Farm a Kodi Namik

19
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN COPYRIGHT © ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 1 FARMAKODINAMIK Ardi Panggayuh, S.Kp, M.Kes MODUL 3 150 Menit Farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari efek obat terhadap biokimia, fisiologis dan mekanisme kerja obat. Dalam farmakodinamik dipelajari analisa kerja obat yang utama atau akibat dari berbagai kerja obat pada berbagai organ tubuh, reaksi kimia obat dan reaksi sel tubuh dan sifat-sifat keseluruhan efek. Dengan perkecualian-perkecualian tertentu, diketahui bahwa obat dapat menimbulkan efek setelah molekul obat bergabung dengan enzim pada membran sel atau bagian-bagian khusus lainnya dari sel. Interaksi obat dengan sel ini diduga mengubah fungsi komponen sel yang kemudian memulai serangkaian perubahan biokimia dan fisiologi yang khas untuk obat tersebut. Proses bergabungnya obat dengan sel disebut sebagai “aksi obat”, sedangkan proses selanjutnya disebut “efek obat”. Tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam farmakodinamik ialah (1) mekanisme kerja obat, (2) hubungan antara struktur dan aktivitas, dan (3) hubungan antara dosis dengan respon obat. MEKANISME KERJA OBAT Farmakodinamik terkait dengan cara kerja obat pada sel-sel target dan menghasilkan perubahan dalam reaksi biokimia seluler dan fungsi (“ what the drug does to the body”). Semua aksi obat terjadi pada tingkat seluler. 1. Teori reseptor dari kerja obat Seperti halnya bahan fisiologik (misal, hormon dan neurotransmiter) yang normalnya mengatur fungsi sel, maka kebanyakan obat menggunakan efek mereka melalui ikatan kimia dengan reseptor pada tingkat seluler (Gambar 3.1.). Reseptor sebagian besar berupa protein yang terletak pada permukaan membran sel atau didalam sel. Reseptor spesifik termasuk enzim terlibat dalam metabolik esensial atau proses regulatori (misal, dihydrofolate reductase, acetylcholinesterase); protein yang terlibat dalam transport (misal, sodium-potassium adenosine triphosphatase) atau proses struktural (misal, tubulin); dan asam nukleat (misal, DNA) yang terlibat dalam sintesis protein seluler, reproduksi, dan aktivitas metabolik lainnya. Ketika molekul obat terikat dengan molekul reseptor, maka menghasilkan komplek obat-reseptor yang akan memulai reaksi fisiokemikal yang merangsang atau menghambat fungsi normal seluler. Salah satu tipe reaksi adalah aktivasi, inaktivasi, atau perubahan dari enzim intraseluler. Karena enzim mengkatalisis hampir semua fungsi seluler, maka obat yang merangsang perubahan dapat sangat meningkatkan atau menurunkan kecepatan metabolisme seluler. Sebagai contoh, kompleks KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa dapat memahami farmakodinamik. INDIKATOR 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian farmakodinamik. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme kerja obat 3. Mahasiswa dapat menjelaskan dosis obat. 4. Mahasiswa dapat menjelaskan efek obat dan efek samping.

description

Farmakodinamik

Transcript of Farm a Kodi Namik

Page 1: Farm a Kodi Namik

MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN

COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 1

FARMAKODINAMIK Ardi Panggayuh, S.Kp, M.Kes

MODUL 3

150 Menit

Farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari

efek obat terhadap biokimia, fisiologis dan

mekanisme kerja obat. Dalam farmakodinamik

dipelajari analisa kerja obat yang utama atau akibat

dari berbagai kerja obat pada berbagai organ tubuh,

reaksi kimia obat dan reaksi sel tubuh dan sifat-sifat

keseluruhan efek. Dengan perkecualian-perkecualian

tertentu, diketahui bahwa obat dapat menimbulkan

efek setelah molekul obat bergabung dengan enzim

pada membran sel atau bagian-bagian khusus lainnya

dari sel. Interaksi obat dengan sel ini diduga

mengubah fungsi komponen sel yang kemudian

memulai serangkaian perubahan biokimia dan

fisiologi yang khas untuk obat tersebut. Proses

bergabungnya obat dengan sel disebut sebagai “aksi

obat”, sedangkan proses selanjutnya disebut “efek obat”.

Tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam farmakodinamik ialah (1) mekanisme kerja obat, (2)

hubungan antara struktur dan aktivitas, dan (3) hubungan antara dosis dengan respon obat.

MEKANISME KERJA OBAT

Farmakodinamik terkait dengan cara kerja obat pada sel-sel target dan menghasilkan perubahan

dalam reaksi biokimia seluler dan fungsi (“what the drug does to the body”). Semua aksi obat

terjadi pada tingkat seluler.

1. Teori reseptor dari kerja obat

Seperti halnya bahan fisiologik (misal, hormon dan neurotransmiter) yang normalnya mengatur

fungsi sel, maka kebanyakan obat menggunakan efek mereka melalui ikatan kimia dengan reseptor

pada tingkat seluler (Gambar 3.1.). Reseptor sebagian besar berupa protein yang terletak pada

permukaan membran sel atau didalam sel. Reseptor spesifik termasuk enzim terlibat dalam

metabolik esensial atau proses regulatori (misal, dihydrofolate reductase, acetylcholinesterase);

protein yang terlibat dalam transport (misal, sodium-potassium adenosine triphosphatase) atau

proses struktural (misal, tubulin); dan asam nukleat (misal, DNA) yang terlibat dalam sintesis

protein seluler, reproduksi, dan aktivitas metabolik lainnya.

Ketika molekul obat terikat dengan molekul reseptor, maka menghasilkan komplek obat-reseptor

yang akan memulai reaksi fisiokemikal yang merangsang atau menghambat fungsi normal seluler.

Salah satu tipe reaksi adalah aktivasi, inaktivasi, atau perubahan dari enzim intraseluler. Karena

enzim mengkatalisis hampir semua fungsi seluler, maka obat yang merangsang perubahan dapat

sangat meningkatkan atau menurunkan kecepatan metabolisme seluler. Sebagai contoh, kompleks

KEMAMPUAN AKHIR YANG

DIHARAPKAN

Mahasiswa dapat memahami

farmakodinamik.

INDIKATOR

1. Mahasiswa dapat menjelaskan

pengertian farmakodinamik.

2. Mahasiswa dapat menjelaskan

mekanisme kerja obat

3. Mahasiswa dapat menjelaskan dosis

obat.

4. Mahasiswa dapat menjelaskan efek

obat dan efek samping.

Page 2: Farm a Kodi Namik

MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN

COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 2

epinephrine-reseptor dapat meningkatkan aktivitas enzim adenyl cyclase intraseluler, yang

kemudian menyebabkan pembentukan cyclic adenosine monophosphate (cAMP). cAMP,

selanjutnya, dapat memulai beberapa aksi intraseluler yang

berbeda, tetapi efek yang sebenarnya tergantung pada tipe

dari sel.

Tipe kedua dari reaksi adalah merubah permeabilitas

membran sel terhadap salah satu atau lebih ion-ion.

Protein reseptor adalah komponen struktural dari membran

sel, dan ikatan pada molekul obat mungkin menyebabkan

terbukanya atau tertutupnya ion channel. Sebagai contoh,

pada sel saraf, ion channel sodium atau kalsium mungkin

terbuka dan memungkinkan pergerakan ion-ion kedalam

sel. Hal ini biasanya menyebabkan membran sel

mengalami depolarisasi dan mengaktivasi sel. Pada waktu

yang lain, potassium channel mungkin terbuka dan

memungkinkan ion-ion potassium keluar dari sel. Aksi ini

akan menghambat kemampuan aktivasi dan fungsi

neuronal. Pada sel-sel otot, pergerakan ion-ion kedalam sel

mungkin merubah fungsi intraseluler, seperti efek

langsung dari ion kalsium dalam menstimulasi kontraksi

otot.

Reaksi ketiga adalah mungkin memodifikasi sintesis, pelepasan, atau inaktivasi neurohormon

(misal, acetylcholine, norepinephrine, serotonin) yang mengatur beberapa proses fisiologik.

Elemen-elemen tambahan dan karakteristik teori reseptor adalah sebagai berikut:

a. Tempat dan luasnya aksi obat pada sel-sel tubuh ditentukan terutama oleh karakteristik spesifik

dari reseptor dan obat-obatan. Reseptor berbeda dalam tipe, lokasi, jumlah, dan kapasitas

fungsional. Sebagai contoh, beberapa tipe reseptor yang berbeda telah diidentifikasi. Tipe

reseptor yang banyak terdapat pada jaringan tubuh, seperti reseptor epinephrine dan

norepinephrine (yang menerima stimulasi dari sistem saraf simpatis ataupun pemberian obat-

obatan) dan reseptor untuk hormon, yang meliputi growth hormone, hormon thyroid, dan

insulin. Beberapa reseptor terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit pada jaringan tubuh, seperti

reseptor untuk opiate dan benzodiazepine dalam otak dan sub kelompok dari reseptor

epinephrine dalam jantung (reseptor β1-adrenergik) dan dalam paru-paru (reseptor β2-

adrenergik). Tipe dan lokasi reseptor mempengaruhi aksi obat. Reseptor sering digambarkan

sebagai lock and key dengan molekul obat, dan hanya obat yang mampu berikatan secara kimia

pada reseptor dalam jaringan tubuh khusus yang dapat menghasilkan efek farmakologik pada

jaringan tersebut. Dengan demikian, tidak semua-sel-sel tubuh dapat merespon terhadap obat-

obatan, walaupun sebenarnya semua reseptor sel terpapar dengan molekul-molekul obat yang

bersirkulasi dalam aliran darah.

Jumlah receptor site yang tersedia untuk berinteraksi dengan molekul obat juga mempengaruhi

tingkat kerja obat. Akhirnya, jumlah minimal dari reseptor harus ditempati oleh molekul-

molekul obat untuk menghasilkan efek farmakologik. Dengan demikian, jika terdapat banyak

reseptor yang tersedia, tetapi hanya beberapa yang ditempati oleh molekul-molekul obat, maka

hanya sedikit efek obat yang terjadi. Dalam hal ini, meningkatnya dosis obat akan dapat

Gambar 3.1. Membran sel mengandung reseptor-

reseptor untuk substansi-substansi fisiologi

seperti hormon (H) dan neurotransmiter (NT).

Subtansi-substansi ini menstimulasi atau

menghambat fungsi seluler. Molekul-molekul obat

(Da dan Db) juga berinteraksi dengan reseptor-

reseptor untuk menstimulasi atau menghambat

fungsi seluler.

Page 3: Farm a Kodi Namik

MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN

COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 3

meningkatkan efek farmakologik. Sebaliknya, jika hanya beberapa reseptor yang tersedia untuk

beberapa molekul-molekul obat, maka kemungkinan reseptor akan tersaturasi. Dalam hal ini,

jika sebagian besar receptor site ditempati, maka peningkatan dosis obat tidak akan

menghasilkan penambahan efek farmakologik.

Karena semua obat adalah bahan kimia, maka karakteristik kimia sangat menentukan aksi obat

dan efek farmakologik. Sebagai contoh, struktur kimia obat mempengaruhi kemampuannya

untuk mencapai cairan jaringan sekitar sel dan mengikat dengan reseptor-reseptor sel.

Perubahan kecil pada struktur obat mungkin menghasilkan perubahan besar terhadap efek

farmakologik. Faktor utama lainnya adalah konsentrasi molekul-molekul obat yang mencapai

receptor site dalam jaringan tubuh. Variabel-variabel yang berhubungan dengan obat dan pasien

yang mempengaruhi aksi obat lebih lanjut dibahas dibawah.

b. Bila molekul-molekul obat terikat secara kimia dengan reseptor-reseptor sel, maka efek

farmakologik dapat berupa baik agonis ataupun antagonis. Agonis adalah obat yang

menghasilkan efek yang serupa dengan hormon, neurotransmitter, dan bahan-bahan lain yang

dihasilkan secara alami. Agonis mungkin mempercepat atau memperlambat proses seluler

normal, tergantung pada tipe reseptor yang teraktivasi. Sebagai contoh, epinephrine-like drugs

yang bekerja pada jantung untuk meningkatkan denyut jantung, dan acetylcholine-like drugs

yang bekerja pada jantung untuk memperlambat denyut jantung; keduanya adalah agonis.

Antagonis adalah obat yang menghambat fungsi sel dengan cara menempati receptor site. Hal

ini mencegah bahan tubuh alami atau obat-obatan lainnya untuk menempati receptor site dan

mengaktivasi fungsi sel. Ketika aksi obat terjadi, maka molekul-molekul obat mungkin terlepas

dari molekul-molekul reseptor (yaitu, ikatan kimia bersifat reversible), kembali ke pembuluh

darah, dan bersirkulasi ke liver untuk menjalani metabolisme dan diekskresi melalui ginjal.

c. Reseptor adalah komponen seluler yang dinamis yang dapat disintesis oleh sel-sel tubuh dan

dirubah oleh bahan-bahan endogenous dan obat-obatan eksogenous. Sebagai contoh, stimulasi

dalam waktu lama pada sel-sel tubuh dengan excitatory agonist, biasanya mengurangi jumlah

atau sensitivitas reseptor. Sebagai hasilnya, sel menjadi sedikit responsif terhadap agonis (suatu

proses yang disebut receptor desensitization, atau down-regulation). Inhibisi dalam waktu lama

terhadap fungsu seluler normal dengan antagonis mungkin meningkatkan jumlah atau

sensitivitas reseptor. Jika antagonis dengan tiba-tiba dikurangi atau dihentukan, maka sel

menjadi sangat responsif terhadap agonis (suatu proses yang disebut receptor sensitization atau

up-regulation). Perubahan-perubahan dalam reseptor ini mungkin menjelaskan mengapa

beberapa obat harus diberikan secara berangsur-angsur berkurang dalam dosis dan dihentikan

secara bertahap jika gejala withdrawal ingin dihindarkan.

2. Aksi obat nonreseptor

Secara relatif beberapa obat bekerja melalui mekanisme lain daripada bergabung dengan receptor

site pada sel-sel. Mekanisme kerja obat tersebut adalah:

a. Antasid, yang bekerja secara secara kimia untuk menetralisir asam hidroklorik yang

diproduksi oleh sel-sel parietal lambung dan dengan demikian meningkatkan pH cairan

lambung.

b. Osmotic diuretics (misal, mannitol), yang meningkatkan osmolaritas plasma dan mendorong

air keluar dari jaringan kedalam pembuluh darah.

c. Obat-obatan yang secara struktural mirip dengan nutrien yang diperlukan oleh sel-sel tubuh

(misal, purine, pyrimidine) dan yang dapat dimasukkan kedalam unsur-unsur pokok seluler,

seperti asam nukleat. Hal ini dapat mengganggu fungsi normal sel. Beberapa obat anti kanker

bekerja melalui mekanisme ini.

Page 4: Farm a Kodi Namik

MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN

COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 4

d. Metal chelating agents, yang dikombinasi dengan toxic metals (misal, timah) untuk

membentuk kompleks yang dapat lebih siap untuk diekskresi.

DOSIS OBAT

Penghitungan dosis melibatkan penggunaan proses matematikal untuk menentukan jumlah

pengobatan yang tepat untuk diberikan kepada pasien. Ketepatan dalam penghitungan adalah

penting untuk menjamin keamanan pasien. Terdapat tiga sistem pengukuran yang digunakan untuk

menghitung dan memberikan pengobatan. Sistem-sistem tersebut adalah sistem metrik, apoteker,

dan sistem rumah tangga. Modul ini memfokuskan terutama pada sistem metrik karena hampir

semua pemberian pengobatan dituliskan dengan menggunakan sistem ini. Akan tetapi, karena

sistem pengukuran apoteker dan rumah tangga juga mungkin digunakan, maka bidan perlu

mengenali sistem tersebut, yang secara singkat dibahas dalam modul ini.

Sistem Pengukuran Berdasarkan Berat

Pengukuran sistem metrik, apoteker, dan rumah tangga hampir selalu digunakan dalam pemberian

pengobatan. Sistem metrik digunakan pada semua obat berlabel dan pakai resep. Sedangkan, sistem

apoteker dan rumah tangga digunakan untuk dosis obat cair. Sebagai tambahan, cangkir obat yang

digunakan untuk pengobatan cair umumnya ditandai dengan satuan metrik, apoteker, dan rumah

tangga. Oleh karena itu, bidan harus mengenal setiap sistem dan dapat merubahnya dari satu sistem

ke sistem lainnya. Sebagai contoh, bila mengukur dosis cair, maka bidan harus mengetahui tentang

sistem apoteker dan rumah tangga dan persamaan mereka untuk memastikan bahwa jumlah

pengobatan yang dipersiapkan dan diberikan adalah tepat. Bidan juga perlu untuk mengingat bahwa

persamaan adalah kurang lebih sama. Tabel 3.1. Persamaan pengukuran diantara ketiga sistem.

Kadang-kadang, obat tertentu diberikan dan diukur dalam istilah unit atau milliequivalent (mEq).

Unit mengekspresikan aktivitas biologik dalam uji binatang (yaitu, jumlah obat yang diperlukan

untuk menghasilkan respon tertentu). Sebagai contoh, konsentrasi insulin dan heparin adalah di

ekspresikan dalam unit. Obat-obat ini biasanya diberikan dalam jumlah unit per dosis (misal, NPH

insulin, 30 unit secara subcutaneous setiap pagi; atau heparin, 5000 unit secara subcutaneous setiap

12 jam). Akan tetapi, satuan untuk setiap obat adalah unik dan tidak berkaitan. Dengan kata lain,

tidak ada hubungan antara unit insulin dan unit heparin. Sebagai contoh, walaupun label untuk

kedua obat menyatakan jumlah unit per milliliter, tetapi jumlah unitnya adalah berbeda. Insulin

berlabel U 100 mengandung 100 unit/mL, sedangkan heparin mungkin memiliki 1000, 5000, atau

10.000 unit/ mL.

Milliequivalent mengekspresikan aktivitas ionik dari obat. Obat seperti potassium chlorida

diberikan dan dilabel dalam jumlah milliequivalent per dosis, tablet, atau milliliter.

TABEL 3.1. Persamaan Ukuran Metrik Apoteker Rumah tangga

1 mL = 1 cc = 15 atau 16 minims = 15 atau 16 tetes

4 atau 5 mL = 1 fluid dram = 1 tsp

60 atau 65 mg = 1 gr

30 atau 32 mg = 1⁄2 gr

30 g = 30 mL = 1 oz = 2 tbsp

Page 5: Farm a Kodi Namik

MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN

COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 5

TABEL 3.1. Persamaan Ukuran

250 mL = 8 oz = 1 cup

454 g = 1 lb

500 mL = 500 cc = 16 oz = 1 pint

1 L = 1000 mL = 32 oz = 1 quart

1000 mcg = 1 mg

1000 mg = 1 g

1000 g = 1 kg = 2.2 lb = 2.2 lb

0.6 g = 600 mg atau 650 mg = 10 gr

mcg, microgram.

Sistem Metrik

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, hampir selalu sistem pengukuran yang digunakan adalah

sistem metrik, dimana meter digunakan untuk ukuran linear, gram untuk berat, dan liter untuk

volume. Satu milliliter (mL) adalah setara dengan cubic centimeter (cc), dan keduanya setara

dengan 1 gram (g) air. Sistem metrik adalah sistem desimal, yang didasarkan pada perkalian 10;

semua unit diperoleh melalui perkalian atau pembagian dengan 10, 100, atau 1000. Awalan (prefix)

metrik menunjukkan bagian (porsi) dari unit yang dipertimbangkan. Sebagai contoh, milliliter

adalah 1/1000 dari liter; centimeter adalah 1/100 dari meter, dan microgram adalah 1/1.000.000 dari

gram. Tabel 3.2. Singkatan umum metrik dan persamaannya.

TABEL 3.2. Satuan Metrik dan Persamaan Berat milligram (mg)

microgram (mcg)

kilogram (kg)

1 g = 1000 mg

1 mg = 1000 mcg atau 0.001 g

1 mcg = 0.001 mg atau 0.000001 g

1 kg = 1000 g

Volume liter (L)

milliliter (mL)

cubic centimeter (cc)

1 L = 1000 mL

1 mL = 0.001 L atau 1 cc

1 cc = 0.0001 L atau 1 mL

Panjang meter (m)

centimeter (cm)

millimeter (mm)

1 m = 100 cm atau 1000 mm

1 cm = 0.01 m atau 10 mm

1 mm = 0.002 m atau 0.1 cm

Sistem Apoteker

Sistem apoteker, sekarang jarang digunakan, yang meliputi ukuran yang disebut grain, minim,

dram, ounce, pount, pint, dan quart. Cara penulisannya tidak biasa dan berbeda dari cara penulisan

dalam sistem lainnya. Beberapa aturan yang menentukan cara penulisan dalam sistem ini:

Ukuran satuan padat dalam sistem ini adalah grain (gr)

Dram (_), ounce (_−), dan tetes (gt) adalah ukuran cairan

Jumlah unit sebelumnya (gr x, _− iii)

Angka Roman dibawah digunakan untuk menunjukkan angka dari 1 sampai 10, 20, dan 30 (gr

xx); angka Arabic digunakan untuk jumlah lainnya (_− 12)

Jumlah kurang dari 1 ditunjukkan sebagai pecahan (gr 1 ⁄3); pecahan 1⁄2 ditunjukkan dengan

simbol s˙s˙ (_− vs˙s˙)

Page 6: Farm a Kodi Namik

MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN

COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 6

Konversi berat dan volume apoteker tertera pada Tabel 3.3.

TABEL 3.3. Berat dan Volume Apoteker 60 grains = 1 dram

8 drams (atau 480 grains) = 1 ounce

12 ounces = 1 pound

60 minims = 1 fluidram

8 fluid drams (atau 480 minims) = 1 fluidounce

16 fluidounces = 1 pint

2 pints = 1 quart

4 quarts = 1 gallon

Sistem Rumah Tangga

Sistem rumah tangga, dengan ukuran tetes, sendok teh, sendok makan, dan cangkir, adalah jarang

digunakan dalam tatanan perawatan kesehatan tetapi mungkin digunakan oleh pasien di rumah

mereka. Karena kurangnya standarisasi dari ukuran (yaitu, tetes, sendok, dan cangkir), maka ukuran

ini kurang akurat dibandingkan dengan sistem ukuran lainnya. Seringkali, ketika pulang dari rumah

sakit atau ketika rawat jalan dan bidan mengunjungi (visite) di rumah, maka pasien perlu bantuan

untuk merubah ukuran metrik ke ukuran rumah tangga. Direkomendasikan bahwa pasien dianjurkan

untuk menggunakan ukuran yang telah distandarisasi, daripada menggunakan sendok dan cangkir

rumah tangga, untuk menjamin keamanan dan akurasi pemberian obat. Konversi dalam sistem

rumah tangga tertera dalam Kotak 3.1.

KOTAK 3.1. Persamaan Rumah Tangga 1 tetes (drop/gt) = 1 minim

1 sendok teh (teaspoon/tsp) = 60 tetes (drops/gtt)

1 sendok makan (tablespoon/tbsp) = 3 sendok teh (tsp)

1 ounce (oz) = 2 sendok makan (tbsp)

1 cangkir ukur (measuring cup) = 8 ounces (oz)

Metode Penghitungan

Kebanyakan label dan perintah pemberian obat di ekspresikan dalam ukuran satuan metrik. Jika

jumlah yang ditetapkan dalam perintah adalah sama seperti yang tertera pada label obat, maka tidak

perlu dihitung, dan sediaan dosis yang tepat adalah hal yang sederhana. Sebagai contoh, jika terbaca

perintah “ibuprofen, 400 mg PO” dan terbaca dalam label obat “ibuprofen, 400 mg per tablet”,

maka jelas bahwa diberikan satu tablet. Akan tetapi, apa yang terjadi jika dosis yang diperintahkan

adalah 400 mg, dan tablet yang tersedia adalah 200 mg? Pertanyaannya adalah, “Berapa tablet 200

mg yang dibutuhkan untuk memberikan dosis 400 mg?” Pada kasus ini, jawabannya dapat dengan

cepat dihitung yaitu 2 tablet.

Walaupun perhitungan relatif sederhana, tetapi contoh tersebut juga dapat digunakan untuk

menjelaskan penghitungan matematika yang mungkin diperlukan dalam situasi lain. Masalah ini

dapat dipecahkan melalui beberapa metode: (1) persamaan dasar; (2) persamaan proporsi rasio; atau

(3) persamaan dosis fraksional. Bidan harus mengetahui salah satu dari metode tersebut dan

menggunakannya secara konsisten. Sebagai tambahan, penghitungan juga melibatkan berat badan

dan luas permukaan tubuh, yang merupakan metode umum digunakan untuk menentukan dosis

untuk bayi dan anak kecil.

Page 7: Farm a Kodi Namik

MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN

COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 7

Persamaan Dasar

Persamaan dasar umumnya digunakan dipresentasikan dengan formula:

AV x H

D

Dimana:

D adalah dosis yang diinginkan

H adalah jumlah yang tersedia

V adalah bentuk obat

A adalah jumlah yang diberikan pada pasien

Contoh penggunaan persamaan dasar adalah sebagai berikut:

tablet2 tablet 1 x 200

400

Oleh karena itu, bidan akan memberikan 2 tablet.

Persamaan Rasio dan Proporsi

Salah satu metode tertua dari penghitungan dosis adalah persamaan rasio dan proporsi yang dapat di

ekspresikan dengan formula:

Dimana:

D adalah dosis yang diinginkan

H adalah jumlah yang tersedia

V adalah bentuk obat

A adalah jumlah yang diberikan kepada pasien (umumnya ditulis sebagai X atau x)

Menggunakan fraksi (pecahan), proporsi dipakai sehingga mirip satuan yang menyilang (across)

dari lainnya.

Fraksi pertama adalah equivalent, dan fraksi kedua adalah tidak diketahui dan jumlah yang

diinginkan. Semua ukuran perlu sistem yang sama dan dalam satuan atau ukuran yang sama.

Sebagai contoh, rasio dan proporsi adalah sebagai berikut:

400

tabletX

200

tablet1

D

X)(atau A

H

V

Page 8: Farm a Kodi Namik

MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN

COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 8

Dengan persamaan ini, anda akan melakukan perkalian silang dan memecahkan X.

Oleh karena itu, bidan akan memberikan 2 tablet.

Persamaan Dosis Fraksional

Persamaan dosis fraksional adalah mirip dengan persamaan rasio dan proporsi. Formula dapat di

ekspresikan sebagai berikut:

X

D

V

H

Dimana:

D adalah dosis yang diinginkan

H adalah jumlah yang tersedia

V adalah bentuk obat

A adalah jumlah yang diberikan kepada pasien (umumnya dtuliskan sebagai X atau x)

Dengan persamaan ini, anda akan melakukan perkalian silang dan memecahkan X, atau A. Contoh:

Oleh karena itu, bidan akan memberikan 2 tablet.

Apa yang terjadi jika perintah dan label yang ditulis dalam unit yang berbeda? Sebagai contoh,

perintahnya mungkin ditulis “ibuprofen, 0,4 g”, dan labelnya mungkin tertulis “ibuprofen, 200

mg/tablet”. Untuk menghitung jumlah dosis tablet yang diperlukan, maka langkah pertama adalah

merubah 0,4 g menjadi jumlah equivalent dari milligram, atau merubah 400 mg menjadi jumlah

equivalent dari gram. Dosis yang diinginkan atau diperintahkan dan dosis label atau yang tersedia

harus dalam ukuran satuan yang sama. Menggunakan equivalent (yaitu, 1 g = 100 mg) tertera dalam

Tabel 3-2, persamaan dapat dituliskan sebagai berikut:

mg 400 g 0.4

Langkah berikutnya adalah menggunakan informasi baru dalam formula, yang kemudian menjadi:

2x

200X400

200 tablet x X 400 tablet x 1

Oleh karena itu, bidan akan memberikan 2 tablet.

Page 9: Farm a Kodi Namik

MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN

COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 9

Dosis Berdasarkan Berat Badan dan Luas Permuakan Tubuh

Beberapa dosis didasarkan pada berat badan atau luas permukaan tubuh (Body Surface Area/BSA).

Umumnya, dosis untuk bayi dan anak diperintahkan diberikan fraksi ini yang diberikan berdasar

perbedaan usia, pertumbuhan dan perkembangan, dan berat badan dalam kelompok ini. Seringkali,

jumlah yang diperlukan untuk dosis khusus harus dihitung sebagai fraksi dosis dewasa. Terdapat

dua metode yang digunakan dalam penghitungan ini.

Clark’s rule didasarkan pada berat badan dan digunakan untuk anak-anak sedikitnya berusia 2

tahun. Dibawah ini adalah formula matematika dari Clark’s rule:

anak dosisdewasa dosis x 150

pound) (dalamBerat

Menghitung dosis berdasarkan pada luas permukaan tubuh (BSA) dipertimbangkan sebagai metode

yang lebih akurat untuk menghitung dosis. Luas permukaan tubuh, didasarkan pada tinggi badan

dan berat badan, yang diperkirakan dengan menggunakan nomogram (Gambar 3.2.). Untuk

menghitung dosis anak-anak dengan menggunakan luas permukaan tubuh, gunakan formula sebagai

berikut:

GAMBAR 3.2. Nomogram permukaan tubuh. Untuk menentukan luas permukaan pada pasien, tarik garis lurus diantara titik tinggi

badan pada skala vertikal kiri ke titik berat badan pada skala vertikal kanan. Titik dimana garis memotong skala vertikal tengah

menunjukkan luas permukaan pasien dalam meter persegi (Courtesy of Abbott Laboratories).

Page 10: Farm a Kodi Namik

MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN

COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 10

anak dosisdewasa dosis x m 1.73

)m (dalamtubuh permukaan area2

2

Memberikan dosis yang aman adalah penting sekali untuk semua pasien, terutama untuk bayi dan

anak-anak, karena beberapa dosis pediatrik adalah minute. Dengan demikian, sedikit kesalahan

penghitungan dapat menyebabkan bahaya. Lihat referensi yang menunjukkan rentang dosis aman.

Penghitungan dosis harus terdapat pada rentang aman antara dosis terendah dan tertinggi.

Menghitung Kecepatan Aliran Intravenous

Cairan intravenous (IV) yang diberikan menggunakan infus set harus diatur dengan kecepatan aliran

secara tepat. Kecepatan aliran IV biasanya dihitung dalam milliliter per jam dan tetes (gtts) per

menit. Untuk menghitung kecepatan aliran, maka diperlukan informasi khusus, yang meliputi

jumlah larutan atau obat yang di infus, waktu atau durasi dari infus, dan jumlah tetes per menit

(faktor tetesan) dari aliran intravenous. Sebagai contoh, faktor tetesan dari aturan pemberian

macrodrip mungkin 10, 14, atau 20 tetes per mililiter, tergantung pada pabriknya. Kebanyakan pusat

pelayanan kesehatan menggunakan satu produk pabrik. Faktor tetesan untuk semua aturan

pemberian microdrip adalah 60 tetes/mL. Infusion pump secara khusus diatur dalam milliliter per

jam, sehingga penghitungannya adalah dalam milliliter per jam (mL/jam).

Kecepatan Infus

Kecepatan infus dihitung dengan menggunakan formula:

mL/jamjumlah tetesanjamjumlah

dianjurkan yang (mL)jumlah

Jika tersedia infusion pump, maka penghitungan menjadi mudah. Jika faktor tetesannya berbeda,

seperti pada selang macrodrip, maka perlu langkah tambahan.

ttetes/menimenitjumlah

esanfaktor tet x perjam mLjumlah

Sebagai contoh, terbaca perintah “1000 mL D5W diberikan pada 100 mL/jam”. Bidan memiliki

persediaan selang macrodrip 20 tetes/mL per menit. Formula penghitungannya sebagai berikut:

it tetes/men33.360

2000

60

20 x mL 100

Oleh karena itu, bidan mengatur tetesan infus adalah 33 tetes/menit.

Jika digunakan selang mikrodrip pada contoh diatas, maka penghitungannya adalah sebagai berikut:

it tetes/men00160

60 x mL 100

Page 11: Farm a Kodi Namik

MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN

COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 11

Bidan akan mengatur kecepatan infus 100 tetes/menit.

Lama Infus

Pada beberapa kasus, maka sangat bermanfaat untuk menghitung berapa lama infus akan diberikan.

Secara sederhana, formula untuk menghitung lama pemberian infus dinyatakan sebagai berikut:

jam dalam infus lamajamper mLjumlah

diminta yang mLjumlah

Pertimbangkan contoh ini. Terbaca perintah “1000 mL 0.9% saline diberikan pada 125 mL/jam”.

Formula untuk menentukan waktu infus adalah sebagai berikut:

jam 8mL/jam 125

mL 1000

Maka infus akan diberikan selama 8 jam.

Menghitung dosis obat adalah keterampilan penting bagi bidan karena penghitungan dosis yang

tidak akurat dapat membahayakan pasien. Bidan harus mengembangkan kecakapan dalam

menghitung dengan sistem pengukuran dan menggunakan penghitungan matematika umum untuk

menentukan ketepatan dosis obat.

Bagaimana Anda Dapat Menghindari Kesalahan Pengobatan Ini?

Jawab: Menghitung dosis, terutama pada anak-anak, memerlukan perhatian secara cermat. Dalam

menghitung dosis yang didasarkan berat badan, bidan lupa untuk merubah pound menjadi kilogram dan

pada akhirnya obat yang diberikan melebihi dosis yang diinginkan. Sebagai tambahan, dosis yang

diberikan adalah diatas dosis aman yang direkomendasikan untuk anak-anak. Literatur menunjukkan

bahwa anak-anak berusia 2 sampai 10 tahun harus menerima dosis digitalis oral 0.02 sampai 0.04 mg/kg

dalam dosis terbagi empat dalam 24 jam. Selain itu, gejala yang ditunjukkan pada anak adalah tanda

reaksi yang merugikan. Bidan yang memberikan obat pada setiap pasien harus mengetahui tentang cara

kerja obat dan efeknya sehingga mereka dengan cepat mengkaji tanda-tanda dari reaksi yang merugikan.

Bidan tidak terbiasa bekerja pada bangsal anak-anak dan dosis pediatrik sehingga kemungkinan besar

memiliki resiko membuat kesalahan pengobatan. Menggunakan satuan sistem dosis dan minta bidan

lainnya untuk melihat hasil penghitungan anda sebelum memberikan obat dapat membantu dalam

mencegah kesalahan.

EFEK OBAT DAN EFEK SAMPING

Istilah efek yang merugikan (adverse effect) berkaitan dengan setiap respon yang tidak diinginkan

terhadap pemberian obat, dan efek terapeutik (therapeutic effect) adalah respon yang diinginkan.

Kebanyakan obat menghasilkan campuran efek terapeutik dan merugikan; semua obat dapat

menghasilkan efek merugikan. Efek merugikan mungkin menghasilkan tanda, gejala, atau proses

penyakit yang mendasar dan mungkin melibatkan setiap sistem tubuh atau jaringan. Efek merugikan

mungkin bersifat umum atau jarang, ringan atau berat, terlokalisir atau menyebar, tergantung pada

obatnya dan resipien.

Page 12: Farm a Kodi Namik

MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN

COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 12

Beberapa efek yang merugikan dapat terjadi pada obat dengan dosis terapeutik biasa (sering disebut

side effect); sedangkan yang lain lebih mungkin terjadi dengan dosis yang lebih besar. Efek

merugikan yang umum atau serius adalah sebagai berikut:

1. Efek CNS mungkin akibat dari stimulasi CNS (misal, agitasi, konfusi, delirium, disorientasi,

halusinasi, psikosis, kejang) atau depresi CNS (pusing, mengantuk, gangguan tingkat kesadaran,

sedasi, coma, gangguan pernapasan dan sirkulasi). Efek CNS mungkin terjadi pada beberapa

obat, meliputi kebanyakan kelompok terapeutik, penyalahgunaan obat)

2. Efek gastrointestinal (anoreksia, nausea, vomiting, konstipasi, diare) adalah reaksi merugikan

yang umum terjadi. Nausea dan vomiting terjadi pada beberapa obat akibat iritasi lokal dari

saluran gastrointestinal atau stimulasi dari pusat vomiting dalam otak. Diare terjadi pada obat

yang menyebabkan iritasi lokal atau peningkatan peristaltik. Efek yang lebih serius meliputi

perdarahan atau ulserasi (lebih sering pada aspirin dan nonsteroidal anti-inflammatory agent)

dan diare berat / kolitis (lebih sering pada antibiotik).

3. Efek hematologik (penyakit koagulasi darah, penyakit perdarahan, depresi sumsum tulang,

anemia, leukopenia, agranulositosis, thrombositopenia) adalah relatif sering dan potensial

mengancam kehidupan. Perdarahan hebat adalah lebih sering berkaitan dengan antikoagulan dan

throbolitik; depresi sumsum tulang biasanya terkait dengan obat antineoplastik.

4. Hepatotoksisitas (hepatitis, disfungsi atau kegagalan liver, inflammasi atau obstruksi saluran

kandung empendu) adalah potensial mengancam kehidupan. Karena kebanyakan obat

dimetabolisme oleh liver, maka liver mudah terkena cedera akibat obat. Obat yang bersifat

hepatotoksik meliputi acetaminophen (Tylenol), isoniazid (INH), methotrexate (Mexate)

phenytoin (Dilantin), dan aspirin dan salisilat lainnya. Dengan adanya kerusakan liver yang

disebabkan oleh penyakit drugor, maka metabolisme dari beberapa obat terganggu. Selanjutnya,

obat yang dimetabolisme oleh liver cenderung terakumulasi dalam tubuh dan menyebabkan efek

yang merugikan. Disamping hepatotoksisitas, beberapa obat juga menghasilkan nilai abnormal

pada test fungsi liver tanpa menimbulkan gejala klinikal dari disfungsi liver.

5. Nephrotoksisitas (nephritis, insufisiensi atau kegagalan renal) terjadi pada beberapa obat

antimikrobial (misal, gentamicin dan aminoglycoside lainnya), obat nonsteroidal anti-

inflammatory (misal, ibuprofen dan obat-obat yang terkait), dan obat lainnya. Ia potensial serius

karena ia mungkin mengganggu ekskresi obat, sehingga menyebabkan akumulasi obat dan

meningkatkan efek yang merugikan.

6. Hipersensitivitas atau allergi mungkin terjadi pada hampir setiap obat pada pasien yang rentan.

Ia tidak mudah diprediksi dan tidak terkait dengan dosis. Ia terjadi pada orang yang sebelumnya

terpapar dengan obat atau substansi yang mirip (antigen) dan pada orang yang berkembang

antibodi. Bila diberikan ulang, maka obat bereaksi dengan antibodi untuk menyebabkan

kerusakan sel dan melepaskan histamin dan substansi intraseluler lainnya. Substansi-substansi

tersebut menghasilkan reaksi berkisar dari rash kulit ringan sampai shock anafilaktik. Shock

anafilaktik adalah reaksi hipersensitivitas yang dapat mengancam kehidupan yang ditandai oleh

distres pernapasan dan kolaps kardiovaskuler. Ia terjadi dalam beberapa menit setelah

pemberian obat dan memerlukan pengobatan emergensi dengan epinephrine. Beberapa reaksi

allergi (misal, serum sickness) terjadi 1 sampai 2 minggu setelah diberikan obat.

7. Demam obat adalah demam yang berhubungan dengan pemberian pengobatan. Obat-obatan

yang dapat menyebabkan demam melalui beberapa mekanisme, meliputi reaksi allergi,

kerusakan jaringan tubuh, peningkatan panas tubuh atau mengganggu pelepasan energi, atau

bekerja pada pusat pengatur suhu dalam otak. Mekanisme yang umum adalah reaksi allergi.

Demam mungkin terjadi secara sendiri atau dengan manifestasi allergi lainnya (misal, rash kulit,

gatal, nyeri otot dan sendi, pembesaran kelenjar limfe, eosinophilia), dan polanya mungkin

rendah dan terus-menerus atau tajam dan intermittent. Ia mungkin mulai dalam beberapa jam

Page 13: Farm a Kodi Namik

MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN

COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 13

setelah dosis pertama jika pasien telah minum obat sebelumnya, atau kira-kira dalam 10 hari

pada pemberian yang terus-menerus jika obat adalah baru bagi pasien. Jika obat penyebabnya

dihentikan, demam biasanya mereda dalam waktu 48 sampai 72 jam kecuali ekskresi obat

lambat atau terjadi kerusakan jaringan yang signifikan (misal, hepatitis).

Beberapa obat telah dikaitkan sebagai penyebab demam obat, meliputi kebanyakan

antimikrobial, beberapa obat kardiovaskuler (misal, beta blocker, hydralzine, methyldopa,

procainamide, quinidine), obat dengan sifat antikolinergik (misal, atropine, beberapa

antihistamine, obat antipsikotik phenothiazine, dan antidepresan tricyclic), dan beberapa

antikonvulsan.

8. Idiosinkrasi (Idiosyncrasy) berkaitan dengan reaksi yang tidak diharapkan pada obat yang

terjadi pada waktu pertama kali obat diberikan. Reaksi ini biasanya dikaitkan dengan

karakteristik genetik yang merubah drug-metabolizing enzyme.

9. Ketergantungan obat (Drug dependence) (lihat Bab. 15) mungkin terjadi dengan obat merubah

ingatan (mind-altering drugs), seperti analgesik narkotik, obat hipnotik-sedativa, obat ant-

anxiety, dan stimulan sistem saraf pusat. Ketergantungan mungkin bersifat fisiologik atau

psikologik. Ketergantungan fisiologik menghasilkan gejala fisikal yang tidak menyenangkan

bila dosis dikurangi atau obat dihentikan. Ketergantungan psikologikal berperan terhadap

keasyikan yang berlebihan dengan obat dan perilaku mencari obat (drug-seeking behavior).

10. Karsinogenisitas (Carcinogenicity) adalah kemampuan substansi untuk menyebabkan kanker.

Beberapa obat bersifat karsinogen, meliputi beberapa hormon dan obat antikanker.

Karsinogenisitas nampaknya hasil dari perubahan yang disebabkan obat dalam DNA seluler.

11. Teratogenisitas (Teratogenicity) adalah kemampuan substansi untuk menyebabkan

ketidaknormalan perkembangan fetal bila diberikan pada wanita hamil. Kelompok obat yang

dipertimbangkan bersifat teratogenik meliputi analgesik, diuretik, obat anti-epileptik,

antihistamin, antibiotik, antiemetik, dan lainnya.

Efek Toksik dari Obat

Toksisitas obat (juga disebut keracunan, overdosis, atau intoksikasi) adalah akibat jumlah yang

berlebihan dari obat dan mungkin menyebabkan kerusakan yang reversible atau irreversible pada

jaringan tubuh. Hal ini merupakan masalah umum baik pada populasi dewasa maupun pediatrik. Ia

mungkin akibat dari dosis besar tunggal atau menelan dosis lebih kecil dalam waktu lama. Ia

mungkin berkaitan dengan alkohol atau obat resep, atau obat liar. Pasien keracunan mungkin

dijumpai terutama pada setiap tatanan (misal, unit rawat jalan di rumah sakit, home care, fasilitas

perawatan jangka panjang) tetapi kemungkinan terutama ditemukan di departeman amergensi di

rumah sakit.

Pada beberapa kasus, pasien atau seseorang yang menyertai pasien mungkin mengetahui obat toksik

(misal, overdosis kecelakaan dari obat terapeutik, menggunakan obat liar, atau usaha bunuh diri).

Namun demikian, Seringkali, terlalu banyak minum obat, atau obat yang tidak diketahui, dan dalam

keadaan tertentu yang terkait dengan cedera traumatik atau gangguan status mental yang membuat

pasien tidak mampu memberikan informasi yang bermanfaat. Manifestasi klinikal sering tidak spesifik untuk overdosis obat dan mungkin menunjukkan proses penyakit lainnya. Karena banyak

variabel dari intoksikasi obat, maka petugas kesehatan harus memiliki petunjuk yang tinggi

terhadap kecurigaan sehingga toksisitas dapat dikenali dan diobati secara cepat.

Page 14: Farm a Kodi Namik

MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN

COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 14

Overdosis Obat: Manajemen Umum

Kebanyakan pasien keracunan atau overdosis, diobati di departemen emergensi dan dipulangkan ke

rumah mereka. Sebagian kecil yang dimasukkan ke unit intensive cara (ICU), seringkali karena

tidak sadar dan membutuhkan intubasi endotracheal dan ventilasi mekanikal. Keadaan tidak sadar

adalah efek toksik utama dari beberapa substansi yang umumnya ditelan seperti anti-anxietas

benzodiazepine dan obat sedativa, anti-depresan tricyclic, ethanol, dan opiate. Efek kardiovaskuler

yang serius (misal, cardiac arrest, dysrhythmia, gangguan sirkulasi) adalah juga umum dan

memerlukan untuk dimasukkan ke ruang ICU.

Tujuan utama dari pengobatan pasien keracunan adalah membantu dan menstabilkan fungsi vital

(yaitu, jalan napas, pernapasan, sirkulasi), mencegah kerusakan lebih lanjut akibat obat toksik

dengan mengurangi absorpsi atau meningkatkan eliminasi, dan memberikan antidote khusus bila

tersedia dan di indikasikan. Aspek umum dari perawatan dijelaskan dibawah ini; antidote terpilih

dapa dilihat pada Tabel 4.

1. Untuk pasien yang sakit berat pada kontak pertama, maka harus mendapat bantuan pemeriksaan

dan pengobatan lebih cepat. Pada umumnya, pengobatan dimulai sesegera mungkin setelah

minum obat untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

2. Prioritas utama adalah menyokong fungsi vital, seperti pemeriksaan cepat dari kondisi pasien

(misal, tanda-tanda vital, tingkat kesadaran). Pada keracunan berat, segera pasang

elektrokardiogram, dan temukan toksisitas berat (misal, dysrhythmia, iskemia) secara cepat dan

berikan perawatan invasive. Tindakan cardiopulmonary resuscitation (CPR) standar mungkin

diperlukan untuk mempertahankan pernapasan dan sirkulasi. IV line biasanya diperlukan untuk

memberikan cairan dan obat dan pengobatan invasive atau pemasangan perawatan monitoring.

Intubasi endotracheal dan ventilasi mekanikal seringkali diperlukan untuk mempertahankan

pernapasan (pada pasien tidak sadar), memperbaiki hipoksemia, dan melindungi jalan napas.

Hipoksemia harus dikoreksi dengan cepat untuk menghindari cedera otak, iskemia miokardial,

dan cardiac dysrhythmia. Ventilasi dengan positive end expiratory pressure (PEEP) harus

digunakan secara hati-hati pada pasien hipotensi karena ia menurunkan venous return pada

jantung dan memperburuk hipotensi. Manifestasi kardiovaskuler yang serius sering memerlukan

pengobatan farmakologik. Hipotensi dan hipoperfusi mungkin diobati dengan obat inotropic dan

vasopressor. Dysrhythmia diobati sesuai dengan protokol Advanced Cardiac Life Support

(ACLS). Kejang yang berulang-ulang atau status epilepticus memerlukan pengobatan dengan

obat anti-konvulsan.

3. Untuk pasien tidak sadar, segera pasang IV line, beberapa penulis merekomendasikan

memberikan obat naloxone (2 mg IV) untuk overdosis narkotik dan thiamine (100 mg IV) untuk

disfungsi otak akibat defisiensi thiamine. Sebagai tambahan, fingerstick blood glucose test harus

dikerjakan dan, jika terdapat hipoglikemia, maka diberikan dextrose 50% (50 mL IV).

4. Ketika pasien keluar dari bahaya, maka periksa fisik secara menyeluruh dan upayakan untuk

menentukan obat, jumlah, dan jarak waktu terpapar. Jika pasien tidak dapat memberikan

informasi, maka wawancarai seseorang yang dekat dengan pasien yang mungkin dapat

memberikan informasi. Tanya tentang pemakaian obat dengan resep, alkohol, dan obat liar. 5. Tidak terdapat pemeriksaan laboratorium standar untuk pasien keracunan. Kondisi pasien dan

penentuan pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan, walaupun pemeriksaan fungsi hepar

dan ginjal biasanya diusulkan. Spesimen darah, urine, atau cairan lambung mungkin diperlukan

untuk analisis laboratorium.

Screening test untuk substansi-substansi toksik tidak membantu karena hasil test mungkim

lambat, beberapa substansi tidak terdeteksi, dan hasilnya jarang mempengaruhi pengobatan

Page 15: Farm a Kodi Namik

MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN

COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 15

awal. Identifikasi obat atau racun yang tidak diketahui seringkali didasarkan pada riwayat pasien

dan tanda dan gejala, dengan test spesifik sebagai penegasan. Untuk membantu pengobatan,

maka diperlukan kadar obat dalam serum bila obat yang ditelan diketahui, seperti

acetaminophen, alkohol, digoxin, lithium, aspirin, atau theophylline.

6. Untuk obat yang diberikan per-oral, maka dekontaminasi gastrointestinal menjadi topik yang

kontroversial. Selama beberapa tahun, teknik standar untuk membuang obat dari saluran

gastrointestinal meliputi sirup ipecac untuk pasien yang sadar, untuk merangsang emesis; lavage

lambung untuk pasien dengan penurunan tingkat kesadaran; activated charcoal untuk

mengabsorpsi obat yang ditelan dalam saluran gastrointestinal; dan cathartic (biasanya sorbitol

70%) untuk mempercepat eliminasi dari obat yang diabsorpsi. Yang terbaru, whole bowel

irrigation (WBI) yang dikenal sebagai teknik tambahan.

Sekarang, terdapat perbedaan pendapat tentang apakah dan kapan teknik tersebut digunakan.

Perbedaan ini berperan terhadap rapat konsensus kelompok toxicologists dari American

Academy of Clinical Toxicology (AACT) dan European Association of Poison Centres and

Clinical Toxicologists (EAPCCT). Kelompok ini mengeluarkan pedoman pengobatan yang juga

didukung oleh organisasi toksikologi lainnya. Secara umum, pernyataan rekomendasi bahwa tak

satupun dari teknik tersebut harus digunakan secara rutin dan bahwa data yang adequat untuk

mendukung atau meniadakan penggunaan mereka adalah sering kurang. Pendapat diutarakan

oleh kelompok konsensus dan lainnya adalah dijelaskan sebagai berikut:

Ipecac. Penggunaannya di tatanan rumah sakit mulai berkurang. Ia mungkin berguna untuk

memperlambat pemberian atau mengurangi efektivitas dari activated charcoal, antidote oral,

dan WBI. Karena adanya resiko aspirasi, maka ipecac merupakan kontraindikasi pada pasien

yang kesadarannya menurun. Ipecac juga digunakan untuk mengobati keracunan ringan di

rumah, terutama pada anak-anak. Orang tua harus menghubungi pusat pengendali keracunan

atau petugas kesehatan sebelum memberikan ipecac. Jika dianjurkan untuk menggunakan,

maka ia akan bermanfaat jika diberikan dalam jam setelah menelan dosis obat toksik.

Lavage lambung. Manfaatnya masih dipertanyakan. Ia menjadi kontraindikasi pada pasien

yang kesadarannya menurun kecuali pada pasien yang dipasang endotracheal tube (untuk

mencegah aspirasi). Ia mungkin bermanfaat pada overdosis serius jika dilakukan dalam jam-

jam ketika menelan obat. Jika obat yang ditelan memperlambat pengosongan lambung

(misal, anti-depresan tricyclic dan obat lain dengan efek antikolinergik), batas waktunya

mungkin diperpanjang. Bila digunakan setelah menelan pil atau kapsul, lubang tube harus

cukup besar untuk memungkinkan pembuangan fragment-fragment pil.

Activated charcoal. Kadang-kadang disebut antidote universal, ia bermanfaat pada beberapa

bentuk keracunan. Ia digunakan sendiri untuk overdosis ringan atau sedang dan dengan

lavage lambung pada keracunan serius. Ia secara efektif mengabsorpsi beberapa toksin dan

jarang menyebabkan komplikasi. Ia banyak bermanfaat bila diberikan dalam jam ketika

menelan sejumlah obat yang potensial toksik yang diketahui mengikat pada charcoal.

Efektivitasnya menurun sejalan dengan waktu, dan terdapat data yang tidak adequat untuk

mendukung atau meniadakan penggunaan dikemudian daripada satu jam setelah menelan.

Activated charcoal biasanya dicampur dalam air (kira-kira 50 g atau 10 sendok makan dalam

8 oz air) untuk membuat lebih mudah ditelan. Ia sering diberikan melalui GI tube. Charcoal

blacken memperlambat pergerakan usus besar. Efek merugikan meliputi aspirasi pulmonari

dan pengaruh yang kuat dari kompleks charcoal-obat. Jika digunakan dengan WBI, maka

activated charcoal harus digunakan sebelum larutan WBI dimulai. Jika diberikan selama

WBI, maka kapasitas pengikatan charcoal menurun.

Page 16: Farm a Kodi Namik

MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN

COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 16

Cathartic. Tidak direkomendasikan digunakan sendiri, dan digunakan dengan activated

charcoal. Jika digunakan, ia harus dibatasi pada dosis tunggal untuk meminimalkan efek

merugikan.

Whole bowel irrigation. Teknik ini lebih bermanfaat untuk membuang racun yang tertelan

dari obat long-acting, sustained-release drugs (misal, beberapa beta blocker, calcium channel

blocker, dan sediaan theophylline); enteric coated drugs; dan racun yang tidak berikatan baik

dengan activated charcoal (misal, iron, lithium, lead). Ia mungkin juga bermanfaat dalam

membuang obat seperti cocaine atau heroin. Bila diberikan, larutan polyethylene glucol

(misal, Colyte), 1 sampai 2 L/jam sampai total 10 L, direkomendasikan. WBI adalah

kontraindikasi pada pasien dengan penyakit usus besar yang serius (misal, obstruksi,

perforasi, ileus), hemodinamik tidak stabil, atau gangguan pernapasan (kecuali di intubasi).

7. Eliminasi urinari dari beberapa obat dan metabolit toksik dapat dipercepat dengan cara merubah

pH urine (misal, acidifying dengan overdosis amphetaime, alkalinizing dengan overdosis

salicylate), diuresis, atau hemodialisis. Hemodialisis adalah pengobatan pilihan pada keracunan

lithium berat dan aspirin (salicylate).

8. Pemberian antidote spesifik bila tersedia dan diindikasikan pada pasien dengan kondisi klinikal.

Antidote yang tersedia bervariasi dalam efektivitas. Beberapa diantaranya sangat efektif dan

secara cepat memperbaiki manifestasi keracunan (misal, naloxone untuk opiate, flumazenil

untuk benzodiazepine, fragment Fab spesifik untuk digoxin). Yang lainnya kurang efektif

(misal, deferoxamine untuk keracunan iron akut) atau potensial keracunan sendiri (misal,

physostigmine untuk overdosis antidepressant tricyclic). Bila antidote digunakan, maka half-life

relatif terhadap half-life toksin harus dipertimbangkan. Sebagai contoh, half-life dari naloxone,

suatu antagonist narkotik, adalah relatif pendek dibandingkan dengan half-life dari opiate yang

bekerja lebih panjang seperti methadone. Hal yang serupa, flumazenil memiliki half-life yang

lebih pendek daripada kebanyakan benzodiazepine. Dengan demikian, dosis yang berulang dari

obat ini mungkin diperlukan untuk mencegah kekambuhan keadaan toksik.

TABEL 3.4. Antidote untuk Overdosis Obat-obat Terapi Terpilih

Overdosis Obat

(Keracunan) Antidote Rute dan Rentang Dosis Keterangan

Acetaminophen Acetylcysteine

(Mucomyst)

PO, 140 mg/kg pada awalnya,

kemudian 70 mg/kg setiap 4 jam untuk 17 dosis

Encerkan 20% larutan

menjadi 5% larutan dengan cola atau soft

drink lain untuk pemberian oral

Anticholinergics

(atropine)

Physostigmine IV, IM, 2 mg. Diberikan IV

secara perlahan, kurang lebih 2 menit.

Jarang digunakan karena

toksisitasnya

Benzodiazepines Flumazenil IV, 0.2 mg lebih dari 30

detik; jika tidak ada respon, mungkin diberikan 0.3 mg.

Dosis tambahan 0.5 mg mungkin diberikan dengan interval 1-menit sampai

jumlah total 3 mg

Jangan diberikan pada

pasien dengan overdosis dari obat

yang tidak diketahui atau obat yang diketahui

menyebabkan kejang pada overdosis (misal, cocaine, lithium)

Beta blockers Glucagon IV, 50–150 mcg/kg (5–10 mg untuk dewasa) lebih 1 menit pada awalnya, kemudia 2–5

Glukagon meningkatkan kontraktilitas miokardial; tidak ada

Page 17: Farm a Kodi Namik

MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN

COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 17

TABEL 3.4. Antidote untuk Overdosis Obat-obat Terapi Terpilih

Overdosis Obat

(Keracunan) Antidote Rute dan Rentang Dosis Keterangan

mg/jam dengan continuous infusion jika diperlukan

rekomendasi dari FDA

Calcium channel blockers Calcium gluconate

10%

IV, 1 g lebih 5 menit;

mungkin diulang lagi

Meningkatkan

kontraktilitas miokardial

Cholinergics Atropine Dewasa: IV 2 mg, diulang

jika perlu. Anak-anak: IV 0.05 mg/kg,

sampai 2 mg

Jika keracunan adalah

akibat organophosphates

(misal, insektisida), pralidoxime mungkin diberikan dengan

atropine

Digoxin Digoxin immune fab (Digibind)

IV, 40 mg (1 vial) untuk setiap 0.6 mg dari digoxin

yang ditelan. Pengenceran setiap vial

dengan 4 mL Water for Injection, kemudian diencerkan dengan sterile

isotonic saline sampai volume sesuai dan diberikan lebih dari 30

menit, melalui 0.22-micron filter. Jika cardiac arrest mulai nampak, mungkin

diberikan dosis bolus injection.

Direkomendasikan untuk toksisitas berat;

memperbaiki gejala cardiac dan

extracardiac dalam beberapa menit

Catatan: Kadar digoxin

serum meningkat setelah diberikan antidote, tetapi obat

terikat dan menjadi inaktif.

Heparin Protamine sulphate IV, 1 mg/100 unit heparin, secara perlahan, lebih kurang 10 menit. Dosis

tunggal harus tidak melebihi 50 mg.

Iron Deferoxamine IM, 1 g setiap 8 jam jika

diperlukan IV, 15 mg/kg/jam jika

hypotensive

Di indikasikan untuk

kadar iron serum >500 mg/dL kadar iron

serum >350 mg/dL dengan gejala gastrointestinal atau

kardiovaskuler Dapat mengikat dan

melepaskan bagian

dosis yang ditelan; urine menjadi

kemerahan

Isoniazid Pyridoxine IV, 1 g per gram INH yang ditelan, dengan kecepatan 1

g setiap 2–3 menit. Jika jumlah INH tidak diketahui, berikan 5 g; mungkin

diulang.

Ditujukan untuk penatalaksanaan kejang

dan koreksi asidosis

Lead Succimer Anak-anak: PO 10 mg/kg

Page 18: Farm a Kodi Namik

MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN

COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 18

TABEL 3.4. Antidote untuk Overdosis Obat-obat Terapi Terpilih

Overdosis Obat

(Keracunan) Antidote Rute dan Rentang Dosis Keterangan

setiap 8 jam selam 5 hari

Narcotic analgesics Naloxone (Narcan) Dewasa: IV 0.4–2 mg jika diperlukan

Anak-anak: IV 0.1 mg/kg per Dosis

Dapat juga diberikan secara IM,

Subcutaneous, atau endotracheal tube

Phenothiazine

antipsychotic agents

Diphenhydramine

(Benadryl)

Dewasa: IV 50 mg

Anak-anak: IV 1–2 mg/kg, sampai total 50 mg

Diberikan untuk

mengurangi gejala extrapyramidal

(penyakit motorik)

Thrombolytics Aminocaproic acid (Amicar)

PO, IV infusion, 5 g pada awalnya, kemudian 1–1.25

g/jam selama 8 jam atau hingga perdarahan terkontrol. Dosis

maksimum, 30 g/24 jam

Tricyclic antidepressants Sodium bicarbonate IV, 1–2 mEq/kg pada

awalnya, kemudian continuous IV drip untuk mempertahankan pH serum

7.5

Untuk mengobati cardiac

dysrhythmias, gangguan hantaran (conduction), dan

hipotensi

Warfarin Vitamin K1 PO, 5–10 mg sehari

IV (overdosis berat), continuous infusion dengan kecepatan tidak lebih cepat

dari 1 mg/menit

EVALUASI DIRI

1. Efek obat yang dimulai pada waktu obat memasuki plasma dan berakhir sampai mencapai

konsentrasi efektif minimum, disebut:

A. Efek fisiologis primer C. Mula kerja

B. Lama kerja D. Konsentrasi efektif minimum

2. Macam-macam dari interaksi reseptor, yaitu:

1. Agonis 3. Antagonis

2. Non-spesifik 4. Non-selektif

3. Obat yang mempengaruhi beberapa reseptor, disebut:

A. Agonis C. Non-spesifik

B. Antagonis D. Non-selektif

4. Bagaimana mekanisme kerja obat non-reseptor:

1. Bekerja pada enzim 3. Merubah Sifat Fisikal

2. Merubah Permeabilitas Membran Sel 4. Anti-metabolite

5. Waktu paruh obat merupakan pedoman yang penting untuk menentukan:

A. Interval dosis obat C. Efek maksimum

B. Kekuatan obat D. Potency obat

Page 19: Farm a Kodi Namik

MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN

COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 19

PENUGASAN

1. Tujuan Tugas :

Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan farmakodinamik dari golongan obat

uterotonika, koagulantia, antipiretik.

2. Uraian Tugas :

a. Obyek garapan :

Farmakodinamik dari obat-obatan yang berhubungan dengan kebidanan.

b. Yang harus dikerjakan dan batasan-batasan :

Menguraikan farmakodinamik dari obat uterotonika, koagulantia, antipiretik. Hasilnya

dipresentasikan dikelas pada pertemuan berikutnya.

c. Metode / cara pengerjaan tugas : Mendiskripsikan farmakodinamik dari obat uterotonika, koagulantia, antipiretik.

Dikerjakan secara diskusi kelompok.

d. Deskripsi luaran tugas yang dihasilkan :

Hasil studi tersaji dalam bentuk paper, dengan ukuran kertas kuarto, diketik dengan huruf

Times New Roman, ukuran huruf 12 pt, 1 spasi. Dilengkapi CD presentasi dengan format

powerpoint.

DAFTAR PUSTAKA

Barone, J. A., & Hermes-DeSantis, E. R. (2000). Adverse drug reactions and drug-induced diseases.

In E. T. Herfindal & D. R. Gourley (Eds.), Textbook of therapeutics: Drug and disease

management (7th ed., pp. 21–34). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Brater, D. C. (2000). Principles of clinical pharmacology. In H. D. Humes (Ed.), Kelley’s textbook

of internal medicine (4th ed., pp. 311–319). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Drug facts and comparisons. (Updated monthly). St. Louis: Facts and Comparisons.

Ensom, M. H. H. (2000). Gender-based differences and menstrual cycle-related changes in specific

diseases: Implications for pharmacotherapy. Pharmacotherapy, 20(5), 523–539.

Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2000). Textbook of medical physiology (10th ed.). Philadelphia: W. B.

Saunders.

Klein-Schwartz, W., & Oderda, G. M. (2000). Clinical toxicology. In E. T. Herfindal & D. R.

Gourley (Eds.), Textbook of therapeutics: Drug and disease management (7th ed., pp. 51–

68). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Matthews, H. W., & Johnson, J. (2000). Racial, ethnic, and gender differences in response to drugs.

In E. T. Herfindal & D. R. Gourley (Eds.), Textbook of therapeutics: Drug and disease

management (7th ed., pp. 93–103). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., & Lance, L. L. (2003). Lexi-Comp’s drug

information handbook (11th ed.). Hudson, OH: American Pharmaceutical Association.

Tatro, D. S. (2000). Drug interactions. In E. T. Herfindal & D. R. Gourley (Eds.), Textbook of

therapeutics: Drug and disease management (7th ed., pp. 35–49). Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins.