BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatnya penduduk Indonsia menuntut adanya peningkatan
produksi tanaman, baik untuk pangan, sandang dan kesehatan. Tanaman akan
berproduksi secara maksimal apabila lingkungannya mendukung. Salah satu unsur
lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman yaitu tersedianya
unsur hara. Unsur hara yang terangkut pada masa panen harus dikembalikan lagi
ke tanah. Kompos merupakan salah satu bahan organik yang telah mengalami
dekomposisi yang dapat menyediakan unsur hara bagi tanaman, baik unsur makro
maupun unsur mikro.
Kompos adalah pupuk yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan
seperti pupuk kandang, pupuk hijau daun dan kompos, berbentuk cair maupun
padatan yang dapat memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah, meningkatkan daya
menahan air tanah, kimia tanah dan biologi tanah. Sumber bahan pupuk kompos
antara lain berasal dari limbah organik seperti sisa-sisa tanaman (jerami, batang,
dahan), sampah rumah tangga, kotoran ternak (sapi, kambing, ayam, itik), arang
sekam, abu dapur dan lain-lain. Jika mengandalkan pupuk organik saja, proses
pnyerapan unsur hara untuk tumbuhan akan berlangsung lebih lama, sehingga
perlunya bantuan mikroba-mikroba sebagai pengurai kompos sehingga
penyerapan tumbuhan akan lebih cepat.
Banyak sekali peranan mikroba dalam pembuatan kompos. Salah satunya
telah dilakukan pada proses pengomposan mikroba berperan sebagai penghancur
(dekomposer) yang berkemampuan tinggi, sehingga dapat mempersingkat proses
dekomposisi bahan organik dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu saja.
Selain itu, jika kompos tersebut di aplikasikan ke tanah tempat tumbuhnya
tanaman, mikroba tersebut dapat berperan sebagai pengendali penyakit tanaman.
Peranan lain mikroba pada kompos yaitu sebagai biofertilizer dimana mikroba
berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan
1
kalium (K) seperti Bacillus megatherium sedangkan ada pula bakteri yang mampu
mengikat unsur nitrogen yaitu bakteri Azotobacter sp. Dalam makalah ini, akan
dibahas beberapa peranan mikroba dalam proses pengomposan serta jenis-jenis
mikroba yang terdapat pada kompos.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang menjadi bahasan penulisan makalah ini yaitu
Mikroba apa saja yang terdapat pada kompos?
Apa saja peranan mikroba dalam proses pengomposan?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu mengetahui peranan mikroba pada
pengomposan serta jenis-jenis mikroba pada kompos
2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kompos
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam
dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses
pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk
mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-
teknologi pengomposan. Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik
secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah
untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit.
Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri
dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan
mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan
organik.
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan
bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk
mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat
bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini
membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba
tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan
mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi
dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal
proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera
dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat
dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu
akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu
tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu
3
mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian
bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan
menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan
panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-
angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat
lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan
terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat
mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.
Gambar 1.Skema Proses Pengomposan Aerobik
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen)
atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah
proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi
bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen
yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama
proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan
menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam
organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Proses pengomposan tergantung pada :
1. Karakteristik bahan yang dikomposkan
2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan
3. Metode pengomposan yang dilakukan
4
2.2 Mikroba Pada Kompos
2.2.1 Bioaktivator kompos Aktivator adalah bahan tambahan yang mampu meningkatkan penguraian
mikrobiologis dalam tumpukkan bahan organik (Gaur, 1982). Aktivator dikenal
dengan dua macam yaitu aktivator organik dan anorganik. Aktivator organik
adalah bahan – bahan yang mengandung N tinggi dalam bentuk bervariasi seperti
protein dan asam amino. Beberapa contoh aktivator organik yaitu fungi, pupuk
kandang, darah kering, sampah, dan tanah yang kaya akan humus. Aktivator
anorganik antara lain amonium sulfat, urea, amoniak, dan natrium nitrat. Mikroba
berperan dalam penguraian atau dekomposisi limbah organik hingga dapat
menjadi kompos. Adanya aktivitas mikroorganisme meningkat jika jumlah N
mencukupi, sehingga proses penguraian bahan organik berlangsung lebih cepat
dan efektif. Nitrogen (N) dalam senyawa NH jumlahnya semakin rendah karena
digunakan oleh mikroorganisme pengurai untuk sintesa protein dalam
mempercepat aktivitasnya, hal ini menunjukkan proses penguraian berlangsung
normal. Beberapa aktivator yang terdapat dipasaran dan digunakan dalam
pengomposan yaitu: EM4, Stardec dan Orgadec.
Effective Microorganism 4 (EM4) merupakan suatu cairan berwarna
kecoklatan dan beraroma manis asam(segar) yang di dalmnya berisi campuran
beberapa mikroorganisme hidup yang menguntungkan bagi proses
penyerapan/persediaan unsur hra dalam tanah. Mikroorganisme fermentasi dan
sintetik yang terdiri dari asam laktat (Lactobacillus sp), Actinomycetes sp,
Streptomycetes sp, ndan yeast (ragi) (Rahayu, M.S., dan Nurhayati, 2005).
Gambar 2. Cairan EM4
5
a. Bakteri Fotosintetik ( Rhodopseudomonas spp. )
Bakteri ini adalah mikroorganisme mandiri dan swasembada. Bakteri ini
membentuk senyawa-senyawa bermanfaat dari sekresi akar tumbuhan, bahan
organik dan gas-gas berbahaya dengan sinar matahari dan panas bumi sebagai
sumber energi. Zat-zat bermanfaat yang terbentuk anatara lain, asam amino asam
nukleik, zat bioaktif dan gula yang semuanya berfungsi mempercepat
pertumbuhan
b. Bakteri asam laktat ( Lactobacillus spp. )
Bakteri asam laktat ( Lactobacillus spp. ) dapat mengakibatkan
kemandulan ( sterilizer) oleh karena itu bakteri ini dapat menekan pertumbuhan
mikroorganisme yang merugikan; meningkatkan percepatan perombakan bahan
organik; menghancurkan bahan organik seperti lignin dan selulosa serta
memfermentasikannya tanpa menimbulkan senyawa beracun yang ditimbulkan
dari pembusukan bahan organik Bakteri ini dapat menekan pertumbuhan
fusarium, yaitu mikroorganime merugikan yang menimbukan penyakit pada
lahan/ tanaman yang terus menerus ditanami (Widyastuti, dkk., 2009).
c. Ragi / Yeast ( Saccharomyces spp. )
Melalui proses fermentasi, ragi menghasilkan senyawa-senyawa
bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman dari asam amino dan gula yang
dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik atau bahan organik dan akar-akar tanaman.
Ragi juga menghasilkan zat-zat bioaktif seperti hormon dan enzim untuk
meningkatkan jumlah sel aktif dan perkembangan akar. Sekresi Ragi adalah
substrat yang baik bakteri asam laktat dan Actinomycetes.
d. Actinomycetes
Actinomycetes menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino yang
dihasilkan bakteri fotosintetik. Zat-zat anti mikroba ini menekan pertumbuhan
jamur dan bakteri. Actinomycetes hidup berdampingan dengan bakteri fotosintetik
bersama-sama menongkatkan mutu lingkungan tanah dengan cara meningkatkan
aktivitas anti mikroba tanah.
6
e. Jamur Fermentasi
Jamur fermentasi ( Aspergillus dan Penicilium ) menguraikan bahan
secara cepat untuk menghasilkan alkohol, ester dan zat-zat anti mikroba.
Pertumbuhan jamur ini membantu menghilangkan bau dan mencegah serbuan
serangga dan ulat-ulat merugikan dengan cara menghilangkan penyediaan
makanannya. Tiap species mikroorganisme mempunyai fungsi masing-masing
tetapi yang terpenting adalah bakteri fotosintetik yang menjadi pelaksana kegiatan
EM4 terpenting. Bakteri ini disamping mendukung kegiatan mikroorganisme
lainnya, ia juga memanfaatkan zat-zat yang dihasilkan mikroorganisme lain
(Stego, 2012).
Mikroba tersebut mampu mempercepat proses pengomposan menjadi
sekitar 2-3 minggu. Mikroba akan tetap hidup dan aktif di dalam kompos. Ketika
kompos tersebut diberikan ke tanah, mikroba akan berperan untuk mengendalikan
organisme patogen penyebab penyakit tanaman (Isroi, 2004).
2.2.2 Biofertilizer
Petani organik sangat menghindari pemakaian pupuk kimia. Untuk
memenuhi kebutuhan hara tanaman, petani organik mengandalkan kompos
sebagai sumber utama nutrisi tanaman. Sayangnya kandungan hara kompos
rendah. Kompos matang kandungan haranya kurang lebih : 1.69% N, 0.34%
P2O5, dan 2.81% K. Dengan kata lain 100 kg kompos setara dengan 1.69 kg
Urea, 0.34 kg SP 36, dan 2.18 kg KCl. Misalnya untuk memupuk padi yang
kebutuhan haranya 200 kg Urea/ha, 75 kg SP 36/ha dan 37.5 kg KCl/ha, maka
membutuhkan sebanyak 22 ton kompos/ha. Jumlah kompos yang demikian besar
ini memerlukan banyak tenaga kerja dan berimplikasi pada naiknya biaya
produksi (Isroi, 2004).
Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan
maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman,
yaitu Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas
mikroba. Hara N tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara
adalah N. Namun, N udara tidak dapat langsung dimanfaatkan tanaman. N harus
7
ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman.
Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas.
Mikroba penambat N simbiotik antara lain : Rhizobium sp yang hidup di dalam
bintil akar tanaman kacang-kacangan ( leguminose ). Mikroba penambat N non-
simbiotik misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N
simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan
mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman
(Isroi, 2004).
Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah
mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah pertanian kita umumnya
memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak
tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah. Di sinilah peranan
mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan
menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan
P, antara lain: Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp dan Bacillus
megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga
berkemampuan tinggi dalam melarutkan K.
Gambar 3. Bakteri Pelarut Fosfat (BPF)
Kelompok mikroba lain yang juga berperan dalam penyerapan unsur P
adalah Mikoriza yang bersimbiosis pada akar tanaman. Setidaknya ada dua jenis
mikoriza yang sering dipakai untuk biofertilizer, yaitu: ektomikoriza dan
endomikoriza. Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu penyerapan
8
hara P oleh tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza umumnya juga lebih
tahan terhadap kekeringan. Contoh mikoriza yang sering dimanfaatkan adalah
Glomus sp dan Gigaspora sp.
Gambar 4. Glomus sp
Beberapa mikroba tanah mampu menghasilkan hormon tanaman yang
dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba
akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih
besar. Kelompok mikroba yang mampu menghasilkan hormon tanaman, antara
lain: Pseudomonas sp dan Azotobacter sp (Isroi, 2004).
Gambar 5. Azotobacter chroococcum
Mikroba-mikroba bermanfaat tersebut diformulasikan dalam bahan
pembawa khusus dan digunakan sebagai biofertilizer. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh BPBPI mendapatkan bahwa biofertilizer setidaknya dapat
mensuplai lebih dari setengah kebutuhan hara tanaman. Biofertilizer yang tersedia
di pasaran antara lain: Emas, Rhiphosant, Kamizae, OST dan Simbionriza (Isroi,
2004).
9
2.2.3 Agen Biokontrol
Hama dan penyakit merupakan salah satu kendala serius dalam budidaya
pertanian organik. Jenis-jenis tanaman yang terbiasa dilindungi oleh pestisida
kimia, umumnya sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit ketika
dibudidayakan dengan sistim organik. Alam sebenarnya telah menyediakan
mekanisme perlindungan alami. Di alam terdapat mikroba yang dapat
mengendalikan organisme patogen tersebut. Organisme patogen akan merugikan
tanaman ketika terjadi ketidakseimbangan populasi antara organisme patogen
dengan mikroba pengendalinya, di mana jumlah organisme patogen lebih banyak
daripada jumlah mikroba pengendalinya. Apabila kita dapat menyeimbangakan
populasi kedua jenis organisme ini, maka hama dan penyakit tanaman dapat
dihindari.
Mikroba yang dapat mengendalikan hama tanaman antara lain: Bacillus
thurigiensis (BT), Bauveria bassiana , Paecilomyces fumosoroseus, dan
Metharizium anisopliae . Mikroba ini mampu menyerang dan membunuh
berbagai serangga hama. Mikroba yang dapat mengendalikan penyakit tanaman
misalnya: Trichoderma sp yang mampu mengendalikan penyakit tanaman yang
disebabkan oleh Gonoderma sp, JAP (jamur akar putih), dan Phytoptora sp.
Beberapa biokontrol yang tersedia di pasaran antara lain: Greemi-G, Bio-Meteor,
NirAma, Marfu-P dan Hamago (Isroi, 2004).
10
BAB III
PEMBAHASAN
Usaha penghematan dan pengurangan pupuk buatan diperlukan
pemanfaatan sumber hayati yang berpotensi sebagai pupuk hayati untuk
mengganti pupuk buatan. Pupuk hayati mengandung mikroba hidup yang
diberikan ke dalam tanah sebagi inokulan untuk membantu tanaman memfasilitasi
atau menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman. Pupuk hayati sering juga
disebut pupuk mikroba (Simanungkalit, 2006).
Kompos atau pupuk organik mengandung unsur hara lengkap untuk
tanaman, meskipun konsentrasinya rendah. Tetapi kompos memiliki kandungan
lain yang tidak ada di dalam pupuk mikroba, yaitu senyawa-senyawa organik
yang sangat berguna bagi tanaman maupun biota tanah. Memperkaya pupuk
organik (kompos) dengan mikroba sebenarnya adalah menggabungkan antara
pupuk organik dengan pupuk hayati/mikroba. Pupuk organik diberikan untuk
tanaman, menyediakan hara dan ‘vitamin’ bagi tanaman, sekaligus menyediakan
‘makanan’ untuk mikroba. Mikroba-mikroba yang ada di dalam pupuk hayati
akan hidup karena banyak makanan untuknya. Mikroba akan bekerja lebih giat
dan berkembang biak lebih cepat. Sehingga kombinasi antara pupuk organik dan
pupuk hayati dapat bekerja sinergis untuk menyuburkan tanaman. Biasanya
kombinasi antara pupuk organik dan pupuk hayati disebut dengan biokompos
(Isroi, 2005).
Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian
secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan
organik sebagai sumber energi. Musnamar (2003) menyatakan bahwa perlakuan
penambahan mikroba dekomposer atau aktivator dapat mempercepat proses
pengomposan. Selain itu, dengan menggunakan aktivator yang mengandung
nitrogen atau fosfor merupakan cara untuk mendapatkan kompos bermutu tinggi.
Berdasarkan penelitian Widawati (2005), Proses pengomposan dengan
menggunakan aktivator fungi jenis Aspergillus niger, Trichoderma viridae, dan
11
Chaetomium sp. dapat mempercepat proses pematangan kompos. Hal ini
dikarenakan fungi bermiselium benang dalam tanah yang mempunyai fungsi
utama menguraikan bahan organik dan menghasilkan bahan yang mirip dengan
humus dalam tanah dan humus merupakan habitat subur untuk mikroba. Sifat
fungi tersebut sangat bermanfaat dan dianggap sangat penting dalam memelihara
bahan-bahan organik atau bahan dasar kompos yang terombak dalam proses
pengomposan, sehingga akan memelihara kehidupan mikroba lain dalam kompos
tersebut.
Penelitian Widawati et al (2010) menyatakan bahwa adanya pengaruh
kompos yang diperkaya dengan bakteri penambat nitrogen dan bakteri pelarut
fosfat terhadap pertumbuhan tanaman kapri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
adanya peningkatan enzim fosmonoesterase pada kompos yang menggunakan
campuran bakteri sehingga hasil yang diperoleh dapat meningkatkan berat buah
kapri. Campuran bakteri tersebut diisolasi dari tanah yang dikumpulkan dari
beberapa daerah Kalimantan Barat. Hasil isolasi diperoleh 24 isolat bakteri pelarut
fosfat (4 isolat Citrobacter sp., 8 isolat Bacillus sp., 8 isolat Nitrosomonas, satu
isolat Bacterium sp., dan 2 isolat Chromobacter sp.), 1 isolat R. Leguminosorum,
8 isolat Azotobacter sp., 1 isolat Azospirillum sp. dan 3 isolat yang tidak
teridentifikasi.
Azotobacter merupakan bakteri penambat nitrogen aerobik non-simbiotik
yang mampu memfiksasi nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi. Bakteri ini
juga banyak digunakan sebagai pupuk hayati atau komponen di dalam pupuk
organik karena selain mampu menfiksasi nitrogen, bakteri ini dapat memproduksi
fitohormon antara lain auksin (IAA), sitokinin, dan giberelin (GA) (Subba Rao,
1982). Sedangkan bakteri Bacillus sp. adalah bakteri gram positif yang berbentuk
batang membentuk endospora. Peranan bakteri tersebut sebagai pupuk hayati
yaitu dapat melarutkan unsur hara fosfat dan kalium
Pada penelitian Hidayatulloh dan Prabowo (2007) menyatakan bahwa
pemberian bakteri Azotobacter chroococcum dan Bacillus megaterium pada
pembuatan kompos limbah padat digester biogas dari enceng gondok
12
(E.crassipes), didapatakan kandungan terbaik yaitu pada kompos dengan
A.chroococcum : B.megaterium (5 : 5) dengan bukti pada tanaman uji cabai
diperoleh tinggi tanaman cabai maksimum hingga 39,2 cm dan di uji pula
kelebaran daun pada tanaman sawi yang diperoleh maksimum lebar daun hingga 9
cm. Kesimpulan dari pemberian pupuk kompos tersebut memberikan efek
peningkatan pertumbuhan tanaman cabai 43,8% dan tanaman sawi 33,3%
terhadap pemberian pupuk NPK.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa
1. Mikroba berperan sebagai bioaktivator yaitu mempercepat proses
pembuatan kompos serta menghasilkan kompos yang bermutu
2. Mikroba yang diperoleh dari tanah rizosfer dapat berperan sebagai
biofertilizer yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
3. Jenis bakteri yang dapat memfiksasi Nitrogen (N) yaitu Azotobacter
chroococcum dan bakteri yang berperan sebagai pelarut Fosfat(P) dan
Kalium (K) yaitu Bacillus megaterium
3.2 Saran
Perlu diadakan penelitian tentang bakteri yang mempunyai peranan sebagai
penyedia unsur makro
14
DAFTAR PUSTAKA
Gaur AC. 1982. Improving soil fertility through organic recycling. FAO of
United Nations Journal (15):85–91.
Hidayatulloh A.W dan Prabowo E.W. 2007. Pengaruh Mikroorganisme
Azotobacter chroococcum dan Bacillus megaterium Terhadap Pembuatan
Kompos Limbah Padat Digester Biogas dari Enceng Gondok
(E.crassipes). Jurusan Teknik Kimia. Laboratorium Pengolahan Limbah
Industri. FTI-ITS.
Isroi. 2004. Bioteknologi Mikroba untuk Pertanian Organik. Peneliti Mikroba
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Lembaga Riset
Perkebunan Indonesia.
Isroi. 2005. Pengomposan Limbah Padat Organik. Bogor: Balai Penelitian
Bioteknologi Perkebunan Indonesia.
Musnamar, E.I. 2003. Pupuk Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rahayu, M.S., dan Nurhayati, (2005), Penggunaan EM4 dalam Pengomposan
Limbah The Padat. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu pertanian Vol. 3, No.
2.
Simanungkalit RDM. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.
Subba Rao, N.S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. Oxford and IBH Publishing
Co. New Delhi.
Stego., (2012), Teknologi EM-4, Dimensi Baru Dalam Pertanian Modern.
id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-agriculture/1965528-
teknologiem-dimensi-baru-dalam/ diakses pada 31 Maret 2013.
15
Widawati, S., Suliasih dan Muharam, A. 2010. Pengaruh Kompos yang Diperkaya
Bakteri Penambat Nitrogen dan Pelarut Fosfat terhadap Pertumbuhan
Tanaman Kapri dan Aktivitas Enzim Fosfatase dalam Tanah. Jurnal
Hort. Vol. 20(3): 207-215.
Widawati, S. 2005. Daya Pacu Aktivator Fungi Asal Kebun Biologi Wamena
terhadap Kematangan Hara Kompos, serta Jumlah Mikroba Pelarut
Fosfat dan Penambat Nitrogen. Jurnal Biodiversitas. Volume 6, Nomor 4
Hal: 238-241.
Widyastuti, H., Isroi. dan Siswanto. (2009). Keefektifan Beberapa Decomposer
Untuk Pengomposan Limbah Sludge Pabrik Kertas Sebagai Bahan Baku
Pupuk Organik. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. BS
vol 44 No 22 Desember 2009: 99 – 110.
16
Top Related