ON FARM JAGUNG
Oleh : Fitri (H451100151)
Jagung merupakan komoditas yang strategis karena di beberapa daerah
jagung menjadi makanan pokok pertama pengganti beras. Jagung pun menjadi
penting dalam perkembangan industri di Indonesia karena selain bahan pangan,
jagung menjadi bahan baku pakan ternak.
Permintaan akan jagung terus meningkat sedangkan produksi dalam negeri
masih belum mampu mencapai angka permintan tersebut, sehingga impor menjadi
langkah yang diambil pemerintah dalam mengatasi masalah ini. Kondisi alam
Indonesia tidaklah buruk dalam proses budidaya jagung, namun berbagai kendala
atau permasalahan masih saja terjadi.
Usaha peningkatan produksi jagung di Indonesia telah digalakan melalui
dua program utama yakni: (1) Ekstensifikasi (perluasan areal) dan (2) intensifikasi
(peningkatan produktivitas). Program peluasan areal tanaman jagung selain
memanfaatkan lahan kering juga lahan sawah, baik sawah irigasi maupun lahan
sawah tadah hujan melalui pengaturan pola tanam. Usaha peningkatan produksi
jagung melalui program intensifikasi adalah dengan melakukan perbaikan
teknologi dan manajemen pengelolaan (Bakhri, 2007).
Produksi jagung di Indonesia masih relatif rendah dan masih belum dapat
memenuhi kebutuhan konsumen yang cenderung terus meningkat. Masih
rendahnya produksi jagung ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain, seperti
teknologi bercocok tanam yang masih kurang baik, kesiapan dan ketrampilan
petani jagung yang masih kurang, penyediaan sarana produksi yang masih belum
tepat serta kurangnya permodalan petani jagung untuk melaksanakan proses
produksi sampai ke pemasaran hasil.
Secara konseptual agribisnis adalah suatu sistem yang terdiri atas empat
subsistem yang saling mendukung dan terkait satu sama lainnya. Salah satu dari
subsistem tersebut adalah on farm agribusiness atau subsistem produksi pertanian
primer. Kegiatan di on farm mencakup penggunaan sarana yang dihasilkan dari
subsistem agribisnis hulu.
Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Jagung di Daerah Sentra Produksi
Upaya peningkatan produksi jagung di dalam negeri dapat ditempuh
melalui perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas. Perluasan areal
dapat diarahkan pada lahan–lahan potensial, seperti lahan sawah irigasi, lahan
sawah tadah hujan, dan lahan kering yang belum dimanfaatkan untuk pertanian.
Untuk lebih memperluas dan memperdalam informasi mengenai aktifitas
subsistem on farm jagung di Indonesia, berikut disajikan Tabel mengenai luas
panen, produksi , dan produktivitas jagung di sentra produksi yaitu di daerah Jawa
Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan.
Tabel 1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung di Sentra Produksi.
Provinsi
Tahun Pertumbuhan
(%)2005 2006 2007 2008 2009*
Luas Panen (Ha)
Jawa Barat 117.413 115.797 113.373 118.976 135.034 13,50
Jawa Tengah 596.303 497.928 571.013 639.354 711.155 11,23
DI Yogyakarta 72.714 70.270 70.216 71.164 73.655 3,50
Jawa Timur 1.206.177 1.099.184 1.153.496 1.235.933 1.278.263 3,42
NTT 239.588 252.410 217.478 270.717 250.282 -7,55
Sulawesi
Utara
71.644 82.189 115.664 131.791 128.256 -2,68
Sulawesi
Selatan
206.569 206.387 262.436 285.094 298.887 4,84
Produksi (Ton)
Jawa Barat 587.186 573.263 577.513 639.822 776.757 21,40
Jawa Tengah 2.191.258 1.856.023 2.233.992 2.679.914 3.195.904 19,25
DI Yogyakarta 248.960 223.620 258.187 285.372 315.243 10,47
Jawa Timur 4.398.502 4.011.182 4.252.182 5.053.107 5.193.648 2,78
NTT 552.440 582.964 514.360 673.112 637.393 -5,31
Sulawesi
Utara
195.305 242.714 406.759 466.041 457.774 -1,77
Sulawesi 705.995 696.084 969.995 1.195.691 1.359.707 13,72
Selatan
Produktivitas (Ku/Ha)
Jawa Barat 50,01 49,51 50,94 53,78 57,52 6,95
Jawa Tengah 36,75 37,27 39,12 41,92 44,94 7,20
DI Yogyakarta 34,24 31,82 36,77 40,10 42,80 6,73
Jawa Timur 36,47 36,49 36,86 40,88 40,63 -0,61
NTT 23,06 23,10 23,65 23,86 25,47 2,43
Sulawesi
Utara
27,26 29,53 35,17 35,36 35,69 0,93
Sulawesi
Selatan
34,18 33,73 36,96 41,94 45,49 8,46
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Tanaman PanganKeterangan : *) Angka Ramalan III
Berdasarkan data pada Tabel 1 diatas terlihat bahwa sebagian besar daerah
sentra produksi mengalami pertumbuhan luas panen. Jawa Barat merupakan
daerah dengan pertumbuhan luas panen tertinggi, disusul Jawa Tengah dan
Sulawesi Selatan. Namun jika dilihat dari angka luas panen saja, maka Jawa
Timur merupakan sentra pertanaman jagung yang paling besar. Oleh karena itu,
pemerintah melakukan pertanaman secara intensif di daerah ini (Jawa Timur).
Produksi jagung yang terbesar berada di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur
dan Sulawesi Selatan. Selanjutnya untuk tingkat produktivitas, daerah Sulawesi
Selatan menjadi terdepan dengan angka pertumbuhan 8,46 Ku/Ha disusul Jawa
Tengah sebesar 7,20 Ku/Ha.
Berdasarkan penyebaran luas sawah dan tipe irigasinya, diperkirakan
terdapat 457.163 ha yang potensial untuk peningkatan indeks pertanaman. Di luar
Jawa, terdapat 20,5 juta ha lahan kering yang dapat dikembangkan untuk
usahatani jagung (Deptan, 2007).
Angka-angka diatas menjadi sinyal bahwa pertumbuhan jagung di
Indonesia, khususnya di daerah sentra produksi, masih memberikan harapan yang
besar untuk peningkatan produksi jagung di negeri ini. Jika pengelolaan agribisnis
di tingkat on farm dapat di optimalkan maka tidak menutup kemungkinan,
swasembada jagung bisa terwujud.
Budidaya Jagung
Tanaman jagung sebagai makanan pokok dan potensial untuk
mensubstitusi tanaman padi memiliki prospek yang cerah untuk diusahakan
(dibudidayakan) secara intensif. Ratusan populasi ternak unggas, baik di dalam
negeri maupun luar negeri, membutuhkan bahan makanan berupa jagung dalam
jumlah ribuan ton setiap minggunya (Martodireso dan Suryanto, 2002).
Indonesia termasuk negara yang masih mengimpor jagung. Meskipun
teknik budidaya jagung tidak sulit dan lahan untuk tanaman jagung di Indonesia
tersedia luas, tetapi produksi jagung di Indonesia masih rendah. Menurut analisis
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura Departemen Pertanian,
rendahnya produksi jagung di Indonesia terutama disebabkan belum
diterapkannya teknologi budidaya maju oleh para petani, rendahnya kesuburan
lahan yang digunakan untuk bertanam jagung, dan kondisi lingkungan yang sering
kekeringan ataupun kebanjiran.
Untuk meningkatkan produktivitas jagung nasional, budidaya yang
diterapkan harus benar-benar sesuai dengan anjuran, termasuk penggunaan pupuk.
Karena itu, perlu membuka diri atas temuan-temuan baru dalam budidaya jagung,
baik yang menyangkut mutu benih maupun jenis organik yang ramah lingkungan.
Dalam pemilihan benih, petani harus memilih benih unggul antara lain benih
hibrida pioneer yang menurut hasil penelitian dan ujicoba tahan terhadap hama
dan penyakit tertentu. Dengan demikian, petani dapat mengurangi penyemprotan
tanaman dengan pestisida, bahkan sama sekali tidak menggunakan bahan-bahan
pestisida untuk menyemprot tanaman.
Dalam hal pemupukan, petani diharapkan untuk menghindari pemakaian
pupuk anorganis atau pupuk kimia (pupuk buatan). Tetapi, petani diharapkan
untuk menggunakan jenis pupuk yang bersifat organis seperti pupuk kandang,
humus, hijauan, dan sebagainya. Namun, pemakaian pupuk organis ini memang
cukup sulit dipenuhi karena paling tidak membutuhkan sekitar 20 ton untuk setiap
hektarnya. Untuk itu, petani dapat mengusahakan pupuk organis atau pupuk
hayati yang aplikasinya cukup efisien. Berdasarkan hasil penelitian dan ujicoba
lapangan, pupuk hayati yang sangat efisien adalah pupuk organik cair E-2001 atau
E-138. Menurut pengalaman petani yang telah menggunakan pupuk organik cair
E-2001 atau E-138, mereka dapat menghemat biaya pupuk dan tambahan hasil
berupa kenaikan produktivitas jagung.
Pola Tanam
Pola tanam memiliki arti penting dalam produksi jagung. Pola tanam di
Indonesia disusun selama 1 tahun dengan memerhatikan curah hujan. Beberapa
pola tanam yang biasa diterapkan dalam penanaman jagung adalah :
1. Tanaman Campuran (Mixed Cropping)
Tumpang campuran merupakan penanaman yang terdiri atas beberapa
tanaman, tanpa pengaturan jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur
menjadi satu. Lahan yang digunakan amenjadi efisien, tetapi mudah terancam
hama dan penyakit. Contoh tanaman campuran adalah penanaman jagung,
kedelai, dan ubi kayu dalam satu lahan tertentu.
2. Tumpang Sari (Intercropping)
Tumpang sari adalah melakukan penanaman lebih dari satu tanaman dalam
suatu lahan tertentu. Contoh tumpang sari adalah jagung dan kedelai, atau
dapat juga jagung, ketela pohon, dan padi gogo ditanam bersamaan dalam
suatu tempat tertentu.
3. Tumpang Gilir (Multiple Cropping)
Tumpang gilir merupakan penanaman secara beruntun sepanjang tahun dengan
mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dimiliki, untuk mendapat
keuntungan yang maksimum. Contoh tumpang gilir diantaranya jagung muda,
disambung padi gogo, lalu kacang tanah, dan dilanjutkan dengan ubi kayu.
4. Tanaman persisipan (Relay Cropping)
Tanaman bersisipan merupakan pola tanam dengan cara menyisipkan satu atau
beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok. Penanaman tanaman sisipan
dapat dilakukan waktu tanam yang bersamaan atau waktu tanam yang berbeda.
Contoh tanaman yang bersisipan adalah tanaman jagung yng disisipkan pada
kebun kacang tanah, atau waktu tanaman jagung menjelang panen disisipkan
kacang panjang.
Pembibitan dan Penanaman
Benih jagung yang akan ditanam harus dipilih dari jenis jagung varietas
unggul atau hibrida yang berdaya hasil tinggi, antara lain benih hibrida Pioneer.
Benih jagung ini cukup baik karena bebas hama/penyakit dan memiliki daya tahan
yang relatif tinggi terhadap serangan hama/penyakit. Benih jagung Pioneer ini
juga memiliki daya tumbuh minimal 80%, sehat, bernas, tidak keriput, dan
mengkilat. Kemurnian jagung hibrida Pioneer ini terjamin, baik fisik (tidak
tercampur kotoran) maupun genetiknya (tidak tercampur varietas lain).
Kebutuhan benih untuk setiap hektarnya sekitar 20-30 kilogram. Jika
hendak menggunakan benih dari jagung non hibrida hendaknya menggunakan
benih jagung yang berlabel merah jambu yang untuk setiap hektarnya
membutuhkan sekitar 30-40 kilogram.
Sebelum benih jagung ditanam, tanah harus diolah terlebih dahulu.
Caranya tanah di cangkul atau di bajak dua kali sedalam 15 – 20 cm sampai cukup
gembur. Gulma dan sisa-sisa tanaman dibenam di dalam tanah, kemudian tanah
tersebut digaru sampai rata. Pengolahan lahan hendaknya sudah dilakukan satu
minggu sebelum tanam.
Penetapan waktu tanam jagung hendaknya disesuaikan dengan tipologi
lahan, agroekosistem, dan anjuran dari Dinas Pertanian setempat. Untuk lahan
sawah irigasi, penanaman jagung dapat dilakukan pada Musim Kemarau (MK) I
dan MK II. Pada lahan sawah tadah hujan, penanaman jagung dilakukan pada MK
I, dan pada lahan kering penanaman pada MK I, lahan psang surut pada tipe B
yang mendekati tipe C dan tipe D.
Jika penanamannya dilakukan dengan sistem surjan, maka penanaman
jagung tergantung pada tempat di mana jagung tersebut akan ditanam. Jika
penanaman pada tabukan, maka penanaman jagung dapat dilakukan pada musim
kemarau. Dan bila penanaman pada guludan, maka penanaman jagung dapat
dilakukan pada musim hujan dan MK I.
Jarak tanam tergantung pada varietas jagung yang akan ditanam. Jarak
tanam untuk jagung hibrida adalah 75 x 25 cm atau 75 x 0 cm. Kedalaman lubang
tanam antara 2,5 – 5 cm. Untuk tanah yang cukup lembab, kedalaman lubang
tanam cukup 2,5 cm. Sedangkan untuk tanah yang agak kering, kedalaman lubang
tanam adalah 5 cm.
Jumlah biji jagung yang ditanam pada setiap lubang tanam tergantung
pada varietas jagung. Untuk jagung non-hibrida, jumlah biji yang ditanam
sebanyak 2 – 3 biji per lubang tanam, sedangkan untuk varietas hibrida sebanyak
1 biji per lubang tanam.
Pemupukan
Ada tiga jenis pupuk yang dapat digunakan untuk pertanaman jagung,
yakni pupuk alam, pupuk buatan, dan pupuk hayati hasil bioteknologi E-2001.
Pupuk alam yang dapat digunakan untuk memupuk tanaman jagung adalah pupuk
kandang, kompos, atau pupuk hijau dengan dosis 15 – 20 ton per hektar. Untuk
memenuhi kebutuhan pupuk alam ini, diperlukan dalam jumlah yang besar
sehingga menyulitkan petani.
Dosis pupuk buatan untuk jagung hibrida adalah Urea sebanyak 250/kg,
SP-36 sebanyak 100 kg/hektar, ZA sebanyak 100 kg/hektar, dan KCL sebanyak
100 kg/hektar. Sedangkan dosis pupuk buatan untuk jagung non-hibrida adalah
Urea sebanyak 250 kg/hektar, SP-36 sebanyak 75 – 100 kg/hektar, dan KCl
sebanyak 50 kg/hektar.
Bila menggunakan pupuk hayati hasil bioteknologi E-2001 ada du
alternatif. Pertama : Urea sebanyak 100 kg/hektar, SP-36 sebanyak 50 kg/hektar,
KCl sebanyak 50 kg/hektar, dan E-2001 sebanyak 1 liter/hektar. Kedua; E-2001
sebanyak 1 liter/hektar dan pupuk NPK Cap Semut 15-15-15
Untuk jenis pupuk buatan tersebut di atas, pemupukan dilakukan tiga kali
aplikasi. Aplikasi pertama adalah sebagai pupuk dasar. Jika memakai pupuk alam,
seluruhnya diberikan pada waktu pengolahan tanah. Jika pupuk buatan untuk
pemupukan jagung hibrida, pupuk dasar, yakni 1/3 Urea dan sekuruh TSP/SP-36
serta KCL, diberikan pada saat penanaman. Demikian pula, pemupukan untuk
jagung non-hibrida.
Pupuk susulan I diberikan pada saat tanaman jagung berumur 3 minggu
setelah tanam. Dosis pupuk yang dipakai untu jagung hibrida adalah 1/3 dari dosis
yang ditetapkan, sedangkan dosis untuk jagung non-hibrida adalah 2/3 dari dosis
yang dianjurkan.
Pupuk susulan II diberikan pada umur 5 minggu setelah tanam atau segera
setelah keluar malai atau rambut tongkol jagung. Dosis pemupukan susulan II
adalah 1/3 dari dosis total yang ditetapkan.
Sedangkan pupuk hayati hasil bioteknologi E-2001 sebelum diberikan
diinkubasi terlebih dahulu selama tiga hari dalam 100 liter air. Pupuk hayati hasil
inkubasi tersebut diberikan satu hari sebelum tanam.
Pada Tabel 2 akan di perlihatkan analisis perbandingan biaya antara pupuk
buatan dan pupuk hayati E-2001.
Tabel 2 Analisis Perbandingan Biaya antara Pupuk Buatan dan Pupuk Hayati E-2001
Pupuk Konvensional
Pupuk Hayati E-2001
Alternatif I Alternatif II
Kg/Ha Rp Kg/Ha Rp Kg/Ha Rp
Urea 250 278.750 100 111.500 - -
SP-36 10 160.000 50 80.000 - -
ZA 100 100.000 - - - -
KCl 100 165.000 50 82.500 - -
PPC - 200.000 - - - -
Pupuk E-2001 - - 1 ltr 400.000 1 ltr 400.000
NPK Cap Semut - - - - 100 300.000
Jumlah 550 903.750 201 674.000 101 700.000
Sumber : Agribisnis Kemitraan Usaha Bersama, 2002.
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa penggunaan pupuk hayati hasil
bioteknologi E-2001terbukti mampu meningkatkan produksi sekaligus
menurunkan biaya produksi. Menurut pengalaman petani, pupuk hayati hasil
bioteknologi E-2001 mampu meningkatkan produksi antara 15% - 30% jika
dibandingkan dengan pupuk konvensional (Urea, TSP/SP-36 dan KCl).
Pemeliharaan dan Pemanenan
Ada beberapa kegiatan pemeliharaan dalam usahatni jagung. Pertama,
penyulaman yang dilakukan satu minggu setelah tanam. Bila dalam waktu itu ada
benih jagung yang tidak tumbuh, maka harus segera dilakukan penyulaman.
Kedua, penyiangan yang dilakukan sesering mungkin. Pada prinsipnya, bila ada
gulma yang tumbuh, maka harus segera dilakukan penyiangan. Jadi, frekuensi
penyiangan tergantung pada ada tidaknya gulma yang tumbuh.
Kegiatan lainnya adalah pembubunan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk
memperkokoh perakaran dan mempermudah penyerapan unsur hara. Pembubunan
dilakukan pada saat tanaman jagung berumur 3 – 4 minggu setelah tanam atau
bersamaan dengan penyiangan.
Untuk mencegah timbulnya serangan hama dan penyakit, sebaiknya
dilakukan pencegahan sedini mungkin. Misalnya, kita memilih benih jagung yang
tahan hama dan penyakit serta menjaga lingkungan pertanaman dari gulma yang
dapat menjadi sarang hama dan penyakit. Pencegahan dan penanggulangan
serangan hama dan penyakit sedapat mungkin menghindari penggunaan pestisida.
Sebaiknya, pencegahan dan penanggulangan serangan hama dan penyakit
dilakukan secara terpadu (PHT).
Hama yang potensial menyerang tanaman jagung antara lain ulat tanah,
lalat bibit, Lundi, ulat grayak, penggerek batang, penggerek jagung, dan
penggerek tongkol. Sedangkan penyakit yang potensial menyerang tanaman
jagung antara lain penyakit bulai, hawar daun, busuk batang, karat, busuk pelepah,
dan bercak daun.
Tanaman jagung sudah dapat dipanen bila kelobotnya telah menguning
dan bijinya telah keras serta mengkilat; bijinya bila ditusuk dengan kuku tidak
berbekas, dan kadar airnya sekitar 30% - 40%. Umur panen jagung memang
tergantung pada varietas jagung yang ditanam dan tinggi tempat dari permukaan
laut.
Panen jagung dapat dilakukan dalam bentuk tongkol berkelobot.
Kemudian, tongkol jagung tersebut dipisahkan antara jagung yang sehat dan
jagung yang terinfeksi hama-penyakit. Tongkol jagung yang telah dipisahkan itu
masing-masing dimasukkan ke dalam suatu wadah, misalnya karung goni dan
bakul.
Agar petani memperoleh nilai tambah, maka sebaiknya tongkol jagung
tersebut diproses terlebih dahulu dengan cara dikeringkan. Pengeringan dapat
dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau memakai alat pengering
(dryer). Tongkol jagung dikeringkan hingga kadar air dalam biji tinggal 18%.
Pada kadar air tersebut, biji jagung akan mudah untuk dipipil. Selanjutnya, jagung
pipilan dikeringkan hingga kadar airnya tinggal 13% - 14%.
Analisis Usahatani Tanaman Jagung
Umumnya agribisnis jagung dilakukan berskala kecil, karena masih
banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh petani jagung. Permasalahan klasik
yang sering dihadapi oleh petani jagung adalah terbatasnya permodalan,
manajemen usaha dan pemasaran hasil sehingga tidak dapat melakukan usaha
dengan volume usaha yang luas dan lebih intensif serta pemasaran hasil dengan
baik. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan
petani jagung diantaranya adalah dengan system kemitraan usaha dalam agribisnis
jagung. Dalam kaitan ini diperlukan berbagai dukungan, termasuk dukungan
kebijakan pemerintah (Deptan, 2007).
Kemitraan Usaha Bersama merupakan salah satu upaya mendukung
kebijakan pembangunan pertanian untuk meningkatkan taraf hidup petani. Pola
kemitraan ini dapat meningkatkan produksi jagung secara signifikan. Hal ini
cukup beralasan karena penanaman jagung selama ini kurang tersentuh oleh
teknologi secara merata sehingga menyebabkan penanaman jagung tergantung
pada ketersediaan air, musim hujan, dan pola tanam yang tidak terencana
(Martodireso dan Suryanto, 2002)
Pola kemitraan ini sengaja diangkat untuk memperlihatkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan antara usahatani konvensional dan usahatani yang telah
melakukan kemitraan. Perbedaan tersebut secara jelas diperlihatkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisis Usahatani Paket Konvensional dan Paket Kemitraan PT. Dharma Niaga.
PAKET KONVENSIONALSK. Mentan No. 07/Kpts/Mentan/Dimas/XII/1998
PAKET PT. DHARMAGA NIAGA
I. PEMAKAIAN PUPUK
1. Pupuk Urea (250 kg/ha)
(250 kg x Rp 1.115,-)
2. Pupuk SP-36 (100 kg/ha)
(100 kg x Rp 1.600,-)
3. Pupuk ZA (100 kg/ha)
4. Pupuk KCl (100 kg/ha)
5. Pupuk Alternatif
278.750
160.000
100.000
165.000
200.000
I. PEMAKAIAN PUPUK
ALTERNATIF
1. Pupuk E-2001
(1 liter)
2. Pupuk NPK (100 kg/ha)
(100 NPK 15-15-15)
400.000
300.000
A. JUMLAH 903.750 A. JUMLAH 700.000
II. PEMAKAIAN PESTISIDA
III. PEMAKAIAN HERBISIDA
180.000
156.000
II. PEMAKAIAN PESTISIDA
III. PEMAKAIAN HERBISIDA
135.000
140.000
B. JUMLAH 200.000 B. JUMLAH 275.000
IV.BIAYA
GARAP/SEMPROT
V. PENGOLAHAN HASIL
150.000
50.000
VI. BIAYA GARAP/SEMPROT
IV. PENGOLAHAN HASIL
100.000
50.000
C. JUMLAH 200.000 C. JUMLAH 150.000
VII. BIAYA BENIH (20 kg/ha)
D. JUMLAH
260.000
260.000
VII. BIAYA BENIH
D. JUMLAH
260.000
260.000
JUMLAH A + B + C + D 1.699.750 JUMLAH A + B + C + D 1.385.000
VII. PANEN
(rata-rata 5 ton/ha) 3.000.000
PANEN
(rata-rata 6 ton/ha) 3.600.000
PENDAPATAN RATA-RATA
E – (A + B + C + D) 1.300.250
PENDAPATAN RATA-RATA
E – (A + B + C + D) 2.215.000
SELISIH PENDAPATAN 914.750
Keterangan :
- Selisih pendapatan Rp 914.750- Dianjurkan menggunakan benih jagung Hibrida (sesuai SK Mentan)- Pupuk alternatif (makro an-organik, organik, bahan pembenah tanah, mikroba, dan pupuk
pelengkap sesuai SK Mentan tersebut)
Pada Tabel 3 kita bisa melihat adanya perbedaan antara struktur biaya
usahatani Paket Konvensional dan Paket PT. Dharma Niaga. Untuk pemakaian
pupuk, Paket Konvensional mengeluarkan biaya sebesar Rp 903.750 dengan lima
jenis pupuk sedangkan Paket PT. Dharma Niaga hanya menggunakan 2 jenis
pupuk yaitu E-2001 dan NPK dengan biaya sebesar Rp 700.000.
Jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan jika menggunakan Paket
Konvensional adalah sebesar Rp 1.699.750 sedangkan untuk Paket PT. Dharma
Niaga hanya sebesar Rp 1.385.000, terdapat selisih biaya sebesar Rp 314.750.
Rata-rata panen yang diperoleh dari usahatani dengan Paket Konvensional atau
yang biasa digunakan oleh petani kita adalah 5 ton/ha dengan jumlah penerimaan
Rp 3.000.000 sedangkan untuk Paket Kemitraan PT. Dharma Niaga adalah 6
ton/ha dengan jumlah penerimaan Rp 3.600.000.
Berdasarkan perhitungan antara selisih penerimaan dan biaya usahatani di
peroleh bahwa ternyata Paket PT Dharma Niaga lebih menguntungkan daripada
Paket Konvensional. Terdapat selisih pendapatan yang cukup besar yaitu Rp
914.750.
Kasus ini merupakan salah satu contoh bahwa peningkatan produksi dan
pendapatan pada petani on farm dapat dilakukan dengan pola kemitraan. Masih
banyak pola kemitraan di Indonesia yang bisa dijadikan alternatif untuk
peningkatan produksi dan kesejahteraan petani.
Peningkatan produksi dan pendapatan usahatani jagung juga dapat
ditempuh dengan pemilihan bibit/benih yang tepat. Berikut akan di berikan studi
kasus analisis perbandingan pendapatan usahatani yang menggunakan benih
hibrida dan benih bersari bebas (lokal).
Studi Kasus
Studi kasus ini merupakan penelitian Hendra Khaerizal yang dilaksanakan
pada tahun 2008 di salah satu daerah sentra produksi di Jawa Barat, yaitu di Desa
Saguling, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung, dengan judul “Analisis
Pendapatan dan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Komoditi Jagung Hibrida dan
Bersari Bebas (Lokal)”. Total responden sebanyak 30 dibagi menjadi dua yaitu 15
sampel merupakan responden petani jagung dengan benih hibrida dan 15 lainnya
merupakan responden petani jagung dengan bersari bebas (lokal), semua petani
tersebut merupakan pemilik sekaligus penggarap lahan.
Box 1.
Kemitraan Usaha Bersama (KUB) yang di pimpin oleh PT. Dharma
Niaga (persero) merupakan suatu rangkaian usaha yang dimulai dari hulu
sampai hilir, melibatkan industri benih, pupuk, mesin dan alat pertanian,
organisasi masyarakat dan perbankan.
Program kemitraan ini merupakan salah satu wujud penerapan
kepedulian pemerintah melalui BUMN untuk melakukan pengentasan
kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
Untuk mencapai hasil yang maksimal dan sesuai dengan misi
program KUB, PT. Dharmaga Niaga menerapkan beberapa kondisi dan
prasyarat bagi para peserta program kemitraan, yaitu sekelompok
usaha/petani/kelompok tani yang mempunyai keterampilan (skill) atau biasa
menanam jagung, bersedia menggunakan paket teknologi yang telah
disimpan, dan bersedia mengembalikan biaya paket teknologi tersebut dengan
hasil produksi. Paket teknologi yang telah disediakan oleh PT. Dharma Niaga
telah teruji tepat dan efisien untuk menghasilkan kualitas dan produksi jagung
yang optimal.
Untuk mendukung pencapaian yang optimal dan efisien, baik kualitas
maupun kuantitasnya, petani juga disediakan pupuk bio teknologi E-2001 dan
E-138 yang telah mendapat rekomendasi dari Departemen Pertanian dan
dibutuhkan pasar karena bersifat organik.
Program ini terbukti telah memberikan keuntungan yang maksimal
bagi petani dalam pengelolaan on farm.
Hasil penelitian ini akan memperlihatkan bagaimana gambaran pendapatan
petani jagung yang menggunakan salah satu dari dua benih tersebut, sekaligus kita
dapat melihat perbandingan pendapatan usahatani yang menggunakan benih
hibrida dan benih bersari bebas (lokal).
Perbedaan Benih Jagung Hibrida dan Bersari Bebas
Ada beberapa perbedaan antara benih jagung hibrida dan bersari bebas
(lokal). Setidaknya kedua benih tersebut merupakan dua kelompok varietas besar
yang banyak digunakan oleh petani. Untuk lebih jelasnya, perbedaan kedua benih
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan antara Jagung Hibrida dan Bersari Bebas.
Indikator Jagung Hibrida Jagung Bersari BebasHarga benih Rp 30.000 – Rp 45.000 Rp 20.000 – Rp 25.000Potensi hasil per ha 6 – 11 ton/ha pipilan kering 7 – 7,5 ton/ha pipilan keringHasil rata-rata per ha 6 – 6,5 ton/ha pipilan kering 5 – 5,5 ton/ha pipilan keringUmur panen (rata-rata) 95 – 117 hari 85 – 96 hariJumlah baris per tongkol 14 – 16 baris 12 – 18 barisBobot 1000 butir 279 gr 307 grKetahanan terhadap penyakit Tahan terhadap karat daun,
cukup tahan terhadap bercak dan daun kelabu.
Cukup tahan terhadap karat dan bercak daun
Harga jual pipilan kering Rp 2000 – Rp 2.243 per kilo Rp 2000 – Rp 2.243 per
Dari semua perbedaan tersebut, maka perlu dilakukan suatu analisis
mengenai pendapatan usahatani jagung hibrida dan bersari bebas. Walaupun
penelitian ini tidak membahas masalah efisiensi, namun dengan adanya
perhitungan R/C ratio cukup mewakili penggunaan input mana yang sebaiknya
digunakan. Perbedaan struktur biaya, pendapatan, dan R/C ratio antara hibrida dan
bersari bebas disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Analisis Perbandingan Biaya dan Pendapatan Usahatani Jagung Hibrida dan Bersari Bebas per Ha dengan Batasan Status Pemilik Lahan Garapan di Desa Saguling
Sumber : Departemen Pertanian 2007 (http.ppvt.setjen.deptan.go.id) (diolah)Keterngan : - Harga benih dan harga jual pipilan menggunakan harga tagun 2008- Jagung bersari bebas diwakili oleh Bisma, Hibrida oleh Pioneer 20 (P 20)- Harga jual pipilan kering adalah harga jual di Desa Saguling tahun 2008
Komponen Bersari Bebas HibridaJumlah (Rp) Jumlah (Rp)
1. Penerimaana. Penerimaan Tunai 4.740.452,83 6.369.56,92b. Penerimaan Non Tunai 419.287,21 446.428,57Total Penerimaan 5.159.740,04 6.815.485,492. PengeluaranA. Biaya Tunaia. Pembelian Benih 202.655,49 649.553,57b. Pupuk 1.501.670,60 1.294.022,82c. Pestisida 144.645,09 122.271,83d. Biaya Usaha Tani Lain
Biaya Pengangkutan 122.079,66 157.669,64Pajak Musim Tanam 15.558,65 13.754,89
e. TK Luar Keluarga 1.753.584,91 3.823.388,82Total Biaya Tunai 3.740.203,40 3.823.388,82B. Biaya Diperhitungkana. Panen yang dijadikan benih 49.415,99 -b. TK Dalam Keluarga 300.786,16 482.142,86Total Biaya yang diperhitungkan 350.202,16 482.142,86Total Biaya 4.090.405,55 4.305.531,683. Pendapatana. Pendapatan atas Biaya Tunai 1.419.536,65 2.992.096,67b. Pendapatan atas Biaya Total 1.069.334,49 2.509.953,81c. Pendapatan Tunai 1.000.249,43 2.545.668,10
Analisis Satuan SatuanR/C atas Biaya Tunai 1,38 1,78R/C atas Biaya Total 1,26 1,58
Penerimaan usahatani pada kasus ini dibagi menjadi dua yaitu penerimaan
tunai dan penerimaan non tunai. Penerimaan usahatani jagung tunai merupakan
perkalian antara jumlah keseluruhan produksi yang dipanen kering dikurangi
dengan jumlah konsumsi dan jumlah panen yang digunakan untu dijadikan benih
dengan harga jualnya.
Berdasarkan hasil penelitian rata-rata produksi jagung hibrida adalah
4.142,63 kg dan untuk produksi jagung bersari bebas adalah 3.135,85 kg. Adapun
Penerimaan tunai dan non tunai per Ha untuk jagung hibrida berturut-turut
sebesar Rp 6.515.437,29 dan Rp 658.857,98 sedangkan untuk jagung bersari
bebas sebesar Rp 4.952.677,91 dan Rp 188.650,31.
Pada Tabel 5 terlihat bahwa biaya usahatani, terbesar, baik untuk biaya
tunai maupun non tunai, terdapat pada faktor produksi tenaga kerja.
Perhitungan analisis usahatani komoditi jagung di Desa Saguling yang
diwakili oleh petani responden jagung lokal dan jagung hibrida menunjukkan
bahwa pendapatan tunai dari usahatani jagung yang menggunakan benih bersari
bebas (lokal) adalah sebesar Rp 1.128.873,41 dengan R/C biaya total 1,22 dan
untuk penggunaan benih hibrida sebesar Rp 2.557.969,07 dengan R/C biaya total
1,62.
Besarnya pendapatan tunai petani hibrida terhadap petani bersari bebas,
menyatakan bahwa usahatani dengan benih hibrida jauh lebih menguntungkan.
Perbedaan ini disebabkan faktor pemilihan benih hibrida memang terbukti dapat
meningkatkan pendapatan usahatani jagung.
Berdasarkan perhitungan jumlah pendapatan yang diperoleh, maka
usahatani jagung hibrida lebih menguntungkan dibandingkan dengan usahatai
bersari bebas (lokal). Meskipun jumlah total biaya yang dikeluarkan lebih besar
hibrida namun penerimaan petani jauh lebih mengungguli penerimaan bersari
bebas. Faktor benih jelas memberikan efek ganda dalam usahatani jagung, yaitu
panen yang besar dan penerimaan yang tinggi.
Analisis R/C atas biaya tunai dan biaya total untuk usahatani jagung
hibrida berturut-turut adalah 1,82 dan 1,62 untuk usahatani jagung bersari bebas
sebesar 1,34 dan 1,22. Nilai ini menunjukkan lebih dari 1 (R/C > 1) menyatakan
bahwa usahatani tersebut menguntungkan dan layak untuk dikembangkan lebih
lanjut.
Berdasarkan analisis R/C ratio dapat diketahui bahwa usahatani jagung
hibrida lebih menguntungkan dan lebih efisien dibandingkan dengan usahatani
jagung bersari bebas. Hal ini sesuai dengan pendapat Simatupang (2003) bahwa
usahatani jagung hibrida bersifat komersial, sangat intensif menggunakan
masukan, dan memberikan keuntungan yang lebih besar sehingga menjadi sumber
pendapatan yang nyata bagi petani.
Dengan demikian bagi petani atau pelaku usaha agribisnis yang memiliki
lahan dan mengolahnya sendiri, lebih baik menggunakan benih hibrida sebab hsil
yang diberikan lebih besar. Selain itu dikarenakan besarnya beban biaya yang
dikeluarkan, sebaiknya petani lebih selektif dalam penggunaan input produksi
terutama pupuk dan tenaga kerja.
Daya Saing dan Efisiensi Usahatani Jagung Hibrida di Indonesia
Pesatnya pertumbuhan produksi jagung merupakan hasil dorongan inovasi
teknologi budidaya jagung, terutama jenis hibrida. Jagung hibrida merupakan
bahan baku industri pakan sehingga perubahan teknologi tersebut sejalan dengan
perubahan struktur permintaan jagung. Walaupun produksi jagung meningkat
pesat, permintaan yang semakin tinggi terutama dari industri pakan menyebabkan
impor pun semakin membesar. Jagung impor inilah yang akhirnya menjadi
pesaing jagung hibrida domestik.
Daya saing usahatani jagung didefinisikan sebagai kemampuan usahatani
untuk tetap layak secara finansial (privat) pada kondisi teknologi usahatani,
lingkungan ekonomi, dan kebijakan pemerintah yang ada. Pada sistem
perekonomian terbuka, daya saing berarti kemampuan usahatani jagung domestik
untuk tetap lyak secara finansial pada kondisi harga masukan maupun keluaran
tradeable sesuai dengan paritas impornya. Kelayakan finansial didefinisikan
sebagai kemampuan menghasilkan laba atau hasil untuk manajemen (return to
management) minimum sebesar tingkat “normal”. Tingkat laba normal ditetapkan
sebesar 20% dari total biaya atau, khusus untuk usahatani, rata-rata setara dengan
upah buruh tani di pedesaan (Simatupang, 2003)
Bagian merupakan hasil penelitian/tulisan dari Simatupang (2003) yang
mengkaji daya saing usahatani jagung hibrida di Indonesia dibandingkan dengan
jagung hibrida impor. Melalui analisis ini dapat diketahui kelayakan ekonomis
pengembangan usahatani jagung di Indonesia.
Data yang digunakan diperoleh dari hasil survei usahatani jagung hibrida
di Kabupaten Langkat (lahan sawah) dan Karo (lahan kering) di Sumatera Utara,
Kabupaten Lampung Tengah (lahan sawah) dan Lampung Selatan (lahan kering)
di Lampung, dan Kabupaten Kediri (lahan sawah), Jawa timur pada awal tahun
2001. Data yang terkumpul menggambarkan keadaan usahatani pada musim
tanam (MT) 2000. Jumlah contoh pada setiap kategori usaha adalah lima rumah
tangga tani. Data harga dan margin pemasaran diperoleh dari hasil wawancara
dengan pedagang setempat pada setiap tingkat rantai pemasaran.
Usahatani jagung dikatakan layak secara finansial apabila profitabilitasnya
paling kecil mencapai 20%, yang berarti B/C 1,20 atau nilai laba per hektar setara
dengan upah buruh tani di lokasi penelitian. Waktu yang dicurahkan untuk
mengelola usahatani jagung diasumsikan 90 hari tiap siklus produksi. Dengan
demikian, agar layak secara finansial penerimaan manajemen per hari dari
usahatani jagung minimum sebesar RM/90.
Profitabilitas Finansial
Pada MT 2000, usahatani jagung hibrida secara finansial cukup
menguntungkan pada setiap jenis lahan di lokasi penelitian (Tabel 6). Rasio
penerimaan terhadap biaya bervariasi antara 1,2 di lahan sawah Jawa Timur
hingga 1,6 di lahan lainnya si Sumatera Utara. Secara umum, profitabilitas
usahatani jagung hibrida di lahan sawah lebih rendah daripada di lahan kering
meskipun produktvitas di lahan sawah lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh sewa
lahan yang jauh lebih tinggi daripada lahan kering.
Penerimaan manajemen per hari yang diperoleh dari satu hektar usahatani
jagung bervariasi dari Rp 9.822 (lahan sawah di Lampung) hingga Rp 23.122
(lahan kering di Sumatera Utara). Kecuali di lahan sawah lampung tengah,
penerimaan manajemen per hari dari satu hektar usahatani jagung hibrida lebih
tinggi daripada tingkat upah tenaga kerja pria setempat serta memadai sebagai
alternatif lapangan kerja, walaupun sewa lahan harus dibayar. Di lahan sawah
Lampung Tengah, penerimaan manajemen per hari usahatani jagung seluas satu
hektar sebesar Rp 9.822, lebih rendah dibandingkan tingkat upah tenaga kerja pria
yang mencapai Rp 10.835/hari. Dengan demikian, usahatani jagung hibrida seluas
satu hektar di lahan sawah di Lampung kurang memadai sebagai alternatif
lapangan kerja. Usahatani jagung hibrida di lahan tersebut nampaknya lebih di
dorong oleh motif pemanfaatan lahan yang lebih intensif oleh pemilik lahan atau
untuk mendapatkan jaminan lapangan kerja bagi buruh tani penyewa lahan.
Tabel 6. Biaya dan penerimaan finansial usahatani jagung hibrida MT 2000 (Rp000/ha)
UraianSumatera Utara Lampung Jawa
TimurLahan Sawah
Lahan Kering
Lahan Sawah
Lahan Kering
Lahan Sawah
ProduksiVolume (kg)Nilai (Rp000)
6.5085.987
6.0575.572
4.9664.569
4.6854.310
6.7556.215
Biaya TotalTradeable
Pupuk kimiaBenihPestisida
Non TradeableSewa lahanTenaga kerja Lainnya
4.10093363328119
3.1671.1001.554
513
3.49192066623915
2.571537
1.702332
3.68598061432831
2.706700
1.424582
3.1001.127
71734862
1.973500
1.167306
5.1951.3681.030
3326
3.8271.6001.703
524Penerimaan Tradeable netto (RP000)
5.054 4.652 3.589 3.183 4.847
Biaya Pokok (Rp/kg)TotalTanpa sewa lahan
630461
627488
742601
662555
769532
LabaPenerimaan manajemenPenerimaan manajemen &
upah tenaga kerjaPenerimaan manajemen &
sewa lahanPenerimaan manajemen,
upah tenaga kerja, & sewa lahan
1.8873.441
2.987
4.541
2.0813.783
2.618
4.320
8842.308
1.584
3.008
1.2102.377
1.710
2.877
1.0202.723
2.620
4.323
Indikator RasioRasio B/CPenerimaan manajemen/hari
(Rp)
1,4620.967
1,6023.122
1,249.822
1,3913.444
1,2011.333
Marjin LabaNettoDengan sewa lahan
290459
293432
178319
658365
151288
Keterangan : Asumsi 80 hari/musim panen
Profitabilitas usahatani jagung hibrida terutama dipengaruhi oleh fluktuasi
produksi dan harga keluaran. Fluktuasi keluaran terutama disebabkan oleh
fluktuasi iklim, sedangkan fluktuasi harga keluaran berkaitan dengan fluktuasi
harga jagung dunia dan nilai tukar rupiah. Kemampuan usahatani jagung hibrida
dalam menghadapi berbagai fluktuasi dapat diketahui berdasarkan tingkat
toleransi profitabilitas usahatani terhadap fluktuasi variabel determinan utamanya.
Titik impas laba finansial usahatani jagung untuk produktivitas per hektar
bervariasi dari 3,37 ton (lahan kering di Lampung) hingga 5,65 ton (lahan sawah
di Jawa Timur) dan 37% (lahan kering di Sumatera Utara). Secara agregat,
penurunan profitabilatas jagung sebesar 16% belum pernah terjadi sehingga
usahatani jagung hibrida dinilai mampu menghadapi risiko penurunan
produktivitas.
Titik impas harga jagung dunia bervariasi dari US$74/ton C&F (lahan
kering di Sumatera Utara) hingga US$101/ton C&F (lahan sawah di Jawa Timur)
dengan toleransi penurunan dari 9% (lahan sawah di Jawa Timur) hingga 30%
(lahan kering di Sumatera Utara). Usahatni jagung di Jawa Timur rentan terhadap
penurunan harga dunia (Tabel …). Namun, harga jagung dunia per ton sebesar
US$115/ton C&F pada saat penelitian sudah tergolong rendah sehingga
kemungkinan besar tidak akan menurun hingga US$101/ton C&F. penelitian
USDA (2001) menunjukkan bahwa harga jagung dunia akan cenderung
meningkat pada periode 2001-2010. Dengan demikian, penurunan harga jagung
dunia bukanlah ancaman yang serius bagi daya saing usahatani jagung di
Indonesia.
Tabel 7. Titik impas finansial dan daya toleransi usahatani jagung hibrida terhadap penurunan produktivitas, harga dunia dan kurs US$
UraianSumatera Utara Lampung Jawa
TimurLahan Sawah
Lahan Kering
Lahan Sawah
Lahan Kering
Lahan Sawah
Produktivitas (kg/ha)
Titik impasData dasarToleransi penurunan (%)
4.4576.50831,52
3.7956.05737,35
5.0154.96619,35
3.3784.68528,07
5.6476.75516,40
Harga Dunia (US$ ton C&F)Titik impasData dasarToleransi penurunan (%)
81115
29,56
74115
35,65
96115
16,52
86115
25,22
1011158,78
Kurs US$Titik impasData dasarToleransi penurunan (%)
5.5118.50035,17
4.8248.50043,75
6.3818.50024,93
5.4708.50035,65
7.0478.50017,04
Simatupang : daya saing dan efisiensi usahatani jagung hibrida
Titik impas nilai tukar dolar AS berkisar antara Rp 4.824 per dolar (lahan
kering di Sumatera Utara) dan Rp 7.047 per dolar (lahan sawah di Jawa Timur)
atau derajat toleransi penurunan dari data dasar berkisar 17% (Jawa Timur) hingga
44% (lahan kering Jawa Timur ). Usahatani jagung hibrida di Jawa Timur relatif
lebih rentan terhadap perubahan nilai tukar rupiah (peningkatan nilai rupiah)
dibandingkan dengan lokasi lainnya. Para pengamat berpendapat bahwa nilai
rupiah tidak akan melebihi Rp 8000 per dolar AS. Walaupun fluktuatif, nilai
rupiah cenderung menurun dari data dasar Rp 8.500 per dolar AS. Dengan
demikian, peningkatan nilai rupiah, kalaupun terjadi, diperkirakan tidak akan
mencapai batas titik impas usahatani jagung hibrida di Jawa Timur.
Nilai laba privat usahatani jagung hibrida pada berbagai tingkat harga dan
nilai tukar rupiah ditampilkan pada Tabel 7 sesuai dengan perhitungan titik impas,
penurunan harga dunia dan peningkatan ilai rupiah pertama-tama akan
mengancam kelayakan finansial usahatani jagung hibrida di Jawa Timur, diikuti
oleh usahatani jagung hibrida di Lampung dan Sumatera Utara. Laba finansial
usahatani jagung mulai negatif apabla harga jagung dunia US$100 per ton C&F
atau nlai tukar sebesar Rp 7.000 per dolar AS. Harga jagung dunia US$100 per
ton C&F dan kurs Rp 7.000 per dolar AS dapat dipandang sebagai ambang
toleransi usahatani jagung hibrida.
Tabel 8. Laba finansial usahatani jagung hibrida pada berbagai tingkat harga jagung dunia dan kurs US$ (Rp000/kg)
Harga dunia/kurs US$Sumatera Utara Lampung Jawa
TimurLahan Sawah
Lahan Kering
Lahan Sawah
Lahan Kering
Lahan Sawah
Harga dunia (US$/ton C&F)90100105115125
42904
1.1451.8872.109
7171.1661.3902.0812.288
-235134317884
1.053
155502678
1.2101.370
-502-2
2491.0201.250
Kurs (Rp/US$)7500800085009000
1.0841.3561.8871.900
1.3391.5902.0812.090
301493884876
686854
1.2101.193
233401
1.0201.010
Berdasarkan penelitian Simatupang (2003) di atas, secara umum dapat
disimpulkan bahwa usahatani jagung hibrida di Indonesia cukup kompetitif dan
kelayakan finansialnya berkelanjutan. Usahatani jagung mampu bertahan
menghadapi fluktuasi produktivitas, harga dunia, serta nilai tukar rupiah dalam
kisaran yang mungkin terjadi secara empiris. Ancaman serius terhadap daya saing
usahatani jagung hibrida ialah peningkatan sewa lahan, khususnya lahan sawah,
sebagai akibat dari kelangkaan lahan dan peningkatan profitabilitas usatahani
alternatif (padi sawah dan sayuran).
Referensi
Bakhri, S. 2007. Petunjuk Teknis Budidaya Jagung dengan Konsep Pengelolaan Tanaman Terpadu. BPTP Deptan. Sulawesi Tengah
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2009. Statistik Pertanian.
Khaerizal H. 2008. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Komoditi Jagung Hibrida dan Bersari Bebas (Lokal) [skripsi]. Bogor. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Martodireso S, Suryanto WA. 2002. Agribisnis Kemitraan Usaha Bersama. Yogyakarta: Kanisius.
Simatupang P. 2003 Daya Saing dan Efisiensi Usahatani Jagung Hibrida di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Top Related