Makalah Kelompok: Metodologi Pengajaran Bahasa dan Sastra
Dosen : Prof. Sakura dan Dr. Fachrurrozi.
PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA
Disusun oleh: Kelompok I
1. Viena Paramitha
2. Manja Lestari Damanik
3. Nur Syamsiah
PENDIDIKAN BAHASA – PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2012
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap orang memiliki sebuah bahasa yang diperoleh secara
otomatis, alamiah dan wajar karena biasa digunakan untuk berkomunikasi
sehari-hari oleh orang-orang yang berada di lingkungan kelompok
masyarakatnya. Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi ini disebut
bahasa ibu atau bahasa pertama orang tersebut, sedangkan bahasa yang
digunakan untuk berkomunikasi oleh orang-orang di luar lingkungan
kelompok masyarakatnya dinamakan bahasa asing yang apabila dipelajari
oleh orang tersebut akan menjadi bahasa keduanya.
Istilah bahasa kedua digunakan untuk menggambarkan bahasa-
bahasa apa saja yang pemerolehannya dimulai setelah masa anak-anak
awal (early childhood), termasuk bahasa ketiga atau bahasa-bahasa lain
yang dipelajari kemudian. Bahasa-bahasa yang dipelajari ini disebut juga
dengan bahasa target (target language).
Pemerolehan bahasa kedua tidak sama dengan pemerolehan
bahasa pertama. Pada pemerolehan bahasa pertama, seorang siswa
“berangkat dari nol” (belum menguasai bahasa apa pun) dan
perkembangan pemerolehan bahasa ini seiring dengan perkembangan
fisik dan psikisnya. Pada pemerolehan bahasa kedua, siswa sudah
menguasai bahasa pertama dengan baik dan perkembangan
pemerolehan bahasa kedua tidak seiring dengan perkembangan fisik dan
psikisnya. Selain itu, pemerolehan bahasa pertama dilakukan secara
informal dengan motivasi yang sangat tinggi (siswa memerlukan bahasa
pertama ini untuk dapat berkomunikasi dengan orang-orang yang ada di
sekelilingnya), sedangkan pemerolehan bahasa kedua dilakukan secara
formal dan motivasi siswa pada umumnya tidak terlalu tinggi karena
bahasa kedua tersebut tidak dipakai untuk berkomunikasi sehari-hari di
lingkungan masyarakat siswa tersebut.
Mempelajari bahasa kedua adalah pekerjaan panjang dan
kompleks. Mempelajari bahasa bukanlah serangkaian langkah mudah.
3
Banyak variabel terlibat dalam proses pemerolehan ini. Seorang guru
dapat sukses mengajar bahasa kedua jika mampu memahami
kompleksitas variabel-variabel yang berpengaruh pada bagaimana dan
mengapa orang belajar dan gagal mempelajari bahasa kedua. Ada
banyak hal yang perlu dikaji seperti karakteristik pembelajar, faktor
linguistik, proses pembelajaran, usia dan pemerolehan, variabel
instruksional, konteks, dan juga tentang tujuan penguasaan bahasa
kedua. Hal-hal tersebut akan memberi gambaran mengenai
keanekaragaman isu yang terdapat dalam upaya memahami prinsip-
prinsip pembelajaran dan pengajaran bahasa.
Guna memulai pengajuan pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut dan
mencari jawaban untuk sebagian pertanyaan-pertanyaan itu, mari terlebih
dahulu kita kaji hal-hal mendasar seperti definisi bahasa, pembelajaran,
dan pengajaran bahasa, mazhab pemikiran dalam pemerolehan bahasa,
serta sejarah pengajaran bahasa.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bahasa
1. Pengertian Bahasa
Definisi merupakan versi padat sebuah teori yang menyatakan ciri-
ciri kunci sebuah konsep. Ciri-ciri itu bisa bervariasi, bergantung pada
interpretasi masing-masing individu. Berkaitan dengan hal ini, lalu apa
yang menjadi definisi bahasa? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada
baiknya jika kita memperhatikan beberapa pengertian bahasa tersebut
berdasarkan pengertian umum dengan melihat kamus umum dan
menyimak aneka pendapat para ahli dari latar belakang yang berbeda.
Dalam kamus umum, dalam hal ini Kamus Besar Bahasa
Indonesia, bahasa diartikan sebagai sistem lambang bunyi berartikulasi
yang bersifat sewenang-wenang dan konvensional yang dipakai sebagai
alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran.1 Sedangkan jika
merujuk pada Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary, bahasa
didefinisikan sebagai sebuah sarana sistematis untuk mengomunikasikan
gagasan atau perasaan dengan menggunakan isyarat, suara, gerak-gerik,
atau tanda-tanda yang disepakati maknanya.2 Dari dua makna umum
tentang bahasa di atas, terdapat persamaan yang jelas. Persamaan itu
adalah bahwa bahasa ditempatkan sebagai sebuah sarana komunikasi
antar manusia untuk mengungkapkan pikiran atau perasaan dengan
menggunakan simbol-simbol komunikasi baik yang berupa suara, gestur
(sikap badan), atau tanda-tanda berupa tulisan.
Sebagai sebuah istilah dalam linguistik, Kridalaksana
mengartikannya sebagai sebuah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang
dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,
1 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.66.2 Merriam Webster’s Advanced Learner’s English Dictionary, (Springfield: Merriam-Webster, Inc., 2008), h. 913
5
berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.3 Di samping itu, Pei dan Gaynor
mengatakan bahwa bahasa adalah sebuah sistem komunikasi
menggunakan suara, melalui organ bicara dan pendengaran, diantara
sesama manusia yang tergabung dalam sebuah komunitas tertentu,
menggunakan lambang bunyi yang mengandung makna konvensional
yang arbitrer. 4
Dari pandangan ahli linguistik seperti Kridalaksana, Pei, dan
Gaynor di atas, bahasa ditekankan sebagai sebuah sistem lambang.
Istilah sistem mengandung makna adanya keteraturan dan adanya unsur-
unsur pembentuk.
Penggambaran yang lebih luas tentang bahasa pernah
disampaikan oleh bapak linguistik modern, Ferdinan de Saussure. Ia
menjelaskan bahasa dengan menggunakan tiga istilah yaitu langage,
langue, dan parole. Ketiga istilah dari bahasa Prancis itu dalam bahasa
Indonesia dipadankan dengan satu istilah saja yaitu ‘bahasa’. Langage
adalah sistem lambang bunyi yang digunakan untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara verbal. Langage ini bersifat abstrak. Istilah langue
mengacu pada sistem lambang bunyi tertentu yang digunakan oleh
sekelompok anggota masyarakat tertentu. Sedangkan parole adalah
bentuk konkret langue yang digunakan dalam bentuk ujaran atau tuturan
oleh anggota masyarakat dengan sesamanya.5
Dengan melihat deretan definisi mengenai bahasa di atas, dapat
disimpulkan bahwa definisi tentang bahasa dapat bervariasi. Variasi
tersebut wajar terjadi karena sudut pandang keilmuan yang berbeda. Dari
beberapa kemungkinan pengertian bahasa itu, Brown menyimpulkan
definisi gabungan sebagai berikut:6
1. Bahasa itu sistematis.
2. Bahasa adalah seperangkat simbol manasuka (arbitrer).
3 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 21.4 Mario A. Pei and Frank Gaynor, A Dictionary of Linguistics (New York: Philosophical Library, 1975), h. 119.5 Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineke Cipta, 2007), h. 39-40.6 H. Douglas Brown, Principles of language learning and Teaching, Fifth Edition, (USA: Pearson Education, 2006) , h.17.
6
3. Simbol-simbol itu utamanya adalah vokal, tetapi juga bisa visual.
4. Simbol mengonvensionalkan makna yang dirujuk.
5. Bahasa dipakai untuk berkomunikasi.
6. Bahasa beroperasi dalam sebuah komunitas atau budaya wicara.
7. Bahasa pada dasarnya untuk manusia, walaupun bisa jadi tidak hanya
terbatas untuk manusia.
8. Bahasa dikuasai oleh semua orang dalam cara yang sama; bahasa dan
pembelajaran bahasa sama-sama mempunyai karakteristik universal.
Kedelapan pernyataan di atas menunjukkan definisi singkat tentang
bahasa yang masih dapat dikaji secara lebih mendalam lagi. Seorang
guru bahasa harus memahami sistem komunikasi yang disebut bahasa
ini. Pemahaman seorang guru tentang komponen-komponen bahasa
sangat menentukan cara guru tersebut mengajarkan sebuah bahasa.
Sebagai contoh, jika seorang guru menganggap bahasa pada hakikatnya
bersifat kultural dan interaktif, metodologi kelas guru tersebut pasti akan
diwarnai dengan strategi-strategi sosiolinguistik dan tugas-tugas
komunikatif.
2. Hakikat Bahasa
Berikut ini merupakan hakikat bahasa menurut pendapat Brown
yang dikutip dari Tarigan:7
a) Bahasa itu sistematik,
Sistematik artinya beraturan atau berpola. Bahasa memiliki sistem
bunyi dan sistem makna yang beraturan. Dalam hal bunyi, tidak
sembarangan bunyi bisa dipakai sebagai suatu simbol dari suatu rujukan
(referent) dalam berbahasa. Bunyi mesti diatur sedemikian rupa sehingga
terucapkan. Kata pnglln tidak mungkin muncul secara alamiah, karena
tidak ada vokal di dalamnya. Kalimat Hari ini Kim pergi ke kampus, bisa
dimengarti karena polanya sitematis, tetapi jika diubah menjadi Hari pergi
ini kampus ke Kim tidak bisa dimengerti karena melanggar sistem.
7 Djago Tarigan, Proses Belajar Mengajar Pragmatik, (Bandung: Angkasa, 1990), h. 4.
7
b) Bahasa itu manasuka (Arbitrer)
Manasuka atau arbiter adalah acak, bisa muncul tanpa alasan.
Kata-kata (sebagai simbol) dalam bahasa bisa muncul tanpa hubungan
logis dengan yang disimbolkannya. Mengapa makanan khas yang
berasal dari Magelang itu disebut gethuk bukan gethek atau gethak?
Mengapa binatang berbelalai panjang itu disebut gajah? Tidak ada alasan
kuat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas atau yang sejenis
dengan pertanyaan tersebut itulah yang menjadi buktii bahwa bahasa
memiliki sifat arbitrer, mana suka, atau acak semaunya. Pemilihan bunyi
dan kata dalam hal ini benar-benar sangat bergantung pada konvensi atau
kesepakatan pemakai bahasanya.
c) Bahasa itu vokal
Vokal dalam hal ini berarti bunyi. Bahasa berwujud dalam bentuk
bunyi. Kemajuan teknologi dan perkembangan kecerdasan manusia
memang telah melahirkan bahasa dalam wujud tulis, tetapi sistem tulis
tidak bisa menggantikan ciri bunyi dalam bahasa. Sistem penulisan
hanyalah alat untuk menggambarkan arti di atas kertas, atau media keras
lain. Lebih jauh lagi, tulisan berfungsi sebagai pelestari ujaran. Lebih jauh
lagi dari itu, tulisan menjadi pelestari kebudayaan manusia. Kebudayaan
manusia purba dan manusia terdahulu lainnya bisa kita prediksi karena
mereka meninggalkan sesuatu untuk dipelajari. Sesuatu itu antara lain
berbentuk tulisan.
d) Bahasa itu simbol
Simbol adalah lambang sesuatu, bahasa juga adalah lambang
sesuatu. Titik-titik air yang jatuh dari langit diberi simbol dengan bahasa
dengan bunyi tertentu. Bunyi tersebut jika ditulis adalah hujan. Hujan
adalah simbol linguistik yang bisa disebut kata untuk melambangkan titik-
titik air yang jatuh dari langit itu. Simbol bisa berupa bunyi, tetapi bisa
berupa goresan tinta berupa gambar di atas kertas. Gambar adalah
bentuk lain dari simbol. Potensi yang begitu tinggi yang dimiliki bahasa
untuk menyimbolkan sesuatu menjadikannya alat yang sangat berharga
bagi kehidupan manusia. Tidak terbayangkan bagaimana jadinya jika
8
manusia tidak memiliki bahasa, betapa sulit mengingat dan
mengomunikasikan sesuatu kepada orang lain.
e) Bahasa itu mengacu pada dirinya
Sesuatu disebut bahasa jika ia mampu dipakai untuk menganalisis
bahasa itu sendiri. Binatang mempunyai bunyi-bunyi sendiri ketika
bersama dengan sesamanya, tetapi bunyi-bunyi yang meraka gunakan
tidak bisa digunakan untuk membelajari bunyi mereka sendiri. Berbeda
dengan halnya bunyi-bunyi yang digunakan oleh manusia ketika
berkomunikasi. Bunyi-bunyi yang digunakan manusia bisa digunakan
untuk menganalisis bunyi itu sendiri. Dalam istilah linguistik, kondisi
seperti itu disebut dengan metalanguage, yaitu bahasa bisa dipakai untuk
membicarakan bahasa itu sendiri. Linguistik menggunakan bahasa untuk
menelaah bahasa secara ilmiah.
f) Bahasa itu manusiawi
Bahasa itu manusiawi dalam arti bahwa bahwa itu adalah
kekayaan yang hanya dimiliki umat manusia. Manusialah yang berbahasa
sedangkan hewan dan tumbuhan tidak.
g) Bahasa itu komunikasi
Fungsi terpenting dan paling terasa dari bahasa adalah bahasa
sebagai sarana komunikasi dan interakasi. Bahasa berfungsi sebagai
sarana mempererat antar manusia dalam komunitasnya, dari komunitas
kecil seperti keluarga, sampai komunitas besar seperti negara. Tanpa
bahasa tidak mungkin terjadi interaksi harmonis antar manusia, tidak
terbayangkan bagaimana bentuk kegiatan sosial antar manusia tanpa
bahasa. Komunikasi mencakup makna mengungkapkan dan menerima
pesan, caranya bisa dengan mendengar, berbicara, membaca, atau
menulis. Komunikasi itu bisa beralangsung dua arah, bisa pula searah.
3. Fungsi Bahasa
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang
digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang. Secara sederhana, fungsi
9
bahasa adalah sebagai sarana komunikasi, sarana untuk menyatakan
ekspresi diri, sarana untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan
alat untuk kontrol sosial.8 Berikut uraiannya secara sederhana satu-
persatu:
a) Bahasa Sebagai Sarana Komunikasi
Ini merupakan fungsi bahasa yang utama. Manusia membutuhkan
bahasa untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Dengan komunikasi,
manusia dapat menyampaikan segala perasaan dan pikiran kepada
manusia lain.
b) Bahasa Sebagai Alat untuk Menyatakan Ekspresi Diri
Bahasa membantu manusia menyatakan secara terbuka segala
sesuatu yang tersirat di dalam benak setiap manusia, sekurang-kurangnya
untuk memaklumkan "keberadaan" manusia itu sendiri (eksistensisme
diri). Hal-hal yang mendorong ekspresi diri antara lain adalah agar
menarik perhatian orang lain terhadap kita dan keinginan untuk
membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi.
c) Bahasa Sebagai Alat untuk Mengadakan Integrasi dan Adaptasi
Sosial
Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan sehingga bahasa juga
mengambil peran dalam perkembangan kebudayaan manusia. Melalui
bahasa, manusia perlahan-lahan belajar untuk semakin mengenal segala
adat-istiadat, tingkah laku, dan tata krama yang berlaku dalam
masyarakatnya. Manusia berusaha menyesuaikan dirinya (adaptasi)
dengan semuanya melalui bahasa. Sebagai ilustrasi sederhana, seorang
pendatang baru dalam sebuah masyarakat tertentu akan berusaha
menyesuaikan dirinya terhadap masyarakatnya supaya mudah dan cepat
diterima dan bergaul dengan lingkungan barunya.
d) Bahasa Sebagai Alat untuk Kontrol Sosial
Kontrol sosial adalah usaha untuk mempengaruhi tingkah laku dan
tindak-tanduk orang lain.Lalu apa hubunganny dengan bahasa? Bahasa
mempunyai relasi dengan proses-proses sosialisasi suatu masyarakat.
8 Gorys Keraf, Komposisi, (Ende: PT. Nusa Indah, 1997), h. 3.
10
Proses sosialisasi itu dapat terwujud dalam beberapa hal sebagai berikut:
pertama keahlian bicara. Kedua, bahasa merupakan saluran yang utama
di mana kepercayaan dan sikap masyarakat diberikan kepada anak-anak
yang tengah tumbuh. Ketiga, Bahasa melukiskan dan menjelaskan
peranan yang dilakukan si anak untuk mengidentifikasi dirinya supaya
dapat mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan. Keempat, bahasa
menanamkan rasa keterlibatan pada si anak tentang masyarakat
bahasanya.
B. Pembelajaran dan Pengajaran
1. Pengertian Pembelajaran dan Pengajaran
Pengertian pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.9
Sedangkan pengajaran adalah proses penyampaian informasi atau
pengetahuan dari guru kepada siswa.10 Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar”
berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada
orang supaya diketahui (diturut) ditambah dengan awalan “pe” dan
akhiran “an menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara
mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar.
Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction atau “pengajaran”.
Pengajaran mempunyai arti cara mengajar atau mengajarkan.11 Dengan
demikian pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh
siswa) dan Mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar adalah satu
kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan
primer, sedangkan mengajar adalah kegiatan sekunder yang
dimaksudkan agar terjadi kegiatan secara optimal.
Pengajaran tidak bisa didefinisikan terpisah dari pembelajaran.
Pengajaran adalah memandu dan memfasilitasi pembelajaran,
9 UU no. 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional10 Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. (Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 74.11 Purwadinata dalam Widyawati, Belajar dan Pembelajaran. (Padang: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Padang, 2010), h. 25.
11
memungkinkan pembelajar untuk belajar, menetapkan kondisi-kondisi
pembelajaran. Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang
bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian
peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi
dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
Menurut Brown, pembelajaran adalah penguasaan atau
pemerolehan pengetahuan tentang suatu subjek atau sebuah
keterampilan dengan belajar, pengalaman, atau intruksi. Sedangkan
pengajaran yaitu menunjukan atau membantu seseorang mempelajari
cara melakukan pengaetahuan, menjadikan tahu atau paham.12
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia
serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai
pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi
yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta
didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu
objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi
perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor)
seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai
pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran
juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.
Dengan demikian, pembelajaran adalah usaha sadar dari guru
untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku
pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya
kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena
adanya usaha. Sedangkan pengajaran adalah kegiatan yang dilakukan
guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Pengajaran juga
diartikan sebagai interaksi belajar dan mengajar. Pengajaran berlangsung
sebagai suatu proses yang saling mempengaruhi antara guru dan siswa.
2. Hakikat Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa
12 Brown, op. cit., h. 8.
12
Terjadinya perubahan-perubahan paradigma pendidikan yang
menempatkan manusia sebagai sumber daya yang utuh memberikan arah
kebijakan mendasar dalam meletakkan kerangka bagi pembangunan
pendidikan masa mendatang. Perubahan-perubahan pandangan ini
berimplikasi terhadap terjadinya perubahan cara pandang bahkan
perubahan konsep dalam memaknai eksistensi, prinsip-prinsip dan
pendekatan-pendekatan pembelajaran.
Istilah pendekatan berasal dari bahasa Inggris approach yang
memiliki beberapa arti di anataranya diartikan dengan ’pendekatan’.13 Di
dalam dunia pengajaran, kata approach lebih tepat diartikan a way of
beginning something ‘cara memulai sesuai. Karena itu, istilah pendekatan
dapat diartikan cara memulai pembelajaran. Dalam pengertian yang lebih
luas, pendekatan mengacu kepada seperangkat asumsi mengenai cara
belajar-mengajar. Pendekatan merupakan titik tolak dalam memandang
sesuatu, suatu filsafat atau keyakinan yang tidak selalu mudah
membuktikannya. Jadi, pendekatan bersifat aksiomatis.14 Aksiomatis
artinya bahwa kebenaran kebenaran teori-teori yang digunakan tidak
dipersoalkan lagi. Pendekatan pembelajaran (teaching approach) adalah
suatu rancangan atau kebijaksanaan dalam memulai serta melaksanakan
pengajaran suatu bidang studi/mata pelajaran yang memberi arah dan
corak kepada metode pengajarannya dan didasarkan pada asumsi yang
berkaitan.
Secara praktis, proses pembelajaran yang diharapkan dengan
perubahan paradigma tadi adalah suatu proses yang dapat
mengembangkan potensi-potensi siswa secara menyeluruh dan terpadu.
Pengembangan dimensi-dimensi individu secara parsial tidak akan
mampu mendukung optimalisasi pengembangan potensi peserta didik
sebagaimana diharapkan. Karena itu dalam proses pembelajaran, guru
tidak hanya dituntut menyampaikan materi pelajaran akan tetapi harus
mampu mengaktualisasi peran strategisnya dalam upaya membentuk
13 Henry Guntur Tarigan. Metodologi Pengajaran Bahasa. (Bandung: PT. Angkasa. 2009), h. 9.14 J.S. Badudu. Pintar Berbahasa Indonesia 1: Petunjuk Guru Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. (Jakarta: Balai Pustaka, 1996) h. 17.
13
watak siswa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang
berlaku.
Istilah pendekatan dalam pembelajaran bahasa mengacu pada
teori-teori tentang hakekat bahasa dan pembelajaran bahasa yang
berfungsi sebagai sumber landasan/prinsip pengajaran bahasa. Teori
tentang hakikat bahasa mengemukakan asumsi-asumsi dan penemuan
tentang hakikat bahasa, karakteristik bahasa, unsur-unsur bahasa, serta
fungsi dan pemakaiannya sebagai media komunikasi dalam suatu
masyarakat bahasa. Teori belajar bahasa mengemukakan proses
psikologis dalam belajar bahasa sebagaimana dikemukakan dalam
psikolinguistik. Pendekatan pembelajaran lebih bersifat aksiomatis dalam
definisi bahwa kebenaran teori-teori linguistik dan teori belajar bahasa
yang digunakan tidak dipersoalkan lagi. Dari pendekatan ini diturunkan
metode pembelajaran bahasa. Misalnya dari pendekatan berdasarkan
teori ilmu bahasa struktural yang mengemukakan karya linguistik menurut
pandangan kaum strukturalis dan pendekatan teori belajar bahasa
menganut aliran behavioerisme diturunkan metode pembelajaran bahasa
yang disebut Metode Tata Bahasa (Grammar Method).
3. Sejarah Pengajaran Bahasa
a) Sembilan Belas Abad Pengajaran Bahasa
Dalam pembelajaran bahasa asing disekolah selalu bersinonim
dengan pembelajaran bahasa Latin atau Yunani. Bahasa latin diajarkan
dengan menggunakan Metode Klasik (Classical Method), yang berfokus
pada kaidah-kaidah gramatikal, hafalan kosakata serta berbagai deklinasi
dan konjugasi, penerjemahan teks, pengerjaan latihan-latihan tertulis.
Ketika bahasa-baha lain mulai diajarkan dilembaga-lembaga pendidikan
pada abad kedelapan belas dan kesembilan belas, metode klasik diadopsi
sebagai sarana utama pengajaran bahasa asing. Namun pada masa itu
tidak banyak dipikirkan pengajaran bahasa lisan, bahasa yang tidak
diajarkan terutama untuk menguasai komunikasi oral/aural, melainkan
14
agar menjadi terpelajar atau, dalam beberapa kasus, untuk mendapatkan
kecakapan membaca dalam bahasa asing.
Pengajaran sebelum abad kedua puluh lebih pas digambarkan
sebagai sebuah tradisi yang dipraktekan hingga hari ini, dalam pelbagai
manifestasi dan adaptasinnya, dikelas-kelas bahasa di seluruh dunia.
Pada akhir abad kesembilan belas, metode klasik dikenal sebagai
penerjemahan tata bahasa (grammar translation method). Tidak banyak
perbedaan antara Penerjemahan Tata Bahasa dan apa yang sudah
berlangsung di kelas-kelas bahasa selama berabad-abad, diluar fokusnya
pada kaidah-kaidah gramatikal yang menjadi dasar penerjemahan dari
bahasa kedua bahasa asli.
Karakter-karakter utama Penerjemahan Tata Bahasa (menurut
Prator dan Celce-Murcia), yaitu:
a. Kelas-kelas diajar dalam bahasa ibu, sedikit penggunaan bahasa
kedua
b. Kebanyakan kosakata diajarkan dalam bentuk daftar kata-kata
terpisah
c. Menjelaskan secara rinci kepelikan tata bahasa
d. Membaca teks-teks klasik sulit sudah dimulai sejak dini
e. Teks-teks dipakai sebagai latihan dalam analisis tata bahasa
f. Latihan berkala dalam penerjemahan kalimat bahasa pertama ke
Bahasa ke dua
g. Sedikit atau tidak perhatian terhadap pengucapan.15
b) Pengajaran Bahasa pada Abad Kedua Puluh
Dengan latar belakang abad-abad sebelum abad ke-19,
memberikan gambaran yang menyegarkan tentang beragam penafsiran
cara terbaik untuk mengajarkan sebuah bahasa asing. Bermula dengan
Metode Serial Francois Gouin, yang mengatakan bahwa pengajaran
15 Brown, op. cit., h. 17.
15
bahasa asing mengalami beberapa kecenderungan rovolusioner, yang
semuanya menjadi bahan kajian bagi penelitian ilmiah (observasional).
Seperti mazhab-mazhab yang datang dan pergi, kecenderungan-
kecenderungan pengajaran bahasa pun timbul dan tenggelam
popularitasnya. Secara historis, inovasi dalam ilmu pendidikan
diuntungkan oleh penelitian teoritis, hal ini ditunjukan oleh pengaruh
penelitian terhadap kecenderungan-kecenderungan dalam pengajaran
bahasa. Pada saat yang sama, kelas-kelas bahasa dengan guru dan
siswannya inovatif menjadi laboratorium penelitian yang pada gilirannya
menopang terbentuknya pandangan-pandangan teoritis ketika mengalami
perubahan seiring waktu.
Pada akhir abad 1940-an dan 1950-an Metode Audiolingual (ALM:
Audio lingual Method) mengalami revolusioner. Metode ini menekankan
lebih pada latihan lisan, dan meminjam prinsip-prinsip dari Metode
Langsung (Direct Method) yang muncul hamper setengah abad
sebelumnya, tetapi pada dasarnya ia tumbuh dari teori-teori behavioristik
pada masa itu. ALM adalah penolakan terhadap pendahulu klasiknya,
Metode Penerjemahan Tata Bahasa dengan mengurangi minat
metakognitif yang terlalu memikirkan bentuk-bentuk bahasa.
Profesi pengajaran bahasa memperlihatkan kecenderungan-
kecenderungan teoritis, dengan berbagai pendekatan dan tekhnik yang
menekankan pada kepentingan harga diri, motivasi intrinsic, para siswa
yang belajar secara cooperative, pengembangan strategi-strategi
perorangan untuk mengkonstruksi makna, dan terutama penempatan
fokus pada proses komunikatif dalam pembelajaran bahasa.
Pada saat ini, banyak sumber pedagogis dari kurun beberapa
dasawarsa yang tercakupi dalam pengertian Pembelajaran Bahasa
Komunikatif (CLT= Communicative Language Teaching), yang kini popular
bagi para guru bahasa.
Satu perbedaan mendasar antara praktek-praktek pengajaran
bahasa masa kini dengan setengah abad lalu, adalah lenyapnya klaim
tentang metode yang mapan dan terbaik. Bell, Brown, Kumaradevelu, dan
16
lain-lain, mengemukakan bahwa kecenderungan pedagogis dalam
pembelajaran bahasa kini mendesak kita untuk mengembangkan sebuah
basis prinsip.16 Pada saat ini sering disebut pendekatan (Richards dan
Rodgers) yang mengatakan bahwa dimana guru bisa memilih desain dan
tekhnik tertentu untuk mengajarkan bahasa asing dalam konteks
spesifik.17
C. Mazhab Pemikiran dalam Pemerolehan Bahasa kedua
Definisi umum mengenai bahasa, pembelajaran, dan pengajaran
bahasa yang telah disebutkan di atas, boleh jadi telah disepakati oleh
sebagian besar linguis, psikolog, dan pendidik. Akan tetapi, tetap saja
terdapat beberapa perbedaan pendapat diantara para linguis terapan dan
peneliti. Dengan segala perbedaan yang mungkin ada, sejumlah pola
lama muncul menandai kecenderungan dan mode pada studi
pemerolehan bahasa kedua. Kecenderungan-kecenderungan itu akan
dituangkan dalam tiga mazhab pemikiran terutama di bidang linguistik dan
psikologi yang di susun secara historis. Brown mengkaji mazhab tersebut
adalah sebagai berikut:18
1. Linguistik Struktural dan Psikologi Behavioristik
Pada tahun 1940-an dan 1950-an, mazhab linguistik struktural atau
deskriptif yang diusung oleh Leonard Bloomfield, Edward Sapir, Charles
Hockett, Charles Fries, dan yang lainnya menekankan bahwa hanya
tanggapan yang bisa diamati secara umum yang bisa menjadi subjek
penelitian. Menurut kaum strukturalis, tugas linguis adalah menjabarkan
bahasa manusia dan mengenali karakteristik struktural bahasa-bahasa itu.
Hal penting lain bagi linguis struktural atau deskriptif adalah
gagasan bahwa bahasa bisa dibongkar menjadi bagian-bagian kecil yang
bisa dijabarkan secara ilmiah, dikontraskan, dan disusun lagi menjadi
bentuk yang utuh. Paradigma ini menjabarkan berbagai rangkaian
gramatikal sebagai komponen-komponen terpisah yang bisa membentuk
sebuah kalimat.16 Brown, op. cit., h. 2017 Ibid.18 Ibid., h. 19
17
Di kalangan psikolog, pandangan behavioristik juga berfokus pada
tanggapan-tanggapan yang bisa diamati secara nyata, bisa secara objektif
dilihat, direkam, dan diukur. Model-model behavioristik yang lazim adalah
pengondisian klasik kearah perilaku spontan, hafalan verbal,
pembelajaran instrumental (pemberian imbalan langsung), pembelajaran
diskriminasi, dan pendekatan-pendekatan empiris lainnya dalam
mempelajari perilaku manusia. Eksperimen-eksperimen biasa dilakukan
untuk memperlihatkan bahwa manusia bisa dikondisikan agar bereaksi
sebagaimana yang diinginkan, dengan diberi imbalan dan hukuman.
2. Linguistik Generatif dan Psikologi Kognitif
Pada dekade 1960-an, linguistik generatif-transformasional muncul
melalui pengaruh Noam Chomsky dan sejumlah pengikutnya. Chomsky
berusaha memperlihatkan bahwa bahasa manusia tidak bisa diteliti
semata-mata dari apa yang nampak.
Titik awal revolusi generative-transformasional ditanam pada awal
abad ke-20. Ferdinand de Saussure (1916) menyatakan bahwa ada
perbedaan antara parole, bahasa dalam praktek keseharian, dan langue
yang merupakan kecakapan bahasa yang mendasar dan tak bisa diamati.
Beberapa dekade selanjutnya, para linguis generatif berhasil menjauhkan
obsesi kelompok deskriptif terhadap performa dan memanfaatkan
perbedaan penting antara aspek-aspek yang bisa diamati dan makna
serta pemikiran tersembunyi yang melahirkan dan membangkitkan
performa linguistik.
Serupa dengan hal itu, para psikolog kognitif menyatakan bahwa
makna, pemahaman, dan pengetahuan adalah data penting bagi studi
psikologis. Mereka berupaya menemukan motivasi dasar dan struktur
mendalam pada perilaku manusia dengan menggunakan pendekatan
rasional. Mereka membebaskan diri dari keketatan studi empiris. Milik
kaum behavioris dan menggunakan perangkat logika, nalar, ekstrapolasi,
dan kesimpulan untuk memperoleh penjelasan bagi perilaku manusia.
Linguis struktural dan psikologi behavioristik sama-sama berminat
pada deskripsi, pada jawaban atas pertanyaan-pertanyaan apa tentang
18
perilaku manusia. Linguis generatif dan psikolog kognitif tentu berminat
pula pada pertanyaan apa; tetapi mereka jauh lebih meminati pertanyaan
yang lebih mendasar, mengapa: faktor-faktor dasar apa yang
menyebabkan perilaku tertentu pada seorang manusia.
3. Konstruktivisme: Sebuah Pendekatan Multidisipliner
Kontruktivisme hampir bisa dikatakan bukan satu madzhab
pemikiran baru. Kendati demikian, dalam berbagai teoritis
pascastrukturalisme, konstruktivisme muncul sebagai paradigm besar
hanya pada paruh akhir abad kedua puluh, dan kini nyaris merupakan
sebuah ortodoksi. Satu karakteristik yang menyegarkan dari
konstrukstivisme adalam menyatukan paradigm-paradigma linguistic,
psikologis, dan sosiologis, dengan penekanan pada interaksi sosial dan
penemuan, konstruksi, makna.
Konstruktivisme terbagi menjadi dua cabang yaitu, kognitif dan
sosial. Konstruktivisme kognitif menekankan pada pentingnya pembelajar
membangun representasi realitas mereka sendiri. Menurut Slavin, Secara
perorangan para pembelajar harus menemukan dan mengubah informasi
kompleks jika mereka ingin menguasai informasi tersebut, mengarahkan
agar para siswa lebih aktif dalam pembelajaran mereka sendiri ketimbang
yang lazim dalam kelas. Dalam hal ini, pembelajar ditekankan untuk
berusaha lebih kreatif dan aktif dalam pembelajaran agar siswa mampu
menguasai sautu informasi dan dapat menjadi siswa yang mandiri dalam
pembelajaran. Menurut Piaget, pembelajaran adalah proses
perkembangan yang melibatkan perubahan, pemunculan diri, dan
kontruksi, yang masing-masing dibangun di atas pengalaman-pengalaman
pembelajaran sebelumnya.
Sedangkan konstruktivisme sosial, menekankan pada pentingnya
interaksi sosial dan pembelajaran kooperatif dalam membangun
gambaran-gambaran kognitif dan emosional atas realitas. Kampiun
konstruktivisme sosial adalah Vygotsky, yang membawa pandangan
bahwa pemikiran dan pembentukan makna pada diri anak-anak dibentuk
19
secara sosial dan muncul interaksi sosial mereka dengan lingkungan
mereka.
Mazhab-mazhab Pemikiran Dalam Pemerolehan Bahasa Kedua
Kerangka Waktu Madzab pemikiran Tema Tipikal
Awal 1900-an
1940-an dan 1950-an
Linguistic Struktural dan
Psikologi Behavioristik
Performa yang bisa
diamati metode ilmiah
Empiris
Struktur Permukaan
Pengondisian
Imbalan dan hukuman
1960-an, 1970-an, dan
1980-an.
Linguistik Generatif
Psikologi Kognitif
Linguistik Generatif
Penguasaan, bawaan
Antarbahasa
Sistematistis
Tata bahasa universal
Kompetensi
Struktur mendalam
1980-an, 1990-an, dan
2000-an
Konstruktivisme Wacana interaktif
Variable sosiokultural
Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran penemuan
Konstruksi makna
Variabilitas antarbahasa
20
21
BAB III
KESIMPULAN
Di antara semua bidang linguistik terapan, bidang pembelajaran
bahasa ibu dan bahasa asing merupakan bidang yang sudah mantap
perkembangannya karena pembelajaran dan pengajaran bahasa
mempunyai daya jual yang tinggi dan diperlukan masyarakat.
Pengetahuan linguistik mengenai bentuk, makna, struktur, fungsi, dan
variasi bahasa sangat diperlukan sebagai modal dasar pembelajaran
bahasa.
Kegiatan pembelajaran dan pengajaran bahasa merupakan upaya
yang mengakibatkan siswa dapat mempelajari bahasa dengan cara efektif
dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan
karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar, menetapkan strategi
pengorganisasian, isi pembelajaran dan pengajaran, menetapkan strategi
penyampaian pembelajaran dan pengajaran, menetapkan strategi
pengelolaan pembelajaran dan pengajaran, dan menetapkan prosedur
pengukuran hasil pembelajaran dan pengajaran.
Oleh karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam
memilih strategi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran.
Dengan demikian, dengan memilih strategi pembelajaran yang tepat
dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan
belajar dapat terpenuhi.
22
DAFTAR PUSTAKA
Badudu, J.S. Pintar Berbahasa Indonesia 1: Petunjuk Guru Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Jakarta: Balai Pustaka, 1996.
Brown, H. Douglas. Principles of language learning and Teaching, Fifth Edition, (USA: Pearson Education, 2006) , h.17
Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: Rineke Cipta, 2007.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Keraf, Gorys. Komposisi. Ende: PT. Nusa Indah, 1997.
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993.
Merriam Webster’s Advanced Learner’s English Dictionary, Springfield: Merriam-Webster, Inc., 2008.
Pei, Mario A. and Frank Gaynor. A Dictionary of Linguistics. New York: Philosophical Library, 1975.
Purwadinata dalam Widyawati, Belajar dan Pembelajaran. Padang: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Padang, 2010.
Sanjaya, Wina. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group, 2006.
Tarigan, Djago. Proses Belajar Mengajar Pragmatik. Bandung: PT. Angkasa, 1990.
__________________. Metodologi Pengajaran Bahasa. Bandung: PT. Angkasa. 2009.
Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Top Related