7/29/2019 Makalah PBL Blok 16 16 16 16 16 16 16
1/13
Makalah PBL Blok 16
Nyeri Perut Hilang Timbul Disertai Diare Berdarahpada Laki-laki 36 Tahun
Lukfintia Filia*
102010080
22 Mei 2013
PENDAHULUAN
A.Latar BelakangInflammatory bowel disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran
cerna yang sampai saat ini penyebab pastinya belum diketahui secara jelas. Secara garis besar
IBD terbagi 3 jenis yaitu kolitis ulseratif, chron disease, dan bila sulit membedakan
keduanya, maka dimasukan kedalam kategori intermediate colitis. Hal ini untuk secara
praktis membedakannya dengan penyakit inflamasi usus lainnya yang telah diketahui
penyebabnya seperti infeksi, ischemik dan radiasi. Kolitis ulseratif ditandai dengan adanya
eksaserbasi secara intermitten dan remisinya gejala klinik.
Penyebab pasti dari kolitis ulseratf tidak diketahui, tetapi penyakit ini tampaknya
multifaktor dan polygenic. Terdapat beberapa usulan penyebab diantaranya faktor
lingkungan, disfungsi kekebalan tubuh, dan kecenderungan faktor genetik.
* Lukfintia Filia, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Jalan Arjuna
Utara no.6 Jakarta Barat Email: [email protected]
mailto:[email protected]:[email protected]7/29/2019 Makalah PBL Blok 16 16 16 16 16 16 16
2/13
PEMBAHASAN
Anamnesis
Kolitis adalah peradangan akut atau kronik yang mengenai kolon.
Kolitis berhubungan dengan enteritis (peradangan pada intestinal) dan proktitis (peradangan
pada rektum).
Berikut adalah hal-hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis :
1. Kapan terjadi perubahan kebiasaan buang air besar ? Bagaimana konsitensinya : adakahdarah atau lendir?
2. Apakah pasien mengalami nyeri abdomen? Jika Ya, dimana? Apakah berhubungandengan defekasi?
3. Apakah pasien mengalami demam, penurunan berat badan, anoreksia, atau tanda-tandaanemia?
4. Apakah pasien mengalami intoleransi / alergi makanan?5. Pada serangan berat apakah gejalanya menunjukkan hipovolemia/ abdomen akut?6. Pernakah ada perubahan gejala ? Waspadai insidensi karsinoma setelah 5-10 tahun
penyakit aktif.1
Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis, harus dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik terdiri
dari pemeriksaan tanda- tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pertama adalah
pemeriksaan tanda- tanda vital seperti suhu, tekanan darah, frekuensi pernapasan, dan nadi. Lalu
dilakukan inspeksi. Inspeksi merupakan proses dari melihat saja tanpa melakukan apa- apa. Lihat
apakah adanya pucat, ikterus atau limfadenopati, apakah pasien kurus atau obesitas. Ketiga adalah
melakukan palpasi abdomen. Tanyakan jika ada nyeri atau nyeri tekan, sangat berhati- hatilah
terutama jika ada. Lihat wajah pasien saat memeriksa adanya nyeri atau nyeri tekan. Lakukan palpasi
semua area abdomen. Setiap massa atau kelainan harus dicatat degan teliti mengenai ukuran, posisi,
bentuk, konsistensi, lokasi, tepi, monilitas saat respirasi, dan pulsatilitas. Lakukan auskultasi utnuk
mendengarkan bising usus (terdengar atau tidak, normal/ tidak, hiperaktif, bernada tinggi, berdenting
(menunjukkan obstruksi)). Lalu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah ada asites. Distensi
abdomen, pekak pada pemeriksaan pekak berpindah?2
7/29/2019 Makalah PBL Blok 16 16 16 16 16 16 16
3/13
Pada pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum pasien. Apakah
pasien tampak sakit ringan atau sakit berat. Kemudian perhatikan bentuk tubuh pasien,
apakah pasien tampak kurus atau bergizi buruk.
Untuk menyingkirkan diagnosis banding periksa apakah pasien memiliki tanda-tanda seperti :
iritis, anemia, distensi abdomen atau nyeri tekan abdomen atau fistula. Pada auskultasi
periksa bunyi usus.1
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran Laboratorium
Temuan laboratorium seringkali nonspesifik dan mencerminkan derajat dan
beratnya perdarahan dan inflamasi. Bisa terdapat anemia yang mencerminkan penyakit
kronik serta defisiensi besi akibat kehilangan darah kronik. Leukositosis dengan pergeseran
ke kiri dan peningkatan laju endap darah seringkali terlihat pada pasien demam yang sakit
berat. Kelainan elektrolit, terutama hipokalemia, mencerminkan derajat diare.
Hipoalbuminemia umum terjadi dengan penyakit yang ekstensif dan biasanya mewakili
hilangnya protein lumen melalui mukosa yang berulserasi. Peningkatan kadar alkali fosfatase
dapat menunjukkan penyakit hepatobiliaris yang berhubungan.2
Pemeriksaan kultur feses patogen usus dan bila diperlukan, Escherichia coli ,
parasit dan toksin Clostridium difficile negatif.
Pemeriksaan antibodi p-ANCA dan ASCA (antibodi Saccharomyces cerevisae
mannan) berguna untuk membedakan penyakit kolitis ulseratif dengan penyakit Crohn.
Gambaran Radiologi
1. Foto polos abdomenPada foto polos abdomen umumnya perhatian kita cenderung terfokus pada kolon.
Tetapi kelainan lain yang sering menyertai penyakit ini adalah batu ginjal, sakroilitis,
spondilitis ankilosing dan nekrosis avaskular kaput femur. Gambaran kolon sendiri
terlihat memendek dan struktur haustra menghilang. Sisa feses pada daerah inflamasi
tidak ada, sehingga, apabila seluruh kolon terkena maka materi feses tidak akan
terlihat di dalam abdomen yang disebut dengan empty abdomen. Kadangkala usus
dapat mengalami dilatasi yang berat (toxic megacolon) yang sering menyebabkan
kematian apabila tidak dilakukan tindakan emergensi. Apabila terjadi perforasi usus
7/29/2019 Makalah PBL Blok 16 16 16 16 16 16 16
4/13
maka dengan foto polos dapat dideteksi adanya pneumoperitoneum, terutama pada
foto abdomen posisi tegak atau left lateral decubitus (LLD) maupun pada foto toraks
tegak. Foto polos abdomen juga merupakan pemeriksaan awal untuk melakukan
pemeriksaan barium enema. Apabila pada pemeriksaan foto polos abdomen
ditemukan tanda-tanda perforasi maka pemeriksaan barium enema merupakan kontra
indikasi.
2. Barium enemaBarium enema merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan apabila ada kelainan
pada kolon. Sebelum dilakukan pemeriksaan barium enema maka persiapan saluran
cerna merupakan pendahuluan yang sangat penting. Persiapan dilakukan selama 2
hari berturut-turut dengan memakan makanan rendah serat atau rendah residu, tetapi
minum air putih yang banyak. Apabila diperlukan maka dapat diberikan laksatif
peroral. Gambaran foto barium enema pada kasus dengan kolitis ulseratif adalah
mukosa kolon yang granuler dan menghilangnya kontur haustra serta kolon tampak
menjadi kaku seperti tabung. Perubahan mukosa terjadi secara difus dan simetris pada
seluruh kolon. Lumen kolon menjadi lebih sempit akibat spasme. Dapat ditemukan
keterlibatan seluruh kolon. Tetapi apabila ditemukan lesi yang segmental maka
rektum dan kolon kiri (desendens) selalu terlibat, karena awalnya kolitis ulseratif ini
mulai terjadi di rektum dan menyebar ke arah proksimal secara kontinu. Jadi rektum
selalu terlibat, walaupun rektum dapat mengalami inflamasi lebih ringan dari bagian
proksimalnya. Pada keadaan di mana terjadi pan-ulseratif kolitis kronis maka
perubahan juga dapat terjadi di ileum terminal. Mukosa ileum terminal menjadi
granuler difus dan dilatasi, sekum berbentuk kerucut (cone-shaped caecum) dan katup
ileosekal terbuka sehingga terjadi refluks, yang disebut backwash ileitis. Pada kasus
kronis, terbentuk ulkus yang khas yaitu collar-button ulcers. Pasien dengan kolitis
ulseratif juga menanggung resiko tinggi menjadi adenokarsinoma kolon.
3. Ultrasonografi (USG)Pemeriksaan ultrasonografi sampai saat ini belum merupakan modalitas
pemeriksaan yang diminati untuk kasus-kasus IBD. Kecuali merupakan pemeriksaan
alternatif untuk evaluasi keadaan intralumen dan ekstralumen. Sebelum dilakukan
pemeriksaan USG sebaiknya pasien dipersiapkan saluran pencernanya dengan
menyarankan pasien untuk makan makanan rendah residu dan banyak minum air
putih. Persiapan dilakukan selama 24 jam sebelum pemeriksaan. Sesaat sebelum
pemeriksaan sebaiknya kolon diisi dulu dengan air. Pada pemeriksaan USG, kasus
7/29/2019 Makalah PBL Blok 16 16 16 16 16 16 16
5/13
dengan kolitis ulseratif didapatkan penebalan dinding usus yang simetris dengan
kandungan lumen kolon yang berkurang. Mukosa kolon yang terlibat tampak menebal
dan berstruktur hipoekhoik akibat dari edema. Usus menjadi kaku, berkurangnya
gerakan peristalsis dan hilangnya haustra kolon. Dapat ditemukan target sign atau
pseudo-kidney sign pada potongan transversal atau cross-sectional. Dengan USG
Doppler, pada kolitis ulseratif selain dapat dievaluasi penebalan dinding usus dapat
pula dilihat adanya hypervascularpada dinding usus tersebut.
4. CT-scan dan MRIKelebihan CT-scan dan MRI, yaitu dapat mengevaluasi langsung keadaan
intralumen dan ekstralumen. Serta mengevaluasi sampai sejauh mana komplikasi
ekstralumen kolon yang telah terjadi. Sedangkan kelebihan MRI terhadap CT-scan
adalah mengevaluasi jaringan lunak karena terdapat perbedaan intensitas (kontras)
yang cukup tinggi antara jaringan lunak satu dengan yang lain.
Gambaran CT-scan pada kolitis ulseratif, terlihat dinding usus menebal secara
simetris dan kalau terpotong secara cross-sectional maka terlihat gambaran target
sign. Komplikasi di luar usus dapat terdeteksi dengan baik, seperti adanya abses atau
fistula atau keadaan abnormalitas yang melibatkan mesenterium. MRI dapat dengan
jelas memperlihatkan fistula dansinus tract-nya.1-3
Gambaran Endoskopi
Pada dasarnya kolitis ulseratif merupakan penyakit yang melibatkan mukosa
kolon secara difus dan kontinu, dimulai dari rektum dan menyebar/progresif ke proksimal.
Data dari beberapa rumah sakit di Jakarta didapatkan bahwa lokalisasikolitis ulseratif adalah
80% pada rektum dan rektosigmoid, 12% kolon sebelah kiri (left side colitis), dan 8%
melibatkan seluruh kolon (pan-kolitis).
Pada kolitis ulseratif, ditemukan hilangnya vaskularitas mukosa, eritema difus,
kerapuhan mukosa, dan seringkali eksudat yang terdiri atas mukus, darah dan nanah.
Kerapuhan mukosa dan keterlibatan yang seragam adalah karakteristik. Sekali mukosa yang
sakit ditemukan (biasanya di rektum), tidak ada daerah mukosa normal yang menyela
sebelum batas proksimal penyakit dicapai. Ulserasi landai, bisa kecil atau konfluen namun
selalu terjadi pada segmen dengan kolitis aktif. Pemeriksaan kolonoskopik penuh dari kolon
pada kolitis ulseratif tidak diindikasikan pada pasien yang sakit akut. Biopsi rektal bisa
memastikan radang mukosa. Pada penyakit yang lebih kronik, mukosa bisa menunjukkan
penampilan granuler, dan bisa terdapat pseudopolip. 3
7/29/2019 Makalah PBL Blok 16 16 16 16 16 16 16
6/13
EPIDEMIOLOGI
Penyebaran penyakit kolitis ulseratif ini sama dengan penyakit chron. Banyak
ditemukan di negara barat dan sedikit di negara Asia dan Afrika. Akan tetapi akhir-akhir
ini lebih banyak kasus Crohn ditemukan di Indonesia, mungkin juga karena lebih banyak
orang berobat ke dokter dan adanya kemajuan di bidang teknik untuk diagnosa. Insidensi
penyakit kolitis ulseratif di Amerika Serikat kira-kira 15 per 100.000 penduduk secara
respektif dan tetap konstan. Prevalensi penyakit ini diperkirakan sebanyak 200 per 100.000
penduduk. Sementara puncak kejadian penyakit tersebut adala usia 15-35 tahun, penyakit ini
telah dilaporkan terjadi dalam setiap dekade kehidupan. 2,3
ETIOLOGI
Sementara penyebab kolitis ulseratif tetap belum diketahui, gambaran tertentu
penyakit ini telah menunjukan beberapa kemungkinan penting. Hal ini meliputi faktor
familial atau genetik, infeksi, imunologik dan psikogenik.
Faktor familial/ genetikPenyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih dibandingkan orang
kulit hitam atau cina, dan insidensinya meningkat (3 sampai 6 kali lipat) pada orang
Yahudi dibandingkan dengan non Yahudi. Hal ini menunjukan bahwa dapat ada
predisposisi genetik terhadap perkembangan penyakit ini.
Faktor infeksiSifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu pencarian terus menerus
untuk kemungkinan penyebab infeksi. Disamping banyak usaha untuk menemukan agen
bakteri, jamur, virus, belum ada yang sedemikian jauh diisolasi. Laporan awal isolat
varian dinding sel Pseudomonas atau agen lain yang dapat ditularkan yang dapat
menghadirkan efek sitopatik pada kultur jaringan masih harus dikonfirmasi.
Faktor lingkunganAda hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit kolitis ulseratif
berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit kolitis ulseratif menurun secara signifikan
pada pasien yang menjalani operasi apendiktomi pada dekade ke-3. Beberapa penelitian
sekarang menunjukkan penurunan risiko penyakit kolitis ulseratif di antara perokok
dibandingkan dengan yang bukan perokok..3,4
7/29/2019 Makalah PBL Blok 16 16 16 16 16 16 16
7/13
PATOGENESIS
Ada bukti aktivasi imun pada IBD, dengan infiltrasi lamina propria oleh limfosit,
makrofag, dan sel-sel lain, meskipun antigen pencetusnya belum jelas. Virus dan bakteri telah
diperkirakan sebagai pencetus, namun sedikit yang mendukung adanya infeksi spesifik yang
menjadi penyebab IBD. Hipotesis yang kedua adalah bahwa dietary antigen atau agen
mikroba non patogen yang normal mengaktivasi respon imun yang abnormal. Hasilnya suatu
mekanisme penghambat yang gagal. Pada tikus, defek genetik pada fungsi sel T atau
produksi sitokin menghasilkan respon imun yang tidak terkontrol pada flora normal kolon.
Hipotesis ketiga adalah bahwa pencetus IBD adalah suatu autoantigen yang dihasilkan oleh
epitel intestinal. Pada teori ini, pasien menghasilkan respon imun inisial melawan antigen
lumenal, yang tetap dan diperkuat karena kesam/aan antara antigen lumenaldan protein tuan
rumah. Hipotesis autoimun ini meliputi pengrusakan sel-sel epitelial oleh sitotoksisitas
selulerantibody-dependentatau sitotoksisitas cell-mediatedsecara langsung.
Imun respon cell-mediated juga terlibat dalam patogenesis IBD. Ada peningkatan
sekresi antibodi oleh sel monomuklear intestinal, terutama IgG dan IgM yang melengkapi
komplemen. Kolitis ulseratif dihubungkan dengan meningkatnya produksi IgG (oleh limfosit
Th2) dan IgG, sub tipe yang respon terhadap protein dan antigen T-cell-dependent. Ada juga
peningkatan produksi sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6, IL-8 dan tumor necrosis factor-
[TNF-], terutama pada aktivasi makrofag di lamina propria. Sitokin yang lain (IL -10, TGF-
) menurunkan imun respon. Defek produksi sitokin ini menghasilkan inflamasi yang kronis.
Sitokin juga terlibat dalam penyembuhan luka dan proses fibrosis. Faktor imun yang lain
dalam pembentukan penyakit IBD termasuk produksi superoksida dan spesies oksigen reaktif
yang lain oleh aktivasi netrofil, mediator soluble yang meningkatkan permeabilitas dan
merangsang vasodilatasi, komponen kemotaksis netrofil lekotrien dan nitrit oksida yang
menyebabkan vasodilatasi dan edema. 3,5,6
GAMBARAN KLINIS
Gejala klinis yang paling dominan pada penderita kolitis ulseratif adalah sakit pada
perut dan diarrhea yang disertai pendarahan. Di samping itu dapat juga dijumpai anemia,
kelelahan (mudah lelah), kehilangan berat badan, pendarahan pada rektum, kehilangan nafsu
makan, kehilangan cairan tubuh dan gizi, lesi pada kulit dan radang sendi, pertumbuhan yang
terganggu, terutama anak-anak. Hanya sebagian pasien yang terdiagnosa dengan kolitis
ulseratf yang mempunyai gejala, yang lain kadang-kadang menderita demam, diarrhea
dengan perdarahan, nausea, rasa nyeri pada perut yang hebat. Kolitis ulseratf juga dapat
7/29/2019 Makalah PBL Blok 16 16 16 16 16 16 16
8/13
menimbulkan gejala seperti arthritis, radang pada mata (uveitis), hati (sclerossing
cholangitis) dan osteoporosis. Hal ini tidak dapat diketahui bagaimana bisa terjadi di luar dari
kolon, tetapi para ahli berfikir komplikasi ini dapat terjadi akibat pencetus dari peradangan
yaitu sistem immune. Sebagian problem seperti ini tidak jadi masalah jika kolitis dapat
diobati. 3
DIAGNOSIS KERJA
Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare berdarah dan nyeri abdomen, seringkali
dengan demam dan penurunan berat badan pada kasus berat. Pada penyakit yang ringan, bisa
terdapat satu atau dua feses yang setengah berbentuk yang mengandung sedikit darah dan
tanpa manifestasi sistemik.
Derajat klinik kolitis ulseratif dapat dibagi atas berat, sedang dan ringan, berdasarkan
frekuensi diare, ada/tidaknya demam, derajat beratnya anemia yang terjadi dan laju endap
dara. Perjalanan penyakit kolitis ulseratif dapat dimulai dengan serangan pertama yang berat
ataupun dimulai ringan yang bertambah berat secara gradual setiap minggu. Berat ringannya
serangan pertama sesuai dengan panjangnya kolon yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus
dan terutama hanya melibatkan lapisan mukosa. Secara endoskopik penilaian aktifitas
penyakit kolitis ulseratif relatif mudah dengan menilai gradasi berat ringannya lesi mukosa
dan luasnya bagian usus yang terlibat. Pada kolitis ulseratif, terdapat reaksi radang yang
secara primer mengenai mukosa kolon. Secara makroskopik, kolon tampak berulserasi,
hiperemik, dan biasanya hemoragik. Gambaran mencolok dari radang adalah bahwa sifatnya
seragam dan kontinu dengan tidak ada daerah tersisa mukosa yang normal. 1-7
DIAGNOSIS BANDING
- Crohn DiseasePenyakit Crohn merupakan penyakit peradangan granulomatosa kronik yang etiologinya
tidak diketahui dan mengenai saluran pencernaan. Penyakit Crohn dapat ditemukan pada
segala usia, dengan insiden puncaknya pada usia belasan hingga 20-1n. Wanita lebih sering
terkena daripada laki.
Penyakit Crohn ditandai oleh kelainan yang bersifat regional, lesi berbatas tegas dan
secara khas transmural dengan disertai inflamasi dan kerusakan mukosa, granulomanonkaseosa, pembentukan fisura&fistula, serta manifestasi sistemik. Penyakit Crohn
7/29/2019 Makalah PBL Blok 16 16 16 16 16 16 16
9/13
mengenai usus halus saja pada 40% kasus, usus halus serta kolon pada 30% kasus, dan kolon
saja pada 39% kasus. Duodenum, lambung, esofagus, dan mulut jarang terkena penyakit ini.
- Kanker KolorektalInsidensi kanker kolorektal meningkat sejalan dengan meningkatnya usia dan secara
keseluruhan telah meningkat dalam 50 tahun terakhir. Kanker kolorektal dapat di diagnosis
dengan pemeriksaan penunjang barium enema,kolonoskopi, dan hitung darah lengkap
ditemukan anemia defisiensi Fe. Untuk penatalaksaannya dilakukan pembedahan. Prognosis
setelah pembedahan tergantung pada stadium histologis tumor.
Resiko kanker usus besar meningkat pada orang yang menderita kolitis ulserativa yang
lama dan berat. Resiko tertinggi adalah bila seluruh usus besar terkena dan penderita telah
mengidap penyakit ini selama lebih dari 10 tahun, tanpa menghiraukan seberapa aktif
penyakitnya. Bila diagnosis kanker ditemukan pada stadium awal, kebanyakan penderita akan
bertahan hidup.
- Diare KronikDiare adalah keadaan dimana produksi fese lebih dari 250 gram perhari dengan
kandungan air sebesar 70-95%. Pasien memersepsikan diare sebagai peningkatan
volume,fluiditas, atau frekuensi buang air besar.Secara umum sebagian besar diare karena infeksi sembuh dalam 2-3 minggu dan diare
yang berlangsung lebih lama membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut. Gambaran klinis yang
menunjukkan adanya diare patologis adalah diare nokturnal, penurunan berat badan, dan
adanya ulkus dimulut. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah tes darah, kultur
tinja, foto polos abdomen, dan kolonoskopi untuk menyingkirkan diagnosis lain. 1,4-7
PENATALAKSANAAN
Karena kolitis ulserativa tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan, tujuan
pengobatan dengan obat adalah untuk 1) menginduksi remisi, 2) mempertahankan remisi, 3)
meminimalkan efek samping pengobatan, 4) meningkatkan kualitas hidup, dan 5)
meminimalkan risiko kanker.
a. KortikosteroidKortikosteroid ( Prednisone , prednisolone, hidrokortison, dll) telah digunakan selama
bertahun-tahun dalam pengobatan pasien dengan penyakit Crohn sedang sampai parah dan
kolitis ulseratif atau yang gagal untuk merespon dosis optimal 5-ASA. Berbeda dengan
http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.co.id&u=http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp%3Farticlekey%3D809&usg=ALkJrhixG8h7hGFtgNThZlM_l8GzSAaPpghttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.co.id&u=http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp%3Farticlekey%3D810&usg=ALkJrhgeu1jb4UdmAX9zJcklqhceIDEV0whttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.co.id&u=http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp%3Farticlekey%3D810&usg=ALkJrhgeu1jb4UdmAX9zJcklqhceIDEV0whttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.co.id&u=http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp%3Farticlekey%3D809&usg=ALkJrhixG8h7hGFtgNThZlM_l8GzSAaPpg7/29/2019 Makalah PBL Blok 16 16 16 16 16 16 16
10/13
senyawa 5-ASA, kortikosteroid tidak memerlukan kontak langsung dengan jaringan usus
yang meradang untuk menjadi efektif. Kortikosteroid oral adalah agen anti peradangan yang
kuat seluruh tubuh. Akibatnya, mereka digunakan dalam mengobati enteritis.
Pada pasien kritis, kortikosteroid intravena (seperti hydrocortisone) dapat diberikan di
rumah sakit. Kortikosteroid lebih cepat bertindak daripada senyawa 5-ASA. Pasien sering
mengalami perbaikan dalam gejala mereka dalam beberapa hari setelah pemberian
kortikosteroid dimulai.
Rencana bertindak diawali dengan : (a) memilih obat: secara konvensional, prednison,
metilprednisolon atau steroid enema masih menjadi pilihan yang sering karena murah dan
mudah dijangkau. Preparat Budesonide dipakai untuk memperoleh tujuan konsentrasi steroid
yang tinggi pada dinding usus, dengan efek sistemik (dan efek sampingnya) yang rendah,
khususnya pada pengobatan IBD di daerah ileum terminalis dan colon ascendens baik dalam
bentuk preparat oral lepas lambat ataupun enema. (b) mempertimbangkan dosis. Dosis rata
rata yang banyak digunakan untuk mencapai fase remisi adalah setara dengan 40 60 mg
prednison atau setara dengan prednisolon dengan dosis 0,51,0 mg/KgBB. Tindakan terapi
kemudian tappering off dose setelah remisi yang tercapai dalam waktu 8-12 minggu. 3
b. Obat Golongan Asam AminosalisilatDilatar belakangi oleh dasar berfikir, bahwa preparat sulfasalazin merupakan obat yang
sudah dan mapan dipakai dalam pengobatan IBD, terdiri dari gabungan sulfapiridin dan
aminosalisilat dalam ikatan azo yang dalam usus dipecah menjadi sulfapiridin dan
mesalazine/ 5-ASA. Telah diketahui bahwa yang berperan sebagai efek anti inflamasi adalah
5-ASA ini. Efek samping 5-ASA murni lebih kecil dibanding Sulfasalazin (terdapat pada
unsusr sulfapiridin), sedangkan efektivitas relatif sama dalam pengobatan IBD.
Rencana tindakan: (a) Preparat murni atau derivatnya (olsalazine: ikatan bersama dua
molekul mesalazine) lebih diutamakan dibanding mesalazine yang terikat molekul pembawa
(carrir molecule: sulfasalazine dan blasalazide), karena dapat dilepas lambat pada pH >5
(dalam lumen usus halus/ ileum terminalisdan kolon proximal) serta lebih efektif dalam
penggunaan oral (coated) maupun rektal (foam-enema/suppository). (b) Dosis rata-rata 5-
ASA untuk mencapai remisi adalah 2-4 gram/hari. Setelah remisi tercapai yang umumnya
setelah 16-24 minggu diberikan kemudian dosis pemeliharaan yang bersifat individual.Terapi
jangka panjang 5-ASA dapat pula mencegah karsinoma kolorektal dengan cara apoptosis dan
menurunnya proliferasi mukosa kolorektal pada IBD.3,7
7/29/2019 Makalah PBL Blok 16 16 16 16 16 16 16
11/13
c. ImmunomodulatorsImmunomodulators adalah obat-obat yang melemahkan sistem kekebalan tubuh. Pada
pasien dengan penyakit Crohn dan kolitis ulceratif, bagaimanapun, sistem kekebalan tubuh
secara abnormal dan kronis diaktifkan. Immunomodulators mengurangi peradangan jaringan
dengan mengurangi populasi sel kekebalan tubuh dan / atau dengan mengganggu produksi
protein yang mempromosikan aktivasi kekebalan dan peradangan. Contoh
Immunomodulators termasuk azathioprine, 6-mercaptopurine (6-MP), siklosporin,
dan methotrexate.
Azathioprine atau metabolit aktifnya 6-MP, memerlukan waktu pemberian 2-3 bulan
sebelum memperlihatkan efek terapeutiknya. Umumnya sebagai introduktor/ substituensi
pada kasus kasus steroid dependent atau refrakter. Umumnya dosis initial 50 mg sampai
tercapai efikasi substitusi, kemudian dinaikan bertahap 2,5 mg/kgbb untuk Azathioprine atau
1,5 mg/kgbb untuk 6-MP. Efek samping yang sering timbul adalah nausea dan dispepsia,
leukopenia, limfoma, hepatitis, dan pankreatitis. 3,7
d. PembedahanKolitis toksik merupakan suatu keadaan gawat darurat. Segera setelah terditeksi atau bila
terjadi ancaman megakolon toksik, semua obat anti-diare dihentikan, penderita dipuasakan,
selang dimasukan ke dalam lambung atau usus kecil dan semua cairan, makanan dan obat-
obatan diberikan melalui pembuluh darah.
Pasien diawasi dengan ketat untuk menghindari adanya peritonitis atau perforasi. Bila
tindakan ini tidak berhasil memperbaiki kondisi pasien dalam 24-48 jam, segera dilakukan
pembedahan, dimana semua atau hampir sebagian besar usus besar diangkat.
Jika didiagnosis kanker atau adanya perubahan pre-kanker pada usus besar, maka
pembedahan dilakukan bukan berdasarkan kedaruratan. Pembedahan non-darurat juga
dilakukan karena adanya penyempitan dari usus besar atau adanya gangguan pertumbuhan
pada anak-anak. Alasan paling umum dari pembedahan adalah penyakit menahun yang tidak
sembuh-sembuh, sehingga membuat penderita tergantung kepada kortikosteroid dosis tinggi.
Pengangkatan seluruh usus besar dan rektum, secara permanen akan menyembuhkan kolitis
ulserativa.
Penderita hidup dengan ileostomi (hubungan antara bagian terendah usus kecil dengan
lubang di dinding perut) dan kantong ileostomi. Prosedur pilihan lainnya adalah anastomosa
ileo-anal, dimana usus besar dan sebagian besar rektum diangkat, dan sebuah reservoir dibuat
dari usus kecil dan ditempatkan pada rektum yang tersisa, tepat diatas anus. 1,3,6
http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp%3Farticlekey%3D764&usg=ALkJrhg07gqN5cwoiPz3UbYvmhirRQSrTwhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp%3Farticlekey%3D45603&usg=ALkJrhiPoY-zYAHQoaDvO44i7Eq76TWLjghttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp%3Farticlekey%3D824&usg=ALkJrhiknbVPHz5D66nSg1xUZYQCgeGJTwhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp%3Farticlekey%3D824&usg=ALkJrhiknbVPHz5D66nSg1xUZYQCgeGJTwhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp%3Farticlekey%3D45603&usg=ALkJrhiPoY-zYAHQoaDvO44i7Eq76TWLjghttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp%3Farticlekey%3D764&usg=ALkJrhg07gqN5cwoiPz3UbYvmhirRQSrTw7/29/2019 Makalah PBL Blok 16 16 16 16 16 16 16
12/13
KOMPLIKASI
Dalam perjalanan penyakit ini, dapat terjadi komplikasi:
- Perforasi usus yang terlibat- Terjadi stenosis usus akibat proses fibrosis- Megakolon toksik- Perdarahan3
PROGNOSIS
Pada dasarnya, penyakit IBD merupakan penyakit yang bersifat remisi dan ekserbasi.
Cukup banyak dilaporkan adanya remisi yang bersifat spontan dan dalam jangka waktu yang
lama. Prognosis banyak dipengaruhi oleh ada tidaknya komplikasi atau tingkat respon
terhadap pengobatan konservatif.3
KESIMPULAN
Kolitis Ulserativa merupakan suatu penyakit menahun, dimana usus besar mengalami
peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut dan demam. Kolitis
ulserativa bisa dimulai pada umur berapapun, tapi biasanya dimulai antara umur 15-30
tahun.Tidak seperti penyakit Crohn, kolitis ulserativa tidak selalu memperngaruhi seluruh
ketebalan dari usus dan tidak pernah mengenai usus halus. Penyakit ini biasanya dimulai di
rektum atau kolon sigmoid(ujung bawah dari usus besar) dan akhirnya menyebar ke sebagian
atau seluruh usus besar.
Prognosis dipengaruhi oleh ada tidaknya komplikasi atau tingkat respon terhadap
pengobatan konservatif
7/29/2019 Makalah PBL Blok 16 16 16 16 16 16 16
13/13
DAFTAR PUSTAKA
1. Ndraha Suzanna. Bahan Ajar Gastroenterohepatologi. Jakarta: Biro Publikasi FakultasKedokteran Ukrida; 2013. hal. 59-68
2. Oesman N. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: PusatPenerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007. 368-72
3. Simadibrata M. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid I. Jakarta: InternaPublishing; 2010. hal. 591-600
4. Saputra L. Kapita Selekta Kedokteran Klinik. Tangerang: Binarupa AksaraPublisher;2009
5. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi III. Jakarta : MediaAesculapius FK UI ; 2000
6. Richard n. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins&Cotran. Edisi VII. Jakarta:EGC ;2008
7. Davey Patrick. At A Glance Medicine. Jakarta : Erlangga ;2006