LAPORAN KASUS
KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT
JANTUNG REMATIK
Oleh:
Ayu Indah Hapsari (0702005057)
A.A. D. Dalem Dwi Putra (0702005084)
I Made Stepanus Biondi P. (0702005087)
Pembimbing:
dr. I. G. N. A. Wiraputra, SpOG
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
BRSU TABANAN / FK UNUD
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat
menyelesaikan tinjauan kasus ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus yang berjudul “Kehamilan Dengan Penyakit
Jantung Rematik” ini disusun dalam rangka mengikuti
Kepaniteraan Klinik Madya di Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi
Badan Rumah Sakit Umum Tabanan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
banyak memberikan bimbingan kepada penulis :
1. dr. I Ketut Ardhana, SpOG, Selaku Koordinator Pendidikan
SMF Kebidanan dan Kandungan BRSU Tabanan.
2. dr. I. G. N. A. Wira Putra, SpOG, selaku pembimbing
tinjauan kasus ini.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu
yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan
tinjauan kasus ini masih banyak kekurangan. Oleh itu , kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan tinjauan kasus ini.
Semoga tinjauan kasus ini dapat memberikan manfaat dan
tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada
iii
pembaca dalam menjalankan parktek sehari-hari sebagai dokter.
Terima kasih
Tabanan, 31 Oktober
2012
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA............................................. ii
DAFTAR ISI.......................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN ................................... 1
BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA................................ 3
2.1 Perubahan Hemodinamik Dalam Kehamilan ......... 3
2.2 Skrining Kehamilan dengan Penyakit Jantung .... 6
2.3 Definisi Penyakit Jantung Rematik ............. 8
2.4 Epidemiologi................................... 9
2.5 Etiologi dan Faktor Predisposisi................ 10
2.6 Morfologi Kuman................................. 14
2.7 Patogenesis..................................... 16
2.8 Histopatologi................................... 17
2.9 Manifestasi Klinik.............................. 18
2.10 Penatalaksanaan Umum Kehamilan dengan Penyakit
Jantung............................................. 29
BAB 3.LAPORAN KASUS................................... 31
3.1 Identitas Pasien................................ 31
3.2 Anamnesis....................................... 31
3.3 Pemeriksaan Fisik............................... 33
3.5 Pemeriksaan Penunjang........................... 34
3.4. Diagnosa Kerja................................. 36
3.6. Penatalaksanaan................................ 36
v
3.9. Follow up...................................... 36
BAB IV PEMBAHASAN...................................... 38
BAB V PENUTUP.......................................... 42
DAFTAR PUSTAKA......................................... 43
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan menyebabkan terjadinya sejumlah perubahan
fisiologis dari sistem kardiovaskuler yang akan dapat
ditolerir dengan baik oleh wanita yang sehat, namun
akan menjadi ancaman yang berbahaya bagi ibu hamil
yang mempunyai kelainan jantung sebelumnya.1 Martin
dkk (1999) melaporkan bahwa kelainan jantung
merupakan penyebab kematian maternal ketiga terbanyak
pada wanita usia 25 – 44 tahun.2 Dilaporkan bahwa 1 –
4 % wanita yang hamil dapat mengalami penyakit
jantung dan tidak menunjukkan gejala kelainan
jantung sebelumnya.3
Koonin dkk (1997) melaporkan penyakit jantung
menjadi penyebab dari 5,6% kematian maternal di
Amerika Serikat antara tahun 1987 – 1990. Di RS Hasan
Sadikin angka kematian ibu karena kelainan jantung
pada tahun 1994 – 1998 sebesar 5,4 % ( 2 dari 37
kasus), sedang di RSCM pada tahun 2001 penyakit
jantung menyebabkan 10,3% kematian ibu dan merupakan
penyebab kematian terbanyak setelah
preeklamsi/eklamsi dan perdarahan postpartum.2-4
Beberapa penyakit jantung dan pembuluh darah,
sepeti emboli paru, aritmia, preeklamsia, dan
1
kardiomiopati peripartal terjadi sebagai komplikasi
kehamilan pada perempuan yang sehat sebelum hamil. Di
Negara yang sedang berkembang, penyakit jantung
rematik masih endemik, sehingga kejadian penyakit
jantung katup masih banyak dijumpai dan memberikan
permasalahan pada ibu hamil. Penyakit jantung rematik
merupakan penyebab utama dari penyakit jantung katup
selain penyebab bawaan. Kasus penyakit jantung katup
yang diakibatkan oleh penyakit jantung rematik dapat
memberikan akibat yang fatal jika penanganannya tidak
tepat dan merupakan penyakit jantung terbanyak yang
muncul saat kehamilan.3
Penyakit jantung rematik terkait erat dengan
demam rematik. Penyakit jantung rematik sering timbul
sebagai gejala sisa dari penyakit demam rematik.
Penyakit jantung rematik ini timbul sebagai akibat
peradangan bersifat sisemik yang berlangsung dalam
jangka waktu yang lama dimana sebelumnya pernah
terpapar oleh infeksi streptokokus beta hemolotikus
grup A yang pada akhirnya dapat menimbulkan kelainan
pada jantung. Kerusakan dapat terjadi pada katup,
muskulus papilaris dan korda tendinea dengan hasil
akhir terjadi penutupan katup yang tidak sempurna.
Katup dapat pula menebal bahkan disertai dengan
kalsifikasi sehingga pada saat membuka menjadi tidak
2
sempurna. Pada hasil penelitian yang dilakukan
American Heart Association (AHA), terjadinya stenosis mitral
pada pasien demam rematik lebih banyak didapatkan
pada wanita dibandingkan laki-laki.3,4
Saat ini masalah yang dihadapi para klinisi
bukan lagi demam rematik, tetapi bagaimana caranya
mengurangi resiko terjadinya lesi pada katup jantung
penderita yang mengalami penyakit jantung rematik.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
pusat-pusat penelitian di Eropa dan Amerika Serikat,
ternyata hampir sebagian besar kasus kematian muncul
di negara-negara berkembang, sedangkan dinegara-
negara maju kasus penyakit jantung rematik sangat
jarang ditemukan, ini kemungkinan dikarenakan tidak
hanya penicilin sebagai terapi pencegahan primer,
namun faktor lingkungan ternyata lebih berperan dalam
pencegahan penyakit dimana lingkungan dengan tingkat
kepadatan yang rendah dan tingkat higienis yang
tinggi akan dapat mengurangi transmisi streptococus
grup A.2 Menurut statistik yang ditetapkan oleh WHO,
India, Bangladesh, Cina, dan Indonesia menempati
urutan teratas dalam jumlah kematian terbanyak akibat
penyakit demam rematik dan penyakit jantung rematik.
Penyakit jantung rematik juga dilaporkan terjadi pada
kehamilan, angka kejadiannya bervariasi di beberapa
3
negara Asia yaitu 0,4-4% dari seluruh kehamilan yang
dilaporkan. Oleh karena itu, penyakit jantung rematik
menjadi salah satu masalah kesehatan yang sering akan
dihadapi dewasa ini, karena penyakit ini tidak hanya
akan menjadi masalah bagi para klinisi, namun juga
dapat digunakan sebagai pertanda keadaan suatu bangsa
dari segi ekonomi dan sosial serta standar hidup yang
dianut masing-masing negara.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perubahan Hemodinamik Dalam Kehamilan
Hemodinamik menggambarkan hubungan antara tekanan
darah, curah jantung dan resistensi vaskuler.
Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara tidak
langsung dengan auskultasi atau secara langsung
dengan kateter intra-arterial. Curah jantung dapat
diukur dengan teknik pengenceran melalui vena
sentral, teknik doppler, ekokardiografi dua dimensi
atau dengan impedansi elektrik. Resistensi perifer
diukur dengan memakai hukum Ohm yaitu :1
RPT = TAR x 80 CORPT = resistensi perifer total (dyne*sec*cm-5)
TAR = tekanan arteri rata-rata (mmHg)
4
CO = curah jantung (L/menit)
Curah jantung merupakan hasil perkalian stroke
volume dan denyut jantung. Denyut jantung dan stroke
volume meningkat seiring dengan bertambahnya usia
kehamilan. Setelah 32 minggu, stroke volume menurun
dan curah jantung sangat tergantung pada denyut
jantung. Resistensi vaskuler menurun pada trimester
pertama dan awal trimester kedua. Denyut jantung,
tekanan darah dan curah jantung akan meningkat pada
saat ada kontraksi uterus. Jadi tiga perubahan
hemodinamik utama yang terjadi dalam masa kehamilan
adalah : peningkatan curah jantung, peningkatan
denyut jantung dan penurunan resistensi perifer.1, 2
Segera setelah persalinan darah dari uterus akan
kembali ke sirkulasi sentral. Pada kehamilan normal,
mekanisme kompensasi ini akan melindungi ibu dari
efek hemodinamik yang terjadi akibat perdarahan post
partum, namun bila ada kelainan jantung maka
sentralisasi darah yang akut ini akan meningkatkan
tekanan pulmoner dan terjadi kongesti paru. Dalam dua
minggu pertama post partum terjadi mobilisasi cairan
ekstra vaskuler dan diuresis. Pada wanita dengan
stenosis katup mitral dan kardiomiopati sering
terjadi dekompensasi jantung pada masa mobilisasi
5
cairan post partum. Curah jantung biasanya akan
kembali normal setelah 2 minggu post partum.1, 2
Takikardia akan mengurangi pengisian ventrikel
kiri, mengurangi perfusi pembuluh darah koroner pada
saat diastol dan secara simultan kemudian
meningkatkan kebutuhan oksigen pada miokardium.
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
akan memicu terjadinya iskemia miokard. Tiga
perubahan hemodinamik yang berhubungan dengan
penanganan penyakit jantung adalah : peningkatan
curah jantung, peningkatan denyut jantung dan
penurunan resistensi vaskuler.1, 2
Pada awal kehamilan terjadi ekspansi aliran
darah ginjal dan peningkatan laju filtrasi
glomerulus. Natrium yang difiltrasi meningkat hampir
50%. Meskipun perubahan-perubahan fisiologis ini
akan meningkatkan pengeluaran natrium dan air terjadi
pula peningkatan volume darah sebesar 40-50%. Sistem
renin angiotensin akan diaktifkan dan konsentrasi
aldosteron dalam plasma akan meningkat.1, 2
Penambahan volume plasma akan menyebabkan
penurunan hematokrit dan merangsang hematopoesis.
Massa sel-sel darah merah akan bertambah dari 18 %
menjadi 25% tergantung pada cadangan besi tiap
individu. Keadaan “anemia fisiologis” ini biasanya
6
tidak menyebabkan komplikasi pada jantung ibu, namun
anemia yang lebih berat akan meningkatkan kerja
jantung dan menyebabkan terjadinya takikardia.
Mikrositosis akibat defisiensi besi dapat memperburuk
perfusi pada sistem mikrosirkulasi penderita
polisitemia yang berhubungan dengan penyakit jantung
sianotik sebab sel-sel darah merah yang mikrositik
sedikit yang dirubah. Keadaan ini membutuhkan suplai
besi dan asam folat.1, 5
Kadar albumin serum akan menurun 22 % meskipun
massa albumin intravaskuler bertambah 20% akibatnya
terjadi penurunan tekanan onkotik serum dari 20 mmHg
menjadi 19 mmHg. Pada kehamilan normal balans cairan
intravaskuler dipertahankan oleh penurunan tekanan
onkotik intertitial, namun bila terjadi peningkatan
tekanan pengisian ventrikel kiri atau bila terjadi
gangguan pada pembuluh darah paru maka akan terjadi
edem paru yang dini. Adanya perubahan hemodinamik dan
system kardiovaskular tersebut bila terjadi pada
orang sehat akan ditoleransi dengan baik, namun pada
kehamilan yang disertai dengan penyakit jantung
biasanya akan menimbulkan permasalahan yang dapat
berakibat fatal pada ibu dan janinnya.1
Pada kehamilan dengan penyakit jantung kita
harus berhati-hati terhadap saat kritis yang dapat
7
membahayakan keadaan ibu maupun janin yang dikandung.
Berikut merupakan saat kritis yang harus
diwaspadai5 :
1) Hiperemesis Gravidarum :
Mual, muntah dan intake menurun, terjadi
hemokonsentrasi, sedangkan metabolisme dan
konsurnsi 02 menmgkat, paru-paru sulit mengembang,
menyebabkan beban jantung menmgkat.
2) Umur Kehamilan 32-34 minggu :
Terjadi puncak hidremia (25-50%), mengakibatkan
beban jantung meningkat.
3) Partus Kala II
Venus return meningkat, shunt berhenti, mengakibatkan
beban jantung tiba-tiba meningkat.
4) Puerperium :
a. Dini (3-
5hari) :
Shunt yang berhenti, mengakibatkan volume darah
yang kembali ke jantung mendadak meningkat.
b. Lanjut :
Bahaya infeksi puerperalis, endometritis, infeksi
organ lain, berlanjut menyebar secara hematogen,
mengakibatkan sub akut bakterial endokarditis
(SBE).
8
2.2 Skrining Kehamilan dengan Penyakit Jantung
Penyakit jantung dalam kehamilan perlu diwaspadai.
Penyebab tersering wanita hamil dapat mengalami hal
tersebut di negara berkembang berkaitan dengan
penyakit jantung katup yang disebabkan oleh penyakit
demam rematik (Penyakit Jantung Rematik). Secara umum
gejala klasik penyakit jantung adalah : palpitasi,
sesak nafas, dan nyeri dada. Berhubung gejala ini
juga berkaitan dengan kehamilan normal maka
dibutuhkan anamnesis yang cermat untuk memastikan
apakah gejala ini sudah tidak berhubungan dengan
kehamilan normal. Bising sistolik dapat ditemukan
pada 80% wanita hamil, umumnya berhubungan dengan
peningkatan volume aorta dan arteri pulmonalis. Tipe
bising ini adalah derajat 1 atau 2, midsistolik,
paling keras pada basal jantung, tidak berhubungan
dengan kelainan fisik yang lain. Pada pasien dengan
bising sistolik akan terdengar pemisahan bunyi
jantung dua yang keras. Setiap bising diastolik dan
bising sistolik yang lebih keras dari derajat 3/6
atau menjalar ke daerah karotis harus dianggap
sebagai patologis. Pada wanita yang diduga mengalami
kelainan jantung maka perlu dilakukan evaluasi yang
9
cermat terhadap denyut vena jugularis, sianosis pada
daerah perifer, clubbing dan ronki paru.1,6
Pemeriksaan diagnostik lanjut perlu dilakukan
pada wanita hamil yang mempunyai : riwayat kelainan
jantung, gejala yang melebihi kehamilan normal,
bising patologi, tanda kegagalan jantung pemeriksaan
fisik atau desaturasi oksigen arteri tanpa kelainan
paru. Pemeriksaan yang paling tepat untuk menilai
wanita hamil dengan dugaan kelainan jantung adalah
ekokardiografi transtorasik. Pemeriksaan radiografi
paru hanya bermanfaat pada dugaan adanya kegagalan
jantung. Pemeriksaan elektokardiografi (EKG)
nampaknya tidak spesifik. Bila ada gejala aritmia
jantung yang menetap maka perlu dilakukan monitor EKG
selama 24 jam. Kateterisasi jantung jarang diperlukan
untuk membuat diagnosis penyakit jantung kongenital
atau kelainan katup jantung, namun pemeriksaan ini
bermanfaat bila ada gejala penyakit jantung koroner
akut selama kehamilan sebab mempunyai paparan radiasi
yang kecil sehingga diagnosis dapat ditegakkan lebih
dini dan dapat dilakukan revaskularisasi untuk
mencegah infark miokard.1,7
Klasifikasi penyakit jantung (status fungsional)
berdasarkan klasifikasi yang ditetapkan oleh New York
Heart Association pada tahun 1979, sebagai berikut :2
10
Klas / derajat I : Aktivitas biasa tidak
terganggu.
Klas / derajat II : Aktivitas fisik terbatas, namun
tidak ada gejala saat istirahat.
Klas / derajat III :Aktivitas ringan sehari-hari
terbatas, timbul sesak atau nyeri,
palpitasi pada aktifitas yang ringan.
Klas / derajat IV : Gejala timbul pada waktu
istirahat, dan terdapat gejala gagal
jantung.
Tabel 1. Beberapa indikator klinik dari kehamillandengan penyakit jantung (dikutip dari kepustakaan 2)
Gejala
Dyspnea yang progresif atau orthopneaBatuk pada malam hariHemoptisisSinkopNyeri dadaTanda-tanda klinik
SianosisClubbing pada jari-jariDistensi vena di daerah leher yang menetapBising sistolik derajat 3/6 atau lebihBising diastolikKardiomegaliAritmia persistenTerpisahnya bunyi jantung dua yang persistenAdanya kriteria hipertensi pulmonal
11
Manifestasi klinis di atas merupakan gambaran tanda
dan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit jantung
secara umum. Penyakit jantung katup seperti pada
penyakit jantung rematik tentunya memiliki tanda dan
gejala khas yang dapat diamati, hal ini bermanfaat
untuk membantu menegakkan diagnosis. Penyakit jantung
rematik akan dibahas pada sub bab berikutnya.
2.3 Definisi Penyakit Jantung Rematik
Penyakit jantung rematik, salah satu penyakit
inflamasi kronik yang sering ditemukan, dengan gejala
yang timbul seperti panas, nyeri, nyeri tekan,
kemerahan, dan pembengkakan pada sendi disertai
tanda-tanda kelainan pada jantung seperti
insufisiensi mitral dan aorta. Penyakit jantung
rematik adalah merupakan gejala sisa akibat karditis
dari demam rematik sebelumnya. Demam rematik dapat
menyebabkan terjadinya inflamasi pada jantung dan
kerusakan pada katup jantung (endokarditis). Serangan
pertama sering terjadi pada umur 7-14 tahun, serangan
berulang muncul saat menginjak dewasa. Kematian
akibat serangan akut rendah, dan hampir sebagian
besar kasus sembuh secara spontan. Inflamasi pada
jantung yang berlangsung lama akan menimbulkan
jaringan parut dan deformitas yang pada akhirnya akan
12
terjadi malfungsi katup jantung. Akibat terjadinya
kerusakan pada otot-otot jantung maka akan timbul
penyakit jantung rematik, yang akan menyebabkan
kematian pada usia pertengahan dan usia tua.8-10
Penyakit jantung rematik dapatan awalnya
disebabkan oleh demam rematik yang sering ditemukan
pada anak dan dewasa muda. Insidennya tinggi terutama
di negara-negara berkembang. Demam rematik akut
biasanya terjadi setelah adanya episode infeksi
tenggorokan (faringitis) akibat streptokokus β
hemolitikus grup A. Infeksi streptokokus di tempat
lain misalnya di kulit tidak dapat menyebabkan
timbulnya demam rematik. Penyakit ini tersering
menyerang anak usia 6 sampai 15 tahun (insiden
tertinggi pada usia 8 tahun).8-10
Penyakit jantung rematik biasanya terjadi akibat
adanya mekanisme respon autoimun. Manifestasinya
dapat berupa carditis yang sering disertai dengan
insufisiensi mitral atau aorta, atau bahkan sampai
terjadi gagal jantung kongestif. Selain menyerang
jantung, streptokokus juga menyerang sendi, otak dan
kulit. Gejala-gejala lain yang terjadi pada demam
rematik akut selain carditis adalah artrhritis,
chorea sydenham, eritema marginatum, atau nodul
subkutan. Penyakit jantung rematik akut merupakan
13
penyebab utama kematian 100 tahun lalu di Amerika
serikat pada anak berusia 5-20 tahun. Insidennya
kemudian menurun di negara-negara maju dan angka
kematiannya merosot drastis menjadi 0 % sejak tahun
1960-an. Di seluruh dunia penyakit jantung rematik
menjadi masalah kesehatan yang utama. Penyakit
jantung rematik yang kronis diperkirakan terdapat
pada 5-30 juta anak dan dewasa muda. Mortality rate
untuk kasus ini berkisar antara 1-10 %.8-10
2.4 Epidemiologi
Berdasarkan statistik, diseluruh dunia terdapat 15,6
juta kasus penyakit demam rematik, sekitar 470.000
kasus demam rematik yang baru, serta sekitar 233.000
kasus demam rematik dan penyakit jantung rematik
berakhir dengan kematian tiap tahunnya. Di daerah
tertentu seperti pegunungan Rocky, terjadi
peningkatan jumlah kematian akibat penyakit jantung
rematik dimana daerah tersebut memiliki resiko tinggi
terjadinya penyakit jantung rematik dibandingkan
daerah iklim kering dan daerah dengan ketinggian
tertentu lainnya. Dari hasil penelitian tahun 1959-
1961 di Colorado didapatkan bahwa lembah San Luis
merupakan daerah dengan jumlah kasus terbanyak untuk
penyakit jantung rematik, dengan tingkat mortalitas
14
yang sangat tinggi. Pada tahun 2002, penyakit jantung
rematik telah digolongkan sebagai penyakit
kardiovaskular dengan tingkat morbiditas dan
mortalitas yang tinggi diseluruh dunia, dimana
tingkat kematian secara global akibat penyakit
jantung rematik adalah sekitar 16,7 juta populasi.
Sub-Sahara Afrika merupakan daerah dengan tingkat
kematian tertinggi akibat penyakit jantung rematik
sekitar 1,08 juta kasus pada rentang waktu 2002-2003,
diikuti Asia Tengah dan Selatan dengan angka kematian
sekitar 7,34,786 kasus, Cina dengan 1,76,576 kasus,
Afrika Utara dan Mediterania dengan 1,53,679
populasi, Amerika Latin dengan 1,36,971 kasus, Asia
Tenggara dan bagian lain dari benua asia dengan
1,01,822 kasus, Eropa Selatan dengan 40,366 kasus,
daerah Pasifik 7,744 kasus, negara-negara berkembang
lainnya sekitar 33,330 kasus. Dari 12 juta orang yang
terjangkit demam rematik dan penyakit jantung
rematik, 2/3 adalah anak-anak dengan rentang umur 5-
15 tahun. Jumlah kematian akibat penyakit jantung
rematik sekitar 3 orang per tahun, dimana sekitar 2
juta populasi memerlukan perawatan berulang ke rumah
sakit, dan sekitar 1 juta pasien dengan penyakit
jantung rematik memerlukan operasi satelah umur 5-20
tahun. Penyakit jantung juga dapat terjadi pada 1 – 4
15
% dari kehamilan pada perempun-perempuan yang tidak
memiliki gejala kelainan jantung sebelumnya.
Penyakit jantung rematik yang dilaporkan terjadi pada
kehamilan memiliki angka kejadian yang bervariasi di
beberapa negara Asia yaitu 0,4 - 4 % dari seluruh
kehamilan yang dilaporkan. Oleh karena itu, penyakit
jantung rematik menjadi salah satu masalah kesehatan
yang sering akan dihadapi dewasa ini, karena penyakit
ini tidak hanya akan menjadi masalah bagi para
klinisi, namun juga dapat digunakan sebagai pertanda
keadaan suatu bangsa dari segi ekonomi dan sosial
serta standar hidup yang dianut masing-masing
negara.3,8
2.5 Etiologi dan Faktor Predisposisi
Penyebab timbulnya penyakit jantung rematik adalah
akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus
grup A dimana akan terjadi kerusakan patologis
jaringan yang pada dasarnya terjadi akibat reaksi
inflamasi yang menahun baik berupa proses eksudasi,
proliferasi, dan pembentukan jaringan parut pada
otot-otot jantung dan katup jantung itu sendiri
sehingga akan terjadi malfungsi jantung yang pada
akhirnya akan menyebabkan timbulnya insufisiensi
katup mitral dan katup aorta. Faktor predisposisi
16
yang sering dihubungkan dengan terjadinya penyakit
jantung rematik adalah:
Faktor pada Individu : 9,10
1. Faktor genetik
Banyak demam rematik atau penyakit jantung
rematik terjadi pada satu keluarga ataupun pada
anak kembar. Hal ini diduga karena terdapat
adanya suseptibilitas genetik yang diwariskan
yang menyebabkan peningkatan sensitifitas
terhadap infeksi streptokokus β hemolitikus grup
A. 2-3 % dari individu yang pernah menderita
faringitis streptokokus menjadi menderita demam
rematik. Sebaliknya 50 % dari penderita demam
rematik sebelumnya pernah menderita faringitis
streptokokus. Fakta ini menunjukkan bahwa adanya
keterlibatan faktor genetik dalam timbulnya
penyakit ini. Suseptibilitas genetik terhadap
timbulnya demam rematik dimediasi oleh sebuah
gen resesif. Pada suatu studi, ditemukan
terdapat spesific B-cell alloantigen pada 99 % pasien
dengan demam rematik dan hanya 14 % pada
control. Suseptibilitas genetik ini juga
didukung oleh suatu studi yang membuktikan
hubungan antara HLA antigen dengan penyakit ini.
Studi tersebut menunjukkan terdapat kadar HLA
17
antigen class II yang tinggi pada pasien dengan demam
rematik dan sering dihubungkan dengan timbulnya
penyakit jantung rematik. Selain itu Dudding dan
Ayoub menemukan adanya peningkatan respon
terhadap karbohidrat dari streptokokus β
hemolitikus grup A. Peningkatan respon imun ini
berhubungan dengan pewarisan HLA-DR2 atau HLA-
DR4. Dari beberapa penelitian yang dikembangkan
di Amerika Serikat, ternyata frekuensi HLA-DR
banyak terdapat pada penderita penyakit jantung
rematik. Terdapat beberapa subkelas HL-DR yang
dihubungkan dengan etnik dan ras. HL-DR 1 sering
ditemukan pada penderita penyakit jantung
rematik dari ras negroid, HL-DR 3 banyak
ditemukan pada pasien jantung rematik di India
bagian timur, HL-DR 4 ditemukan pada ras kulit
putih yang menderita penyakit jantung rematik.
Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa
suseptibilitas genetik terhadap streptokokus β
hemolitikus grup A berhubungan dengan keadaan
hiperreaktivitas imun terhadap antigen organisme
ini.
2. Jenis kelamin
18
Dahulu sering disebutkan bahwa demam rematik
lebih sering terjadi pada anak wanita. Tetapi
penelitian lebih lanjut menunjukkan tidak adanya
perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi
tertentu lebih sering ditemukan pada salah satu
jenis kelamin. Misalnya chorea lebih sering
ditemukan pada wanita. Kelainan katup sebagai
gejala sisa penyakit jantung reumatik juga
menunjukkan perbedaan jenis kelamin. Dari hasil
penelitian Asosiasi Penyakit Jantung Amerika,
ternyata penderita penyakit jantung rematik yang
mengalami stenosis mitral lebih banyak diderita
oleh wanita dibandingkan laki-laki.
3. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika utara menunjukkan bahwa serangan
pertama maupun serangan ulang lebih sering
terjadi pada orang kulit hitam dibandingkan
orang kulit putih. Tapi data ini harus dinilai
dengan lebih hati-hati karena berbagai faktor
lingkungan yang berbeda pada kedua golongan
tersebut ikut berperan bahkan merupakan penyebab
yang sebenarnya. Yang telah dicatat dengan jelas
adalah adanya stenosis mitral. Di negara-negara
barat stenosis mitral umumnya terjadi bertahun-
tahun setelah serangan penyakit jantung reumatik
19
akut. Tetapi data di India menunjukkan bahwa
stenosis mitral organik terjadi hanya dalam
waktu yang relatif singkat, hanya 6 bulan – 3
tahun setelah serangan pertama.
4. Umur
Umur agaknya menjadi faktor predisposisi
terpenting pada timbulnya penyakit jantung
reumatik dan penyakit demam rematik. Penyakit
ini paling sering menyerang anak usia 6-15
tahun, dengan puncak pada umur 8 tahun. Tidak
biasa ditemukan pada anak usia 3-5 tahun, dan
sangat jarang terjadi pada anak berumur dibawah
3 tahun atau diatas 20 tahun.
5. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi seseorang serta adanya penyakit-
penyakit lain belum dapat ditentukan apakah
merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya
demam reumatik yang jika tidak dideteksi dan
ditangani sejak dini akan menimbulkan penyakit
jantung rematik.
Faktor lingkungan : 9,10
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
20
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan
terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya
demam rematik menahun yang pada akhirnya akan
menimbulkan penyakit jantung rematik. Insiden
demam reumatik di negara-negara yang sudah maju
jelas menurun sebelum era antibiotika sehingga
secara tidak langsung insiden penyakit demam
rematik di negara-negara maju sangat rendah .
Termasuk kedalam sosial ekonomi yang buruk
adalah keadaan sanitasi lingkungan yang buruk,
rumah-rumah dengan penghuni yang padat,
rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk
mengobati anak yang menderita sakit sangat
kurang.
2. Iklim dan geografi
Penyakit demam reumatik ini paling banyak
ditemukan di negara beriklim tropis sehingga
insiden penyakit jantung rematik banyak
ditemukan pada daerah-daerah beriklim tropis
seperti India, Bangladesh, dan Indonesia. Di
daerah yang letaknya tinggi, insiden demam
reumatik atau penyakit jantung rematik lebih
tinggi dibandingkan dengan daerah yang lebih
rendah.
3. Cuaca
21
Perubahan cuaca yang mendadak sering
mengakibatkan insiden infeksi saluran napas
bagian atas meningkat, sehingga insiden demam
reumatik atau penyakit jantung rematik juga
meningkat.
2.6 Morfologi Kuman
Streptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk
bulat atau bulat telur yang tersusun seperti rantai.
Kokus membelah pada bidang yang tegak lurus sumbu
panjang rantai. Anggota-anggota rantai sering tampak
sebagai diplokokus dan bentuknya kadang-kadang
menyerupai batang. Dinding sel streptokokus
mengandung protein (antigen M,T,R), karbohidrat, dan
peptidoglikan. Pada streptokokus golongan A terdapat
pili yang menonjol keluar menembus simpai, pili
tersebut terdiri dari protein M yang tertutup asam
lipoteikoat. Asam lipoteikoat sangat penting untuk
perlekatan streptokokus pada sel epitel.9
Kebanyakan streptokokus tumbuh pada perbenihan
padat sebagai koloni diskoiddengan diameter 1-2 mm.
Strain yang menghasilkan bahan simpai sering
membentuk koloni mukoid. Energi utama streptokokus
untuk tumbuh diperoleh terutama dari penggunaan gula.
22
Pertumbuhan streptokokus cenderung kurang subur pada
perbenihan padat atau di dalam kaldu.9
Streptokokus grup A yang merupakan spesies
pyogenes merupakan 1 dari 20 serogrup dari
Streptokokus β hemolitikus yang diklasifikasikan oleh
Lancefield. Organisme ini teridentifikasi dari
morfologi koloninya dan kemampuannya untuk
menyebabkan hemolisis saat ditumbuhkan di agar darah.
Selnya tersusun atas 3 komponen penting yaitu :10
1. Sitoplasma
Sitoplasma dikelilingi oleh membran yang
tersusun terutama oleh lipoprotein.
2. Dinding sel
Dinding sel pada Streptokokus β hemolitikus
terdiri dari 3 komponen yaitu : (1) komponen
paling dasar adalah peptidoglikan. Komponen ini
memberi rigiditas pada dinding sel, selain itu
bersama dengan polisakarida menyebabkan
arthritis dan reaksi nodular. (2) Polisakarida
(karbohidrat), dimana struktur ini dipakai
sebagai dasar untuk membedakan serogroup.
Susunan antigen pada karbohidrat organisme ini
mirip dengan glikoprotein yang terdapat pada
katup mitral. (3) Komponen terakhir adalah
protein yaitu protein M, R, T. Yang terpenting
23
adalah protein M yang merupakan antigen spesifik
dari Streptokokus β hemolitikus grup A. Adanya
protein M ini dapat menghambat proses
fagositosis. Efek inhibitor ini dinetralisir
oleh antibodi terhadap protein M.
3. Kapsul
Merupakan struktur terluar dari streptokokus,
dimana komponen utamanya adalah hyaluronat.
Adanya hyaluronat ini menyebabkan penampakan
mukoid pada isolat.
Lebih dari 20 enzim ekstraselular yang dihasilkan
oleh Streptokokus grup A, diantaranya yang terpenting
adalah :9,11
1. Streptokinase
Disebut juga fibrinolisin. Zat ini mengubah
plasminogen dalam plasma manusia menjadi
plasmin, suatu enzim proteolitik aktif yang
menghancurkan fibrin dan protein-protein lain.
Proses penghancuran ini dapat dihambat oleh
antibodi spesifik yaitu antistreptokinase.
2. Deoksiribonuklease streptokokus (streptodornase)
Menyebabkan depolimerisasi DNA.
3. Hyaluronidase
Memecah asam hyaluronat yang merupakan komponen
penting bahan dasar jaringan ikat. Jadi
24
hyaluronidase membantu menyebarkan organisme
penyebab infeksi. Setelah infeksi, ditemukan
antibodi spesifik terhadap hyaluronidase.
4. Hemolisin (Streptolisin)
Menyebabkan hemolisis sel darah merah. Perusakan
total eritrosit disertai pelepasan hemoglobin
disebut β-hemolisis, sedangkan lisis eritrosit
yang tidak sempurna dengan pembentukan pigmen
hijau disebut α-hemolisis. Terdapat 2 jenis
streptolisin, yaitu :
Streptolisin O ( O2 labil- streptolisin O)
Suatu protein yang aktif menghemolisis
dalam keadaan tereduksi, dan cepat tidak
aktif bila ada oksigen. Terdapat antibodi
spesifik yang muncul terhadap streptolisin
O yaitu antistreptolisin O, dimana
peningkatan titer antibosi ini dalam serum
menunjukkan adanya infeksi Streptokokus β
hemolitikus grup A. Titer serum Anti
streptolisin O ( ASTO) yang lebih dari 160-
200 unit menunjukkan adanya infeksi
streptokokus β hemolitikus grup A.
Streptolisin S (O2 stabil streptolisin S)
25
Zat penyebab timbulnya zona hemolitik
disekitar koloni streptokokus yng tumbuh
pada agar darah. Tidak menimbulkan antibodi
spesifik.
2.7 Patogenesis
Streptokokus β hemolitikus grup A adalah kokus gram
positif yang sering berkoloni di kulit dan orofaring.
Organisme ini dapat menyebabkan lesi supuratif
seperti faringitis, impetigo, myositis, pneumonia,
dan sepsis puerperalis. Ia juga dapat menyebabkan
lesi nonsupuratif seperti demam rematik dan
glomerulonefritis akut poststreptokokus. Organisme
ini memiliki toksin hemolitik yaitu streptolysin S
dan O. Hanya streptolysin O yang dapat menimbulkan
respon antibodi yang persisten sebagai salah satu
marker dari adanya infeksi streptokokus β hemolitikus
grup A. Organisme ini juga dilindungi oleh surface
protein pada dinding selnya yaitu M protein. Protein
ini merupakan faktor virulen yang utama bagi
streptokokus jenis ini.10,12
Demam rematik terjadi pada anak dan dewasa muda
biasanya setelah menderita faringitis akibat
streptokokus β hemolitikus grup A. Organisme ini
melekat dengan dinding sel epitel mukosa traktus
respiratorius bagian atas dengan memproduksi enzim
26
yang menyebabkan kerusakan dinding sel epitel
sehingga ia dapat mengadakan invasi. Setelah fase
inkubasi selama 2-4 hari, organisme yang telah
menginvasi tersebut menyebabkan timbulnya respon
inflamasi akut selama 3-5 hari yang ditandai dengan
sakit tenggorokan, demam, malaise, sakit kepala dan
peningkatan jumlah leukosit.10,12
Pada penderita demam rematik terjadi kegagalan
dalam mengisolasi organisme ini dari organ yang
terinfeksi dalam bentuk apapun. Hal ini menunjukkan
bahwa kerusakan sel pada demam rematik bukan
disebabkan secara langsung oleh mikroorganismenya
melainkan oleh reaksi autoimunitas. Kaplan
mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang
antibodi terhadap streptokokus dengan otot jantung,
dimana susunan antigen pada streptokokus β
hemolitikus grup A mirip dengan susunan antigen otot
jantung. Hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun
dan pada akhirnya menimbulkan kerusakan pada organ
jantung secara keseluruhan.10,12
2.8 Histopatologi
Reaksi inflamasi pada demam reumatik mencakup
jaringan konektif dan jaringan kolagen. Proses
inflamasi pada carditis akut umumnya terbatas pada
endokarditis dan myokarditis. Pada pasien dengan
27
myokarditis berat, perikardium mungkin dapat
terkena.10
Penemuan histopatologis pada carditis akut
biasanya tidak spesifik. Derajat perubahan histologis
tidak berhubungan dengan derajat beratnya gejala
klinis. Pada tahap awal terjadi dilatasi jantung dan
perubahan histologisnya minimal. Dengan semakin
progresifnya reaksi inflamasi, eksudasi dan
proliferasi maka akan timbul perubahan odematus pada
jaringan, diikuti oleh infiltrat selular yang
mengandung limfosit dan sel plasma dengan sedikit
granulosit. Studi terbaru menunjukkan bahwa limfosit
CD4 merupakan sel predominan yang terdapat pada
infiltrat ini.10
Perubahan histopatologis yang khas sebagai salah
satu pedoman diagnosis pada penyakit jantung reumatik
adalah adanya Aschoff bodies yang terbentuk setelah
serangkaian reaksi diatas. Aschoff bodies ini merupakan
infiltrat perivaskular yang terdiri dari sel besar
dengan nukleus yang polimorfik dan sitoplasma yang
basofil mengelilingi jaringan fibrinod yang telah
mengalami nekrosis. Aschoff bodies ini biasanya paling
banyak ditemukan di jaringan septum interventrikular
dan dinding ventrikel kiri. Dan biasanya ditemukan
pada fase subakut atau myokarditis kronik. Selain
28
itu, pada lesi jantung pasien dengan penyakit jatung
rematik banyak mengandung T-cell clones yang beperan
mengenali protein-protein yang ada di jantung dan
peptida M streptokokus. Ditemukan juga Th1-type cytokines
yang berperan sebagai mediasi terjadinya penyakit
jantung rematik akibat terjadinya ekspresi predominan
IFN gamma dan TNF alfa. Ekspresi IL-4 yang signifikan
pada katup jantung dapat menjadi kontribusi untuk
timbulnya penyakit jantung rematik yang pada akhirnya
akan menyebabkan kerusakan permanen pada katup
jantung.10
Endokarditis berefek terutama pada jaringan
valvular dan mural endokardium. Keterlibatan katup
mitral lebih umum terjadi dibandingkan katup aorta.
Gambaran histopatologis yang ditemukan adalah adanya
odem dan infiltrasi sel pada jaringan valvular dan
chorda tendinae. Reaksi ini ditemukan pada fase awal
endokarditis. Karena proses inilah kemudian timbul
insufisiensi katup, baik mitral maupun aorta.10
2.9 Manifestasi Klinik
Manifestasi mayor dari demam rematik adalah11
1. Carditis
Carditis terjadi pada hampir 50 % penderita demam
reumatik akut. Carditis merupakan penyebab
morbiditas paling serius pada demam reumatik. ‘late
29
carditis’ mungkin memperbesar resiko progresifitas
karditis karena kelainan ini belum terdeteksi
melalui pemeriksaan fisik.
Gejala-gejala yang mendukung adanya karditis adalah
:
Gejala prodormal berupa rasa lelah, pucat, tidak
bergairah, dan anak tampak sakit sampai beberapa
minggu meskipun belum ada gejala-gejala yang
spesifik.
Takikardi
Denyut jantung yang meningkat dari normal. Gejala
ini sering ditemui pada penderita penyakit jantung
reumatik. Pengukuran denyut jantung sebaiknya
dilakukan pada waktu pasien tidur. Tidak adanya
takikardi membuat diagnosis myokarditis tidak
dapat ditegakkan.
Dispneu dengan atau tanpa aktivitas
Murmur
Pada endocarditis terjadi inflamasi daun katup
mitral atau aorta, dan chordae dari katup mitral
yang merupakan karakteristik dari carditis
reumatik. Adanya insufisiensi mitral ditandai
dengan murmur holosistolik yang terdengar di apex
dengan frekuensi yang tinggi. Murmur paling baik
didengar pada pasien yang berbaring dengan posisi
30
lateral dekubitus kiri. Insufisiensi aorta terjadi
pada 20 % pasien dengan penyakit jantung reumatik.
Insufisiensi aorta ini ditandai dengan murmur early
diastolik decrescendo.
1. Stenosis Mitralis
Stenosis mitralis terjadi karena adanya fibrosis dan
fusi komisura katup mitral pada waktu fase
penyembuhan demam rematik. Perubahan ini
mengakibatkan penyempitan lubang katup dan mengurangi
pergerakan daun katup sehingga menghambat majunya
aliran darah dari atrium kiri ke vantrikel kiri
selama fase diastolik ventrikel.12
Untuk mengisi ventrikel dengan dan
mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus
menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong
darah melampaui katup yang menyempit. Oleh karena
itu, terjadi peningkatan perbedaan tekanan (pressure
gradient) yang semakin besar antara kedua ruang
tersebut. Otot atrium kiri mengalami hipertropi untuk
meningkatkan kekuatan pemompaan darah, selain itu
terjadi dilatasi atrium karena volume atium kiri
meningkat akibat ketidakmampuan atrium mengosongkan
diri secara normal. Peningkatan tekanan dan volume
atrium kiri dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh
darah paru (meningkatkan tekanan vena dan kapiler
31
pulmonalis). Akibatnya terjadi kongesti paru-paru,
mulai dari kongesti vena yang ringan sampai edema
interstitial yang kadang-kadang disertai cairan ke
dalam alveoli.
Ventrikel kanan yang merupakan pompa utama dalam
mengalirkan darah melalui katup mitral yang mengalami
stenosis akan mengalami kelebihan beban (pressure
overload). Pada stenosis mitralis yang berat,
hipertensi pulmonal dapat memicu gagal jantung kanan.
Kegagalan ventrikel kanan dipantulkan ke belakang ke
dalam sirkulasi sistemik, menimbulkan kongesti pada
vena sistemik dan edema perifer.12
Kelainan penyempitan katup mitral ini merupakan
penyakit jantung katup rematik yang paling sering
ditemuakan pada perempuan usia reproduktif. Induksi
perubahan hemodinamik dalam kehamilan sangat buruk
ditoleransi oleh mitral stenosis karena dengan
peningkatan curah jantung dan takkardi akan
memperpendek waktu diastolic, sehingga meningkatkan
mean mitral gradient / perbedaan tekanan lintas katup
mitral.12
Kelainan Mitral Stenosis mungkin baru ditegakkan
pertama kali ketidak timbul keluhan dan gejala
sewaktu hamil pada pasien-pasien tanpa keluhan
sebelumnya. Toleransi hemodinamik biasanya baik pada
32
trimester pertama karena takikardi dan peningkatan
curah jantung masih moderat. Mitral Stenosis ringan
pada umumnya dapat ditatalaksanan dengan hati-hati
selama kehamilan, sedang pasien dengan Mitral
stenosis moderat dan berat kerap mengalami perburukan
hemodinamik pada trimester ketiga dan ketika
persalinan. Perubahan fisiologik terjadinya
peningkatan volume darah dan peningkatan frekuensi
denyut jantung menyebabkan peningkatan takanan
serambi kiri jantung yang mengakibatkan edema paru.
Kerap edema paru merupakan gejala pertama dari Mitral
Stenosis, terutama terjadi pada pasien yang telah
mengalami atrial fibrilasi. Bagaimanapun peningkatan
keluhan nafas pendek yang progesif adalah yang
tersering. Penambahan volume darah kedalam sirkulasi
sistemik/autotransfusi sewaktu his uterus menyebabkan
pasien dalam kondisi berbahaya saat melahirkan.
Pasien-pasien tersebut dapat memerlukan koreksi
dengan cara operasi katup atau percutaneous mitral
ballon valvotomy (BMV) sebelum atau sewaktu hamil.12
Secara teori diagnosis Mitral Stenosis lebih
mudah ditegakkan selama kehamilan, karena intensistas
murmur yang cenderung meningkat akibat adanya
peningkatan curah jantung. Namun takikardi
menyebabkan persepsi murmur kerap sulit.12
33
Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada penyakit yang ringan, pasien dapat tidak
mengeluh sama sekali (asimtomatik). Gejala-gejala
secara khas belum muncul sebelum lubang katup ini
mengecil sampai sekitar 50%, yaitu dari ukuran normal
4-5 cm2 menjadi kurang dari 2,5 cm2. Rasa lemah dan
lelah dapat merupakan gejala awal yang sering
ditemukan akibat curah jantung yang menetap jumlahnya
dan akhirnya berkurang. Pada stenosis mitralis yang
berat gejala-gejala pernafasan seperti sesak saat
beraktifitas (dyspnea on exertion), orthopnoe, dan
paroxysmal nocturnal dyspnea akan semakin menonjol. Hal
ini akan dicetuskan oleh berbagai keadaan
meningkatnya aliran darah melalui mitral atau
menurunnya waktu pengisian diastol, termasuk latihan,
emosi, infeksi respirasi, demam, aktivitas seksual,
kehamilan serta fibrilasi atrium dengan respon
ventrikel cepat.13
Kadang-kadang pasien mengeluh terjadi hemoptisis
yang menurut Wood dapat terjadi karena: (1) apopleksi
pulmonal akibat rupturnya vana bronkial yang melebar,
(2) sputum dengan bercak darah pada saat serangan
paroksismal nokturnal dispnea, (3) sputum seperti
karat (pink frothy) oleh karena edema paru yang
34
jelas, (4) infark paru, (5) bronkitis kronis oleh
karena edema mukosa bronkus. Pembesaran atrium kiri
dapat menekan saraf laringeal rekuren kiri sehingga
suara menjadi serak (Orter’s syndrome). Pada beberapa
pasien, fibrilasi atrium dapat menjadi petunjuk
adanya stenosis mitral.13
Pemeriksaan fisik sangat besar peranannya dalam
menegakkan diagnosis stenosis mitralis. Pada fase
lanjut penyakit ini, kekuatan denyut nadi di arteri
dapat melemah. Hal ini mengindikasikan berkurangnya
volume sekuncup. Pada stenosis mitral yang berat
dapat memberikan gambaran wajah mitral dengan
karakteristik pipi yang berwarna merah muda keunguan.
Temuan klasik pada stenosis mitral adalah opening snap
dan bising/murmur diastol kasar (diastolic rumble)
pada daerah mitral. Opening snap dari katup mitral
muncul akibat adanya tekanan yang mendadak pada daun
katup setelah daun katup tebuka. Suara ini paling
jelas terdengar pada apeks jantung dengan diafragma
stetoskop.13
Murmur diastolik kasar pada stenosis mitral
terdengar jelas di apeks jantung dengan bell
stetoskop. Suara murmur yang keras dapat menjalar ke
axila atau daerah sternal kiri bagian bawah. Walaupun
intesitas dari diastolik murmur tidak berkaitan erat
35
dengan tingkat keparahan stenosis namun waktu atau
lamanya bising dapat menggambarkan derajat stenosis.
Pada stenosis ringan bising halus dan singkat,
sedangkan pada yang berat holodiastol dan aksentuasi
presistolik.13
Pada kasus-kasus ringan harus dicurigai stenosis
mitral bila teraba dan terdengar S1 yang keras. S1
mengeras oleh karena pengisisan yang lama membuat
tekanan ventrikel kiri meningkat dan menutup katup
sebelum katup itu kembali ke posisinya. S1 yang keras
bisa tidak terdengar jika daun katup sudah menjadi
kaku dan tebal akibat kalsifikasi karena daun katup
sulit untuk terbuka.13
Murmur diastol pada stenosis mitral dapat
menjadi lebih halus pada pasien dengan obesitas,
emfisema paru (PPOK), atau status curah jantung
rendah dengan aliran yang lambat saat melewati katup
mitral. Sejumlah keadaan yang dapat memberikan temuan
auskultasi seperti pada stenosis mitral diantaranya
pada ASD saat aliran besar melalui trikuspid, atau
aliran besar melalui mitral seperti pada VSD, atau
regurgitasi mitral.14
Pemeriksaan penunjang13
EKG: tampak pembesaran atrium kiri (gelombang P
melebar dan beratakik (paling jelas pada sadapan II
36
dikenal sebagai ”P mitral”), bila iramanya sinus
normal; hipertrofi ventrikel kanan; fibrilasi atrium
lazim terjadi tetapi tidak spesifik untuk stenosis
mitral.
Foto toraks: pembesaran atrium kiri dan
ventrikel kanan; kongesti vena pulmonalis; edema paru
interstitialis; redistribusi pembuluh darah paru ke
lobus bagian atas; kalsifikasi katup mitral.
Ekokardiografi Doppler : alat diagnostik
noninvasif utama yang digunakan untuk menilai
keparahan stenosis mitral. Ekokardiografi dapat
mengevaluasi struktur dari katup, pliabilitas dari
daun katup, ukuran dari area katup dengan planimetri
(’mitral valve area’), struktur dari aparatus
subvalvular, juga dapat ditentukan fungsi ventrikel.
Berdasarkan eko Doppler juga dapat diketahui gradien
transmitral dan besarnya tekanan pulmonal untuk
menentukan derajat Mitral Stenosis, pengukuran area
katub mitral (mitral valve area / MVA), fungsi pompa
ventrikel kiri, trombus, dan derajat hipertensi
pumonal dengan mengukur takanan arteri pulmonal. MVA
merupakan determinan kuat untuk terjadinya edema paru
akut. Pada umumnya MVA 1,5 atau 1 cm2/luas permikaan
tubuh m2 merupakan batasan Mitral Stenosis berat.
Namun, peningkatan gardien takanan antara serambi
37
kiri dan bilik kiri yang juga ditentukan oleh
compliance serambi kiri merupakan masker dari
toleransi Mitral Stenosis, bukan derajat mitral
stenosis atau luas MVA. Pengukuran takanan arteri
pulmonal dan pemeriksaan regurgitas tricuspid dengan
ekokardiogarfi Doppler merupakan masker ekokediografi
untuk penentuan toleransi dari Mitral Stenosis.
Penatalaksanaan
Atrial fibrilasis pada pasien Mitral Stenosis dapat
mengakibakan gagal jantung. Pemberian digitalis dan
penyekat beta dapat menurunkan frekuansi denyut
jantung dan diuretic dapat digunakan untuk mengurangi
volume darah dan menurunkan tekanan ruang serambi
kiri. Kardioversi elektrik dapat dilakukan dengan
aman dan segera bila gangguan atrial febrilasi
menimbulkan perburukan hemodinamik. Pasien dengan
permanen atau paroksismal atrial fibrilasi
meningkatkan resiko terjadinya stroke sehingga
memerlukan pemberian anti koagulasi. Persalinan
pervaginam dapat berjalan dengan aman pada Mitral
Stenosis yang dapat menoleransi kehamilan dengan baik
pada NYHA klas 1 dan 2 dan bila tekanan arteri
pomonal kurang dari 50 mmHg. Namun, pasien dengan
gagal jantung kongestif atau Mitral Stenosis barat
dan moderat dan tekanan areri pumonal 50 mmHg, harus
38
dilakukan monitor hemodinamk sentra dengan kateter
arteri pulmonal atau Swan Ganz selama persalinan.
Pertahankan tekanan baji (wedge arterial pressure) =
14-20 mmHg. Terjadi peningkatan 8-10 mmHg tekanan
atrium kiri dan tekanan baji pada saat persalinan.
Anestesi epidural dapat dilaksanakan selama
persalinan. Atibiotik profilaksis direkomendasikan
diberikan saat persalinan. Fluktuasi hemodinamik saat
persalinan akibat rasa nyeri dan autotransfusi perlu
diawasi dan dihindari.3
2. Regurgitasi Mitral
Demam rematik masih menjadi penyebab terbanyak
regurgitasi mitral. Biasanya disertai juga stenosis
mitral berbagai tingkatan dan fusi dari komisura.
Lesi rematik dapat berupa retraksi fibrosis pada
aparatus valvuler, yang mengakibatkan koaptasi dari
katup mitral tidak berfungsi secara sempurna.
Koaptasi yang tidak sempurna akan membentuk
pintu/celah terbuka saat fase sistolik sehingga
memungkinkan aliran darah berbalik dari ventrikel
kiri ke atrium kiri. Volume darah yang berbalik ke
atrium disebut “volume regurgitant”, dan presentase
regurgitant volume dibanding dengan total ejection ventrikel
kiri, disebut sebakai fraksi regurgitan.13,14
39
Selama sistolik ventrikel secara bersamaan
mendorong darah ke dalam aorta dan kembali ke dalam
atrium kiri. Ventrikel kiri harus memompakan darah
dalam jumlah cukup guna mempertahankan aliran darah
normal. Beban volume tambahan yang ditimbulkan oleh
katup yang mengalami insufisiensi akan segera
mengakibatkan dilatasi ventrikel. Akhirnya dinding
ventrikel mengalami hipertrofi untuk meningkatkan
kontraksi miokardium. Regurgitasi menimbulkan beban
volume tidak hanya bagi ventrikel kiri tetapi juga
bagi atrium kiri. Atrium kiri berdilatasi untuik
meningkatkan kekuatan kontraksi atrium. Sehingga
untuk sementara atrium kiri dapat mengimbangi
pengaruh volume regurgitasi, melindungi pembuluh
paru-paru, dan membatasi gejala-gajal paru-paru yang
timbul.13,14
Bila lesi makin parah, atrium kiri menjadi tidak
mampu lagi untuk meregang dan melindungi paru-paru.
Kegagalan ventrikel kiri biasanya merupakan tahap
awal untuk mempercepat dekompensasi jantung.
Ventrikel kiri mendapat beban yang terlalu berat, dan
aliran darah melalui aorta menjadi berkurang dan
secara bersamaan terjadi kongesti ke belakang.
Regurgitasi mitral juga dapat menyebabkan gagal
40
jantung kanan walaupun lebih jarang daripada stenosis
mitral.13,14
Pada umunya regurgitasi katup dapat menoleransi
kehamilan dengan baik. Karena kondisi penyakit
kronis, terjadi dilatasi ventrikel kiri dan fungsi
ventrikel kiri yang terkompensasi mitral regurgitasi
pada perempuan usia muda lebih sering disebabkan oleh
prolap katup mitral dan biasanya bertoleransi baik
selama kehamilan. Bila regurgitasi terjadinya akut,
maka kompesasi jantung lebih buruk. Disfungsi
venterikel kiri dan gagal jantung kiri jarang terjadi
pada arotik regurgitasi dan juga mitral regurgitasi.
Presentasi derajat beratnya penyakit katup
regurgitasi dalam kehamilan sulit dinilai, karena
adanya peningkatan curah jantung selama kehamilan
normal tanpa penyakit jantung. Penentuan dimensi dan
fungsi ventrikel kiri dengan pemeriksaan
ekokardiografi perlu diperhatikan karena perubhan
dapat juga terjadi pada hamil normal.13,14
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Regurgitasi mitral dapat ditoleransi dalam jangka
waktu lama tanpa keluhan pada jantung, baik pada saat
istirahat maupun beraktivitas. Sesak nafas dan lekas
lelah merupakan keluhan awal secara berangsur-angsur
41
menjadi ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, dan
edema perifer. Gejala-gejala berat tersebut dapat
dipicu oleh fibrilasi atrial yang baru timbul atau
karena peningkatan derajat regurgitasi, atau ruptur
korda atau penurunnya performa ventrikel kiri.13,14
Pada pemerikasaan fisik, fasies mitral lebih
jarang terjadi dibandingkan dengan stenosis mitral.
Pada palpasi, apeks biasanya terdorong ke
lateral/kiri sesuai dengan pembesaran ventrikel kiri.
Thrill pada apeks pertanda terdapatnya MR berat. Juga
bisa terdapat right ventricular heaving yang
menandakan pembesaran ventrikel kanan.13,14
Pada auskultasi terdengar bising pansistolik
yang bersifat meniup (blowing) di apeks, menjalar ke
aksila dan area infraskapular kiri. Bunyi jantung
pertama biasanya bergabung dengan murmur. Umumnya
normal, namun dapat mengeras pada regurgitasi mitral
karena penyakit jantung rematik. Terdengar bunyi
jantung ketiga akibat pengisisan cepat ke ventrikel
kiri pada awal diastolik dan diikuti diastolic flow
murmur karena volume atrium kiri yang besar mengalir
ke ventrikel kiri.13,14
Murmur pansistolik pada regurgitasi mitral dapat
menyerupai murmur yang dihasilkan oleh defek septum
ventrikel dan regurgitasi trikuspid. Hanya saja pada
42
defek septum ventrikel, murmur akan terdengar lebih
keras di tepi sternum daripada di apeks dan disertai
thrill parasternal. Sedangkan pada regurgitasi
trikuspid, murmur paling keras terdengar di tepi kiri
sternum dan meningkat intensitasnya saat
inspirasi.13,14
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan EKG paling penting pada pasien dengan
regurgitasi mitral, temuan dari pemeriksaan ini
biasanya didapatkan kesimpulan berupa pembesaran
atrium kiri dan fibrilasi atrium.13,14
Foto toraks : kasus ringan tanpa gangguan
hemodinamik yang nyata, besar jantung biasanya
normal. Pada keadaan lebih berat terlihat pembesaran
atrium kiri dan ventrikel kiri, serta mungkin tanda-
tanda bendungan paru. Kadang-kadang terlihat
perkapuran pada anulus mitral.13,14
Terkadang ekokardiografi juga dibutuhkan untuk
mengevaluasi gerakan katup, ketebalan serta adanya
pengapuran pada katup mitral. Ekokardiografi Doppler
dapat menilai derajat regurgitasi.13,14
Penatalaksanaan
Persalinan normal lebih banyak dilaksanakan pada
pasien-pasien regurgitasi walaupun ada riwayat adanya
keluhan sebelumnya.pada beberapa kasus yang jarang
43
terjadi, komplikasi gagal jantung kiri pada kasus-
kasus regurgitasi(fraksi ejeksi <40%),terminasi
kehamilan dini harus dipertimbangkan karena dapat
memperburuk gagal jantungnya selama kehamilan.
Pemberian antibiotic profilaksis perlu diberikan
untuk mencegah terjadinya bakteriemia yang
menyebabkan endokarditas. Bila terdapat gejala yang
berat dan terjadi gagal jantung kongestif terutama
pada trimester 3, pemberian obat-obat diuretic dan
vasodilator dapat memperbaiki toleransi klinis.
Angiotensin Converting Agent (ACE) inhibitor dan
Angiotensin Reseptor Blocker(ARB) merupakan kontra
indikasi selama kehamilan. Karena Hidralazine tak
tersedia di beberapa negara juga diindonesia, maka
vasodilator yang terbanyak dipakai adalah nitrat dan
antagonis kalsium. Bila terdapat keluhan dan gejala
klinik pada pasien mitral regurgitasi, akan lebih
baik bila dilakukan perbaikan katup sebelum
kehamilan. Bagaimanapun fungsi ventrikel kiri pada
mitral regurgitasi tidak membaik setelah operasi
katup dan akan meningkatkan resiko maternal selama
kehamilan. Beberapa obat medikamentosa yang
diperlukan sewaktu tidak hamil dapat menimbulkan
resiko pada janin bila dikonsumsi selama kehamilan,
tetapi bila manfaat untuk ibu lebih besar dari pada
44
resiko, maka obat-obat tersebut dapat tetap
diberikan.3
3. Aorta Stenosis
Persentasi Klinik
Aorta stenosis berat karena penyakit jantung rematik
jarang ditemukan pada pasien usia muda, yang
tersering disebabkan oleh kelainan bawaan yaitu katup
bicuspid. Aorta stenosis ringan dan moderat dengan
fungsi ventrikel kiri yang masih baik biasanya dapat
menoleransi kehamilan dengan baik. Sebaliknya, pasien
dengan aorta stenosis berat, (aortic valve area/area
katup aorta: <0,7 cm dan gradient tekanan>50 mmHg)
dan yang dengan gejala merupakan resiko tinggi bagi
perempuan hamil juga janinnya. Gejala yang timbul
dapat sesak napas, sinkop, yang timbul pada trimester
2 akhir atau trimester 3 akhir. Resiko kelahiran
premature, pertumbuhan janin terhambat, dan berat
badan lahir rendah semakin meningkat seiring dengan
adanya penyakit katup congenital pada wanita hamil.3
Penatalaksanaan
Idealnya harus dilakukan koreksi katup sebelum pasien
hamil. Pasien dengan keluhan klinis atau
gradient/perbedaan tekanan lintas katup aorta>50 mmHg
dianjurkan untuk menunda konsepsi sampai dilakukan
45
koreksi bedah. Bila aorta stenosis berat ditemukan
sewaktu hamil, valvuloplasti balon aorta harus
dilakukan sebelum persalinan. Anestesi spinal dan
epidural kurang dianjurkan karena efek
vasodilatasinya. Seperti mitral stenosis, monitoring
hemodinamik dengan kateter Swan Ganz dan profilaksis
antibiotic direkomendasikan selam persalinan
pervaginam. Pemeriksaan ekokardiografi penting dalam
mencari kelainan katup yang lain, dimensi ruang-ruang
jantung, tekanan arteri pulmonalis untuk menentukan
derajat hipertensi pulmonal, deteksi adanya thrombus,
dan fungsi pompa ventrikel kiri.3
4. Aorta Regurgitasi
Persentasi Klinik
Gejala yang berat atau gagal jantung kongesti jarang
dijumpai. Interprestasi klinik derajat aorta
regurgitasi dapat sulit ditentukan karena pada
kehamilan terjadi peningkatan isi sekuncup jantung
yang menyebabkn nadi yang besar, walau tidak ada
penyakit jantung. Aorta regurgitasi pada perempuan
muda pada umumnya disebabkan oleh dilatasi annulus
aorta(seperti pada sindrom marfan), katup aorta
bicuspid dan riwayat endokarditis.3
Penatalaksanaan
46
Aorta regurgitasi yang disertai perburukan fungsi
ventrikel kiri diprediksi akan menimbulkan hasil yang
buruk dari kehamilannya. Penggunaan obat penghambat
ACE harus dihentikan selama kehamilan dan dapat
diberikan nikrat dan penghambat kalsium. Isolated
Aortaic Regurgitasi biasanya diberi vasodilator dan
diuretic. Bila terdapat kompliksasi gangguan fungsi
ventrikel kiri (Fraksi Ejeksi <40%) dilakukan
terminasi dini karena kehamilan akan memperburuk
gagal jantungnya.3
2.10 Penatalaksanaan Umum Kehamilan dengan Penyakit
Jantung
Sebaiknya dilakukan kerjasama dengan ahli jantung.
Secara garis besar pentalaksanaan mencakup mengurangi
beban kerja jantung dengan tirah baring, menurunkan
preload dengan diuretik, meningkatkan kontraktilitas
otot jantung dengan digitalis dan menurunkan
afterload dengan vasodilator. Berikut merupakan
penatalaksanaan umum kehamilan dengan penyakit
jantung :5
A. Waktu ANC
1) Kehamilan boleh diteruskan
bila penyakit jantung fungsional klas I & II. Bila
klas III & IV dipertimbangkan abortus provocatus
47
medicinalis
2) Perawatan bersama Penyakit
dalam
3) Pencegahan terhadap :
a. Anemia defisiensi besi
b. Infeksi
c. Toksemia gravidarum
d. Obesitas
e. Pekerjaan fisik, cemas, aritmia
B. Waktu Inpartu
Kala I :
a. Induksi persalinan atas indikasi obstetrik
(bukan karena DC)
b. Berikan digitalisasi cepat, bila ada tanda-tanda
akut DC seperti :
Nadi lebih dari110 kali permenit
Sesak, respirasi lebih dari 28-30 kali permenit
Ronki basal paru-paru
Suara jantung (S 1 ) mengeras
Gallop rhythm
Paroksismal atrial tachycardia
Kala II :
a. Dipercepat dengan forsep ekstraksi
b. Seksio sesaria dikerjakan atas indikasi obstetri
c. Hindari trauma berlebihan dan infeksi
48
d. Didampingi dokter penyakit dalam
Kala III :
Cegah akut refluk darah ke jantung dengan cara
Fowler (gravitasi) dan pemasangan torniquet pada
kedua tungkai.
Pada kala II persalinan anak dapat dilahirkan
spontan bila tidak ada gagal jantung dan ibu
sedapatnya dilarang meneran. Bila telah berlangsung
20 menit dan ibu tidak dapat dilarang meneran maka
dilakukan forcep ekstraksi.
C. Waktu Puerperium
1) Bed rest, dirawat 5-10 hari mengingat bahaya DC
akut dan SBE
2) Kalau perlu berikan sedatif
3) Cegah konstipasi
4) Laktasi dibatasi untuk DC klas III dan IV oleh
karena :
a. Menyusui, komplikasi berupa lecet pada niple,
terkena infeksi, berlanjut menjadi mastitis,
mengakibatkan SBE
b. Menyusui, mengakibatkan keseimbangan cairan
berubah, menimbulkan dehidrasi (pada DC, cairan
harus seimbang)
D. Keluarga Berencana
1) Bila jumlah anak sudah cukup dianjurkan kontap
49
BAB III
LAPORAN KASUS OBSTETRI
3.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ni Gusti Ayu Komang Nurini
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 34 tahun
Status Nikah : Menikah
Agama : Hindu
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Alamat : Br. Anjar Perean, Baturiti, Tabanan
Tanggal MRS : 26 Oktober 2012, pukul 20.00 WITA
3.2 ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri Perut Hilang Timbul
Perjalanan penyakit :
Os datang dengan keluhan nyeri perut hilang timbul
sejak pukul 17.00 wita (26/10/12). Nyeri perut
dirasakan seperti mulas dari pinggang ke perut
bagian depan, makin lama makin memberat dan
durasinya semakin lama yang dirasakan tidak
berkurang saat istirahat maupun tidur. Pasien
mengatakan tidak ada keluar darah, lendir, maupun
air ketuban dari kemaluannya. Gerakan janin
dirasakan normal seperti biasa.
51
Pasien juga mengeluhkan rasa sesak, berdebar dan
nyeri dada yang muncul saat nyeri perutnya timbul
dan berkurang saat sakit perutnya hilang. Rasa
sesak, berdebar dan nyeri dada ini juga bertambah
saat pasien berjalan. Sesak dirasakan seperti rasa
berat di dada.
HPHT = 28 Januari 2012, TP = 30 Oktober 2012
Menarche : usia 15 tahun
Siklus : 28 hari (teratur)
Lamanya haid : 3-5 hari
Riwayat persalinan:
I. Abortus usia kehamilan 6 minggu pada tahun 2006,
tidak dilakukan kuret melainkan minum obat
saja
II. , spontan, ♀ bidan, 3100 gram, 4 tahun
III. ♂, spontan, bidan, 3300 gram, 3 tahunIV. Ini
Riwayat Antenatal : bidan lebih dari 7 kali,
kontrol di poli kebidanan 3 kali
Riwayat kontrasepsi : KB pil sejak 3 tahun yang
lalu, stop 1 tahun yang lalu.
Riwayat pernikahan : Pasien menikah dengan
suaminya satu kali selama 6 tahun.
52
Riwayat penyakit sebelumnya : Jantung (+),
Hipertensi (-), DM (-), Asma (-)
Sakit jantung pasien sudah diketahui sejak Januari
2012, sebelum pasien hamil. Awalnya pasien
mengalami keluhan sering sesak nafas dan terasa
nyeri di dada saat melakukan aktifitas fisik yang
berlebihan. Jantungnya juga dirasakan berdebar
kencang saat beraktifitas berat. Pasien lalu
memeriksakan diri ke dokter jantung dan dikatakan
sempat mendapat obat. Pada bulan maret awal pasien
mengetahui dirinya hamil dan dikonsulkan ke Poli
jantung dan terapi untuk penyakit jantungnya
diberikan lagi dan pasien disarankan untuk
melahirkan bayinya lewat operasi. Pasien tidak
memiliki alergi terhadap obat. Pasien mengatakan
pernah mengalami batuk dan demam tinggi waktu
kecil yang berulang beberapa kali.
Riwayat penyakit dalam keluarga:
Pasien mengaku dalam keluarganya tidak ada yang
pernah mengalami abortus sebelumnya, ataupun
53
mengidap penyakit asma, ginjal, DM dan hipertensi.
tidak ada riwayat alergi dalam keluarga pasien.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dan
mengaku tidak pernah mengkonsumsi alkohol dan
merokok sebelumnya.
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status present
Keadaan Umum : lemah
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : lemah ireguler 88 x/menit
Respirasi : 26 x/menit
Suhu : 36,5 º C
Berat badan : 65 kg
Tinggi badan : 153 cm
Status general
Mata : anemis -/-, ikterus -/-, cowong -/-
Thorax
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis terlihat disebelah
lateral dari Midclavicular line pada ICS 6
54
Palpasi: Ictus cordis teraba didaerah lateral
dari Midclavicular line pada ICS 6
Perkusi:
Batas atas : MCL (D) ICS II
Batas bawah kiri : 1 cm lateral MCL
ICS VI (S)
Batas kanan : 1 cm lateral PSLICS 5 (D)
Auskultasi: S1S2 tunggal, irregular, murmur
diastolik (+) derajat 3 terdengar paling
keras pada MCL S ICS 5
Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-,
wheezing -/-
Abdomen : turgor dbn, ~ st. obstetrik
Ekstremitas: edema (-), akral hangat (+)Status obstetrik
Abdomen : distensi (-), BU (+) N , TFU ~ 4
jari bpx (McD 31 cm), DJJ (+) 146x/menit, HIS (+)
1x/10 mnt selama 30 detik, distensi (-), BU (+) N
Vagina :
- Ins: bloodslym (-), air ketuban pecah (-)
- VT: Pembukaan 1 jari, eff 10%, letak kepala,
ketuban (+), tidak teraba bagian kecil atau tali
pusat.
55
3.4 PEMERIKSAAN PENUJANG
DL
- WBC : 11,9*
- RBC : 4,42
- Hb : 13,5
- HCT : 40,6
- MCV : 91,6
- MCH : 30,5
- MCHC: 33,2
- PLT : 238
- BT : 2’30’’
- CT : 8’00’
KIMIA
GDS : 84
SGOT/AST : 22
SGPT/ALT : 27*
BUN : 5*
Creatinin : 0,6
Natrium : 141
Kalium : 3,8
Clorida : 105
UL
Glukose : Normal
56
Protein : -
Billirubin : -
Urobilinogen : -
Ph : 6,5
SG : 1,010
Blood : 2+*0,20
Keton : -
Nitrit : -
Leukosit : neg
Kejernihan : Jernih
Warna : Kuning
Eritrosit : 4-6 *
Leukosit : 1-2
Crystal : -
Lain-lain : -
Bakteri : -
Silinder : -
Jamur : -
EKG (26/10/12) : ST elevasi
Echocardiografi (15/8/12) : Dilatasi kardiomiopathy
(penyempitan katup)
3.5 DIAGNOSIS KERJA
57
G4P2012, UK 38-39 mg, T/H, letak kepala, penurunan
4/5, puki + Susp. RHD
3.6 PLANING
Pdx : Cek lab lengkap, EKG, konsul jantung
Tx : - IVFD RL 20 tetes per menit
- Cefotaxim 1 gr IV
- Sectio Caesaria + tubektomi
pomeroy bilateral
Mx : kesejahteraan ibu (keluhan, vital sign),
kesejahteraan bayi (DJJ)
KIE : pasien dan keluarga
HASIL KONSUL JANTUNG
Ass : Suspek penyakit jantung rematik
Terapi : - Captopril 2 x 12,5mg
- Farsik 1-0-0
- Saran Sectio Caesaria
3.7 TERAPI
- IVFD RL 20 tetes per menit
- Cefotaxim 1 gr IV
- Terapi jantung ~ Ts Cardio
58
Laporan OprasiBangsal : OK
Nama : Gusti Ayu Nurini
No. : 1565239
Nama Ahli bedah : Dr. I.G.N.A. Wiraputra,
Sp.OG
Nama Asistan : Nusiam, Margi
Nama dokter anestesi : dr. Adip, Sp. An
Jenis Anestesi : RABSA
Diagnosis Pra Oprasi : G4P2012, uk 38-39 mg, letak
kepala, punggung kiri, penurunan
T/H + susp. RHD
Diagnosis Pre Oprasi : Post SC ec RHD + Post
Tubektomi pomeroy bilateral hari
0
Nama Macam Oprasi : SCTP + Steril Pomeroy Bilateral
Tanggal Oprasi : 26/10/2012
Jam Oprasi : 23.30 WITA
Jam Oprasi Selesai : 24.05 WITA
Lama Oprasi Berlangsug : 35 menit
Laporan Operasi
- Pasien tidur terlentang kemudian
dilakukan anestesi RBSA
60
- Dilakukan desinfeksi pada regio
abdomen dengan menggunakan betadin dan perkecil
lapangan oprasi dengan duk steril
- Oprasi dimulai dengan menincisi regio
abdomen lapis demi lapis mulai dari kulit,
subkutis, fasia, otot, sampai peritonium
- Terlihat uterus gravida kemudian
dilakukan pemasang back has disekitar uterus dan
kemudian dilakukan incisi pada segmen bawah rahim
lapis demi lapis.
- Meluksir kepala bayi, kemudian
dilahirkan mulai dari kepala, bahu, badan, sampai
ekstrimitas bayi
- Lahir bayi perempuan, segera
menangis, BBL 3400 gr, dengan apagar score 7-9,
anus (+), kelainan (-), ketuban jernih, lilitan
tali pusat 1 kali
- Melahirkan plasenta dengan berat ±
500 gr, kesan komplit, kalsifikasi (-)
- Dilakukan penjahitan pada segmen
bawah rahim lapis demi lapis
- Dilakukan pencarian terhadap tuba
kanan kiri kemudian dilakukan tubektomi pomeroy
dekstra et sinista
61
- Dilakukan penjahitan lapis demi lapis mulai dari
peritonium, otot, fasia, subkutis sampai kulit.
- Evaluasi hasil penjahitan
- Oprasi selesai
Tx Post oprasi:
- IVFD D5%:RL 2:128 tetes per menit
- Oksitosi drip 12 jam post oprasi IV
- Cefotaxim inj 2x1 gram IV
- Ketorolac inj 2x1 ampul
- Terapi dari kardio lanjutkan
62
3.8 Follow UpTanggal S O A P27-10-12(hari I)
Flatus (+), sesak (-), nyeri luka jahitan (+), makan/minum (+)
St.PresentT : 105/40 mmHgN : 84 x/menitR : 18 x/menittax: 36.5St. General Mata: An -/-, ict -/-Thorax : Cor :S1S2.tgl.ireg.mur+Po : ves +/+, rh-/-,wh-/-Abd : TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi (+) baik, Dist (-), BU (+), luka terawat post oprasi (+)Vag: lochia (+), perdarahanaktif (-),
P3003
POST SC
ec RHD +
tubektomi
pomeroy
bilateral
Hari I
Pdx : DL
Tx dari kebidanan: IVFD RL:D5% 2:1 28 tpm
Cefotaxim 2x1 gr Ketorolac 2x30 mg
Tx jantung : Farsix 1-0-0 Atenolol 1x50 mg
Tx. Anestesi : Ondansentron 3x4 mg Ketorolac 3x30 mg RL :NaCL :D5% 1:1:1
Mx : kel,vs,CM/CK, proddrain
KIE : - Mobilisasi28-10-12(hariII)
Flatus (+), sesak (-), nyeri luka jahitan (+), makan/minum (+)
St.PresentT : 120/70 mmHgN : 80 x/menitR : 18 x/menittax: 36.5St. General Mata: An -/-, ict -/-Thorax : Cor :S1S2.tgl.ireg.mur+ ↓Po : ves +/+, rh-/-,wh-/-Abd : TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi (+) baik, Dist (-), BU (+), luka terawat post oprasi (+)Vag: lochia (+), perdarahanaktif (-),
P3003
POST SC
ec RHD +
tubektomi
pomeroy
bilateral
Hari II
Pdx :
Tx dari kebidanan: IVFD RL:D5% 2:1 28 tpm
Cefotaxim 2x1 gr Ketorolac 2x30 mg
Tx jantung : Farsix 1-0-0 Atenolol 1x50 mg
Mx : kel,vs,CM/CK, proddrain
KIE : - Mobilisasi
63
29-10-12(hariIII)
Flatus (+), sesak (-), nyeri luka jahitan (+), makan/minum (+)
St.PresentT : 120/60 mmHgN : 80 x/menitR : 18 x/menittax: 36.5St. General Mata: An -/-, ict -/-Thorax : Cor :S1S2.tgl.ireg.mur+↓Po : ves +/+, rh-/-,wh-/-Abd : TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi (+) baik, Dist (-), BU (+), luka terawat post oprasi (+)Vag: lochia (+), perdarahanaktif (-),
P3003
POST SC
ec RHD +
tubektomi
pomeroy
bilateral
Hari III
Pdx :
Tx dari kebidanan: Aff infus dan DC Amoxilin 3x500 mg Asam Mefenamat 3x500mg
B-compleks 3x1 tab
Tx jantung : Atenolol 1x50 mg
Mx : kel,vs,CM/CK
KIE : - Mobilisasi
30-10-12(hariIv)
Flatus (+), sesak (-), nyeri luka jahitan (+), makan/minum (+)
St.PresentT : 100/60 mmHgN : 80 x/menitR : 18 x/menittax: 36.5St. General Mata: An -/-, ict -/-Thorax : Cor :S1S2.tgl.ireg.mur+↓Po : ves +/+, rh-/-,wh-/-Abd : TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi (+) baik, Dist (-), BU (+), luka terawat post oprasi (+)Vag: lochia (+), perdarahanaktif (-),
P3003
POST SC
ec RHD +
tubektomi
pomeroy
bilateral
Hari IV
Pdx :
Tx dari kebidanan: Amoxilin 3x500 mg Asam Mefenamat 3x500mg
B-compleks 3x1 tab BPL
Tx jantung : Atenolol 1x50 mg
Mx : kel,vs,CM/CK
KIE : - Mobilisasi- Kontrol 4 hari lagi
64
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis
Pasien merupakan wanita berumur 34 tahun dengan
pekerjaan pedagang, bangsa Indonesia, didiagnosis
dengan G4P2012 38-39 minggu T/H dengan PK 1 fase
laten disertai penyakit jantung rematik (PJR).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang dimana dari anamnesis
didapatkan keluhan nyeri perut hilang timbul yang
menjalar dari pinggang ke perut depan bagian bawah
disertai sesak seperti rasa berat di dada, nyeri dada
dan jantung berdebar pada saat dalam kondisi hamil.
Sesak dikatakan timbul apabila berjalan lebih dari
100 m dan mengangkat beban berat. Pasien diketahui
juga mempunyai riwayat penyakit jantung rematik sejak
bulan Januari 2012 dan rutin kontrol ke poli jantung.
Pasien mengatakan pernah mengalami batuk dan demam
tinggi waktu kecil yang berulang beberapa kali. Dari
pemeriksaan fisik dada didapatkan adanya thrill,
adanya pembesaran jantung ke arah kiri, dan
abnormalitas frekuensi dan suara denyut jantung pada
auskultasi (terdapat murmur fase diastol). Pada
pemeriksaan abdomen ditemukan adanya graviditas
65
berupa perut membesar, terdapat striae gravida, pusat
mendatar, auskultasi adanya denyut jantung bayi yang
normal, dengan his yang tidak adekuat. Pemeriksaan
vagina menunjukan adanya pembukaan porsio 1 cm dengan
penipisan 10%, ketuban utuh, teraba kepala, penurunan
hodge I, dan tidak teraba bagian kecil atau tali
pusat. Dari pemeriksaan penunjang EKG didapatkan
adanya ST elevasi, dan pada hasil echo cardiography
menyimpulkan adanya dilatasi kardiomiopati.
Sesuai teori kehamilan yang demikian termasuk ke
dalam kehamilan dengan penyakit jantung. Pasien di
atas dapat dikatakan mengalami penyakit jantung
rematik dimana penyakit jantung tersebut dapat
terjadi pada usia lebih dari 20 tahun dengan angka
insidensi yang rendah, terjadi di daerah tropis
dengan latar belakang sosio ekonomi yang rendah. Hal
ini sudah sesuai dengan identitas geografis pasien
mendukung predileksi dari terjadinya penyakit jantung
rematik. Pada anamnesis sesuai dengan teori sudah
didapatkan adanya riwayat infeksi saluran nafas atas
disertai demam tinggi sebelum muncul keluhan berupa
kelainan pada jantung. Beberapa indikator klinik
penyakit jantung dalam kehamilan juga sudah ada
seperti dyspnea dan nyeri dada. Dyspnea pada pasien
tergolong on excertion karena hanya muncul saat
66
beraktivitas, dan ini sering ditemukan pada mitral
stenosis. Menurut teori hal ini dapat dicetuskan oleh
berbagai keadaan seperti meningkatnya aliran darah
melalui mitral atau menurunnya waktu pengisian
diastol yang diakibatkan oleh latihan fisik, emosi,
infeksi respirasi, demam, aktivitas seksual, termasuk
juga kehamilan pada penyakit jantung katup dengan
kelainan mitral stenosis.
Pada pemeriksaan fisik juga sudah mendukung
adanya indikator klinik berupa bising/murmur
diastolik dan disertai kardiomegali. Menurut teori
murmur pada kelainan jantung katup mitral stenosis
biasanya berupa murmur diastolik kasar yang terdengar
jelas di apeks jantung dengan bell stetoskop. Suara
murmur yang keras dapat menjalar ke axila atau daerah
sternal kiri bagian bawah. Walaupun intesitas dari
diastolik murmur tidak berkaitan erat dengan tingkat
keparahan stenosis namun waktu atau lamanya bising
dapat menggambarkan derajat stenosis. Pada stenosis
ringan bising halus dan singkat, sedangkan pada yang
berat holodiastol dan aksentuasi presistolik.
Berdasarkan kajian tersebut maka yang terjadi pada
pasien dapat digolongkan ke dalam stenosis mitral
berat, karena bising terdengar sepanjang fase
diastole.
67
Pasien sebelumnya telah menjalani pemeriksaan
jantung berupa EKG. Menurut teori EKG akan
menunjukkan adanya pelebaran gelombang P dan pada
pasien tidak ditemukan hal tersebut, pada beberapa
kasus hal ini dikatakan bisa terjadi, terutama pada
mitral stenosis yang tidak khas. Namun ditemukan juga
ST elevasi yang merupakan gambaran khas juga pada
penyakit jantung katup. Ekokardiografi sendiri
merupakan alat diagnostik noninvasif utama yang
digunakan untuk menilai keparahan stenosis mitral.
Ekokardiografi dapat mengevaluasi struktur dari
katup, pliabilitas dari daun katup, ukuran dari area
katup dengan planimetri (’mitral valve area’),
struktur dari aparatus subvalvular, juga dapat
ditentukan fungsi ventrikel. Berdasarkan Eko Doppler
juga dapat diketahui gradien transmitral dan besarnya
tekanan pulmonal untuk menentukan derajat berat
ringannya stenosis mitral. Pada pasien juga telah
dilakukan pemeriksaan Ekokardiografi dan dinyatakan
sudah terdapat dilatasi kardiomiopati yang menandakan
terdapatnya kelainan jantung yang sudah kronis.
Penatalaksanaan
Pada pasien ini dipilih persalinan dengan sectio
caesarea. Meskipun beberapa teori menyatakan bahwa
sectio caesarea hanya dilakukan apabila ada indikasi
68
obstetrik, namun pada pasien ini telah terjadi gejala
awal gagal jantung yakni keluhan sesak dengan laju
pernafasan 28 x permenit, orthopnoe, dan iregularitas
denyut jantung, maka pilihan yang tepat adalah
melakukan tindakan sectio caesarea. Pada kondisi
pasien ini sebaiknya hal-hal yang memicu kontraksi
otot-otot rahim dihindari karena apabila terjadi
kontraksi otot-otot rahim akan mengakibatkan
meningkatnya aliran darah ke jantung pasien dan
menambah beban jantung pasien ini yang sudah memiliki
tanda-tanda gagal jantung awal sebelumnya sehingga
dapat membahayakan kondisi pasien. Maka dari itu
pemilihan sectio caesarea pada kasus ini sudah tepat.
Pasien ini juga dikonsulkan ke dokter spesialis
jantung, dani diberikan obat-obatan seperti
captopril dan farsik (furosemid) dan disarankan untuk
oprasi sectio cesarea. Menurut teori hal ini sudah
tepat yaitu dilakukan kerjasama dengan ahli jantung.
Secara garis besar pentalaksanaan mencakup mengurangi
beban kerja jantung salah satunya dengan menurunkan
preload yang dapat dilakukan dengan memberikan
diuretik dan ACE inhibitor.
Pada pasien dilakukan KB kontrasepsi mantap, hal
ini sesuai dengan teori dimana bila jumlah 2 orang
69
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Penyakit jantung rematik merupakan penyakit jantung
yang sering ditemukan dalam kehamilan dan dapat
menyebabkan kerusakan katup pada jantung sehingga
berbahaya pada kondisi kehamilan. Prinsip
penatalaksanaan yang terpenting dari kehamilan dengan
penyakit jantung adalah deteksi dini dan mengurangi
beban jantung berlebihan sehingga dari seluruh fase
kehamilan mulai dari ANC sampai fase puerperium harus
ditatalaksana berorientasi terhadap pencegahan
peningkatan beban jantung dan infeksi sekunder.
5.2 Saran
Sebaiknya penanganan kehamilan dengan penyakit
jantung mengintegrasikan penerapan ilmu kedokteran di
bidang kardiologi dan kebidanan, sehingga didapatkan
hasil yang lebih baik dalam memanajemen pasien dengan
penyakit jantung terutama pada kasus penyakit jantung
rematik.
71
DAFTAR PUSTAKA
1. Easterling TR, Otto C. Heart disease.
In: Gabbe, editor. Obstetrics-normal and problem
pregnancies. 4 th ed. London: Churchill
Livingstone Inc; 2002. p. 1005-30.
2. Cunningham F, MacDonald P, Gant N,
Leveno K, Gilstrap L, Hankins Gea. Cardiovascular
diseases. In: Williams obstetrics. 21 st ed. New
York: McGraw Hill; 2001. p. 1181-203.
3. Wibowo B, Wiknjpasienastro GH. 2002.
Penyakit Jantung Katup. Ilmu Kebidanan. Ed : 3rd.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Pg. 766-773.
4. Ratnadewi N, Suardi A. Tinjauan kasus
penyakit jantung dalam kehamilan di RSU Dr.Hasan
Sadikin selama 5 tahun (1994-1998). Maj Obstet
Ginekol Indones 2000;24 (1):37 - 42.
5. Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri
dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah Denpasar. 2004.
Penyakit Jantung Dalam Kehamilan. Pg. 25-27.
6. Gei A, Hankins G. Medical
complications of pregnancy cardiac disease and
pregnancy. Obstet and gynecol clin 2001;28 (3):1-
42.
72
7. Wiratama K, Suwardewa T. Kehamilan
dengan penyakit jantung rematik (pjr) serta
komplikasi stroke hemoragik. In: Pertemuan Ilmiah
Tahunan POGI XI; 1999; Semarang; 1999.
8. Rheumatic fever and rheumatic heart
disease: report of a WHO expert Consultation.
World Health Org Tech Rep Ser 2004 ; 923 : 1-122
9. Jawetz, Melnick & Adelberg.
Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995
10. Moss and Adams’. Heart Disease in
Infant, Children, and Adolescent. 6th ed.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins,
2001
11. Myung K. Park. Pediatric Cardiology
for Practitioners. 4th ed. St.Louis : Mosby, 2002
12. Prices SA, Wilson LM. Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6,
Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2006
13. Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi keempat, jilid III.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 2006
73
Top Related