ISBD MANUSIA MORAL LINGKUNGAN.doc

20
MANUSIA, MORAL DAN LINGKUNGAN Disusun untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah “Ilmu Sosial Budaya Dasar” Disusun Oleh : Galuh Bestari (201510490311001) Cynthia Kartika (201510490311002) Fahmi Yurizal (201510490311003) Sri Fitria Wahyuni (201510490311004) Nida Valini (201510490311005) M. Nanda R (201510490311006) Safira Sukma Pradana (201510490311007) PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

Transcript of ISBD MANUSIA MORAL LINGKUNGAN.doc

MANUSIA, MORAL DAN LINGKUNGANDisusun untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah “Ilmu Sosial Budaya Dasar”

Disusun Oleh :

Galuh Bestari (201510490311001)

Cynthia Kartika (201510490311002)

Fahmi Yurizal (201510490311003)

Sri Fitria Wahyuni (201510490311004)

Nida Valini (201510490311005)

M. Nanda R (201510490311006)

Safira Sukma Pradana (201510490311007)

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2015/2016

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia, moral dan lingkungan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan.

Pada dasarnya manusia tidak bisa hidup dengan seenaknya sendiri, karena dalam

kehidupan masyarakat terdapat berbagai aturan yang sesuai dengan norma-norma dan

nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Manusia juga tidak pernah mampu melepaskan

ketergantungannya akan alam dalam hidupnya semenjak dulu. Di sisi lain, alam juga

memiliki ketergantungan dengan manusia walaupun tidak terlalu besar. Manusia yang

memiliki moral baik akan memperlakukan lingkungan dengan baik dan lingkunganpun

dapat mempengaruhi moral seseorang.

Dewasa ini masalah-masalah serius yang dihadapi Indonesia berkaitan dengan

moral dan lingkungan, dimana pengaruh arus globalisasi sangat berperan penting dalam

hal ini. Kehidupan modern sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahun dan teknologi

mengahasilakan berbagai perubahan, tetapi mengandung banyak resiko akibat

kompleksitas kehidupan yang ditimbulkannya. Sehingga perlunya dikedepankan

pendidikan agama dan moral yang mengarah kepada pembentukan moral yang sesuai

dengan norma kebenaran agar didapatkan manusia bermoral yang akan memperlakukan

lingkungan dengan semestinya dan manusia yang tidak mudah terpengaruh oleh

lingkungan yang memberikan dampak negatif yang mampu mengubah moral.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana hakikat moral dalam kehidupan manusia?

2. Apakah problematika pembinaan moral?

3. Bagaimana korelasi manusia dan lingkungan?

4. Bagaimana masa depan lingkungan hidup di era perabadan modern?

1.3 Tujuan Masalah

1. Memaparkan hakikat moral dalam kehidupan manusia

2. Memaparkan problematika pembinaan moral

3. Memaparkan korelasi manusia dan lingkungan

4. Memaparkan masa depan lingkungan hidup era peradaban modern

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Moral dalam Kehidupan Manusia

2.1.1 Pengertian Manusia

Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens”

(Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu

menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep

atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau

seorang individu.

Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu

oganisme hidup (living organism). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi

oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari

satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik,

fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seoang bayi lahir, ia merasakan

perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh kaena itu ia menangis, menuntut

agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana timbul

anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk

membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat

hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber

dari lingkungan.

2.1.2 Pengertian Moral

Moral berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat

kebiasaan.Kata mores ini mempunyai sinonim mos,moris,manner mores atau

manners,morals.

Dalam bahasa Indonesia,kata moral berarti akhlak (bahasa Arab)atau

kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani

yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.Kata moral ini dalam

bahasa Yunani sama dengan ethos yang menjadi etika. Secara etimologis ,etika

adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima masyarakat umum tentang

sikap,perbuatan,kewajiban,dan sebagainya.

Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses

sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.

Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang

mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu

sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral

jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam

kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari

kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan

seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang

itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima

serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai

moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan

Agama.

Jadi moral adalah tata aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang

mengatur kehidupan manusia untuk melakukan perbuatan tertentu dan sebagai

pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi manusia yang baik.

2.1.2.1 Nilai dan Moral Sebagai Materi Pendidikan

Terdapat beberapa bidang filsafat yang ada hubungannya dengan

cara manusia mencari hakikat sesuatu, satu di antaranya adalah aksiologi

(filsafat nilai) yang mempunyai dua kajian utama yakni estetika dan etika.

Keduanya berbeda karena estetika berhubungan dengan keindahan

sedangkan etika berhubungan dengan baik dan salah, namun karena

manusia selalu berhubungan dengan masalah keindahan, baik, dan buruk

bahkan dengan persoalan-persoalan layak atau tidaknya sesuatu, maka

pembahasan etika dan estetika jauh melangkah ke depan meningkatkan

kemampuannya untuk mengkaji persoalan nilai dan moral tersebut

sebagaimana mestinya.

Jika persoalan etika dan estetika ini diperluas ke kawasan pribadi,

maka muncullah persoalan apakah pihak lain atau orang lain dapat

mencampuri urusan pribadi orang tersebut? Seperti halnya jika seseorang

menyukai masakan China, apakah orang lain berhak menyangkal jika

masakan China adalah masakan yang enak untuk disantap dan melarang

orang tersebut untuk mengkonsumsinya? Mungkin itu hanya sebagian

kecil persoalan ini, begitu kompleksnya persoalan nilai, maka pembahasan

hanya dibatasi hanya pada pembahasan etika saja. Menurut Bartens ada

tiga jenis makna etika, yaitu:

a. Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang

menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur

tingkah lakunya.

b. Etika berarti juga kumpulan asas atau nilai moral (kode etik)..

c. Etika mempunyai arti ilmu tentang yang baik dan yang buruk (filsafat

moral).

Dalam bidang pendidikan, ketiga pengertian di atas menjadi materi

bahasannya, oleh karena itu bukan hanya nilai moral individu yang dikaji,

tetapi juga membahas kode-kode etik yang menjadi patokan individu

dalam kehidupan sosisalnya, yang tentu saja karena manusia adalah

makhluk sosial.

2.1.2.2 Nilai Moral di Antara Pandangan Objektif dan Subjektif Manusia

Nilai erat hubungannya dengan manusia, dalam hal etika maupun

estetika. Manusia sebagai makhluk yang bernilai akan memaknai nilai

dalam dua konteks, pertama akan memandang nilai sebagai sesuatu yang

objektif, apabila dia memandang nilai itu ada meskipun tanpa ada yang

menilainya. Kedua, memandang nilai sebagai sesuatu yang subjektif,

artinya nilai sangat tergantung pada subjek yang menilainya. Dua kategori

nilai itu subjektif atau objektif:

- Pertama, apakah objek itu memiliki nilai karena kita mendambakannya,

atau kita mendambakannya karena objek itu memiliki nilai.

- Kedua, apakah hasrat, kenikmatan, perhatian yang memberikan nilai

pada objek, atau kita mengalami preferensi karena kenyataan bahwa

objek tersebut memiliki nilai mendahului dan asing bagi reaksi

psikologis badan organis kita (Frondizi, 2001, hlm. 19-24).

Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan,

tabiat atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk,

yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang

taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam

masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral.

Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral.

Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip

yang benar, baik, terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan

terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan

negara. Norma tersebut adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk

budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap

luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi.

Helden (1977) dan Richard (1971) merumuskan pengertian moral

sebagai kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan

tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip dan aturan.

Selanjutnya, Atkinson (1969) mengemukakan moral atau moralitas merupakan

pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak

dapat dilakukan. Selain itu, moral juga merupakan seperangkat keyakinan

dalam suatu masyarakat berkenaan dengan karakter atau kelakuan dan apa

yang seharusnya dilakukan manusia.

Moralitas mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral,

tetapi kata moralitas mengandung makna segala hal yang berkaitan dengan

moral. Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana seseorang seharusnya

hidup secara baik sebagai manusia. Moralitas ini terkandung dalam aturan

hidup bermasyarakat dalam bentuk petuah, wejangan, nasihat, peraturan,

perintah, dan semacamnya yang diwariskan secara turun-temurun melalui

agama atau kebudayaan tertentu. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu

dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan

dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat

berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat

kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

2.1.1.3 Sosialisasi Nilai-Nilai Moral

Kontradiksi dan disintegrasi antara pendidikan nilai moral di ruang

sekolah dan keadaan dalam masyarakat muncul karena beberapa alasan:

- Penanaman nilai moral dalam dunia pendidikan formal umumnya masih

berupa seperangkat teori mentah, terlepas dari realitas hidup masyarakat.

Kurang digali akar karena terjadinya diskoneksitas antara penanaman nilai

moral dan praksis hidup moral dalam masyarakat.

- Sebagai lembaga formal yang menyiapkan peserta didik untuk bertindak

dan mentransformasi diri sesuai nilai-nilai moral, ternyata sekolah belum

memiliki jaringan kerja sama yang erat dengan keluarga asal peserta didik,

lembaga pemerintah, nonpemerintah, dan seluruh masyarakat.

- Adanya kesenjangan pandangan hidup antara mereka yang menjunjung

tinggi dan melecehkan pesan moral dalam hidup sosial sehari-hari. Masih

tumbuh subur kelompok sosial yang menghalalkan dan merestui segala

cara dan jalan mencapai sasaran yang digariskan.

Program dalam dunia pendidikan formal akan “berhasil” jika didukung

unsur-unsur sosial dalam masyarakat. Tanpa kerja sama dan dukungan antara

sosial terkait, sosialisasi nilai-nilai moral sering mendapat kendala. Lembaga

apa pun di masyarakat, entah milik pemerintah atau nonpemerintah, perlu

mendukung perwujudan nilai-nilai moral yang disemai melalui dunia

pendidikan formal. Perilaku yang korup, tak bertanggung jawab, dan

manipulatif dengan sendirinya mengkhianati kaidah moral yang ingin

diperkenalkan dunia pendidikan formal.

Nilai-nilai moral yang perlu disosialisasikan dan diterapkan di

masyarakat kita dewasa ini umumnya mencakup:

- Kebebasan dan otoritas: kebebasan memiliki makna majemuk dalam

proses pendidikan formal, nonformal, dan informal. Selama hayat

dikandung badan, tak seorang pun memiliki kebebasan mutlak. Manusia

perlu berani untuk hidup dan tampil berbeda dari yang lain tanpa

melupakan prinsip hidup dalam kebersamaan. Kebebasan manusia pada

hakikatnya bukan kebebasan liar, tetapi kebebasan terkontrol. Kebebasan

tanpa tanggung jawab mengundang pemegang roda pemerintahan dalam

republik ini untuk menyelewengkan kuasa mereka demi kepentingan

terselubung mereka. Kekuasaan yang seharusnya diterapkan adalah

kekuasaan nutritif yang menyejahterakan hidup rakyat banyak;

- Kedisiplinan merupakan salah satu masalah akbar dalam proses

membangun negara ini; Kedisiplinan rendah seperti Sampah bertebaran;

para pemegang kuasa menunjukkan posisi mereka dengan menggunakan

“jam karet”; aturan lalu lintas tak pernah sungguh-sungguh ditaati, tidak

sedikit polantas hanya duduk-duduk di bawah pondok di sudut dan

mengintai pelanggar lalu lintas; kedisiplinan mengatur lalu lintas

memprihatinkan; banyak oknum disiplin dalam tindak kejahatan, seperti

korupsi; kedisiplinan dalam penegakan hukum positif terasa lemah

sehingga kerusuhan sosial sering terulang di beberapa tempat..

- Nurani yang benar, baik, jujur, dan tak sesat berperan penting dalam

proses sosialisasi nilai moral dalam negara kita. Hati nurani perlu

mendapat pembinaan terus-menerus supaya tak sesat, buta, dan bahkan

mati. Para pemegang roda pemerintahan negara kita, para pendidik,

peserta didik, dan seluruh masyarakat seharusnya memiliki hati nurani

yang terbina baik dan bukan hati nurani “liar” dan sesat. Keadaan sosial

negara kita kini adalah cermin hati nurani anak-anak bangsa. Penggelapan

dan permainan uang oleh pegawai-pegawai pajak, “pembobolan” uang di

bank menunjukkan nurani manusia yang kian korup.

2.2 Problematika Pembinaan Nilai Moral

Perilaku atau perbuatan manusia, baik secara pribadi atau hidup secara bernegara

terikat pada norma moral dan hukum. Secara ideal, seharusnya manusia taat pada norma

moral dan norma huukum yang tumbuh dan tercipta dalam hidup sebagai upaya

mewujudkan kehidupan yang damai, tertib, aman, dan sejahtera. Namun, dalam

kenyataan terjadi pelanggaran baik terhadap norma moral maupun norma hukum.

Adapun problematika pembinaan moral yaitu:

1. Pengaruh Kehidupan Keluarga Dalam Pembinaan Nilai Moral

Kehidupan modern sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi

menghasilkan berbagai perubahan, pilihan dan kesempatan, tetapi mengandung berbagai

risiko akibat kompleksitas kehidupan yang ditimbulkannya. Salah satu kesulitan yang

ditimbulkan adalah munculnya “nilai-nilai modern” yang tidak jelas dan membingungkan

anak (individu). Robert Heilbroner (1974, hlm. 15) menyatakan bahwa:

“Banyak kegelisahan dan kegetiran generasi pertengahan abad yang akan datang

yang nyata-nyata karena ketidakcakapan untuk menyampaikan nilai pada

remaja. Kejadian ini lebih banyak terjadi pada pendidikan moral melebihi

transmisi nilai dari suatu generasi berikutnya, proses kejadiannya diperhambat

oleh lemahnya struktur keluarga. Keluarga modern Amerika (mungkin juga di

kota-kota besar di Indonesia).”

2. Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Pembinaan Nilai Moral

Teman sebaya memiliki pengaruh besar terhadap pembinaan nilai moral seseorang.

“Masalahnya hampir tidak ada seorang pun yang memandang pentingnya membantu anak

untuk menghilangkan kebingungan yang ada pada pikiran atau kepala mereka. Hamper tdak

ada seorang pun yang memadang penting membantu anak untuk memecahkan dan

menyelesaikan pemikiran yang memusingkan tersebut.” (Rah, 1977, 20)

3. Pengaruh media komunikasi terhadap perkembangan nilai moral

Pada akhir abad ke-20, alat-alat komunikasi yang potensial telah diperkenalkan kedalam

ritualit kehidupan keluarga. Pertama kali telepon, lalu disusul dengan radio dan setelah perang

dunia II datanglah televisi.

4. Pengaruh Figur Otoritas terhadap perkembangan nilai moral individu.

Otoritasi mempengaruhi kehidupan seseorang dalam masyarakat maupun keluarga, dalam

bagaimana dia berfikir dan bagaimana dia bertindak. Misal : Orang dewasa akan menganggap

jika seorang anak yang berbeda kehendak ( cara berfikir) maka ia akan dikatakan kurang

ajar.

5. Pengaruh otak atau berpikir terhadap perkembangan nilai moral

Menurut Rath, (1997, hlm. 68 “Pengalaman itu memberikan konstribusi yang signifikan

terhadap proses kematangan, dengan demikian guru, pendidik dapat dan harus membingbing

anak melalui proses yang kontinu melalui pengembangan situasi yang bermasalah yang

memperkaya kesempatan berpikir dan memilih. Melalui lingkungan seperti ini, anak akan

berpikir, lebih menyadari alternative dan lebih menyadari konsekuensinya.”

Atas dasar argument di atas, maka Kant menganjurkan tujuan pendidikan sebagai berikut:

1. Untuk mengajarkan proses dan keterampilan berpikir rasional

2. Untuk mengembangkan individu yang mampu memilih tujuan dan keputusan yang baik secara

bebas. (kama, 2000, hlm. 61)

5. Pengaruh informasi terhadap perkembangan nilai moral

Setiap hari manusia mendapatkan informasi, informasi ini berpengaruh terhadap system keyakinan

yang dimiliki oleh individu, baik inormasi itu diterima secara keseluruhan, diterima sebagian atau

ditolak semuanya, namun bagaimanapun informasi itu ditolak akan menguatkan keyakinan yng telah

ada pada individu tersebut.

Informasi baru yang dihasilkan, (yang dapat mengubah keyakinan, sikap, dan nilai) sangat tergantung

pada actor-faktor sebagai berikut:

a. Bagaiman informasi itu diperkenalkan (proses input)

b. Oleh siapa informasi itu disampaikan (hal ini berhubungan dengan kredibilitas si pembawa

informasi)

c. Dalam kondisi yang bagaimana informasi di sampaikan atau diterima.

d. Sejauh mana tingkat disonansi kognitif yang terjadi akibat informasi baru tersebut (yaitu tingkat

dan sifat konflik yang terjdi dengan keyakinan yang telah ada)

e. Level penerimaan individu yaitu motivasi individu untuk berubah

f. Level kesiapan individu untuk menerima informasi baru serta mengubah tingkah lakunya (tahap

kematangan individu serta kekayaan pengalaman masa lalunya). (kama, 2000, hlm. 19)

5. Masa Depan Lingkungan Hidup di Era Peradaban Modern

Di tinjau dari beberapa aspek berikut merupakan gambaran mengenai masa depan

lingkungan di era peradaban modern masa depan, gambaran-gambaran tersebut di antara lain

meliputi, kekurangan pangan, kekurangan air bersih, polusi dan pencemaran, perubahan

iklim, semua gambaran-gambaran masa depan lingkngan tersebut akan dibahas lebih

lanjutdalam sub bab berikut.

4.1 Kekurangan Pangan

Pangan merupakan komuditi penting dan starategis, mengingat pangan adalah

kebutuhan pokok manusia yang hakiki. Kebutuhan pangan setiap permukiman perlu tersedia

dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman di konsumsi, dan dengan harga terjangkau

oleh masyarakat. Problema kekurangan masih saja menghantui umat manusia, kendati tingkat

pertumbuhan ekonomi dunia meningkat. Hal ini disebabkan pertumbuhan penduduk dunia

yang cepat dan tidak seimbang dengan produksi pangan. Selain itu masalah keadilan dan

distribusi sumber-sumber yang tidak merata.

Kekurangan pangan mencipatakan kekhwatiran berbagai pihak. Dunia pun diliputi

kekhawatiran itu, karena pertambahan penduduk yang tinggi terutama di negara-negara

berkembang. Menurut FAO, saat ini di dunia terdapat sekitar 200 juta orang yang kekurangan

pangan, penduduk Indonesia pada tahun 2035 diperkirakan akan bertambah 2 kali lipat dari

jumlah sekarang menjadi 400 juta jiwa

Kekurangan mencipatakan gejala serius yaitu kelaparan. Mantan sekretaris jendral

PBB, Kofi Anan menegaska walaupun saat ini ada kemajuan yang luar biasa di bidang

tekhnologi dan pertanian, namun pernderitan yang paling tua dan mendasar yauitu kelaparan

masih saja ada. Setiap hari setidaknya 840 juta orang tidak punya bahan pangan untuk di

makan. Di afikra selatan, 1 dalam setiap 4 orang mengalami kelaparan. Di afrika saharah

porsinya lebih tinggi lagi, 1 dalam setiap 3 orang sedangkan jumlah penduduk yang

kekurangan di wilayah asia tenggara mencapai 525 juta jiwa.

4.2 Kekurangan Air Bersih

Sejak dahulu air diakui sebagai sumber kehidupan kita. Air khususnya air bersih

banyak dimanfaatkan manusia untuk berbagai keperluan terutama untuk minum. Dengan

demikian, ketersediaan air bersih merupakan keharusan bagi penduduk suatu wilayah,.

Sumber-sumber air bersih bisa didapatkan dari mata air, atau sungai yang telah dilakukan

proses penyulingan.

Dengan demikian, semakin bertambahnya jumlah penduduk dunia, kebutuhan

air bersih juga meningkat. Seiring dengan itu, sumber-sumber air bersih menjadi berkurang

bahkan habis. Dewasa ini, penduduk dunia dilanda. Kekurangan air bersih. Padahal masalah

kekurangan air berdampak terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup manusia. Berdasarkan

laporan resmi WHO, disebutkan setiap tahun 1,6 orang meninggal dunia karena rendahnya

akses terhadap air bersih.

Kurangnya ketersediaan air bersih berarti telah menjadi kelangkaan air sebagai

sumber kehidupan. Kelangkaan air bersih menyebabkan orang terpaksa bergantung kepada

air yang tidak aman. Tidak tersedianya air bersih dapat memicu berbagai penyakit. Seperti

kolera, tifus, malaria, demam berdarah, dan penyakit lain yang menular.

Perubahan iklim,kekeringan, dan banjir seringkali terjadi, ditenggarai berpengaruh

terhadap kesehatan air bersih. Contohnya kekeringan pada sebagian sungai-sungai besar.

Berdasarkan laporan WWF, menyatakan 10 sungai besar didunia siap mulai mengering dan

terancam Indonesia dilaporkan terancam kekurangan air bersih. Badan Pusat Statistik (BPS)

pada tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia melonjak 247,5 juta jiwa. Jumlah tersebut

mengakibatkan kebutuhan air menjadi 9391 milyar m3 atau naik 47% dari tahun 2000.

Padahal, ketersediaan air hanya 1750m3 perkapita pertahun jauh dibawah standar kecukupan

yaitu 2000 perkapita pertahun. Jika hal ini, tidak ditanggulangi, dipastikan Indonesia akan

mengalami kekeringan air bersih tahun 2020. Diperkirakan ketersediaan air pada tahun

tersebut 1200m3 perkapita pertahun. Hal ini ironis mengingat indonesia termasuk dalam

negara 10 besar yang kaya akan air (tempo maret 2007).

4.3 Polusi atau pencemaran

Polusi atau pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi, atau

komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitas turun

sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsisesuai

dengan peruntukannya.

Menurut tempat terjadinya pencemaran, dapat di golongkan menjadi 3, yaitu

pencemaran udara air dan tanah. Pencemaran udara berupa gas dan partikel contohnya, gas

H2sS, CO, CO2, dan batu bara. Polusi air dapat disebabkan beberapa jenis pencemar, antara

lain pembuangan limbah industri, insektisida, dan pembungan sampah domestik, sampah

organik, dan fosfat. Pencemaran tanah disebakan oleh bebebrapa jenis pencemar, seperti

sampah-sampah plastik yang sukar, hancur, botor, karet sintetis, pecahan kaca, dan kaleng,

diterjen, yang bersifat non biodegradable (secara alamai sulit di uraikan) dan zat kimia dari

bunagan pertnian, misalnya insektisida. Polusi udara disebabkan oleh suara bising, kendaraan

bermotor, pesawat, deruh mesin pabrik, radio yang berbunyi keras sehingga megganggu

pendengaran.

Salah satu penyebab polusi udara di Indonesia dalah seingnya terjadi kebakaran

hutan. Kebarakan hutan yang sering terjadi adalah di hutan-hutan sumatra dan kalimantang

terjadi sebuah kecenderungan yang rutinan. Kebakaran hutan merupakan bencana yang setiap

tahun terus terjadi. Kebakaran hutan skala besar adalah fenomena yang menjadi sebuah

keccenderungan yang rutin dalam 20 tahun terakhir.

Dampak buruk kebakaran amat terasa. Polusi udara melanda di kota-kota sekitar

hutan. Kebakaran hutan di Riau menyebabkan penduduknya mulai merasakan mata perih dan

berkurangnya jarak pandang karena kabut asap. Di samping itu, ancaman penyakit ISPA

mulai beredar. Polusi udara akibat kebakaran hutan di Indonesia juga berdampak bagi

masyarakat luar, yaitu penduduk Malaysia dan Singapura.

4.4 Perubahan Iklim

Sumber energi fosil (minyak bumi, batu bara, dan gas alam) yang dihasilkan oleh banyak

pembangkit energi mengakibatkan terjadinya pencemaran udara. Hal ini karena pembangkit

tersebut mengeluarkan gas dan zat-zat pencemar, seperti gas sulfuroksida (SO2) dan gas-gas

rumah kaca (GRK), seperti karbondioksida(CO2). Banyak penelitian menyebutkan bahwa

GRK telah memicu terjadinya pemanasan global akibat adanya efek rumah kaca.

Efek rumah kaca terjadi akibat GRK yang terkumpul di atmosfer membentuk

selubung yang menghalangi radiasi panas matahari yang dipantulkan bumi sehingga tidak

dapat lepas ke atmosfer. Efek rumah kaca oleh kebakaran CO2, CFC, metana, ozon, dan N2O

di lapisan troposfer yang menyerap raadiasi panas matahari yang dipantulkan oleh panas

matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi. Akibatnya, panas terperangkap dalam

lapisan troposfer dan menimbulkan fenomena pemanasan global.

Lebih lanjut, pemanasan global telah memicu terjadinya perubahan iklim (climate

change). Perubahan iklim mengakibatkan adanya perubahan-perubahan yang tidak terkirakan

sebelumnya, seperti peningkatan suhu, melelehnya gunung es, permukaan air laut naik,

banyak banjir dan badai, serta musim panas yang semakain panjang. Perubahan-perubahan

iklim yang ekstrim ini dapat mengancam kehidupan manusia di bumi. Ancaman tersebut

antara lain:

1) Panasnya suhu menimbulkan makin banyaknya wabah penyakit endemik seperti

lestospirosis, demam berdarah, diare, dan malaria.

2) Wilayah-wilayah pesisirdan pulau-pulau kecil terancam tengelam oleh naiknya air

laut.

3) Maraknya banjir ddan badai topan yang sewaktu-waktu melanda pemukiman

manusia.

4) Berkurangnya kesediaan air bersih karena kekeringan dalam jangka waktu yang lama.

5) Kegagalan panen karena cuaca yang tidak mendukung.