NEUROPSIKOLOGI
RESUME LOBUS PARIETAL
Adhisa Qonita 1406516636
Aristya Puspita Adi Wardhani 1506702315
Meilita Jamilah S. 1506702542
Rabi’atul Aprianti 1506702611
Rini Setianingsih 1506702656
Rizki Mustika 1506778514
MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS INDONESIA
2015-2016
LOBUS PARIETAL
Anatomi Lobus Parietal
Subdivisi Korteks Parietal
Lobus parietal merupakan bagian dari korteks
serebral yang terletak di antara lobus frontal dan
lobus oksipital, serta menempel pada tulang parietal di
tulang tengkorak bagian atas. Korteks parietal berperan
memproses dan mengintegrasikan informasi somatosensoris
dan visual (misal dalam mengidentifikasi objek, eye
movement) (Berryhill & Olson, 2008), serta berkaitan
dengan kontrol gerakan.
Lobus parietal ini terbagi menjadi empat sisi.
Bagian anterior dibatasi oleh central fissure. Bagian
ventral dibatasi oleh sylvian fissure, bagian dorsal oleh
cingulate gyrus, dan bagian posterior dibatasi oleh parieto-
occipital sulcus. Area utama dari lobus parietal mencakup
postcentral gyrus, superior lobus parietal, parietal operculum,
supramarginal gyrus, dan angular gyrus. Supramarginal gyrus
sering disebut sebagai lobus parietal inferior.
Lobus parietal dibagi menjadi dua zona fungsi: zona
anterior (area 1,2,3 dan 43) dan zona posterior area
(5,7,39,40). Zona anterior adalah korteks
somatosensori, zona posterior disebut korteks posterior
parietal.
Hubungan Korteks Parietal
Korteks parietal anterior
memiliki hubungan yang
sederhana. Terdapat proyeksi dari korteks somatosensori
utama ke area PE, yang memiliki fungsi pengenalan
terhadap sentuhan, sebagaimana yang terjadi pada area
motorik, termasuk korteks motorik utama, motorik
suplementari dan daerah premotor. Hubungan motorik
sangat penting untuk menghasilkan informasi sensorik
tentang posisi tungkai ketika mengontrol pergerakan.
Teori Fungsi Lobus Parietal
Terdapat dua kontribusi dari lobus parietal, zona
anterior memproses sensasi somatis dan persepsi, dan
zona posterior mengintegerasi input sensoris dari
bagian somatis dan visual, dan mengantarkan lebih
rendah dari wilayah sensoris, khususnya pada kontrol
gerakan. Otak kita secara internal melakukan dua cara
untuk merepresentasikan perbedaan benda disekitar,
yaitu merepresentasi berbeda setiap kebutuhan tingkah
laku, dan merepresentasikan lingkungan secara sederhana
menjadi abstrak yang merepresentasikan pengetahuan
topografi.
Kegunaan informasi spasial
Informasi spasial dibutuhkan untuk menemukan hubungan
antar objek, informasi ini merupakan bagian informasi
visual. Goodle dan Milner mengartikan informasi spasial
mengenai lokasi objek membutuhkan tindakan, pemberian
arti dan signifikansi pada objek.
1. Rekognisi objek
Dibutuhkan kontrol visuomotor untuk membedakan
info yang relevan dan tidak relevan. Kontrol
visuomotor terbagi menjadi dua, pertama viewer
centered system yang memberikan informasi mengenai
perhitungan lokasi, orientasi, dan pergerakan
objek dalam penglihatan, berbeda dengan object
centered system yang lebih melihat detail (warna,
bentuk) dari objek untuk merekognisi perbedaan
objek secara visual.
2. Mengarahkan gerakan
Korteks Posterior parietal berperan dalam viewer
centered system, tugas bagian ini adalah mengarahkan
visuomotor. Neuron dalam posterior ini aktif saat
adanya input sensori dan selama kita bergerak.
Neuron mendeteksi informasi visual yang nantinya
menggerakan mata untuk mendapatkan penglihatan
yang baik dari fovea. Neuron ini memiliki
karakteristik, yaitu menerima kombinasi dari
sensori, motivasi, dan input gerakan, juga
menentukan target dan bergerak kepada target.
Kompleksitas Informasi Spasial
Kompleksitas merupakan aspek kedua dari fungsi
lobus parietal. Kontrol alat gerak, gerakan mata, dan
konsep kanan dan kiri merupakan contoh fungsi spasial
dari lobus parietal yang tergolong sederhana. Pasien
dengan kerusakan pada posterior parietal akan menglami
kesulitan melakukan aktivitas lain yang lebih kompleks
contohnya, melakukan rotasi dan memanipulasi secara
mental dari benda yang kita lihat.
Fungsi lobus parietal sebagai pusat kontrol
visuomotor tidak terlalu tampak pada gejala ketiga,
yaitu kesulitan dalam melakukan operasi aritmatika dan
matematika, dalam aspek bahasa tertentu, dan
serangkaian gerakan.
Operasi aritmatika membutuhkan manipulasi mental
yang melibatkan aspek spasial. Misal, untuk
menyelesaikan soal 21-12, seseorang harus menyadari
bahwa walaupun kedua bilangan terdiri dari angka yang
sama, posisi bilangan membuatnya berbeda besarannya.
Operasi tersebut juga dapat diselesaikan dengan
menyadari bahwa ketika mengurangi 2 dari 1, 1 dapat
meminjam 10 dari 2. Inilah mengapa pasien dengan
kerusakan pada lobus parietal menderita acalculia. Mereka
akan mengalami kesulitan jika operasi aritmatika
melibatkan posisi bilangan (manipulasi kompleks), namun
tetap bisa menyelesaikan soal sederhana, seperti 5-3.
Diduga, pengerjaan operasi aritmatika bergantung pada
jaringan polysensory pada persimpangan temporoparietal
kiri.
Bahasa pun melibatkan aspek spasial. Misal, kata
“salam” dan “malas” terdiri dari huruf yang sama, yang
membedakan makna kata tersebut adalah posisi hurufnya.
Selain itu, organisasi spasial juga tampak pada
sintaksis kalimat. Misal, frase “air mata” dan “mata
air” memiliki kata yang sama, namun memiliki makna yang
berbeda karena posisinya pun berbeda. Pasien dengan
gangguan pada lobus parietal mungkin dapat memahami
makna kata sebagai elemen yang terpisah, namun akan
mengalami kesulitan menangkap makna keseluruhan kalimat
ketika syntax menjadi penting. Pasien dengan kerusakan
pada lobus parietal juga mengalami kesulitan untuk
menirukan serangkaian gerakan.
Simptom Somatosensori Luka pada Lobus Parietal
Simtom somatosensori berasosiasi dengan kerusakan pada
postcentral gyrus dan adjacent cortex, kerusakan tersebut
berhubungan dengan beberapa gejala penyakit seperti :
A. Ambang Batas Somatosensori
Dua penelitian dari Josephine Semmes dkk & Suzanne
Corkin, dkk menemukan bahwa luka pada gyrus
postsentralis menghasilkan ambang batas
somatosensori yang abnormal, gangguan kesadaran
posisi, dan kekurangan persepsi rabaan
(stereognosis).
B. Gangguan Somatoperseptual
Bentuk gangguan somatoperseptual adalah dua jenis
yaitu:
- Astereognosis yaitu ketidakmampuan mengenali sifat
dasar objek melalui sentuhan.
- Simultaneous extinction yaitu kegagalan untuk
melaporkan salah satu stimulus dari stimulus
yang diberikan secara simultan.
C. Blind Touch (Sentuhan Buta)
Dari tes yang dilakukan terhadap seorang wanita
yang mengalami tactile analogue blindsight (memiliki luka
area PE,PF,PG cukup luas), menunjukkan bahwa ia
dapat menunjukkan dimana lokasi sentuhan namun
tidak mampu merasakan sentuhan tersebut. Hal ini
mengindikasikan bahwa terdapat dua sistem rabaan
yaitu sistem untuk pendeteksian dan untuk
menentukan letak (lokalisasi).
D. Somatosensori Agnosias
Terbagi menjadi astereognosis dan asomatognosia
(kehilangan pengetahuan mengenai rasa tubuh) yang
terdiri dari
- Ketidakpekaan terhadap penyakit ( Anosognosia).
- Ketidakpedulian terhadap penyakit
(Anosidiaphoria).
- Ketidakmampuan untuk menentukan letak dan nama
bagian tubuh (Autopagnosia).
- Ketiadaan reaksi normal terhadap nyeri
(Asymbolia) seperti refleks untuk menjauhi
stimulus yang menyakitkan.
Simptom Kerusakan pada Posterior Parietal
Gangguan saat terdapat luka pada posterior parietal :
A. Balint’s Syndrome (R. Balint, 1990)
Gejalanya ialah:
1. Saat stimulus berada didepan, pasien
memiringkan pandangannya 35°-40° ke kanan dan
hanya mengetahui stimulus bagian tersebut.
2. Simultagnosia. Ketika perhatiannya fokus pada
sebuah objek, individu tidak menyadari stimulus
lainnya. Karena individu hanya dapat
memperhatikan satu objek dalam satu waktu, ia
langsung mengabaikan stimulus sebelumnya. Hal
ini membuat kesulitan dalam membaca karena
setiap huruf dipersepsikan terpisah bukan
tergabung menjadi satu kata.
3. Optic ataxia. Individu memiliki kekurangan dalam
mengikuti arahan visual. Pergerakan diarahkan
oleh rabaan atau informasi proprioceptif (posisi
tubuh). Kekurangan dalam tatapan mata dan
arahan visual terjadi karena luka pada bagian
superior parietal (PE).Hal ini terjadi karena
ketidakberfungsian dua area posterior parietal.
B. Contralateral Neglect dan Luka Parietal Kanan lainnya
1. Contralateral Neglect (John Hughlings-Jackson, 1874;
Alan Paterson & Oliver Zangwill, 1940; John McFie&
Zangwill, 1960)
merupakan kelainan yang disebabkan oleh luka pada
parietal sebelah kanan. Pengabaian terjadi
terhadap stimulus visual, auditori dan
somatosensori pada sisi tubuh kiri atau kedua sisi
berlawanan yang luka, serta penolakan terhadap
kekurangan tersebut. Area yang paling banyak
mengakibatkan pengabaian ini adalah lobus parietal
inferior sebelah kanan dan area lain yang belum
jelas. terdapat 2 tahapan dalam pemulihan:
- Allesthesia
Individu mulai merespon stimulus pada sisi yang
diabaikan sebagai stimulus di sisi yang tidak
luka. Stimulus di sisi kiri akan direspon
sebagai stimulus dari sisi kanan.
- Stimulus Extinction
Individu merespon stimulus pada sisi yang
diabaikan pada saat ini, kecuali kedua sisi
distimulus secara bersamaan pada sisi
ipsilateral (satu arah) dari luka.
2. Object Recognition
Elizabeth Warrington dan teman-temannya
menjelaskan simptom yang terjadi karena luka pada
lobus parietal sebelah kanan. Ketika ada sebuah
objek, individu dapat mengenali jika
divisualisasikan dengan gambaran yang familiar.
Ketika divisualisasikan dengan gambaran yang tidak
familiar, akan tidak bisa dikenali. Hal ini karena
kelemahan dalam perceptual classification, yaitu
mekanisme untuk kategorisasi informasi yang
menjadi bagian ide dari sebuah objek.
C. Gerstman Syndrome ( Josef Gerstman 1924)
Terjadi karena luka pada parietal sebelah kiri,
khususnya pada angular gyrus. Yang menyebabkan
gangguan :
- kesulitan menamai atau mengenali jari (Finger
agnosia).
- kekacauan kanan dan kiri (Right-left confusion)
- kesulitan berhitung(Acalculia:)
- Left Parietal Malignant Astrocytoma: berkedutnya tangan
dan wajah sebelah kanan.
Karakteristik simptom luka pada parietal kiri:
- Gangguan dalam fungsi bahasa
Kesulitan menulis, meskipun namanya sendiri
(agraphia), kesulitan membaca (dyslexia), lambat
berbicara sehingga kesalahan dalam grammar-nya
(dysphasia).
- Apraxia
kesulitan mengkombinasikan balok menjadi sebuah
bentuk dan mempelajari pergerakan tubuh.
- Diskalkulia
Rendah dalam kemampuan matematika, meski
hitungan sederhana.
- Recall
Hanyabisa me-recall 3 digit baik secara oral
maupun visual.
- Right left discrimination
Tidak bisa membedakan kiri dengan kanan.
- Right Bermian opiate
Adanya tumor yang merusak lobus frontal
sehingga mengganggu pergerakan
D. Apraxia dan Lobus Parietal
Hal ini terjadi karena kerusakan pada koneksi
parietofrontal yang mengatur pergerakan. Gangguan
pergerakan, bukan karena lemah otot,
ketidakmampuan bergerak, abnormal pada otot atau
postur, kemunduran intelektual, pemahaman yang
rendah atau tremor. Ada dua jenis Apraxia yaitu:
1) Ideomotor Apraxia (luka pada lobus parietal kiri)
Tidak bisa meniru pergerakan atau membuat
gestur.
2) Constructional Apraxia (luka pada lobus posterior
parietal)
Gangguan visuomotor dan organisasi spasial.
Pasien tidak bisa merangkai puzzle, membuat
rumah pohon, menggambar, dan meniru pergerakan
muka.
E. Kerusakan posterior parietal juga mempengaruhi
kemampuan menggambar (penurunan kemampuan
spasial), atensi spasial (kesulitan menggeser
perhatian), dan kemampuan mental untuk
memanipulasi objek dan pemetaan (Topographical).
Kelainan pada lobus parietal terjadi atas kontribusi
baik sisi kanan dan kiri lobus. Perbandingannya ada
pada tabel berikut:
Table 14.1 Effects of left- and rightparietal-lobe lesions compared
PERCENTAGE OF SUBJECTS WITH DEFICIT*
Left (%) Right(%)Unilateral neglect 13 67Dressing
disability 13 67
Cube counting 0 86Paper cutting 0 90Topographical loss 13 50Right–left
discrimination 63 0
Weigl’s sorting
test 83 6
*Note the small but significant overlap in symptoms of leftand right lesions. Source: Based on data presented by McFie
and Zangwill, 1960.
Simptom Mayor dan Assesmen
Asesmen Neuropsikologis Klinis
Seperti yang disebutkan bahwa korteks lobus parietal
memiliki fungsi yang besar dalam perubahan perilaku,
maka terdapat beberapa asesmen atau metode klinis untuk
mengetahui apakah lobus parietal ini berfungsi dengan
baik. Beberapa asesmen klinis yang dapat dilakukan
ialah sebagai berikut:
1. Somatosensory Threshold
Tes diskriminasi dua titik memerlukan subjek yang
ditutup matanya melaporkan apakah dia merasa satu
atau dua poin menyentuh kulit (biasanya pada wajah
atau pada telapak tangan).
2. Tactile Recognition
Subjek diminta memanipulasi 10 blok dari berbagai
bentuk (bintang, segitiga, dan sebagainya) dengan
menempatkan mereka di lubang berbentuk sama di
papan bentuk. Ketika tes ini selesai, papan bentuk
dan blok dikeluarkan dan subjek diminta menggambar
papan dari memori
3. Contralateral Neglect
Dalam tes ini, subjek diminta untuk menandai
bagian tengah masing-masing satu set 20 baris.
Setiap baris memiliki panjang yang berbeda dan
terletak pada posisi yang berbeda di
halaman,beberapa kiri pusat, beberapa di tengah,
dan beberapa kanan dari pusat.
4. Visual Perception
Tes yang biasa digunakan adalah Mooney Closure Test
atau Gollin Incomplete-Figure Test, tes ini berisi
representasi objek dan subjek harus menggabungkan
elemen gestalt dan identifikasi gambar.
5. Spatial Relations
Pada uji ini, serangkaian gambar tangan, kaki,
telinga, dan sebagainya, disajikan dalam orientasi
yang berbeda (terbalik, tampilan belakang, dan
sebagainya), dan tugas subjek adalah untuk
menunjukkan apakah gambar adalah dari kiri atau
bagian tubuh yang tepat. Percobaan Posner, Walker,
Friedrich, Rafal (1987) pada pasien yang mengalami
kerusakan parietal unilateral (karena stroke)
memiliki masalah dengan stimulus dalam sisi
berlawanan.
6. Bahasa
Token Tes adalah tes yang dikelola dari pemahaman
bahasa. Dua puluh berbentuk (lingkaran besar dan
kecil, kotak besar dan kecil) di masing-masing
lima warna (putih, hitam, kuning, hijau, merah).
Tes dimulai dengan tugas-tugas sederhana
(misalnya, menyentuh lingkaran putih) dan menjadi
semakin lebih sulit (misalnya, menyentuh lingkaran
kuning besar dan hijau persegi besar).
7. Apraxia
Tes Kotak Kimura (Gambar 14.9) mungkin adalah tes
terbaik yang tersedia saat ini untuk mendeteksi
apraxia. Subjek diminta untuk membuat gerakan
berturut-turut menekan tombol dengan jari
telunjuk, menarik pegangan dengan empat jari, dan
menekan bar dengan ibu jari.
DAFTAR PUSTAKA
Kolb, B. & Wishaw, I. Q ( 2003).Fundamental of Human
Neuropsychology (Fifth Edition). New York, NY :
Worth Publishers.
Posner, M. I, Walker, J. A, Friedrich, F. A, Rafal, R.
D (1987) How do the parietal lobes direct covert
attention ?. Neuropsychologis vol 25 (1A), 135-145.
Pergamon Journals Ltd.