Hepatitis Akut et causa Hepatitis C Virus
Petric Libut Philanthropia
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Tahun 2010 Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat
10.2010.096
Kelompok B6
Email: [email protected]
Pendahuluan
Hati (liver) adalah salah satu organ tubuh yang penting. Hati dapat membantu proses
metabolisme nutrisi ataupun obat-obatan di dalam tubuh. Selain itu organ ini juga
mempunyai peranan yang penting untuk membersihkan darah di dalam tubuh dari produk
limbah yang beracun. Namun, demikian jika kita tidak menjaga fungsi hati dengan baik maka
organ penting ini akan mengalami kerusakan. Salah satu penyakit hati yang sering terjadi
adalah hepatitis.
Hepatitis yang berarti peradangan dalam hati dapat diakibatkan oleh berbagai macam
hal, seperti infeksi bakteri, racun, ataupun karena sistem imun di dalam tubuh sendiri yang
dapat menyerang hati. Meskipun ada beberapa jenis hepatitis, pada umumnya ada 3 macam
hepatitis yang disebabkan oleh virus dan sering terjadi yaitu hepatitis A, B, ataupun C.1
Anamesis 2
1. Identitas: nama, umur, jenis kelamin, dokter yang merujuk, pemberi informasi (misalnya
pasien, keluarga,dll).
2. Keluhan utama: pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang
dihadapinya.
3. Riwayat penyakit sekarang (RPS): jelaskan penyakitnya berdasarkan kualitas, kuantitas,
latar belakang, lokasi anatomi dan penyebarannya, waktu termasuk kapan penyakitnya
dirasakan, faktor-faktor apa yang membuat penyakitnya membaik, memburuk, tetap,
apakah keluhan konstan, intermitten harus dalam susunan yang kronologis, termasuk test
diagnostik yang dilakukan sebelum kunjungan pasien. Catat riwayat yang berkaitan
termasuk pengobatan sebelumnya faktor resiko dan hasil pemeriksaan yang negatif.
Riwayat keluarga dan psykososial yang berkaitan dengan keluhan utama. Masalah lain
yang signifikan harus dicantumkan juga dalam riwayat penyakit sekarang dalam bagian
yang berbeda.
4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): pengobatan yang dijalani sekarang, operasi, rawat inap
di rumah sakit, trauma dan riwayat penyakit yang dulu.
5. Riwayat Keluarga: umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah kesehatan
pada anggota keluarga (tanya apakah ada yang menderita hepatitis, kanker hati, ),
penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan.
Pemeriksaan Fisik 2,3
Pemeriksaan pada hepatitis umumnya dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.
a. Inspeksi : melihat apakah kulit pasien dan mata (sclera) pasien menguning, apakah
terdapat vena superficial yang melebar, caput medusa, spider nevi yang biasanya muncul
di daerah dada dan bahu, apakah ada kemerahan di telapak tangan (Palmaris eritema)
yang disebabkan oleh ekspansi di pembuluh darah superficialis, pembengkakan pada
kaki, dan apakah perutnya membesar oleh karena adanya cairan.
b. Palpasi : merasakan suhu tubuh pasien dan mengukurnya apakah pasien mengalami
demam, merasakan bagian kanan atas perut pasien untuk melihat apakah hati atau limpa
yang ,membesar, konsistensi hepar, permukaan, tepi, dan tanda nyeri tekan, melakukan
Murphy sign, merasa kelenjar di leher, bawah lengan, dan di pangkal paha untuk melihat
apakah terdapat pembengkakan karena 10-20% terjadi pembengkakan kelenjar getah
bening.
c. Perkusi : menentukan batas paru hati dan peranjakan hati.
d. Auskultasi : pasien diperiksa pada posisi terlentang. Jika pasien dengan pelebaran vena
superficial atau caput medusa, maka dilakukan auskultasi pada daerah abdomen pasien
untuk mendeteksi dengung atau bising vena abdomen. Jika terdapat pembesaran hepar,
auskultasi kuadran kanan atas untuk mendeteksi bruit dari arteri hepatic. Dan auskultasi
daerah kuadran kanan atas untuk mendeteksi friction rub hati atau bunyi gesekan hati
yang terdengar seperti kita menggosokkan jari kita di dekat telinga. Ketiga bunyi tersebut
digunakan untuk mengetahui kemungkinan dan membantu diagnostic hipertensi portal,
sirosis hati, hepatitis alkoholik, kanker primer atau metastasis.
Pemeriksaan Penunjang.
Tes faal hati
Penanda nekrosis sel hati : SGOT , SGPT, LDH
Penanda kolestasis : bilirubin direk, GGT, alkali fosfatase
Penilaian faal sintesis : kadar albumin serum, kadar prealbumin (transtiretin), kolinesterase,
masa protrombin.
Nekrosis akut ditandai oleh bocornya enzim-enzim sitoplasma sel hati dalam jumlah
yang besar sehingga menyebabkan tes SGPT meningkat. Dalam hal ini SGOT yang berasal
dari mitokondria naik hanya sedikit. Apabila nekrosis bersifat luas, kadar SGOT meningkat
jelas. Tes SGOT dan SGPT sangat berguna sebagai indeks nekrosis sel hati. Biasanya nilai
tes-tes tersebut akan meningkat sampai 10 kali nilai normal atau lebih pada nekrosis sel
hati.3,4
- Bilirubin
Bilirubin berasal dari perombakan heme dari hemoglobin, dalam proses penghancuran
eritrosit oleh RES di limpa, hati dan sumsum tulang. Di samping itu sekitar 20% dari
bilirubin berasal dari sumber lain : non-heme porfirin, precursor pirol (melalui jalur pintas)
dan lisis eritrosit muda dengan eritropoesis yang tak efektif misalnya talasemia. Adanya
bilirubin di dalam urin menyatakan bahwa adanya gangguan liver. Bilirubin indirek akan
terikat oleh albumin dan tidak saring oleh glomerulus, dan tidak terdapat di urin. Sebagai
akibatnya, hanya bilirubin direk yang ditemukan di urin. Ini terjadi hanya ketika bilirubin
direk ada di dalam serum, yaitu ketika adanya gangguan liver. Pada pemeriksaan hepatitis ,
didapatkan adanya peningkatan bilirubin total lebih dari 5 mg/dl.3,4
- SGOT/AST
>1000U/L terdapat pada hepatitis fulminan, nekrosis hati berat,hepatitis viral akut
Pada hepatitis viral akut, sebelum ikterus (2-3hari) kadar SGOT sangat tinggi. Lambat laun
menurun dan bilirubinnya naik3,4
- SGPT/ALT
Pada umumnya nilai tes SGPT lebih tinggi daripada SGOT pada kerusakan parenkim hati
akut sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya. Di samping meninggi pada kerusakan
parenkin hati (seperti hepatitis viral) SGPT juga meninggi pada : inflitrasi lemak (steatore
hati) dan hepatitis reaktif nonspesifik.3,4
- GGT
GGT merupakan yang paling peka pada hepatitis, tetapi GGT tidak spesifik. Pada
hepatitis tanpa komplikasi, GGT hanya meninggi sedikit atau sedang. GGT meninggi pada
kerusakan hati karena alcohol dan hepatoma serta pada kolestasis.
GGT meninggi pada kerusakan hati akibat zat toksik, karena alcohol, karena obat, fatty
liver, kolestasis.
Biasanya dilakukan tes SGPT/SGOT dan GGT biasanya dilakukan bersama-sama. SGOT
dan SGPT untuk mendeteksi kerusakan parenkim hati. Dan GGT mendeteksi reaksi terhadap
zat toksik dan kolestatis, meninggi pada alkoholisme. Tes SGOT dan SGPT umumnya sudah
meninggi pada awal hepatitis akut sebelum ikterus menjadi manifest. Pada hepatitis viral
tanpa penyulit (antara lain kolestatis) tes transaminase umumnya menurun pada minggu ke 2
atau ke 3 setelah mulainya ikterus.3,4
Tes untuk mendeteksi fibrosis di hati
1. Tes hialuronan
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya fibrosis pada pasien di alcoholic liver
disease, hepatitis B, C. dan meninggi pada pasien sirosis hati.3,4
2. Fibrotest
Tes ini mempunyai sensitivitas sekitar 80% dan spesifitas 55% untuk mendeteksi adanya
septal fibrosis. Namun tes ini buruk untuk kronik hepatitis C.3,4
3. Glicomics
Adanya pola yang berbeda pada N-glycans pada pasien penyakit hati kronik.3,4
Serologi3,4
- Anti-HCV test
Tes ini untuk mendeteksi kronik HCV karier dan donor darah. Tes ini tidak diindikasikan
untuk semua penyakit akut atau infeksi HCV neonatal dengan ibu yang HCV +.
- HCV RNA
Bila anti-HCV negative, bisa diperiksa HCV RNA untuk mengetahui lebih pasti dan
membedakan pasien sudah sembuh atau masih sakit.
- RT-PCR test
Tes ini untuk mendeteksi viremia. Tes ini juga berguna untuk masa inkubasi dengan
pasien yang memiliki anti-HCV negative. Dengan tingkat transaminase normal.
Ada beberapa indikasi untuk melakukan PCR.3,4
a. Identifikasi HCV infeksi dalam masa inkubasi atau masa akut.
b. Harus pasti akut hepatitis C dengan anti-HCV test.
c. Deteksi infeksi virus.
d. Pasca interferon therapy.
e. Test untuk pasien immunocompromised dengan infeksi HCV
f. Test untuk neonates yang ibunya (+) anti-HCV
Diagnosis
Infeksi oleh VHC dapat diidentifikasikan dengan memeriksa antibody yang dibentuk
tubuh terhadap VHC bila virus ini menginfeksi pasien. Antibody ini akan bertahan lama
setelah infeksi terjadi dan tidak mempunyai arti protektif. Walaupun pasien dapat
menghilangkan infeksi VHC pada infeksi akut, namun antibody terhadap VHC masih terus
bertahan bertahun-tahun (18-20 thn).1,4,5
Deteksi antibody terhadap VHC dilakukan umumnya dengan teknik Enzyme
ImmunoAssay (EIA). Antigen yang digunakan untuk deteksi dengan cara ini adalah antigen
C-100 dan beberapa antigen non-struktural (NS 3,4,5) sehingga tes ini menggunakan
poliantigen dari VHC. Dikenal beberapa generasi pemeriksaan antibody VHC ini dimana
antigen yang digunakan semakin banyak sehingga saat ini generasi III mempunyai sensitifitas
dan spesifitas yang tinggi. Antibody terhadap VHC dapat dideteksi pada minggu 4-10 dengan
sensitifitas mencapai 99% dan spesifitas lebih dari 90%. False negative dapat terjadi pada
pasien dengan defisiensi system kekebalan tubuh seperti HIV, gagal ginjal, atau pada
krioglobulinemia.1,4,5
Immonoblot assay dulu digunakan untuk tes konfirmasi pada mereka dengan anti-
HCV positif dengan EIA. Saat ini dengan tingkat sensitifitas dan spesifitas EIA yang sudah
sedemikian tinggi, tes konfirmasi ini tidak lagi digunakan.1,4,5
Deteksi RNA VHC digunakan untuk mengetahui adanya virus ini dalam tubuh pasien
terutama dalam serum sehingga memberikan gambaran infeksi sebenarnya. Jumlah VHC
dalam serum maupun hati relative sangat kecil sehingga diperlukan teknik amplifikasi agar
dapat terdeteksi. Teknik polymerase chain reaction (PCR) dimana gen VHC digandakan oleh
enzim polymerase digunakan sejak ditemukannya virus ini dan saat ini umumnya digunakan
untuk menentukan adanya VHC (secara kualitatif) maupun menentukan jumlah virus dalam
serum (kuantitatif). Teknik ini juga dipakai dalam menentukan genotype VHC. Teknik lain
adalah dengan menggandakan signal yang didapat dari gen VHC yang terikat pada probe
RNA sehingga dapat dihitung jumlah kuantitatif VHC. Hasil dari kedua metode ini sulit
dibandingkan satu sama lain walaupun saat ini telah ada standarisasi dalam satuan
pemeriksaan sehingga di masa datang diharapkan satu pemeriksaan dapat diikuti atau
dilakukan pemeriksaan ulang dengan pemeriksaan lain dengan hasil yang dapat
dibandingkan.1,4,5
Untuk menentukan genotype VHC selain dengan teknik PCR, juga digunakan teknik
hibridisas atau dengan melakukan sequencing gen VHC.1,4,5
Selain untuk pemeriksaan pada pasien, penentuan adanya infeksi VHC dilakukan
pada penapisan darah untuk transfuse darah. Umumnya unit-unit transfuse darah
menggunakan deteksi anti-VHC dengan EIA maupun dengan cara imunokromatografi,
namun masih terdapat kasus-kasus pasien yang terinfeksi oleh VHC walaupun deteksi anti-
VHC sudah dinyatakan negative.1,4,5
Teknik deteksi nukleotida lebih sensitive daripada deteksi anti-VHC karena itu di
dunia saat ini telah dikembangkan teknik menggunakan real-time PCR yang dapat
mendeteksi RNA VHC dalam jumlah yang sangat kecil (kurang dari 50 kopi/mL). selain itu,
teknologi menggunakan teknik transcription-mediated amplification (TMA) juga telah
dikembangkan untuk meningkatkan sensitifitas deteksi VHC. Teknik-teknik yang sangat
sensitive ini berguna untuk deteksi infeksi VHC di kalangan pasien maupun di kalangan
masyarakat umum untuk transfuse darah.1,4,5
Working Diagnosis
Sebelum ditemukan virus hepatitis C (HCV), dunia medis mengenal 2virus sebagai penyebab
hepatitis, yaitu : virus hepatitis A (VHA) dan virushepatitis B (HVB). Namun demikian
terdapat juga peradangan hati yangtidak disebabkan oleh kedua virus ini dan tidak dapat
dikenal pada saat itusehingga dinamakan hepatitis Non-A, Non-B (hepatitis NANB)
danakhirnya pada tahun 1988 para peneliti Chiron Corporation di Californiatelah menemukan
virus hepatitis baru yang disebut virus hepatitis C (HCV),ditemukan pada penderita HNANB
yang transmisinya melalui darah atauproduk. Genom virus ini merupakan untuaian RNA
tunggal, yangpanjangnya 10.000 nuklotida. HCV mengandung selubung lipid
dengandiameter 50-60 nm dan sensitif terhadap pelarut organik misalnyakloroform. Antigen
Virus mengandung 363 asam amino. Anti HCV telahditemukan pada serum penderita
HNANB pasca-tranfusi sebanyak 60-90%.Dengan demikian sejak saat ini HNANB yang
transmisinya parental, disebut HCV.5
Differential Diagnosis
Hepatitis A
Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala, sedangkan
pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri
perut, mata kuning dan hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12
minggu. Orang yang terinfeksi hepatitis A akan kebal terhadap penyakit tersebut. Berbeda
dengan hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak berlanjut ke hepatitis kronik.
Masa inkubasi 30 hari. Penularan melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi feces pasien, misalnya makan buah-buahan, sayur yang tidak dimasak atau
makan kerang yang setengah matang. Minum dengan es batu yang prosesnya terkontaminasi.
Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A, memberikan kekebalan selama 4 minggu
setelah suntikan pertama, untuk kekebalan yang panjang diperlukan suntikan vaksin beberapa
kali. Pecandu narkotika dan hubungan seks anal, termasuk homoseks merupakan risiko tinggi
tertular hepatitis A.5
Etiologi5
Hepatitis virus A ditemukan di tinja ( kotoran ) orang dengan hepatitis A. Hal ini ditularkan
ketika seseorang menempatkan sesuatu di mulutnya yang telah terkontaminasi dengan tinja
orang yang terkena. Hal ini disebut sebagai transmisi fecal-oral.
Jika makanan atau minum air menjadi terkontaminasi dengan tinja dari orang yang
terinfeksi (biasanya karena mencuci tangan yang tidak memadai atau kondisi sanitasi
yang buruk), virus dapat dengan cepat menyebar ke siapa saja yang minuman atau
menelan makanan yang terkontaminasi atau air.
Virus juga dapat menyebar dengan makan kerang mentah atau kurang matang yang
dikumpulkan dari air yang telah terkontaminasi oleh limbah.
Hepatitis virus dapat ditularkan melalui transfusi darah, meskipun hal ini sangat jarang.
Orang yang terinfeksi dapat mulai menyebarkan infeksi sekitar 1 minggu setelah
paparan mereka sendiri. Orang yang tidak memiliki gejala masih bisa menyebarkan
virus. Infeksi HAV diketahui terjadi di seluruh dunia.
Risiko infeksi terbesar di negara berkembang dengan sanitasi yang buruk atau miskin
standar kebersihan pribadi.
Tingkat infeksi juga tinggi di daerah dimana langsung fecal-oral transmisi mungkin
terjadi, seperti pusat penitipan anak, penjara, dan lembaga mental.
Orang-orang pada peningkatan risiko untuk hepatitis A.5
Rumah Tangga kontak orang yang terinfeksi HAV
Pasangan seksual orang yang terinfeksi HAV
Internasional wisatawan, terutama untuk negara-negara berkembang
Personil militer ditempatkan di luar negeri, terutama di negara-negara berkembang
Pria yang berhubungan seks dengan pria lain
Pengguna obat terlarang (disuntikkan atau non-disuntikkan)
Orang-orang yang mungkin datang ke dalam kontak dengan HAV di tempat kerja
Pekerja di profesi seperti perawatan kesehatan, persiapan makanan, dan air limbah dan
pengelolaan air limbah tidak berisiko lebih besar infeksi dari masyarakat umum.
Orang-orang yang tinggal atau bekerja dalam jarak dekat, seperti asrama, penjara, dan
fasilitas perumahan, atau bekerja di atau menghadiri fasilitas penitipan anak akan
meningkatkan risiko hanya jika langkah-langkah yang ketat kebersihan pribadi tidak
diamati.
Gejala5
Banyak orang dengan infeksi HAV tidak menunjukkan gejala sama sekali. Kadang-kadang
gejala sangat ringan sehingga mereka tidak diketahui. Orang tua lebih cenderung memiliki
gejala daripada anak-anak. Orang yang tidak memiliki gejala masih bisa menyebarkan virus.
Gejala hepatitis A biasanya berkembang antara 2 dan 6 minggu setelah infeksi.Gejala
tersebut biasanya tidak terlalu parah dan pergi pada mereka sendiri, dari waktu ke
waktu. Gejala yang paling umum adalah sebagai berikut:
o Mual
o Muntah
o Diare , terutama pada anak-anak
o Tingkat rendah demam
o Kehilangan nafsu makan
o Ruam
o Kelelahan , kelelahan
o Ikterus - Sebuah perubahan warna kuning pada kulit dan putih mata
o Urin yang coklat warna gelap, seperti cola atau teh kuat.
o Nyeri di daerah hati - Di sisi kanan perut, tepat di bawah tulang rusuk
Jika muntah yang parah, dehidrasi dapat terjadi. Gejala-gejala dehidrasi meliputi:
Merasa lemah, lelah , atau "bla"
Merasa bingung atau tidak mampu berkonsentrasi
Detak jantung cepat
Sakit kepala
Kencing lebih sering dari biasanya
Sifat lekas marah
Gejala biasanya berlangsung kurang dari dua bulan, meskipun mereka mungkin bertahan
selama sembilan bulan. Sekitar 15% dari orang yang terinfeksi hepatitis A memiliki gejala
yang datang dan pergi selama 6-9 bulan.
Hepatitis B
Hepatitis B adalah peradangan pada hati. Selain tipe A, virus hepatitis B paling sering
ditemui. Sebagian penderita hepatitis B akan sembuh sempurna dan mempunyai kekebalan
seumur hidup, tapi sebagian lagi gagal memperoleh kekebalan. Orang itu akan terus menerus
membawa virus hepatitis B dan bisa menjadi sumber penularan. Penularannya dapat terjadi
lewat jarum suntik atau pisau yang terkontaminasi, transfusi darah dan gigitan manusia.
Hepatitis B sangat beresiko bagi pecandu narkotika dan orang yang mempunyai banyak
pasangan seksual.
Gejala hepatitis B adalah lemah, lesu, sakit otot, demam ringan, mual, kurang nafsu
makan, mata dan kulit kuning dan air kencing berwarna gelap.
Pengobatan penyakit ini dilakukan dengan interferon alfa-2b, lamivudine dan
imunoglobulin yang mengandung antibodi terhadap hepatitis-B (diberikan 14 hari setelah
paparan). Vaksin hepatitis B yang aman dan efektif sudah tersedia sejak beberapa tahun lalu.
Untuk mencegah penularan hepatitis B adalah dengan imunisasi hepatitis B terhadap
bayi yang baru lahir, menghindari hubungan badan dengan orang yang terinfeksi,
menghindari penyalah-gunaan obat dan pemakaian bersama jarum suntik, menghindari
pemakaian bersama sikat gigi ataupun alat cukur dan memastikan alat suci-hama bila ingin
bertatto, melubangi terlinga atau tusuk jarum.5
Etiologi
Apabila pasien dengan hasil laboratorium HBsAg positif berarti penyebab kepada hepatitis B
tersebut adalah virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan virus yang tergolong di dalam
family Flaviviridae yang merupakan virus DNA dengan genom ganda parsial dan mempunyai
sekitar 3200 pasangan basa. HBV mempunyai selubung yang merupakan proten surface
antigen (HBsAg).5
Cara Transmisi
a. Melalui darah seperti penerima donor darah, pasien hemodialisis, pekerja kesehatan dan
pekerja yang terpapar dengan darah.
b. Transmisi seksual
c. Penetrasi jaringan atau permukosa seperti tertusuk jarum, penggunaan ulang alat medis
yang terkontaminasi, penggunaan pisau cukur dan silet
d. Transmisi maternal-neonata, maternal-infant
Penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu secara parenteral dimana
terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda yang sudah
tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo. Cara yang kedua adalah secara non
parenteral karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus hepatitis B.
Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara penting yaitu
penularan vertikel dan penularan horizontal. Penularan vertical adalah penularan infeksi virus
hepatitis B dari ibu yang HBsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama
masa perinatal. Resiko terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar negara
satu dan lain berkaitan dengan kelompok etnik. Penularan horizontal pula merupakan
penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap virus hepatitis B kepada orang lain
disekitarnya, misalnya melalui hubungan seksual.5
Epidemiologi
Distribusi hampir diseluruh dunia. Prevalensi karier di Amerika <1% sedangkan di
Asia sekitar 5-15%. Di Indonesia sendiri, prevalensi didaerah pedesaan relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan didaerah kota terutama pada kelompok masyarakat yang terpencil
termasuk yang tinggal di pulau – pulau kecil.
Prevalensi infeksi VHB pada WTS(wanita tuna susila) relatif lebih tinggi dibanding
kan dengan populasi umum sedangkan Hbs pada petugas kesehatan tidak jauh berbeda
dengan angka yang didapatkan pada populasi umum.5
Patofisiologi
Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B
(VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik dimembran sel hepar kemudian mengalami
penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan mantelnya,
sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel
hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel
pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB
memerintahkan gel hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi
pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya
kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi.
Apabila reaksi imunologik tidak ada atau minimal maka terjadi keadaan karier sehat.
Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama yaitu
adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi sel-
sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis akut fulminan.
Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah portal
dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan
bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang
berdekatan dan pembentukan septa fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik aktif.5
Etiologi
Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (HCV=
Hepatitis C virus). HCV adalah virus RNA yangdigolongkan dalam Flavivirus bersama-sama
dengan virus hepatitis G,Yellow fever, dan Dengue. Virus ini umumnya masuk kedalam
darah melalui tranfusi atau kegiatan-kegiatan yang memungkinkan virus ini langsung terpapat
dengan sirkulasi darah.6
Gambar 1. HCV
Kecepatan replikasi HCV sangat besar, melebihi HIV maupun HBV.Virus ini bereplikasi
melalui RNA-dependent RNA polimerase yang akanmenghasilkan salinan RNA virus tanpa
mekanismeproof-reading(mekanisme yang akan menghancurkan salinan nukleotida yang
tidak persissama dengan aslinya). Kondisi ini akan menyebabkan timbulnya banyak salinan-
salinan RNA HCV yang sedikit berbeda namun masih berhubungan satu sama lain pada
pasien yang disebutquasi specie s.
Sekarang ini ada sekurang-kurangnya enam tipe utama dari virusHepatitis C (yang sering
disebutgenotipe) dan lebih dari 50 subtipenya. Halini merupakan alasan mengapa tubuh tidak
dapat melawan virus denganefektif dan penelitian belum dapat membuat vaksin melawan
virus HepatitisC. Genotipe tidak menentukan seberapa parah dan seberapa
cepatperkembangan penyakit Hepatitis C, akan tetapi genotipe tertentu mungkintidak
merespon sebaik yang lain dalam pengobatan.6
Epidemiologi Infeksi VHC
Infeksi VHC didapatkan di seluruh dunia. Dilaporkan lebih kurang 170 juta orang di
seluruh dunia terinfeksi virus ini. Prevalensi VHC berbeda-beda di seluruh dunia. Di
Indonesia belum ada data resmi mengenai infeksi VHC tetapi dari laporan pada lembaga
transfuse darah. Didapatkan lebih kurang 2% positif terinfeksi oleh VHC. Pada studi populasi
umum di Jakarta prevalensi VHC lebih kurang 4%.
Umumnya transmisi terbanyak berhubungan dengan transfuse darah terutama yang
didapatkan sebelum dilakukannya penapisan donor darah untuk VHC oleh PMI. Infeksi VHC
juga didapatkan secara sporadic atau tidak diketahui asal infeksinya. Hal ini dihubungkan
dengan sosial ekonomi rendah, pendidikan kurang, dan perilaku seksual yang berisiko tinggi.
Infeksi dari ibu ke anak juga dilaporkan namun sangat jarang terjadi, biasanya dihubungkan
dengan ibu yang menderita HIV karena jumlah VHC di kalangan ibu yang menderita HIV
biasanya tinggi. Dilaporkan pula terjadinya infeksi VHC pada tindakan-tindakan medis
seperti endoskopi, perawatan gigi, dialysis, maupun operasi. VHC dapat bertransmisi melalui
luka tusukan jarum namun diketahui resikonya relative lebih kecil daripada VHB namun
lebih besar dari pada VHC.
Umumnya genotype yang didapatkan di Indonesia adalah genotype I (lebih kurang
60-70%) diikuti genotype 2 dan genotype 3. Dilaporkan adanya genotype khas untuk
Indonesia yaitu genotype 1c tetapi sebagian para ahli menganggap genotype ini sama dengan
genotype I lainnya yang sudah dilaporkan hanya saja laporan terdahulu menggunakan metode
yang hanya melihat sebagian kecil gen VHC saja.
Prevalensi yang tinggi didapatkan pada beberapa kelompok pasien seperti pengguna
narkotika suntik (>80%) dan pasien hemodialisis (70%). Pada kelompok pemngguna
narkotika suntik ini selaii infeksi VHC yang tinggi, ko-infeksi dengan HIV juga dilaporkan
tinggi (80%).
VHC didapatkan pada saliva pasien tetapi infeksi VHC melalui saliva dan kontak-
kontak lain dalam rumah tangga diketahui sangat tidak efisien untuk terjadinya infeksi dan
transmisi VHC sehingga amat jarang ditemukan adanya transmisi VHC melalui hubungan
dalam rumah tangga.1,5
Gejala klinis5
Umumnya infeksi akut HCV tidak memberi gejala atau hanyabergejala minimal. Hanya 20-
30% kasus yang menunjukkan tanda-tandahepatitis akut 7 – 8 minggu (berkisar 2 – 26
minggu) setelah terjadinyapaparan.
Tanda dan gejala :
Malaise
Jaundice (kulit atau mata menjadi kuning), jarang terjadi.
Fatique (lelah)
Loss of appetite (anorexia/ hilang selera makan)
Nausea dan vomiting (mual dan muntah).
Low grade fever ( demam rendah)
Pale or clay colored stools (pucat).
Dark urine (urine menjadi gelap)
Cara penularan5,6
Pada umumnya cara penularan HCV adalah parental. Semulapenularan HCV dihubungkan
dengan transfusi darah atau produk darah,melalui jarum suntik. Tetapi setelah ditemukan
bentuk virus dari hepatitis,makin banyak laporan mengenai cara penularan lainnya, yang
umumnyamirip dengan cara penularan HBV.
1. Penularan horizontal
Penularan HCV terjadi terutama melalui cara parental, yaitu tranfusi darah atau komponen
produk darah, hemodialisa, danpenyuntikan obat secara intravena.
2. Penularan vertikal
Penularan vertikal adalah penularan dari seseorang ibu pengidap atau penderita Hepatitis
C kepada bayinya sebelum persalinan, pada saat persalinan atau beberapa saat persalinan.
Kelompok resiko tinggi6
Angka kejadian HCV akan lebih tinggi pada kelompok resiko tinggi.Berdasarlaporan hasil
penelitian, diperoleh dara mereka yang dapatdigolongkan kelompok resiko tinggi ialah
1. Penerima tranfusi darah atau produk darah (resipen).
2. Yang sering menggunakan obat-obat intravena (intravena drug users/ab-users).
3. Tenaga medis/paramedis yang sering kontak dengan darah atau komponen darah.
4. Penderita yang mendapat hemodialisa dan anggota staf ruang hemodialisis.
Patogenesis
Studi mengenai mekanisme kerusakan sel-sel hati VHC masih sulit dilakukan karena
terbatasnya kultur sel untuk VHC dan tiak adanya hewan model kecuali simpanse yang
dilindungi. Kerusakan sel hati akibat VHC atau partikel virus secara langsung masih belum
jelas. Namun beberapa bukti menunjukkan adanya mekanisme imunologis yang
menyebabkan kerusakan sel-sel hati. Protein core misalnya ditengarai dapat menimbulkan
reaksi pelepasan radikal oksigen pada mitokondria. Selai itu, protein ini diketahui pula
mampu berinteraksi pada mekanisme signaling dalam inti sel terutama berkaitan dengan
penekanan regulasi imunologik dan apoptosis. Adanya bukti-bukti ini menyebabkan
kontroversi apakah VHC bersifat sitotoksik atau tidak, terus berlangsung.
Reaksi sel T-sitotoksik (CTL) spesifik yang kuat diperlukan untuk terjadinya
eliminasi menyeluruh VHC pada infeksi akut. Pada infeksi kronik, reaksi CTL yang relative
lemah masih mampu merusak sel-sel hati dan melibatkan respon inflamasi di hati tetapi tidak
bisa menghilangkan virus maupun menekan evolusi genetic VHC sehingga kerusakan sel hati
berjalan terus menerus. Kemampuan CTL tersebut dihubungkan dengan aktivitas limfosit T-
helper spesifik VHC. Adanya pergeseran dominasi aktivitas Th1 menjadi Th2 berakibat pada
reaksi toleransi dan melemahnya respons CTL.
Reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α ,
TGF-β1, akan menyebabkan rekrutmen sel-sel inflamasi lainnya dan menyebabkan aktivasi
sel-sel stelata di ruang disse hati. Sel-sel yang khas ini sebelumnya dalam keadaan ‘tenang’
(quiescent) kemudian berproliferasi dan menjadi aktif menjadi sel-sel miofibroblas yang
dapat menghasilkan matriks kolagen sehingga terjadi fibrosis dan berperan aktif dalam
menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi. Mekanisme ini dapat timbul terus-menerus
karena reaksi inflamasi yang terjadi tidak berhenti sehingga fibrosis semakin lama semakin
banyak dan sel-sel hati yang ada semakin sedikit. Proses ini dapat menimbulkan kerusakan
hati lanjut dan sirosis hati.
Pada gambaran histopatologis pasien hepatitis C kronik dapat ditemukan proses
inflamasi kronik berupa nekrosis gerigit, maupun lobular, disertai dengan fibrosis di daerah
portal yang lebih lanjut dapat masuk ke lobules hati (fibrosis septal) dan kemudian dapat
menyebabkan necrosis dan fibrosis jembatan. Gambaran yang agak khas untuk infeksi VHC
adalah agregat limfosit di lobules hati namun tidak didapatkan pada semua kasus inflamasi
akibat VHC.
Gambaran histopatologis pada infeksi kronis VHC sangat berperan dalam
menentukan prognosis dan keberhasilan terapi. Secara histopatologis dapat dilakukan scoring
untuk inflamasi dan fibrosis di hati sehingga memudahkan untuk keputusan terapi, evaluasi
pasien maupun komunikasi antara ahli patologi. Saat ini system scoring yang mempunyai
variasi intra dan interobserver yang baik diantaranya adalah METAVIR dan ISHAK.1,4,5,6
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis hepatitis virus C dikenal mulai dari hepatitis akut, fulminan, kronis, yang
dapat berkembang menjadi serosis atau kanker hati.
Hepatitis C akut
Umumnya secara klinik gejala HCV akut lebih ringan daripada hepatitis virus akut lainnya.
Masa inkubasi HCV terletak antara HAV denganHBV, yaitu sekitar 2 – 26 minggu, dengan
rata-rata 8 minggu. Pada penderita hepatitis akut ditemukan Anti HCV positif pada 75,5%
HNANB pasca-tranfusi, 35% pada HNANB sporadik dan hanya 2,4 pada HBV.Sebagian
besar penderita yang terserang HCV akan menjurus jadi kronis.5,6
Hepatitis C kronis
Infeksi akan menjadi kronik pada 70 – 90% kasus dan sering kalitidak menimbulkan gejala
apapun walaupun proses kerusakan hati erjalanterus. Hilangnya HCV setelah terjadinya
hepatitis kronis sangat jarangterjadi. Diperlukan waktu 20 – 30 tahun untuk terjadinya serosis
hati yangsering tejadi pada 15 – 20% pasien hepatitis C kronis. Progresivitas hepatitiskronik
menjadi sirosis hati tergantung bebrapa faktor resiko yaitu : asupanalkohol, ko-infeksi dengan
virus hepatitis B atau Human Immunodeficiency Virus (HIV), jenis kelamin laki-laki dan usia
tua saat terjadinya infeksi. Setelah terjadi sirosis hati, maka dapat timbul kanker hati dengan
frekuensi 1– 4% tiap tahunnya. Kanker hati dapat terjadi tanpa melalui sirosis hati walaupun
hal ini amat jarang terjadi. 5,6
Hepatitis C Fulminan
Hepatitis fulminan jarang terjadi. ALT (alanine amino - transferase) meninggi sampai
beberapa kali diatas batas atas normal tetapi umumnya tidak sampai lebih dari 1000 U/L. 5,6
Pencegahan
Penyakit ini belum ada vaksin untuk pencegahannya, tetapi dapat disembuhkan asalkan
diperiksa secara dini. Vaksinasi Hepatitis C belum bisa dilakukan karena virus hepatitis C
bervariasi secara genetic. Selain itu, virus ini juga memiliki angka mutasi yang tinggi
sehingga sering kali menghindari antibody tubuh. Dengan tingginya angka replikasi dapat
dipastikan akan munculnya generasi HCV yang beraneka ragam dan mampu menghindari
sistem kekebalan tubuh penderitanya.6
Pemeriksaan diagnostik
Beberapa jenis pemeriksaan utama yang biasa dilakukan untukmendiagnosa dan memantau
infeksi hepatitis C yaitu Uji Elisa anti-HCV,HCV Kualitatif, Tes Genotipe dan Tes Kesehatan
Hati.
1. Uji HCV Kualitatif yaitu jika tes ELISA menunjukkan seseorang telah terpapar HCV,
dokter akan melakukan pemeriksaan HCV PCR(Polymerase Chain Reaction) kualitatif.
Pemeriksaan ini secara khusus memeriksa ada tidaknya RNA HCV.
2. Tes Genotipe yaitu untuk menentukan jenis HCV yang menginfeksiseseorang. Hasil tes ini
akan menentukan lama pengobatan yang akandiberikan dokter.
Tes Kesehatan Hati, meliputi ALT yaitu tes darah yang mengukurensim alanine amino -
transferase yang biasanya terdapat di dalamhati. Peningkatan ALT menandakan adanya suatu
infeksi di hati.Biopsi hati (dianjurkan, tetapi tidak wajib), pemeriksaan yangdilakukan dengan
mengangkat sedikit jaringan hati untuk diperiksa dilaboratorium. Pemeriksaan ini merupakan
cara terbaik untukmengetahui tingkat kerusakan hati dan/atau menemukan bentukpenyakit
hati yang lainnya. Tes umum lainnya, meliputi kimiawi darah, mengukur kadar trombosit dan
waktu protrombin.5,6
Medikamentosa
Diagnosa dan pengobatan awal sangatlah mendesak dan penting. Persentase yang
signifikan dari orang yang melakukannya dapat sembuh dari Hepatitis C dan menunjukan
perbaikan hatinya. Tujuan pengobatan dari Hepatitis C adalah menghilangkan virus dari
tubuh anda sedini mungkin untuk mencegah perkembangan yang memburuk dan stadium
akhir penyakit hati. Pengobatan hepatitis C kronik adalah dengan menggunakan
interferonalfa dan ribafirin. Umumnya disepakati bila genotipe HCV adalah genotipe 1dan 4,
maka terapi perlu diberikan selama 48 minggu dan bila genotipe 2dan 3, terapi cukup
diberikan selama 24 minggu.6
1. Interferon alfa. Adalah suatu protein yang dibuat secara alami oleh tubuh manusia
untuk meningkatkan sistem daya tahan tubuh/imunitasdan mengatur fungsi sel lainnya.
Obat yang direkomendasikan untukpenyakit Hepatitis C kronis adalah dari inteferon
alfa bisa dalambentuk alami ataupun sintetisnya.
2. Pegylated interferon alfa. Dibuat dengan menggabungkan molekul yang larut air yang
disebut " polyethylene glycol (PEG) " dengan molekul interferon alfa.
Modifikasi interferon alfa ini lebih lama ada dalam tubuh, dan penelitian menunjukkan
lebih efektif dalam membuat respon bertahan terhadap virus dari pasien Hepatitis C
kronis dibandingkan interferon alfa biasa.
3. Ribavirin. Adalah obat anti virus yang digunakan bersama interferon alfa untuk
pengobatan Hepatitis C kronis. Ribavirin kalau dipakai secara tunggal tidak efektif
melawan virus Hepatitis C, tetapi dengan kombinasi interferon alfa, lebih efektif
daripada interferon alfa sendiri.
Kontra indikasi terapi adalah berkaitan dengan penggunaan Interferondan Ribavirin tersebut.
Pasien yang berumur lebih dari 60 tahun, Hb < 10g/dl, leukosit darah < 2500/ul, trombosit <
100.000/uL, adanya ganggguanjiwa yang berat dan adanya hipertiroid tidak diindikasikan
untuk terapiIinterferon dan Riabvirin. Pasien dengan gangguan ginjal juga tidakdiindikasikan
menggunakan Ribavirin karena dapat memperberat gangguanginjal yang terjadi.8
Untuk Interferon alfa yang konvensional, diberikan seriap 2 hari atau 3 kali seminggu
dengan dosis 3 juta unit subkutan setiap kali pemberian. Interveron yang telah diikat
dengan poly-ethylen glycol (PEG) atau dikenal dengan Peg-Interferon, diberikan setiap
minggu dengan dosis 1,5 ug/kgBB/kali (untuk Peg-Interferon 12 KD) atau 180 ug (untuk
Peg-Interveron 40 KD). Pemberian Interferon diikuti dengan pemberian
Ribavirin dengan dosis pada pasien dengan berat badan < 50 kg 800 mg setiap hari, 50 –
70 kg 1000 mg setiap hari, dan > 70 kg 1200 setiap hari dibagi dalam 2 kali pemberian.
Komplikasi1,4,6.
a. Sirosis hati.
b. Gagal hati.
c. HCC-hepatocellular carcinoma. HCC dapat terjadi bila infeksi VHC dan VHB secara
bersamaan. Dan biasanya 1-4% pasien dengan sirosis hati mengidap HCC.
d. Perihepatic-limfadenopathy. Biasanya ditemukan pada penyakit kronik hepatitis C
dan kronik hepatitis B. (60-100%) meskipun nilai test lab hati normal.
e. Non-hodgkin lymphoma.
Prognosis Dalam 5 tahun terakhir mortilitas rata-rata adalah 0-2% pada tanpa sirosis. 14-20%
dengan sirosis hati. 70-86% dengan gagal hati. Resiko sirosis dan HCC berhubungan dengan
serum HBV DNA, dan focus terapi adalah untuk menekan HBV DNA ini sampai dibawah
300 copies/ml.5,6
Kesimpulan
Sampai saat ini vaksin Hepatitis C belum ditemukan oleh karena itu langkah yang terbaik
untuk menangulanginya adalah dengan langkah pencegahan. Kita dapat mencegah penularan
Hepatitis C. Cara penyebaranyang paling efesien Hepatitis C adalah melalui suntikan yang
terkontaminasioleh darah, misalnya di saat memakai obat suntik. Jarum suntik dan alat suntik
sebelum digunakan harus steril dengan demikian menghentikan penyebaran penyakit
Hepatitis C di antara pengguna obat suntik.
Daftar Pustaka
1. Harryanto RA, Madjid A, Muin RA, Nugroho A, Sanusi TA, Aziz RHA, et al. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 4. Departemen Ilmu Penyakit Dalam: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia ; 2006.h.439-42.
2. Mark HS. Buku Ajar Diagnostik Fisik. EGC : Jakarta; 1995.h.245-52.
3. Kosasih EN, Kosasih AH. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik. 2nd ed.
Karisma : Jakarta; 2008.p.296-317.
4. Eugene RS, Michael FS, Wills CM. Sciff’s Diseases of the Liver. Volume 1.
Lippincott Williams & Wilkins : Philadelphia; 2007.p.20-54, 717-20, 807-35.
5. Egi KY, Esty W, Devi Y. Buku Saku Patofisiologi. 3rd ed. EGC: Jakarta; 2008.h.665-
672.
6. Kuntz E, Kuntz HD. Hepatology : Textbook and atlas. Springer Medizin Verlag
Heidelberg : Germany; 2008.p.448-54, 721-30.