UJI SERAT DAN ORGANOLEPTIK NATA BUAH KERSEN DENGAN
VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK BELIMBING WULUH DAN
EKSTRAK KACANG TUNGGAK
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata I
Pada Jurusan Biologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Oleh:
ARIFIN
A420160081
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
i
HALAMAN PERSETUJUAN
UJI SERAT DAN ORGANOLEPTIK NATA BUAH KERSEN DENGAN
VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK BELIMBING WULUH DAN
EKSTRAK KACANG TUNGGAK
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
ARIFIN
A420160081
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen
Pembimbing
Dra. Titik Suryani, M. Sc.
NIDN. 0511046402
ii
HALAMAN PENGESAHAN
UJI SERAT DAN ORGANOLEPTIK NATA BUAH KERSEN DENGAN
VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK BELIMBING WULUH DAN
EKSTRAK KACANG TUNGGAK
OLEH
ARIFIN
A420160081
Telah dipertahankan di depan dewan penguji
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Jumat, 24 Juli 2020
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan penguji:
1. Dra. Titik Suryani, M.Sc. ( )
(Ketua Dewan Penguji)
2. Endang Setyaningsih, S.Si., M.Si. ( )
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Efri Roziaty, S.Si., M.Si. ( )
(Anggota II Dewan Penguji)
Dekan,
Prof. Dr. Harun Joko Prayitno, M.Hum
NIP. 196550428 1999303 001
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 20 Juli 2020
Penulis
ARIFIN
A420160081
1
UJI SERAT DAN ORGANOLEPTIK NATA BUAH KERSEN DENGAN
VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK BELIMBING WULUH DAN
EKSTRAK KACANG TUNGGAK
Abstrak
Nata merupakan salah satu produk olahan pangan hasil fermentasi oleh
Acetobacter xylinum yang terbentuk pada permukaan media cair asam dan
mengandung gula dan kaya serat tinggi. Kualitas pembuatan nata dipengaruhi
sumber karbon, pH fermentasi dan sumber nitrogen. Salah satu bahan untuk
membuat nata yaitu buah kersen digunakan sebagai sumber karbon, belimbing
wuluh sebagai bahan pengatur pH dan kacang tunggak sebagai sumber nutrisi.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar serat dan sifat organoleptik nata
buah kersen dengan variasi konsentrasi ekstrak belimbing wuluh dan sumber
nutrisi kacang tunggak. Jenis penelitian ini eksperimen dengan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu
konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (9%, 11% dan 13%). Faktor kedua yaitu
konsentrasi kacang tunggak (15% dan 20%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kadar serat nata tertinggi pada perlakuan W3K1 (ekstrak belimbing wuluh 13%
dan kacang tunggak 15%) sebesar 5,15% dengan ketebalan 1,45 dan rendemen
56,4% dan kualitas nata terbaik pada W2K1 (ekstrak belimbing wuluh 11% dan
kacang tunggak 15%) yaitu kenyal, putih keruh, tidak asam dan paling disukai
panelis.
Kata kunci: nata, buah kersen, kacang tunggak, belimbing wuluh, serat, sifat
organoleptik
Abstract
Nata is one of the processed food products from fermentation by Acetobacter
xylinum which is formed on the surface of liquid media which is acidic and
contains high sugar and high fiber. The quality of nata is influenced by carbon
sources, fermentation pH and nitrogen sources. One of the ingredients that can be
used to make nata is cherry fruits used as carbon source, starfruit as pH
regulation, and a from cowpea as nutrition source. The purpose of this study was
to determine the fiber content and organoleptic quality of cherry nata with
concentration variations of starfruit extract and nutritional sources of cowpea.
This type of research was an experimental research with a completely randomized
design (RAL) factorial pattern with two factors. The first factor was the starfruit
extract concentration of (9%, 11% and 13%). The second factor was the cowpea
concentration of (15% and 20%). The results of the study showed that the highest
levels of nata fiber in W3K1 treatment (13% starfruit extract and 15% cowpea
extract) was 5.15% with thickness 1.45 and yield of 56.4% The best quality of
nata was W2K1 (11% starfruit extract and 15% cowpea extract) was chewy,
cloudy white, non-acidic and most preferred by panelist.
Key words: nata, cherry fruit, cowpea, starfruit, fiber, organoleptic
2
1. PENDAHULUAN
Program diversifikasi pangan di Indonesia dimaksudkan agar
masyarakat tidak hanya menganggap nasi menjadi satu-satunya makanan
pokok. Paradigma ini harus pelan-pelan dirubah. Salah satu cara merubahnya
yaitu dengan mengenalkan makanan pendamping yang kaya akan serat untuk
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sehingga nutrisi yang diterima oleh
tubuh bervariasi dan seimbang (Dewi, 2012). Salah satu makanan yang dapat
dijadikan pendamping makanan pokok yaitu nata .
Nata merupakan salah satu produk makanan pencuci mulut yang tinggi
akan serat. Struktur nata menyerupai gel yang terbentuk dipermukaan medium
yang mengandung gula dan asam produk dari bakteri Acetobacter xylinum
(Kumalaningsih, 2014). Menurut SNI (Standar Nasional Indonesia) tahun 1996
ciri nata yang perlu adalah rasa, tekstur, aroma, warna dan kandungan seratnya.
Kandungan serat nata tersebut sangat bermanfaat untuk sistem pencernaan.
Keberhasilan dan kualitas dalam pembuatan nata disebabkan beberapa faktor
yang meliputi sumber karbon, pH fermentasi dan sumber nitrogen. Nata
memerlukan substrat yang banyak mengandung karbon. Faktor penting untuk
pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum yaitu sumber karbon yang
digunakan. Karbohidrat akan dipecah menjadi glukosa dan kemudian diubah
menjadi selulosa oleh mikroba. Bahan baku untuk pembuatan nata dapat
memanfaatkan berbagai jenis buah-buahan yang banyak mengandung
karbohidrat. Salah satu buah yang dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku
nata yaitu buah kersen.
Buah kersen mengandung begitu banyak senyawa kimia yang
bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam 100 g buah kersen mengandung
air (77,8 g), protein (0,384 g), lemak (1,56 g), karbohidrat (17,9 g), serat (4,6
g), abu (1,14 g), kalsium (1,24 mg),fosfor (84 mg), besi (1,18 mg), karoten
(0,019 g), tianin (0,065 g), riboflavin (0,037 g),niacin (0,55 g), dan vitamin C
(80,5 mg) (Kosasih, 2013). Di Indonesia, buah kersen selama ini hanya
dimanfaatkan oleh masyarakat dengan cara langsung dimakan. Berdasarkan
kandungan buah kersen tersebut dapat digunakan sebagai bahan pembuatan
3
nata. Proses fermentasi nata juga membutuhkan asam untuk mengatur pH
subsrat. Asam yang digunakan yaitu asam cuka atau asam asetat glasial sebagai
pengatur pH pembuatan nata.asam asetat glasial merupakan bahan yang paling
mahal. Usaha nata skala rumahan umumnya kesulitan mendapatkan asam
asetat glasial. Oleh sebab itu perlu digunakan bahan substitusi yang banyak
terdapat di lingkungan sekitar. Selain asam asetat glasial bahan yang digunakan
untuk mengatur pH yaitu asam sitrat. Asam sitrat dapat ditemukan pada
belimbing wuluh.
Belimbing wuluh merupakan jenis buah yang memiliki kandungan
asam organik yang tinggi sehingga dapat dijadikan pengganti asam asetat..
Kandungan mentah dalam 100 g mengandung 25 mg vitamin C dengan pH
sekitar 2,18 (Agustin, 2014). Menurut penelitian Pratiwi (2015) konsentrasi
ekstrak sumber asam yang baik dalam proses fermentasi nata yaitu 12%. Nata
juga memerlukan sumber nitrogen. Sumber nitrogen dalam pembuatan nata
berasal dari senyawa anorganik seperti garam amonia dan NH3, sedangkan
sumber nitrogen organik dapat berasal protein. Salah satu bahan organik
sumber nitrogen yang murah dan mudah didapat yaitu kacang tunggak.
Menurut Pagarra (2013) Pada 100 g kacang tunggak mengandung 22 g
protein, 51 g karbohidrat, 1,4 g lemak. Berdasarkan kandungan protein pada
kacang tunggak tersebut, maka dapat digunakan sebagai bahan sumber nitrogen
nata. Menurut penelitian Lestari (2019) konsentrasi ekstrak kacang tunggak
yang baik untuk sumber nitrogen nata yaitu 15%. Hal ini akan berpengaruh
pada proses fermentasi oleh bakteri dan akan mempengaruhi hasil akhir. Selain
itu penambahan sumber energi untuk bakteri Acetobacter xylinum juga penting.
Dalam 100 g gula kelapa mengandung energi sebesar 386 kalori, karbohidrat
76 g, lemak 10 g, protein 3 g, kalsium 76 mg, fosfor 37 mg, besi 2,6 mg dan air
10 g (Direktorat gizi,1979). Kandungan gizi gula kelapa tersebut dapat
dijadikan sumber energi bakteri Acetobacter xylinum. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui kadar serat dan kualitas organoleptik nata buah kersen
dengan variasi konsentrasi ekstrak belimbing wuluh dan ekstrak kacang
tunggak .
4
2. METODE
Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode eksperimental dan
desain rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor. Faktor pertama yaitu
variasi konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (W) terdiri dari 9% (W1), 11%
(W2), dan 13% (W3). Faktor kedua yaitu konsentrasi ekstrak kacang tunggak
(K) terdiri dari 15% (K1) dan 20% (W2). Masing-masing perlakuan dengan 2
kali ulangan.
Prosedur pelaksanaan penelitian diawali dengan tahap persiapan alat
dan bahan, kemudian tahap pelaksanaan pembuatan media nata, penambahan
starter dan proses fermentasi nata. Selanjutnya dilakukan pemanenan,
perendaman dan perebusan. Selanjutnya dilaksanakan pengujian kadar serat
dengan metode gravimetri di Laboratorium Fakultas Sains Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana dan uji organoleptik serta daya terima
masyarakat di dusun Dregan RT 003/ RW 006, Pabelan, Kartosuro, Sukoharjo
dengan melibatkan 15 panelis. Untuk mengetahui hasil penelitian nata buah
kersen maka analisis data yang digunakan peneliti adalah deskriptif kuantitatif
dan deskriptif kualitatif. Deskriptif kuantitatif digunakan untuk menguji kadar
serat, sedangkan deskriptif kualitatif untuk menguji kualitas organoleptik.
Analisis pengujian data kuantitatif menggunakan uji analisis varian dua jalur
(Two Way ANOVA) dan analisis kualitatif menggunakan Excel.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Kualitas Nata Buah Kersen Berdasarkan Kadar Serat. Ketebalan, Dan
Rendemen
Tabel 1. Rata-Rata Kadar Serat, Ketebalan Dan Rendemen Nata Buah Kersen
Perlakuan Kadar
Serat (%)
Ketebalan
(cm)
Rendemen
(%)
Keterangan
W1K1 3,45 1,06 34,4 Konsentasi ekstrak belimbing
wuluh 9% + ekstrak kacang
tunggak 15%
W2K1 5,01 1,24 39,6 Konsentasi ekstrak belimbing
wuluh 11% + ekstrak kacang
tunggak 15%
W3K1 5,15” 1,46** 56,4## Konsentasi ekstrak belimbing
wuluh 13% + ekstrak kacang
tunggak 15% W1K2 2,68’ 0,94* 22,5# Konsentasi ekstrak belimbing
5
wuluh 9% + ekstrak kacang
tunggak 20%
W2K2 4,69 1,04 23,8 Konsentasi ekstrak belimbing
wuluh 11% + ekstrak kacang
tunggak 20%
W3K2 4,71 1,2 35 Konsentasi ekstrak belimbing
wuluh 13% + ekstrak kacang
tunggak 20%
Keterangan:
** : Ketebalan tertinggi ## : Rendemen tertinggi
* : Ketebalan terendah # : Rendemen terendah ^^ : Kadar serat kasar tertinggi ^ : Kadar serat kasar terendah
3.1.1 kadar serat
Penentuan kadar serat nata buah kersen dalam penelitian ini
menggunakan metode gravimetri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kadar serat nata buah kersen tertinggi pada perlakuan W3K1 (ekstrak
belimbing wuluh 13% dan ekstrak kacang tunggak 15%) sebesar 5,15%
dan kadar serat terendah pada perlakuan W1K2 (ekstrak belimbing wuluh
9% dan ekstrak kacang tunggak 20%) sebesar 2,68%. Perbedaan kadar
serat nata buah kersen dapat dipengaruhi oleh konsentrasi sumber nutrisi
nitrogen dan derajat keasaman medium. Pembuatan nata memerlukan
nitrogen sebagai nutrisi Acetobacter xylinum untuk biosintesis selulosa.
Jumlah nitrogen memberikan kontribusi terhadap jumlah selulosa yang
dihasilkan. Serat selulosa akan semakin banyak terbentuk bila aktivitas
bakteri Acetobacter xylinum semakin meningkat. Kadar serat secara
statistik dilihat dari penambahan ekstrak kacang tunggak diperoleh asym
sig. 0,047<0,05, sehingga dapat dinyatakan bahwa H0 ditolak artinya ada
pengaruh pemberian ekstrak kacang tunggak terhadap kadar serat nata
buah kersen. Penambahan ekstrak kacang tunggak 15% menghasilkan
kadar serat nata buah kersen rata-rata lebih tinggi dibandingkan pada
penambahan ekstrak kacang tunggak 20%. Kadar serat nata buah kersen
secara statistik dilihat dari penambahan ekstrak belimbing wuluh diperoleh
asym sig. 0,003<0,05, sehingga dapat dinyatakan bahwa H0 ditolak artinya
ada pengaruh pemberian ekstrak belimbing wuluh terhadap kadar serat
nata buah kersen. Secara berurutan kadar serat rata-rata nata tertinggi
hingga terendah dengan ekstrak belimbing wuluh yaitu 13%, 11%, 9%.
6
Sedangkan analisis uji interaksi antara variasi konsentrasi ekstrak
belimbing wuluh dan ekstrak kacang tunggak terhadap kadar serat nata
buah kersen didapat Fhit 203.625 dan Ftab 3,68 sehingga Fhit>Ftab yang
berarti bahwa H0 ditolak sehingga disimpulkan bahwa terdapat interaksi
antara variasi konsentrasi ekstrak belimbing wuluh dan ekstrak kacang
tuggak terhadap kadar serat nata buah kersen.
3.1.2 Ketebalan
Hasil uji ketebalan nata buah kersen menunjukkan ketebalan nata
buah kersen tertinggi pada perlakuan W3K1 (ekstrak belimbing wuluh
13% dan ekstrak kacang tunggak 15%) sebesar 1,46 cm. perbedaan
ketebalan nata buah kersen dapat dipengaruhi oleh sumber nitrogen.
Nitrogen diperlukan dalam sintesis selulosa. Penambahan ekstrak kacang
tunggak 15% menghasilkan ketebalan nata buah kersen rata-rata lebih
tinggi dibandingkan pada penambahan ekstrak kacang tunggak 20%. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Lestari (2019) yang menyatakan
bahwa semakin banyak konsentrasi kacang tunggak yang ditambahkan
maka ketebalan nata tidak maksimal. Selain pengaruh nitrogen pada
protein nabati, ekstrak belimbing wuluh berperan sebagai pengatur
keasaman media juga berpengaruh terhadap tingkat ketebalan nata.
Acetobacter xylinum memiliki batasan pH tertentu untuk dapat
melangsungkan hidupnya. Menurut Sutarminingsih (2004) aktivitas
pembentukan nata terjadi pada pH 3,5-7,5 dan optimal pada pH 4.
Perlakuan ekstrak belimbing wuluh 13% memiliki rata-rata tebal yang
lebih tinggi dikarenakan berada pada batas pH optimal yaitu 4.
3.1.3 Rendemen
Hasil uji rendemen nata buah kersen menunjukkan bahwa
rendemen tertinggi pada perlakuan W3K1 (ekstrak belimbing wuluh 13%
dan ekstrak kacang tunggak 15%) sebesar 56,4%. Kecukupan nitrogen
mempengaruhi bakteri Acetobacter xylinum untuk menghasilkan serat
selulosa yang lebih besar sehingga nata buah kersen semakin tebal dan
semakin berat, oleh karena itu rendemen semakin besar. Sependapat
7
dengan Putriana (2013) yang menyatakan bahwa pada kondisi jumlah
nutrisi mencukupi kebutuhannya, selulosa yang terbentuk dalam jumlah
besar dan nata semakin tebal dan berat. Pada tabel di atas memperlihatkan
bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak belimbing wuluh yang
diberikan pada medium nata maka rendemen semakin besar, begitu pula
sebaliknya. Besar kecilnya rendemen ikut dipengaruhi oleh pH medium.
Pada penambahan ekstrak belimbing wuluh 13% menghasilkan pH
medium 4 (pH optimum ) dalam pembuatan nata. Fifendy (2011)
menyatakan bahwa jika media fermentasi mengandung sumber nitrogen
yang cukup, karbon yang cukup, pH yang sesuai dan kondisi
lingkungan yang mendukung, maka Acetobacter xylinum akan bekerja
secara optimum.
3.2 Kualitas Nata Buah Kersen Berdasarkan Uji Organoleptic Dan Daya
Terima
Tabel 2. Hasil sifat Organoleptik Dan Daya Terima Nata Buah Kersen
Perlakuan Aspek
Tekstur Warna Aroma Daya Terima
W1K1 Cukup Kenyal Putih keruh Tidak asam suka
W2K1 Kenyal Putih keruh Tidak asam Sangat suka
W3K1 kenyal Putih keruh Tidak asam suka
W1K2 Cukup kenyal Putih keruh Tidak asam suka
W2K2 kenyal Putih keruh Tidak asam suka
W3K2 kenyal Putih keruh Cukup asam suka
Keterangan:
W1K1 : Konsentasi ekstrak belimbing wuluh 9% + ekstrak kacang tunggak 15%
W2K1 : Konsentasi ekstrak belimbing wuluh 11% + ekstrak kacang tunggak 15% W3K1 : Konsentasi ekstrak belimbing wuluh 13% + ekstrak kacang tunggak 15%
W1K2 : Konsentasi ekstrak belimbing wuluh 9% + ekstrak kacang tunggak 20%
W2K2 : Konsentasi ekstrak belimbing wuluh 11% + ekstrak kacang tunggak 20%
W3K2 : Konsentasi ekstrak belimbing wuluh 13% + ekstrak kacang tunggak 20%
3.2.1 Tekstur
Tekstur nata buah kersen menunjukkan bahwa setiap perlakuan
memiliki tekstur kenyal seperti nata kontrol kecuali perlakuan W1K1
(ekstrak belimbing wuluh 9% dan ekstrak kacang tunggak 15%) dan
W1K2 (ekstrak belimbing wuluh 9% dan ekstrak kacang tunggak 20%)
cukup kenyal. Semakin banyak kandungan seratnya maka semakin kenyal
tekstur nata tersebut. Menurut Fifendy (2011) menyatakan bahwa jika
8
media fermentasi mengandung sumber nitrogen dan karbon yang cukup,
pH yang sesuai serta kondisi lingkungan yang mendukung, maka
Acetobacter xylinum akan bekerja secara optimum membentuk nata
yang tebal dan mengandung banyak serat. Semakin tebal nata yang
dihasilkan, maka semakin tinggi serat yang terkandung di dalamnya
dan mempengaruhi kekenyalannya.
3.2.2 Warna
Warna nata buah kersen menunjukkan bahwa semua perlakuan
menghasilkan nata berwarna putih keruh. Hal ini dapat dipengaruhi oleh
jenis bahan yang digunakan yaitu terdapat penambahan ekstrak kacang
tunggak yang berwarna putih keruh. Proses pengolahan pasca panen
meliputi pencucian, perendaman dan perebusan mempengaruhi hasil
kenampakan warna nata buah kersen. Lestari (2019) menyatakan bahwa
warna putih kotor (putih kecoklatan) akan menjadi putih bersih bila
dilakukan perendaman atau pencucian dan perebusan yang berkali-kali.
3.2.3 Aroma
Aroma nata buah kersen menunjukkan bahwa semua perlakuan
tidak beraroma asam kecuali perlakuan W3K2 cukup asam. Aroma asam
disebabkan oleh pH yang rendah dikarenakan penggunakan ekstrak
belimbing wuluh dan efek metabolisme bakteri Acetobacter xylinum. Pada
perlakuan W3K2 ( ekstrak belimbing wuluh 13% dan ekstrak kacang
tunggak 20%) yang cukup asam karena dapat dipengaruhi perlakuan pasca
panen yaitu perebusan yang kurang maksimal sehingga masih beraroma
asam. Sependapat dengan Putriana (2013) bahwa aroma asam pada nata
akan hilang setelah pencucian dan perebusan. Nata buah kersen tidak
ditambahkan gula dan perasa sehingga aroma masih asli yaitu tidak
beraroma atau tawar.
3.2.4 Daya terima
Hasil uji daya terima nata buah kersen menunjukkan bahwa semua
perlakuan disukai oleh panelis kecuali perlakuan W2K1 (ekstrak
belimbing wuluh 11% dan ekstrak kacang tunggak 15%) sangat disukai.
9
Hal ini dikarenakan ketertarikan nata buah kersen dari tekstur, warna dan
aroma. Perlakuan W2K1 (ekstrak belimbing wuluh 11% dan ekstrak
kacang tunggak 15%) sangat disukai karena memiliki tekstur, warna dan
aroma yang tidak jauh berbeda dengan nata kontrol (nata de coco) yaitu
kenyal, putih keruh dan tidak asam.
4. PENUTUP
Kualitas nata buah kersen terbaik dengan kadar serat tertinggi pada
perlakuan W3K1 (ekstrak belimbing wuluh 13% dan ekstrak kacang tunggak
15% ) sebesar 5,15%. Ketebalan dan rendemen terbaik pada perlakuan W3K1
(ekstrak belimbing wuluh 13% dan ekstrak kacang tunggak 15% ) sebesar 1,46
cm dan 56,4%. Karakteristik organoleptik nata buah kersen terbaik pada
perlakuan W2K1 (ekstrak belimbing wuluh 11% dan ekstrak kacang tunggak
15%) yaitu bertekstur kenyal, berwarna putih keruh, tidak beraroma dan daya
terima sangat suka.
DAFTAR PUSTAKA
Abdani, L, A. (2019). Kualitas Nata Biji Nangka Dengan Variasi Konsentrasi
Ekstrak Markisa Dan Sumber Nutrisi Kacang Merah. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Ami, M.S., Faizah, M., & Fithriyah, Z. (2019). Potensi Sari Buah Kersen
(Muntingia calabura) sebagai Bahan Baku Nata. Agrosaintifik. 1(2).
Ernawati, E. (2012). Pengaruh Sumber Nitrogen terhadap Karakteristik Nata
De Milko. Skripsi. Universitas Sebelas Maret.
Fifendy, M., Putri, D. H., & Maria, S.S. (2011). Pengaruh Penambahan Touge
sebagai Sumber Nitrogen terhadap Mutu Nata De Kakao. Jurnal Sains
dan Teknologi, 3(2).
Hamad, A., Hidayah, B. I., Solekhah, A., & Septhea, A. G. (2017). Potensi
Kulit Nanas sebagai Substrat dalam Pembuatan Nata De Pina. Jurnal
Riset Sains dan Teknologi. 1(1).
Hartati., Muhiddin, P. (2010). Pengaruh Umur Biakan Acetobacter xylinum
terhadap Rendeman Nata Aren. Jurnal Chemical. 2(1).
Holt, J. C., & Bergey, D. H. (1994). Bergey’s manual of determinative
bacteriology. Baltimore: Williams & Wilkins.
10
Lestari , D. (2011) Uji Karbohidrat Dan Protein Pada Nata Dari Buah Kersen
(Muntingia calabura) Dengan Pemberian Gula Jawa Dan Gula Pasir.
Skripsi.Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Lestari, E. P. (2019). Kualitas Nata Biji Nangka Dengan Variasi konsentrasi
ekstrak Nanas Dan Sumber Nutrisi Kacang Tunggak. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Kosasih, E., Supriatna, N., & Ana, E. (2013). Informasi singkat benih
kersen/talok (Muntingia calabura L.). Balai pembenihan Tanaman Hutan
Jawa dan Madura.
Kumalaningsih, S. (2014). Pohon Industri Komoditi Hasil Pertanian pada
Sistem Agroindustri. Malang: UB Press.
Majesty, J., Argo, B. D., & Nugroho, W. A. (2015). Pengaruh Penambahan
Sukrosa dan Lama Fermentasi terhadap Kadar Serat Nata dari Sari
Nanas(Nata de Pina). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan
Biosistemol, 3(1).
Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Yogyakarta:
Kanisius.
Parwiyanti. (2006). Potensi Belimbing Wuluh Dan Jeruk Sitrun Sebagai Bahan
Pengatur pH Fermentasi Nata De Coco.Jurnal Penelitian Sains. 19(3).
Poedjiadi, Anna. (2011). Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Pratiwi, I. D. (2015). Kualitas dan Kadar Protein Nata Biji Kluwih dengan
Penambahan Ekstrak Markisa dan Sumber Nutrisi Yang Berbeda.
Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Putriana, I. (2013). Mutu Fisik, Kadar Serat dan Sifat Organoleptik Nata de
Cassava Berdasarkan Lama Fermentasi. Jurnal Pangan dan Gizi. 4(7).
Rizal, H. M., Pandiangan, D. M., & Saleh, A. (2013). Pengaruh Penambahan
Gula, Asam Asetat dan Waktu Fermentasi terhadap Kualitas Nata De
Corn. Jurnal Teknik Kimia. Jurnal Teknik Kimia, 19(1).
Suparti., Yanti., & Asngad, A. (2007). Pemanfaatan Ampas Buah Sirsak
(Annona muricata) sebagai Bahan Dasar Pembuatan Nata dengan
Penambahan Gula Aren. MIPA, 17(1).
Sutanto, R. S., & Rahayuni, A. (2013). Pengaruh Pemberian pH Substrat
terhadap Kadar Serat, Vitamin C, dan Tingkat Penerimaan Nata De
Cashew (Anacardium occidentale L.). Journal of Nutrition College, 2(1).
Sutarminingsih, Lilies. (2004). Peluang Usaha Nata De Coco. Yogyakarta :
Kanisius.
Tjitrosoepomo, G. (2010). Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta).
Yogyakarta: UGM Press.
Top Related