BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrome gagal nafas pada pasien dewasa (ARDS) adalah Penyakit
akut dan progressive dari kegagalan pernafasan disebabkan terhambatnya
proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan oleh
karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik
interseluler maupun intraalveolar (Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2000). ARDS
merupakan kondisi paru yang mengarah ke tingkat oksigen yang rendah
dalam darah ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat
yang menyebar dikedua belah paru.
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit
paru akut yang memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) dan
mempunyai angka kematian yang tinggi yaitu mencapai 60%.1,2 Estimasi
yang akurat tentang insidensi ARDS sulit karena definisi yang tidak seragam
serta heterogenitas penyebab dan manifestasi klinis.1,2 Estimasi insidensi
ARDS di Amerika Serikat sebesar 100.000-150.000 jumlah penduduk per
tahun (1996).
Sepsis merupakan faktor risiko yang paling tinggi, mikroorganisme dan
produknya (terutama endotoksin) bersifat sangat toksik terhadap parenkim
paru dan merupakan faktor risiko terbesar kejadian ARDS, insiden sepsis
menyebabkan ARDS berkisar antara 30-50%. Aspirasi cairan lambung
menduduki tempat kedua sebagai faktor risiko ARDS (30%). Aspirasi cairan
lambung dengan pH<2,5 akan menyebabkan penderita mengalami chemical
burn pada parenkim paru dan menimbulkan kerusakan berat pada epitel
alveolar.
Oleh karena itu, penanganan ARDS sangat memerlukan tindakan
khusus dari perawatuntuk mencegah memburuknya kondisi kesehatan klien.
Hal tersebut dikarenakan klien yang mengalami ARDS dalam kondisi gawat
yang dapat mengancam jiwa klien.
1
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum :
Untuk memperoleh informasi mengenai penyakit ARDS pada
pasien dengan gawat darurat.
2. Tujuan Khusus:
a. Untuk mengetahui proses timbulnya penyakit ARDS
b. Untuk mengetahui cara penanganan secara darurat pada pasien
dengan ARDS
c. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang ditimbulkan jika tidak
ditangani secara segera pada pasien ARDS
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah asuhan keperawatan terhadap penyakit
ARDS ini penulis menggunakan metode:
1. Studi pustaka
Mempelajari literature-literatur yang brkaitan dengan ARDS dari buku-
buku.
2. Internet
Mengumpulkan data-data terbaru tentang penyakit ARDS dan asuhan
keperawatan yang dibutuhkan.
D. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini disusun secara sistematis dalam 3 bab, yaitu:
Bab 1 : Pendahuluan yang berisi: latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, dan Sistematika penulisan
Bab 2 : Tinjauan teoritis yang terdiri dari; konsep dasar medic dan asuhan
keperawatan
Bab 3: Penutup yang berisi kesimpulan dan saran
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Medik
1. Defenisi
a. ARDS adalahn suatu sindrom gagal nafas akut akibat kerusakan
sawar membran kapiler alveoli sehingga menyebabkan edema paru
akibat peningkatan permeabilitas (Idrus.dkk, 2002).
b. ARDS adalah istilah untuk mengambarkan kondisi fungsi paru yang
mengakibatkan gagal nafas (Darmantyo, 2007).
c. ARDS merupakan keadaan gagal nafas mendadak yang tiimbul
pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari
sebelumnya (Arif , 2008).
d. ARDS adalah bentuk kegagalan pernafasan parah yang terkait
dengan infiltrat paru yang berasal dari beberapa faktor yang
mengakibatkan kerusakan selaput kapiler alveoli dengan akumulasi
cairan dalam ruang udara di paru – paru (Nancy , 2008).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan ARDS
adalah penyakit akut dan progresif dari kegagalan pernafasan
disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke
kapiler yang disebabkan oleh karna terdapatnya edema yang terdiri
dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar .
American European Concencus Conference Committee
(AECC) pada tahun 1994 merekomendasikan definisi ARDS, yaitu
sekumpulan gejala dan tanda yang terdiri dari empat komponen di
bawah ini (dapat dilihat pada tabel 1).
3
2. Anatomi Sistem Respirasi
Secara garis besar urutan saluran pernapasan manusia adalah
sebagai berikut :
Rongga hidung - faring - trakea - bronkus - paru-paru (bronkiolus dan
alveolus).
a. Alat Pernafasan
1) Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung
(cavum nasalis).Rongga hidung berlapis selaput lendir, di
dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan
kelenjar keringat (kelenjar sudorifera).Selaput lendir berfungsi
menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan.
Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi
menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga
terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang
berfungsi menghangatkan udara yang masuk.
2) Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan
percabangan 3 saluran, yaitu saluran
pernapasan (nasofarings) pada bagian depan, saluran
pencernaan (orofarings) pada bagian belakang dan saluran yang
berhubungan dengan laring (laringofarings).
4
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak)
tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara
melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan
terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk
ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat
tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan
mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak
terjadi bersamaan agar tidak mengakibatkan gangguan kesehatan.
3) Trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak
sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding
tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan,
dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi
menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran
pernapasan.
4) Cabang-cabang Trakea (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian,
yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa
bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus
bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih
besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan
sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.
5) Paru-paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di
bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian
bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada
2 bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas
3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas
2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis,
disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi
paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput
yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan
tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
5
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi
cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan
pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi.
Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-
zat lain.
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan
elastik, dan pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon
yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar
untuk pertukaran gas.
Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus
dengan diameter ±1mm, dindingnya makin menipis jika
dibanding dengan bronkus.
Bronkiolus tidak
mempunyai tulang rawan,
tetapi rongganya masih
mempunyai silia dan di
bagian ujung mempunyai
epitelium berbentuk kubus
bersilia. Pada bagian distal
kemungkinan tidak bersilia.
Bronkiolus berakhir pada
gugus kantung
udara (alveolus).
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa
kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga
menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus
berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka
memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan
b. Mekanisme Respirasi
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis
walau dalam keadaan tertidur sekalipun karma sistem pernapasan
dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.
6
Menurut tempat terjadinya pertukaran gas, maka
pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar
dan pernapasan dalam.
1) Pernapasan luar adalah pertukaran gas yang terjadi antara
udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler
2) Pernapasan dalam adalah pertukaran gas yang terjadi antara
udara dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh
perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan
udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar
maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam
rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.
3. Etiologi
a. Sepsis
b. Mekanisme paru akibat inhalasi :
1) Inhalasi gas oksigen
2) Contusion paru
3) Aspirasi cairan lambung
4) Inhalasi asap berlebih (pada kebakaran)
5) Koagulasi intravaskular
c. Rudapaksa (Trauma)
d. Obat-obatan : Heronin dan salisilat
e. Infeksi oleh virus, bakteri dan jamur : Tuberkulosis
f. Embolisme mikrovaskular
4. Manifestasi Klinis
a. Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:
1) Penurunan kesadaram mental
2) Takikardi , Takipnea
3) Dispnea dengan kesulitan bernafas.
4) Terdapat retraksi interkosta
5) Sianosis
6) Hipoksemia
7
7) Auskultasi paru:ronkhi basah,krekels,stridor,weezing
8) Auskultasi jantung:BJ normal tanpa murmur atau gailop
5. Komplikasi
Menurut Hudak dan Gallo (1997), komlikasi yang dapat terjadi
pada ARDS adalah:
a. Abnormalitas obstruktif terbatas (keterbatasan aliran udara)
b. Defek difusi sedang
c. Hipoksemia selsama latihan
d. Toksisitas oksigen
e. Sepsis
f. Sinusitis
g. Kematian
6. Penatalaksanaan Medis
a. Pencegahaan
Pada klien dengan ARDS posisi semifowler dilakukan
untuk mengurangi regurgitasi asam lambung. Pada klien dengan
ARDS yang mendapat makanan melalui pita nasogastrik, penting
untuk berpuasa selama 8 jam sebelum operasi yang akan
mendapat anestesia umum agar lambung kosong. Selain
berpuasa selama 8 jam pemberian antasida dan simetide
sebelum operasi pada klien yang akan mendapat anastesia
umum dilakukan untuk menurunkan keasamaan lambung
sehingga jika terjadi aspirasi , kerusakan paru akan lebih kecil.
Setiap keadaan syok harus diatasi secepatnya dan harus selalu
memakai filter untuk transfusi darah guna menangulagi sepsis
dengan antibiotik yang adekuat, dan jika perlu hilangkan sumber
infeksi dengan tindakan operasi. Pengawasan yang ketat harus
dilakukan pada klien dengan resiko ARDS selama masa laten,
jika klien mengalami sesak nafas, segera dilakukan gas darah
arteri (Astrup).
8
b. Pengobatan
Pemberian cairan harus dilakukan secara saksama,
terutama jika ARDS disertai kelainan fungsi ginjal dan sirkulasi,
sebab dengan adanya kenaikan permeabilitas kapiler paru cairan
dari sirkulasi merembes ke jaringan interstisial dan memperberat
edema paru. Cairan yang diberikan harus cukup untuk
mempertahanakan sirkulasi yang adekuat ( denyut jantung yang
tidak cepat, ekstermitas hangat, dan diuresis yang baik ) tanpa
menimbulkan edema atau memperberat edema paru. Jika perlu,
dimonitor dengan kateter Swan Ganz dan teknik thermodelution
untuk mengukur curah jantung.
Pemberian albumin tidak terbukti efektif pada ARDS, sebab pada
kelainan permeabilitas yang luas, albumin akan ikut masuk ke
ruang ekstravaskuler. Peranan kortikosteroid pada ARDS masih
diperdebatkan. Kortikosteroid biasanya diberikan pada dosis
besar, pemberian metilprednisolon 30 mg/kgBB secara intravena
setiap 6 jam sekali lebih disukai, kortikosteroid terutama
diberikan pada syok sepsis.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan fungsi ventilasi
a) Frekuensi pernafasan per menit
b) Volume tidal
2) Ventilasi semenit
3) Kapasitas vital paksa
4) Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
5) Daya inspirasi maksimum
6) Rasio ruang mati/volume tidal
7) PaCO2, mmHg
b. Pemeriksaan status oksigen
c. Pemeriksaan status asam-basa
d. Arteri gas darah (AGD) menunjukkan penyimpangan dari
9
nilai normal pada PaO2, PaCO2, dan pH dari pasien normal;
atau PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 50 mHg, dan
pH < 7,35.
e. Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2
f. Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan
peningkatan
g. Hitung darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah,
sputum) untuk menentukan penyebab utama dari kondisi pasien.
h. Sinar-X dada dapat menunjukkan penyakit yang mendasarinya.
i. EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di
sisi kanan, disritmia.
B. Konsep Dasar Keperawatan
Asuhan Keperawatan pada kasus Gawat Darurat dengan pasien yang
mengalami ARDS, berbeda dengan pemberian ASKEP pada Konsep
Medikal Bedah.
Dalam mengkaji pasien Gawat Darurat dengan kasus ARDS, harus
dilakukan dengan sistematis mulai dari:
1. A : Airway ( Jalan Napas)
Pengkajian :
Adapun hal yang perlu dikaji pada jalan napas yatu :
a. Apakah terdapat sputum yang berlebihan
b. Terjadi dipsnea
c. Inhalasi asap gas
d. Infeksi difus paru/contisio paru
e. Inhalasi toksin.
Diagnosa 1 :
Ketidak efektifan bersihan jalan napas b/d peningkatan secret
pulmonal
Intervensi :
10
a. Kaji kesadaran pasien dengan menyentuh, menggoyang dan
memanggil namanya.
R/ mengetahui tingkat kesadaran pasien, apakah masih dalam
tahap unrespon, pain, voice, dan alert.
b. Lakukan panggilan untuk pertolongan darurat
R/ bantuan segera dapat membantu mempercepat pertolongan.
c. Beri posisi terlentang pada permukaan rata yang keras, kedua
lengan pasien disamping tubuhnya.
R/ mengantisipasi trauma servikal, posisi yang tepat dan lingkungan
yang nyaman dapat penolong dan korban dalam melakukan
tindakan.
d. Buka jalan napas dengan tekhnik tengadahkan kepala, topang dagu
untuk membuka jalan napas, jari tengah, jari manis dan
kelengking bias digunakan untuk menopang dagu sedangkan jari
telunjuk (teknik menyilangkan jari) untuk mengeluarkan benda asing
yang ada dalam mulut.
R/ memastikan tidak ada obstruksi pada jalan napas sehingga
pasien dapat bernapas dengan baik.
e. Beri O2 atau pasang ventilator
R/ membantu memenuhi kebutuhan O2 pasien
f. Lakukan suction bila perlu .
R/ pengisapan di lakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan
secret
g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat agen mukolitik
R/ agen mukolitik menurukan kekentalan dan perlengketan secret
paru untuk memudahkan pembersihan
Evaluasi :
a. Tampak Tidak ada sumbatan(secret) pada jalan napas.
b. Pasien mampu mempertahankan kepatenan jalan napas.
11
2. B: Breathing (Pernapasan)
Pengkajian :
Adapun yang perlu dikaji pada pola pernapasan yaitu :
a. Pernapasan : cepat, mendengkur, dangkal
b. Bunyi napas : pada awal normal, ronkhi, dan dapat terjadi bronchial
c. Perkusi dada : bunyi pekak diatas area konsilidasi
d. Pucat
e. Penurunan mental, bingung
f. Peningkatan fremitus ( getar, vibrasi pada dinding dada dengan
palpitasi )
Diagnosa 2 :
Gangguan perukaran gas b/d penumpukan cairan di alveoli.
Intervensi :
a. Kaji fungsi pernapasan ( bunyi napas, kecepatan, dan penggunaan
otot bantu napas)
R/ penurunan bunyi napas menunjukkan atelektasis, ronchi
menunjukan akumulasi secret
b. Kaji tingkat kesadaran takikardi, takipnea
R/ merupakan tanda utama distress pernapasan dan hipoksemia
c. Lakukan pemberian terapi oksigen 3-5 liter sesuai keadaan pasien
R/ akumulasi secret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat
dapat menganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh
d. .Berikan posisi semi fowler
R/ posisi semi fowler memungkinkan ekskursi maksimal toraks
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat kortikosteroid
R/ kortikosteroid erguna pada keterlibatan luas dengan hipoksia.
Evaluasi :
a. Tampak Pasien sesak berkurang
12
b. Tampak irama pernapasan pasien mulai kembali teratur.
c. Tampak pasien tidak lagi menggunakan otot bantu pernapasan
d. Terdengar tidak adanya suara tambahan.
3. C: Circulation (Sirkulasi)
Pengkajian :
Adapun hal yang perlu dikaji pada peredaran darah yaitu:
a. TD : dapat normal atau meningkat pada awal ( berlanjut menjadi
hipoksia ) : hipotensi terjadi pada tahap lanjut ( syok )
b. Frekuensi jantung ; takikardi, biasanya ada
c. Kulit dan membran mukosa : pucat, dingin, sianosis biasanya terjadi
karena adanya gangguan/masalah pada organ paru, maka akan
terjadi penurunan balik vena. Yang kemudian akan menyebabkan
penurunan curah jantung maka akan mengakibatkan sianosis,
hipoksemia dan pucat. Penumpukan CO2 dalam darah yang
menyebabkan asidosis repiratorik dengan tanda penurunan
O2,penurunan pH,peningkatan CO2 dan HCO3- . Hal ini
mempengaruhi juga ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Diagnosa 3 :
Ketidakefektifan perfusi jaringan b/d gangguan pertukaran gas.
Intervensi:
a. Kaji adanya sianosis
R/ sianosis merupakan tanda awal dan nyata terjadi sianosis
b. Beri posisi semifowler
R/ meningkatkan aliran darah balik vena
c. Kaji pola napas pasien : auskultasi inspirasi dan ekspirasi
R/ untuk mengetahui lamanya proses pertukaran gas di dalam paru
d. jika tidak tampak adanya ekspansi dada dan tidak teraba arteri
karotis segera berikan teknik RJP
13
R/ membantu usaha pernapasan pasien
e. Lakukan pemasangan inkubasi untuk respiratori
R/ kegagalan pernapasan akan diminimalkan dengan pemasangan
respiratori
Evaluasi :
a. Tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal
b. Kulit dan menbran mukosa lembab
c. Tidak ada tanda-tanda sianosis
d. Bunyi dada : sonor
4. D: Disability (Kesadaran)
Pada pasien ARDS, biasanya akan mengalami penurunan
kesadaran. Ini mungkin diakibatkan transport oksigen ke otak yang
kurang/tidak mencukupi (menurunya curah jantung hipotensi). Yang
akhirnya darah akan sulit mencapai jarinagn otak. Pada pasien ARDS
kesdaran memang mungkin akan menurun tetapi GCSnya masih sekitar
12-14. Sehingga kita lebih memprioritaskan pernapasan dan pemompaan
jantungnya. Karena apabila pernapsan dan pemompaan jantungnya
sudah tertangani dengan baik maka secara otomatis kesadarnnya akan
membaik(GCS 15).
5. E: Exposure (Pengkajian Secara Menyeluruh)
Setelah kita mengkaji secara menyeluruh dan sistematis mulai dari
airway, breathing, circulation, dan disability, sekarang kita mengkaji
secara menyeluruh untuk melihat apakah ada organ lain yang
mengalami gangguan. Sehingga kita dapat cepat memberikan
perawatan yang lebih intensif. Dan untuk pasien dengan ARDS ini yang
menjadi inti permasalahannya adalah breathing dan circulationnya
14
dimana akibat adanya gangguan pertukaran gas, CO2 menumpuk
dalam darah (hiperkapnea).
Diagnose 4 :
Gangguan perukaran gas b/d penumpukan cairan di alveoli,
alveolar hipoventilasi.
Intervensi :
a. Kaji pernapasan pasien dengan mendekatkan telinga diatas mulut/
hidung pasien sambil memepertahankan pembukaan jalan napas.
R/ mengetahui ada tidaknya pernapasan.
b. Kaji ventilasi dan perfusi pasien
R/ ketidakseimbangan ventilasi-perfusi yang jelas akibat akibat
kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstensif darah dalam
paru-paru.
c. Perhatikan dada pasien dengan melihat gerakan naik turunnya
dada pasien
R/ mengetahui apakah masih terjadi pengembangan paru.
d. Auskultasi udara yang keluar waktu ekspirasi, merasakan adanya
aliran udara.
R/ mendengarkan apakah terdapat suara tambahan atau tidak.
e. Baringkan pasien dalam posisi semi-fowler atau fowler tinggi
R/ posisi semi-fowler dan fowler tinggi memungkinkan ekskursi
maksimal toraks.
f. Beri O2 atau pasang ventilator
R/ pasien dengan ADRS membuthkan pemantauan yang ketat
karena kondisi dapat berubah dengan cepat dalam hal ini perlu
ditekankan ventilasi yang adekuat.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah sekumpulan gejala
dan tanda yang terdiri dari empat komponen yaitu: gagal napas akut,
perbandingan antara PaO2/FiO2 <300 mmHg, terdapat gambaran infiltrat
alveolar bilateral yang sesuai dengan gambaran edema paru pada foto toraks
dan tidak ada hipertensi atrium kiri serta tekanan kapiler wedge paru <18
mmHg. Berbagai penyakit lain atau kelainan, baik intra pulmoner maupun
ekstrapulmoner, dapat menyebabkan terjadi kelainan ini. Untuk dapat
memberikan terapi yang tepat pada penderita ARDS pemahaman mengenai
patofisiologinya adalah sangat penting.
B. Saran
Untuk menangani kasus gawat darurat dengan masalah ARDS, hal
yang perlu dilakukan adalah :
1. Tekankan tindakan pertolongan untuk mengatasi masalah pernapasan
yang dialami.
2. Kita perlu memperhatikan linkungan sekitar demi keamanan dan
kenyaman penolong dan korban.
3. Prioritaskan ke-3 hal penting yaitu system kardi, pulmoner, dan serebral
yang mana jika tidak ditangani segera dalam waktu 4-6 menit maka
akan menyebabkan kematian biologis.
4. Jangan cepat menyerah apabila tindakannya yang kita berikan belum
mencapai hasil yang kita inginkan. Tetap monitor dan berikan tindakan
untuk membantu menyelamatkan nyawa korban.
5. Jangan lupa proteksi diri untuk menghindari penularan penyakit
16