9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman randu (Ceiba pentandra)
Kapuk randu (Ceiba pentandra) adalah pohon tropis
yang tergolong ordo Malvales dan famili Malvaceae
(sebelumnya dikelompokkan ke dalam famili terpisah
Bombacaceae), berasal dari bagian utara dari Amerika Selatan,
Amerika Tengah dan Karibia, dan (untuk varitas C. pentandra
var. guineensis) berasal dari sebelah barat Afrika. Kata "kapuk"
atau "kapok" juga digunakan untuk menyebut serat yang
dihasilkan dari bijinya. Pohon ini juga dikenal sebagai kapas
Jawa atau kapok Jawa, atau pohon kapas-sutra dan disebut
sebagai Ceiba yaitu nama genusnya yang merupakan simbol
suci dalam mitologi bangsa Maya. Pohon ini tumbuh hingga
setinggi 60-70 m dan dapat memiliki batang pohon yang cukup
besar hingga mencapai diameter 3 m. Pohon ini banyak ditanam
di Asia, terutama di pulau Jawa, Malaysia, Filipina, dan
Amerika Selatan.
Taksonomi tanaman randu menurut Heyne (1987):
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malvales
Famili : Malvaceae
Genus : Ceiba
Spesies : Ceiba pentandra (L.) Gaertn.
10
Gambar 2. Pohon kapuk randu umur 4 tahun (Sumber: Barani,
2006)
Gambar 3. Bunga kapuk randu (Sumber: Barani, 2006)
Gambar 4. Biji Kapuk yang berisi serat di dalamnya (Sumber:
Wikipedia)
11
Penyebaran tanaman randu di Asia meliputi wilayah
India, Indonesia, Thailand dan Filipina. Tanaman randu di
Indonesia dikembangkan oleh rakyat, perkebunan swasta dan
perkebunan pemerintah (BUMN). Areal seluruhnya saat ini
mencapai 250.500 hektar dengan produksi serat mencapai
84.700 per kg. dan saat ini dikembangkan aneka jenis keperluan
lainnya. Penggunaan untuk obat tradisional randu di antaranya
sebagai obat luar dan obat dalam seperti untuk mengatasi
demam, diare, diabetes, hipertensi, sakit kepala, obat luka, dan
sebagainya. Selain itu menurut Pratiwi (2014) yaitu tanaman
randu memiliki banyak kegunaan lain, di antaranya pada bagian
daunnya dapat digunakan untuk makanan ternak dan minyak
bijinya untuk industri. Pohon randu berfungsi sebagai inang
lebah madu dan ada lebah spesifik yang hanya mau mengambil
madu dari bunga pohon randu. Madu dari lebah ini ampuh
mengobati banyak penyakit, seperti demam, sariawan, dan luka
bakar, serta dapat meningkatkan kecerdasan otak. Dengan
demikian, potensi Ceiba pentandra sebagai tanaman obat
multifungsi sangat besar sehingga perlu ditingkatkan dalam
penggunaannya sebagai obat modern. Menurut Mahfudin
(2016) pohon randu (C. pentandra) merupakan tumbuhan yang
mengandung polifenol, saponin, damar yang pahit, hidrat arang
pada daunnya, dan minyak dalam bijinya. Senyawa saponin
yang dikandung oleh daun randu dapat pula berperan sebagai
zat antimikroba karena dapat menimbulkan reaksi saponifikasi.
Reaksi ini menyebabkan kerusakan struktur lemak membran
bakteri sehingga dinding sel bakteri akan pecah kemudian mati,
sehingga tidak perlu penambahan antimikroba pada pembuatan
edible coating ekstrak daun randu.
12
2.2 Madu
Menurut SNI 3545 (2013) madu merupakan cairan
alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan
oleh lebah madu (Apis sp) dari sari bunga tanaman (floral
nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral). Persyaratan
mutu madu dapat dilihat pada Tabel 1.
13
Tabel 1. Persyaratan mutu madu menurut SNI 3545:2013
No Jenis uji Satuan Persyaratan
A Uji organoleptik
1 Bau Khas madu
2 Rasa Khas madu
B Uji laboratoris
1 Aktivitas enzim diastase DN Min 3*)
2 Hidroksimetilfurfural (HMF) mg/kg Maks 50
3 Kadar air % b/b Maks 22
4 Gula pereduksi (dihitung
sebagai glukosa)
% b/b Maks 65
5 Sukrosa % b/b Maks 5
6 Keasaman ml NaOH/kg Maks 50
7 Padatan tak larut dalam air % b/b Maks 0,5
8 Abu % b/b Maks 0,5
9 Cemaran logam
9.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks 2,0
9.2 Cadmium (Cd) mg/kg Maks 0,2
9.3 Merkuri (Hg) mg/kg Maks 0,03
10 Cemaran arsen (As) mg/kg Maks 1,0
11 Kloramfenikol Tidak
terdeteksi
12 Cemaran mikroba
12.1 Angka lempeng total
(ALT)
koloni/g <5X103
12.2 Angka paling mungkin
(APM) koliform
APM/g <3
12.3 Kapang dan khamir koloni/g <1X101
Catatan *) Persyaratan ini berdasarkan pengujian setelah madu dipanen
Sumber: SNI 3545:2013
14
Beternak lebah madu dapat menghasilkan produk-
produk lebah madu yang bernilai ekonomi tinggi, berupa madu,
malam, royal jelly, propolis, dan bee pollen. Menurut Widowati
(2013) Lebah madu dalam kehidupannya membutuhkan
makanan berupa nektar dan serbuk sari. Nektar adalah cairan
berasa manis yang berasal dari kelenjar-kelenjar nektar pada
bunga yang kelak menjadi madu lebah. Serbuk sari adalah alat
reproduksi jantan pada bunga. Serbuk sari yang dibawa oleh
lebah pekerja pencari serbuk sari untuk disimpan di dalam sel-
sel sisiran sarang. Serbuk sari yang siap dikonsumsi lebah madu
disimpan di dalam sel-sel sisiran sarang (comb) yang disebut
sebagai bee bread. Jaya (2017) menyatakan bahwa nektar
merupakan zat yang dihasilkan oleh kelenjar nektarifer berupa
larutan gula dan mempunyai konsentrasi sekitar 7-70%. Nektar
dipengaruhi beberapa faktor yaitu tanah, jenis tanaman dan
kelembaban udara. Berdasarkan sumber bunga (nectar), madu
dibedakan menjadi 2 yaitu madu monofloral dan multifloral.
Madu yang berasal dari satu jenis tanaman, misalnya madu
randu. Madu randu adalah madu yang dihasilkan oleh lebah
yang mengkonsumsi nektar dari tanaman randu. Madu
monofloral berasal dari satu jenis nectar atau didominasi oleh
satu nectar. Madu multifloral adalah madu yang berasal dari
berjenis-jenis tanaman, sebagai contoh madu hutan dari lebah
yang mendapatkan nektar dari beberapa jenis tanaman
(Anonim, 2003).
Menurut Anonim (2003) madu juga dapat dibagi
menurut asal nektar, maupun menurut bentuk madu yang lazim
terdapat dalam istilah pemasaran. Berbagai jenis madu dapat
dihasilkan dari berbagai sumber nektar yang dikenal sebagai
madu flora, madu ekstra flora serta madu embun (honey dew
honey). Madu flora dihasilkan dari nektar bunga. Bila nektar
15
tersebut berasal dari beranekaragam bunga, maka madu yang
dihasilkan disebut madu poliflora dan bila dari satu jenis
tanaman disebut madu monoflora. Madu ekstra flora, madu
yang dihasilkan dari nektar yang terdapat di luar bunga yaitu
dari bagian tanaman lain, seperti daun, cabang dan batang.
Madu embun dihasilkan dari cairan hasil sekresi serangga
famili Lechanidae, Psyllidae atau Lechnidae yang diletakkan
eksudatnya pada bagian-bagian tanaman. Cairan ini kemudian
dihisap dan dikumpulkan oleh lebah madu di dalam bagian
tertentu yang disebut sarang madu. Menurut Andriani, Utami
dan Hariyati (2010) madu monoflora merupakan madu yang
diperoleh dari satu tumbuhan utama. Madu ini biasanya
dinamakan berdasarkan sumber nektarnya, seperti madu
kelengkeng, madu rambutan dan madu randu. Madu monoflora
mempunyai wangi, warna dan rasa yang spesifik sesuai dengan
sumbernya dan jenis yang lain yaitu madu poliflora. Madu
poliflora merupakan madu yang berasal dari nektar beberapa
jenis tumbuhan bunga. Madu ini biasanya berasal dari hutan
yang diproduksi oleh lebah-lebah liar. Dari beberapa jenis madu
yang berbeda sumber nektarnya ini dimungkinkan akan
memiliki aktivitas antibakteri yang berbeda pula. Sumber
nektar yang berbeda akan mempengaruhi sifat madu yang
dihasilkan oleh lebah, diantaranya dari segi warna, rasa, dan
komponen madu. Madu dihasilkan oleh lebah madu dengan
memanfaatkan bunga tanaman.
Madu randu merupakan jenis madu yang diproduksi
secara kontinyu di Indonesia. Madu randu termasuk dalam
monofloral atau madu yang berasal dari satu jenis bunga yaitu
bunga randu (Cheiba petandra) di area hutan randu. Secara fisik
madu randu berwarna coklat muda dan bening, rasa manis
sedikit masam, jika dipanen pada musim panas maka kadar air
16
dalam madu lebih sedikit dibanding saat musim hujan (Kamil
dkk. 2008). Madu Randu merupakan jenis madu yang
diproduksi secara kontinyu di Indonesia. Madu ini termasuk
dalam madu monofloral atau madu yang berasal dari satu jenis
bunga yaitu bunga randu. Madu Randu diproduksi oleh industri
peternakan lebah madu di perkebunan randu, yang telah
diketahui mempunyai khasiat sangat baik bagi kesehatan.
(Parwata, Ratnayanti dan Listya, 2010). Kandungan madu
randu dapat dilihat pada Tabel 2. Madu memiliki warna, aroma
dan rasa yang berbeda-beda, tergantung pada jenis tanaman
yang banyak tumbuh di sekitar peternakan lebah madu. Sebagai
contoh madu mangga (rasa yang agak asam), madu bunga timun
(rasanya sangat manis), madu kapuk atau randu (rasanya manis,
lebih legit dan agak gurih), madu lengkeng (rasa manis, lebih
legit dan aromanya lebih tajam). Selain itu dikenal pula madu
buah rambutan, madu kaliandra dan madu karet (Ratnayani,
Dwi dan Gitadewi, 2008). (Mulu dkk, 2004) menyatakan
perbedaan jenis tumbuh-tumbuhan yang cairan bunganya
menjadi sumber makanan lebah untuk memproduksi madu akan
mempengaruhi karakteristik dari madu, seperti flavor, aroma,
warna, dan komposisi dalam madu.
17
Tabel 2. Kandungan madu randu
No Parameter Kandungan
1 Kadar air 21,68%
2 Keasaman 13,97 ml NaOH 1N/kg
3 Enzim diastase 15,52 DN
4 Hidroksi Metil Furfural
(HMF)
0,23 mg/kg
5 Kadar abu 0,30%
6 Gula pereduksi 67,82%
7 Sukrosa 2,80%
8 Padatan tak larut 0,03%
9 Logam berupa Fe 0,50 ppm
10 Zn 1,03 ppm
11 Pb -
12 Cu 0,25 ppm
Sumber: Jaya (2017)
Sifat fisik madu menurut Jaya (2017) yaitu :
1. Higroskopis yaitu kemampuan madu untuk menyerap uap
air dari udara sekitarnya sampai mencapai kesetimbangan.
Hal ini dikarenakan madu merupakan larutan gula yang
lewat jenuh serta tidak stabil.
2. Tekanan osmosis yaitu larutan gula yang lewat jenuh dari
karbohidrat sehingga disebut sebagai medium
hiperosmotik. Padatan madu memiliki campuran
monosakarida sekitar 84%, yakni terdiri dari fruktosa dan
glukosa. Jika organisme bersel satu akan terbunuh jika
berada dalam medium hiperosmotik seperti ini, karena
kehilangan cairan tubuh ynag diakibatkan oleh perbedaan
tekanan osmosis yang besar. Terdapat interaksi yang kuat
18
antara molekul gula dengan molekul air, sehingga
ketersediaan air untuk mikroba menjadi terbatas.
3. Kadar air merupakan salah satu faktor terpenting dalam
menentukan kualitas madu. Jika kadar air madu terlalu
tinggi akan mengakibatkan kualitas madu menjadi rendah.
4. Viskositas merupakan larutan gula yang lewat jenuh yang
mengandung protein dan mineral meskipun dalam jumlah
yang kecil. Viskositas pada madu dipengaruhi oleh suhu,
jenis flora bunga dan kadar air viskositas pada madu.
5. Madu memiliki sifat menurunkan titik beku. Madu yang
memiliki kadar air 15% akan membeku pada suhu 1,42-
1,53 0C, sedangkan suatu larutan 68% akan membeku
sekitar -120C. Madu sebaiknya disimpan pada suhu 27 0C
dalam kemasan kedap udara.
6. Kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
bobot jenis madu, sedangkan jenis sumber bunga
berpengaruh sedikit sekali terhadap bobot jenis madu.
7. Aktifitas air madu bergantung pada suhu dan kadar air.
Asam madu juga memiliki pengaruh sedikit terhadap sifat
aktifitas air.
8. Faktor yang mempengaruhi tegangan permukaan pada
madu adalah sumber nektar dan kandungan zat koloid.
Sebaliknya, jika tegangan madu rendah serta kekentalan
yang tinggi akan menciptakan madu yang membentuk
busa.
9. Suhu pada madu yaitu madu mudah mengalami
overheating (kelebihan panas) karena memilki sifat yang
mudah menghantarkan panas.
10. Warna alami madu adalah kuning kecoklatan seperti warna
gula karamel. Namun, warna madu sangat bervariasi mulai
dari transparan hingga berwarna amber gelap. Warna madu
19
sangat dipengaruhi oleh sumber nektar, umur panen madu
dan waktu kondisi penyimpanan.
11. Aroma madu berasal dari sel kelenjar bunga yang
mengeluarkan zat yang tercampur didalam nektar dan juga
merupkan hasil dari proses fermentasi dari asam amino,
gula dan vitamin selama pematangan madu. Aroma madu
tidak bertahan lama dikarenakan zat ini menguap selama
penyimpanan khusunya bila madu tidak disimpan dengan
baik.
12. Rasa madu diciptakan oleh kandungan asam organik,
karbohidrat dan jenis nektarnya. Hampir semua madu
memilki rasa manis dan agak asam. Rasa manis pada madu
tergantung dari rasa karbohidrat (fruktosa dan glukosa)
yang terkandung dalam nektar tanaman. Rasa pada madu
dapat berubah menjadi kurang enak dan masam jika
disimpan pada suhu diatas 300C.
Madu merupakan salah satu produk hasil hutan yang
sudah lama dikenal oleh masyarakat dan memiliki banyak
manfaat, diantaranya yaitu sebagai suplemen kesehatan,
kecantikan, anti toksin, obat luka, dan sebagai bahan baku
dalam industri makanan dan minuman. (Kementerian
Kehutanan, 2010). Menurut Siregar (2001) madu adalah bahan
alami yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dan
kecantikan. Madu mengandung alfa hidroxy acid yang sangat
baik meningkatkan kekenyalan dan kekencangan kulit, selain
itu madu juga mengandung flavonoid dan asam amino yang
berfungsi sebagai pelembab kulit. Aden (2010) juga
menyatakan bahwa manfaat madu untuk kecantikan yaitu untuk
melembutkan bibir, melembabkan dan mencegah bibir
mengering atau pecah-pecah, madu bisa menghilangkan
20
jerawat, menghilangkan noda dan flek hitam diwajah serta
mencegah kulit keriput.
Menurut Wineri, dkk (2014) madu memiliki zat yang
bersifat bakterisidal dan bakteriostatik seperti antibiotik.
Bakteri tidak dapat hidup dan berkembang di dalam madu
karena madu mengandung unsur kalium yaitu unsur yang
mencegah kelembaban sehingga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri. Madu juga memiliki kandungan fenol,
komponen peroksida dan non-peroksida, memiliki viskositas
kental, serta pH yang rendah sehingga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri. Sifat hidroskopik yang dimiliki madu
dapat menarik air dari lingkungan hidup bakteri yang
mengakibatkan bakteri mengalami dehidrasi. Madu juga
bersifat imunomodulator yaitu dengan cara memicu makrofag
untuk menghasilkan sitokin yang terlibat untuk membunuh
bakteri dan perbaikan jaringan. Sifat antibakteri tersebut efektif
untuk menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhii,
Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Staphylococcus
aureus serta Pseudomonas aeruginosa. Kandungan yang
terdapat dalam madu sangat kaya akan vitamin, mineral dan
antioksidan yang dapat digunakan sebagai pelembab, penyegar
dan masker wajah. Madu memiliki kandungan zat antiseptik
yang berguna untuk membunuh bakteri pada tubuh. Beberapa
faktor yang menyebabkan madu memiliki aktivitas antibakteri
menurut Mundo, Padilla dan Worobo (2004), antara lain
keasaman, tekanan osmotik dan hidrogen peroksida. Komponen
tambahan pada madu seperti asam aromatik dan komponen
fenol juga berperan dalam aktivitas antibakteri. Menurut
Mclonne (2016) madu dapat digunakan untuk eksim yang dapat
membunuh berbagai macam patogen luka. Madu dapat
21
menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti Escherichia
coli, Listeria monocytogenes, dan Staphylococcus aureus.
2.3 Sabun
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 1994
sabun mandi didefinisikan sebagai senyawa Natrium dengan
asam lemak yang digunakan sebagai pembersih tubuh,
berbentuk padat, berbusa, dengan atau penambahan lain serta
tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Syarat mutu sabun mandi
padat yang ditetapkan oleh SNI dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Syarat mutu sabun mandi
No Uraian Tipe I Tipe II Seperfat
1 Kadar air, % Maks.15 Maks.15 Maks.15
2 Jumlah asam
lemak, %
>70 64-70 >70
3 Alkali bebas
-dihitung
sebagai
NaOH, %
Maks. 0,1 Maks. 0,1 Maks. 0,1
-dihitung
sebagai KOH,
%
Maks. 0,14 Maks. 0,14 Maks. 0,14
4 Asam lemak
bebas dan atau
lemak netral,
%
<2,5 <2,5 2,5-7,5%
5 Minyak
mineral
Negatif Negatif Negatif
Sumber: Standar Nasional Indonesia 06-3532-1994
22
Sabun tipe 1 merupakan sabun yang terbaik karena
mengandung jumlah asam lemak yang tinggi (lebih dari 70%)
dengan asam lemak bebas yang rendah yaitu kurang dari 2,5%.
Sabun tipe 1, 2 dan seferfat merupakan sabun yang dapat
dipasarkan di masyarakat karena aman untuk digunakan. Sabun
tipe 2 lebih baik dari superfat karena kandungan asam lemak
bebasnya kurang dari 2,5%.
Menurut Purwaningsih, dkk (2014) kulit merupakan organ
yang menutupi seluruh tubuh manusia dan mempunyai fungsi
untuk melindungi dari pengaruh luar. Kerusakan pada kulit
akan menggangu kesehatan manusia maupun penampilan,
sehingga kulit perlu dilindungi dan dijaga kesehatannya. Proses
kerusakan kulit ditandai dengan munculnya keriput, sisik,
kering dan pecah-pecah. Kebersihan merupakan hal yang
sangat penting, karena semakin banyak penyakit yang timbul
karena bakteri dan kuman. Sabun merupakan salah satu sarana
untuk membersihkan diri dari kotoran, kuman dan hal-hal lain
yang membuat tubuh menjadi kotor. Bahkan di zaman sekarang
ini sabun bukan hanya digunakan untuk membersihkan diri,
tetapi juga ada beberapa sabun yang sekaligus berfungsi untuk
melembutkan kulit, memutihkan kulit maupun menjaga
kesehatan kulit. Dalam pembuatan sabun sering digunakan
bermacam-macam lemak ataupun minyak sebagai bahan baku.
Jenis-jenis minyak ataupun lemak yang digunakan dalam
pembuatan sabun ini akan mempengaruhi sifat-sifat sabun
tersebut, baik dari segi kekerasan, banyaknya busa yang
dihasilkan, maupun pengaruhnya bagi kulit. Untuk itu dalam
pembuatan sabun perlu dipilih jenis minyak dan lemak yang
sesuai dengan kegunaan sabun itu sendiri (Gusviputra, Meliana,
Aylianawati dan Indraswati, 2013).
23
Menurut Anonymous (2002) ada tiga bahan utama dalam
sabun biasa yaitu minyak atau lemak, alkali dan air. Bahan-
bahan lain dapat ditambahkan untuk memberikan sabun dengan
bau atau warna yang menyenangkan dan dapat meningkatkan
kualitas sabun. Menurut Widyasanti (2016) menyatakan bahwa
sabun merupakan bahan pembersih tubuh yang saat ini semakin
populer di kalangan masyarakat. Cara yang paling tepat untuk
menjaga kesehatan kulit adalah dengan mandi teratur dengan
menggunakan sabun. Fungsi dari sabun yaitu sebagai bahan
pembersih tubuh, sabun dapat mengangkat kotoran-kotoran
yang menempel pada permukaan kulit, baik kotoran yang larut
dalam air maupun kotoran yang larut dalam lemak. Sabun dapat
mengangkat sel – sel kulit yang telah mati, sisa – sisa kosmetik,
dan bahkan dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang
merugikan bagi kulit. Sabun adalah bahan yang digunakan
untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua komponen
utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan sodium
atau potasium. Sabun merupakan pembersih yang dibuat
dengan reaksi kimia antara kalium atau natrium dengan asam
lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang
dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras, sedangkan
sabun yang dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak.
Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan
proses netralisasi minyak. Proses saponifikasi minyak akan
memperoleh produk sampingan yaitu gliserol, sedangkan
proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Proses
saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan
alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam
lemak bebas dengan alkali (Zulkifli dan Teti, 2014). Menurut
Marina (2009) sabun adalah kombinasi dari asam lemak
(minyak nabati atau hewani) yang bereaksi dengan air dan KOH
24
untuk sabun cair atau NaOH untuk sabun padat. Campuran
akan bereaksi dan memulai proses yang dikenal sebagai
saponifikasi yang berubah menjadi sabun. Pembuatan sabun
dapat dibuat dengan memilih lemak, minyak, lalu menentukan
jumlah alkali yang tepat untuk ditambahkan. Jumlah alkali ini
adalah angka yang disebut nomor atau nilai saponifikasi (SAP).
Sabun diklasifikasikan menjadi tiga kelompok menurut
Ophardt (2003).
1. Sabun dengan kualitas A yaitu sabun yang diproduksi dengan
menggunakan bahan baku dari minyak atau lemak terbaik dan
mengandung sedikit alkali atau tidak mengandung alkali bebas.
Sabun A ini umumnya digunakan untuk sabun mandi (toilet
soap) yang biasa kita kenal.
2. Sabun kualitas B merupakan sabun yang dibuat dengan
menggunakan bahan baku yang berasal dari minyak atau lemak
dangan kualitas yang lebih rendah dan mengandung sedikit
alkali, namun tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Sabun B ini
biasanya digunakan untuk mencuci pakaian dan piring.
3. Sabun dengan kualitas C merupakan sabun yang dibuat
dengan minyak atau lemak yang berwarna gelap (kualitas
rendah) dan mengandung alkali yang relatif tinggi.
Berdasarkan bentuknya sabun menurut Maripa, Kuniasih
dan Ahmadi (2012) diantaranya:
1. sabun cair (liquid soap)
2. sabun padat opaque (sabun padat biasa)
3. sabun padat transparan
Sifat – sifat sabun menurut Naomi, Lumban, Anna dan
Yusuf (2013) yaitu :
1. Sabun bersifat basa: sabun adalah garam alkali dari asam
lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air.
Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
25
2. Sabun menghasilkan buih atau busa: jika larutan sabun dalam
air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak
akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat
menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air
mengendap.
3. Sabun mempunyai sifat membersihkan: sifat ini disebabkan
proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak)
digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun
non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar.
Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang
bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air)
dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+ sebagai kepala
yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air.
Menurut Sari, Kasih dan Sari (2010) sabun adalah satu
macam surfaktan, senyawa yang menurunkan tegangan
permukaan air. Sifat ini menyebabkan larutan sabun dapat
memasuki serat, menghilangkan dan mengusir kotoran dan
minyak. Setelah kotoran dan minyak dari permukaan serat,
sabun dapat mencucinya karena struktur kimianya. Bagian
akhir dari rantai (ionnya) yang bersifat hidrofil (suka air)
sedangkan rantai karbonnya bersifat hidrofobik (tidak suka air).
Rantai hidrokarbon larut dalam partikel minyak yang tidak larut
dalam air. Ionnya terdispersi atau teremulsi dalam air sehingga
dapat dicuci. Maripa dkk., (2012) menyatakan sabun adalah
surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan
membersihkan. Berdasarkan bentuknya, sabun yang dikenal
pada saat ini ada bermacam-macam diantaranya berupa sabun
cair (liquid soap), sabun padat opaque (sabun padat biasa), dan
juga sabun padat transparan. Sabun transparan adalah jenis
sabun untuk muka dan untuk mandi yang dapat menghasilkan
busa lebih lembut di kulit dan penampakannya berkilau jika
26
dibandingkan dengan jenis sabun yang lain. Harga sabun
transparan relatif lebih mahal dibandingkan dengan sabun
lainnya dan dikonsumsi oleh kalangan menengah ke atas
(Hambali, Bunasor, Suryani dan Kusumah 2004). Menurut
Qisty (2009) sabun padat transparan merupakan salah satu
inovasi sabun yang menjadikan sabun lebih menarik. Sabun
transparan mempunyai busa yang lebih halus dibandingkan
dengan sabun opaque sabun yang tidak transparan. Faktor yang
dapat mempengaruhi transparansi sabun adalah kandungan
alkohol, gula, dan gliserin dalam sabun. Ketika sabun akan
dibuat jernih dan bening, maka hal yang paling penting adalah
kualitas gula, alkohol, dan gliserin. Kandungan gliserin baik
untuk kulit karena berfungsi sebagai pelembab pada kulit dan
membentuk fasa gel pada sabun (Rahadiana dan Luviana,
2014).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi
penyabunan menurut (Gusviputra dkk, 2013) antara lain:
1. Konsentrasi larutan KOH atau NaOH: Konsentrasi basa yang
digunakan dihitung berdasarkan stokiometri reaksinya, di mana
penambahan basa harus sedikit berlebih dari minyak agar
tersabunnya sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu pekat
akan menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan, sehingga
fasenya tidak homogen, sedangkan jika basa yang digunakan
terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih
lama. Dalam industri sabun, NaOH digunakan sebagai alkali
dalam pembuatan sabun keras, sedangkan KOH digunakan
sebagai alkali dalam pembuatan sabun lunak.
2. Suhu (T): Kenaikan suhu operasi akan meningkatkan
konversi reaksi dari reaktan menjadi produk yang terbentuk.
Akan tetapi kenaikan suhu yang berlebihan akan menurunkan
konversi produk yang diinginkan.
27
3. Pengadukan: Pengadukan dilakukan untuk memperbesar
probabilitas tumbukan molekul-molekul reaktan yang bereaksi.
Jika tumbukan antar molekul reaktan semakin besar, maka
kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula.
4. Waktu: Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin
banyak pula minyak yang dapat tersabunkan, berarti hasil yang
didapat juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi telah mencapai
kondisi setimbangnya, penambahan waktu tidak akan
meningkatkan jumlah minyak yang tersabunkan.
Saponifikasi merupakan salah satu metode pemurnian
secara fisik. Saponifikasi dilakukan dengan menambahkan basa
pada minyak yang akan dimurnikan. Sabun yang terbentuk dari
proses ini dapat dipisahkan dengan 30 sentrifugasi.
Penambahan basa pada proses saponifikasi akan bereaksi
dengan asam lemak bebas membentuk sabun yang mengendap
dengan membawa serta lendir, kotoran dan sebagian zat warna.
Saponifikasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam
lemak bebas dari minyak atau lemak dengan cara mereaksikan
asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga
memmbentuk sabun (soap stock) (Zulkifli dan Teti, 2014).
Menurut Naomi dkk (2013) saponifikasi merupakan proses
hidrolisis basa terhadap lemak dan minyak, dan reaksi
saponifikasi bukan merupakan reaksi kesetimbangan. Hasil
mula-mula dari penyabunan adalah karboksilat karena
campurannya bersifat basa. Setelah campuran diasamkan,
karboksilat berubah menjadi asam karboksilat. Produknya,
sabun yang terdiri dari garam asam-asam lemak. Fungsi sabun
dalam keanekaragaman cara adalah sebagai bahan pembersih.
Sabun menurunkan tegangan permukaan air, sehingga
memungkinkan air untuk membasahi bahan yang dicuci dengan
lebih efektif. Sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi
28
untuk mendispersikan minyak dan sabun teradsorpsi pada
butiran kotoran.
2.4 Bahan Pembuat Sabun Padat Transparan
2.4.1 Minyak Biji Bunga Matahari
Tanaman bunga matahari (Helianthus annuus L.)
famili Asteraceae merupakan tanaman yang memiliki
aktivitas terapetik dalam berbagai pengobatan,
diantaranya: sebagai penyembuh luka, antioksidan,
antikanker, antidiare, antihistamin, antiinflamasi, serta
sebagai analgesik (Juniarti dan Yedi 2015). Menurut
Rodhiyah dan Sulistiyawati (2012) menyatakan bahwa
kemampuan Helianthus annuus dalam mempercepat
proses penyembuhan luka berasal dari kandungan zat aktif
antara lain β-sitosterol, flavonoid dan linoleic acid yang
terdapat pada bagian biji bunga mataharinya.
Penyembuhan luka pada kelompok minyak biji bunga
matahari pada fase inflamasi lebih baik, hal ini disebabkan
adanya flavonoid yang berperan sebagai anti oksidan yang
mampu membatasi jumlah radikal bebas. Pada fase
inflamasi, flavonoid berperan membatasi radikal bebas
seperti reactive oxygen species (ROS) sehingga tidak
terjadi kerusakan jaringan yang berlebihan, β-sitosterol
yang membatasi jumlah prostasiklin dan linoleic acid yang
merupakan mediator pro inflamatori kuat yang
menyebabkan akumulasi dari leukosit dan makrofag
sehingga mambantu mempercepat fase inflamasi.
Minyak biji bunga matahari adalah salah satu
minyak utama di dunia yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan dikarenakan kualitasnya yang terbaik. Kualitas
minyak ditentukan oleh adanya kandungan asam lemak
29
yang tinggi, kombinasi asam lemak tak jenuh tunggal dan
ganda dengan kadar asam lemak jenuh yang rendah. Asam
linoleat (omega-6) dan asam linolenat (omega-3) yang
terdapat dalam minyak biji bunga matahari merupakan
asam lemak tak jenuh ganda dan berperan sebagai asam
lemak essensial bagi tubuh. Asam linoleat memiliki fungsi
yang sama dengan asam linolenat, yaitu dapat mencegah
kekeringan kulit dan peradangan (Kurniati dalam Husna,
Suryanto dan Purba, 2011). Komposisi minyak biji bunga
matahari berkisar antara 23-45%. Minyak biji bunga
matahari mengandung asam linoleat 44-72% dan asam
oleat 11,7%. Minyak biji bunga matahari digunakan untuk
berbagai keperluan seperti minyak goreng, pembuatan
margarine bahan baku kosmetik, dan obat-obatan, selain
itu bungkil atau ampas hasil pemerasan minyak
mengandung 13-20% protein, yang dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak. Misalnya biji bunga matahari
termasuk golongan minyak rendah kolesterol menyaingi
minyak jagung, minyak kacang tanah dan minyak kadelai,
sehingga sangat baik untuk kesehatan (Rukmana, 2004).
2.4.2 Asam Stearat
Asam stearat dihasilkan dari minyak sawit atau
minyak kelapa. Asam sterat dapat berbentuk cairan atau
padatan. Pada proses pembuatan sabun transparan, jenis
asam stearat yang dipilih adalah yang berbentuk kristal
putih kekuningan. Kristal putih ini mencair pada suhu
56oC. Pada proses pembuatan sabun, asam stearat
berfungsi untuk mengeraskan dan menstabilkan busa
(Hambali dkk., 2005). Menurut Febriyanti (2015) asam
stearat adalah campuran asam organik padat yang
30
diperoleh dari lemak dan minyak yang sebagian besar
terdiri atas asam oktadekonat dan asam heksadekonat,
berupa zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan
hablur putih atau kuning pucat,mirip lemak lilin. Praktis
tidak larut dalam air, larut dalam bagian. Febriyenti, Sari
dan Novita (2014) menyatakan asam stearat yang memiliki
atom carbon C18 merupakan asam lemak jenuh yang
menyebabkan sabun yang dihasilkan menjadi keras.
Rahayu (2015) juga menyatakan asam stearat digunakan
sebagai pengeras sabun dan penstabil busa, asam stearat
dipilih karena aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan
dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan
tegangan permukaan dari air.
2.4.3 Natrium Hidroksida (NaOH)
Soda kaustik (NaOH) merupakan bahan penting
dalam pembuatan sabun mandi karena menjadi bahan
utama dalam proses saponifikasi dimana minyak atau
lemak akan diubah menjadi sabun. Tanpa bantuan NaOH
maka proses kimia sabun tidak akan terjadi. Setelah
menjadi sabun maka NaOH akan terpecah menjadi unsur
penyusunnya yang netral. Konsentrasi NaOH berpengaruh
terhadap kualitas sabun yang dibuat karena dapat
mempengaruhi pH sabun, asam lemak bebas, alkali bebas
dan kadar air. Tinggi rendahnya konsentrasi NaOH akan
mempengaruhi kesempurnaan proses saponifikasi pada
sabun sehingga secara tidak langsung juga akan
mempengaruhi kualitas sabun yang dihasilkan (Maripa
dkk, 2012). Menurut (Hambali dkk., 2005) Natrium
hidroksida sering disebut dengan kaustik soda atau soda
api yang merupakan senyawa alkali yang mampu
31
menetralisir asam. NaOH berbentuk kristal putih dengan
sifat cepat menyerap kelembaban. Rahayu (2015)
menyatakan NaOH berfungsi sebagai penetralisir asam.
Aquadest ditambahkan sebagai pelarut karena lebih aman,
bersifat inert, lebih murah serta mudah didapatkan.
2.4.4 Gliserin
Gliserin adalah produk samping dari reaksi
hidrolisis antara minyak nabati dengan air untuk
menghasilkan asam lemak. Gliserin merupakan humektan
sehingga dapat berfungsi sebagai pelembab pada kulit.
Pada kondisi atmosfer sedang ataupun pada kondisi
kelembapan tinggi, gliserin dapat melembabkan kulit dan
mudah dibilas. Gliserin berbentuk cairan jernih, tidak
berbau dan memilki rasa manis (Hambali dkk., 2005).
Faktor yang dapat mempengaruhi transparansi sabun
adalah kandungan alkohol, gula, dan gliserin dalam sabun.
Ketika sabun akan dibuat jernih dan bening, maka hal yang
paling penting adalah kualitas gula, alkohol, dan gliserin.
Kandungan gliserin baik untuk kulit karena berfungsi
sebagai pelembab pada kulit dan membentuk fasa gel pada
sabun (Rahadiana dan Luviana, 2014). Kandungan gliserin
berfungsi sebagai humektan, emolient dan sebagai
komponen pembentuk transparan bersama dengan sukrosa
dan alkohol 96% (Febriyenti dkk, 2014). Rahayu (2015)
menyatakan gliserin digunakan sebagai humektan karena
humektan penting digunakan untuk mencegah pengeringan
sediaan. Humektan dapat juga berfungsi sebagai pelican
pada sediaan.
32
2.4.5 Gula Pasir
Gula pasir berbentuk kristal putih. Pada proses
pembuatan sabun transparan gula pasir berfungsi untuk
membantu terbentuknya transparansi pada sabun. Gula
pasir yang ditambahkan dapat membantu perkembangan
kristal pada sabun (Hambali dkk., 2005).
2.4.6 Etanol
Etanol (etil alkohol) yaitu berbentuk cair, jernih
dan tidak berwarna. Etanol merupakan senyawa organik
dengan rumus kimia C2H5OH. Etanol digunakan sebagai
pelarut pada proses pembuatan sabun transparan karena
sifatnya yang mudah larut dalam air dan lemak (Hambali
dkk., 2005).
2.4.7 Coco-DEA
Coco-DEA merupakan dietanolamida yang
terbuat dari minyak kelapa. DEA dalam formula sediaan
kosmetik berfungsi sebagai surfaktan dan penstabil busa.
Surfaktan adalah senyawa aktif penurun tegangan
permukaan yang bermanfaat untuk menyatukan fasa
minyak dengan fasa air (Hambali dkk., 2005).
2.4.8 Natrium Klorida (NaCl)
Natrium klorida merupakan bahan berbentuk
kristal putih, tidak berwarna dan bersifat higroskopik
rendah. Penambahan NaCl selain bertujuan untuk
pembusaan sabun, juga untuk meningkatkan konsentrasi
elektrolit agar sesuai dengan penurunan jumlah alkali pada
akhir reaksi sehingga bahan-bahan pembuat sabun tetap
seimbang selama proses pemanasan (Hambali dkk., 2005).
33
2.4.9 Asam Sitrat
Asam sitrat memiliki bentuk berupa kristal putih.
Asam sitrat diperoleh melalui proses hidrolisis pati yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan. Asam sitrat berfungsi
sebagai agen pengelat (chelating agent) yaitu pengikat ion-
ion logam pemicu oksidasi, sehingga mampu mencegah
terjadinya oksidasi pada minyak akibat pemanasan. Asam
sitrat juga dapat dimanfaatkan sebagai pengawet dan
pengatur pH (Hambali dkk., 2005). Asam sitrat juga
berfungsi sebagai penurun nilai pH (Kirk et al., 1954).
2.4.10 Pewangi
Pewangi ditambahkan pada proses pembuatan
sabun transparan untuk memberikan efek wangi pada
produk sabun yang dihasilkan. Sama halnya dengan aditif
pewarna, pewangi yang ditambahkan tidak boleh memiliki
efek yang berlawanan terhadap sifat transparansi sabun
yang dihasilkan. (Hambali dkk., 2005). Menurut Rahayu
(2015) bahan pewangi berfungsi untuk memperbaiki bau
dari sabun agar menghasilkan bau yang segar. Parfum
termasuk bahan pendukung yang bertujuan untuk
mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik
konsumen.
2.5 Variabel Penelitian
2.5.1 Kadar Air
Kadar air merupakan bahan yang menguap pada
suhu dan waktu tertentu. Maksimal kadar air pada sabun
adalah 15%, hal ini disebabkan agar sabun yang dihasilkan
cukup keras sehingga lebih efisien dalam pemakaian dan
sabun tidak mudah larut dalam air. Kadar air akan
34
mempengaruhi kekerasan dari sabun. Kadar air yang
dihasilkan dari sabun transparan dengan bahan utama
minyak kelapa yang ditambahkan madu dengan level 0%,
2,5%, 5% dan 7,5% sebesar 30,07%, 29,60%, 29,58% dan
29,53% (Qisty, 2009). Menurut Widyasanti (2017) kadar
air yang dihasilkan dari sabun transparan dengan bahan
utama minyak zaitun yang ditambahkan ekstrak teh putih
dengan level 0%, 0,5%, 1,0% dan 1,5% sebesar 16,97%,
20,82%, 21,99% dan 22,09%. Menurut Dahlia (2015)
kadar air yang dihasilkan dari sabun transparan dengan
bahan yang ditambahkan ekstrak gren tea dengan level 0%,
0,5%, 1,0%, 1,5% dan 2% sebesar 39,10%, 36,65%,
35,52% , 34,52% dan 35,35%.
2.5.2 pH
Menurut Qisty (2009) umumnya pH madu berkisar
sebesar 3,91. Paling sedikit ada 11 jenis asam yang
diketahui terdapat dalam madu. Keasaman madu
ditentukan oleh disosiasi ion hidrogen dalam larutan air,
namun sebagian besar juga oleh kandungan berbagai
mineral, antara lain Ca, N, dan K (Sihombing, 1997).
Berdasarkan Bailey (1979) pH sabun transparan umumnya
adalah lebih besar dari 9,5. Mencuci tangan dengan sabun
dapat meningkatkan pH kulit sementara, tetapi kenaikan
pH kulit ini tidak akan melebihi 7 (Wasitaatmadja, 1997).
Sedangkan menurut ASTM D 1172-95 (2007) kriteria
mutu nilai pH yaitu berkisar antara 9-11. Nilai pH
kosmetik yang terlalu tinggi atau rendah dapat
menyebabkan iritasi pada kulit. Menurut Qisty (2009) pH
yang dihasilkan dari sabun transparan dengan bahan utama
minyak kelapa yang ditambahkan madu dengan level 0%,
35
2,5%, 5% dan 7,5% sebesar 9,76, 9,69, 9,57 dan 9,56.
Menurut Widyasanti (2017) pH yang dihasilkan dari sabun
transparan dengan bahan utama minyak zaitun yang
ditambahkan ekstrak teh putih dengan level 0%, 0,5%,
1,0% dan 1,5% sebesar 10 untuk semua perlakuan.
Menurut Dahlia (2015) kadar air yang dihasilkan dari
sabun transparan dengan bahan yang ditambahkan ekstrak
gren tea dengan level 0%, 0,5%, 1,0%, 1,5% dan 2%
sebesar 10,21, 10,19, 10,09, 10,01 dan 9,78.
2.5.3 Alkali Bebas
Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang
tidak diikat sebagai senyawa. Kelebihan alkali bebas
dalam sabun tidak boleh lebih dari 0,1% untuk sabun Na,
dan 0, 14% untuk sabun KOH karena alkali mempunyai
sifat yang keras dan menyebabkan iritasi pada kulit.
Kelebihan alkali bebas pada sabun dapat disebabkan
karena konsentrasi alkali yang pekat atau berlebih pada
proses penyabunan. Sabun yang mengandung alkali tinggi
biasanya digunakan untuk sabun cuci (Qisty, 2009). Alkali
bebas adalah alkali dalam sabun yang tidak terikat sebagai
senyawa sabun. Kelebihan alkali dalam sabun mandi tidak
boleh melebihi 0,1 % untuk sabun natrium dan 0,14 %
untuk KOH. Hal ini disebabkan karena alkali mempunyai
sifat yang keras dan dapat mengakibatkan iritasi pada kulit.
kelebihan alkali bebas pada sabun dapat disebabkan karena
konsentrasi alkali yang pekat atau berlebih pada proses
penyabunan. Sabun dengan kadar alkali yang lebih besar
biasanya digolongkan ke dalam sabun cuci (Zulkifli dan
Teti, 2014). Menurut Widyasanti (2017) alkali bebas yang
dihasilkan dari sabun transparan dengan bahan utama
36
minyak zaitun yang ditambahkan ekstrak teh putih dengan
level 0%, 0,5%, 1,0% dan 1,5% sebesar 0,0652%,
0,0691%, 0,0935% dan 0,0584%. Menurut Dahlia (2015)
alkali bebas yang dihasilkan dari sabun transparan dengan
bahan yang ditambahkan ekstrak gren tea dengan level 0%,
0,5%, 1,0%, 1,5% dan 2% yaitu tidak terdeteksi untuk
semua perlakuan.
2.5.4 Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas merupakan asam lemak pada
sabun yang tidak terikat sebagai senyawa natrium atau pun
senyawa trigliserida (lemak netral) (DSN, 1994).
Tingginya asam lemak bebas pada sabun akan mengurangi
daya membersihkan sabun, karena asam lemak bebas
merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam proses
pembersihan. Sabun pada saat digunakan akan menarik
komponen asam lemak bebas yang masih terdapat dalam
sabun sehingga secara tidak langsung mengurangi
kemampuannya untuk membesihkan minyak dari bahan
yang berminyak (Qisty, 2009). Menurut Zulkifli dan Teti
(2014) asam lemak bebas (ALB) merupakan asam lemak
dalam keadaan bebas dan tidak berikatan lagi dengan
gliserol. Asam lemak bebas terbentuk karena terjadinya
reaksi hidrolisis terhadap minyak yang mengalami
ketengikan. Asam lemak bebas dalam minyak tidak
dikehendaki karena degradasi asam lemak bebas tersebut
menghasilkan rasa dan bau yang tidak disukai. Pada
pengolahan minyak diupayakan kandungan asam lemak
bebas serendah mungkin.
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada
sebagai asam lemak bebas tidak terikat sebagai trigliserida.
37
Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan
oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral. Asam
lemak bebas dan peroksida merupakan bagian dari
parameter kulitas minyak. Asam lemak bebas terbentuk
karena proses oksidasi dan hidrolisis. Kandungan asam
lemak bebas yang tinggi akan berpengaruh terhadap
kualitas produk. Asam lemak bebas dalam minyak tidak
dikendaki karena kenaikan asam lemak bebas tersebut
menghasilkan rasa dan bau yang tidak disukai. Jumlah
asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak dapat
menunujukkan kualitas minyak, dimana semakin tinggi
nilai asam lemak bebas maka semakin turun kualitas
(Nurhasnawati, Risa dan Nana 2015). Menurut Qisty
(2009) asam lemak bebas yang dihasilkan dari sabun
transparan dengan bahan utama minyak kelapa yang
ditambahkan madu dengan level 0%, 2,5%, 5% dan 7,5%
sebesar 0,52%, 0,61%, 0,74% dan 1,12%. Menurut Dahlia
(2015) asam lemak bebas yang dihasilkan dari sabun
transparan dengan bahan yang ditambahkan ekstrak gren
tea dengan level 0%, 0,5%, 1,0%, 1,5% dan 2% sebesar
24,56%, 25,02%, 28,33% , 28,91% dan 29,78%.
2.5.5 Minyak Mineral
Minyak mineral merupakan zat atau bahan tetap
sebagai minyak, namun saat penambahan air akan terjadi
emulsi antara air dan minyak yang ditandai dengan
kekeruhan. Minyak mineral adalah minyak hasil
penguraian bahan organik oleh jasad renik yang terjadi
berjuta-juta tahun. Minyak mineral sama dengan minyak
bumi beserta turunannya. Contoh minyak mineral adalah
bensin, minyak tanah, solar, oli, dan sebagainya.
38
Kekeruhan pada pengujian minyak mineral dapat
disebabkan juga oleh molekul hidrokarbon dalam bahan.
Menurut Qisty (2009) minyak mineral yang dihasilkan dari
sabun transparan dengan bahan utama minyak kelapa yang
ditambahkan madu dengan level 0%, 2,5%, 5% dan 7,5%
yaitu negatif untuk semua perlakuan.
Top Related