Pendahuluan
Kelenjar tiroid merupakan salah satu bagian dari system endokrin. Kelenjar tiroid
terletak di leher depan, terdiri atas dua lobus yang dihubungkan oleh istmus yang menutupi
cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea
sehingga pada setiap gerakkan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar tiroid kea
rah cranial yang merupakan cirri khas kelenjar tiroid.
Hormone tiroid diperlukan oleh hampir semua proses tubuh termasuk proses
metabolisme. Kelainan kelenjar tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan
kelenjar dan morfologinya. Salah satu kelainan dari tiroid adalah struma yang merupakan
pembesaran dari kelenjar tiroid.
KELENJAR TIROID DAN HORMON TIROID
Anatomi dan Struktur
Pada manusia, kelenjar tiroid terletak di leher bagian anterior dan fungsinya adalah sintesis
dan sekresi hormon tiroid tiroksin ( T4 ) dan tri-iodotironin ( T3 ). Hormon – normon ini
bersifat essensial untuk tumbuh kembang normal dan homeostasis tubuh dengan meregulasi
produksi energi. Kelenjar paratiroid yang mensekresi hormon paratiroid tertanam dalam
kelenjar tiroid, dan sel parafolikular yang tersebar di antara folikel tiroid memproduksi
kalsitonin. Kelenjar tiroid manusia mulai berkembang sekitar 4 minggu setelah konsepsi dan
bergerak turun ke leher sejalan dengan pembentukan struktur bilobular yang khas. Proses ini
selesai pada trimester ke-3.1
Pada orang dewasa normal, kelenjar ini memiliki 2 lobus, dengan berat sekitar 25 g dan
terletak dekat dengan trakea. Kelenjar ini terdiri dari lebih dari satu juta kelompok sel, atau
folikel. Struktur ini tersusun sferis dan terdiri dari sel-sel yang
mengelilingi rongga sentral yang mengandung zat seperti jeli
yang disebut koloid., yang fungsinya menyimpan hormon
tiroid sebelum disekresi. Setiap sel tiroid memiliki tiga
fungsi : a). Eksokrin, karena mensekresi zat ke dalam koloid;
b). Absortif, karena mengambil zat dari koloid denga
pinositosis; dan c). Endokrin, karena mensekresi hormon
langsung ke dalam aliran darah.1
Gambar 1. Kelenjar Tiroid
1
Hormon Tiroid
Sintesis. Sel folikel memiliki mekanisme penangkap iodida ( iodide-trapping ) pada membran
basalnya yang memompa iodida dari makanan ke dalam sel. Pompa ini sangat kuat dan sel
dapat mengkonsentrasikan iodida sampai 25-50 kali lipat dari konsentrasinya dalam plasma.
Kandungan iodin dalam tiroid pada keadaan normal adalah sekitar 600 µg/g jaringan.
Pemacu ( enchancer ) ambilan meliputi :
a. TSH
b. Defisiensi iodin
c. Antibodi reseptor TSH
d. Autoregulasi
Penghambat ( inhibitor ) ambilan meliputi :
a. Ion I-
b. Glikosida jantung ( misalnya digoksin )
c. Tiosianat
d. Perklorat ( PclO4-)
Di dalam sel, iodida dioksidasi cepat oleh sistem peroksidase menjadi iodin yang lebih
reaktif, yang cepat bereaksi denga residu tirosin dalam glikoprotein tiroid yang disebut
tiroglobulin, untuk membentuk tiroglobulin mono-iodotirosil ( T1 ) atau di-iodotirosil ( T2 ).
Keduanya lalu bersatu membentuk residu tri-iodotironin ( T3 ) atau tiroksin ( T4 ), masih
berikatan dengan tiroglobulin yang disimpan dalam koloid. Proses ini di stimulasi oleh TSH.
Di bawah stimulasi TSH, droplet koloid diambil kembali ke dalam sitoplasma sel melalui
mikropinositosis, dimana droplet tersebut berfusi dengan lisosom dan diproteolisis sehingga
melepaskan residu dari glikoprotein. T1 dan T2 dideiodinasi cepat oleh halogenase, dan iodin
bebas di daur ulang di dalam sel folikel. Tri-iodotironin dan tiroksin dilepaskan ke dalam
sirkulasi, di mana keduanya terikat dengan protein plasma, termasuk thyroxine-binding
globulin ( TBG ), throxine-binding prealbumin ( TBPA ), dan albumin. Sebagian besar T3 dan
T4 berada dalam keadaan terikat dan tidak aktif secara fisiologis, dan hanya fraksi bebas yang
bersifat aktif.1
Metabolisme. Tiroid mensekresi secara total 80 – 100 µg T3 dan T4 per hari, dengan rasio T4 :
T3 sekitar 20:1. Walaupun T3 dan T4 sama-sama bersirkulasi, namun jaringan mendapatkan
90% dari T3 yang dimilikinya dengan mendeiodinasi T4. Iodida yang dibebaskan dari hormon
2
tiroid dieksresi di urin dan diresirkulasi ke tiroid., tempat iodida ini dokonsentrasikan oleh
mekanisme perangkap ( trapping ). Sekitar sepertiga T4 yang keluar dari plasma di
konjugasikan dengan glukoronida atau sulfat di hati dan dieksresi dalam empedu. Sebagian
kecil dari T4 bebas direabsorpsi melalui sirkulasi enterohepatik. Waktu paruh T4 dalam
plasma sekitar 6-7 hari, sedangkan T3 jauh lebih singkat yaitu sekitar 1 hari. T3 bersifat jauh
lebih poten daripada T4.1
Mekanisme kerja hormon tiroid. Terdapat beberapa lokasi kerja T3 di dalam sel. Pada
membran, hormon ini menstimulasi pompa Na+/K+-ATPase, menimbulkan peningkatan
ambilan asam amino dan glukosa, sehingga menyebabkan kalorigenesis ( produksi panas ). T3
bergabung dengan reseptor spesifik pada mitokondria menghasilkan energi dan dengan
reseptor intranuklear, yang merupakan modulator transkripsi, menyebabkan perubahan
sintesis protein.1
Anamnesis
Auto anamnesia. Data identitas pasien secara lengkap.4
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan riwayat penyakit sebelumnya jika ada : diabetes mellitus, darah tinggi
(hipertensi)
Keluhan penyakit yang dialami.
a. Menanyakan apakah berat badan naik/turun.
b. Menanyakan apakah leher terasa membesar .
c. Menanyakan apakah pembengkakan leher terjadi dengan cepat sekali atau sangat
lambat.
d. Menanyakan apakah bengkakan terasa nyeri atau tidak.
e. Menanyakan apakah ada banyak keringat dan berasa kepanasan.
f. Menanyakan apakah penglihatan kabur/double.
g. Menanyakan apakah terasa cepat lelah.
h. Riwayat pembengkakan kaki di pretibia: sejak kapan, nyeri tekan atau tidak.
Riwayat diet yang diambil
Riwayat makan obat sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga : menanyakan apakah ada anggota keluarga yang
mengidap penyakit yang sama.3
Riwayat Pribadi dan Riwayat Sosial Ekonomi.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tanda vital
- Suhu tubuh
- Tekanan darah : meninggi akibat efek dari hormon tiroid
- Denyut nadi : takikardi
- Frekuensi nafas
Pengukuran berat badan, tinggi badan / Indeks Massa Tubuh
Untuk memastikan apakah terdapat ketidakseimbangan antara berat dan tinggi tubuh badan
pasien.
Inspeksi & Palpasi
- Mengukur lingkar pembesaran pada leher
- Melakukan perabaan pada bagian leher yang membengkak apakah teraba rata (diffusa) atau
bergelombang (nodul keras/berbenjol-benjol)
- Meperhatikan apakah ada eksoftalmus dan tanda-tanda pada mata seperti :
tanda Moebius : pasien tidak dapat melakukan konvergensi.
tanda von Grave : jika melihat ke bawah, palpebra superior tidak dapat mengikuti bulbus
okuli, sehingga anatar palpebra superior dan terlihat jelas sclera bagian atas.
tanda von stelwag : mata pasien jarang berkedip.
tanda Joffroy : pasien tidak dapat mengerutkan dahi
tanda Pemberton : kemerahan pada muka setelah mengangkat kedua tangan ke atas
tanda Rosenbach : tremor palpebra saat menutup mata
ditemukan adanya miksedema pretibia (hanya ditemukan pada penderita hipertiroidisme)
Auskultasi. Terdengar bunyi sistolik jantung di apeks jantung akibat palpitasi (rasa yang
tidak nyaman yangdiakibatkan denyut jantung yang tidak teratur/lebih keras).2
4
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :
1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).
2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras.
3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada
4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.
Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multipel namun pada umumnya pada
keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat keras. Yang
multipel biasanya tidak ganas kecuali apabila salah satu dari nodul tersebut lebih menonjol
dan lebih keras daripada yang lainnya.
Apabila suatu nodul nyeri pada penekanan dan mudah digerakkan, kemungkinannya ialah
suatu perdarahan ke dalam kista, suatu adenoma atau tiroiditis tetapi kalau nyeri dan sukar
digerakkan kemungkinan besar suatu karsinoma.
Nodul yang tidak nyeri apabila multipel dan bebas digerakkan mungkin ini merupakan
komponen struma difus atau hiperplasia tiroid. Namun apabila nodul multipel tidak nyeri
tetapi tidak mudah digerakkan ada kemungkinan itu suatu keganasan. Adanya limfadenopati
mencurigakan suatu keganasan dengan anak sebar.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Sidik Tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama
ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi NaCl per oral dan
setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap
oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk seperti telah disinggung diatas:
1. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.
Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini
memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
5
3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi
nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
Dari hasil pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dibedakan apakah yang kita hadapi itu suatu
keganasan atau sesuatu yang jinak. Keganasan biasanya terekam sebagai nodul dingin dan
soliter tetapi tidak berarti bahwa semua nodul dingin adalah keganasan. Liecthy mendapatkan
bahwa 90% dari nodul dingin adalah jinak dan 70 % dari semua nodul jinak adalah juga
nodul dingin.
Nodul yang hangat biasanya bukan keganasan. Namun Alves dkk pada penelitiannya
mendapatkan 2 keganasan di antara 24 nodul hangat. Apabila ditemukan nodul yang panas ini
hampir pasti bukan suatu keganasan.
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan abtara yang padat dan cair. Selain itu dengan
berbagai penyempurnaan sekaran USG dapat membedakan beberapa bentuk kelainan tetapi
belum dapat membedakan dengan pasti apakah suatu nodul itu ganas atau jinak. Pemeriksaan
ini mudah dilakukan tetapi interpretasinya agak lebih sukar dari sidik tiroid.
Gambran USG yang didapat dibedakan atas dasar kelainan yang difus atau fokal yang
kemudian juga dibedakan atas dasar derajat ekonya yaitu hipoekoik, isoekoik atau campuran.
Kelainan- kelainan yang dapat didiagnosis secar USG ialah:
Kista; kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis.
Adenoma/ nodul padat; iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai hal yaitu suatu
lingkaran hipoekoik disekelilingnya.
Kemungkinan karsinoma; nodul padat, biasanya tanpa halo.
Tiroditis; hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.
Adanya halo dikaitkan dengan sesuatu yang jinak (adenoma) tetapi sekarang ternyata bahwa
halo dapat pula ditemukan keganasan.
Dibandingkan sidik tiroid dengan radioisotop,USG dalam beberapa hal lebih menguntungkan
karena dapat dilakukan tanpa persiapan dan kapan saja. Pemeriksaan ini lebih aman dapat
dilakukan pada orang hamil atau anak-anak dan lebih dapat membedakan antar yang jinak
dan ganas.3
6
Biopsi aspirasi jarum halus
Pada masa sekarang dilakukan dengan jarum halus biasa yitu Biopsi Aspirasi Jarum Halus
(BAJAH) atau Fine Needle Aspiration (FNA) mempergunakan jarum suntik no.22-27. Cara
ini mudah aman dapat dilakukan dengan berobat jalan. Dibandingkan dengan biopsi cara
lama (jarum besar) , biopsi jarum halus tidak nyeri tidak menyebabkan dan hampir tidak ada
bahaya penyebaran sel-sel ganas. Ada beberapa kerugian pada biopsi, jarum ini yaitu dapat
memberikan hasil negatif palsu atau positif palsu. Negatif palsu biasanya karena lokasi
biopsi yang kurang tepat , teknik biopsi yang kurang benar atau preparat yang kurang baik
dibuatnya. Hasil positif palsu dapat terjadi karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.3
Working Diagnosis
Struma Non-toksik
Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-
folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun- tahun sebagian folikel tumbuh
semakin besar dan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Struma nodosa
non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih
tanpa disertai tanda- tanda hipertiroidisme.
Struma nontoksik biasanya menujukkan pembesaran kelenjar tiroid dari stimulasi
TSH, yang mana merupakan akibat dari sintesis hormone tiroid yang tidak adekuat. Tabel
dibawah ini memberikan daftar beberapa penyebab goiter nontoksik.4
Tabel 1. Etiologi struma nontoksik4
1. Defisiensi iodine
2. Goitrogenik dalam makanan
3. Tiroiditis hashimoto
4. Tiroiditis subakut
5. Sintesis hormone tidak adekuat akibat cacat bawaan
pada enzim- enzim tiroid yang dibutuhkan untuk
biosintesa T3 dan T4
6. Defisiensi bawaan pada reseptor T4 pada
membrane sel (jarang)
7. Neoplasma, jinak atau ganas
7
Diffential Diagnosis
Ca Tyroid
Karsinoma tiroid relatif jarang ditemukan di Amerika Serikat dan mewakili sekitar 1,5%
dari semua penyakit kanker. Sebagian besar kasus terjadi pada orang dewasa dengan
predominasi wanita. Sebagian besar ( 90-95% ) merupakan lesi yang terdifferensiasi dengan
baik dan karena itu relatif tidak agresif. Subtipe utama karsinoma tiroid dan frekuensi
relatifnya meliputi :5
a. Karsinoma papilaris : 75% hingga 85%
b. Karsinoma folikularis : 10% hingga 20%
c. Karsinoma medularis : 5%
d. Karsinoma anaplastik : <5%
Gambaran klinis Papilaris. Sebagian besar karsinoma papilaris ditemukan sebagai nodul-
nodul tiroid tanpa gejala ( asimptomatik ), tetapi karena intensitas invasinya ke limfatik
sangat besar, manifestasi pertamanya dapat berupa massa pada limfonodi servikal. Tumor
tersebut mengenai limfonodi regional pada 50% kasus saat diagnosis ditegakkan, kendati
metastatis jauh jarang terdapat pada saat tumor ditemukan ( 5% ). Karsinoma yang secara
khas berupa nodul tunggal dapat bergerak dengan bebas ketika pasien menelan dan tidak bisa
dibedakan dengan nodul jinak. Suara parau, disfagia, batuk-batuk, atau dispnea menunjukkan
penyakit yang sudah lanjut. Prognosis umumnya sangat baik ( angka kelangsungan hidup 10
tahun > 95% ); faktor-faktor yang tidak menguntungkan meliputi usia di atas 40 tahun,
adanya perluasan ekstratiroid, dan metastatis jauh.5
Gambaran klinis Folikularis. Sebagian besar metastasis bersifat hematogen ( tulang, paru-
paru, hati ). Prognosis terutama bergantung pada luasnya invasi saat tumor ditemukan, dan
lebih kurang 75% hingga 80% pasien karsinoma folikularis dengan invasi yang luas akan
mengalami metastasis; hampir separuhnya akan meninggal dunia karena penyakitnya dalam
waktu 10 tahun. Hal ini sangat berbeda dengan karsinoma folikularis yang invasinya minimal
dan memiliki angka kelangsungan hidup 10 tahun lebih dari 90%. Lesi dengan differensiasi
yang lebih baik dapat mengambil zat radioaktif iodium yang dapat digunakan untuk
mengenali lesi metastatik dan dipakai sebagai terapi paliatif.
Gambaran klinis Medularis. Gambaran klinisnya bervariasi bergantung pada kasusnya
sporadik atau familial.
8
o Kasus sporadik : biasanya ditemukan sebagai sebuah massa tiroid, kadang disertai
dengan disfagia, suara yang parau, atau gejala batuk-batuk, kadang-kadang terdapat
kasus dengan manifestasi yang berkaitan dengan sekresi produk peptida ( misalnya ;
diare yang terjadi karena kalsitonin atau polipeptida intestinal yang vasoaktif ).
o Kasus familial : biasanya terdeteksi lewat skrining terhadap sanak keluarga pasien yang
asimptomatik untuk menemukan kadar kalsitonin serum yang abnormal.
o Dalam spektrum virulensi biologi, karsinoma tiroid medularis familial merupakan
karsinoma medularis sporadik dengan lesi yang cukup indolen dan karsinoma yang
berkaitan dengan MEN-2A memiliki sifat agresif yang sedang sementara tumor MEN-2B
menunjukkan prognosis yang bururk dengan kecenderungan bermetastasis secar dini leat
aliran darah.
Gambaran klinis Anaplastik. Tumor undifferentiated termasuk karsinoma sel kecil, sel
raksasa dan sel kumparan. Biasanya terjadi pada pasien-pasien tua dengan riwayat goiter
yang lama di mana kelenjar tiba-tiba dalam waktu beberapa minggu atau bulan mulai
membesar dan menghasilkan gejala-gejala penekanan, disfagia atau kelumpuhan pita suara,
kematian akibat perluasan lokal yang masif biasanya terjadi dalam 6-36 bulan. Tumor-tumor
ini sangat resisten terhadap pengobatan.6
Tiroiditis
Istilah tiroiditis mencakup segolongan kelainan yang ditandai dengan adanya
inflamasi tiroid. Termasuk didalamnya keadaan yang timbul mendadak dengan disertai rasa
sakit yang hebat pada tiroid, dan keadaan dimana secara klinis tidak ada inflamasi dan
manifestasi penyakitnya terutama dengan adanya disfungsi tiroid atau pembesaran kelenjar
tiroid dan tiroiditis fibrosa.7
Pada golongan tiroiditis subakut pola perubahan fungsi tiroid biasanya dimulai
dengan hipertiroid, diikuti dengan hipotiroid dan akhirnya kembali eutiroid. Hipertiroid
terjadi karena kerusakan sel- sel folikel tiroid dan pemecahan timbunan tiroglobulin,
menimbulkan pelepasan yang tidak terkendali dari hormone T3 dan T4. Hipertiroid ini
berlangsung sampai timbunan T3 dan T4 habis. Sintesis hormone yang baru terhenti tidak
hanya karena kerusakan sel- sel folikel tiroid tetapi juga karena penurunan TSH akibat
kenaikan dari T3 dan T4. Hipotiroid yang terjadi biasanya sementara. Bila inflamasinya
mereda, sel- sel folikel tiroid akan regenerasi, sintesis dan sekresi hormone akan pulih
kembali.7
9
Tiroiditis dapat dibagi berdasar atas etiologi, patologi atau penampilan klinisnya.
Penampilan klinis dapat berupa perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit pada tiroid.
Ada tidaknya sakit ini penting karena merupakan pertimbangan utama untuk menegakkan
diagnosis.7
Berdasarkan perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit tiroiditis dapat di bagi atas
Tiroiditis akut disertai rasa sakit: 1). Tiroiditis infeksiosa akut = tiroiditis supurativa,
2). Tiroiditis oleh karena radiasi, 3). Tiroiditis traumatika
Tiroiditis subakut
a. Yang disertai rasa sakit: tiroiditis granulamatosa = tiroiditis non supurativa =
tiroiditis de Quervain
b. Yang tidak disertai rasa sakit: 1). Tiroiditis limfositik subakut; 2). Tiroiditis post
partum; 3). Tiroiditis karena obat- obatan
Tiroiditis kronis: 1). Tiroiditis hashimoto; 2). Tiroiditis riedel; 3). Tiroiditis infeksiosa
kronis oleh karena mikobacteri, jamur dan sebagainya.7
Tiroiditis akut
Penyebab tiroiditis tidak jelas,bisa akibat infeksi virus. Pada beberapa kasus akibat infeksi
bacterial (jarang terjadi).
Bakteri pathogen biasanya adalah staphylococcus dan pneumococcus dan jarang
salmonella atau bacteroide
Gejala yang karesteristik
Panas badan
Kelemahan yang ekstrim (malaise)
Nyeri pada tiroid yang membesar
Struma yang terjadi biasanya tidak simetris membesarnya kadang- kadang sampai 2-3
ukuran normal
Kadang menimbulkan refered pain ke persendian mandibula atau ke telinga atau kelenjar
getah bening dekat tiroid
Disfagia
Pemeriksaan uptake I131 yang rendah dan protein Bound Iodine (PBI) yang sedikit meningkat
atau normal menunjukkan adanya tiroiditis
10
Pengobatan yang dianjurkan adalah dengan antibiotic. Bila sudah terjadi abses maka
terapinya sama dengan abses ditempat lain yaitu dengan dilakukan drainage.
Tiroiditis Subakut
Sering timbul sebagai self limited disease. Etiolagi pasti tidak jelas. Perbandingan laki :
wanita = 1 : 5
Klinis : timbul rasa nyeri pada daerah tiroid dan kadang nyeri juga menjalar pada pensendian,
rahang bawah, serta telinga, nyeri menelan.
Penatalaksanaan :
Kortikosteroid
Analgetik, untuk mengantisipasi gejalanya
Tiroiditis Kronik
a. Hashimoto Tryroiditis
Pertama kali dilaporkan oleh Hawkin Hashimoto dari Jepang pada tahun 1912, sebagai
penyakit tiroid akibat gangguan imunologis sering menyebabkan hipotiroid pada anak-
anak dan dewasa. Pembagian Laki- laki : wanita = 1 : 5, sering terjadi pada usia 30 – 50
tahun. Klinis yang didapat biasanya struma multinodosa dengan batas nodul tidak jelas .
Benjolan yang terjadi biasanya pada pole bawah, tidak nyeri, tidak febris, dan ada
penurunan berat badan. Pada struma besar sering menimbulkan penekan pada vena cava
superior. Diagnose Hashimoto disease dimula dengan ditemukannya hipotiroid. Fungsi
pemeriksaan tiroid ditemukan TSH normal dan sedikit penurunan T3 dan T4. Tidak ada
pengobatan yang spesifik untuk Hashimoto disease. Medikamentosa dengan memberikan
hormone Croksin sebagai replacement serta simptomatis lain. Kadang diperlukan
pembedahan yang sifatnya adalah untuk mengurangi jeratan atau penekanan yang
diakibatkan. Biopsi atau FNA di lakukan untuk membedakan dengan proses keganasan
b. Riedel Disease
Kebanyaan pada usia 30- 60 tahun. Wanita lebih sering di bandingkan pria. Etiologi
terjadi fibrosis tidak jelas tetapi sering dihubungkan sebagai kelanjutan dari subakut
Gejala klinis
Adanya pembesaran yang cepat pada kelenjar tiroid disertai dengan gangguan pada
trachea atau esophagus
Konsistensinya mengeras seperti kayu, bentuknya irregular, tanpa rasa nyeri
Pada pemeriksaan laboratorium hampir tidak didapat kelainan hanya bila pada fase akhir
akan didapat hipotiroid. Diagnose dapat dilakukan dengan biopsy Pengobatan ditujukan 11
pada suplemen hormonal bila dalam kondisi hipotiroid Pembedahan diindikasikan atas
adanya penekanan atau jeratan pada trachea atau eosophagus
Etiologi
Defisiensi iodine adalah penyebab tersering dari goiter non toksik atau goiter
“endemic”, dengan penggunaan yang meluas dari garam beriodin dan pemberian iodide pada
pupuk, makanan binatang dan pengawet makanan, defisiensi iodide dinegara- Negara maju
relative jarang.
Zat zat goitrogenik dalam makanan jarang menyebabkan goiter dan dari ini yang
paling sering adalah iodide sendiri. Dosis iodida besar seperti pada amiodaron atau tablet
kelp, pada pasien yang rentan dapat menimbulkan goiter dan hipotiroidisme.
Penyebab pembesaran tiroid yang paling umum pada Negara- Negara berkembang
iolah tiroiditis kronis. Tiroiditis subakut menyebabkan pembesaran tiroid dengan nyeri tekan
yang halus.5
Klasifikasi
Pada struma gondok endemic, Perez membagi klasifikasi menjadi:
1. Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaan
2. Derajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan
3. Derajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal
4. Derajat III: terlihat pada jarak jauh
Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi:
a. Derajat 0a: tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal
b. Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila kepala
ditegakkan
Epidemiologi
Jarang ditemukan dinegara- negara maju, namun banyak pada daerah seperti afrika
tengah, pegunungan Asia tengah, pegunungan Amerika selatan dan Indonesia yang dimana
asupan iodine kurang.5
Patofisiologi
12
Perkembangan goiter non toksik pada pasien dengan dishormongenesis atau defisiensi
iodine berat dan, kemudian peningkatan sekresi TSH. TSH menginduksi hiperplasi tiroid
difus, yang diikuti oleh hyperplasia fokaldengan nekrosis dan perdarahan dan akhirnya terjadi
didaerah- daerah hyperplasia fokal baru. Hyperplasia fokal atau nodular biasanya melibatkan
suatu klon sel yang mungkin mampu atau tidak untuk mengambil iodine atau mensintesa
tiroglobulin. Jadi, nodul- nodul ini akan bervariasi dari nodul “panas” yang dapat
mengkonsentasikan iodine sampai nodul “dingin” yang tidak dapat, dan dari nodul koloid
yang dapat mensintesis tiroglobulin sampai mikrofolikular yang tidak dapat. Mula- mula
hyperplasia ini TSH dependent, tapi kemudian nodul menjadi TSH independent atau
autonomous. Jadi goiter TSH dependent non toksik difus terus berjalan dalam jangka waktu
tertentu dan akhirnya jadi goiter toksik multinodular atau nontoksik TSH independent.
Mekanisme untuk perkembangan dan pertumbuhan otonom dan fungsi nodul tiroid
mungkin melibatkan mutasi yang terjadi pada pembelahan sel yang diinduksi TSH dalam
suatu onkogen yang mengaktifkan protein Gs dalam membrane sel. Mutasi dari onkogen ini
yang disebut onkogen gsp telah ditemukan dalam proporsi yang tinggi pada nodul- nodul
yang berasal dari penderita goiter multinodular. Aktivasi kronikpada protein Gs akan
menghasilkan proliferasi dan hiperfungsi sel tiroid bahkan bila TSH tersupresi.5
Manifestasi Klinis
Penderita goiter nontoksik biasanya mempunyai pembesaran tiroid, seperti disebutkan diatas,
yang dapat difus atau multinodular. Kelenjar dapat relative keras tetapi sering kali lunak.
Setelah jangka waktu tertentu, kelenjar ini jadi lebih membesar, sehingga pada goiter
multinodular yang sudah lama, dapat terjadi goiter yang sama besar dan meluas kebawah
menjadi goiter substernal. Penderita dapat mengeluh gejala- gejala penekanan pada leher,
terutama bila menggerakan kepala keatas atau ke bawah dan juga mengeluh kesulitan
menelan. Kelumpuhan pita suara akibat keterlibatan nervus laringeus rekuren jarang terdapat.
Bisa didapkan gejala hipotiroidisme ringan, tetapi kebanyakan pada penderita- penderita ini
adalah eutiroid. Pembesaran tiroid menandakan adanya hipotiroidisme kompensata.5
Penatalaksanaan
Pilihan terapi Nodul Tiroid
1. Terapi supresi dengan hormone levotiroksin
2. Bedah
13
3. Iodium radio aktif
4. Suntikan ethanol (perkutaneous ethanol injection)
5. Terapi laser dengan tuntunan unltrasonografi (USG guided laser terapi)
6. Observasi, bila yakin nodul tidak ganas
Dengan pengecualian terhadap yang disebabkan oleh neoplasma, penanganan struma
nontoksik muktahir hanya terdiri dari pemberian hormone tiroid sampai TSH sempurna
tertekan. Levotiroksin dalam dosis 0,1-0,2 mg/hari (kira-kira 2,2 µg/kg atau 1 µg/pon) akan
menekan TSH hipofisis dan berakibat regresi lambat struma dan juga perbaikan
hipotiroidisme. Struma lama bisa mempunyai daerah- daerah nekrosis, perdarahan dan
pembentukan jaringan parut yang tidak akan regresi dengan terapi tiroksin. Namun, lesi ini
tidak akan bertambah sementara penderita minum tiroksin. Pada pasien lebih tua, pemberian
levotiroksin harus dilakukan dengan sangat hati- hati karena nodul panas biasanya
autonomous dan kombinasi hormone eksogen dan endogen akan dengan cepat menimbulkan
gejala- gejala toksik.
Pembedahan diindikasikan untuk struma yang terus tumbuh disamping supresi TSH
dengan T4 atau yang menimbulkan gejala- gejala penekanan. Pembesaran struma substernal
biasanya merupakan indikasi bedah pengangkatan.4
Pencegahan
1. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik
sedang dan berat.
2. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
3. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi
suntikan 40 % tigatahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam
tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
Komplikasi14
Beberapa komplikasi struma non- toksik :
• Pendarahan. Resiko ini minimum tetapi harus hati-hati dalam mengamankan
hemostasis dengan penggunaan diam yang bijaksana. Perdarahan selau mungkin
terjadi setelah tiroidektomi. Bila ia timbul biasanya ia suatu kedaruratan bedah,
tempat diperlu secepat mungkin dekompresi leher segera dan mengembalikan pasien
ke kamar operasi
• Paralise N. rekurens laringeus. Ini menimbulkan paralisis sebagian atau total (jika
bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang adekuat dan kehati-hatian pada
operasi seharusnya mencegah cedera pada saraf ini atau pada nervus laryngeus
superior.
• Trakeomalasia
• Infeksi
• Keloid
• Hipotiroid
• Hipertiroid yang kambuh
Prognosis
Prognosis struma biasanya baik. Semua struma harus diamati dengan uji dan biopsy.
Penderita goiter nontoksik biasanya harus minum levotiroksin seumur hidup. Mereka harus
menghindari iodida yang dapat menginduksi hipertiroidisme atau, bila tidak ada pemberian
tiroksin maka hipotiroidisme. Kadang- kadang adenoma tunggal atau beberapa adenoma akan
menjadi hiperplastik dan mengakibatkan goiter nodular toksik. Goiter nontoksik sering
familial dan anggota keluarga yang lain harus diperiksa dan diawasi untuk kemungkinan
timbulnya goiter.4
Kesimpulan
Tiroid merupakan salah satu bagian dari kelenjar endokrin yang berperan penting dalam
kehidupan manusia, terutama sekresi hormone oleh kelenjar tiroid itu sendiri. Struma adalah
salah satu gangguan yang disebabkan oleh gangguan pada hormone tiroid sehingga
menimbulkan manifestasi seperti perbesaran pada kelenjar tiroid.
15
Daftar Pustaka
1. Ben Greenstein, Diana F Wood. At a glance, Sistem endokrin. Edisi kedua. Jakarta :
Erlangga, 2010 : 30 – 4.
2. Jonathan Gleadle. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik ; alih bahasa, Annisa
Rahmalia ; editor bahasa Indonesia, Amalia Safitri. Jakarta: Erlangga, 2007.
3. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: konsep klinis proses- proses penyakit. Edisi 6.
Jakarta: EGC, 2005, hal 1232
4. Endrokrinologi dasar dan klinik / diedit oleh Francis S. Greenspan, John D. Baxter; alih
bahasa, Caroline Wijaya, R.F. Maulany, Sonny Samsudin; editor, Agnes Kartini, Lydia I.
Mandera, Vivi Sadikin. Ed 4. Jakarta: EGC, 2000, hal 269- 272.
5. Kasper DL, Braunwald E, Fauci S et all, penyunting. Harisson’s principles of internal
medicine, edisi ke-16. New york: McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2005
6. Robbins. Buku ajar patologi. editor, Vinay Kumar, Ramzi S.Cotran, Stanley L. Robbins ;
alih bahasa, Brahm U. Pendit ; editor edisi bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto,
Nurwany Darmaniah, Nanda Wulandari. –Ed. 7, vol. 2 – Jakarta : EGC,2007:811 – 24.
7. Editor Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Macellus Simadibrata K. Jilid III.
Edisi V. Jakarta : Interna Publishing, 2009; hal 2016 – 21.
16