I. Latar Belakang
Pada akhir abad 19 seorang biarawan Austria bernama Gregor Johann
Mendel melakukan percobaan-percobaan persilangan pada tanaman kacang
ercis (Pisum satifum). Mendel berhasil melakukan analisis yang cermat dengan
interpretasi yang tepat atas hasil-hasil percobaan persilangannya, yaitu
mengamati adanya pola pewarisan sifat demi sifat dari tanaman yang
ditelitinya, sehingga menjadi lebih mudah untuk diikuti, sementara para ahli
lain yang melakukan percobaan-percobaan persilangan, menampilkan hasil
analisis yang bersifat umum, sebatas melihat bahwa setiap individu
dengankeseluruhan sifatnya yang kompleks.
Hasil karya Mendel melahirkan sebuah istilah yang disebut "Hukum
Pewarisan Mendel". Sebuah hukum yang mengenalkan konsep gen (Mendel
menyebutnya 'faktor') sebagai pembawa sifat. Hukum Pewarisan Mendel
menyatakanbahwasetiap gen memiliki alel yang menjadi ekspresi alternatif dari
gendalam kaitan dengan suatu sifat.
Karya Mendel tentang pola pewarisan sifat tersebut dipublikasikan
padatahun1866 di Proceedings of the Brunn Society for Natural History.
Selama lebih dari 30 tahun tidak pernah ada peneliti lain yang
memperhatikannya. Baru pada tahun 1900 tiga orang ahli botani secara
terpisah, yaitu Hugo de Vries di belanda, Carl Correns di jerman dan Eric von
Tschermak-Seysenegg di Austria, melihat bukti kebenaran prinsip-prinsip
Mendel pada penelitian mereka masing-masing. Semenjak saat itu hingga lebih
kurang pertengahan abad ke-20 berbagai percobaan persilangan atas dasar
prinsip-prinsip Mendel sangat mendominasi penelitian di bidang genetika. Hal
ini menandai berlangsungnya suatu era yang dinamakan genetika klasik.
Pada tahun 1920-an, dan kemudian tahun 1940-an, terungkap bahwa senyawa
kimia materi genetika adalah asam dioksiribonekleat (DNA). Dengan
ditemukannya model struktur molekul DNA pada tahun 1953 oleh
J.D.Watsondan F.H.C. Crick dimulailah era genetika yang baru, yaitu genetika
molekuler. Perkembangan penelitian genetika molekuler terjadi demikian
pesatnya. Jika ilmu pengetahuan pada umumnya mengalami perkembangan dua
kali lipat (doubling time) dalam satu dasawarsa, maka hal pada genetika
molekuler hanyalah dua tahun. Bahkan, perkembangan yang lebih revolusioner
dapat disaksikan semenjak tahun 1970-an, yaitu pada saat dikenalnya teknologi
manipulasi molekul DNA atau teknologi DNA rekombinan atau dengan istilah
yang lebih populer disebut Rekayasa Genetika.
Dengan ditemukannya DNA sebagai bahan gen, manusiapun berupaya
untuk mendapatkan kombinasi sifat-sifat baru suatu makhluk hidup dengan cara
melakukan perubahan langsung pada DNA genomnya. Usaha untuk mengubah
DNA genom secara langsung disebut sebagai rekayasa genetika atau genetic
engineering.
Dalam upaya melakukan rekayasa genetika, manusia menggunakan
teknologi DNA rekombinan. Teknologi DNA rekombinan telah banyak
memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan maupun bagi
kehidupan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya adalah tanaman
transgenik yang pernah ramai dibicarakan oleh orang-orang. Makalah ini
mengupas tentang bioteknologi khususnya di bidang teknologi DNA
rekombinan pada tanaman transgenik.
II. Permasalahan
1. Bagaimana bunyi hukum Mendel beserta penjelasannya ?
2. Apakah yang dimaksud dengan tanaman transgenik ?
3. Bagaimana kaitan antara tanaman transgenik dengan hukum Mendel?
III. Pembahasan
A. Mendel dan Penemuan Hukum Mendel
1) Sekilas tentang Mendel
Percobaan Mendel didasarkan pada tujuh karakter yang terdapat
pada Pisum sativum, yang merupakan tanaman sejenis kacang-
kacangan.Ketujuh karakter tersebut tergolong istimewa karena mudah
diamati dan mempunyai ciri yang dapat dibedakan dengan sangat jelas
(Reid dan Ross, 2011; Griffiths et al, 2000; Brooker, 2009). Dalam
melakukan penelitiannya, Mendel secara konsisten melakukan tahapan
kegiatan antara lain : persiapan tanaman, menyilangkan varietas-
varietas dengan ciri yang berbeda nyata, menanam biji hasil persilangan
dan mencatat sifat yang nampak, serta merumuskan hipotesis dengan
pendekatan matematika (Reid dan Ross, 2011).
Mendel kemudian menulis eksperimennya dengan judul Experiment
in Plant Hibridization yang diterbitkan dalam prosiding pada
Proceedingsof the Brunn Society for Natural History pada tahun 1866.
Dalam tulisannya Mendel menuliskan prosedur penelitiannya dan
mencatat bahwa karakter-karakter yang telah dia pilih untuk digunakan
diantaranya terkait dengan perbedaan bentuk biji masak, perbedaan
warna albumin biji dan perbedaan bentuk polong masak. Mendel
mencatat jumlah tanaman yang digunakan untuk masing-masing
persilangan dan hibrida yang terbentuk. Dia juga mencatat keadaan dan
hasilnya pada generasi berikutnya (F2) dari persilangan, sebagai
contoh, Mendel mencatat bahwa untuk warna albumen dari 258
tanaman diperoleh biji sejumlah 8023 terdiri dari 6022 kuning dan
2001 hijau, sehingga rasionya adalah 3,01 : 1. Dia mencatat jumlah
berbagai kombinasi dari karakter-karakter antara lain biji bulat dan biji
keriput dengan albumin warna kuning dan hijau (Brooker, 2009;
Tamarin, 2002).
2) Hukum Mendel I
Penelitian Mendel bertujuan untuk memahami hukum-hukum pada
pewarisan sifat. Mendel mempelajari bahwa setiap tujuh karakter dari
kacang polong yang diamatinya di kendalikan oleh masing-masing gen
yang berbeda. Namun pada saat itu, Mendel hanya mampu menyebut
pembawa sifat itu dengan istilah “faktor”. Istilah gen sendiri baru
diperkenalkan oleh Johansen beberapa tahun setelah penemuan kembali
Hukum Mendel oleh Von Tscermak, de Vries dan Corren secara
terpisah. Setelah melakukan beberapa percobaan pada persilangan
Pisum sativum, Mendel memberikan beberapa penjelasan berkaitan
dengan pewarisan sifat kualitatif yang diamatinya:
1. Adanya faktor (gen) yang menentukan karakter.
2. Gen dalam keadaan berpasangan. Fenotipe alternatif dari suatu
karakter ditentukan oleh bentuk lain (alternatif) dari suatu gen. Pada
generasi F1 sebagai contoh, memiliki satu alel yang menentukan
fenotipe dominan, dan alel lain sebagai penentu fenotipe resesif.
3. Prinsip segregasi, dimana pasangan-pasangan gen berpisah
(bersegregasi) secara equal pada pembentukan gamet.
4. Gamet hanya membawa satu alel dari masing-masing pasangan gen.
5. Penyerbukan secara acak, dimana penggabungan gamet dari
masing-masing tetua dalam pembentukan zigot terjadi secara acak
(random) (Griffiths et al, 2000 ).
Konsep Mendel kemudian dikenal sebagai hukum Mendel pertama
(Segregasi Mendel). Hukum segregasi Mendel menyatakan bahwa :
“Pasangan gen atau dua copy dari suatu gen saling bersegregasi
(berpisah) masing-masing selama transmisi dari tetua ke zuriat”.
Hukum Mendel tersebut menunjukkan bahwa hanya satu copy dari
setiap gen ditemukan dalam gamet (Griffiths et al, 2000, Brooker,
2009).
3) Hukum Mendel II
Mendel menemukan mekanisme lain dalam proses pewarisan sifat
pada kacang polong (Pisum sativum) setelah melanjutkan percobaannya
dengan melibatkan dua karakter berbeda (persilangan dihibrid). Mendel
memulai dari galur dengan karakter biji kuning dan kisut (YYrr),
disilangkan dengan karakter biji hijau dan bulat (yyRR).Hasil yang
diperoleh dari persilangan tersebut adalah generasi F1 dengan karakter
biji kuning dan bulat (YyRr).Hasil tersebut menunjukkan bahwa
dominansi dari alel Y terhadap alel y, dan dominansi alel R terhadap
alel r, tidak dipengaruhi oleh heterozigositas dari masing-masing
pasangan gen dari generasi F1 yang diperoleh.
Tahap lanjutan yang dilakukan Mendel adalah melakukan
penyerbukan sendiri (self pollination) terhadap individu dari generasi
F1 untuk memperoleh generasi F2. Terdapat empat karakter berbeda
yang diperoleh dari generasi F2, dimana masing-masing karakter
memiliki proporsi yaitu : 9/16 kuning bulat, 3/16 hijau bulat, 3/16
kuning kisut, dan 1/16 hijau kisut. Rasio yang diperoleh yaitu 9 : 3 : 3 :
1 terlihat lebih kompleks dibandingkan rasio yang diperoleh dari
monohibrid. Hasil yang diperoleh dari persilangan dihibrid terhadap
karakter lain menunjukkan rasio yang diperoleh sama. Rasio tersebut
telah menunjukkan konsistensi terhadap konsep pewarisan sifat dalam
percobaan Mendel.
Terdapat dua kemungkinan yang dapat diperoleh pada persilangan
dihibrid. Kemungkinan pertama adalah genetik menentukan dua
karakter yang masing-masing selalu terpaut (linked) sebagai satu unit.
Pada kondisi tersebut, zuriat F1 hanya akan menghasilkan dua macam
gamet. Sebagai contoh pada persilangan dihibrid antara tetua dengan
karakter biji bulat-kuning (RRYY) dan tetua dengan biji kisut-hijau
(rryy), generasi F1 akan memiliki genotipe RrYy. Macam gamet yang
dihasilkan dari F1 jika karakter tersebut terpaut adalah RY dan ry.
Kemungkinan kedua adalah tidak adanya keterpautan dari masing-
masing karakter, sehingga masing-masing alel dapat berpadu secara
bebas dalam pembentukan gamet haploid. Pada kondisi tersebut akan
diperoleh empat macam gamet yang masing-masing adalah RY, Ry, rY,
ry (Brooker, 2009). Dari data hasil persilangan dihibrid tersebut,
terungkap bahwa fenotipe F1 adalah seluruhnya bulat-kuning, dengan
genotipe RrYy.Kemudian generasi F2 menunjukkan model yang
mendukung terjadinya perpaduan secara bebas.
Mendel memperoleh jumlah masing-masing fenotipe generasi F2
dari hasil persilangan dihibrid, sehingga rasio fenotipenya adalah 9 : 3 :
3 : 1. Dari hasil percobaan-percobaan yang telah dilakukan tersebut,
Mendel merumuskan hukum perpaduan secara bebas (Independent
assortment), yang menyatakan bahwa “Dua gen yang berbeda akan
berpadu secara bebas pada masing-masing alelnya selama
pembentukan sel-sel haploid”. Dapat dikatakan bahwa alel pada satu
gen akan bertemu secara bebas dalam menghasilkan sel gamet
(Brooker, 2009).
Berdasarkan jumlah yang diperoleh pada masing-masing karakter
dari generasi F2, untuk karakter bentuk biji, terdapat 423 biji bulat (315
+ 108) dan 133 biji kisut (101 + 32). Hasil tersebut sangat dekat dengan
rasio 3 : 1. Kemudian untuk karakter warna biji, diperoleh 416 biji
berwarna kuning (315 + 101) dan 140 biji berwarna hijau (108 + 32).
Hasil ini juga sangat dekat dengan rasio 3 : 1. Dapat dilihat bahwa rasio
3 : 1 tersembunyi dalam rasio 9 : 3 : 3 : 1, yang kemudian menjadi
jembatan bagi Mendel dalam menjelaskan rasio 9 : 3 : 3 : 1.
Sebagaimana yang ditunjukan pada Gambar 4 untuk karakter biji P.
sativum.
Proporsi dari masing-masing kombinasi dapat diperoleh dengan
cara mengalikan tiap cabang dari masing-masing diagram, sehingga
diperoleh :
3/4 x 3/4 = 9/16 kuning bulat; 3/4 x 1/4 = 3/16 hijau bulat; 1/4 x
3/4 = 3/16 kuning kisut; 1/4 x 1/4 = 1/16 hijau kisut (Griffiths et al,
2000)
B. Tanaman transgenik
Transgenik terdiri dari kata Trans yang berarti pindah dan gen
yangberarti pembawa sifat. Jadi transgenik adalah memindahkan gen dari
satumakhluk hidup kemakhluk hidup lainnya, baik dari satu tanaman ke
tanamanlainnya, atau dari gen hewan ke tanaman.
Transgenik secara definisi adalah the use of gene manipulation to
Permanently modify the cell or germ cells of organism (penggunaan
manipulasi genuntuk mengadakan perubahan yang tetap pada sel makhluk
hidup).
Tanaman transgenik pertama kalinya yaitu bunga matahari
yangdisisipi gen dari buncis (Phaseolus vulgaris) dibuat tahun 1983 oleh
Herbert Boyer dan Stanley Cohen. Pada tahun 1988 telah ada sekitar
23tanaman transgenik, pada tahun 1989 terdapat 30 tanaman, pada tahun
1990 lebih dari 40 tanaman. Secara sederhana tanaman transgenik dibuat
dengancara mengambil gen-gen tertentu yang baik pada makhluk hidup
lain untukdisisipkan pada tanaman, penyisipaan gen ini melalui suatu
vector (perantara) yang biasanya menggukan bakteri Agrobacterium
tumefeciens untuk tanamandikotil atau partikel gen untuk tanaman
monokotil, lalu diinokulasikan padatanaman target untuk menghasilkan
tanaman yang dikehendaki.
C. Kaitan antara tanaman transgenik dengan hukum Mendel
Pendekatan rekayasa genetika dengan pemanfaatan transgen juga
menjadi salah satu refleksi atas eksisnya teori Mendel di pemuliaan
tanaman pada era genomik.Saat ini transgen menjadi primadona untuk
menghasilkan tanaman dengan karakter yang diinginkan. Pemikiran yang
mendasari adalah: akibat dari proses domestikasi yang berlangsung selama
ratusan bahkan ribuan tahun, maka gen-gen yang terdapat pada tanaman
budidaya merupakan representasi dari gen-gen yang telah banyak
kehilangan fungsinya (loss of function). Selain itu, terdapat banyak mutasi
yang mengkonversi berbagai enzim fungsional maupun protein struktural
menjadi in-active serta sebaliknya, mutasi yang mengubah fungsi enzim
dan protein tersebut menjadi protein atau enzim dengan fungsi baru atau
berbeda (Gepts, 2002).
Kebanyakan karakter yang dikendalikan oleh transgen merupakan
karakter yang tergolong gain-of-function traits yaitu kebalikan dari loss of
function trait. Karakter ini misalnya: resistensi terhadap hama dan
herbisida. Transgen-transgen ini dijalankan oleh promoter yang kuat yang
mengendalikan ekspresi konstitutif, misalnya CMV 35S promoter.
Transgen biasanya memiliki efek genetik yang kuat pada single-loci
operasionalnya, dan menunjukkan aksi gen dominan dimana hanya
memerlukan 1 copy dari setiap even untuk menghasilkan ekspresi karakter
yang maksimal dalam kultivar hibrida. Karakter tersebut dapat
menurunkan kompleks kuantitatif improvement secara langsung dan
dramatis (Moose dan Mumm, 2008). Kelebihan itulah yang membuat
transgen menjadi alternatif yang disukai dalam kegiatan rekayasa
genetika.
Dalam aplikasinya, terdapat banyak fenomena yang memperlihatkan
perilaku pewarisan sifat dari transgen keturunan/generasi berikutnya yang
mengikuti pola hereditas Mendel. Contoh-contoh berikut ini menjadi bukti
– bukti lain bahwa kinerja hukum Mendel tetap eksis.
1) Penelitian yang dilakukan oleh Ivo et al (2008)
Transformasi dengan mediasi biolistik pada sejenis tanaman kacang-
kacangan (cowpea) berhasil memperoleh tanaman transgenik fertil
yang mengandung gen-gen asing (yaitu gen ahas dan gen gus) dan
‘mewariskan’ gen asing tersebut berdasarkan pola pewarisan sifat
Hukum Mendel. Latar belakang penelitian ini adalah ingin mengetahui
berbagai sistem untuk mengeksploitasi proses biolistik dalam
menghasilkan tanaman cowpea (Vigna unguiculata) transgenik yang
stabil. Sistemnya antara lain mengkombinasikan penggunaan herbisida
‘imazapyr’ untuk menyeleksi sel-sel meristem hasil transformasi
setelah diintroduksi secara fisik dengan gen ahas yang telah
dimutasikan (gen yang berperan mengkodekan acetohydroxyacid
synthase, dibawah kendali sekuens regulator ahas 5’) dengan suatu
protokol kultur yang sederhana. Gen Gus (dibawah kendali promoter
act2) digunakan sebagai reporter gen. Frekuensi transfomasi
(didefinisikan sebagai total jumlah tanaman transgenik putativ dibagi
dengan total jumlah aksis embrionik yang ditembak/bombardir) adalah
0,90%. Analisis dengan Southern blot menunjukkan adanya gen Ahas
dan gus expression cassette di dalam seluruh tanaman transgenik, dan
menunjukkan adanya 1 hingga 3 copy integrasi transgen pada genom.
Progeni yang dihasilkan (generasi F1 dan F2) dari seluruh galur
transgenik yang menyerbuk-sendiri menunjukkan bahwa keberadaan
transgen (ahas dan gus) tersebut bersegregasi mengikuti pola Hukum
Mendel. Analisa dengan Western blot menunjukkan bahwa protein
GUS yang diekspresikan oleh tanaman transgenik memiliki massa dan
titik isoelektrik yang sama dengan protein bakteri asalnya.
2) Prinsip dominansi yang diperkenalkan Mendel ternyata memiliki
relevansi dengan mekanisme yang dikembangkan pada transgenik
jagung tahan hama. Contohnya adalah ekspresi dari jagung hibrida
transgenik terhadap protein toksin yang bersifat insektisidal dari
Bacillus thuringiensis (Bt) untuk menekan kerusakan akibat aktivitas
makan larva penggerek jagung (Ostrinia nubilalis) atau kumbang akar
jagung (Diabrotica spp) (Moose dan Mumm, 2008). Resistens parsial
pada plasma nutfah jagung terhadap hama ini merupakan karakter
quantitatif dengan heritabilitas rendah (Paps et al, 2004; Tollefson,
2007), namun transgenik Bt mampu menawarkan pewarisan sifat yang
lebih sederhana melalui manipulasi program pemuliaan. Pada transgen
tersebut, prinsip yang digunakan adalah menyederhanakan arsitektur
genetik untuk sifat-sifat yang diinginkan, yang bisa menjadi superior
terhadap sifat-sifat lainnya (Moose dan Mumm, 2008). Transgen
biasanya memiliki efek genetik yang kuat pada single-loci
operasionalnya, dan menunjukkan aksi gen yang dominan dimana
hanya memerlukan 1 copy dari setiap even untuk menghasilkan
ekspresi karakter yang maksimal dalam suatu kultivar hibrida.
Karakter tersebut dapat menurunkan kompleks kuantitatif improvement
secara langsung dan dramatis (Moose dan Mumm, 2008).
3) Studi genetik dan identifikasi penanda molekular untuk gen yang
mengatur waktu pembungaan yang dilakukan Saha dan Gopalakrishna
(2007) pada Sesbania rostrata pada generasi F2 berhasil memperoleh
fenomena segregasi yang sesuai dengan teori Mendel. Adapun
populasi F2 dikembangkan dari persilangan antara Trombay sesbania
rostrata-1 (TSR-1) (merupakan tanaman mutan untuk karakter waktu
pembungaan yang terlambat) dengan S. rostrata. Rasio segregasi
fenotipik yang diperoleh untuk tipe pembungaan normal dibanding
pembungaan terlambat adalah 3 : 1; sedangkan rasio genotipe 1:2:1.
Hal itu mengindikasikan bahwa waktu berbunga yang terlambat diatur
sebagai karakter monogenik-resesif. Rasio genotipe pada generasi F2
mengkonfirmasi pewarisan karakter pembungaan yang terlambat
adalah bersifat monogenik (Saha dan Gopalakrishna, 2007).
4) Pada studi yang bertujuan mengevaluasi kestabilan karakter asing yang
ditransfer via Agrobacterium pada 3 tanaman kacang tanah transgenik
yang dilakukan oleh Cheng et al (1997), diperoleh informasi bahwa
rasio fenotipe yang dihasilkan pada tanaman F2 100% sesuai dengan
teori Mendel, yaitu 3 : 1. Tiga jenis tanaman kacang tanah transgenik
yaitu 1-10, 12-1 dan 17-1 dikaji mekanisme pewarisan sifatnya serta
ekspresi dari gen 3-glucuronidase (GUS-hasil introduksi dengan
A.tumefasien) yang terdapat pada masing-masing tanaman. Uji
Fluorometric GUS dalam generasi T1 dan T2 pada semua tanaman
menunjukkan bahwa gen GUS stabil dan terekspresi pada semua
turunan yang dihasilkan. Analisa DNA juga telah mengkonfirmasi
keberadaan gen asing berikut aktivitas enzim pada turunan tersebut.
Dengan demikian disimpulkan bahwa transgen pada tanaman kacang
tanah yang diintroduksikan oleh A. tumefaciens terekspresi secara
stabil pada turunan dan pola pewarisan gen asing tersebut mengikuti
perilaku Hukum Mendel (Cheng et al, 1997).
5) Zhang et al (2004) membandingkan tiga metode transformasi terhadap
sistem pewarisan sifat dan stabilitas acetolactate synthase (als)
transgene pada jagung transgenik. Ketiga metode transformasi tersebut
adalah transformasi dengan lintasan pollen-tube (pollen-tube pathway),
transformasi dengan partikel bombardment dan transformasi dengan
media Agrobacterium. Populasi yang dihasilkan dari suksesif hasil
selfing maupun silang balik transforman dianalisis atau skreening
selama 3 generasi menggunakan PCR dan herbisida untuk mengetahui
segregasi dan aktivitas alsserta untuk menyeleksi tanaman transgenik
yang homozigot. Transformasi menggunakan pollen-tube
menghasilkan tanaman transgenik primer normal dengan laju tertinggi,
namun aktivitas als terendah dibanding dua metode lainnya. Hasil
transformasi gen als pada kedua metode tersebut (dengan partikel
bombardment dan media Agrobacterium) mengikuti pola pewarisan
sifat Mendel (Zhang et al, 2004). Transformasi dengan media
Agrobacterium menghasilkan proporsi gen als yang lebih stabil,
jumlah copy yang lebih rendah (1-2 copy) pada kejadian transgenik,
memfasilitasi pewarisan sifat yang stabil dari gen als, serta dapat
menghasilkan tanaman-transgenik yang diinginkan dalam jumlah
banyak (Zhang et al, 2004).
6) Sterilitas hibrida hasil persilangan antara Oryza glaberrima dan O
sativa merupakan hambatan serius dalam introgresi gen-gennya. Studi
yang dilakukan Jing et al (2011) untuk mengidentifikasi dan
mengisolasi QTL sterilitas hibrida sebagai satu faktor Mendel,
merupakan strategi yang efektif untuk mengeliminasi hambatan
tersebut. Peta genetik disusun menggunakan populasi B1C1 yang
berasal dari persilangan antara kultivar O. sativa japonica dan aksesi
O. glaberrima. Empat pengaruh utama QTL dari sterilitas polen
dideteksi pada BC1F1. Lima BC8F1 dari populasi silang balik
dikembangkan melalui suksesif silang balik yang didasarkan pada
fenotipe dan seleksi molekuler. Populasi BC8F1 menunjukkan
distribusi bimodal untuk fertilitas polen dan dapat diklasifikasikan
menjadi tipe semi-steril dan fertil, sesuai rasio pewarisan sifat faktor
tunggal Mendel. Tiga QTL yang dideteksi pada B1C1 adalah qSS-3,
qSS-6a dan qSS-7 yang dipetakan pada kromosom 6,3 dan 7 menurut
faktor tunggal Mendel (Jing et al, 2011).
7) Penemuan identitas gen-gen Mendel (sebutan bagi 7 karakter yang
dijadikan dasar perumusan teori Mendel yang berasal dari tanaman
Pisum sativum) turut berkontribusi bagi rekayasa genetika khususnya
pada Pisum sativum. Adapun karakterisasi secara molekuler serta
identifikasi fungsi fisiologis gen-gen Mendel tersebut sebagian besar
telah berhasil dilakukan. Setelah selama 131 tahun menjadi misteri
genetika, akhirnya pada tahun 1997 dengan bantuan molekular, dua
ilmuwan berhasil mengungkap identitas gen yang meregulasi karakter
panjang batang pada tanaman kacang polong, yaitu Gen Le. Gen
tersebut diketahui mengkodekan enzim gibberelin 3b hydroxylase
yang mengkonversi 2 prekursor dari pengatur tumbuh giberelin
menjadi bentuk aktifnya, termasuk giberelin 1 (Bary, 2002). Tanpa
prekursor, maka takkan ada hormon yang aktif. Dalam
perkembangannya, penelitian terkini berhasil mengetahui bahwa pada
hampir semua lingkungan, gen Le dan Afila yang mengontrol panjang
internod dan pergantian antara daun dan sulur pada Pisum sativum,
juga berperan dalam menentukan status nitrogen tanaman (Burstin,
2008).
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil percobaan-percobaan Mendel telah merumuskan dua teori
penting genetika, yaitu hukum perpaduan bebas (Independent assortment),
dan hukum segregasi (Segregation).Kedua hukum tersebut menjadi teori
dasar penting dalam perkembangan ilmu genetika, salah satunya genetika
dalam bidang pertanian. Baenziger et al (2006); Jauhar (2006); Varshney et
al (2006), menyatakan bahwa perluasan pemahaman kita terhadap biologi
tanaman, analisis genetika, induksi variasi genetik, sitogenetika, genetika
kuantitatif, biologi molekuler, bioteknologi serta genomik, telah berhasil
diterapkan untuk lebih meningkatkan aplikasinya pada pemuliaan tanaman.
Dalam aplikasinya dimasa sekarang, terdapat banyak fenomena yang
memperlihatkan perilaku pewarisan sifat dari transgen yang mengikuti pola
hereditas Mendel.Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Ivo et al
(2008), melaporkan bahwa transformasi pada sejenis tanaman kacang-
kacangan (cowpea) berhasil memperoleh tanaman transgenik fertil yang
memiliki pola pewarisan sifat berdasarkan Hukum Mendel. Moose dan
Mumm (2008), prinsip dominansi yang diperkenalkan Mendel ternyata
memiliki relevansi dengan mekanisme yang dikembangkan pada transgenik
jagung tahan hama. Studi genetik yang dilakukan oleh Saha dan
Gopalakrishna (2007) terhadap gen pembungaan, menemukan bahwa pada
Sesbania rostrata dari generasi F2 berhasil memperoleh fenomena segregasi
yang sesuai dengan teori Mendel. Hasil yang sama diperoleh Cheng et al
(1997) pada studi kacang tanah transgenik, dan Zhang et al (2004) pada
jagung transgenik. Studi yang dilakukan Jing et al (2011) untuk
mengidentifikasi dan mengisolasi QTL sterilitas hibrida sebagai satu faktor
Mendel, merupakan strategi yang efektif untuk mengeliminasi hambatan
sterilitas hibrida hasil persilangan antara Oryza glaberrima dan O sativa.
Top Related