Download - Referat Nyeri

Transcript
Page 1: Referat Nyeri

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. KONSEP NYERI

Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau suatu

keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan.

Berdasarkan batasan tersebut di atas, terdapat dua asumsi perihal nyeri, yaitu :

Pertama, bahwa persepsi nyeri merupakan sensasi yang tidak

menyenangkan, berkaitan dengan pengalaman emosional menyusul adanya

kerusakan jaringan yang nyata (pain with nociception). Keadaan nyeri

seperti ini disebut sebagai nyeri akut.

Kedua, bahwa perasaan yang sama dapat juga terjadi tanpa disertai dengan

kerusakan jaringan yang nyata (pain without nociception). Keadaan nyeri

seperti ini disebut sebagai nyeri kronis.

Nyeri, selain menimbulkan penderitaan, juga berfungsi sebagai

mekanisme proteksi, defensif dan penunjang diagnostik. Sebagai mekanisme

proteksi, sensibel nyeri memungkinkan seseorang untuk bereaksi terhadap suatu

trauma atau penyebab nyeri sehingga dapat menghindari terjadinya kerusakan

jaringan tubuh. Sebagai mekanisme defensif, memungkinkan untuk immobilsasi

organ tubuh yang mengalami inflamasi atau patah sehingga sensibel yang

dirasakan akan mereda dan bisa mempercepat penyembuhan.

Nyeri juga dapat berperan sebagai penuntun diagnostik, karena dengan

adanya nyeri pada daerah tertentu, proses yang terjadi pada seorang pasien dapat

diketahui, misalnya, nyeri yang dirasakan oleh seorang pada daerah perut kanan

bawah, kemungkinan pasien tersebut menderita radang usus buntu. Contoh lain,

misalnya seorang ibu hamil cukup bulan, mengalami rasa nyeri di daerah perut,

kemungkinan merupakan tanda bahwa proses persalinan sudah dimulai.

Pada penderita kanker stadium lanjut, apabila penyakitnya sudah

menyebar ke berbagai jaringan tubuh seperti misalnya ke dalam tulang, nyeri yang

1

Page 2: Referat Nyeri

dirasakanya tidak lagi berperan sebagai mekanisme proteksi, defensif atau

diagnostik, tetapi akan menambah penderitaannya semakin berat.

Penatalaksanaan terhadap nyeri yang hebat dan berkepanjangan yang

mengakibatkan penderitaan yang sangat berat bagi pasien pada hakikatnya tidak

saja tertuju pada usaha untuk mengurangi atau memberantas rasa nyeri itu,

melainkan bermaksud menjangkau mutu kehidupan pasien, sehingga ia dapat

menikmati kehidupan yang normal dalam keluarga maupun lingkungannya.

I.2. DEFINISI NYERI

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang

dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori

subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan

kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi

terjadinya kerusakan. Dari definisi dan konsep nyeri di atas dapat di tarik dua

kesimpulan. Yang pertama, bahwa persepsi nyeri merupakan sensasi yang tidak

menyenangkan dan pengalaman emosional menyusul adanya kerusakan jaringan

yang nyata. Jadi nyeri terjadi karena adanya kerusakan jaringan yang nyata (pain

with nociception). Yang kedua, perasaan yang sama juga dapat timbul tanpa

adanya kerusakan jaringan yang nyata. Jadi nyeri dapat terjadi tanpa adanya

kerusakan jaringan yang nyata (pain without nociception).

BAB II

PEMBAHASAN

2

Page 3: Referat Nyeri

II.1. KLASIFIKASI NYERI

Nyeri dapat digolongkan dalam berbagai cara, yaitu :

1. Menurut Jenisnya : nyeri nosiseptik, nyeri neurogenik, dan nyeri

psikogenik.

2. Menurut timbulnya nyeri : nyeri akut dan nyeri kronis.

3. Menurut penyebabnya : nyeri onkologik dan nyeri non onkologik.

4. Menurut derajat nyerinya : nyeri ringan, sedang dan berat.

Menurut timbulnya nyeri

Nyeri akut

Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera atau intervensi

bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat

sampai ringan. Nyeri ini terkadang bisa hilang sendiri tanpa adanya

intervensi medis, setelah keadaan pulih pada area yang rusak.  Apabila nyeri

akut ini muncul, biasanya tenaga kesehatan sangat agresif untuk segera

menghilangkan nyeri. Misalnya nyeri pasca bedah.

Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap

sepanjang suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan

biasanya berlangsung lebih dari enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh

kanker yang tidak terkontrol, karena pengobatan kanker tersebut atau karena

gangguan progresif lain. Nyeri ini bisa berlangsung terus sampai kematian.

Pada nyeri kronik, tenaga kesehatan tidak seagresif pada nyeri akut. Klien

yang mengalami nyeri kronik akan mengalami periode remisi (gejala hilang

sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat).  Nyeri ini

biasanya tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang  diarahkan pada

penyebabnya. Nyeri ini merupakan penyebab utama ketidakmampunan fisik

dan psikologis. Sifat nyeri kronik yang tidak dapat diprediksi membuat klien

3

Page 4: Referat Nyeri

menjadi frustasi dan seringkali mengarah pada depresi psikologis. Individu

yang mengalami nyeri kronik akan timbul perasaan yang tidak aman, karena

ia tidak pernah tahu apa yang akan dirasakannya dari hari ke hari. Misalnya

nyeri post-herpetic, nyeri phantom atau nyeri karena kanker.

Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik

Nyeri akut Nyeri kronik

- Lamanya dalam hitungan menit

- Sensasi tajam menusuk

- Dibawa oleh serat A-delta

- Ditandai peningkatan BP, nadi,

dan respirasi

- Kausanya spesifik, dapat

diidentifikasi secara biologis

- Respon pasien : Fokus pada nyeri,

menangis dan mengerang, cemas

- Tingkah laku menggosok bagian

yang nyeri

- Respon terhadap analgesik :

meredakan nyeri secara efektif

- Lamannya sampai hitungan bulan

- Sensasi terbakar, tumpul, pegal

- Dibawa oleh serat C

- Fungsi fisiologi bersifat normal

- Kausanya mungkin jelas mungkin

tidak

- Tidak ada keluhan nyeri, depresi

dan kelelahan

- Tidak ada aktifitas fisik sebagai

respon terhadap nyeri

- Respon terhadap analgesik : sering

kurang meredakan nyeri

Menurut derajat nyerinya

Berdasarkan derajat nyerinya diklasifikasikan menjadi 3 kriteria, yaitu :

1. Nyeri ringan : adalah nyeri yang hilang timbul, terutama sewaktu

melakukan aktifitas sehari-hari dan hilang pada waktu tidur.

2. Nyeri sedang : adalah nyeri yang terus menerus, aktifitas terganggu, yang

hanya hilang jika penderita tidur.

4

Page 5: Referat Nyeri

3. Nyeri berat : adalah nyeri yang berlangsung terus menerus sepanjang hari,

penderita tak dapat tidur atau sering terjaga oleh gangguan nyeri sewaktu

tidur.

II.2. FISIOLOGI NYERI

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima

rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung

syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara

potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis

reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak

bermielin dari syaraf perifer.

Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa

bagian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada

daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga

memiliki sensasi yang berbeda.

Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal

dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor

jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :

a. Serabut A delta

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/det)

yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila

penyebab nyeri dihilangkan

b. Serabut C

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det)

yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul

dan sulit dilokalisasi.

5

Page 6: Referat Nyeri

Struktur reseptor nyeri somatik (deep somatic) dalam meliputi reseptor

nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan

penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul

merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.

Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi

organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang

timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi

sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.

Seperti halnya berbagai stimulus yang disadari lainnya, persepsi nyeri

dihantarkan oleh neuron khusus yang bertindak sebagai reseptor, pendeteksi

stimulus, penguat dan penghantar menuju sistem saraf pusat. Sensasi tersebut

sering didekripsikan sebagai protopatik (noxious) dan epikritik (non-noxious).

Sensasi epiritik (sentuhan ringan, tekanan, propriosepsi, dan perbedaan

temperatur) ditandai dengan reseptor ambang rendah yang secara umum

dihantarkan oleh serabut saraf besar bermielin. Sebaliknya, sensasi protopatik

(nyeri) ditandai dengan reseptor ambang tinggi yang dihantarkan oleh serabut

saraf bermielin yang lebih kecil (A delta) serta serabut saraf tak bermielin

(serabut C).

Stimulus ini melalui empat proses tersendiri yaitu :

1. Transduksi

Proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik

di reseptor nyeri. Terjadi karena pelepasan mediator kimia seperti

prostaglandin dari sel rusak, bradikinin dari plasma, histamin dari sel mast,

6

Page 7: Referat Nyeri

serotonin dari trombosit dan substansi P dari ujung saraf. Stimuli ini dapat

berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri).

2. Transmisi

Proses penerusan impuls nyeri dari tempat transduksi melalui nosiseptor saraf

perifer. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut C

sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis dimana impuls

tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh traktus

sphinotalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya impuls

disalurkan ke daerah somato sensoris di korteks serebri melalui neuron ketiga,

dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.

3. Modulasi

Melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf desenden dari otak yang

dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medula spinalis. Modulasi ini

juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau

meningkatkan aktifitas di reseptor nyeri.

4. Persepsi

Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari

proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya

menghasilkan suatu perasaan yang subyektif yang dikenal sebagai persepsi

nyeri.

II.3. JALUR NYERI DI SISTEM SARAF PUSAT

1. Jalur Asenden (transduksi dan transmisi)

Serat saraf C dan A-δ aferen yang menyalurkan impuls nyeri masuk ke

dalam medula spinalis di akar saraf dorsal. Serat-serat memisah sewaktu

masuk ke korda dan kemudian kembali menyatu di kornu dorsalis (posterior)

medula spinalis. Daerah ini menerima, menyalurkan, dan memproses impuls

sensorik. Kornu dorsalis medula spinalis dibagi menjadi lapisan-lapisan sel

yang disebut lamina. Dua dari lapisan ini (lapisan 2 dan 3), yang disebut

7

Page 8: Referat Nyeri

substansia gelatinosa, yang sangat penting dalam transmisi dan modulasi

nyeri.

Dari kornu dorsalis, impuls nyeri dikirim ke neuro-neuron yang

menyalurkan informasi ke sisi berlawanan medula spinalis di komisura

anterior dan kemudian menyatu di traktus spinothalamikus antero-lateralis,

yang naik ke thalamus dan struktur otak lainnya. Dengan demikian, transmisi

impuls nyeri di medula spinalis bersifat kontra lateral terhadap sisi tubuh

tempat impuls itu berasal.

Jalur Ascendens Impuls Nyeri

2. Jalur Desenden (modulasi dan persepsi)

Daerah-daerah tertentu di otak itu sendiri mengendalikan atau

mempengaruhi persepsi nyeri, hipotalamus dan struktur limbik berfungsi

sebagai pusat emosional persepsi nyeri, dan korteks frontalis menghasilkan

interpretasi dan respon rasional terhadap nyeri. Namun, terdapat variasi yang

luas dalam cara individu mempersepsikan nyeri. Salah satu penyebab variasi

ini adalah karena sistem saraf pusat (SSP) memiliki beragam mekanisme

untuk memodulasi dan menekan rangsangan nosiseptif.

Jalur-jalur desenden serat eferen yang berjalan dari korteks serebrum ke

bawah ke medula spinalis dapat menghambat atau memodifikasi rangsangan

nyeri yang datang melalui suatu mekanisme umpan balik yang melibatkan

substansia gelatinosa dan lapisan lain kornu dorsalis. Salah jalur desenden

8

Page 9: Referat Nyeri

yang telah diidentifikasi sebagai jalur penting dalam sistem modulasi-nyeri

atau analgesik adalah jalur yang mencakup tiga komponen berikut :

1. Bagian pertama adalah substansia grisea periakuaduktus (PAG) dan

substansia grisea periventrikel (PVG) mesensefalon dan pons bagian atas

yang mengelilingi akuaduktus Sylvius.

2. Neuron-neuron dari daerah daerah satu mengirim impuls ke nukleus rafe

magnus (NRM) yang terletak di pons bagian bawah dan medula bagian

atas dan nukleus retikularis paragigantoselularis (PGL) di medula lateralis.

3. Impuls ditransmisikan dari nukleus ke bawah ke kolumna dorsalis medula

spinalis ke suatu kompleks inhibitorik nyeri yang terletak di kornu dorsalis

medula spinalis.

Zat-zat kimia yang disebut neuroregulator, juga mungkin

mempengaruhi masukan sensorik ke medula spinalis. Neuroregulator ini

dikenal sebagai neurotransmiter atau neuromodulator. Neurotransmiter adalah

neurokimia yang menghambat atau merangsang aktifitas di membran

pascasinaps. Zat P (suatu neuropeptida) adalah neurotransmiter spesifik-nyeri

yang terdapat di kornu dorsalis medula spinalis. Neurotransmiter SSP lain

yang terlibat dalam transmisi nyeri adalah asetilkolin, norepinefrin, epinefrin,

dopamin dan serotonin.

II.4. RESPON FISIOLOGIS TERHADAP NYERI

Respons tubuh terhadap trauma atau nyeri adalah terjadinya reaksi

endokrin berupa mobilisasi hormon-hormon katabolik dan terjadinya reaksi

imunologik, yang secara umum disebut sebagai respons stres. Respons stres ini

sangat merugikan pasien, karena selain akan menurunkan cadangan dan daya

tahan tubuh, juga meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, mengganggu fungsi

respirasi dengan segala konsekuensinya, serta akan mengundang resiko terjadinya

tromboemboli, yang pada gilirannya meningkatkan morbiditas dan mortalitas.

Respon endokrin

9

Page 10: Referat Nyeri

Rangsang nosiseptif menyebabkan respons hormonal bifasik, artinya

terjadi pelepasan hormon katabolik seperti katekolamin, kortisol, angiotensin II,

ADH, ACTH, GH dan glukagon, sebaliknya terjadi penekanan sekresi hormon

anabolik seperti insulin. Hormon katabolik akan menyebabkan hiperglikemia

melalui mekanisme resistensi terhadap insulin dan proses glukoneogenesis,

selanjutnya terjadi katabolisme protein dan lipolisis. Kejadian ini akan

menimbulkan balans nitrogen negatif. Aldosteron, kortisol, ADH menyebabkan

terjadinya retensi Na dan air. Katekolamin merangsang reseptor nyeri sehingga

intensitas nyeri bertambah. Dengan demikian terjadilah siklus vitriosus.

Efek Nyeri Terhadap Kardiovaskular dan Respirasi

Pelepasan Katekolamin, Aldosteron, Kortisol, ADH dan aktifasi

Angiotensin II akan menimbulkan efek pada kardiovaskular. Hormon-hormon ini

mempunyai efek langsung pada miokardium atau pembuluh darah dan

meningkatkan retensi Na dan air. Angiotensin II menimbulkan vasokonstriksi.

Katekolamin menimbulkan takikardia, meningkatkan kontraktilitas otot jantung

dan resistensi vaskular perifer, sehingga terjadilah hipertensi. Takikardia serta

disritmia dapat menimbulkan iskemia miokard. Ditambah dengan retensi Na dan

air, maka timbullah resiko gagal jantung kongesti.

Bertambahnya cairan ekstraselluler di paru-paru akan menimbulkan

kelainan ventilasi perfusi. Nyeri di daerah dada atau abdomen akan menimbulkan

peningkatan tonus otot di daerah tersebut sehingga dapat muncul resiko

hipoventilasi, kesulitan bernafas dalam dan mengeluarkan sputum, sehingga

penderita mudah mengalami penyulit atelektasis dan hipoksemia.

Efek Nyeri Terhadap sistem Organ Yang Lain

Peningkatan aktivitas simpatis akibat nyeri menimbulkan inhibisi fungsi

saluran cerna. Gangguan pasase usus sering terjadi pada penderita nyeri. Terhadap

fungsi immunlogik, nyeri akan menimbulkan limfopenia, leukositosis, dan depresi

RES. Akibatnya resistensi terhadap kuman patogen menurun, Kemudian, terhadap

fungsi koagulasi, nyeri akan menimbulkan perubahan viskositas darah, fungsi

platelet. Terjadi peningkatan adesivitas trombosit. Ditambah dengan efek

10

Page 11: Referat Nyeri

katekolamin yang menimbulkan vasokonstriksi dan immobilisasi akibat nyeri,

maka akan mudah terjadi komplikasi trombosis.

Efek Nyeri Terhadap Mutu Kehidupan

Nyeri, menyebabkan pasien sangat menderita, tidak mampu bergerak,

tidak mampu bernafas dan batuk dengan baik, susah tidur, tidak enak makan/dan

minum, cemas, gelisah, perasaan tidak akan tertolong dan putus asa. Keadaan

seperti ini sangat mengganggu kehidupan normal penderita sehari-hari. Mutu

kehidupannya sangat rendah, bahkan sampai tidak mampu untuk hidup mandiri

layaknya orang sehat. Oleh karena itu penatalaksanaan nyeri pada hakikatnya

tidak saja tertuju kepada mengurangi atau memberantas rasa nyeri itu, melainkan

bermaksud menjangkau peningkatan mutu kehidupan pasien, sehingga ia dapat

kembali menikmati kehidupan yang normal dalam keluarga maupun

lingkungannya.

II.5. HIPERSENSITIFITAS DAN PLASTISITAS SUSUNAN SARAF

PUSAT

Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa menyusul suatu trauma atau

operasi maka input nyeri dari perifer ke sentral akan mengubah ambang reseptor

nyeri baik di perifer maupun di sentral (kornu posterior medulla spinalis). Kedua

reseptor nyeri tersebut di atas akan menurunkan ambang nyerinya, sesaat setelah

terjadi input nyeri.

Perubahan ini akan menghasilkan suatu keadaan yang disebut sebagai

hipersensitifitas baik perifer maupun sentral. Perubahan ini dalam klinik dapat

dilihat, dimana daerah perlukaan dan sekitarnya akan berubah menjadi

hiperalgesia. Daerah tepat pada perlukaan akan berubah menjadi allodini, artinya

dengan stimulasi lemah, yang normal tidak menimbulkan rasa nyeri, kini dapat

menimbulkan rasa nyeri, daerah ini disebut juga sebagai hiperalgesia primer. Di

lain pihak daerah di sekitar perlukaan yang masih nampak normal juga berubah

menjadi hiperalgesia, artinya dengan suatu stimuli yang kuat, untuk cukup

11

Page 12: Referat Nyeri

menimbulkan rasa nyeri, kini dirasakan sebagai nyeri yang lebih hebat dan

berlangsung lebih lama, daerah ini juga disebut sebagai hiperalgesia sekunder.

Kedua perubahan tersebut di atas, baik hiperalgesia primer maupun

hiperalgesia sekunder merupakan konsekuensi terjadinya hipersensitifitas perifer

dan sentral menyusul suatu input nyeri akibat suatu trauma atau operasi. Ini

berarti bahwa susunan saraf kita, baik susunan saraf perifer maupun susunan saraf

sentral dapat berubah sifatnya menyusul suatu input nyeri yang kontinyu. Dengan

kata lain, susunan saraf kita dapat disamakan sebagai suatu kabel yang kaku (rigid

wire), tapi mampu berubah sesuai dengan fungsinya sebagai alat proteksi.

Kemampuan susunan saraf kita yang dapat berubah mirip dengan plastik

disebut sebagian plastisitas susunan saraf (plasticity of the nervous system). Sekali

susunan saraf mengalami plastisitas, berarti akan menjadi hipersensitif terhadap

suatu stimuli dan penderita akan mengeluh dengan nyeri yang lebih hebat

sehingga dibutuhkan dosis obat analgesik yang tinggi untuk mengontrolnya. Atas

dasar itulah maka untuk mengurangi keluhan nyeri pasca bedah, dilakukan upaya-

upaya untuk mencegah terjadinya plastisitas susunan saraf. Salah satu cara untuk

mengurangi plastisitas tersebut pada suatu pembedahan elektif adalah dengan

menggunakan blok saraf (epidural/spinal), sebab dengan demikian input nyeri dari

perifer akan terblok untuk masuk ke kornu posterior medulla spinal. Dilain pihak

jika trauma terjadi sebelum operasi, maka pemberian opioid secara sistemik dapat

mengembalikan perubahan plastisitas susunan saraf kembali menjadi normal.

Upaya-upaya mencegah terjadinya plastisitas ini disebut sebagai analgesia

preemptif (preemptive analgesia), artinya mengobati nyeri sebelum terjadi (to

treat pain before it occurs). Dengan cara demikian keluhan nyeri pascabedah akan

sangat menurun dibandingkan dengan keluhan nyeri pascabedah penderita yang

dioperasi dengan fasilitas anastesi umum. Hal ini telah banyak dibuktikan melalui

penelitian-penelitian klinik. Analgesia Balans (Balanced Analgesia) sebagaimana

telah diterangkan sebelumnya bahwa konsep analgesia balans adalah upaya

mengintervensi nyeri pada proses perjalanannya yakni pada proses transduksi,

transmisi dan proses modulasi. Jadi merupakan intervensi nyeri yang bersifat

terpadu dan berkelanjutan, yang diilhami oleh konsep plastisitas dan analgesia

12

Page 13: Referat Nyeri

preemptif seperti disebutkan di atas. Pengalaman menunjukkan bahwa dengan

menggunakan analgesia preemptif, pada awalnya akan diperoleh hasil yang cukup

baik, tapi cara ini mempunyai keterbatasan waktu. Tidak mungkin analgesia

preemptif dapat dipertahankan beberapa hari sampai proses penyembuhan usai.

Selain itu epidural kontinyu dengan menggunakan anastesi lokal, juga memiliki

keterbatasan seperti disebutkan sebelumnya.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa analgesia preemptif, walaupun

hasilnya sangat baik terutama dalam mencegah terjadinya plastisitas pada kornu

posterior, namun memiliki keterbatasan, yakni sulitnya dipertahankan selama

proses penyembuhan pascabedah. Disinilah keunggulan dari analgesia balans

dimana intervensi nyeri dilakukan secara multimodal dan berkelanjutan.

Multimodal, dimaksudkan bahwa intervensi dilakukan pada ketiga proses

perjalanan nyeri yakni pada proses transduksi dengan menggunakan NSAID, pada

proses transmisi dengan anastetik lokal, dan pada proses modulasi dengan opioid.

Dengan cara ini terjadi penekanan pada proses transduksi dan peningkatan

proses modulasi, guna mencegah terjadinya proses hipersensitivitas baik di perifer

maupun di central. Dengan kata lain, analgesia balans dapat menghasilkan selain

pain free juga stress responses free. Dengan regimen analgesia balans ini akan

menghasilkan suatu analgesia pascabedah yang secara rasional akan menghasilkan

analgesia yang optimal bukan saja waktu istirahat, tapi juga dalam keadaan

mobilisasi.

II.6. PENILAIAN NYERI

Derajat Nyeri

Berbagai cara dipakai untuk mengukur derajat nyeri, cara yang sederhana

dengan menentukan derajat nyeri secara kualitatif sebagai berikut :

1. Nyeri ringan adalah nyeri yang hilang timbul, terutama sewaktu

melakukan aktivitas sehari-hari dan hilang pada waktu tidur.

2. Nyeri sedang adalah nyeri terus menerus, aktivitas terganggu, yang hanya

hilang apabila penderita tidur.

13

Page 14: Referat Nyeri

3. Nyeri berat adalah nyeri yang berlangsung terus menerus sepanjang hari,

pendeita tidak dapat tidur atau sering terjaga oleh gangguan nyeri waktu

tidur.

Pada saat ini banyak yang menentukan derajat nyeri secara semi-kuantitatif

dengan menggunakan penggaris yang diberi angka pada skala 0 yang berarti tidak

nyeri sampai 10 untuk nyeri yang maksimal. Cara ini popular disebut Numerical

Rating Score (NRS). Disini secara subyektif penderita diberi penjelasan terlebih

dahulu bahwa bila tidak ada nyeri diberi angka 0, sedang nyeri terhebat yang tak

tertahankan lagi diberi angka 10. Kemudian penderita diminta menentukan derajat

nyerinya dalam cakupan 0 sampai 10. Untuk mempermudah biasanya disodorkan

gambar skala dari 0-10 pada penderita untuk diminta menentukan tempat derajat

nyeri yang dideritanya.

Cara lain yang sudah popular terlebih dahulu adalah mempergunakan

Visual Analogue Scale.

Walaupun menilai nyeri merupakan hal yang sangat subyektif, penderitaan

nyeri pasien perlu dievaluasi secara berkala.

II.7. PENATALAKSANAAN NYERI

Prinsip Umum Penatalaksanaan Nyeri

Sebelum dilakukanya pengobatan terhadap nyeri, seorang dokter harus

memahami tata laksana pengelolaan nyeri dengan seksama. Di dalam pengelolaan

nyeri ini terdapat prinsip-prinsip umum yaitu :

14

Page 15: Referat Nyeri

1. Mengawali pemeriksaan dengan seksama

2. Menentukan penyebab dan derajat/stadium penyakit dengan tepat

3. Komunikasi yang baik dengan penderita dan keluarga

4. Mengajak penderita berpartisipasi aktif dalam perawatan

5. Meyakinkan penderita bahwa nyerinya dapat ditanggulangi

6. Memperhatikan biaya pengobatan dan tindakan

7. Merencanakan pengobatan, bila perlu, secara multidisiplin

Tujuan keseluruhan dalam pengobatan nyeri adalah mengurangi nyeri

sebesar-besarnya dengan kemungkinan efek samping paling kecil. Terdapat dua

metode umum untuk terapi nyeri yaitu pendekatan farmakologik dan non

farmakologik.

Pendekatan Farmakologik

Garis besar strategi terapi farmakologi mengikuti WHO Three-step

Analgesic Ladder. Tiga langkah tangga analgesik meurut WHO untuk pengobatan

nyeri itu terdiri dari :

1. Pada mulanya, langkah pertama, hendaknya menggunakan obat analgesik

non opiat.

2. Apabila masih tetap nyeri naik ke tangga/langkah kedua, yaitu

ditambahkan obat opioid lemah misalnya kodein.

3. Apabila ternyata masih belum reda atau menetap maka, sebagai langkah

ketiga, disarankan untuk menggunakan opioid keras yaitu morfin.

Pada dasarnya prinsip Three Step Analgesic Ladder dapat diterapkan

untuk nyeri kronik maupun nyeri akut, yaitu :

1. Pada nyeri kronik mengikuti langkah tangga ke atas 1-2-3

2. Pada nyeri akut, sebaliknya, mengikuti langkah tangga ke bawah 3-2-1

15

Page 16: Referat Nyeri

Pada setiap langkah, apabila perlu dapat ditambahkan adjuvan atau obat

pembantu. Berbagai obat pembantu (adjuvant) dapat bermanfaat dalam masing-

masing taraf penaggulangan nyeri, khususnya untuk lebih meningkatkan

efektivitas analgesik, memberantas gejala-gejala yang menyertai, dan kemampuan

untuk bertindak sebagai obat tersendiri terhadap tipe-tipe nyeri tertentu.

Obat adalah bentuk pengendalian nyeri yang paling sering digunakan.

Terdapat tiga kelompok obat nyeri yaitu analgesik non opioid, analgesik opioid

dan antagonis dan agonis-antagonis opioid. Kelompok keempat obat disebut

adjuvan atau koanalgesik. Penatalaksanaan farmakologik dengan obat-obat

analgesik harus digunakan dengan menerapkan pendekatan bertahap. Ada pula

mengatasi nyeri secara terpadu yaitu bila pada proses transduksi diberikan

NSAID, bila pada proses transmisi diberikan anestesi lokal, dan bila pada proses

modulasi diberikan narkotik.

1. Analgesik non-opioid (obat anti inflamasi non steroid/OAINS)

Langkah pertama, sering efektif untuk penatalaksanaan nyeri ringan

sampai sedang, menggunakan analgesik nonopioid, terutama asetaminofen

(tylenol) dan OAINS. Tersedia bermacam-macam OAINS dengan efek

antipiretik, analgesik, dan anti inflamasi (kecuali asetaminofen). OAINS yang

sering digunakan adalah asam asetil salisilat (aspirin) dan ibuprofen (advil).

OAINS sangat efektif untuk mengatasi nyeri akut derajat ringan, penyakit

meradang yang kronik seperti artritis, dan nyeri akibat kanker ringan.

16

Page 17: Referat Nyeri

Pembagian Obat Anti Inflamasi Non Steroid

OAINS mengahasilkan analgesia dengan bekerja di tempat cedera

melalui inhibisi sintesis prostaglandin dari prekursor asam arakidonat.

Prostaglandin mensensitisasi nosiseptor dan bekerja secara sinergis dengan

produk inflamatorik lain di tempat cedera, misalnya bradikinin dan histamin,

untuk menimbulkan hiperalgesia. Dengan demikian, OAINS mengganggu

mekanisme transduksi di nosiseptor dengan menghambat sintesis

prostaglandin.

Berbeda dengan opioid, OAINS tidak menimbulkan ketergantungan atau

toleransi fisik. Semua memiliki ceiling effect yaitu peningkatan dosis

melebihi kadar tertentu tidak menambah efek analgesik. Penyulit yang

tersering berkaitan dengan pemberian OAINS adalah gangguan saluran cerna,

meningkatnya waktu pendarahan, pengelihatan kabur, perubahan minor uji

fungsi hati, dan berkurangnya fungsi hati, dan berkurangnya fungsi ginjal.

2. Analgesik opioid

17

Page 18: Referat Nyeri

Opioid saat ini adalah analgesik paling kuat yang tersedia dan

digunakan dalam pengobatan nyeri sedang sampai berat. Obat-obat ini

merupakan patokan dalam pengobatan nyeri pasca operasi dan nyeri terkait

kanker. Morfin adalah suatu alkaloid yang berasal dari getah tumbuhan

opium poppy yang telah dikeringkan dan telah digunakan sejak berabad-abad

yang lalu karena efek analgesik, sedatif dan euforiknya. Morfin adalah salah

satu obat yang paling luas digunakan untuk mengobati nyeri berat dan masih

standar pembanding untuk menilai obat analgesik lain.

Berbeda dengan OAINS, yang bekerja di perifer, morfin

menimbulkan efek analgesiknya di sentral. Mekanisme pasti kerja opioid

telah semakin jelas sejak penemuan resptor-reseptor opioid endogen di sistem

limbik, talamus, PAG, substansia gelatinosa, kornu dorsalis dan usus. Opioid

endogen seperti morfin menimbulkan efek dengan mengikat reseptor opioid

dengan cara serupa dengan opioid endogen (endorfin-enkefalin); yaitu morfin

memiliki efek agonis (meningkatkan kerja reseptor). Dengan mengikat

reseptor opioid di nukleus modulasi-nyeri di batang otak, morfin

menimbulkan efek pada sistem-sistem desenden yang menghambat nyeri.

Obat-obat golongan opioid memiliki pola efek samping yang sangat

mirip termasuk depresi pernafasan, mual, muntah, sedasi, dan konstipasi.

Selain itu, semua opioid berpotensi menimbulkan toleransi, ketergantungan

dan ketagihan (adiksi). Toleransi adalah kebutuhan fisiologik untuk dosis

yang lebih tinggi untuk mempertahankan efek analgesik obat. Toleransi

terhadap opioid tersebut diberikan dalam jangka panjang, misalnya pada

terapi kanker. Walaupun terdapat toleransi silang yang cukup luas diantara

obat-obat opioid, hal tersebut tidaklah komplete. Misalnya codein, tramadol,

morfin solutio.

18

Page 19: Referat Nyeri

Mekanisme kerja obat untuk nyeri

3. Antagonis dan agonis-antagonis opioid

Antagonis opioid adalah obat yang melawan efek obat opioid dengan

mengikat reseptor opioid dan menghambat pengaktifannya. Nalokson, suatu

antagonis opioid murni, menghilangkan analgesia dan efek samping opioid.

Nalokson digunakan untuk melawan efek kelebihan dosis narkotik, yaitu

yang paling serius adalah depresi nafas dan sedasi.

Obat opioid lain adalah kombinasi agonis dan anatagonis, seperti

pentazosin (talwin) dan butorfanol (stadol). Apabila diberikan kepada pasien

yang bergantung pada narkotik, maka obat-obat ini dapat memicu gejala-

gejala putus obat. Agonis-antagonis opioid adalah analgetik efektif apabila

diberikan tersendiri dan lebih kecil kemungkinannya menimbulkan efek

samping yang tidak diinginkan (misalnya depresi pernafasan) dibandingkan

dengan antagonis opioid murni.

4. Adjuvan atau koanalgesik

Obat adjuvan atau koanalgetik adalah obat yang semula

dikembangkan untuk tujuan selain menghilangkan nyeri tetapi kemudian

ditemukan memilki sifat analgetik atau efek komplementer dalam

penatalaksanaan pasien dengan nyeri. Sebagian dari obat ini sangat efektif

19

Page 20: Referat Nyeri

dalam mengendalikan nyeri neuropatik yang mungkin tidak berespon

terhadap opioid.

Anti kejang, seperti karbamazepin atau fenitoin (dilantin), telah

terbukti efektif untuk mengatasi nyeri menyayat yang berkaitan dengan

kerusakan saraf. Anti kejang ini efektif untuk nyeri neuropatik karena obat

golongan ini menstabilkan membran sel saraf dan menekan respon akhir di

saraf.

Antidepresan trisiklik, seperti amitriptilin atau imipramin, adalah

analgetik yang sangat efektif untuk nyeri neuropatik serta berbagai penyakit

lain yang menimbulkan nyeri. Aplikasi-aplikasi spesifik adalah terapi untuk

neuralgia pasca herpes, invasi struktur saraf karena karsinoma, nyeri pasca

bedah, dan artritis reumatoid. Pada pengobatan untuk nyeri, antidepresan

trisiklik tampaknya memiliki efek analgetik yang independen dari aktivitas

antidepresan.

Obat adjuvan lain yang bermanfaat dalam pengobatan nyeri adalah

hidroksizin (vistaril), yang memiliki efek analgetik pada beberapa penyakit

dan efek aditif apabila diberikan bersama morfin; pelemas otot misalnya

diazepam (valium), yang digunakan untuk mengobati kejang otot yang

berkaitan dengan nyeri; dan steroid misalnya dexametason, yang telah

digunakan untuk mengendalikan gejala yang berkaitan dengan kompresi

medula spinalis atau metastasis tulang pada pasien kanker.

Adjuvan lain untuk analgesia adalah agonis reseptor adrenergik-alfa

(misalnya, agonis alfa-2, klonidin), yang sering diberikan secara intraspinal

bersama dengan opioid atau anestetik lokal; obat ini juga memiliki efek

analgetik apabila diberikan secara sistemis karena memulihkan respons

adrenergik simpatis yang berlebihan di reseptor sentral dan perifer. Antagonis

alfa-1, prazosin, juga pernah digunakan dalam penatalaksanaan nyeri yang

disebabkan oleh sistem simpatis. Efek samping utama dari obat-obat ini

adalah hipotensi dan potensial depresi pernafasan yang diinduksi oleh opioid.

20

Page 21: Referat Nyeri

Pendekatan Nonfarmakologik

Walaupun obat-obat analgesik sangat mudah diberikan, namun banyak

pasien dan dokter kurang puas dengan pemberian jangka panjang untuk nyeri

yang tidak terkait keganasan. Situasi ini mendorong dikembangkannya sejumlah

metode nonfarmakologik untuk mengatasi nyeri. Metode nonfarmakologik untuk

mengendalikan nyeri dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu terapi dan

modalitas fisik serta strategi kognitif-perilaku. Sebagian dari modalitas ini

mungkin berguna walaupun digunakan secara tersendiri atau digunakan sebagai

adjuvan dalam penatalaksanaan nyeri.

1. Terapi dan Modalitas Fisik

Terapi fisik untuk meredakan nyeri mencakup beragam bentuk

stimulasi kulit (pijat, stimulasi saraf dengan listrik transkutis, akupuntur,

aplikasi panas atau dingin, olahraga). Stimulasi kulit akan merangsang serat-

serat non-nosiseptif yang berdiameter besar untuk “menutup gerbang” bagi

serat-serat berdiameter kecil yang menghantarkan nyeri sehingga nyeri dapat

dikurangi. Dihipotesiskan bahwa stimulasi kulit juga dapat menyebabkan

tubuh mengeluarkan endorfin dan neurotransmiter lainnya yang menghambat

nyeri.

Salah satu strategi stimulasi kulit tertua dan paling sering digunakan

adalah pemijatan atau penggosokan. Pijat dapat dilakukan dengan jumlah

tekanan dan stimulasi yang bervariasi terhadap berbagai titik diseluruh tubuh.

Pijat akan melemaskan ketegangan otot dan meningkatkan sirkulasi lokal.

Pijat punggung memiliki efek relaksasi yang kuat dan apabila dilakukan oleh

individu yang penuh perhatian maka akan menghasilkan efek emosional yang

positif.

Stimulasi saraf dengan listrik melalui kulit (TENS atau TNS) terdiri

dari suatu alat yang digerakkan oleh batere yang mengirim impuls listrik

lemah melalui elektroda yang diletakkan di tubuh. Elektroda pada umumnya

diletakkan diatas atau dekat dengan bagian yang nyeri. TENS digunakan

untuk penatalaksanaan nyeri akut dan kronik; nyeri pascaoperasi, nyeri

punggung bawah, phantom limb pain, neuralgia perifer dan artritis rematoid.

21

Page 22: Referat Nyeri

Akupuntur adalah teknik kuno dari cina berupa insersi jarum halus ke

dalam berbagai titik akupuntur di seluruh tubuh untuk meredakan nyeri.

Metode noninvasif lain untuk merangsang titik-titik pemicu adalah memberi

tekanan dengan ibu jari, suatu teknik yang disebut akupresur.

Range of motion (ROM) exercise (pasif, dibantu, atau aktif) dapat

digunakan untuk melemaskan otot, memperbaiki sirkulasi dan mencegah

nyeri yang berkaitan dengan kekakuan dan imobilitas.

Aplikasi panas adalah tindakan sederhana yang telah lama dikeketahui

sebagai metode yang efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas

dapat disalurkan melalui konduksi (botol air panas, bantalan pemanas listrik,

lampu, kompres basah panas), konveksi (whirpool, sitz bath, berendam air

panas), konversi (ultrasonografi, diatermi). Nyeri akibat memar, spasme otot,

dan artritis berespon baik terhadap panas. Karena melebarkan pembuluh

darah dan meningkatkan aliran darah lokal, panas jangan digunakan setelah

cidera traumatik saat masih ada edema dan peradangan. Karena

meningkatkan aliran darah, panas mungkin meredekan nyeri dengan

menyingkirkan produk-produk inflamasi seperti bradikinin, histamin, dan

prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal.

Berbeda dengan terapi panas, yang efektif untuk nyeri kronik, aplikasi

dingin efektif untuk nyeri akut (misalnya trauma akibat luka bakar, tersayat,

terkilir). Dingin dapat disalurkan dlam bentuk berendam atau komponen air

dingin, kantung es, aquamatic K pads, dan pijat es. Aplikasi dingin

mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi edema serta

perdarahan. Diperkirakan bahwa terapi dingin menimbulkan efek analgetik

dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang

mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin bekerja bahwa

persepsi dingin menjadi dominan dan mengurangi persepsi nyeri.

2. Strategi kognitif-perilaku

Strategi kognitif-perilaku bermanfaat dalam mengubah persepsi pasien

terhadap nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi pasien perasaan yang

22

Page 23: Referat Nyeri

lebih mampu untuk mengendalikan nyeri. Strategi-strategi ini mencakup

relaksasi, penciptaan khayalan (imagery), hipnosis, dan biofeedback.

Walaupun sebagian besar metode kognitif-perilaku menekankan salah satu

relaksasi atau pengelihatan, pada praktik keduanya tidak dapat dipisahkan.

Cara lain untuk menginduksi relaksasi adalah dengan olahraga dan

bernafas dalam, meditasi dan mendengarkan musik-musik yang

menenangkan. Teknik-teknik relaksasi akan mengurangi rasa cemas,

ketegangan otot, dan stress emosi sehingga memutuskan siklus nyeri-stress-

nyeri, saat nyeri dan stress saling memperkuat.

Teknik-teknik pengalihan mengurangi nyeri dengan memfokuskan

perhatian pasien pada stimulus lain dan menjauhi nyeri. Menonton televisi,

membaca buku, mendengar musik, dan melakukan percakapan.

Penciptaan khayalan dengan tuntutan adalah suatu bentuk pengalihan

fasilator yang mendorong pasien untuk mevisualisasikan atau memikirkan

pemandangan atau sensasi yang menyenangkan untuk mengalihkan perhatian

menjauhi nyeri. Tehnik ini sering dikombinasikan dengan relaksasi.

Hipnosis adalah suatu metode kognitif yang bergantung pada

bagaimana memfokuskan perhatian pasien menjauhi nyeri; metode ini juga

bergantung pada kemampuan ahli terapi untuk menuntun perhatian pasien ke

bayangan-bayangan yang paling konstruktif.

Umpan-balik hayati adalah suatu teknik yang bergantung pada

kemampuan untuk memberikan ukuran-ukuran terhadap parameter fisiologik

tertentu kepada pasien sehingga pasien dapat belajar mengendalikan

parameter tersebut termasuk suhu kulit, ketegangan otot, kecepatan denyut

jantung, tekanan darah dan gelombang otak.

23