PROYEK PERUBAHAN
PENGUATAN PENDAMPING PEMBANGUNAN
DALAM RANGKA MENINGKATKAN EFEKTIVITAS
PENANGGULANGAN KEMISKINAN
DISUSUN OLEH:
NAMA : DR. VIVI YULASWATI MSC.
NDH : 14
INSTANSI : KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
NASIONAL/BADAN PERENCANAAN
PEMBANGUNAN NASIONAL
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
PROGRAM DIKLATPIM TINGKAT I ANGKATAN XLIV
JAKARTA, JULI 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena dengan ridho dan rahmatnya Laporan
Proyek Perubahan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan Akhir Proyek
Perubahan berjudul “Penguatan Pendamping Pembangunan Dalam Rangka Meningkatkan
Efektifitas Penanggulangan Kemiskinan” ini disusun sebagai salah satu syarat memenuhi
kewajiban kurikuler dalam mengikuti Program Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan
Tingkat I Angkatan XLIV, Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (LAN RI) pada
Bulan Februari sampai dengan Juli 2020.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Bapak Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bapak Sekretaris Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Sekretaris Utama Bappenas, dan jajaran unit teknis terkait di
Bappenas yang terlibat dan mendukung pelaksanaan proyek perubahan ini. Terima kasih yang
tak terhingga juga diperuntukkan bagi Bapak Dirjen dan Deputi terkait di Kemenko PMK,
Kemensos, Kemenkop dan UKM, Kemendes PDTT, dan Kemenaker yang bersama-sama
terlibat dalam proses penyusunan Kerangka Kualifikasi Kompetensi Pendamping
Pembangunan. Tak lupa kami sampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para
pengajar PKN I, khususnya kepada Bapak Dr. PM. Marpaung, MSc. selaku Coach, yang
memberikan berbagai masukan sangat berarti dan konstruktif bagi Proyek Perubahan ini. Tak
lupa kami sampaikan permohonan maaf bila terdapat kekhilafan maupun kekurangan selama
PKN I dan pelaksanaan Proyek Perubahan serta penulisan laporan ini.
Disadari bahwa Proyek Perubahan ini masih belum tuntas dan perlu terus disempurnakan.
Untuk itu, masukan perbaikan sangat diperlukan untuk mengembangkan Sistem Penguatan
Pendamping Pembangunan yang komprehensif. Semoga upaya ini membawa manfaat bagi
percepatan penanggulangan kemiskinan dan peningkatan daya saing SDM Indonesia.
Jakarta, Juli 2020
Vivi Yulaswati
i
ABSTRAKSI
Berkembangnya program pembangunan yang menggunakan pendekatan
partisipatoris membuka ruang bagi keberadaan profesi pendamping. Untuk itu, suatu standar
kualifikasi dan kompetensi bagi seluruh pendamping pembangunan yang berlaku secara
nasional sangat dibutuhkan. Standar ini diharapkan bisa menjadi acuan kompetensi bagi
semua pendamping dari berbagai program. Dengan adanya standar tersebut, kompetensi
pendamping terjamin baik dan pada gilirannya pelaksanaan program akan mencapai
tujuannya secara maksimal.
Gagasan proyek perubahan mengenai Sistem Penguatan Pendampingan disusun
berdasarkan kondisi di lapangan yang sangat membutuhkan adanya pembenahan. Sebagai
lembaga perancang program-program pembangunan, Kementerian PPN/Bappenas
berkepentingan memastikan bahwa program-program tersebut dapat efektif
diimplementasikan untuk pencapaian sasaran dan tujuan yang ditetapkan.
Proyek Perubahan ini menghasilkan input kebijakan peningkatan daya saing SDM,
khususnya pendamping pembangunan, dan tata kelola kebijakan terkait, mencakup: 1)
tersusunnya Kerangka Kualifikasi Kompetensi Pendamping Pembangunan secara nasional
yang akan menjadi rujukan bagi program-program di berbagai K/L; 2) Penyempurnaan
program-program pendidikan dan pelatihan bagi pendamping berbasis kompetensi, sehingga
kinerjanya dapat terukur; 3) tersusunnya standar sertifikasi; dan 4) terbangunnya sistem
pendukung, yang mencakup regulasi, sistem rekognisi termasuk jenjang karir dan
rekognisinya, dan berkembangan data, informasi, serta pengelolaan pengetahuan
pendampingan berbasis lokal (knowledge management) sebagai rujukan dan pembelajaran
penanganan penurunan kemiskinan di berbagai daerah.
Masukan yang konstruktif masih sangat diperlukan agar proyek prubahan ini betul-betul
dapat diterapkan dan membawa manfaat bagi meningkatnya daya saing SDM Indonesia ke
depan.
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………………………………………………………..................... i Abstraksi ………………………………………………………....................................... ii Daftar Isi …………………………………………………………………………………………… iii Daftar Gambar ………………………………………………………………………………….. iv Daftar Lampiran ………………………………………………………………………………… v
BAB I. PENDAHULUAN ………………………….…………………..………………………. 1
1.1. Latar Belakang …………………..…………………………………………. 1 1.2.
1.3. Tujuan Proyek Perubahan …….……………………………………… Analisis Permasalahan ....……….………………………………………
6 6
1.4. Manfaat Proyek Perubahan ..………………………………………… 7 BAB II. GAGASAN PROYEK PERUBAHAN ……………………….……......…………..
9
2.1. 2.2.
Output Kunci Pentahapan Proyek Perubahan …..…………………………………
9 10
2.3. Tata Kelola Proyek Perubahan ………………………………………..
12
BAB III. IMPLEMENTASI PROYEK PERUBAHAN …….……………………………… 14 3.1. Pelaksanaan Kegiatan ……………………………............................. 14 3.2.
3.3. Peta Sumber Daya ……………………………………………………………. Potensi Pengembangan Sumber Daya ………………………………
24 26
3.4. Strategi Komunikasi …………….……………………..……………………. 27 3.5.
3.6. Risiko, Kendala dan Upaya Mengatasinya …………………..……. Faktor Kunci Keberhasilan ………………………………………………..
28 30
BAB IV. PE N U T U P ………………………………………………………………………….
31 26
4.1. Kesimpulan ……………………………………………....................... 31 4.2
4.3 Rekomendasi ……………………………………………………………….. Lesson learned Kepemimpinan ……………………………………..
32 32
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ragam Pendamping Antar Program ……………………….………........... 2
Gambar 2. Perkembangan Jumlah Pendamping Desa dan Pendamping PKH 3
Gambar 3. Perkembangan Anggaran Pendamping Pembangunan …………..…. 3
Gambar 4. Perkembangan Penurunan Kemiskinan, 1998 – 2019 ………………… 4
Gambar 5. Output Kunci Sistem Penguatan Pendamping Pembangunan ……. 10
Gambar 6. Proses Kaji Cepat Pengembangan Sistem Penguatan Pendamping
Pembangunan …………………………………………………………………………….
17
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.
Gambar 14.
Persandingan Jenjang Kualifikasi Pendamping Pembangunan .…...
Jenjang dan Peran Pendamping Pembangunan ………………..……..…
Kerangka Kompetensi Pendamping ………….…………………………………
Review Peta Okupasi Bidang Kesejahteraan Sosial ….………………….
Review Peta Remunerasi Pendamping ..………………………………………
Proses Harmonisasi Kualifikasi Pendampingn Pembangunan ....…
Peta Sumber daya dan Perubahannya ..……………..………..…………….
Risiko, Kendala dan Upaya Mengatasinya …………………………….……
19
20
21
22
23
23
26
30
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas No. Kep. 54/M.PPN/HK 2020
tentang Tim Koordinasi Strategis Penguatn Pendamping Pembangunan
Dalam Rangka Percepatan Pencapaian Pembangunan.
Lampiran 2: Draft Kerangka Kualifikasi Kompetensi Pendamping Pembangunan
Lampiran 3: Surat undangan dan bahan-bahan pembahasan.
v
LEMBAR PENGESAHAN PROYEK PERUBAHAN (LPP)
PENGUATAN PENDAMPING PEMBANGUNAN
DALAM RANGKA MENINGKATKAN EFEKTIVITAS
PENANGGULANGAN KEMISKINAN
DISUSUN OLEH:
NAMA : DR. VIVI YULASWATI MSC.
NDH : 14
INSTANSI : KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
NASIONAL/BADAN PERENCANAAN
PEMBANGUNAN NASIONAL
COACH, MENTOR,
Dr. PM. Marpaung, MSc Dr. Himawan Hariyoga, MSc
NIP. 196005301987031001 NIP. 196311181988011001
NARASUMBER,
Dr. Agus Sudrajat, MA. NIP. 196708041990031001
1
1.1. LATAR BELAKANG
Berpedoman pada Visi dan Misi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
Tahun 2020-2024 untuk mewujudkan Indonesia Maju, salah satu tujuan pembangunan
yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-
2024 adalah meningkatnya kualitas dan daya saing sumber daya manusia (SDM)
Indonesia. Dalam pidato pelantikan Kabinet Indonesia Maju, Presiden juga
mengamanatkan agar semua menteri bekerja berorientasi pada hasil nyata, tidak hanya
sent namun harus delivered. Selain kerja cepat dan produktif, seluruh menteri harus
selalu check masalah di lapangan dan mencari solusinya. Amanat ini tidak mudah
mengingat tantangan dari luasnya Indonesia dan jumlah penduduk yang besar dengan
beragam karakteristik tersebar di seluruh wilayah.
Untuk mengawal pelaksanaan program-program pembangunan dan pencapaian
target-target pembangunan, banyak kementerian merekrut pendamping, fasilitator, atau
penyuluh (Gambar 1). Pendamping terutama diperlukan oleh program yang mensasar
BAB I
PENDAHULUAN
2
kelompok masyarakat miskin dan rentan. Diperlukan upaya terus menerus dalam
memandu proses dan memfasilitasi atau mendukung penyelesaian masalah-masalah
kemiskinan.
Gambar 1. Ragam Pendamping Antar Program
Beberapa program yang merekrut pendamping cukup besar adalah Dana Desa
yang merupakan transformasi dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri, Program Keluarga Harapan (PKH) yang mengawal peningkatan kualitas
pendidikan dan kesehatan anak-anak keluarga miskin, pendamping kelompok rentan
(lansia dan anak telantar, penyandang disabilitas, dan komunitas adat terpencil), serta
berbagai penyuluhan pertanian, perikanan, industri kecil, hingga penyuluh koperasi dan
pendamping pemberdayaan UMKM untuk peningkatan produktivitas usaha. Dalam 5
tahun terakhir, ragam pendamping dan anggaran program-program dengan
pendampingan terus meningkat.
11
PendampingProfesional Desa
Tenaga Ahli (TA)6Kabupaten
3"6$org/$Kab
PendampingDesa (PD)
2"3$org/$Kec
PendampingLokal Desa (PLD)6
2"4$desa/$PLD
PendampingPKH
Koorkab PKH
1"3$org/$Kab
Pendamping PKH
300"350$KPM/$pendamping
PPL6Pertanian
PendampingKopUMKM
DinasKopUMKM
PendampingKopUMKM
2"3$org/$Kab
Korkeb PPL
1$orang/kab
Korkec PPL
1$orang/$Kec
PenyuluhPertanian
8"10$kel.$tani/$PPL
3
Gambar 2. Perkembangan Jumlah Pendamping Desa dan Pendamping PKH
Grafik 3. Perkembangan Anggaran Pendamping Pembangunan
Sumber: RAPBN 2015-2019
Di Indonesia, program pendampingan beragam bentuknya namun sama-sama
bekerja dalam kerangka pembangunan masyarakat (community development).
Pendamping, penyuliuh, fasilitator, atau dengan nama lain, memiliki peran strategis untuk
mempercepat pencapaian target pembangunan, utamanya terkait kemiskinan dan
ketimpangan. Dalam UU No. 6/2015 tentang Desa dan UU No. 11/2009 tentang
Kesejahteraan Sosial diatur mengenai peran pendamping dalam penanggulangan
kemiskinan.
72065
133548.9
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
2015 2016 2017 2018 2019
Anggaran Program Pendampingan (dalam Rp Miliar)
Rpm
iliar
4
Dalam perkembangannya, kemiskinan di Indonesia terus menurun, namun lajunya
kian melambat (Gambar 4). Tantangan masalah kemiskinan yang tersisa saat ini
merupakan kemiskinan ekstrem, bersifat kronis/latent, dan multidimesi sehingga
membutuhkan penanganan lintas sektor. Namun ksering kali arena bekerja dengan
mekanisme, prosedur, dan jadwal yang berbeda-beda, para pendamping dari berbagai
program yang ada di suatu desa sulit melakukan kolaborasi dan sinergi yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan persoalan kemiskinan. Hal ini tidak hanya terjadi pada pendamping
program-program pemerintah, namun juga dari pendamping pemberdayaan masyarakat
program-program daerah dan CSR.
Gambar 4. Perkembangan Penurunan Kemiskinan, 1998 - 2019
Sumber: BPS, data tiap tahun, diolah
Pendamping pembangunan yang baik berfungsi sebagai pemandu proses (process
guide) dan pemberi fasilitasi berbagai alat bantu (tool giver). Oleh sebab itu, pendamping
tidak hanya melakukan pengajaran satu arah namun juga mengupayakan pembelajaran
bersama (collective learning) agar masyarakat berdaya. Groot dan Maarleveld (2000)
membagi tiga tipologi pendampingan, yaitu:
1. Pendampingan Instrumental, yang berorientasi pada kepentingan pencapaian
pelaksanaan program dengan menjadikan seseorang sebagai objek penerima manfaat.
2
SusiloBambangYudhoyono
24,2
23,43
19,14
18,4118,2
17,4216,66
15,97
17,75
16,58
15,4214,15
13,33
12,3611,66 11,47
10,96 11,1310,7
10,129,66
9,22
0
5
10
15
20
25
30
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sept
201
1
Sept
201
2
Sept
201
3
Sept
201
4
Sept
201
5
Sept
201
6
Sept
201
7
Sept
201
8
Sept
201
9
Ting
kat
Kem
iski
nan
(%)
Krisis Pangan & Energi
• Gempa Lombok (Jul ‘18) • Gempa Palu (Sep ’18)• Banjir Mandailing Natal (Okt ’18)• Tsunami Banten (Des ‘18)
0.77%(1.53 juta)
2,51%(5,05 juta) 0,58%
(0,57 juta)
0.56%(0.82 juta
0.64%(0.96 juta)
0.35%(0.59juta)
Tsunami Aceh (Des’04) Gempa Jogja (Mei’06)
Tin
gkat
Kem
iski
nan
(%
)
5
2. Pendampingan Strategis, yang berorientasi pada tujuan program dengan
menempatkan penerima manfaat sebagai aktor strategis dalam menentukan action
plans.
3. Pendampingan Komunikatif, yang menegosiasikan pendekatan penentuan tujuan dan
rencana aksi antara pendamping dan penerima manfaat untuk membangun interaksi,
saling mengerti, dan komitmen.
Tipologi di atas menjadi salah satu pijakan untuk mengembangkan sistem
penguatan pendamping pembangunan melalui Proyek Perubahan ini. Keberadaan
pendamping yang kompeten membuat pelaksanaan program pembangunan dapat
dicapai lebih mudah, efisien dan tepat sasaran. Dalam studi SMERU (2019) menunjukkan
bahwa rekrutmen tenaga pendamping yang kompeten dapat meningkatkan efektivitas
pencapaian tujuan (Mawardi et al, 2015). Sayangnya tenaga kerja dengan penguasaan
kompetensi yang sesuai dengan kualifikasi yang disyaratkan pasar kerja sangat sedikit
jumlahnya. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional/Sakernas (BPS, Agustus
2019), tenaga kerja dengan tingkat keahlian tinggi sebesar 9,16 persen dan tenaga kerja
semi-skilled worker sebesar 31,44 persen. Selain itu, tenaga kerja lulusan SMA dan SMK
masing-masing sebanyak 18,33 persen dan 11,73 persen. Tenaga kerja yang mengikuti
pelatihan berbasis kompetensi dan memiliki sertifikat kompetensi pada Februari 2019
hanya berjumlah 13,48 juta orang atau sebesar 10,42 persen dari total pekerja.
Untuk memastikan program-program berjalan efektif sesuai yang direncanakan
dan target-target pembangunan tercapai, Kementerian PPN/Bappenas terus mencari
terobosan strategi dan inovasi kebijakan karena kompleksitas permasalahan, guncangan
dan ketidakpastian saat ini dan masa depan. Berdasarkan Peraturan Menteri PPN/Kepala
Bappenas No. 4/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PPN/Bappenas, Staf
Ahli Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan mempunyai tugas memberikan
rekomendasi terhadap isu-isu strategis di bidang sosial dan penanggulangan kemiskinan.
Menteri PPN/Kepala Bappenas telah memberikan arahan pentingnya profesionalisme
pendamping, mengingat banyaknya K/L yang mempekerjakan pendamping dan beratnya
pencapaian target pembangunan. Untuk itu, salah satu arah kebijakan meningkatkan daya
saing SDM dalam RPJMN 2020-2024 adalah mengembangkan sistem penguatan
pendamping pembangunan.
6
1.2. TUJUAN PROYEK PERUBAHAN
Tujuan dari Proyek Perubahan ini adalah membangun sistem penguatan
pendamping pembangunan untuk meningkatkan kompetensi SDM pendamping yang
tersebar di berbagai program pembangunan. Dalam jangka menengah, sistem ini akan
diperkuat oleh sistem pendukung tata kelola pendamping pembangunan. Dengan inovasi
kebijakan ini, program-program yang direncanakan tidak hanya terlaksana efektif dan
menghasilkan output, namun juga berdampak terhadap outcome, khususnya penurunan
kemiskinan dan ketimpangan.
1.3. ANALISIS PERMASALAHAN
Keberagaman program-program pembangunan serta pendamping dan anggaran
yang terus meningkat belum optimal dalam mempercepat pengurangan kemiskinan.
Permasalahan kemiskinan yang tersisa lebih kompleks dan membutuhkan pendekatan
yang lebih sinergis dan kolaboratif, namun terkendala oleh pola kerja silo mengikuti
aturan administrasi dan jadwal masing-masing kegiatan.
Berdasarkan studi Semeru (2019), dinamika permasalahan pendamping di lapangan
terdiri atas 2 isu sebagai berikut:
1. Aspek sumber daya manusia (SDM), mencakup: a) kualitas tenaga pendamping
beragam, b) penerimaan oleh masyarakat yang berbeda-beda; c) sulitnya mengubah
pola pikir dan perilaku masyarakat; d) kesadaran/kapasitas masyarakat yang rendah;
e) sulitnya menjamin keberlanjutan hasil program; f) sebagai sumber informasi; g)
Kemampuan komunikasi dengan beragam pihak; h) tantangan geografis; i) adanya
tugas-tugas tambahan; j) ketidakjelasan pembagian peran; dan k) munculnya
ketergantungan masyarakat pada pendamping.
“Tak ada bangsa yang miskin atau terbelakang; yang ada adalah negara yang kurang
dikelola dengan baik dan pengelolaannya kurang mempunyai jiwa kepemimpinan.
.......Bangsa dan masyarakat sejahtera kalau ada manajemen yang baik.”
(Peter Drucker, dalam buku "No Regret", Tanri Abeng, 2012
7
2. Aspek tata kelola, mencakup: a) kesulitan rekrutmen memenuhi kuota tertentu
seperti perempuan, wilayah timur, dsb; b) pelatihan sering tidak dilengkapi dengan
modul sesuai standar yang dikembangkan; c) tidak adanya sistem rekognisi seperti
sertifikasi, remunerasi dan jenjang karir yang jelas; d) sarana/prasarana terbatas; e)
beban kerja dan rentang kendali beragam; f) administrasi sering menambah beban
pendamping; dan g) sistem monev untuk mengukur efektivitas biaya program lemah.
1.4. MANFAAT PROYEK PERUBAHAN
Berdasarkan latar belakang, tujuan, dan analisis di atas, area perubahan yang
digagas sebagai bagian dari inovasi kebijakan publik adalah terkait peningkatan daya
saing SDM, khususnya pendamping, dan tata kelola yang lebih baik.
Bagi Kementerian PPN/Bappenas, pendamping yang memiliki kompetensi yang
terstandar akan menjamin efektivitas pelaksanaan pembangunan dan pencapaian target
pembangunan. Terbangunnya sistem penguatan pendamping pembangunan akan
memberikan manfaat yang lebih luas mencakup sebagai berikut:
1. Manfaat bagi K/L pelaksana, adalah tersedianya:
a. Kerangka Kualifikasi Pendampingan Pembangunan sebagai acuan nasional
dalam pengembangan profesi pendamping.
b. Sistem penjaminan mutu program diklat yang sistimatis dan terstruktur, dengan
modul pelatihan sesuai standar.
c. Instrumen evaluasi yang handal untuk penatakelolaan dan memastikan
efektifitas kinerja program.
2. Manfaat bagi pendamping adalah:
a. Berkembangnya kompetensi pendamping dengan keahlian sesuai kebutuhan
masyarakat, mencakup kompetensi inti dan kompetensi teknis.
b. Sertifikat kompetensi oleh lembaga terakreditasi yang menjamin pengakuan
profesi tenaga pendamping secara nasional.
8
c. Kinerja yang jelas dan terukur untuk menetapkan fungsi dan tugas sesuai beban
kerja yang melekat pada jenjang kualifikasi pendamping pembangunan.
3. Manfaat bagi masyarakat adalah:
a. Pelaksanaan program-program pembangunan, khususnya yang bertujuan
untuk penanggulangan kemiskinan berjalan lebih efektif.
b. Dengan jumlah yang besar, profesi pendamping menjadi “bantalan”
kesempatan lapangan kerja dari sektor non pemerintah.
c. Target pengurangan kemiskinan sesuai target pada akhir RPJMN tahun 2024
dapat dicapai.
9
BAB II.
GAGASAN
PROYEK
PERUBAHAN
Gagasan Proyek Perubahan yang dijelaskan pada Bab II ini mencakup output kunci
yang ingin dicapai dan cara mencapainya melalui tahapan pelaksanaan kegiatan dan tata
kelola Proyek Perubahan ini.
2.1. OUTPUT KUNCI
Output kunci gambaran keseluruhan hasil Proyek Perubahan sebagaimana pada
Gambar 4. Output akhir yang akan dicapai dalam jangka Panjang adalah terbangunnya
Sistem Penguatan Pendamping Pembangunan (SP3). Sebagai output antara, yang akan
dicapai dalam jangka pendek & menengah, adalah:
1. Sistem Kualifikasi Pendamping Pembangunan, terdiri atas: standar kompetensi,
pengembangan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, dan sertifikasi.
2. Sistem pendukung, terdiri atas: sistem rekognisi (termasuk remunerasi dan jenjang
karir yang terkait UU ASN), pengembangan basis data dan informasi, serta regulasi
pelengkap yang dibutuhkan untuk dilaksanakan oleh berbagai K/L.
10
Gambar 5. Output Kunci Sistem Penguatan Pendamping Pembangunan
2.2. PENTAHAPAN PROYEK PERUBAHAN
Untuk mewujudkan tujuan, manfaat dan output kunci tersebut di atas, proyek
perubahan ini akan dilaksanakan dalam 3 tahap, yaitu: jangka pendek (periode April – Juni
2020); jangka menengah (periode Juli – Desember 2020); dan jangka Panjang (periode
2021 – 2024), dengan rincian sebagai berikut:
A. Jangka pendek (April – Juni 2020)
NO. KEGIATAN OUTPUT WAKTU
1. Pembentukan Tim Efektif Terbentuknya Tim April
a Melakukan rapat internal Notulensi rapat April
b Menyusun SK Tim Koordinasi SK Menteri April
2. Kaji cepat pendampingan tiap K/L Laporan April-Juni
a Analisis data pendamping di tiap K/L Laporan dan paparan
April
b FGD terbatas dg tiap K/L Notulensi rapat April - April
c Koordinasi lintas K/L atas hasil kaji cepat Notulensi Rakor Juni
OUTPUT KUNCI)SISTEM)PENGUATAN)PENDAMPING)PEMBANGUNAN
Program)Diklat
BerbasisKompe>
tensi
StandarKompe>
tensi
SertifikasiKompetensi
Kualifikasi Pendampingan Pembangunan
Regulasi
Peraturan tentang SP>3)yang)menjadi pengikatsekaligus pendorongberjalan>nya Sitem P>3)lintas lembaga
Fasilitasi
sistem insentif
Data)dan)Informasi
sisteminformasi
rekrutmenpengembanganjenjang karirsistem remunerasi
Rekognisi
SP3$dan komponen pendukung direncanakanmulai diimplementasikan pada tahun 2021
11
NO. KEGIATAN OUTPUT WAKTU
3. Penyusunan kualifikasi kompetensi Dokumen kualifikasi April - Juni
a Menyusun jenis dan jenjang kualifikasi pendamping
Draft dan paparan April
b Membahas harmonisasi kualifikasi dg K/L Notulensi rapat April - Mei
c Berkonsultasi dengan BNSP Notulensi pertemuan
Juni
d Menyepakati kualifikasi kompetensi nasional pendamping pembangunan
Rancangan Kualifikasi
Kompetensi Nasional
Juni
B. Jangka menengah (Juli – Desember 2020) NO. KEGIATAN OUTPUT WAKTU
1. Pengembangan kerangka regulasi Perpres Juli-Des
a Menyusun rancangan Perpres SP3 Draft Perpres Juli
b Melakukan rapat koordinasi lintas K/L pengampu pendamping pembangunan
Notulensi rapat Jul - Agt
c Melakukan rapat pembahasan sistem rekognisi dengan KemenPANRB dan Kemenkeu
Notulensi rapat Agt - Okt
d Finalisasi Perpres SP3 Rancangan Perpres Nov - Des
2. Review sertifikasi dan perangkat uji kompetensi yang ada di K/L
Modul perangkat uji
Jul- Des
a Analisis data dan informasi Laporan dan paparan
Jul
b FGD terbatas dg tiap K/L Notulensi rapat Agt - Okt
3. Penyusunan strategi komunikasi Strategi komunikasi Agt - Okt
a Rapat pembahasan materi sosialisasi Notulensi rapat Agt
b Sosialisasi & koordinasi dg Pemda terpilih untuk ujicoba
Bahan paparan dan notulensi rapat
Sep - Okt
c Sosialisasi dan koordinasi dg K/L yang memiliki pendamping dg jumlah lebih kecil
Bahan sosialisasi Okt
12
C. Jangka Panjang (2021 – 2022)
NO. KEGIATAN OUTPUT WAKTU
1. Persiapan perencanaan dan penganggaran RKP, APBN Jan - April
a Melakukan rapat internal Notulensi rapat Jan - Feb
b Menyelenggarakan rapat lintas K/L Notulensi rapat Feb - Apr
c Memastikan K/L mengalokasikan anggaran sertifikasi pendamping pembangunan
RKP, Renja dan RKA
Jun - Agt
2. Penyiapan kerangka kelembagaan sertifikasi
Laporan 2021
a. Menyiapkan konsep kelembagaan sertifikasi pendamping pembangunan
Laporan 2021
b. Rapat pembahasan dengan institusi potensial (perguruan tinggi lokal, K/L sektor tertentu)
Notulensi rapat 2021
3. Penyusunan Knowledge Management Web-base 2022
a. Mengembangkan database pendamping pembangunan
Database 2022
b. Mengembangkan knowledge hub Website 2022
2.3. TATA KELOLA PROYEK PERUBAHAN
Tata kelola proyek perubahan ini tergabung dalam struktur organisasi Tim Efektif
dan melibatkan para pemangku kepentingan dari kementerian/Lembaga (K/L) terkait. Tim
efektif mencakup staf dan tenaga ahli di lingkup kantor Staf Ahli Bidang Sosial dan
Penanggulangan Kemiskinan, serta kedeputian dan direktorat terkait di lingkup Bappenas.
Pemangku kepentingan proyek perubahan ini terdiri atas K/L pengampu program-
program yang memiliki pendamping, dan K/L pendukung. K/L yang merekrut pendamping
dalam jumlahnya cukup besar, terdiri atas:
1. Kementerian Sosial:
a. Sekretaris Jenderal, Kepala Biro Kepegawaian
b. Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial,
c. Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial,
13
d. Kepala Badan Pendidikan, Penelitian, dan Penyuluhan Sosial.
2. Kementerian Koperasi dan UKM:
a. Sekretaris Kementerian,
b. Deputi Bidang Pengembangan SDM,
3. Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal:
a. Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat,
b. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan dan
Informasi,
Adapun K/L pendukung terdiri atas:
1. Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kawasan,
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan;
2. Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas, Kementerian
Ketenagakerjaan;
3. Direktur Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan;
4. Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur, Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi;
5. Deputi Bidang Pembangunan Manusia & Kebudayaan, Kementerian Sekretaris
Negara;
6. Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi.
Setelah Sistem Penguatan Pendamping Pembangunan terbangun, dilakukan
advokasi kepada beberapa K/L lain yang juga merekrut pendamping namun jumlahnya
lebih kecil. K/L kelompok ini antara lain adalah:
1. Kementerian Pertanian: Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM.
2. Kementerian Kelautan dan Perikanan
3. Kementerian Perindustrian
4. Kementerian Pariwisata.
Tata kelola proyek perubahan ini dibimbing oleh Coach dan Mentor sebagai berikut:
1. Dr. PM. Marpaung, M.Sc, Widyaisawara Ahli Utama LAN, yang bertindak sebagai
coach.
2. Dr. Ir. Himawan Hariyoga, MSc. Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama
Bappenas, yang bertindak sebagai Mentor.
14
BAB III.
IMPLEMENTASI
PROYEK
PERUBAHAN
Pada bab III ini, penjelasan mengenai Proyek Perubahan difokuskan pada
perkembangan pelaksanaan tahap jangka pendek. Kelancaran pelaksanaan kegiatan pada
jangka pendek ini menjadi titik tolak dan modal penting kelancaran pelaksanaan tahap
selanjutnya. Pelaksanaan kegiatan jangka pendek mencakup: 1) Pembentukan Tim
Efektif; 2) Kaji Cepat pendampingan tiap K/L; dan 3) Penyusunan Kualfikasi Kompetensi.
3.1. PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1.1. PEMBENTUKAN TIM EFEKTIF
Setiap tujuan akan sulit terwujud apabila tidak ditunjang oleh sebuah tim yang
memiliki visi yang sama dan bekerja secara efektif. Dalam dunia birokrasi, hampir
tidak mungkin suatu pekerjaan dilakukan secara single fighter. Semua merupakan
hasil kerja tim, dan semua anggota harus saling membantu dan mendukung demi
tercapainya tujuan yang ditetapkan. Pembentukan Tim Efektif, merupakan langkah
awal yang perlu dilakukan dalam membangun Sistem Penguatan Pendamping
Pembangunan.
15
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 18/2020 tentang RPJMN 2020-2024, telah
diadakan pertemuan lintas Eselon 1 mengenai penguatan pendamping
pembangunan sebagai upaya meningkatkan daya saing SDM. Berdasarkan masukan
dari para Eselon 1 yang hadir, diperlukan adanya Tim Koordinasi lintas K/L. Untuk
itu langkah pertama adalah menyusun Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas
No. Kep. 54/M.PPN/HK/2020 tentang Tim Koordinasi Strategis Penguatn
Pendamping Pembangunan Dalam Rangka Percepatan Pencapaian Pembangunan
yang telah ditetapkan pada tanggal 30 April 2020 (Lampiran 1). Tim Koordinasi
Strategis ini diketuai oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas, melibatkan 20 orang
pejabat Eselon 1 dan 18 pejabat eselon 2 lintas K/L. Rincian 20 eselon 1 lintas K/L
ini adalah sebagai berikut:
1. Sekretaris Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah;
2. Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial;
3. Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi;
4. Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial, Kementerian Sosial;
5. Direktur Jenderal Rehabilitaso Sosial Kementerian Sosial;
6. Deputi Bidang Kependudukan dan Kelenagakegaan, Kementerian
PPN/Bappenas;
7. Deputi Bidang Pengembangan Regional, Kementerian PPN/Bappenas;
8. Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan,
Kementerian PPN/Bappenas;
9. Inspektur Utama,Bappenas;
10. Staf Ahli Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan, Kementerian
PPN/Bappenas;
11. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan, Pelatihan, dan
Informasi, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi;
12. Deputi Bidang Pengembangan SDM, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah;
16
13. Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Masyarukat Desa dan Kawasan,
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan;
14. Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas, Kementerian
Ketenagakerjaan;
15. Direktur Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan;
16. Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur, Kementerian Pendayagunazn
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi;
17. Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian
Sekretaris Kabinet;
18. Ketua Badan Naional Sertifikasi Profesi;
19. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia,
Kementerian Pertanian;
20. Kepala Badan Pendidikan, Penelitian, dan Penyuluhan Sosial, Kementerian
Sosial.
3.1.2. KAJI CEPAT PENDAMPINGAN
Kaji cepat atau rapid assessment merupakan cara penelitian dengan triangulasi
beberapa sumber kajian, data dan informasi terdahulu. Salah satunya dengan desk
research untuk menganalisis dokumen-dokumen terkait profesi pendamping
pembangunan, baik dari aspek peraturan, maupun acuan dari beberapa negara lain
yang sudah berjalan baik. Beberapa peraturan terkait pendampingan antara lain
adalah:
• UU 14/2019 tentang Pekerja Sosial.
• Perpres No. 8/2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
• PermenSos 12/2017 tentang Standar Kompetensi Pekerja Sosial
• PermenSos 1/2018 tentang PKH
• PermenKopUKM No. 04/ 2018 tentang Kualifikasi Nasional Indonesia
Bidang Pendamping UKM
• KepmenNaker No 181/ 2017, tentang Penetapan SKKNI Bidang
Pendamping UMKM.
17
Gambar 6. Proses Kaji Cepat Pengembangan Sistem Penguatan Pendamping
Pembangunan
Pada intinya, dalam setiap unit kompetensi terdapat kompetensi kunci yang terkait
dengan kecakapan umum. Kompetensi kunci inilah yang menjamin pembuktian
seorang pendamping dapat dianggap profesonal di lapangan atau masyarakat.
Semua standar kompetensi yang diperlukan perlu dipetakan untuk mendapatkan
Kompetensi Kunci. Berdasarkan berbagai referensi yang ada, terdapat 7
Kompetensi Kunci sebagai berikut: 1) Mengumpulkan dan menganalisis data,
informasi, dan ide; 2) Merencanakan dan mengorganisasi kegiatan; Bekerjasama
dengan orang lain dan dalam tim; Dapat menggunakan kerangka logis matematis
dan teknis; Mampu memecahkan masalah; dan Mampu menggunakan teknologi.
Berdasarkan hal ini, dapat disusun kecakapan bekerja dari pendamping dan
deskripsi kesesuaian kebutuhan masyarakat dampingannya sebagai berikut:
1. Komunikasi: mampu berkomunikasi dengan masyarakat dampingan dan
memperhatikan nilai-nilai budaya yang berlaku, berkomunikasi dengan tokoh
masyarakat dan perangkat desa serta atasannya dalam menyampaikan
program-program dan permasalahan pelaksanaan pembangunan desa.
Desk Research Konsultasi Teknis Adopsi FGD
Menyusun informasi
hasil desk research dan
konsultasi teknis untuk
formulasi kerangka
kualifikasi pendamping
melalui metode adopsi
matriks ekivalensi dari
KKNI dan Training
Pakage on Community
Development
(Australia Qualification
Framework)
Menggali
informasi dari
level teknis di tiap
K/L terkait,
praktisi, dan
peneliti tentang
kondisi rill di
lapangan dan
efketivitasnya
Desk research
dilakukan untuk
mencari dan
menganalisis
dokumen2
terkait profesi
pendamping
pembangunan,
baik
Review regulasi
Mengadakan
forum
diskusiinternal
membahas
draft kualifikasi
FGD dengan
pemanguku
kepentingan
18
2. Kerjasama dalam tim: mampu bekerja dalam tim baik dengan tenaga
pendamping teknis, tenaga ahli pemberdayaan masayarakat; kader
pemberdayaan desa maupun pihak ketiga.
3. Penyelesai masalah: mampu menyelesaikan masalah dengan berpikir kritis
mencari jalan keluar baik secara individu maupun dengan tim.
4. Perencanaan dan pengorganisasian: kemampuan dalam pengorganisasian
masyarakat desa dan kelurahan.
5. Manajemen diri: Mampu mengelola jadwal dan prioritas untuk penyelesaian
pekerjaan dan pengembangan diri.
6. Teknologi: menguasai teknologi untuk membantu proses pendampingan dan
akses teknologi, akses mendifusikan hasil inovasi serta memasarkan hasil
kegiatan masyarakat.
7. Belajar: memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam pemberdayaan
masyarakat; memiliki kepekaan terhadap kebiasaan, adat istiadat dan nilai-nilai
budaya masyarakat.
8. Insiatif dan Kewirausahaan: mampu melakukan pendampingan usaha ekonomi
masyarakat desa.
Berdasarkan deskripsi kompetensi di atas, disusun kerangka kualifikasi kompetensi
pendamping pembangunan. Indonesia telah memiliki kerangka kualifikasi nasional
yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), yang mengatur jumlah dan deskripsi
penjenjangan yang harus diterapkan pada setiap profesi. Terdapat 9 jenjang,
dengan indikator yang jelas dan lengkap. Profesi pendamping pembangunan dapat
menerapkan sistem jenjang kualifikasi dan pola karir sesuai dengan tujuan dari KKNI:
“menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang
pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka
pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di
berbagai sektor.”
Salah satu referensi utama dalam menyusun Rancangan awal Kerangka Kualifikasi
Pendamping Pembangunan adalah menggunakan Australia Qualification
19
Framework (AQF) dan adopsi dari Training Packages on Community Development.
Salah satu pertimbangan mengadopsi paket training tersebut adalah karena
ditemukan banyak kemiripan unit-unit kompetensi di dalamnya dengan kebutuhan
di Indonesia dan karena paket tersebut sudah teruji dan lama dikembangkan di
Australia. Persandingan KKNI dan Australia Qualification Framework (AQF) menjadi
basis penyusunan jenjang kualifikasi pendamping pembangunan (Gambar 6).
Gambar 7. Persandingan Jenjang Kualifikasi Pendamping Pembangunan
Jenjang kualifikasi Nama Kualifikasi Hasil Review KKNI AQF Community
Development Services Pendamping
Pembangunan
IX IX Pendamping Pembangunan Ahli
Utama
Penjenjangan dalam AQF dan ASEAN hanya sampai kualifikasi VIII
VIII VIII CHC82015
Graduate Certificate in Client Assessment and
Case Management
Pendamping Pembangunan Ahli
Madya
Sesuai
VII - - Pendamping Pembangunan Ahli Muda
Sesuai
VI VI CHC62015
Advanced Diploma of Community Sector
Management
Pendamping Pembangunan Utama
Sesuai
V V CHC52115
Diploma in Community Development
Pendamping Pembangunan Madya
Sesuai
IV IV CHC42115
Certificate IV in Community
Development
Pendamping Pembangunan Muda/
Tenaga Pendamping Desa
Sesuai
III III CHC3205
Certificate III in Community Services
Asisten Pendamping Pembangunan
Sesuai
Menggunakan persandingan di atas dan berdasarkan kesepakatan, penjenjangan
kualifikasi untuk pendamping pembangunan disepakati berada pada jenjang 3
sampai dengan 6 (Gambar 7). Namun ke depannya, sangat dimungkinkan
penjenjangan VII, VIII, dan IX dikembangkan sebagai jenjang karir pendamping di
masa depan. Hal ini sejalan dengan UU No. 5/2017 tentang Aparatur Sipil Negara,
khususnya terkait kebijakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
20
Penjejangan di atas lebih lanjut dilengkapi dengan deskripsi kualifikasi profesi
pendamping pembangunan nasional, yang mencakup antara lain : judul dan kode
kualifikasi, ruang lingkup pekerjaan, persyaratan kompetensi, dan kecakapan
bekerja.
Sebagai tahap akhir adalah menyusun aturan pemaketan kualifikasi, yang fungsinya
mengintegrasikan, menyandingkan dan menyetarakan profesi pendampingan agar
mudah diterapkan jika diberlakukan secara nasional. Untuk pemaketan kualifikasi
profesi pendamping pembangunan, terdapat dua kategori sebagai berikut:
• Kompetensi Inti: kompetensi yang membentuk kualifikasi profesi.
Kompetensi ini berfungsi mengintegrasikan profesi tertentu secara nasional.
Tanpa kompetensi ini, profesi tidak akan berjalan dengan baik.
• Kompetensi Pilihan: untuk menunjang fungsi yang ada di kompetensi inti.
Kompetensi ini terdari dari dua jenis atau lebih. Misalnya Kompetensi Pilihan
A yang disediakan oleh instansi Pembina, sedangkan Kompetensi B yang
disediakan oleh kementerian teknis.
Gambar 8. Jenjang dan Peran Pendamping Pembangunan
Pembangunan
21
Pengujian atas unit-unit kompetensi dilakukan dengan melakukan uji petik terhadap
beberapa pendamping dengan difasilitasi K/L. Tujuannya agar ketika standar ini
kelak diberlakukan, isinya benar-benar mencerminkan dan sesuai dengan kondisi
yang dihadapi dan dibutuhkan oleh para pendamping di lapangan. Pihak-pihak yang
yang dikonsultasikan selain berbagai lapisan di K/L juga beberapa praktisi
pemberdayaan masyarakat, baik terkait koperasi, UMKM, maupun pembangunan
desa.
3.1.3. PENYUSUNAN KERANGKA KUALIFIKASI KOMPETENSI
Penyusunan kerangka kualifikasi kompetensi dimaksud untuk mengharmoniskan
semua kualifikasi pendamping pembangunan (fasilitator, konsultan, penyuluh, dll)
di berbagai K/L agar memiliki pola penjenjangan kualifikasi terstandar secara
nasional. Dengan menerapkan kerangka kualifikasi, seluruh profesi pendamping
memiliki nomenklatur, jumlah jenjang, kompetensi, pola karir, pola pembinaan
serta pola renumerasi yang sama secara nasional. Ke depannya, kompetensi dan
profesi pendamping dapat terus dikembangkan, antara lain pengembangan jenjang
karir dan remunerasi yang lebih jelas. Dengan Kerangka Kualifikasi Nasional,
pengelolaan program-program pembangunan di lapangan akan berjalan efektif dan
efisien karena didampingi oleh para pendamping yang kompeten dan profesional.
KompetensiPendamping
Dasar (Community Development)
Kompetensi Inti
Kompetensi Pilihan
Teknis (Sektoral/Bidang)
Gambar 9. Kerangka Kompetensi Pendamping
22
Untuk menyusun Kerangka Kualifikasi Kompetensi Pendamping Pembangunan
dilakukan harmonisasi kualifikasi kompetensi pendamping yang ada di tiap K/L.
Harmonisasi diperlukan karena di sebagian K/L telah ada kualifikasi dan sertifikasi
yang sifatnya teknis dan sangat beragam. Pada tahap jangka pendek ini, koordinasi
bilateral difokuskan pada K/L pengampu dengan pendamping cukup besar, yaitu
Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi (KemendesPDTT), dan Kementerian Koperasi dan UKM
(KemenkopUKM). Langkah-langkah harmonisasi adalah sebagai berikut:
1. Review terhadap berbagai Jenis pendamping yang ada di suatu K/L. Gambar 10
dan 11 menunjukkan permasalahan peta okupasi yang terjadi di sebagian besar
program-program di tiap kementerian, termasuk persoalan remunerasi.
Gambar 10. Review Peta Okupasi Bidang Kesejahteraan Sosial
Banyak duplikasi nama kualifikasi(misal di level VI ada 20 jenisokupasi pekerja sosial karena
teknisnya dimasukkan. Harusnyacukup dengan 1 nama saja, yaitu
pekerja sosial muda)
Penjenjangan kurang konsisten(Peksos Utama level IX, sedangkan
Peksos Ahli di level VII, namaPertama dan Muda ada dalam satu
jenjang kualifikasi)
Terjadi lompatan kualifikasi
(level 3 ke 5) dan kolom jenjangkualifikasi banyak tidak terisi
Deskripsi antar jenjang kualifikasiduplikasi, sulit menentukanoutput, outcome, sehingga
menyulitkan penetapan SatuanBiaya (SBML)
Aturan pemaketan tidak berdasarKompetensi Inti dan Kompetensi
Pilihan (hanya teknis), tidak sesuaiaturan SKKNI atau standarkompetensi internasonal
Persyaratan jabatan/okupasibelum sesuai dengan skema
sertifikasi, program pelatihan, ataupersyaratan lainnya di K/L masing-
masing.
23
2. Menyepakati harmonisasi kerangka kualifikasi, utamanya kompetensi inti, untuk
diselaraskan lebih lanjut dengan K/L lainnya. Sedangkan pembahasan
kompetensi pilihan akan dilanjutkan untuk harmonisasi kompetensi lintas UKE 1
dan UKE 2 di masing-masing K/L. Mengingat jabatan dalam pendampingan PKH
paling lengkap, maka kerangka kualifikasi PKH yang telah terstandar menjadi
acuan bagi pendamping lainnya.
3. Harmonisasi kerangka kualifikasi kompetensi meliputi 1) harmonisasi nama dan
jenjang; harmonisasi deskripsi kualifikasi; 3) harmonisasi pemaketan kualifikasi;
dan 4) harmonisasi unit kompetensi.
Gambar 12. Proses Harmonisasi Kualifikasi Pendamping Pembangunan
1. Harmonisasi Nama dan
Jenjang
Gambar 11. Review Peta Remunerasi Pendamping Bidang Kesejahteraan Sosial
2. Harmonisasi
deskripsi
kualifikasi/jabat
an
3. Harmonisasi
pemaketan
kualifikasi
(Kompetensi Inti
dan Kompetensi
Pilihan)
4. Harmonisasi unit
kompetensi (akan
dibahas jika
harmonisasi 1-3
disepakati)
24
4. Fokus harmonisasi dari kerangka kualifikasi kompetensi pendamping
pembangunan adalah pada jenjang 3 – 6. Ke depan, sangat dimungkinkan untuk
mengembangkan ke jenjang 7 – 9.
Hasil harmonisasi ini akan dibahas dan direview lebih lanjut bersama BNSP melalui
suatu konvensi dan adopsi sebagai Kerangka Kualifikasi Kompetensi Pendamping
Nasional yang berstandar internasional. Keseluruhan proses penyusunan Kerangka
Kualifikasi Pendamping Pembangunan terdokumentasi pada Lampiran 2.
3.2. PETA SUMBER DAYA
Sumberdaya utama proyek perubahan ini adalah mitra K/L yang memiliki tenaga
pendamping. Untuk tahap jangka pendek, fokus kolaborasi adalah pada K/L dengan
jumlah pendamping besar. Berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya, para
pihak proyek perubahan ini dapat dibedakan atas 4 kelompok, yaitu:
I. Latent, adalah pihak yang tidak memiliki kepentingan khusus, tetapi memiliki otoritas
atau pengaruh besar untuk mempengaruhi eksistensi program. Termasuk dalam
kelompok ini adalah:
a. Bappenas, yang bertanggung jawab pada koordinasi perencanaan, antara lain
untuk pengembangan kebijakan penguatan pendamping di tiap K/L terkait;
b. Kementerian Keuangan, bertanggung jawab untuk penganggaran program dan
membahas standar biaya remunerasi pendamping dan insentif lainnya seperti
jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan.
c. Kemenpan RB, yang menjadi lembaga kunci untuk pengembangan status
pendamping sesuai UU No. 5/2017 tentang ASN dan PP No. 49/2018 tentang
Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
d. BNSP, yang akan memfasilitasi dan menverifikasi pembentukan Skema
Sertifikasi.
25
II. Promoters, adalah pihak yang memiliki kepentingan besar terhadap program dan juga
kekuatan untuk membantu keberhasilan program. Termasuk di dalam kelompok
adalah K/L yang merekrut pendamping cukup besar yaitu KemenSos, KemenDesPDTT,
dan KemenKop UKM. Dalam berbagai pertemuan selama ini, semua pihak sangat
antusias dengan inisiatif penguatan pendamping pembangunan karena merupakan
kebutuhan yang telah lama ditunggu. Di Kemensos yang jenis pendampingnya sangat
beragam membuat Pusat Pengembangan Profesi Pekerja Sosial (Pusbangprof) akan
menggunakan kerangka kualifikasi ini lebih lanjut untuk menyesuaikan kompetensi
teknis yang beragam bagi pendamping program-program di Kemensos. Di
KemenkopUKM, perhatian besar ditunjukkan oleh beberapa deputi pengampu
program yang memiliki pendamping. Deputi Kemenko Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan Bidang Pemberdayaan Masyarakat juga sangat mendukung karena
dengan jumlah pendamping yang cukup besar akan menambah potensi peningkatan
kompetensi SDM. Oleh sebab itu, terjadi pergeseran dari semula kelompok
Apathetics menjadi Promoters.
III. Defenders, adalah pihak yang memiliki kepentingan, tetapi kekuatannya kecil untuk
mempengaruhi program. Kementerian lain dengan jumlah pendamping yang lebih
kecil dan akan mendapatkan manfaat untuk mengharmonisasi berbagai jenis
pendamping di masing-masing K/L menggunakan Kerangka Kualifikasi Kompetensi
Pendamping yang tersedia. BPSDM Kementan yang semula masuk dalam kelompok
promoter pindah ke dalam kelompok ini karena belum dilakukan koordinasi bilateral
secara intensif.
IV. Apathetics, adalah yang kurang memiliki kepentingan maupun kekuatan terhadap
program. Termasuk dalam kelompok ini adalah:
a. Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja
Kemenaker, yang bertanggung jawab ata kebijakan dan program peningkatan
kompetensi serta menetapkan Standar Kerangka Kualifikasi Kompetensi
Penamping Pembangunan Nasional; dan
b. Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kemensetneg yang akan
terlibat untuk penyusunan rancangan peraturan presiden.
26
Pergeseran peta sumberdaya dukungan para pihak dapat dilihat pada gambar 13 di bawah
ini (ditulis dalam font merah).
Gambar 13. Peta Sumber daya dan Perubahannya
3.3. POTENSI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
Dari analisis pemetaan para pihak yang terlibat, dapat diidentifikasi potensi sumber
daya yang dapat dikembangkan, yaitu terdiri atas:
1. Sumberdaya manusia: pendamping merupakan SDM yang sebagian besar memiliki
semangat dan daya juang tinggi. Dengan ‘militansi’ para pendamping ini, dukungan
banyak pihak di K/L termasuk Menteri sangat besar. Di beberapa daerah dukungan
juga ditunjukkan oleh kepala daerah yang memberikan insentif atau sarana
prasarana bagi para pendamping yang berprestasi.
2. Anggaran pendamping, baik mulai perekrutan, pelatihan, dan mobilisasinya telah
tersedia di masing-masing K/L. Sebagian K/L juga ada yang telah menyediakan
anggaran untuk sertifikasi, namun anggaranya selalu lebih rendah dari kebutuhan
yang ada.
3. Metode: di beberapa K/L telah mengembangkan standar sertifikasi dan modul
pelatihan, yang memerlukan harmonisasi dengan standar nasional dan global.
INFLUENCE
I N T E R E S T
PEMETAAN PARA PIHAK
• TIM EFEKTIF BAPPENAS
• DIRJEN ANGGARAN, KEMENKEU,
• DEPUTI BIDANG SDM APARATUR, KEMENPAN-RB;
• KETUA BNSP
I. Latent II. Promoters
III. DefendersIV. Apathetics
• KEMENSOS: SEKJEN, DIRJEN LINJAMSOS, DIRJEN REHSOS, KABADIKLIT
• KEMENKOPUKM: SESMEN, DEPUTI PENGEMBANGAN SDM
• KEMENDESPDTT: DIRJEN PPMD, KA BALILATFO
• KEMENTAN: KA BPPSDM
• DEPUTI KEMENKO PMK BIDANG PMDK;
• DIRJEN BINALATAS, KEMENAKER;
• DEPUTI BIDANG PMK, KEMENSETNEG;
K/L dengan jumlah pendamping lebih kecil:
• KEMENKKP
• KEMENPERIN
• KEMENPAR
• KEMENPUPR
• TIM EFEKTIF BAPPENAS
• DIRJEN ANGGARAN, KEMENKEU,
• DEPUTI BIDANG SDM APARATUR, KEMENPAN-RB;
• KETUA BNSP
I. Latent II. Prom oters
III. DefendersIV. Apathetics
• KEMENSOS: SEKJEN, DIRJEN LINJAMSOS, DIRJEN REHSOS, KAPUSBANGPROF
• KEMENKOPUKM: SESMEN, DEPUTI PENGEMBANGAN SDM
• KEMENDESPDTT: DIRJEN PPMD, KA BALILATFO
• KEMENKO PMK: DEPUTI BIDANG PMDK
• DIRJEN BINALATAS, KEMENAKER;
• DEPUTI BIDANG PMK, KEMENSETNEG;
K/L dengan jumlah pendamping lebih kecil:
• KEMENKKP
• KEMENPERIN
• KEMENPAR
• KEMENPUPR
• KEMENTAN
27
4. Aset: balai-balai pelatihan yang dimiliki K/L dan tersebar di beberapa wilayah
menjadi asset bagi pelaksanaan pelatihan dan sertifikasi yang berstandar kualifikasi
pendamping nasional.
5. Knowledge: Berbagai teori, konsep, dna metodologi mengenai kerangka kualifikasi
kompetensi pendamping pembangunan telah berkembang dan sebagian digunakan
sebagai mengacu standar global, seperti misalnya Australia. Dengan dibangunnya
standar kompetensi pendamping pembangunan nasional, ke depannya dapat
dikembangkan knowledge hub atau portal kearifan lokal pendampingan di berbagai
wilayah dengan beragam tantangan yang ada, sebagai bahan pembelajaran lainnya.
Dari pelaksanaan Proyek Perubahan ini, penulis belajar bahwa prosesnya tidak
hanya mengenai inovasi kebijakan publik (policy innovation), tetapi juga perlu ada inovasi
dalam proses penyusunan kebijakannya (innovation on the policy making process) dan
upaya untuk mengembangkan inovasi tersebut (policy to foster the innovation). Untuk itu,
diperlukan Kepemimpinan Kolaboratif yang diperlukan untuk membangun komitmen
seluruh pemangku kepentingan, membina keterikatan/kohesivitas agar mendapatkan buy
in dan membangun ownership, serta partisipasi dan kontribusi seluruh pemangku
kepentingan di setiap K/L.
3.4. STRATEGI KOMUNIKASI
Untuk membangun sistem penguatan pendamping pembangunan ini, melihat cukup
luasnya para pihak yang terlibat, diperlukan strategi komunikasi yang komprehensif.
Strategi ini tidak hanya untuk pengembangan sistem, namun juga untuk memperluas
penerapan kerangka kualifikasi kompetensi pendamping pembangunan di berbagai K/L
dan implikasinya pada penyempurnaan program diklat dan sertifikasi. Untuk para
pemangku kepentingan dalam kelompok latent misalnya, perlu ada konsultasi intensif dan
pelibatan secara aktif.
Sebagai pembelajaran, beberapa isu terkait komunikasi selama 3 bulan pelaksanaan
jangka pendek ini antara lain adalah: 1) adanya pejabat atau staf yang memiliki visi dan
cara pandang yang berbeda terhadap tingkat kepentingan kerangka kualifikasi
kompetensi pendamping; 2) sulit dikoordinasikan bila tidak sepengetahuan pimpinannya;
28
3) adanya staf yang enggan beradaptasi dengan sistem baru; 4) adanya pejabat yang
kurang terbuka dengan kondisi yg ada; dan 5) ada sebagian staf yang sulit dihubungi atau
melakukan penundaan karena pekerjaan terkait penanganan Covid-19.
Beberapa langkah yang dilakukan antara lain adalah:
1. Membangun pesan kunci terkait SINERGIS – KOLABORATIF, agar saling mengenal,
memahami dan mendukung tujuan yang sama, yaitu pengembangan Sistem
Penguatan Pendamping Pembangunan.
2. Membangun komunikasi melalui berbagai pertemuan untuk:
• Memahami tugas dan fungsi K/L secara lebih detail, terbuka terhadap
perbedaan yang ada di setiap K/L dan mengupayakan agar semua yang terlibat
membuang ego sektoral.
• Membangun kerjasama hingga ke tingkat teknis dan mengupayakan sistem
pelaporan berjenjang sehingga semua pihak di tiap tingkatan memahami tugas
dan kontribusi yang diperlukan.
• Memungkinkan terjadinya tukar menukar informasi dan pengetahuan antar
anggota tim dengan memberikan kontribusi yang berbeda-beda untuk saling
melengkapi.
• Menyusun time line Bersama agar pekerjaan selesai dengan efektif dan tepat
waktu.
3. Senantiasa melakukan pemutakhiran dengan pejabat setingkat Eselon 1, untuk
mengkomunikasikan ke Sekjen dan juga kepada pejabat di bawahnya, yaitu direktur,
kasubdit, hingga staf ke bawah.
4. Mengingat adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang cukup
lama, maka sarana dan prasarana komunikasi Proyek Perubahan ini sebagian besar
dilakukan melalui pertemuan-pertemuan virtual maupun bentuk digital lainnya
seperti whatsapp dan email.
3.5. RISIKO, KENDALA DAN STRATEGI MENGATASINYA
Hambatan terbesar dalam pelaksanaan jangka pendek Proyek Perubahan ini adalah
terjadinya pandemi Covid 19 yang melanda 216 negara, termasuk Indonesia. Adanya
29
penetapan PSBB melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2020 , dalam kurun
waktu 3 bulan terakhir sebagian besar aktivitas dilakukan dari rumah. Sebagai tindak
lanjutnya, telah terdapat Surat Edaran Menteri PAN-RB, yaitu No. 19, No. 54, dan No. 58
Tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja ASN dalam Upaya Pencegahan Penyebaran
Covid 19 di Lingkungan Instansi Pemerintah dan juga untuk tatanan kenormalan baru.
Dalam situasi ini, rapat-rapat harus dilakukan secara virtual. Terdapat risiko hambatan
komunikasi karena kualitas jaringan yang tidak selalu baik dan waktu yang terbatas.
Perubahan pola interaksi human-to-human yang berbasis machine-to-machine
membutuhkan pembudayaan baru di masyarakat, yang bagi sebagian orang memerlukan
waktu untuk beradaptasi.
Selain itu, untuk penanganan pandemi Covid-19 ini, anggaran Pemerintah juga
mengalami pemotongan hingga 50% karena kebutuhan yang sangat besar untuk
mengatasi wabah ini. Pemotongan anggaran juga berdampak pada tidak dapat
terselenggaranya beberapa kegiatan yang akan dilaksanakan dalam jangka menengah,
yaitu mulai bulan Juli hingga Desember di tahun 2020 ini. Untuk mengatasinya, dukungan
dari masing-masing K/L akan sangat membantu melalui penyediaan anggaran yang masih
tersisa di K/L tersebut.
Risiko lainnya berupa kendala dari internal maupun eksternal, yang semuanya perlu
diantisipasi. Salah satu kendala internal adalah keterbatasan staf. Untuk mengatasinya,
dilakukan tambahan tenaga ahli (outsource) untuk membantu kegiatan kesekretariatan
dari Tim Koordinasi Sistem Penguatan Pendamaping Pembangunan ini. Adapun kendala
eksternal yang perlu diantisipasi adalah dengan tatanan Kenormalan Baru, membangun
pemahaman yang belum sama dengan K/L lainnya memerlukan waktu yang lebih panjang.
Salah satu upaya mengatasinya adalah dengan meminta kehadiran Person in Charge yang
tidak berganti –ganti selama proses pembahasan rancangan Perpres maupun dokumen
lainnya. Kondisi keuangan negara yang sangat terbatas juga dapat menjadi kendala
penerapan kerangka kualifikasi kompetensi di beberapa K/L lainnya. Untuk mengatasinya,
perluasan kepada K/L lainnya dilakukan secara bertahap, dengan mencermati
perkembangan kondisi keuangan negara yang ada. Risiko beserta strategi mengatasinya
dijelaskan pada Gambar 14.
30
Gambar 14. Risiko, Kendala dan Strategi Mengatasinya
3.6. FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN
Selain faktor risiko di atas, terdapat beberapa faktor sebagai kunci keberhasilan dari
proyek perubahan ini. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Adanya komitmen yang tinggi dari para pengampu program-program yang
memiliki pendampingan untuk memperbaiki sistem pengelolaan pendamping
pembangunan yang lebih komprehensif.
2. Adanya sense of urgency yang sama untuk membenahi berbagai kebijakan terkait
pendamping pembangunan yagn telah berjalan cukup lama.
3. Terbangun spirit kolaboratif dari berbagai lini di setiap K/L, tidak saja di tingkat
teknis (eselon 2 dan 3), namun juga pada pengambil keputusan dan pembuat
kebijakan di tingkat eselon 1 bahkan Menteri.
4. Adanya optimalisasi kerja Tim Efektif dan Tim Teknis di masing-masing K/L,
meskipun kondisi darurat Covid 19 yang waktu berakhirnya sulit untuk diprediksi.
RISIKO/KENDALA STRATEGI MENGATASINYA
INTERNAL
Pemotongan anggaran Kolaborasi stakeholder (anggaran dan aset di masing-masing K/L) untuk biaya komunikasi, pembahasan, dan pencetakan dokumen
Keterbatasan staf Outsource tenaga ahli/teknis
EKSTERNAL
Dampak Work from Home : pemahaman kurang, waktu tidak menentu
• Virtual meeting secara intensif• Membentuk WA Group• Meminta perwakilan K/L tidak berganti-ganti
• Tidak bergantung pada 1 orang.Resistensi K/L untuk mengharmoni-sasi kompetensi pendamping
perbedaan kepentingan Koordinasi intensif di semua lini (tingkat teknis/Eselon II, pengambil kebijakan/Eselon I)
31
BAB IV.
PENUTUP
Beberapa kesimpulan, rekomendasi dan lesson learnt kepemimpinan yang dapat
diambil dari pelaksanaan jangka pendek Proyek Perubahan Sistem Penguatan
Pendamping Pembangunan ini dijelaskan sebagaimana di bawah ini.
4.1. Kesimpulan
a. Secara umum tujuan dan milestones jangka pendek dari Proyek Perubahan tercapai,
meskipun terdapat beberapa penyesuaian karena adanya implikasi dari pandemi
Covid-19.
b. Mengingat jumlah pendamping cukup besar dan banyak ketidakjelasan dari tata
kelola termasuk pengembangan kompetensinya, maka Sistem Penguatan
Pendamping Pembangunan diyakini dan didukung oleh banyak pihak merupakan
langkah yang tepat bagi upaya meningkatkan kapasitas SDM, khususnya
pendamping pembangunan, dan memperbaiki tata kelolanya agar meningkatkan
efektivitas pelaksanaan program-program pembangunan beserta target-targetnya.
32
c. Proyek Perubahan ini menghasilkan input kebijakan peningkatan daya saing SDM
dan tata kelola kebijakan, terutama terkait:
1) Kerangka Kualifikasi Kompetensi Pendamping Pembangunan secara nasional
yang akan menjadi rujukan bagi program-program di berbagai K/L.
2) Kerangka Kualifikasi ini akan menjadi acuan penyempurnaan program-
program pendidikan dan pelatihan serta sertifikasi bagi pendamping berbasis
kompetensi, sehingga kinerjanya dapat terukur.
3) Pengembangan sistem pendukung, seperti adanya Peraturan Presiden, akan
menjadi dasar pengembangan profesi pendamping, termasuk pengembangan
sistem rekognisinya termasuk remunerasi pendamping linta K/L.
4.2. Rekomendasi
a. Meskipun secara umum seluruh milestone jangka pendek pengembangan sistem
penguatan pendamping pembangunan tercapai, namun sistem belum sepenuhnya
terbangun. Kerangka Kualifikasi Komptensi Pendamping Pembangunan perlu
diadopsi melalui suatu konvensi lintas K/L agar menjadi acuan pengembangan
kompetensi pendamping ke depan.
b. Diperlukan kolaborasi dan komunikasi yang berkelanjutan hingga sistem penguatan
pendamping pembangunan ini betul-betul diadopsi dan dilaksanakan oleh K/L
pelaksana. Oleh sebab itu, jangka panjang Proyek Perubahan ini dapat dilaksanakan
sampai dengan akhir periode RPJMN 2020-2024.
4.3. Lesson Learned kepemimpinan
a. Dari pelaksanaan Proyek Perubahan ini, penulis belajar bahwa prosesnya tidak
hanya mengenai inovasi kebijakan publik (policy innovation), tetapi juga perlu ada
inovasi dalam proses penyusunan kebijakannya (innovation on the policy making
process) dan upaya untuk mengembangkan inovasi tersebut (policy to foster the
innovation).
33
b. Untuk itu, kepemimpinan kolaboratif menjadi kunci kesuksesan Proyek Perubahan
ini. Kepemimpinan kolaboratif harus dilakukan dengan membangun komitmen,
membina kohesivitas dan partisipasi dari seluruh jenjang pemangku kepentingan di
setiap K/L.
34
Daftar Pustaka
1. Australia Government. “Qualifications Recognition in Australia.”
2. Australia Government. “Australian Qualifications Framework,” 2013 (second
edition).
3. Bachtiar, Palmire P., et al. Laporan Penelitian Semeru Institute, 2018. “Studi
Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.”
4. UNESCAP, 2018. “Guideline on Developing and Strengthening Qualifications
Frameworks in Asia and the Pasific.”
5. Kazimierz, Gozdz. System Thinker, 2018. “Building A Core Competence in
Community.”
6. Kurniawan Asep, et. al. Laporan Penelitian Smeru Institute, 2019. “Mengoptimalkan
Pendampingan untuk Pemberdayaan Masyarakat Desa”.
7. Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2016 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional.
8. Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kontrak (P3K).
9. Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI).
10. Peraturan Presiden No. No. 18 tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Kangka
Menengah Nasional 2020 – 2024.
11. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 2 Tahun 2016 tentang SIstem Standarisasi
Kompetensi Kerja Nasional.
12. Peraturan Menteri Sosial No. 16 Tahun 2017 tentang Standar Nasional SDM
Penyelenggaraan KEsejahteraan Sosial.
13. Peraturan Menteri SOsial NO. 12 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Pekerja
Sosial.
14. Smeru Institute, 2018. “Pembangunan Berbasis Masyarakat.”
15. Suryahadi, Asep, Laporan Penelitian Smeru, 2019. “Kebutuhan Pendampingan
Pembangunan.”
16. Tuck, Ron. 2007. ILO. “An Introductory Guid to National Qualifications Framework:
Conceptual and Practical Issues for Policy Makers.”
17. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
18. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
19. Undang-Undang No. 9 Tahun 2011 tentang Kesejahteraan Sosial.
20. Undang-Undang No. 14 tahun 2019 tentang Pekerja Sosial.
35
LAMPIRAN
1. Lampiran 1: SK Tim Koordinasi
2. Lampiran 2: Kerangka Kualifikasi Kompetensi Pendamping
Pembangunan
3. Lampiran 3: Undangan rapat dan bahan-bahan
pembahasan.
36
Top Related