” MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK MORAL DAN HUKUM”
Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
” KETIDAKADILAN HUKUM DI INDONESIA”
Dosen Pengampu : Tentrem Widodo
Disusun Oleh:
Anta Nurrohmani Y D K 1509007
Agus Santoso K 1509003
Dwi Beauty Ratnawuri H K 1509014
Probo Septi H K 1509032
Widi Juli Budiarto K 1509041
Budi Setiawan K 1506012
PENDIDIKAN TEHNIK SIPIL/BANGUNAN
JURUSAN PENDIDIKAN TEHNIK DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
A. Pengertian Moral
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan, moral adalah:
1. (ajaran tt) baik buruk yg diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban,
dsb; akhlak; budi pekerti; susila: -- mereka sudah bejat, mereka hanya minum-
minum dan mabuk-mabuk, bermain judi, dan bermain perempuan;
2. kondisi mental yg membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah,
berdisiplin, dsb; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dl
perbuatan: tentara kita memiliki -- dan daya tempur yg tinggi;
3. ajaran kesusilaan yg dapat ditarik dr suatu cerita;
Menurut Bertens, moral berawal dari bahasa latin mos, jamaknya mores yang
juga berarti adat kebiasaan. Secara etimologis, kata etika sama dengan kata moral,
keduanya berarti adat kebiasaa. Perbedaannya hanya pada bahasa asalnya, Etika
berasal dari bahasa Yunani, sedangkan moral berasal dari bahasa latin.
Dalam Wikipedia dijelaskan, Moral adalah istilah manusia menyebut ke
manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia
yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak
memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak
yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang
berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa
melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai
implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari
sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah
dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral
adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian
terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah
perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia.
apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga
sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama.
Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula
berbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih
banyak bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah
laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal.
Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu.
Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki
perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai
perbutan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio,
sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-
norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat.
Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia
sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang
kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma
moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan
tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia.
B. Pengertian Hukum
Kata “hukum” mengandung makna yang luas meliputi semua peraturan atau
ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan
menyediakan sanksi terhadap pelanggarnya.
Para ahli sarjana hukum memberikan pengertian hukum dengan melihat dari
berbagai sudut yang berlainan dan titik beratnya. Berbeda-beda antara ahli yang
satu dengan yang lain, karena itu tidak ada kesatuan atau keseragaman tentang
definisi hukum, antara lain di bawah ini:
1. Menurut Van Kan
Hukum merupakan keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa
untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.
2. Menurut Utrecht
Hukum merupakan himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun
larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya
ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu pelanggaran
petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah.
3. Menurut Wiryono Kusumo
Hukum adalah merupakan keseluruhan peraturan baik yang tertulis
maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib di dalam masyarakat dan
terhadap pelanggarnya umumnya dikenakan sanksi.
Dari pendapat para ahli hukum belum terdapat satu kesatuan mengenai
pengertian hukum, namun dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa hukum memiliki
beberapa unsur yaitu :
1. Adanya peraturan/ketentuan yang memaksa
2. Berbentuk tertulis maupun tidak tertulis
3. Mengatur kehidupan masyarakat
4. Mempunyai sanksi.
Peraturan yang mengatur kehidupan masyarakat mempunyai dua bentuk
yaitu tertulis dan tidak tertulis. Peraturan yang tertulis sering disebut perundang
undangan tertulis atau hukum tertulis dan kebiasan-kebiasaan yang terpelihara
dalam kehidupan masyarakat. Sedang Peraturan yang tidak tertulis sering disebut
hukum kebiasaan atau hukum adat.
C. KETIDAKADILAN HUKUM DI INDONESIA
Aksi sidak Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum berhasil. Seorang
terpidana kasus penyuapan petugas, Artalyta Suryani, kedapatan mendapatkan fasilitas
mewah di dalam Rutan Pondok Bambu, tempatnya ditahan. Bukan hanya mendapatkan
ruangan yang serba wah, Satgas juga menemukan yang bersangkutan sedang dirawat
oleh seorang dokter spesialis. Ia memperoleh perawatan khusus dari dokter yang
didatangkan dari luar Rutan. Luar biasa! Seorang terpidana yang menyeret nama Jaksa
Urip dan petinggi Kejaksaan Agung, berada dalam penjara dengan fasilitas luar biasa,
mulai dari pendingin ruangan, telepon, ruang kerja, bahkan ruang tamu. Ia juga
kabarnya bisa ditemui dengan bebas oleh para asistennya. Itu adalah wajah hukum kita,
wajah yang semakin suram baik di luar maupun di dalam. Itu pun baru satu temuan,
betapa mafia hukum memang berada dimana-mana, dan ada dimana saja. Temuan itu
justru ditemukan oleh Satgas yang dibentuk dari luar, bukan oleh mereka yang bekerja
untuk melakukan pengawasan di instansi pemerintah, yang bekerja setiap tahun
memastikan prosedur Rutan dijalankan dengan baik. Bagi kita, amat mudah
menemukan alasan bagaimana seorang bernama Artalyta itu bisa menikmati fasilitas
yang begitu mewah. Jawabnya adalah uang. Ia punya uang untuk melakukan apapun
caranya dan untuk membeli apa yang dia mau. Karena uang itu pula maka para pejabat
yang harusnya berwenang menegakkan peraturan menjadi tidak lagi bisa berkuasa.
Mereka tunduk di bawah kekuasaan uang. Amat aneh kalau para petinggi Rutan
tidak tahu menahu bahwa sebuah ruangan telah disulap oleh seorang terpidana. Mereka
pasti merestuinya dan mengetahuinya. Rumor mengenai uang ini bukan hanya
berhembus pada kasus Arthalyta saja. Beberapa kasus lain, terutama yang menimpa
mereka yang beruang dan berada dalam kasus yang melibatkan uang besar, juga
ditengarai terjadi hal-hal serupa. Mereka tetap bisa bebas dalam penjara. Dengan
menggunakan contoh itu pulalah maka kita mengerti mengapa keadilan dan kebenaran
tidak pernah hadir di negeri kita. Wajah hukum kita sepertinya telah mudah dibeli oleh
uang. Para pengusaha dan pelaku korupsi yang tidak juga ditangkap dan diperiksa,
diyakini telah menggelontorkan sejumlah uang yang besarannya bisa mencapai
miliaran rupiah supaya mereka tetap menghirup kebebasan. Setelah diperiksa, mereka
juga bisa melakukan tindakan menyuap supaya mereka kalau bisa divonis bebas.
Bahkan kalaupun sudah diyakini bersalah dan berada dalam tahanan, maka dengan
uang pula mereka bisa tetap bebas merdeka dalam ruang tahanan, seperti Artalyta.
Temuan terhadap Artalyta sebenarnya sudah cukup memperlihatkan bahwa mafia
hukum ini terjadi karena dua pihak melakukan persekutuan jahat.
Para pelaku kejahatan yang terbukti melakukan tindakan kejahatan, bersama-
sama dengan para penegak hukum, melakukan tindakan tidak terpuji. Karena itu Satgas
seharusnya segera melakukan langkah-langkah penting. Salah satu yang perlu
dilakukan adalah memberikan efek jera kepada para pejabat yang ketahuan
memberikan fasilitas lebih dan mudah kepada mereka yang terlibat dalam kejahatan.
Para pimpinan Rutan dimana Artalyta misalnya harus ditahan bersama-sama dengan
mereka yang sebelumnya ditahan. Para pejabat itu harus jera.
Selain itu, kepada para pelaku kejahatan yang terbukti mencoba atau melakukan
transaksi atas nama uang, harus diberikan hukuman tambahan. Memberikan efek jera
demikian akan membuat mereka tidak ingin berpikir melakukan hal demikian lagi.
Arthalyta, harus diberikan hukuman tambahan atas suap yang dilakukannya pada
pejabat Rutan, ketika dia masih di dalam penjara. Hal-hal seperti ini harusnya membuat
kita menyadari betapa jahatnya kejahatan di negeri ini. Kejahatan itu bisa membeli dan
merampas keadilan dan kebenaran hukum. Wajar saja kemudian orang kecil hanya bisa
menangis ketika berada dalam persoalan hukum karena mereka hanya bisa menjadi
korban ketidakadilan.
CONOTOH KASUS :
HUKUM HANYA BERLAKU BAGI PENCURI KAKAO, PENCURI PISANG, & PENCURI
SEMANGKA‘(Koruptor Dilarang Masuk Penjara)’
Supremasi hukum di Indonesia masih harus direformasi untuk menciptakan
kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap sistem hukum Indonesia.
Masih banyak kasus-kasus ketidakadilan hukum yang terjadi di negara kita. Keadilan
harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan
perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Keadaan yang sebaliknya terjadi di Indonesia. Bagi masyarakat kalangan bawah
perlakuan ketidakadilan sudah biasa terjadi. Namun bagi masyarakat kalangan atas
atau pejabat yang punya kekuasaan sulit rasanya menjerat mereka dengan tuntutan
hukum. Ini kan tidak adil !!
Kasus Nenek Minah asal Banyumas yang divonis 1,5 bulan kurungan adalah
salah satu contoh ketidakadilan hukum di Indonesia. Kasus ini berawal dari pencurian 3
buah kakao oleh Nenek Minah. Saya setuju apapun yang namanya tindakan mencuri
adalah kesalahan. Namun demikian jangan lupa hukum juga mempunyai prinsip
kemanusiaan. Masak nenek-nenek kayak begitu yang buta huruf dihukum hanya karena
ketidaktahuan dan keawaman Nenek Minah tentang hukum.
Menitikkan air mata ketika saya menyaksikan Nenek Minah duduk di depan
pengadilan dengan wajah tuanya yang sudah keriput dan tatapan kosongnya. Untuk
datang ke sidang kasusnya ini Nenek Minah harus meminjam uang Rp.30.000,- untuk
biaya transportasi dari rumah ke pengadilan yang memang jaraknya cukup jauh.
Seorang Nenek Minah saja bisa menghadiri persidangannya walaupun harus meminjam
uang untuk biaya transportasi. Seorang pejabat yang terkena kasus hukum mungkin
banyak yang mangkir dari panggilan pengadilan dengan alasan sakit yang kadang
dibuat-buat. Tidak malukah dia dengan Nenek Minah?. Pantaskah Nenek Minah
dihukum hanya karena mencuri 3 buah kakao yang harganya mungkin tidak lebih dari
Rp.10.000,-?. Dimana prinsip kemanusiaan itu?. Adilkah ini bagi Nenek Minah?.
Bagaimana dengan koruptor kelas kakap?. Inilah sebenarnya yang menjadi
ketidakadilan hukum yang terjadi di Indonesia. Begitu sulitnya menjerat mereka dengan
tuntutan hukum. Apakah karena mereka punya kekuasaan, punya kekuatan, dan punya
banyak uang ?, sehingga bisa mengalahkan hukum dan hukum tidak berlaku bagi
mereka para koruptor. Saya sangat prihatin dengan keadaan ini.
Sangat mudah menjerat hukum terhadap Nenek Minah, gampang sekali
menghukum seorang yang hanya mencuri satu buah semangka, begitu mudahnya
menjebloskan ke penjara suami-istri yang kedapatan mencuri pisang karena keadaan
kemiskinan. Namun demikian sangat sulit dan sangat berbelit-belit begitu akan
menjerat para koruptor dan pejabat yang tersandung masalah hukum di negeri ini. Ini
sangat diskriminatif dan memalukan sistem hukum dan keadilan di Indonesia. Apa
bedanya seorang koruptor dengan mereka-mereka itu?.
Saya tidak membenarkan tindakan pencurian oleh Nenek Minah dan mereka-
mereka yang mempunyai kasus seperti Nenek Minah. Saya juga tidak membela
perbuatan yang dilakukan oleh Nenek Minah dan mereka-mereka itu. Tetapi dimana
keadilan hukum itu? Dimana prinsip kemanusian itu?. Seharusnya para penegak hukum
mempunyai prinsip kemanusiaan dan bukan hanya menjalankan hukum secara
positifistik.
Inilah dinamika hukum di Indonesia, yang menang adalah yang mempunyai
kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka
pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Orang biasa
seperti Nenek Minah dan teman-temannya itu, yang hanya melakukan tindakan
pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang
pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara milyaran rupiah dapat berkeliaran
dengan bebasnya.
Oleh karena itu perlu adanya reformasi hukum yang dilakukan secara
komprehensif mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat pemerintahan paling bawah
dengan melakukan pembaruan dalam sikap, cara berpikir, dan berbagai aspek perilaku
masyarakat hukum kita ke arah kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan
zaman dan tidak melupakan aspek kemanusiaan.
Sumber : http://polhukam.kompasiana.com/2010/01/29/hukum-hanya-berlaku-bagi-
seorang-pencuri-kakao-pencuri-pisang-pencuri-semangka-dilarang-koruptor-masuk-
penjara/
KESIMPULAN DAN SARAN
Hukum dan moral sama-sama berkaitan dengan tingkah laku manusia agar
selalu baik, namun positivisme hukum yang murni justru tidak memberikan kepastian
hukum.
Hukum merupakan positivasi nilai moral yang berkaitan dengan kebenaran,
keadilan, kesamaan derajat, kebebasan, tanggung jawab, dan hati nurani manusia.
Hukum sebagai positivasi nilai moral adalah legitimasi karena adil bagi semua orang.
Tanpa moral, hukum tidak mengikat secara nalar karena moral mengutamakan
pemahaman dan kesadaran subjek dalam mematuhi hukum. Hal ini sebagaimana
diungkapkan K Bertens bahwa quid leges sine moribus yang memiliki arti apa gunanya
undang-undang kalau tidak disertai moralitas.
Moral jelas menjadi senjata ampuh yang dapat membungkam kesewenangan
hukum dan pertimbangan kepentingan lain dalam penegakan keadilan di pengadilan.
Minah, secara substansi hukum memang melakukan pelanggaran berupa delik
pencurian, namun secara moral mesti dipahami bahwa keadilan di tengah lalu lintas
hukum modern adalah menekankan pada struktur rasional, prosedur, dan format.
Top Related