Farm a Kodi Namik
-
Upload
chinda-indah -
Category
Documents
-
view
34 -
download
0
description
Transcript of Farm a Kodi Namik
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN
COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 1
FARMAKODINAMIK Ardi Panggayuh, S.Kp, M.Kes
MODUL 3
150 Menit
Farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari
efek obat terhadap biokimia, fisiologis dan
mekanisme kerja obat. Dalam farmakodinamik
dipelajari analisa kerja obat yang utama atau akibat
dari berbagai kerja obat pada berbagai organ tubuh,
reaksi kimia obat dan reaksi sel tubuh dan sifat-sifat
keseluruhan efek. Dengan perkecualian-perkecualian
tertentu, diketahui bahwa obat dapat menimbulkan
efek setelah molekul obat bergabung dengan enzim
pada membran sel atau bagian-bagian khusus lainnya
dari sel. Interaksi obat dengan sel ini diduga
mengubah fungsi komponen sel yang kemudian
memulai serangkaian perubahan biokimia dan
fisiologi yang khas untuk obat tersebut. Proses
bergabungnya obat dengan sel disebut sebagai “aksi
obat”, sedangkan proses selanjutnya disebut “efek obat”.
Tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam farmakodinamik ialah (1) mekanisme kerja obat, (2)
hubungan antara struktur dan aktivitas, dan (3) hubungan antara dosis dengan respon obat.
MEKANISME KERJA OBAT
Farmakodinamik terkait dengan cara kerja obat pada sel-sel target dan menghasilkan perubahan
dalam reaksi biokimia seluler dan fungsi (“what the drug does to the body”). Semua aksi obat
terjadi pada tingkat seluler.
1. Teori reseptor dari kerja obat
Seperti halnya bahan fisiologik (misal, hormon dan neurotransmiter) yang normalnya mengatur
fungsi sel, maka kebanyakan obat menggunakan efek mereka melalui ikatan kimia dengan reseptor
pada tingkat seluler (Gambar 3.1.). Reseptor sebagian besar berupa protein yang terletak pada
permukaan membran sel atau didalam sel. Reseptor spesifik termasuk enzim terlibat dalam
metabolik esensial atau proses regulatori (misal, dihydrofolate reductase, acetylcholinesterase);
protein yang terlibat dalam transport (misal, sodium-potassium adenosine triphosphatase) atau
proses struktural (misal, tubulin); dan asam nukleat (misal, DNA) yang terlibat dalam sintesis
protein seluler, reproduksi, dan aktivitas metabolik lainnya.
Ketika molekul obat terikat dengan molekul reseptor, maka menghasilkan komplek obat-reseptor
yang akan memulai reaksi fisiokemikal yang merangsang atau menghambat fungsi normal seluler.
Salah satu tipe reaksi adalah aktivasi, inaktivasi, atau perubahan dari enzim intraseluler. Karena
enzim mengkatalisis hampir semua fungsi seluler, maka obat yang merangsang perubahan dapat
sangat meningkatkan atau menurunkan kecepatan metabolisme seluler. Sebagai contoh, kompleks
KEMAMPUAN AKHIR YANG
DIHARAPKAN
Mahasiswa dapat memahami
farmakodinamik.
INDIKATOR
1. Mahasiswa dapat menjelaskan
pengertian farmakodinamik.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan
mekanisme kerja obat
3. Mahasiswa dapat menjelaskan dosis
obat.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan efek
obat dan efek samping.
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN
COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 2
epinephrine-reseptor dapat meningkatkan aktivitas enzim adenyl cyclase intraseluler, yang
kemudian menyebabkan pembentukan cyclic adenosine monophosphate (cAMP). cAMP,
selanjutnya, dapat memulai beberapa aksi intraseluler yang
berbeda, tetapi efek yang sebenarnya tergantung pada tipe
dari sel.
Tipe kedua dari reaksi adalah merubah permeabilitas
membran sel terhadap salah satu atau lebih ion-ion.
Protein reseptor adalah komponen struktural dari membran
sel, dan ikatan pada molekul obat mungkin menyebabkan
terbukanya atau tertutupnya ion channel. Sebagai contoh,
pada sel saraf, ion channel sodium atau kalsium mungkin
terbuka dan memungkinkan pergerakan ion-ion kedalam
sel. Hal ini biasanya menyebabkan membran sel
mengalami depolarisasi dan mengaktivasi sel. Pada waktu
yang lain, potassium channel mungkin terbuka dan
memungkinkan ion-ion potassium keluar dari sel. Aksi ini
akan menghambat kemampuan aktivasi dan fungsi
neuronal. Pada sel-sel otot, pergerakan ion-ion kedalam sel
mungkin merubah fungsi intraseluler, seperti efek
langsung dari ion kalsium dalam menstimulasi kontraksi
otot.
Reaksi ketiga adalah mungkin memodifikasi sintesis, pelepasan, atau inaktivasi neurohormon
(misal, acetylcholine, norepinephrine, serotonin) yang mengatur beberapa proses fisiologik.
Elemen-elemen tambahan dan karakteristik teori reseptor adalah sebagai berikut:
a. Tempat dan luasnya aksi obat pada sel-sel tubuh ditentukan terutama oleh karakteristik spesifik
dari reseptor dan obat-obatan. Reseptor berbeda dalam tipe, lokasi, jumlah, dan kapasitas
fungsional. Sebagai contoh, beberapa tipe reseptor yang berbeda telah diidentifikasi. Tipe
reseptor yang banyak terdapat pada jaringan tubuh, seperti reseptor epinephrine dan
norepinephrine (yang menerima stimulasi dari sistem saraf simpatis ataupun pemberian obat-
obatan) dan reseptor untuk hormon, yang meliputi growth hormone, hormon thyroid, dan
insulin. Beberapa reseptor terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit pada jaringan tubuh, seperti
reseptor untuk opiate dan benzodiazepine dalam otak dan sub kelompok dari reseptor
epinephrine dalam jantung (reseptor β1-adrenergik) dan dalam paru-paru (reseptor β2-
adrenergik). Tipe dan lokasi reseptor mempengaruhi aksi obat. Reseptor sering digambarkan
sebagai lock and key dengan molekul obat, dan hanya obat yang mampu berikatan secara kimia
pada reseptor dalam jaringan tubuh khusus yang dapat menghasilkan efek farmakologik pada
jaringan tersebut. Dengan demikian, tidak semua-sel-sel tubuh dapat merespon terhadap obat-
obatan, walaupun sebenarnya semua reseptor sel terpapar dengan molekul-molekul obat yang
bersirkulasi dalam aliran darah.
Jumlah receptor site yang tersedia untuk berinteraksi dengan molekul obat juga mempengaruhi
tingkat kerja obat. Akhirnya, jumlah minimal dari reseptor harus ditempati oleh molekul-
molekul obat untuk menghasilkan efek farmakologik. Dengan demikian, jika terdapat banyak
reseptor yang tersedia, tetapi hanya beberapa yang ditempati oleh molekul-molekul obat, maka
hanya sedikit efek obat yang terjadi. Dalam hal ini, meningkatnya dosis obat akan dapat
Gambar 3.1. Membran sel mengandung reseptor-
reseptor untuk substansi-substansi fisiologi
seperti hormon (H) dan neurotransmiter (NT).
Subtansi-substansi ini menstimulasi atau
menghambat fungsi seluler. Molekul-molekul obat
(Da dan Db) juga berinteraksi dengan reseptor-
reseptor untuk menstimulasi atau menghambat
fungsi seluler.
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN
COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 3
meningkatkan efek farmakologik. Sebaliknya, jika hanya beberapa reseptor yang tersedia untuk
beberapa molekul-molekul obat, maka kemungkinan reseptor akan tersaturasi. Dalam hal ini,
jika sebagian besar receptor site ditempati, maka peningkatan dosis obat tidak akan
menghasilkan penambahan efek farmakologik.
Karena semua obat adalah bahan kimia, maka karakteristik kimia sangat menentukan aksi obat
dan efek farmakologik. Sebagai contoh, struktur kimia obat mempengaruhi kemampuannya
untuk mencapai cairan jaringan sekitar sel dan mengikat dengan reseptor-reseptor sel.
Perubahan kecil pada struktur obat mungkin menghasilkan perubahan besar terhadap efek
farmakologik. Faktor utama lainnya adalah konsentrasi molekul-molekul obat yang mencapai
receptor site dalam jaringan tubuh. Variabel-variabel yang berhubungan dengan obat dan pasien
yang mempengaruhi aksi obat lebih lanjut dibahas dibawah.
b. Bila molekul-molekul obat terikat secara kimia dengan reseptor-reseptor sel, maka efek
farmakologik dapat berupa baik agonis ataupun antagonis. Agonis adalah obat yang
menghasilkan efek yang serupa dengan hormon, neurotransmitter, dan bahan-bahan lain yang
dihasilkan secara alami. Agonis mungkin mempercepat atau memperlambat proses seluler
normal, tergantung pada tipe reseptor yang teraktivasi. Sebagai contoh, epinephrine-like drugs
yang bekerja pada jantung untuk meningkatkan denyut jantung, dan acetylcholine-like drugs
yang bekerja pada jantung untuk memperlambat denyut jantung; keduanya adalah agonis.
Antagonis adalah obat yang menghambat fungsi sel dengan cara menempati receptor site. Hal
ini mencegah bahan tubuh alami atau obat-obatan lainnya untuk menempati receptor site dan
mengaktivasi fungsi sel. Ketika aksi obat terjadi, maka molekul-molekul obat mungkin terlepas
dari molekul-molekul reseptor (yaitu, ikatan kimia bersifat reversible), kembali ke pembuluh
darah, dan bersirkulasi ke liver untuk menjalani metabolisme dan diekskresi melalui ginjal.
c. Reseptor adalah komponen seluler yang dinamis yang dapat disintesis oleh sel-sel tubuh dan
dirubah oleh bahan-bahan endogenous dan obat-obatan eksogenous. Sebagai contoh, stimulasi
dalam waktu lama pada sel-sel tubuh dengan excitatory agonist, biasanya mengurangi jumlah
atau sensitivitas reseptor. Sebagai hasilnya, sel menjadi sedikit responsif terhadap agonis (suatu
proses yang disebut receptor desensitization, atau down-regulation). Inhibisi dalam waktu lama
terhadap fungsu seluler normal dengan antagonis mungkin meningkatkan jumlah atau
sensitivitas reseptor. Jika antagonis dengan tiba-tiba dikurangi atau dihentukan, maka sel
menjadi sangat responsif terhadap agonis (suatu proses yang disebut receptor sensitization atau
up-regulation). Perubahan-perubahan dalam reseptor ini mungkin menjelaskan mengapa
beberapa obat harus diberikan secara berangsur-angsur berkurang dalam dosis dan dihentikan
secara bertahap jika gejala withdrawal ingin dihindarkan.
2. Aksi obat nonreseptor
Secara relatif beberapa obat bekerja melalui mekanisme lain daripada bergabung dengan receptor
site pada sel-sel. Mekanisme kerja obat tersebut adalah:
a. Antasid, yang bekerja secara secara kimia untuk menetralisir asam hidroklorik yang
diproduksi oleh sel-sel parietal lambung dan dengan demikian meningkatkan pH cairan
lambung.
b. Osmotic diuretics (misal, mannitol), yang meningkatkan osmolaritas plasma dan mendorong
air keluar dari jaringan kedalam pembuluh darah.
c. Obat-obatan yang secara struktural mirip dengan nutrien yang diperlukan oleh sel-sel tubuh
(misal, purine, pyrimidine) dan yang dapat dimasukkan kedalam unsur-unsur pokok seluler,
seperti asam nukleat. Hal ini dapat mengganggu fungsi normal sel. Beberapa obat anti kanker
bekerja melalui mekanisme ini.
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN
COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 4
d. Metal chelating agents, yang dikombinasi dengan toxic metals (misal, timah) untuk
membentuk kompleks yang dapat lebih siap untuk diekskresi.
DOSIS OBAT
Penghitungan dosis melibatkan penggunaan proses matematikal untuk menentukan jumlah
pengobatan yang tepat untuk diberikan kepada pasien. Ketepatan dalam penghitungan adalah
penting untuk menjamin keamanan pasien. Terdapat tiga sistem pengukuran yang digunakan untuk
menghitung dan memberikan pengobatan. Sistem-sistem tersebut adalah sistem metrik, apoteker,
dan sistem rumah tangga. Modul ini memfokuskan terutama pada sistem metrik karena hampir
semua pemberian pengobatan dituliskan dengan menggunakan sistem ini. Akan tetapi, karena
sistem pengukuran apoteker dan rumah tangga juga mungkin digunakan, maka bidan perlu
mengenali sistem tersebut, yang secara singkat dibahas dalam modul ini.
Sistem Pengukuran Berdasarkan Berat
Pengukuran sistem metrik, apoteker, dan rumah tangga hampir selalu digunakan dalam pemberian
pengobatan. Sistem metrik digunakan pada semua obat berlabel dan pakai resep. Sedangkan, sistem
apoteker dan rumah tangga digunakan untuk dosis obat cair. Sebagai tambahan, cangkir obat yang
digunakan untuk pengobatan cair umumnya ditandai dengan satuan metrik, apoteker, dan rumah
tangga. Oleh karena itu, bidan harus mengenal setiap sistem dan dapat merubahnya dari satu sistem
ke sistem lainnya. Sebagai contoh, bila mengukur dosis cair, maka bidan harus mengetahui tentang
sistem apoteker dan rumah tangga dan persamaan mereka untuk memastikan bahwa jumlah
pengobatan yang dipersiapkan dan diberikan adalah tepat. Bidan juga perlu untuk mengingat bahwa
persamaan adalah kurang lebih sama. Tabel 3.1. Persamaan pengukuran diantara ketiga sistem.
Kadang-kadang, obat tertentu diberikan dan diukur dalam istilah unit atau milliequivalent (mEq).
Unit mengekspresikan aktivitas biologik dalam uji binatang (yaitu, jumlah obat yang diperlukan
untuk menghasilkan respon tertentu). Sebagai contoh, konsentrasi insulin dan heparin adalah di
ekspresikan dalam unit. Obat-obat ini biasanya diberikan dalam jumlah unit per dosis (misal, NPH
insulin, 30 unit secara subcutaneous setiap pagi; atau heparin, 5000 unit secara subcutaneous setiap
12 jam). Akan tetapi, satuan untuk setiap obat adalah unik dan tidak berkaitan. Dengan kata lain,
tidak ada hubungan antara unit insulin dan unit heparin. Sebagai contoh, walaupun label untuk
kedua obat menyatakan jumlah unit per milliliter, tetapi jumlah unitnya adalah berbeda. Insulin
berlabel U 100 mengandung 100 unit/mL, sedangkan heparin mungkin memiliki 1000, 5000, atau
10.000 unit/ mL.
Milliequivalent mengekspresikan aktivitas ionik dari obat. Obat seperti potassium chlorida
diberikan dan dilabel dalam jumlah milliequivalent per dosis, tablet, atau milliliter.
TABEL 3.1. Persamaan Ukuran Metrik Apoteker Rumah tangga
1 mL = 1 cc = 15 atau 16 minims = 15 atau 16 tetes
4 atau 5 mL = 1 fluid dram = 1 tsp
60 atau 65 mg = 1 gr
30 atau 32 mg = 1⁄2 gr
30 g = 30 mL = 1 oz = 2 tbsp
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN
COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 5
TABEL 3.1. Persamaan Ukuran
250 mL = 8 oz = 1 cup
454 g = 1 lb
500 mL = 500 cc = 16 oz = 1 pint
1 L = 1000 mL = 32 oz = 1 quart
1000 mcg = 1 mg
1000 mg = 1 g
1000 g = 1 kg = 2.2 lb = 2.2 lb
0.6 g = 600 mg atau 650 mg = 10 gr
mcg, microgram.
Sistem Metrik
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, hampir selalu sistem pengukuran yang digunakan adalah
sistem metrik, dimana meter digunakan untuk ukuran linear, gram untuk berat, dan liter untuk
volume. Satu milliliter (mL) adalah setara dengan cubic centimeter (cc), dan keduanya setara
dengan 1 gram (g) air. Sistem metrik adalah sistem desimal, yang didasarkan pada perkalian 10;
semua unit diperoleh melalui perkalian atau pembagian dengan 10, 100, atau 1000. Awalan (prefix)
metrik menunjukkan bagian (porsi) dari unit yang dipertimbangkan. Sebagai contoh, milliliter
adalah 1/1000 dari liter; centimeter adalah 1/100 dari meter, dan microgram adalah 1/1.000.000 dari
gram. Tabel 3.2. Singkatan umum metrik dan persamaannya.
TABEL 3.2. Satuan Metrik dan Persamaan Berat milligram (mg)
microgram (mcg)
kilogram (kg)
1 g = 1000 mg
1 mg = 1000 mcg atau 0.001 g
1 mcg = 0.001 mg atau 0.000001 g
1 kg = 1000 g
Volume liter (L)
milliliter (mL)
cubic centimeter (cc)
1 L = 1000 mL
1 mL = 0.001 L atau 1 cc
1 cc = 0.0001 L atau 1 mL
Panjang meter (m)
centimeter (cm)
millimeter (mm)
1 m = 100 cm atau 1000 mm
1 cm = 0.01 m atau 10 mm
1 mm = 0.002 m atau 0.1 cm
Sistem Apoteker
Sistem apoteker, sekarang jarang digunakan, yang meliputi ukuran yang disebut grain, minim,
dram, ounce, pount, pint, dan quart. Cara penulisannya tidak biasa dan berbeda dari cara penulisan
dalam sistem lainnya. Beberapa aturan yang menentukan cara penulisan dalam sistem ini:
Ukuran satuan padat dalam sistem ini adalah grain (gr)
Dram (_), ounce (_−), dan tetes (gt) adalah ukuran cairan
Jumlah unit sebelumnya (gr x, _− iii)
Angka Roman dibawah digunakan untuk menunjukkan angka dari 1 sampai 10, 20, dan 30 (gr
xx); angka Arabic digunakan untuk jumlah lainnya (_− 12)
Jumlah kurang dari 1 ditunjukkan sebagai pecahan (gr 1 ⁄3); pecahan 1⁄2 ditunjukkan dengan
simbol s˙s˙ (_− vs˙s˙)
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN
COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 6
Konversi berat dan volume apoteker tertera pada Tabel 3.3.
TABEL 3.3. Berat dan Volume Apoteker 60 grains = 1 dram
8 drams (atau 480 grains) = 1 ounce
12 ounces = 1 pound
60 minims = 1 fluidram
8 fluid drams (atau 480 minims) = 1 fluidounce
16 fluidounces = 1 pint
2 pints = 1 quart
4 quarts = 1 gallon
Sistem Rumah Tangga
Sistem rumah tangga, dengan ukuran tetes, sendok teh, sendok makan, dan cangkir, adalah jarang
digunakan dalam tatanan perawatan kesehatan tetapi mungkin digunakan oleh pasien di rumah
mereka. Karena kurangnya standarisasi dari ukuran (yaitu, tetes, sendok, dan cangkir), maka ukuran
ini kurang akurat dibandingkan dengan sistem ukuran lainnya. Seringkali, ketika pulang dari rumah
sakit atau ketika rawat jalan dan bidan mengunjungi (visite) di rumah, maka pasien perlu bantuan
untuk merubah ukuran metrik ke ukuran rumah tangga. Direkomendasikan bahwa pasien dianjurkan
untuk menggunakan ukuran yang telah distandarisasi, daripada menggunakan sendok dan cangkir
rumah tangga, untuk menjamin keamanan dan akurasi pemberian obat. Konversi dalam sistem
rumah tangga tertera dalam Kotak 3.1.
KOTAK 3.1. Persamaan Rumah Tangga 1 tetes (drop/gt) = 1 minim
1 sendok teh (teaspoon/tsp) = 60 tetes (drops/gtt)
1 sendok makan (tablespoon/tbsp) = 3 sendok teh (tsp)
1 ounce (oz) = 2 sendok makan (tbsp)
1 cangkir ukur (measuring cup) = 8 ounces (oz)
Metode Penghitungan
Kebanyakan label dan perintah pemberian obat di ekspresikan dalam ukuran satuan metrik. Jika
jumlah yang ditetapkan dalam perintah adalah sama seperti yang tertera pada label obat, maka tidak
perlu dihitung, dan sediaan dosis yang tepat adalah hal yang sederhana. Sebagai contoh, jika terbaca
perintah “ibuprofen, 400 mg PO” dan terbaca dalam label obat “ibuprofen, 400 mg per tablet”,
maka jelas bahwa diberikan satu tablet. Akan tetapi, apa yang terjadi jika dosis yang diperintahkan
adalah 400 mg, dan tablet yang tersedia adalah 200 mg? Pertanyaannya adalah, “Berapa tablet 200
mg yang dibutuhkan untuk memberikan dosis 400 mg?” Pada kasus ini, jawabannya dapat dengan
cepat dihitung yaitu 2 tablet.
Walaupun perhitungan relatif sederhana, tetapi contoh tersebut juga dapat digunakan untuk
menjelaskan penghitungan matematika yang mungkin diperlukan dalam situasi lain. Masalah ini
dapat dipecahkan melalui beberapa metode: (1) persamaan dasar; (2) persamaan proporsi rasio; atau
(3) persamaan dosis fraksional. Bidan harus mengetahui salah satu dari metode tersebut dan
menggunakannya secara konsisten. Sebagai tambahan, penghitungan juga melibatkan berat badan
dan luas permukaan tubuh, yang merupakan metode umum digunakan untuk menentukan dosis
untuk bayi dan anak kecil.
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN
COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 7
Persamaan Dasar
Persamaan dasar umumnya digunakan dipresentasikan dengan formula:
AV x H
D
Dimana:
D adalah dosis yang diinginkan
H adalah jumlah yang tersedia
V adalah bentuk obat
A adalah jumlah yang diberikan pada pasien
Contoh penggunaan persamaan dasar adalah sebagai berikut:
tablet2 tablet 1 x 200
400
Oleh karena itu, bidan akan memberikan 2 tablet.
Persamaan Rasio dan Proporsi
Salah satu metode tertua dari penghitungan dosis adalah persamaan rasio dan proporsi yang dapat di
ekspresikan dengan formula:
Dimana:
D adalah dosis yang diinginkan
H adalah jumlah yang tersedia
V adalah bentuk obat
A adalah jumlah yang diberikan kepada pasien (umumnya ditulis sebagai X atau x)
Menggunakan fraksi (pecahan), proporsi dipakai sehingga mirip satuan yang menyilang (across)
dari lainnya.
Fraksi pertama adalah equivalent, dan fraksi kedua adalah tidak diketahui dan jumlah yang
diinginkan. Semua ukuran perlu sistem yang sama dan dalam satuan atau ukuran yang sama.
Sebagai contoh, rasio dan proporsi adalah sebagai berikut:
400
tabletX
200
tablet1
D
X)(atau A
H
V
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN
COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 8
Dengan persamaan ini, anda akan melakukan perkalian silang dan memecahkan X.
Oleh karena itu, bidan akan memberikan 2 tablet.
Persamaan Dosis Fraksional
Persamaan dosis fraksional adalah mirip dengan persamaan rasio dan proporsi. Formula dapat di
ekspresikan sebagai berikut:
X
D
V
H
Dimana:
D adalah dosis yang diinginkan
H adalah jumlah yang tersedia
V adalah bentuk obat
A adalah jumlah yang diberikan kepada pasien (umumnya dtuliskan sebagai X atau x)
Dengan persamaan ini, anda akan melakukan perkalian silang dan memecahkan X, atau A. Contoh:
Oleh karena itu, bidan akan memberikan 2 tablet.
Apa yang terjadi jika perintah dan label yang ditulis dalam unit yang berbeda? Sebagai contoh,
perintahnya mungkin ditulis “ibuprofen, 0,4 g”, dan labelnya mungkin tertulis “ibuprofen, 200
mg/tablet”. Untuk menghitung jumlah dosis tablet yang diperlukan, maka langkah pertama adalah
merubah 0,4 g menjadi jumlah equivalent dari milligram, atau merubah 400 mg menjadi jumlah
equivalent dari gram. Dosis yang diinginkan atau diperintahkan dan dosis label atau yang tersedia
harus dalam ukuran satuan yang sama. Menggunakan equivalent (yaitu, 1 g = 100 mg) tertera dalam
Tabel 3-2, persamaan dapat dituliskan sebagai berikut:
mg 400 g 0.4
Langkah berikutnya adalah menggunakan informasi baru dalam formula, yang kemudian menjadi:
2x
200X400
200 tablet x X 400 tablet x 1
Oleh karena itu, bidan akan memberikan 2 tablet.
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN
COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 9
Dosis Berdasarkan Berat Badan dan Luas Permuakan Tubuh
Beberapa dosis didasarkan pada berat badan atau luas permukaan tubuh (Body Surface Area/BSA).
Umumnya, dosis untuk bayi dan anak diperintahkan diberikan fraksi ini yang diberikan berdasar
perbedaan usia, pertumbuhan dan perkembangan, dan berat badan dalam kelompok ini. Seringkali,
jumlah yang diperlukan untuk dosis khusus harus dihitung sebagai fraksi dosis dewasa. Terdapat
dua metode yang digunakan dalam penghitungan ini.
Clark’s rule didasarkan pada berat badan dan digunakan untuk anak-anak sedikitnya berusia 2
tahun. Dibawah ini adalah formula matematika dari Clark’s rule:
anak dosisdewasa dosis x 150
pound) (dalamBerat
Menghitung dosis berdasarkan pada luas permukaan tubuh (BSA) dipertimbangkan sebagai metode
yang lebih akurat untuk menghitung dosis. Luas permukaan tubuh, didasarkan pada tinggi badan
dan berat badan, yang diperkirakan dengan menggunakan nomogram (Gambar 3.2.). Untuk
menghitung dosis anak-anak dengan menggunakan luas permukaan tubuh, gunakan formula sebagai
berikut:
GAMBAR 3.2. Nomogram permukaan tubuh. Untuk menentukan luas permukaan pada pasien, tarik garis lurus diantara titik tinggi
badan pada skala vertikal kiri ke titik berat badan pada skala vertikal kanan. Titik dimana garis memotong skala vertikal tengah
menunjukkan luas permukaan pasien dalam meter persegi (Courtesy of Abbott Laboratories).
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN
COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 10
anak dosisdewasa dosis x m 1.73
)m (dalamtubuh permukaan area2
2
Memberikan dosis yang aman adalah penting sekali untuk semua pasien, terutama untuk bayi dan
anak-anak, karena beberapa dosis pediatrik adalah minute. Dengan demikian, sedikit kesalahan
penghitungan dapat menyebabkan bahaya. Lihat referensi yang menunjukkan rentang dosis aman.
Penghitungan dosis harus terdapat pada rentang aman antara dosis terendah dan tertinggi.
Menghitung Kecepatan Aliran Intravenous
Cairan intravenous (IV) yang diberikan menggunakan infus set harus diatur dengan kecepatan aliran
secara tepat. Kecepatan aliran IV biasanya dihitung dalam milliliter per jam dan tetes (gtts) per
menit. Untuk menghitung kecepatan aliran, maka diperlukan informasi khusus, yang meliputi
jumlah larutan atau obat yang di infus, waktu atau durasi dari infus, dan jumlah tetes per menit
(faktor tetesan) dari aliran intravenous. Sebagai contoh, faktor tetesan dari aturan pemberian
macrodrip mungkin 10, 14, atau 20 tetes per mililiter, tergantung pada pabriknya. Kebanyakan pusat
pelayanan kesehatan menggunakan satu produk pabrik. Faktor tetesan untuk semua aturan
pemberian microdrip adalah 60 tetes/mL. Infusion pump secara khusus diatur dalam milliliter per
jam, sehingga penghitungannya adalah dalam milliliter per jam (mL/jam).
Kecepatan Infus
Kecepatan infus dihitung dengan menggunakan formula:
mL/jamjumlah tetesanjamjumlah
dianjurkan yang (mL)jumlah
Jika tersedia infusion pump, maka penghitungan menjadi mudah. Jika faktor tetesannya berbeda,
seperti pada selang macrodrip, maka perlu langkah tambahan.
ttetes/menimenitjumlah
esanfaktor tet x perjam mLjumlah
Sebagai contoh, terbaca perintah “1000 mL D5W diberikan pada 100 mL/jam”. Bidan memiliki
persediaan selang macrodrip 20 tetes/mL per menit. Formula penghitungannya sebagai berikut:
it tetes/men33.360
2000
60
20 x mL 100
Oleh karena itu, bidan mengatur tetesan infus adalah 33 tetes/menit.
Jika digunakan selang mikrodrip pada contoh diatas, maka penghitungannya adalah sebagai berikut:
it tetes/men00160
60 x mL 100
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN
COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 11
Bidan akan mengatur kecepatan infus 100 tetes/menit.
Lama Infus
Pada beberapa kasus, maka sangat bermanfaat untuk menghitung berapa lama infus akan diberikan.
Secara sederhana, formula untuk menghitung lama pemberian infus dinyatakan sebagai berikut:
jam dalam infus lamajamper mLjumlah
diminta yang mLjumlah
Pertimbangkan contoh ini. Terbaca perintah “1000 mL 0.9% saline diberikan pada 125 mL/jam”.
Formula untuk menentukan waktu infus adalah sebagai berikut:
jam 8mL/jam 125
mL 1000
Maka infus akan diberikan selama 8 jam.
Menghitung dosis obat adalah keterampilan penting bagi bidan karena penghitungan dosis yang
tidak akurat dapat membahayakan pasien. Bidan harus mengembangkan kecakapan dalam
menghitung dengan sistem pengukuran dan menggunakan penghitungan matematika umum untuk
menentukan ketepatan dosis obat.
Bagaimana Anda Dapat Menghindari Kesalahan Pengobatan Ini?
Jawab: Menghitung dosis, terutama pada anak-anak, memerlukan perhatian secara cermat. Dalam
menghitung dosis yang didasarkan berat badan, bidan lupa untuk merubah pound menjadi kilogram dan
pada akhirnya obat yang diberikan melebihi dosis yang diinginkan. Sebagai tambahan, dosis yang
diberikan adalah diatas dosis aman yang direkomendasikan untuk anak-anak. Literatur menunjukkan
bahwa anak-anak berusia 2 sampai 10 tahun harus menerima dosis digitalis oral 0.02 sampai 0.04 mg/kg
dalam dosis terbagi empat dalam 24 jam. Selain itu, gejala yang ditunjukkan pada anak adalah tanda
reaksi yang merugikan. Bidan yang memberikan obat pada setiap pasien harus mengetahui tentang cara
kerja obat dan efeknya sehingga mereka dengan cepat mengkaji tanda-tanda dari reaksi yang merugikan.
Bidan tidak terbiasa bekerja pada bangsal anak-anak dan dosis pediatrik sehingga kemungkinan besar
memiliki resiko membuat kesalahan pengobatan. Menggunakan satuan sistem dosis dan minta bidan
lainnya untuk melihat hasil penghitungan anda sebelum memberikan obat dapat membantu dalam
mencegah kesalahan.
EFEK OBAT DAN EFEK SAMPING
Istilah efek yang merugikan (adverse effect) berkaitan dengan setiap respon yang tidak diinginkan
terhadap pemberian obat, dan efek terapeutik (therapeutic effect) adalah respon yang diinginkan.
Kebanyakan obat menghasilkan campuran efek terapeutik dan merugikan; semua obat dapat
menghasilkan efek merugikan. Efek merugikan mungkin menghasilkan tanda, gejala, atau proses
penyakit yang mendasar dan mungkin melibatkan setiap sistem tubuh atau jaringan. Efek merugikan
mungkin bersifat umum atau jarang, ringan atau berat, terlokalisir atau menyebar, tergantung pada
obatnya dan resipien.
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN
COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 12
Beberapa efek yang merugikan dapat terjadi pada obat dengan dosis terapeutik biasa (sering disebut
side effect); sedangkan yang lain lebih mungkin terjadi dengan dosis yang lebih besar. Efek
merugikan yang umum atau serius adalah sebagai berikut:
1. Efek CNS mungkin akibat dari stimulasi CNS (misal, agitasi, konfusi, delirium, disorientasi,
halusinasi, psikosis, kejang) atau depresi CNS (pusing, mengantuk, gangguan tingkat kesadaran,
sedasi, coma, gangguan pernapasan dan sirkulasi). Efek CNS mungkin terjadi pada beberapa
obat, meliputi kebanyakan kelompok terapeutik, penyalahgunaan obat)
2. Efek gastrointestinal (anoreksia, nausea, vomiting, konstipasi, diare) adalah reaksi merugikan
yang umum terjadi. Nausea dan vomiting terjadi pada beberapa obat akibat iritasi lokal dari
saluran gastrointestinal atau stimulasi dari pusat vomiting dalam otak. Diare terjadi pada obat
yang menyebabkan iritasi lokal atau peningkatan peristaltik. Efek yang lebih serius meliputi
perdarahan atau ulserasi (lebih sering pada aspirin dan nonsteroidal anti-inflammatory agent)
dan diare berat / kolitis (lebih sering pada antibiotik).
3. Efek hematologik (penyakit koagulasi darah, penyakit perdarahan, depresi sumsum tulang,
anemia, leukopenia, agranulositosis, thrombositopenia) adalah relatif sering dan potensial
mengancam kehidupan. Perdarahan hebat adalah lebih sering berkaitan dengan antikoagulan dan
throbolitik; depresi sumsum tulang biasanya terkait dengan obat antineoplastik.
4. Hepatotoksisitas (hepatitis, disfungsi atau kegagalan liver, inflammasi atau obstruksi saluran
kandung empendu) adalah potensial mengancam kehidupan. Karena kebanyakan obat
dimetabolisme oleh liver, maka liver mudah terkena cedera akibat obat. Obat yang bersifat
hepatotoksik meliputi acetaminophen (Tylenol), isoniazid (INH), methotrexate (Mexate)
phenytoin (Dilantin), dan aspirin dan salisilat lainnya. Dengan adanya kerusakan liver yang
disebabkan oleh penyakit drugor, maka metabolisme dari beberapa obat terganggu. Selanjutnya,
obat yang dimetabolisme oleh liver cenderung terakumulasi dalam tubuh dan menyebabkan efek
yang merugikan. Disamping hepatotoksisitas, beberapa obat juga menghasilkan nilai abnormal
pada test fungsi liver tanpa menimbulkan gejala klinikal dari disfungsi liver.
5. Nephrotoksisitas (nephritis, insufisiensi atau kegagalan renal) terjadi pada beberapa obat
antimikrobial (misal, gentamicin dan aminoglycoside lainnya), obat nonsteroidal anti-
inflammatory (misal, ibuprofen dan obat-obat yang terkait), dan obat lainnya. Ia potensial serius
karena ia mungkin mengganggu ekskresi obat, sehingga menyebabkan akumulasi obat dan
meningkatkan efek yang merugikan.
6. Hipersensitivitas atau allergi mungkin terjadi pada hampir setiap obat pada pasien yang rentan.
Ia tidak mudah diprediksi dan tidak terkait dengan dosis. Ia terjadi pada orang yang sebelumnya
terpapar dengan obat atau substansi yang mirip (antigen) dan pada orang yang berkembang
antibodi. Bila diberikan ulang, maka obat bereaksi dengan antibodi untuk menyebabkan
kerusakan sel dan melepaskan histamin dan substansi intraseluler lainnya. Substansi-substansi
tersebut menghasilkan reaksi berkisar dari rash kulit ringan sampai shock anafilaktik. Shock
anafilaktik adalah reaksi hipersensitivitas yang dapat mengancam kehidupan yang ditandai oleh
distres pernapasan dan kolaps kardiovaskuler. Ia terjadi dalam beberapa menit setelah
pemberian obat dan memerlukan pengobatan emergensi dengan epinephrine. Beberapa reaksi
allergi (misal, serum sickness) terjadi 1 sampai 2 minggu setelah diberikan obat.
7. Demam obat adalah demam yang berhubungan dengan pemberian pengobatan. Obat-obatan
yang dapat menyebabkan demam melalui beberapa mekanisme, meliputi reaksi allergi,
kerusakan jaringan tubuh, peningkatan panas tubuh atau mengganggu pelepasan energi, atau
bekerja pada pusat pengatur suhu dalam otak. Mekanisme yang umum adalah reaksi allergi.
Demam mungkin terjadi secara sendiri atau dengan manifestasi allergi lainnya (misal, rash kulit,
gatal, nyeri otot dan sendi, pembesaran kelenjar limfe, eosinophilia), dan polanya mungkin
rendah dan terus-menerus atau tajam dan intermittent. Ia mungkin mulai dalam beberapa jam
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN
COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 13
setelah dosis pertama jika pasien telah minum obat sebelumnya, atau kira-kira dalam 10 hari
pada pemberian yang terus-menerus jika obat adalah baru bagi pasien. Jika obat penyebabnya
dihentikan, demam biasanya mereda dalam waktu 48 sampai 72 jam kecuali ekskresi obat
lambat atau terjadi kerusakan jaringan yang signifikan (misal, hepatitis).
Beberapa obat telah dikaitkan sebagai penyebab demam obat, meliputi kebanyakan
antimikrobial, beberapa obat kardiovaskuler (misal, beta blocker, hydralzine, methyldopa,
procainamide, quinidine), obat dengan sifat antikolinergik (misal, atropine, beberapa
antihistamine, obat antipsikotik phenothiazine, dan antidepresan tricyclic), dan beberapa
antikonvulsan.
8. Idiosinkrasi (Idiosyncrasy) berkaitan dengan reaksi yang tidak diharapkan pada obat yang
terjadi pada waktu pertama kali obat diberikan. Reaksi ini biasanya dikaitkan dengan
karakteristik genetik yang merubah drug-metabolizing enzyme.
9. Ketergantungan obat (Drug dependence) (lihat Bab. 15) mungkin terjadi dengan obat merubah
ingatan (mind-altering drugs), seperti analgesik narkotik, obat hipnotik-sedativa, obat ant-
anxiety, dan stimulan sistem saraf pusat. Ketergantungan mungkin bersifat fisiologik atau
psikologik. Ketergantungan fisiologik menghasilkan gejala fisikal yang tidak menyenangkan
bila dosis dikurangi atau obat dihentikan. Ketergantungan psikologikal berperan terhadap
keasyikan yang berlebihan dengan obat dan perilaku mencari obat (drug-seeking behavior).
10. Karsinogenisitas (Carcinogenicity) adalah kemampuan substansi untuk menyebabkan kanker.
Beberapa obat bersifat karsinogen, meliputi beberapa hormon dan obat antikanker.
Karsinogenisitas nampaknya hasil dari perubahan yang disebabkan obat dalam DNA seluler.
11. Teratogenisitas (Teratogenicity) adalah kemampuan substansi untuk menyebabkan
ketidaknormalan perkembangan fetal bila diberikan pada wanita hamil. Kelompok obat yang
dipertimbangkan bersifat teratogenik meliputi analgesik, diuretik, obat anti-epileptik,
antihistamin, antibiotik, antiemetik, dan lainnya.
Efek Toksik dari Obat
Toksisitas obat (juga disebut keracunan, overdosis, atau intoksikasi) adalah akibat jumlah yang
berlebihan dari obat dan mungkin menyebabkan kerusakan yang reversible atau irreversible pada
jaringan tubuh. Hal ini merupakan masalah umum baik pada populasi dewasa maupun pediatrik. Ia
mungkin akibat dari dosis besar tunggal atau menelan dosis lebih kecil dalam waktu lama. Ia
mungkin berkaitan dengan alkohol atau obat resep, atau obat liar. Pasien keracunan mungkin
dijumpai terutama pada setiap tatanan (misal, unit rawat jalan di rumah sakit, home care, fasilitas
perawatan jangka panjang) tetapi kemungkinan terutama ditemukan di departeman amergensi di
rumah sakit.
Pada beberapa kasus, pasien atau seseorang yang menyertai pasien mungkin mengetahui obat toksik
(misal, overdosis kecelakaan dari obat terapeutik, menggunakan obat liar, atau usaha bunuh diri).
Namun demikian, Seringkali, terlalu banyak minum obat, atau obat yang tidak diketahui, dan dalam
keadaan tertentu yang terkait dengan cedera traumatik atau gangguan status mental yang membuat
pasien tidak mampu memberikan informasi yang bermanfaat. Manifestasi klinikal sering tidak spesifik untuk overdosis obat dan mungkin menunjukkan proses penyakit lainnya. Karena banyak
variabel dari intoksikasi obat, maka petugas kesehatan harus memiliki petunjuk yang tinggi
terhadap kecurigaan sehingga toksisitas dapat dikenali dan diobati secara cepat.
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN
COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 14
Overdosis Obat: Manajemen Umum
Kebanyakan pasien keracunan atau overdosis, diobati di departemen emergensi dan dipulangkan ke
rumah mereka. Sebagian kecil yang dimasukkan ke unit intensive cara (ICU), seringkali karena
tidak sadar dan membutuhkan intubasi endotracheal dan ventilasi mekanikal. Keadaan tidak sadar
adalah efek toksik utama dari beberapa substansi yang umumnya ditelan seperti anti-anxietas
benzodiazepine dan obat sedativa, anti-depresan tricyclic, ethanol, dan opiate. Efek kardiovaskuler
yang serius (misal, cardiac arrest, dysrhythmia, gangguan sirkulasi) adalah juga umum dan
memerlukan untuk dimasukkan ke ruang ICU.
Tujuan utama dari pengobatan pasien keracunan adalah membantu dan menstabilkan fungsi vital
(yaitu, jalan napas, pernapasan, sirkulasi), mencegah kerusakan lebih lanjut akibat obat toksik
dengan mengurangi absorpsi atau meningkatkan eliminasi, dan memberikan antidote khusus bila
tersedia dan di indikasikan. Aspek umum dari perawatan dijelaskan dibawah ini; antidote terpilih
dapa dilihat pada Tabel 4.
1. Untuk pasien yang sakit berat pada kontak pertama, maka harus mendapat bantuan pemeriksaan
dan pengobatan lebih cepat. Pada umumnya, pengobatan dimulai sesegera mungkin setelah
minum obat untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
2. Prioritas utama adalah menyokong fungsi vital, seperti pemeriksaan cepat dari kondisi pasien
(misal, tanda-tanda vital, tingkat kesadaran). Pada keracunan berat, segera pasang
elektrokardiogram, dan temukan toksisitas berat (misal, dysrhythmia, iskemia) secara cepat dan
berikan perawatan invasive. Tindakan cardiopulmonary resuscitation (CPR) standar mungkin
diperlukan untuk mempertahankan pernapasan dan sirkulasi. IV line biasanya diperlukan untuk
memberikan cairan dan obat dan pengobatan invasive atau pemasangan perawatan monitoring.
Intubasi endotracheal dan ventilasi mekanikal seringkali diperlukan untuk mempertahankan
pernapasan (pada pasien tidak sadar), memperbaiki hipoksemia, dan melindungi jalan napas.
Hipoksemia harus dikoreksi dengan cepat untuk menghindari cedera otak, iskemia miokardial,
dan cardiac dysrhythmia. Ventilasi dengan positive end expiratory pressure (PEEP) harus
digunakan secara hati-hati pada pasien hipotensi karena ia menurunkan venous return pada
jantung dan memperburuk hipotensi. Manifestasi kardiovaskuler yang serius sering memerlukan
pengobatan farmakologik. Hipotensi dan hipoperfusi mungkin diobati dengan obat inotropic dan
vasopressor. Dysrhythmia diobati sesuai dengan protokol Advanced Cardiac Life Support
(ACLS). Kejang yang berulang-ulang atau status epilepticus memerlukan pengobatan dengan
obat anti-konvulsan.
3. Untuk pasien tidak sadar, segera pasang IV line, beberapa penulis merekomendasikan
memberikan obat naloxone (2 mg IV) untuk overdosis narkotik dan thiamine (100 mg IV) untuk
disfungsi otak akibat defisiensi thiamine. Sebagai tambahan, fingerstick blood glucose test harus
dikerjakan dan, jika terdapat hipoglikemia, maka diberikan dextrose 50% (50 mL IV).
4. Ketika pasien keluar dari bahaya, maka periksa fisik secara menyeluruh dan upayakan untuk
menentukan obat, jumlah, dan jarak waktu terpapar. Jika pasien tidak dapat memberikan
informasi, maka wawancarai seseorang yang dekat dengan pasien yang mungkin dapat
memberikan informasi. Tanya tentang pemakaian obat dengan resep, alkohol, dan obat liar. 5. Tidak terdapat pemeriksaan laboratorium standar untuk pasien keracunan. Kondisi pasien dan
penentuan pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan, walaupun pemeriksaan fungsi hepar
dan ginjal biasanya diusulkan. Spesimen darah, urine, atau cairan lambung mungkin diperlukan
untuk analisis laboratorium.
Screening test untuk substansi-substansi toksik tidak membantu karena hasil test mungkim
lambat, beberapa substansi tidak terdeteksi, dan hasilnya jarang mempengaruhi pengobatan
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN
COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 15
awal. Identifikasi obat atau racun yang tidak diketahui seringkali didasarkan pada riwayat pasien
dan tanda dan gejala, dengan test spesifik sebagai penegasan. Untuk membantu pengobatan,
maka diperlukan kadar obat dalam serum bila obat yang ditelan diketahui, seperti
acetaminophen, alkohol, digoxin, lithium, aspirin, atau theophylline.
6. Untuk obat yang diberikan per-oral, maka dekontaminasi gastrointestinal menjadi topik yang
kontroversial. Selama beberapa tahun, teknik standar untuk membuang obat dari saluran
gastrointestinal meliputi sirup ipecac untuk pasien yang sadar, untuk merangsang emesis; lavage
lambung untuk pasien dengan penurunan tingkat kesadaran; activated charcoal untuk
mengabsorpsi obat yang ditelan dalam saluran gastrointestinal; dan cathartic (biasanya sorbitol
70%) untuk mempercepat eliminasi dari obat yang diabsorpsi. Yang terbaru, whole bowel
irrigation (WBI) yang dikenal sebagai teknik tambahan.
Sekarang, terdapat perbedaan pendapat tentang apakah dan kapan teknik tersebut digunakan.
Perbedaan ini berperan terhadap rapat konsensus kelompok toxicologists dari American
Academy of Clinical Toxicology (AACT) dan European Association of Poison Centres and
Clinical Toxicologists (EAPCCT). Kelompok ini mengeluarkan pedoman pengobatan yang juga
didukung oleh organisasi toksikologi lainnya. Secara umum, pernyataan rekomendasi bahwa tak
satupun dari teknik tersebut harus digunakan secara rutin dan bahwa data yang adequat untuk
mendukung atau meniadakan penggunaan mereka adalah sering kurang. Pendapat diutarakan
oleh kelompok konsensus dan lainnya adalah dijelaskan sebagai berikut:
Ipecac. Penggunaannya di tatanan rumah sakit mulai berkurang. Ia mungkin berguna untuk
memperlambat pemberian atau mengurangi efektivitas dari activated charcoal, antidote oral,
dan WBI. Karena adanya resiko aspirasi, maka ipecac merupakan kontraindikasi pada pasien
yang kesadarannya menurun. Ipecac juga digunakan untuk mengobati keracunan ringan di
rumah, terutama pada anak-anak. Orang tua harus menghubungi pusat pengendali keracunan
atau petugas kesehatan sebelum memberikan ipecac. Jika dianjurkan untuk menggunakan,
maka ia akan bermanfaat jika diberikan dalam jam setelah menelan dosis obat toksik.
Lavage lambung. Manfaatnya masih dipertanyakan. Ia menjadi kontraindikasi pada pasien
yang kesadarannya menurun kecuali pada pasien yang dipasang endotracheal tube (untuk
mencegah aspirasi). Ia mungkin bermanfaat pada overdosis serius jika dilakukan dalam jam-
jam ketika menelan obat. Jika obat yang ditelan memperlambat pengosongan lambung
(misal, anti-depresan tricyclic dan obat lain dengan efek antikolinergik), batas waktunya
mungkin diperpanjang. Bila digunakan setelah menelan pil atau kapsul, lubang tube harus
cukup besar untuk memungkinkan pembuangan fragment-fragment pil.
Activated charcoal. Kadang-kadang disebut antidote universal, ia bermanfaat pada beberapa
bentuk keracunan. Ia digunakan sendiri untuk overdosis ringan atau sedang dan dengan
lavage lambung pada keracunan serius. Ia secara efektif mengabsorpsi beberapa toksin dan
jarang menyebabkan komplikasi. Ia banyak bermanfaat bila diberikan dalam jam ketika
menelan sejumlah obat yang potensial toksik yang diketahui mengikat pada charcoal.
Efektivitasnya menurun sejalan dengan waktu, dan terdapat data yang tidak adequat untuk
mendukung atau meniadakan penggunaan dikemudian daripada satu jam setelah menelan.
Activated charcoal biasanya dicampur dalam air (kira-kira 50 g atau 10 sendok makan dalam
8 oz air) untuk membuat lebih mudah ditelan. Ia sering diberikan melalui GI tube. Charcoal
blacken memperlambat pergerakan usus besar. Efek merugikan meliputi aspirasi pulmonari
dan pengaruh yang kuat dari kompleks charcoal-obat. Jika digunakan dengan WBI, maka
activated charcoal harus digunakan sebelum larutan WBI dimulai. Jika diberikan selama
WBI, maka kapasitas pengikatan charcoal menurun.
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN
COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 16
Cathartic. Tidak direkomendasikan digunakan sendiri, dan digunakan dengan activated
charcoal. Jika digunakan, ia harus dibatasi pada dosis tunggal untuk meminimalkan efek
merugikan.
Whole bowel irrigation. Teknik ini lebih bermanfaat untuk membuang racun yang tertelan
dari obat long-acting, sustained-release drugs (misal, beberapa beta blocker, calcium channel
blocker, dan sediaan theophylline); enteric coated drugs; dan racun yang tidak berikatan baik
dengan activated charcoal (misal, iron, lithium, lead). Ia mungkin juga bermanfaat dalam
membuang obat seperti cocaine atau heroin. Bila diberikan, larutan polyethylene glucol
(misal, Colyte), 1 sampai 2 L/jam sampai total 10 L, direkomendasikan. WBI adalah
kontraindikasi pada pasien dengan penyakit usus besar yang serius (misal, obstruksi,
perforasi, ileus), hemodinamik tidak stabil, atau gangguan pernapasan (kecuali di intubasi).
7. Eliminasi urinari dari beberapa obat dan metabolit toksik dapat dipercepat dengan cara merubah
pH urine (misal, acidifying dengan overdosis amphetaime, alkalinizing dengan overdosis
salicylate), diuresis, atau hemodialisis. Hemodialisis adalah pengobatan pilihan pada keracunan
lithium berat dan aspirin (salicylate).
8. Pemberian antidote spesifik bila tersedia dan diindikasikan pada pasien dengan kondisi klinikal.
Antidote yang tersedia bervariasi dalam efektivitas. Beberapa diantaranya sangat efektif dan
secara cepat memperbaiki manifestasi keracunan (misal, naloxone untuk opiate, flumazenil
untuk benzodiazepine, fragment Fab spesifik untuk digoxin). Yang lainnya kurang efektif
(misal, deferoxamine untuk keracunan iron akut) atau potensial keracunan sendiri (misal,
physostigmine untuk overdosis antidepressant tricyclic). Bila antidote digunakan, maka half-life
relatif terhadap half-life toksin harus dipertimbangkan. Sebagai contoh, half-life dari naloxone,
suatu antagonist narkotik, adalah relatif pendek dibandingkan dengan half-life dari opiate yang
bekerja lebih panjang seperti methadone. Hal yang serupa, flumazenil memiliki half-life yang
lebih pendek daripada kebanyakan benzodiazepine. Dengan demikian, dosis yang berulang dari
obat ini mungkin diperlukan untuk mencegah kekambuhan keadaan toksik.
TABEL 3.4. Antidote untuk Overdosis Obat-obat Terapi Terpilih
Overdosis Obat
(Keracunan) Antidote Rute dan Rentang Dosis Keterangan
Acetaminophen Acetylcysteine
(Mucomyst)
PO, 140 mg/kg pada awalnya,
kemudian 70 mg/kg setiap 4 jam untuk 17 dosis
Encerkan 20% larutan
menjadi 5% larutan dengan cola atau soft
drink lain untuk pemberian oral
Anticholinergics
(atropine)
Physostigmine IV, IM, 2 mg. Diberikan IV
secara perlahan, kurang lebih 2 menit.
Jarang digunakan karena
toksisitasnya
Benzodiazepines Flumazenil IV, 0.2 mg lebih dari 30
detik; jika tidak ada respon, mungkin diberikan 0.3 mg.
Dosis tambahan 0.5 mg mungkin diberikan dengan interval 1-menit sampai
jumlah total 3 mg
Jangan diberikan pada
pasien dengan overdosis dari obat
yang tidak diketahui atau obat yang diketahui
menyebabkan kejang pada overdosis (misal, cocaine, lithium)
Beta blockers Glucagon IV, 50–150 mcg/kg (5–10 mg untuk dewasa) lebih 1 menit pada awalnya, kemudia 2–5
Glukagon meningkatkan kontraktilitas miokardial; tidak ada
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN
COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 17
TABEL 3.4. Antidote untuk Overdosis Obat-obat Terapi Terpilih
Overdosis Obat
(Keracunan) Antidote Rute dan Rentang Dosis Keterangan
mg/jam dengan continuous infusion jika diperlukan
rekomendasi dari FDA
Calcium channel blockers Calcium gluconate
10%
IV, 1 g lebih 5 menit;
mungkin diulang lagi
Meningkatkan
kontraktilitas miokardial
Cholinergics Atropine Dewasa: IV 2 mg, diulang
jika perlu. Anak-anak: IV 0.05 mg/kg,
sampai 2 mg
Jika keracunan adalah
akibat organophosphates
(misal, insektisida), pralidoxime mungkin diberikan dengan
atropine
Digoxin Digoxin immune fab (Digibind)
IV, 40 mg (1 vial) untuk setiap 0.6 mg dari digoxin
yang ditelan. Pengenceran setiap vial
dengan 4 mL Water for Injection, kemudian diencerkan dengan sterile
isotonic saline sampai volume sesuai dan diberikan lebih dari 30
menit, melalui 0.22-micron filter. Jika cardiac arrest mulai nampak, mungkin
diberikan dosis bolus injection.
Direkomendasikan untuk toksisitas berat;
memperbaiki gejala cardiac dan
extracardiac dalam beberapa menit
Catatan: Kadar digoxin
serum meningkat setelah diberikan antidote, tetapi obat
terikat dan menjadi inaktif.
Heparin Protamine sulphate IV, 1 mg/100 unit heparin, secara perlahan, lebih kurang 10 menit. Dosis
tunggal harus tidak melebihi 50 mg.
Iron Deferoxamine IM, 1 g setiap 8 jam jika
diperlukan IV, 15 mg/kg/jam jika
hypotensive
Di indikasikan untuk
kadar iron serum >500 mg/dL kadar iron
serum >350 mg/dL dengan gejala gastrointestinal atau
kardiovaskuler Dapat mengikat dan
melepaskan bagian
dosis yang ditelan; urine menjadi
kemerahan
Isoniazid Pyridoxine IV, 1 g per gram INH yang ditelan, dengan kecepatan 1
g setiap 2–3 menit. Jika jumlah INH tidak diketahui, berikan 5 g; mungkin
diulang.
Ditujukan untuk penatalaksanaan kejang
dan koreksi asidosis
Lead Succimer Anak-anak: PO 10 mg/kg
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN
COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 18
TABEL 3.4. Antidote untuk Overdosis Obat-obat Terapi Terpilih
Overdosis Obat
(Keracunan) Antidote Rute dan Rentang Dosis Keterangan
setiap 8 jam selam 5 hari
Narcotic analgesics Naloxone (Narcan) Dewasa: IV 0.4–2 mg jika diperlukan
Anak-anak: IV 0.1 mg/kg per Dosis
Dapat juga diberikan secara IM,
Subcutaneous, atau endotracheal tube
Phenothiazine
antipsychotic agents
Diphenhydramine
(Benadryl)
Dewasa: IV 50 mg
Anak-anak: IV 1–2 mg/kg, sampai total 50 mg
Diberikan untuk
mengurangi gejala extrapyramidal
(penyakit motorik)
Thrombolytics Aminocaproic acid (Amicar)
PO, IV infusion, 5 g pada awalnya, kemudian 1–1.25
g/jam selama 8 jam atau hingga perdarahan terkontrol. Dosis
maksimum, 30 g/24 jam
Tricyclic antidepressants Sodium bicarbonate IV, 1–2 mEq/kg pada
awalnya, kemudian continuous IV drip untuk mempertahankan pH serum
7.5
Untuk mengobati cardiac
dysrhythmias, gangguan hantaran (conduction), dan
hipotensi
Warfarin Vitamin K1 PO, 5–10 mg sehari
IV (overdosis berat), continuous infusion dengan kecepatan tidak lebih cepat
dari 1 mg/menit
EVALUASI DIRI
1. Efek obat yang dimulai pada waktu obat memasuki plasma dan berakhir sampai mencapai
konsentrasi efektif minimum, disebut:
A. Efek fisiologis primer C. Mula kerja
B. Lama kerja D. Konsentrasi efektif minimum
2. Macam-macam dari interaksi reseptor, yaitu:
1. Agonis 3. Antagonis
2. Non-spesifik 4. Non-selektif
3. Obat yang mempengaruhi beberapa reseptor, disebut:
A. Agonis C. Non-spesifik
B. Antagonis D. Non-selektif
4. Bagaimana mekanisme kerja obat non-reseptor:
1. Bekerja pada enzim 3. Merubah Sifat Fisikal
2. Merubah Permeabilitas Membran Sel 4. Anti-metabolite
5. Waktu paruh obat merupakan pedoman yang penting untuk menentukan:
A. Interval dosis obat C. Efek maksimum
B. Kekuatan obat D. Potency obat
MODUL PEMBELAJARAN : FARMAKOLOGI KEBIDANAN
COPYRIGHT©ARDI PANGGAYUH, S.Kp, M.Kes 19
PENUGASAN
1. Tujuan Tugas :
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan farmakodinamik dari golongan obat
uterotonika, koagulantia, antipiretik.
2. Uraian Tugas :
a. Obyek garapan :
Farmakodinamik dari obat-obatan yang berhubungan dengan kebidanan.
b. Yang harus dikerjakan dan batasan-batasan :
Menguraikan farmakodinamik dari obat uterotonika, koagulantia, antipiretik. Hasilnya
dipresentasikan dikelas pada pertemuan berikutnya.
c. Metode / cara pengerjaan tugas : Mendiskripsikan farmakodinamik dari obat uterotonika, koagulantia, antipiretik.
Dikerjakan secara diskusi kelompok.
d. Deskripsi luaran tugas yang dihasilkan :
Hasil studi tersaji dalam bentuk paper, dengan ukuran kertas kuarto, diketik dengan huruf
Times New Roman, ukuran huruf 12 pt, 1 spasi. Dilengkapi CD presentasi dengan format
powerpoint.
DAFTAR PUSTAKA
Barone, J. A., & Hermes-DeSantis, E. R. (2000). Adverse drug reactions and drug-induced diseases.
In E. T. Herfindal & D. R. Gourley (Eds.), Textbook of therapeutics: Drug and disease
management (7th ed., pp. 21–34). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Brater, D. C. (2000). Principles of clinical pharmacology. In H. D. Humes (Ed.), Kelley’s textbook
of internal medicine (4th ed., pp. 311–319). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Drug facts and comparisons. (Updated monthly). St. Louis: Facts and Comparisons.
Ensom, M. H. H. (2000). Gender-based differences and menstrual cycle-related changes in specific
diseases: Implications for pharmacotherapy. Pharmacotherapy, 20(5), 523–539.
Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2000). Textbook of medical physiology (10th ed.). Philadelphia: W. B.
Saunders.
Klein-Schwartz, W., & Oderda, G. M. (2000). Clinical toxicology. In E. T. Herfindal & D. R.
Gourley (Eds.), Textbook of therapeutics: Drug and disease management (7th ed., pp. 51–
68). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Matthews, H. W., & Johnson, J. (2000). Racial, ethnic, and gender differences in response to drugs.
In E. T. Herfindal & D. R. Gourley (Eds.), Textbook of therapeutics: Drug and disease
management (7th ed., pp. 93–103). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., & Lance, L. L. (2003). Lexi-Comp’s drug
information handbook (11th ed.). Hudson, OH: American Pharmaceutical Association.
Tatro, D. S. (2000). Drug interactions. In E. T. Herfindal & D. R. Gourley (Eds.), Textbook of
therapeutics: Drug and disease management (7th ed., pp. 35–49). Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.