Referat nyeri kanker

31
TATALAKSANA NYERI PADA PENYAKIT KANKER BAB I PENDAHULUAN Kewajiban ilmu kedokteran ialah untuk menjaga dan mengembalikan kesehatan dan meringankan penderitaan. Konsep ini membuat para dokter harus memiliki pemahaman terhadap nyeri sebagai mekanisme yang dapat memproteksi tubuh ataupun tanda adanya suatu penyakit, dan mengambil sikap yang tepat. Walaupun kanker memiliki gejala gangguan fisik yang beranekaragam, keluhan nyeri pada kanker sering dianggap yang paling penting. Nyeri yang tidak teratasi akan mempengaruhi kualitas hidup dan menurunkan kemampuan dalam menjalani terapi untuk kembali sehat ataupun untuk mendapatkan proses kematian yang tenang 1 . Prevalensi nyeri pada kanker diperkirakan sebesar 25% pada pasien yang baru terdiagnosis, 33% pada pasien yang sedang menjalani terapi dan 64% pada stadium akhir. Nyeri kronik juga dialami pada pasien kanker yang sudah menjalani terapi. Faktor-faktor yang mempengaruhi 1

description

anestesiologi

Transcript of Referat nyeri kanker

Page 1: Referat nyeri kanker

TATALAKSANA NYERI PADA PENYAKIT KANKER

BAB I

PENDAHULUAN

Kewajiban ilmu kedokteran ialah untuk menjaga dan mengembalikan kesehatan

dan meringankan penderitaan. Konsep ini membuat para dokter harus memiliki

pemahaman terhadap nyeri sebagai mekanisme yang dapat memproteksi tubuh

ataupun tanda adanya suatu penyakit, dan mengambil sikap yang tepat. Walaupun

kanker memiliki gejala gangguan fisik yang beranekaragam, keluhan nyeri pada

kanker sering dianggap yang paling penting. Nyeri yang tidak teratasi akan

mempengaruhi kualitas hidup dan menurunkan kemampuan dalam menjalani terapi

untuk kembali sehat ataupun untuk mendapatkan proses kematian yang tenang1.

Prevalensi nyeri pada kanker diperkirakan sebesar 25% pada pasien yang baru

terdiagnosis, 33% pada pasien yang sedang menjalani terapi dan 64% pada stadium

akhir. Nyeri kronik juga dialami pada pasien kanker yang sudah menjalani terapi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya nyeri kronik pada pasien kanker adalah

kemoterapi, radioterapi dan pembedahan.2

ESMO dan komunitas nyeri internasional telah mengidentifikasi nyeri pada

kanker sebagai masalah kesehatan global. Prevalensi nyeri yang tinggi pada negara

berkembang diakibatkan karena keterlambatan diagnosis dan terhalangnya akses ke

penggunaan opioid.

1

Page 2: Referat nyeri kanker

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI NYERI

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah

perasaan sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang dihubungkan

dengan kerusakan jaringan yang telah ada atau akan terjadi atau digambarkan seperti

mengalami kerusakan jaringan3.

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang

nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas

dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial

merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri

(nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf

perifer. Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa

bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada

daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga

memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub

kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan

didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :

a. Reseptor A delta

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang

memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila

penyebab nyeri dihilangkan

b. Serabut C

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang

terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan

sulit dilokalisasi

2

Page 3: Referat nyeri kanker

Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat

pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena

struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan

sulit dilokalisasi4,5.

Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-

organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul

pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat

sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi4,5.

Nyeri dihantarkan dari nosiseptor pada serabur saraf menuju kornu dorsal

medulla spinalis. Sel-sel lapisan marginal pada lamina I dan neuron pada lamina V

diaktifkan dan mengirimkan proyeksi pada area di thalamus. Traktus spinotalamikus

merupakan jalur yang dominan, namun bukan satu-satunya6.

Sel-sel dalam substansia gelatinosa memodulasi baik input segmental maupun

desendens dan melakukan efek inhibisi pada sel thalamus pada kornu dorsal6. Hal ini

juga diketahui bahwa ada perbedaan antara realitas objektif dari stimulus

menyakitkan dan subjek yang menanggapinya. Selama Perang Dunia II, Beecher,

seorang ahli anestesi, dan rekan-rekannya melaksanakan studi sistematis pertama efek

ini. Mereka menemukan bahwa tentara menderita luka parah pertempuran sering

merasakan sedikit atau tidak ada rasa sakit sama sekali. Disosiasi antara cedera dan

rasa sakit juga telah dicatat dalam keadaan lainnya seperti acara olahraga dan

dikaitkan dengan efek dari konteks di mana cedera terjadi. Adanya pemisahan

menyiratkan bahwa ada mekanisme dalam tubuh yang memodulasi persepsi

nyeri. Mekanisme endogen modulasi nyeri diperkirakan memberikan keuntungan

meningkatkan survival di semua spesies . Tiga mekanisme penting telah jelaskan:

penghambatan segmental, opioid endogen sistem, dan sistem saraf penghambatan

turun. Selain itu, strategi mengatasi kognitif dan lainnya mungkin juga memainkan

peran utama dalam persepsi nyeri4

3

Page 4: Referat nyeri kanker

Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana

nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai

teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang

kendali nyeri dianggap paling relevan. Teori gate control dari Melzack dan Wall

mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme

pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri

dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah

pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori

menghilangkan nyeri.4

Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol

desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan

substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme

pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang

lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang

dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan.

Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok

punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi

mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan

serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan

sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek

yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan

opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang

berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan

menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian

plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorphin.1,4

2. PATOFISIOLOGI NYERI PADA KANKER

Patofisiologi nyeri diawali dengan pengeluaran mediator-mediator inflamasi,

seperti bradikinin, prostaglandin (PGE2 dan PGEa), histamin, serotonin, dan

4

Page 5: Referat nyeri kanker

substansi P yang akan merangsang ujung-ujung saraf bebas. Stimulus ini akan

diubah menjadi impuls listrik yang dihantarkan melalui saraf menuju ke sistem

saraf pusat. Adanya impuls nyeri akan menyebabkan keluarnya endorfin yang

akan berikatan dengan reseptor m, d, dan k di sistem saraf pusat. Terikatnya

endorfin pada reseptor tersebut akan menyebabkan hambatan pengeluaran

mediator di perifer, sehingga akan menghambat penghantaran impuls nyeri ke

otak. 3

Pada keganasan, nyeri yang disebabkan oleh aktivasi nosiseptor disebut nyeri

nosiseptif; sedangkan nyeri yang ditimbulkan oleh gangguan pada system saraf

disebut nyeri neuropatik3.

Nyeri nosiseptif terjadi akibat kerusakan jaringan yang potensial yang dapat

disebabkan oleh penekanan langsung tumor, trauma, inflamasi, atau infiltrasi ke

jaringan yang sehat dan dapat berupa nyeri somatik maupun viseral. Nyeri

somatik terjadi akibat terkenanya struktur tulang dan otot, bersifat tajam,

berdenyut, serta terlokalisasi dengan jelas. Nyeri viseral adalah nyeri nosiseptif

yang disebabkan oleh penarikan, distensi, atau inflamasi pada organ dalam toraks

dan abdomen. Nyeri viseral bersifat difus, tidak teralokalisasi, dan dideskripsikan

sebagai tegang atau kejang disertai rasa mual dan muntah. Pasien

mendeskripsikan nyeri neuropatik sebagai rasa kesemutan atau terbakar.

Karakteristik lain seperti allodinia dan hiperestesia berkaitan dengan nyeri

neuropatik.3,7

Adanya respon seseorang terhadap nyeri memungkinkan kita untuk menilai

adanya nyeri atau tidak. Sistem ini melibatkan system otonom dan volunteer

yaitu2:

a. Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)

i. Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate

ii. Peningkatan heart rate

5

Page 6: Referat nyeri kanker

iii. Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP

iv. Peningkatan nilai gula darah

v. Diaphoresis

vi. Peningkatan kekuatan otot

vii. Dilatasi pupil

viii. Penurunan motilitas GI

b. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)

i. Muka pucat

ii. Otot mengeras

iii. Penurunan HR dan BP

iv. Nafas cepat dan irreguler

v. Nausea dan vomitus

vi. Kelelahan dan keletihan

Respon tingkah laku terhadap nyeri

a. Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:

b. Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)

c. Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)

d. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan

jari & tangan

6

Page 7: Referat nyeri kanker

e. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan,

Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas

menghilangkan nyeri)

3. PENILAIAN NYERI

Penilaian nyeri pada pasien membutuhkan anamnesis yang lengkap serta

pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Anamnesis harus diarahkan kepada

lokasi nyeri, waktu terjadinya, kualitas nyeri, juga hal-hal yang mengurangi

maupun menambah nyeri tersebut. Faktor-faktor yang harus kita

ketahui dalam menentukan jenis nyeri kanker adalah9:

1. Waktu : Akut dan kronik, Dikatakan akut bila nyeri adalah yang

pertarna kali, onset mudah ditentukan, hilang dengan

penyembuhan sebab nyeri tersebut. Sebagai contoh adalah mukositis,

fraktur patologis, ileus, dan retensi urin. Sedangkan nyeri kronik adalah

nyeri yang terjadi dengan tidak adanya jaringan rusak yang ditemukan

atau nyeri yang berlangsung setidaknya 1 bulan setelah terjadi

penyembuhan jaringan. Nyeri ini biasanya berhubungan dengan

gangguan susunan saraf pusat maupun tepi.

2. Lokalitas Fokal, generalisata, dan alih. Dikatakan fokal bila langsung

berhubungan dengan letak penyebab nyeri, baik berasal dari kulit

maupun dermatom.. Nyeri ini mudah dilokalisir, Nyeri alih biasanya

susah untuk dilokalisir, mempengaruhi daerah yang lebih luas

dari struktur yang terkena. Bahkan bisa terjadi di daerah badan

yang jauh dari lokasi patologisnya..

3. Sindrom Nyeri : 75% kasus nyeri kanker disebabkan oleh infiltrasi

langsung tumor ke jaringan (contoh.sindrorn basis kranii, sindrom

7

Page 8: Referat nyeri kanker

korpus vertebra, dab neuropati perifer). 20% dari nyeri kanker disebabkan

oleh terapi kanker itu sendiri, seperti pembedahan, radiasi, dan

kemoterapi. 5% terdiri dari nyeri yang tidak ada hubungannya dengan

kanker tersebut seperti osteoartritis, neuropati diabetik, dan infeksi

herpes zoster.2

4. Patofisiologi : Nyeri somatik terjadi akibat hasil dari rusaknya jaringan,

mudah dilokalisir, dan bermula dari aktivasi reseptor nosiseptif di

[aringan kulit maupun jaringan dalam. Nyeri viseral selalu berhubungan

dengan rusaknya jaringan, infiltrasi, kompresi, distensi, atau dilatasi

organ visera abdomen maupun thorax. Nyeri neuropatik berasal dari

rudapaksa pada sistem saraf perifer dan sentral.

5. Kemungkinan mekanisme terjadinya nyeri ini adalah berupa hyperaktifitas

spontan pada medulla spinalis, timbulnya impuls ektopik pada serat

aferen primer, dan plastisitas susunan saraf pusat yang mengakibatkan

timbulnya input aberan pada reseptor nosiseptif.

6. Faktor lain: Seperti psikososial, Sangat penting untuk mengetahui

kebermaknaan nyeri bagi pasien maupun keluarga, serta harapan

mereka terhadap penanggulangan nyeri.3 Selain itu diperlukan

pula berbagai informasi lain seperti riwayat pengobatan kanker itu

sendiri, riwayat penanggulangan nyeri sebelumnya, serta riwayat

nyeri yang lain (seperti osteoartritik, dan neuropati diabetik).

Pemeriksaan fisik yang baik sangat diperlukan untuk melengkapi informasi

yang telah didapat dari anamnesis. Hubungan antara pemeriksaan fisik yang

didapat dengan riwayat nyeri akan memudahkan kita untuk mengetahui

keberadaan penyakit, perkembangannya, serta membantu kita untuk

mengantisipasinya.

Pemeriksaan neurologis juga diperlukan. Pemeriksaan ini kita akan dapat

mengetahui peran sistem saraf dalam patogenesis nyeri. Pemeriksaan inl

8

Page 9: Referat nyeri kanker

haruslah mencakup pemeriksaan sensorik, disfungsi motorik, adanya

hyperestesia dan allodinia, derajat spasme otot, fungsi koordinasi, dan

status mental.

Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik, ada pula pemeriksaan

penunjang yang dapat membantu kita dalam penilaian nyeri pada pasien

kanker. Pemeriksaan itu adalah pemeriksaan rontgen (plain films), bone scan, MRI,

CT-Scan, dan Elektromyography. Selain itu pemeriksaan biokirnia darah

seperti gula darah, fungsi ginjal, dan fungsi hepar juga diperlukan untuk

kasus-kasus tertentu.

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh

individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua

orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan

pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik

tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak

dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri.

Skala penialaian nyeri yang paling sering digunakan ialah sebagai berikut 8:

a. Skala verbal deskriptif/ Verbal Descriptive Scale (VDS)

Skala ini memiliki keuntungan dalam praktik klinis karena relatif sederhana

bagi pasien dan penilaiannya umumnya mudah. Namun, adanya pilihan yang

terbatas dalam satu kata tertentu membuat sensasi sesungguhnya yang

dirasakan oleh pasien secara subyektif menjadi kurang dapat direfleksikan.

9

Page 10: Referat nyeri kanker

Gambar 1. Skala Deskripsi Verbal VDS

b. Skala penilaian numerik

Skala biasanya disajikan dalam rentang 0-10 atau 0-5. Skala ini juga sangat

sederhana dan dapat dibahasakan sesuai bahasa setempat. Salah satu

kekurangan utama ialah dalam penggunaannya terhadap pasien dengan usia

yang ekstrim. Gangguan kognitif terkadang ditemukan pada pasien berusia

lanjut, dan ketidakmampuan pasien yang berumur sangat muda untuk

membedakan angka membatasi penggunaan skala ini9.

10

Page 11: Referat nyeri kanker

Gambar 2. Skala Penilaian Numerik

c. Skala analog visual

Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS

adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus

dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien

kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat

merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat

mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu

kata atau satu angka9

11

Page 12: Referat nyeri kanker

Gambar 3. Skala Analog Visual

4. TATALAKSANA NYERI PADA PENYAKIT KANKER

Sebenarnya cara yang paling efektif untuk menanggulangi nyeri kanker adalah

pengobatan kanker itu sendiri. Kebanyakan kasus kanker itu sendiri akan mengurangi

bahkan menghilangkan keluhan nyerinya9.

Dikatakan bahwa 85-95% nyeri kanker dapat ditanggulagi dengan program yang

terintegrasi menggunakan sistemik, farmakologi, dan terapi anti-kanker. Sisanya

dapat ditanggulangi dengan prosedur yang invasif. Opioid merupakan ujung tombak

utama dalam penaggulangan nyeri kanker9.

Dalam penanggulangan nyeri dari World Health Organization (WHO) telah

merumuskan beberapa prinsip9:

a. Penggunaan three step analgetic ladder

b. Obat-obat oral diberikan sebisa mungkin

c. Analgesik diberikan secara teratur

d. Efek samping harus diantisipasi dan diterapi secara agresif

e. Pengobatan dengan placebo bukanlah terapi yang pantas

12

Page 13: Referat nyeri kanker

Untuk mengatasi nyeri pada kanker, Eropean Society of Medical Oncology

(ESMO) menerapkan Numerical Rating Score (NRS) yaitu 3 langkah bertahap sesuai

dengan nyeri yang dialami pasien dengan prinsip sama dengan WHO. ESMO juga

menerapkan konsep dalam terapi medikamentosa untuk nyeri yaitu lewat mulut (obat

per oral),dan obat diberikan teratur (untuk menjaga kadar obat tetap stabil). Langkah

pertama penanganan nyeri menurut ESMO adalah penggunaan asetaminofen atau

OAINS lainnya untuk nyeri ringan (NRS 1-3). Tidak ada data yang mendukung

bahwa efektifitas satu OAINS lebih deri pada yang lain. Adjuvan dapat diberikan

pada setiap langkah bila diperlukan. Obat adjuvant berguna terutama pada nyeri

neuropatik 2

Jika nyeri masih ada atau bahkan meningkat (NRS 4-6), opioid seperti kodein

atau hydrocodone harus ditambahkan (bukan sebagai pengganti) ke OAINS. Pada

langkah ini, opioid banyak diberikan dalam preparat kombinasi dengan asetaminofen

atau aspirin. Jika dibutuhkan dosis opioid yang lebih tinggi, maka langkah ketiga

diperlukan. Pada langkah ketiga, analgesic opioid dan nonopioid harus dalam

preparat yang berbeda untuk menghindari dosis asetaminofen atau OAINS yang

berlebihan.2

Jika nyeri persisten, ataupun muncul dalam taraf berat (NRS 7-10), maka harus

ditangani dengan opioid yang lebih poten atau dengan dosis yang lebih tinggi. Obat

seperti kodein atau hydrocodone diganti dengan opioid yang lebih poten ( biasanya

morfin, metadon, fentanyl atau levorphanol). Obat untuk nyeri yang persisten pada

kanker seharusnya diberikan secara terus menerus, karena dosis obat yang teratur

diberikan akan menjaga kadar obat tetap konstan di tubuh sehingga mencegah

kembalinya nyeri. Analgetik tetap sebaiknya diberikan dengan jalur oral. Jika

diberikan intravena, sebaiknya diberikan dengan dosis 1/3 dosis oral. Hydromorfon

atau oxycodon oral merupakan alternative yang efektif dari morfin oral. Fentanyl

transdermal baik untuk pasien yang kebutuhan opioidnya sudah stabil. 3

13

Page 14: Referat nyeri kanker

Gambar 4. Algoritma Tatalaksana Nyeri ESMO

OAINS digunakan sebagai terapi awal untuk nyeri ringan karena OAINS

efektif dan dapat dikombinasikan dengan opioid dan adjuvant jika nyeri bertambah

berat. Asetaminofen termasuk dalam grup ini karena memiliki potensi analgesic yang

serupa walau efek anti inflamasinya paling lemah. Keuntungan dari asetaminofen jika

disbanding OAINS lainnya adalah kurang mengganggu fungsi trombosit, sehingga

lebih aman digunakan pada pasien trombositopeni.2,7

Penggunaan OAINS menurunkan jumlah mediator inflamasi pada tempat

jaringan yang terganggu dengan menghambat enzim cyclooxygenase , yang

mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin dan leukotrien.

Mediator inflamasi ini membuat saraf sensitive terhadap stimulus nyeri. Penggunaan

14

Page 15: Referat nyeri kanker

bersama opioid, OAINS dan asetaminofen sering memberikan efek analgesi yang

lebih baik daripada jika digunakan sendiri saja. 2,7

Berlawanan dengan opioid, OAINS tidak menimbulkan toleransi,

ketergantungan fisik/psikis dan memiliki spectrum toksiitas yang berbeda. Efek

samping OAINS yang dapat terjadi adalah gagal ginjal, gangguan hati, perdarahan

dan ulkus lambung. Jadi penggunaan OAINS pada lansia harus diawasi agar tidak

terjadi efek samping yang tidak diinginkan. 2,7

Tabel 1. Obat Antiinflamasi Non Steroid yang sering digunakan.

Opioid menghasilkan efek analgesic dengan berikatan ke reseptor spesifik di

dalam dan di luar system saraf pusat. Opioid dikelompokkan menjadi agonis, agonis

parsial atau agonis-antagonis bergantung pada reseptor spesifiknya. Opioid agonis

berupa morfin, codein, hidrocodon, metadon dan fentanyl. Opioid agonis tidak

memiliki “ceiling effect” untuk efektifitas analgesic dan tidak akan bekerja melawan

efek opioid yang lain yang ada di kelas yang sama ini jika diberikan bersamaan.

Opioid agonis parsial adalah buprenorphine, di mana memiliki “ceiling effect” dalam

15

Page 16: Referat nyeri kanker

analgesic. Opioid agonis-antagonis adalah pentazocine, dezocine dan nalbupine. Obat

ini memiliki “ceiling effect” dalam analgesia. Opioid jenis ini menghambat reseptor

opioid mu dan mengaktivasi reseptor opioid kappa. Pasien yang mendapat opioid

agonis tidak boleh diberikan opioid agonis-antagonis karena akan dapat

mempresipitasi withdrawal syndrome dan meningkatkan nyeri. Tramadol juga

memiliki “ceiling effect”.7,10

Toleransi dan ketergantungan fisik terhadap opioid dapat terjadi pada

pemberian opioid jangka panjang dan tidak boleh dikacaukan dengan dianggap

sebagai ketergantungan psikis (adiksi)yang bermanifestasi sebagai prilaku

penyalahgunaan obat. 2,7

Ketergantungan fisik terhadap opioid muncul jika opioid dihentikan secara

tiba-tiba atau jika naloxon diberikan. Manifestasi klinisnya adalah kecemasan,

iritabel, menggigil, nyeri sendi, lakrimasi, rhinorea, mual, muntah, diare dan kram

perut. Untuk opioid dengan waktu paruh pendek (seperti kodein, morfin), gejalanya

dapat terjadi 6-12 jam dengan puncaknya 24-72 jam sesudah opioid dihentikan.

Untuk opioid waktu paruh jangka panjang (metadon, fentanyl), gejalanya dapat

tertunda 24 jam atau lebih pasca penghentian obat dan gejala yang ditimbulkan dapat

lebih ringan. Pasien dengan kanker biasanya membutuhkan penghentian opioid jika

penyebab nyeri sudah dihilangkan dengan terapi antineoplasma . Pada keadaan

demikian, gejala ketergantungan opioid dapat dihindari dengan penurunan dosis

opioid bertahap, yaitu 2 hari pertama dosis diturunkan menjadi separuhnya dan

kemudian diturunkan lagi 25% setiap 2 hari sampai total dosis 30 mg/hari (ekuivalen

morfin). Opioid dapat dihentikan sesudah 2 hari dengan dosis 30mg/hari. 2,7,11

Toleransi terhadap opioid adalah kebutuhan untuk meningkatkan dosis agar

nyeri tetap terhindarkan. Untuk kebanyakan pasien kanker, gejala pertama dari

toleransi adalah berkurangnya durasi analgesic. Meningkatnya dosis anlagesik

konsisten dengan progresivitas penyakit. Kecuali fentanyl transdermal, tidak ada

16

Page 17: Referat nyeri kanker

dosis maksimal yang direkomendasikan untuk opoid agonis dan bahkan sebenarnya,

dosis morfin yang sangat besar dapat diberikan untuk mengatai nyeri yang berat. 2,7,11

Opioid oral lebih dianjurkan karena paling mudah digunakan dan harganya

tidak mahal. Tapi jika pasien tidak dapat menggunakan obat oral, rute yang kurang

invasive harus dicoba seperti rectal atau transdermal. Opioid rectal dapat digunakan

jika pasien mual, muntah atau saat sedang berpuasa untuk operasi. Rute rectal

dikontraindikasikan jika ada lesi di anus/rectum karena penggunaan supositoria akan

menyebabkan nyeri. Rute ini jua kurang berguna jika pasien diare. Sedangkan untuk

jalur transdermal, satu-satunya opioid adalah fentanyl. 2,7,11

Penggunaan opioid intramuscular harus dihindari karena dapat menyakitkan

dan absorbsinya tidak jelas. Penggunaan intravena opioid dapat diberikan pada pasien

dengan mual muntah persisten, gangguan menelan, penurunan kesadaran, dan untuk

pasien yang membutuhkan titrasi cepat. 2,7,11

Tabel 2. Golongan Opioid untuk Tatalaksana Nyeri Kanker

17

Page 18: Referat nyeri kanker

Nyeri berat biasanya ditanggulangi dengan immediate release morphine.

Preparat ini memiliki waktu paruh 2-4 jam. Dosis obat ini ialah 10-20 mg tiap 3-4

jam, dengan dosis maksimal 400mg/hari. Setelah kebutuhan harian dapat ditentukan,

preparat diubah menjadi sustained release.9

Analgesik adjuvant memiliki indikasi utama selain pada terapi nyeri, namun

memiliki sifat analgesic pada keadaan tertentu. Obat ini dapat dikombinasikan

dengan analgesik primer jika pasien tidak dapat menerima pencapaian efek analgesik

dan efek sampingnya. 2,7,11

Tabel 3. Obat-obatan Adjuvan

5. TATALAKSANA INVASIF PADA NYERI REFRAKTER

Sekitar 10% pasien kanker memiliki nyeri yang sulit untuk ditanggulangi dengan obat

oral atau parenteral. Teknik intervensional dapat mencapai keadaan nyeri yang

terkendali pada pasien yang refrakter ataupun mengalami efek samping. Beberapa

prosedur yang dianjurkan sebagai terapi yang tersendiri ataupun kombinasi ialah2:

18

Page 19: Referat nyeri kanker

a. Pemberian obat intratekal (epidural dan spinal). Rute pemberian ini

dipertimbangkan bila daerah anatomis yang terkena pada kapala/leher,

ekstermitas bawah.

b. Blok saraf perifer. Cara ini jarang digunakan karena dapat menimbulkan

neruritis dan memperburuk nyeri yang telah ada sebelumnya.

c. Blok neurolitik. Teknik ini digunakan pada pleksus hipogastrik superior,

ganglion impar, dan kebanyakan nyeri visceral.

d. Neurolisis pleksus coeliacus. Cara ini berguna apabila nyeri hanya bersumber

pada organ visceral pada abdomen bagian atas atau pancreas.

BAB III

19

Page 20: Referat nyeri kanker

KESIMPULAN

Dalam penanggulangan nyeri dari World Health Organization (WHO) telah

merumuskan beberapa prinsip:

a. Penggunaan three step analgetic ladder

b. Obat-obat oral diberikan sebisa mungkin

c. Analgesik diberikan secara teratur

d. Efek samping harus diantisipasi dan diterapi secara agresif

e. Pengobatan dengan placebo bukanlah terapi yang pantas

DAFTAR PUSTAKA

20

Page 21: Referat nyeri kanker

1. Rathmell JP, Fields HL. Pain: Pathophysiology and Management. Dalam: Longo

DL, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine.Vol.2, ed.18. New York:

McGraw Hill. 2012

2. Ripamonti CI, dkk. Management of Cancer Pain. ESMO clinical practice

Guidelines. Annals of Oncology, vol.23. 2012

3. Farastuti D, Windiastuti E. Penanganan Nyeri Pada Keganasan. Sari Pediatri,

vol7. 2005

4. Patel NB. Physiology of Pain. Guide to Pain Management in Low Resource

Setting. Seattle: IASP. 2010

5. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology, 11th edition. Philadelphia:

Elsevier Saunders. 2006

6. Lee TS, Chen BJ. Intensive Care Anesthesia and Analgesia. Dalam: Bongard FS,

Sue DY, Vintch JRE. Current Diagnosis and Treatment Critical Care. ed.3. New

York: McGraw-Hill. 2008

7. Paice JA, Ferrell B. The Management Of Cancer Pain. Ca Cancer J Clin, vol. 61.

2011

8. Flaherty SA. Pain Management Tools for Clinical Practice and Research.Vol. 64.

1996

9. Lukman G, Harjanto E. Tatalaksana Farmakologis Nyeri Kanker. Indonesian

Journal of Cancer, vol.3 2007.

10. Anonim. Principles of Opioid Management. [Diakses: 4 Augustus, 2015]

11. Bader P, dkk. Cancer Pain Management: Guideline Summary.EAU 2009.

21