STABILITAS FISIK
SEDIAAN EMULSI
A. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan
obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yang cocok. Emulsi terdiri dari 2 fase yang tidak dapat campur, yaitu
lipofil dan hidrofil. Fase hidrofil umumnya air atau cairan yang dapat bercampur
dengan air, sedangkan fase lipofil adalah suatu minyak mineral atau minyak
tumbuhan atau lemak (minyak lemak, parafin, vaselin, lemak cokelat, malam,
bulu domba), atau juga bahan pelarut lipofil seperti kloroform, benzen, dan
sebagainya. Dapat juga terjadi fase hidrofil terdispersi dalam fase hidrofob atau
sebaliknya. Hal ini menghasilkan sistem emulsi, yaitu, sistem emulsi air dalam
minyak (emulsi A/M) atau emulsi minyak dalam air (M/A). Komponen yang
terdistribusi dalam emulsi disebut fase terdispersi atau fase dalam atau fase
terbuka. Sedangkan komponen yang mengandung cairan terdispersi disebut
bahan pendispersi atau fase luar atau fase tertutup.
HLB merupakan singkatan dari Hydrophil-Lipophil Balance. Nomor HLB
diberikan bagi tiap-tiap surfaktan. Makin rendah nilai HLB suatu surfaktan maka
makin lipofil surfaktan tersebut, sedangkan makin tinggi nilai HLB maka surfaktan
akan makin hidrofil. Umumnya masing-masing zat pengemulsi mempunyai suatu
bagian hidrofilik dan suatu bagian lipofilik dengan salah satu diantaranya lebih
atau kurang dominan dalam mempengaruhi dengan cara yang telah dipikirkan
dimana zat pengemulsi dan zat aktif permukaan dapat digolongkan susunan
kimianya sebagai suatu keseimbangan hidrofil-lipofil atau HLB-nya. Dengan
metode ini, tiap zat mempunyai harga HLB yang menunjukan polaritas dari zat
tersebut.
Metode pengujian sifat alir dan mikromeritik dapat digunakan untuk
menentukan stabilitas emulsi yang diuji. Mikromeritik adalah ilmu dan teknologi
tentang partikel kecil. Dalam bidang kefarmasian, informasi yang diperoleh dari
partikel (obat) ada 2 macam, yaitu informasi tentang ukuran partikel dan
informasi tentang bentuk partikel. Sedangkan Rheologi adalah ilmu untuk
menggambarkan aliran cairan dan deformasi dari padatan yang meliputi
pencampuran dan aliran dari bahan, pemasukan ke dalam wadah, pemindahan
sebelum digunakan sampai dengan penuangan dari botol, pengeluaran dari tube,
atau pelewatan dari suatu jarum suntuk. Dalam farmasi rheologi juga digunakan
untuk mempengaruhi stabilitas fisika, bahkan ketersediaan biologinya yang pada
akhirnya berpengaruh pada daya tarik konsumen pada produk tersebut.
1.2 Tujuan
Mengetahui kestabilan fisik suatu emulsi dengan menggunakan
metode mikromeritik.
Mengetahui kestabilan fisik suatu emulsi dengan menggunakan
metode pengujian sifat alir dari suatu emulsi.
Menentukan tipe emulsi yang diuji.
1.3 Manfaat
Untuk memberikan informasi tentang kestabilan fisik suatu emulsi
dengan menggunakan metode mikromeritik, pengujian sifat alir, dan tipe
emulsi yang diuji.
B. TINJUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Emulsi
Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik
yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur,
dimana satu diantaranya didispersikan sebagai bola – bola dalam fase
cair lain. System dibuat stabil dengan adanya suatu zat pengemulsi. Baik
fase terdispers atau fase kontinu bias berkisar dalam konsistensi dari
suatu cairan moil sampai suatu massa setengah padatan (semisolid).
Jadi, system emulsi berkisar dari cairan (lotio) yang mempunyai viskositas
relative rendah sampai salep atau krim, yang merupakan semisolid
(Martin, 1993).
2.2 Tipe Emulsi
Emulsi terdiri dari dua fase yang tidak dapat becampur satu sama
lainnya, dimana yang satu menunjukkan karakter hidrofil, yang lain lipofil.
Fase hidrofil (lipofob) umumnya adalah air atau suatu cairan yang dapat
bercampur dengan air, sedangkan fase lipofil (hidrofob) adalah minyak
mineral atau minyak tumbuhan atau lemak (minyak lemak, paraffin,
vaselin, lemak coklat, malam bulu domba) atau juga bahan pelarut lipofil
seperti kloroform, benzene, dan sebagainya. Ada dua kemungkinan yang
dapat terjadi, apakah fase hidrofil yang terdispersi ke dalam fase hidrofob,
ataukah fase hidrofob ke dalam fase hidrofil. Dengan demikian dapat
dihasilkan dua system emulsi yang berbeda, yang dinyatakan sebagai
emulsi air dalam minyak (emulsi A/M) atau emulsi minyak dalam air
(emulsi M/A). pada dasarnya dalam memberi identitas jenis ini A
digunakan untuk fase hidrofil dan M untuk fase lipofil. Oleh karena fase
lipofil tidak selalu harus M = minyak, tetapi juga bisa beridentitas L =
Lipoid, maka biasa dituliskan emulsi L/A (Voigt, 1994).
2.3 Aturan Brancoft
Dengan aturan Brancoft umumnya dapat ditetapkan jenis emulsi
apa yang akan dihasilkan dari penggunaan masing-masing emulgator.
Aturan itu dinilai sebagai aturan umum, oleh karena jenis emulsi yang
terbentuk juga tergantung dari perbandingan volume fase, viskositas fase,
dari teknologi pembuatannya dan lain-lain. Aturan Brancoft menyatakan,
fase dimana emulgator terlarut atau terakumulasi didalamnya adalah
bahan terdispersi (Voigt, 1994).
2.4 Emulsifikasi
Dengan menggunakan energy yang cukup besar dapat dicapai
suatu pendispersian lanjut sebuah cairan ke dalam cairan yang lain,
meskipun keadaan ini hanya dapat dipertahankan dalam waktu yang
singkat. Jika tegangan batas antar permukaan diturunkan maka tidak
hanya pembentukan emulsi menjadi lebih mudah, akan tetapi juga
dihindari penggabungan bersama dari bola-bola fase terdispersi sehingga
stabilitas system meninggi. Senyawa-senyawa yang menurunkan
tegangan permukaan, dinyatakan sebagai tensed, yang merupakan
senyawa aktif permuakan (aktif batas permukaan). Penggunaan senyawa
aktif permukaan cukup variatif, misalnya tergantung dari sifatnya yang
khusus dapat digunakan sebagai penghilang busa, emulgator A/M, M/A,
bahan pembasah, bahan pencuci, dan bahan pembawa larut
(Voigt,1994).
2.5 Gummi Arabicum
Gom arab (Gummi arabicum) merupakan campuran garam
kalsium, magnesium, dan kalium dari asam poliarabat. Meskipun asam
arabat (konstituen : D-Galaktosa, L-Rhamnosa, L-arabinosa, D-asam
glukuronat) tidak amfifil, gom arab memiliki sifat emulgator sejati yang
larut dalam air membentuk koloid.
Jenis : emulgator M/A
Keuntungan : dapat juga digunakan untuk emulsi pemakaian dalam
Kerugian : harus digunakan dalam konsentrasi relative tinggi (>5%).
Kerja lekatnya sering kali terganggu. Kerja pengelmusinya sangat
tergantung dari setiap produk dagangnya. Penyimpanan kering dalam
waktu panjang dapat menyebabkan hilangnya daya pengemulsinya.n tak
tersatukan dengan emulgator ionic lainnya. Oksidase dan peroksidase
yang terkandung didalam gom arab dapat merusak obat yang peka
oksidasi, oleh karena itu disarankan inaktivasi enzim melalui pemanasan
larutan gom arab pada suhu 800C selama satu jam dan dilanjutkan
dengan penguapannya di dalam kondisi hampa udara (Voigt, 1994).
2.6 Stabilitas Fisik Emulsi
Kestabilan dari emulsi farmasi berciri tidak adanya penggabungan
fase dalam, tidak adanya creaming, dan memberikan penampilan, bau,
warna dan sifat – sifat fisik lainnya yang baik. Lebih – lebih dalam hal
emulsi farmasi, creaming mengakibatkan ketidakrataan distribusi obat
dan tanpa pengocokan yang sempurna sebelum digunakan berakibat
terjadinya pemberian dosis yang berbeda(Martin, 1993).
Fenomena lain dalam pembuatan dan penstabilan emulsi adalah
inversi fase, yang dapat membantu atau merusak dalam teknologi emulsi.
Inversi fase meliputi perubahan tipe emulsi dari o/w menjadi w/o atau
sebaliknya(Martin, 1993).
Ketidakstabilan emulsi farmasi bisa digolongkan sebagai berikut :
Flokulasi dan creaming
Penggabungan dan pemecahan
Berbagai jenis perubahan fisika dan kimia
Inversi fase (Martin, 1993).
2.7 Mikromeritik
Ilmu pengetahuan dan teknologi tentang partikel-partikel kecil oleh
Dalla Valle dinamakan mikromeritik. Dispersi koloidal memiliki sifat
karakteristik yaitu partikel-partikelnya tidak dapat dilihat dibawah
mikroskop biasa,sedangkan partikel-partikel dari emulsi dan suspensi
farmasi serta serbuk halus ukurannya berada dalam jarak penglihatan
mikroskop (Moechtar, 1990).
2.8 Rheology
Rheologi berasal dari bahasa Yunani : Rheo (mengalir) dan logos
(Ilmu). Rheologi terdapat dalam pencampuran dan aliran bahan obat,
pengemasannya di dalam wadah dan pengambilannya sebelum
digunakan. Sifat rheologi dari system farmasi dapat mempengaruhi
pemilihan peralatan untuk prosesing yang digunakan dalam
pembuatannya. Jika diklasifikasikan menurut tipe alir dan deformasinya,
zat pada umumnya dibagi menjadi 2 kategori : system Newton dan
system Non Newton. System Non Newton terbagi menjadi tiga kelas
aliran yang telah di kenal : plastic, pseudoplastik, dan dilatan
(Moecthar,1990).
2.9 Tiksotropi
Tiksotropi adalah suatu pemulihan keadaan yang berlangsung
secara isothermal dan komparatif lambat dari suatu zat yang kehilangan
konsistensi karena gesekan. Tiksotropi hanya dapat ditetapkan terhadap
system yang menipiskan geseran (Martin, 1993).
C. METODOLOGI
Alat dan Bahan
Alat :
Viskometer Stormer 2 buah
Bekker glass 1000 ml 3 buah
Batang pengaduk 6 buah
Mortir dan Stamper 6 buah
Stopwatch 2 buah
Labu ukur 100 ml 2 buah
Botol 200 ml 6 buah
Mikroskop 1 buah
Kaca objek 3 buah
Kaca penutup 3 buah
Bahan :
Oleum cocos 600 ml
Aquadest 420 ml
Mucilago Gummi Arabici 40 % 180 gram
Vitamin C 2,5 gram
Cara Kerja
1. Pembuatan emulsi dengan metode wet gum
Mencampur aquadest dan Gummi Arabicum, aduk hingga homogen (tidak
ada gumpalan)
↓
Menambahkan ¼ oleum cocos dalam adonan
↓
Menggerus hingga homogen
↓
Menambahkan ¼ oleum cocos dalam adonan lagi dan menggerus hingga
homogen sampai oleum cocos habis
↓
Menambahkan vitamin C 2,5 gram
↓
Mengemas dalam botol plastik dan tutup dengan rapat
2. Pengujian stabilitas emulsi dengan mikromeritik
Metode Mikroskopi
Menyiapkan alat, kalibrasi lensa mikroskop
↓
Menyiapkan bahan (membuat suspensi encer, preparasi di gelas objek)
↓
Mengelompokan, menentukan ukuran partikel yang terkecil dan terbesar,
pembagian interval kelas
↓
Mengukur partikel dan menggolongkan ke dalam kelompok yang telah
ditentukan dari hasil pengukuran minimal 500 partikel
↓
Membuat kurva distribusi ukuran partikel dan menentukan nilai beberapa
jenis diameter partikel
3. Penentuan tipe emulsi
Mengambil 2 tetes emulsi dan encerkan dengan sedikit air ( dibuat menjadi
suspensi )
↓
Menambahkan Methylen Blue pada emulsi yang telah diencerkan dengan air
dan aduk dengan rata
↓
Meneteskan emulsi yang telah di campur dengan Methylen Blue di atas kaca
preparat
↓
Mengamati bentuk dan warna droplet emulsi
4. Pengujian sifat alir emulsi dengan viskometer cup and bob
Memasukkan bahan yang akan diuji ke dalam cup, diamkan beberapa saat
sehingga tercapai kesetimbangan temperatur
↓
Menempatkan beban pada penggantung
↓
mencatat waktu yang digunakan untuk memutar rotor sebanyak 25 kali
putaran (perhatikan kecepatan putar rotor jangan sampai melampaui 150
rpm, supaya tidak terjadi aliran turbulen)
↓
Ulangi lagi percobaan di atas dengan menambah beban pada penggantung.
Penambahan berat anak timbang dilakukan setiap kali 25 gram. Setelah itu
turunkan berat beban
E. PEMBAHASAN
Pembuatan Emulsi
Pada pembuatan emulsi digunakan metode wet gum (metode gom
basah). Pada metode ini, Gummi Arabicum dilarutkan dengan air. Gummi
Arabicum bertindak sebagai emulgator dimana Gummi Arabicum bertindak
sebagai emulgator. Gummi Arabicum ini mengikat antara minyak dengan air agar
keduanya dapat bersatu. Gummi Arabicum memiliki sisi hidrofil yang dapat
mengikat air dan lipofil yang dapat mengikat minyak. Gummi Arabicum ini
berfungsi untuk menurunkan tegangan muka antara air dan minyak, sehingga
proses emulsifikasi berlangsung dan emulsi dapat homogen. Pada emulsi yang
dibuat, Gummi Arabicum cenderung lebih larut dengan air dan karena itu, air
akan menjadi medium dari emulsi sehingga tipe dari emulsi yang dibuat adalah
minyak-air (M/A) dengan air sebagai fase luar.
Pada waktu proses pengadukan emulsi, pengadukan harus dengan kuat
dan cepat serta dilakukan dengan kecepatan konstan. Pengadukan harus searah
karena akan mempengaruhi homogenitas. Jika pengadukan berbalik arah, sistem
akan berhenti sementara dan ini menjadikan kesempatan bagi emulsi untuk
pecah menjadi gumpalan-gumpalan kuning.
Setelah oleum cocos habis tercampur, ditambahkan vitamin C pada
emulsi. Vitamin berfungsi sebagai anti oksidan. Bila emulsi teroksidasi dapat
menyebabkan emulsi yang dibuat mudah berjamur sehingga mengganggu
kestabilan emulsi tersebut.
Metode mikromeritik
Pengujian stabilitas fisik emulsi dengan mikromeritik menggunakan
metode mikroskopik dimana mikroskop yang digunakan adalah mikroskop
biologis Olympus model CHS / CHT. Prinsip kerja dari mikromeritik adalah
mengukur diameter partikel dan mengelompokkannya dalam kelas yang telah
ditentukan.
Untuk pengujiannya, maka emulsi diambil sedikit dan dibuat dalam bentuk
suspensi dengan mencampurnya dengan sedikt aquadest. Dalam pembuatannya
suspensi diusahakan jangan terlalu pekat tetapi jangan juga terlalu encer. Jika
suspensi terlalu pekat, maka akan mengakibatkan menumpuknya partikel
sehingga akan susah untuk diamati satu persatu diameter partikelnya, namun
jika suspensi terlalu encer maka akan menyebabkan jumlah partikel terlalu sedikit
sehingga pengukurannya terbatas.
Ada 2 jenis ukuran partikel, yaitu polidispers (500 partikel), dan
monodispers (300 partikel). Pada praktikum ini partikel yang diukur bersifat
polidispers sehingga perlu dilakukan pengukuran partikel tunggal dalam jumlah
yang banyak agar diperoleh kurva distribusi normal. Untuk mikroskop, sebelum
digunakan maka perlu dilakukan kalibrasi terlebih dahulu karena ukuran yang
terlihat masih dalam bentuk skala, sehingga dengan kalibrasi maka kita dapat
mengetahui ukuran partikel yang sebenarnya yaitu dengan cara mengalikan
skala kalibrasi dari perbesaran yang digunakan dengan ukuran partikel yang
masih dalam bentuk skala. Kalibrasi dilakukan dengan jalan menghimpitkan
angka nol pada mikrometer obyektif dan mikrometer okuler, lalu setelah itu cari
titik-titik lain yang berhimpitan. Kalibrasi merupakan perbandingan antara garis
skala pada lensa obyektif dan okuler. Pada percobaan, didapatkan skala
mikrometer = 1 μm, jadi untuk memperoleh ukuran
partikel sebenarnya maka dikalikan setiap ukuran partikel yang masih dalam
bentuk skala dengan 1 μm. Kalibrasi sebaiknya dilakukan oleh 1 orang saja, jika
lebih dari 1 orang akan didapatkan hasil yang berbeda-beda karena setiap orang
memiliki fokus yang berbeda.
Partikel yang diamati banyak dan beraneka ragam ukurannya sehingga
perlu dilakukan pengelompokan yaitu pengelompokan yang berdasarkan jarak
diameter partikel tertentu dari yang terkecil hingga yang terbesar. Tujuan dari
pengelompokan ini adalah untuk mempermudah perhitungan dan pembuatan
grafik sehingga didapatkan kurva distribusi yang baik. Pada percobaan ini
dilakukan perhitungan terhadap 500 partikel karena jumlah ini dianggap mewakili
seluruh partikel dan merupakan syarat minimal pengukuran.
Berdasarkan kurva yang dibentuk, didapatkan pada minggu ke-1 untuk
replikasi 1, frekuensi partikel terbanyak pada interval 0,96 - 1,1 dengan %
frekuensi = 56,8 %. Pada replikasi 2, frekuensi terbanyak pada interval 0,91 - 1,1
dengan % frekuensi = 40 %. Sementara pada replikasi 3, frekuensi terbanyak
pada interval 0,91 - 1,1 dengan % frekuensi = 52,4 %.
Pada minggu ke-2 untuk replikasi 1, frekuensi partikel terbanyak pada
interval 0,5 - 0,7 dengan % frekuensi = 45,6 %. Pada replikasi 2, frekuensi
terbanyak pada interval 0,5 – 0,7 dengan % frekuensi = 47,2 %. Pada replikasi 3,
frekuensi terbanyak pada interval 0,5 – 1,05 dengan % frekuensi = 66,4 %.
Pada minggu ke-3 untuk replikasi 1, frekuensi partikel terbanyak pada
interval 0,50 - 0,75 dengan % frekuensi = 83,6 %. Pada replikasi 2, frekuensi
terbanyak pada interval 0,50 – 1,35 dengan % frekuensi = 63,6 %. Pada replikasi
3, frekuensi terbanyak pada interval 0,5-1,35 dengan % frekuensi = 61,6 %.
Dalam percobaan emulsi, dapat disimpulkan stabilitas emulsi yang dibuat
tidak baik karena mengalami koalesen. Dapat dilihat dari minggu 1 – 3 terjadi
perubahan ukuran partikel dari 0,5 – 9. Hal ini mungkin disebabkan kemampuan
emulgator untuk mengikat minyak dan air menurun. Akibatnya komponen air dan
minyak pada emulsi mulai terpisah.. Koalesen adalah peristiwa dimana butir-butir
partikel membentuk droplet besar karena butir-butir partikel saling menyatu.
Dalam emulsi yang dibuat, partikel –partikel minyak yang telah berpisah dengan
air, saling menyatu dengan partikel-partikel minyak yang lain membentuk droplet
minyak yang besar.
Keuntungan dari metode mikroskopi ini adalah dapat melihat langsung
bentuk partikel yang diamati serta dapat menentukan diameter partikel secara
langsung. Sedangkan kerugiannya adalah tidak efisien, tidak praktis, relative
lama waktunya pengukuran, melelahkan, sangat memungkinkan untuk kesalahan
pengamatan, dan hanya tahu dalam 2 dimensi.
Penentuan Tipe Emulsi
Tipe emulsi ada 2 yaitu, emulsi air dalam minyak (emulsi A/M) atau emulsi
minyak dalam air (emulsi M/A). Tipe suatu emulsi dapat ditentukan dengan
beberapa cara, antara lain; dengan metode pewarnaan, menggunakan kertas,
dan menambahkan salah satu fase secara berlebih. Pada percobaan, penentuan
tipe emulsi dilakukan dengan pewarnaan. Pewarnaannya menggunakan Metylen
Blue. Sifat dari Metylen Blue adalah polar, maka ia akan berikatan dengan
senyawa yang polar juga, dalam hal ini adalah air dan membuatnya menjadi
berwarna biru.
Setelah dilihat di bawah mikroskop, dapat terlihat bahwa emulsi dalam
percobaan bertipe minyak dalam air ( M/A ). Seperti tampak pada gambar :
Dari gambar di atas, maka penentuan tipe emulsi juga ada hubungannya
dengan HLB dan aturan broncoft. HLB adalah nilai keseimbangan antara
hidrofilik – lipofilik. Sedangkan aturan brancoft berbunyi : “ suatu fase dimana
emulgator itu lebih larut maka biasanya menjadi fase luar. “
Maka dapat disimpulkan, nilai HLB yang semakin tinggi dapat membentuk suatu
emulsi yang bersifat hidrofil, dan jika dikaitkan dengan aturan brancoft maka
emulgator yang lebih larut itulah yang menjadi fase terluarnya (senyawa polar =
air), sehingga emulsi tersebut merupakan emulsi bertipe minyak dalam air (M/A).
Metode sifat alir
Alat yang digunakan adalah viscometer cup and bob berdasarkan prinsip
dari Scarle yang terdiri dari cup untuk tempat bahan yang akan di uji dan bagian
rotor yang dapat diputar dengan kontrol beban yang dapat diubah-ubah. Prinsip
kerja alat ini adalah dengan menentukan besarnya putaran yang dihasilkan rotor
untuk memutar zat dalam tiap menit. Setelah bahan dimasukkan dalam cup,
bahan yang diuji tersebut perlu didiamkan beberapa saat agar mencapai
kesetimbangan suhu, karena jika suhu tidak setimbang maka dapat
mempengaruhi hasil percobaan. Dimana pada temperatur yang tinggi, viskositas
akan menurun, laju alir bahan akan bertambah karena ikatan antar partikel
Minyak
Air
melemah. Pendiaman sebaiknya dilakukan ± 2 menit karena tujuan pendiaman
bukan saja untuk mencapai kesetimbangan suhu, tetapi juga untuk mencapai
kesetimbangan keadaan cairan yaitu dimana partikel yang rusak akibat
perputaran rotor kembali menjadi seperti semula sehingga turbulensi terjadi.
Aliran turbulensi dapat disebabkan karena putaran rotor melampaui 150 rpm
ataupun beban yang terlampau berat. Turbulensi adalah kecepatan perputaran
dalam cairan yang meningkat karena tumbukan antar partikel. Turbulensi
menyebabkan waktu alir menjadi semakin cepat dan kecepatan gesek menjadi
tidak sesuai sehingga dapat mempengaruhi rheogram yang dihasilkan. Ciri – ciri
aliran turbulensi adalah konsistensi cairan otomatis berubah, viskositas menurun,
waktu alir cepat dan gerakan yang tidak teratur karena kerapatannya kurang.
Hubungan antara waktu yang diperlukan rotor untuk berputar sebanyak
25 kali dengan rpm yaitu semakin lama waktu yang diperlukan rotor untuk
berputar 25 kali, maka rpm semakin kecil , tetapi jika waktu yang diperlukan
maka rpm semakin besar dan menurunkan viskositasnya. Penurunan viskositas
ini disebabkan oleh putaran bob dalam cup yang seperti mengaduk bahan
sehingga dengan semakin besarnya kecepatan putar akan melepaskan ikatan
antar partikel sehingga viskositasnya pun dapat turun dan zat dapat mengalir.
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa semakin berat beban yang
digunakan maka waktu yang diperlukan untuk memutar rotor semakin sedikit,
karena dengan bertambahnya beban maka energinya juga bertambah sehingga
rotor dapat berputar cepat. Dalam percobaan ini, beban yang ditambahkan atau
dikurangi dapat dianggap sebagai energy ( F ). Dengan memberi beban berarti
memberi energi untuk dapat memutar rotor dengan cepat dan rpm sebagai
kecepatan gesar. Rpm dapat diartikan sebagai kecepatan geser karena waktu
tersebut kemudian dihitung dalam satuan per detik. Rpm dapat dihitung dengan
rumus : rpm = x 25 ( t ; waktu dalam detik , rpm ; rotasi per menit ).
Pada percobaan, tujuan beban ditambah dan dikurangi adalah untuk
melihat seberapa besar kemampuan zat untuk kembali ke keadaan semula, yang
disebut sebagai tiksotropi yang berguna untuk mengetahui sifat untuk
menentukan keadaan sediaan (Tiksotropi merupakan suatu pemulihan keadaan
yang berlangsung secara isothermal dan komparatif lambat dari suatu zat yang
kehilangan konsistensinya karena pergeseran).
Peristiwa tiksotropi dapat dilihat pada saat setelah beban penggantung
ditambah secara perlahan dan kemudian diturunkan secara perlahan, maka pada
saat beban pada penggantung sama tetapi banyaknya rpm belum tentu sama
karena adanya perubahan susunan molekul emulsi. Pada awalnya susunan
pertikel masih rapat, namun setelah mengalami banyak putaran susunan partikel
menjadi renggang. Inilah yang disebut tiksotropi. Tiksotropi pada sistem ini
disebabkan karena pada pengukuran kecepatan putar saat penambahan beban
semakin tinggi menyebabkan putaran rotor semakin cepat, waktu alir semakin
singkat. Adanya putaran ini menyebabkan partikel – partikel molekul saling
bertumbukan dan menjadi partikel kecil. Ketika pengukuran pada penurunan
beban partikel – partikel dalam larutan yang telah mengecil ini tadi memiliki sifat
alir yang lebih cepat daripada molekul larutan semula. Hal ini juga menjadi alas
an mengapa kecepatan putar larutan tidak boleh lebih dari 150 rpm.
Dalam percobaan, bob dicelupkan tidak boleh terlalu dalam pada emulsi
karena kecepatan putar bob akan semakin lambat sebab partikel – partikel
emulsi yang ikut dalam gesekan antara bob dan emulsi itu akan memperlambat
putaran bob.
Dari percobaan, kurva yang didapat condong ke kanan atas menyerupai
kurva pseudoplastik untuk replikasi 1, 2 dan 3 pada minggu 1, 2, dan 3. Pada
tipe non-Newtonian aliran pseudoplastik, dengan adanya tekanan geser akan
menyebabkan molekul yang secara normal tidak beraturan, mulai menyusun
sumbu yang panjang dalam arah aliran. Hal ini menyebabkan pengurangan
tekanan dalam emulsi sehingga gaya yang diperlukan menjadi lebih kecil. Pada
beberapa grafik, grafik naik dan turun tidak sama karena grafik digambar
berdasarkan data rpm yang memang berbeda pada penambahan dan
pengurangan beban. Yang dimaksud tiksotropi adalah jika grafik naik dan grafik
turun, jaraknya tidak terlalu besar. Jika terjadi jarak yang besar berarti kondisi
emulsi tidak baik karena pengaruh gravitasi sehingga kerusakan partikel akan
bertambah.
Kesalahan pada grafik juga dapat disebabkan karena :
Terjadinya aliran turbulensi karena rpm yang dihasilkan melebihi 150 rpm,
Gaya gravitasi yang tinggi menyebabkan beban turun semakin cepat dan
ikatan antar partikel sampel makin lemah akibat putaran bob yang
bertambah,
Kondisi yang diasumsikan stabil setelah didiamkan 2 menit ternyata
belum benar – benar stabil.
Kecepatan alir suatu emulsi dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya
Viskositas
Viskositas merupakan ratio gaya gesek terhadap kecepatan geser. Semakin
tinggi nilai viskositas berarti emulsi makin pekat sehingga makin susah
mengalir sehingga menyebabkan kecepatan serta waktu alir makin lama,
sehingga kecepatannya semakin rendah.
Suhu/Temperatur
Semakin tinggi temperatur maka makin renggang ikatan antar partikel
sehingga makin mudah mengalir ( makin encer ) dan menyebabkan
kecepatan dan waktu alir lebih cepat
Konsentrasi
Konsentrasi berarti banyaknya jumlah partikel yang terkandung sehingga
semakin tinggi konsentrasi makin banyak partikel dalam satu satuan volume
sehingga sulit bergerak
( pekat ) sehingga makin sulit mengalir dan menyebabkan waktu maupun
kecepatan alir makin lambat.
Kerapatan
Semakin tinggi kerapatan emulsi maka ikatan antar partikelnya makin rapat
yang berarti zat makin kental sehingga makin susah mengalir dan itu
menyebabkan kecepatan serta waktu alir makin lambat.
F. KESIMPULAN
1. Semakin seragam ukuran droplet suatu emulsi, maka makin stabil
emulsi tersebut.
2. Semakin tinggi sifat alir suatu emulsi, maka makin tidak stabil emulsi
tersebut, dan sebaliknya.
3. Tipe emulsi pada percobaan adalah M/A.
G. DAFTAR PUSTAKA
Martin, 1993,
Moechtar, 1990,
Voigt, 1994,