LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
UJI ANTIINFLAMASI METODE VOLUME UDEM
Kelompok 3
Windari Putri (201110410311196)
Annisa Muhdiyah (201110410311197)
Astri Ayu B.P. (201110410311199)
Ayu Purwaningsih (201110410311200)
Mahartri S. (201110410311201)
Juanita Trisan S. (201110410311203)
Eka Purwanti (201110410311204)
Fardiana Muchita (201110410311205)
M.Rizky Pratama (201110410311206)
Uswhatun Hasanah (201110410311207)
Alif Mukhlis Z. (201110410311211)
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2013
PENDAHULUAN
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik.
Inflamasi adalah usaha tubuh untuk mengidentifikasi atau merusak organism yang
menyerang. Menghilangkan dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Proses inflamasi
merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk menetralisir dan membasmi
agen-agen yang berbahaya pada tempat cidera dan mempersiapkan keadaan untuk
perbaikan jaringan misalnya antigen. Virus, bakteri, protozoa. Gejala proses terjadinya
infalamasi sudah dikenal ialah, eritema, edema, kolor, dolor, function laesa.
Inflamasi ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah lokal yang
mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, kenaikan
permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah besar ke dalam
ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh
fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah berlebihan, migrasi
sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan, dan pembengkakan sel
jaringan. Beberapa produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamin,
bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reaksi sistem komplemen,
produk reaksi sistem pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut
limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi.
Tujuan Instruksional Khusus
- Memahami prinsip eksperimen terhadap efek antiinflamasi dengan menggunakan
alat plestimometer.
- Mahasiswa dapat memahami tentang inflamasi dan obat-obat yang digunakan
DASAR TEORI
1. Inflamasi
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan
yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat
mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk mengidentifikasi atau merusak
organism yang menyerang. Menghilangkan dan mengatur derajat perbaikan
jaringan. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk
menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cidra dan
mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan misalnya antigen. Virus, bakteri,
protozoa. Gejala proses terjadinya infalamasi sudah dikenal ialah, eritema, edemu,
kolor, dolor, function laesa.
1. Eritema (kemerahan). Terjadi pada tahap pertama dari inflamasi. Darah
berkumpul pada daerah cidra jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh
(kinin, prostaglandin, histamine)
2. Edema ( pembengkakan ) merupakan tahapan kedua dari infalamasi. Plasma
merembes kedalam jaringan intestinal pada tempat cidra. Kinin medilatasi
asteriol. Meningkatkan permeabilitas kapiler
3. Kolor (panas ) dapat disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah. Atau
mungkin karena pirogen yaitu substansi yang menimbulkan demam, yang
mengganggu pusat pengaturan panas pada hipotalamus.
4. Dolor ( nyeri ), disebabkan pembengkakan pada pelepasan mediator-mediator
kimia.
5. Function laesa ( hilangnya fungsi ), disebabkan oleh penumpukan cairan pada
tempat cidra jarinangan karena rasa nyeri. Keduanya mengurangi mobilitas pada
daerah yang terkena.
Inflamasi (radang) biasanya dibagi dalam 3 fase, yaitu inflamasi akut, respon
imun, dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera
jaringan, pada umumnya didahului oleh pembentukan respon imun yang merupakan
suatu reaksi yang terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan
diaktifkan untuk merespons organisme yang asing atau substansi antigenik yang
terlepas selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis. Inflamasi kronis
melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak menonjol dalam respon akut.
Inflamasi kronis dapat menyebabkan sakit dan kerusakan pada tulang dan tulang
rawan yang dapat 8 menyebabkan ketidakmampuan serta terjadi perubahan-
perubahan sistemik yang bisa memperpendek umur.
Respons inflamasi terjadi dalam 3 fase dan diperantai mekanisme yang
berbeda:
a. Fase akut, dengan ciri vasodilatasi local dan peningkatan permeabilitas kapiler.
b. Reaksi lambat, tahap subakut dengan cirri infliltrasi sel leukosit dan fagosit.
c. Fase proliferatif kronik, pada mana degenerasi dan fibrosis terjadi.
2. AINS ( Analgesik Anti Inflamasi Non Steroid )
AINS adalah obat-obat analgesik yang selain memiliki efek analgesik juga
memiliki efek anti inflamasi, sehingga obat-obat jenis ini digunakan dalam
pengobatan rheumatik dan gout. Contohnya ibuprofen, indometasin, diklofenak,
fenilbutazon dan piroxicam.
Sebagian besar penyakit rheumatik membutuhkan pengobatan simptomatis,
untuk meredakan rasa nyeri penyakit sendi degeneratif seperti osteoartritis,
analgesik tunggal atau campuran masih bisa digunakan. Tetapi bila nyeri dan
kekakuan disebabkan penyakit rheumatik yang meradang harus diberikan
pengobatan dengan AINS. Secara umum, AINS diindikasikan untuk merawat gejala
penyakit berikut: rheumatoid arthritis, osteoarthritis, encok akut, nyeri haid,
migrain dan sakit kepala, nyeri setelah operasi, nyeri ringan hingga sedang pada
luka jaringan, demam, ileus, dan renal colic.
Adapun tujuan terapeutik antiinflamasi, yaitu :
1. mengurangkan rasa nyeri
2. membatasi kerusakan jaringan
Mekanisme kerja AINS didasarkan atas penghambatan isoenzim COX-1
(cyclooxygenase-1) dan COX-2 (cyclooxygenase-2). Enzim cyclooxygenase ini
berperan dalam memacu pembentukan prostaglandin dan tromboksan dari
arachidonic acid. Prostaglandin merupakan molekul pembawa pesan pada proses
inflamasi (radang). NSAID dibagi lagi menjadi beberapa golongan, yaitu :
- golongan salisilat (diantaranya aspirin/asam asetilsalisilat, metil salisilat,
magnesium salisilat, salisil salisilat, dan salisilamid)
- golongan asam arilalkanoat (diantaranya diklofenak, indometasin,
proglumetasin, dan oksametasin)
- golongan profen/asam 2-arilpropionat (diantaranya ibuprofen, alminoprofen,
fenbufen, indoprofen, naproxen, dan ketorolac)
- golongan asam fenamat/asam N-arilantranilat (diantaranya asam mefenamat,
asam flufenamat, dan asam tolfenamat)
- golongan turunan pirazolidin (diantaranya fenilbutazon, ampiron, metamizol,
dan fenazon)
- golongan oksikam (diantaranya piroksikam, dan meloksikam)
- golongan penghambat COX-2 (celecoxib, lumiracoxib)
- golongan sulfonanilida (nimesulide)
- golongan lain (licofelone dan asam lemak omega 3).
Sebagian besar AINS adalah asam lemah, dengan pKa 3-5, diserap baik
pada lambung dan usus halus. AINS juga terikat dengan baik pada protein plasma
(lebih dari 95%), pada umumnya dengan albumin. Hal ini menyebabkan volume
distribusinya bergantung pada volume plasma. AINS termetabolisme di hati oleh
proses oksidasi dan konjugasi sehingga menjadi zat metabolit yang tidak aktif, dan
dikeluarkan melalui urin atau cairan empedu.
AINS merupakan golongan obat yang relatif aman, namun ada 2 macam
efek samping utama yang ditimbulkannya, yaitu efek samping pada saluran
pencernaan (mual, muntah, diare, pendarahan lambung, dan dispepsia) serta efek
samping pada ginjal (penahanan garam dan cairan, dan hipertensi). Efek samping
ini tergantung pada dosis yang digunakan.
Obat ini tidak disarankan untuk digunakan oleh wanita hamil, terutama
pada trimester ketiga. Namun parasetamol dianggap aman digunakan oleh wanita
hamil, namun harus diminum sesuai aturan karena dosis tinggi dapat menyebabkan
keracunan hati
Farmakokinetika AINS
1. Merupakan asam organik lemah
2. Adanya makanan tidak mempengaruhi absorbsi
3. Metabolisme melalui enzim P450
4. Ekskresi melalui ginjal
5. Mengalami sirkulasi enterohepatis
6. Berikatan dengan protein tinggi (albumin)
7. Didapati dalam cairan sinovial stelah pemberian berulang
8. Mengiritasi lambung
Farmakodinamik AINS
1. Aktivitas antiinflamasi diperantarai melalui hambatan biosintesis protaglandin
2. Selama pemakaian AINS penuruna rilis mediator-mediator granulosit, basofil,
dan sel-sel hast
3. Mengurangi kepekaan pembuluh darah terhadap bradikinin dan histamin
4. Mempengaruhi produksi lympholine dari limfosit T
3. Rimpang Temu Putih
Klasifikasi Tanaman
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Curcuma
Jenis : Curcuma zedoaria (Berg.) Rosc
Rimpang temu putih rasanya sangat pahit, pedas dan sifatnya hangat, berbau
aromatik, dengan afinitas ke meridian hati dan limpa. Temu putih termasuk tanaman
obat yang menyehatkan darah dan menghilangkan sumbatan, melancarkan sirkulasi
vital energi (qi) dan menghilangkan nyeri. Rimpang temu putih berkasiat
antikanker, anti radang (antiflogistik), melancarkan aliran darah, fibrinolitik, tonik
pada saluran cerna, peluru haid (emenagong), dan peluru kentut.
Rimpangan temu putih mengandung 1-2,5% minyak menguap dengan
komposisi utama sesquiterpene. Minyak menguap tersebut mengandung lebih dari
20 komponen seperti curzerenone (zedoarin) yang merupakan komponen terbesar,
curzerene, pyrocurcuzerenone, curcumin, curcumemone, epicurcumenol, curcumol
(curcumenol), isocurcumenol, procurcumenol, dehydrocurdone, furanodienone,
isofuranodienone, furanodiene, zederone, dan curdione. Selain itu mengandung
flavonoid, sulfur, gum, resin, tepung, dan sedikit lemak. Curcumol dan curdione
berkasiat antikanker.
Kurkumin yang terkandung dalam rimpang temu putih terbukti memiliki
efek antiradang. Aktifitas antiradang kurkumin pertama kali dilaporkan oleh Grieve
pada tahun 1971. pada percobaan tersebut dilaporkan bahwa kurkumin sangat aktif
dalam menghambat peradangan baik secara akut maupun kronis pada model hewan
percobaan. Pada percobaan akut, kurkumin memiliki potensi yang hampir sama
dengan fenilbutason dan kortison. Sedangkan pada percobaan kronis kurkumin
hanya menunjukkan setengah potensi fenilbutason
Rimpang digunakan untuk pengobatan :
Nyeri sewaktu haid (dismenore)
Tidak datang haid (anemore) karena tersumbatnya aliran darah
Pembersihan darah setelah melahirkan
Memulihkan gangguan pencernaan makanan (dispepsi), seperti rasamual dan
kembung karena banyak gas
Sakit perut, rasapenuh dan sakit di dada akibat tersumbatnya energi vital
Pembesaran: hati (hepatomegali), Limpa (splenomegali)
Lukama memar, sakit gigi, radang tenggorok, batuk
Kanker : serviks, vulva, dan kulit. Meningkatkan efektivitas pengobatan radiasi
dan kemoterapi pada penderita kanker
Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian rimpang temu putih
Pada penelitian di Cina, temu putih selain dapat menyembuhkan kanker serviks,
juga meningkatkan khasiat radioterapi guna membunuh sel kanker
Infus Rimpang temu putih 30% pada kelinci yang telah diberikan karbon
tetraklorida dapat mempercepat turunya enzim SGOT, SGPT, dan Gamma GT
pada serum kelinci (Agus Hewijanto, Fakultas Farmasi, WIDMAN, 1990)
In vitro, minyak menguap menghambat pertumbuhan Streptococcus
hemoltyticus, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella typhi, dan
Vibrido cholarae.
Minyak menguap juga mempunyai efek antitrombotik yang kemungkinan
disebabkan oleh kurkumin
Pemberian ekstrakenatol dari rimpang temu putih pada tikus dan mencit yang
hamil muda mempunyai efek abortivum, juga mempunyai efek antiimplantis
pada anjing
4. Natrium Diklofenak
Natrium diklofenak adalah obat antiinflamasi nonsteroid yang mengandung
garam kalium dari diklofenak. Obat ini memiliki efek analgesic dan antiinflamasi.
Diklofenak merupakan derivate fenilasetat, termasuk AINS yang terkuat anti
radangnya dengan efek samping yang kurang keras dibandingkan dengan obat
lainnya seperti piroxicam dan indometasin. Obat ini sering digunakan untuk segala
macam nyeri, juga pada migarin dan encok. Secara parenteral sangat efektif untuk
menanggulangi nyeri kolik hebat (kandung kemih dan kandung empedu).
Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat sintesis prostaglandin,
mediator yang berperan penting dalam proses terjadinya inflamasi, nyeri dan
demam. Kalium diklofenak akan diabsorbsi dengan cepat dan lengkap dan jumlah
yang diabsorbsi tidak berkurang jika diberikan bersama dengan makanan. Kadar
puncak obat dicapai dalam ½ -1 jam. Ikatan protein 99,7%, waktu paruh 1-2 jam.
Pemberian dosis berulang tiidak menyebabkan akumulasi . eliminasi terutama
melalui urin
Farmakologi dan farmakokinetika
Natrium diklofenak dalam bentuk CR/lepas-lambat terkendali adalah salah
satu tekonologi yang dikembangkan untuk memperbaiki efikasi dan toleransi
diklofenak. Pengembangan formulasi yang canggih dengan teknologi tinggi pada
“drug delivery System” telah dilakukan oleh Klinge Pharma GmbH dan telah
dipasarkan di Indonesia dengan nama Deflamat CR oleh PT. Actavis Indonesia.
Deflamat CR (gabungan antara teknologi Enteric-Coated dengan Sustained-Release)
memiliki bentuk yang unik yaitu pelet CR dimana zak aktif terbagi dalam ratusan
unit sferis kecil ( pelet) yang akan menjamin penyebaran yang baik dari zat aktif
diseluruh saluran gastro-intestinal sehingga akan memperbaiki toleransi gastro-
intestinal dari obat AINS.
Selain itu, dengan ukuran partikel yang kecil, pelet bisa melintasi pilorus
dengan cepat bersama kimus, dimana transportasi menuju doudenum tidak
bergantung pada pengosongan lambung, sehingga waktu transit obat rata-rata lebih
cepat dan dengan sistem pelepasannya yang terkendali, absorpsi yang cepat dan
kontinyu memberikan kontribusi utama untuk memperbaiki bioavilabilitas obat
AINS.
5. Karagenin
Karagenin adalah sulfat polisakarida bermolekul sebagai induktor inflamasi.
Penggunaan karagenin sebagai penginduksi radang memiliki beberapa keuntungan
antara lain: tidak meninggalkan bekas, tidak menimbulkan kerusakan jaringan, dan
memberikan respon yang lebih peka terhaadap odat antiinflamasi dibanding
senyawa iritan lainnya. Zat yang digunakan untuk memicu terbentuknya udem
antara lain; mustard oil 5%, DEXTRAN 1%, egg white fresh undiluted, serotonin
kreatinin sulfat, lamda karagenin 1% yang diinduksikan secara subplantar pada
telapak kaki tikus. Karagenin ada beberapa tipe, yaitu lamda karagenin, iota
karagenin, dan kappa karagenin/ lamda karagenin ini dibandingkan dengan jenis
lamda yang lain, lamda karagenin paling cepat menyebabkan inflamasi dan
memiliki bentuk gel yang baik dan tidak keras.
PROSEDUR DAN PENGAMATAN
I. Alat
Pletismometer
Spuit
Sounde
Spidol
II. Bahan
Tikus
Larutan karagenin 1%
Aquadest 2,5 ml/20 g BB (kontrol negative )
Na diklofenak 6,75 mg/kg BB control positif
Infus rimpang temu putih 5% (dosis 0,625 g/KgBB)
Infus rimpang temu putih 10% (dosis 1,25 g/kgBB)
Infus rimpang temu putih 20% (dosis 2,5 g/kg BB)
III. Prosedur Kerja
1. Mula-mula semua hewan uji dipuasakan 6-8 jam. Pengosongan lambung
bermanfaat terhadap proses absobsi obat. Keberadaan makanan dalam gastric
seringkali menggangu proses absorbsi, sehingga terjadi manipulasi efek obat.
2. Salah satu kaki belakang tikus diberi tanda dengan spidol , kemudian diukur
volumenya dengan cara mencelupkannya kedalam tabung air raksa pada alat
plestismometer sampai dengan batas tanda tersebut.
3. Pemberian bahan uji.
Semua kelompok diberikan masing-masing bahan uji secara peroral 2,5 ml/200
gB
4. Selang 10-15 menit, kemudian pada masing-masing tikus diberikan penginduksi
udem larutan karagenin 1% sebanyak 0,1 ml secara subkutan pada bagian dorsal
kaki yang sama.
5. Volume kaki tikus diukur kembali pada setiap interval waktu 5 menit sampai
efek udemnya hilang.
6. Data-data yang perlu dicatat adalah :
Mula kerja dan durasi aksi bahan penginduksi
Mula kerja dan durasi aksi obat antiinflamasi
Cara menghitung volume udem pada kaki tikus :
Persen hambatan udem dihitung sebagai berikut :
Volume udem = volume setelah diberi penginduksi radang – volume kaki awal
% hambatan = (x-y)/x × 100%
HASIL PENGAMATAN
KelompokVolume Udem pada kaki tikus (ml)
AwalSetelah diberi penginduksi radang (menit ke-)
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60Kontrol Negatif 4,2 4,6 4,7 4,7 4,7 5,4 4,8 4,8 4,7 4,7 4,6 4,6 4,6
AquadestKontrol Positif
4,3 5,0 4,9 4,9 4,9 4,8 4,8 4,7 4,6 4,6 4,5 4,5 4,5Na
Diclofenac
infus 5% 4,2 5,2 5,1 5,1 5,1 4,9 4,9 4,9 4,8 4,8 4,8 4,6 4,5
Infus 10% 4,7 5,4 5,3 5,3 5,2 5,1 5,1 5,0 5,0 5,0 4,9 4,9 4,8
infus 20% 4,5 5,5 5,4 5,3 5,2 5,2 5,1 5,0 4,9 4,8 4,7 4,7 4,6
KelompokVolume Udem
(ml)% Hambatan
15 30 45 60 15’ 30’ 45’ 60'Kontrol Negatif 0,
40,6
0,5
0,4
0% 0% 0% 0%(aquadest)
Kontrol Positif 0,
60,5
0,3
0,2
50%16,67
%40%
50%(Na
Diclofenac)
infus 5%0,9
0,7
0,6
0,3
125%
16,67% 20%
25%
infus 10%0,6
0,4
0,3
0,1
50%33,33
% 40%75%
infus 20%0,8
0,6
0,3
0,1
100% 0%
120%
75%
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kita menggunakan 5 ekor tikus putih yang disuntikkan
dengan bahan uji yaitu pada tikus 1 diberikan aquades sebagai kontrol negatif, tikus 2
diberikan Na- diklofenat sebagai kontrol positif yang artinya tikus tersebut memberikan
respon, tikus 3,4 dan 5 diberikan infus rimpang temu putih dengan dosis yang berbeda.
Bahan uji tersebut diberikan secara oral, setelah pemberian bahan uji, tikus-tikus
tersebut diberikan penginduksi udem berupa larutan karagenik 1% sebanyak 0,1 ml
secara subkutan pada bagian dorsal kaki yang sama.
Metode pengujian aktivitas anti inflamasi suatu bahan calon obat dilakukan
berdasarkan pada kemampuan obat uji mengurangi atau menekan derajat udema yang
diinduksi pada hewan percobaan. Lebih dari sepuluh teknik pengujian telah
diperkenalkan untuk mengevaluasi efek anti–inflamasi ini. Inflamasi merupakan
gangguan yang sering dialami oleh manusia maupun hewan yang menimbulkan rasa
sakit di daerah sekitarnya. Sehingga perlu adanya pencegahan ataupun pengobatan
untuk mengurangi rasa sakit, melawan ataupun mengendalikan rasa sakit akibat
pembengkakan.
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari daya anti inflamasi
obat pada binatang dengan radang buatan. Pada praktikum kali ini digunakan tikus
karena, pada kaki tikus lebih besar dan mudah disuntik secara subkutan. Sebelumnya
kaki tikus sebelah kanan harus ditandai sebatas mata kaki untuk menyamakan persepsi
pembacaan saat dicelupkan pada alat pletismometer.Pada alat plestimometer digunakan
air raksa karena memiliki daya kohesi yang tinggi sehingga tidak membasahi kaki tikus
dan dapat mendorong cairan berwarna (methilen blue) untuk lebih mudah dibaca
skalanya. Penggunaan cairan bisa diganti dengan cairan lain dengan penambahan warna
lain namun harus memiliki prinsip cairan tidak bercampur satu sama lain.
Dalam praktikum ini yang digunakan untuk mengiduksi inflamasi adalah
karagenin karena ada beberapa keuntungan yang didapat antara lain tidak menimbulkan
kerusakan jaringan, tidak menimbulkan bekas, memberikan respon yang lebih peka
terhadap obat antiinflamasi . Karagenin sebagai senyawa iritan menginduksi terjadinya
cedera sel melalui pelepaskan mediator yang mengawali proses inflamasi. Pada saat
terjadi pelepasan mediator inflamasi terjadi udem maksimal dan bertahan beberapa jam.
Udem yang disebabkan induksi karagenin bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur
berkurang dalam waktu 24 jam. Mekanisme radang diawali dari terjadi kerusakan
membrane sel akibat rangsangan mekanis, kimia dan fisika kemudian menuju
fosfolipida (membrane sel) terdapat enzim fosfolipase yang akan mengeluarkan asam
arakidonat. Dengan adanya enzim siklooksigensae maka asam arakidonat akan dirubah
menjadi prostaglandin. Siklooksigenase mensintesa siklik endoperoksida yang akan
dibagi menjadi dua produk COX 1 dan COX 2. COX 1 berisi tromboksan ,protasiklik
(yang dapat menghambat produksi asam lambung yang berfungsi untuk melindugi
mukosa lambung). COX 2 (asam meloksikam) berisi prostaglandin (penyebab
peradangan). Sedangkan lipooksigenase akan mengubah asam hidroperoksida yang
merupakan precursor leukotrien LTA (senyawa yang dijumpai pada keadaan
antifilaksis) kemudian memproduksi LBT 4 (penyebab peradangan) dan LTC4,LTD4
dan LTE4.
Sebagai kontrol positif digunakan obat yang telah teruji mempunyai efek daya
antiinflamasi, dalam penelitian ini digunakan Na diklofenak dosis 6.75 mg/kgbb. Na
diklofenak merupakan derivat fenil asetat, yang mempunyai efek farmakologi adalah
penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek antiinflamasi, analgetik dan
antipiretik sehingga obai ini dapat menghambat prostaglandin yang merupakan
mediator yang berperan penting dalam proses terjadinya inflamasi, nyeri dan demam .
sehingga Na diklofenak dalam praktikum kali ini digunakan sebagai standar obat paling
kuat yang mempunyai sifat antiradang.Sebagai control negative digunakan aquadest
yang tidak memberikan efek farmakologi apapun dalan proses inflamasi.
Sedangkan larutan uji yang digunakan adalah infus rimpang putih. Rimpang
putih merupakan simplisia yang mempunyai efek antiradang. Karena dalam rimpang
temu putih terdapat kandungan senyawa Golongan seskuiterpen yaitu β-Turmerone dan
ar-turmeron yang diisolasi dari rhizoma Curcuma zedoaria (temu putih) menghambat
produksi prostaglandin E2 terinduksi lipopolisakarida (LPS) pada kultur sel makrofag
tikus RAW 264.7 dengan pola tergantung dosis (IC50 = 7.3 μM untuk β-turmerone;
IC50 = 24.0 μM untuk ar-turmerone). Senyawa ini juga menunjukkan efek
penghambatan produksi nitric oxide terinduksi LPS pada sistem sel.
Perhitungan dosis:
Tikus I : 111 g 0,79 ml
Tikus II : 117 gram (BB) Na Diklofenak
= 6,75mg/1kg = X/0,117 kg
X = 0,79mg
50mg/50ml = 0,79mg/X
X = 0, 79ml
Tikus III : 107 gram (BB) Infus temu putih 5%
= 0,625g/1kg = X/0,107kg
X = 0,067g
5 g/100 ml = 0,067 g/ X
X = 1,34 ml
Tikus IV : 152 g (BB) Infus temu putih 10%
= 1,25g/1kg = X/0,152kg
X = 0,19 g
10 g/100 ml = 0,19 g/ X
X = 1,9 ml
Tikus V : 133 gram (BB)
= 2,5g/1kg= X/0,133 kg
X = 0,3325g
20 g/ 100 ml = 0,3325g/X
X = 1,66 ml
Setelah melewati prosedur diatas maka, dapat diamati udem dengan cara diukur
menggunakan alat pletismometer, yang hasil pengamatan (Volume Udem) dapat dilihat
pada tabel pengamatan.
Dari data yang didapat tampak pada tikus 1 dengan perlakuan control negative
yaitu aquades memberikan hasil bahwa volume udem lebih besar dibandingkan dengan
perlakuan pada tikus yang lain. Hal ini disebabkan karena perlakuan pada tikus pertama
ini tanpa diberikan antiinflamasi.Sehingga setelah diberikan zat penginduksi karagenin ,
tikus pertama lebih cepat mengalami udem dan dengan durasi udem yang lebih lama.
Sedangkan pada tikus dengan perlakuan Na-diclofenac tampak pada data bahwa
volume udem paling kecil . hal ini di sebabkan Na-diclofenac memiliki sifat antiradang
yang paling kuat diantara bahan uji yang lain . Sehingga bisa dikatakan Na-diclofenac
ini memiliki efektifitas paling tinggi sebagai antiinflamasi. Tampak juga pada tikus
dengan perlakuan Infus Temu putih 20% mempunyai efektifitas yang mendekati dengan
tikus pada perlakuan dengan Na-diclofenac. Hal ini menunjukkan bahwa Infus Temu
putih dengan dosis yang besar bisa memberikan efek anti inflamasi yang baik.
Sedangkan pada tikus dengan pemberian Infus dosis 5% hampir tidak memberikan efek
antiinflamasi.
KESIMPULAN
1. Inflamasi terjadi karena adanya rangsangan mekanis, fisika dan kimia yang akan
menyebabkan kerusakan membran sel sehingga terjadi rasa nyeri, panas, bengkak
dan keterbatasan gerak.
2. Na diklofenak digunakan sebagai obat antiinflamasi, sedangkan karagenin sebagai
penyebab peradangan. Dan sebagai larutan uji digunaakan infus rimpang temu
putih dengan konsentrasi yang berbeda.
3. Obat antiinflamasi dibagi menjadi nonsteroid dan steroid.
4. Dari hasil percobaan obat yang memiliki daya hambat inflamasi paling besar
adalah infus rimpang 10% dan yang paling rendah adalah infus rimpang 5%.
Top Related