang batil sekecil apapun.
9
Pada kesempatan lain al-Qur’an menilai sebagai orang
yang celaka, bagi umat Islam yang mengumpulkan harta
dan menghitung-hitungnya tanpa ada kesadaran nurani
(inner conscious) untuk mewujudkan kesejahteraan sosial
(social welfare) (QS. Al-Humazah:104; 1-9).
Selanjutnya al-Qur’an menyuruh untuk memiliki
kepekaan sosial yang tinggi/ kesalehan sosial dengan
tegas mengancam orang yang rajin melaksanakan shalat
(mushalin) sebagai pendusta agama jika tidak
menafkahkan hartanya untuk membantu anak yatim dan
demikian pula bagi orang yang enggan memberikan bantuan
(QS. Al-Ma’un:107; 1-7). Al-Qur’an pun pada penjelasan
yang lain menegaskan bahwa sifat dari kaum Yahudi
adalah melakukan praktek suap-menyuap dan memakan harta
dengan cara yang haram, oleh karena itu al-Qur’an
melarang untuk melakuakan perbuatan seperti itu agar
kita tidak termasuk ke dalam golongan mereka (QS. Al-
Maidah:5; 62).
Demikian penyebab-penyebab yang menjadikan manusia
berkorupsi. Sebagai pencegahannya ada beberapa prinsip
penting yang harus dipegang kuat yaitu 1) pentingnya
penegakan hukum yang adil dan tegas, 2) membangun
kekuatan iman (Quwwatul imaniyah), sehingga tidak tergoda
dengan limpahan harta untuk menkhianati hukum tersebut,
3) menanamkan tanggung jawab atas apa yang diperbuat,
4) Tazkyratun nafs/ Pembersihan diri dengan berani mengakui
10
kesalahan dan menerima hukuman.5) perlunya menyiapkan
generasi berkarakter kuat. Kelima prinsip ini KPK
berusaha menjalankan prinsip nomor satu untuk
menjalankan prinsip nomor dua sampai lima maka
dibutuhkan usaha yang panjang untuk
menginternalisasikan nilai-nilai tersebut yaitu melalui
pendidikan yang hari ini kita kenal dengan pendidikan
anti korupsi.
D. Konsepsi Al-Qur’an : Apa dan bagaimana Pendidikan
Antikorupsi?
Kita meyakini bahwa secara antropologi al-Qur’an
memiliki kekuatan membentuk budaya masyarakat.
Merupakan suatu aksioma bahwa al-Qur’an adalah kitab
suci yang berfungsi sebagai petunjuk bagi seluruh umat
manusia (Q.S. 2: 185). Memposisikan al-Qur’an sebagai
petunjuk konsekuensinya menuntut manusia untuk mampu
mentransformasikan dan mengimplementasikan ajaran al-
Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk
kesempurnaan al-Qur’an menjawab persoalan tentang
korupsi melalui pendidikan anti korupsi.
1. Pengertian dan tujuan Pendidikan Antikorupsi
Korupsi sebagaimana telah diuraikan, merupakan
tindakan yang mendzolimi berbagai pihak dampak dari
perbuatan korupsi menyengsarakan semua orang khususnya
rakyat kecil. Sungguh berbahayanya korupsi, maka tidak
ada pilihan lain kecuali semua pihak harus segera
11
menghentikan tindakan korupsi tersebut. Mata rantai
korupsi harus diputus dari sejak dini melalui
pendidikan. Melalui pendidikanlah korupsi harus
diberangus sampai keakar-akarnya.
Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 dinyatakan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat dan bangsa. Menurut Ki Hajar Dewantara
(1977:14) Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan
budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intellect), dan
jasmani anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Sedangkan menurut Zamroni (2001) pendidikan adalah
suatu proses menanamkan dan mengembangkan pada diri
peserta didik pengetauan tentang hidup, sikap dalam
hidup agar kelak ia dapat membedakan barang yang benar
dan yang salah, yang baik dan yang buruk, sehingga
ditengah-tengah masyarakat akan bermakna dan berfungsi
secara optimal. Sementara itu dari sudut pandang
filsafat socrates mengaskan bahwa pendidikan merupakan
proses pengembanngan manusia ke arah kearifan (wisdom),
pengetahuan (knowledge), dan etika (conduct) (Elmubarak
2007: 3).
12
Sedangkan pendidikan antikorupsi perspektif al-
Qur’an kita bisa kita lihat kontekstual dari bebrapa
ayat yaitu Q.S. An-nisa ayat 58 :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.”
Dari beberapa defenisi di atas dapat penulis tarik
benang merahnya bahwa pendidikan adalah uapaya
menciptakan manusia yang memiliki pengetahuan yang
baik, akhlak yang baik dan bisa menjadi manusia yang
bermanfaat. Konteks dalam ati korupsi bahwa pendidikan
pada dasarnya menjauhkan manusia dari prilaku korup.
Konsep pendidikan sudah sangat ideal, sebenarnya jika
pendidikan berjalan sesuai dengan konsepnya maka tidak
akan tumbuh generasi koruptor.
Beragam usaha dari pemerintah untuk memberantas
korupsi dari akarnya yaitu dengan mengkhususkan
penanaman nilai anti korupsi melalui pendidikan
antikorupsi. Kemendikbud sudah menyusun modul untuk
13
kurikulum antikorupsi dari mulai Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) sampai ke tingkat perguruan tinggi (Agus
Wibowo 2013: 37). Adapun tujuan dari pendidikan
antikorupsi menurut Muhamamad Nuh (2012) yaitu untuk
menciptakan generasi muda yang bermoral baik dan
berprilaku anti koruptif. Pun demikian menurut haryono
Umar tujuan pendidikan antikorupsi tidak lain untuk
membangun karakter teladan agar anak tidak melakukan
korupsi sejak dini (Agus wibowo 2013: 38). Melihat
tujuan dari pendidikan antikorupsi ini, penulis yakin
jika betul dioptimalkan usaha ini maka generasi penerus
akan terjauh dari korupsi.
Al-Qur’an menjadi landasan dalam praktek
pendidikan Islam, menurut Syahdin pendidikan berbasis
Qur’an bertumpu pada 4 prinsip dasar, yaitu: prinsip
kasih sayang, keterbukaan, keseimbangan dan prinsip
integralitas. (Syahdin 2009: 58). Sementara itu, Said
Agil Husni Almunawar menyebutkan bahwa, secara
normatif, tujuan yang ingin dicapai dalam aktualisasi
nilai-nilai al-Qur’an dalam pendidikan meliputi tiga
dimensi atau aspek yang harus dibina dan dikembangkan
melalui pendidikan, yaitu dimensi spiritual, budaya dan
kecerdasan. Ketiganya merupakan asas yang mampu
mengantarkan umat Islam untuk terjauh dari korupsi.
Jadi, pendidikan dan tujuannya dalam perspektif al-
Qur’an adalah proses pengembangan dan pembentukan
14
manusia yang selalu berlandaskan tauhid (kesalehan
secara spiritual) kemudian berefek terhadap kesalehan
secara sosial (tauhid sosial).
2. Optimalisasi Pendidikan Antikorupsi
Sebaik apapun dan seideal apapun konsep pendidikan
antikorupsi tidak akan memberikan dampak yang
signifikan terhadap pemberantasan korupsi ketika yang
menjalankan konsep ini hanya sepihak. Misalnya jika
yang menjalankan pendidikan antikorupsi hanya
dipendidikan formal sedangkan keluarga dan masyarakat
tidak bersama-sama menjalankan pendidikan dan
mengoptimalkan pendidikan antikorupsi ini. Maka usaha
yang dilakukan disekolah hanya akan sia-sia. Dengan
demikian pendidikan antikorupsi harus dioptimalkan
secara terintegrasi disemua jalur pendidikan yakni
pendidikan informal (keluarga), pendidikan formal
(sekolah), dan pendidikan non formal (masyarakat).
Semuanya bertanggung jawab terhadap optimalisasi
pendidikan antikorupsi ini dengan metode dan strategi
yang disesuaikan dengan kebutuhannya.
a. Implementasi Pendidikan Antikorupsi dikeluarga
Jika kita lihat salah satu hadits Nabi “setiap anak
dilahirkan dalam keadaaan fitrah maka kedua
orangtuanyalah yang akan membuatnya Yahudi, Nashrani,
atau Majusi ...” (HR. Bukhori). Maka sebenarnya yang
paling bertanggung jawab terhadap pendidikan itu adalah
15
keluarga (orang tua). Keluarga adalah institusi
pendidikan pertama dan utama bagi anak juga sebagai
fondasi untuk pendidikan selanjutnya (Dindin Jamaludin
2013: 129). Masa depan anak termasuk di akhlaknya,
agamanya bahkan karirnya tidak lepas dari settingan orang
tua.
Pada dasarnya anak adalah karunia dari Allah yang
diamanahkan kepada orang tua (Q.S al-Kahfi: 46). Dengan
landasan ini, orang tua wajib mendidik anak-anaknya
termasuk di dalamnya wajib mendidik kelurganya untuk
menjauhi dari korupsi, sebagaimana dalam al-Qur’an
surat at-Tahrim ayat 6
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Oleh karena itu, mendidik, mengajar, dan mejaga
anak agar tidak terjembap masuk ke dalam neraka adalah
cara fundamental untuk meraih surga. Mafhum
16
mukhalafahnya, jika tidak melakukannya dengan baik,
neraka adalah balasannya.
Apa dan bagaimana keluarga dalam mendidik
antikorupsi kepada anak-anaknya? Materi mendasar yang
harus ditanamkan dikeluarga adalah
1. Menanamkan tauhid dan Akidah yang benar kepada
anak (Q.S. Lukman: 13). Pemahaman dan penumbuhan
nilai-nilai keimanan, diantaranya perasaan selalu
diawasi oleh Allah (QS. Al-Thariq:87; 4). Nabi
Bersabda “ Beribadah kepada Allah azza wajalla
seakan-akan engkau melihatnya dan seandainya
engkau tidak dapat melihat-Nya, engkau yakin Dia
melihatmu. (HR. Bukhori Muslim). Dalam Islam,
tauhid adalah suatu panggilan dunia, yang hidup
dan penuhmakna, menentang keserakahan dan
bertujuan memberantas penyakit yang muncul dari
penumpukan uang dan penyembahan harta. Ia
bertujuan menghapus stigma eksploitasi,
konsumerisme dan aristokrasi Ali Syariati seperti
dikutip Farid Esack (2000:128). Tauhid merupakan
pusat segala usaha dan tujuan dalam amal
perbuatan. Ketika keimanannya kuat manusia tidak
akan berani untuk melaksanakan larangan Allah.
2. Mengajarkan Anak untuk melaksanakan Ibadah.
Hendaknya anak sejak kecil diajarkan beribadah
17
dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah
SAW. Mulai dari tata cara bersuci, shalat, puasa,
dan ibdah lainnya. Dengan melatih anak sejak dini,
mereka akan terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut
saat dewasa. Pelaksanaan ibadah merupakan
Penanaman nilai moral untuk memiliki tanggung
jawab, kemuliaan, kehormatan, dan keluhuran yang
pasti diminta pertanggungjawabannya di hadapan
Allah (QS. Yasin:36; 65, al-Hijr:15; 92,93).
3. Mendidik anak dengan berbagai Adab dan Akhlak yang
Mulia. Antikorupsi erat kaitannya dengan akhlak.
Mendidik akhlak dibutuhkan pembiasaan dan uswah
dalam cara menginternalisasikannya.
4. Melarang Anak dari berbagai perbuatannya yang
diharamkan. Disinilah nilai antikorupsi terus
ditanmakn karena korupsi adalah perbuatan yang
haram. Hendaknya sedini mungkin diperinngatkan
dari beragam perbuatan yang tidak baik atau
diharamkan, seperti judi, minum khamar, mencuri,
mengambil hak orang lain, zalim, durhaka kepada
orang tua, bahkan hal-hal yang makruh pun larang
seperti merokok, dll.
Banyak Isyarat di dalam al-Qur’an yang harus
diperhatikan oleh setiap muslim dalam mendidik
anaknya. Satu dari sekioan banyaknya isyarat itu
adalah pokok-pokok pendidikan anak yang dilakukan
18
oelh seorang ahlihikmah bernama Luqman. Allah
mengabadikan keberhasilannya dalam mendidik anak-
anaknya di dalam al-Qur’an surat Luqman ayat 13-16.
b. Implementasi Pendidikan Antikorupsi di Sekolah
Jika pendidikan antikorupsi di keluarga telah
tertanam pada anak, maka sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal menindak lanjuti dan menguatkan
pendidikan yang sebelumnya. Lalu seperti apa pola
pendidikan antikorupsi di sekolah? Memang hal ini
menjadi wacana yang panjang dan debate able. Sama halnya
tatkala pendidikan karakter yang akan diimplementasikan
di sekolah. Apakah harus membuat kurikulum yang baru
atau terintegrasi disemua mata pelajaran? Namun, pada
akhirnya karena saking banyaknya mata pelajaran yang
sudah ada di sekolah maka dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) polanya dientegrasikan kesemua
mata pelajaran yang sudah ada disekolah (Wibowo 2013:
57).
Sama halnya dengan pendidikan karakter, pendidikan
antikorupsi pun pada dasarnya adalah penguatan dan
pembentukan moral peserta didik. Bagaimana caranya
semua mata pelajaran menanamkan moral kepada peserta
didik agar selalu memegang teguh nilai keimanan, moral,
dan etika. Sebab semakin kuat berpegang pada pada moral
dan etika agama maka akan semakin berkurang kebobrokan
sosial, ekonomi, dan budaya (QS. Thaha:20; 123-126).
19
Praktiknya disekolah, dibuatnya kantin kejujuran untuk
melihat dan melatih prilaku peserta didik.
Selanjutnya implemntasi pendidikan antikorupsi
disekolah bagaimana caranya peserta didik memiliki
komitmen untuk berperilaku lurus dan benar. Dalam
implementasinya adalah dengan saling berlomba dalam
kebajikan dan taqwa (QS. Al-Maidah:5; 2, al-‘Asr:103;
3). Penerapan sistem reward and punishment yang bertumpu
pada rasa keadilan dan persamaan perlakuan tanpa ada
perbedaan (QS. Al-Maidah:2; 8, al-Nisa:4; 57, al-
Nahl:16; 90). Dalam hal ini adalah Guru yang memiliki
peran utamanya. Metode pembelajaran reward and punishment
harus betul-betul adil dan mendidik.
Intinya pendidikan anti korupsi di sekolah adalah
semua stake holder di sekolah harus mengimplementasikan
nilai yang membuat peserta didik memiliki moral yang
baik dan antikorupsi. Dari mulai manajemen lembaga
pendidikannya, kurikulumnya, pendidiknya semuanya harus
terintegrasi memiliki komitmen yang sama untuk
pendidikan anti korupsi.
c. Implementasi Pendidikan Anti Korupsi di
Masyarakat
Pendidikan di masyarakat ini cakupannya memanglah
luas, namun kita bisa membatasinya yaitu peran-peran
masyarakat yang sangat memengaruhi terhadap pendidikan
anak yaitu media masa yaitu media cetak maupun
20
elektronik. Dalam hal ini media memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap perkembangan pola pikir/ paradigma
masyarakat. Sehingga dalam pendidikan antikorupsi media
bertanggung jawab pula untuk memberikan informasi dan
tayangan-tayangan yang mendukung terhadap pendidikan
antikorupsi.
Selain media pendidikan di masyarakat yaitu Tokoh
Masyarakat/ para pemimpin merupakan pendidik di
masyarakat. Segala bentuk tindakannya akan diperhatikan
oleh masyarakat. Sehingga Para elit dan pemimpin harus
mengedepankan sikap dan tauladan yang mulia agar bisa
menjadi contoh, hal inilah yang menjadi andalan Rasul
dalam memimpin masyarakat (QS. Al-Ahzab:33; 21).
Pengejawantahan pola dan konsepsi dan strategi al-
Qur’an di atas dijamin mampu mewujukan kesalehan
semesta, baik bagi kaum Muslim maupaun non Muslim
(Husain Husain Syahatah, 2002: 38). Pada sisi lain
konsep ini juga meniscayakan keimanan dan keyakinan
bahwa Allah sang penguasa jagad semesta Maha pemberi
rezeki, Maha Mengadili, Maha pemilik Kekuasaan, dan
Dialah sumber segala keberkahan (QS. Al-A’raf:7; 96).
Semoga kita semua mampu meyakini ini semua.
21
E. Penutup
Korupsi setidaknya tercermin dalam al-Qur’an dengan
beberapa term diantaranya gulul, al-suht, dan al-sariqah. Yang
semuanya harus dihindari oleh umat muslim.
Pemberantasan korupsi haruslah di dekati dengan
berbagai pendekatan. Pendekatan pedidikan merupakan
pendekatan yang utama demi menciptakan kader penerus
bangsa yang memiliki moral yang baik dengan adanya
pendidikan antikorupsi. Pendidikan antikorupsi berbasis
al-Qur’an adalah usaha yang dilandasi dengan penuh
kesadaran untuk mengantarkan manusia memiliki karakter
antikorupsi, dengan kekuatan imannya menjauhi,
mencegah, berjuang dan berjuang untuk meninggalkan dan
memerangi korupsi. inti dari pendidikan antikorupsi
adalah menanamkan nilai-nilai kebaikan secara
menyeluruh. Goal settingnya adanya kesadaran secara
kolektif untuk menjauhi dan memberantas korupsi.
22
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Munir Mulkan, 2007, Manusia Al-Qur’an: Jalan Ketiga
Religiositas di
Indonesia, Yogyakarta: Kanisius.
Amirullah Syarbini, 2013. Pemikiran Pendidikan Islam
Kontemporer. Bandung:
Fajar Media.
----------------, 2013. Buku Pintar Musabaqah Makalah
Ilmiah Al-Qur’an.
Bandung : Fajar Media.
Agus Wibowo. 2013. Pendidikan Antikorupsi di sekolah startegi
Internalisasi
Pendidikan Antikorupsi di Sekolah.Yogyakarta: Pusataka
Pelajar.
Ajip rosidi. 2006. Sejumlah Karangan Lepas: Korupsi dan
Kebudayaan. Jakarta:
23
Dunia Pustaka Jaya.
Andi Hamzah .2005, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum
Nasional dan
Internasional, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Bambang Widjoyanto, dkk. 2010. Telaah fiqih Korupsi dalam
Muhammadiyyah
dan nahdlatul Ulama Koruptor itu Kafir.Jakarta: Mizan
Publika.
Dindin Jamaludin. 2013. Paradigma Pendidikan Anak dalam
Islam. Bandung:
Pustaka Setia
Hakim Muda harahap.2009. Ayat-ayat korupsi. Yogyakarta:
Gama Media.
Ibnu Khaldun. 2013.Terjemahan Mukaddimah Ibnu Khaldun. Cet.
3. Jakarta: al
Kautsar
M. Quraish Shihab, 2002, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan
Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan.
Malik Ben Nabi, 2002, Penomena Al-Qur’an: Pemahaman baru
Kitab Suci, terj.
Farid Wajdi, Bandung: Marja’.
M. Nurul Irfan, 2011, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam,
Jakarta: Amzah.
Departemen Agama RI, 2002, Al-Qur’an dan Terjemahannya,
Jakarta: Darus
24