BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis seboroik adalah penyakit papuloskuamosa kronis yang menyerang bayi
dan orang dewasa sering ditemukan pada bagian tubuh dengan konsentrasi folikel sebaseus
yang tinggi dan aktif termasuk wajah, kulit kepala, telinga, badan bagian atas dan fleksura
(inguinal, inframma dan aksila). 1-5
Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamasi kronis yang umum menyerang
sekitar 1-3% populasi umum di Amerika Serikat, di mana 3-5% pasien terdiri dari orang
dewasa muda. Data di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2000 sampai 2002
menunjukkan insidensi rata – rata dermatitis seboroik sebesar 8,3% dari jumlah kunjungan
dan rasio pria dibandingkan wanita 1,5 : 1. Taksiran prevalensi dermatitis seborik dibatasi
oleh ketiadaan kriteria diagnostik yang sah dan juga skala penentuan grade keparahan.
Dermatitis seboroik merupakan salah satu penyakit kulit paling umum, kondisi ini
mempengaruhi sekitar 11,6% populasi umum dan sampai 70% bayi pada tiga bulan
pertama kehidupan.1,3,4,5,7,14,15,16
Terapi yang efektif untuk dermatitis seboroik meliputi obat anti-
inflamasi,immunomodulator, obat keratolitik, antijamur dan tea tree oil. Perlu dibahas lebih
lanjut mengenai perbandingan antara penggunaan ketokonazole dibandingkan sampo
selenium sulfide.21
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Dermatitis seboroik adalah penyakit papuloskuamosa kronis yang menyerang bayi
dan orang dewasa sering ditemukan pada bagian tubuh dengan konsentrasi folikel sebaseus
yang tinggi dan aktif termasuk wajah, kulit kepala, telinga, badan bagian atas dan fleksura
(inguinal, inframma dan aksila).1-5
2.2 Etiologi dan Patogenesis
Patogenesis yang pasti dari dermatitis seboroik belum dimengerti sepenuhnya, tetapi
dermatitis ini umumnya terkait dengan jamur Malassezia, kelainan immunologi, aktivitas
sebaseus yang meningkat dan kerentanan pasien.1-12 Spesies Malassezia dan
Propionibacterium acne juga memiliki aktivitas lipase yang menghasilkan transformasi
trigliserida ke dalam asam lemak bebas.1,4,14 Ketujuh spesies Malassezia adalah lipofilik
kecuali spesies zoofilik, Malassezia pachydermatis.1,4,6,7,11,12,14
Asam lemak bebas dan radikal oksigen reaktif yang dihasilkan memiliki aktivitas
antibakteri yang merubah flora kulit normal.1,4,7,15 Sebagian penulis meyakini bahwa
gangguan dalam flora, aktivitas lipase dan radikal oksigen bebas akan berhubungan
erat dengan dermatitis seboroik dibandingkan dengan perubahan respon kekebalan.7,12
Hormon dan lipid kulit, pasien dengan dermatitis seboroik memeperlihatkan
kadar lipid permukaan kulit yang tinggi trigliserida dan kolesterol, tetapi level yang rendah
dari asam lemak bebas dan squalene.1,4,9,11 Penderita dermatitis seboroik biasanya
mempunyai kulit kaya sebum dan berminyak. Seperti yang telah disebutkan di atas,
lipid sebum penting untuk proliferasi Malassezia dan sintesa faktor-faktor proinflamasi
sehingga menciptakan kondisi yang sesuai untuk perkembangan dermatitis seboroik.
Lesi dermatitis seboroik sering dijumpai pada bagian-bagian kulit yang kaya kelenjar
sebum.15
Dermatitis seboroik paling umum terjadi pada masa pubertas dan remaja, selama
periode ini produksi sebum paling tinggi, hal ini berhubungan dengan hormonal yang
2
meningkat pada masa pubertas, oleh karena itu dermatitis seboroik lebih umum
pada laki-laki daripada perempuan, yang menunjukkan pengaruh androgen pada unit
pilosebum.6,10,12-16 Dermatitis seboroik merupakan kondisi inflamasi, yang sebagian
besar disertai dengan keberadaan jamur Malassezia dan diduga bahwa reaksi kekebalan
yang tidak tepat bisa memberi kontribusi kepada patogenesis dermatitis seboroik.11,12,14,18
Walaupun mekanisme imunopatogenik yang terlibat dalam perkembangan dermatitis
seboroik belum diketahui dengan jelas.4,6,9,10 Studi yang dilaksanakan Bergbrant et al.
menunjukkan secara langsung gangguan fungsi sel-sel T dan peningkatan sel-sel NK
(natural killer) dalam darah perifer pasien dermatitis seboroik dibandingkan dengan
kelompok kontrol. 5,6,11,12,18
Studi yang sama menunjukkan peningkatan konsentrasi total antibodi IgA dan IgG
serum pada pasien penderita dermatitis seboroik, yang juga ditegaskan oleh beberapa studi
lainnya, peningkatan produksi imunoglobulin terjadi sebagai reaksi terhadap toksin jamur
dan aktivitas lipase.6,11,12,18 Faergemann et al. menemukan infiltrasi sel-sel NK (natural
killer) dan makrofag pada bagian-bagian kulit yang terpengaruh , dengan aktivasi lokal
yang bersamaan dari komplemen dan pemicuan sitokin proinflamasi, yang semuanya bisa
menyebabkan kerusakan pada epidermal.5,6,11,12,16,18
Berdasarkan hasil penelitian Gupta AK pada tahun 2004 menunjukkan adanya
imunodefisiensi sebagai faktor penyebab prevalensi dermatitis seboroik lebih tinggi
secara signifikan (34%-83%) .Valia RG menyatakan pasien positip HIV, dermatitis
seboroik yang terjadi gambaran klinisnya lebih berat (bahkan sering mempengaruhi anggota
gerak).1,7,10
Faktor-faktor neurogenik, kejadian dermatitis seboroik pada pasien penderita
penyakit parkinson sudah lama diamati secara klinik, terutama pada pasien penderita
dermatitis seboroik yang sudah lama dan berat, menciptakan kondisi yang sesuai terhadap
proliferasi Malassezia.1,7,8 Dermatitis seboroik dapat terjadi pada pasien dengan
parkinson, tampak perubahan dalam konsentrasi sebum yang dipicu secara endokrinologik
bukan secara neurologik.6,12 Hal ini didukung oleh temuan-temuan tentang peningkatan
3
konsentrasi hormon α Melanocyte Stimulating Hormon (α-MSH) plasma pada pasien
penderita penyakit parkinson, mungkin disebabkan ketiadaan faktor penghambat-MSH
sebagai akibat dari aktivitas neuronal dopaminergik yang tidak cukup.6,12
Berdasarkan penelitian Mokos ZB dkk pada tahun 2012 dijumpai pengobatan
dengan L-dopa berhasil memulihkan sintesa faktor penghambat-MSH dan mengurangi
sekresi sebum pada pasien penderita penyakit parkinson.12 Efek sebostatik dari L-dopa
ini terbatas hanya pada pasien penderita penyakit parkinson, sementara pada kondisi
seborea lainnya seperti jerawat, L-dopa tidak mempunyai efek pada produksi sebum.
Lebih jauh lagi, immobilitas wajah pasien penderita penyakit parkinson (wajah seperti-
masker) bisa secara sekunder menyebabkan peningkatan akumulasi sebum, yang dengan
demikian memberi kontribusi tambahan kepada kecenderungan perkembangan dermatitis
seboroik.12
Beberapa laporan menyatakan faktor fisik seperti perawatan PUVA
(Psoralen Ultraviolet A) pada wajah juga dapat memicu dermatitis seboroik. Efek
mikrobial, patogenesis dermatitis seboroik masih kontroversial sejak dahulu, kehadiran atau
ketidakseimbangan flora berperan dalam penyakit ini, meskipun beberapa pasien memiliki
kultur yang menunjukkan Candida albicans, Staphylococcus aureus, Propionobacterium
acnes dan bakteri aerob lainnya, tetapi tidak berhubungan dengan patogenesis dermatitis
seboroik.1,18,20
Beberapa obat yang dikenal dapat memicu dermatitis seboroik dari laporan beberapa
penelitian seperti laporan dari Picardo M dan Cameli N pada tahun 2008 seperti
griseofulvin, simetidin, lithium, metildopa, arsenik, emas, auranofin, aurothioglukose,
buspiron, klorpromazin, etionamid, baklofen, interferon, fenotiasin, stanozolol, thiothixene,
psoralen, methoxsalen, dan trioxsalen.4
Gangguan proliferasi epidermis, pasien dengan dermatitis seboroik menunjukkan
hiperproliferasi epidermis atau diskeratinisasi yang terkait dengan peningkatan aktivitas
kalmodulin, yang juga terlihat pada psoriasis. Ini menjelaskan mengapa pasien
dengan dermatitis seboroik yang diterapi dengan sejumlah obat sitostatik menunjukkan
perbaikan. Faktor genetik, riwayat keluarga dari dermatitis seboroik seringkali telah
dilaporkan, tetapi hanya beberapa tahun terakhir yang memiliki mutasi (ZNF750) yang
menguraikan protein finger zinc (C2H2) yang telah dijelaskan dan mengakibatkan
4
terjadinya dermatosis menyerupai dermatitis seboroik. Beberapa laporan juga menyatakan
stres oksidatif yang muncul sebagai akibat dari over produksi oksigen radikal atau
mekanisme pertahanan antioksidan tidak memadai dapat memicu dermatitis seboroik.1
Berdasarkan penelitian Mokos ZB dkk Faktor-faktor lainnya yang dapat
mencetuskan dermatitis seboroik yaitu aspek musiman; kekambuhan penyakit lebih
umum pada musim gugur dan musim dingin.1 Kondisi ini dipicu oleh stres emosional dan
dahulu dijumpai angka kejadian dermatitis seboroik yang tinggi dilaporkan pada pasukan
perang di masa perang.1,12 Dari beberapa penelitian kejadian dermatitis seboroik juga
sering diamati pada penyakit depresi dan down syndrome, tetapi ini bisa terkait dengan
kecenderungan pasien penderita depresi tetap berada di ruangan tertutup, dan higiene yang
buruk.6
5
Tabel 2.1. Faktor Resiko Dermatitis Seboroik
Faktor Risiko Deskripsi
Lipid dan hormone Penyebaran lesi pada tubuh
berhubungan dengan penyebaran kelenjar
sebaseus, dengan sebum yang berlebihan
dijumpai pada skalp, lipatan nasolabial,
dada, alismata dan telinga Sering dijumpai
pada remaja dan dewasa muda (ketika
kelenjar sebaseus lebih aktif).
Penyakit penyerta Penyakit Parkinson
Kelumpuhan saraf cranial
Paralisis batang tubuh
Gangguan emosional
HIV / AIDS
Kanker
Pankreatitis alkoholik
Down syndrome
Faktor imunologi Penurunan sel T helper
Penurunan phytohemagglutinin stimulasi
concanavalin A
Penurunan titer antibodi
Gaya hidup Nutrisi yang buruk
Higiene yang buruk
Dikutip sesuai Kepustakaan No. 13
1.3 Pengobatan
Terapi yang efektif untuk dermatitis seboroik meliputi obat anti-
inflamasi,immunomodulator, obat keratolitik, antijamur dan tea tree oil .7,8,11,12
6
A. Anti Inflamasi
Pengobatan konvensional untuk dermatitis seboroik pada kulit kepala dewasa
diawali dengan steroid topikal. Terapi ini bisa diberikan sebagai sampo, seperti
flusinolon (Synalar), larutan steroid topikal, losion yang digunakan pada kulit kepala, atau
krim yang digunakan pada kulit.8
Orang dewasa penderita dermatitis seboroik biasanya menggunakan steroid
topikal satu atau dua kali sehari dan menggunakan sampo sebagai tambahan.3,5,6,11,12 Steroid
topikal potensi rendah efektif mengobati dermatitis seboroik pada bayi atau dewasa di
daerah fleksural atau dermatitis seboroik yang rekalsitran pada dewasa.1-8
B. Immunomodulator
Inhibitor kalsineurin topikal (misalnya, salep takrolimus atau ®Protopic),
pimekrolimus krim atau ®Elidel) memiliki sifat-sifat fungisidal dan anti-inflamasi tanpa
risiko atrofi kulit, yang disebabkan oleh steroid topikal, inhibitor kalsineurin juga
merupakan terapi yang baik padawajah dan telinga akan tetapi penggunaan setiap hari
selama satu minggu baru terlihat manfaatnya.1,4,5,8,9,12,24
C. Keratolitik
Modalitas lama untuk pengobatan dermatitis seboroik memiliki sifat-sifat
keratolitik tetapi tidak memiliki sifat-sifat antijamur.5-6 Keratolitik yang
digunakan secara luas untuk mengobati dermatitis seboroik meliputi tar, asam salisilat dan
sampo zinc pyrithione.5-8,12 Zinc pyrithione memiliki sifat-sifat keratolitik dan antijamur
nonspesifik dan bisa digunakan dua atau tiga kali per minggu.7,8,12
Pasien harus membiarkan sampo di rambut setidaknya selama lima menit untuk
menjamin agar bahan mencapai kulit kepala.8 Pasien juga bisa menggunakannya di tempat
yang lainnya, seperti wajah.8,12 Dermatitis seboroik pada kulit kepala bayi mengharuskan
penanganan yang hati-hati dan lembut (misalnya, sampo ringan tanpa-obat).1,3,5,8,11,1
7
D. Anti jamur
Sebagian obat anti jamur menyerang Malassezia yang terkait dengan dermatitis
seboroik.1-7 Penggunaan gel ketokonazol sekali sehari yang dikombinasikan dengan
desonide sekali-sehari selama dua minggu, dapat berguna untuk dermatitis seboroik pada
wajah.5,12 Sampo yang mengandung selenium sulfide atau azole sering digunakan
digunakan dua atau tiga kali per minggu. Namun pada penelitian terbaru didapatkan
penggunaan sampo dengan ketokonazol lebih baik dari pada penggunaan sampo selenium
sulfide. Ketokonazole (krim atau gel foam) dan terbinafine oral juga bisa
bermanfaat.1,5,6,7,8,12 Obat anti jamur topikal lainnya seperti siklopiroks dan flukonazole
juga dapat bermanfaat untuk penderita dermatitis seboroik.4-8,12
E. Tea tree oil ( pengobatan alami/alternatif)
Terapi alami semakin popular seperti Tea tree oil (Melaleuca oil) adalah minyak
esensial dari tumbuhan semak asli Australia. Terapi ini ternyata efektif dan ditoleransi
dengan baik bila digunakan setiap hari sebagai sampo 5%.7,8,1
Tabel 2.4. Jenis-jenis Terapi pada Dermatitis Seboroik
Terapi-terapi untuk penatalaksanaan dermatitis seboroik
Terapi Dosis
Anti inflamasi
Sampo steroid
Flusinolon 2xseminggu
Steroid topikal
Flusinolon setiap hari
Losion betametason valerate setiap hari
Krim desonide setiap hari
Inhibitor kalsineurin topikal
Salep takrolimus setiap hari
Krim pimekrolimus setiap hari
Keratolitik
Sampo asam salisilat 2xseminggu
Sampo tar 2xseminggu
8
Sampo zinc pyrithione 2xseminggu
Anti jamur
Sampo ketokonazole 2xseminggu
Sampo selenium sulfide 2xseminggu
Pengobatan alternatif
Sa mpo tea tree oil setiap hari
Dikutip sesuai Kepustakaan No. 8
2.4 Prognosis
Dapat sembuh dengan sendirinya disertai prognosis yang baik pada bayi
dibandingkan dengan kondisi kronis dan relaps pada orang dewasa.1 Tidak ada bukti
yang menyatakan bayi dengan dermatitis seboroik juga akan mengalami penyakit ini pada
saat dewasa. Pasien dermatitis seboroik dewasa dengan bentuk berat kemungkinan dapat
persisten.1,3
DAFTAR PUSTAKA
99
1. Collins CD, Hivnor C. Seborrheic dermatitis. Dalam : Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. Editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York. McGraw.Hill Companies;2012.h1531-75
2. Djuanda. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. Editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta. Balai Penerbit FK UI; 2007. h.189-203
3. Kurniati DD. Dermatitis seboroik: Gambaran klinis. Dalam: Tjarta A, Sularsito SA, Kurniati DD, Rihatmaja R. Editor. Metode Diagnostik dan Penatalaksanaan Psoriasis dan Dermatitis Seboroik. Jakarta. Balai Penerbit FK UI; 2003. h.53-59
4. Picardo M, Cameli N. Seborrheic dermatitis. Dalam: Williams H. Editor.Evidence-based Dermatology. Edisi ke-2. London. Blackwell Publishing;2008. h. 164-70
5. James WD, Berger TG, Elston DM. Editor. Andrews’Diseases of The SkinClinical Dermatology. Edisi ke-10. Kanada. Sauders Elsivier; 2006
6. Gupta AK, Bluhm R. Seborrheic dermatitis. JEADV. 2004; 18:13-267. Schmidt JA. Seborrheic Dermatitis: A clinical practice snapshot. The Nurse
Practitioner ; 36 (8) : 32-78. Schwartz RA, Janusz CA, Janniger CK. Seborrheic dermatitis: An overview.
American Family Physician. 2006; 74(1): 125-309. Naldi L, Rebora A. Seborrheic dermatitis. N Engl J Med 2009; 360 (4): 387-
9610. Chatzikokkinou P, Sotiropoulos K, Katoulis A, Luzzati R, Trevisan G.
Seborrheic dermatitis – an early and common skin manifestation in HIVpatients. Acta Dermatovenerol Croat. 2008;16(4):226-30
11. Sampaio AL, Vargas TJ, Nunes AP, Mameri AC, Silva MR, Carneiro SC.Seborrheic dermatitis. An Bras Dermatol. 2011; 86(6): 1061-74
12. Mokos ZB, Kralj M, Juzbacic AB, Jukic IL. Seborrheic dermatitis : An update. Acta Dermatovenerol Croat. 2012; 20(2): 98-104
13. Eleweski BE. Safe and effective treatment of seborrheic dermatitis. therapeutics for the clinician. 2009; 83: 333-38
14. Berk T, Schenfield N. Seborrheic dermatitis. Continuing Education Credit.2010; 35(6): 348-52
15. Schwartz JR, Messenger AG, Tosti A, Todd G, Hordinsky M, Hay JR, et all.A comprehensive pathophysiology of dandruff and seborheic dermatitis- towards a more precise definition of scalp health.Acta Derm Venereol.2012;92:1-7
16. Del rosso JQ. Adult Seborrheic dermatitis: A status report on practical topical management. Journal of Clinical Aesthetic Dermatology. 2011; 4(5): 32-8
17. Breunig JA, Almeida HL, Duquia RP, Souza PRM, Staub HL. Scalp seborrheic dermatitis: prevalence and associated factors in male adolescents. Int J Dermatol. 2012; 51: 46-9
10 10
18. Gupta AK, Batra R, Bluhm R, Boekhout T, Dawson TL. Skin disease associated with Malassezia species. J Am Acad Dermatol. 2004; 51(5): 785-96
19. Gustafson CJ, Davis SA, Feldman SR. Complete approaches to seborrheic dermatitis. Dermatologist. 2012:1-3
20. Del rosso JQ, Kim GK. Seborrheic Dermatitis and Malassezia species: how are they related?. Journal of Clinical Aesthetic Dermatology. 2009; 2 (11):14-7.
21. Gary G. Optimizing Treatment Approaches in Seborrheic Dermatitis. The Journal of Clinical and Aesthetic Dermatology. 2013;6(2):44-49.
11