STUDI KASUS QUERY FEVER PADA SAPI “IDUL ADHA”
DI KOTA DEPOK TAHUN 2014: HISTOPATOLOGI LIMPA,
HATI DAN PARU-PARU
M ZULFITRA RAHMAT
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi berjudul Studi Kasus Query
fever pada Sapi “Idul Adha” di Kota Depok Tahun 2014: Histopatologi Limpa,
Hati dan Paru-paru adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
M Zulfitra Rahmat
NIM B04110077
ABSTRAK
M ZULFITRA RAHMAT. Studi Kasus Query fever pada Sapi “Idul Adha”
di Kota Depok Tahun 2014: Histopatologi Limpa, Hati dan Paru-paru. Dibimbing
oleh AGUS SETIYONO
Query fever atau Q fever merupakan salah satu zoonosis yang menyebar ke
seluruh dunia. Q fever disebabkan oleh infeksi bakteri Coxiella burnetii (C.
burnetii). Ruminansia merupakan hewan paling rentan terkena infeksi C. burnetii.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian infeksi C. burnetii dan melihat
gambaran histopatologi organ sapi “Idul Adha” di kota Depok tahun 2014 yang
positif terinfeksi C. burnetii. Metode yang digunakan adalah sampling organ
hewan dan dilanjutkan dengan metode pewarnaan Hematoksilin-Eosin serta
Imunohistokimia. Penelitian dilakukan sejak bulan Oktober 2014 sampai
September 2015 di Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik Reproduksi
dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Sampel
diambil dari organ limpa, hati, dan paru-paru dari 3 tempat penyembelihan hewan
Kurban masing-masing 5 sampel. Hasil penelitian menunjukan terdapat 3 sampel
imunoreaktif C. burnetii dari 15 sampel yang diuji. Hasil pewarnaan HE
menunjukkan terjadi perubahan histopatologi pada sampel yang positif terinfeksi
C. burnetii. Perubahan pada limpa berupa deplesi pulpa putih, peradangan dan
edema. Perubahan pada organ hati berupa degenerasi hidropis, degenerasi lemak
dan peradangan. Perubahan pada paru-paru berupa emfisema, peradangan dan
kongesti. Adanya sampel positif terinfeksi C. burnetii menandakan di kota Depok
terdapat kasus Q fever.
Kata kunci: Q fever, Coxiella burnetii, imunohistokimia, sapi
ABSTRACT
M ZULFITRA RAHMAT. Case Study on Query fever in "Eid Al-Adha"
cattles in Depok city 2014: Histopathology of spleen, liver and lungs. Supervised
by AGUS SETIYONO
Query fever or Q fever is a zoonosis that spread throughout the world. Q
fever is caused by infection of bacteria Coxiella burnetii (C. burnetii) Ruminants
are most susceptible animals to infection. This study aimed to determine the
incidence of C. burnetii infection and observe histopathologically the internal
organ picture of a cattle "Eid Al-Adha" in Depok city 2014. The method used was
a sampling of animal organs and continued with Haematoxylin-Eosin and
Immunohistochemistry staining. Study was conducted from October 2014 to
September 2015 at Laboratory of Histopathology, Department of Clinic,
Reproduction and Pathology, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural
University. Samples were spleen, liver, and lungs from 3 Kurban slaughtering
places each 5 samples representatively. The results showed that 3 of 15 samples
immunoreactive to C. burnetii. All positive samples founded in spleen.
Histopathological changes were shown on positive samples infected by C.
burnetii. In spleen founded depletion of white pulp, inflammation and edema. In
liver founded hydropic degeneration, fatty degeneration and inflammation. In the
lungs founded emphysema, inflammation and congestion. Existence of samples
infected by C. burnetii indicates there was case Q fever in Depok city.
Keywords: Q fever, Coxiella burnetii, immunohistochemistry, cattles
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
STUDI KASUS QUERY FEVER PADA SAPI “IDUL ADHA”
DI KOTA DEPOK TAHUN 2014: HISTOPATOLOGI LIMPA,
HATI DAN PARU-PARU
M ZULFITRA RAHMAT
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 sampai
September 2015 ini adalah zoonosis Q fever, dengan judul Studi Kasus Query
fever pada Sapi “Idul Adha” di Kota Depok Tahun 2014: Histopatologi Limpa,
Hati dan Paru-paru.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drh Agus Setiyono MS PhD
APVet selaku pembimbing dan Bapak Drh Mawar Subangkit MSi yang telah
banyak memberi saran. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Drh
Restu, Bapak Kasnadi, Bapak Sholeh, dan Bapak Endang yang telah banyak
membantu dalam proses penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, keluarga, teman-teman sepenelitian, teman-teman seorganisasi
dan teman-teman sekosan yang selalu memberikan semangat dan doa.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Tempat 2
Bahan 3
Alat 3
Prosedur Penelitian 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
Pewarnaan Imunohistokima 4
Pengamatan Histopatologi Limpa 5
Pengamatan Histopatologi Hati 7
Pengamatan Histopatologi Paru-paru 8
SIMPULAN DAN SARAN 9
Simpulan 9
Saran 9
DAFTAR PUSTAKA 10
RIWAYAT HIDUP 13
DAFTAR TABEL
1 Hasil pewarnaan IHK sampel organ sapi “Idul Adha” di kota Depok
tahun 2014 5 2 Hasil pengamatan histopatologi limpa sapi “Idul Adha” di kota Depok
tahun 2014 dengan pewarnaan HE 6 3 Hasil pengamatan histopatologi hati sapi “Idul Adha” di kota Depok
tahun 2014 dengan pewarnaan HE 8 4 Hasil pengamatan histopatologi paru-paru sapi “Idul Adha di kota
Depok tahun 2014 dengan pewarnaan HE 9
DAFTAR GAMBAR
1 Sampel negatif (A) dan positif (B) terinfeksi C. burnetii pada limpa
menggunakan metode pewarnaan IHK dengan perbesaran 200× 5 2 Gambaran histopatologi limpa mengalami deplesi pulpa putih (A),
kongesti (B), peradangan limpa (B) dan edema (C). Pewarnaan HE,
perbesaran 200× 7
3 Gambaran histopatologi hati yang mengalami degenerasi hidropis (A),
hemoragi (B), peradangan (B) dan degenerasi lemak (C). Pewarnaan
HE, perbesaran 200× 8
4 Gambaran hispatologi paru-paru mengalami kongesti (A), hemoragi
(A), emfisema (B) dan peradangan (C). Pewarnaan HE, perbesaran
200× 10
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Query fever atau Q fever merupakan salah satu zoonosis yang menyebar ke
seluruh dunia (Stein et al. 2005). Q fever pertama kali diketahui sebagai penyakit
pada manusia di Queesland, Australia pada tahun 1935 (CDC 2005). Q fever
disebabkan oleh bakteri Coxiella burnetii (C. burnetii) yang bersifat obligat
intraseluler. Target C. burneti adalah monosit atau makrofag (Capo et al. 1999). C.
burnetii berukuran 0.2 0.7 µm, berbentuk coccobacillus, berdinding gram
negatif dan bersifat pleomorphic (Capo et al. 1983). C. burnetii memiliki daya
virulensi rendah dengan infektivitas tinggi. C. burnetii memiliki bentuk sporelike
yang tahan terhadap panas, udara kering dan beberapa senyawa antiseptik. C.
burnetii dapat bertahan di lingkungan dengan kondisi ekstrim dalam waktu lama
(Byrne 2007).
Ruminansia merupakan hewan paling berisiko terinfeksi C. burnetii. Risiko
infeksi pada ruminansia tergantung pada umur, spesies, kemampuan reproduksi,
tingkat produksi susu dan tahap laktasi (McCuaghey et al. 2010). Sapi dan
ruminansia kecil yang terinfeksi akan mengeluarkan C. burnetii ke lingkungan
lewat urin, feses, susu, material abortus dan material partus (Fournier et al. 1998).
Infeksi C. burnetii pada hewan bersifat subklinis yang ditandai dengan
penurunan nafsu makan dan gangguan pernapasan ringan. Infeksi pada ruminansia
seperti sapi dan domba akan menyebabkan gangguan reproduksi dan abortus.
Infeksi C. burnetii juga dapat menimbulkan kegagalan fungsi hati, osteomielitis,
encephalitis, gangguan pada pembuluh darah dan endokarditis yang berakibat
pada kematian (Raoult 2002).
C. burnetii dapat ditularkan pada manusia. Penularan dapat terjadi melalui
kontak langsung dengan sumber penularan, partikel debu, bahan makanan asal
hewan, susu dan luka yang terkontaminasi serta melalui transfusi darah (Fournier
et al. 1998). Penularan sering terjadi pada pekerja yang kontak dengan hewan
ternak. Laboran yang bekerja menggunakan hewan terinfeksi juga berpotensi
terkena penularan (Johnson dan Kadull 1966). Infeksi akan menimbulkan gejala
peradangan akut dan kronis. Gejala peradangan akut tampak seperti gejala
influenza. Gejala peradangan kronis berjalan dalam waktu yang lama bahkan
mencapai 20 tahun sampai muncul gejala sesak nafas dan asma kardial (Marrie
2003).
Q fever pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1937 dengan
adanya 188 serum sapi yang positif mengandung antibodi terhadap C. burnetii
(Kaplan dan Bertagna 1955). Q fever juga terdeteksi pada sapi yang ada di Bogor
(Adinegoro 2013), Jakarta (Aufa 2013), Cianjur (Setiyono 2008) dan Sumatera
Utara (Nasution 2014). Miyashita et al. (2001) juga melaporkan adanya kasus
pneumonia pada manusia yang disebabkan oleh C. burnetii dari seorang penderita
yang memiliki riwayat pernah tinggal di Indonesia. Adanya laporan-laporan
tersebut menjadikan Q fever berada diurutan ke-22 pada daftar Penyakit Hewan
Menular Strategis (PHMS) yang dikeluarkan Kementerian Pertanian Republik
Indonesia (Kementan 2013).
2
Penelitian dilakukan pada Hari Raya Idul Adha dimana terdapat
penyembelihan hewan Kurban seperti sapi. Sapi Kurban dapat terinfeksi C.
burnetii karena berasal dari berbagai daerah yang bisa jadi sudah terdapat kejadian
infeksi C. burnetii. Infeksi C. burnetii ke manusia dapat ditularkan sebelum
penyembelihan lewat rute inhalasi karena sapi ditempatkan di sekitar masjid yang
kemudian menjadi tontonan masyarakat. Infeksi juga dapat ditularkan lewat darah,
urin, feses dan organ terinfeksi. Sanitasi penyembelihan dan penanganan jeroan
yang buruk berpotensi menyebabkan penularan pada pekerja Kurban. Adanya
distribusi daging juga berpotensi menimbulkan penularan pada penerima daging
Kurban. Secara keseluruhan semua pihak yang terlibat dalam proses Kurban
berpotensi terinfeksi C. burnetii.
Sampel organ yang diambil pada penelitian ini adalah limpa, hati dan paru-
paru. Ketiga organ ini adalah organ dengan potensi besar terinfeksi melalui
berbagai rute. Penelitian terhadap infeksi C. burnetii pada sapi belum banyak
dilakukan, sehingga data yang didapat dari penelitian ini akan menambah
informasi kejadian infeksi C. burnetii khususnya di kota Depok.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian infeksi C. burnetii dan
melihat gambaran histopatologi limpa, hati dan paru-paru sapi “Idul Adha” di
kota Depok tahun 2014 yang positif terinfeksi C. burnetii.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyajikan data kejadian infeksi C.
burnetii di kota Depok dan memberikan gambaran histopatologi limpa, hati dan
paru-paru sapi “Idul Adha” di kota Depok tahun 2014 yang positif terinfeksi C.
burnetii.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 bertepatan dengan
Hari Raya Idul Adha sampai September 2015. Proses sampling dilakukan di tiga
tempat penyembelihan hewan Kurban di kota Depok. Proses pembuatan preparat
histopatologi, pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) dan pewarnaan
Imunohistokimia (IHK) dilakukan di Laboratorium Histopatologi, Departemen
Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.
3
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel limpa, hati dan
paru-paru, larutan buffer neutral formalin (BNF) 10%, parafin cair, poly-l-lysin,
xylol, etanol (70%, 80%, 90%, absolut I, II, dan III), aquades, phospat buffered
salin (PBS), citrate buffer, policlonal antibody Rabbit anti Coxiella burnetii FKH-
IPB, susu skim, Daco Envision kit dan pewarna HE.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sarung tangan, pisau,
kertas label, plastik transparan untuk tempat penyimpanan organ, gelas ukur,
tissue cassette, tissue basket, tissue tang, parafin embedding console, gelas objek,
cover glass, automatic tissue processor, microtome, staining system,
fotomicrograph, mikroskop cahaya, software image, gelas piala, timbangan, pipet
tetes, termometer, dan pemanas air.
Prosedur Penelitian
Pengambilan Sampel
Sampel diambil dari bagian organ yang mengalami perubahan makroskopis.
Bagian organ kemudian diinsisi, dimasukkan ke dalam plastik transparan berisi
BNF 10% dan diberi label keterangan.
Sampel selanjutnya dipotong dengan ketebalan lebih kurang 3 mm,
dimasukkan ke dalam tissue cassette dan dehidrasi secara berurutan ke dalam
etanol 70%, 80%, 90%, etanol absolut I, etanol absolut II, xylol I, xylol III,
parafin I, dan parafin II masing-masing selama 2 jam. Proses dehidrasi dilakukan
secara otomatis dalam automatic tissue processor selama 20 jam.
Pembuatan Sediaan Histopatologi
Jaringan dicuci dengan PBS dan difiksasi menggunakan BNF 10%.
Dehidrasi menggunakan etanol bertingkat (70%, 80%, 90%, dan absolut I, absolut
II dan absolut III). Clearing menggunakan xylol 2 kali, masing-masing 60 menit.
Infitrasi menggunakan parafin lunak selama 60 menit dan pemblokan dalam
parafin keras pada cetakan lalu didiamkan selama satu hari. Blok jaringan
dipotong mengunakan mikrotom putar dengan ketebalan 5 µm. Hasil potongan
dimasukkan ke dalam waterbath yang berisi air dengan suhu 45 °C. Potongan
diangkat dengan gelas objek dan dikeringkan dalam inkubator 60 °C selama 1 hari.
Deparafinasi dengan xylol serta rehidrasi dengan etanol bertingkat dan aquades.
Pada pembuatan sedian untuk pewarnaan IHK gelas objek harus dilapisi poly-l-
lysine agar jaringan tetap menempel.
Proses Pewarnaan Hematoksilin-Eosin
Slide direndam ke dalam pewarna Hematoksilin selama 8 menit, dicuci
dengan air mengalir selama 30 detik. Slide selanjutnya dimasukan ke dalam
larutan Lithium Karbonat selama 30 detik dan dicuci dengan air mengalir selama
2 menit. Selanjutnya slide direndam ke dalam pewarna Eosin selama 2 menit dan
dicuci dengan air mengalir selama 60 detik. Berikutnya dilakukan proses dehidrasi
dengan etanol bertingkat (70%, 80%, 90%, dan absolut I, absolut II dan absolut
4
III) masing-masing 10 kali perendaman. Selanjutnya clearing menggunakan xylol
I, II, dan III masing-masing selama 2 menit. Terakhir slide direkatkan dengan
permount lalu ditutup dengan cover glass. Slide kemudian dilihat dibawah
mikroskop cahaya.
Proses Pewarnaan Imunohistokimia
Sediaan blok organ dipotong dengan ketebalan 5 µm dan ditempelkan pada
gelas objek. Deparafinasi dengan xylol serta rehidrasi dengan etanol bertingkat
dan aquades. Slide dipanaskan dalam buffer sitrat sampai suhu 90 °C untuk proses
antigen retrieval. Blocking endogenous peroxidase menggunakan H2O2 3%
selama 30 menit lalu dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing 5 menit.
Blocking ikatan non spesifik menggunakan susu skim 0.5% selama 30 menit dan
dicuci. Selanjutnya diinkubasi dengan antibodi primer rabbit anti C. burnetii
antibody selama satu malam pada suhu 4 °C (1:250). Slide kemudian dicuci
sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit dengan menggunakan PBS
kemudian blocking endogenous enzyme selama 30 menit dan dicuci dengan PBS 3
kali masing-masing 5 menit. Selanjutnya ditetesi dengan SA-HRP (Streptavidin
Horse Radish Peroxidase) selama 30 menit (1:500) lalu dicuci dengan PBS 3 kali
masing-masing 5 menit. Berikutnya dilakukan proses aplikasi kromogen untuk
HRP menggunakan diaminobenzidine (DAB), dibilas dengan aquades dan dicuci
sebanyak 3 kali masing selama menit dengan menggunakan PBS. Kemudian
counter staining selama 10 menit dengan menggunakan pewarna Hematoksilin
dan dicuci dengan aquades. Setelah itu dilakukan dehidrasi menggunakan etanol
bertingkat dan clearing menggunakan xylol. Terakhir mounting dengan perekat
permount kemudian ditutup dengan cover glass dan slide diamati dibawah
mikroskop cahaya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pewarnaan Imunohistokimia
Hasil pengamatan menunjukkan terdapat 3 sampel yang positif terinfeksi C.
burnetii dari 15 sampel yang diuji. Sampel tersebut adalah sampel nomor 5, 8 dan
14. Semua sampel positif ditemukan pada limpa, sedangkan pada hati dan paru-
paru tidak ditemukan. Hasil pengamatan limpa yang positif terinfeksi C. burnetii
disajikan pada Tabel 1. Gambaran limpa positif terinfeksi C. burnetii terdapat
Gambar 1.
5
Tabel 1 Hasil pewarnaan IHK sampel organ sapi “Idul Adha” di kota Depok
tahun 2014
No Sampel Temuan (+/-)
Limpa Hati Paru-paru
1 - - -
2 - - -
3 - - -
4 - - -
5 + - -
6 - - -
7 - - -
8 + - -
9 - - -
10 - - -
11 - - -
12 - - -
13 - - -
14 + - -
15 - - -
(+): positif terinfeksi C. burnetii, (-): negatif terinfeksi C. burnetii
Gambar 1 Sampel negatif (A) dan positif (B) terinfeksi C. burnetii pada
limpa sapi (tanda panah). Pewarnaan IHK, perbesaran 200×
Adanya warna coklat pada sitoplasma makrofag menunjukan antibodi anti-
C. burnetii FKH IPB imunoreaktif terhadap C. burnetii. Warna coklat terbentuk
karena adanya reaksi antara diaminobenzidine chromagen dengan makrofag.
Target C. burnetii adalah monosit atau makrofag yang tersebar pada berbagai
organ tubuh (Shannon et al. 2010). C. burnetii yang mencapai limpa
menandakan kejadian bakteriemia. Menurut Woldehiwet (2004) bakteriemia
terjadi setelah multiplikasi primer pada limfonodus regional.
Menurut Maurin (1999) C. burnetii menyebar secara hematogen dan
ditemukan di berbagai organ termasuk limpa, hati, paru-paru, sumsum tulang, dan
saluran reproduksi. Penyebaran hematogen ini dapat memungkinkan agen C.
burnetii terakumulasi di limpa karena limpa berfungsi sebagai organ perombak
eritrosit tua dan juga sebagai organ pertahanan. Stein et al. (2005) menyebutkan,
walaupun terjadi infeksi melalui rute aerosol, lesio akibat infeksi dapat ditemukan
pada organ selain paru-paru seperti hati dan limpa.
Jenis sapi menentukan tingkat kejadian infeksi. Hasil penelitian Nasution
(2014) terhadap sapi ex-impor di RPH Medan menunjukkan kejadian infeksi lebih
A
A B
A
6
besar dibanding penelitian lain yang tidak memperhatikan jenis sapi. Nasution
(2014) menemukan sampel positif sebesar 38,3 % dari 162 sampel yang diuji.
Hasil ini lebih besar dibanding kejadian infeksi di Bogor sebesar 18 % dari 50
sampel yang diuji (Adinegoro 2014) dan Jakarta sebesar 14,3 % dari 7 sampel
yang diuji (Aufa 2013).
Hasil positif yang hanya terdapat pada limpa menandakan rute infeksi secara
hematogen. Populasi makrofag yang masih rendah pada sampel menandakan
infeksi baru terjadi atau belum lama terjadi. C. burnetii kemungkinan besar mudah
terdeteksi di limpa karena populasi makrofag terbesar ada pada limpa (MacGavin
dan Zachary 2007).
Pengamatan Histopatologi Limpa
Hasil pengamatan histopatologi limpa dengan pewarnaan HE tercantum
dalam Tabel 2. Gambaran histopatologi limpa terdapat pada Gambar 2. Limpa
mengalami deplesi pulpa putih (Gambar A), peradangan (Gambar B), kongesti
(Gambar B), dan edema (Gambar C). Sampel positif terinfeksi C. burnetii pada
pewarnaan IHK menunjukan perubahan histopatologi yang beragam. Sampel
positif terinfeksi C. burnetii adalah sampel nomor 5, 8 dan 14. Sampel nomor 5
menunjukan perubahan berupa peradangan. Sampel nomor 8 menunjukan
perubahan berupa peradangan dan edema. Sampel nomor 14 menunjukan
perubahan berupa peradangan dan deplesi pulpa putih.
Tabel 2 Hasil pengamatan histopatologi limpa sapi “Idul Adha” di kota Depok
tahun 2014 dengan pewarnaan HE
(): Ditemukan lesio, (-): Tidak ditemukan lesio
No Sampel
Lesio
Keterangan Deplesi
Pulpa Putih
Peradangan Kongesti Edema
1 -
2
3 -
4 - -
5 - - - + IHK
6 - -
7 - - -
8 - - +IHK
9 - - - -
10 - - -
11 - - -
12 - -
13 -
14 - - +IHK
15 - -
7
Gambar 2 Gambaran histopatologi limpa sapi mengalami deplesi pulpa
putih (A) kongesti (panah hitam) (B), peradangan (panah putih) (B),
edema (C). Pewarnaan HE , perbesaran 200×
Limpa mengalami deplesi pulpa putih. Deplesi pulpa putih ditemukan
pada sampel nomor 1, 2 3, 4, 6, 13, 14 dan 15. Deplesi pulpa putih ditemukan
pada limpa negatif maupun positif terinfeksi C. burnetii. Deplesi pulpa putih
adalah berkurangnya jumlah sel-sel limfoid. Deplesi pulpa putih terjadi karena
kurangnya stimulasi antigenik atau bentuk regresi setelah stimulasi antigenik
dihentikan. Deplesi juga bisa terjadi karena toksin, virus, bakteri, radiasi,
malnutrisi, dan degenerasi. Secara mikroskopis jumlah sel limfoid menjadi
berkurang dan germinal centre menjadi tidak ada (Macgavin dan Zachary 2007).
Limpa juga mengalami kongesti. Kongesti ditemukan pada sampel nomor 1
dan 15. Kongesti tidak ditemukan pada sampel yang positif terinfeksi C. burnetii.
Kongesti adalah pembendungan yang terjadi pada vena yang disebabkan oleh
adanya ganguan sistemik atau porta (Vally 2007). Kongesti bersifat akut dan
kronis. Kongesti akut disebabkan oleh jumlah bakteri patogen yang masuk
sirkulasi meningkat dan melebihi kapasitas limpa untuk melakukan mekanisme
pertahanan. Kongesti akut bisa terjadi di Marginal Zone. Marginal Zone adalah
penghubung pulpa merah dan pulpa putih. Marginal zone bisa menjadi tempat
bermulanya respon terhadap blood-borne antigen yang membawa bakteri dari
arteri radial ke arteri sentral. Selanjutnya limpa akan berisikan neutrofil dan
makrofag baik fokus maupun menyebar. Secara histopatologi, kongesti ini akan
membentuk cincin atau lingkaran tidak sempurna.
Limpa juga mengalami edema. Edema adalah tahap lanjut kongesti. Edema
ditemukan pada sampel nomor 2, 3, 7, 8, dan 15. Edema ditemukan pada sampel
negatif maupun positif terinfeksi C. burnetii. Edema akan menyebakan
terbentuknya celah atau jarak antar sel limfoid (Macgavin dan Zachary 2007).
Pengamatan Histopatologi Hati
Hasil pengamatan histopatologi hati dengan pewarnaan HE tercantum
dalam Tabel 3. Gambaran histopatologi hati terdapat pada Gambar 3. Secara
keseluruhan hati mengalami degenerasi hidropis (Gambar A), degenerasi lemak
(Gambar C), hemoragi (Gambar B) dan peradangan (Gambar B). Sampel nomor 5
menunjukan perubahan berupa peradangan, degenerasi hidropis dan degenerasi
lemak. Sampel nomor 8 menunjukan perubahan berupa peradangan. Sampel
A
A
C
A
B
A
8
nomor 14 menunjukan perubahan berupa peradangan, degenerasi hidropis dan
lemak.
Tabel 3 Hasil pengamatan histopatologi hati sapi “Idul Adha” di kota Depok
tahun 2014 dengan pewarnaan HE
No sampel
Lesio
Keterangan Degenerasi
Hidropis
Degenerasi
lemak
Hemoragi Peradangan
1 -
2 - -
3 - - -
4 -
5 - + IHK
6 - - - -
7 - - -
8 - - - + IHK
9 - -
10 -
11 - -
12 - - -
13 - -
14 - +IHK
15 - - - -
(): Ditemukan lesio, (-): Tidak ditemukan lesio
Gambar 3 Gambaran histopatologi hati sapi mengalami degenerasi hidropis (A),
hemoragi (panah hitam) (B), peradangan (panah putih) (B) dan
degenerasi lemak (C). Pewarnaan HE, perbesaran 200×
Hati mengalami degenerasi hidropis. Degenerasi hidropis ditemukan pada
sampel nomor 1, 4, 5, 9, 10 dan 14. Degenerasi hidropis adalah perbesaran ukuran
sel karena adanya akumulasi cairan. Pada kejadian ini terlihat adanya vakuola-
vakuola kecil yang terlihat jelas di dalam sitoplasma. Degenerasi hidropis
terkadang disebut degenerasi vakuola. Vakuola ini muncul dari segmen retikulum
endoplasma yang membentuk droplet. Adanya peningkatan air yang masuk
kedalam sel menyebabkan sel membesar. Selanjutnya droplet-droplet yang ada
akan menyatu. Hal ini menyebabkan sitoplasma sel dipenuhi dengan vokuola
(Vegad 2007).
A B C
9
Hati juga mengalami degenerasi lemak. Degenerasi lemak ditemukan pada
sampel nomor 1, 4, 5, 9, 10, 11 dan 14. Degenerasi lemak berkaitan dengan fungsi
hati sebagai organ utama metabolisme lemak. Degenerasi lemak disebabkan oleh
penumpukan trigelisirida dalam sel yang terjadi pada hewan kelaparan. Kelaparan
akan memicu mobilisasi jaringan adiposa ke hati yang kemudian diubah menjadi
trigliserilida (Vegad 2007).
Hemoragi ditemukan pada sediaan hati. Hemoragi ditemukan pada sampel
nomor 1, 2 dan 13. Hemoragi adalah keluarnya darah dari pembuluh darah.
Hemoragi terjadi karena trauma, koagulopati, tromboemboli, disseminated
intravascular coagulation (DIC), vaskulitis, kongesti berat, hemangiosarcoma,
dan sepsis (Lopez 2006).
Pengamatan Histopatologi Paru-paru
Hasil pewarnaan HE paru-paru tercantum dalam Tabel 4. Gambaran
histopatologi paru-paru terdapat pada Gambar 4. Secara keseluruhan paru-paru
mengalami kongesti (gambar A), hemoragi (gambar A), emfisema (gambar C) dan
peradangan (gambar D). Sampel yang positif terinfeki C. burnetii adalah sampel
nomor 5, 8 dan 14. Perubahan pada sampel yang positif terinfeksi C. burnetii
berupa peradangan, emfisema dan kongesti.
Tabel 4 Hasil pengamatan histopatologi paru-paru sapi “Idul Adha” di kota
Depok tahun 2014 dengan pewarnaan HE
No sampel Lesio
Keterangan Kongesti Hemoragi Emfisema Peradangan
1 - -
2 - - - -
3 - -
4 -
5 - +IHK
6 -
7 - - -
8 - +IHK
9 - - - -
10 -
11 - - -
12 - -
14 - - - -
15 - +IHK
16 - -
(): Ditemukan lesio, (-): Tidak ditemukan lesio
10
Gambar 4 Gambaran hispatologi paru-paru sapi mengalami kongesti (panah
hitam) (A), hemoragi (panah putih) (A), emfisema (B) dan peradangan
(C). Pewarnaan HE, perbesaran 200×
Paru-paru mengalami kongesti. Kongesti ditemukan pada sampel nomor 1,
3, 4, 5, 6, 8, 10, 12, 15 dan 16. Kongesti bersifat akut dan kronis. Kongesti yang
ditemukan pada sediaan adalah kongesti akut. Kongesti akut pada paru-paru sapi
yang disembelih terjadi karena pengeluaran darah yang tidak sempurna (Vegad
2007). Kongesti akut juga terjadi karena peradangan dan gagal gantung yang
menyebabkan stagnasi darah dalam pembuluh darah (Lopez 2006).
Paru-paru juga mengalami hemoragi. Hemoragi ditemukan pada sampel
nomor 1, 4, 6 dan 10. Hemoragi adalah keluarnya darah dari pembuluh darah.
Terdapat dua tipe hemoragi yaitu hemoragi karena hancurnya pembuluh darah
atau reksis dan hemoragi karena darah melewati melewati dinding vaskular atau
diapedesis. Hemoragi disebabkan oleh trauma, bakteri, dan virus, parasit, nekrosis,
destruksi dinding pembuluh darah, toksin, diathesis hemoragi dan hiperemi pasif
(Vegad 2007). Hemoragi dapat dikelirukan oleh terisapnya darah pada saat
dilakukan pemotongan arteri karotis dan trakhea ketika penyembelihan (Lopez
2006).
Paru-paru juga mengalami emfisema. Emfisema ditemukan pada sampel
nomor 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 15 dan 16. Emfisema adalah membesar atau
meluasnya ruang alveol. Emfisema disebabkan oleh trauma, pneumonia dan
ketidakseimbangan aktivitas protease-antiprotease pada alveol. Perlakuan sapi
Kurban yang tidak lege-artis menyebabkan thorax sapi membentur tanah atau
lantai terlalu keras. Pneumonia adalah peradangan yang terjadi pada paru-paru.
Ketidakseimbangan protease-antiprotease akan melemahkan dinding alveol
secara berangsur-angsur yang kemudian menyebabkan dinding alveol rusak atau
hancur (Reid et al. 2011).
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Ditemukan 3 sampel positif terinfeksi C. burnetii dari 15 sampel yang
diuji pada sapi “Idul Adha” di kota Depok tahun 2014. Temuan positif ini
menandakan adanya kejadian Q fever . Semua sampel positif terdapat pada limpa.
Hasil pewarnaan HE menunjukan perubahan histopatologi pada sampel positif
A B C
11
terinfeksi C. burnetii. Perubahan pada limpa berupa deplesi pulpa putih,
peradangan dan edema. Perubahan pada hati berupa degenerasi hidropis,
degenerasi lemak dan peradangan. Perubahan pada paru-paru berupa kongesti,
emfisema dan peradangan.
SARAN
Perlu dilakukan studi lebih lanjut dan mendalam yang tidak hanya terbatas
pada sapi Kurban guna mendapatkan data yang lebih lengkap dan komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Adinegoro HPM. 2014. Kajian Query fever pada sapi di rumah potong hewan
Cibinong: histopatologi organ limpa dan jantung. [skripsi]. Bogor (ID):
Insitut Pertanian Bogor.
Aufa S. 2013. Studi Q fever pada sapi ”idul adha” di wilayah Jakarta dengan
metode imunohistokimia. [skripsi]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor.
Byrne WR. 2007. Q fever: medical aspects of chemical and biological warfare.
Maryland (US): Bacteriology Devision US Army Medical Risearch Institute
of Infectious Diseases.
Capo C, Moynault A, Collett Y, Olive D, Akporiaye T, Rowatt JD, Aragon AA,
Baca OG. 1983. Lysosomal response of a murine macrophage like cell
line persistently infected with Coxiella burnetii. J Infect Immun. 40: 1155–
1162.
Capo C, Lindberg FP, Meconi S, Zaffran Y, Tardei G, Brow EJ, Raoult D, Mege
JL. 1999. Subversion of monocyte functions by Coxiella burnetii
impairment of the cross-talk between avb3 integrin and cr3. J Immunol. 163:
6078–6085.
[CDC] Center For Disease Control And Prevention. 2005. Q fever: viral and
rikettsia zoonoses branch. Atlanta (US). Last Review pp. 4-5.
Fournier PE, Marrie TJ, Raoult D. 1998. Diagnosis of Q fever. J Clin Microbiol.
36: 1823–1834 .
Johnson III JE, Kadull PJ. 1966. Laboratory acquired q fever. A report of fifty
cases. Am J Med. 41:391–403.
Kaplan, M.M. and P. Bertagna. 1955. The geographical distribution of Q fever.
Bull. Wld. Hlth. Org. 13:829-860.
[Kementan RI] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2013. Penetapan
Penyakit Menular Hewan Strategis. Jakarta (ID): Keputusan Menteri
Pertanian Republik Indonesia. No 4026/Kpts/OT 140/4/2013.
Lopez A. 2006. Respiratory System. Di dalam: Pathologic Basis Of Veterinary
Disease. Ed ke-4. McGavin MD, Zachary JF, editor. St Louis (US):
Mosby Elsievier. hlm 462-557.
Macgavin MD. James SZ. 2007. Patologic Basis of Veterinary Diseases. Missouri
(USA): Mosby Inc.7.
Marrie TJ. 2003. Coxiella burnetii pneumonia. Eur Resp. J 21:713-719.
Maurin MRD. 1999. Q Fever. Clin Microbiol Rev. 12 (4):518–553.
12
Mc Caughey C, Murray LJ, Mc Kenna JP, Menzies FD, Mc Cullough SJ,
O’Neill HJ, Wyatt DE, Cardwell CR, Coyle PV. 2010. C. burnetii (Q
fever) seroprevalence in cattle. Epidemiol Infect. 138:21–27.
Miyashita N, Fukano H, Hara F, Nakajima T, Niki Y, Matsushima T. 2001. A
case of Coxiella burnetii pneumonia in an adult. NKGZ. 39 (6) : 446.
Nasution SS. 2014. Studi Q fever pada ternak ruminansia di Sumatera Utara.
[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Raoult D. 2002. Q fever : still a mysterious disease. Q J Med. 95:491-492.
Reid R, Fiona R, Elaine M. 2011. Pathologi Ilustrated. UK: Churchil Livingstone.
Setiyono A. 2008. Q fever pada ruminansia di Jawa Barat. Di dalam: Procedding
of KIVNAS 2008. 19 -22 Agustus 2008: Bogor, Indonesia. Bogor (ID).
Shannon JG, Heinzen RA. 2009. Adaptive immunity to the obligate intracellular
pathogen Coxiella burnetii. Immunol Res. 43(1-3):138-148.
Stein A, Louveau C, Lepidi H, Ricci F, Baylac P, Davoust B, Raoult D. 2005. Q
fever pneumonia: virulence of Coxiella burnetii pathovars in a murine
model of aerosol infection. Infect Immun. 73(4):2469–2477.
Vally VEO. 2007. Hematopoietic System. Di dalam: Pathology of Domestic
Animals. Ed ke-5. Maxie MG, editor. Philadelphia (US): Saunders
Elsevier.hlm 107-324.
Vegad JL. 2007. A Textbook of Veterinary General Phatology. (IN). International
Distrubuting Book Co.
Woldehiwet Z. 2004. Q fever (coxiellosis): epidemiology and pathogenesis. Res
Vet Sci. 77:93-100.
13
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Piladang, 26 September 1992. Penulis merupakan anak
pertama dari pasangan Maisir dan Daryati. Penulis mendapat pendidikan di SDN
02 Koto Tangah Batu Hampar (199-2005), SMPN 1 Payakumbuh (2005-2008),
SMAN 1 Akabiluru (2008-2011). Penulis aktif di berbagai kepanitian dan
organisasi tingkat fakultas, kampus, dan nasional. Penulis pernah menjadi ketua
panitia Seminar Proud to be Muslim DKM An-nahal. Organisasi yang pernah
diikuti penulis selama kuliah yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa FKH (2012)
sebagai Staf Divisi Kajian Strategis, HIMPRO Ornithologi dan Unggas (2012-
2014) sebagai Staf Divisi Internal, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
(KAMMI) IPB sebagai Ketua pada tahun 2014, DKM Annahal sebagai Ketua
Majelis Pertimbangan Pengurus) dan Forum Silaturahim Lembaga dakwah
Kampus Veteriner (FSLDKV) sebagai Koordinator Syiar Nasional. Penulis juga
mendapat beasiswa Bidikmisi, PPSDMS Nurul Fikri dan Beasiswa Aktivis
Nusantara Dompet Dhuafa.