Presentasi Kasus
Fraktur Tertutup Intertrochanter Femur Dextra
Disusun Oleh:
Karis Amalia Derina
NIM: 108103000030
Pembimbing:
dr.Lukman Sp.OT
Kepaniteraan Klinik Bedah
RSUP Fatmawati
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural tulang.1 Fraktur dapat bersifat total
ataupun parsial yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh
kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan
persarafan.2 Fraktur dapat berupa retakan, patah, atau serpihan dari korteks; sering patahan
terjadi sempurna dan bagian tulang bergeser.1 Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat
berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan
langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila
trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.1
Fraktur leher femur banyak terjadi pada usia lanjut karena faktor usia yang merupakan
akibat dari berkurangnya kepadatan tulang.1 Fraktur leher femur dibagi atas intra- (rusaknya
suplai darah ke head femur) dan extra- (suplai darah intak) capsular. Diklasifikasikan
berdasarkan anatominya. Intracapsular dibagi kedalam subcapital, transcervical dan basicervical.
Extracapsular tergantung dari fraktur pertrochanteric.1 Sering ditemukan pada pasien yang
mengkonsumsi berbagai macam obat seperti corticosteroids, thyroxine, phenytoin and frusemide.
Kebanyakan hanya berkaitan dengan trauma kecil.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Fraktur dan Etiologi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural tulang.1 Fraktur dapat berupa retakan,
patah, atau serpihan dari korteks; sering patahan terjadi sempurna dan bagian tulang bergeser1
Tulang cukup mudah patah, namun mempunyai kekuatan dan ketahanan untuk
menghadapi stress dengan kekuatan tertentu. Fraktur berasal dari: (1) cedera; (2) stress berulang;
(3) fraktur patologis.1
A. Fraktur yang disebabkan oleh cedera1
Sebagian besar fraktur disebabkan oeh tenaga berlebihan yang tiba-tiba, dapat secara
langsung ataupun tidak langsung.
Bila terkena kekuatan langsung tulang patah pada titik kejadian; jaringan lunak juga rusak.
Pukulan langsung biasanya mematahkan tulang secara transversal dan kerusakan pada kulit
diatasnya. jika crush injury terjadi, pola faktur dapat kominutif dengan kerusakan jaringan
lunak ekstensif.
Bila terkena kekuatan tidak langsung, tulang patah jauh dari dimana tenaga dierikan;
kerusakan jaringan lunak pada tempat fraktur jarang terjadi. Walaupun sebagian besar
fraktur disebabkan oleh kombinasi tenaga (perputaran, pembengkokkan, kompresi, atau
tekanan), pola x-ray menunjukkan mekanisme yang dominan:
Pemuntiran mengakibatkan fraktur spiral;
Kompresi mengakibatkan fraktur oblique pendek;
Pembengkokan mengakibatkan fraktur dengan fragmen triangular “butterfly”;
Tekanan cenderung mematahkan tulang kearah transversal; pada beberapa situasi
tulang dapat avulse menjadi fragmen kecil pada titik insersi ligament atau tendon.
Deskripsi diatas merupakan deskripsi untuk tulang panjang. Tulang kecil jika terkena gaya
yang cukup, akan terbelah atau hancur menjadi bentuk yang abnormal.
B. Fatigue atau stress fracture1
Fraktur ini terjadi pada tulang normal yang menjadi subjek tumpuan berat berulang, seperti
pada atlet, penari, atau anggota militer yang menjalani program berat. Beban ini
menciptakan perubahan bentuk yang memicu proses normal remodeling—kombinasi dari
esorpsi tulang dan pembentukan tulang baru menurut hukum Wolff. Ketika pajanan
terjadap stress dan perubahan bentuk terjadi berulang dan dalam jangka panjang, resorpsi
terjadi lebih cepat dari pergantian tulang, mengakibatkan daerah tersebut rentan terjadi
fraktur. Masalah yang sama terjadi pada individu dengan pengobatan yang mengganggu
keseimbangan normal resorpsi dan pergantian tulang; stress fracture meningkat pada
penyakit inflamasi kronik dan pasien dengan pengobatan steroid atau methotrexate.
C. Fraktur patologis1
Fraktur dapat terjadi pada tekanan normal jika tulang telah lemah karena perubahan
strukturnya (seperti pada tumor) atau karena tulang sangat rapuh (misalnya pada penyakit
Paget)
Fraktur dapat disebabkan oleh trauma minor berulang dibawah ambang batas cedera yang
menyebabkan fraktur, mengakibatkan fraktur stress (fatigue fracture).2
Cedera bertenaga rendah mengakibatkan cedera jaringan lunak yang terbatas dan pola
fraktur sederhana. Tenaga yang besar mengakibatkan absorpsi energi yang lebih besar sehingga
menyebabkan trauma jaringan lunak yang lebih berat dan kominutif yang berat. Kombinasi
kedua mekanisme ini dapat terjadi.3
II.2. Klasifikasi Fraktur
Sistem universal berdasarkan anatomi memfasilitasi komunikasi dan pertukaran data di
seluruh dnia. Klasifikasi alfanumerik yang diekmbangkan oleh Muller dan koleganya diadaptasi
dan direvisi. Walaupun klasifikasi ini belum divalidasi sepenuhnya klasifikasi ini memenuhi
syarat komprehensif. Pada sistem ini, digit pertama menggambarkan tulang (1= humerus,
2=radius/ulna 3=femur 4=tibia/fibula) dan bagian kedua adalah segmen (1=proksimal 2=diafisis
3=distal 4=malleolar). Terakhir menggambarkan pola fraktur (untuk diafisis: A: ekstra-artikular,
B=artikular parsial, C=artikular komplet).1
Klasifikasi fraktur terbuka Gustilo-Anderson
Fraktur terbuka dibagi berdasarkan klasifikasi Gustilo-Anderson, yang pertama kali
diajukan pada tahun 1976 dan modifikasi pada tahun 1984.4
Type 1 – The wound is usually a small, clean
puncture
through which a bone spike has protruded.
Type II – The wound is more than 1 cm long, but
there is no skin flap.
Type III – There is a large laceration, extensive
damage to skin and underlying soft tissue and, in the
most severe examples, vascular compromise.
type III A the fractured bone can be adequately covered
by soft tissue
despite the laceration.
type III B there is extensive periosteal stripping and
fracture cover is not possible without use of local or
distant flaps.
Type III C if there is an arterial injury that needs to be
repaired
Klasifikasi Nicol
Klasifikasi The American Society of Internal Fixation, yang dikembangkan oleh Mller et
al telah diterima di seluruh dunia; klasifikasi ini kemudian dimodifikasi oleh Johner dan Wruhs
dengan menambahkan mekanisme cedera, patahan, dan derajat keparahan cedera jaringan lunak.
Klasifikasi ini digunakan untuk reduksi terbuka dengan fiksasi plate and screw.2
Klasifikasi etiologis2
Fraktur traumatik
Yang terjadi karena trauma yang tiba-tiba
Fraktur patologis
Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang
Fraktur stres
Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu.
Klasifikasi klinis2
Fraktur tertutup (simple fracture)
Adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
Fraktur terbuka (compound fracture)
Adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui lika pada kulit dan
jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar)
Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya malunion, delayed union,
nonunion, infeksi tulang.
Klasifikasi radiologis2
Klasifikasi ini berdasarkan atas :
1. Lokalisasi (gambar 2.1)
Diafisial
Metafisial
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi
Gambar 2.1. klasifikasi fraktur menurut lokalisasi
a. Fraktur diafisis c. Dislokasi dan fraktur
b. Fraktur metafisis d. Fraktur intra-artikule
*Dikutip dari kepustakaan 2
2. Konfigurasi (gambar 2.2)
Fraktur transversal
Faktur oblik
Fraktur spiral
Fraktur Z
Fraktur segmental
Fraktur komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen
Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya fraktur
epikondilus humeri, fraktur patela
Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang tengkorak
Fraktur impaksi
Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah pada fraktur
vertebra, patela, talus, kalkaneus
Fraktur epifisis
Gambar 2.2. klasifikasi fraktur sesuai konfigurasi.
a. Transversal
b. Oblik
c. Spiral
d. Kupu-kupu
e. Komunitif
f. Segmental
g. Depresi
*Dikutip dari kepustakaan 2
3. Menurut ekstensi (gambar 2.3)
Fraktur total
Fraktur tidak total (fraktur crack)
Fraktur buckle atau torus
Fraktur garis rambut
Fraktur green stick
Gambar 2.3. Beberapa gambaran radiologik konfigurasi fraktur
a. Transversal
b. Oblik
c. Segmental
d. Spiral dan segmental
e. Komunitif
f. Segmental
g. Depresi
*Dikutip dari kepustakaan 2
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya (gambar 2.4)
Tidak bergeser (undisplaced)
Bergeser (displaced)
Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara :
a) Bersampingan
b) Angulasi
c) Rotasi
d) Distraksi
e) Over-riding
f) Impaksi
Gambar 2.4
*Dikutip dari kepustakaan 2
II.3. Klasifikasi Fraktur Femur
Fraktur Proksimal Femur.5
Intracapsular fraktur termasuk femoral head dan leher femur (gambar 3.1)
Capital : uncommon
Subcapital : common
Transcervical : uncommon
Basicervical : uncommon
Gambar 3.1
*Dikutip dari kepustakaan 5
Entracapsular fraktur termasuk trochanters (gambar 3.2)
Intertrochanteric
Subtrochanteric
Gambar 3.2
*Dikutip dari kepustakaan 5
Fraktur Leher Femur.6
Tingkat kejadian yang tinngi karena faktor usia yang merupakan akibat dari
berkurangnya kepadatan tulang
Fraktur leher femur dibagi atas intra- (rusaknya suplai darah ke head femur) dan extra-
(suplai darah intak) capsular. Diklasifikasikan berdasarkan anatominya. Intracapsular
dibagi kedalam subcapital, transcervical dan basicervical. Extracapsular tergantung dari
fraktur pertrochanteric
Gambar 4.1
*Dikutip dari kepustakaan 6
Sering ditemukan pada pasien yang mengkonsumsi berbagai macam obat seperti
corticosteroids, thyroxine, phenytoin and frusemide
Kebanyakan hanya berkaitan dengan trauma kecil
Fraktur Intracapsular diklasifikasikan
o Grade I : Incomplete, korteks inferior tidak sepenuhnya rusak
o Grade II : Complete, korteks inferior rusak, tapi trabekulum tidak angulasi
o Grade III : Slightly displaced, pola trabekular angulasi
o Grade IV : Fully displaced, grade terberat, sering kali tidak ada kontinuitas
tulang
Gambar 4.2
*Dikutip dari kepustakaan 6
Fraktur Pada Batang Femur.
Pada patah tulang diafisis femur biasanya pendarahan dalam cukup luas dan besar sehingga
dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan saja karena nyeri,
tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah terotasi ke luar,
terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat pendarahan ke dalam
jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan secara tertutup, dan normalnya
memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.7
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas
dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu
klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan
daerah yang patah. Dibagi menjadi : 1
1. Tertutup
2. Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah
dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;
Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya
diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar.
Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang
ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
Gambaran Klinis
Penderita pada umumnya dewasa muda. Ditemukan pembengkakan dan deformitas pada tungkai
atas berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai dan mungkin datang dalam keadaan schok.
Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
- Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif untuk
mengurangi spasme otot
- Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi terutama
yang bersifat kominutif dan segmental.
- Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur secara klinis
2. Terapi operatif
- Pemasangan plate and screw terutama pada fraktur proksimal dan distal femur
- Mempergunakan K-nail, AO-nail atau jenis-jenis lain baik dengan operasi tertutup
ataupun terbuka. Indikasi K-nail, AO-nail terutama pada fraktur diafisis.
- Fiksasi eksternal terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected
pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat. 1
Gambar 4.3.a. Gambar 4.3.b.
Comminuted mid-femoral shaft fracture Femoral shaft fracture postinternal fixation.
Fraktur Distal Femur.1
Supracondylar
Nondisplaced
Displaced
Impacted
Continuited
Gambar 4.4
Condylar
Intercondylar
II.4 Gambaran Klinis Fraktur
Seluruh pasien dengan trauma bertenaga tinggi harus diperiksa dengan prinsip trauma.
Penilaian awal termasuk ABC.1 Secondary survey harus memeriksa dada, perut, cedera yang
berhbungan dengan pelvis, juga ekstrimitas atas dan ekstrimitas bawah kontralateral.2
Anamnesis
Biasanya ada riwayat trauma, dikuti oleh ketidakmampuan untuk menggunakan ekstrimitas
yang cedera; usia pasien dan mekanisme trauma juga penting.1 Jika fraktur terjadi pada
trauma ringan, curigai lesi patologis. Nyeri, memar, dan pembengkakan merupakan gejala
umum namun gejala ini tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak. Deformitas
lebih mengarah kepada fraktur.1
Hal lain yang berhubungan dengan trauma: nyeri dan bengkak di tempat lain, rasa baal atau
tidak dapat menggerakkan bagian tubuh tertentu, pucat atau sianosis kulit, darah di urine,
nyeri abdomen, kesulitan bernapas atau hilangnya kesadaran sesaat.1
Tanda umum
Hal yang penting yaitu bukti ada tidaknya syok atau perdarahan, kerusakan yang
berhubungan dengan otak, medula spinalis atau visera dan penyabab predisposisi. 1
Tanda lokal
Pemeriksaan ekstrimitas harus terdiri dari pemeriksaan rinci mengenai vaskularsisasi
ekstrimitas, termasuk warna ekstrimitas, hangat dan perfusi, pulsasi yang teraba, CRTi
(normal <3 detik), dan oksigenasi transkutaneus serta gelombang pulsasi menggunakan pulse
oksimetri. Pemeriksaan neurologis yang rinci harus dilakukan, termasuk pemeriksaan fungsi
motorik dan sensorik.1
Kulit didaerah fraktur harus diperiksa secara teliti. Bila ditemukan robekan kulit pada
berbagai tingkat pada fraktur harus dipertimbangkan indikasi adanya kemungkinan fraktur
terbuka.1 Cedera jaringan harus ditangani secara halus. Pemeriksaan krepitasi atau
pergerakan yang abnormal tidak penting dan membuat pasien sangat nyeri; pemeriksaan
rontgen lebih baik dilakukan.1 Pada pemeriksaan fisik harus tetap diperiksa apakah ada
kerusakan pada arteri, saraf, ligament. Pendekatan sistematik selalu berguna:2
Periksa tempat cedera yang paling jelas
Periksa kerusakan arteri dan saraf
Cari cedera yang berhubungan pada daerah tersebut
Cari cedera yang berhubungan pada bagian yang lebih jauh
Look2
Pembengkakan, memar, dan deformitas dapat terlihat jelas, namun poin pentingnya adalah
apakah kulit tetap intak; jika kulit rusak dan terdapat luka terbuka, maka fraktur merupakan
fraktur terbuka. Lihat juga gambaran ekstrimitas bagian distal dan warna kulit.
Feel2
Bagian yang cedera secara halus dipalpasi untuk nyeri dan bengkak lokal. Sebagian fraktur
dapat tidak terdiagnosis jika tidak secara spesifik dinilai. Karakteristik umum dan
berhubungan dengan cedera juga harus dperiksa, walaupun pasien tidak mengeluhkan hal
tersebut. Contohnya, fraktur isolasi pada fibula proksimal harus dihubungkan dengan
kemungkinan cedera ligament di pergelangan kaki. Gangguan vascular dan saraf perifer juga
harus diperiksa sebelm dan sesudah pengobatan.
Move2
Krepitus dan pergerakan abnormal dapat telihat namun tidak disarankan karena memicu
nyeri dan tersedia pemeriksaan rontgen.
X-Ray1
Pemeriksaan rontgen wajib dilakukan. Ingatlah rule of twos:
Two views—fraktur atau dislokasi dapat tidak terlihat pada satu film rontgen , sehingga
setidaknya dua posisi harus diambil.
Two joints—pada lengan atas atau kaki, satu tulang dapat patah dan terangulasi. Angulasi
tidak mungkin terjadi kecuali tulang lainnya juga patah, atau terdapat sendi yang
dislokasi. Sendi diatas dan diabawah fraktur harus terlihat dalam foto rontgen.
Two limbs—pada anak-aak gambaran epifisis imatur dapat menylitkan diagnosis fraktur;
foto rongten pada extrimitas yang tidak cedera dibutuhkan sebagai pembanding.
Two occasions—sebagian fraktur sulit terdeteksi sesaat setelah cedera; namun
pemeriksaan foto rontgen lainnya satu atau dua minggu setelahnya dapat memperlihatkan
lesi fraktur.
Deskripsi1
Pada diagnosis fraktur perlu diuraikan:
1. Apakah fraktur tersebut terbuka atau tertutup
2. Tulang mana yang patah, dan dimana?
3. Apakah melibatkan permukaan sendi?
4. Bagaimana bentuk patahannya?
5. Apakah stabil atau tidak stabil?
II.5 PENATALAKSANAAN1
Prinsip penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu Recognition berupa diagnosis dan
penilaian fraktur, Reduction, Retention dengan imobilisasi, dan Rehabilitation yaitu
mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint.
Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah
reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi
awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan
definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan “ORIF”
maupun “OREF”.
Tujuan pengobatan fraktur :
a. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Tehnik reposisi terdiri
dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna
atau traksi kulit dan skeletal. Cara lain yaitu dengan reposisi terbuka yang dilakukan pada
pasien yang telah mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser, mobilisasi dini,
fraktur multiple, dan fraktur patologis.
b. IMOBILISASI / FIKSASI dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi
sampai Union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur
unstabel serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar.
Jenis Fiksasi :
Ekternal / OREF (Open Reduction External Fixation)
Gips ( plester cast)
Traksi
Jenis traksi :
Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus
Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali ke
posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas
Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut), pada tibia
atau kalkaneus ( fraktur kruris). Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada pemasangan traksi
yaitu gangguan sirkulasi darah pada beban > 12 kg, trauma saraf peroneus (kruris) , sindroma
kompartemen, infeksi tempat masuknya pin.
Indikasi OREF :
Fraktur terbuka derajat III
Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
fraktur dengan gangguan neurovaskuler
Fraktur Kominutif
Fraktur Pelvis
Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
Non Union
Trauma multiple
Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara ini adalah reposisi
anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
a. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya fraktur talus
dan fraktur collum femur.
b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur dislokasi.
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia, fraktur
Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi,
misalnya : fraktur femur.
II.6 PENYEMBUHAN FRAKTUR
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :
1. Fase hematoma1
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati
kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk
hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum.
Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi
sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan
kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang
mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal1
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi
dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus
interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat
pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak
berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi
pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada
jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler
tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa
minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada
pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah
radiolusen.
3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis) 1
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang
berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat
osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh garam-
garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven
bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi
radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik) 1
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi
tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan
kalus akan diresorpsi secara bertahap.
5. Fase remodeling1
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini,
perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada
tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi
tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami
peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.
Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone.
II.7 KOMPLIKASI FRAKTUR
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan
fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.
a. Komplikasi umum1
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan
fungsi pernafasan.
Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama pasca
trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme, berupa
peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena
dalam (DVT), tetanus atau gas gangrene
b. Komplikasi Lokal 1
Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma, sedangkan
apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.
Pada Tulang
1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada
fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan non
union
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering terjadi pada fraktur
terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan
berakhir dengan degenerasi.
Pada Jaringan lunak
1. Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema.
Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan pemasangan
elastik.
2. Dekubitus. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu
perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol.
Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut
terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh,
kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup
lama akan menimbulkan sindroma crush atau trombus
Pada pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan
pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan
berhenti spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma
atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada
pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah
tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan
torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair
untuk mencegah kongesti bagian distal lesi.
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada
tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler
sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan
gips yang terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam
otot.
Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat
menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus
yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur volkmann.
Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness
(denyut nadi hilang) dan Paralisis
Pada saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis
(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus.1
Komplikasi lanjut1
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada
pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.
Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada
pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur.
Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Bila lebih
20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)
Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur
dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi
untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat
jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses
union tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang
luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak
memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan
penyakit tulang (fraktur patologis).
Malunion
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas. Tindakan
refraktur atau osteotomi koreksi.
Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada
fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected
non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan
terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot.
Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama,
sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan
antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan
melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan periengketan secara
pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan kekakuan sendi menetap.
BAB III
STATUS PASIEN
III. 1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. HA
RM : 1233201
Usia : 70 tahun
JenisKelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Pamulang, Tangerang
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
III. 2. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan aloanamnesis (dengan anak pasien) pada tanggal 16 Mei 2013 pukul 18.00
WIB; pasien masuk IGD pukul 11.00.
Keluhan Utama
Nyeri pada paha kanan atas sisi luar sejak 7 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati (pukul 11.0) dengan keluhan nyeri pada paha kanan atas
sisi luar sejak 7 jam SMRS. Pasien sebelumnya terjatuh saat ingin berwudhu. Saat itu pasien
terpeleset jatuh ke sisi kanan. Badan sebelah kanan pasien membentur lantai. Nyeri dirasakan
pada paha kanan atas sisi luar, terus menerus, nyeri yang dirasakan sangat hebat terutama saat
digerakkan, nyeri tidak menjalar dan terlokalisir. Keluhan disertai bengak pada paha bagian atas.
Tidak ada luka pada daerah tersebut. Pasien tidak dapat berjalan. Pasien tidak mengalami
penurunan kesadaran. Keluhan mual, muntah, demam dan sakit kepala disangkal. Pasien tidak
pernah mimiliki riwayat trauma sebelumnya. Setelah jatuh pasien dibawa oleh keluarga ke RS.
Gaplek. Disana pasien dilakukan foto rontgen dan didiagnosis mengalami patah tulang paha,
dilakukan pembidaian, dan diberi obat antinyeri. Setelah itu pasien dirujuk ke RS. Fatmawati.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memili riwayat diabetes melitus sejak 5 tahun lalu. Pasien rutin minum obat
glibenklamid, namun 1 minggu terakhir pasien tidak minum obat karena obat habis dan pasien
belum kontrol. Pasien juga memili riwayat hipertensi sejak 15 tahun lalu, pasien rajin kontrol
tiap 2 minggu sekali dan selalu minum obat namun pasien tidak ingat nama obatnya.
Riwayat alergi obat dan makanan, gangguan ginjal dan hati disangkal. Riwayat gangguan
pembekuan darah dan minum obat pengencer darah disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat alergi obat dan makanan, DM, hipertensi, gangguan ginjal dan hati, serta gangguan
pembekuan darah disangkal.
Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien sehari-hari tidak bekerja. Pasien tidak merokok dan tidak minum minuman beralcohol.
III.3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum: tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Primary survey
A: clear
B: spontan
C:TD 140/80 N: 80x/menit CRT< 2”
D: E4M6V5
Tanda Vital :
Tekanandarah : 140/80 mmHg Nadi: 88 x/menit, regular, isicukup
Pernapasan : 16x/menit Suhu: 36.5°C
Status Generalis
Kepala : normocephali, jejas (-)
Mata : konjungtivapucat -/-, pupil bulatisokor, Ф 3mm/3mm, reflex cahayalangsung
+/+, reflex cahayatidaklangsung +/+, jejas (-)
Leher : Jejas (-), KGB dantiroid tidakteraba membesar
Thorax : Simetris kanan dan kiri, jejas (-)
Paru Inspeksi: pergerakan dada simetris kanan dan kiri
Palpasi: pergerakan dada simetris kanan dan kiri
Perkusi: sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi: suara napas vesikuler, Rhonchi -/-, wheezing -/-
Jantung: bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Inspeksi: datar, jejas (-)
Palpasi: Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi: shifting dullness (-)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Ekstrimitas: Akral hangat+/+ CRT<2”
Status lokalis
Region proksimal femur dekstra
Look : bengkak (+), luka (-), warna kulit sama dengan sekitar, deformitas (+) pemendekan
LLD 2 cm
Feel : Nyeri tekan (+), tidak teraba hangat
NVD : Pulsasi a. poplitea teraba kuat, 84x/min, sianosis (-)
Sensorik baik
Move : ROM fleksi, abduksi, adduksi, rotasi lateral dan rotasi medial terbatas karena nyeri.
III.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan Radiologi
Rontgen thorax supine
Tidak tampak kelainan jantung dan paru
Rontgen femur dextra
Tampak Fraktur tertutup intertrokanter femur dextra
Rontgen pelvis
Tidak tampak kelainan pelvis
III.5. RESUME
Pasien wanita, 70 tahun datang dengan keluhan nyeri keluhan nyeri pada paha kanan atas sisi
luar sejak 7 jam SMRS. Pasien sebelumnya terjatuh saat ingin berwudhu. Saat itu pasien
terpeleset jatuh ke sisi kanan. Badan sebelah kanan pasien membentur lantai. Nyeri dirasakan
pada paha atas, terus menerus, nyeri yang dirasakan sangat hebat terutama saat digerakkan, nyeri
tidak menjalar dan terlokalisir. Keluhan disertai bengak pada paha bagian atas.. Pasien memiliki
riwayat diabetes melitus sejak 5 tahun lalu dan hipertensi sejak 15 tahun lalu. Pasien rutin minum
obat, namun 1 minggu terakhir pasien tidak minum obat karena obat habis dan pasien belum
kontrol.
Setelah jatuh pasien dibawa oleh keluarga ke RS. Gaplek. Disana pasien dilakukan foto rontgen
dan didiagnosis mengalami patah tulang paha, dilakukan pembidaian, dan diberi obat antinyeri.
Setelah itu pasien dirujuk ke RS. Fatmawati. Pada pemeriksaan fisik pada regio proksimal femur
dekstra didapatkan pada inspeksi bengkak (+), deformitas (+) pemendekan LLD 2 cm, pada
palpasi nyeri tekan (+), tidak teraba hangat, NVD dan sensorik baik, pada pemeriksaan
movement: ROM fleksi, abduksi, adduksi, rotasi lateral dan rotasi medial terbatas karena nyeri.
Pada rontgen femur didapatkan gambaran fraktur intertrokanter femur dextra.
III.6. DIAGNOSIS KERJA
Fraktur tertutup intertrokanter femur dekstra
III.7. TATALAKSANA
Imobilisasi
Skin traksi beban 5 kg
Ketorolac 2x30 mg
Pro ORIF elektif
Konsul IPD
III.8. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada kasus ini, pasien mengeluhkan nyeri pada paha kanan atas sisi luar sejak 7 jam
SMRS. Paha kanan juga bengkak dan sulit digerakkan. Serta tidak dapat berjalan. Gejala ini
merupakan gejala terjadinya fraktur.
Fraktur adalah terputusnya kuntinuitas struktural tulang. Fraktur dapat berupa retakan,
patah, atau serpihan dari korteks; sering patahan terjadi sempurna dan bagian tulang bergeser.
Fraktur dapat disebabkan oleh berbagai sebab, seperti: (1) cedera; (2) stress berulang; (3)
fraktur patologis. Pada fraktur yang disebabkan oleh cedera, fraktur disebabkan oeh tenaga
berlebihan yang tiba-tiba, dapat secara langsung ataupun tidak langsung. Pada pasien ini terjadi
trauma yaitu pasien terjatuh saat ingin berwudhu. Saat itu pasien terpeleset jatuh ke sisi kanan.
Badan sebelah kanan pasien membentur lantai. Ini menunjukkan fraktur yang terjadi pada pasien
merupakan akibat dari trauma, bukan merupakan fraktur patologis. Pada pasien tidak ada luka
sehingga yang terjadi adalah fraktur tertutup.
Seluruh pasien dengan trauma harus diperiksa dengan prinsip trauma. Penilaian awal
termasuk ABC. Pada penilaian awal pasien didapatkan airway: clear, breathing: pasien bernapas
spontan, 16x/menit, circulation: nadi teraba 88 x/menit, isi cukup, akral hangat, tekanan darah
140/80. Pada secondary survey ditemukan status generalis lain dalam batas normal. Ekstrimitas
ipsilateral dan kontralateral juga harus diperiksa pada pasien trauma. Hal ini dilakukan untuk
menilai adanya fraktur lain. Pada pasien ini ditemukan kondisi ekstrimitas kontralateralnya
normal, tidak mengalami fraktur atau cedera. Tidak ditemukan kemungkinan fraktur di bagian
lain ekstrimitas ipsilateralnya.
Pada pemeriksaan status lokalis, ditemukan warna ekstrimitas tidak pucat dan tidak
sianosis, akral hangat, pulsasi teraba, CRT<2 detik. Pada pemeriksaan look, feel, move. Terdapat
bengkak (+), luka (-), warna kulit sama dengan sekitar, deformitas (+) pemendekan LLD 2 cm
Terbatasnya gerak paha akibat dari fraktur yang terjadi pada femur dekstra. Untuk memperkuat
diagnosis dilakukan foto rontgen.
Dilakukan pemeriksaan foto rontgen femur dekstra AP dan lateral. Fraktur atau dislokasi
dapat tidak terlihat pada satu film rontgen, sehingga setidaknya dua posisi harus diambil. Pada
foto rontgen didapatkan fraktur tertutup intertrokanter segmental femur dekstra.
Pada diagnosis fraktur, harus juga digambarkan berbagai hal lain.. Pada pasien
ditemukan:
Fraktur tersebut merupakan fraktur tertutup
Ditemukan fraktur pada tulang femur
Tidak melibatkan permukaan sendi
Fraktur merupakan fraktur intertrokanter
Pasien merupakan wanita usia 70 tahun yang bekerja sebagai ibu rumah tangga
Pada pasien ini dilakukan skin traksi dengan beban 5 kg dan rencana internal fiksation.
Pada pasien juga dilakukan imobilisasi dan ketorolac untuk mengurangi nyeri.
BAB V
KESIMPULAN
Fraktur adalah terputusnya kuntinuitas struktural tulang.
Seluruh pasien dengan trauma bertenaga tinggi harus diperiksa dengan prinsip trauma:
Penilaian awal, Pemeriksaan Glasgow Coma Scale mengindikasikan derajat keparahan
dan apakah terdapat komponen cedera kepala, dan juga Secondary survey.
Pemeriksaan lokalis bila ditemukan cedera atau trauma adalah dengan: periksa tempat
cedera yang paling jelas, periksa kerusakan arteri dan saraf, dan cari cedera yang
berhubungan pada daerah tersebut. Pada kasus ini cedera terdapat pada femur dan tidak
terdapat tanda-tanda gangguan pada arteri dan saraf yang serius.
Dalam penatalaksanaan fraktur dapat dilakukan tindakan OREF ataupun ORIF.
DAFTAR PUSTAKA
1. Solomon L., Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9th ed. London: Hodder
Arnold; 2010.
2. Rasjad, C., Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Ed 1. Jakarta : PT. Yarsif Watampone; 2007.
3. Konowalchuk BK,. femur shaft fractures [online]. 2013. [cited 2013 May 03]. Available
from: http://www.emedicine.medscape.com/article/1249984
4. Schmidt AH., Musculoskeletal trauma. In: Oxford textbook of surgery. 2th Edition.
London: Oxford university press; 2002.
5. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Musculoskeletal Imaging in
Primer of Diagnostic Imaging. 4th Edition. United States: Mosby Elsevier; 2007.
6. Holmes, Erskin J., A-Z of Emergency Radiology. Cambridge University; 2004.
7. Sjamsuhidat. R., De Jong., Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah.. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran; 2003.
Top Related