Laporan Akhir Praktikum Farmakologi IV Edit Resmi

29
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN IV ANTI INFLAMASI Disusun Oleh : Golongan IV Kelompok 4 1. Ananda Dwi Rahayu (G1F013034) 2. Syaeful Eko P (G1F013036) 3. Murti Setiati (G1F013038) 4. Feni Amalia F (G1F013040) 5. M. Imaduddin S (G1F013042) Tanggal Praktikum : Jumat, 30 Mei 2014 Nama Dosen Pembimbing Praktikum : Hanif N Nama Asisten Praktikum : 1. Panggih S 2. Farah JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

description

FARMAKOLOGI

Transcript of Laporan Akhir Praktikum Farmakologi IV Edit Resmi

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

PERCOBAAN IVANTI INFLAMASI

Disusun Oleh :Golongan IV Kelompok 4 1. Ananda Dwi Rahayu(G1F013034)2. Syaeful Eko P(G1F013036)3. Murti Setiati(G1F013038)4. Feni Amalia F(G1F013040)5. M. Imaduddin S(G1F013042)Tanggal Praktikum: Jumat, 30 Mei 2014Nama Dosen Pembimbing Praktikum: Hanif NNama Asisten Praktikum : 1. Panggih S 2. Farah

JURUSAN FARMASIFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO2014PERCOBAAN IVANTI INFLAMASI

I. PENDAHULUANA. Latar BelakangTubuh kita terus diancam oleh penyakit dari sumber eksternal (misal : invasi bakteri dan virus) dan sumber internal (misal : sel yang bermutasi, seperti sel kanker). Jika ancaman dari luar dapat menerobos baris pertama pertahanan tubuh, mereka akan menghadapi baris pertahanan kedua dalam bentuk sel fagosit dan mati karena serangan kimiawi yang toksik. Hal ini merupakan bagian dari respon inflamasi yang akan terjadi setiap kali terdapat kerusakan jaringan dengan sebab apapun. (Chang dan Dally. 2009).Selama hidup seseorang,jaringan maupun organ tubuh pasti pernah cedera. Agar semua dapat berjalan dengan baik, maka terjadi perbaikan dan pemulihan pada jaringan dan organ tersebut. Banyak faktor lingkungan dan perorangan yang dapat memodifikasi dan mempengaruhi proses pemulihan. Pemulihan atau penyembuhan biasanya didahului dan diawali suatu proses peradangan (Tembayong 2000).Bila sel-sel atau jaringan-jaringan tubuh mengalami cedera atau mati, selama pejamu masih bertahan hidup, jaringan hidup disekitarnya membuat suatu respon mencolok yang disebut peradangan. Yang lebih khusus, peradangan adalah reaksi vaskuler yang menimbulkan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstisial di daerah cedera atau nekrosis (Price dan wilson, 2005).Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, Zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Iflamasi adalah usaha tubuh untuk mengaktivasi tubuh atau . organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lengkap,proses peradangan biasanya reda. Namun, kadang kadang inflamasi tidak bisa dicetuskan oleh suatu zat yang tidak berbahaya seperti tepung sari, atau oleh suatu respon imun, seperti asma atau artistis rematoid. Pada kasus seperti ini, Reaksi pertahanan tubuh mereka sendiri mungkin menyebabakan luka-luka jaringan progresif, dan obat-obat anti inflamasi atau imunosupresi mungkin dipergunakan untuk memodulasi proses peradangan. Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator kimiawi dari jaringan yang rusak dan migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik berpariasi dengan tipe proses peradangan dan meliputi amin, seperti histamin dan 5- hidroksitritamin , lipid seperti prostagladin, peptida kecil, seperti bradiki inin dan peptida besar seperti interleukin 1. Penemuan yang luas diantaranya mediator kimiawi telah menerangkan paradoks yang tampak bahwa obat-obat anti-inflamasi dapat mempengaruhi kerja mediator utama yang penting untuk satu tipe inflamasi tetapi tanpa efek pada proses inflamasi yang penting pada satu tipe inflamasi yang melibatkan mediator target obat (Mycek, M.J.,2001).NSAIDs berkhasiat analgetis, antipiretik, serta antiradang dan sering kali digunakan untuk menghalau gejala rema,seperti A. R., artrosis, dan spondylosis.Obat ini efektif untuk peradangan lain akibat trauma (pukulan, benturan, kecelakaan), juga misalnya setelah pembedahan, atau pada memar akibat olahraga. Obat ini dipakai pula untuk mencegah pembengkakan bbila diminum sedini mungkin dalam dosis yang cukup tinggi. Selanjutnya, NSAIDs juga digunakan untuk kolik saluran empedu dan kemih serta keluhan tulang pinggang dan nyeri haid (dysmenorroe). Akhirnya, NSAIDs juga berguna untuk myeri kanker akibat metastase tulang. Yang banyak digunakan untuk kasus ini adalah zat-zat dengan efek samping relative sedikit, yakni ibuprofen, naproksen, dan diklofenak (T.H. Tjay dan K. Rahardja, 2002).Banyaknya kasus peradangan yang terjadi memacu para ahli farmasi untuk memformulasikan suatu obat anti inflamasi yang kerjanya dapat meringankan atau mengurangi gejala peradangan pada jaringan yang terluka.Oleh karena itu, untuk mengerahui bagaimana cara kerja atau efek obat obat antiinflamasi tersebut pada manusia, maka perlu dilakukan suatu uji praklinik terhadap hewan coba mencit, Untuk membuktikan apakah obat antiiflamasi yang digunakan benar-benar efektif dalam mengurangi peradangan yang terjadi

B. Tujuan Percobaan1. Mempelajari daya anti inflamasi obat pada hewan uji yang diinduksi radang buatan.

C. Dasar TeoriRadang adalah reaksi setempat dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau injury. Radang terbagi dalam dua golongan, yaitu:1. Benda mati:a. Rangsang fisis; contohnya, trauma, benda asing, rangsang panas atau dingin yang berlebihan, tekanan, listrik, sinar matahari, sinar rontgen, dan radiasi.b. Rangsang kimia; contohnya, asam dan basa yang kuat dan juga keracunan obat.2. Benda hidup. Contohnya; kuman patogen, bakteri, parasit, dan virus. Selain itu juga ada reaksi imunologi dan gangguan vaskular serta hormonal yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan.(Sudiono, J., 2003).Tanda utama radang yang ditetapkan oleh Cornelius Celsus antara lain:1. Rubor (merah), disebabkan karena adanya hiperemia aktif karena bertambah banyaknya vaskularisasi di daerah cedera tersebut.2. Kalor (panas), disebabkan karena hiperemia aktif.3. Tumor (bengkak), sebagian disebabkan karena hiperemia aktif dan sebagian lagi disebabkan karena edema setempat serta stasis darah.4. Dolor (sakit), disebabkan karena terangsangnya serabut saraf pada daerah radang. Belum jelas apakah karena adanya edema ataukah karena iritasi zat kimia yang terlepas, misalnya asetilkolin dan histamin. Tetapi sesungguhnya rasa nyeri ini mendahului proses radang. Hal ini mungkin karena terbentuknya suatu zat oleh sel mast. Zat ini berguna untuk meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah. Bahan lain yang berperan penting adalah bradikinin, di mana jika seseorang disuntik bradikinin tidak murni, zat ini menyebabkan rasa nyeri pada permukaan kulit sebelum terjadi migrasi sel darah putih.5. Kemudian oleh Galen, ditambahkan fungtio laesa, yaitu berkurangnya fungsi karena adanya rasa sakit akibat saraf yang terangsang sehingga bagian organ tubuh tidak berfungsi. Penyebab lain penurunan fungsi tubuh adalah edema.(Sudiono, J., 2003).Sejumlah besar zat yang disebut mediator radang dibentuk dan dilepaskan, dapat sekaligus atau dalam waktu yang berurutan pada tempat luka dari berbagai sumber berupa sel sebagai respons terhadap faktor etiologi. Berbagai sel berisi sejumlah mediator yang kuat dan dalam beberapa hal berisi inhibitor respons peradangan. Sumber-sumber berupa sel ini mungkin mencakup netrofil (leukosit netrofil berinti polimorf), basofil sel mast, platelet, makrofag, dan limfosit. Sejumlah mediator radang yang turut dalam proses peradangan dan diuraikan oleh sel tadi meliputi histamin, serotonin, leukokinin, zat anfilaksis yang bereaksi lambat (slow reacting substance of anaphylazis (SRS-A), enzim lisosom, limfokin, dan prostaglandin (Hamor, G.H., 1996).Obat antiradang merubah respon peradangan menjadi penyakit, tapi tidak menyembuhkan ataupun meghilangkan penyebab penyakit itu sendiri. Obat antiradang yang ideal harus bekerja terhadap radang yang tak terkendalikan dan merusak, serta tidak mempengaruhi respons peradangan yang normal yang merupakan bagian dari mekanisme pertahanan tubuh yang vital terhadap mikroorganisme yang menyerang dan pengaruh buruk lingkungan yang lain (Hamor, G.H., 1996).Uji utama yang sering dipakai dalam menapis zat antiradang nonsteroid baru, mengukur kemampuan suatu senyawa untuk mengurangi edema lokal pada cengkeraman tikus yang disebabkan oleh suntikan zat pengiritasi karagenan, yaitu suatu mukopolisakarida yang diperoleh dari lumut laut Irlandia, Chondrus crispus. Zat antiradang yang paling banyak digunakan di klinik untuk menekan edema macam ini. Sifat antiradang indometasin, yaitu zat antiradang nonsteroid yang banyak dipakai, pada mulanya ditentukan oleh uji karagenan (Hamor, G.H., 1996).Urutan peristiwa dalam edema akibat karagenan pada cengkeraman tikus telah dirancang. Mediator edema yang pertama-tama yaitu histamin dan serotonin, diikuti oleh fase kedua, yaitu pelepasan kinin yang mempertahankan peningkatan kepermeabelan pembuluh darah. Ini diikuti oleh fase ketiga, yaitu pelepasan prostaglandin yang bersamaan dengan migrasi leukosit ke lokasi radang. Zat antiradang nonsteroid menekan migrsi ini. Pengaktifan dan pelepasan semua mediator yang telah disebutkan di atas, tergantung pada sistem komplemen yang utuh (Hamor, G.H., 1996).Karagenan merupakan suatu istilah yang telah disepakati bersama untuk polisakarida yang diperoleh dengan ekstraksi dalam suasana basa (dan modifikasi) dari ganggang merah (Rhodophycae), yang pada umumnya berasal dari famili Chondrus, Eucheuma, Gigartina dan Iridaea. Ganggang yang berbeda akan menghasilkan karagenan yang berbeda pula. Karagenan merupakan suatu polimer linier yang terdiri dari 25.000 galaktosa yang mirip dengan regularnya, namun dalam struktur yang tidak akurat, tergantung pada sumber dan kondisi saat melakukan ekstraksi (Anonim, 2004).Obat antiradang bukan steroid telah digunakan dalam pengobatan sejak lebih dari satu abad yang lalu. Penemuan mekanisme kerja golongan obat ini, yaitu penghambatan enzim siklooksigenase yang terdapat dalam dua isoform - siklooksigenase-1 dan -2, telah mempercepat upaya pengembangan obat ini terutama penghambat selektif enzim siklooksigenase-2. Disamping itu, dengan diketahuinya efek protektif radikal oksida nitrat (NO) pada saluran cerna, telah membuka strategi lain dalam pengembangan golongan obat ini, yaitu melalui penambahan moieties donor NO pada molekul obat antiradang bukan steroid klasik. Penambahan donor NO dimaksudkan untuk mengkompensasi efek samping merugikan pada saluran cerna yang disebabkan oleh penghambatan biosintesis prostaglandin. Obat antiradang bukan steroid atau yang lazim dinamakan non streroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs) adalah golongan obat yang terutama bekerja perifer, memiliki aktivitas penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis prostaglandin melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase. Pada tahun 1899 asam asetil salisilat sebagai obat anti radang bukan steroid sintetik dengan kerja antiradang yang kuat untuk pertama kalinya digunakan dalam pengobatan simptomatis penyakit-penyakit rematik. Pada tahun-tahun berikutnya mulai digunakan obat-obat lain untuk tujuan pengobatan yang sama, antara lain fenilbutazon (1949), indometasin (1963), dan ibuprofen (1969). Obat antiradang bukan steroid diindikasikan pada penyakit-penyakit rematik yang disertai radang seperti rheumatoid dan osteoartritis untuk menekan reaksi peradangan dan meringankan nyeri (Anonim,2004).Mekanisme kerja obat ini dapat diterangkan dengan mengikuti alur biosintesis prostaglandin. Prostaglandin merupakan kelompok senyawa turunan asam lemak prostanoat (C20) yang rantai atom karbonnya pada nomor 8-12 membentuk cincin siklopentan. Saat ini dikenal prostaglandin A sampai I yang dibedakan oleh substituen yang terikat pada cincin siklopentan. Struktur asam prostanoat dan beberapa contoh prostaglandin. Pada manusia, asam arasidonoat (asam 5,8,11,14-Eikosatetraenoat) merupakan prazat terpenting untuk mensintesis prostaglandin. Terdapat dua jalur utama reaksi-reaksi yang dialami oleh asam arasidonoat pada metabolismenya, yaitu jalur siklooksigenase yang bermuara pada prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan serta jalur lipoksigenase yang menghasilkan asam-asam hidroperoksieikosatetraenoat (HPETE) (Anonim,2004).Zat antiradang diyakini bekerja dengan memutuskan rangkaian asam arakidonat. Obat golongan ini banyak dipakai untuk mengobati rasa nyeri lemah dan juga untuk mengobati edema dan kerusakan jaringan akibat artritis. Beberapa di antaranya adalah antipiretika (mengurangi demam) di samping mempunyai kerja analgetik dan antiradang (Nogrady, T., 1992).Steroid adrenal mungkin bekerja dengan merintangi fosfolipase A2, yaitu enzim yang membebaskan asam arakhidonat dari fosfolipid. Steroid ini juga menghambat kolagonase, yaitu enzim yang menyebabkan kerusakan jaringan tulang rawan pada persendian yang terkena penyakit artritis (Nogrady, T., 1992).Zat antiradang nonsteroid menghambat siklooksigenase yang mengubah asam arakidonat menjadi PGG2 dan PGH2. Karena senyawa endoperoksida siklik merupakan prazat semua senyawa prostaglandin, maka sintesis prostaglandn terhenti. Prostaglandin E1 dikenal sebagai pirosgen kuat (zat penyebab demam), dan PGE2 menimbulkan rasa nyei, edema eritema (kulit memerah), dan demam. Senyawa prostaglandin (PGG2 dan PGH2) dapat juga menimbulkan rasa nyei, jadi penghambatan sintesisnya merupakan akibat kerja zat antiradang nonsteroid (Nogrady, T., 1992).Dua isoenzim cyclooxygenase yang unik namun berkaitan telah ditemukan dan mampu mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin endoperoksid. PGH synthase-1 (COX-1) ekspresinya constitutive, yaitu selalu ada. Sebaliknya PGH synthase-2 (COX-2) dapat diinduksi (inducible) dan keberadaannya sangat bervariasi tergantung pada stimulus. Dua isoenzim ini juga berbeda dalam fungsi: COX-1 terdistribusi secara luas dengan fungsi sebagai pemelihara misalnya sitoproteksi lambung. Peningkatan dua sampai empat kali dapat terjadi pada stimulasi hormonal. Sebaliknya, COX-2 adalah produk gen yang cepat terjadi sebagai respons awal dalam inflamasi dan sel imun serta dapat distimulasi 10 sampai dengan 18 kali oleh faktor pertumbuhan, promotor tumor, dan cytokine. Lipopolisakarida (endotoksin) sangat kuat dalam hubungan tersebut (Foegh, M.L., dan Ramwell, P.W., 2001).Synthase-synthase tersebut penting karena pada tahapan inilah obat-obat antiinflamasi nonsteroid menunjukkan efek terapinya. Indometasin dan sulindak terutama bekerja pada COX-1 dan 2, sedangkan celecoxib dan rofecoxib secara istimewa menghambat COX-2. Obat-obat antiinflamasi steroid seperti deksametason dapat menghambat ekspresi gen COX-2. Penghambat COX-2 yang selektif, lebih sedikit menyebabkan gangguan lambung bila dibandingkan dengan penghambat COX-1 dan menjadi populer untuk pengobatan inflamasi kronik. Aspirin mengasetilasi dan menghambat kedua enzim dengan tingkat yang berbeda (Foegh, M.L., dan Ramwell, P.W., 2001).Asam arakidonat mengalami metabolisme menjadi dua alur. Alur siklooksigenase yang membebaskan prostaglandin, prostasiklin, tromboksan; alur lipoksigenase yang membebaskan leukotrien dan berbagai substansi seperti 5-HPETE, 5-HETE dan sebagainya. Kerja utama kebanyakan nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID) adalah sebagai penghambat sintesis prostaglandin, sedangkan kerja utama obat antiradang glukokortikoid menghambat pembebasan asam arakidonat. Selain dari kerja utama masih ada berbagai kerja lain pada NSAID dan obat antiradang glukokortikoid (Soewarni,2005).NSAIDs berkhasiat analgetis, antipiretis, serta antiradang (antiflogistis), dan sering sekali digunakan untuk menghalau gejala penyakit rema, seperti A.R., artrosis, dan spondylosis. Obat ini efektif untuk peradangan lain akibat trauma (pukulan, benturan, kecelakaan), juga misalnya setelah pembedahan, atau pada memar akibat olahraga. Obat ini dipakai pula untuk mencegah pembengkakan bila diminum sedini mungkin dalam dosis yang cukup tinggi. Selanjutnya NSAIDs juga digunakan untuk kolik saluran empedu dan kemih, serta keluhan tulang pinggang dan nyeri haid (dysmenorroe). Akhirnya NSAIDs juga berguna untuk nyeri kanker akibat metastase tulang. Yang banyak digunakan untuk kasus ini adalah zat-zat dengan efek samping relatif sedikit, yakni ibuprofen, naproksen, dan diklofenak (Tjay, T.H., dan Raharja, K., 2002).

II. ALAT DAN BAHANA. AlatAlat-alat yang digunakan yaitu pletismograf, spuit 1 ml, timbangan tikus, neraca analitik, dan alat-alat gelas.

B. BahanBahan-bahan yang digunakan yaitu karagenin 1% dalam aquabides, Na diklofenak, asam mefenamat, prednison, hewan coba (tikus), kapas dan alkohol.

III. CARA KERJA

TIKUS

Ditimbang Diberi tanda sebatas lutut pada kedua kaki belakangnya

PREDNISON

Dihitung konversi dosisnya Diambil sesuai dengan dosis (5,75 ml) Diberikan secara intraperitoneal

TIKUS

Didiamkan 15 menit Dicelupkan kaki kanan dan kiri tikus ke dalam alat pletismograf sampai batas tanda (Vo)

KARAGENIN 1% DALAM AQUABIDES

Diambil 1 ml Diinjeksikan pada telapak kaki kanan Dilakukan hal yang sama pada kaki kiri

TIKUS

Diamati dan dicatat volume udem yang terjadi setiap 15 menit selama 1,5 jam (Vt)

DATA

IV. PERHITUNGAN DAN HASIL PERCOBAANPerhitungan Dosis : Karagenin 1%

Diambil 0,0001 gram Karagenin di ad 10 ml aquabides

PrednisonDosis manusia: 5 mg / 70 kg BBDosis obat: 5 mg

Data Pengamatan :

MenitKontrolNa diklofenakAs. MefenamatPrednison

KaKiKaKiKaKiKaKi

0110,81111,31,1

151,51,21,40,21,21,11,41,3

301,11,21,30,81,31,21,41,3

451,11,21,12,71,41,31,51,5

601,30,81,72,41,41,31,51,5

751,10,71,231,61,51,51,6

901,31,113,11,41,61,31,6

Grafik :

AUC total :Kelompok I :Kanan : 1950Kiri : 325Kelompok II :Kanan : 4687,5Kiri : 4900Kelompok III :Kanan : 3150Kiri : 2550Kelompok IV :Kanan : 904,8Kiri : 2658,825

% Daya Anti Inflamasi :Kanan KiriNa diklofenak: -140,38 %-1407,69 %Asam Mefenamat: -61,5 %-684 %Prednison: 53,6 %-718,1 %

V. PEMBAHASANInflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak dan disertai gangguan fungsi. Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman dan menyiksa bagi penderitanya, namun terkadang nyeri dapat digunakan sebagai tanda adanya kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan manifestasi dari terjadinya kerusakan jaringan, dimana nyeri merupakan salah satu gejalanya. Karena dipandang merugikan maka inflamasi memerlukan obat untuk mengendalikannya (Diphalma, 1986).Obat obat anti radang dibagi menjadi dua golongan utama, golongan kortikostreroid dan nonsteroid. Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) merupakan kelompok obat yang paling banyak dikonsumsi untuk mendapatkan efek analgetika, antipiretika dan anti inflamasi. OAINS merupakan pengobatan dasar untuk mengatasi peradangan. Kebanyakan OAINS lebih dimanfaatkan pada pengobatan musculoskeletal seperti arthritis rheumatoid, ostoeartritis dan spondilitis ankilosa. OAINS merupakan pengobatan dasar untuk mengatasi peradangan peradangan di dalam dan di sekitar sendi seperti lumbago, artralgia, osteoarthritis, arthritis rheumatoid dan gout arthritis. Di samping itu, OAINS juga banyak pada penyakit - penyakit non rematik, seperti kolik empedu dan saluran kemih, thrombosis serebri, infark miokardium dan dismenorea. Namun, OAINS hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan musculoskeletal. Aktivitas antiinflamasi OAINS mempunyai mekanisme kerja melalui penghambatan biosintesis prostaglandin. Efek terapi dan efek samping OAINS berhubungan dengan mekanisme kerja sediaan ini pada enzim cyclooxygenase-1 (COX-1) dan cyclooxygenase-2 (COX-2) yang dibutuhkan dalam biosintesis prostaglandin. Prostaglandin sendiri merupakan sediaan pro-inflamasi, tetapi juga merupakan sediaan gastroprotektor. Oleh karena AINS dengan selektivitas menghambat COX-2, maka sediaan ini diduga bebas dari efek samping yang menakutkan pada saluran cerna. Pada kenyataannya, tidak satupun AINS dengan selektivitas penghambat COX-2 bebas dari efek samping pada saluran cerna dan berbagai efek samping lainnya diluar saluran cerna, misalnya pada sistem kardiovaskuler (Charles, 2009).

Pada praktikum kali ini yaitu menguji daya inflamasi pada seekor tikus. Tikus ditimbang dan diberikan tanda sebatas lutut pada kedua kaki bagian belakang. Kelompok pertama tikus digunakan sebagai kontrol dan kelompok 2, 3 dan 4 menjadi kelompok perlakuan kepada tikus yang diberi larutan Na diklofenak untuk kelompok 2, Asam mefenamat pada kelompok 3 dan pada kelompok 4 dengan larutan Prednison.Pada kelompok 2 untuk penambahan Na diklofenak yaitu dikarenakan Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat sintesis prostaglandin, mediator yang berperan penting dalam proses terjadinya inflamasi, nyeri dan demam. Kalium diklofenak akan diabsorbsi dengan cepat dan lengkap dan jumlah yang diabsorbsi tidak berkurang jika diberikan bersama dengan makanan. Kadar puncak obat dicapai dalam -1 jam. Ikatan protein 99,7%, waktu paruh 1-2 jam. Pemberian dosis berulang tiidak menyebabkan akumulasi . eliminasi terutama melalui urin. Natrium diklofenak dalam bentuk CR/lepas-lambat terkendali adalah salah satu tekonologi yang dikembangkan untuk memperbaiki efikasi dan toleransi diklofenak. Pengembangan formulasi yang canggih dengan teknologi tinggi pada drug delivery System telah dilakukan oleh Klinge Pharma GmbH dan telah dipasarkan di Indonesia dengan nama Deflamat CR oleh PT. Actavis Indonesia. Deflamat CR (gabungan antara teknologi Enteric-Coated dengan Sustained-Release ) memiliki bentuk yang unik yaitu pelet CR dimana zak aktif terbagi dalam ratusan unit sferis kecil ( pelet) yang akan menjamin penyebaran yang baik dari zat aktif diseluruh saluran gastro-intestinal sehingga akan memperbaiki toleransi gastro-intestinal dari obat AINS (Neal, 2006).Pada kelompok 3 untuk penambahan Asam Mefenamat yaitu dikarenakan Asam mefenamat merupakan kelompok anti inflamasi non steroid, bekerja dengan menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat enzim siklooksigenase, sehingga mempunyai efek analgesik, anti inflamasi dan antipiretik. Cara Kerja Asam mefenamat adalah seperti OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid atau NSAID) lain yaitu menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat kerja enzim cyclooxygenase (COX-1 & COX-2). Asam mefenamat mempunyai efek antiinflamasi, analgetik (anti nyeri) dan antipiretik. Asam mefenamat mempunyai khasiat sebagai analgesik dan antiinflamasi. Asam mefenamat merupakan satu-satunya fenamat yang menunjukan kerja pusat dan juga kerja perifer. Dengan mekanisme menghambat kerja enziim sikloogsigenase ( Goodman, 2007 ).

Pada kelompok 4 untuk penambahan Prednison yaitu dikarenakan Prednison merupakan obat golongan SAID (steoid) yang bekerja dengan menghambat enzim fosfolipase. Enzim fosfolipase mengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat. Karagenin merupakan suatu senyawa yang dapat menyebabkan pelepasan asam arakidonat dari fosfolipid dengan bantuan fosfolipase. Dengan bantuan Prednison, enzim fosfolipase tidak akan terbentuk. Dengan tidak adanya asam arakidonat prostaglandin, tromboksan dan leukoterin tidak disintesis sehingga tidak terjadi inflamasi (Tjay, 2007).Pertama-tama dilakukan perhitungan dosis untuk Na diklofenak, Asam Mefenamat dan Prednison setelah itu dibuat menjadi larutan. Disiapkan alat pletismograf dimana cara kerja dari alat tersebut dengan pengukuran persentase besarnya radang pembengkakan dengan besarnya volume air yang tumpah saat kaki dari tikus dimasukkan ke dalam alat. Setelah itu dilakukan pengambilan dosis Na diklofenak, Asam Mefenamat dan Prednison sesuai perhitungan pada tiap kelompok. Dimasukkan kaki mencit ke alat pletismograf pada menit ke 0 sebagai pembanding sebelum disuntikkan Na diklofenak, Asam Mefenamat, Prednison maupun karagenin. Mencit disuntik secara intra peritoneal untuk Na diklofenak, Asam Mefenamat dan prednison dan ditunggu selama 15 menit pertama sebelum di suntikkan karagenin pada telapak kaki bagian belakang yang kanan dan kiri, karena Karagenin merupakan polisakarida yang disusun oleh monomer unit galaktosa. Karagenin mampu menginduksi reaksi inflamasi yang bersifat akut, non imun dapat diamati dengan baik dan mempunyai reproduksibilitas yang tinggi. Karagenin akan menginduksi cedera sel dengan dilepaskannya mediator yang mengawali proses inflamasi. Udem maksimal terjadi setelah pelepasan mediator maksimal dan mampu bertahan sampai beberapa jam. Udem yang disebabkan induksi karagenin dapat bertahan sampai 6 jam dan berangsur selama 24 jam. Waktu laten pada karagenin kurang lebih 1 jam sebelum terjadi pembentukan udem maksimal terjadi setelah 2-3 jam. Setelah disuntikkan karagenin baru diukur untuk besarnya volume udem yang terjadi, ditunggu setelah selama 15 menit pertama lalu dimasukkan pada alat uji inflamasi dan dicatat berapa besar volume air yang tumpah pada bagian kaki kanan dan kiri. Setelah itu dilakukkan hal yang sama setelah menempuh menit ke 30, 45, 60, 75 dan 90 menit dicatat besarnya volume yang tumpah pada setiap menit tersebut karena kaki mencit akan mengalami pembengkakan setelah disuntik pada bagian telapak kaki pada mencit. Setelah 15 menit pertama sudah mengalami pembengkakan pada kaki mencit.

Pada hasil praktikum kami menunjukan efek obat antiinflamasi yang paling kuat adalah Na diklofenat > Prednison > Asam Mefenamat. Pada hasil prektikum kami sudah sesuai dengan literatur yang ada.

Berikut ini hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan dalam praktikum antara lain :1.Kesalahan dalam membaca skala2. Bagian kaki yang tercelup pada saat pengukuran pertama dan selanjutnya tidak sama3.Tidak semua obat diberikan4.Kurang mahir dalam melakukan praktikum

Berikut ini mekanisme terjadinya inflamasi

VI. KESIMPULAN Inflamasi terjadi karena adanya rangsangan mekanis, fisika dan kimia yang akan menyebabkan kerusakan membran sel sehingga terjadi rasa nyeri, panas, bengkak dan keterbatasan gerak. Peradangan atau inflamasi umumnya dibagi menjadi 3 fase, yaitu : Peradangan Akut, Respon Imun dan Peradangan Kronis Terjadinya peradangan karena adanya COX 2 dari siklooksigenase dan LBT4 dari leukotrien yang ada pada lipooksigenase. Gejala-gejala yang timbul pada peradangan antara lain: Eritema (kemerahan), Edema (pembengkakan), Kolor (panas), Dolor (nyeri), Functio laesa (hilangnya fungsi). Zat kimia dan mediator yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan pada tubuh antara lain Amin-amin vasoaktif, Zat yang menghasilkan oleh sistem enzim plasma, Metabolit asam arakhidonat, Produk sel lain. Obat antiinflamasi dibagi menjadi golongan nonsteroid dan golongan steroid. Obat golongan kortikosteroid mempunyai kemampuan menghambat fosfolipase sehingga pembentukan prostaglandin maupun leukotrien dihalangi. Cara kerja obat antiinflamasi non steroid ( NSAIDs) dengan cara menghambat sintesa prostaglandin dengan memblokir siklooksigenase dan menghambat leukotrien dengan memblokir lipooksigenase.

VII. TUGAS1. Setelah pemberian karagenin, mengapa pengukuran udem diulangi 3 jam kemudian (waktu yang optimum 3-4 jam) ?Jawab :Karagenin merupakan polisakarida yang disusun oleh monomer unit galaktosa. Karagenin mampu menginduksi reaksi inflamasi yang bersifat akut, non imun dapat diamati dengan baik dan mempunyai reproduksibilitas yang tinggi. Karagenin akan menginduksi cedera sel dengan dilepaskannya mediator yang mengawali proses inflamasi. Udem maksimal terjadi setelah pelepasan mediator maksimal dan mampu bertahan sampai beberapa jam. Udem yang disebabkan induksi karagenin dapat bertahan sampai 6 jam dan berangsur selama 24 jam. Waktu laten pada karagenin kurang lebih 1 jam sebelum terjadi pembentukan udem maksimal terjadi setelah 2-3 jam.

2. Tentukan obat yang paling poten dalam menghambat peradangan karena karagenin! Jelaskan!Jawab :Prednison merupakan obat golongan SAID (steoid) yang bekerja dengan menghambat enzim fosfolipase. Enzim fosfolipase mengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat. Karagenin merupakan suatu senyawa yang dapat menyebabkan pelepasan asam arakidonat dari fosfolipid dengan bantuan fosfolipase. Dengan bantuan Prednison, enzim fosfolipase tidak akan terbentuk. Dengan tidak adanya asam arakidonat prostaglandin, tromboksan dan leukoterin tidak disintesis sehingga tidak terjadi inflamasi.

3. Cari dan jelaskan cara uji daya anti inflamasi yang lain!Jawab :Macam macam metode yang digunakan untuk uji anti inflamasi antara lain adalah :a. Asam asetat sebagai penginduksi rasa nyeriSetelah 2 minggu hewan diadaptasikan, mencit galur ICR jantan (18-25 gr) dibagi secara acak kedalam 4 kelompok termasuk juga kedalamnya kelompok normal dan kelompok positif kontrol, dan 2 kelompok sampel uji. Kelompok kontrol diberikan salin, sedangkan kelompok positif kontrol diberikan indometasin (10 mg/kg ip) 20 menit sebelum diberikan asam asetat. Dosis sampel uji diberikan dalam dua variasi dosis, dimana diberikan secara peroral 60 menit sebelum asam asetat (0,1 ml/10 gr) diberikan % menit setelah injeksi ip asam asetat dilihat tikus yang mengalami nyeri dalam rentang waktu 10 menit.

b. Etil fenil propionate sebagai penginduksi edem pada telinga tikusTikus jantan (100-150 gr) digunakan sebagai hewan coba. Edema telinga diinduksi mengoleskan secara topikal EEP dengan dosis 1 mg/20l pertelinga pada bagian permukaan dan dalam kedua telinga dengan menggunakan pipet otomatis. Sampel uji juga dioleskan pada telinga dengan volume yang sama seperti EEP. Waktu sebelum 30 menit, 1 jam dan 2 jam merupakan waktu pengamatan setelah induksi. Ketebalan telinga diukur jangka sorong.

c. Putih telur sebagai penginduksi edemaEmpat grup tikus wistar jantan dan betina diberikan :Grup 1, 10% propilenglikol, grup 2 dan 3 sampel uji, dan grup 4 diberikan natrium diklofenak sebagai kontrol positif (100 mg/ kg po). Setelah 30 menit, masing-masing kelompok disuntikkan dengan putih telur sebanyak 0,5 ml pada telapak kaki kiri. Digunakan pletismometer digital untuk mengukur volume kaki yang mengalami udema dalam perode 120 menit dengan interval 30, 60, 90, 120 meni.

VIII. DAFTAR PUSTAKAAnonim, 2004, Perkembangan Antiradang bukan Steroid, http://acta.fa.itb.ac.id/pdf_dir/issue_27_4_7.pdf.Chang, E dan Dally J. 2009. Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. EGC : Jakarta.Charles,dkk.2009.Drug Information Handbook. Apha.Ohio.Lexi-Com inc.Diphalma, J. R., Digregorio, G. J. 1986. Basic Pharmacology in Medicine. 3th ed. New York: Mcgraw-hill Publishing Company: 319-20Foegh, M.L., dan Ramwell, P.W., 2001, Eicosanoid, Prostaglandin, Thromboxane, Leukotriene, Dan Senyawa Berkaitan, dalam Katzung, B.G.,(Editor), Farmakologi Dasar Dan Klinik, Buku I, Edisi Bahasa Indonesia, Penerbit Salemba Medika, Jakarta, Halaman, 547-548.Goodman and Gilman, 2007, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, diterjemahkan oleh Amalia, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.Hamor, G.H., 1996, Zat Antiradang Nonsteroid, dalam, Foye, W.O., (Editor), Prinsip-Prinsip Kimia Medisinal, Jilid II, Edisi Kedua, Gajah Mada University Press, Halaman 1096-1097.Mutchler,Ernst. 1991. Dinamika Obat.Edisi Kelima. Bandung :Penerbit ITB.Mycek, M.J., Harvey, R.A., and Champe, P.C. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2. Terjemahan Agus, A.Widya Medika. Jakarta.Neal,M.J., 2006, Farmakologi Medis, 70-71, Erlangga, JakartaNogrady, T., 1992, Kimia Medisinal, Pendekatan Secara Biokimia, Terbitan Kedua, Penerbit ITB, Bandung, Halaman, 410-412.Price, S. A dan Wilson. 2005. Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses-Proses penyakit. EGC : Jakarta.Soewarni, 2005, Mekanisme Kerja Obat Anti Radang, http://library.usu.ac.id/download/fk/farmasi-soewarni.pdf.Sudiono, J., 2003, Ilmu Patologi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Halaman, 81-81.Tambayong J. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.Tjay, T.H., dan Rahardja,K., 2002, Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan, Dan Efek-Efek Sampingnya, Cetakan Kedua, Edisi Kelima, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, Halaman 30

Purwokerto, 12 Juni 2014

Mengetahui,Dosen Pembimbing Praktikum

( Esti Dyah Utami )

Ketua Kelompok,

( Syaeful Eko Prayitno )