BAB I
PENDAHULUAN
Tingginya angka merokok pada masyarakat akan menjadikan kanker paru sebagai
salah satu masalah kesehatan di Indonesia, seperti masalah keganasan lainnya. Peningkatan
angka kesakitan penyakit keganasan, seperti penyakit kanker dapat dilihat dari hasil Survai
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang pada 1972 memperlihatkan angka kematian karena
kanker masih sekitar 1,01% menjadi 4,5% pada 1990. Data yang dibuat WHO menunjukan
bahwa kanker paru adalah jenis penyakit keganasan yang menjadi penyebab kematian utama
pada kelompok kematian akibat keganasan, bukan hanya pada laki-laki tetapi juga pada
perempuan. Buruknya prognosis penyakit ini mungkin berkaitan erat dengan jarangnya
penderita datang ke dokter ketika penyakitnya masih berada dalam stadium awal penyakit.
Hasil penelitian pada penderita kanker paru pasca bedah menunjukan bahwa, rata-rata angka
bertahan hidup 5 tahunan stage I sangat jauh berbeda dengan mereka yang dibedah setelah
stage II, apalagi jika dibandingkan dengan staging lanjut yang diobati adalah 9 bulan.
Kanker paru adalah salah satu penyakit paru yang memerlukan penanganan dan
tindakan yang cepat dan terarah. Penegakkan diagnosa penyakit ini membutuhkan
ketrampilan dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin
kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru
dengan ahli radiologi diagnostic, ahli patologi anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah
thoraks, ahli rehabilitasi medik, dan ahli ahli lainnya. Pengobatan atau penatalaksanaan
penyakit ini sangat bergantung pada kecekatan ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti.
Penemuan kanker pada stadium dini akan sangat membantu penderita, dan penemuan
diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup
yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya.
Pilihan terapi harus dapat segera dilakukan, mengingat buruknya respons kanker paru
terhadap berbagai jenis pengobatan. Bahkan dalam beberapa kasus penderita kanker paru
membutuhkan penanganan sesegera mungkin meski diagnosis pasti belum dapat ditegakkan.
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan
yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar pari (metastasis tumor di paru).
Dalam pedoman penatalaksanaan ini yang dimaksud dengan kanker paru ialah kanker paru
primer, yakni tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus
(bronchogenic carcinoma). Menurut konsep masa kini, kanker adalah penyakit gen. Sebuah
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
1
sel normal dapat menjadi sel kanker apabila oleh berbagai sebab terjadi ketidak seimbangan
antara fungsi onkogen dengan gen tumor suppressor dalam proses tumbuh dan kembangnya
sebuah sel. Perubahan atau mutasi gen yang menyebabkan terjadinya hiperekspresi onkogen
dan/atau kurang/hilangnya fungsi gen tumor suppressor menyebabkan sel tumbuh dan
berkembang biak terkendali. Perubahan ini berjalan dalam beberapa tahap atau yang lebih
dikenal dengan proses multistep carcinogenesis. Perubahan pada kromosom, misalnya
hilangnya heterogeniti pada kromosom
ANATOMI DAN FISIOLOGI THORAKS
Thoraks merupakan suatu rongga pada tubuh yang ditempati terutama oleh organ-
organ pernapasan. Dibatasi di superior oleh aperture thoracalis superior dan inferior oleh
apertura thoracalis inferior, dengan batas luar adalah dinding thorax yang disusun oleh
vertebra thorakal, costa, sternum, otot, dan jaringan ikat.
Rongga thorax dapat dibagi ke dalam dua bagian utama, yaitu paru-paru dan
mediastinum. Mediastinum dibagi ke dalam 3 bagian: superior, anterior, dan posterior.
Mediastinum terletak diantara paru kiri dan kanan dan merupakan daerah tempat organ-
organ penting thorax selain paru-paru (yaitu : jantung, aorta, arteripulmonalis, vena cava,
esophagus, trachea, dll).
Rangka thorax terluar tersusun atas iga-iga (costae) yang merupakan tulang jenis
osseokartilaginosa. Memiliki penampang berbentuk konus, dengan diameter penampang yang
lebih kecil pada iga teratas dan makin melebar di iga sebelah bawah. Di bagian posterior
lebih petak dan makin ke anterior penampang lebih memipih.
Terdapat 12 pasang iga yang terdiri dari :
a. Costa vera : costa 1-7, melekat pada vertebra yang bersesuaian, dan
disebelah anterior ke sternum.
b. Costa spuria : costa 8-10, merupakan iga palsu (false rib) yang melekat
dianterior ke rawan kartilago iga di atasnya
c. Costa fluctuates : costa 11-12, merupakan iga yang melayang karenatidak
berartikulasi di sebelah anterior.
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
2
COSTAE
.
PULMO
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
3
Paru-paru dibentuk oleh parenkim yang berada bersama-sama dengan bronkus dan
percabangan-percabangannya. Bentuk menyerupai konus, dipengaruhi oleh organ-organ yang
berada di sekitarnya. Pulmo dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Pulmo dexter terdiri dari tiga buah lobus yaitu:
Lobus superior : Segmen posterior Segmen anterior
Lobus medius : Segmen lateral Segmen medial
Lobus inferior : Segmen apical, Segmen mediobasalis, Segmen anterobasalis,
Segmen laterobasalis Segmen posterobasaliler)
2. Sedangkan pulmo sinister terdiri dari dua buah lobus, yaitu :
bagian superior : Segmen apicoposterior , Segmen anterior
bagian inferior : Segmen lingualis superior
Saluran pernapasan merupakan suatu sistem terintegrasi yang terlibat alam pengambilan
oksigen dari lingkungan ke paru, serta pertukaran oksigen dengan karbondioksida dari paru-
paru kembali ke lingkungan. Saluran pernapasan (respiratory tract) terdiri dari hidung, faring
(nasofaring, orofaring, laringgofaring), trakea, bronkus dan bronkiolus. Sementara organ
pernapasan terdiri dari alveolus, dan parenkhim paru.
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
4
Hidung merupakan pintu masuk dari udara, yang berfungsi menyaring dan menyamakan
suhu dari udara yang dihirup agar sesuai dengan suhu tubuh. Selain itu mulut juga
merupakan suatu jalur ‘alternatif’ yang dapat dilalui udara, sehingga sampai di paru-paru,
namum dua fungsi yang telah disebutkan diatas tidak tersedia dalam jalur oral, sehingga saat
seseorang mengalami flu dan bernapas melalui mulut, biasanya mulut terasa kering dan
mudah terserang infeksi.
Satu hal yang mengenai saluran pernapasan, adalah penting tetap mempertahankan
saluran pernapasan untuk tetap terbuka agar udara dapat keluar masuk dengan mudah. Untuk
mempertahankan trakea agar tidak kolaps terdapat cincin kartilago multiple yang panjangnya
kurang lebih lima per enam panjang trakea. Keberadaan otot polos juga ditemui di bronkus,
walaupun dengan rasio yang leih sedikit dibanding trakea.
Jejak otot polos tersebut berkurang secara progresif sampai bagian akhir bronkus,
sehingga pada bronkiolus tidak lagi ditemui otot polos oleh dan karena itu bronkiolus tidak
dapat mencegah kolaps pada dinding nya, begitupula pada alveolus.
Terdapat percabangan khusus yang mengarah kedalam Alveolus merupakan tempat
pertukaran udara dari lingkungan keparu-paru maupun sebaliknya.
Paru-paru memiliki kurang lebih 300 juta ‘unit pernapasan’ yang terdiri dari bronkiolus
respiratorius, ductus alveolaris, atria, dan alveoli pada kedua lapangan paru. Dinding
alveolus sangat tipis, dengan diameter kurang lebih 0,2 mm, dan memiliki jaringan kapiler
yang hampir padat dan saling berhubungan.
Manusia memiliki dua buah paru yang terletak dalam rongga dada (cavum thoraks).
Paru-paru dilindungin oleh iga (costae), agar tidak mundah terjadi trauma maupun kompresi.
Paru kanan terbagi menjadi tiga lobus yakni lobus atas, tengah, dan bawah dibagi oleh fissura
oblikus dan horizintalis. Sementara lobus kiri memiliki hanya dua lobus, dan dibatasi hanya
oleh fissura oblikus. Apeks paru mencapai ujung costae 1, dengan basis terletak dekat
diafragma . paru juga dilindungi oleh selaput paru atau pleura. Terdapar dua buah pleura yang
melindungi paru. Pleura parietalis yang menempel pada jaringan paru, dan pleura viseralis
yang bedekatan dengan rongga thoraks.
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
5
BAB II
ISI
SYARAT FOTO THORAX YANG BAIK
Saat melakukan interpretasi sangat penting dapat menentu apakah foto tersebut layak
untuk dibaca atau memiliki kualitas yang baik atau tidak. Syaratnya antara lain :
a. Pemberian label yang benar
Identitas foto, memastikan apakah foto tersebut sesuai dengan pasien yang tepat, yaitu
mencocokan nama, usia dan jenis kelamin.
Tanggal pemeriksaan
Terdapat marker yang menentukan antara kanan atau kiri (R/L)
Terdapat tanda proyeksi, apakah proyeksinya PA ataupun AP
b. Penilaian tentang kualitas foto yang baik :
Dapat dilihat dari KV (kilovoltage)
Bila KV cukup maka corpus vertebra toraks III harus terlihat tetapi makin kebawah
corpus vertebra akanmakin tidak jelas.
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
6
c. Rotasi
Simetris atau tidaknya sebuah foto dilihat dari procesus spinosus thoraks ditarik garis
khayal (linea mediana) kemudian ditarik garis ke ujung medial clavicula, bila jarak
antara medial clavicula kiri ke linea media dengan medial clavicula kanan ke linea
medial memiliki jarak yang sama maka dapat dikatakan foto tersebut simetris.
d. Inspirasi yang maksimal
Film diambil saat melakukan inspirasi yang maksimal. Ini dapat ditentukan dengan
melihat costa, apabila costa anterior 5 atau 6 dan atau costa posterior 10 terlihat maka
pasien tersebut telah melakukan inspirasi maksimal.
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
7
e. Tidak ada artefak
PROYEKSI
Posisi yang biasa dilakukan untuk dalam pemeriksaan foto toraks adalah Posteroanterior
(PA) dan Lateral.
Posteroanterior (PA)
Pada posisi PA, pasien berdiri diantara film dan sumber sinar. Pasien berdiri
menghadap ke film dengan bagian dada depan menempel pada film dan membelakangi
sumber sinar. Tangan pasien tolak pinggang dan dikedepankan (agar skapula tidak menutupi
lapangan paru). Sinar akandipancarkan dari belakang pasien ke arah depan menuju ke film.
Pada saat itu pasien harus melakukan inspirasi maksimal dan menahan nafasnya agar
diafragma turun sehingga lapangan paru dan jantungakan terlihat jelas.Jantung dan
mediastinum yang letaknya lebih anterior dalam rongga dada kita, memiliki jarak yang sangat
dekat dengan film sehingga minim terjadi perbesaran atau magnifasi. Inilah mengapa posisi
PA lebih dipilih dalam melakukan pemeriksaan toraks. Tetapi dalam melakukan posisi ini
pasien harus dalam keadaan yang baik, yaitu sadar dan dapat bekerjasama dengan baik.
Lateral
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
8
Pasien berdiri diantara film dengan sumber sinar dangan bagian lateral dada atau
toraks menempel pada film. Tangan pasien diangkat keatas atau diletakkan di kepala. Bagian
yang menempel pada film dapat ditentukan sesuai dengan organ yang ingin dilihat, dengan
prinsip mendekatkan organ yang ingin dilihat dengan film. Umumnya bagian yang menempel
adalah sebelah kiri, karena salah satu yang ingin dilihat adalah jantung yang letaknya lebih
banyak di bagian kiri rongga dada. Sehingga bila bagian lateral kiri yang menempel maka
sinar akan dipancarakan dari arah kanan pasien ke arah kiri menuju ke film. Pada saat ini
pasien juga harus melakukan inspirasi dalam dan menahan napas. Tujuan dari foto dengan
posisi ini adalah untuk melihat kelainan pada mediastinum dan jantung yang mungkin belum
jelas tampak pada foto PA.
Anteroposterior (AP)
Posisi AP dilakukan bila kondisi pasien tidak baik, tidak sadar atau tidak dapat
bekerjasama dengan baik (contohnya pasien ICU dan pada anak anak). Pada posisi AP,
pasien dalam posisi supine (berbaring) dengan tangan atau lengan ke atas. Film diletakkan di
bagian belakang tubuh pasien dan sinar dipancarkan dari arah depan pasien ke arah belakang
pasien menuju film. Pada posisi ini letak jantung dan mediastinum jauh dari kaset, sehingga
dapat terjadi perbesaran atau magnifikasi pada jantung dan mediastinum sehingga dapat
menyebabkan salah interpretasi bahwa terjadi kardiomegali oleh karena itu sangat sulit
menentukan besar jantung pada posisi AP.
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
9
Posisi lain yang digunakan :
Top lordotik, untuk melihat kelainan pada puncak paru dan melihat lobus medius
paru.
Oblique, bertujuan untuk melihat kelainan yang pada posisi PA atau lateral masih
belum jelas.
Lateral Dekubitus untuk melihat cairan dalam cavum pleura yang sedikit jumlahnya,
kurang dari 100-20cc atau yang pada posisi PA belum dapat ditentukan adanya cairan
dalam cavum pleura.
CARA MEMBACA FOTO THORAX SECARA UMUM
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
10
Membaca foto dimulai dari luar ke dalam.
1. Soft tissue : nilai ketebalannya sama atau tidak, ada sweling atau tidak , gambaran
emfisema subcutis
2. Tulang : ada tidaknya diskontinuitas, lesi litik maupun sklerotik
3. Pleura : ada tidaknya cairan atau udara di dalam cavum pleura
4. Menilai sinus costophrenicus dan sinus cardiophrenicus,
5. Trakea : berada di tengah, apakah ada penarikan atau pendorongan.
6. Jantung :
a. Ukuran jantung
Dengan diukur dan dihitung adakah perbesaran jantung (Cardio Thorax Ratio)
CTR = (a+b)/c x 10%
Dimana :
a = bagian terlebar dari jantung kanan ke garis tengah
b = bagian terlebar dari jantung kiri ke garis tengah
c = lebar thoraks terlebar
dengan penilaian terjadi pembesaran jantung bila didapatkan nilai CTR pada
proyeksi PA, CTR> 5% atau CTR pada proyeksi AP, CTR>55% atau ada juga
yang mengatakan bila CTR>60%
7. Aorta
a. Ada tidaknya pelebaran aorta, yang dapat dinilai dengan cara mengukur dari
linea media ke lateral dari aorta, bila > 4 cm maka dikatakan terjadi pelebaran
aorta.
b. Ada tidaknya kalsifikasi aorta, dilihat dengan ada tidaknya bayangan radio
opaq sejajar permukaan aorta
c. Ada tidaknya elongasia aorta, dilihat dengan cara mengukur jarak antara
puncak arcus aorta dengan ujung medial clavicula, bila nilainya < 1 cm maka
dikatakan terjadi elongasia aorta.
8. Paru
a. Hillus
Normal hilus paru kiri lebih tinggi dibandingkan dengan hilus paru kanan,
dengan perbedaan tinggi 1 -1,5 cm. Bila diameter hilus lebih besar dari
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
11
diameter trakea, maka dikatakan hilus melebar
b. Corakan paru (corakan bronkovaskuler)
Menyebar dari hilus makinke lateral makin kabur. Corakan paru bertambah
bila >Tdari lebar paru pada paru kanan dan bila> Sdari lebar paru pada paru
kiri.
c. Gambaran radioopaq atau radiolusent pada parenkim paru.
Bila didapatkan gambaran radioopaq maka kemungkinan yang ada
disana adalah cairan ataupun massa
Bila didapatkan gambaran radiolusent maka didapatkan bahwa daerah
tersebut merupakan udara.
Kemudian ditentukan apakah gambaran tersebut homogen atau tidak, ataupun
memiliki bentuk dan ukuran yang khas.
9. Diafragma
Normal difragma kanan lebih tinggi dibandingkan dengan diafragma kiri dengan
perbedaan tinggi 1- 1,5 cm,bentuk kubah, permukaan licin. (a-z)
TUMOR PARU
Etiologi
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
12
Penyebab tumor paru masih belum bisa ditentukan, tetapi penyebab kanker paru yang
merupakan tumor ganas dapat dijelaskan melalui hubungannya dengan zat karsinogen, antara
lain :
Asap rokok yang mengandung tar
Asap pabrik/industri
Debu radioaktif
Beberapa zat kimia seperti asbes, arsen, krom, nikel, besi dan uranium
Gejala Klinis
Tumor paru mempunyai gejala yang bervariasi tergantung dari letak tumor tersebut
sentral atau perifer. Tumor didaerah sentral umumnya memberikan gejala batuk karena
adanya iritasi bronkial, sesak napas karena obstruksi bronkial, nyeri dada, bising mengi,
batuk darah karena ruptur kapiler tumor intrabronkial, serta kadang-kadang gejala
pneumonia dengan demam. Sedangkan tumor yang terletak di daerah perifer umumnya tidak
menyebabkan gejala sumbatan pada paru dan kadang kadang tidak memberikan gejala sama
sekali, tapi bila timbul keluhan umumnya adalah batuk dan nyeri dada yang diakibatkan
karena gesekan pleura parietal dengan dinding dada. Gejala umum lainya seperti anoreksia,
mudah lelah, berkurangnya berat badab merupakan gejala lanjutan.
Deteksi dini
Deteksi dini memiliki 3 tujuan utama, yaitu menemukan kanker secara dini,
mengurangi angka morbiditas dan mengurangi angka mortalitas. Diharapkan bila kanker
ditemukan secara dini, kanker masih dapat disembuhkan, karena kanker masih kecil, bersifat
lokal dan belum menimbulkan kerusakan yang berarti. Deteksi dini ini dilakukan terutama
pada orang yang memiliki resiko tinggi, yang masuk kedalam GRT (Golongan Resiko
Tinggi) yaitu laki-laki, usia lebih dari 4tahun, perokok berat atau sedang, terpapar zat
karsinogen/ paparan zat industri tertentu, disertai dengan satu atau lebih gejala respiratorik
antara lain batuk darah, batuk kronik, sesak napas, nyeri dada dan berat badan turun.
Golongan lain yang perlu diwaspadai antara lain perempuan perokok pasif disertai salah satu
gejala atau keluhan respiratorik dan berat badan yang turun ; seseorang dengan gejala klinik
respiratorik disertai dengan penurunan berat badan tanpa penyakit yang jelas; seseorang yang
memiliki riwayat keluarga yang menderita kanker paru.
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
13
Gambaran Radiologis
Bila didapatkan sebuah gambaran radiopoak pada parenkim paru kita dapat
mencurigai bahwa itu merupakan massa ataupun cairan, untuk menentukan melalui radiologi
kita harus melihat ciri ciri lainnya. Bila gambaran radioopak tersebut berada di lapangan paru
bawah, mengikuti bentuk rongga paru, homogen dan memiliki tepi yang datar maka dapat
kita simpulkan sementara bahwa hal tersebut merupakan cairan. Bila gambaran radioopak
tersebut tidak berada di basal paru, memiliki bentuk bulat atau tidak teratur, homogen dan
tepi terlihat jelas maka dapat kita simpulkan secara sementara bahwa hal tersebut adalah
massa. Tumor paru dapat kita curigai bila kita mendapatkan gambaran radioopak berupa
nodul soliter. Gambaran ini kemudian dapat kita bedakan menjadi tumor maligna atau
benigna dengan melihat ciri ciri lainnya dari gambaran nodul tesebut, yaitu :
Tabel 1. Karakteristik benigna dan maligna tumor
Characteristic Favor Benign Lesion Favors Malignant Lesion
Roentgenologic findings :
Size
Shape
Margin
Less than 1 cm
Regular
Smooth and round
More than 4 cm
Irregular
Notched or indefinite
Calsification
‘Popcorn” type
Laminated type
Central type
Marginal flaky type
Hamartoma probable
Granuloma probable
Granuloma probable
May be granuloma
Absent
Absent
Absent
May be malignancy
Cavitation
Smooth internally
Rough internally
Benign abscess or cyst
Less likely to be benign
Usually absent
Usually present
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
14
gambaran single pulmonary nodule
Selain gambaran radioopak berupa nodul kita juga bisa mendapatkan gambaran lain
selain gambaran tersebut dari hasil foto thorax. Hal ini dikarenakan efek atau perparahan dari
tumor tersebut menyebabkan gangguan lain pada paru, seperti : kita dapat melihat gambaran
atelektasis, pneumonia, efusi pleura. Gambaran – gambaran ini dapat membantu kita
menentukan letak dari tumor tersebut, tapi ini bukan merupakan hal yang pasti.
Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa gejala dari tumor paru yang muncul ini sesuai
dengan keadaan tumor, yaitu lokasi, ukuran, dan jenis tumor tersebut, maka gambaran yang
muncul di foto thoraxpun akan sesuai dengan keadaan tumor tersebut. Maksudnya bila
didapati terdapat gambaran avaskuler pada lobus atas kanan dengan gambaran radioopak
pada bagian medialnya, maka dapat kita simpulkan sementara bahwa letak tumor tersebut di
bagian sentral yang menyebabkan terjadinya obstruksi saluran napas dan menyebabkan
atelektasis lobus atas.
Gambaran gambaran lain yang muncul akibat adanya tumor paru antara lain :
Obstruksi saluran nafas atau penyempitan bronkus akibat pertumbuhan tumor pada akhirnya
dapat menyebabkan kolapsnya paru yang berada pada distal dari tumor tersebut. Sebelum
terjadi kolaps dapat menimbulkan infeksi yang akan menggambarkan adanya gambaran
konsolidas, sehingga dapat terlihat gambaran atelektasis dan pneumonia; Perbesaran hillus
merupakan gambaran radiologis yang sering didapatkan, hal ini akibat tumor itu sendiri
maupun kelenjar getah bening yang membesar. Bila tumor primer ini merupakan tumor
sentral, maka ini mempresentasikan tumor itu sendiri. Bila tumor merupakan perifer, maka
ini menunjukan metastasis ke kelenjar limfe bronkopulmonar dan tumor primer yang ada
dapat terlihat dapat juga tidak terlihat; Perbesaran mediastinum disebabkan oleh kelenjar
getah bening yang membesar; gambaran kavitas; Pleural involment yaitu adanya efusi pleura
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
15
(biasanya merupakan hemoragik) yang mungkin disebabkan langsung oleh penyebaran tumor
tapi mungkin juga merupakan hasil dari obstruksi limfatik.
Gambaran atelektasis
Gambaran perbesaran hillus
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
16
Gambaran cavitas
Gambaran efusi pleura
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
17
Gambaran gambaran yang muncul ini sulit dibedakan dengan penyakit lainnya yang
memiliki gambaran yang sama, terutama untuk menentukan etiologinya sehingga harus
dilihat kembali gejala gejala klinis yang ada pada pasien tersebut yang mendukung ke arah
tumor paru ataupun kanker paru, seperti berat badan turun drastis dll.
Tumor benigna
Tumor benigna, dibagi menjadi beberapa tipe, antara lain hamartoma dan adenoma. Pada
radiologis foto thorax di dapatkan berupa nodul soliter, memiliki batas yang tegas, diameter
kurang dar 4 cm, terdapat gambaran kalsifikasi dan tumbuh tidak progresif (ukuran tidak
berubah lebih dari 2 tahun). Bila nodul memiliki kalsifikasi dan letak nodul di perifer
dicurigai hamartoma dan bila letak nodul di sentral (hillus) dicurigai adenoma.
A right lower lobe solitary pulmonary
nodule that was later identified as a
hamartoma
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
18
http://emedicine.medscape.com/article/2139920-overview#a1
Tumor maligna
Tumor paru maligna/ kanker dibagi menjadi 2 tipe berdasarkan gambaran sel
kankernya di bawah mikroskop, yaitu : small cell lung cancer dan non-small cell lung cancer.
Karsinoma non-small cell dibagi lagi menjadi karsinoma sel skuamosa, adenocarcinoma dan
large cell undifferentiated karsinoma. Yang paling banyak adalah karsinoma sel skuamosa
yaitu 30-35%, kemudian adenocarsinoma (25-35%), small cell karsinoma (25%) dan terakhir
adalah large cell undifferentiated karsinoma (10%). Karena jenis atau tipe kanker ini
ditentukan secara mikroskopik maka foto thorax tidak dapat menentukan hal tersebut.
Sehingga bila ingin mengetahui jenisnya harus dilakukan biopsi.
Berdasarkan lokasi, yang biasanya terdapat di bagian sentral adalah karsinoma sel skuamosa
dan small sel karsinoma, yang terdapat di bagian perifer adalah adenocarsinoma dan large sell
karsinoma.
Pada karsinoma sel skuamosa gambaran yang dapat terlihat adalah bila terdapat di
sentral dapat terjadi atelektasisi, gambaran reverse S sign Golden, post-obstructive
pneumonia dan soft tissue mass. Bila terdapat di perifer dapat berupa kavitas.
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
19
Pada adenocarcinoma, tampak nodul di bagian perifer, berupa nodul soliter dan biasanya
terdapat di lobus atas.
Small cell karsinoma gambaran yang
muncul adalah terjadi perbesaran
mediastinum (kelenjar getah bening mediastinum membesar), perbesaran hilus (massa hilus),
nodul bisa terlihat (kecil) atau tidak terlihat. Sel ini berpotensi metastase dan
pertumbuhannya cepat.
Large cell undifferentiated memiliki gambaran massa besar di perifer dan sering
menyebabkan keterlibatan pleura
Large cell carsinoma
CT Scan
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
20
Bila kita dapatkan gambaran sesuai dengan gambaran tumor paru maka tindakan
selanjutnya yang dapat dilakukan di bidang radiologi adalah melakukan pemeriksaan lanjutan
berupa CT scan Thorax. Ct Scan Thorax ini memiliki beberapa manfaat, antara lain :
memastikan apa yang membentuk gambaran noduler yang tampak pada rotgent thorax
sebelumnya, menentukan apakah tumor benigna atau maligna, dan menentukan staging.
Salah satu keunggulan ct scan adalah dapat menentukan densitas suatu benda,
sehingga dari sinilah dapat diketahui apa yang membentuk massa tersebut. Ukuran densitas
ini adalah Hounsfield units (HU) dengan nilai air adalah 0 HU, udara -1000 HU, metal/logam
+4000 HU
Tabel interpretasi nilai densitas
Menentukan apakah tumor tersebut jinak atau ganas dilakukan dengan melakukan CT
Scan dengan kontras. Bila terjadi peningkatan atau enhancement sebesar 20 HU atau lebih
maka tumor tersebut merupakan tumor ganas.
Menentukan staging dengan melihat hasil dari ct scan itu sendiri, staging dinilai
berdasarkan sistem TNM, yaitu Tumor, Nodul dan Metastasis.
STAGE
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
21
Stadium TNM
Occult carcinoma
0
IA
IB
IIA
IIB
IIIA
IIIB
IV
Tx N0 M0
Tis N0 M0
T1 N0 M0
T2 N0 M0
T1 N1 M0
T2 N1 M0, T3 N0 M0
T1 N2 M0, T2 N2 M0, T3 N1 M0, T3 N2 M0
Sebarang T N3 M0, T4 sebarang N M0
Sebarang T sebarang N M1
Kategori TNM untuk Kanker Paru :
T : Tumor Primer
To : Tidak ada bukti ada tumor primer
Tx : Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari penemuan sel tumor
ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak secara radiologis atau
bronkoskopis.
Tis : Karsinoma in situ
T1 : Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm, dikelilingi oleh
jaringan paru atau pleura viseral dan secara bronkoskopik invasi tidak lebih
proksimal dari bronkus lobus (belum sampai ke bronkus utama). Tumor
sembarang ukuran dengan komponen invasif terbatas pada dinding bronkus yang
meluas ke proksimal bronkus utama.
T2 : Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut :
Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm.
Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina, dapat
mengenai pleura viseral.
Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif yang meluas ke
daerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru.
T3 : Tumor sembarang ukuran, dengan perluasan langsung pada dinding dada
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
22
(termasuk tumor sulkus superior), diafragma, pleura mediastinum atau tumor
dalam bronkus utama yang jaraknya kurang dari 2 cm sebelah distal karina atau
tumor yang berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif seluruh
paru.
T4 : Tumor sembarang ukuran yang mengenai mediastinum atau jantung, pembuluh
besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, karina, tumor yang disertai dengan efusi
pleura ganas atau tumor satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama dengan
tumor primer.
N : Kelenjar getah bening regional (KGB)
Nx : Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai
No : Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening
N1 : Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus ipsilateral,
termasuk perluasan tumor secara langsung
N2 : Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral dan/atau KGB
subkarina
N3 : Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB skalenus atau
supraklavikula ipsilateral/kontralateral
M : Metastasis (anak sebar) jauh
Mx : Metastasis tak dapat dinilai
Mo : Tak ditemukan metastasis jauh
M1 : Ditemukan metastasis jauh. Nodul ipsilateral di luar lobus tumor primer dianggap
sebagai M1
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
23
Contoh Kasus
Foto thorax proyeksi AP seorang wanita usia 49 tahun.
Gambaran peningkatan/naiknya diafragma kiri dan trakea yang tertarik ke arah kiri.
Tampak gambaran avaskuler pada apex paru kiri
Kesan : atelektasis lobus atas kiri
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
24
Gambaran radiolusen di belakang sternum yang disebabkan oleh hiperinflasi paru kanan.
Universitas Kristen IndonesiaKepanitraan Klinik Ilmu RadiologiPeriode27 Mei 2013 -22 Juni 2013
25