PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

366
ISBN 978-602-61725-2-5 PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING DALAM KERANGKA SASTRA DAN BUDAYA Penyunting : Dr. Farikah, M.Pd. Imam Baihaqi, M.A. Retma Sari, M.Pd

Transcript of PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Page 1: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 1

PENGAJARAN BAHASA INDONESIA

BAGI PENUTUR ASING DALAM KERANGKA SASTRA DAN BUDAYA

Penyunting :

Dr. Farikah, M.Pd.

Imam Baihaqi, M.A.

Retma Sari, M.Pd

Page 2: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

2| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta

Pasal 2:

1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk

mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu

ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Ketentuan Pidana

Pasal 72:

1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana penjara masing-

masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta

rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada

umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 3: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 3

PENGAJARAN BAHASA INDONESIA

BAGI PENUTUR ASING DALAM KERANGKA SASTRA DAN BUDAYA

Penyunting :

Dr. Farikah, M.Pd.

Imam Baihaqi, M.A.

Retma Sari, M.Pd

Page 4: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

4| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Pengajaran Bahasa Indonesia BAgi Penutur Asing dalam Kerangka

Sastra dan Budaya

Copyrights © Dr. Farikah, M.Pd., Imam Baihaqi, M.A.,

Retma Sari, M.Pd

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau

memperbanyak sebagian atau isi seluruh buku ini tanpa izin tertulis

dari penerbit.

Penyunting : Dr. Farikah, M.Pd., Imam Baihaqi, M.A.,

Retma Sari, M.Pd

Layout : Tim Cendekia

Cetakan Pertama, Agustus 2017

Penerbit Graha Cendekia

Perum Guwosari Blok XII No.187 Yogyakarta

Email: [email protected]

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan

Pengajaran Bahasa Indonesia BAgi Penutur Asing dalam Kerangka

Sastra dan Budaya/

Dr. Farikah, M.Pd., Imam Baihaqi, M.A., Retma Sari, M.Pd/

Cetakan 1: Yogyakarta, Agustus 2017

I. Bahasa III. Farikah, dan Baihaqi, Imam dan Sari, Retma

II. Judul

Page 5: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 5

KATA PENGANTAR

Program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing atau

yang lebih dikenal dengan BIPA merupakan salah satu

primadona baru dalam pengajaran yang terdapat di

perguruan tinggi. Kehadiranya bak jamur yang tumbuh di

musim hujan. Setiap kampus baik negeri maupun swasta

kini sudah memilik program BIPA tersebut. Tak ayal

banyak seminar dan kajian yang tiap tahun dilakukan

untuk lebih menguatkan program BIPA di instansi-instansi

yang mengusung program ini.

Pengajaran BIPA di kampus-kampus tidak dapat

dilepaskan dari budaya dan sastra. Karena kedua hal

tersebut sangat berkaitan dan dapat dijadikan sebagai salah

satu pendekatan yang menarik dalam mengajarkan BIPA.

Materi yang diajarkan dalam program BIPA tak hanya

melulu tentang kosakata bahasa Indonesia, tetapi juga

dapat dikaitkan dengan budaya dan sastra sehingga

pengajaran menjadi lebih menarik dan menjual.

Berdasarkan hal tersebut, Pusat Bahasa Universitas

Tidar, Balai Bahasa Jawa Tengah, dan HISKI Komisariat

Kedu mencoba untuk mengadakan Seminar Nasional

Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya (KABSTRA)

dengan tema “Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur

Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya”. Dengan

adanya acara tersebut diharapkan para peneliti, dosen,

guru, dan khalayak umum yang mencintai BIPA, budaya,

Page 6: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

6| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

dan sastra akan dapat berkumpul untuk memperbincang-

kan isu, fenomena, serta gagasan baru dalam kaitannya

dengan kajian BIPA, budaya, dan sastra yang sampai

sekarang ini sudah mendapatkan tempat yang istimewa.

Dari makalah yang masuk ke patinia, muncul

beberapa makalah yang mengkaji tentang sastra yaitu

“Karakteristik Tradisi Mitoni di Magelang Sebagai Sebuah

Sastra Lisan‛ karya Imam Baihaqi, “Kajian Analisis Gangguan

Kepribadian dan Kebutuhan Neurotik Tokoh Nyonya Martopo

dan Baitul Bilal Dalam Naskah Drama Orang Kasar karya

Anton P. Ckekov Saduran WS. Rendra‛ karya Nurul Setyorini,

Kadaryati, dan Bagiya, “Pemberian Label Islami pada karya

Sastra Indonesia; Sebuah Permasalahan Sangat Serius yang

Disepelekan‛ karya Ali Imron, “Tradisi Logat Gantung dalam

Terjemahan pada Naskah Safinatu ‘N-Naja‛ karya Isrulia

Nugraheni, “Perlawanan Kultural terhadap Hegemoni Patriarki

: Representasi Naratif Sastrawan Bali dalam Novel” karya Dr.

Gde Artawan, M.Pd, ‚Aspek Budaya Betawi dalam Novel Si

Dul Anak Betawi Karya Aman Datuk Madjoindo” karya

Ninawati Syahrul, “Formasi Ideologi dalam Cerpen Tikus

Karya Indra Tranggono” karya Alfian Rokhmansyah,

‚Diplomasi Lokalitas sebagai Identitas Sastra Indonesia dalam

Konteks Belajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)‛

karya Winda Candra Hantari, ‚Pementasan Drama the Glass

Menagerie Karya Tennessee William dalam Pengajaran Kajian

Drama Inggris (English Drama Appreciation) oleh Mahasiswa

Peminatan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Dian Nuswantoro‛ karya Haryati Sulistyorini dan “Tuhan

Sembilan Senti sebagai Reperesentasi Fakta Sosial Tentang Rokok

di Indonesia‛ karya Dzikrina Dian Cahyani dan Riniwati

S.A.

Page 7: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 7

Makalah dengan perspektif kajian bahasa di

antaranya “Vernacular dalam Kerangka Politik Bahasa

Nasional” karya Sri sarwanti, ‚Jenis Ketaksaan pada Judul

Berita Media Massa Regional Jawa Tengah‛ karya Mursia

Ekawati dan Asri wijayanti, ‚Fungsi dan Makna pada

Konstruksi Rumah Adat Sasadu Masyarakat Kecamatan Sahu

Kabupaten Halmahera Barat‛ karya Nirwana dan Rahma

Djumati, ‚Pelestarian Bahasa Daerah di Wilayah Terpencil

Kawasan Maluku Utara‛ karya Ridwan, Sunaidin Ode Mulae

dan Nirwana, ‚Tembang Dolanan dan Geguritan: Media

Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Kedua Berbasis

Kearifan Lokal Daerah Jawa Tengah‛ karya Tadjus Sobirin dan

Fatimah Kartika Ningrum, ‚Nilai Budaya Lokal dalam Cerpen

‚Penajem"‛ karya Theresia Pinaka Ratna Ning Hapsari,

‚Konservasi Pendidikan Bahasa: Upaya Pelestarian Warisan

Budaya‛ karya Moch.Malik al Firdaus.

Makalah yang berkaitan dengan BIPA diantaranya

‚Bahasa Gaul bagi Penutur Asing‛ karya Endah

Ratnaningsih, ‚Media Sosial Berbasis Pembelajaran Bahasa

Asing ‚Hello Talk‛ sebagai Alternatif Media Belajar Bahasa

Indonesia bagi Peserta BIPA‛ karya Molas Warsi Nugraheni,

‚Konsep Privasi: Fungsi Pertuturan dalam Lintas Budaya

Penutur Asing Di Universitas Muhammadiyah Surakarta‛

karya Puji Lestari dan Destiani, ‚Pengembangan Pengajaran

BIPA Bermuatan Budaya Jawa bagi Penutur Asing‛ karya

Ahmad Irkham Saputro, ‚Faktor Pengguna dan Pengelolaan

dalam Penyelenggaraan Program BIPA‛ karya Suharsono.

Sedangkan untuk makalah yang berkaitan dengan

pengajaran di antaranya “Implementasi Nilai-Nilai Islami

dalam Pengajaran English for Children di SD Al Madina

Wonosobo‛ karya Abdur Rofik dan Atini Hidayah,

Page 8: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

8| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

“Pengembangan Buku Bacaan Berjenjang Berbasis Kearifan

Lokal sebagai Media Internalisasi Pendidikan Karakter Untuk

Pembelajaran Bahasa Jawa di Sekolah Dasar‛ karya

Supartinah, Sekar Purbarini,K, Woro Sri, H, ‚Pengembangan

Model Wacana Cerita Anak-anak Fase Operasional Konkret‛

karya Ety Syarifah, Rustono, Herman. J. Waluyo dan Ida

Zulaeha, ‚Efektifitas Penggunaan Bahasa Indonesia Terhadap

Tingkat Pemahaman Siswa dalam Multibahasa di Sekolah

Berasrama (Studi Kasus Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia

Kelas X di SMA Taruna Nusantara)‛ karya Endah Septiani

Utari, ‚Pelatihan Bahasa Inggris Berbasis Penerjemahan bagi

Karang Taruna Desa Balesari‛ karya Atsani Wulansari dan

Gilang Fadhilia Arvianti, ‚Project-based Learning untuk

Meningkatkan Kompetensi Menulis Teks Naratif Berbentuk

Legenda pada Siswa Kelas VIII B SMP Negeri 1 Dukun

Kabupaten Magelang pada Semester II Tahun Pelajaran

2015/2016‛ karya Ndayani, “Peranan Website Desa Wisata ‘0

Kilometer Jawa’ dalam Meningkatkan Kemampuan Berbahasa

Masyarakat Desa Balesari‛ karya Rini Estiyowati Ikaningrum

dan Lilia Indriani, “Teknik Tikmi untuk Meningkatkan

Kemampuan Menanggapi Cara Pembawaan Cerpen Siswa Kelas

VII SMP Negeri 42 Purworejo‛ karya Achmad Yulianto,

“Kesulitan Menulis Essay Inggris Mahasiswa dengan English

Proficiency Level yang Berbeda‛ karya Retma Sari,

‚Pembelajaran Advertensi Berbahasa Inggris Berbasis Active

Learning‛ karya Candradewi Wahyu Anggraeni dan Arum

Nisma Wulanajni, ‚Implementasi Creativity-Based Learning

Model dalam Pembelajaran Bahasa Inggris (Sebuah Studi Kasus

di MI Al Islam Balesari Windusari)‛ karya Farikah, dan

“Pembuatan Karya Tulis Berbasis Research Menuju

Terwujudnya Desa Wisata Bagi Guru-Guru MI Al-Islam

Balesari‛ karya Retma sari, Molas Warsi dan Budiono.

Page 9: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 9

Beberapa kajian yang telah dilakukan oleh para

dosen, guru, peneliti, praktisi, ataupun masyarakat pecinta

bahasa, sastra, BIPA dan pengajaran yang terangkum

dalam buku ini semoga dapat memberikan manfaat,

warna, dan wacana, serta inspirasi baru sehingga

harapannya buku ini dapat dipakai sebagai salah satu

referensi dalam melakukan kajian ilmu pengetahuan di

bidang bahasa, sastra, BIPA dan pengajarannya.

Magelang, 15 Agustus 2017

Editor

Page 10: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

10| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Page 11: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 11

DAFTAR ISI

Makalah Utama………………………………………………..1

SASTRA DAN BUDAYA:

JALUR ALTERNATIF MENUJU BIPA YANG

BERMAKNA

Suminto A.Sayuti………………………………………………3

PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA YANG

INOVATIF MEMPERMUDAH PENDIDIKAN

KARAKTER ANAK BANGSA

Dr. Yulia Esti Katrini, M.S. …………………………………..15

Makalah Bidang Pendamping Bahasa Indonesia Bagi

Penutur Asing ………………………………………………..35

PENGEMBANGAN PENGAJARAN BIPA BERMUATAN

BUDAYA JAWA BAGI PENUTUR ASING

Ahmad Irkham Saputro ……………………………………..37

BAHASA GAUL BAGI PENUTUR ASING

Endah Ratnaningsih ………………………………………….57

MEDIA SOSIAL BERBASIS PEMBELAJARAN BAHASA

ASING “HELLO TALK” SEBAGAI ALTERNATIF

MEDIA BELAJAR BAHASA INDONESIA BAGI

PESERTA BIPA

Molas Warsi Nugraheni……………………………………...67

Page 12: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

12| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

KONSEP PRIVASI: FUNGSI PERTUTURAN DALAM

LINTAS BUDAYA PENUTUR ASING DI UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Puji Lestari dan Destiani……………………………………..85

FAKTOR PENGGUNA DAN PENGELOLAAN DALAM

PENYELENGGARAAN PROGRAM BIPA

Suharsono……………………………………………………111

Makalah Pendamping Bidang Sastra………………….....129

FORMASI IDEOLOGI DALAM CERPEN TIKUS KARYA

INDRA TRANGGONO

Alfian Rokhmansyah………………………………………..131

PEMBERIAN LABEL ISLAMI PADA KARYA SASTRA

INDONESIA: SEBUAH PERMASALAHAN SANGAT

SERIUS YANG DISEPELEKAN

Ali Imron, M.Hum…………………………………………..149

PERLAWANAN KULTURAL TERHADAP

HEGEMONI PATRIARKI : REPRESENTASI

NARATIF SASTRAWAN BALI DALAM NOVEL

Dr. Gde Artawan, M.Pd ……………………………………173

PEMENTASAN DRAMA THE GLASS MENAGERIE

KARYA TENNESSEE WILLIAM DALAM

PENGAJARAN KAJIAN DRAMA INGGRIS

(ENGLISH DRAMA APPRECIATION) OLEH

MAHASISWA PEMINATAN SASTRA INGGRIS

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIAN

NUSWANTORO SEMARANG

Haryati Sulistyorini, M.Hum ………………………………187

Page 13: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 13

KARAKTERISTIK TRADISI MITONI DI MAGELANG

SEBAGAI SEBUAH SASTRA LISAN

Imam Baihaqi, M.A. ………………………………………...209

TRADISI LOGAT GANTUNG DALAM TERJEMAHAN

PADA NASKAH SAFINATU ‘N-NAJA

Isrulia Nugrahaeni, S.S., M.Hum. …………………………235

ASPEK BUDAYA BETAWI DALAM NOVEL SI DUL

ANAK BETAWI KARYA AMAN DATUK MADJOINDO

Ninawati Syahrul …………………………………………...261

KAJIAN ANALISIS GANGGUAN KEPRIBADIAN

DAN KEBUTUHAN NEUROTIK TOKOH NYONYA

MARTOPO DAN BAITUL BILAL DALAM NASKAH

DRAMA ORANG KASAR KARYA ANTON

P. CHEKOV SADURAN WS. RENDRA

Nurul Setyorini, Kadaryati, dan Bagiya ………………… 291

TUHAN SEMBILAN SENTI SEBAGAI REPERESENTASI

FAKTA SOSIAL TENTANG ROKOK DI INDONESIA

Dra. Riniwati S.A, M.Pd. dan

Dzikrina Dian Cahyani, M.A. ……………………………...329

DIPLOMASI LOKALITAS SEBAGAI IDENTITAS

SASTRA INDONESIA DALAM KONTEKS BELAJAR

BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA)

Winda Candra Hantari……………………………………...353

Makalah Pendamping Bidang Bahasa…………………..365

JENIS KETAKSAAN PADA JUDUL BERITA MEDIA

MASSA REGIONAL JAWA TENGAH

Mursia Ekawati dan Asri Wijayanti ………………………367

Page 14: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

14| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

FUNGSI DAN MAKNA PADA KONSTRUKSI

RUMAH ADAT SASADU MASYARAKAT

KECAMATAN SAHU KABUPATEN

HALMAHERA BARAT

Nirwana dan Rahma Djumati……………………………...381

PELESTARIAN BAHASA DAERAH DI WILAYAH

TERPENCIL KAWASAN MALUKU UTARA

Ridwan, Sunaidin Ode Mulae, Nirwana………………….401

VERNACULAR DALAM KERANGKA POLITIK

BAHASA NASIONAL

Sri Sarwanti ………………………………………………… 419

TEMBANG DOLANAN DAN GEGURITAN: MEDIA

PENGAJARAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI

BAHASA KEDUA BERBASIS KEARIFAN LOKAL

DAERAH JAWA TENGAH

Tadjus Sobirin, Fatimah Kartika Ningrum ……………….439

Page 15: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 1

MAKALAH UTAMA

Page 16: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

2| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Page 17: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 3

SASTRA DAN BUDAYA:

JALUR ALTERNATIF MENUJU BIPA

YANG BERMAKNA1

Oleh :

Suminto A.Sayuti

Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Yogyakarta

[email protected]

1/.

Pelajar asing yang belajar bahasa Indonesia niscaya

sudah mampu dan memiliki bekal berbahasa, yakni bahasa

pertamanya. Di samping itu, mereka juga berbekal budaya

asal masing-masing yang melatarbelakanginya. Dalam

sejumlah hal, bekal budaya tersebut tercermin dalam

bahasa karena dalam perspektif Gadamerian, bahasa ada-

lah “rumah pengalaman” manusia. Oleh karena itu, tatkala

mereka mulai berkenalan dengan bahasa Indonesia dalam

rangka mempelajarinya, konflik budaya pun bisa muncul

sebagai sesuatu yang tak terhindarkan, apalagi jika

sebelumnya mereka sama sekali belum pernah mengenal

bahasa Indonesia. Konflik tersebut muncul sebagai akibat

1 Disampaikan pada Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh

Universitas Tidar, Magelang, 9 September 2017.

Page 18: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

4| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

dua atau lebih bahasa dan budaya yang berbeda saling

berhadapan dalam satu arena, yang dalam hubungan ini

berupa pembelajaran BIPA.

Pemerolehan bahasa Indonesia bagi penutur asing

memang begitu kuat dipengaruhi oleh bahasa pertama.2

Bahkan, dapat dikatakan bahwa terjadinya kesulitan dan

kesalahan dalam belajar bahasa kedua atau bahasa asing

terutama disebabkan oleh pengaruh bahasa pertama

pelajar. Oleh karena itu, apabila tidak diantisipasi dengan

cermat, konflik tersebut niscaya akan menjadi hambatan

tersendiri bagi para pelajar asing dalam mempelajari

bahasa Indonesia. Dalam hubungan ini, pemilihan dan

penyiapan materi dan strategi belajar-mengajar BIPA pun

musti dilakukan sebaik-baiknya.

Di tengah berbagai upaya yang dilakukan untuk

mencari format BIPA terbaik, tulisan ini mencoba mewa-

canakan pentingnya sastra dan budaya bagi pelajar BIPA.

Fokus perhatian bukan pada pengembangan materi ajar

sastra dan budaya yang siap pakai di dalam kelas pembe-

lajaran, bukan pula perkara benar atau salah jika sastra

dan budaya dilibatkan dalam BIPA. Sederhana saja per-

soalannya: jika dikelola sebaik-baiknya, sastra-budaya

dapat dijadikan salah satu jalur alternatif menuju BIPA

yang bermakna.

2 Bandingkan: Ellis, Rod. 1986. Understanding Second Language

Acquisition. Oxford: Oxford University Press. hh. 19-23.

Page 19: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 5

2/.

Terdapat sejumlah alasan mengapa sastra dijadikan

titik tolak atau diposisikan sebagai materi dalam konteks

pembelajaran (perolehan) bahasa secara umum,3 yakni

karena: (a) sastra mampu memotivasi pelajar; (b) sastra

merupakan materi yang otentik; (c) sastra mengandung

nilai-nilai pendidikan; (d) sastra membantu pelajar dalam

memahami budaya lain; (e) sastra merangsang perolehan

bahasa; (f) sastra mengembangkan kemampuan interpretif;

(g) sastra memberikan kenikmatan; (h) sastra memperluas

kesadaran bahasa; dan (i) sastra mendorong pelajar untuk

mengemukakan pendapat dan perasaannya.

Butir-butir alasan tersebut niscaya tidak terkait

langsung dengan BIPA. Akan tetapi, darinya dapat

diturunkan sejumlah hal yang relevan dengan persoalan

yang berkenaan dengan sastra sebagai materi BIPA.

Terlebih lagi jika disadari bahwa masing-masing situasi

pembelajaran itu berbeda-beda, teks-teks sastra dan budaya

juga berbeda-beda, demikian pula halnya dengan teori-

teori sastra dan budaya itu sendiri, atau bagaimana

memanfaatkanya dalam kelas pembelajaran juga berbeda.

Berdasarkan pengalaman yang sudah ada, sesungguhnya

sejumlah gagasan sudah dapat dapat dipilih sebagai “jalur

alternatif” dalam upaya lebih memantapkan prinsip dan

keputusan yang diambil dalam kaitannya dengan bagai-

3 Selanjutnya lihat: Lazar, Gilian. 2002. Literature and Language

Teaching. Cambridge: Cambridge University Press.

Page 20: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

6| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

mana dan mengapa sastra dan budaya diperhitungkan

dalam BIPA. Tugas para pengelola dan pengampu adalah

memetakan kemungkinan yang tersedia dan mengembang-

kannya menjadi sesuatu yang tepat dan relevan bagi para

pelajar, baik terkait dengan materi maupun strategi.

Seperti halnya di berbagai kebudayaan dan masya-

rakat, sastra Indonesia juga diperhitungkan sebagai sesuatu

yang mengandung berbagai nilai, baik yang bersifat literer

maupun ekstra-literer.Karena alasan ini, pelajar asing pun

dimungkinkan untuk secara realistik memaknai kemam-

puannya dalam menghadapi teks-teks sastra Indonesia

dalam kelas pembelajaran. Jika pelajar asing sudah akrab

dengan sastra yang terdapat dalam bahasa mereka sebagai

bekal awal, materi sastra Indonesia berpotensi memberikan

tantangan dan ketertarikan tersendiri. Mereka bisa diajak

untuk membandingkannya dengan bekal literer-kultural

yang mereka bawa, yang terdapat dalam bahasa

pertamanya. Pelajar asing yang bekal budayanya memiliki

tradisi lisan kuat, misalnya saja, pada gilirannya niscaya

akan menjadi paham bahwa sastra (yang di-) tulis (-kan),

seperti sastra Indonesia yang dihadapinya dalam kelas

BIPA itu, bersifat terbatas. Sebelum mengajak mereka

untuk membaca sastra Indonesia, mereka diharapkan akan

termotivasi ketika diminta untuk menceritakan sastra yang

bertema sama yang berasal dari budaya miliknya. Hal ini

dimungkinkan karena di samping tema-tema khas bagi

budaya tertentu, sastra juga cenderung mengangkat tema-

Page 21: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 7

tema universal yang melintasi batas-batas negara, bangsa

dan budaya.

Di samping menunjukkan kepada para pelajar tema

yang partikular dan general, yang provinsial dan universal;

sastra juga sering menunjukkan penggunaan

“penyimpangan” bahasa, yang membuat atmosfer tekstual

menjadi segar, yang tidak dibayangkan sebelumnya.

Sepotong fragmen yang dipetik dari sebuah novel atau

cerpen tertentu, bisa saja secara khas lebih mampu

menghanyutkan pelajar asing yang membacanya dalam

suspensi plot, dibandingkan dengan “cerita-cerita semu”

yang selama ini sering didapatkan dalam buku-buku

kursus (BIPA).

3/.

Teks sastra manapun merupakan sebuah repertoir

yang menyediakan akses bagi pembaca dalam mengenal

dan memahami budaya masyarakat yang bahasanya

mereka pelajari. Dalam perspektif sosiologis, sastra meru-

pakan refleksi dan refraksi masyarakat. Dengan demikian,

novel dan cerpen pun bisa diperhitungkan sebagai

dokumen yang merepresentasikan realitas sosial budaya,

walaupun pada akhirnya teks-teks tersebut harus tetap

diposisikan sebagai karya fiksi. Terlebih lagi jika disadari

bahwa hubungannya dengan “dunia nyata” bersifat tidak

langsung. Bahkan, secara struktural teks-teks sastra

Page 22: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

8| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

menciptakan maknanya dengan berorientasi pada bahasa

itu sendiri (Widdowson, 1984). Persoalannya, jika diasum-

sikan bahwa teks sastra “merefleksikan” budaya, aspek

budaya apakah yang dicerminkan? Dalam hubungan ini,

upaya pun harus dilakukan agar pelajar tidak terjebak ke

dalam kesalahan asumsi bahwa novel, misalnya saja,

merepresentasikan masyarakat dalam keseluruhannya.

Aspek budaya dalam sastra bisa saja hanya merupa-

kan sebuah tipikal yang oleh sastrawannya dicerap dari

sebuah lingkungan yang khas dalam periode historis

tertentu. Oleh karena itu, pemilihan teks sastra dan

pengembangannya sebagai materi pembelajaran BIPA

harus dilakukan secara hati-hati. Perspektif budaya yang

dipilih dan dipergunakan akan menentukan tingkatan

budaya yang terrepresentasi dalam teks sastra. Dalam

perspektif antropologis, misalnya saja, budaya Indonesia

dapat dimaknai secara longgar sebagai nilai-nilai, tradisi-

tradisi, dan praktik-praktik sosial yang khas bersifat

keindonesiaan.

Pada sisi lain, budaya Indonesia dapat dimaknai

juga sebagai sebuah program kerja nasional agar bangsa ini

tetap survival dan mampu beradaptasi dengan berbagai

hal.4 Di dalam program itu terdapat pengetahuan, konsep,

dan nilai-nilai yang sudah shared di kalangan masyarakat

penyangganya melalui sistem bahasa sebagai sarana

4 Selanjutnya lihat: Bullivant (1993).

Page 23: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 9

komunikasi. Keyakinan, simbol, dan tafsir-tafsir makna

yang sudah terbagi dalam berbagai etnik, terdapat di

dalamnya. Kebudayaan Indonesia utamanya terdiri atas

aspek-aspek simbolik, ideasional, dan tak-benda. Dalam

konteks keindonesiaan, esensi kebudayaan tidak berhenti

pada artefak, piranti, atau elemen-elemen budaya yang

tangibel lainnya, tetapi juga menjangkau bagaimana

manusia Indonesia menafsirkan, menggunakan, dan mene-

rima hal-hal tersebut. Nilai, simbol, tafsir, dan perspektiflah

yang membedakan seseorang atau kelompok tertentu dari

lainnya. Semua itu bisa direpresentasikan dalam teks-teks

sastra, termasuk “budaya populer” yang faktanya mungkin

lebih menarik bagi banyak pelajar asing karena mereka

umumnya masih belia.

Ilustrasi di atas hanya ingin menunjukkan bahwa

bahasa dan budaya memiliki kaitan yang begitu erat dan

sulit dipisahkan. Sastra Indonesia merefleksikan kera-

gaman realitas kehidupan secara kaya karena ditulis oleh

para pengarang yang hidup dengan latar budaya (lokal)

yang berbeda-beda. Dengan memberikannya kepada para

pelajar asing, sebenarnya kita pun melibatkan mereka

dalam keragaman budaya Indonesia yang darinya sastra

diciptakan. Artinya, secara tidak langsung kesadaran

mereka pun dibangunkan, baik kesadaran terhadap hal-hal

yang bersifat sosial, politis, ataupun historis secara luas.

Teks sastra memberikan gambaran tentang cara-

cara anggota masyarakat merasa menjadi atau mereaksi

Page 24: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

10| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

sesuatu dalam situasi yang khas sesuai dengan konteksnya.

Latar pertanian-agraris dalam cerpen misalnya saja, bisa

saja mengakrabkan pelajar asing dengan skeneri tipikal dan

struktur sosial tertentu. Lebih dari itu, latar semacam itu

juga mampu memberikan insights tentang kemungkinan

hubungan, emosi, dan sikap terhadap hal-hal yang bersifat

agraris.

Teks sastra memungkinkan pelajar asing merasa

bahwa program BIPA yang diikutinya memang bermakna

karena gambaran-gambaran yang dihadapinya secara

tekstual-literer dapat mereka deskripsikan kembali, atau

dinilai berdasarkan bekal pengalaman mereka. Akan tetapi,

karena deskripsi tersebut hanya menjadi sebuah bagian,

mereka hendaknya didorong untuk memperlakukannya

secara kritis. Asumsi-asumsi ideologis dan kultural dalam

teks sastra tidak sekedar diberikan dan para pelajar asing

menerimanya begitu saja. Mereka mesti diajak untuk

menilainya berdasarkan perspektif yang telah mereka

miliki. Bekal budaya asal yang mereka bawa mesti

diberdayakan. Mereka bisa saja diminta untuk

membandingkannya dengan hal yang sedang mereka

hadapi. Dengan cara demikian, relasi resiprokal antara

budaya Indonesia yang tersaji dalam teks sastra dan

budaya asing yang mereka bawa akan terjadi. Miskonsepsi

terhadap hal-hal tertentu tentang keindonesiaan pun dapat

dikoreksi melalui proses pembelajaran yang bermakna.

Page 25: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 11

4/.

Ketika pelajar asing masih merasa memiliki akses

yang terbatas untuk berbicara dalam bahasa Indonesia,

maka pengalaman untuk menulis dapat diperhitungkan

sebagai hal utama untuk menstimulasi perolehan bahasa

mereka. Dalam hubungan ini, teks-teks sastra menyediakan

peluang yang tepat dalam menstimulasi perolehan bahasa.

Karena, teks sastra memberikan konteks yang bermakna

dan memorabel untuk memroses dan menafsir bahasa teks

sebagai “bahasa yang baru” bagi mereka. Tentu saja, untuk

kelas-kelas permulaan, sebagian besar pelajar asing belum

mampu membaca novel atau cerpen Indonesia sebagai-

mana adanya, yang asli; seperti halnya terjadi ketika mere-

ka membaca teks-teks sastra dalam bahasa miliknya. Untuk

itu, penyediaan simplified edition sejumlah novel dan atau

cerpen Indonesia penting dan perlu dilakukan. Tidak ada

jeleknya kita mencontoh sastra Inggris yang membuat edisi

sederhana bagi karya-karya Shakespeaare, dengan ukuran

jumlah kata. Di samping itu, kegiatan membaca intensif di

luar kelas pembelajaran juga akan mendorong mereka

menjadi pembaca yang perolehan bahasa Indonesianya

tertingkatkan.

Untuk kelas-kelas pembelajaran yang lebih tinggi,

para pelajar asing mungkin saja sudah mampu meresapi

plot dan karakter novel atau cerpen yang otentik. Mereka

mungkin saja sudah mampu mencapai “sentuhan bahasa

baru” yang dipelajarinya. Untuk itu, ketika perolehan

Page 26: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

12| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

bahasa dalam kelas pembelajaran menjadi terbatas,

penyediaan aktivitas membaca sastra di luar kelas menjadi

sebuah cara yang penting untuk dilakukan. Jika rekaman-

rekaman pandang-dengar materi sastra tersedia, niscaya

mereka akan mampu mencapai tingkat perolehan bahasa

lebih tinggi lagi.

Dalam kelas pembelajaran itu sendiri, pemanfaatan

teks sastra bisa menjadi sebuah cara yang mengasyikkan.

Para pelajar didorong untuk berbagi pengalaman dan

pandangan-pandangannya melalui diskusi atau kerja

kelompok. Ketika mereka mengekspresikan tanggapan

personalnya terhadap kemajemukan makna tekstual,

sesungguhnya mereka sedang mengakselerasi perolehan

bahasa masing-masing. Membaca puisi secara nyaring

dengan disertai mimik dan gestur tertentu, bisa saja

menjadi sarana efektif bagi mereka untuk menginternalisasi

kosa kata, pola-pola kalimat, atau bahkan intonasi. Tentu

saja harus dipilih puisi Indonesia yang sederhana, yang

lugas, dan tidak bersifat prismatis. Puisi yang dibaca atau

dibacakan bisa saja “puisi mereka,” tetapi sudah diindo-

nesiakan. Agar menjadi bermakna dalam konteks peroleh-

an bahasa, penerjemahan bisa saja diserahkan kepada

mereka. Atau bisa juga diambil dari kumpulan puisi

terjemahan yang sudah ada. Mereka diminta untuk

membandingkan dengan terjemahan yang mereka lakukan.

Page 27: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 13

Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran BIPA,

teks sastra lebih berposisi media dan bukan sebagai materi

utama. Artinya, para pelajar asing tidak semata-mata

dimasukkan dalam proses belajar sastra. Teks-teks sastra

diperlakukan sebagai sarana atau media untuk mencipta-

kan sistem lingkungan pembelajaran BIPA yang bermakna.

Proses pembelajaran apapun, termasuk BIPA, pada

hakikatnya selalu menuntut terciptanya sistem lingkungan

belajar yang khas. Di dalamnya diciptakan hubungan

sosial antara pengajar dan pelajar melalui bentuk kegiatan

pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai

serta mempertimbangkan sarana dan prasarana belajar-

mengajar yang tersedia. Komponen-komponen tersebut

saling mempengaruhi secara bervariasi, sehingga setiap

peristiwa belajar-mengajar BIPA yang menempatkan sastra

di dalamnya menuntut “profil” yang unik.

Untuk menciptakan sistem lingkungan belajar BIPA

yang khas, tujuan-tujuan belajar yang diusahakan dengan

tindakan instruksional untuk mencapai efek instruksional

menjadi penting, tetapi tujuan yang lebih merupakan efek

pengiring juga tidak boleh diabaikan. Para pelajar asing

niscaya menjadi “betah” atau bahkan merasa live in jika

mereka juga diberi ruang untuk berpikir kritis, berpikir

kreatif, dan bersikap terbuka. Dalam hubungan inilah teks-

teks sastra yang dipilih secara cermat akan menemukan

relevansi dan signifikansinya dalam pembelajaran BIPA.

Page 28: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

14| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Seorang pengajar harus memilih dan menentukan

satu (atau biasanya lebih) strategi belajar-mengajar jika

ingin mencapai efek instruksional, efek pengiring tertentu,

atau karena ingin mencapai kedua-duanya. Apapun yang

dikehendaki, kesadaran pertama dan utama yang harus

selalu dipegang adalah bahwa penekanan lebih ditujukan

pada “pelajar asing-belajar bahasa Indonesia melalui

sastra” dan bukan pada “pengajar-mengajarkan sastra.”

Karena, proses pembelajaran akan menjadi lengkap hanya

jika pelajar memahami, menerima, dan mampu menerap-

kan secara praktis pengetahuan yang diterimanya.

Materi ajar yang dibutuhkan oleh pelajar memang

bergantung pada tujuan belajar atau kebutuhan belajar

pelajar asing. Dalam konteks perbedaan bekal bahasa dan

budaya, perbedaan tujuan belajar dan tingkat kemampuan

awal, pembelajaran BIPA yang bermakna pun menjadi

keniscayaan. Teks-teks sastra-budaya yang dipertimbang-

kan dan dikelola berdasar pada kebutuhan pelajar secara

cermat, niscaya benar-benar mampu menyranai ter-

bangunnya jalur alternatif menuju kebermaknaan BIPA

yang sebenarnya. Mungkin begitu.

Balong-Pakembinangun: September 2017.

Page 29: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 15

PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA

YANG INOVATIF MEMPERMUDAH

PENDIDIKAN KARAKTER ANAK

BANGSA

Oleh:

Dr. Yulia Esti Katrini, M.S.

Ketua Program Studi S2 Pendidikan Bahasa Indonsia

Universitas Tidar

PENDAHULUAN

Baru-baru ini kita saksikan bersama sesuatu yang

berbda dalam peringatan hari kemerdekaan Indonesia. Di

beberapa daerah dimulai dengan aktivitas yang melibatkan

seluruh warga masyarakat dengan kegiatan yang

bermacam-macam. Yang intinya menggiring warga dalam

kebersamaan suasana, sehingga saling berkomunikasi,

mengenal, untuk kemudian saling mengerti dan mema-

hami satu sama lain. Di tingkat pusat, presiden Republik

Indonesia Joko Widodo mengingatkan kesadaran tentang

masyarakat Indonesia yang dibangun dari masyarakat

yang heterogen. Oleh karena itu peringatan hari kemer-

dekaan yang sering disebut tujuhbelasan, dilaksanakan

dengan keharusan mengenakan pakaian adat seluruh

Page 30: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

16| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Indonesia. Para petinggi Negara dan kabinetnya datang

dengan pakaian adat yang mereka pilih sesuai dengan

daerah asalnya, atau setidaknya mewakili daerah tertentu.

Melalui peristiwa peringatan hari kemerdekaan

Presiden berharap kemajemukan bangsa yang digambar-

kan lewat pakaian adat yang dipakai saat eringatan detik-

detik proklamasi dapat diterima dan dipahami seluruh

rakyat Indonesia. Menurut beliau menjaga keragaman

menjadi keharusan, demikian pula silaturahim antarelite

harus diteruskan. Hal ini harus sampai kepada masyarakat

sebagai pesan peringatan hari kemerdekaan bangsa

Indonesia.

Apa yang dilakukan presiden kita merupakan

reaktualisasi kembali pada peristiwa Sumpah Pemuda

pada tahun 1928. Ikrar yang dinyatakan sebagai berbanga

satu bangsa Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia

dan bertanah air satu tanah air Indonesia, perlu mendapat

formula ang jelas dan nyata dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara, terlebih bermasyarakat. Apabila dikaitkan

dengan peran bahasa Indonesia yang sudah jelas diatur

dalam Undang-undang Republik Indonesia no. 24 tahun

2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta

Lagu Kebangsaan, ada tuntutan tertentu yang terkandung

dalam undang-undang tersebut. Namun bagaimana dalam

kehidupan nyata mengenai peran dan penerimaan bahasa

Indonesia di era global saat ini, sudah dapat dilihat adanya

Page 31: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 17

pergeseran nilai pengakuan karena masuknya budaya

asing sebagai akibat kecanggihan dan kemajuan teknologi.

Presiden telah memulai kembali secara fisik dalam

kostum pakaian adat, sekarang mari kita membantunya

dengan meneruskannya kepada masyarakat. Melalui

bahasa dan sastra kita membangun karakter bangsa dari

dalam. Bagaimana orang tidak lagi memandang bahasa

Indonesia dengan sebelah mata karena dianggap mudah,

membosankan dan tidak menarik dalam pembelajaran.

Ingat pepatah “Bahasa menunjukkan Bangsa” Seseorang

dapat dinilai martabatnya, salah satu di antaranya adalah

bagaimana orang tersebut berbahasa. Untuk menyatakn

diri seseorang juga dimulai dari penggunaan bahasanya.

Yang menjadi pertanyaan bagaimanakah metode

yang dapat membantu untuk menunjukkan peran bahasa

Indonesia dalam pembelajaran yang sekaligus dapat

membangun karakter aanak bangsa? Mari kita sejenak

melihat kembali fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia

secara konkret dalam kehidupan sehari-hari bangsa ini.

Melalui penelusuran bersama tentu akan ditemukan for-

mula yang tepat untuk masyarakat yang heterogen ini.

PEMBAHASAN

Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi yang

diajarkan di seluruh jenjang pendidikan, bahkan dari

PAUD hingga pendidikan tinggi menjadi bahasa pengantar

pendidikan, yang secara terus-menerus diajarkan untuk

Page 32: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

18| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

mengawal agar penggunaan bahasa Indonesia, dilakukan

secara benar sesuai kepentingannya. Jadi bahasa Indonesia

diharapkan mampu menjadi bahasa yang dapat digunakan

untuk komuikasi ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,

sehingga bangsa Indonesia dapat menyatakan eksistensi-

nya melalui bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Apabila diambil salah satu fungsi bahasa Indonesia

yang dihubungkan dengan seni, maka yang paling dekat

adalah seni sastra yang menggunakan bahasa sebagai

mediumnya. Sastra merupakan bagian dari kehidupan

yang tidak terpisahkan, karena sesungguhnya kehidupan

itu sendiri ada di dalamnya. Oleh karena itu belajar sastra

seperti belajar tentang kehidupan nyata.. Karya sastra

merupakan ceriman realitas kehidupan manusia, yang

penuh muatan contoh perilaku, sikap, pemikiran-

pemikiran yang berkaitan dengan kebaikan, toleransi,

empati, keyakinan, dan juga wawasan kebangsaan atau

nesionalisme. Interpretasi pengarang tentang kehidupan

dituangkan dalam bentuk cerita yang penuh dengan

estetika. Oleh karena itu membaca karya sastra dengan

penghayatan dan kesungguhan akan memperoleh sesuatu

yang berguna dan menyenangkan. Sesuatu itu dapat

berbentuk amanat yang menunjukkan hubungan manusia

dengan alam, manusia dengan Tuhan dan manusia dengan

sesamanya.

Page 33: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 19

Bahasa dan Sastra Sebagai Materi Ajar Bersama.

Pelajaran sastra yang diberikan saat ini belum

menunjukkan hasil yang optimal, terbukti masih banyak

siswa maupun masyarakat yang belum menyadari

kegunaan membaca sastra. Kalau ada yang menarik hanya

bersifat sementara lalu ditinggalkan. Mereka mungkin

masih menganggap sastra sama dengan dunia khayal.

Dunia antah berantah dan imajiner. Jadi bagaimana

menemukan formula pembelajaran bahasa dan sastra yang

menarik dan menyenangkan. Menggunakan materi karya

sastra baikpuisi maupun novel, pembelajaran bahasa dapat

dilaksanakan dengan menarik dan menyenangkan. Suatu

karya sastra dapat dicermati bagaimana penggunaan

bahasanya, misalnya analisis kalimat, struktur dan jenis-

nya. Penentuan Janis kalimat tunggal, kalimat majemuk,

kalimat inversi dan kalimat kanonik. Dapat pula dianalisis

pola kalimat, subjek, predikat, keterangan dsb. Karya sastra

kaya akan bentuk-bentuk kebahasaan yang variatif,

sehingga secara bersama pelajaran sastra dan bahasa

dirancang menjadi materi yang menyenangkan, sehingga

perlu dipilih metode yang tepat.

Sebagaimana dinyatakan Pratikno (2017:1} generasi

muda yang lahir pada 1995-2000 dinilai sebagai generasi

yang lebih mudah mencerna informasi dalam medium

gambar dan video daripada tekstual. Oleh karenanya

akademisi dan tokoh agama harus mampu mengambil

peran kea rah itu. Kita harus berorientasi pada selera

Page 34: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

20| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

mahasiswa dan anak muda, yang merupakan generasi

Twitter, generasi yang menyukai gambar dan video, bukan

lagi generasi teks. Jadi bagaimana memilih media yang

tepat untuk pembelajaran bahasa dan sastra yang kreatif

dan inovatif, menjadi solusi bagaimana pembentukan

karakter kepada mereka.

Karya Sastra dan Pembaca

Sastra merupakan bagian dari kehidupan sejak

dahulu kala. Ketika manusia mulai mengenal komunitas

hidupnya. Dia terlahir di tengah-tengah mesyarakat pe-

miliknya. Oleh seorang pengarang yang merupakan bagian

dari mesyarakat itu, diciptalah suatu karya sastra yang

merupakan refleksi dan imajinasi terhadap gejala dan

fenomena soSial di sekelilingnya, sehingga sastrapun

berakar pada kultur masyarakatnya. Meskipun demikian

sastra mempuyai dunia otonom, yang membangun karya

sastra sebagai karya fiksi sehingga berbeda dengan dunia

nyata.

Sastra sebagai “dunia dalam kata“ mempanyai

kebulatan makna secarai. Dalam pengkajian sastra,

pendekatan strukturalisme memusatkan perhatiannya

pada otonomi sastra sebagai karya fiksi. Sebagaimana

dinyatakan Sayuti ( 2003:65 ) bahwa pengkajian karya

sastra berdasarkan strukturalisme dinamik merupakan

pengkajian strukturalisme dalam rangka semiotic, artinya

sastra dipertimbangkan sebagai system tanda yang

Page 35: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 21

mempunyai dua fungsi. Yang pertama adalah otonom,

yaitu merujuk di luar dirinya, yang kedua bersifat

informasional yaitu menyampaikan pikiran, perasaan dan

gagasan pengarang. Keduanya saling berkaitan sebagai

struktur yang bersifat dinamis.

Sebagaimana dinyatakan Pradopo (1990:6) karya

sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat

dipahami sebagai kesatuan yang bulat, dengan unsur-

unsur pembangunnya yang saling berjalinan. Artinya di

dalam emahami karya sastra harus memahami unsur-unsur

yang membentuk struktur, sementara analisisnya sampai

kepada menguraikan dan memaparkan dengan sksama

keterikatan jalinan semua unsur hingga menghasilkan

makna keseluruhan.

Untuk dapat memahami makna secara keseluruhan

secara optimal harus diperhatikan struktur tanda-tanda (

menurut semiotic ), karena karya sastra merupakan

struktur tanda-tanda yang bermakna. Menurut Pradopo

(2003:67) semiotic menganggap fenomena sosial/ masyara-

kat dan kebudayaan merupakan tanda-tanda. Di dalamnya

dipelajari system-sistem, aturan-aturan, konvensi=konvensi

yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai

arti. Dalam karya sastra arti bahasa ditentukan oleh

konvensi sastra, sementara bahasa sudah mempunyai

system dan arti sendiri sebelum menjadi bahasa sastra.

Oleh karena itu dalam karya sastra arti bahasa mendapat

arti tambahan atau konotasinya.

Page 36: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

22| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Mengenai hubungannya dengan pembaca, menurut

Herfanda (2008:131) sastra memiliki potensi yang besar

untuk membawa masyarakat kea rah perubahan, termasuk

perubahan karakter. Sebagai ekspresi karya seni dengan

medium bahasa, sastra bersifat reflektif sekaligus interktif

sehingga dapat menjadi spirit bagi munculnya geakan

perubahan masyarakat menjadi lebih baik, penguat rasa

cinta tanah air, serta menjadi sumber inspirasi dan motivasi

kekuatan moral bagi perubahan sosial budaya.

Hal-hal seperti tersebut di atas menjadi bagian

penting dari perkembangan kepribadian terkait dengan

pendidikan karakter. Jadi sastra tidak hanya menjadi karya

yang mampu memberikan hiburan yang menarik, namun

juga mampu memberikan pencerahan mental spiritual,

seperti memupuk rasa keindahan, empati, daya imajinasi

dan daya kritis. Barangkali hal seperti inilah yang

dikehendaki presiden, bahwa melalui sastra peserta didik

dapat belajar bahasa, juga belajar budaya konseptual dan

intelektual, sekaligus memperoleh model situasi atau

model kehidupan bangsa ini.

Padu Padan Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Bahasa Indonesia yang menjadi mata pelajaran

secara nasional, dapat diketahui secara jelas menjadi materi

wajib ujian nasional di jenjang pendidikan manapun.

Ditambah lagi ketentuan bahasa Indonesia menjadi mata

kuliah umum wajib di seluruh program studi di perguruan

Page 37: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 23

tinggi di Indonesia. Dari apa yang terjadi dengan pelajaran

bahasa Indonesia, di negeri ini sebetulnya mengisyaratkan

bahwa kemampuan berbahasa Indonesia masih diragukan

untuk keperluan akademis lisan maupun tulis. Hal ini juga

didukung oleh kenyataan bahwa kemampuan berbahasa

Indonesia terutama untuk keperluan menulis karya ilmiah,

masih belum memadai, terutama di perguruan tinggi.

Secara umum jauh berbeda dari pelajaran sastra

yang hanya merupakan bagian dari pelajaran bahasa

Indonesia. Menurut Jamaluddin (2003:86) pola pembelajar-

an sastra di sekolah-sekolah berkaitan erat dengan model

pendekatan yang digunakan. Sementara semua pendekatan

yang digunakan oleh setiap kurikulum hanya mengacu

pada bidang pembelajaran bahasa. Pendekatan structural,

mpragmatik, dan komunikatif hanya berorientasi pada

teori-teori linguistic, sedangkan untuk bidang pembela-

jaran sastra masih dianggap kurang tersentuh oleh tim

perekayasa kurikulum.. Artinya pola pembelajaran sastra

bukan sepenuhnya berorientasi pada upaya pembinaan

dan pengembangan daya apresiasi siswa terhadap karya

sastra. Selain itu dalam kenyataan secara umum pembe-

lajaran sastra di sekolah belum mendapat respon positif

dari siswa, padahal sastra dapat dimanfaatkan untuk

mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehi-

dupan serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

berbahasa.

Page 38: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

24| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Menurut Sarjono (2001:209) bahwa keberhasilan dan

kegagalan pembelajaran sastra disebabkan oleh banyak hal,

karena merupakan sebuah system yang meliputi kuri-

kulum sastra di sekolah, sarana dan prasarana, iklim ber-

sastra dan lain-lain. Pengajaran sastra mempunyai peluang

besar untuk meningkatkan apresiasi dan keakraban siswa

pada sastra, sedangkan kelemahannya terletak pada tingkat

pemilihan dan penguasaan materi untuk diajarkan. Semen-

tara guru tidak memiliki waktu dan tidak tahu bagaimana

caranya mengikuti pengembangan sastra di luar buku teks

pengajaran.

Sarumpaet (2002:90) mengatakan bahwa hasil

belajar siswa di sekolah memang dipengaruhi oleh banyak

factor. Guru adalah salah satu komponen dalam system

pendidikan yang sangat mempengaruhi hasil pendidikan,

sebagai akibatnya, kegagalan siswa dalam mencapai tujuan

sering ditimpakan pada guru, meskipun sesungguhnya

keberhasilan atau kegagalan dalam proses belajar menga-

jar, siswalah yang primer.

Dari situasi yang demikian, mari kita mencoba

mencari solusi pembelajaran bahasa dan sastra yang dapat

memenuhi kriteria membantu memberi isi pendidikan

karakter, sehingga menghasilkan sosok yang Indonesia

dalam berbahasa,bertindak, bersikap dan berujar serta

merespon sesuatu.

Page 39: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 25

Model Pembelajaran dan Materinya

Pembelajaran bahasa dan sastra yang tidak terlalu

berimbang, dapat dimodifikasi dengan model yang

membuat keduanya diterima dan diikuti dengan senang.

Beberapa model dapat diterapkan sekaligus dapat merang-

kum pembelajaran bahasa, terutama untuk menunjang

kemampuan berbicara dan kemampuan menulis serta tata

bahasanya. Demikian pula dalam hal materi sastra juga

dapat menunjang hal-hal yang terkait penulisan kreatif dan

penulisan yang bersifat naratif.

Pembelajaran Bahasa Indonesia

Untuk model pembelajaran Bahasa Indonesia bisa

memanfaatkan media audiovisual, sehingga ada ilustrasi

gambar yang dapat membangun suasana tertentu..

Misalnya dipilih sebuah lagu yang telah dikenal peserta

didik, sebagai sebuah syair, seperti lagu yang berjudul

Rayuan Pulau Kelapa. Apabila dipilih lagu tersebut maka

gambar yang dipilih harus sesuai dengan situasi lagu

tersebut. Perhatikan syair berikut.

Rayuan Pulau Kelapa

Tanah airku Indonesia

Negeri elok amat kucinta

Tanah tumpah darahku yang mulia

Yang kupuja sepanjang masa

Page 40: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

26| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Tanah airku aman dan makmur

Pulau kelapa nan amat subur

Pulau melati pujaan bangsa

Sejak dulu kala

Melambai-lambai, nyiur di pantai

Berbisik-bisik, raja kelana

Memuja pulau nan indah permai

Tanah airku Indonesia

Untuk gambar yang sesuai dengan lagu tersebut,

bisa dipilih daerah Raja Ampat di Papua, Bunaken di

Manado, pantai di daerah Ambon, Teluk Bayur di Padang,

kemudian ditambah aktivitas para nelayan di pantai

maupun di laut. Ilustrasi seperti itu akan membangun

suasana pembelajaran pada suasana yang berbeda, tidak

suasana kelas. Dengan menyaksikan gambar dan men-

dengarkan lagu, peserta didik diingatkan pada bagian

tanah air, sehingga muncul suasana haru, kagum, senang

bahkan ada keinginan-keinginan lain. Sausana pembe-

lajaran yang demikian diharapkan dapat menumbuhkan

rasa cinta tanah air, nasionalisme, empati kepada

kehidupan nelayan dan bahkan tentang keberagaman yang

ada di negeri ini.

Page 41: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 27

Teks lagu yang sebelumnya sudah dibagikan

kepada peserta didik, kemudian dianalisis berdasarkan

teori kebahasaan yang juga telah diberikan kepada mereka.

Mereka akan menemukan adanya jenis-jenis kalimat seperti

kalimat nominal, verbal, kalimat tunggal, kalimat maje-

muk, kalimat inversi, serta fungsi sintaktisnya seperti:

subjek, predikat, keterangan dan lainnya Sebelumnya guru

dapat menujukkan, misalnya Tanah airku Indonesia

merupakan kalimat tunggal, kalimat nominal terdiri atas

subjek dan predikat.Kemudian peserta didik meneruskan

untuk analisis bagian-bagian yang lain, demikian

seterusnya.

Pembelajaran Sastra

Hampir sama dengan pembelajaran Bahasa Indonesia

secara struktursl, d.engan materi syair lagu nasional,makan

untuk pembelajaran sastra dapat menggunakan materi

yang hampir sama,namun dapat dipilih lagu yang

menyentuh peserta didik, dengan suasana tertentu. Misal-

nya lagu yang bernuansa religi seperti lagu Ebiet G Ade

yang berjudul:

“Masih Ada Waktu”

Masih Ada Waktu

Bila masih mungkin

Kita menorehkan batin

Atas nama jiwa dan hati tulus ihklas

Page 42: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

28| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Mumpung masih ada kesempatan buat kita

Mengumpulkan bekal perjalanan abadi

Kita mesti ingat tragedi yang memilukan

Kenapa harus mereka yang pergi menghadap

Tentu ada hikmah yang harus kita petik

Atas nama jiwa mengheningkan cipta

Kita mesti bersyukur

Bahwa kita masih diberi waktu

Entah sampai kapan

Tak ada yang dapat menghitung

Hanya atas kasihnya

Hanya atas kehendakNya

Kita masih bertemu matahari

Kepada rumpun ilalang

Kepada bintang gemintang

Kita dapat mencoba meminjam catatannya

Sampai kapankah gerangan

Waktu yang masih tersisa

Semua menggeleng

Semua terdiam

Semua berkata tak mengerti

Page 43: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 29

Yang terbaik adalah segeralah bersujud

Mumpung kita masih diberi waktu

Puisi di atas merupakan karya Ebit G Ade yang

dinyanyikan sendiri dengan penuh keharuan. Hampir

setiap ada tragedy yang terjadi di negeri ini, lagu tersebut

diputar menjadi ilustrasi berita tentang bencana tersebut.

Isi dari puisi tersebut adalah interaksi antara manusia

manusia dengan alam dan Tuhan. Bagaimana kedudukan

manusia di hadapan Sang Pencipta, apa yang seharusnya

dikerjakan bersama alam. Puisi tersebut mengingatkan

kepada manusia terkait dengan situasi sekarang ini dan

bagaimana harus mengatasi dan memperbaiki sesuatu

yang telah terjadi.

Ilustrasi yang digunakan untuk menyertai putaran

lagu “ Mumpung Masih Ada Waktu“ dapat dipilih gambar

tentang bencana yang terjadi di tanah air, bisa tragedi tanah

longsor di suatu wilayah negeri ini, banjir bandang,

gunung meletus, tsunami Aceh yang semua mengajak

peserta didik untuk memahami bahwa tekstur negeri ini

sedemikian rupa. Dengan banyaknya gunung berapi yang

aktif bahkah yang akhir-akhir ini gunung-gunung yang

ratusan tahun tenang tiba-tiba menjadi aktif kembali seperti

gunung Bromo di Jawa Timur, gunung Tambora di NTT,

gunung Slamet di Jawa Tengah, gunung Sinabung di

Sumatra Utara yang bahkan sampai hari ini masih

menunjukkan keaktifannya yang cukup membahayakan

Page 44: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

30| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

bagi kehidupan saudara-saudara kita di wilayah Karo. Itu

semua memberi gambaran tentang relasi antara manusia,

alam dan Tuhan Sang Pencipta. Bagaimana hubungan itu

harus dijaga, dengan kesadaran manusia yang barangkali

harus ditingkatkan. Pembelajaran yang terkandung sebagai

pendidikan karakter adalah rasa: religiusitas, empati pada

orang lain, peduli lingkungan, kebersamaan, toleransi dan

yang lain.

Puisi yang merupakan salah satu bentuk karya

sastra sederhana, dapat dimanfaatkan menjadi bahan ajar

di kelas-kelas tertentu pada jenjang pendidikan. Dengan

menggunakan media dan metode yang inovatif serta

kontekstual, tentu akan sangat mendukung pengembangan

pendidikan karakter sebagaimana yang dikehendaki oleh

presiden kita.

Model pembelajaran sastra yang lain misalnya Role

Play atau semacam bermain peran. Dapat dipilih suatu

cerpen yang representative dengan nilai-nilai di dalamnya,

guru memberi tugas kelompok untuk memerankannya dan

mereka secara bergantian mengapresiasi cerpen tersebut

dari unsur pembangunnya, ketika kelompok lain sedang

bermain di depan kelas. Pembelajaran sastra akan menjadi

hidup dengan penghayatan yang mendalam. Guru mem-

beri pengarahan seperlunya, peserta didik bekerja sama

menginterpretasi, lalu bermain. Dengan demikian peserta

didik terlibat langsung dalam kegiatan bersastra, kemudian

Page 45: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 31

dilanjutkan diskusi sehingga pengembangan kepribadian

mereka semakin meningkat.

Dua contoh pembelajaran bahasa Indonesia dan

sastra ini dapat dijadikan model pembelajaran yang

inovatif dan kontekstual,yang melibatkan peserta didik

dalam kegiatan bersastra dan berbahasa Indonesia, dengan

bernyanyi dan bergembira sementara karakter mereka pun

terbina.

PENUTUP

Bahasa Indonesia merupakan salah satu materi ajar

yang diberikan di seluruh jenjang pendidikan, dari tingkat

dasar hingga pendidikan tinggi secara wajib. Bentuk

pembelajaran yang inovatif dan kontekstual memberi

peluang untuk pembentukan karakter sekaligus pengem-

bangan kepribadian. Peserta didik akan memperoleh

kesempatan berpengalaman baik secara langsung maupun

tidak langsung.

Aspek penilaian keberhasilan pembelajaran dapat

mengacu pada nilai-nilai pendidikan karakter sebagaimana

disarankan oleh Kemendiknas ( 2009: 9-10 ) yang berjumlah

delapan belas, di mana nilai ini bersumber dari agama,

pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional. Adapun

nilai-nilai tersebut adalah: (1) religi, (2) jujur, (3) toleransi,

(4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8)

demokrasi, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan,

(11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13)

Page 46: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

32| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar

membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan

(18) tanggung jawab. Sekarang tinggal bagaimana seorang

guru maupun dosen dapat memanfaatkan media dan

metode yang dapat melibatkan peserta didik terlibat

langsung dalam pembelajaran sehingga kemampuan

berbahasa Indonesia terasah sekaligus pengalaman

bersastra menambah wawasan tentang kehidupan menjadi

luas. Nilai-nilai tersebut tidak dibelajarkan secara sendiri-

sendiri, melainkan dapat secara terpadu melalui beberapa

atau berbagai mata pelajaran, salah satunya adalah bahasa

Indonesia dan sastra.

DAFTAR PUSTAKA

Harian KOMPAS “Menerima Perbedaan Fondasi Persatuan“

Minggu, 18 Agustus 2017

Hidayatullah. Furqon. 2010. Pendidikan Karakter:

Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: Yuma

Pustaka.

Jamaluddin. 2003. Problematik Pembelajaran Bahasa dan

Sastra. Yogyakarta: Adicita.

Kementerian Pendidikan Nasional. 2009. Pengembangan

Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Pedoman

Sekolah. Jakarta: Puskur Balitbang Kemendiknas.

Pradopo. 1990. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Page 47: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 33

Sarjono, Agus R. 2001. Sastra dalam Empat Orba. Yogyakarta:

Adipura.

Sarumpaet, Riris K. Toha. 2002. Sastra Masuk Sekolah.

Magelang: Indonesia Tera.

Sudaryanto. 2003. Dari fenomena semiology sampai

dengan Tekslingual dalam Konteks Penelitian

Ilmiah (materi calon buku “Dari Menapak Jejak Kata

Sampai Menuju Tata Bahasa. Hal. 1-22) yang

diberikan pada peletakan penulisan proposal

penelitian oleh penulisnya,15 Desember 2014 di

Untidar.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori

Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya..

Page 48: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

34| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Page 49: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 35

MAKALAH PENDAMPING

BIDANG BAHASA INDONESIA BAGI

PENUTUR ASING

Page 50: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

36| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Page 51: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 37

PENGEMBANGAN PENGAJARAN BIPA

BERMUATAN BUDAYA JAWA BAGI

PENUTUR ASING

Oleh :

Ahmad Irkham Saputro

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keluhan penutur

asing yang sulit mengimplementasikan bahasa Indonesia

secara baik dan benar tanpa diiringi dengan pengetahuan

tentang aspek sosial budaya masyarakat Indonesia. Besar-

nya minat bangsa asing untuk mempelajari bahasa Indone-

sia masih terkendala dengan pengajar BIPA dalam me-

nyampaikan pembelajaran yang lebih bersifat klasikal dan

pengetahuan yang lebih cenderung pada pendekatan kog-

nitif. Oleh karena itu, pengembangan pengajaran BIPA

sangat dibutuhkan. Permasalahan yang dikaji pada peneli-

tian ini yaitu : bagaimana pengembangan pengajaran BIPA

bermuatan budaya Jawa bagi penutur asing. Penelitian ini

menggunakan pendekatan Research and Development (R&D)

yang dilakukan dengan menggunakan tiga teknik pengum-

pulan data, yaitu observasi, wawancara, dan angket untuk

memeroleh data kebutuhanpengembangan pengajaran

BIPA bermuatan budaya jawa bagi penutur asing. Adapun

sumber data terdiri atas pengajar BIPA, penutur asing, dan

Page 52: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

38| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

dosen ahli. Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut,

hasil analisis kebutuhan menurut persepsi penutur asing

dan pengajar BIPA menghasilkan karakteristik pengajaran

BIPA yang bermuatan budaya Jawa bagi penutur asing,

menggunakan ragam bahasa yang mudah dipahami dan

sesuai dengan keterbacaan penutur asing tingkat pemula,

mampu memotivasi, serta memiliki teknik latihan empat

aspek berbahasa serta latihan tata bahasa pada setiap pem-

belajaranya. Pengajaran dengan muatan budaya Jawa

mampu membangun mental cinta Indonesia sehingga akan

mempercepat proses pembelajaran bahasa Indonesia bagi

penutur asing dan mencapai kompetensi secara maksimal.

Kata kunci: Bahasa Indonesia, BIPA, Budaya Jawa, Pengajaran,

Penutur Asing.

PENDAHULUAN

Bahasa Indonesia saat ini memegang peranan pen-

ting dalam kedudukannya sebagai bahasa asing. Jumlah

penduduk, keindahan alam, keaneragaman budaya, dan

wilayah yang strategis menjadi alasan untuk penutur asing

belajar bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia untuk penutur asing (BIPA) di-

ibaratkan sebagai “tunas” yang baru tumbuh dan perlu

dikembangkan secara matang sehingga dapat membuah-

kan hasil yang kokoh serta bermanfaat bagi semua kalang-

an. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa BIPA dapat

dikembangkan secara profesional dan sistematis maka

diperlukan telaah dan penataan secara saksama terhadap

pembelajaran BIPA dengan memerhatikan segala unsur,

Page 53: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 39

mulai dari manajemen kelembagaan, tenaga pengajar,

sistem pengajaran, bahan ajar, media, dan hal lain yang

berkaitan dengan pembelajaran BIPA.

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia seka-

rang sudah memberikan andil yang signifikan bagi bangsa

Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan semakin besarnya

ketertarikan bangsa lain untuk mempelajari bahasa Indo-

nesia. Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri pada

tahun 2012, bahasa Indonesia memiliki penutur asli ter-

besar kelima di dunia, yaitu sebanyak 4.463.950 orang yang

tersebar di luar negeri. Bahkan, Ketua DPR RI dalam sidang

ASEAN InterParliamentary Assembly (AIPA) ke-32 pada 2011

mengusulkan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa

kerja (working language) dalam sidang-sidang AIPA. Tidak

hanya itu, menurut Kepala Badan Pengembangan dan

Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebu-

dayaan, Mahsun beliau mengatakan bahwa saat ini

setidaknya ada 45 negara yang menjadi peserta BIPA,

dengan 174 tempat pelaksanaan BIPA yang tersebar di

berbagai negara dan paling banyak di Australia

(www.edukasi.kompas.com).

Di lain sisi, hingga saat ini masih ditemukan

perbedaan pendapat tentang cara mengajarkan bahasa

Indonesia kepada penutur asing secara efektif, baik yang

berkaitan dengan alat-alat untuk mencapai tujuan, materi

yang semestinya diajarkan, maupun metode pengajarannya

(Wojowasito, dalam Azizah, dkk. 2012). Praktik yang

Page 54: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

40| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

terjadi di lapangan banyak ditemukan variasi strategi

pembelajaran BIPA. Hal tersebut menunjukkan bahwa

mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa asing tidak

sederhana dan memerlukan banyak pertimbangan, ter-

masuk pertimbangan memasukkan unsur budaya dalam

pembelajaran BIPA.

Pada hakikatnya, dalam pembelajaran bahasa asing

termasuk bahasa Indonesia perlu memerhatikan dan juga

perlu penanganan khusus mulai dari perencanaan, proses,

hingga evaluasi, serta bahan ajar, media, maupun metode

yang digunakan. Salah satu hal yang penting yang harus

ada dan harus diperhatikan adalah kualitas pengajaran.

Peran pengajar dalam memberikan kualitas pengajaran

BIPA sangat penting. Peran pengajar harus dapat mem-

berikan gambaran penutur asing terhadap kondisi ling-

kungan, sosial, budaya, dan adat istiadat bangsa Indonesia

sehingga akan mengantarkan penutur asing lebih tertarik

dan cepat dalam belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa

asing. Selain itu, pengajaran yang tepat dan menarik dapat

mempengaruhi keberhasilan penutur asing untuk men-

capai tujuan dalam belajar bahasa Indonesia.

Permasalahan yang dikaji pada penelitian ini yaitu :

bagaimana pengembangan pengajaran BIPA bermuatan

budaya Jawa bagi penutur asing.

Page 55: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 41

KAJIAN TEORI

Bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dipelajari

sebagai bahasa komunikasi ketika penutur asing tinggal

atau mengunjungi Indonesia untuk melaksanakan kepen-

tingannya. Pada hakikatnya, penutur asing mempelajari

bahasa Indonesia sebagai bahasa asing memiliki tujuan

yang bervariasi. Sejalan dengan hal ini, Suyata (dalam

Nurlila 2014), menjelaskan bahwa orang asing mempelajari

bahasa Indonesia dengan tujuan bermacam-macam, dari

sekadar berkomunikasi untuk keperluan sehari-hari, se-

perti berbicara dengan sopir, menawar barang, sampai

penguasaan bahasa Indonesia yang bersifat resmi, seperti

mengikuti kuliah atau mengajarkan bahasa Indonesia.

Dengan demikian, ada tiga tujuan penutur asing belajar

bahasa Indonesia, yakni ingin menguasai keterampilan

komunikasi antarpersonal dasar, menguasai konsep serta

prinsip-prinsip yang bersifat ilmiah, dan menggali kebuda-

yaan dengan segala aspeknya. Ketiga tujuan tersebut dapat

berjalan masing-masing, akan tetapi dapat pula berkelan-

jutan. Mereka belajar bahasa Indonesia untuk keperluan

praktis, setelah itu belajar yang lebih bersifat ilmiah, dan

akhirnya dapat pula menguasai kebudayaan.

Dari berbagai tujuan yang beragam, hal yang ter-

penting bagi penutur asing dalam belajar bahasa Indonesia

sebagai bahasa asing adalah bagaimana sistem bahasa

Indonesia dan pemakainnya di dalam masyarakat untuk

berkomunikasi. Jadi, pemfokusan pengajaran BIPA tidak

Page 56: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

42| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

terlalu menitikberatkan bahasa Indonesia dalam sudut

pandang tata bahasa. Meskipun tata bahasa juga penting

dan tidak bisa diabaikan, tetapi tata bahasa bukan menjadi

fokus utama dalam pembelajaran BIPA, terlebih untuk

penutur asing tingkat pemula. Penutur asing tingkat

pemula membutuhkan cara untuk berkomunikasi dengan

baik. Setelah paham dengan bahasa Indonesia, baru

selanjutnya tata bahasa yang kompleks bisa diajarkan dan

dikembangkan. Ibarat anak kecil yang baru mempelajari

bahasa Indonesia, penutur asing belajar bahasa Indonesia

untuk proses komunikasi kemudian mengembangkan pem-

belajaran bahasa Indonesia ke tata bahasa yang lebih kom-

pleks untuk kepentingan pendidikan maupun pekerjaan.

Dengan demikian, pengajar harus mampu komunikatif

dalam mengajarkan bahasa Indonesia kepada penutur

asing. Selain itu, pembelajaran BIPA juga harus menitik-

beratkan pada aspek budaya sebagai sistem sosial ber-

masyarakat. Jika tidak, maka hasilnya akan terlahir penutur

asing yang hanya mengetahui tentang struktur bahasa atau

tata bahasa, tetapi penutur asing tidak bisa menggunakan

atau menerapkan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi

dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, salah satu

pemikiran yang melandasi keberhasilan pembelajaran

BIPA adalah upaya merancang dan melaksanakan pem-

belajaran yang mampu mengaitkannya dengan budaya dan

juga dengan dunia nyata. Terlebih lagi, jika pembelajaran

BIPA diselenggarakan di Indonesia, maka pertimbangan

dari segi sosial dan budaya menjadi semakin penting.

Page 57: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 43

Dikatakan demikian, karena pertimbangan tersebut se-

kaligus akan menjadi sumber belajar dan kebutuhan penu-

tur asing dalam berkomunikasi secara langsung dengan

masyarakat Indonesia.

Kata budaya telah banyak ditafsirkan oleh banyak

ahli, salah satunya adalah J.W.M. Bakker dalam bukunya

Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar, mengungkapkan

bahwa kebudayaan singkatnya adalah penciptaan, penerti-

ban dan pengolahan nilai-nilai insani. Terlingkup di dalam-

nya usaha memanusiakan bahan alam mentah serta hasil-

nya. Semua bahan tersebut diidentifikasikan dan dikem-

bangkan sehingga sempurna. Membudayakan alam, me-

manusiakan hidup, menyempurnakan hubungan keinsa-

nan merupakan kesatuan tak terpisahkan. Kebudayaan

menurut Koentjaraningrat (2008: 145) merupakan hasil

pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang tidak berakar

pada nalurinya dan hanya bisa dicetuskan oleh manusia

sesudah suatu proses belajar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan Research

and Development (R&D) yang dilakukan dengan meng-

gunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu observasi,

wawancara, dan angket untuk memeroleh data kebutuhan

pengembangan pengajaran BIPA bermuatan budaya jawa

bagi penutur asing. Adapun sumber dataterdiri atas penga-

jar BIPA, penutur asing, dan dosen ahli. Observasi

dilakukan denganmengamati pengajaran yang telah ada.

Page 58: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

44| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Sementara itu, wawancara digunakan untuk menunjang

angket kebutuhan serta respon pengajar BIPA maupun

penutur asing berkaitan dengan pengembangan bahan ajar

yang dilakukan. Selain itu, wawancara juga dilakukan

untuk menganalisis pengajaran BIPA secaramendalam.

PEMBAHASAN

Kebudayaan menurut Koentjaraningrat (2008: 145)

merupakan hasil pikiran, karya, dan hasil karya manusia

yang tidak berakar pada nalurinya dan hanya bisa dicetus-

kan oleh manusia sesudah suatu proses belajar. Budaya di

setiap wilayah berbeda-beda, bahkan budaya di suatu

wilayah belum tentu dapat dijumpai di wilayah lain. Hal

tersebutlah yang menjadikan nilai budaya sangat agung,

unik, dan berharga. Jika unsur-unsur budaya dimuatkan

dalam bahan ajar BIPA, maka penutur asing semakin ter-

tarik dan termotivasi untuk mempelajari bahasa Indonesia

sebagai bahasa asing. Hal ini dikarenakan budaya yang ada

di Indonesia merupakan sesuatu yang baru dan unik bagi

penutur asing. Selain itu, manfaat lain yang didapat adalah

meningkatnya pemahaman penutur asing terhadap budaya

Indonesia. Semakin tinggi pemahaman budaya Indonesia

yang dimiliki oleh penutur asing, maka semakin tinggi

pula toleransi penutur asing terhadap budaya dan bahasa

Indonesia. Jadi, pemahaman budaya yang dibangun dalam

pembelajaran BIPA bermuatan budaya akan sangat

membantu penutur asing dalam meningkatkan kompetensi

berbahasa Indonesia. Bangsa Indonesia memiliki kebu-

Page 59: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 45

dayaan yang beraneka ragam. Budaya masyarakat Jawa

sangat jauh berbeda dengan budaya masyarakat Sumatera,

Kalimantan, Sulawesi, maupun Papua. Akan timbul

kebingungan terhadap penutur asing tingkat pemula jika

dalam pembelajaran BIPA menyajikan bermacam-macam

budaya dari berbagai daerah. Alangkah baiknya jika

pengenalan budaya Indonesia terlebih dahulu difokuskan

pada satu daerah atau kawasan tertentu saja, kemudian

meluas dan dikembangkan ke kawasan lain yang ada di

Indonesia.

Budaya tidak selalu berkaitan dengan hal-hal ber-

bau seni seperti tarian, lagu, ataupun bahasa. Menurut

Bakker (1984: 58), unsur-unsur kebudayaan meliputi enam

komponen.

1. Ilmu pengetahuan

Ilmu pengetahuan bertujuan untuk merumuskan feno-

mena-fenomena yang terjadi pada lingkugan alam. Ilmu

pengetahuan meliputi sains atau ilmu pasti dan huma-

niora (sastra, filsafat, sejarah, kebudayaan, dan lain-lain).

Ilmu pengetahuan menjadi budaya ketika masyarakat

terus menerus mengembangkan dan melestarikannya.

2. Teknologi Teknologi bertujuan untuk memanfaatkan

sumber-sumber alam sehingga memberikan kemudahan

bagi manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

3. Kesosialan

Unsur kesosialan meliputi fungsi dalam institusi-insti-

tusi sebagai sebuah monogram masyarakat adil dan

Page 60: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

46| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

makmur. Manusia hidup berdasarkan daya kodrat yang

harus dikembangkan menjadi pembawa nilai bagi orang

lain.

4. Ekonomi

Ekonomi dalam kebudayaan, meliputi pola kelakuan

dan lembaga lembaga yang melaksanakannya dalam

bidang produksi, dan konsumsi keperluan keperluan

hidup, serta pelayanan.

5. Kesenian

Kesenian, keindahan, estetika, mewujudkan nilai rasa

dalam arti luas dan wajib diwakili dalam kebudayaan

lengkap. Kesenian selalu melukiskan sebuah atau aspek

alam kodrat ditambah tanggapan atau pengolahan

manusia.

6. Agama

Agama sebagai keyakinan hidup rohani pemeluknya,

baik perseorangan maupun kelompok. Keyakinan dalam

agama memuat iman, sikap hormat, taubat, syukur,

yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Berbeda

dengan pendapat di atas, Nurqolila (2010) membagi

unsur-unsur budaya yang terdapat di dalam bahan ajar

BIPA sebagai berikut:

1. Sistem Religi dan Upacara Keagamaan

Unsur budaya berupa sistem religi dan upacara

keagamaan dalam bahan ajar BIPA dapat meli-

puti tempat beribadah (kuil, masjid, gereja), to-

koh agama (kiai), perlengkapan keagamaan

(jilbab, salib, sajadah, beduk), kegiatan keaga-

Page 61: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 47

maan (tentang salat, perayaan hari Raya Idul

Fitri, upacara pernikahan menurut hukum

Islam), dan sistem kepercayaan tentang nasib.

2. Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan

Unsur budaya berupa sistem organisasi ke-

masyarakatan dalam bahan ajar BIPA dapat

meliputi sistem kekerabatan (istilah-istilah yang

menunjukkan kekerabatan dalam keluarga,

keeratan kekerabatan dalam aktivitas keluarga,

struktur keluarga), struktur sosial masyarakat

Indonesia (toleransi dalam keterikatan struktur

sosial masyarakat Indonesia dan konsep kerja-

sama dalam kehidupan sosial masyarakat Indo-

nesia), sistem hukum, dan sistem perkawinan.

3. Sistem Pengetahuan Penduduk Indonesia

Unsur budaya berupa sistem pengetahuan da-

lam bahan meliputi pengetahuan tentang pem-

buatan jamu, pengetahuan tentang pembuatan

layanglayang, pengetahuan tentang pakaian

tradisional, pengetahuan tentang makanan dan

minuman khas Indonesia, pengetahuan tentang

perkawinan, dan pelangsungannya serta penge-

tahuan tentang musim di Indonesia.

4. Perilaku Sosial Berbahasa Masyarakat Indo-

nesia

Unsur budaya berupa perilaku sosial berbahasa

masyarakat Indonesia dalam bahan ajar BIPA

dapat meliputi pengungkapan canda, penye-

Page 62: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

48| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

butan gelar, pertanyaan-pertanyaan pribadi,

ungkapan-ungkapan khusus, dan komunikasi

dalam keluarga.

5. Sistem Kesenian Indonesia

Unsur budaya kesenian Indonesia meliputi seni

gerak (permainan tradisional, tari remo, tari

topeng, kuda lumping, ludruk), seni rupa (Ke-

raton Solo, Keraton Yogya, Candi Borobudur),

dan seni suara (lagu-lagu dari Indonesia).

6. Sistem Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Unsur budaya sistem mata pencaharian pen-

duduk Indonesia dalam bahan ajar BIPA dapat

meliputi tenaga pengajar, penjual, penarik be-

cak, tukang pijat, resepsionis penginapan, pe-

tani, dan perawat.

7. Sistem Teknologi dan Peralatan Hidup Masya-

rakat Indonesia

Unsur budaya sistem teknologi dan peralatan

hidup masyarakat Indonesia dalam bahan ajar

BIPA dapat meliputi aspek peralatan (peralatan

rumah tangga, peralatan sekolah, transportasi)

dan teknologi (teknologi bangunan). Berdasar-

kan penjelasan mengenai berbagai macam jenis

budaya di atas, jenis budaya yang dimuat

dalam pengembangan bahan ajar BIPA akan

mengacu pada unsur-unsur budaya hasil

analisis Nurqolila. Budaya Jawa yang dimuat

juga akan menyesuaikan dengan silabus BIPA

Page 63: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 49

dan juga analisis kebutuhan pengembangan

bahan ajar BIPA. Sementara itu, muatan budaya

Jawa dapat disajikan di bagian wawasan atau

kolom informasi mengenai budaya Jawa.

Muatan budaya Jawa juga dapat diintegrasikan

pada dialog, bacaan, ungkapan, dan kosakata

yang terdapat dalam bahan ajar. Dari berbagai

pembahasan, kondisi BIPA saat ini menuntut

adanya bahan ajar BIPA yang dapat memuat

unsur-unsur budaya Jawa. Penggunaan aspek

budaya Jawa dalam bahan ajar berarti meng-

angkat nilai budaya Jawa dalam pemahaman

penutur asing. Nilai budaya ini menunjukkan

identitas dan jati diri masyarakat Jawa. Nilai

budaya yang unik dalam bahan ajar BIPA

menjadi sebuah nilai jual dalam komunitas

global. Manfaat jika dilihat dari sisi budaya

Jawa adalah membantu dalam revitalisasi

budaya Jawa. Kontribusi penelitian ini dapat

menghidupkan kembali budaya Jawa yang saat

ini memang harus dengan usaha dan kerja

keras dalam melestarikannya. Revitalisasi mela-

lui cara ini dirasa sangat komprehensif. Seorang

ahli budaya atau masyarakat yang masih tetap

melestarikan budaya Jawa dapat terkena imbas

luar biasa dari upaya revitalisasi ini. Budaya

yang ada bisa jadi di masa yang mendatang

dapat bernilai sangat mahal dan banyak orang

Page 64: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

50| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

yang ingin berperan di dalamnya, karena

ketertarikan orang asing terhadap budaya Jawa

tersebut. Selanjutnya, pengajaran BIPA berbasis

budaya Jawa selain membantu masyarakat

Jawa dalam melestarikan dan merevitalisasi bu-

daya Jawa, hal ini juga sangat bermanfaat bagi

penutur asing yang belajar bahasa Indonesia.

Salah satu tujuannya adalah untuk membuat

materi ajar menjadi lebih menarik. Jika dilihat

dari sudut pandang penutur asing, mendapat

bahan ajar berbasis budaya merupakan hal

yang baru, unik, dan sesuatu yang menarik.

Harapannya dengan keunikan dan sesuatu

yang bersifat baru dalam bahan ajar BIPA,

penutur asing dapat bertambah motivasinya

dalam mengembangkan kemampuan berbahasa

Indonesia.

Pada dasarnya, pembelajaran BIPA tidak jauh ber-

beda dengan pembelajaran bahasa Inggris untuk orang

Indonesia. Pembelajaran bahasa kedua sangat erat dengan

budaya penutur. Hal ini juga diungkapkan Agnes M.Godo

(2008:66) dalam makalahnya yang dimuat dalam jurnal

internasional IJES sebagai berikut. “The issue is all the more

relevant today as the worldwide spread ofEnglish as a lingua

franca raises not only questions of foreign language learning

efficiency but also the controversial problem of acquiring ways of

reasoning andexpression inherent in the target language

Page 65: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 51

culture”. Pendapat mengenai pentingnya budaya dalam

komunikasi pembelajar bahasa kedua di masyarakat juga

diungkapkan oleh Sidiropoulou (2008: 339) yang

mengatakan bahwa “Culture and various cultural „scripts‟

have beentheoretically linked to interpersonal variability in

human communication andvarious conceptualizations for

learning second language”. Mempelajari bahasa kedua

memang tidak bisa terlepas dari unsur budaya. Maka dari

itu, pengembangan materi budaya Jawa diarahkan untuk

bekal pengetahuan budaya pada penutur asing agar

mampu berbahasa Indonesia sesuai dengan situasi dan

kondisi di masyarakat Jawa. Jadi, pengembangan materi

ajar BIPA untuk penutur asing tingkat pemula ini juga

memuat budaya dimensi nilai sosial yang sering digunakan

dalam berinteraksi dengan masyarakat di Jawa. Interaksi

tersebut misalnya interaksi yang terjadi dalam transaksi

jual beli, menanyakan arah, menggunakan jasa transportasi,

dan lain-lain.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumya bahwa

penutur asing dapat lebih efektif dalam mempelajari ba-

hasa Indonesia jika penutur asing tersebut juga mem-

pelajari atau dihadapkan dengan lingkungan sosial, bu-

daya, dan adat istiadat yang ada di Indonesia. Dengan

demikian, aspek budaya dirasa sangat penting jika dimuat-

kan di dalam bahan ajar BIPA. Penutur asing sulit untuk

dapat mengimplementasikan bahasa Indonesia secara baik

dan benar jika tidak diiringi dengan pengetahuan tentang

Page 66: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

52| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

aspek sosial budaya masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu,

salah satu hal yang penting dan mendasar bagi penutur

asing dalam belajar bahasa Indonesia adalah dengan mem-

berikan muatan-muatan kondisi budaya Indonesia di da-

lam bahan ajar BIPA. Kesadaran penutur asing terhadap

budaya Indonesia dapat membantu penutur asing dalam

mengaktualisasikan diri secara tepat di dalam bahasa

Indonesia. Penutur asing tidak hanya mengetahui bahasa-

nya saja, tetapi juga bisa menerapkannya di dalam kehi-

dupan nyata secara tepat yang sesuai dengan kultur orang

Indonesia. Menurut Tupan (2007), silabus dan kurikulum

BIPA perlu mencantumkan komponen budaya untuk

melengkapi pengajaran BIPA. Ada beberapa hal yang perlu

disampaikan bahwa kesadaran tentang budaya Indonesia

bukan hanya melingkupi hal yang dapat dilihat dengan

jelas (tarian, drama, adat istiadat, atau praktik-praktik

keagamaan), tetapi juga mencakup permasalahan yang tak

terhingga banyaknya, misalnya konsep menghormati yang

lebih tua, konsep kekeluargaan, memberi dan menerima

pujian, meminta maaf, keterusterangan, kritik, dan lain-lain

yang semuanya dapat dibahas dengan cara menyisipkan-

nya pada catatan budaya dalam pembelajaran BIPA.

Budaya merupakan salah satu aspek pendukung dalam

pembelajaranBIPA. Aspek budaya memiliki peranan yang

sangat penting dalam memenuhi target pembelajaran BIPA.

Tujuan memuatkan aspek budaya dalam pembelajaran

BIPA adalah untuk menanamkan kesadaran budaya ke-

pada penutur asing dalam belajar bahasa Indonesia sehing-

Page 67: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 53

ga penutur asing dapat dengan mudah berkomunikasi

dalam situasi budaya Indonesia.

Penutur asing yang belajar aspek budaya dapat

memanfaatkan wawasan budaya tersebut sebagai bekal

dalam hidupnya di Indonesia. Aspek budaya mendukung

penutur asing dalam berbahasa Indonesia sesuai dengan

situasi dan kondisi masyarakat Indonesia. Selain itu,

mengenalkan budaya Indonesia kepada penutur asing juga

dapat menumbuhkembangkan sikap positif dan apresiatif

penutur asing terhadap kekayaan budaya Indonesia.

Menilik pentingnya mengaitkan budaya Indonesia

dalam pembelajaran BIPA, menyertakan budaya Jawa

dalam bahan ajar BIPA dirasa merupakan salah satu upaya

yang tepat, mengingat banyak penutur asing yang belajar

bahasa Indonesia di Jawa. Hal ini sejalan dengan data dari

Kemendikbud, yaitu tercatat sebanyak 640 penutur asing

yang diterima program Darmasiswa tahun 2015/2016dan

paling banyak di Jawa (http://darmasiswa.kemendikbud.-

go.id/darmasiswa). Alasan lain dimuatnya budaya Jawa

dalam bahan ajar BIPA dikarenakan kegiatan perekono-

mian, politik, dan pendidikan lebih banyak berpusat di

Jawa.

Selain faktor potensial tersebut, budaya Jawa juga

dipilih karena merupakan salah satu kebudayaan yang

terbesar di Indonesia, mulai dari bahasa hingga adat

istiadatnya. Memasukkan muatan budaya Jawa dalam

bahan ajar BIPA sangat banyakmanfaatnya, baik untuk

Page 68: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

54| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

penutur asing maupun untuk kemajuan Jawa. Penutur

asing yang belajar bahasa beserta budaya Jawa akan men-

dapatkan manfaat darisegi ilmu kebahasaan, wawasan

budaya, maupun dari segi bahasa sebagai alatkomunikasi.

Penutur asing juga dapat mengimplementasikan bahasa

Indonesiadan wawasan budaya yang didapat kepada

masyarakat Indonesia secara langsung. Manfaat bagi Jawa

pun cukup besar, yakni provinsi Jawa dapat terkena

imbasmelalui kunjungan wisata ataupun kepentingan

pendidikan para penutur asing.Hal ini dikarenakan budaya

Jawa yang termuat dalam bahan ajar BIPA secaratidak

langsung dapat menjadi sarana promosi bagi penutur asing

untuk mengunjungi pulau Jawa sehingga imbasnya masya-

rakat maupun pemerintah Jawa juga mendapatkan manfaat

dan keuntungan, khususnya dalam sektor ekonomi. Buda-

ya Jawa yang kompleks dan beragam serta memiliki nilai-

nilai yang luhur mendukung terbentuknya pengajaran

BIPA yang bermuatan budaya Jawa.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, sim-

pulan dari penelitian ini sebagai berikut: Hasil analisis

kebutuhan menurut persepsi penutur asing dan pengajar

BIPA menghasilkan karakteristik pengembangan bahan

ajar BIPA yang diringkas dalam empat aspek. Persepsi

penutur asing dan pengajar BIPA pada aspek isi atau

materi, bahan ajar hendaknya memuat contoh budaya Jawa

yang beragam. Pada aspek bahasa dan keterbacaan, me-

Page 69: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 55

nurut persepsi penutur asing dan pengajar BIPA, bahan

ajar memiliki ragam bahasa dan pilihan diksi yang mudah

dipahami dan sesuai dengan keterbacaan penutur asing

tingkat pemula A1. Pada aspek penyajian, persepsi penutur

asing dan pengajar BIPA terhadap bahan ajar adalah bahan

ajar hendaknya mampu memotivasi, serta memiliki bentuk

latihan empat aspek berbahasa dan latihan tata bahasa.

DAFTAR PUSTAKA

Alawiyah. 2014. Pengembangan Tes Keterampilan Menulis

sebagai Upaya Penyiapan Alat Uji Kemahiran Berbahasa

Indonesia bagi Penutur Asing. Bahasa: Antologi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Pembelajar-

anBIPA: No. 2, Desember 2014. Diambil

darihttp://ejournal.upi.edu/index.php/PSPBSI/article/

view/499. (13 Agustus2017).

Bakker, J.W.M. 1984. Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar.

Yogyakarta: Kanisius.

Harian Kompas. 2013. BIPA, Tingkatkan Fungsi Bahasa

Indonesia Menjadi Bahasa Internasional. Dalam

http://edukasi.kompas.com/read/2013.Diunduh pada

tanggal 9 Januari 2015 pukul 10.00 WIB

Kentjono, Djoko, dkk. 2010. Tata Bahasa Acuan Bahasa

Indonesia Untuk Penutur Asing. Jakarta: Wedatama

Widya Sastra

Koentjaraningrat. 2008. Kebudayaan, Mentalitas dan

Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Page 70: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

56| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Majid, Abdul. 2008. Perencanaan Pembelajaran:

Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung:

Remaja Rosda Karya.

BIODATA PENULIS

Ahmad Irkham Saputro, Lahir di

Wonosobo pada tanggal 01 Mei 1997.

Menyelesaikan pendidikan menengah

atas MAN 01 Wonosobo tahun 2015.

Kemudian melanjutkan ke UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta Fakultas Ilmu Tarbi-

yah dan Keguruan, Program Studi Pen-

didikan Agama Islam,. Menulis dan

berorganisasi adalah hobinya. Disamping

kesibukannya sebagai mahasiswa, penulis

juga berprofesi sebagai pembimbing les

privat di Bimbel Insan Cendekia, dan

pengajar di Pondok Pesantren Al-Baro-

kah, Yogyakarta.

Page 71: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 57

BAHASA GAUL BAGI PENUTUR ASING

Oleh :

Endah Ratnaningsih

Universitas Tidar

[email protected]

ABSTRAK

Beberapa tahun terakhir Bahasa Indonesia bagi

Penutur Asing menjadi tren untuk dipelajari. Hal ini tak

dapat dipungkiri merupakan akibat dari kebijakan bebe-

rapa negara berkaitan dengan Masyarakat Ekonomi

ASEAN. Kebutuhan masing-masing penutur asing dalam

mempelajari bahasa Indonesia berbeda-beda. Latar bela-

kang penutur asing dalam mempelajari bahasa Indonesia

salah satunya adalah kebutuhan untuk berkomunikasi

dengan warga Indonesia. Selain mempelajari bahasa Indo-

nesia baku, sebagian penutur asing memiliki keingintahuan

yang tinggi untuk mempelajari bahasa gaul. Pengetahuan

mengenai bahasa gaul dirasa perlu bagi penutur asing.

Bahasa gaul bersifat lebih santai daripada bahasa baku.

Artikel ini bertujuan untuk membahas tentang pengajaran

BIPA, bahasa gaul bagi penutur asing. Artikel ini disusun

berdasarkan pemikiran penulis berdasarkan pengalaman

sebagai pengajar BIPA.

Kata kunci: bahasa gaul, pengajaran BIPA

Page 72: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

58| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

PENDAHULUAN

Manusia merupakan makhluk individu dan makluk

sosial. Sebagai makhluk sosial manusia perlu berinteraksi

dengan manusia lain. Dalam interaksi, manusia meng-

gunakan bahasa agar dapat menyampaikan apa yang

mereka maksudkan. Menurut Kridalaksana (1994: 21)

bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang

digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja

sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.

Hal ini bisa dicermati bahwa bahasa merupakan

unsur terpenting dalam sebuah komunikasi. Oleh sebab itu

bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan

masyarakat. Interaksi dan komunikasi menjadi lebih

mudah karena bahasa. Bahasa dapat dipergunakan untuk

menyampaikan gagasan, ide, keinginan, perasan, atau

pengalaman kepada orang lain. Seandainya tidak ada

bahasa, komunikasi dan interaksi antar sesama manusia

tidak akan mungkin berjalan atau terjadi dengan mudah

dan hal ini yang menjadi pembeda dalam berkomunikasi

pada makhluk lain. Hal tersebut, dapat dikatakan bahwa

bahasa merupakan salah satu pembeda utama antara

manusia dengan makluk lain di bumi ini. Komunikasi dan

interaksi antar manusia terjadi sempurna dengan perantara

bahasa. Dengan kata lain, manusia tidak dapat terlepas dari

bahasa mengingat peran penting bahasa dalam berinteraksi

dan berkomunikasi pada kehidupan manusia.

Page 73: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 59

KAJIAN TEORI

Bahasa Gaul

Menurut Kridalaksana, bahasa gaul “ditandai oleh

kata-kata Indonesia atau kata dialek yang dipotong dua

fonemnya yang paling akhir kemudian disisipi bentuk -ok-

di depan fonem terakhir yang tersisa (2008:28). Misalnya,

kata bapak dipotong menjadi bap kemudian disisipi -ok-

menjadi bokap. Diperkirakan ragam ini berasal dari bahasa

khusus yang digunakan oleh para narapidana.

Bahasa gaul pada umumnya digunakan sebagai

sarana komunikasi di antara remaja sekelompoknya selama

kurun tertentu. Hal ini dikarenakan, remaja memiliki

bahasa tersendiri dalam mengungkapkan ekspresi diri.

Sarana komunikasi diperlukan oleh kaum remaja untuk

menyampaikan hal-hal yang dianggap tertutup bagi kelom-

pok usia lain atau agar pihak lain tidak dapat mengetahui

apa yang sedang dibicarakannya. Masa remaja memiliki

karakteristik antara lain petualangan, pengelompokan, dan

kenakalan. Ciri ini tercermin juga dalam bahasa mereka.

Keinginan untuk membuat kelompok eksklusif menyebab-

kan mereka menciptakan bahasa rahasia (Sumarsono dan

Partana, 2002:150).

Pengajaran BIPA

Metode pengajaran didasarkan pada karakteristik

pembelajar, kebutuhan pembelajar, dan applicable. Lebih

lanjut, dalam mengajar penutur asing ada beberapa hal

Page 74: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

60| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

yang harus diperhatikan oleh pengajar. Pertama, kenali

karakteristik pembelajar. Kedua, cari tahu alasan mereka

belajar bahasa Indonesia atau motivasi. Ketiga, tentukan

materi. Keempat, tentukan metode. Kelima, tentukan

media. Keenam, persiapkan trik untuk menghadapi kondisi

yang tak terduga (Ratnaningsih, 2016).

Bahasa utama yang dipergunakan pada saat pem-

belajaran BIPA adalah bahasa Indonesia. Memang tak

dapat dipungkiri bahwa akan terdapat benyak kendala

pada saat proses pembelajaran tersebut. Terdapat penutur

asing yang sudah pernah belajar bahasa Indonesia secara

formal di lembaga kursus, ada juga penutur asing yang

sudah belajar selama beberapa bulan secara autodidak,

bahkan ada pula penutur asing yang tidak punya pengala-

man belajar bahasa Indonesia. Kondisi itulah yang men-

dorong pengajar untuk mencari metode efektif dalam

pengajaran. Singkatnya, pengajar bisa mempergunakan

gambar, video, kamus untuk menterjemahkan, bahasa

tubuh (body language), dan lainnya.

Sebagai guru atau pengajar bahasa bagi penutur

asing, guru harus memiliki teknik jitu agar siswa asing

yang diajar tidak beralih ke pengajar lain. Hal tersebut

dapat pula dianggap sebagai sebuah kompetisi antar peng-

ajar, kompetisi positif tentunya, sehingga pengajar BIPA

tidak hanya asal-asalan dalam mengajar penutur asing. Dia

harus memiliki trik yang “menjual” dan membuat penutur

asing merasa tertarik dan mudah dalam belajar bahasa

Page 75: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 61

Indonesia. Pahami kemampuan awal pembelajar dan kesu-

litan yang dialami pembelajar.

METODE

Artikel ini disusun dengan menggunakan metode

pemikiran yang didukung pula dengan contoh pengajaran

bahasa gaul bagi pembelajar BIPA berdasarkan pengalam-

an penulis.

PEMBAHASAN

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa bahasa

gaul dipakai kebanyakan kalangan remaja untuk berkomu-

nikasi dengan kelompoknya. Bahasa gaul sebagai bahasa

non-formal yang berkembang di kalangan muda berkem-

bang dengan pesatnya.

Pada perkembangan saat ini, bahasa gaul dibentuk

tak lagi berdasar rumusan seperti yang terjadi beberapa

tahun yang lalu. Bahkan, bahasa gaul yang dipakai

kalangan remaja saat ini cenderung sering menggunakan

istilah asing yang mereka anggap lebih bergengsi diban-

dingkan dengan bahasa Indonesia. Kreatifitas merupakan

kunci utama dalam pembentukan bahasa gaul yang

merebak di kalangan muda saat ini.

Dalam kehidupan sehari-hari, penutur asing acap-

kali menggunakan atau menyusun kata-kata dalam bahasa

Indonesia yang dirasa kurang tepat. Salah satu faktor

penyebabnya adalah minimnya pengetahuan mereka akan

bahasa gaul yang berkembang di masyarakat. Bahkan, ber-

Page 76: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

62| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

dasarkan pengalaman, penutur asing secara mandiri

meminta untuk diajari bahasa gaul yang tengah berkem-

bang di kalangan muda. Berikut ini adalah penjelasan

mengenai beberapa contoh bahasa gaul yang tengah

berkembang di kalangan muda.

1. BRB (Be Right Back/ segera kembali) merupakan

bahasa gaul yang sering dipakai ketika bergabung

dalam jejaring sosial (percakapan dalam grup

missalnya) saat pengguna akan melakukan aktifitas

lain.

2. OOTD (Outfit of the day/ pakaian yang dipakai hari

ini) merupakan bahasa gaul yang sedang tren di

kalangan muda, khususnya fesyen yang berkem-

bang di kalangan remaja putri. Istilah ini dipakai

ketika seseorang meminta untuk difoto dengan

gaya OOTD.

3. TYPO (typhographical error/ salah ketik) merupa-

kan istilah yang serings ekali dipakai dalam bahasa

jejaring sosial. Istilah ini dipakai ketika seseorang

tidak bisa menulis dengan benar ketika meng-

gunakan keyboard ponsel mereka, misalnya sese-

orang ingin menulis “merah” tetapi kata yang mun-

cul adalah “.erah.”

4. KELEUS (kali) merupakan bahasa gaul yang ber-

kembang saat ini, misalnya seseorang ingin menga-

Page 77: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 63

takan “Lo udah makan belum?” (kamu sudah

makan?) kemudian dijawab “Udah keleus” (sudah).

5. LO (kamu/anda) merupakan bahasa gaul yang

sering dipakai. Bagi penutur asing kata ini lebih

mudah diucapkan karena lebih singkat daripada

kata “kamu/anda.”

6. CMIIW (correct me if I’m wrong) merupakan istilah

yanag sering dipakai, misalnya seseorang me-

lakukan presentasi kemudian dia meminta feedback

dari audiens tentang apa yang dia sampaikan kalau-

kalau ada kesalahan.

7. GAJE (gak jelas/ tidak jelas) merupakan bahasa gaul

yang sudah ada sejak lama dan masih berkembang

saat ini.

8. GABUT (gaji buta) merupakan bahasa gaul yang

tengah berkembang saat ini.

9. JAPRI (jalur pribadi/ personal chat) merupakan

istilah gaul yang dipakai ketika seseorang meng-

gunakan jejaring sosial, misal Whattsapp.

Pengajaran BIPA, khususnya bahasa gaul merupa-

kan tren yang berkembang saat ini karena penutur asing

akan berkomunikasi dengan penutur bahasa Indonesia asli

yang pada kenyataannya lebih sering memakai istilah-

istilah gaul daripada bahasa Indonesia formal. Perlu disam-

paikan kepada penutur asing bahwa pada saat mempelajari

bahasa gaul, makna dari istilah-istilah gaul dalam bahasa

Page 78: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

64| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

formal, sehingga pengetahuan akan bahasa gaul dan

bahasa formal penutur asing semakin bertambah.

Bahasa utama yang dipergunakan pada saat pembe-

lajaran BIPA adalah bahasa Indonesia. Memang tak dapat

dipungkiri bahwa akan terdapat benyak kendala pada saat

proses pembelajaran tersebut. Terdapat penutur asing yang

sudah pernah belajar bahasa Indonesia secara formal di

lembaga kursus, ada juga penutur asing yang sudah belajar

selama beberapa bulan secara autodidak, bahkan ada pula

penutur asing yang tidak punya pengalaman belajar bahasa

Indonesia. Kondisi ini pulalah yang mendorong pengajr

BIPA untuk meningkatkan kreatifitas dalam pengajaran

BIPA, khususnya dalam mengajarkan bahasa gaul. Hal ini

disebabkan karena dalam komunikasi nyata dalam ke-

hidupan sehari-hari tidak semua penutur asingkan mem-

pergunakan bahasa Indonesia baku, melainkan lebih sering

mempergunakan bahasa gaul.

Pengajaran bahasa gaul bagi penutur asing harus

memperhatikan beberapa hal. Pertama, dalam mengajarkan

bahasa gaul, pengajar harus tetap menyampaikan makna

asli dalam bahasa fromal. Kedua, pengajar harus pula

memberikan konteks yang jelas, sehingga penutur asing

mampu mempergunakan bahasa gaul dengan situasi yang

tepat. Jelaskan pula pada penutur asing bahwa bahasa gaul

akan lebih tepat digunakan untuk berkomunikasi dengan

teman, bukan dengan orang tua atau atasan. Hal ini di-

lakukan untuk mewujudkan penggunaan bahasa gaul yang

Page 79: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 65

sesuai dengan tata krama. Ketiga, mengajarkan bahasa gaul

bagi penutur asing hendaknya dilakukan dengan tetap

memberikan pengarahan mengenai nilai-nilai luhur bangsa

Indonesia.

SIMPULAN

Mengingat pentingnya informasi mengenai bahasa

gaul yang dipakai untuk berkomunikasi, pengajaran

bahasa gaul bagi penutur asing perlu dilakukan. Tentu saja,

dengan tidak mengurangi kebermaknaan dari suatu istilah

formal dari bahasa gaul yang diajarkan. Selain itu, penga-

jaran bahasa gaul agar tetap menjunjung norma-norma

yang berlaku di dalam masyarakat, serta tetap menjaga

nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta:

Gramedia.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Edisi

Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Ratnaningsih, E. 2016. Mozaik Pengajaran BIPA dan Budaya:

Prosiding SEMAR BIPA 1. Semarang: UNNES.

Sumarsono & Paina Partana. 2004. Sosiolinguistik.

Yogyakarta: SABDA (Lembaga Studi Agama,

Budaya, dan Perdamaian) Bekerjasama dengan

Pustaka Pelajar.

Page 80: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

66| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

BIODATA PENULIS

Endah Ratnaningsih. Dosen Prodi Pendidikan

Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Tidar.

Page 81: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 67

MEDIA SOSIAL BERBASIS PEMBELAJARAN BAHASA ASING “HELLO

TALK” SEBAGAI ALTERNATIF MEDIA BELAJAR BAHASA INDONESIA BAGI

PESERTA BIPA

Oleh :

Molas Warsi Nugraheni

Universitas Tidar

[email protected]

ABSTRAK

Era global semakin berwarna dengan majunya tek-

nologi. Teknologi digunakan untuk membantu menyelesai-

kan permasalahan manusia dalam mengelola waktu,

tenaga, dan media secara efektif. Internet merupakan hasil

penemuan dalam bidang teknologi yang masih dan akan

terus digunakan. Internet dapat diakses melalui telepon

genggam dan komputer. Telepon genggam yang telah

dilengkapi dengan data internet dapat difungsikan sebagai

alat komunikasi khususnya melalui media sosial. Telepon

genggam saat ini telah digunakan oleh hampir seluruh

penduduk dunia dengan berbagai bahasa dan budayanya.

Bahasa Indonesia banyak diminati oleh warga negara asing

bahkan telah dibuka program studi bahasa Indonesia di

beberapa negara. Permasalahannya adalah belum banyak

masyarakat Indonesia dan WNA yang mengetahui menge-

nai media sosial yang dapat membantu belajar bahasa.

Page 82: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

68| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Rumusan masalah: Bagaimanakah mempelajari bahasa

Indonesia dengan praktis, fleksibel, dan menarik? Dan

bagaimanakah aplikasi hello talk dapat membantu masya-

rakat belajar bahasa Indonesia? Tujuan penelitian ini adalah

memberikan informasi kepada masyarakat secara luas

mengenai adanya media sosial yang dapat membantu

belajar bahasa, dan cara kerja hello talk sebagai media

belajar bahasa Indonesia bagi penutur BIPA. Penelitian

berjenis penelitian terapan (applied research). Data diperoleh

dari wawancara tertulis melalui aplikasi hello talk. Diharap-

kan aplikasi ini dapat digunakan oleh peserta BIPA dalam

memperlancar percakapannya menggunakan bahasa Indo-

nesia secara tertulis dan lisan.

Kata Kunci: Hello Talk, Media Belajar, Peserta BIPA

PENDAHULUAN

Menghadapi perubahan global, masyarakat dimu-

dahkan dengan berbagai hal praktis. Tidak terkecuali

dalam bidang komunikasi. Beberapa dekade lalu, masya-

rakat masih menggunakan alat-alat pembantu manual.

Masyarakat ini disebut dengan golongan masyarakat lama.

Sementara itu, masyarakat modern telah menerapkan tek-

nologi multiguna untuk membantu kehidupannya agar

lebih efektif dan efisien. Kendaraan yang dahulu didomina-

si oleh tenaga hewan, kini berevolusi menjadi tenaga me-

sin. Kecepatan yang dahulu diukur dengan kecepatan

tenaga hewan, pada era modern telah dikembangkan kece-

patan dengan ukuran cahaya. Surat telah tergantikan

dengan email, kawat kabel telegram berganti dengan hand-

Page 83: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 69

phone, ilmu dapat dengan mudah diunduh melalui inter-

net dsb.

Teknologi komunikasi merupakan bagian dari jenis

teknologi pembantu manusia dalam memudahkan hubung-

an komunikasi antar manusia. Telekomunikasi berkembang

cukup pesat seiring dengan tuntutan hidup manusia yang

semakin meningkat. Pada awalnya komunikasi hanya

manusia hanya dilakukan melalui verbal, kemudian bangsa

Sumeria mulai menemukan cara untuk memfisualkan apa

yang mereka ucapkan dalam bentuk lambang-lambang

bunyi dalam sebuah batu datar. Mulai sejak itu berkem-

bang lambang-lambang huruf yang dituliskan dalam

pelepah kayu dan kertas oleh bangsa Mesir dan Cina. Pada

tahun 1470 ditemukan alat pencetak huruf oleh Johann

Gutenberg. Sejak itulah perkembangan media tulisan seba-

gai komunikasi modern semakin berkembang pesat, dari

mesin ketik hingga komputer jinjing (laptop) yang ter-

koneksi internet. Bahkan saat ini telepon genggam (hand-

phone) telah dilengkapi dengan berbagai aplikasi media

sosial untuk berkomunikasi satu dengan yang lain hingga

antar negara (Sukma 2016).

Bahasa Indonesia disepakati sebagai bahasa per-

satuan karena bahasa Indonesia telah dikenal oleh hampir

semua daerah di Indonesia, selain itu bahasa Indonesia

dipilih karena mudah dipelajari dan dipahami, serta telah

diterima dengan suka cita oleh semua wakil daerah saat itu.

Bahasa Indonesia saat ini dikenal tidak hanya oleh rakyat

Indonesia, tetapi juga diminati oleh bangsa asing. Masyara-

Page 84: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

70| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

kat asing tertarik dengan bahasa Indonesia karena bebe-

rapa hal antara lain; Indonesia merupakan negara yang

besar, dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya

manusianya. Hal ini merupakan salah satu faktor pen-

dukung negara di dunia untuk melakukan hubungan

kerjasama dengan Indonesia. Agar kerjasama dapat terjalin

dengan harmonis dan berlangsung dalam jangka waktu

yang lama, maka tiap negara yang bekerja sama per-

lu mengenal budaya dari masing - masing negara yang

bersangkutan. Salah satunya dengan bahasa. Karena indo-

nesia memiliki potensi untuk diajak bekerjasama, maka

penting bagi negara di dunia untuk mengenal bahkan

mempelajari bahasa Indonesia.

Selain karena Indonesia memiliki potensi sumber

daya alam yang melimpah dan mendorong terjadinya

hubungan kerja sama, bahasa Indonesia dipelajari untuk

ilmu pengetahuan budaya dan bahasa. Beberapa Universi-

tas di dunia bahkan telah membuka program studi bahasa

dan sastra Indonesia. Ketertarikan berikutnya adalah per-

kembangan masyarakat modern menuntut manusia untuk

dapat berkomunikasi tidak hanya dengan masyarakat

lokal, namun internasional. Kegiatan ini sudah menjadi

tren manusia modern. juga karena alasan dasar yaitu

bahasa Indonesia mudah dipelajari.

Terkait dengan hal tersebut, bahasa Indonesia

hingga saat ini telah diajarkan kepada orang asing di ber-

bagai lembaga, baik di dalam maupun di luar negeri. Di

dalam negeri saat ini tercatat tidak kurang dari 45 lembaga

Page 85: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 71

yang telah mengajarkan bahasa Indonesia bagi penutur

asing (BIPA), baik di perguruan tinggi maupun di lembaga-

lembaga kursus. Sementara itu, di luar negeri, Pengajaran

BIPA telah dilakukan oleh sekitar 36 negara di dunia

dengan jumlah lembaga tidak kurang dari 130 buah, yang

terdiri atas perguruan tinggi, pusat-pusat kebudayaan

asing, KBRI, dan lembaga-lembaga kursus (Kemendikbud

2012).

Untuk mendukung program BIPA, Kemendikbud

mulai tahun 2012 menyelenggarakan berbagai program

terkait BIPA, antara lain kerjasama dengan Universitas di

luar negeri, pengadaan beasiswa untuk pelajar asing, per-

temuan BIPA, pemberian dukungan untuk pengembangan

pusat kebudayaan Indonesia di luar negeri, pengembangan

penelitian BIPA, dan peningkatan peran kedutaan besar

Indonesia. Meskipun telah diberi fasilitas melalui program-

program tersebut, pengajar BIPA masih mengalami kesulit-

an khususnya dalam pembiasaan penggunaan kata dalam

percakapan sehari-hari dan susunan kata dan kalimat yang

belum jelas. Sejauh ini pengajar BIPA masih belum mak-

simal membiasakan peserta BIPA bercakap-cakap dengan

menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar

mengingat peserta dari berbagai latar budaya dan bahasa

sehingga fonetiknya kurang diperhatikan. Selain itu

susunan kalimat dalam bahasa tulis masih terpengaruh

dengan struktur kata dan kalimat pada asal bahasa peserta.

Di sisi lain, peserta BIPA kurang terbiasa mempraktikkan

Page 86: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

72| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

ilmu BIPA yang mereka peroleh, dan kurang praktis dalam

mempelajarinya.

Berdasarkan beberapa permasalahan yang dihadapi

pengajar dan peserta BIPA tersebut, terdapat alternatif

solusi yang efektif dan efisien yaitu melaksanakan pem-

belajaran BIPA melalui aplikasi smartphone yaitu peng-

gunaan Hello Talk. Hello talk adalah sebuah aplikasi yang

berbasis media sosial untuk belajar bahasa asing. Aplikasi

ini bisa digunakan untuk semua bahasa dengan status yang

akan dikomentari pengguna lain sesuai bahasa yang

diinginkan. Dengan aplikasi ini diharapkan peserta BIPA

dapat menerapkan teori yang didapatnya di kelas BIPA

sekaligus mendapatkan teman melalui teknologi smart-

phone.

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidenti-

fikasi permasalahan sebagai berikut; 1) pembelajaran BIPA

belum mencapai tujuan yang optimal, 2) peserta BIPA

kurang maksimal belajar bahasa karena kurang praktik, 3)

memanfaatkan teknologi smartphone sebagai layanan

belajar bahasa dengan aplikasi Hello Talk. Oleh karena

keterbatasan waktu dan dikhawatirkan pembahasan akan

meluas, maka penelitian ini dibatasi pada penggunaan

layanan aplikasi Hello Talk sebagai alternatif belajar bahasa

Indonesia untuk Penutur asing.

Menyesuaikan dengan batasan masalah tersebut,

masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut;

Bagaimanakah mempelajari bahasa Indonesia dengan

praktis, fleksibel, dan menarik? Dan Bagaimanakah peng-

Page 87: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 73

gunaan layanan aplikasi Hello Talk sebagai media belajar

bahasa? Tujuan penelitian ini adalah memberikan infor-

masi kepada masyarakat secara luas mengenai adanya

media sosial yang dapat membantu belajar bahasa, dan

cara kerja hello talk sebagai media belajar bahasa Indonesia

bagi penutur BIPA. Manfaat dalam penelitian sederhana ini

secara teoritis adalah memberikan informasi terkait alter-

natif media belajar bahasa melalui smart phone yang efektif

dan efisien. Sedangkan manfaat praktisnya adalah dapat

memfasilitasi peserta BIPA untuk praktik bahasa Indonesia

kepada pengguna hello talk lain yang menggunakan

bahasa Indonesia.

PEMBAHASAN

Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai BIPA telah banyak dilakukan.

Namun penelitian mengenai penerapan teknologi dalam

pembelajaran bahasa belum banyak dilakukan. Penelitian

tentang BIPA yang pertama adalah Penggunaan Media

Lagu dan Puisi dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan

Berbicara bahasa Indonesia pada Siswa BIPA Tingkat

Pemula di Universitas Multimedia Nusantara oleh Ola

Tahe Sinaga (2014). Penelitian ini menghasilkan media

pembelajaran efektif yang digunakan pada peserta BIPA

tingkat pemula. Persamaan penelitian Sinaga dengan pene-

litian peneliti terletak pada media dan objek penelitiannya

yaitu peserta BIPA.

Page 88: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

74| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Penelitian mengenai BIPA selanjutnya adalah

Pengembangan Bahan Ajar BIPA Bermuatan Budaya Jawa

bagi Penutur Asing Tingkat Pemula oleh Prasetiyo (2015).

Penelitian ini mengkaji bahan ajar yang digunakan dalam

pembelajaran BIPA yang dikembangkan dengan menerap-

kan budaya Jawa. Hasil penelitian ini adalah diciptakannya

bahan ajar bermuatan budaya Jawa. Bahan ajar yang telah

diciptakan 90% efektif diterapkan pada peserta BIPA.

Kesamaan penelitian ini dengan peneliti adalah subjek

penerima pengetahuan adalah peserta BIPA, sementara itu

perbedaan terdapat pada jenis penelitian dan media yang

digunakan. Prasetyo menggunakan jenis penelitian pe-

ngembangan sebagai kajiannya, peneliti menggunakan

penelitian terapan. Media yang dihasilkan Prasetyo adalah

buku/bahan ajar sementara peneliti adalah aplikasi pada

smartphone.

LANDASAN TEORI

Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah

bahasa Indonesia pada Era MEA, Peserta BIPA, Teknologi

komunikasi, dan aplikasi Hello Talk.

Bahasa Indonesia pada Era MEA

Bahasa Indonesia banyak diminati oleh warga ne-

gara asing karena bahasa Indonesia sudah lama dikenal

dunia. Selain itu bahasa Indonesia memiliki struktur yang

mudah dipelajari dan dipahami (Wahyono 2014). Bahasa

telah dijadikan bahasa kedua di Vietnam pada tahun 1997,

Page 89: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 75

bahasa Indonesia juga dijadikan bahasa keempat oleh

Autralia sejak tahun 2000. Warga Korea pun tertarik

dengan bahasa Indonesia karena mudah dipelajari

(www.Budaya Indonesia.com 2014).

Sebagai bahasa yang telah dikenal secara internasio-

nal, bahasa Indonesia dinyatakan sebagai bahasa Asean

dalam program ekonomi global (MEA). Bahasa Indonesia

dijadikan sebagai bahasa pengantar MEA karena terdapat

empat rgumentasi. Keempat argumentasi itu adalah Bahasa

Indonesia itu sudah banyak dipelajari pada banyak negara,

mudah dikuasai, laju perkembangannya fantastis, dan

sebagaian kosa kata Indonesia juga ada di dalam bahasa

negara-negara ASEAN (Ramadhan 2016). Hal senada juga

diuraikan oleh Iskandarwassid (2011: 262) yang menyata-

kan bahwa ada beberapa alasan warga asing ingin belajar

bahasa Indonesia. Alasan tersebut antara lain: populasi

pendudukan, letak geografis, keindahan alam, kebudayaan

yang kaya, dan para investor asing. Warga asing yang

belajar bahasa Indonesia memiliki tujuan yang berbeda-

beda. Dengan demikian, bahasa Indonesia memiliki alasan

yang kuat untuk dipelajari oleh warga negara asing.

Peserta BIPA

Pengajaran bahasa Indonesia bagi penurut asing

(BIPA) pada awalnya hanya diperuntukkan sebagai bentuk

pelayanan bagi warga asing yang ingin belajar bahasa

Indonesia. Namun, sekarang pengajaran BIPA mulai di-

minati oleh warga asing, terutama di kawasan Asia-Pasifik.

Page 90: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

76| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Peserta BIPA merupakan pembelajar Bahasa Indo-

nesia dari penutur Asing. Materi pembelajaran BIPA pada

umumnya berkisar pada penggunaan lisan bahasa Indo-

nesia. Hal ini tentunya disesuai dengan kebutuhan penutur

berdasarkan tingkatan kemampuannya. Contoh materi

pembelajaran BIPA yaitu dialog-dialog sederhana, pengu-

capan salam, meminta informasi, menanyakan waktu,

menolak dan menerima undangan, dan lain sebagainya

yang semuanya besifat praktis (Iskandarwassid 2011).

Namun, pembelajaran BIPA dalam tataran bahasa tulis juga

harus mendapat berhatian khusus, karena menulis

merupakan kegiatan yang kompleks. Kemampuan bahasa

seseorang dapat dinilai dari tulisannya. Pembelajaran BIPA

pada tatapan menulis tentunya membutuhkan materi dan

metode yang berbeda dengan tahapan berbicara. Menulis

haruslah dapat menciptakan tulisan yang bagus dan

gramatikal sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia.

Teknologi Komunikasi

Teknologi Informasi dan Komunikasi, adalah pa-

yung besar terminologi yang mencakup seluruh peralatan

teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi

(Sarwaji 2016). TIK mencakup dua aspek yaitu teknologi

informasi dan teknologi komunikasi. Teknologi informasi

meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, peng-

gunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan

informasi. Sedangkan teknologi komunikasi adalah segala

sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu

Page 91: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 77

untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat

yang satu ke lainnya. Oleh karena itu, teknologi informasi

dan teknologi komunikasi adalah dua buah konsep yang

tidak terpisahkan. Jadi Teknologi Informasi dan Komu-

nikasi mengandung pengertian luas yaitu segala kegiatan

yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan,

pemindahan informasi antar media.Istilah TIK muncul

setelah adanya perpaduan antara teknologi komputer (baik

perangkat keras maupun perangkat lunak) dengan

teknologi komunikasi pada pertengahan abad ke-20.

Perpaduan kedua teknologi tersebut berkembang pesat

melampaui bidang teknologi lainnya. Hingga awal abad

ke-21, TIK masih terus mengalami berbagai perubahan dan

belum terlihat titik jenuhnya.

Bentuk-bentuk masalah sosial dan perkembangan

teknologi komunikasi semakin berkembang dan harus

dipenuhi oleh inovator yang menggalakkan perubahan dan

perkembangan teknologi baru bagi terpenuhinya konsumsi

dan keperluan masyarakat akan teknologi komunikasi

yang baru dan dapat memenuhi hasrat masyarakat,

mempermudah dan melancarkan kinerja manusia dalam

melakukan kehidupan manusia. Adanya teknologi komuni-

kasi yang baik adalah untuk memenuhi keperluan dan

kebutuhan manusia yang semakin maju dan berkembang.

Alat komunikasi di dunia telah berkembang sangat

pesat. Perkembangan komunikasi dibagi dua yaitu komu-

nikasi tradisional dan modern. Komunikasi tradisional,

Page 92: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

78| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

manusia memanfaatkan daun lontar untuk komunikasi,

setelah itu berkembang menggunakan merpati pos, dan

kentongan. Sementara alat komunikasi modern dimulai

sejak ditemukanya telegraf pada tahun 1838, setelah itu

berkembang alat komunikasi telepon pada 1876. Pada

tahun 1920 telegram diciptakan mengembangkan teknologi

telegraf. Pager diciptakan pada tahun 1956 di London.

Email dikembangkan pada tahun 1980an namun masih

menggunakan jaringan mainframe, bukan internet. Internet

mulai dikembangkan sejak tahun 1983 namun masuk ke

Indonesia pada tahun 1990an. Penemuan telepon genggam

tak terlepas dari perkembangan radio. Telepon genggam

mulai dikembangkan pada tahun 1973 dan semakin

berkembang pesat hingga saat ini. Telepon genggam

terbaru telah dimodifikasi dengan internet sehingga

semakin memudahkan manusia untuk berkomunikasi dan

bersosial.

Hello Talk

Belajar bahasa asing tidak harus di dalam kelas dan

bisa dilakukan dengan kursus atau secara otodidak.

Bahkan saat ini belajar bahasa apapun hanya dengan meng-

gunakan ponsel saja, gratis, dan langsung dari penutur

aslinya. Hello Talk adalah pionir aplikasi obrolan yang

fokus pada orang-orang yang ingin merasakan pengalaman

chatting sambil belajar langsung dengan orang yang

berbahasa asing (Kompasiana 2016). Berbeda dengan apli-

kasi chatting lainnya, Hello Talk hadir dengan fitur unggul-

Page 93: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 79

annya seperti konversi suara ke teks ataupun sebaliknya,

dan juga bisa langsung diterjemahkan ke dalam bahasa

yang diinginkan. Hello Talk juga akan merevisi kesalahan

gramatikal dalam kalimat yang kita ketikkan. Hal ini tentu

memudahkan kita dalam percakapan bahasa apapun yang

belum pernah dipelajari sebelumnya. Percakapan pun tidak

hanya bisa dilakukan secara personal tapi juga bisa dalam

sebuah grup.

Pengguna akan diarahkan untuk mengisi nama,

usia, asal negara, bahasa ibu (mother tongue), bahasa yang

dikuasai, dan bahasa yang ingin dipelajari (bisa lebih dari

satu bahasa). Pengguna juga harus mengisi berapa kira-kira

tingkat pemahaman dalam bahasa ibu dan bahasa yang

ingin dipelajari (karena mungkin sudah mempelajarinya).

Meskipun Hello Talk merupakan aplikasi untuk

belajar semua bahasa, pengguna dapat menentukan bahasa

apa yang akan dipelajari. Tidak terkecuali peserta BIPA.

Dengan menggunakan aplikasi ini, peserta dapat memilih

mode bahasa Indonesia. Setelah itu peserta dapat bercakap-

cakap sambil belajar di ruang obrolan atau melalui status-

status yang ditulis dengan pengguna yang menguasai

bahasa Indonesia. Peserta BIPA yang konsisten meng-

gunakan aplikasi ini akan terbiasa menggunakan bahasa

yang baik dan kemampuan mereka akan semakin mening-

kat bila didukung dengan percakapan suara (Taher 2016).

Page 94: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

80| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

METODOLOGI

Jenis Penelitian

Penelitian ini berjenis penelitian deskriptif terapan,

yaitu penelitian yang disusun untuk pengaplikasikan

produk. Penelitian terapan adalah salah satu jenis

penelitian yang bertujuan untuk memberikan solusi atas

permasalahan tertentu secara praktis. Penelitian ini tidak

berfokus pada pengembangan sebuah ide, teori, atau

gagasan, tetapi lebih berfokus kepada penerapan penelitian

tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Operasional Hello Talk

1) Setelah mengunduh aplikasi hello talk pada

smartphone, pengguna dapat mengisi biodata,

umur, dan lokasi pengguna.

Gambar1

Ikon aplikasi hellotalk

Page 95: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 81

Gambar 2

Pengaturan profil/identitas pada aplikasi Hello Talk

2) Setelah identitas terisi, pengguna dapat meninjau

pesan, status dan teman atau pengikut dengan fitur-

fitur yang tersedia.

a. Pada panah yang tertera di gambar 3,

terdapat fitur berlambang lonceng untuk

notifikasi pengguna atau pengikut lain, ikon

pena bulu untuk menulis status, ikon balon

obrolan untuk pesan, moments untuk me-

meriksa status teman, lup untuk pencarian,

dan profil untuk keterangan diri.

3) Terdapat fitur koreksi kata dan terjemahan (gambar

4 dan 5), Koreksi kata untuk pembetulan kalimat,

dan terjemahan untuk mencari arti kata bila kesulit-

an.

Page 96: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

82| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5

Fitur-fitur yang tersedia koreksi kalimat komentar status

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Pengujian kevalidan data penilitian menggunakan

sampel 10 pengikut hello talk dari berbagai negara yang

terdata sebagai peminat dan pembelajar bahasa Indonesia.

Gambar 6

Responden Penelitian

Page 97: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 83

Gambar 7

Responden penelitian

Dari 10 responden yang terdata atas nama Santosh

(India), Filmy Boy (India), Shaaz (India), Usman (Pakistan),

Geof (India) Emamon (Inggris). 80% jawab ketertarikan

mereka belajar bahasa Indonesisa. 75% menyatakan sangat

terbantu dengan adanya aplikasi ini. 100% atau semua res-

ponden menyatakan lebih cepat menguasai bahasa

Indonesia dengan hello talk.

SIMPULAN

Berdasarkan paparan mengenai aplikasi hello talk

dalam pembelajaran bahasa Indonesia, hello talk memiliki

efektivitas yang signifikan. Peserta BIPA dapat mengunduh

aplikasi ini sebagai media pembantu belajar bahasa Indone-

sia. Penulis menyarankan agar pengajar BIPA lebih iteraktif

dalam mengajar bahasa Indonesia dan menyarankan

kepada pesera BIPA untuk mengunduh aplikasi ini.

Page 98: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

84| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

DAFTAR PUSTAKA

Defrina Sukma S 2016 http://news.unair.ac.id/2016/05/02/-

perkembangan-teknologi-ubah-sejarah-kehidupan/

Herskovits dalam McGee dan YM Young.2007. Hakers in

south asian cities: planing for the bazaar economy,

canada: IDRC Publisher

http://www.kompasiana.com/arditaher/hello-talk-aplikasi-

edukasi-belajar-bahasa-asing_17 agst 2017

Iskandarwassid & Dadang Sunendar. 2011. Strategi

Pembelajaran Bahasa. Bandung: Rosda.

Kemendikbud 2012 http:// badanbahasa. kemdikbud.go.id

/lamanbahasa/ info_bipa

Miarso. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan.

Jakarta: Pustekom Dinas.

Olo, Tahe Sinaga.2014.Penggunaan Media Lagu dan Puisi

dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara

Bahasa Indonesia pada Siswa BIPA Tingkat Pemula di

Universitas Multimedia Nusantara (Sebuah Model

Pembelajaranpada Siswa BIPA Tingkat Pemula).

Tangerang:UMN dalam ASLILE 2014 CONFEREN-

CE Bali sept 2014

Prasetiyo,Andika Eko.2015. Pengembangan Bahan Ajar Bipa

Bermuatan Budaya Jawa Bagi Penutur Asing Tingkat

Pemula. Skripsi :Universitas Negeri Semarang

Page 99: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 85

KONSEP PRIVASI: FUNGSI

PERTUTURAN DALAM LINTAS BUDAYA

PENUTUR ASING DI UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Oleh :

Puji Lestari dan Destiani

Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta

Jalan Ir. Sutami 36 A, Kentingan, Surakarta, 57126, Jawa

Tengah, Indonesia

[email protected]

ABSTRAK

Budaya yang berbeda memiliki persepsi tertentu.

Ada beberapa budaya yang menganggap sesuatu hal

sebagai pribadi, tetapi itu mungkin dianggap sebagai

umum oleh budaya lain atau kata lain disebut "zona

pribadi. Penelitian ini termasuk penelitian fenomenologis.

Data penelitian yaitu lima mahasiwa asing yang sedang

menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah

Surakarta dari Thailand, Singapura, Tanzania, dan Uganda.

Penelitian ini mengkaji konsep privasi ditinjau dari tuturan

dengan fungsi pertuturannya. Data penelitian meliputi

berbagai macam tuturan dengan fungsi menanya yang

dianggap sebagai privasi dari penutur asing yang sedang

menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah

Surakarta. Data dikumpulkan dengan teknik simak dengan

Page 100: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

86| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

dasar cakap dan lanjutan wawancara mendalam, rekam,

dan catat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat

beberapa konsep privasi, yaitu tuturan dengan fungsi

menanya dengan meminta keterangan, alasan, pengakuan,

pendapat, dan kesungguhan. Selain itu, konsep privasi juga

didasarkan dari faktor usia (mahasiswa Uganda). Pada

dasarnya, informan dari Thailand dan Singapura (Asia)

memiliki ruang privasi yang cenderung lebih sedikit

dibandingkan dari mahasiswa Tanzani dan Uganda

(Afrika). Hal tersebut dikarenakan mahasiswa dari

Thailand dan Singapura masih memiliki kesamaan budaya

dengan Indonesia yang berlatar belakang suku Melayu.

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa mahasiswa

Uganda memiliki ruang privasi yang paling banyak.

Dengan pemahaman konsep privasi di lintas budaya, maka

penelitian ini dapat diproyeksikan dalam pengajaran BIPA

terutama pada pembelajaran penggunaan tuturan atau

kalimat sapaan atau kalimat interogatif untuk berbasa-basi.

Tujuannya pun agar saling menghargai batasan-batasan

privasi dan menciptakan komunikasi yang harmonis

dengan penutur asing.

Kata Kunci : konsep privasi, penutur asing, fungsi pertuturan.

PENDAHULUAN

Fungsi pertuturan menjadi indikasi untuk menge-

tahui makna tuturan yang sedang diujarkan. Fungsi per-

tuturan ditinjau dari pihak penutur terbagi menjadi fungsi

menyatakan, fungsi menanyakan, fungsi imperatif, sedang-

kan jika ditinjau dari pihak lawan tutur dikelompokkan

menjadi fungsi komentar, fungsi menjawab, fungsi

Page 101: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 87

menyetujui (Chaer, 2010: 79). Mahasiswa dalam penelitian

ini termasuk mahasiswa yang sedang tinggal di asrama

K.H Mas Mansyur Universitas Muhammadiah Surakarta.

Mahasiswa asing diwajibkan tinggal selama dua tahun di

asrama untuk belajar bahasa Indonesia dan mengenal

budaya Indonesia. Hal unik tentunya ada dari hasil

interaksi mahasiswa asing dengan mahasiswa Indonesia.

Konsentrasi dalam penelitian ini, yaitu pada tuturan

dengan fungsi menanyakan misalnya“ Kamu sudah meni-

kah?”; “Hari ini kamu makan apa?” merupakan tuturan

yang biasa diujarkan oleh masyarakat Indonesia sebagai

bentuk ramah-tamah atau basa-basi kepada orang lain.

Berbeda halnya bagi mahasiswa Uganda yang menganggap

hal tersebut sebagai bentuk interogatif yang mengganggu

privasinya. Fenemona ini sangat unik untuk dikaji karena

dapat menimbulkan adanya “kejut budaya”.

Budaya yang berbeda memiliki persepsi tertentu.

Ada beberapa budaya yang menganggap sesuatu hal

sebagai pribadi, tetapi itu mungkin dianggap sebagai

umum oleh budaya lain. Ada juga disebut "zona pribadi".

Dalam hal zona pribadi ini akan menyebabkan ketidak-

nyamanan (Kawar dalam Prabowo, 1998: 109). Perbedaan

privasi dari lintas budaya ini akan menjadi tolak ukur

dalam keberhasilan berkomunikasi. Permasalahan tersebut

mengingatkan bahwa posisi bahasa Indonesia jika dipro-

yeksikan menjadi salah satu bahasa yang dipakai dalam

Page 102: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

88| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

tataran internasional, masih terdapat benturan dan ketidak-

santunan dalam berbahasa.

Yusari juga (2012: 120) mengungkapkan bahwa

belajar bahasa asing dengan menyertakan budaya merupa-

kan suatu akulturasi. Fakta ini merupakan cara yang

menarik, tetapi berurusan dengan orang-orang dari budaya

yang berbeda membutuhkan pemahaman tentang keraga-

man budaya. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan

penelitian ini yaitu bagaimana variasi konsep privasi dari

penutur asing ditinjau dari fungsi pertuturannya. Dengan

demikian, peneliti akan menemukan gambaran tuturan

yang terjadi dari konsep privasi dalam lintas budaya bagi

penutur asing. Pemahaman konsep privasi dalam lintas

budaya akan merefleksikan pengajaran BIPA terutama

pada fungsi pertuturan pada kalimat menanya (interogatif)

untuk berbasa-basi.

Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian

ini, misalnya dari penelitian dari Delpechitre (2013) yang

berjudul “Importance of Cross-Cultural Empathy in Selling–

Perspective from Asian Indians living in the U.S”. Penelitian

Delpechitre (2013) bertujuan untuk mendeskripsikan pen-

tingnya kesadaran lintas budaya antara orang India (Asia)

yang tinggal di AS dengan penjual AS. Konsep privasi

mempengaruhi hubungan antar keduanya. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa orang India lebih suka membeli dari

penjual yang mirip dengan mereka karena dianggap

memiliki privasi yang sama. Hal tersebut memiliki kesa-

Page 103: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 89

maan dengan penelitian ini yang mengaitkan konsep

privasi yang dimiliki oleh mahasiswa penutur asing ketika

kuliah di kampus UMS.

KAJIAN TEORI

Konsep Privasi

Budaya universal telah ada di setiap lapisan masya-

rakat yang telah secara sistematis dipelajari (Murdock,

1955:53). Berdasarkan hubungan manusia Westin (1971)

berpendapat bahwa ada aspek-aspek privasi ditemukan

dalam setiap masyarakat dalam budaya universal. Philip

Babcock (dalam Zhang, 2013:47) berpikir tentang "privasi"

sebagai "kualitas atau keadaan yang terpisah dari perusa-

haan atau pengamatan (isolasi) atau pengasingan atau

kebebasan dari pengamatan atau pengawasan tidak sah.

Kata privasi merujuk padanan dari bahasa Inggris,

yakni privacy yang artinya kemampuan seseorang atau

lebih untuk mempertahankan kehidupan dan urusan per-

sonalnya dari publik (Yuwinanto, 2014:2). Konsep privasi

juga dijabarkan oleh beberapa ahli psikologi, antara lain

dari Westin (1967:7) menjelaskan hubungan antara

kerahasiaan dan privasi sebagai klaim individu, Altman

(1975: 24) menganggap privasi sebagai akses kontrol

selektif terhadap privasi diri, dan Rapoport (dalam Pra-

bowo, 1998) mendefinisikan privasi sebagai kemampuan

untuk mengontrol interaksi atau keterbukaan yang diingin-

kan oleh seseorang pada konteks tertentu. Privasi dalam

Page 104: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

90| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

konteks penelitian ini tergolong expressive (interactional)

privacy berhubungan dengan perlindungan mengekspresi-

kan identitas diri (Decew, 1997:77). Jadi, ada pengendalian

internal atas ekspresi diri dan meningkatkan kemampuan

untuk mengadakan hubungan interpersonal.

Secara konteks hukum, privasi merupakan right to

be let alone (Warren dan Brandeis, 1890: 4). Adapun jika

dikaitkan pada hukum Indonesia bersumber pada Undang-

undang Teknologi Informasi ayat 19 yang menyatakan

bahwa privasi adalah hak individu untuk mengendalikan

penggunaan informasi tentang identitas pribadi. Terlepas

dari hal tersebut, inti dari konsep privasi sangat penting

untuk diketahui apalagi pada khasanah lintas budaya.

Fungsi Pertuturan dalam Privasi

Fungsi pertuturan memiliki banyak jenis seperti

yang dirinci oleh Chaer (2010: 79-99) dari fungsi menyata-

kan, menanyakan, memerintah, menyuruh, m,lelarang, dan

mengeritik. Setiap fungsi tersebut juga memiliki beberapa

kategori fungsi tuturan. Namun, dalam penelitian ini hanya

mengaitkan pada konteks fungsi pertuturan menanya.

Chaer (2010: 85) menjelaskan bahwa tuturan dengan

fungsi menanyakan dilakukan dengan kalimat bermodus

interogatif yang menghendaki adanya jawaban baik secara

lisan maupun dalam bentuk tindakan. Ada lima kategori

tuturan dengan fungsi menanyakan berdasarkan Chaer

(2010: 86-88). Pertama, menanyakan meminta pengakuan

Page 105: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 91

adalah tuturan dengan fungsi ini menghendaki lawan tutur

untuk menjawab “ya” atau “tidak” atau bukan. Kedua,

menanyakan meminta keterangan merupakan tuturan

dengan fungsi menanyakan meminta keterangan baik itu

benda atau hal yang ditanyakan oleh penutur kepada

lawan tutur. Ketiga, menanyakan meminta alasan adalah

tuturan dengan fungsi ini dilakukan dengan modus intero-

gatif dan menggunakan kata tanya “mengapa”. Keempat,

menanyakan meminta pendapat adalah tuturan dengan

fungsi ini bertujuan untuk memperoleh pendapat atau

pikiran dari lawan tutur dengan modus interogatif. Kelima,

menanyakan meminta kesungguhan yaitu untuk menyung-

guhkan dan mengiyakan pendapat penutur yang diajukan

kepada lawan tutur dengan kalimat interogatif dan meng-

gunakan kata “bukan” sebagai penegas.

METODE

Penelitian ini termasuk penelitian dengan metode

desain fenomenologis. Van Manen (dalam Delpechitre,

2013:17) mendefinisikan studi fenomenologis sebagai salah

satu yang menggambarkan sesuatu. Mahasiswa penutur

asing yang diteliti dari Thailand, Singapura, Tanzania, dan

Uganda. Data penelitian meliputi berbagai macam tuturan

dengan fungsi menanya yang dianggap sebagai privasi dari

penutur asing yang sedang menempuh pendidikan di

Universitas Muhammadiyah Surakarta. Data dikumpulkan

dengan teknik simak dengan dasar cakap dan lanjutan

wawancara mendalam, rekam, dan catat. Pertama, peneliti

Page 106: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

92| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

mengobservasi lokasi dan mengamati fenomena tuturan

yang terjadi antara mahasiswa Indonesia dengan maha-

siswa penutur asing. Kedua, dilanjutakan dengan wawan-

cara mendalam. Wawancara berisi pertanyaan terstruktur

sehingga peneliti mampu mengambil pandangan atau

kerangka konsep privasi dari mahasiswa penutur asing.

Berikut gambaran informan dalam penelitian ini.

No. Nama

Mahasiswa

Jurusan Asal Umur/kelamin

1. Miss.

Anisah

Bulaebitae

Ilmu

Alquran

dan

Tafsir

Thailand 19

th/pere

mpuan

2. Zainab

Binti Moh.

Thaha

Ilmu

Alquran

dan

Tafsir

Singapura 21 th/perempuan

3. Hassan

Khamis

Hassan

Magister

Teknik

Mekanik

Tanzania 24 th/laki-laki

4. Bwanika

Najib

Magister

Akuntasi

Uganda 24 th/laki-laki

5. Nanyunja

Shukkie

Magister

Akuntasi

Uganda 24 h/perempu

an

Page 107: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 93

PEMBAHASAN

Analisis data dilakukan dengan deskriptif dari

setiap informan. Informan tinggal di asrama mahasiswa

K.H Mas Mansyur Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Berikut rincian analisis informan.

Miss. Anisah Bulaebitae

Informan berdasarkan dari Thailand Selatan. Mayo-

ritas agama di Thailand Selatan adalah muslim. Bahasa ibu

informan tetap bahasa khas Thailand, tetapi informan juga

berlatar belakang bahasa Melayu sehingga bahasa

Indonesia juga sudah dikenal. Budaya di Thailand Selatan

memiliki kesamaan dengan budaya Indonesia yang cen-

derung ramah dan terbuka. Bedanya, di Thailand ada

pandangan kesetaraan yang tercermin tercermin dalam

'ruam duk-ruam-suk' (berbagi-penderitaan-berbagi-kebaha-

giaan) yang memiliki semangat yang sama. Pada dasarnya,

sifat keterbukaan mahasiswa Thailand cenderung tidak

diperlihatkan. Keterbukaan tersebut dapat diketahui jika

ada pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Ada beberapa

tuturan yang dianggap Miss. Anisah Bulaebitae bersifat

yang dianggap sebagai bentuk privasi.

Tuturan dengan Fungsi Meminta Alasan

Data (1) menunjukkan tuturan yang dianggap

privasi bagi Miss. Anisah Bulaebitae. Konsep privasi

ditandai oleh bentuk eksplisit mengapa yang dituturkan

oleh Pn. Maksud data (1) berbentuk interogatif dengan

fungsi meminta alasan kepada lawan tutur. Tuturan dijawab

Page 108: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

94| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

dalam bentuk eksplisit tidak. Hal tersebut tidak menunjuk-

kan jawaban memberi informasi dengan alasan. Miss.

Anisah Bulaebitae menganggap jika tuturan tersebut

disampaikan kepadanya membuat rasa tidak nyaman

karena pertanyaan tersebut tidak perlu dijawab jika

ditunjukkan kepada orang Indonesia yang belum begitu ia

kenal.

(1)

Penutur (Pn) : Mahasiswa Indonesia UMS

Mitra Tutur (Mt) : Mahasiswa Thailand Universitas

Muhammadiyah Surakarta

Eksplikatur : Pn : Mengapa kamu kuliah di

Indonesia? Mengapa tidak di Thailand

saja?

Mt : Tidak.

Pemarkah Lingual : Bentuk eksplisit “mengapa”

Penanda Nonlingual :

Aktivitas sedang mengikuti kegiatan

belajar tahfiz di asrama K.H Mas

Mansyur UMS.

Mt merasa tidak nyaman karena bagi

Mt dimana pun kuliah seseorang

menjadi hal yang privasi. Pn dan Mt

tidak memiliki hubungan yang dekat.

Keduanya hanya bertemu di saat jam

pelajaran tahfiz.

Page 109: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 95

Implikatur : Pn penasaran kepada Mt yang kuliah

di Indonesia.dan Mt merasa tidak suka

jika ditanya alasannya kuliah di

Indonesia

Maksud tuturan : Memberikan alasan tentang Mt yang

kuliah di Indonesia dan mengapa tidak

memilih di Thailand.

Status sosial : Pn mahasiswa semester 6, perem-

puan, usia 20 tahun, Mt mahasiswa

Thailand semeter 4, perempuan, usia

19 th.

Tuturan dengan Fungsi Meminta Keterangan

Data (2) termasuk tuturan yang memiliki konsep

privasi. Konsep privasi ditandai oleh bentuk eksplisit berapa

yang dituturkan oleh Pn. Maksud data (2) berbentuk

interogatif dengan fungsi meminta keterangan kepada lawan

tutur.

(2)

Penutur (Pn) : Mahasiswa Indonesia UMS

Mitra Tutur (Mt) : Mahasiswa Thailand Universitas

Muhammadiyah Surakarta

Eksplikatur :

Pn : Berapa berat badanmu sekarang?

Mt : Ah, jangan saya malu!

Pemarkah Lingual : Bentuk eksplisit “berapa” dan

intonasi seru pada tuturan Mt..

Penanda Nonlingual:

Page 110: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

96| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Aktivitas sedang mengikuti kegiatan

belajar tahfiz di pesantren K.H Mas

Mansyur UMS.

Pn bertanya kepada Mt karena ingin

tahu berat badan Mt. karena dianggap

memiliki berat badan yang sama

dengan Pn.

Implikatur :

Pn penasaran kepada Mt tentang

berat badan yang dimiliki.

Mt merasa tidak suka dan malu jika

ditanya mengenai berat badan yang

dimiliki.

Maksud tuturan : Memberikan informasi tentang

berat badan Mt..

Status sosial : Pn mahasiswa semester 6,

perempuan, usia 20 tahun

Mt mahasiswa Thailand semeter 4,

perempuan, usia 19 th. Pn dan Mt

tidak memiliki hubungan yang

dekat. Keduanya hanya bertemu

disaat jam pelajaran tahfiz di

pesantren K.H Mas Mansyur UMS.

Zainab Binti Moh. Thaha

Informan berasal dari Singapura yang beragama

Islam. Keluarga Zainab Binti Moh. Thaha termasuk dari

suku Melayu sehingga juga sudah mengenal bahasa

Indonesia. Budaya ramah-tamah menjadi prinsip bagi

Page 111: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 97

mahasiswa Singapura yang berlatar belakang beragam

Islam. Namun, bagi Zainab Binti Moh. Thaha sikap basa-

basi cenderung tidak menjadi ciri khas mahasiswa

Singapura yang bersuku Melayu.

Tuturan Menanyakan Meminta Pendapat

Adapun data (3) juga menunjukkan bentuk

keprivasian. Cuplikan eksplikatur pada data (3) ditandai

bentuk eksplisit bagaimana dan pemarkah lingualnya Vp

(verba performatif) eksplisit pakai. Maksud data (4)

berbentuk interogatif dengan fungsi meminta pendapat.

Tuturan (4) ditandai dengan kata “bagaimana” yang

menghendaki lawan tuturan untuk memberikan pendapat.

Namun, bagi Zainab Binti Moh. Thaha yang bersifat privasi

bagi mahasiswa Singapura bersuku Melayu, yaitu

mengenai penampilan. Masalah penampilan bagi maha-

siswa Singapura berlatar suku Melayu sangat privasi, jadi

tidak perlu ditanyakan.

(3)

Penutur (Pn) : Mahasiswa Indonesia UMS

Mitra Tutur (Mt) : Mahasiswa Singapura UMS

Eksplikatur :

Pn : Bagaimana jika kamu pakai baju hitam

aja biar cantik?

Mt : Oh.

Pemarkah Lingual : Bentuk Vp eksplisit “pakai” dan

intonasi interogatif pada tuturan

Pn.

Page 112: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

98| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Penanda Nonlingual:

Aktivitas sedang santai di kamar Mt

dan Mt. Pn dan Mt tinggal satu

kamar di pesantren K.H Mas

Mansyur UMS.

Pn bertanya kepada Mt agar mem-

berikan pendapatnya mengenai baju

yang dipakai.

Implikatur : Pn ingin Mt bisa memberikan

pendapatnya mengenai baju atau

penampilannya.

Maksud tuturan : Memperbolahkan Pn memakai

bedak Mt..

Status sosial : Pn mahasiswa semester 2, perem-

puan, usia 18 tahun, Mt mahasiswa

Singapra semester 6, perempuan,

usia 20 th. Pn dan Mt tidak memiliki

hubungan dekat. Keduanya sudah

saling mengenal selama 10 bulan.

Hassan Khamis Hassan

Informan berasal dari negara Tanzania yang berada

di benua Afrika Timur, dekat negara Madagaskar. Hassan

Khamis Hassan menyebutkan bahwa di Tanzania terbagi

menjadi dua wilayah, yaitu Tanganyika dan Zanziba.

Mayoritas masyarakat Tanganyika beragama Islam

sebanyak 37%, sedangkan mayoritas Zanziba beragama

Islam 99%. Informan berasal dari Zanziba. Hassan Khamis

Page 113: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 99

Hassan menempuh pendidikan magister Teknik Mekanik.

Hassan Khamis Hassan sudah ada di Indonesia selama

tujuh bulan dan hanya belajar bahasa Indonesia. Setelah

setahun belajar bahasa Indonesia, Hassan Khamis Hassan

akan mulai kuliah. Hassan Khamis Hassan sudah bisa

berbahasa Indonesia dengan cukup baik.

Mayoritas dari mahasiswa Zanziba bersifat sangat

ramah dan terbuka sehingga ruang privasi terhadap orang

lain masih cenderung terbuka. Namun, bagi Hassan

Khamis Hassan keprivasian dalam bertutur tampak pada

kata “salam”. Bagi mahasiswa Tanzania, sifat ramah

tampak ketika berbicara dengan orang Islam. Namun, jika

tidak diawali dengan “salam” dalam sebuah pertuturan,

mahasiswa Tanzania dari Zanziba tidak akan memberikan

respon atau jawaban. Hal tersebut tampak pada tuturan (4)

yang menunjukkan tuturan dengan fungsi meminta

keterangan.

(4)

Penutur (Pn) : Mahasiswa Indonesia UMS

Mitra Tutur (Mt) : Mahasiswa Tanzania UMS

Eksplikatur :

Pn : Hai, do you know ruang TU di sini?

(Hai, apakah kamu tahu ruang TU di

sini?

Mt : (Hanya menggeleng)

Pemarkah Lingual : Pn menggunakan campur kode

bahasa Inggris “do you know” dan

bentuk interogatif kepada Mt.

Page 114: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

100| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Penanda Nonlingual:

Aktivitas ketika Pn baru saja

berkunjung di pesantren K.H Mas

Mansyur UMS dan bertanya kepada

Mt.

Situasi yang santai, tetapi Pn terlihat

terburu-buru.

Mt tidak begitu merespon, meskipun

Mt sudah tahu lokasi ruang TU.

Implikatur : Pn ingin Mt memberitahukan lokasi

ruang TU dan Mt tidak merespon atau

tidak memberitahukan kepada Pn

karena Pn tidak mengucapkan salam

“Assalamualaikum” kepada Mt.

Maksud tuturan : Memberikan informasi ruang TU

kepada Pn.

Status sosial : Pn mahasiswa semester 6, laki-laki,

usia 20 tahun, Mt mahasiswa Magister

Teknik, laki-laki, usia 24 th. Pn dan Mt

tidak memiliki hubungan dekat.

Keduanya sudah baru bertemu.

Bwanika Najib dan Nanyunja Shukkie

Informan berasal dari negara Uganda di benua

Afrika. Informan sedang menempuh pendidikan Magister

Page 115: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 101

Akuntasi dan sudah tinggal di Indonesia selama tujuh

bulan. Mayoritas masyarakat Uganda beragama non-

muslim. Menurut Bwanika Najib dan Nanyunja Shukkie

budayanya lebih cenderung meniru budaya Barat. Bagi

Bwanika Najib dan Nanyunja Shukkie konsep privasi

ditunjukkan dari perbedaan umur antara Pn dengan Mt.

Selain itu, konsep privasi juga tampak dari hubungan

kedekatan.

Tuturan dengan Fungsi Menanyakan Meminta Kete-

rangan

Misalnya, “ Kamu mau pergi kemana?”, “Apakah

yang sedang kamu makan?”, “Kapan kamu ingin meni-

kah?”, “Apakah yang sedang kamu lakukan di sini?”,

Apakah kamu senang belajar di sini?. Berikut salah satu

contoh analisis tuturan.

(5)

Penutur (Pn) : Mahasiswa Indonesia UMS

Mitra Tutur (Mt) : Mahasiswa Uganda UMS

Eksplikatur :

Pn : Kamu mau pergi kemana?

Mt : (Diam)

Pemarkah Lingual : Bentuk Vp eksplisit “pergi

kemana” dan bentuk interogatif.

Penanda Nonlingual :

Aktivitas ketika Mt ingin pergi ke

luar setelah belajar di kelas.

Page 116: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

102| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Situasi yang santai, tetapi Mt tidak

merespon Pn dan merasa tidak

suka jika orang yang belum ia

kenal menanyakan hal tersebut.

Implikatur : Pn penasaran Mt mau pergi

kemana dan Mt tidak merespon

karena Mt tidak begitu mengenal

Pn.

Maksud tuturan : Mt memberikan keterangan akan

pergi kemana.

Status sosial : Pn mahasiswa semester 4, laki-

laki, usia 19 tahun, Mt mahasiswa

Magister Akuntasi, laki-laki, usia

24 th, Pn dan Mt tidak memiliki

hubungan dekat. Keduanya sudah

hanya mengenal ketika belajar di

kelas dan baru mengenal beberapa

hari.

Data (5) menunjukkan tuturan yang dianggap

privasi bagi Mt. Cuplikan eksplikatur pada data (5)

ditandai bentuk eksplisit kemana dan pemarkah lingualnya

Vp (verba performatif) eksplisit mau pergi. Adapun maksud

tuturan (5) berbentuk interogatif dengan fungsi meminta

keterangan. Mt hanya diam. Mt tidak merespon. Tuturan

tersebut menghendaki lawan tutur untuk memberi ketera-

ngan. Bagi Bwanika Najib dan Nanyunja Shukkie hal

tersebut sangat privasi, apalagi penutur berumur di bawah

Page 117: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 103

umurnya. Mereka tidak akan menjawab dan merasa tidak

nyaman.

Tuturan dengan Fungsi Menanyakan Meminta Penga-

kuan

Tuturan ini menuntut pengakuan lawan tutur

dengan jawaban “ya” atau “tidak”. Bentuk eksplisit tampak

pada data (6), yaitu sudah menikah. Mt tidak merespon

karena jika tuturan tersebut dituturkan oleh penutur yang

berusia dibawah umur Mt dianggap sebagai privasi,

meskipun sudah dikenal sejak lama.

(6)

Penutur (Pn) : Mahasiswa Indonesia UMS

Mitra Tutur (Mt) : Mahasiswa Uganda UMS

Eksplikatur :

Pn : Apakah kamu sudah menikah?

Mt : (Diam) dan tetap melanjutkan

aktivitas membaca buku.

Pemarkah Lingual : Bentuk Vp eksplisit “sudah

menikah” dengan bentuk interogatif

ditandai “apakah”.

Penanda Nonlingual:

Aktivitas ketika Mt sedang

membaca buku dan Pn bertanya

kepada Mt.

Situasi yang santai, tetapi Mt tidak

merespon Pn. Apalagi Mt mengeta-

hui jika Pn berusia dibawah Mt.

Page 118: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

104| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Implikatur : Pn penasaran kepada Mt apakah

sudah menikah atau belum dan Mt

tidak merespon karena bagi Mt hal

tersebut sangat privasi jika

ditunjukkan kepada lawan tutur

yang berusia di bawah usia Mt.

Maksud tuturan : Mt memberikan informasi penga-

kuan tentang apakah sudah meni-

kah atau belum.

Status sosial : Pn mahasiswa semester 6, laki-laki,

usia 20 tahun, Mt mahasiswa Magis-

ter Akuntasi, laki-laki, usia 24 th, Pn

dan Mt memiliki hubungan yang

dekat. Keduanya sudah saling

mengenal selama enam bulan.

Tuturan dengan Fungsi Menanyakan Meminta Ke-

sungguhan

Misalnya, “Kamu sudah punya anak, bukan?”,

Kamu sudah menikah, bukan?”, “Kamu sudah bekerja,

bukan?, dan. Berikut salah satu karakteristik perwujudan

tuturan pada data (7) juga menunjukkan bentuk privasi

mahasiswa Uganda. Bedanya dengan fungsi meminta

pengakuan, yaitu adana bentuk eksplisit bukan sebagai

penegasan untuk menyungguhkan Mt. Hal tersebut

ditandai adanya bentuk eksplisit bukan dan pemarkah

lingual Vp sudah punya. Maksud tuturan (7) berbentuk

interogatif dengan fungsi meminta kesungguhan. Mt tidak

Page 119: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 105

memberikan respon hanya diam dengan ekspresi

tersenyum.

(7)

Penutur (Pn) : Mahasiswa Indonesia UMS

Mitra Tutur (Mt) : Mahasiswa Uganda UMS

Eksplikatur :

Pn : Kamu sudah punya anak, bukan?

Mt : (Diam) sambil tersenyum.

Pemarkah Lingual : Bentuk Vp eksplisit “bukan”

dan bentuk interogatif.

Penanda Nonlingua l:

Aktivitas ketika Pn sedang belajar

bersama Mt di kamar.

Situasi yang santai, tetapi Mt tidak

merespon Pn dan merasa tidak

suka jika orang yang belum ia

kenal menanyakan hal tersebut.

Implikatur : Pn penasaran dan ingin me-

nyungguhkan Mt tentang apakah

Mt sudah memiliki anak dan Mt

tidak merespon karena Mt bagi Mt

hal tersebut sangat privasi dan

tidak ingin diketahui oleh orang

Indonesia, apalagi ditunjukkan

kepada Pn yang usianya di bawah

Mt.

Maksud tuturan : Pn ingin memastikan apakah Mt

sudah memiliki anak atau belum.

Page 120: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

106| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Status sosial : Pn mahasiswa semester 6, perem-

puan, usia 20 tahun, Mt maha-

siswa Magister Akuntasi, perem-

puan, usia 24 th, Pn dan Mt memi-

liki hubungan yang cuku dekat.

Keduanya sudah saling mengenal

selama lima bulan.

Tuturan dengan Fungsi Menanyakan Meminta Alasan

Karakteristik perwujudan data (8) menunjukkan

konsep pivasi. Bentuk eksplisit mengapa dan pemarkah

lingual Vp mengikuti kegiatan ini. Adapun maksud tuturan

(9) berbentuk interogatif dengan fungsi meminta alasan.

(8)

Penutur (Pn) : Mahasiswa Indonesia UMS

Mitra Tutur (Mt) : Mahasiswa Uganda UMS

Eksplikatur :

Pn : Mengapa kamu mau mengikuti

kegiatan ini?

Mt : (Diam) dan langsung pergi

meninggalkan Mt.

Pemarkah Lingual : Bentuk Vp eksplisit “mengapa”

dan bentuk interogatif.

Penanda Nonlingual:

Aktivitas ketika acara kegiatan di

kampus. Pn bertanya kepada Mt

karena menganggap acara kampus

saat itu ditunjukan kepada orang

Page 121: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 107

Indonesia. Mt tidak merespon dan

menganggap hal tersebut tidak

perlu ditanyakan padanya.

Topik: Pn ingin mengetahui alasan

Mt mengikuti acara kampus.

Implikatur : Pn penasaran dan ingin menge-

tahui alasan Mt mengikuti kegiat-

an kampus saat itu. Mt kebetulan

melihat kegiatan acara di kampus

dan penasaran ingin ikut tetapi Mt

ditanya oleh Pn sehingga Mt mera-

sa tidak nyaman dan memutuskan

untuk pergi.

Maksud tuturan : Pn ingin mengetahui alasan Mt.

Status sosial : Pn mahasiswa semester 4, perem-

puan, usia 19 tahun, Mt maha-

siswa Magister Akuntasi, laki-laki,

usia 24 th, Pn dan Mt memiliki

tidak memiliki hubungan yang

dekat. Keduanya baru bertemu

saat ada acara kampus saat itu.

SIMPULAN

Berdasarkan analisis dari informan, ditemukan

beberapa konsep privasi yang dapat ditemukan. Adapun

konsep privasi tersebut, yaitu tuturan dengan fungsi

menanyakan meminta keterangan, alasan, pengakuan, pen-

Page 122: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

108| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

dapat, dan kesungguhan. Pada dasarnya, informan dari

Thailand dan Singapura (Asia) memiliki ruang privasi yang

lebih sedikit dibandingkan dari mahasiswa Tanzani dan

Uganda (Afrika).

Berdasarkan fenomena adanya keterkejutan budaya

tersebut, disadari atau tidak bahwa konsep privasi dalam

konsep ruang dan jarak yang terkandung dalam bahasa

Indonesia perlu diperhatikan khususnya dalam pengajaran

Bahasa Indonesia bagi penutur asing, apalagi jika bahasa

Indonesia dapat diproyeksikan menjadi bahasa yang di-

pakai dalam tataran internasional. Adapun dapat ditemu-

kan dalam pembelajaran kalimat sapaan atau kalimat

bentuk interogatif ditinjau dari fungsi pertuturannya untuk

berbasa-basi.

DAFTAR PUSTAKA

Altman, I. 1975. The environment and social behaviour.

Monterey, CA: Brooks/Cole.

Chaer, A. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka

Cipta.

DeCew, J. 1997. In pursuit of privacy: Law, ethics, and the rise

of technology. Ithaca, NY: Cornell University Press.

Delpechitre, D. 2013. “Importance of Cross-Cultural

Empathy in Selling-Perpective from Asian Indians

living in the U.S” dalam International Journal of

Business and Sosial Science, 4 (11), 15-22.

Page 123: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 109

Murdock, G. P. (1955). The universals of culture. In A. Hoebel,

J.D. Jennings, & E. R. Smith (Eds.), Readings in

worldanthropology. New York: McGraw-Hill.

Prabowo, Hendro. 1998. Pengantar Psikologi Lingkungan.

Jakarta. Gunadarma .

Rubin, H. 1995. Qualitative Interviewing; The Art of Hearing

Data. London: Saga Publication.

Yusari, N.I. 2012. “Konsep Privasi: Masalah Lintas Budaya

dalam Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur

Asing” dalam Prosiding Seminar Internasional

Multikultural dan Globalisasi.

Yuwinanto, H.P. 2014. Kebijakan Informasi dan Privasi.

Surabaya: Departemen Informasi dan Perpustakaan

FISIP Airlangga.

Warren, S., & Brandeis, L. D. 1890. The right to privacy.

Harvard Law Review, 4, 193–220.

Westin, A. 1967. Privacy and Freedom. New York: Atheneum.

o, Hendro. 1998. Pengantar Psikologi Lingkungan.

Jakarta. Gunadarma.

Zhang, X. 2013. “Talking about Privacy Awareness in

Intercultural Comunication-A Case Study of the

Story “Top Secret” dalam Jurnal Arta, Science, and

Commerce, Vol.4: 45-48, Issue 3(1), Juli 2013.

Page 124: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

110| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Biodata Singkat Penulis 1

Nama : Puji Lestari, S.Pd.

TTL : Afdeling XIII, 25 Mei 1994

Alamat: Jl. Halilintar RT/RW 02/10,

Jebres, Surakarta

No Hp : 082313332972/085702439318

Status : Mahasiswa Magister Pend.

Bahasa Indonesia UNS

E-mail : [email protected]

Biodata Singkat Penulis 2

Nama : Destiani, S.Pd.

TTL : Bandarlampung, 8 Mei 1988

Alamat: Perum Griya Lotus No. A2,

RT 12, Mojolaban, Sukoharjo,

Surakarta

No Hp : 085378789996

Status : Mahasiswa Magister Pend.

Bahasa Indonesia UNS

Page 125: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 111

FAKTOR PENGGUNA DAN

PENGELOLAAN DALAM

PENYELENGGARAAN PROGRAM BIPA1

Oleh : Suharsono

Fakultas Ilmu Budaya UGM, Ketua APPBIPA Cabang

Yogyakarta

[email protected]; [email protected]

ABSTRAK

Pada umumnya lembaga penyelenggara program

BIPA di Indonesia menyelenggarakan programnya lebih

berfokus pada aspek kebahasaannya. Dengan mempertim-

bangkan BIPA sebagai “industri”, penyelenggaraan pro-

gram BIPA seyogianya dikembangkan ke arah bukan

hanya bahasa, tetapi juga ke arah pengguna dan pengelo-

laannya. Pengguna merupakan faktor penting yang

menentukan keberadaan dan keberlangsungan program

BIPA karena tanpa pengguna program BIPA tidak dapat

berjalan dengan baik. Identifikasi terhadap siapa pengguna,

profil kebutuhan komunikasi, dan kebutuhan institusi

adalah bagian penting dari hal-hal yang berhubungan

1 Makalah ini disajikan pada Seminar Nasional Kajian Bahasa dan Sastra

II (Kabastra II) di Universitas Tidar Magelang, Jawa Tengah, pada 9 September 2017.

Page 126: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

112| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

dengan pengguna. Identifikasi tersebut akan menjadi

penentu bagi bentuk pelayanan dan program pembelajaran

seperti apa yang sebaiknya diterapkan oleh pengelola.

Sementara itu, aspek pengelolaan berkaitan dengan

masalah bagaimana merancang dan memasarkan program

BIPA. Ada tujuh aspek yang perlu dipertimbangkan, yakni

keunikan, keunggulan, keamanan dan kenyamanan,

konsistensi, kualitas, jejaring, dan promosi. Keunikan dan

keunggulan dapat menciptakan citra positif bagi pengguna;

diferensiasi program, kualitas, keamanan, dan konsistensi

akan menciptakan kepercayaan yang kuat pada pelanggan;

dan jejaring yang kuat akan menciptakan ikatan hubungan

yang kokoh antarinstitusi atau antarindividu, yang pada

gilirannya akan berdampak positif terhadap peningkatan

jumlah pemelajar (pelanggan).

Kata kunci: pengguna, pengelolaan, program BIPA, jejaring

BIPA

PENDAHULUAN

Pada umumnya lembaga penyelenggara program

BIPA di Indonesia menyelenggarakan programnya lebih

berfokus pada aspek kebahasaannya. Tentu saja hal ini

merupakan sesuatu yang wajar karena memang aspek

itulah yang menjadi substansi bahan sajiannya. Akan

tetapi, apakah hanya aspek itulah yang layak menjadi per-

hatian lembaga penyelenggara BIPA? Apakah aspek lain-

nya tidak begitu penting untuk dipertimbangkan sebagai

Page 127: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 113

faktor yang turut menentukan berhasil-tidaknya penye-

lenggaraan program BIPA? Apabila dikaitkan dengan

terbukanya tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia

sebagai konsekuensi dari ditetapkannya Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA) (ILO & ADB, 2014: 2) dan

kemungkinan meningkatnya jumlah orang asing yang akan

belajar BIPA sebagai dampak dari membaiknya kondisi

ekonomi dan politik Indonesia, penyelenggaraan program

BIPA rupanya tidaklah cukup memadai bila penyelenggara

hanya berfokus pada aspek yang berkenaan dengan

kebahasaan seperti bahan ajar, guru, desain pembela-

jarannya. Perlu diingat pula bahwa penyelenggaraan

program BIPA bersentuhan dengan persoalan birokrasi

(keimigrasian, kepolisian), keamanan, sosial, ekonomi,

politik, bahkan dengan masalah kepuasan pelanggan.

Dengan demikian, kelihatan bahwa penyelenggaraan

program BIPA tidaklah sesederhana yang dibayangkan

kebanyakan orang. Penyelenggaraan program BIPA tidak

cukup bila hanya difokuskan pada aspek bahasa tetapi

sebaiknya juga perlu dikembangkan ke arah pengguna dan

pengelolaannya. Makalah ini akan membahas ihwal yang

terkait dengan dua faktor yang terakhir ini, yakni masalah

pengguna dan pengelolaan.

PENGGUNA PROGRAM BIPA

Pengguna merupakan faktor penting yang menen-

tukan keberadaan dan keberlangsungan program BIPA

karena tanpa pengguna program BIPA tidak dapat berjalan

Page 128: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

114| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

dengan baik. Identifikasi dan pemahaman pengelola

program BIPA terhadap pengguna menjadi penentu bagi

bentuk pelayanan dan program pembelajaran BIPA seperti

apa yang sebaiknya diterapkan. Dapat dikatakan bahwa

penggunalah yang berperan penting bagi “hidup-matinya”

program pengajaran BIPA karena tidak mungkin sebuah

pengajaran BIPA berjalan tanpa pengguna atau pemelajar.

Oleh karena itu, hal pertama dan utama dilakukan oleh

pengelola program BIPA adalah melakukan identifikasi

siapa penggunanya.

Pengguna program BIPA dapat berupa lembaga

atau individu. Pengguna yang berupa lembaga dapat

berasal dari universitas, konsorsium, kantor pemerintah,

lembaga negara (Departemen Pertahanan, pengadilan),

kantor kedutaan, kantor swasta, perusahaan, dsb. Peng-

guna jenis ini biasanya mengirimkan pemelajar BIPA-nya

karena tuntutan kebutuhan lembaga, misalnya untuk

menjadi penerjemah atau interpreter di lembaganya, untuk

keperluan transfer kredit bagi mahasiswanya (akademik),

untuk dapat berkomunikasi dengan masyarakat Indonesia

secara luas (sosial, politik), untuk dapat menyusun laporan

dalam bahasa Indonesia, dsb. Pelanggan berupa institusi ini

mengirim pemelajar BIPA-nya atas dasar kerja sama

kelembagaan (berdasar nota kesepahaman) atau tidak.

Jumlah pemelajar yang dikirim oleh pelanggan jenis ini

dapat berjumlah satu, beberapa, atau puluhan, bergantung

pada kebutuhan dan ketersediaan finansial lembaga

Page 129: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 115

tersebut. Jumlah jam atau lama belajarnya pun berbeda-

beda bergantung pada waktu dan beaya yang tersedia.

Mengingat setiap lembaga memiliki tujuan dan kebutuhan

yang berbeda dalam mengirim stafnya untuk mengikuti

program pengajaran BIPA, maka memahami tujuan dan

kebutuhan lembaga pengirim merupakan keniscayaan bagi

pengelola program BIPA. Sementara itu, kebutuhan

lembaga bukan hanya berkaitan dengan akademik, yaitu

kebutuhan pembelajaran, melainkan berkenaan pula

dengan hal-hal yang bersifat nonakademik, seperti

kemudahan birokrasi, kecepatan pengelola dalam meres-

pon dan mengatasi persoalan yang muncul, serta Kenya-

manan dalam pelayanan. Kebutuhan yang nonakademik

ini sering menjadi hambatan bagi hubungan antarlembaga

apabila tidak diantisipasi dan dikelola dengan baik. Selain

itu, membina hubungan baik dengan lembaga pengirim

merupakan hal lain yang tidak boleh diabaikan demi

menjaga dan mempertahankan kesinambungan pengiriman

stafnya untuk belajar bahasa dan budaya Indonesia di

lembaga BIPA-nya.

Selain faktor lembaga, kemungkinan lain seseorang

memilih dan belajar bahasa Indonesia pada program BIPA

karena keinginan pribadi. Keinginan atau tujuan tersebut

bisa karena alasan akademik (misalnya untuk mengikuti

kuliah di perguruan tinggi di Indonesia, untuk mem-

peroleh kredit), untuk memperoleh pekerjaan, akan

melakukan penelitian di Indonesia, untuk berwisata, dan

Page 130: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

116| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

bisa pula karena hobi. Dalam praktiknya, model penye-

lenggaraan dan pelayanan program BIPA terhadap

pemelajar yang datang karena dikirim oleh lembaga dan

yang datang karena keinginan pribadi berbeda. Oleh

karena itu, kelihaian dan keluwesan pengelola program

BIPA dalam mendesain program pengajaran dan pelayanan

sangat dibutuhkan.

Hal lain yang berkaitan dengan pengguna adalah

profil kebutuhan komunikasi. Profil kebutuhan komunikasi

ini dapat mencakupi banyak aspek seperti tujuan (untuk

komunikasi umum, interaksi di tempat kerja, berwisata,

dsb.), interaksi (dengan teman, rekan kerja, sopir pribadi,

masyarakat desa, dsb.), instrumen (mana yang cenderung

lebih banyak digunakan: dialog, berbicara, membaca,

menulis, tatap muka, bertelepon, dsb.), ragam bahasa

(formal, nonformal, lisan, tulis), target yang ingin dicapai

(sekadar dapat berbicara atau lebih mendalam, misalnya

dapat membuat laporan, melakukan presentasi, dsb.), dan

topik apa yang diminati (budaya, ekonomi, politik, hibur-

an, sosial, dsb.). Profil kebutuhan komunikasi harus diketa-

hui dan dikenali dengan baik oleh penyelenggara program

BIPA sebelum program berjalan karena akan mem-

pengaruhi desain program pembelajaran. Tanpa penge-

nalan yang baik terhadap profil kebutuhan komunikasi

pemelajar, penyelenggaraan program BIPA akan menjadi

salah arah dan bahkan dapat berakibat pada kurang

Page 131: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 117

tertariknya pengguna pada program pembelajaran yang

dilaksanakan.

PENGELOLAAN PROGRAM BIPA

Pengelolaan program BIPA berkaitan erat dengan

bagaimana merancang, melaksanakan, dan memasarkan

program BIPA. Dengan demikian, terminologi pengelolaan

dalam hal ini berkaitan erat dengan soal manajemen, yang

secara umum dipahami sebagai bagian dari upaya-upaya

merancang, melaksanakan, dan memasarkan produk

(dalam hal ini program BIPA). Dalam penyelenggaraan

program BIPA, masalah pengelolaan ini sering diabaikan,

khususnya apabila program BIPA itu berada di bawah

naungan lembaga universitas. Hal ini terjadi karena ada

anggapan bahwa “pemasaran” program BIPA sudah

dengan sendirinya melekat atau mengikuti universitas.

Barangkali pada tahapan tertentu hal ini dapat diterima

atau masuk akal, tetapi bila mempertimbangkan cakupan

pemasaran BIPA yang makin meluas dan melibatkan

pengguna dari berbagai belahan dunia dan dengan latar

belakang yang beraneka macam, cara seperti itu kini tidak

memadai lagi. Terlebih bila dikaitkan dengan upaya

memperluas pelayanan program BIPA pada era Masya-

rakat Ekonomi ASEAN yang membuka peluang masuknya

tenaga kerja asing secara bebas ke Indonesia, pengelolaan

program BIPA haruslah dilakukan secara lebih profesional

sehingga mampu bersaing dengan program pembelajaran

bahasa asing lainnya di ASEAN dan dunia. Faktor apa saja

Page 132: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

118| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

yang perlu diperhatikan dalam mengelola program BIPA

agar mampu memenuhi harapan tersebut? Berikut akan

dibahas satu per satu.

(a) Keunikan

Sebagaimana halnya produk jasa lainnya, program

pengajaran BIPA perlu memiliki keunikan dalam

penyelenggaraannya. Unik di sini dapat dimaknai sebagai

sebuah program pengajaran atau layanan yang memiliki

kekhasan dan berbeda dengan program sejenis yang lain.

Ibarat sebuah barang yang memiliki keunikan dari segi

desain, program BIPA seyogianya juga memiliki keunikan,

entah dari segi pembelajaran, layanan, kegiatan luar kelas,

maupun lainnya. Keunikan akan menjadi ciri khas yang

menempel pada lembaga yang bersangkutan. Bila dikelola

dengan baik, keunikan akan melekat di memori pelanggan

sehingga ketika pelanggan kembali ke negaranya keunikan

itu menjadi “cerita” yang tersampaikan kepada orang lain

dan hal ini memiliki nilai promosi tersendiri bagi lembaga

penyelenggara program BIPA.

Beragam cara dapat dilakukan untuk menciptakan

keunikan ini. Salah satu contohnya adalah memanfaatkan

kekayaan budaya lokal, seperti yang dilakukan Inculs

UGM. Karena UGM berada di Yogyakarta, kota yang

kental dengan gamelan Jawanya, penggunaan gong untuk

menandai pergantian jam/pelajaran merupakan sesuatu

yang unik; bahkan kadang kala pemelajar BIPA

dipersilakan memukul gong untuk menggantikan tugas

Page 133: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 119

pemukul gong yang staf Inculs. Penggunaan gong ini

sudah berlangsung sejak lama hingga kini. Lembaga

penyelenggara program BIPA lainnya dapat saja membuat

cara agar memiliki keunikan, misalnya penataan ruang

kantor dan kelas yang mencirikan kekhasan budaya

setempat, kostum guru atau staf yang menggunakan

busana adat daerah pada waktu-waktu tertentu, dsb.

(b) Keunggulan

Setiap lembaga penyelenggara program BIPA juga

perlu mengidentifikasi dan mengembangkan apa yang

dapat dijadikan keunggulan lembaganya. Dengan kata lain,

lembaga BIPA perlu memikirkan program seperti apa yang

dapat menjadi unggulan sehingga membedakan dengan

lembaga penyelenggara BIPA lainnya. Mengingat tujuan,

minat pelanggan, dan periode waktu yang tersedia untuk

belajar BIPA berbeda-beda, menciptakan keunggulan

program BIPA merupakan salah satu faktor (penting) yang

dapat mendatangkan pelanggan. Keunggulan ini akan

menjadi daya tarik pelanggan untuk datang belajar BIPA.

Karena itu, setiap lembaga penyelenggara program BIPA

harus dapat mengenali dan mengembangkan keunggulan

masing-masing.

Keunggulan sebuah lembaga BIPA dapat dimiliki

karena berbagai upaya atau sebab. Salah satuya adalah

karena faktor sejarah, misalnya Inculs UGM. Pada awalnya

penyelenggaraan pengajaran BIPA di UGM dilaksanakan

karena adanya kerja sama atau nota kesepahaman

Page 134: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

120| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

antaruniversitas. Karena berbasis kerja sama

antaruniversitas, maka mata kuliah yang diambil atau

diikuti di Inculs UGM, baik kuliah keterampilan berbahasa

Indonesia maupun kuliah budaya dan/atau praktik budaya,

diakui sebagai mata kuliah di universitas mahasiswa yang

bersangkutan. Ciri pengajaran BIPA yang lebih mengarah

ke akademik ini disokong oleh pelanggan yang sebagian

besar adalah mahasiswa. Sebetulnya kerja sama antar

universitas di UGM itu semula bersifat umum untuk ber-

bagai bidang keilmuan (pertukaran dosen, pengiriman

peneliti, kerja sama penelitian), namun dalam perjalanan-

nya berkembang ke arah BIPA, misalnya pengajaran bahasa

dan budaya Indonesia untuk mahasiswa Universitas

California, AS, Universitas Monash, Australia, atau untuk

mahasiswa yang tergabung ke dalam kelompok ACICIS

(Australia), USINDO (AS). Faktor lainnya adalah penem-

patan pertama program KNB (pra-S2), yakni pengajaran

BIPA untuk mempersiapkan para mahasiswa memasuki

perkuliahan pada jenjang S2.

Upaya lain membangun keunggulan adalah kerja

sama antaruniversitas dalam mengembangkan double degree

(misalnya pengajaran BIPA di Universitas Ahman Dahlan

Yogyakarta), upaya memadukan secara intensif antara

pengajaran BIPA dan (praktik) budaya karena dukungan

sosial-budaya masyarakat sekitar, upaya menjadikan

bidang kajian utama institusi tempat program BIPA meng-

induk sebagai tema utama pembelajaran (misalnya UMM

Page 135: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 121

dengan studi keislamannya). Upaya lainnya membangun

keunggulan program pengajaran BIPA adalah program

penempatan pemelajar BIPA tinggal di desa selama

beberapa hari agar pemelajar merasakan bagaimana

kehidupan di desa. Program ini tentu dapat terlaksana bila

tersedia hunian kawasan pedesaan di lingkungan regional

lembaga BIPA. Di sisi lain, lingkungan kota yang menye-

diakan banyak ekspatriat dimungkinkan pula dijadikan

salah satu pertimbangan untuk menciptakan keunggulan

pada program pengajaraan BIPA-nya. Pada sebagian

lembaga penyelenggara program BIPA, model pembe-

lajaran yang selalu satu lawan satu, artinya satu pemelajar

diajar oleh satu guru, dijadikan keunggulan programnya.

(c) Konsistensi

Konsistensi merupakan faktor penting dalam

pengelolaan sebuah program pengajaran. Konsisten dapat

dimaknai sebagai keadaan yang tidak berubah dari waktu

ke waktu. Konsisten di sini terutama dalam hubungannya

dengan kualitas program, keunikan, dan keunggulan. Bila

sebuah lembaga penyelenggara BIPA mampu menjaga

kosistensi dalam kualitas pembelajara dan keunikan serta

mampu mempertahankan keunggulan, hal itu akan men-

jadi daya tarik pelanggan untuk datang ke lembaga

tersebut. Konsisten akan memberikan kesan yang baik dan

kuat sehingga akan selalu diingat oleh pelanggan.

Page 136: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

122| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

(d) Keamanan dan Kenyamanan

Keamanan dapat meliputi keamanan lingkungan

tempat belajar dari gangguan pencurian, gangguan suara,

keramaian orang serta kendaraan dan keamanan tempat

tinggal pemelajar. Meskipun lembaga penyelenggara

program BIPA tidaklah menjadi induk semang bagi

pemelajar BIPA, memiliki informasi tempat tinggal

(indekos, homestay, asrama) yang aman, nyaman, dan

terekomendasi merupakan bukti kepedulian lembaga BIPA

terhadap keamanan bagi pelanggannya. Kepedulian ini

akan membangun citra positif di hati pelanggan. Keamanan

juga bisa berkaitan dengan keamanan lingkungan belajar

dari masalah kelisrikan, hal yang menimbulkan pemelajar

jatuh atau cedera, termasuk tersedianya petunjuk atau

sarana darurat sekiranya terjadi bencana alam (kebakaran,

gempa bumi, gunung meletus).

Merupakan hal yang lazim bila seseorang ketika

berada di lingkungan baru selalu mendambakan suasana

yang aman dan nyaman bagi dirinya, apalagi bila sese-

orang itu berada di sebuah negara yang baru dikun-

junginya. Keamanan bahkan dapat menjadi suatu jaminan

atau garansi bagi pelanggan yang hendak datang ke

Indonesia untuk belajar BIPA. Pada sisi lain, kenyamanan

bisa berkenaan dengan tersedianya fasilitas, tata ling-

kungan, atau kebijakan yang mengakomodasi perbedaan

fisik pemelajar, misalnya postur tubuh yang tinggi atau

besar serta penyandang difabel/disabilitas. Lembaga

Page 137: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 123

penyelenggara program BIPA yang sungguh-sungguh

menyadari dan memenuhi kebutuhan keamanan dan

kenyamanan ini akan memiliki nilai plus bagi pelanggan.

(e) Kualitas

Hal utama yang hendaknya menjadi perhatian

penyelenggara BIPA adalah masalah kualitas, khususnya

kualitas yang berkenaan dengan pembelajaran karena

faktor inilah yang menjadi titik sentral sebuah program

BIPA. Kualitas pembelajaran ini setidak-tidaknya meliputi

materi ajar, guru, dan proses belajar mengajar. Bila materi

ajar merupakan bahan baku pembelajaran yang secara

substansial harus berkualitas, guru merupakan penentu

bagi berkualitas tidaknya proses pembelajaran BIPA. Guru

pulalah yang menentukan baik-tidaknya interaksi dengan

pemelajar.

Aspek lainnya adalah kualitas layanan. Untuk dapat

menciptakan layanan yang baik dan menyenangkan bagi

pemelajar BIPA, hal yang dapat dilakukan adalah dengan

cara mengenali dan memahami apa kebutuhan pemelajar,

baik kelompok maupun individu. Dengan memahami

kebutuhan pemelajar, pengelola program BIPA akan dapat

menyediakan jenis layanan yang tepat. Kualitas layanan

juga dapat diukur dari seberapa besar upaya yang

dilakukan lembaga untuk meningkatkan kualitas layanan

dari waktu ke waktu yang dibuktikan dengan kegiatan

konkret serta kesediaan menerima dan merespon masukan

dari pelanggan dan pihak mana pun.

Page 138: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

124| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

(f) Jejaring

Kemampuan untuk membuat jejaring secara luas

dengan berbagai pihak menjadi faktor penting dalam

mengelola dan mengembangkan program BIPA. Kemam-

puan lembaga dalam membangun dan meningkatkan

jejaring kemitraan sesama lembaga penyelenggara program

BIPA dan di luar program BIPA harus ditingkatkan dari

waktu ke waktu. Kemampuan dalam membangun jejaring

ini selain dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas

lembaga dalam menjalankan fungsi lembaga, melainkan

juga demi meningkatkan kualitas pembelajaran BIPA

karena aspek pembelajaran inilah yang menjadi bagian

sentral dari sebuah lembaga penyelenggara program BIPA.

Di sisi lain, pengelola program BIPA hendaknya

dapat meningkatkan jejaring dengan masyarakat atau

pemerintah daerah setempat, misalnya dengan pemda

yang memiliki desa wisata yang menyediakan keunikan

sebuah desa atau kampung dan secara periodik menye-

lenggarakan peristiwa-peristiwa budaya lokal. Dengan

membangun jejaring yang baik dan meluas, akan mem-

perluas akses lembaga. Penguatan jejaring dengan kepolisi-

an, misalnya, akan meningkatkan akses dalam pengurusan

administrasi dan birokrasi terkait dengan keimigrasian dan

tempat tinggal. Penguatan jejaring dengan Dinas Pariwisata

(Provinsi, Kabupaten) akan meningkatkan akses terhadap

informasi peristiwa-peristiwa budaya lokal dan

memudahkan akses untuk memperoleh peluang mengikuti

Page 139: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 125

wisata gratis bagi pemelajar BIPA yang difasilitasi

Disparbud (Suharsono, 2017: 4).

(g) Promosi

Promosi dapat berbentuk iklan, leaflet, produk ke-

BIPA-an yang memuat nama lembaga, pameran, atau

kegiatan sosial. Satu hal yang sering dilupakan adalah

bahwa layanan yang baik, ramah, responsif, dan

menyenangkan, yang dilandasi oleh pemahaman terhadap

kebutuhan pemelajar atau lembaga pengirim (pelanggan),

merupakan salah satu bentuk promosi yang efektif. Kesan

yang baik terhadap pelayanan lembaga penyelenggara

program BIPA memiliki nilai promosi tersendiri kepada

pelanggan. Dengan kesan dan citra baik yang tertanam

pada diri pemelajar, pemelajar (pelanggan) akan mencerita-

kan kesan baik tersebut kepada teman atau kolega dan

tidak jarang yang merekomendasikan orang teman, kolega,

bahkan lembaga, untuk belajar tentang BIPA pada lembaga

yang memuaskan tersebut.

SIMPULAN

Di luar masalah kebahasaan, penyelenggaraan

program BIPA perlu memperhitungkan faktor pelanggan

dan pengelolaan sebagai komponen penting. Pelanggan

merupakan bagian sentral dalam penyelenggaraan pro-

gram BIPA karena tanpa pelanggan (pemelajar BIPA)

program BIPA tidak dapat berjalan. Tidaklah mungkin

sebuah lembaga penyelenggara program BIPA melakukan

aktivitas pembelajarannya tanpa pelanggan. Itulah sebab-

Page 140: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

126| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

nya pengenalan dan perlakuan yang baik terhadap

pelanggan menjadi bagian penting dalam proses pengelo-

laan program BIPA. Tidak dapat diungkiri pula bahwa

pelanggan BIPA dapat menjadi penentu bagi desain

program pembelajaran dan bentuk layanan; bahkan

menjadi penentu pula bagi berkembang tidaknya penye-

lenggara program BIPA.

Sementara itu, pengelolaan menjadi faktor lain yang

ikut menentukan keberhasilan penyelenggara program

BIPA. Beberapa aspek yang terkait dengan pengelolaan

memiliki peran tersendiri dalam menentukan keberhasilan

penyelenggaraan program BIPA. Tentu saja hal tersebut

berlaku bila aspek-aspek tersebut dikelola dengan baik dan

sungguh-sungguh. Keunikan dan keunggulan dapat

menciptakan citra positif dan daya tarik bagi pengguna,

kualitas, keamanan dan kenyamanan, serta konsistensi

akan menciptakan kepercayaan yang kuat pada pelanggan,

dan jejaring yang kuat akan menciptakan ikatan hubungan

yang kokoh antarinstitusi atau antarindividu, yang pada

gilirannya akan berdampak positif terhadap peningkatan

jumlah pemelajar (pelanggan).

Page 141: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 127

DAFTAR PUSTAKA

ILO & ADB. 2014. ASEAN Community 2015: Managing

Integration for Better Jobs and Shared Prosperity.

Bangkok: International Labour Organization and

Asian Development Bank.

Suharsono. 2017. “Penguatan Jejaring Kemitraan dalam

Konteks Pembelajaran BIPA”. Makalah sarasehan

BIPA yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa

Daerah Istimewa Yogyakarta, 17 Mei 2017.

BIODATA PENULIS

Drs. Suharsono, M.Hum. adalah

dosen Linguistik dan Metode

Pengajaran BIPA di Prodi Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya

UGM. Sejak awal menjadi dosen

(1990) sampai sekarang terlibat

dalam pengelolaan pengajaran

BIPA, baik sebagai penyusun

materi, pengajar, reviewer buku ajar, instruktur pelatihan,

maupun pengelola. Setelah menjabat Ketua Program BIPA

atau Indonesian Language and Culture Learning Service

(Inculs), FIB UGM (2003—2005), dia bertugas menjadi

dosen tamu untuk mata kuliah BIPA dan studi ke-

Indonesia-an di Guangdong University of Foreign Studies,

Page 142: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

128| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Guangzhou, China, selama setahun (2007-2008). Dia juga

menjadi salah satu tim pakar BIPA Badan Bahasa,

Kemendikbud, narasumber/instruktur pelatihan metodo-

logi pengajaran BIPA di Badan Bahasa, SEAMEO Qitep in

Language, APPBIPA, Universitas Negeri Yogyakarta,

Universitas Negeri Surakarta, Universitas Teknologi

Yogyakarta, dan Balai Bahasa Sumatera Selatan, serta

reviewer untuk buku teks Bahasa Indonesia untuk SD, SMP,

dan SMA, Badan Standar Nasional Pendidikan, Kemendik-

bud. Sejak 2014 menjadi Ketua Afiliasi Pengajar dan Pegiat

BIPA (APPBIPA) Cabang Jogja selain merangkap sebagai

pengurus Afiliasi Pengajar dan Pegiat BIPA (APPBIPA)

Pusat, Bidang Publikasi Ilmiah (2015—2019).

Page 143: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 129

MAKALAH PENDAMPING

BIDANG SASTRA

Page 144: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

130| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Page 145: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 131

FORMASI IDEOLOGI DALAM CERPEN TIKUS KARYA INDRA TRANGGONO

Oleh :

Alfian Rokhmansyah

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman

Pos-el: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

formasi ideologi dalam cerpen Tikus karya Indra Trang-

gono yang termuat dalam kumpulan cerpennya Sang

Terdakwa. Konsep ideologi dalam kajian ini menggunakan

konsep yang dicetuskan oleh Gramsci. Ideologi yang

muncul dalam teks dikalkulasikan untuk menunjukkan

formasi ideologi para tokohnya sehingga dapat diketahui

ideologi dominan dan ideologi yang dinegosiasikan.

Metode yang digunakan adalah deskriptif kualititaf. Teknik

analisis data menggunakan teknik analisis konten. Hasil

penelitian menunjukkan adanya formasi ideologi dalam

teks, yaitu militerisme, bapakisme, kapitalisme dan gotong-

royong. Dalam teks juga ditemukan new common sense

kelompok subaltern setelah terjadi negosiasi ideologi antara

kelompok dominan dan subaltern.

Kata kunci : hegemoni, formasi ideologi, negosiasi ideologi

Page 146: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

132| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

PENDAHULUAN

Sastra memberikan gambaran atas situasi sosial,

ideologi, dan harapan-harapan individu yang sebenarnya

untuk mempresentasikan kebudayaan bangsanya. Sastra

lahir dan mengungkapkan berbagai fenomena sosial, kul-

tural, politik, dan ideologi serta ketidakpuasan rasa intelek-

tual (Mahayana, 2007:5). Pengarang mencerminkan gagas-

an-gagasannya melalui karya sastra yang dihasilkan.

Gagasan-gagasan itu merupakan cerminan ideologi penga-

rang yang ditransfer melalui dialog tokoh-tokohnya, karak-

ter tokoh, latar, maupun peristiwa dalam karya sastra.

Ideologi-ideologi yang tercermin dalam karya sastra

tidak jauh dari representasi ideologi yang muncul dari

kondisi saat karya sastra itu diciptakan. Pengarang selain

mencerminkan gagasan-gagasannya melalui ideologi da-

lam karya yang diciptakan, ia juga mencoba untuk menego-

siasikan ideologi yang ada pada saat karya itu diciptakan

dengan ideologi yang ia ingin sampaikan.

Karya sastra yang akan dianalisis dalam makalah

ini adalah cerita pendek karya Indra Tranggono yang

berjudul Tikus. Cerita pendek (cerpen) ini termuat dalam

kumpulan cerpen Sang Terdakwa yang diterbitkan pada

tahun 2000. Cerpen ini bercerita hal sepele yang biasa

terjadi di desa, yaitu adanya serangan hama tikus di sawah.

Dalam cerpen diceritakan Pak Lurah mempunyai ide untuk

memberikan imbalan kepada rakyat yang berhasil

membunuh tikus, Rp100 per tikus. Tujuan Pak Lurah

Page 147: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 133

memberikan imbalan selain untuk membasmi tikus, adalah

agar dapat terpilih kembali menjadi pemimpin. Tetapi

ternyata dana untuk membayar imbalan kerja warna belum

ada. Pak Lurah meminta Pak Carik untuk membuat surat

agar KUD mengeluarkan dana.Namun, Pak Carik menolak

perintah pak Lurah. Warga mulai mengetahui bahwa Pak

Lurah tidak memiliki dana untuk membayar. Hal ini

menyebabkan warga hanya mau menjaga ladang dan

rumah sendiri. Pak Lurah mengajak untuk kembali gotong

royong membasmi hama tikus. Akan tetapi warga tidak

mau mendengarkan perintah Pak Lurah.

Secara umum cerita yang disampaikan dalam

cerpen tersebut, terlihat adanya konflik kepentingan antara

pimpinan terhadap rakyat. Berdasarkan uraian tersebut,

tujuan analisis dalam makalah ini adalah mendeskripsikan

formasi ideologi serta negosiasi ideologi yang terjadi dalam

cerpen Tikus karya Indra Tranggono yang termuat dalam

kumpulan cerpennya Sang Terdakwa.

HEGEMONI

Konsep hegemoni dipopulerkan oleh Antonio

Gramsci. Titik awal konsep Gramsci tentang hegemoni

adalah, bahwa suatu kelas dan anggotanya menjalankan

kekuasaan terhadap kelas-kelas di bawahnya dengan cara

kekerasan dan persuasi (Simon, 2004:19—20). Bagi Gramsci,

kelas sosial akan memperoleh keunggulan (supremasi)

melalui dua cara yaitu melalui cara dominasi (dominio) atau

Page 148: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

134| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

paksaan (coercion) dan yang kedua adalah melalui kepe-

mimpinan intelektual dan moral (Patria, 2015:119).

Hegemoni adalah sebuah rantai kemenangan yang

diperoleh melalui mekanisme konsensus daripada melalui

penindasan terhadap kelas sosial lainnya. Oleh karena itu,

hegemoni pada dasarnya adalah upaya untuk menggiring

orang agar menilai dan memandang problematika sosial

dalam kerangka yang telah ditentukan. Hegemoni juga

merujuk pada kedudukan ideologis satu atau lebih kelom-

pok atau kelas dalam masyarakat sipil yang lebih tinggi

dari lainnya (Bellamy, 1987:185).

Hegemoni berkembang dengan cara meyakinkan

kelompok-kelompok sosial yang subordinat agar menerima

sistem kultural dan nilai-nilai etik yang dihargai oleh

kelompok-kelompok yang berkuasa seolah-olah sistem dan

nilai tersebut benar secara universal dan melekat dalam

kehidupan manusia. Hal ini menjelaskan bahwa kelas-kelas

dominan hanya dapat menegaskan otoritasnya dengan cara

meyakinkan jika kelas tersebut dapat memproyeksikan

pandangan hidupnya ke dalam tatanan sosial dan mem-

buat pandangan hidup tersebut muncul sebagai acuan

bersama (common sense)(Cavallaro, 2004:141).

Common sense (pemikiran awam) adalah cara

pemahaman seseorang yang tidak kritis dan sering kali

tidak sadar terhadap dunia (Simon, 2001: 92). Pemikiran

awam berasal dari berbagai sumber dan kejadian masa lalu

yang membuat masyarakat menerima kebiasaan, kekuasa-

Page 149: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 135

an, ketidakadilan, dan penindasan sebagai hal yang

alamiah, produk hukum alam, kehendak tuhan, dan tidak

dapat diubah (Harjito, 2002:33).

IDEOLOGI

Membahas teori hegemoni Gramsci, tidak bisa lepas

dari konsep ideologinya. ideologi biasanya diartikan secara

sempit sebagai sistem ide, seperti ideologi liberalis,

komunis, ataupun sosialis. Namun, Gramsci menganggap

bahwa ideologi tidak hanya sebuah sistem ide. Ideologi

berfungsi untuk mengatur manusia dan memberikan

tempat bagi manusia untuk bergerak mendapatkan

kesadaran tentang posisinya, dan perjuangan mereka.

Ideologi terwujud dalam cara hidup kolektif

masyarakat. Dapat dikatakan bahwa ideologi bukanlah

sesuatu yang berada di luar aktivitas praktis manusia,

melainkan mempunyai eksistensi materialnya dalam ber-

bagai aktivitas praktis tersebut. Ideologi memberikan

berbagai aturan bagi tindakan praktis serta perilaku moral

manusia, dan ekuivalen dengan agama dalam makna

sekulernya, yaitu pemahaman antara konsepsi dunia dan

norma tingkah laku. Ideologi bukanlah fantasi atau angan-

angan seseorang, tetapi menjelma dalam cara hidup

kolektif masyarakat (Simon, 2004:84).

Sebagai salah satu situs hegemoni, di dalam karya

sastra terdapat formasi ideologi. Formasi adalah suatu

susunan dengan hubungan yang bersifat bertentangan,

Page 150: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

136| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

korelatif dan subordinatif. Formasi ideologi tidak hanya

membahas ideologi yang terdapat dalam teks, tetapi juga

membahas bagaimana hubungan antara ideologi-ideologi

tadi (Harjito, 2002:25). Formasi ideologi penting untuk

mengetahui ideologi kelompok dominan dan subaltern, lalu

negosiasi dibutuhkan untuk mencapai konsensus agar ter-

cipta hegemoni, dan yang tak kalah penting adalah rekon-

struksi biografi pengarang untuk melihat kematangan

berpikir dan gagasan pengarang yang disampaikan melalui

karya sastra.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif

deskriptif. Data dikumpulkan dengan teknik catat dari

sumber data. Teknik analisis data menggunakan teknik

analisis konten. Data yang telah terkumpul kemudian

dianalisis untuk mencapai tujuan analisis, yaitu mendapat-

kan deskripsi formasi ideologi dalam cerpen Tikus.

TOKOH SEBAGAI SIMBOL

Pengarang memanfaatkan tokoh-tokoh yang digu-

nakan sebagai simbol untuk memperkuat ideologi yang

ingin ditampilkan dan dinegosiasikan. Dalam cerpen Tikus

terdapat tiga komponen tokoh dominan yang dimunculkan

oleh pengarang, yaitu Pak Lurah (termasuk Perangkat

Desa), penduduk desa, dan tikus.

Dalam cerpen ini, tokoh Pak Lurah merupakan

simbol penguasa. Selain itu juga ada tokoh perangkat desa

Page 151: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 137

yang sebenarnya ada di bawah kendali tokoh Pak Lurah,

tetapi secara umum tokoh perangkat desa tetap dimasuk-

kan dalam kategori penguasa. Pak Lurah digambarkan

menjadi pihak yang mendominasi dan harus dipatuhi

segala perintah dan keinginannya. Pak Lurah juga digam-

barkan sebagai orang yang berkuasa sehingga semua harus

tunduk padanya.

Penduduk desa merupakan simbol subaltern yang

harus patuh terhadap penguasa. Pencanangan program

perang terhadap tikus yang dicetuskan oleh Pak Lurah

berhasil dilaksanakan oleh para penduduk desa. Mereka

patuh terhadap perintah penguasa (Pak Lurah) untuk

membasmi tikus. Sedangkan tikus merupakan simbol

kelompok yang dianggap mengganggu stabilitas dan

kondisi negara. Pak Lurah sebagai penguasa merasa teran-

cam dengan kemunculan tikus-tikus yang merusak wilayah

kekuasaannya sehingga ia mencoba mencanangkan prog-

ram pembasmian tikus dengan mengerahkan para pendu-

duk desa.

Dari ketiga tokoh dominan yang muncul dalam teks

cerpen, pembaca akan direferensikan terhadap masa Orde

Baru. Adanya penguasa yang otoriter dan selalu memen-

tingkan keinginannya, masyarakat yang dipaksa tunduk

dengan penguasa, dan munculnya kelompok yang

dianggap ‘mengganggu’ stabilitas dan kondisi negara.

Tokoh penduduk desa merupakan subaltern yang patuh

pada penguasa, selain sebagai rakyat biasa juga dapat

Page 152: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

138| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

menyimbolkan militer yang pada saat itu selalu patuh pada

pimpinan mereka (khususnya penguasa pada saat itu).

Dalam cerpen ini ada hubungan segitiga yang sebenarnya

muncul pada masa orde baru, yaitu hubungan antara

penguasa, militer, dan Kelompok masyarakat yang kontra

terhadap penguasa.

FORMASI IDEOLOGI

Dalam cerpen Tikus muncul beberapa ideologi yang

dominan, yaitu militerisme, bapakisme, kapitalisme, dan

paham gotong-royong. Militerisme diwujudkan melalui

kegiatan pembasmian tikus yang dilakukan oleh penduduk

desa. Mereka menggunakan alat-alat dan senjata untuk

memusnahkan tikus yang dianggap hama. Militerisme

merupakan suatu sistem dalam tatanan umum yang

dilaksanakan menurut kebiasaan-kebiasaan militer, yaitu

disiplin, sifat-sifat heroistik, patriotistik, dan dengan

kekuatan fisik yang lebih utama ketimbang kekuatan

kecendekiaan (Tambayong, 2013:160). Gerakan pembas-

mian tikus merupakan simbol militerisme karena dalam

proses pembasmian, para penduduk menggunakan alat-

alat/senjata dan mengutamakan kekuatan fisik ketimbang

kekuatan otak (strategi). Militerisme sebenarnya merupa-

kan bagian dari fasisme yang digunakan untuk mem-

bangun pemerintahan otoriter.

Dalam cerpen tersirat bahwa pemerintahan Pak

Lurah merupakan pemerintahan otoriter yang memaksa

para penduduk untuk membasmi kelompok tikus yang

Page 153: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 139

mencoba merusak ‘stabilitas’ desa, khususnya wilayah

persawahan. Hal ini jika dihubungkan dengan sejarah

Indonesia, maka akan dapat dihubungkan dengan kondisi

pada masa Orde Baru yang pada saat itu dianggap sebagai

periode pemerintahan otoriter memasukkan paham militer-

isme untuk memaksakan kehendak pemimpin.

Selain militerisme, terdapat paham bapakisme.

Bapakisme adalah sikap untuk mengagungkan seseorang

yang dianggap memiliki jabatan, kekuasaan, atau hartanya.

Seseorang yang diagungkan itu memiliki hak dan wewena-

ng untuk melakukan berbagai hal. Bapakisme biasanya

dihubungkan dengan ‚yang penting bapak senang‛

walaupun dengan rasa terpaksa yang dirasakan oleh orang

yang melakukannya. Istilah ini muncul lebih awal yang

kemudian digantikan dengan istilah abeesisme. Abeesisme

merupakan sebutan kritis yang mengarah pada gambaran

perilaku dan sikap bawahan dalam rangka cari aman atau

cari selamat dari atasan (Tambayong, 2013:9).

Dalam cerpen tersirat paham bapakisme diwujud-

kan pada saat Pak Lurah menjalankan program pemberian

imbalan untuk penduduk yang dapat membunuh tikus.

Pak Carik mengikuti perintah Pak Lurah walaupun ia sebe-

narnya tidak setuju dengan program tersebut. Pak Carik

menganggap jika program tersebut tidak baik untuk

kerukunan desa. Tetapi, karena rasa takut akhirnya Pak

Carik mengikuti saja perintah Pak Lurah. Selain itu wujud

bapakisme yang lain juga terlihat saat Pak Lurah meminta

Page 154: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

140| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

seluruh aparat desa untuk ‘menalangi’ kebutuhan program

pemberian imbalan kepada penduduk yang dapat membu-

buh tikus. Aparat desa terpaksa menerima perintah Pak

Lurah untuk ‘menalangi’ dana program walaupun mereka

tidak rela. Hal ini sebenarnya sering terjadi pada masa

Orde Baru. Pada masa itu, bawahan selalu berusaha

mengikuti keinginan atasannya agar posisi mereka aman.

Mereka tidak ingin kehilangan pekerjaan. Mereka akan

melakukan apa pun agar pimpinan senang. Bapakisme juga

diwujudkan pada kepatuhan penduduk desa untuk

mengikuti perintah Pak Lurah. Penduduk desa bersama-

sama melakukan pembasmian tikus sejak diperintahkan

oleh pemimpin desa (Pak Lurah).

Kapitalisme juga muncul dalam cerpen ini. Kapi-

talisme merupakan sistem yang mengutamakan keuntu-

ngan sebesar-besarnya yang diperoleh dari faktor material

antara tanah dan modal. Kapitalisme dalam cerpen ini

sebenarnya berhubungan dengan imbalan yang diperoleh.

Penduduk yang berhasil membunuh tikus akan mendapat-

kan imbalan atas tikus tersebut.

Program imbalan untuk pembasmian tikus men-

jadikan penduduk desa menjadi kapitalis. Artinya, mereka

menjadi sosok yang haus dengan imbalan yang diberikan.

Mereka tidak akan bekerja jika tidak ada imbalan. Dalam

hal ini, intervensi pemerintah (Pak Lurah) dengan mem-

berikan imbalan, dilakukan untuk memenuhi kepentingan

pribadi (penduduk). Hal ini berakibat penduduk desa

Page 155: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 141

mogok kerja akibat tersebar kabar dana program pem-

berantasan tikus ternyata tidak ada. Penduduk akhirnya

memiliki prinsip tidak ada uang maka tidak akan bekerja.

Gotong royong juga muncul dalam cerpen. Gotong

royong merupakan istilah ‘khas’ Indonesia, yaitu untuk

bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang

didambakan. Istilah ini berasal dari gotong berarti ‚beker-

ja‛, dan royong berarti ‚bersama‛. Dalam cerpen, gotong

royong muncul dari bagian awal cerpen. Penduduk desa

secara bersama-sama untuk membasmi tikus yang di-

anggap sebagai hama dan merusak sawah. Gotong royong

merupakan nilai tradisional yang secara umum dimiliki

penduduk desa. Pada masa Orde Baru, gotong royong

merupakan paham yang selalu ‘dikumandangkan’ oleh

pemerintah agar rakyat selalu bekerja bersama untuk

mendapatkan kesejahteraan bersama.

Kontestasi ideologi dalam cerpen Tikus dapat

dirunut dari gotong royong, militerisme, bapakisme, dan

kapitalisme. Gotong royong diletakkan di awal cerita me-

nunjukkan bahwa sebenarnya ideologi gotong royong

merupakan ideologi tradisional. Gotong royong sebenarnya

merupakan kearifan lokal yang sudah dimiliki setiap warga

Indonesia. Dalam era Orde Baru, militerisme, bapakisme,

dan kapitalisme sering bersatu dan berkontestasi dengan

gotong royong.

Page 156: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

142| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

NEGOSIASI IDEOLOGI

Ada dua alur negosiasi yang terjadi antara

kelompok dominan dan subaltern, yaitu antara Pak Lurah

dengan penduduk desa, dan antara Pak Lurah dengan

perangkat desa. Pertama negosiasi yang terjadi antara Pak

Lurah dengan penduduk desa. Dalam cerpen, ideologi

bapakisme yang berkorelasi dengan militerisme dinego-

siasikan dengan konsep gotong royong. Hal ini terjadi

antara kelompok dominan dan kelompok subaltern.

Negosiasi ini akhirnya memunculkan common sense pada

penduduk desa, yaitu gotong royong murni. Mereka benar-

benar melakukan gotong royong dengan suka rela karena

adanya sikap bapakisme, yaitu menurut pada perintah

pimpinan (Pak Lurah). Negosiasi yang terjadi di sini

merupakan gambaran negosiasi yang dilakukan oleh

pemerintah Orde Baru kepada masyarakat Indonesia. Agar

tetap terjaga, pemerintah mengenalkan dengan konsep

gotong royong yang sebenarnya sudah dimiliki oleh

penduduk.

Lebih lanjut, karena dinilai kurang efektif, maka

bapakisme dan militerisme yang awalnya dinegosiasikan

dengan gotong royong, kemudian dinegosiasikan lagi

dengan kapitalisme. Hal ini bertujuan untuk lebih meng-

galakkan gotong royong penduduk desa. Ternyata

negosiasi ideologi yang dilakukan kelompok dominan ini

menunjukkan keefektifan, artinya terjadi hegemoni dari

kelompok dominan (Pak Lurah) kepada subaltern (pen-

Page 157: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 143

duduk desa). Negosiasi pada tahap ini memunculkan new

common sense pada penduduk desa, yaitu kapitalisme-

gotong royong. Mereka mau bergotong royong apabila ada

imbalan yang diberikan oleh pemerintah (Pak Lurah).

Penduduk desa akhirnya memiliki paham bahwa gotong

royong akan menghasilkan uang.

Akibat tidak cairnya dana untuk program pembas-

mian tikus, akhirnya new common sense pada penduduk

desa akhirnya mulai memudar. Akibatnya gotong royong

menjadi rusak akibat kapitalisme yang palsu. Pudarnya

kepercayaan penduduk desa dengan Pak Lurah

mengakibatkan hilangnya bapakisme dan militerisme. Hal

ini mengembalikan paham penduduk desa ke gotong

royong murni yang merupakan nilai lokal/tradisional yang

dimiliki penduduk desa.

Hilangnya bapakisme, militerisme, dan kapitalisme

memunculkan good sense pada penduduk desa. Hal ini

menunjukkan bahwa perubahan ideologi tidak hanya

karena negosiasi ideologi yang sudah ada dengan ideologi

baru. Kurang kuatnya ideologi seorang pemimpin atau

mulai melemahnya ideologi yang dibawa seorang pemim-

pin maka akan menelurkan common sense baru pada

kelompok subaltern.

Kedua, negosiasi yang terjadi antara Pak Lurah

dengan perangkat desa. Negosiasi terjadi pada saat pihak

KUD tidak mau memberikan bantuan dana untuk program

yang dilaksanakan Pak Lurah, yaitu imbalan bagi pen-

Page 158: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

144| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

duduk yang berhasil membunuh tikus. Pak Lurah

memaksa perangkat desa untuk mencari sumber dana atau

meminjami uang pribadi mereka agar program Pak Lurah

dapat terlaksana. Ideologi militerisme dari kelompok

dominan (Pak Lurah) yang berkorelasi dengan kapitalisme

dinegosiasikan dengan ideologi kelompok subaltern

(perangkat desa). Hal ini memunculkan ideologi baru

bapakisme pada kelompok subaltern.

Pada alur negosiasi ini juga terjadi pelemahan

ideologi kelompok dominan sebagaimana yang terjadi

pada alur negosiasi antara Pak Lurah dengan penduduk

desa. Kapitalisme yang dibawa oleh Pak Lurah berkontra-

diksi dengan kerukunan yang dimiliki oleh orang KUD.

Ketika Pak Lurah meminta dana kepada KUD, orang KUD

mengatakan tidak ada uang dan tidak mau memberikan

bantuan dana.

Dalam hal ini, sebenarnya pengarang menunjukkan

posisi ideologinya. Pengarang ingin menunjukkan bahwa

kelompok dominan selalu memberikan omong kosong

yang ada dibalik militerisme, bapakisme, maupun kapita-

lisme. Tiga paham itu dapat merusak gotong royong yang

merupakan ideologi tradisional yang dimiliki subaltern.

Pengarang berusaha mengembalikan konsep gotong

royong murni tanpa direcoki kapitalisme.

Page 159: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 145

SIMPULAN

Dari analisis yang telah dilakukan, dapat disimpul-

kan bahwa pada cerpen Tikus karya Indra Tranggono

terdapat formasi ideologi, yaitu militerisme, bapakisme,

kapitalisme, dan paham gotong-royong. Semua ideologi

merupakan konstruksi yang dimunculkan kelompok

dominan untuk menghegemoni kelompok subaltern. Selain

itu terdapat beberapa negosiasi ideologi antara kelompok

dominan dan subaltern. Dalam cerpen tersebut diperoleh

dua alur negosiasi ideologi antara kelompok dominan

dengan subaltern, yaitu dari Pak Lurah dengan penduduk

desa, dan antara Pak Lurah dengan aparat desa. Hasil

negosiasi adalah common sense kelompok subaltern, juga

terdapat new common sense setelah terjadi perombakan

negosiasi yang dilakukan kelompok dominan kepada

subaltern. Dalam cerpen juga menunjukkan pelemahan

ideologi kelompok dominan sehingga ideologi hasil nego-

siasi menjadi hilang dan kembali ke ideologi awal kelom-

pok subaltern.

DAFTAR PUSTAKA

Bellamy, Richard. 1987. Teori Sosial Modern: Perspektif Italia.

Diterjemahan dalam Bahasa Indonesia oleh Vedi R.

Hadiz. Jakarta: LP3ES.

Cavallaro, Dani. 2004. Critical an Cultural Theory: Teori Kritis

dan Teori Budaya. Diterjemahkan dalam Bahasa

Indonesia oleh Laily Rahmawaty. Yogyakarta:

Niagara.

Page 160: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

146| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Damono, Sapardi Djoko. 2010. Sosiologi Sastra. Jakarta:

Editum.

Faruk. 2010. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Gramsci, Antonio. 2013. Prison Notebooks: Catatan-Catatan

dari Penjara. Diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia

oleh Teguh Wahyu Utomo. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Harjito. 2002. ‚Student Hijo Karya Marco Kartodikromo:

Analisis Hegemoni Gramscian‛. Tesis S2. Yogyakarta:

Universitas Gadjah Mada. Tidak diterbitkan.

Mahayana, Maman. 2007. Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia.

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Patria, Nezar dan Andi Arief. 2015. Antonio Gramsci: Negara

dan Hegemoni. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Simon, Roger. 2004. Gagasan-Gagasan Politik Gramsci.

Diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh

Kamdani dan Imam Baehaqi. Yogyakarta: Insist dan

Pustaka Pelajar.

Tambayong, Yapi. 2013. Kamus Isme-Isme. Bandung: Nuansa

Cendikia.

Tranggono, Indra. 2000. Sang Terdakwa (Kumpulan Cerpen).

Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia.

Page 161: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 147

BIODATA SINGKAT

Alfian Rokhmansyah adalah tenaga pengajar pada

program studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Mulawarman. Bidang keahlian adalah kajian

sastra Indonesia, khususnya pada kajian prosa Indonesia,

kajian gender dan feminisme, kajian interdisipliner

psikologi sastra.

Page 162: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

148| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Page 163: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 149

PEMBERIAN LABEL ISLAMI PADA

KARYA SASTRA INDONESIA:

SEBUAH PERMASALAHAN SANGAT

SERIUS YANG DISEPELEKAN

Oleh :

Ali Imron, M.Hum

Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, FKIP, Universitas Tidar

ABSTRAK

Makalah ini akan mendiskusikan fenomena pela-

belan karya sastra di Indonesia dengan kata Islami semen-

jak kebangkitan ‚sastra Islam‛ nusantara pasca

meledaknya novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El

Shirazy. Label Islami mungkin dipilih karena beberapa

pertimbangan yang di antaranya, bagaimanapun diakui

atau tidak, memang karena telah memiliki pasar pembaca

yang sangat besar. Jika di negara-negara di Timur Tengah

definisi sastra Islami telah jelas disepakati dan dilaksana-

kan sebagai acuan pelabelan karya sastra, lain halnya

dengan negara Indonesia yang memiliki penduduk Muslim

terbesar di dunia. Alih-alih mendapatkan definisinya, per-

debatan mengenai definisi kongkret mengenai apa itu

sastra Indonesia, selain persoalan sebatas menggunakan

bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya, saja hingga

saat ini terasa belum sampai pada titik temu. Sebagian

golongan sastrawan dan ahli sastra di Indonesia ber-

Page 164: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

150| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

pendapat bahwa sastra Indonesia harus memiliki budaya

ketimuran (kesopanan, moral yang baik, dll) untuk bisa

disebut sebagai karya sastra Indonesia, tetapi di lain sisi,

sebagian golongan menentangnya dengan pendapat bahwa

hal ini mengungkum kebebasan berekspresi dalam sastra,

semenjak sastra itu juga merupakan wadah ekspresi.

Persoalan ini jelas menjadi semakin rumit ketika

meledaknya Ayat-ayat Cinta yang disusul dengan karya-

karya lain Habiburrahman, memberikan sebuah ruang bagi

penikmat karya-karya sastra yang dianggap Islami, alih-

alih menyebutnya sebagai karya-karya yang benar-benar

Islami, atau Islami yang sebenarnya. Oleh karenanya, hal

utama yang akan menjadi menarik untuk dibahas adalah

bagaimana membongkar satu di antara puluhan atau

mungkin ratusan hingga ribuan karya sastra yang diberi

label Islami untuk mengungkap sejatinya berapa persen

kandungan Islami dalam karya sastra yang dilabeli Islami.

Stilistika, resepsi pembaca dan ilmu fikih akan menjadi

pendekatan yang dipilih oleh penulis untuk mengungkap

dan menganalisis lebih dalam hubungan antara sastra,

sarana sastra dan nilai Islami dalam karya sastra Indonesia

dengan label Islami.

Kata Kunci : sastra Islami, stilistika naratif, fikih.

PENDAHULUAN

Menganalisis persoalan Islami di Indonesia terasa

akan senantiasa menarik. Label ini memiliki pasar yang

jelas sangat besar apalagi jika menengok keberadaannya

sebagai negara dengan jumlah Muslim terbesar di dunia.

Page 165: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 151

Negara berpenduduk 260 juta pada juni 20171 ini memiliki

88% penduduk beragama Islam2 yang berarti ada 228,8 juta

penduduk beragama Islam di negara multi-etnis dan

budaya ini. Akhir-akhir ini, media massa dipenuhi banyak

sekali berita yang terkait dengan Islam. Mulai dari

munculnya istilah syar’i pada kerudung, hingga persoalan

halal-haram yang masih saja mendapat kolom pada hala-

man-halaman depannya. Tak cukup sampai di sana, dunia

pertelevisian dan hiburan pun ikut tren Islami sehingga

muncullah acara-acara dengan tag line Islami. Dalam dunia

sastra, persoalan ini sudah cukup lama muncul dan

berkembang, persisnya pasca meledaknya Ayat-Ayat Cinta

pada sekitar tahun 2004. Akibat larisnya novel yang juga

membangkitkan perfilman Islami itu, kemudian bermun-

cullah puluhan hingga ratusan karya yang menggunakan

istilah-istilah Islami untuk mendapatkan hati di pasar baru

perbukuan sastra di Indonesia. Beberapa penerbit pun

bahkan tampak tidak segan melabeli karya sastra yang

diterbitkannya dengan label Islami. Sastra Islami, begitu

kira-kira label yang diberikan dan tersa seperti sebuah

genre baru dalam karya sastra Indonesia.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebut

Islami sebagai sebuah kata sifat yang berarti bersifat

keislaman. Dengan kata lain, kata benda yang ditempeli

1www.indonesia-inestments.com/id/budaya/penduduk/item67?

2http://www.mapsofworld.com/world-top-ten/world-top-ten-countries-

with-largest-muslim-populations-map.html.

http://www.muslimpopulation.com/asia/

Page 166: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

152| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

kata ini seharusnya berarti bersifat keislaman. Oleh karena

itu, secara sederhana jika kata Islami dilabelkan pada novel,

maka tidak bisa tidak, novel itu harus bersifat keislaman.

Makalah ini akan menganalisis sebuah novel yang diberi

label Islami dengan judul Bila Mecintaimu Indah. Analisis

kualitatif diaplikasikan pada novel tersebut dengan pen-

dekatan stilistika naratif guna mengupas data-data tersem-

bunyi dalam teks. Sebagian data dari tulisan Imron (2016)

berjudul Imagining How Literary Work Transforms as A New

Form of Media in Providing Information about Islam and Islamic

Laws and Values in the Future akan digunakan sebagai

pembanding.

ISI

a. Stilistika naratif

Stilistika adalah sebuah teori analisis style

(gaya). Awal kemunculannya, gaya yang dimaksud

adalah gaya bahasa dan komponen-komponennya.

Akan tetapi pada pekembangannya, seluruh hal

dalam kehidupan manusia yang memiliki unsur

gaya dianggap masuk dalam cakupan stilistika. Di

antara cabang dalam cakupan luas stilistika adalah

stilistika naratif.

Stilistika naratif adalah analisis gaya pada

narasi yang melibatkan 6 kompenen (Simpson 2004:

3). Keenam komponen yang dimaksud adalah: 1.

Textual medium 2. Sociolinguistics code 3. Characterisa-

Page 167: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 153

tion 1, actions and events. 4. Characterisation 2, points of

view. 5. Textual structure dan 6. Intertextuality. Ke-

enam komponen ini sejatinya adalah sebuah ‚kese-

luruhan‛ komponen narasi sehingga dapat disim-

pulkan bahwa stilistika naratif adalah teori analisis

narasi sastra dalam segi gaya yang digunakan.

b. Sastra Bandingan

Sastra bandingan adalah teori yang dipakai

untuk membandingkan antara dua karya sastra.

Awal kelahiran sastra bandingan disebut bermula

dari pembandingan nilai antar wilayah (negara)

dalam hal kebudayaan dan beberapa persoalan per-

bedaan kemasyarakatannya. Kemudian di Indone-

sia, pada persoalan sastra bandingan, Damono

(2005: 5) menitikberatkan pada studi sastra yang

melampaui batas-batas kebudayaan dalam bahasa

aslinya. Damono menyebut studi sastra bandingan

pada umumnya berawal dari adanya kemiripan-

kemiripan yang terdapat dalam sebuah karya sastra

yang berasal dari kebudayaan yang berbeda.

Sedangkan yang paling umum, seperti telah

dijelaskan oleh Wellek dan Waren (1989: 47) salah

satu dari pilar utama sastra bandingan adalah

cakupan studi hubungan antara dua kesusastraan

atau lebih. Oleh karena itu, analisis tidak hanya

semata boleh dilakukan pada unsur budaya atau

kemasyarakatan dalam karya sastra. Ia bisa diguna-

Page 168: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

154| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

kan untuk membandingkan sebuah karya dengan

karya yang lain pada satu unsur bebas yang

dimilikinya.

c. Islam, Islami, dan Fikih

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya,

kata Islami oleh KBBI diartikan sebagai bersifat

keislaman (keagamaan Islam). Islam sendiri, pada

buku yang sama dijelaskan sebagai agama yg diajar-

kan oleh Nabi Muhammad saw. Berpedoman pada

kitab suci Alquran yg diturunkan ke dunia melalui

wahyu Allah Swt.

Menurut Joachim Wach dalam buku Sosio-

logi Agama oleh Hendro Puspito (1983), agama

memiliki aspek yang diperhatikan khusus yaitu,

pertama, teoretisnya, bahwa agama adalah sistem

kepercayaan. Kedua, unsur praktis bahwa agama

adalah suatu sistem kaidah yang dapat mengikat

yang menjadi penganutnya. Ketiga, aspek sosiologis

bahwa agama memiliki hubungan dan interaksi

sosial.3

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan

bahwa agama Islam, adalah sistem kepercayaan

3http://www.pengertian.website/pengertian-agama-menurut-para-ahli-

dan-kbbi/

Page 169: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 155

yang dianut manusia yang memiliki kaidah (aturan-

aturan) yang mengikat penganutnya. Oleh karena

itu, Islami memiliki konsekuensi bahwa apapun

yang diberi pelabelan kata sifat ini seharusnya

berpegang teguh pada ajaran dan kaidah (aturan-

aturan) dalam Islam. Islam sendiri memiliki dua

pedoman utama yaitu Al-Qur’an dan Hadits.

Sedangkan ilmu yang mewadahi analisis keislaman

dalam segi hukumnya adalah Ilmu Fikih. Hal ini

juga seperti yang didefinisikan KBBI. Ilmu Fikih

sendiri menganalisis hukum Islam secara keseluru-

han dengan berpijak pada Qur’an dan Hadits serta

dua tahap dasar pengambilannya yang lain yaitu

ijma’ dan qiyas dikarenakan tidak semua permasala-

han dalam Islam telah tersebut secara gamblang dan

tekstual dalam Qur’an, maupun pernah terjadi

dalam masa Nabi (Hadits) (Rusyd, 2007: lxxvii-

lxxxii)

Di antara beberapa kitab (buku) Ilmu Fikih

adalah Bidayatul Mujtahid dan Fiqih Islam Wa

Adillatuhu.

d. Pemberian Label Islami pada Karya Sastra

Indonesia; Sebuah Permasalahan Sangat Serius yang

Disepelekan.

Bila Mencintaimu Indah adalah sebuah novel

setebal 199 halaman yang ditulis oleh Triani Retno

A. Novel ini diterbitkan oleh Quanta, imprint dari

Page 170: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

156| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Penerbit Elex Media Komputindo atau Gramedia

Pustaka. Tidak segan-segan, novel ini memberi label

Novel Islami pada pojok kiri atasnya (lih. Gambar 1)

yang cukup besar dan pasti nampak jelas bagi

pembaca atau calon pembacanya. Mengambil sett-

ing utamanya di Jakarta, novel ini terdiri atas 13

bab.

Gambar 1. Sampul Novel Bila Mencintaimu Indah

Muatan Islam atau Islami tidak langsung nampak

jelas sedari awal cerita. aroma Islami mulai tampak secara

tekstual pada halaman 43 ketika karakter utama membaca

doa saat ziarah kubur. Data mengenai nilai Islami secara

lengkap pada tabel berikut:

Page 171: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 157

No Hal Kutipan Indikasi

Nilai Islami

1. 43 Ya Allah ampunilah dia,

kasihanilah dia, sejahtera-

kanlah dia, maafkanlah

kesalahannya, hormatilah

kedatangannya, lapang-

kanlah tempat kuburnya,

cucilah dia dengan ari, es,

embun serta bersihkanlah

ia dari dosa sebagaimana

kain putih yang dibersih-

kan dari kotoran. Ganti-

lah rumahnya dengan

rumah yang lebih baik.

Masukkanlah ia ke surga,

lindungilah ia dari siksa

api neraka. Ya Allah,

ampunilah kami. Baik

yang masih hidup atau

yang sudah mati, yang

hadir dan yang tidak

hadir, yang kecil dan

yang besar, laki-laki dan

perempuan. Ya Allah

siapa saja yang telah

engkau hidupkan di an-

Berdoa.

Berziarah

kubur.

Mendoakan

orang yang

sudah

meninggal.

Page 172: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

158| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

tara kami, maka hidup-

kanlah ia dengan agama

Islam, dan barang siapa

engkau matikan di antara

kami, maka matikanlah ia

dalam keadaan iman. Ya

Allah janganlah Engkau

halangi kami dari men-

dapat pahalanya, dan

janganlah engkau sesat-

kan kami sesudahnya.

Dengan rahmat-Mu wa-

hai Tuhan Yang Maha

Mengasihi. Segala puji

bagi Allah, Tuhan seru

sekalian alam..‛

2. 52 Zaman sekarang, untuk

syahid sebagai syuhada

bukan berarti harus

perang dengan meng-

angkat senjata, bukan

dengan mengangkat pe-

dang atau pistol, Kei. Kita

bisa menjadi syuhada

dengan membela kebe-

naran. Bahkan kita bisa

menjadi syuhada jika

Mati syahid

dalam

Islam

Page 173: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 159

mati saat mencari rezeki

yang halal buat keluarga

kita. Daripada hidup

bergelimang harta dari

korupsi, lebih baik mati

sebagai syuhada. Siapa

yang mau mengenang

koruptor? Sementara

seorang syuhada, ia akan

hidup selama-lamanya.

3 156 Keisha menarik napas

dalam. ‚Islam mengajar-

kan para ibu untuk

menyusui anak selama

dua tahun.‛ ujar Keisha

Hukum

menyusui

dan waktu

menyusui

dalam

Islam

4 157 ‚Ya, kemarin Pak Ismail

mengatakan bahwa setiap

anak memiliki rezeki

masing-masing. Makanya

agama Islam melarang

orang tua membunuh

anaknya karena takut

miskin...‛

Hukum

rezeki dan

memiliki

anak dalam

Islam

Tabel 1: Daftar Muatan dalam BMI yang Terindikasi Islami

Page 174: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

160| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Hampir tidak ada perdebatan mengenai hukum-

hukum dari persoalan tersebut di atas kecuali persoalan

pertama tentang ziarah kubur yang memiliki perbedaan

pendapat cukup berlawanan. Akan tetapi perbedaan itu

pun tidak lantas menjadikan kebenaran bahwa point

tersebut memang bagian dari hukum Islam sehingga jika

melihat pada empat point di atas, memang ada kandungan

Islam dalam novel berlabel Islami tersebut.

Akan tetapi ternyata, di lain sisi, novel tersebut

menunjukkan beberapa hal yang terindikasi jelas tidak

Islami. Berikut adalah data dari novel yang menunjukkan

persoalan-persoalan yang tidak Islami (dilarang dalam

Islam)

Page 175: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 161

No Hal Kutipan Indikasi

1. 11 ‚Kei‛, panggil Eggy

‚Ya.‛ Keisha

menoleh

‚Aku cinta kamu‛,

kata Eggy tanpa

merasa perlu

memberikan kata

pengantar.

Komunikasi/

Pergaulan bebas

2. 12 Keisha berpaling

menatap Eggy.

‚Aku juga sayang

kamu Gy, sayang

banget. Tapi aku

nggak tahu apa aku

bisa sayang seperti

ini kalau kita

pacaran.‛

- Komunikasi/

Pergaulan

bebas/

- Pacaran

3. 15 ‚Mau Kei?‛

‚Emmm...‛

‚Kei, aku Cuma

pengen makan-

makan aja berdua

sama

kamu......................‛

Keisha tertawa.

‚Jadi, oke? Aku

Khalwat

Page 176: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

162| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

jemput, ya!‛

4. 23 Eggy menggenggam

telapak tangan

Keisha, mengalirkan

rasa hangat ke hati

gadis itu.‛

Bersentuhan

non-mahram

5. 23 ‚Take care, Kei.‛

‚You too,‛ sahut

Keisha.

‚I’ll miss you.‛

‚Me too,‛ Keisha

menghela napas

panjang. Sudah

waktunya pergi.

Komunikasi/

Pergaulan bebas

Tabel 2: Daftar Muatan dalam BMI yang Terindikasi tidak

Islami

Dalam hukum Islam kelima muatan itu tidaklah

dibenarkan. Untuk nomor 1, 2, dan 5, orang yang menge-

tahui hukum Islam akan jelas mengatakan itu persoalan

yang salah. Dasar pertama adalah Q.S 17: 32 mengenai

larangan mendekati zina. Larangan ini ditafsirkan oleh

banyak ulama mulai dari perbuatan-perbuatan kecil yang

mengantarkan pada zina. Persoalan mengenai cara

komunikasi yang salah ini juga sudah lazim diketahui dari

kisah Ali R.A dan Fatimah, R.A yang dalam ceritanya

disebut bahwa keduanya sudah jatuh cinta jauh hari

Page 177: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 163

sebelum keduanya saling menikahi. Akan tetapi tidak ada

satu pun di antara keduanya yang tahu bahwa mereka

saling mencintai.

Persoalan ini dalam Ilmu Fikih pun dibahas panjang

mengenai cara berhubungan yang benar antara laki-laki

dan perempuan. Yaitu disampaikan kepada wali (ayah atau

sosok lain dalam keluarga yang berkedudukan boleh

sebagai wali) dan dengan cara yang santun. Hal ini

diperkuat dengan point selanjutnya tentang bersentuhan

dengan ‚aliran rasa hangat‛. Dari Hadits riwayat Thabrani

disebut bahwa lebih baik kepala seorang laki-laki ditusuk

dengan jarum dari besi daripada dia menyentuh seorang

perempuan yang tidak halal bagiya.4

Walau terdapat sebagian golongan besar yang

membolehkan menyentuh (bersalaman), tetapi hukum ini

berlaku, secara hati-hati, hanya bagi perempuan lanjut usia.

Sedangkan jika perempuan itu masih muda, persolan ini

menjadi kesepahaman mayoritas ulama; bahwa bersentuh-

an dengan lawan jenis yang bukan mahram diharamkan.

Kemudian pada nomor tiga mengenai aktifitas ber-

duaan tokoh utama dengan laki-laki yang mencintainya.

Dalam Islam hal ini disebut khalwat dan tidak dijumpai satu

ulama pun yg membenarkan ini. Hal ini berdasarkan sabda

Rosul SAW yang sangat diketahui oleh Muslim dan

Muslimah yang masih muda, yang berarti sbb, idaklah

4HR. Thabrani. Dalam Al-Mu’jamul Kabir.

Page 178: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

164| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang

perempuan kecuali setan akan menjadi yang ketiga.5

Jika BMI dibandingkan dengan novel yang diang-

gap menjadi pelopor novel Islami di Indonesia, maka akan

sangat tampak berbeda. Yang lebih perlu disoroti justru

Ayat-Ayat Cinta 2 (dan Ayat-Ayat Cinta) tidak memberi

label Islami pada sampul depannya. Padahal, data yang

disajikan Imron (2016: 10-12) yang diambil dari AAC 2

menunjukkan betapa novel tersebut malah tampak seperti

buku-buku Islam berwujud novel. Imron menyajikan

setidaknya ada 40 pelajaran tentang nilai Islam pada AAC 2

yang diambil dari sedikitnya 30 sumber termasuk di

dalamnya yang utama adalah Qur’an dan Hadits (lih tabel)

5H.R. Tirmidzi dan Ahmad.

Page 179: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 165

Chapter Islamic Contents Reference

1

2

3

4

5

1. Islam doesn’t teach

suicide bombing.

2. A lesson as a good

Muslim.

3. The teaching Allah as

The One.

Lesson about Himmah.

Verses of Quran

Lesson about greeting to

non-Muslims in Islam.

Lesson about what

Muslim should do when

he is sad

Quran –

Exclamation of an

old Mauscript of

Qur’an by

Quthbuddin Asy-

Syirazy entitled Fath

Al Mannan.

A text from Habib

Hasan Al-Bahr

QV. Thaaha (20): 98

Majmu’ Washaya by

Habib Hasan Al-

Bahr

QV. Az- Zukhruf

(43): 89

Hadith

Fathul Bari ch. 11

p.50

QV. Yusuf: 86

Saying of Syaikh

Utsman

Hadith.

Page 180: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

166| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

6

7

8

9

10

11

12

1. Lesson about

controlling desires

and lust

2. Lesson to care with

other Muslims

Lesson about the

importance of Quran for

Muslims

1. Massacres in

Palestine by Israel.

2. Conflicts between

Palestine and Israel

Messacres in Palestine

by Israel

1. The Unity of Muslims

2. Knowing Allah

1. How to behave to

non-Muslims.

2. Lesson not to drink

alcohol.

How to behave well

towards non-Muslims

Analysis based on

the speech of

William Ewart

Gladstone after The

World War I.

Facts: Hebron

massacre in 1994 by

Baruch Goldsten.

Many sources

Many sources

(news)

Hadith

Hadith

Sirrur Asrar by

Syaikh Abdul Qadir

Al-Jilani.

Many sources

Hadith, Madzhab

Asy-Syafi’i, Hanafi,

Hambali, Al-

Muhadzdzab, Ar-

Rum: 1-5

Page 181: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 167

13-17

18-22

who have done wrong

1. Helping non-Muslims

even though they

dislike Muslims.

2. Helping other Muslims

we haven’t known yet.

1. Lesson how to face

proposals of marriage.

2. Lesson how to live

together with non-

Muslims

3. Lesson how to behave

when is challenged by

non-Muslims

4. Lesson of daily

Muslims activities

related to all aspects of

life espescially in being

generous as a Muslim.

Through the

behaviour of the

main characters

Hadith

Through the

behaviour of the

main characters

QV. Al-Baqarah

(2):286

Author’s point of

view through

characters of the

novel.

Quran (Al-Baqarah

[2]: 47, 122 dan 124,

Ali-Imron: 110,

Hadith, stories from

Islamic history; story

of Abu Thalib,

Ikrimah, and Syaikh

Muhammad Abduh,

Bible, author’s point

of view.

Page 182: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

168| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

23-28

29

30

1. Lesson about Quran

for Muslim

2. Lesson about marriage

in Islam

3. Lesson about guidance

in Islam for Muslims

and non-Muslims.

4. The oppresion of

Palestinians/Muslims

by Jews.

5. Lesson about fasting in

Islam and Jew.

6. The truth of Islam

compared to another

religion seen from

Qur’an and Bible.

Lesson about what to do

if a non-Muslim

neighbour dies

1. Lesson about marriage.

2. Lesson about how to

live together with non-

Muslims and face the

conflicts.

Author’s point of

view.

Hadith, story of

Imam Ibn Hambal,

author’s point of

view.

From author’s point

of view

Page 183: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 169

31

32

33-34

35

1. About the chastity of

Muhammad.

2. Lesson about keeping

woman’s

purity/chastity in

Islam.

How to bahave to other

people.

Lesson about relationship

between male and female

in Islam regarding to the

process before marriage.

1. The truth of Islam

compared to another

religion seen from

Qur’an and Bible.

2. Rules of giving

arguments and

debate in Islam.

From author’s point

of view.

From author’s point

of view.

Ibn ‘Arabi, Bible,

Dzakhair al-Alaq

syarh Turjuman al-

Asywaq, Ali-Imran:

31, Al Futuhat al-

Makiyyah,The Black

Book of Communism –

Crimes, Terror,

Repression. Religion

and Society Report,

On the Origin of

Species by Means of

Natural Selection, or

Preservation of

Favoured Races in the

Struggle for Life.

Page 184: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

170| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

36-38

39-40

41

42

Marriage and household

in Islam

1. Islam doesn’t teach

and produce

terrorism.

2. How to manage

jealousy in Islam.

Islamic law: Face

transplantation from dead

body.

Islamic law: Marital

relationship in Islam

Hadith, life story of

the Companions.

Risalah al

Mustarsyidin, by Al

Haris Al Muhasibi.

Hadith, fatwa

(instruction) from

Islamic scholars.

From author’s point

of view.

Tabel 3. Data Kandungan Islam Ayat-Ayat Cinta yang

dikutip dari paper dalam Proceeding ofThe 1st Icon Laterals

berjudulImagining How Literary Work Transforms as A New

Form of Media in Providing Information about Islam and Islamic

Laws and Values in the Future oleh Ali Imron (2016)

Page 185: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 171

SIMPULAN

Penemuan ini membuktikan bahwa ada persoalan

serius yang dalam hukum Islam memiliki konsekuensi

sangat besar, ditampakkan dengan santai seolah hal-hal

tersbut tidaklah salah. Sedangkan, di sisi lain, novel yang

pada hampir semua babnya berisi ajaran dan sejarah Islam.

Justru bukanlah novel yang memiliki label Islami.

Menjadi semakin serius karena ini membawa

wilayah agama. Jika memang temuan-temuan ini dilakukan

secara sadar oleh penulisnya, hal ini sudah menjadi

pertanyaan apakah penulis memiliki kualitas pengetahuan

Islam yang mencukupi atau tidak. Jika tidak, maka sudah

seharusnya tidak melabeli tulisannya sebagai novel Islami.

Secara sederhana, hal ini bisa diartikan seolah menjual

agama dalam karya.

DAFTAR PUSTAKA

El Shirazy, Habiburrahman. Ayat-Ayat Cinta 2. Republika.

Jakarta.

Imron, Ali. 2016. Imagining How Literary Work Transforms as

A New Form of Media in Providing Information about

Islam and Islamic Laws and Values in the Future.

Proceeding of The 1st Icon Laterals. Universitas

Brawijaya. Malang

Rusyd, Ibnu. 2007. Bidayatul Mujtahid, Analisa Fiqih Para

Mujtahid. Diterjemahkan oleh Imam Ghazali Said &

Achmad Zaidun. Pustaka Amani. Jakarta.

Page 186: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

172| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Retno A, Triani. 2013. Bila Mencintaimu Indah. Quanta.

Gramedia Pustaka Indonesia. Jakarta.

Simpson, Paul. 2004. Stylistics, A Resource Book for Students.

London: Routledge.

Wellek, Rene Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan.

Diterjemahkan oleh Melani Budianta. Jakarta:

Gramedia.

------------. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Offline application)

SUMBER INTERNET

http://www.indonesia-

inestments.com/id/budaya/penduduk/item67?

http://www.mapsofworld.com/world-top-ten/world-top-

ten-countries-with-largest-muslim-populations-map.html.

http://www.pengertian.website/pengertian-agama-

menurut-para-ahli-dan-kbbi/

Page 187: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 173

PERLAWANAN KULTURAL TERHADAP

HEGEMONI PATRIARKI :

REPRESENTASI NARATIF SASTRAWAN

BALI DALAM NOVEL

Oleh :

Dr. Gde Artawan, M.Pd

Undiksha

ABSTRAK

Artikel ini bertujuan secara umum mengetahui

bagaimana representasi naratif sastrawan Bali dalam novel

dan mengetahui bagaimanakah perlawanan kultural ter-

hadap hegemoni patriarki yang dilakukan sastrawan Bali

dalam novel. Dalam artikel ini dikemukakan beberapa

karya novel para sastrawan terkemuka Bali, yaitu novel

Sukreni Gadis Bali, novel Ni Rawit Ceti Penjual Orang karya

AA Panji Tisna, novel Putri karya Putu Wijaya, dan novel

Tarian Bumi, novel Kenanga karya Oka Rusmini. Keterania-

yaan dan kecenderungan mensubordinatkan, upaya pen-

jinakan (cooptation) yang sama-sama dipresentasikan oleh

Panji Tisna, Putu Wijaya, dan Oka Rusmini menunjukkan

secara garis linear ada penyikapan yang sangat kom-

prehensif dari ketiga pengarang untuk mendudukkan dan

memberi data faktual bahwa perempuan masih disub-

ordinatkan dalam tatanan kehidupan masyarakat patri-

Page 188: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

174| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

linear. Adanya resistensi terhadap ikatan patriarki,khusus-

nya melalui jalur ikatan perkawinan ditunjukkan oleh

ketiga sastrawan: Panji Tisna, Putu Wijaya, dan Oka Rus-

mini.Jadi ketiga sastrawan Bali yang berada di antara tra-

disi dan modernitas melalui representasi tokoh ceritanya

dalam novel menunjukkan perjuangan kultural terhadap

hegemoni patriarki, berupa reinterpretasi, rekonstruksi dan

pernyikapan kultural.

Kata-kata kunci :representasi naratif. perlawanan kultural,

hegemoni patriarki

PENDAHULUAN

Novel-novel yang ditulis sastrawan Bali sejak

zaman kolonial sampai sekarang juga memberikan posisi

sentral pada tokoh-tokoh dalam upaya mereptrersentasi-

kan sikap kritis pengarang dalam ranah perjuangan untuk

membebaskan diri dan kaumnya dari belenggu patriarki

meski harus menghadapi berbagai penderitaan, penistaan,

dan kepasrahan untuk kepentingan yang lebih besar.

Perlawanan kultural adalah usaha-usaha yang

dilakukan tokoh-tokoh khususnya wanita dalam novel

untuk melakukan reinterpretasi terhadap tradisi dan

melakukan respons serta reaksi terhadap ketimpangan

yang dipahaminya dan dialaminya dalam kehidupan

masyarakat. Juga perjuangan kultural untuk mereaksi isu-

isu tentang wacana sosial khususnya superioritas kaum

laki-laki dalam kerangka sistem perkawinan yang patriarki

,yang hidup sejalan dengan perkembangan zaman dan dari

Page 189: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 175

kesetaraan gender berusaha dan memberi artikulasi baru

berupa pemahaman terhadap eksistensi wanita serta

melakukan perlawanan terhadap sesuatu yang dirasakan

sebagai ketidakadilan budaya yang memarginalisasikan

diri dan kaumnya sebagai wanita. Usaha-usaha itu

mungkin dimaksudkan untuk mengangkat harga diri,

status, dan mewujudkan cita-citanya dalam kehidupan

sosial yang adil secara kultural. Arah perjuangan itu bisa

beragam, mulai dari usaha untuk memenuhi keinginan

sendiri (personal) dan juga usaha untuk memperbaiki

keadaan umum (sosial). Dalam analisis, kepentingan

personal dan kepentingan sosial dikaji secara mendalam.

Keberadaan sastra Indonesia di tengah kerangka

kebudayaan Bali dapat dipandang sebagai salah satu

sarana yang terlibat dalam proses ke arah pembangunan

sebuah kebudayaan yaitu kebudayaan Bali. Aspek batiniah,

moral, dan makna kemanusiaan, merupakan titik sentral

bagi dinamika proses perubahan dalam wujud diperjuang-

kannya nilai-nilai dalam sastra yang selanjutnya sampai

pada tahap pencapaian tiga dimensi budaya, yaitu: ide,

perilaku, dan fisik. Dinamika yang terjadi sering berkutat

pada tataran ide untuk mencari formula sebaik-baiknya

bagaimana kehidupan real yang terekspose melalui

perilaku selalu berada dalam tatanan bobot kualitas moral

yang mendudukkan kebermaknaan kemanusiaan dalam

kehidupan masyarakat Bali.

Page 190: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

176| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif

kualitatif. Rancangan ini digunakan untuk mendeskripsi-

kan secara mendalam perlawanan kultural terhadap hege-

moni patriarki yang direpresentasikan secara naratif

sastrawan Bali dalam novel. Subjek penelitian ini adalah

beberapa novel Indonesia yang dikarang oleh sastrawan

Bali. Beberapa prosa novel yang dimaksud adalah novel

Sukreni Gadis Bali, dan Ni Rawit Ceti Penjual Orang, karya

AA Pabji Tisna. Novel Putri karangan Putu Wijaya, novel

Kenanga dan Tarian Bumi karangan Oka Rusmini.Objek

penelitian yang diteliti mengenai perlawanan kultural ter-

hadap hegemoni patriarki yang direpresentasikan secara

naratif sastrawan Bali dalam novel.

Pengenalan objek diupayakan dengan membaca

cermat dan sistematis isi novel Sukreni Gadis Bali, dan Ni

Rawit Ceti Penjual Orang, karya AA Panji Tisna. Novel

Putri karangan Putu Wijaya, novel Kenanga dan Tarian Bumi

karangan Oka Rusmini.Analisis dilakukan dengan langkah

penyeleksian data untuk memudahkan proses kerja. Data

yang diseleksi adalah data-data yang berhubungan

langsung dengan permasalahan.Data yang terkumpul

dalam penelitian ini sebagian besar berwujud data

kualitatif. Data ini dianalisis dengan melakukan berbagai

kegiatan, yakni reduksi data, menyajikan, menafsirkan, dan

menarik kesimpulan.

Page 191: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 177

Reduksi data meliputi berbagai kegiatan, yakni

penyeleksian, pemfokusan, simplikasi, pengkodean, peng-

golongan, pembuatan pola, deskripsi untuk situasi, atau

kondisi yang memiliki makna subjektif, dan catatan

reflektif. Penyajian data dan penafsiran berkaitan dengan

penyusunan teks naratif daam kesatuan bentuk, keteratur-

an, pola-pola, penjelasan, konfigurasi, alur sebab-akibat,

dan proposisi. Penarikan simpulan dan verifikasi, antara

lain mencakup hal-hal yang hakiki, makna subjektif,

temuan konsep, dan proses universal. Triangulasi di-

lakukan dengan menggabungkan konsep/teori, metode

penelitian, data-data, kasus, dan wawasan peneliti berkena-

an dengan kultural Bali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara interkstualitas terdapat garis linear yang

signifikan dalam menampilkan penokohan/karakteristik

tokoh-tokoh dalam novel. Alur bergerak linear dan

formatnya sederhana pada novel Panji Tisna, sedangkan

pada Putu Wijaya, plot yang dibumbui dengan intrik

politik kadang-kadang bersifat dibuat-buat dan kadang

agak remeh-remeh, tidak membawa cerita, malahan cerita

dibawa oleh eksplorasi secara khayal doktrin Putu Wijaya

yang terkait ‘Tradisi Baru’, yang tujuannya menyegarkan

kembali cara-cara orang Bali meyakini dan melaksanakan

adatnya. Dengan panjang novel melebihi 1000 halaman,

novel Putu Wijaya bersifat kaleidoskopik, dengan plot

berliku-liku dan bermacam-macam tokoh yang mencakup:

Page 192: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

178| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

teman sekolah Agung Wikan yang lama Abu (seorang

tukang sate Muslim yang sederhana, tetapi memiliki

pemikiran yang konstruktif dalam mengimbangi pemikiran

Agung Wikan dan Putri), Wayan Sadra (pemuda yang

menjadi korban pengebirian dan selanjutnya menjadi

balian), Nelly (akademisi muda, anak konglomerat penge-

lola proyek mahakarya), Cheryl (wanita Barat yang sempat

masuk dalam kehidupan percintaan Agung Wikan), Sueti

(gadis kecil mantan penyeroan Puri Puncak yang banyak

memberi inspirasi bagi kemajuan kehidupan putri, Sin

Hwa ( pedagang Cina yang akhirnya gulung tikar karena

soal perempuan), Gde Silur (dekan sebuah Universitas),

Oka (wartawan senior yang terlibat dalam proyek maha-

karya, dan lain-lainnya.

Dalam memberi fokus penajaman perjuangan

cultural khususnya menyangkut penyikapan terhadap

patriarki, tokoh-tokoh wanitanya yang protagonis, Panji

Tisna melalui novel Ni Rawit Ceti Penjual Orang selanjutnya

disingkat NRCPO dan Putu Wijaya melalui Putri I,II,

selanjutnya disingkat P1,P2 dan Oka Rusmini melalui

Tarian Bumi, selanjutnya disingkat TB dan Kenanga

selanjutnya disingkat K , sama-sama menyelipkan kehidup-

an perjalanan mistik pada novelnya dengan menampilkan

sosok balian (orang yang menekuni dunia pengobatan

alternatif dengan ilmu supranatural. Panji Tisna menampil-

kan sosok balian Sandi yang memberi ilmu pada tokoh

Gusti Gurda antagonis ketika bertarung melawan tokoh

Page 193: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 179

antagonis yang lain Ida wayan Ompog, sementara Putu

Wijaya menampilkan balian Wayan Sadra yang mampu

melayang-layang di atas pepohonan ketika menyelamatkan

tokoh Nyoman yang tersangkut di atas pohon besar karena

‚disembunyikan‛ mahluk halus, kehadiran balian yang

menyatakan kalau kesialan yang menimpa Telaga tidak

jarena dia tidak melakukan upacara mepamit dan melaku-

kan upacara patiwange setelah ia melakukan perkawinan

nyerod, turun derajar dari bangsawan ke sudra.

Pada NRCPO dilukiskan:

‚Hm, melayang-layang di udara pun aku sudah

biasa. Dahulu aku pernah bermusuhan dengan

Gusti Gurda salah seorang murid dari Balian Sandi

itu juga. Pada suiatu malam Senin Kliwon aku

memasang jarring penangkap kelelawar di rumah

men Tanjung. Tiba-tiba tengah malam angina

berhembus sepoi-sepoi basah. Aku tahu itu bukan

angina biasa, tak lama kemudian suatu ujud hitam

samara-samar nampak melayang-layang di atas

jarring itu. Aku maklum sudah, tak dapat tidak

ujud itu tak lain dari ujud Gusti Gurda, musuhku

itu. Tentu saja aku tidak gentar, tidak takut

sedikitpun jua sebab ia adalah murid Balian Sandi,

yang masih berguru kepada Dayu Kompiang

Denok.‛ (hal 2).

Page 194: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

180| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Dalam karya-karya ketiga sastrawan, Panji Tisna,

Putu Wijaya, dan Oka Rusmini terdapat fenomena penin-

dasan wanita. Konsep sentral bagi model mengenai

penindasan wanita bersinggungan dengan gagasan tentang

nilai yang digambarkan oleh Benston (1969). Benston

mengembangkan suatu konsep awal mengenai nilai serta

mengemukakan dua tipe idealis yaitu nilai guna (use value)

dan nilai tukar (exchange value). Apa yang dikemukakan

Benston merupakan penegasan tentang semua aktivitas

yang secara sosial signifikan mempunyai nilai guna yang

bermanfaat bagi pelaku individu atau pelaku-pelaku lain

dalam beberapa hal . Tipe nilai tukar berada dalam konteks

pasar. Wanita dalam posisi sebagai pekerja yang juga

ditampilkan dalam karya-karya ketiga pengarang. Men

Negara dan I Negari (dalam SGB) adalah pekerja ulet,

membuka kedai/warung di Bingin Banjah di areal kebun

kelapa yang di dalamnya juga ada interaksi para pekerja:

pemetik buah kelapa, pembeli, majikan , dan buruh

lainnya. Putri dan Sueti (dalam P I, II) adalah pekerja ulet

yang membuka usaha pencetakan baju kaos melalui

perusahaan yang bernama Sukseme. Juga tokoh Kenanga

(dalam K), pekerja di dunia akademik yang ulet, Telaga

,Luh Kramben, Luh Sekar ( dalam TB) juga merupakan

sosok pekerja ulet di bidangnya masing-masing. Tentang

wanita pekerja dalam novel Indonesia, secara panjang lebar

dibahas Arbain (2007) dalam bukunya Citra Wanita Pekerja

dalam Novel-Novel Indonesia : Analisis Kritik sastra Feminis.

Page 195: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 181

Kesendirian dan luka penderitaan yang sama-sama

dipresentasikan oleh Panji Tisna, Putu Wijaya, dan Oka

Rusmini menunjukkan secara garis linear ada penyikapan

yang sangat komprehensif dari ketiga pengarang untuk

mendudukkan dan memberi data faktual bahwa perem-

puan masih disubordinatkan dalam tatanan kehidupan

masyarakat . Penyajian, paparan naratif penderitaan para

perempuan itu tidak semata-mata sikap penistaan terhadap

perempuan oleh ketiga pengarang itu tetapi sebuah ekpose

bahwa betapa banyaknya perlakukan memarginalkan

sosok perempuan sehingga teks sastra memiliki muatan

sebagi bahan renungan dan menyodorkan tata nilai untuk

meminimalis eklspoitasi tubuh perempuan demi kepenti-

ngan superioritas kaum laki-laki yang patriarkal.

Tokoh Sukreni, oleh Panji Tisna digambarkan

sangat terluka dan menderita akibat tindak pemerkosaan

yang dilakukan tokoh I Gusti Made Tusan. Tokoh Putri,

oleh Putu Wijaya suatu ketika dikabarkan sekarat karena

mengkonsumsi obat, yang selanjutnya menimbulkan

sejumlah pertanyaan pada orang-orang apakah: Putri telah

mencoba melakukan upaya bunuh diri karena beban yang

berat harus dipikulnya, atau karena tidak tahu takaran

yang tepat dalam mengkonsumsi obat. Tokoh Kenanga

yang digambarkan sangat menderita akibat pemerkosaan

yang dilakukan Ida Bagus Bhuana dan dalam penderitaan

itu, ia harus menjaga rahasia besar pada seluruh komunitas

geriya, juga termasuk pada Intan bahwa Kenanga adalah

Page 196: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

182| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

wanita yang secara biologis melahirkan Intan, tetapi dalam

kerangka adat dan agama Hindu dipandang tidak ada

hubungannya karena Kenanga tidak melalui institusi per-

kawinan.

Adanya resistensi terhadap ikatan patriarki,khusus-

nya melalui jalur ikatan perkawinan ditunjukkan oleh

ketiga sastrawan: Panji Tisna, Putu Wijaya, dan Oka

Rusmini dalam novelnya. Dalam SGB, Panji Tisna

menampilkan tokoh I Gustam, lelaki berperangai buruk

hasil tindak pemerkosaan yang dilakukan oleh I Gusti

Made Tusan terhadap Sukreni. Dalam novel P I,II, Putu

Wijaya menampilkan tokoh Putri, anak Men Putri yang

lebih dulu mengandung janin hasil hubungannya dengan

Pan Sadra, kekasihnya, sebelum menikah dengan Mangku

Puseh. Sedangkan dalam novel K, Oka Rusmini menampil-

kan tokoh Intan, gadis cantik yang menjadi rebutan para

Ida Bagus, hasil tindak pemaksaan seksual yang dilakukan

Ida Bagus Buana terhadap Ida Ayu Kenanga. Kenanga

dijebak untuk ikut menginap di hotel di Jogja lalu

diperlakukan tindakan hubungan seksual oleh Ida Bagus

Buana.

Tokoh I Gustam, Putri, dan Intan merupakan tokoh

yang sejak lahir mengandung ‚bibit‛ resistensi terhadap

patriarkal karena mereka dilahirkan di luar konstruksi

(institusi perkawinan) patriarkal. Melalui I Gustamlah,

Panji Tisna mengalirkan kebenaran konsep Karma Phala

dalam kerangka Hindu. I Gustam berperingai buruk

Page 197: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 183

(melakukan tindak kekerasan, perampokan) akibat ia

dilahirkan di luar konstruksi institusi perkawinan yang

sah. Lagi pula, ia lahir sebagai pengejawantahan tindak

achubhakarma yang dilakukan tokoh protagonis I Gusti

Made Tusan. Sebaliknya, I Gustam menjadi alat eksekusi

bagi karma buruk yang diperuntukkan pada Men Negara

dan I Negari karena bersekongkol mengatur strategi untuk

memperlancar terjadinya tindak pemerkosaan yang

dilakukan oleh I Gusti Made Tusan. Warung Men Negara

dirampok dan dibakar yang pada akhirnya membuat Men

Negara hilang ingatan, gila. Demikian pula, I Gustam

ditakdirkan menjadi eksekutor dan sekaligus korban bagi

tulisan karma buruk I Gusti Made Tusan, ayahnya yang

akhirnya mati di tangan anaknya. I Gustam sendiri harus

pula memetik hasil karma buruknya berupa kematian oleh

ayahnya sendiri, I Gusti Made Tusan.

Putri sejak lahir juga mengandung ‚bibit‛ resistensi

karena dilahirkan di luar konstruksi patriarkal. Ia dilahir-

kan tidak dari seorang ayah, Mangku Puseh, yang

mengawini Men Putri secara patriarkal, tetapi ia terbentuk

berupa benih yang ditaburkan oleh Pan Sadra di luar

konstruksi institusi perkawinan. Selanjutnya Putri melaku-

kan perjuangan dalam berbagai ranah seperti tradisi, kese-

taraan gender. Ia memberi interpretasi dan pemaknaan

baru terhadap tradisi dan peran wanita di wilayah domes-

tik dan publik. Sementara tokoh Intan yang secara

eksintensial ada, lahir di luar institusi perkawinan juga

Page 198: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

184| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

mengandung ‚bibit‛ resistensi terhadap patriarkal.

Kehadiran Intan di tengah komunitas griya mensubordinat-

kan peran para gadis Ida Ayu dalam merebut simpati para

pemuda Ida Bagus, sampai-sampai Ida Ayu Galuh

memanfaatkan jasa orang lain untuk melakukan tindak

pelecehan seksual terhadap Intan. Usaha ini gagal karena

Intan mampu memberi pencerahan terhadap lelaki yang

hendak bertindak atau melakukan pelecehan seksual

sehingga ia luput dari tindakan pelecehan seksual.

SIMPULAN

Kesendirian dan luka penderitaan yang sama-sama

dipresentasikan oleh Panji Tisna, Putu Wijaya, dan Oka

Rusmini menunjukkan secara garis linear ada penyikapan

yang sangat komprehensif dari ketiga pengarang untuk

mendudukkan dan memberi data faktual bahwa perem-

puan masih disubordinatkan dalam tatanan kehidupan

masyarakat patrilinear.

Adanya resistensi terhadap ikatan patriarki,khusus-

nya melalui jalur ikatan perkawinan ditunjukkan oleh

ketiga sastrawan: Panji Tisna, Putu Wijaya, dan Oka

Rusmini. Jadi ketiga sastrawan Bali melalui representasi

tokoh ceritanya dalam novel menunjukkan perjuangan

kultural terhadap hegemoni patriarki.

Page 199: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 185

DAFTAR PUSTAKA

Allen, Pamela.2000. Marrying up in Bali.Hobart: University

of Tasmania.

______2004. Membaca dan Membaca Lagi, Reinterpretasi Fiksi

Indonesia 1980-1995. Magelang: Indonesia Tera.

Geriya, I Wayan. 2008. Transformasi Kebudayaan Bali

Memasuki Abad XXI. Surabaya: Paramita.

Goldmann, Lucien. 1973. :Genetic Structuralism in The

Sosiology of Literature. dalam Sosiology of Literature

and Drama. (Elizabeth Burn dan Tom Burn, eds).

Middlesex : Penguin.

_______________ 1977. Toward A Sosiology of The Novel.

London: Tavistok Publications Limited.

Gross, E. dan C. Pateman. 1986. Feminist Challenge: Social

and Political Theory. Boston : Northeastern

University Press.

Gross, E. 1986. ‚ What is Feminist Theory?‛ hal 190-204,

dalam C. Pateman dan E Gross, (Eds) Feminist

Challenges : Social and Political Theory. Boston :

Northeastern University Press.

Indarti, Titit. 2004. ‚ Sikap Perempuan Bali terhadap

Tradisi, Adat,, Agama, dan Dominasi Laki-Laki

dalam Novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini.

Dalam Prasasti, Jurnal Ilmu Sastra dan Seni, Vol.54

Thm XIV, Agustus 2004 hal. 262-280.

Jauss, Hans Robert. 1974. ‚ Literary History as a Challenge

to Literary Theory‛ dalam Ralph Cohen (ed).

Page 200: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

186| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

New Directions in Literary History. London :

Routledge &Kegan Paul.

Kurnia, Fabiola Dharmawanti. 2003. ‚Komposisi Kematian

dan Kehidupan dalam NovelSagra karya Oka

Rusmini: Konkretisasi Budaya dalam sastra‛.

Liem, Maya H.T. 2003. ‚The Turning Wheel of Time,

Modernity and Writing Identity in Bali 1900-1970‛.

Desertasi Doktor Universitas Leiden.

Prabasmoro, Aquarini Priyatna.2006. Kajian Budaya Feminis,

Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop. Yogyakarta :

Jalasutra.

Rusmini, Oka. 2003. Kenanga. Jakarta : PT Grasindo.

______2004. TarianBumi. Cetakan keempat. Magelang:

Indonesiatera.

Tisna, A.A. Pandji. 1975. Ni Rawit Ceti Penjual Orang,

Cetakan II. Denpasar: Lembaga Seniman Indonesia

Bali.

______1965. Sukreni Gadis Bali. Jakarta: Balai Pustaka.

Wijaya, Putu. 1971. Bila Malam Bertambah Malam. Jakarta :

Pustaka jaya.

--------. 2004. Putri I, dan Putri II. Jakarta: PT Pustaka Utama

Graffiti.

Page 201: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 187

PEMENTASAN DRAMA THE GLASS

MENAGERIE KARYA TENNESSEE

WILLIAM DALAM PENGAJARAN KAJIAN

DRAMA INGGRIS (ENGLISH DRAMA

APPRECIATION) OLEH MAHASISWA

PEMINATAN SASTRA INGGRIS

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS

DIAN NUSWANTORO SEMARANG

Oleh :

Haryati Sulistyorini, M.Hum

Universitas Dian Nuswantoro Semarang

[email protected]

ABSTRAK

Makalah berjudul ‘Pementasan Drama The Glass

Menagerie Karya Tenessee William dalam Pengajaran Kajian

Drama Inggris (English Drama Appreciation) oleh Maha-

siswa Peminatan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya

Unversitas Dian Nuswantoro Semarang’ bertujuan untuk

memberikan model pengajaran kajian drama dengan

metode pembuatan proyek dalam bentuk pementasan

drama. Hal tersebut dimaksudkan agar mahasiswa tidak

hanya menghasilkan apresiasi karya sastra drama dalam

Page 202: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

188| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

penulisan karya ilmiah yang bersifat reseptif, namun lebih

pada mendidik dan mengembangkan kreatifitas di bidang

seni khususnya seni pementasan drama. Pementasan yang

mengambil subjek drama karya Tennessee William The

Glass Menagerie tersebut diikuti oleh mahasiswa semester V

peminatan ilmu susastra pada program studi Sastra

Inggris, Fakultas Ilmu Buaya Universitas Dian Nuswantoro

Semarang. Metode yang digunakan dalam pengajaran

tersebut adalah, casting, script review, script review, story

board dan rehearsal. Metode pengajaran tersebut dilaksa-

nakan dalam 16 kali pertemuan dengan asumsi 14 kali

tatap muka dan 2 kali untuk assessment. Keberhasilan

metode pengajaran tersebut diukur dengan keberhasilan

pementasan karya drama terkait sebagai bagian dari ujian

akhir semester mata kuliah Kajian Drama Berbahasa

Inggris (English Drama Appreciation).

PENDAHULUAN

Dewasa ini, dunia seni baik dalam dunia seni peran,

seni musik, seni tari, seni pementasan dan kesenian serupa

mengalami perkembangan yang sangat pesat dan menun-

tut penguasaan yang tidak mudah. Hal tersebut mem-

butuhkan adanya pengembangan kreatifitas dari para

pelaku seni sesuai dengan jenis kesenian yang ditekuni.

Dengan berbekal kemampuan dan kreatifitas yang tinggi,

maka diharapkan mereka dapat mempersiapkan diri untuk

masuk dalam industri hiburan/entertainment.

Ilmu sastra merupakan salah satu cabang Ilmu

Budaya yang berhubungan dengan seni dan keindahan.

Page 203: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 189

Pengajarang sastra dalam perkembangannya di masa seka-

rang tidak hanya membekali mahasiswa dengan kemam-

puan analisis karya fiksi atau imajinatif kedalam penulisan

karya ilmiah dalam kerangka tujuan menghasilkan sarjana

ilmu susastra, namun juga pada kemampuan mahasiswa

mengekspresikan karya sebagai pelaku dalam karya sastra

pada sebuah pementasan atau pertunjukkan seni.

Kajian drama merupakan salah satu mata kuliah

dalam pengajaran sastra yang selama ini mengajarkan

mahasiswa memahami dan mengapresiasikan sebuah

karya sastra berjenis drama dan bersifat reseptif. Pada

umumnya pengajaran bidang kajian drama tersebut

membentuk kemampuan kognitif mahasiswa dari satu sisi

yaitu mampu merespon sebuah karya sastra drama dari

sudut pandang orang ketiga (Omniscent point a view).

Mereka memandang karya drama dalam persepsi nertal

yang artinya tidak terlibat dalam penceritaan tersebut

karena menjadi orang diluar penceritaan. Apresiasi dan

kritik mereka hanya didasrkan atas subjektifitas dari apa

yang mereka temukan sebagai hasil dari intepretasi. Kajian

tokoh, konflik, alur pelataran dan amanat menjadi bahan

utama kajian mereka untuk kemudian pada akhirnya

dituangkan dalam penulisan ilmiah. Jadi, dapat disimpul-

kan bahwa bentuk atau hasil dari apresiasi karya sastra ber-

jenis drama tersebut adalah penulisan ilmiah.

Pengajaran kajian drama tersebut diatas, merupa-

kan bentuk dasar yang patut diajarkan pada pembelajar

Page 204: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

190| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

kajian drama tingkat pemula. Namun apabila mahasiswa

tersebut sudah melalui kajian yang lebih bersifat reseptif,

maka mereka harus mulai diajarkan bagaimana menerap-

kan hasil intepretasi mereka tersebut dalam bentuk

pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning). Pada

pengajaran dengan karakter seperti tersebut diatas dimak-

sudkan untuk lebih meningkatkan kreatifitas mahasiswa

dan soft skill mereka terhadap karya sastra dalam kajian

mata kuliah terkait. Seperti disebutkan di atas, bahwa

pengajaran dengan metode pementasan sebagai hasil dari

intepretasi karya sastra dapat membekali mahasiswa tidak

hanya dengan kemampuan kognitif namun lebih pada

pengembangan soft skill dan kreatifitas dalam berkarya.

Mahasiswa tidak hanya dipersiapkan mampu dalam

bidang berakting sebagai pemain (talent), namun juga

mampu sebagai tim artistk, dan manajer pengelola sebuah

produksi pementasan.Wrigley (2013) dalam www.eureka-

pendidikan.com menjelaskan bahwa Pembelajaran dengan

metode project based learning merupakan metode

pembelajaran dengan menggunankan proyek/kegiatan

sebagai media. Selain yang telah disebutkan sebelumnya,

tujuan akhir dari pengajaran dan pembelajaran tersebut

pada prinsipnya adalah sama yaitu evaluasi dan penilaian.

Pementasan drama yang disajikan dalam pengajaran kajian

drama tersebut adalah hasil akhir dari proyek mahasiswa

yang dipersiapkan selama satu semester yang kemudian

dijadikan sebagai komponen akhir penilaian (final

assessment).

Page 205: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 191

DRAMA

Mario Klarer (1999) membagi jenis-jenis sastra/-

literary genre kedalam 3 macam jenis sastra, yaitu fiksi,

drama dan puisi. Ketiganya memiliki ciri-ciri dan karak-

teristik khusus. Drama merupakan bagian dari karya sastra

yang disajikan dengan dialog sebagai media pengantar

cerita. Seperti didefinisikan oleh Reaske (1966) dalam

bukunya How toAnalyze Drama mendefinisikan drama

sebagai berikut:

A drama is a work of literature or a composition

which delineates life and human activity by

means of presenting various actions of – and

dialogues between a group of characters (1966:5)

Drama tidak hanya dialog yang dibaca sebagai

media pengantar cerita, namun drama umumnya harus

menghadirkan unsur-unsur yang diwajbkan dalam sebuah

pertunjukkan, antara lain panggung (stage), penonton

(audience), pemain (tallent), mengingat bahwa drama

adalah sebuah karya sastra yang diciptakan untuk dimain-

kan di atas panggung. Drama tidak hanya dikaji dalam

bentuk penulisan karya ilmiah yang lebih bersifat reseptif,

namun juga akan memberikan hasil intepretasi lebih baik

apabila karya drama yang telah dituangkan oleh penuis

dalam teks imajinatif dipresentasikan dalam bentuk

pementasan.

Page 206: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

192| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Reaske (1966) juga mengklasifikasi didasrkan pada

jenis ceritanya, yaitu tragedy dan komedi. Tragedi lebih

menfokuskan pada cerita yang lebih berorientasi pada

kehidupan manusia dari dimensi yang lebih menyedihkan

dibandingkan drama komedi.

Tragedy involves events which climax in

unhappy disaster, while comedy deals with

inevitably find sort of pleasing or happy

resolution: tragedy then as explained by the

subject matter itself, is necessarily dark while

comedy, also in subject matter, is essentially

light (1966:8)

Aspek-aspek lain yang perlu dipertimbangkan

sebelum menggarap sebuah pementasan drama memaha-

mi karakteristik drama yang akan dikaji dan dipentaskan,

selain itu juga pemahaman jalan cerita/alur cerita (plot),

tokoh (character) dan pelataran (setting) yang digunakan

dalam penceritaan.

TOKOH PASIF DAN TOKOH AKTIF(PASSIVE AND

ACTIVE CHARACTER)

Perlu diketahui bahwa dalam sebuah karya drama

terdapat tokoh yang lebih sering muncul dan bersifat

dinamis, memiliki frekuensi yang lebih sering disbanding

dengan tokoh lainnya atau biasa disebut dengan tokoh

yang aktif (Active Character). Lawan dari tokoh aktif adalah

tokoh yang bersifat pasif (Passive Character). Berbeda

Page 207: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 193

dengan tokoh yang bersifat aktif, tokoh passive lebih

jarang muncul dalam cerita namun bisa jadi kemunculan-

nya mempengaruhi konflik yang dihadapi tokoh aktif.

Reaske (1966) menjelaskan:

These passive characters are acted upon

the events of the play; they are usually

static or unchanging. Conversely, some

characters are active. They perform acts,

they have large parts in the play, they

usually undergo certain changes as a

result of action of the play. Instead of being

static they are dynamic. (1996:44)

Pada sebuah pertunjukkan pementasan drama,

kedua jenis tokoh tersebut dapat dihadirkan sesuai dengan

kebutuhan cerita. Pemunculan baik tokoh pasif maupun

tokoh aktif dirasa sama pentingnya untuk kelangsungan

cerita dalam sebuah pementasan karya sastra drama.

ALUR CERITA/PLOT DAN PELATARAN/SETTING

Sebuah penceritaan selalu ada alur yang mencerita-

kan jalannya cerita. Klarer (1999) mengatakan bahwa plot

merupakan urutan kejadian dalam satu serial cerita yang

saling berhubungan satu sama lain. Lebih jauh Klarer

mengatakan:

Plot is the logical interaction of the various

thematic elements of a text which lead to a

change of the original situation as presented

Page 208: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

194| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

at the outset of the narrative. An ideal

traditional plot line encompasses the

following four sequential levels: exposition –

complication – climax or turning point –

resolution (1999:15)

Sedangkan pelataran merupakan unsur penunjang

dlm sebuah cerita yang lebih menekankan pada tempat,

waktu dan status sosial tokoh dalam cerita. Klarer (1999)

mengatakan: ‚The term ‚setting‛ denotes the location,

historical period, and social surroundings in which the action of

a text develops‛, (1999:25). Sebuah pementasan drama alur

dan pelataran sangat membantu proses penentuan lajunya

cerita (storyboard), disamping penentuan kelengkapan

property panggung drama.

PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK (PROJECT

BASED LEARNING)

Seperti telah dijelaskan sebelumnya pada Pendahu-

luan, Wrigley (2013) dalam www.eurekapendidikan.com

menjelaskan bahwa Pembelajaran dengan metode project

based learning merupakan metode pembelajaran dengan

menggunankan proyek/kegiatan sebagai media.Thomas

dalam www.eurekapendidikan.com menjelaskan bahwa

karakteristik model pengajaran dan pembelajaran seperti

tersebut adalah:

Page 209: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 195

Centrality pada Project Based Learning

Proyek menjadi pusat dalam pembelajaran.

2. Driving Question Project based learning

difokuskan pada pertanyaan atau masalah

yang mengarahkan siswa untuk mencari

solusi dengan konsep atau prinsip ilmu

pengetahuan yang sesuai. 3. Constructive

Investigation pada Project Based Learning,

siswa membangun pengetahuannya dengan

melakukan investigasi secara mandiri (guru

sebagai fasilitator). 4. Autonomy Project

Based Learning menuntut student centered,

siswa sebagai problem solver dari masalah

yang dibahas. 5. Realisme Kegiatan siswa

difokuskan pada pekerjaan yang serupa

dengan situasi yang sebenarnya. Aktifitas

ini mengintegrasikan tugas otetik dan meng-

hasilkan sikap profesional (Thomas, 2000).

Karakteristik model tersebut diterapkan

dalam langkah-langkah penentuan projek

yang mengakomodasi tujuan akhir dari

preoses belajar mengajar berbasis projek

yaitu mengembangkan kreatifitas maha-

siswa.

METODE

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam

pengajaran kajian drama yang berbasis pementasan atau

Page 210: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

196| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

pertunjukkan drama tersebut adalah didasarkan pada

karakteristik drama dan pembelajaran berbasis projek

seperti telah dijelaskan sebelumnya. Pengajaran kajian

darama dalam metode pementasan diselenggarakan selama

satu semester selama 16 kali pertemuan yang terbagi

kedalam 14 kali tatap muka dan 2 kali untuk evaluasi

(assessment). Penerapan metode tersebut dalam perkuliahan

kajian drama adalah dengan mengadakan, pemilihan

pemain (casting), pengolahan naskah dan alur cerita (story

board), latihan (rehearsal) dan pementasan (performance).

Metode lain yang digunakan adalah dengan

menggunakan Langah-Langkah dalam Project Based

Learning yang dikembangkan oleh The Goerge Lucas

Educational Foundation (2005) dalamwww.eureka-

pendidikan.comyaitu: penentuan pertanyaan mendasar,

desain proyek, jadwal, dan monitoring. Metode yang

digunakan untuk menentukan hasil akhir adalah dengan

menggunakan system penilaian proyek yang meliputi

kemampuan pengelilaan, relevansi dan keaslian (Kem-

dikbud, 2013)

PEMBAHASAN

Pementasan drama The Glass Menagerie karya

Tennessee William yang diadaptasi oleh Muhammad Isal

Tjakrawiriardi dan Bayu Ade Prabowo adalah proyek

pengajaran dalam mata kuliah Kajian Drama Bebahasa

Inggris (English Drama Appreciation), dan diikuti wajib

oleh mahasiswa peminatan ilmu-ilmu sastra pada program

Page 211: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 197

studi Sastra Inggris angkatan 2013 Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Model pengajar-

an drama dengan menggunakan proyek tersebut merupa-

kan proyek pementasan kedua pada tahun 2016, setelah

proyek pertama yang diselenggarakan pada tahun 2015.

Pementasan yang mengambil tema drama yang sangat

natural yaitu mengenai kehidupan dan masalah-masalah

dalam keluarga.

Pementasan drama yang disutradarai langsung oleh

Bayu Ade Prabowo tersebut dipersiapkan selama satu

semester dan berlangsung selama kurang lebih 90 menit

atau 1,5 jam, diikuti oleh kurang lebih 15 peserta yang

terbagi kedalam 7 tallent/pemain, dan 8 tim artistik. Tallent

terbagi kedalam tokoh utama (aktif), tokoh pendukung

(pasif) dan narrator cerita. Tim artistk yang terlibat terbagi

kedalam sutradara, divisi properti, lampu atau pencahaya-

an, kostum dan tata rias, penata musik, dan pengelola

panggung atau stage manager yang bertanggung jawab pada

jalannya pertunjukkan mulai dari perencanaan, persiapan

dan pelaksanaan pementasan.

Pementasan drama tersebut merupakan bagian dari

materi inti pengajaran mata kuliah kajian drama berbahasa

Inggris yang ditawarkan pada semester genap oleh

program studi Sastra Inggris. Pengajaran berbasis proyek

pada pementasan drama tersebut dikhususkan pada maha-

siswa peminatan sastra dengan tujuan dapat menghasilkan

sebuah garapan pertunjukkan seni sastra sesuai dengan

Page 212: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

198| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

tujuan utama dalam mata kuliah terkait yaitu mengem-

bangkan kreatifitas dan menjadikan sastra sebagai objek

seni untuk mencapai tujuan tersebut. Mengapa dikhusus-

kan pada mahasiswa di semester 5 peminatan ilmu sastra,

dikarenaan tingkat kemampuan, soft skill dan pemahaman

terhadap intepretasi sastra pada usia tersebut sudah lebih

baik dan secara kesiapan mental mereka dapat melalui

tahapan-tahapan persiapan dalam satu semester sebagai

rangkaian dari proses penggarapan pementasan seni

panggung.

Penyajian perkuliahan kajian drama berbahasa

Inggris dengan menggunakan metode pementasan tersebut

dipersiapkan dalam satu semester dengan mengacu/berpe-

doman pada syllabus/course outline mata kuliah English

Drama Appreciation, yang ditawarkan tiap semester V

dengan bobot kredit mata kuliah 2 sks. Berikut syllabus

mata kuliah Drama Appreciation yang disajikan dalam

bentuk projek (project based learning):

Page 213: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 199

CORSE OUTLINE

DRAMA APPRECIATION-PROJECT PLAY

Tennessee William’s The Glass Menagerie

Odd Semester - Academic Year 2015-2016

WEEK DESCRIPTION

1 Job Description

Director

Actor and Actress

Creative Team

Grading System

2 Mini Presentation (actor, director, script writer)

Content : Mastering General Description of

Characters, Content of the Story

3 Mini Presentation (creative team)

Content : Pre Proposal ; Check List ; PIC ;

Budget estimation (pre)

4-6 Design a plan for the project

Create a schedule (Time Line)

7 Character development drill (Tallent)

8 Mid Test – the evaluation is based on the

result on week 4-7

9 -12 Character Drill for Director Actor and Actress

Preparation on Final exam ; Evaluation for the

tallent

13-15 Final Proposal Presentation

(Evaluation for the creative team)

16 Final Assessment / Performance

Sumber : Sillabus Drama Appreciation Sastra Inggris FIB

UDINUS 2010

Page 214: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

200| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Berdasarkan langkah-langkah pada Pengajaran dan

pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning),

penerapan tahapan-tahapan dalam syllabus adalah di-

dasarkan pada:

1. Penentuan Pertanyaan (Start with Essential

Questions) yaitu pada pertemuan ke 1 dan 2. Pada

tahap ini dilakukan uji pemahaman terhadap naskah,

peran dan bagian yang telah ditentuan, untuk

kemudian dilakukan evaluasi awal.

2. Mendesain perencanaan Proyek (Design a Plan for the

Project) dan Menyusun Jadwal (Create a Schedule).

Tahap tersebut dilaksanakan pada pertemuan ke 4

ampai dengan 6. Pada tahapan tersebut mahasiswa

diwajibkan membuat Time Line sesuai dengan

kewajiban masing-masing, dan digunakan sebagai

panduan persiapan dan pelaksanaan pementasan

dibawah pengawasan Sutradara.

3. Memonitor Kemajuan Siswa (Monitor the Students

and Progress). Tahap tersebut dimulai pada pertemuan

ke 8 sampai dengan 16. Pada saat pementasan

berlangsung (pertemuan ke 16) evaluasi akhir

dilakukan untuk mendapatan nilai ujian akhir mereka

pada mata kuliah tersebut.

Evaluasi akhir pada pengajaran kajian drama The

Glass Menagerie tersebut didasarkan pada hasil pementasan.

Namun bukan hanya demikian, factor pendukung penilai-

an lainnya tetap menjadi bahan pertimbangan dalam

Page 215: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 201

penilaian seperti pada tahapan perencanaan sampai

dengan pelaksanaan. Penilaian atau evaluasi tersebut

didasarkan atas: Pertama, Kemampuan Pengelolaan, di

mana mahasiswa iharapkan mampu mengelola persiapan

dan pelaksanaan pementasan sesuai dengan topik yang

ada. Kedua, Relevansi, yaitu kesesuaian tema, karakter,

alur dan pelataran pada cerita dan naskah yang dibawakan.

Ketiga adalah Keaslian. Karya pementasan drama harus

merupakan karya asli, yang diolah berdasarkan proses

kembang kreatif yang mandiri. Pengadaptasian drama baik

dalam bentuk naskah dan property panggung diperboleh-

kan, namun tetap harus disebutkan nama pengarang

aslinya, dan tidak mengubah secara keseluruhan jalannya/-

alur cerita asli. Drama The Glass Menagerie karya Tennessee

William yang dikaji dan dipertunjukkan dalam bentu

projek pementasan tersebut, diolah kembali dengan ide dan

kreatifitas panggung yang belum pernah dipetunjukkan

sebelumnya. Penataan artistik dalam pementasan drama

tersebut juga merupakan ide kreatif yang asli dari

mahasiswa peminatan sastra, program studi Sastra Inggris

Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

Adapun mengenai proses evaluasi dan monitoring

dirangkum dengan menggunakan form penilaian untuk

tiap mahasiswa. Berikut adalah form penilaian yang

digunakan sebagai acuan evaluasi pengajaran dan

pembelajaran yang terbagi kedalam artistic dan talent.

Page 216: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

202| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

FORM PENILAIAN MAHASISWA (ARTISTIK)

Nama

Mahasiswa

:

NIM :

Divisi :

Komponen

Penilaian

Kriteria

85 – 95

Sangat

Bagus

84 – 70

Bagus

69 – 55

Cukup

54 – 45

Kurang

N

Pengetahuan

Dasar (30%)

Perencanaan

(50%)

Pencapaian

(20%)

FORM PENILAIAN MAHASISWA (TALLENT)

Nama

Mahasiswa

:

NIM :

Peran :

Page 217: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 203

Komponen

Penilaian

Kriteria dan Nilai

85 – 95

Sangat

Bagus

84 – 70

Bagus

69 – 55

Cukup

54 – 45

Kurang

N

Penguasaan peran

dan penjiwaan

terhadap karakter

tokoh yang

dibawakan (50%)

Kreatifitas Gerak,

gimik, dan

gesture yang

dimunculkan

pada saat peran

(30%)

Ekspresi wajah

pada saat

membawakan

peran

Kemampuan

dalam

berdialog/memba

wakan dialog

Kemampuan

dalam berbahasa

Inggris

Page 218: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

204| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Berdasarkan rangkuman pada deskripsi penilaian

kemudian akan didapat hasil angka sebagai nilai akhir

mereka. Form Penilaian tersebut tidak hanya digunakan

sebagai alat ukur dari keberhasilan pengajaran dengan

metode tersebut, namun juga digunakan sebagai acuan

monitoring pada perencanaan, persiapan, latihan untuk

melihat samapai seberapa jauh perkembangan atau prog-

ress kerja dari pementasan tersebut. Adapun pelaksanaan

penilaian dilaksanakan pada pertemuan ke 8 (mid semes-

ter) dan pertemuan ke 16 (Ujian Akhir Semester), disam-

ping juga dilakukan pada tiap tahap monitoring disetiap

pertemuan yang disesuaikan dengan syllabus mata kuliah

terkait.

Hasil yang didaptkan dari pengajaran Kajian drama

berbahasa Inggris (English Drama Appreciation) dengan

metode pementasan drama The Glass Menagerie karya

Tennessee William adalah kreatifitas mahasiswa yang

berkembang dan asli lahir dari ide kreatif mereka. Kemam-

puan apresiasi mahasiswa tidak hanya bersifat reseptif,

namun lebih pada ide kreatif. Mahasiswa tidak hanya

berlaku sebagai pengamat sastra dari sisi luae arya drama

tersebut, namun mereka juga mampu mengapresiasikan

sebagai pemain dan pelaku sastra.

SIMPULAN

Pembahasan makalah berjudul ‘Pementasan Drama

The Glass Menagerie Karya Tennessee William Dalam

Pengajaran Kajian Drama Inggris (English Drama

Page 219: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 205

Appreciation) Oleh Mahasiswa Peminatan Sastra Faultas

Ilmu Budaya Universitas Dian Nuswantoro Semrang’,

memberikan gambaran pada kita bahwa mengajar kajian

sastra dalam hal ini drama tidak selamanya harus

menggunakan metode yang bersifat reseptif, dimana

mahasiswa diarahkan untuk menjadi kritikus sastra yang

hanya melihat karya sastra dari sudut pandang orang

ketiga untuk kemudian menuliskannya dalam makalah

ilmiah. Pengajaran kajian drama dengan menggunakan

pementasan sebagai proyek pembelajaran dapat dijadikan

sebagai salah satu cara untuk mengembangkan kreatifitas

mahasiswa khususnya dibidang seni peran dan panggung.

Pada metode tersebut, mahasiswa tidak hanya diarahkan

sebagai apresiator atau kritikus sastra saja, namun lebih

pada pelaku sastra. Hal tersebut diharapkan mampu

memberikan aspek positif bagi pengembangan pengajaran

sasatra pada umumnya, kususnya kajian drama.

Pengajaran kajian drama dengan menggunakan

metode berbasis proyek pada makalah ini diikuti oleh

mahasiswa peminatan sastra Inggris semester V pada

Program studi Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Dian Nuswantoro Semarang sebanyak kurang

lebih 15 peserta, dengan pelaksanaan waktu selama satu

semester (16 ali pertemuan, 14 kali tatap muka dan 2 kali

evaluasi). Metode yang digunakan dalam pengajaran

tersebut adalah pemilihan pemain (casting), pengolahan

naskah dan alur cerita (story board), latihan (rehearsal) dan

Page 220: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

206| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

pementasan (performance). Sedangkan langkah-langkah

dalam penyusunan perencanaan, persiapan dan pelaksaaan

pementasan adalah dengan menggunakan Penentuan

Pertanyaan (Start with Essential Questions), Mendesain

perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project) dan

Menyusun Jadwal (Create a Schedule), dan Memonitor

Kemajuan Siswa (Monitor the Students and Progress).

Evaluasi dilaksanakan dengan menggunakan Form Penilai-

an untuk tiap mahasiswa yang disesuaikan dengan materi

evaluasi yaituKemampuan Pengelolaan, Relevansi, dan

Memonitor Kemajuan Siswa (Monitor the Students and

Progress).

Hasil yang diperoleh dalam pengajaran dengan

metode pementasan drama tersebut adalah perkembangan

ide kreatif seni yang murni berasal dari mahasiswa,

disamping aspek penjiwaan dan pemahaman karya sastra

yang dilakukan bukan hanya dengan sudut pandang

resptif.

Page 221: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 207

DAFTAR PUSTAKA

Elam Keir. The Semiotic of Theatre and Drama. 1980. England.

Clays Ltd, St Ives plc.

Kemdikbud. 2013 Model Pengembangan Berbasis Proyek

(Project Based Learning).

www.eurekapendidikan.com

Klarer Mario. 1999. An Introduction to Literary Studies.

London. Routledge.

Perrine Laurence & Arp Thomas R. 1984. Literature,

Structure, Sound, and Sense. USA:Southern Methodist

University.

Reaske Russell Christoper.1966. How to Analyze Drama.

New York. Monarch Press.

The George Lucas Educational Foundation. 2005.

Instructional Module Project Based

Learning.www.eurekapendidikan.com

Thomas, J.W. 2000. A Review of Research on Problem Based

Learning. California : The

Autodesk Foundation. www.eurekapendidikan.com

William Teneesse in Perrine Laurence & Arp Thomas R.

1984 The Glass Menagerie.

USA:Southern Methodist University.

Wrigley, H.S. 2003. Knowledge in Action : The Promise of

Project Based Learning, Focus

and Basic.Journal vol. 2. h.3.www.eurekapendidikan.com

Page 222: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

208| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Page 223: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 209

KARAKTERISTIK TRADISI MITONI DI MAGELANG SEBAGAI

SEBUAH SASTRA LISAN

Oleh :

Imam Baihaqi, M.A.

Universitas Tidar

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan

karakteristik tradisi mitoni yang terdapat di Magelang

sebagai salah satu jenis sastra lisan. Karakteristik dalam

tradisi mitoni yang ada di Magelang tersebut dapat diurai-

kan dan dianalisis dengan teori sastra lisan Ruth Finnegan

yang berkaitan dengan komponen dalam sebuah per-

tunjukan sastra lisan. Kajian ini diharapkan dapat membuat

karakterisasi budaya dan mengangkat kembali tradisi

mitoni yang selama ini mungkin semakin terasingkan oleh

masyarakatnya sendiri sebagai salah satu dampak dari

globalisasi dan modernisasi. Hal yang dikaji dalam

penelitian ini adalah komponen-komponen dalam tradisi

mitoni berupa: penutur, properti, partisipan, dan bacaan

atau doa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan

dengan observasi dan wawancara sedangkan analisis data

dilakukan secara deskriptif sintesis.

Page 224: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

210| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Kata kunci: karakteristik mitoni, tradisi mitoni di Magelang,

komponen sastra lisan.

PENDAHULUAN

Kebudayaan Indonesia merupakan suatu hal yang

tidak dapat terlepas dari tradisi kebiasaan. Tradisi itu

sendiri bukanlah hal yang sudah selesai dan berhenti,

melaikan suatu hal yang masih ada dan terus berkembang.

Tradisi ini berkembang mengikuti arus perubahan sosial,

namun perubahan yang terjadi tidaklah melenceng jauh

dari akarnya, termasuk sebuah tradisi lisan.

Indonesia mempunyai banyak tradisi lisan yang

berkembang di setiap wilayah dan daerah. Banyaknya

unsur kelisanan yang ada di Indonesia menciptakan suatu

keragaman yang majemuk. Banyak bentuk sastra lisan di

Indonesia yang memiliki keunikan tersendiri pada setiap

wilayah dan daerah. Salah satu sastra lisan yang terdapat

di Indonesia terutama di wilayah Jawa Tengah adalah

mitoni. Tradisi mitoni yang terdapat di Jawa Tengah

sampai saat ini mempunyai variasi tergantung di daerah

mana tradisi mitoni tersebut tumbuh dan berkembang.

Mitoni merupakan upacara kehamilan untuk memperingati

dan mendoakan calon bayi. Sebagian besar orang yang

berada di daerah Jawa Tengah mengenal tradisi ini.

Meskipun memiliki tujuan yang sama, tradisi mitoni juga

memiliki perbedaan yang terdapat di setiap daerah

terutama di Magelang. Perbedaan tersebut dapat terjadi

karena latar belakang sosial budaya masyarakat yang

Page 225: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 211

berbeda pula, baik dari segi doa maupun properti yang

digunakan.

Permasalahan yang menjadi kajian dalam penelitian

ini adalah adanya karakteristik dalam tradisi mitoni yang

terdapat di Magelang. Karakteristik ini disebabkan oleh

adanya perbedaan latar belakang sosial dan budaya khas

yang terdapat di daerah Magelang. Misal daerah Jawa

Tengah di pesisir pantai utara tergolong masyarakat yang

blak-blakan dan masyarakat di sekitar Surakarta dan

Yogyakarta tergolong masyarakat yang lemah lembut.

Perbedaan sosial dan budaya yang terdapat di pesisir

pantai utara dan wilayah sekitar keraton akan mem-

pengaruhi tradisi mitoni yang terdapat di wilayah tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengung-

kapkan bahwa tradisi mitoni sebagai suatu jenis sastra lisan

yang terdapat di wilayah Magelang mempunyai karakteris-

tik tertentu. Karakterisasi dilakukan dengan cara melihat

komponen-komponen yang terdapat dalam tradisi mitoni

dengan menggunakan teori sastra lisan Ruth Finnegan,

yaitu dari aspek penutur, properti, partisipan, dan bacaan

atau doa.

TRADISI LISAN

Tradisi lisan adalah segala wacana yang disampai-

kan secara lisan, mengikuti cara atau adat istiadat yang

telah memola dalam suatu masyarakat. Kandungan isi

wacana tersebut dapat meliputi berbagai hal: berbagai jenis

cerita atau berbagai jenis ungkapan seremonial dan ritual.

Page 226: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

212| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Cerita-cerita yang disampaikan secara lisan itu bervariasi

mulai dari uraian genealogis, mitos, legenda, dongeng,

hingga berbagai cerita kepahlawanan (Sedyawati, 1996: 5).

Perkembangan tradisi lisan terjadi dari mulut ke mulut

sehingga menimbulkan banyak versi cerita. Menurut

Suripan Sadi Hutomo (1991:11) tradisi lisan itu mencakup

beberapa hal, yakni: (1) yang berupa kesusastraan lisan, (2)

yang berupa teknologi tradisional (3) yang berupa

pengetahuan folk di luar pusat-pusat istana dan kota

metropolitan, (4) yang berupa unsur-usnur religi dan

kepercayaan folk di luar batas formal agama-agama besar,

(5) yang berupa kesenian folk di luar pusat-usat istana dan

kota metropolitan, (6) yang berupa hukum adat. Darma

(2011:55) menyatakan bahwa tradisi lisan dapat menjadi

dasar penciptaan seni budaya baru yang berkaitan dengan

usaha pelestarian suatu kebudayaan.

Pudentia (1998: 32) memberikan pemahaman ten-

tang hakikat kelisanan (orality) sebagai berikut. Tradisi lisan

(oral tradition) mencakup segala hal yang berhubungan

dengan sastera, bahasa, sejarah, biografi, dan berbagai

pengetahuan serta jenis kesenian lain yang disampaikan

dari mulut ke mulut. Jadi tradisi lisan tidak hanya

mencakup cerita rakyat, teka-teki, peribahasa, nyanyian

rakyat, mitologi, dan legenda sebagaimana umunya diduga

orang, tetapi juga berkaitan dengan sistem kognitif

kebudayaan, seperti: sejarah, hukum, dan pengobatan.

Tradisi lisan adalah ‚segala wacana yang diucapkan/

disampaikan secara turun-temurun meliputi yang lisan dan

Page 227: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 213

yang beraksara‛ dan diartikan juga sebagai ‚sistem wacana

yang bukan beraksara‛. Suprijono (2013: 224) mengungkap-

kan bahwa dalam sejarah muncul berulang-ulang berbagai

tradisi mitologis yang tidak konsisten tetapi bisa terus

berdampingan satu sama lain tanpa adanya integrasi

teoritis. Udu (2015:55) menyatakan bahwa tradisi lisan

dapat dilihat sebagai objek kajian antropologi yang penting

untuk diungkap dalam memahami sebuah kebudayaan,

sistem sosial, psikologi, maupun aspek struktur suatu

masyarakat.

Bila deskripsi tentang kelisanan diberikan dengan

memakai ukuran dari hal-hal yang berasal dari dunia

keberaksaraan, masih ada hal-hal tertentu yang khas dari

kelisanan yang belum terungkap. Ada pula hal-hal yang

diungkapkan, tetapi tidak diwujudkan. Hal ini tidaklah

berarti bahwa kelisanan sama sekali terlepas dari dunia

keberaksaraan atau sebaliknya dunia keberaksaraan tidak

berkaitan dengan dunia kelisanan. Ada saling pengaruh di

antara kedua dunia tersebut dan interaksi di antara kedua-

nya justru sangat menarik (Teeuw, 1980: 4-5). Sweeney

(1991: 17-18) mengungkapkan bahwa hubungan di antara

tradisi lisan dan tradisi tulis khususnya dalam dunia

melayu didasari oleh anggapan bahwa dengan mengetahui

interaksi keduanya, baru dapat dipahami tradisi masing-

masing. Duija (2005: 114) mengungkapkan bahwa ada hal-

hal tertentu yang khas dari kelisanan yang belum

terungkap, yaitu adanya keterkaitan dan pengaruh antara

kelisanan dan keberaksaraan atau sebaliknya.

Page 228: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

214| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

SASTRA LISAN

Sastra lisan muncul dari tradisi lisan dalam suatu

komunitas masyarakat tertentu. Tradisi lisan tersebut dapat

berupa berbagai pengetahuan, adat kebiasaan yang secara

turun-temurun disampaikan secara lisan dan mencakup

tidak hanya pada cerita rakyat, mitos, legenda, tetapi juga

dilengkapi dengan hukum adat, dan lain sebagainya.

Tradisi lisan ini kemudian mendapatkan tempat dan

menemukan bentuknya dalam suatu kebudayaan masya-

rakat yang bisa jadi berbeda-beda. Tradisi lisan tersebut

akhirnya mengandung unsur estetik serta berbagai macam

informasi tentang nilai-nilai budaya masyarakat yang

bersangkutan. Oleh karena itu, tradisi lisan yang terdapat

di masing-masing wilayah serta daerah mempunyai andil

besar dalam pembentukan sebuah sastra lisan. Sudewa

(2014: 67) menyatakan bahwa keberadaan sastra lisan juga

berkaitan dengan kegiatan adat dan budaya masyarakat,

artinya sastra lisan dan tradisi lisan mendominasi kehidup-

an masyarakat.

Sastra lisan merupakan salah satu bagian dari

tradisi lisan. Sastra lisan disebarkan dari satu orang ke

orang lain secara lisan kemudian prosesnya dilihat,

didengar, kemudian dilisankan kembali. Jadi, yang dilihat

dalam tradisi lisan adalah proses dan hasil melisankan.

Hutomo (1991: 62) membedakan jenis bahan sastra lisan ke

dalam tiga bagian, yaitu:

Page 229: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 215

1. Bahan yang bercorak cerita: cerita-cerita biasa, mitos,

legenda, epik, cerita tutur, dan memori

2. Bahan yang bercorak bukan cerita: ungkapan, nyanyian,

peribahasa, teka-teki, puisi lisan, nyanyian sedih

pemakaman, dan undang-undang atau peraturan adat

3. Bahan yang bercorak tingkah laku (drama): drama

panggung, dan drama arena.

Menurut A Teeuw (1994: 3), perkembangan dalam

studi sastra lisan terutama yang menyangkut puisi rakyat

antara lain dilakukan oleh Parry dan Lord. Hipotesis Parry

dan Lord ternyata dapat dibuktikan dengan meneliti

puluhan contoh epos rakyat seperti yang dinyanyikan oleh

tukang cerita. Dengan meneliti teknik penciptaan epos

rakyat, cara tradisi tersebut diturunkan dari guru kepada

murid, dan bagaimana resepsinya oleh masyarakat, Parry

dan Lord berkesimpulan bahwa epos rakyat tidak dihafal-

kan secara turun-temurun tetapi diciptakan kembali secara

spontan, si penyanyi memiliki persediaan formula yang

disebut stock-in-trade, terdapat adegan siap pakai yang oleh

Lord disebut theme, dan variasi merupakan ciri khas puisi

lisan.

Di Indonesia pun sastra lisan dari masa prasejarah sampai

kini memainkan peranan yang cukup penting. Sebagian

besar sastra lisan itu hilang tak berbekas. Sastra lisan yang

masih ada sekarang atau yang diselamatkan sejak abad

yang lalu berkat usaha peneliti belum tentu membayang-

kan sastra lisan ‚asli‛ atau purba di Indonesia. Tidak ada

Page 230: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

216| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

alasan yang cukup kuat untuk mengandaikan bahwa sastra

lisan di Indonesia berabad-abad lamanya tidak mengalami

perubahan yang besar, dan bahwa misalnya puisi lisan

yang kini masih dapat dicatat membayangkan situasi

kesastraan sebelum tulisan mulai dipakai di Indonesia.

Benarlah ada contoh tentang bentuk sastra yang berabad-

abad lamanya dihafalkan dan dipertahankan terus-

menerus tanpa banyak perubahan. Tetapi tak kurang

contohnya yang membuktikan bahwa sastra lisan pun

sering mempunyai dinamika intrinsik yang kuat sekali atau

pun berubah akibat pengaruh sastra asing (tulis atau lisan).

Di Indonesia mungkin sekali sastra lisan pun dari dahulu

berubah terus, walaupun beberapa ragam dasar barangkali

bertahan lama (Teeuw, 2015: 252-253).

METODE PENELITIAN

Metode dapat diartikan sebagai suatu kerja untuk

memahami suatu objek yang menjadi sasaran penelitian.

Karena karya sastra merupakan fakta estetik yang memiliki

karakteristik tersendiri, maka metode yang digunakan

untuk mengkajinya pun berbeda. Metode dalam studi

sastra memiliki ukuran keilmiahan tersendiri yang ditentu-

kan oleh karakteristiknya sebagai suatu sistem, yaitu sistem

sastra. Dalam penelitian sastra, pemilihan metode berkaian

erat dengan karakteristik, objek penelitian, masalah, dan

tujuan penelitian (Chamamah dalan Jabrohim, 2001: 15).

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara

ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan

Page 231: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 217

kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut, terdapat

empat kunci yang yang perlu diperhatikan, yaitu cara

ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan. Cara ilmiah berarti

kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan,

yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti

kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang

masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia.

Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati

oleh panca indera manusia, sehingga orang lain dapat

mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan.

Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian

itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat

logis (Sugiono, 2008: 2).

Metode yang dikembangkan dan digunakan dalam

suatu penelitian harus sesuai dengan objek yang diteliti.

Namun demikian, dalam suatu kajian ilmiah perkem-

bangan ilmu pengetahuan semakin pesat terutama dalam

kaitannya dengan penggunaan metode ilmiah dalam suatu

penelitian. Kaelan (2005: 4) menyatakan bahwa suatu ilmu

pengetahuan disebut ilmiah manakala mengembangkan

suatu model penelitian dengan menggunakan suatu prinsip

verifikasi, dan menyangkut objek yang bersifat empiris

serta logis. Ganap (2012: 156) menyatakan bahwa penelitian

seni pada hakikatnya merupakan penelitian terapan yang

menggunakan pendekatan multidisiplin, baik dalam

bentuk perancangan karya seni, maupun penelitian fungsi-

onal secara tekstual dan kontekstual.

Page 232: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

218| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif diartikan sebagai penelitian yang tidak

mengadakan perhitungan (Maleong, 1989: 2). Bodgan dan

Taylor (melalui Maleong, 1989: 3) mendefinisikan metodo-

logi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasil-

kan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan.

Kaelan (2005: 5) mengungkapkan bahwa karakteristik

penelitian kualitatif terletak pada objek yang menjadi fokus

penelitian. Jika penelitian kuantitatif mengukur objek

dengan suatu perhitungan, dengan angka, persentase,

statistik, atau bahkan dengan komputer. Akan tetapi pada

penelitain kualitatif tidak menekankan pada kuantum atau

jumlah, jadi lebih menekankan pada segi kualitas secara

ilmiah karena menyangkut pengertian, konsep, nilai serta

ciri-ciri yang melekat pada objek penelitian. Penelitian

kualitatif dapat diartikan pula suatu penelitian yang tidak

melakukan perhitungan-perhitungan dalam melakukan

justifikasi epistimologis.

DATA DAN SUMBER DATA

Data yang dikumpulkan untuk keperluan penelitian

ini ada dua jenis. Data pertama berupa cuplikan video

terpilih dan observasi secara langsung tentang tradisi

mitoni. Data kedua berupa data tanggapan penutur

terhadap komponen-komponen yang terdapat dalam

tradisi mitoni. Data-data tersebut diperoleh dari sumber

data (populasi) yang didapatkan dari masyarakat di

Page 233: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 219

daerah-daerah Jawa Tengah yang melakukan tradisi

mitoni.

INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini

meliputi: 1) pedoman pengamatan untuk mengidentifikasi

cuplikan video terpilih dan observasi secara langsung

tentang tradisi mitoni, 2) pedoman wawancara untuk

mendeskripsikan tanggapan penutur terkait komponen-

komponen yang terdapat dalam tradisi mitoni.

TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data

dilakukan dengan dua cara, yaitu observasi dan wawan-

cara.

1. Observasi

Observasi adalah kegiatan pengamatan atau

pengambilan data untuk melihat pelaksanaan

tradisi mitoni di daerah-daerah Jawa Tengah.

Pengamatan ini akan dilakukan oleh peneliti.

Pengamatan dilakukan dengan instrumen

dokumentasi foto, dan dokumentasi video.

Pengamatan ini juga dilakukan dengan meng-

gunakan catatan lapangan agar segala sesuatu

yang terjadi pada saat pengambilan data bisa

terangkum.

Page 234: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

220| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

2. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan penutur dan

partisipan untuk mengtahui tanggapan mereka

berkaitan dengan tradisi mitoni dan kompone-

komponen yang terdapat di dalamnya.

Wawancara akan dilakukan setelah pelaksanaan

tradisi mitoni. Partisipan yang diwawancarai

hanya perwakilan dari partisipan yang hadir

dalam tradisi mitoni saja.

TEKNIK ANALISIS DATA

Faruk (2012: 25) mengungkapkan bahwa metode

analisis data merupakan seperangkat cara atau teknik

penelitian yang merupakan perpanjangan dari pikiran

manusia karena fungsinya bukan untuk mengumpulkan

data, melainkan untuk mencari hubungan antardata yang

tidak akan pernah dinyatakan sendiri oleh data yang ber-

sangkutan. Sebagaimana yang sudah dikemukakan,

hubungan itu dapat berupa hubungan genetik, hubungan

fungsional, hubungan disposisional, intensional, kausal,

dan sebagainya. Hasil dari analisis data inilah yang akan

menjadi pengetahuan ilmiah, pengetahuan mengenai

aturan atau mekanisme yang memungkinkan adanya

keadaan dan terjadinya peristiwa-peristiwa empirik yang

menjadi sumber data.

Analisis data pada dasarnya adalah cara untuk

memilah-milah, mengelompokkan data kualitatif agar

kemudian dapat ditetapkan relasi-relasi tertentu antara

Page 235: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 221

kategori data yang satu dengan data yang lain. Data-data

yang diperoleh dilakukan analisis data dengan mendes-

kripsikan dan mengkaji hasil observasi, rekaman, dan

wawancara dalam tradisi mitoni. Setelah data dideskripsi-

kan dan dikaji, peneliti melakukan sintesis atau penyatuan

gagasan dari apa yang telah diperoleh dari lapangan.

KOMPONEN SASTRA LISAN

Performance is in a sense perhaps an element in every

action, and certainly a concept of general interest within

anthropology and elsewhere. While it is not possible to follow up

all these aspects here, the idea and practice of performance does

clearly have a particular import for oral expression, and is

nowadays one major focus of research in verbal arts and

traditions. (Finnegan, 1992: 86). Pertunjukan berkaitan

dengan sebuah akting, ia masuk dalam konsep umum serta

dikaitkan dengan kajian antropologi pada suatu wilayah.

Meskipun tidak mungkin mengkaji semua komponen

dalam pertunjukan, ide dan praktik pertunjukan menjadi

sangat penting untuk dikaji dalam pembahasan ekspresi

lisan. Dalam bab ini salah satu fokus utamanya adalah

bagaimana kita melakukan penelitian mengenai pertunjuk-

an sastra lisan dan tradisi lisan. Dalam penelitian per-

tunjukan sastra lisan selalu melibatkan aspek pemain,

penonton, serta media (sarana dan prasarana, baik yang

bersifat material maupun verbal).

Komponen inti sebuah pertunjukan sastra lisan

adalah manusia yang meliputi pemain dan peserta

Page 236: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

222| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

(audieane). Tanpa seorang pemain, sebuah pertunjukan

tidak akan terjadi. Begitu pula sebaliknya, tanpa peserta

pertunjukan akan menjadi hal yang sia-sia. Oleh karena itu,

penelitian juga harus dilakukan kepada dua komponen ini

karena pemain dan peserta merupakan komponen yang

saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan. Pemain

dalam hal konsep Finnegan dapat disejajarkan dengan

penutur, sedangkan pengertian peserta dapat dipahami

sebagai partisipan.

Selain pemain (penutur) dan penonton (partisipan),

komponen yang tidak kalah penting adalah properti atau

dalam konsep Finnegan disebut sebagai sebuah ‚media‛.

Properti atau media tersebut dapat terbuat dari apa saja

yang digunakan untuk mendukung jalannya sebuah pert-

unjukan sastra lisan. Properti atau media dapat dibuat

memiliki simbol-simbol tertentu agar petunjukan sastra

lisan menjadi semakin bernilai estetik.

KARAKTERISTIK MITONI DI MAGELANG

Mitoni merupakan tradisi selametan yang dilaku-

kan pada ibu hamil di usia kandungan tujuh bulan. Tradisi

mitoni ini dilakukan agar ibu dan bayi yang terdapat dalam

kandungan dapat selamat dan dilancarkan selama proses

lahiran. Secara etimologis mitoni dapat ditarik dari kata

mitu atau pitu yang merupakan kata dalam bahasa jawa

yang berarti tujuh. Dalam usia tujuh bulan, bayi yang

terdapat dalam kandungan sudah mulai mempersiapkan

diri untuk lahir ke dunia. Selain itu kata pitu juga dapat

Page 237: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 223

dikembangkan menjadi kata pitulung atau pitulungan yang

memiliki arti pertolngan. Jadi tradisi mitoni tersebut masih

dilakukan oleh masyarakat karena mereka memiliki

keyakinan bahwa di usia kandungan tujuh bulan kita

sebagai seorang manusia harus lebih rajin dalam meminta

pertolongan kepada Gusti Pengeran atau dalam kepercaya-

an islam adalah Allah SWT.

Berdasarkan teori sastra lisan Ruth Finnegan, tradisi

mitoni dapat dilihat sebagai suatu pertunjukan sastra lisan

karena di dalam tradisi mitoni terdapat beberapa kompo-

nen yang memiliki korelasi dengan komponen sastra lisan.

Komponen tersebut di antaranya adalah penutur, properti,

partisipan, dan bacaan atau doa. Komponen tersebut

menjadi ciri khas tradisi mitoni yang terdapat di daerah

Magelang. Adapun masing-masing komponen akan dijelas-

kan satu persatu secara lebih spesifik di bawah ini.

Penutur atau yang sering disebut sebagai pendoa,

atau dalang, atau dukun, atau dalam konsep Ruth

Finnegan merupakan pemain dalam pertunjukan sastra

lisan. Dapat juga disebut sebagai orang yang memiliki

peran penting dalam suatu pertunjukan sastra lisan mitoni

karena penutur inilah yang akan memimpin jalannya

pertunjukan sastra lisan. Baik atau tidaknya, berhasil atau

tidaknya, serta lancar atau tidaknya tradisi mitoni yang

terdapat di Magelang ini tergantung dari si penutur

tersebut. Nama dari penutur dalam tradisi mitoni yang

terdapat di Magelang ini adalah mbah Gemi yang memiliki

usia 67 tahun karena ia lahir pada tahun 1950. Selain

Page 238: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

224| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

sebagai seorang penutur tradisi mitoni, beliau juga sering

diminta memijit tetangganya yang sakit atau jatuh. Beliau

menjadi penutur tradisi mitoni sejak belum menikah.

Berikut adalah foto dari mbah Gemi selaku penutur dari

tradisi mitoni yang terdapat di Magelang.

Gambar 1. Peneliti sedang melakukan wawancara dengan

mbah Gemi

Properti atau yang sering disebut sebagai perleng-

kapan atau media yang digunakan untuk melaksanakan

suatu pertunjukan sastra lisan. Dalam hal ini, properti yang

digunakan dalam tradisi mitoni adalah bunga tujuh rupa,

tujuh buah jarit, tujuh buah telur jawa, tujuh buah kupat,

pring sedapur, tujuh buah tumpeng, ayam ingkung, tujuh

rupa jajan pasar. Bunga tujuh rupa digunakan untuk

Page 239: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 225

memandikan ibu hamil yang memiliki filosafi agar ibu

hamil terbebas dari kotoran, bersih dan wangi. Tujuh buah

jarit digunakan untuk baju ganti ibu hamil yang memiliki

filosofi agar nanti ketika melahirkan bayinya keluar dari

perut ibu dengan lancar dan tidak terlilit tali pusar karena

jarit mirip dengan tali pusar bayi yang panjang. Telur jawa

digunakan saat ibu hamil sudah selesai diganti jaritnya

sebanyak tujuh kali, telur ayam ini nanti akan dipecahkan

di bawah ibu hamil dengan filosofi agar ketika air ketuban

pecah bayi dapat langsung lahir dengan selamat. Kupat

merupakan akronim dari kulolepat dalam bahasa jawa dan

memiliki arti saya (ibu hamil) salah dan harus meminta

maaf kepada semua orang sebelum melahirkan. Apabila

ibu hamil sudah tidak punya salah, maka diyakini dalam

melahirkan akan diberikan kelancaran dan didoakan oleh

masyarakat sekitar. Pring sedapur merupakan makanan

yang terbuat dari ketan dibentuk seperti bambu kecil. Pring

sedapur memiliki filosofi agar anak yang lahir nanti men-

jadi anak yang sehat, subur seperti tumbuhnya bambu,

rejekinya lancar seperti bambu yang tumbuh rimbun.

Tumpeng, ayam ingkun dan jajan pasar digunakan untuk

proses kenduren setelah semua prosesi mitoni selesai

dilakukan. Berikut adalah gambar properti yang digunakan

dalam mitoni.

Page 240: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

226| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Gambar 2. Beberapa Properti Mitoni di Magelang

Partisipan atau peserta adalah orang-orang yang

terlibat atau menghadiri atau melihat atau menonton

pertunjukan sastra lisan. Dalam hal ini partisipan dibagi

menjadi dua, yaitu keluarga dekat dan tetangga. Keluarga

merupakan partisipan yang terlibat selama prosesi mitoni

tahap pertama berupa persiapan, memandikan ibu hamil,

melakukan persalinan dengan jarit, sampai pecah telur atau

diganti dengan pecah cowek (tempat makan yang terbuat

dari tanah liat). Sedangkan tetangga merupakan partisipan

yang lebih banyak terlibat dalam prosesi mitoni tahap dua

yakni pada waktu kenduren berlangsung. Kenduren meru-

pakan prosesi dimana tuan rumah akan mengundang

tetangga untuk berdoa bersama. Doa bersama ini dilakukan

agar ibu hamil dan jabang bayi selamat dan mendapat

pertolongan dari Allah SWT saat melahirkan. Saat

Page 241: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 227

berlangsungnya kenduren, ada bagian yang unik yang

dilakukan oleh masyarakat magelang, yaitu setelah selesai

melakukan kenduren mereka akan makan bersama

ingkung dan makanan yang telah disiapkan oleh tuan

rumah. Setelah selesai makan bersama mereka akan

menarik daun pisang utuh yang tadinya dipakai sebagai

alas makan. Masyakarat akan menarik daun pisang secara

beramai-ramai sambil melalui satu pintu. Hal ini memiliki

filosofi bahwa nanti saat bayi sudah akan lahir dia akan

ditarik dan keluar dengan lancar. Berikut merupakan

gambar partisipan mitoni di Magelang.

Gambar 3. Partisipan Mitoni di Magelang

Doa atau bacaan yang digunakan dalam tradisi

mitoni adalah doa selamat. Doa selamat di sini merupakan

doa yang digunakan untuk meminta keselamatan dan

Page 242: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

228| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

pertolongan terutama saat ibu hamil akan melahirkan.

Berikut terjemahan doa selamat: ‚Ya Allah! Aku memohon

kepada Engkau keselamatan dalam agama, kesehatan

dalam tubuh, bertambah ilmu, keberkahan dalam rezeki,

tobat sebelum mati, rahmat ketika mati, dan ampunan

sesudah mati. Ya Allah! Mudahkanlah kami ketika sekarat,

selamatkanlah dari api neraka, dan mendapat kema’afan

ketika dihisab. Ya Allah! Janganlah Engkau goncangkan

(bimbangkan) hati kami setelah mendapat petunjuk, berilah

kami rahmat dari sisi Engkau, sesungguhnya Engkau Maha

Pemberi. Ya Allah! Tuhan kami, berilah kami kebaikan di

dunia, dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari

siksi api neraka‛. Berikut merupakan doa selamat yang

digunakan dalam tradisi mitoni.

Gambar 4. Bacaan atau Doa dalam Tradisi Mitoni di

Magelang

Page 243: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 229

SIMPULAN

Tradisi mitoni sebagai salah satu sastra lisan di

Magelang mempunyai karakteristik yang terletak pada

komponennya, meliputi penutur, properti, partisipan, dan

bacaan atau doa. Penutur tradisi mitoni di Magelang

adalah mbah Gemi yang sudah berusia 67 tahun dan

memimpin tradisi mitoni di magelang sewaktu belum

menikah. Properti tradisi mitoni di Magelang terdiri atas

bunga tujuh rupa, tujuh buah jarit, tujuh buah telur jawa,

tujuh buah kupat, pring sedapur, tujuh buah tumpeng,

ayam ingkung, tujuh rupa jajan pasar yang kesemuanya

mempunyai filosofinya masing-masing. Partisipan tradisi

mitoni di Megelang adalah keluarga dekat dan tetangga.

Bacaan atau doa yang digunakan dalam tradisi mitoni di

Magaelang adalah doa selamat. Doa ini berikan kepada ibu

hamil dan bayi yang terdapat dalam kanduangan agar

kedua selamat dan mendapat pitulungan (pertolongan) dari

Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA

Chamamah-Soeratno, Siti. 2003. ‚Resepsi Sastra Teori dan

Penerapannya‛ dalam Jabrohim (ed). Metodologi

Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT. Anindita Graha

Widya.

Darma, Budi. 2011. Penciptaan Naskah Drama Ambu Hawuk

Berdasarkan Tradisi Lisan dan Perspektif Jender. Jurnal

Resital Volume 12 Hal. 55-64 No. 1 Juni 2011.

Page 244: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

230| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Duija, I Nengah. 2005. Tradisi Lisan, Naskah, dan Sejarah:

Sebuah Catatan Politik Kebudayaan. Jurnal Wacana

Voume 7 Hal. 11-124 No. 2 Oktober 2005.

Faruk. 2012. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Finnegan, Ruth. 1992. Oral Tradition and The Verbal Arts: A

Guide to Research Practices. London and New York:

Routledge.

Ganap, Victor. 2012. Konsep Multikultural dan Etnisitas

Pribumi dalam Penelitian Seni. Jurnal Humaniora

Volume 24 Hal. 156-167 No. 2 Juni 2012.

Hutomo, Suripan Hadi. 1991. Mutiara yang Terlupakan:

Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya: HISKI

Komisariat Jawa Timur.

Kaelan. 2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat.

Yogyakarta: Penerbit Paradigma.

Maleong, Lexi J. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung: CV Remadja Karya.

Pudentia MPSS (ed). 1998. Metodologi Kajian Tradisi Lisan.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan

Asosiasi Tradisi Lisan.

Sedyawati, Edi. 1996. Kedudukan Tradisi Lisan dalam Ilmu-

ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Budaya. Jurnal Pengetahuan

dan Komunikasi Peneliti dan Pemerhati Tradisi Lisan.

Edisi II Maret 1996. Jakarta: ATL.

Page 245: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 231

Sudewa, I Ketut. 2014. Transformasi Sastra Lisan ke dalam

Seni Pertunjukan di Bali: Perspektif Pendidikan. Jurnal

Humaniora Volume 26 Hal. 65-73 No. 1 Februari

2014.

Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D. Bandung: Penerbit ALFABETA.

Suprijono, Agus. 2013. Konstruksi Sosial Siswa SMA terhadap

Mitos Buyut Cili sebagai Tradisi Lisan Sejarah

Blambangan. Jurnal Paramita Volume 23 Hal. 220-229

No. 2 Juli 2013.

Sweeney, Amin. 1991. Malay World Music: A Celebration of

Oral Creativity. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan

Pustaka.

Teeuw, A. 1980. Tergantung pada Kata. Jakarta: Pustaka Jaya.

________. 1994. Indonesia: Antara Kelisanan dan Keberaksara-

an. Jakarta: Pustaka Jaya.

________. 2015. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Udu, Sumiman. 2015. Tradisi Lisan Bhanti-Bhanti sebagai

Media Komunikasi Kultural dalam Masyarakat Wakatobi.

Jurnal Humaniora Volume 27 Hal. 53-66 No. 1

Februari 2015.

Page 246: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

232| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

BIOGRAFI PENULIS

Imam Baihaqi, M.A

merupakan Dosen

Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia Fakul-

tas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas

Tidar yang lahir di Pati

pada 8 September 1988.

Menamatkan kuliah S1

Prodi Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta

program beasiswa PPA DIKTI dan S2 Prodi Ilmu Sastra

Universitas Gadjah Mada program Beasiswa Unggulan

DIKTI. Tulisannya tentang kajian sastra dimuat dalam

buku ‚Bolak-balik Bulaksumur‛ yang diterbitkan oleh

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Selain itu

puisinya masuk dalam antologi Anugrah Seni dan Sastra I

‚Distopia‛ yang diterbitkan oleh Gadjah Mada University

Prees. Menjadi editor buku ‚Bahasa, Sastra, dan

Pengajarannya dalam Perspektif Ideologi, Ekoogi, dan Multikul-

turalisme‛ yang diterbitkan oleh Balai Bahasa Jawa Tengah,

Pusat Bahasa Universitas Tidar, dan Himpunan Sarjana

Kesusastraan Indonesia Komisariat Kedu. Menjadi editor

buku ‚Goresan Tinta Bocah Sastra‛ yang diterbitkan oleh

Graha Cendekia Yogyakarta. Menjadi editor buku ‚Belajar

Berbasis Riset‛ yang diterbitkan oleh Graha Cendekia

Page 247: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 233

Yogyakarta. Makalahnya yang berjudul ‚Repertoire dalam

Naskah Sandiwara Sampek dan Engtay Karya Nano Riantiarno

Sebagai Kritik Multidimensional‛ pernah disampaikan dalam

Seminar Nasional Bahasa dan Sastra di Universitas Negeri

Yogyakarta. Makalah yang berjudul ‚Nasionalisme: Sebuah

Resistensi Ruang dalam Puisi Sebuah Jaket Berlumur Darah‛

disampaikan dalam Seminar Nasional Bahasa dan Sastra di

Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah

Surakarta. Makalah lain yang berjudul ‚Resistensi Perem-

puan Jawa Terhadap Dominasi Maskulin Dalam Cerpen Palaran

Karya Indra Tranggono‛ disampaikan dalam Seminar

Nasional Pekan Ilmiah Bahasa dan Sastra Indonesia (PIBSI)

di Universitas Sanata Dharma. Makalah yang berjudul

‚Resepsi Cerita Perang Bubat dalam Novel Niskala Karya

Hermawan Aksan‛ dimuat dalam Jurnal Transformatika.

Makalah yang berjudul ‚Manifestasi Kearifan Lokal dalam

Cerpen Mbok Jah sebagai Aset Budaya Bangsa‛ disampaikan

dalam Seminar Nasional Kajian Bahasa, Sastra, dan

Pengajarannya (KABASTRA) di Universitas Tidar. Makalah

yang berjudul ‚Peningkatan Keterampilan Bermain Drama

dengan Metode Role Playing pada Kelompok Teater Kenes

SMPN 4 Yogyakarta‛ dimuat dalam Jurnal Transformatika.

Makalah yang berjudul ‚Pembelajaran Drama Berbasis Project

Learning dengan Metode Role Playing‛ disampaikan dalam

Seminar Nasional Dies Natalis Universitas Tidar. Makalah

yang berjudul ‚Resistensi Hegemoni Kapitalisme dalam Cerpen

Pengunyah Sirih: Sebuah Kajian Hegemoni Gramscian‛

disampaikan dalam Seminar Nasional Kesusastraan

Page 248: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

234| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Indonesia Modern di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia. Makalah yang berjudul ‚Pembelajar-

an Drama Berbasis Project Learning pada Mahasiswa Semester

IV Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas

Tidar‛ disampaikan dalam Seminar Nasional ALFA di

Universitas PGRI Semarang. Makalah yang berjudul

‚Pembelajaran Sastra yang Kreatif-Inovatif‛ disampaikan

dalam penyuluhan Berbahasa Indonesia yang diselenggara-

kan oleh Balai Bahasa Jawa Tengah. Penelitiannya yang

berjudul ‚Karakteristik sastra Lisan Mitoni sebagai Pedagogical

Content Knowledge‛ lolos hibah kompetitif nasional dan

didanani oleh Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat

(DRPM Dikti). Pernah mendapatkan pengahargaan sebagai

finalis lomba kritik sastra yang diselenggarakan oleh

Universitas Gadjah mada Yogyakarta. Tulisannya tentang

sastra dan Budaya juga pernah dimuat di Koran Tribun

Jogja dan Magelang Ekspress. Pemuda dengan hobi jalan-

jalan dan berorganisasi ini beralamatkan di jalan Yudhistira

no 7 Rt 004 Rw 005 Tayu Kulon, Tayu, Pati, Jawa Tengah.

Email: [email protected]. No hp 085743717859. Saat ini

dipercaya menjadi Pembina UKM Olah Raga dan Bela Diri

Universitas Tidar, Tim Koordinator Pusat Penjaminan

Mutu Pendidikan Universitas Tidar, dan Ketua HISKI

KEDU (Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia).

Page 249: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 235

TRADISI LOGAT GANTUNG DALAM TERJEMAHAN PADA NASKAH

SAFINATU ‘N-NAJA

Oleh :

Isrulia Nugrahaeni, S.S., M.Hum.

PPs Ilmu Sastra Universitas Padjadjaran

[email protected] / 085726401945

ABSTRAK

Tradisi logat gantung dalam khazanah naskah

keagamaan di Indonesia merupakan bagian dari sastra

kitab yang sudah dikenal sejak lama dan hingga kini pun

masih digunakan. Tradisi tersebut menggunakan dua

bahasa sekaligus dalam satu bacaan. Pada praktiknya,

penulisan logat gantung merupakan sebuah cara untuk

mentransformasikan ilmu agama, misalnya bahasa Arab ke

bahasa Jawa. Salah satu naskah yang ditulis menggunakan

tulisan logat gantung adalah Safinatu ‘n-Naja (SN). SN

menggunakan bahasa Arab dan bahasa Jawa. SN sebagai

salah satu bahan ajar pada tingkatan dasar di pesantren

pun membahas mengenai dasar-dasar fikih. Di dalam

penulisannya, penulis pun diinterpretasikan mampu meng-

uasai bahasa Jawa sekaligus bahasa Arab. Di dalamnya

secara implisit terkandung pesan bahwa penyebaran

agama Islam dilakukan oleh para cendekiawan dengan cara

yang arif melalui penggunaan bahasa daerah.

Page 250: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

236| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Kata kunci:Safinatu ‘n-Naja, logat gantung, bahasa Jawa,

bahasa Arab

PENDAHULUAN

Nusantara memiliki banyak kekayaan naskah yang

hampir tersebar di seluruh wilayahnya. Naskah tersebut

berisikan berbagai informasi hasil pemikiran masyarakat-

nya. Kandungan yang tersimpan dalam naskah hakikatnya

adalah produk dari kebudayaan manusia dan gambaran

perkembangan kebudayaan.

Salah satu perkembangan kebudayaan adalah per-

kembangan agama. Agama sebagai suatu ajaran dan sistem

yang mengatur tata keimanan pun tak luput dari sorotan

pernaskahan. Dalam khazanah pernaskahan Indonesia,

naskah keagamaan dikategorikan sebagai sastra kitab.

Menurut Roolvink (dalam Fang, 2011:380), kajian tentang

Alquran, tafsir, tajwid, arkan ul-Islam, usuluddin, fikih,

ilmu tasawuf, tarekat, zikir, rawatib, doa, jimat, risalah,

wasiat, dan kitab tib (obat-obatan, jampi-menjampi) semua-

nya dapat digolongkan ke dalam genre sastra kitab. Bargin-

sky (1998:275—276) pun memberikan definisi sastra kitab

ialah sejenis karangan keagamaan yang khas ilmiah dalam

metode penyampaian isinya, disusun terutama untuk

murid-murid pondok pesantren dan anggota tarekat sufi.

Ilmu fikih, ilmu kalam, tasawuf, tafsir, tajwid, dan nahw

dikategorikan ke dalam sastra kitab.

Page 251: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 237

Di pihak lain, dalam khazanah intelektual keislam-

an dikenal karya-karya yang dikategorikan sebagai kitab

kuning. Karya-karya ini biasanya banyak ditemukan di

pesantren dan madrasah, terutama pesantren dan madra-

sah tradisional yang menggunakan kitab kuning sebagai

acuan dan referensi keagamaan. Menurut Taufiq (2007:14)

disebut kitab kuning karena kertas yang dipakai berwarna

kuning. Biasanya kitab kuning ini identik dengan kitab

berhuruf Arab. Adapun isi kitab kuning meliputi ilmu

fiqih, ilmu tata bahasa Arab (ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu

balaghah), ilmu hadis, dan ilmu akhlaq. Kaya-karya ini

merupakan teks klasik yang ortodoks.

Tingkat kajian kitab kuning menentukan tingkat

pendidikan di pesantren atau madrasah. Pada setiap mata

pelajaran, terdapat urutan kitab yang harus dikaji mulai

dari kitab tingkat paling dasar sampai ke tingkat paling

atas yang bahasannya lebih mendalam. Salah satu kitab

kuning pada tingkat dasar yang digunakan di pesantren di

Nusantara ialah Safinatu ‘n-Naja (selanjutnya disebut SN).

Naskah SN merupakan koleksi dari PNRI (Perpus-

takaan Nasional Republik Indonesia) berbahasa Arab dan

Jawa dan ditulis dalam logat gantung dalam huruf Arab

Pegon. Setelah dilakukan inventarisasi naskah, naskah SN

ditemukan pada Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid

4: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia berjumlah empat

buah dengan kode AW 7, AW 11, AW 86, dan AW 89.

Naskah SN koleksi PNRI ini awalnya merupakan koleksi

Page 252: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

238| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

dari Abdurrahman Wahid, mantan presiden Republik

Indonesia keempat, yang dihibahkan kepada PNRI pada

tahun 1993.

Secara struktural, kandungan naskah SN ialah

sebagai berikut:

1. Pembukaan terdiri dari kalimat basmalah berupa

bismmillahirrahminirrahim, kalimat hamdalah berupa

alhamdulillahirabbil’almin a’la umuriddunya waddin,

salawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW

beserta keluarga dan para sahabat, dan kalimat hauqalah

berupa laa haula wala quwwata illa billah. Kalimat-kalimat

tersebut merupakan kalimat yang sudah biasa

digunakan untuk membuka acara keagamaan Islam

seperti pada khotbah atau tausyiah.

2. Isi secara garis besar terdiri dari akidah, bersuci, salat,

jenazah, hukum meminta tolong, dan zakat. Penjelasan

mengenai subbab-subbab tersebut ialah sebagai berikut.

a. Subbab akidah terdiri dari rukun Islam, rukun

iman, dan pengertian kalimat laa ilaha illallah.

b. Subbab bersuci terdiri dari peper, wudu, mandi,

tayamum, najis, haid dan nifas, dan hadas.

c. Sub bab salat terdiri dari uzurnya, syarat, rukun,

niat, syarat takbiratul ihram, syarat fatihah,

tasydid di dalam fatihah, tempat-tempat yang

disunahkan mengangkat tangan, syarat-syarat

sujud, anggota sujud, tasydid di dalam tahiat,

Page 253: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 239

tasydid di dalam salawat, tasydid di dalam

salawat, waktu salat lima waktu, diam di dalam

salat yang disunahkan, sebab sujud sahwi, sunat

ab’ad, hal yang membatalkan salat, salat yang

diwajibkan niat menjadi imam, syarat-syarat

menjadi makmum, contoh menjadi makmum,

syarat-syarat jama taqdim, syarat-syarat jama

takhir, syarat-syarat qada, syarat salat Jumat,

rukun dua khotbah, dan syarat dua khotbah.

d. Subbab jenazah terdiri dari mengurus jenazah,

cara memandikan jenazah, cara mengafani

jenazah, rukun salat jenazah, cara mengubur

jenazah, dan hal-hal yang mengharuskan untuk

membongkar makam.

e. Subbab hukum meminta tolong dibagi menjadi

empat yaitu mubah, khilaful aula, makruh, dan

wajib.

f. Subbab zakat membahas mengenai harta benda

yang wajib dizakati adalah hewan ternak, emas

dan perak, tumbuh-tumbuhan, harta dagangan,

harta rikaz, dan hasil tambang.

3. Penutup berisi kalimat yang menyatakan bahwa ‚Ikilah

kitab Safinatu ‘n-Naja.‛

SN sebagai salah satu produk dari pesantren

memiliki gaya penulisan yang berbeda. Sudah disebutkan

bahwa SN memiliki dua bahasa yaitu bahasa Arab dan

Page 254: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

240| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Jawa. Bahasa Arab berfungsi sebagai bahasa sumber

(selanjutnya disebut BSu) dan bahasa Jawa berfungsi

sebagai bahasa sasaran (selanjutnya disebut Bsa).

Para santri mengkaji berbagai kitab keagaamaan di

pesantren. Kajian kitab-kitab itu dilakukan dengan dua

metode kajian. Pertama, metode bandongan, yaitu suatu

metode hampir mirip dengan metode klasikal dengan

aktivitas paling banyak di pihak guru karena yang

membaca, menerjemahkan, dan menjelaskan materi.

Kedua, metode sorogan, yang bersifat individual yang

aktivitasnya lebih banyak di pihak santri, yaitu mereka

secara bergilir membaca dan menerjemahkan suatu kitab

bab demi bab di hadapan kiai atau guru, sedangkan kiai

atau guru membimbingnya dengan memperbaiki setiap

bacaan atau terjemahan yang salah atau kurang tepat

(Hidayat, 2012:6—7). Kedua metode kajian tersebutlah

yang digunakan di pesantren. Adapun penulisan teks SN

diinterprestasikan menggunakan metode sorogan. Metode

sorogan yang digunakan di dalam teks terlihat tidak di-

perbaiki oleh kiai atau guru, jadi hasil terjemahan dalam

bentuk logat gantung sesuai dengan kehendak santri yang

menulis.

Hasil terjemahan teks SN ditulis dalam bentuk logat

gantung menggunakan huruf Pegon dan berbahasa Jawa.

Di dalam tradisi tulis, bentuk logat gantung biasanya hanya

ada di dalam ranah pesantren.

Page 255: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 241

Penerjemahan yang terjadi pada teks SN dilakukan

secara tertulis bukan oral dari bahasa Arab sebagai BSu ke

bahasa Jawa sebagai BSa. Proses penerjemahan dilakukan

ketika penulis (santri) sedang mengikuti kajian. Lantas

penulis menulis hasil terjemahan dalam bentuk logat

gantung untuk mempermudah pemahaman arti sehingga

materi bisa dengan mudah diserap.

احذ لله رب اؼا ت ظرؼ ػى

أر اذا اذ صى الله ط ػى طذا حذ

خاذ اث ا صحث أجؼ لاحي لا لج

إلا تالله اؼ اؼظ.

Utawi sekabehane puji iku

keduwe Allah, Pangeran ing alam

dunya / lan ing Allah iku anjaluk

tulung. Nuli-nuli ing atase sekabehe

perkara dunya / lan perkara akhirat.

Salawat lan salam ing atase utusane

Gusti kula / Nabi Muhammad arane,

kang dadi wekasane sekabehane nabi,

lan kadang wargane iya, lan / sahabate

sekabehane ingsun. Lan ora daya goda

penggawe maksiat // lan ora kuat

anetepi ingsun penggawe kabeh

ingkang sebab pitulungane Allah Kang

Luhur tur Kang Agung. / (SN: 6—7).

Page 256: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

242| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Pada kutipan tersebut memperlihatkan bahwa

penerjemahan dilakukan secara agak bebas. Penulis sekali-

gus penerjemah diinterpretasikan menguasai kedua bahasa

tersebut. Hal ini terlihat ada beberapa kata hubung utawi,

nuli-nuli, lan, dan tur. Kata hubung tersebut digunakan

untuk menyesuaikan di dalam BSu sehingga hasil ter-

jemahan lebih mudah dimengerti. Arti dari kata hubung

tersebut ialah sebagai berikut.

1. Utawi diartikan sebagai tembung panggandeng kang

mratelakake yen 1) kaanan sijine lan sijine pada, 2) yen

ora siji iya sijine (Poerwadarminta, 1939:447).

Pengertian tersebut mempunyai terjemahan bebas

sebagai berikut. Utawi adalah kata penghubung

yang menjelaskan 1) keadaan satu dengan yang

lainnya sama, 2) jika satunya tidak maka lainnya

juga tidak. Kata utawi dalam bahasa Indonesia

disejajarkan dengan arti dan fungsi dari kata atau

sebagai kata penghubung.

2. Nuli-nuli diartikan sebagai énggal; banjur

(Poerwadarminta, 1939:348). Arti tersebut

diterjemahkan bebas ke dalam bahasa Indonesia

menjadi selanjutnya. Penggunaan kata nuli-nuli

dalam bahasa Jawa tidak begitu sering, pada

umumnya menggunakan sak teruse, sak lebare, dan

sak banjure.

3. Lan diartikan sebagai lawan; karo (Poerwadarminta,

1939:259). Arti tersebut diterjemahkan bebas ke

Page 257: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 243

dalam bahasa Indonesia menjadi dan. Penggunaan

kata lan sebagai penghubung satuan bahasa yang

setara dan termasuk tipe yang sama serta memiliki

fungsi yang tidak berbeda.

4. Tur diartikan sebagai lan uga; wuwuh-wuwuh

(Poerwadarminta, 1939:615). Arti tersebut

diterjemahkan secara bebas ke dalam bahasa

Indonesia menjadi dan juga. Penggunaan kata tur

sebagai kata penghubung berfungsi sebagai

pemarkah akan hal yang serupa dengan hal yang

lainnya.

Selain penggunaan kata hubung, juga terdapat kata

ganti. Teks SN bahasa Arab tidak menggunakan kata ganti,

namun teks SN bahasa Jawa menggunakan. Hal ini diinter-

pretasikan untuk mempermudah penempatan posisi pem-

baca ketika membaca teks SN. Memang tidak semua dari

awal hingga akhir menggunakan kata ganti, hanya se-

bagian saja. Penggunaan kata ganti pada teks SN bisa

dilihat pada kutipan di bawah ini.

ظرؼ ػى احذ لله رب اؼا ت

أر اذا اذ صى الله ط ػى طذا حذ

خاذ اث ا صحث أجؼ لاحي لا لج

إلا تالله اؼ اؼظ.

Utawi sekabehane puji iku

keduwe Allah, Pangeran ing alam

dunya / lan ing Allah iku anjaluk

tulung. Nuli-nuli ing atase sekabehe

Page 258: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

244| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

perkara dunya / lan perkara akhirat.

Salawat lan salam ing atase utusane

Gusti kula / Nabi Muhammad arane,

kang dadi wekasane sekabehane nabi,

lan kadang wargane iya, lan / sahabate

sekabehane ingsun. Lan ora daya goda

penggawe maksiat // lan ora kuat

anetepi ingsun penggawe kabeh

ingkang sebab pitulungane Allah Kang

Luhur tur Kang Agung. / (SN:6—7).

Kata ganti pertama yang ditemukan adalah kata

ingsun. Kata ingsun merupakan kata ganti pertama tunggal.

Kata ganti pertama tunggal dalam bahasa Jawa adalah aku,

awakku, dan kene dalam ragam ngoko, sementara dalam

ragam ragam krama ialah kula, adalem, dan kawula

(Sudaryanto, 1991:92—93). Adapun kata ingsun termasuk

dalam ragam krama yang biasa digunakan dalam ling-

kungan keraton dan lingkungan pesantren dalam kegiatan

belajar mengajar. Pemakaian kata ingsun tidak sepopuler

kata ganti pertama tunggal dalam kedua ragam tersebut

karena memang cakupan lingkungan pemakai tidak begitu

luas.

ائكىر أروا الإا طرح أ ذؤ تالله

ورث ا اخز امذر خز شز الله ذؼاى.

Utawi sekabehane rukun iman

iku nenem. //

Page 259: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 245

Sawiji iku arupa ngimanaken

sira ing Allah; lan ing malaikat Allah;

lan / kitab-kitab Allah; lan ing

utusaning Allah; lan ing dina kang

akhir; / lan ing pesten becike iya lan

alane iya sira saking Allah / Taala.

(SN:7—8).

Kata ganti kedua yang ditemukan adalah kata

sira.Sira merupakan kata ganti kedua tunggal. Kata ganti

kedua tunggal dalam bahasa Jawa adalah kowe, awakmu,

sliramu, dan slirane untuk ragam ngoko, sedangkan untuk

ragam krama yaitu sampeyan dan panjenengan (Sudaryanto,

1991:92—93). Seperti halnya dengan ingsun, kata ganti sira

digunakan dalam lingkungan tertentu seperti pada karya

sastra dan pada teks-teks keagamaan.

Di dalam teks SN ditemukan pula istilah-istilah

yang berasal dari BSu, bahasa Arab. Istilah-istilah tersebut

jika diartikan ke dalam BSa akan menjadi rancu. Penulis

teks SN tidak melakukan terjemahan dan tetap ditulis

dalam BSu. Istilah-istilah tersebut ialah sebagai berikut.

1. Wiladah diartikan sebagai melahirkan. Istilah

tersebut jika berada di dalam lingkungan pesan-

tren memang tidak masalah, namun akan menjadi

masalah jika istilah tersebut berada pada ling-

Page 260: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

246| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

kungan pada umumnya. Istilah tersebut dapat

dilihat pada kutipan berikut ini.

"...,الادج...

..., / lan kaping lima iku

wiladah; ..." (SN:12).

2. Tamyiz diartikan sebagai orang yang sudah

mampu membedakan antara yang baik dan yang

buruk. Istilah tersebut dapat dilihat pada kutipan

berikut ini.

"...,ارش...,

..., lan kapindo tamyiz;...‛ (SN:13)

3. Kamiṣli diartikan sebagai orang yang sedang

melaksanakan salat. Istilah kamiṣli hanya

ditemukan pada bab mengenai salat saja da karena

mengacu kepada orang yang sedang

melaksanakan salat. Istilah tersebut dapat dilihat

pada kutipan berikut ini.

شزط اصائج ثاح اطارج ػ احذثى

الاصغز الاوثز اطار ػ اجا طح فى اثب

ثذ اىا طرزاؼرج اطرمثاي امثح دخي

الد اؼ تفزضرا أ لاؼرمذ فزضا

فزضا طح اجراب اثطائخ.

Utawi ikilah syarat sahe salat

iku wolu. //

Page 261: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 247

Sawiji iku suci saking hadas

loro; sawiji hadas sugra / lan hada

kubro. Lan kapindo iku suci adoh saka

najis / ing dalem panggodotanekamiṣli,

lan ing badane kamiṣli, lan ing anggone

kamiṣli. Lan kaping telu iku anutup /

aurat. Lan kaping pat iku madhep ing

kiblat. Lan kaping lima iku manjing /

wektu. Lan kaping enem ora kamiṣli

ing fardune salat. Lan kaping pitu arep

ora aneqadake kamiṣli / ing fardu sawiji

kang setengahe saking sekabehane

fardune salat ing sunat. Lan kaping

wolu iyo ngedohi kamiṣli / ing sekabehe

ambatalke ing salat. (SN:23—24).

4. Arta rikaz diartikan sebagai barang yang

ditemukan terpendam di dalam tanah atau biasa

disebut dengan harta karun. Adapun arta ma’dan

adalah barang-barang hasil bumi seperti biji dan

buah-buahan. Kedua istilah tersebut dapat dilihat

pada kutipan berikut ini.

الأاي ار ذش فا اشواج طرح أاع

اؼ امذا اؼشزاخ أاي ارجارج ازواس

اؼذ.

Utawi ikilah arta // kang wajib

apa njerone iya zakat iku nenem /

warnane.

Page 262: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

248| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Sawiji iku rajakaya, lan emas

saloka, / lan peperlungan, lan

sekabehane arta dagangan, / lan arta

rikaz / lan arta ma’dan. / (SN:58—59).

Beberapa istilah tersebut memang tidak digunakan

di dalam cakupan wilayah yang luas. Istilah-istilah tersebut

sering dipakai di dalam lingkungan keagamaan, pada

konteks ini merupakan lingkungan pesantren. Hal ini

menunjukkan secara jelas bahwa teks SN sebagai produk

dari lingkungan pesantren hanya digunakan di dalam

lingkungan pesantren saja, belum mencakup lingkungan

yang lebih luas. Masyarakat awam perlu pula memahami

fikih dasar ini, hanya saja penggunaan istilah-istilah ter-

tentu diperlukan penjelasan lebih agar lebih mudah

dipahami.

Sudah diketahui bersama bahwa teks SN yang

ditulis dalam bahasa Jawa merupakan hasil terjemahan teks

SN berbahasa Arab. Tentu saja hasil terjemahan tergantung

kepada penulis atau penerjemah. Hasil penerjemahan teks

SN sangat unik. Selain penggunaan kata hubung sebagai

alat penyesuaian dengan bahasa sasaran, kata ganti untuk

penekanan persona, serta istilah-istilah yang tidak di-

mengerti secara universal, hasil terjemahan teks SN ter-

dapat penambahan dan penggantian kalimat.

Page 263: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 249

Penambahan kalimat sering terjadi ketika menye-

butkan penomoran. Pada teks SN berbahasa Arab tidak

disebutkan penomoran, namun di dalam teks SN berbahasa

Jawa terdapata penomoran. Hal ini diinterpretasikan untuk

mempermudah pemahaman penulis atau penerjemah ter-

hadap teks SN. Penambahan kalimat tersebut dapat dilihat

di beberapa kutipan berikut ini.

فزض ار خظح الأي م ارزاب

اثا اح اثاث ظح اج ازاتغ ظح اذ إى

ازفم اخاض ارزذة ت اظحر.

Utawi fardune / tayamum iku

lima.

Utawi kang awal iku angelehake

wong lebu. / Utawi kapindo iku niat.

Utawi kaping telu angusap rai. / Utawi

kaping pat iku angusap wong ing

tangan loro tumeka maring sikut loro. /

Utawi kaping lima iku tertib ing

antarane pengusap loro. / (SN:19)

أروا اصائج طثؼح ػشز الأي اح

اثا ذىثزج الإحزا اثاث اما ػى امادر ازاتغ

اض اطأح ف ازوع اظادص لزاءج افاذحح اخ

اطأح ف اظاتغ الإػرذاي اثا اطأح ف

اراطغ اظجد اؼاشز اطأح احادي ػشز

اجص ت اظجذذ اثا ػشز اطأح ف

اثاث ػشز ارشذ الأخز ازاتغ ػشز امؼد ف

Page 264: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

250| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

ط اخاض ػشز اصائج ػى اث صى الله ػ

ف اظادص ػشز اظائ ،اظاتغ ػشز ارزذة.

Utawi ikilah rukune salat iku

pitu- / las.

Utawi kang awal iku niat.

Utawi kapindo iku takbiratulihram. /

Utawi kaping telu iku angadeke ing

atase wong kang kuas. / Utawi kaping

pat iku maca fatihah. Utawi kaping

lima / iku rukuk. Utawi kaping nem iku

iku tumakninah / anjerone iya. Utawi

kaping pitu iku i’tidal. Utawi kaping

wolu iku tumakninah // anjerone iya.

Utawi kaping sanga iku sujud utawi

kaping sepuluh iku tumakninah. /

Utawi kaping sewelas iku lungguh ing

antarane sujud loro. / Utawi kaping

rolas iku tumakninah anjerone iya.

Utawi kaping telu / welas iku tahiyat

kang akhir. Utawi kaping pat belas iku

lungguh / anjerone iya. Utawi kang

limalas iya maca doa salawat ing atase

Nabi / Sholallahu ‘Alaihi Wassalam

anjerone iya. Utawi kaping enem belas /

iku aweh salam kang dingin. Utawi

pitulas tertib./ (SN:26—27).

Page 265: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 251

ا ذى اصائج رتاػح دا اظفز ا

ذاا ا لامرذي تر ف جشء صائذ.

Utawi syarat qasar iku pepitu.//

Utawi syarat kang dingini iku

arep ana lelungan wong iku wong

pamondokan. Lan kapindo iku arep ana

lelungan wong / iku wenang. Lan

kaping telu iku weruh wong kang ing

wenang qasar. Lan kaping pat iku niat

qasar / tatkala takbiratulihram. Lan

kaping lima iku arep ana salat / iku

bangsa papat. Lan kaping enem iku

langgenge lelungan tumeka marang

tutupe salat. / Lan kaping pitu arep ora

anuruti ing wong kang sempurna ing

dalem wajibe saking / salat wong kui.

(SN:50—51).

Dari ketiga kutipan tersebut terlihat akan adanya

pemakaian nomor. Pemakaian nomor menggunakan kata

lan kaping pindo, lan kaping telu, lan kaping pat, lan kaping

lima, lan kaping, dan seterusnya yang berarti ‘dan yang

kedua’, ‘dan yang ketiga’, ‘dan yang keempat’, ‘dan yang

kelima’, ‘dan yang keenam’, dan seterusnya. Namun

penyebutan angka satu tidak disebutkan dengan kaping siji

‘yang pertama’ tetapi menggunakan kata kang awal dan

kang dingin. Kedua kata tersebut sama memiliki arti ‘yang

Page 266: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

252| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

pertama’. Pemakaian nomor tersebut diinterpretasikan

untuk mempermudah urutan.

Selain adanya penambahan kalimat pada hasil ter-

jemahan, ada pula penggantian kalimat pada hasil

terjemahan. Penggantian kalimat ini dilakukan secara

sengaja oleh penulis atau penerjemah. Tujuannya diinter-

pretasikan karena penulis atau penerjemah sudah menge-

tahui artinya dan kalimat dari BSu digunakan pula dalam

BSa. Penggantian kalimat pada teks SN dapat dilihat pada

beberapa kutipan di bawah ini.

ذشذذاخ أل اصائج ػى اث أرتغ ا

ػى اائ ا ص ػى اائ ػى حذ ػى

ا.

Utawi tasydide luwih kidike doa

salawat ing atase Nabi / iku papat.

Utawi tasydide iku ing atase

lam lan mim. Iku ing atase // lam.

Utawi tasydide iku ing atase mim.

(SN:37—38).

Pada salah satu pokok bahasan mengenai tasydid di

dalam salawat kepada Nabi, disebutkan dalam BSu tasydid

berada pada kalimat allahumma, shalli, dan Muhammad.

Adapun di dalam teks Bsa menggunakan kata ‘tasydide iku

ing atase lam lan mim.’ sehingga kata allahumma ditiadakan.

ذشذذاخ افاذحح أرتغ ػشزج تظ الله فق

ح فق ازاء ، احذ ح فق ازاء از اائ ، از

ح فق لله فق لا رب اؼا فق اثاء ، از

Page 267: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 253

فق اذاي ، إان ؼثذ فق ازاء ،اه اذ

زاط ااء ، إان ظرؼ فق ااء ، اذا اص

ق اصاد ، صزاط اذ فق اائ ، اظرم ف

ا أؼد ػ غز اغضب ػ لا اض

فق اضاد اائ.

Utawi akehe tasydide fatihah

iku pat belas. /

Utawi tasydide iya ing luhure

lam. Utawi tasydide iya ing luhure / ro.

Utawi tasydide iku ing luhure ro.

Utawi tasydide / iya ing luhure lam.

Utawi tasydide iya ing luhure / ba.

Utawi tasydide iya ing luhure ro.

Utawi tasydide // iya ing luhure ro.

Utawi tasydide / iya ing luhure dal.

Utawi tasydide iya ing luhure / ba.

Utawi tasydide iya ing luhure ya. /

Utawi tasydide iya ing luhure shad. /

Utawi tasydide iya ing luhure lam. /

Utawi tasydide / iya ing luhure shad

lan lam. // (SN:32—33).

Pada kutipan selanjutnya juga terdapat kasus yang

sama yaitu penggantian kalimat menggunakan kata ganti.

Di dalam teks BSu disebutkan kata arrahman, arrahim,

alhadulillah, rabbil ‘alamin, arrahmani, maliki yaumiddin,

iyyaka, iyyaka nasta’in, ihdinash shiratal mustaqim,

shiratalladina, dan an’amta ‘alaihim walad dallin namun di

Page 268: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

254| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

dalam teks Bsa langsung menggunakan kata ganti iya. Hal

ini diinterpretasikan bahwa penulis atau penerjemah sudah

mengetahui artinya dan diperkirakan tidak perlu adanya

terjemahan.

Selain sebagai fungsi penerjemahan, tradisi logat

gantung berfungsi sebagai alat untuk menafsirkan. Penafsi-

ran pertama ialah pada kalimat bismillahirrahmirrahim.

Seperti pada kutipan berikut ini, kalimat bismillah diberi

penafsiran secara singkat.

تظ الله ازح ازح

Kelawan anyebut asmane Gusti

Allah Kang Maha Murah Asih ing

dunya, Kang Welas Asih ing akhirat. /

(SN:6)

Diketahui bahwa terjemahan paling umum dari

kalimat basmalah adalah ‚Dengan menyebut nama Allah

Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih‛. Namun pada

teks SN ini ditemukan berbeda karena ada sedikit penam-

bahan tafsir menjadi ‚Kelawan anyebut asmane Gusti Allah

Kang Maha Murah Asih ing dunya, Kang Welas Asih ing

akhirat.‛ dengan terjemahan bebasnya menjadi ‚Dengan

menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah di dunia dan

Maha Pengasih di akhirat.‛ Hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Ashshiddieqy (2011:11—13) mengenai

tafsir dalam kalimat basmalah.

Page 269: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 255

Ashshiddieqy (2011:11—13) menyebutkan bahwa

Tuhan Yang Maha Pemurah (dari arti Arrahman), yang

sangat banyak rahmat dan karunia-Nya, dan yang melim-

pahkan banyak kebaikan-Nya. Sifat rahman adalah sifat

yang menunjukkan bahwa Allah memiliki rahmat dan

melimpahkannya tanpa batas kepada semua makhluk-Nya.

Lafal Arrahman merupakan salah satu dari asmaul husna

dari Allah. Adapun Tuhan Yang Maha Pengasih (dari kata

Arrahim bersifat rahmat dan senantiasa mencurahkan

rahmat-Nya. Sifat rahim adalah sifat yang menunjukkan

bahwa Allah tetap bersifat rahmat, yang dari rahmat-Nya-

lah kita memperoleh keasihan-Nya.

Abduh (dalam Ashshiddieqy, 2011:12) menyebut-

kan bahwa kata Ar-Rahman memberikan pengertia bahwa

Allah sangat banyak kemurahan-Nya baik kecil maaupun

besar. Akan tetapi tidak menunjukkan bahwa Allah men-

curahkan kemurahan rahmat-Nya. Untuk menegaskan

bahwa Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada seluruh

hamba-Nya yang tiada henti, maka Dia bersifat rahim.

Sebab, sifat rahmat itu merupakan sifat yang tetap bagi-

Nya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa lafal Ar-

Rahman menunjukkan bahwa Allah melimpahkan nikmat

dan kemurahan-Nya tanpa batas kepada siapa pun di

dunia, sedangkan lafal Ar-Rahim menunjukkan sifat

melimpahkan nikmat dan kemurahan hanya kepada umat-

Nya di akhirat yang merupakan sifat tetap bagi-Nya.

Page 270: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

256| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Dari uraian tafsir di atas, penafsiran kalimat

basmalah di dalam teks SN sudah mampu tersampaikan

secara jelas. Selain penafsira tersebut, kalimat basmalah

merupakan kalimat yang diucapkan ketika memulai suatu

pekerjaan termasuk kegiatan tulis menulis. Hal ini menan-

dakan bahwa untuk memulai pekerjaan berdasarkan perin-

tah Allah semata, bukan berdasarkan hawa nafsu belaka.

Selain penafsiran mengenai kalimat basmalah,

penyebutan Tuhan dengan kata Pangeran pun perlu ditaf-

sirkan. Kata Pangeran merupakan kata yang berasal dari

bahasa Jawa yang merujuk kepada anak raja. Penyebutan

kata Pangeran di dalam teks SN tidak lepas dari kultur

budaya Jawa. Penyebutan kata tersebut dapat dilihat pada

beberapa kutipan berikut ini.

"احذ لله رب اؼا ت ظرؼ ػى

أر اذا,...

Utawi sekabehane puji iku

keduwe Allah, Pangeran ing alam

dunya, ... /‛ (SN:6).

‛...,شادج أ لاإ إلاالله,...

Sawiji iku tegese kula / ing

satuhune Pangeran aran Pangeran

kang satuhu anging Allah, ...‛ (SN:7).

Page 271: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 257

ؼى لاإ إلاالله لاؼثد تحك ف

‛اجد إلا الله.

Utawi maknane lafaz Laa illaha

illallah / iku ora ana Pangeran kang

sembah ing dalem wujude anging

Allah. /‛ (SN:8).

Islam di dalam masyarakat Jawa tidak lepas dari

unsur-unsur lokal. Unsur-unsur lokal Jawa yang ber-

campur dengan Islam merupakan wujud dari sinkretisme.

Unsur-unsur lokal tersebut bukan hanya berupa aktivitas

masyarakat seperti Sekaten yang merupakan acara syukur-

an karena memeluk agama Islam dengan ditandai dua

syahadat, tetapi ke arah pilihan kata atau bahasa yang

digunakan dalam masyarakat. Salah satu toko Islam di

dalam masyarakat adalah Sunan Kalijaga, anggota dari

Wali Songo. Dalam kapasitasnya sebagai tokoh Islam di

Jawa, ia termasuk wali yang akomodatif terhadap unsur

budaya Jawa. Terbukti Sunan Kalijaga menggubah lakon

wayang terkenal yaitu lakon Jimat Kalimasada, Dewa Ruci,

dan Petruk dadi Ratu.Jimat Kalimasada merupakan

perlambang dari kalimat syahadat. Rahasia dari jimat ini

yang paling sering dibeberkan olehnya kepada masyarakat.

Setelah jimat tersebut dibaca oleh Sunan Kalijaga ternyata

merupakan kalimat syahadat. Dengan lakon ini Sunan

Kalijaga mengajak masyarakat Jawa untuk memeluk Islam

dengan mengucap dua kalimat syahadat (Hariwijaya,

2004:259).

Page 272: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

258| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Begitu pula dengan kata Pangeran, kata ini lebih

lekat dan lebih dekat dengan masyarakat Jawa daripada

penyebutan Tuhan dengan kata Allah. Meskipun sebelum

Islam, Hindu dan Buddha sudah menjadi agama masya-

rakat Jawa dengan penyebutan Dewa atau Sang Hyang.

Dapat diinterpretasikan bahwa Pangeran merupakan

penyebutan yang merujuk ke Tuhan. Hal ini disebabkan

karena kebudayaan Jawa yang masih mencampurkan

unsur-unsur lokal. Jadi Pangeran dianggap Tuhan karena

pangeran dalam arti sebenarnya mempunyai kedudukan

yang tinggi dalam strata masyarakat Jawa, sehingga

penyebutan Tuhan menggunakan Pangeran merupakan

suatu penghormatan kepada Zat Yang Maha Tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Ashshiddieqy, Teuku Muhammad Hasbi. 2011. Tafsir

Alquranul Masjid An-Nur Jilid 1. Jakarta: Cakrawala

Publishing.

Behrend, T.E.. 1998. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara

Jilid 4: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Braginsky, V.I.. 1998. Yang Indah, Berfaedah, dan Kamal:

Sejarah Sastra Melayu dalam Abad 7—19. Jakarta:

INIS.

Fang, Liaw Yock. 2011. Sejarah Kesusastraan Melayu. Jakarta:

Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Page 273: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 259

Hariwijaya, M.. 2004. Islam Kejawen. Yogyakarta:

Gelombang Pasang.

Hidayat, I. Syarief. 2012. Teologi dalam Naskah Sunda

Islami. Bandung: Syaamil Books.

Poerwadarminta, W.J.S.. 1939. Baoesastra Djawa.

Groningen—Batavia: J.B. Wolters’ Uitgevers

Maatschappij.

Sudaryanto. 1991. Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa.

Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Taufiq, Ahmad. 2007. Sastra Kitab. Surakarta: FSSR

UNS.

Page 274: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

260| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Page 275: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 261

ASPEK BUDAYA BETAWI DALAM NOVEL

SI DUL ANAK BETAWI

KARYA AMAN DATUK MADJOINDO

Oleh :

Ninawati Syahrul

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Pos-el: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan aspek

budaya Betawi dalam novel Si Dul Anak Betawi karya Aman

Datuk Madjoindo sebagai materi pembelajaran sastra Indo-

nesia di sekolah.Novel Si Dul Anak Betawi menceritakan

seorang anak Betawi bernama Si Dul yang ingin ber-

sekolah. Novel ini menceritakan masa kanak-kanak sampai

dengan saat masuk sekolah. Cerita Si Dul merupakan suatu

kasus transformasi untuk melepaskan diri dari stereotip

yang selama ini melekat pada masyarakat Betawi seperti

tidak berpendidikan. Metode yang digunakan dalam tulis-

an ini adalah deskriptif kualitatif yang memaparkan tulisan

berdasarkan isi karya sastra. Teknik penulisannya adalah

studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ham-

pir seluruh adat istiadat masyarakat Betawi diwarnai oleh

agama Islam seperti sebagai berikut. Pertama, saat lebaran,

kereligiusan masyarakat Betawi tampak dalam berpakaian

dan sikap hidup mereka. Kedua, selamatan untuk orang

meninggal, setiap malam selama tujuh hari mereka

membaca tahlil dan doa. Ketiga, perkawinan orang

Page 276: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

262| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Betawi akan mendapat restu dari orang tua apabila calon

pasangannya beragama Islam. Keempat, permainan anak

sifatnya berunsur agama. Bagi orang Betawi keberhasilan

adalah pentingnya keseimbangan pendidikan dunia dan

akhirat bukanlah hal baru. Dengan demikian, novel Si Dul

Anak Betawi dapat dijadikan sebagai salah satu materi pem-

belajaran sastra Indonesia untuk memahami keadaan sosial

budaya masyarakat Betawi di sekolah.

Kata kunci: budaya Betawi, novel, sastra

PENDAHULUAN

UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Bab I Pasal I Ayat I dikatakan bahwa

‚pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk me-

wujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran siswa

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk me-

miliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan

yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara‛

(Depdiknas, 2003).

Sejak tahun 1998 untuk melaksanakan perubahan

dalam bidang pendidikan UNESCO telah mengemukakan

dua basis landasan: pertama,pendidikan harus diletakkan

dalam empat pilar yaitu belajar mengetahui, belajar

melakukan, belajar hidup dalam kebersamaan, dan belajar

menjadi diri sendiri; kedua,belajar seumur hidup (Mulyasa,

2013: 2). Dari pemaparan basis pendidikan sebagaimana

Page 277: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 263

diamanatkan oleh UNESCO, secara ekmplisit sangat

relevan dengan cita-cita yang diamanatkan dalam UU

Nomor 20 Tahun 2003. Proses pembelajaran secara aktif

mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecer-

dasan, akhlak mulia merupakan bagian dari pendidikan

berbasis karakter.

Usaha untuk mewujudkan pendidikan sebagaimana

tersemat dalam undang-undang di atas yakni dengan

menyiapkan generasi yang berkarakter. Jika dikontekskan

dengan abad 21 ini dunia tengah memasuki era global,

pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter

kebangsaan sangat urgen dilakukan. Pertukaran informasi

tidak disadari membawa pengaruh kebudayaan dari

masyarakat bangsa dari belahan dunia. Pengadopsian

terhadap nilai dari budaya lain pun tidak dapat terhindar-

kan oleh generasi bangsa. Melihat fenomena ini,

pemerintah melalui Kurikulum 2013 melakukan usaha

sadar merespons kehidupan global untuk mengantisipasi

generasi digital. Penanaman pendidikan karakter di

Indonesi salah satunya diwujudkan melalui Kurikulum

2013 seperti pendapat Muhaimin (Abdullah Idi, 2014: 264)

mengatakan, bahwa perubahan KTSP ke Kurikulum 2013

sesungguhnya untuk merespons dan mengantisipasi per-

kembangan, tuntutan kebutuhan masyarakat. Globalisasi

telah terjadi dalam berbagai bidang, termasuk dalam

bidang sains, teknologi, sosial, politik, budaya, dan etika

Page 278: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

264| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

yang berimplikassi pada banyaknya masalah yang muncul

dalam dunia pendidikan di berbagai negara.

Mempertimbangkan dua aspek penting di atas,

yakni mengenai basis pendidikan karakter dalam Kuriku-

lum 2013 dan sastra sebagai basis pembentukan karakter

kebangsaan, kiranya sangat perlu dipadukan. Indonesia

sebagai Negara yang kaya akan kearifan lokal sungguh

sangat mungkin untuk memunguti kembali nilai yang

terkandung di dalamnya. Tidak hanya itu, dalam karya

sastra para pengarang sastra banyak mengambil tema

kearifan lokal yang direfleksikan dalam karyanya. Dengan

demikian, pembentukan karakter dapat disumbang pula

oleh pembelajaran sastra di sekolah. Upaya ini tidak lain

adalah sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran

mengenali dan membentuk kembali karakter kebangsaan

yang selama ini dilupakan. Oleh sebab itu, pedoman

pembelajaran sastra sangat penting untuk mempertimbang-

kan materi pembelajaran sastra yang sarat akan nilai kearif-

an lokal bangsa. Pembelajaran harus mampu membawa

siswa kepada kehidupan.

Salah satu kearifal lokal terdapat dalam sastra Beta-

wi modern muncul novel Si Dul Anak Betawi karya yang

pertama kali diterbitkan oleh Balai Pustakapada tahun 1932

(Loven: 2008). Bahasa Betawi yang dipakainya tidak

sungguh-sungguh murni. jika dibaca oleh anak-anak novel

tersebut amat mengesankan batin. Dul yang lugu, polos,

dan jahil akan sukses membawa anak membentuk

Page 279: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 265

bayangan kokoh tentang suasana batin dan pergaulan anak

Betawi. Pada masa sekarang, kecenderungan lokalitas

Betawi dalam sastra cenderung menurun. Namun,

tentunya kita bersyukur masih dapat menemukan jejak

kebetawian dan sesekali kejakartaan dalam cerita Si Dul

Anak Betawi karya Aman Datuk Madjoindo. Dengan gaya-

nya Beiau memberikan warna dan sumbangsih tersendiri

dalam dunia kesusteraan Betawi.

Dalam hal ini, pembelajaran kontekstual dapat

memberi dukungan terhadap pembelajaran sastra berbasis

nilai kearifan lokal. Menurut (Sujarwo, 2011: 48) menyata-

kan, pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar

yang membantu guru dalam mengaitkan materi pem-

belajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimili-

kinya dengan kehidupan anggota keluarga dan masyara-

kat. Dalam proses pembelajaran, tugas guru mengelola

kelas sebagai tim yang bekerja bersama untuk menemukan

sesuatu yang baru bagi siswa. Pengetahuan dan keteram-

pilan yang diperoleh merupakan hasil kerja mandiri siswa

berdasarkan konsep yang dikaitkan dengan kondisi lingku-

ngan tempat tinggalnya. Peran siswa mengontruksi infor-

masi yang diperoleh untuk diformulasikan menjadi penge-

tahuan dan keterampilan yang dimiliki. Pembelajaran kon-

tekstual dapat dipadukan dalam pembelajaran sastra ber-

basis kearifan lokal. Cara ini memberi peluang siswa dalam

mengenal, menggali, dan menyerap nilai karakter dalam

Page 280: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

266| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

pembelajaran sastra. Tujuan penelitian ini mengetahui

budaya Betawi yang tergambar dalam novel Si Doel Anak

Betawi karya Aman Datuk Madjoindo.

KAJIAN TEORI

Pendekatan utama yang dipergunakan untuk

menganalisis permasalahan adalah pendekatan studi sosio-

logi sastra sering didefinisikan sebagai pendekatan yang

memahami dan menilai karya sastra dengan mempertim-

bangkan segi-segi kemasyarakatan atau sosial (Damono,

2003:1).

Sastra bukanlah sekadar pencerminan masyarakat-

nya, sastra merupakan usaha manusia untuk menemukan

makna dunia atas nilai yang terkandung di dalam sastra.

Nilai itu harus dihayati oleh orang dan masyarakat (Faruk,

2012: 63). Sejalan dengan hal itu (Endraswara, 2003: 78)

menyatakan bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal balik

dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya; dan sosio-

logi berusaha mencari pertautan antara sastra dengan

kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensi. Oleh

karena itu, penggunaan sosiologi sastra dalam penelitian

ini diharapkan mampu memunculkan keterkaitan budaya

yang ada dalam novel novel Si Dul Anak Betawi karya

Aman Datuk Madjoindo dengan budaya yang ada dalam

masyarakat Betawi.

Menurut (Wellek dan Warren, 2014: 84), penelitian yang

menggunakan pendekatan sosiologi sastra dapat dibeda-

Page 281: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 267

kan atas tiga permasalahan, yaitu (1) sosiologi pengarang

yang memusatkan permasalahan kepada status sosial,

ideologi sosial, dan lain-lain yang menyangkut pengarang

sebagai penghasil cerita; (2) sosiologi sastra yang

memusatkan perhatian kepada karya itu sendiri dengan

memfokuskan penelaahan kepada isi karya sastra tersebut,

baik apa yang tersirat dan apa yang menjadi tujuannya;

dan (3) sosiologi sastra yang memusatkan permasalahan

pada pembaca serta pengaruh sosial karya sastra.

Usaha untuk mendeskripsikan aspek budaya

Betawi novel Si Dul Anak Betawi karya Aman Datuk

Madjoindo, makalah ini hanya membicarakan

permasalahan kedua, yaitu pemusatan permasalahan pada

sosiologi sastra yang memusatkan perhatian kepada karya

itu sendiri dengan memfokuskan penelaahan kepada isi

karya sastra tersebut, baik apa yang tersirat dan apa yang

menjadi tujuannya tentang budaya Betawi dalam novel Si

Dul Anak Betawi karya Aman Datuk Madjoindo.Namun,

penulis pun menyadari bahwa untuk menghindari

pembicaraan permasalan tama dan tiga tidak mungkin

dapat dilaksanakan sepenuhnya. Untuk itu, jika ada

pembicaraan yang menyingung kedua permasalahan itu,

penulis maksudkan sebagai pelengkap dari gejala yang

dibicarakan.

Page 282: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

268| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif

analisis dengan cara mendeskripsikan dan menganalisis

data dengan pandangan kritis sesuai dengan kenyataan

yang ditemukan. Teknik penelitian semacam ini dalam

sastra disebut deskriptif kualitatif. Metode penelitian pada

dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data

dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2013).

Menurut (Ratna, 2012: 39) metode analisis deskriptif adalah

metode yang digunakan dengan cara menganalisis dan

menguraikan data untuk menggambarkan keadaan objek

yang diteliti yang menjadi pusat perhatian penelitian.

Dengan kata lain, metode analisis deskriptif digunakan

untuk menguraikan. kemudian mendeskripsikan keadaan

objek yang diteliti dengan-hal yang menjadi pusat

perhatian.

Langkah-langkah untuk pemerolehan dan pengo-

lahan data dilakukan sebagai berikut.

1.2.1 Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data

yang menyangkut aspeks budaya Betawi dalam novel Si

Dul Anak Betawi karangan Aman Datuk Madjoindo.

1.2.2 Inventarisasi data dilakukan terhadap novel yang

diteliti, aspek budaya Betawi yaitu Lebaran, selamatan,

perkawinan, dan permainan anak yang ditemukan dalam

novel Si Dul Anak Betawi karya Aman Datuk Madjoindo.

Page 283: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 269

1.2.3 Identifikasi data dilakukan melalui pendekatan

sosiologi sastra yang menyangkut yang memusatkan

perhatian kepada karya itu sendiri dengan memfokuskan

penelaahan kepada isi karya sastra tersebut, baik apa yang

tersirat dan apa yang menjadi tujuannya budaya Betawi

dalam novel Si Dul Anak Betawi karya Aman Datuk

Madjoindo.

1.2.4 Merumuskan simpulan penelitian.

PEMBAHASAN

Untuk kemudahan pemahaman uraian ini, berikut

akan dipaparkan biografi singkat yang berhubungan

dengan kepengarangan Aman Datuk Madjoindo. Beliau

lahir di Supayang, Solok, Sumatera Barat tahun 1896 dan

meninggal 1969. Pernah bekerja sebagai guru di Padang

dan kemudian sebagai korektor dan redaktur di Balai

Pustaka.

Salah satu karyanya yang terkenal adalah Si Dul

Anak Betawi. Beliau pernah mengenyam pendidikan di HIS

di Solok, serta Kweekschool atau Sekolah Raja di

Bukittinggi. Setelah lulus sekolah Beiau sempat menjadi

guru di Padang di tahun 1919 sebelum pindah ke Jakarta

dan bekerja di Balai Pustaka pada tahun 1920.

Ada lebih 20 buku yang telah dikarang Aman Datuk

Madjoindo. Novel Si Dul Anak Betawi ditulis pada tahun

1956. Namun, jauh sebelumnya Beliau telah menulis

berbagai cerita lain, di antaranya Menebus Dosa (1932), Si

Page 284: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

270| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Cebol Rindukan Bulan (1934), Perbuatan Dukun (1935),

Sampaikan Salamku Kepadanya (1935).

Abdoel Hamid adalah nama tokoh dalam novel Si Dul

Anak Betawi. Namun, ia lebih sering dipanggil Si Dul oleh

keluarga dan temannya. Si Dul tinggal bertiga dengan

Nyak (Ibu) dan Babenya (Bapak). Nyak tiap hari tinggal di

rumah sedangkan Babe menjadi sopir bus kota. Seperti

kebanyakan anak-anak, tiap hari Si Dul bermain dengan

teman-temannya. Agar dapat main bareng dengan teman-

teman, kadang Si Dul harus kucing-kucingan dengan

Nyaknya. Walaupun Nyak menyuruh Dul tinggal di rumah

saja, kadang ia mencari akal untuk ketemu teman-

temannya. Kehidupan Dul berjalan lancar dan

menyenangkan hingga suatu hari datang kabar yang

mengejutkan dari Babe. Teman Babe datang ke rumah dan

mengabarkan kalau Babe meninggal akibat kecelakaan.

Kepergian Babe sangat berpengaruh bagi kehidupan Nyak

dan Dul. Nyak menjadi tidak bersemangat untuk menjalani

hidup, dan sakit karena tidak mau makan. Di tengah

cobaan tersebut, Dul mencoba untuk tegar dan membantu

sebisanya untuk kelangsungan hidup mereka.

BUDAYA BETAWI DALAM NOVEL SI DOEL ANAK

BETAWI KARYA AMAN DATUK MADJOINDO

Si Dul Anak Betawi menceritakan kisah tentang si

Dul seorang anak Betawi yang ingin bersekolah. Dalam

konteks sosial masyarakat saat ini tentu saja premis

Page 285: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 271

ceritanya sangat tidak menarik. Tapi dalam konteks

sosial masyarakat Betawi pada masa itu, hal ini menjadi

hal yang cukup sensitif. Sekolah dalam masa itu

dianggap identik dengan kolonial Belanda. Bersekolah,

menerima pendidikan barat dianggap akan menjauhkan

mereka dari ajaran agama. Pada umumnya masyarakat

Betawi yang kita tahu sangat kental dengan budaya

Islam, menerima pendidikan dari Pondok Pesantren. Na-

mun, tidak semuanya berkeinginan untuk mendapat

pendidikan, karena kebanyakan masyarakat Betawi

memiliki tanah yang luas yang dapat diolah dengan

mudah.

Hal tersebutlah yang dikritik Aman Datuk mela-

lui tokoh Si Dul dalam novelnya. Beliau mengkritik

masyarakat Betawi yang belum mau menerima pendi-

dikan barat. Penolakan terhadap pendidikan barat

tersebut diungkapkannya melalui penolakan Engkong si

Dul seperti kutipan sebagai berikut.

Bikin aje apa yang lu suka [<] Baik si Doel

masuk sekole, baik lu jadiin serani, masak bodoh

lu. Gue kagak perduli! Tapi kagak usah die dateng

kesini-kesini lagi, gue kagak suka. [<] Kalo dia

kagak tau ngaji, die jadi kafir lu tau nggak?

(SDAB, 2013)

Dalam kutipan tersebut menjelaskan bahwa dalam

konteks sosial masyarakat Betawi pada saat itu, penga-

rang melihat sekolah kolonial sebagai sesuatu yang

Page 286: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

272| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

menakutkan bagi masyarakat. Mereka menganggap

sekolah kolonial tersebut sebagai proses Kristenisasi

oleh para kolonial. Masyarakat Betawi yang identik

dengan agama Islam tentu saja tidak dapat menerima

eksistensi sekolah kolonial yang mereka anggap menye-

barkan Agama Nasrani yang dianggap sebagai agama

penjajah.

Jika kita menilik latar belakang Aman Datuk

Madjoindo yang seorang Minang, kritik terhadap

masyarakat Betawi tersebut merupakan bentuk kepe-

duliannya untuk mengubah stereotip masyarakat Betawi

yang pada waktu itu dikenal sebagai pemalas, dan tidak

berpendidikan. Latar belakang Minang yang dimiliki

Aman juga kental dengan budaya Islam. Masyarakat

Betawi dan masyarakat Minang kental dengan budaya

dan agama Islam, tetapi masyarakat Minang lebih

terbuka dalam menerima pendidikan barat.

Budaya Minangkabau mendorong masyarakatnya

untuk mencintai pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Sehingga sejak kecil, para pemuda Minangkabau telah

dituntut untuk mencari ilmu. Perbedaan persepektif

mengenai pendidikan barat tersebutlah yang membeda-

kan masyarakat Minang dan Betawi. Namun, dalam

novel Si Dul Anak Betawi, pengarang tidak serta merta

membenturkan masyarakat Betawi dengan masyarakat

Minang. Melalui tokoh ayah tiri Si pengarang mengung-

Page 287: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 273

kapkan pentingnya pendidikan seperti kutipan sebagai

berikut.

Saya lihat orang di sini kurang suka menyerah-

kan anaknya ke sekolah. Mereka hanya diserahkan

mengaji saja [<]. Betul belajar mengaji dan

agama itu sangat baiknya, tetapi sekolah jangan

dilupakan. Karena dengan ilmu sekolah itulah

sekarang orang dapat mencari hidup yang baik.

(SDAB, 1932)

Beliau juga mmembandingkan dengan orang

Jawa dengan orang Betawi. Ketika Si Dul ditanya oleh

ayahnya apa hadiah yang dia inginkan setelah puasa

Ramadan, seperti kutipan berikut.

Si Doel menjawab ia ingin seragam sekolah. Si

Doel membayangkan sekolah sebagai tempat

dimana ia bisa belajar dan bermain dengan

gembira, ‘seperti si Karto tetangga kite’.

Dalam kutipan tersebut dilukiskan bahwa Aman

Datuk menggunakan nama Karto yang merupakan nama

Jawa sebagai alasan Si Doel ingin bersekolah. Karto

dalam buku tersebut memang tidak dibahas lebih detil.

Namun, tanpa adanya tokoh Karto, si Dul mungkin

tidak akan memiliki alasan untuk bersekolah. Dengan

menyandingkan Si Dul Anak Betawi dengan tetangga-

nya yang orang Jawa, Pengarang seolah mencoba untuk

mendorong masyarakat Betawi untuk mengikuti pen-

Page 288: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

274| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

didikan ‚seperti tetangganya orang Jawa‛. Tokoh orang

Jawa mungkin dipilih Aman Datuk Madjoindo karena

orang Jawa termasuk kelompok besar sosial masyarakat

yang paling berpengaruh di pulau Jawa.

Adat Istiadat Masayarakat Betawi dalam novel Si

Dul Anak Betawi sebagai berikut. Pertama, ketika hari

Lebaran, si Dul memakai pakaian berdasi, bersepatu,

dan bertopi ala Barat tidak disenangi oleh ibu dan

kakeknya. Si Dul dianggap mengubah adat kebiasaan.

Biasanya orang kampung setiap Lebaran selalu

memamaki sarung dan berkopiah. Karena berpakaian

seperti itu, si Dul disebut anak yang tidak tahu adat. Si

Dul tidak boleh meniru anak Nasrani dan anak Belanda.

Akhirnya, Si Dul diusir dari rumah engkongnya agar

segera berganti baju. Perhatikan kutipan berikut.

Wah, ini sinyo dari mane, ha?Kok turut Lebaran

lagi! Astaga lu Dul? Ampir aje gue lupe. Kagak

malu bedandan macam sinyo-sinyo, emang lu anak

Serani? Siape nyang ajerin sih, macem ginian!

Tentu aje nyak lu nyang kagak tau diri itu. Niru-

niru Belande, niru-niru anak sekole, tahu huruf ya

kagak, ayoh, pergi pulang, tuker pakaian! Gue

kagak suka liat orang kayak ginian (SDAB, hlm.

106)

Dalam kutipan tersebut menggambarkan bahwa

dalam masyarakat Betawi, adat istiadat mereka jalani

Page 289: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 275

secara konsekuen. Hampir seluruh adat istiadat masyarakat

Betawi diwarnai oleh agama Islam. Hal inilah yang

menyebabkan masyarakat Betawi sangat taat terhadap

ajaran agama yang mereka anut. Kereligiusan masyarakat

Betawi ini tampak dalam adat istiadat mereka yang tidak

pernah melepaskan unsur agama Islam dan sikap hidup

sehari-hari mereka. Kedua, selamatan untuk orang

meninggal. Tujuan selamatan itu adalah mendoakan

orang yang sudah meninggal agar arwahnya di terima

Tuhan dengan baik. Pelaksanaan upacara itu terlihat

ketika ayah si Dul meninggal dunia. Setiap malam

selama tujuh hari saudara dan masyarakat di lingkung-

annya berkumpul di rumah ibu si Dul untuk bertahlil

dan membaca doa. Perhatikan kutipan berikut.

Bapak Si Dul sudah tujuh hari dalam

kubur. Selama itu belumlahterasa benar

oleh Mpok Amne, sebab setiap hari dan

malam orang masih ramai di

rumahnya.Ibunya menginap di sana dan

tetangganya banyak yang dating akan

membantu memasak untuk sedekah

(SDAB, hlm. 64--65).

Kutipan tersebut melukiskan bahwa ada beberapa

hal yang positif dari Betawi antara lain jiwa sosial mereka

sangat tinggi. Orang Betawi juga sangat menjaga nilai

agama yang tercermin dari ajaran orangtua terutama yang

beragama Islam kepada anak-anaknya. Ketiga, perkawi-

Page 290: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

276| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

nan, suami kedua Ibu si Dul juga tidak disetujui oleh

Uak Salim karena dia tidak jelas agama dan nasal usul-

nya, bagi Uak Salim agama sangat menentukan dalam

kehidupan manusia. Karena itu, perkawinan putrinya

yang kedua tidak disetujuinya karena agama dan asal

usulnya tidak jelas. Perhatikan kutipan berikut,

‚Waktu ibu si Dul mau kawin dengan dia,

hampir saja menjadi rebut. Ibu bapaknya

tidak menyukakan. Bapaknya sangat marah

sebab ibu si Dul mau kawin dengan orang

yang tak tentu asal usulnya‛. (SDAB,

hlm. 108).

Dalam kutipan tersebut menjelaskan bahwa per-

kembangan keluarga Betawi dibayangi oleh waris-

an penelusuran sejarah etnik Betawi. Warisan yang

melekat pada keluarga Betawi adalah nilai spiritual Islam.

Orang Betawi akan mendapat restu untuk menikah apabila

calon pasangannya beragama Islam. Keluarga sebagai unit

terkecil ini berpusat pada ayah, hubungan ayah dengan

anak dan istri bersifat primer. Figur ayah amat dominan

dalam keluarga Betawi. Keempat, permainan anak.

permainan gundu dilakukan oleh anak-anak baik laki-

laki maupun perempuan, Permainan ini dilakukan lebih

dari satu anak di halaman rumah atau di jalan. Per-

hatikan kutipan berikut.

‚Gandu lu bias abis dibikinnye‛.

Page 291: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 277

‚Main apa, Mat? Tanya su Dul pula‛.

Main tombok atau main poces atau

setikan? ‚Gue suka main tombok, taruhan

satu‛.

Garis untuk padan dibuat. Kira-kira

sehasta di sebelah atas garis itu dibuat

lubang. Jauh sedikit kiri kanan lubang itu

diletakkan taruhan dua biji kelereng.

Keempat anak-anak itu duduklah

menjongkok (SDAB, hlm. 83--84).

‚Gue dah tahlilan tadi. As!‛

‚Ah, bohong, kami kagak denger. Masak

orang tahlil berbisik-bisik aje. Tahlil dong

mesti keras suarenye‛.

‚Kalo tahlil sendirian emang peelan-pelan.

As, kalo rame-rame baru keras, ‚ ujar Haji

Dul (SDAB, hlm. 34--35)..

Kutipan tersebut melukiskan bahwa di samping

itu, juga ada permaianan yang sifatnya berunsur agama

cara berhaji-hajian, cara berkenduri yang diperagakan

dengan berdoa dan bertahlil. Namun, semua itu dilaku-

kan dalam permainan anak-anak, baik laki-laki maupun

perempuan.

Page 292: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

278| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

BAHASA BETAWI DALAM NOVEL SI DOEL ANAK

BETAWI KARYA AMAN DATUK MADJOINDO

Sebagai karya sastra angkatan Balai Pustaka, Si

Dul Anak Betawi justru tidak menggunakan Bahasa

Melayu Tinggi seperti layaknya buku seangkatannya.

Pengarang justru memperkental penggunaan dialek

Betawi yang nyablak dalam novel tersebut. Pengarang

menyebutkan bahwa dia ingin memperkenalkan bahasa

Betawi ini kepada pembaca di luar Jakarta yang belum

tentu mengenal bahasa tersebut.Melalui Si Dul Anak

Betawi inilah, pengarang mempelopori munculnya karya

sastra yang menggunakan Bahasa Melayu Betawi (Tasai,

1991). Hal ini menarik karena Aman Datuk Madjoindo

adalah orang Minang, bukan orang Betawi asli.

Pekerjaannya sebagai guru inilah yang mendorong

Aman untuk menulis Si Dul Anak Betawi. Sebuah novel

bertemakan pendidikan untuk anak-anak.

Seperti yang diutarakan dalam pengantarnya

pengarang sengaja hanya menyelipkan dialek Betawi

dalam dialog saja. Narasi tetap dalam bahasa Indonesia

masa itu. Kisah dibuka dengan adegan Si Dul dan kawan-

kawannya anak-anak perempuan bermain rujakan, yang

betul-betul dapat dimakan dan dibayar pakai pecahan

genteng. Beberapa adegan lucu sewaktu main selamatan.

Kali inipun anak-anak perempuan membawa kue-kue yang

dapat dimakan. Mereka berperan sebagai tamu undangan

Page 293: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 279

dan si Dul menjadi Wak haji yang memimpin doa seperti

kutipan berikut.

‚Bismillah <!‛ <<<

‚Amiiin!‛ <<<<<

‚Ape yang ade dalam piring, dukuh ame rambutan!‛

haji Dul mulai mendoa.

Si As dan kwan-kawannya

tercengang. <<<<<<<<<<<<<<.

‚Ape lagi yang ade di piring sono, mangga, sauh ame

kue Cinee! Amiiin!‛

‚Ape lagi yang berderet-deret di sebelahnye, mangkok

berisi kopi cap sumuuur! – Ayo dong aminin!‛ ujar

Haji Dul, sambil memberutkan tangan ke muka.

Kutipan di atas menjelaskan bahwa teman-teman si

Dul tidak dapat menahan tawa, akhirnya diserbu juga

makanan itu beramai-ramai. Si Dul merupakan anak

tunggal. Ketika ayahnya mengalami kecelakaan dan

meninggal dunia mulailah ia mengalami kesusahan. Ia

membantu ibunya menjual kue berkeliling kampung.

Memang masih ada engkongnya Uak Salim, tapi

perlakuannya untuk Dul tidak seperti kepada seorang cucu

yang disayangi, Dul kerap dimarahi seperti kutipan

berikut.

Akhirnya ibu si Dul menikah lagi. Saat memasuki

usia sekolah, ayah tiri Dul menyuruhnya bersekolah.

Page 294: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

280| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Tentu saja Dul ingin sekali ke sekolah tetapi ketika

ibunya mpok Am minta izin kepada

engkongnya, kata engkongnya dengan marah ‛

<<<Emang sekole tu mau die bawa nanti ke

kubur? Kalo die kagak tau ngaji, die jadi kafir nanti

lu tau nggak? Emang lu anak kualat, kagak denger

kate.‛

Akhirnya Dul tetap masuk sekolah. Ini adegan

pelajaran berhitung.

Kata guru : ‛ Kita misalkan Abdoel Hamid diberi

bapaknya lima buah manggis.‛

‚Aye kagak ade babe encik! Babe aye udah mati,

mobilnya nubruk puhun,‛ jawab si Dul.

‚Nah baik, kalau tiada bapak, ibumu yang memberi

lima buah manggis. Dua buah manggis itu dimakan

adikmu!’

‚Aye juga kagak punya adek!‛

‚Tak punya adik? Baik. Kita misalkan saja engkau

ada beradik seorang.‛

‚Mana bisa, nyak aye kagak mau beranak lagi!

Katenye, aye sendiri udah bosan miaranye.‛

Ketika anak lain yang dikasih soal sama encik guru,

seorang murid perempuan berkata begini :

‚Dua buah manggis itu dimakan adikmu, berapa

buah tinggal padamu?‛

Page 295: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 281

‚Siapa yang makan encik?‛

‚Siapa saja, si Titik misalnya.‛

‚Tidak bisa jadi. Si Titik kalo makan manggis mah

muntah saja.‛

‚Nah, si Ujang yang makan!‛

Masa dia mau dikasih dua? paling sedikit dia minta

tiga. Kalo tidak dikasi dia berguling-guling nangis.

Encik belum kenal sih adatnya.!‛

‚Seandainya dia tak boleh minta lebih dari

dua. Berapa tinggal lagi padamu ?‛

‚Ibu saya sekarang tidak ada di rumah, dia pergi

kondangan ke Bukit Duri.‛

‚Ah, kalau begini tidak jadi kita belajar

menghitung,‛ kata guru dengan setengah tertawa

dan setengah kesal.

Kutipan tersebut melukiskan bahwa cerita Si Dul

Anak Betawi merupakan kisah kehidupan sehari-hari

seorang anak. Masa bermain banyak diceritakan di

sini. Jenis permainan masa itu adalah permainan luar

ruang dan berkelompok. Lugu anak-anak digambarkan

dengan sangat manisnya, membawa pembaca pun ikut

tersenyum.

Page 296: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

282| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

PSIKOLOGI ORANG BETAWI

Novel Si Dul Anak Betawi menyiratkan bahwa

pendidikan yang mampu mengubah suatu budaya yang

begitu terpaku pada keterbatasan untuk berkembang

menjadi mampu keluar dari kungkungan budaya yang

membatasinya.

Pengarang ingin menunjukkan bahwa orang Betawi

sudah memiliki tokoh yang memanfaatkan pendidikan

formal demi perubahan kehidupannya. Tidak hanya laki-

laki yang mendominasi pendidikan orang Betawi juga

tidak mendiskriminasi pendidikan untuk kaum perem-

puan. Hal ini sejalan dengan pemikiran Islam yang tidak

membedakan laki-laki maupun perempuan dalam segala

bidang kehidupan tidak terkecuali itu pendidikan.

Orang Betawi yang notabanenya bertempat tinggal

di Ibu Kota kita DKI Jakarta merupakan suku yang sangat

unik. Bagi sebagian orang Jakarta identik dengan Betawi,

tetapi dengan perubahan zman terdapat jarak antara suku

Betawi dengan Jakarta itu sendiri.

Orang-orang Betawi sangat berpendidikan bahkan

beberapa orang kaya Betawi menyekolahkan anaknya ke

Mesir dan Irak, banyak dari mereka bermukim di Mekkah

untuk menimba ilmu agama, ratusan madrasah dibangun

untuk menampung anak-anak Betawi, Di sinilah letak

perbedaan orientasi, suku Batak, Minang, Sunda, Jawa dan

Bugis, pendidikan ala barat merupakan patokan kecer-

dasan dan tingkat intelektualitas seseorang yang diperoleh

Page 297: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 283

melalui simbol ijazah. Lain ladang lain belalang bagi orang

Betawi keberhasilan adalah bagaimana ia menyelesaikan

pendidikan agama dan menjalani hidup berorientasi pada

alam akhirat dengan mengambil pahala banyak sesuai apa

yang mereka yakini. Perbedaan orientasi inilah yang kerap

menimbulkan salah paham bahwa orang Betawi sangat

tidak menghargai pendidikan.

Kemajuan pemikiran orang Betawi terhadap

pentingnya keseimbangan pendidikan dunia dan akhirat

bukanlah hal baru. Kurikulum pendidikan saat ini juga

mendidik siswa dari tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah

afektif dan ranah psikomotorik. Orang Betawi sudah mam-

pu untuk melakukan terobosan dengan tidak hanya

menambah ilmu pengetahuan dari segi kognitif saja, tapi

juga afektifnya harus terpenuhi. Pendidikan agama yang

didapat orang Betawi dari pendidikan pola pesantren

merupakan salah satu pembelajaran akhlak mulia, mem-

bentuk anak dari awal untuk menjadi beradab. Dengan

pola tingkah laku mereka yang sangat kental dengan

nuansa Islam bukan berarti mereka tertinggal dalam

bidang pendidikan, mereka sangat percaya akan pen-

didikan karena Islam juga menyuruh untuk mencari ilmu.

Dengan demikian pandangan orang bahwa orang

Betawi ketinggalan dalam bidang pendidikan tidak benar,

justru mereka mendidik anak-anak mereka untuk

menyeimbangkan antara pendidikan formal dan agama.

Keseimbangan pendidikan yang seperti inilah yang sudah

Page 298: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

284| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

jarang kita temui saat ini. Dengan keseimbangan

pendidikan yang seperti ini sudah banyak generasi Betawi

yang mampu menerobos hingga poros terdepan dalam

berbagai bidang kehidupan.

IMPLEMENTASI HASIL PENELITIAN PADA

PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

Novel Si Dul nak Betawikarya Aman Datuk

Madjoindo dapat diimplementasikan jika memenuhi

beberapa kriteria. Adapun kriteria pemilihan bahan ajar

menurut Rahmanto (2004:16) dapat diterapkan secara utuh

jika memenuhi kriteria sebagai berikut.

Ditinjau dari segi bahasa

Aspek kebahasaan dalam sebuah karya sastra tidak

hanya ditentukan oleh masalah yang dibahas, tetapi juga

terdapat faktor lain seperti cara penulisan Aman Datuk

Madjoindo yang memakai bahasa yang sederhana sehingga

mudah dipahami. Guru diharapkan mampu memilih karya

sastra yang baik dan tepat untuk diajarkan kepada siswa

sehingga dalam praktiknya siswa dapat memahami makna

dari novel Si Dul nak Betawikarya Aman Datuk

Madjoindodengan pemahaman kebahasaan yang baik dan

benar. Ditinjau dari segi bahasa novel Si Dul nak

Betawikarya Aman Datuk Madjoindodapat membantu

siswa dalam memahami bahasa Betawi. Kosakata yang

digunakan juga mudah dipahami oleh siswa Bahasa yang

mudah dipahami oleh siswa dapat membantu siswa untuk

Page 299: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 285

belajar. Oleh karena itu, jika ditinjau dari segi bahasa novel

ini dapat diterapkan ke jenjang pendidikan SMA.

Ditinjau dari segi psikologi

Sastra dapat berkaitan erat dengan kehidupan ber-

masyarakat beserta budayanya. Hal ini dapat merangsang

siswa untuk lebih memahami peristiwa yang terdapat

dalam sebuah karya sastra dengan kehidupan yang ada di

dunia nyata. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

Bapak sangat marah sebab ibu si Dul mau kawin

dengan orang yang tidak tentu asal usulnya.

Tambahnya lagi agamanya tak pula terang, entah dia

Islam entah dia Serani. Dikatakan Islam, dia tak

pernah dating ke langgar/surau, dikatakan Serani tak

pula ke gereka (SDAB, hlm: 109).

Berdasarkan kutipan di atas siswa pada level SMA

secara kematangan jiwa atau psikologis sudah dapat me-

nangkap bahwa agama sangat menentukan dalam kehi-

dupan manusia. Oleh karena itu, perkawinan putri Uak

Salim yang kedua tidak disetujuinya karena agama dan

asal usul calon suaminya tidak jelas.

Ditinjau dari latar belakang budaya

Pemahaman akan budaya berperan untuk menumbuh-

kan rasa bangga, rasa percaya diri dan juga rasa ikut me-

miliki. Pengajaran sastra yang ada dalam sebuah novel

dapat memberikan siswa pemahaman akan budaya yang

Page 300: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

286| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

ada. Pada novel Si Dul nak Betawidiperkenalkan dengan

salah satu budaya Betawi yang sudah ada sejak masa

lampau yaitu permainan mengadu semut merah dan semut

hitam. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

Sebentar antaranya terbawalah seekor semut hitam

besar. Si Dul tersenyum dan semut itu dimsukkannya

ke dalam kotak geretan. Kemudian dicarinya lagiyang

lain, dan dapat pula seekor semut merah. Bukan main

girang hatinya. Kedua semut itu dibawanya ke atas

balai-balai, lalu ia duduk bersila baik-baik. Mula-mula

dikeluarkannya semut hitam tadi, sesudah itu semut

merah. Kedua binatang itu diadunya di atas tikar.

(SDAB, hlm.27)

Berdasarkan kutipan di atas novel Si Dul Anak

Betawisecara tidak langgsung sudah memenuhi kriteria

tentang pengetahuan akan budaya, dengan latar belakang

siswa yang ada di Indonesia, mengenal budaya yang salah

satunya ondel-ondel. Di samping itu, juga merupakan

upaya untuk menanamkan pemahaman tentang budaya

Betawi bagi siswa. Mempertimbangkan dua aspek penting

di atas, yakni mengenai basis pendidikan karakter dalam

Kurikulum 2013 dan sastra sebagai basis pembentukan

karakter kebangsaan, kiranya sangat perlu dipadukan.

Indonesia sebagai Negara yang kaya akan kearifan lokal

sungguh sangat mungkin untuk mempelajari kembali nilai

yang terkandung di dalamnya. Tidak hanya itu, dalam

karya sastra para pengarang banyak mengambil tema

Page 301: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 287

kearifan lokal yang direfleksikan dalam karyanya. Dengan

demikian, pembentukan karakter dapat disumbang pula

oleh pembelajaran sastra di sekolah. Upaya ini tidak lain

merupakan usaha untuk menumbuhkan kesadaran

mengenali dan membentuk kembali karakter kebangsaan

yang selama ini dilupakan. Oleh sebab itu, pedoman

pembelajaran sastra sangat penting untuk memper-

timbangkan materi pembelajaran sastra yang sarat akan

nilai kearifan lokal bangsa. Pembelajaran harus mampu

membawa siswa kepada kehidupan.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, dapat ditarik

simpulan bahwa dalam novel Si Dul Anak Betawi kar-

ya Aman Datuk Madjoindo terdapat adat istiadat Betawi

sangat kental dengan budaya Islam dan mereka mereka

menjalani secara konsekuen. Hampir seluruh adat istiadat

masyarakat Betawi diwarnai oleh agama Islam seperti

sebagai berikut. Pertama, saat lebaran, kereligiusan masya-

rakat Betawi tampak dalam berpakaian dan sikap hidup

mereka. Kedua, selamatan untuk orang meninggal, setiap

malam selama tujuh hari mereka membaca tahlil dan

doa. Ketiga, perkawinan orang Betawi akan mendapat

restu apabila calon pasangannya beragama Islam. Keempat,

permainan anak sifatnya berunsur agama. Bagi orang

Betawi keberhasilan adalah pentingnya keseimbangan

pendidikan dunia dan akhirat bukanlah hal baru. Dengan

demikian, novel Si Dul Anak Betawi dapat dijadikan sebagai

Page 302: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

288| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

salah satu materi pembelajaran sastra Indonesia untuk

memahami keadaan sosial budaya masyarakat Betawi di

sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Damono, Sapardi Djoko. 2003. Sosiologi Sastra. Semarang:

Magister Ilmu Susastra Undip.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional.

Jakarta: Depdiknas.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka. Widyautama.

Faruk. 2012. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Idi, Abdullah. 2014. Pengembangan Kurikulum Teori dan

Praktik. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Loven, Klarijn. 2008. Si Doel and Beyond: Discourse on

Indonesian Television in the 1990. Leiden:

University Press.

Mulyasa, H.E. 2013. Pengembangan dan Implementasi

Kurikulum 2013. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Madjoindo, Aman Datuk. 2013. Si Dul Anak Betawi. Jakarta:

Balai Pustaka

Rahmanto, B. 2004. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta:

Kansius.

Page 303: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 289

Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Paradigma Sosiologi Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sujarwo. 2011. Model-model Pembelajaran Suatu Strategi

Mengajar. Yogyakarta: Venus Gold Press.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.

Bandung: Alfabeta.

Tasai, Amran. 1991. Telaah Susastra Melayu Betawi.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan,

Wellek, Rene dan Austin Warren. 2014. Teori Kesusastraan.

Jakarta: Gramedia Pustaka.

Page 304: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

290| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Page 305: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 291

KAJIAN ANALISIS GANGGUAN

KEPRIBADIAN DAN KEBUTUHAN

NEUROTIK TOKOH NYONYA MARTOPO

DAN BAITUL BILAL

DALAM NASKAH DRAMA ORANG KASAR

KARYA ANTON P. CHEKOV

SADURAN WS. RENDRA

Oleh :

Nurul Setyorini, Kadaryati, dan Bagiya

e-mail: [email protected]

Dosen PBSI FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: mendeskripsikan

kebutuahn neuretik Tokoh dalam Naskah Drama Orang

Kasar Karya Anton P. Ckekov dan mendeskripsikan

kepribadian Neurotik Tokoh dalam Naskah Drama Orang

Kasar Karya Anton P. Ckekov. Penelitian ini menggunakan

metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan data

kepustakaan dan analisis objek. Data kepustakaan yang

dimaksud dalam penelitiaan ini adalah memanfaatkan

sumber tertulis seperti buku, laporan penelitian, artikel,

jurnal, dan laporan penelitian lainya. Kajian penelitian

untuk menganalisis objek dalam penelitian ini adalah teori

Page 306: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

292| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

psiko sosial Keren Horney.Penelitian ini terdapat empat

simpulan, yaitu pertama gangguan kepribadian neorotik

tokoh Nyonya Martopo, kedua gangguan kepribadian

neorotik tokoh Baitul Bilal, ketiga kebutuhan neorotik

tokoh Nyonya Martopo, dan kebutuhan neorotik tokoh

Baitul Bilal. Pertama, gangguan neorotik yang dialami

tokoh Nyonya Martopo antara lain: sedih berlarut-larut,

tidak mau ke luar rumah, tidak mau menerima tamu dan

bertetangga. Kedua, gangguan kepribadian neurotik yang

dialami Baitul Bilal antara lain: depresi, menyalahkan

orang lain, dan gelisah. Ketiga, kebutuhan neorotik tokoh

Nyonya Martopo antara lain: kebutuhan akan kasih sayang

dan kebutuhan neurotik untuk membatasi hidupnya dalam

lingkup yang sempit. Keempat, kebutuhan neorotik tokoh

Baitul Bilal adalah kebutuhan kasih sayang.

Kata kunci: neorotik, naskah drama, orang kasar

PENDAHULUAN

Ilmu pengetahuan pada saat ini semakin berkem-

bang seiring dengan berkembangnya teknologi. Ilmu

pengetahuan terus meningkatkan produktivitas ilmuan

dalam melakukan penelitian, percobaan, dan inovasi.

Kolaborasi dalam suatu penelitian dianggap sebagai ujung

tombak dunia ilmu pengetahuan sehingga mendapat per-

hatian besar dari komunitas ilmuan dan institusi kebijakan

ilmu pengetahuan. Kolaborasi dilakukan untuk menang-

gulangi permasalahan yang semakin kompleks dengan

didasarkan berbagai latar belakang keahlian. Melalui kerja-

sama penelitian, permasalahan dapat dipecahkan dan

Page 307: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 293

sekaligus dapat menciptakan hasil penelitian yang baik.

Dalam berkolaborasi masing-masing memberikan sum-

bangan sumber daya dan usaha baik intelektual maupun

fisik.

Menurut Craig (dalam Poerwito dan Setiadji, 2011:

137), kata disiplin merujuk pada cabang keilmuan atau

pembelajaran. Gagasan mengenai makna sebuah disiplin

berubah dalam hubunganya dengan struktur institusi dan

profesional yang spesifik (universitas, masyarakat keilmu-

an, jurnal-jurnal ilmiah) yang berinteraksi secara rumit

dengan definisi kategori keilmuan masing-masing.

Dalam Peraturan Dekan Fakultas Sastra Universitas

Negeri Malang No. 6 Tahun 2013 tentang Standar Kom-

petensi Lulusan dan Kurikulum Program Studi pada

Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri

Malang Tahun 2013, tertulis:

‚...Program Studi Doktor Pendidikan Bahasa Indone-

sia: a)menemukan teori baru dan menghasilkan karya

kreatif, orisinal, dan teruji bidang pendidikan bahasa

dan sastra Indonesia melalui penelitian; b) memecah-

kan masalah pendidikan bahasa dan sastra Indonesia

secara interdisipliner/ multidisipliner/transdidisip-

liner.‛

Pendekatan dalam suatu ilmu dapat dilihat melalui

dua tipe yaitu monodisipliner dan interdisipliner. Pen-

dekatan monodisipliner yaitu pendekatan dengan suatu

Page 308: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

294| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

ilmu yang tunggal sudut pandang. Ciri pokok atau kata

kunci daripendekatan monodisipliner adalah mono (satu

ilmu) atau satunya itu. Di pihaklain, pendekatan dengan

banyak ilmu lazim disebut pendekatan interdisipliner/

multidisipliner. Pemecahan masalah dalam studi sastra

tidakmemungkinkan menggunakan pendekatan monodip-

liner karena masalahnya tidakhanya berkenaan dengan

satu ilmu saja, tetapi dengan pendekatan interdisipliner

atau multidisipliner karena masalahnya menyangkut

banyak ilmu.

Dalam bidang sastra, multidisiplin digunakan seba-

gai penerapan metode dan teori itu sendiri. Kehadiran

interdisiplin dan multidisiplin dalam dunia sastra memang

menjanjikan adanya inovasi dan cara-cara alternatif dalam

memahami fenomena sastra (Ungkang, 2014: 513). ‚Per-

kembangan karya sastra yang bersifat interdisipliner telah

mempertemukan ilmu sastra dengan berbagai ilmu lain,

seperti psikologi, sosiologi, antropologi, gender, dan

sejarah‛, (Wiyatmi, 2011: 6).

Suatu karya sastra meruakan sebuah karya yang

pada hakikatnya dibuat dengan mengedepankan aspek

keindahan di samping keefektifan penyampaian pesan

(Setyorini, 2014:1). Sastra merupakan suatu seni dalam

kehidupan di masyarakat. Sastra atau kesusastraan meru-

pakan salah satu bentuk seni yang menonjolkan keindahan

tutur kata dan cerita. Oleh karena itu, sastra dapat

dinikmati oleh penikmatnya melalui membaca atau

Page 309: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 295

mendengarnya. Sastra merupakan seni kreatif yang

objeknya adalah manusia dan kehidupan dengan meng-

gunakan bahasa sebagai mediumnya (Wicaksno, 2014: 13).

Drama adalah genre sastra yang menggambarkan

kehidupan manusia dengan gerak. Drama menggambarkan

realita kehidupan dan watak manusia dalam bertingkah

laku yang dipentaskan dalam beberapa babak. Dalam

Enklopedia Sastra Indonesia Jilid I (2013:229), dijelaskan

bahwa drama dalam bahasa Inggris disebut drama, dan

dalam bahasa Prancis disebut piece de the atre. Kata drama

berasal dari bahasa Yunani dram yang maknanya adalah

karya. Sebagai sebuah karya drama adalah karya yang

memiliki dua dimensi. Pertama dimensi sebagai sebuah

teks sastra dan kedua sebagai seni pertunjukan.

Naskah menjadi bagian penting dalam drama.

Dalam drama, naskah digunakan agar pementasan berjalan

dengan lancar dan memudahkan pemain dalam memeran-

kan tokohnya. Naskah drama adalah salah satu genre

sastra yang sejajar dengan prosa dan puisi. Naskah drama

adalah karangan atau cerita yang berupa tindakan atau

perbuatan yang masih berbentuk teks atau tulisan yang

belum diterbitkan

Salah satu naskah drama yang cukup terkenal dari

karyanya Anton P. Cekov adalah Orang Kasar. Orang

Kasar merupakan naskah drama dari Rusia dan telah

disadur oleh W.S. Rendra. Drama ini berisi kisah seorang

janda yang ditinggal oleh suami tercinta yang meniggal-

Page 310: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

296| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

kannya dengan gelimangan hutang. Hidup sang janda

terusik ketika sang penagih hutang datang suaminya. Si

janda enggan membayar karena merasa ia tak meminjam

dan memakai uang tersebut. Akhirnya perseteruan antara

si janda dan lelaki penagih hutang itu pun terjadi sangat

histeris, humoris, sekaligus romantis. Si janda berusaha

keras untuk menembaknya. Namun begitu, si janda tak

bisa menggunakan senjata tersebut. Karena merasa aneh, si

penagih hutang malah mengajari si janda cara memakai

senjata yang benar. Alhasil mereka saling beradu pandang

dan muncul perasaan yang disebut jatuh cinta.

Dalam naskah drama tersebut, terdapat dua tokoh

sentral, yaitu janda dan si penagih utama. Keberadaan

kedua tokoh ini dalam naskah drama orang kasar amat

potensial dalam menggerakan alur. Kedua tokoh ini juga

menjadi pusat cerita, penyebab munculnya konflik, dan

terciptanya tensi dramatik di setiap tahapan cerita dalam

pementasan drama.

Setiap tokoh yang ada dalam drama Orang Kasar

mempunyai kepribadian dan kebutuhan jiwa yang

berbeda-beda. Tokoh-tokoh dalam drama ini, nampak pula

memiliki masalah hidup yang berbeda-beda dan meng-

akibatkan gangguan mental terhadap kepribadianya, tak

mampu beradaptasi dengan linglungan sekitarnya, dan

mengalami gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan

dapat muncul sebagai akibat akumulasi frustasi, konflik,

dan stres. Orang yang mengalami kecemasan akan susah

Page 311: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 297

berkonsentrasi dan bersosialisasi sehingga mengalami

kendala fungsi sosial, pekerjaan, dan peranya.

Dalam ilmu psikologi, gangguan kepribadian se-

perti ini dikenal dengan istilah neuretik. Neuretik adalah

istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai

kondisi yang melibatkan ketidakmampuan beradabtasi

dengan lingkungan sekitarnya. WFMH sebagai bagian

WHO menyatakan bahwa gangguan neuretik umumnya

terjadi karena tekanan dari kelauarga atau masyarakat

(Kurniawan dan Indahria, 2016:113). Freud (Wiyatmi, 2011:

12), neuretik merupakan ketakutan akan mendaatkan

hukuman untuk ekspresi keinginan yang implusif.

Dengan demikian, pembahasan ganguan kepribadi-

an pada tokoh dalam drama merupakan kegiatan kajian

dengan menggunakan pendekatan interdisipliner. Teori

pembahasan psikologi dalam sastra sendiri dikenal dengan

istilah psikologi sastra. Analisis psikologi dalam karya

sastra tamaknya tidak berlebihan, sebab baik sastra

maupun psikologi membahas tentang manusia. Bedanya,

sastra membahas manusia yang khayal, sedang sikologi

membahas manusia yang nyata (Wiyatmi, 2016: 16).

Pembahasan drama dengan pendekatan interdisip-

liner ini merupakan bagian dari kajian sastra. Dalam

drama, kajian tersebut dikenal dengan istilah Kajian

Drama. Pada mahasiswa PBSI, kegiatan pengkajian drama

adalah salah satu bagian dari mata kuliah. Dengan

demikian, adanya kajian neuretik terhadap drama Orang

Page 312: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

298| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Kasar dapat dijadikan bahan ajar literasi. Bahan ajar literasi

ini dirasa sangat penting, melihat kondisi literasi, di Negara

Indonesia dalam kegiatan berliterasi masih rendah. Hasil

penelitian Programme for International Student Assess-

ment (PISA) menyebut, budaya literasi masyarakat

Indonesia pada 2012 terburuk kedua dari 65 negara yang

diteliti di dunia. Indonesia menempati urutan ke 64 dari 65

negara tersebut. Sementara Vietnam justru menempati

urutan ke-20 besar. Pembicaraann literasi sendiri sedang

menjadi bagian yang aktual di bidang pendidikan. Kegia-

tan pada tahun 2016 dijadikan kegiatan prioritas bagi

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu pada

indikator kinerja program pada nomor 1. Pada nomor 1

indikator kinerja program berupa gerakan literasi bangsa

dengan target 34 SD, 34 komunitas, 170 bahan ajar, dan 68

tenaga literasi (Kemendikbud, 2016: 2). Melalui penelitian

ini, penulis berharap bahwa hasil penelitian menjadi bagian

kontribusi penelitian literasi sastra.

Berdasarkan hal di atas, maka peneliti mengambil

judul ‚Analisis Gangguan Kepribadian dan Kebutuhab

Neurotik Tokoh Nyonya Martopo dan Baitul Blal dalam

Naskah Drama Orang Kasar Karya Anton P. Ckekov

Saduran WS. Rendra‛. Adapun tujuan penelitian ini untuk:

mendeskripsikan kebutuahn neuretik Tokoh dalam Naskah

Drama Orang Kasar Karya Anton P. Ckekov; dan men-

deskripsikan kepribadian Neurotik Tokoh dalam Naskah

Drama Orang Kasar Karya Anton P. Ckekov.

Page 313: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 299

Horney pada mulanya pengikut Freud, yang

kemudian terpengaruh oleh Jung dan Adler. Akhirnya, ia

mengembangkan pendekatan kepribadian yang holistik;

manusia berada dalam satu totalitas pengalaman dan

fungsinya dan bagian-bagian kepribadian seperti fisiko-

kimia, emosi, kognisi, sosial, kultural, spiritual, hanya

dapat dipelajari dalam hubungannya satu dengan yang lain

sebagai kepribadian yang utuh (Alwisol 2009:133). .

Karen Horney, seorang psikolog, memiliki pan-

dangan bahwa kecemasan yang bersifat neurotik dapat

muncul diakibatkan oleh peran kultur pengalaman masa

kanak-kanak yang berat. Horney memiliki asumsi dasar

bahwa yang membentuk kepribadian seseorang tidak

hanya ditentukan oleh faktor genetis, tetapi juga

ditentukan oleh kondisi sosial dan kultural, terutama

pengalaman masa kanak-kanak yang sangat besar

pengaruhnya dalam membentuk kepribadian seseorang.

Masa kanak-kanak yang berat, yaitu bagi orang yang tidak

mendapatkan kebutuhan akan cinta dan kasih sayang yang

cukup selama masa kanak-kanak, akan mengembangkan

rasa permusuhan dasar (basic hostility) terhadap orang tua

mereka dan sebagai akibatnya, mengalami kecemasan

dasar (basic anxiety).

Horney mengatakan bahwa dalam mengatasi kon-

flik kecemasan dasar, terdapat tiga macam gaya hubungan

interpersonal, yaitu: (1) mendekati orang lain (moving

toward others), (2) melawan orang lain (moving againt

Page 314: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

300| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

others), dan (3) menjauhi orang lain (moving away from

others) (Alwisol, 2010:142-143). Psikoanalitik Karen Horney

mengembangkan salah satu teori paling terkenal dari

neoresis. Neuretik adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan berbagai kondisi yang melibatkan

ketidakmampuan beradabtasi dengan lingkungan sekitar-

nya.

Horney menawarkan cara pandang yang berbeda-

beda dalam melihat masalah neurosis. Ia menekankan ada-

nya hubungan yang jelas antara neurosis dan kehidupan

sehari-hari yang dijalani penderita neurosis (Syuropati

2012:107). Horney berpendapat bahwa sebenarnya neurosis

adalah cara yang digunakan manusia untuk menjalani

hubungan dengan manusia lainnya. Akan tetapi, hanya ada

sebagian orang yang mampu melakukannya dengan baik.

Orang yang mengidap neurosis justru cenderung membiar-

kan dirinya hidup dalam dunianya sendiri (Syuropati

2012:107-108).

Dalam P. P. D. G. J II gangguan neuretik adalah

gangguan mental yang tidak mempunyai dasar organik

yang dapat ditentukan. Pasien mempunyai tilikan (insight)

serta kemampuan daya nilai realitasnya tidak terganggu,

individu tersebut tidak mencampurbaurkan penghayatan

penderitaan dan fantasi subjeknya dengan realitas luar.

WFMH sebagai bagian WHO menyatakan bahwa ganggu-

an neuretik umumnya terjadi karena tekanan dari keluarga

atau masyarakat (Kurniawan dan Indahria, 2016:113).

Page 315: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 301

Freud (Wiyatmi, 2011: 12), mengemukakan bahwa neuretik

merupakan ketakutan akan mendapatkan hukuman untuk

ekspresi keinginan yang implusif.

Distimia (neurosis depresif) ditandai dengan

seorang lebih menjadi neurotik daripada menjadi sikotik. Ia

tidak mampu mengantisipasi baik secara biologis maupun

sosial untuk waktu yang lama. Jika kemampuan biologis-

nya tidak ada maka terjadi gejala-gejala biologis, misalnya:

tidak mau makan atau tidur, atau ia kehilangan berat

badanya, atau berat badanya bertambah, atau penapilan

seksualitasnya berkurang. Ia mempunyai gejala-gejala

sosial, misalnya ia tidak mau mengerjakan tugasnya, sedih,

penderitaa pikiran, dan gejala kuatir (Minirth dan Paul,

2001: 248).

Horney menemukan sepuluh kategori kebutuhan

neurotik yang belakangan akan berubah yang menggam-

barkan orang-orang neurotik dalam usahanya untuk

melawan kecemasan dasar. Sepuluh kategori kebutuhan

neurotik saling tumpah tindih satu sama lain, dan satu

orang dapat menerapkan lebih dari satu kebutuhan.

Masing-masing kebutuhan-kebutuhan neurotik berikut ini

berhubungan dengan orang lain dalam berbagai cara.

Adapun sepuluh kategori kebutuhan neurotik tersebut

antara lain: kebutuhan neurotik akan kasih sayang dan

penerimaan diri (the neurotic need for affection and approval),

kebutuhan neurotik akan rekan yang kuat (the neurotic need

for a powerful partner), kebutuhan neurotik untuk membatasi

Page 316: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

302| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

hidupnya dalam lingkup yang sempit (the neuorotic need to

restrict one’s life within narrow borders), kebutuhan neurotik

akan kekuasaan (the neurotic need for power). kebutuhan

neurotik untuk memanfaatkan orang lain (the neurotic need

to exploit others), kebutuhan neurotik akan penghargaan

sosial atau gengsi (the neurotic need for social recognition or

prestige), kebutuhan neurotik akan kekaguman pribadi (the

neurotic need for personal admiration), kebutuhan neurotik

akan ambisi dan pencapaian pribadi (the neurotic need for

ambition and personal achievement), kebutuhan neurotik akan

kemandirian dan kebebasan (the neurotic need for self-

suffciency and independence), dan kebutuhan neurotik akan

kesempurnaan dan ketidakmungkinan untuk salah (the

neurotic need for perfection and unassailability) (Feist dan Feist

2009:201-202).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif

kualitatif dengan menggunakan data kepustakaan dan

analisis objek. Data kepustakaan yang dimaksud dalam

penelitiaan ini adalah memanfaatkan sumber tertulis

seperti buku, laporan penelitian, artikel, jurnal, dan laporan

penelitian lainya. Kajian penelitian untuk menganalisis

objek dalam penelitian ini adalah teori psiko sosial Keren

Horney. Adapun teknik pengumpulan data yang diguna-

kan, yaitu: (1) memilih naskah drana yang akan diteliti,

yaitu Orang Kasar karya Anton Chekov saduan WS Rendra,

(2) membaca naskah, (3) memahami konsep kepribadian

Page 317: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 303

dan kebutuhan neurotik, (4) memahami pokok-pokoh

kepribadian neurotik seperti : Ia tidak mamu mengantisipa-

si baik secara biologis maupun sosial untuk waktu yang

lama. Jika kemampuan biologisnya tidak ada maka terjadi

gejala-gejala biologis, misalnya: tidak mau makan atau

tidur, atau ia kehilangan berat badanya, atau berat badanya

bertambah, atau penapilan seksualitasnya berkurang. Ia

mempunyai gejala-gejala sosial, misalnya ia tidak mau

mengerjakan tugasnya, sedih, penderitaa pikiran, dan

gejala kuatir, dan (5) memahami pokok-pokoh kebutuhan

neurotik seperti: kebutuhan neurotik akan kasih sayang

dan penerimaan diri (the neurotic need for affection and

approval), kebutuhan neurotik akan rekan yang kuat (the

neurotic need for a powerful partner), kebutuhan neurotik

untuk membatasi hidupnya dalam lingkup yang sempit

(the neuorotic need to restrict one’s life within narrow borders),

kebutuhan neurotik akan kekuasaan (the neurotic need for

power). kebutuhan neurotik untuk memanfaatkan orang

lain (the neurotic need to exploit others), kebutuhan neurotik

akan penghargaan sosial atau gengsi (the neurotic need for

social recognition or prestige), kebutuhan neurotik akan

kekaguman pribadi (the neurotic need for personal admiration),

kebutuhan neurotik akan ambisi dan pencapaian pribadi

(the neurotic need for ambition and personal achievement),

kebutuhan neurotik akan kemandirian dan kebebasan (the

neurotic need for self-suffciency and independence), dan

kebutuhan neurotik akan kesempurnaan dan ketidak-

mungkinan untuk salah (the neurotic need for perfection and

Page 318: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

304| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

unassailability). Selanjutnya, teknik analisis data yang

digunakan adalah teknik analisis isi dan teknik penyajian

datanya adalah teknik informal.

GANGGUAN KEPRIBADIAN NEUROTIK TOKOH

DALAM NASKAH DRAMA ORANG KASAR KARYA

ANTON P. CHEKOV SADURAN WS. RENDRA

Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa

dalam cerita fiksi sehingga cerita tersebut mampu menjalin

suatu cerita baik dalam drama atau karya naratif lainya.

Tokoh tersebut, ditafsirkan oleh pembaca memiliki kualitas

moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresi-

kan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam

tindakan. Kepribadian tersebut memiliki beberapa macam

wujudnya, salah satunya kepribadian neurotik. Orang

sering digambarkan memiliki kepribadian neurotik jika

mereka memiliki gejala neurotik.

Tokoh dalam naskah drama Orang Kasar Karya

Anton Chekov Saduran WS. Rendra terdiri dari enam

tokoh, yaitu Nyonya Martopo, Baitul Bilal, Mandor Darmo,

dan tiga orang pekerja. Masing-masing tokoh memiliki

kepribadian yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini yang

akan dikaji kepribadian neurotiknya adalah tokoh Nyonya

Martopo dan Baitul Bilal, sebab kedua tokoh tersebut

memiliki konflik dan peseturuan yang sangat rumit. Selain

itu, kedua tokoh ini adalah tokoh sentral dalam naskah

drama Orang Kasar Karya Anton Chekov saduran WS.

Rendra.

Page 319: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 305

GANGGUAN KEPRIBADIAN NEUROTIK TOKOH

NYONYA MARTOPO

Gangguan kepribadian neurotik tokoh Nyonya

Martopo terjadi karena ia merasa terpukul kehilangan

suaminya yang meninggal. Gejala kepribadian neurotik

tersebut nampak dengan wujud gejala sosial dan biologis,

antara lain: sedih berlarut-larut, tidak mau ke luar rumah,

tidak mau menerima tamu dan bertetangga,

Gangguan kepribadian neurotik yang pertama

adalah sedih yang berlarut-larut. Meninggalnya suami

Nyonya Martopo membuatnya sedih berlarut-larut, yaitu

meratapi terus kesedihanya dan berpakaian serba hitam.

Hal tersebut nampak pada kutipan di bawah ini.

DARMO

‚Ini lagi ! Ini lagi ! Ngeri saya mendengarkannya,

sungguh! Tuan Martopo telah mati, itu kehendak

Allah, dan Allah telah memberikannya kedamaian

yang abadi. Itulah yang nyonya ratapi dan sudah

sepantasnya nyonya menyudahinya. Sekarang ini-

lah waktunya untuk berhenti dari semua itu. Orang

toh tak bisa terus menerus melelehkan air mata dan

memakai baju hitam yang muram itu! Istri sayapun

telah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu.

Saya berduka cita untuknya, sebulan penuh saya

melelehkan air mata, sudah itu selesai sudah.Harus-

kah orang berkabung selama-lamanya? Itu sudah

Page 320: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

306| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

lebih dari yang sepantasnya untuk suami nyonya!‛.

(5)

Nyonya Martopo yang sangat mencintai suaminya,

dengan tidak mudah melupakan kepergianya. Ia sedih

berlarut-larut, bahkan sesuatu barang, peristiwa, dan

kejadian yang berhubungan dengan suami Nyonya Mar-

topo membuatnya sedih dan kembali meratapi kepergian

suami Nyonya Martopo. Hal tersebut nampak pada

kutipan di bawah ini.

DARMO

‚Apakah faedahnya kata-kata semacam itu, bila

lebih patut nyonya berjalan di kebun atau memerin-

tahkan orang memasang kuda kesayangan kita si

Tobby dan si Hero di depan kereta, dan kemudian

pergi pesiar ataupun mengunjungi para tetangga?‛

(9)

NYONYA (menangis)(11)

DARMO (setelah keheranan sejenak)

‚Nyonyaku, nyonyaku, ada apa? Nyonya Martopo,

demi Tuhan ada apa?‛

NYONYA

‚Suami sangat mencintai kuda itu, si Tobby itu. Ia

selalu tahu mengendarainya apabila meninjau

kebun-kebun. Bahkan ia pernah pula membawanya

mendaki gunung Bromo. Ia sangat gagah kalau naik

kuda. Alangkah gayanya apabila ia menarik kekang

Page 321: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 307

kuda dengan tangan-tangannya yang perkasa itu.

Tobby, Tobby, berilah ia rumput dua kali lipat hari

ini‛. (12)

Kesedihan lain, yang nampak pada Nyonya

Martopo diperlihatkan olehnya dengan menatapi wajah

suaminya melalui fotonya sambil bermonolog. Ia mengata-

kan bahwa ia telah mengampuni suaminya, meski ia sudah

berselingkuh, bertengkar, dan meninggalkanya berminggu-

minggu. Hal tersebut nampak pada kutipan di bawah ini.

NYONYA (menatap gambar suaminya)

‚Engkau akan melihat, Martopo, betapa aku dapat

mencintai dan mengampunimu. Cintaku bisa mati

hanya bila akupun telah mati. (ia tersenyum meleh-

kan air mata) Dan tidakkah engkau baik dan setia,

aku telah memalu? Aku adalah istri yang meng-

urung dirku sendiri dan saya akan tetap tinggal

setia sampai mati, dank au, kau, kau tak punya

malu, monyet yang tercinta. Kau selalu mengajak

bertengkar dan meninggalkan aku berminggu-

minggu lamanya‛. (17)

Gangguan kepribadian neurotik yang kedua adalah

tidak mau ke luar rumah. Semenjak meninggalnya suami

Nyonya Martopo, Ia enggan ke luar rumah. Menurut

Darmo, tangan kanan Nyonya Martopo, Nyoanya Martopo

sudah tidak ke luar rumah tidak kuarang satu tahun. Hal

tersebut nampak pada kutipan di bawah ini.

Page 322: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

308| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

DARMO

‚Lagi-lagi saya jumpai nyonya dalam keadaan

seperti ini. Hal ini tidak bisa dibenarkan, nyonya

Martopo. Nyonya menyiksa diri! Koki dan babu

bergurau di kebun sambil memetik tomat, semua

yang bernafas sedang menikmati hidup ini, bahkan

kucing kitapun tahu bagaimana berjenakanya dan

berbahagia, berlari-lari kian kemari di halaman,

berguling-guling di rerumputan dan menangkapi

kupu-kupu, tetapi nyonya memenjarakan diri nyo-

nya sendiri di dalam rumah seakan-akan seorang

suster di biara. Ya, sebenarnyalah bila dihitung

secara tepat, nyonya tak pernah meninggalkan

rumah ini selama tidak kurang dari satu tahun‛. (3)

Dari kutipan di atas, diketahui bahwa Nyonya

Martopo tidak pernah ke luar rumah selama tidak kurang

satu tahun. Nyonya Martopo hanya merenung dan

meratapi kesedihan atas kematian suaminya yang sudah

satu tujuh bulan lamanya.

Menurut Nyonya Martopo sendiri, ia enggan ke

luar rumah. Ia enggan ke luar rumah, sebab sudah tidak

ada lagi yang perlu dilakukanya. Nyonya Martopo yang

ditinggal suaminya yang sudah terkubur di liang lahat

mengangap dirinya juga mati terkubur dalam empat

dinding di rumahnya. Hal tersebut nampak pada kutipan

di bawah ini.

Page 323: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 309

NYONYA

‚Dan saya tak akan pergi ke luar! Kenapa saya

harus pergi keluar? Riwayat saya sudah tamat.

Suamiku terbaring di kuburnya, dan sayapun telah

mengubur diri saya sendiri di dalam empat dinding

ini. Kami berdua telah sama-sama mati‛. (4)

Berdasarkan kutipan di atas, diketahui bahwa Nyo-

nya Martopo benar-benar menepi dari kehidupan luar. Ia

terlalu sedih meratapi kesedihanya setelah meninggalnya

suami Nyonya Martopo. Kematian suami Nyonya Martopo

sebenarnya sudah lama sekali, tetapi Nyonya Martopo

berduka berlarut-larut.

Gangguan kepribadian neorotik yang ketiga adalah

tidak mau menerima tamu dan bertetangga. Nyonya

Martopo yang enggan lagi ke luar rumah, telah menjauh-

kanya dengan kehidupan sosialnya. Selain tidak mau ke

luar rumah, Nyonya Martopo tidak mau menerima tamu

dan bertetangga.

Nyonya Martopo tidak mau menerima tamu

dengan tidak menjamunya saat pergi ke kediaman rumah-

nya. Hal tersebut nampak, pada dialog Darmo di bawah

ini.

‚(ia mengeluh) Nyonya telah melupakan semua

tetangga nyonya. Nyonya tidak pergi keluar dan

tidak menjamu seorangpun juga. Kita hidup, maaf-

Page 324: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

310| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

kanlah, seperti laba-laba, dan kita tak pernah

menikmati cahaya matahari yang gemilang‛ (6)

BEL DIBUNYIKAN ORANG DENGAN KERAS

NYONYA (gugup)

Siapa itu? Saya tak mau terima tamu!

GANGGUAN KEPRIBADIAN NEUROTIK TOKOH

BAITUL BILAL

Gangguan kepribadian neurotik tokoh Baitul Bilal

terjadi karena ia mempunyai hutang di bank yang harus ia

bayar besok pagi. Adapun gangguan kepribadian neurotik

yang dialami Baitul Bilal antara lain: depresi, menyalahkan

orang lain, dan gelisah.

Gangguan kepribadian neurotik yang pertama

adalah depresi. Tokoh Baitul Bilal merasa depresi karena ia

tidak bisa membayar hutang. Ia berusaha keras untuk

membayar hutang dengan menagihi hutang orang lain

kepadanya, tetapi tidak satupun yang mau mengembalikan

hutang tersebut kepadanya. Hal ini, nampak pada kutipan

di bawah ini.

BILAL

‚Almarhum suami nyonya, denga siapa saya

merasa beruntung bisa bersahabat, meninggalkan

kepada saya dua buah bon yang jumlahnya

duabelas ribu rupiah. Berhubung saya harus mem-

bayar bunga untuk sebuah hutang di Bank Rakyat

Page 325: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 311

besok pagi, maka saya akan memohon kepada

nyonya, hendaknya nyonya suka membayar hutang

tersebut, hari ini‛. (19)

BILAL

‚Terima kasih (mengangkat bahu) Dan mereka

mengharapkan saya untuk menahan diri. Penagih

Pajak di jalan tadi bertanya kepada saya, kenapa

saya selalu kuatir? Saya membutuhkan uang, saya

merasa leher saya terjerat. Sejak kemarin pagi saya

meninggalkan rumah saya di waktu hari masih

subuh dan menagih hutang kesana kemari. Seandai-

nya ada saja yang membayar hutangnya kan

lumayan juga! Tapi tidak! Saya telah berusaha

keras. Setanpun menyaksikan bagaimana aku

terpaksa menginap di penginapan terkutuk itu. Di

dalam kamar yang sempit dengan balai-balai penuh

kepiding! Dan akhirnya sekarang saya mengharap

untuk menerima uang sekedarnya dan nyonya

Cuma bilang ‚tidak bernafsu‛. Kenapa saya tidak

boleh khawatir begini halnya?‛

Berdasarkan kutipan di atas, dapat dijelaskan

perilaku depresi yang dialami oleh Baitul Bilal. Depresi

yang dialami olehnya, berawal dari hutang yang dialami-

nya. Ia mempunyai hutang berupa bunga pada sebuah

Bank Rakyat, tetapi ia tidak bisa membayarnya. Oleh

karena itu, ia pergi ke Nyonya Martopo untuk bisa

mengembalikan hutang suaminya, sebab Baitul Bilal sudah

Page 326: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

312| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

menagihi hutang yang dia berikan kepada orang lain.

Namun, tidak satu orangpun mau mengembalikan kepada-

nya, padahal hutang bunga tersebut harus ia kembalikan

besok pagi.

Gangguan kepribadian neurotik yang kedua adalah

menyalahkan orang lain. Nyonya Martopo yang enggan

memberikan uang bayaran hutang kepada Baitul Bilal,

disebabkan karena bendaharanya sedang pergi. Hal ter-

sebut, membuat Baitul Bilal murka, ia tidak bisa membayar

hutanya lalu menyalahkan orang lain, yaitu Tuan Martopo

dan bendahara keluarga. Hal tersebut nampak pada

kutipan di bawah ini.

BILAL

‚Apa bisa kukatakan sekarang? Tidak bernafsu.

Tepat tujuh bulan setelah suaminya mati! Saya

harus membayar bunga bukan? Suaminya mati

begitu saja, bendaharanya pergi entak kemana

semoga ditelan syetan dia! Sekarang, terangkanlah,

apa yang harus saya lakukan? Apakah saya harus

lari dari penagih dari Bank itu dengan helicopter.

Ataukah saya harus membenturkan kepala saya ke

tembok batu? Ketika saya datang ke Sudargo itu

untuk menagih hutangnya, ia pakai taktik ‚tak ada

di rumah‛ dan Irwan itu terang-terangan saja lari

sembunyi, saya telah pula bertengkar dengan si

KArto dan hampir-hampir saya lempar ia keluar

jendela, Marno pura-pura sakit, dan wanita ini, ‚tak

Page 327: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 313

bernafsu‛ katanya! Tak seorangpun diantara

mereka mau membayar hutang mereka! Dan

semuanya ini sebab saya terlalu memanjakan

mereka, saya terlalu ramah dan terlalu sopan

santun. Saya terlalu lembut hati terhadap mereka!

Tapi tunggulah! Saya tak akan membiarkan

seseorangpun memperdayakan saya, syetan akan

menghajar mereka! Saya akan tinggal di sini dan tak

akan beranjak sebelum ia membayar utangnya! Brrr!

Betapa marah saya! Betapa heibat marah saya!

Segenap urat saya gemetar, karena marah dan saya

hampir-hampir tak bisa bernafas! Oh, sampai-

sampai saya hampir sakit. Syeitan! (Memanggil)

Mandor! Pak Mandor!‛. (40)

Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa

Baitul Bilal telah menyalahkan orang lain atas apa yang

dialaminya. Baitul Bilal yang tidak bisa membayar hutang

bunga terhadap Bank Rakyat telah membuat dirinya

depresi tingkat tinggi. Oleh karena itu, Baitul Bilal menjadi

marah terhadap orang-orang di sekitarnya. Selain itu,

kondisi tersebut membuat dirinya menyalahkan orang lain.

Kematian Tuan Martopo yang sejatinya adalah takdir

disalahkan oleh Baitul Bilal karena meninggal mendadak

sehingga ia tidak membayar hutang. Begitu pula, kepergian

bendahara yang mempunyai kepentingan disalahkan pula

oleh Baitul Bilal sehingga dia tidak bisa membayar hutang.

Page 328: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

314| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Gangguan neorotik yang ketiga adalah gelisah.

Gelisah yang dialami oleh Baitul Bilal terjadi karena ia

tidak mampu membayar hutangnya kepada Bank Rakyat.

Kegelisahan-kegelisahan itu ditandai dengan dialog yang ia

katakan. Kegelisahan pertama yang pertama, yaitu Baitul

Bilal merasa gelisah dengan hutanya karena ia takut

perkebunanya akan disita. Hal tersebut nampak pada

kutipan di bawah ini.

BILAL

Dan saya sangat bernafsu untuk bunuh diri bila

saya tak bisa membayar bunga hutang saya besok

pagi. Mereka akan menyita perkebunan saya. (24)

Berdasarkan kutipan di atas, nampak jelas kegelisan

yang dialami Baitul Bilal. Baitul Bilal merasa sangat gelisah

karena ia takut perkebunanya akan disita oleh pihak Bank.

Oleh karena itu, ia tidak berani pulang ke rumah dan tidur

di penginapan.

BILAL

‚Terima kasih (mengangkat bahu) Dan mereka

mengharapkan saya untuk menahan diri. Penagih

Pajak di jalan tadi bertanya kepada saya, kenapa

saya selalu kuatir? Saya membutuhkan uang, saya

merasa leher saya terjerat. Sejak kemarin pagi saya

meninggalkan rumah saya di waktu hari masih

subuh dan menagih hutang kesana kemari. Seandai-

nya ada saja yang membayar hutangnya kan

Page 329: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 315

lumayan juga! Tapi tidak! Saya telah berusaha

keras. Setanpun menyaksikan bagaimana aku

terpaksa menginap di penginapan terkutuk itu. Di

dalam kamar yang sempit dengan balai-balai penuh

kepiding! Dan akhirnya sekarang saya mengharap

untuk menerima uang sekedarnya dan nyonya

Cuma bilang ‚tidak bernafsu‛. Kenapa saya tidak

boleh khawatir begini halnya?‛. (36)

Pada kutipan di atas, menunjukkan kegelisahan

yang dialami Baitul Bilal. Ia gelisah karena sangat mem-

butuhkan uang untuk membayar hutang, tetapi tidak

satupun tagihan hutan ia terima untuk membayar hutang

bunganya kepada Bank Rakyat. Ia tidak berani pulang dan

menginap di penginapan. Ia merasa tercekik dan sangat

khawatir.

KEBUTUHAN NEUROTIK TOKOH NYONYA

MARTOPO DAN BAITUL BILAL DALAM NASKAH

DRAMA ORANG KASAR KARYA ANTON CHEKOV

Setiap manusia mempunyai kebutuhan. Kebutuhan

adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk

mempertahankan hidup serta untuk memperoleh kesejah-

teraan dan kenyamanan. Dalam istilah kebutuhan adapula

istilah kebutuhan neoretik. Kebutuhan neurotik merupakan

kebutuhan yang timbul sebagai akibat dari usaha manusia

menemukan pemecahanya dalam hubungannya dengan

sesama manusia. Kebutuhan neurotik berdasarkan teori

Page 330: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

316| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Horney terdapat 10 asas. Tokoh dalam drama ini memiliki

kebutuhan yang berbeda-beda, hal ini nampak pada uraian

berikut.

KEBUTUHAN NEUROTIK TOKOH NYONYA

MARTOPO

Kebutuhan neorotik tokoh Nyonya Martopo di-

dasarkan atas kesendirian, kesepian yang dialami olehnya

semenjak suaminya meninggal. Kebutuhan neortik tokoh

Nyonya Martopo antara lain: kebutuhan akan kasih sayang

dan kebutuhan neurotik untuk membatasi hidupnya dalam

lingkup yang sempit.

Kebutuhan neurotik yang pertama adalah

kebutuhan kasaih sayang. Nyonya Martopo adalah

seorang janda muda. Ia gundik dari seorang pemilik tanah.

Kematian suaminya, membuat Nyonya Martopo merasa

sedih dan sangat kehilangan. Hal tersebut menunjukkan,

bahwa Nyonya Martopo masih membutuhkan kasih

sayang dan cinta dari suaminya sehingga ia selalu ber-

upaya untuk terus berduka. Upaya tersebut, ia lakukan

demi membuktikan bahwa ia masih mencintai suaminya

meskipun sudah meninggal. Hal tersebut nampak pada

kutipan di bawah.

NYONYA

‚Dan saya tak akan pergi ke luar! Kenapa saya

harus pergi keluar? Riwayat saya sudah tamat.

Suamiku terbaring di kuburnya, dan sayapun telah

Page 331: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 317

mengubur diri saya sendiri di dalam empat dinding

ini. Kami berdua telah sama-sama mati‛. (4)

NYONYA (Tegas)

‚Saya minta, jangan bicara seperti itu lagi. Pak

Darmo telah tahu, bahwa sejak kematian mas

Martopo, hidup ini tak ada harganya lagi bagi saya.

Bapak kira aku ini hidup? Itu hanya nampaknya

saja, mengertikah Pak Darmo? Oh, saya harap

arwahnya yang telah pergi itu melihat bagaimana

aku mencintainya. Saya tahu, ini bukan rahasia pula

bagimu, suamiku sering tidak adil terhadap saya,

kejam, dan ia tidak setia, tetapi saya akan setia,

kepada bangkainya dan membuktikan kepadanya

betapa saya bisa mencinta. Di sana, di akhirat ia

akan menyaksikan bahwa saya masih tetap sebagai

dulu‛.(8)

Berdasarkan kutipan di atas, menunjukkan sikap

dari Nyonya Martopo yang enggan ke luar rumah untuk

bertetangga. Ia tidak mau bertetangga dan ke luar rumah

karena ia ingin menunjuukan kepada arwah suaminya

bahwa ia masih setia. Padahal, apa yang telah dilakukan

berbanding terbalik dengan sikap suaminya yang tidak

setia dan berkali-kali selingkuh. Namun, Nyonya Martopo

tetap mencintainya seperti dahulu meskipun suaminya

sudah meninggal. Sikap Nyonya Martopo yang sering

menyendiri dan meratapi kepergian Tuan Martopo se-

benarnya karena kebutuhan psikisnya. Ia membutuhkan

Page 332: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

318| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

kasih sayang seorang suami yang sangat ia cintai, tetapi

suaminya sudah tiada dan tidak bisa memberi cinta seperti

dahulu. Dengan demikian, Nyonya Martopo untuk me-

menuhi hasrat cintanya dengan cara berduka meratapi

kepergian suaminya. Hal tersebut, nampak pada kutipan di

bawah ini.

NYONYA

....

‚Lelaki yang terbaik ini mengkhianati saya pada

segala macam kesempatan…. Setelah ia meninggal

dunia, saya temukan laci mejanya penuh dengan

surat-surat cinta. Ketika ia masih hidup ia suka

meninggalkan saya berbulan-bulan lamanya, me-

mikirkannya saja sudah ngeri. Ia bercinta-cintaan

dengan wanita lain dihadapan saya, ia

memboroskan uang saya, dan memperolok-olokkan

perasaan saya, tetapitoh saya masih tetap jujur dan

setia kepadanya. Dan lebih daripada itu, ia sudah

mati dan saya masih tetap setia kepadanya. Saya

kuburkan diri saya di dalam empat tembok ini dan

saya akan tetap memakai baju hitam ini sampai

keliang kubur saya‛. (69)

Berdasarkan kutipan di atas, dapat diketahui bahwa

sosok suami Nyonya Martopo adalah seorang yang sering

melakukan perselingkuhan, tetapi Nyonya Martopo tetap

mencintainya. Ia sangat mencintainya bahkan sampai

Page 333: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 319

suaminya meninggal dunia. Ketika suaminya meninggal,

Nyonya Martopo yang sudah tidak mampu lagi mencintai-

nya dengan wujud perbuatan langsung terhadap suami-

nya. Dengan demikian, Nyonya Martopo mewujudkanya

dengan terus berduka. Ia berduka dengan terus menyen-

diri, meratapi, dan enggan bertemu dengan tamu. Begitu-

pula ketika Baitul Bilal bertamu di rumahnya, Nyonya

Martopo enggan menemui Baitul Bilal. Kedatangan Baitul

Bilal sebenarnya mempunyai tujuan untuk menagih hutang

suami Nyonya Martopo, namun Nyonya Martopo tidak

sanggup membayar hutang suaminya. Hal tersebut

menimbulkan konflik antara Baitul Bilal dengan Nyonya

Martopo. Akan tetapi, lambat laun Nyonya Martopo dan

Baitul Bilal saling Jatuh Cinta.

NYONYA

Ya, pergilah (Menangis) Kenapa pergi? Tunggu!

Tidak, pergi! Oh alangkah marahnya saya ini!

Jangan mendekat…, oh…, kemarilah…, jangan!...

jangan dekat-dekat.

(144)

BILAL (Menghampiri)

Saya marah kepada diri saya sendiri. Jatuh cinta

seperti anak sekolah, berlutut dan menghiba-hiba.

Saya merasa demam. (Tegas) Saya cinta kepadamu.

Ini sehat.

Page 334: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

320| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Apa yang saya butuhkan, ialah jatuh cinta. Besok

pagi saya harus membayar bunga ke bank, panen

kopi sudah tiba, dan kemudian muncullah nyonya!

(Mencium tangan nyonya martopo) Tak akan saya

maafkan diri saya ini.

(145)

NYONYA

Pergilah! Ngan cium di tangan saya! O, saya benci…

saya benci… saya…

(Tangannya yang satunya membelai kepala bilal)

(146)

Berdasarkan kutipan di atas, dapat dijelaskan

bahwa Nyonya Martopo yang mengusir Baitul Bilal

sebenarnya tidak setengah hati mengusirnya. Ia menyuruh

Baitul Bilal pergi, tetapi ia menyuruhnya pula untuk

mendatang kepadanya. Baitul Bilal sendiri mengakui

kepada Nyonya Martopo bahwa dia jatuh cinta pada

Nyonya Martopo.

Kebutuhan neurotik yang kedua adalah mem-

batasi hidupnya dalam lingkup yang sempit. Nyonya

Martopo semenjak meninggalnya Tuan Martopo, ia enggan

bertetangga dengan tetangganya serta ke luar rumah. Hal

tersebut, dikarenakan Nyonya Martpo membutuhkan

lingkup sempit tanpa ada gangguan orang lain. Dalam

lingkup sempit tersebut, Nyonya Martopo melakukannya

Page 335: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 321

untuk berduka atas meninggalnya suaminya. Dengan

menyendiri, Ia menunjukkan kepada arwah suaminya

bahwa ia masih mencintainya. Hal ini nampak pada

kutipan di bawah ini.

DARMO

‚Lagi-lagi saya jumpai nyonya dalam keadaan

seperti ini. Hal ini tidak bisa dibenarkan, nyonya

Martopo. Nyonya menyiksa diri! Koki dan babu

bergurau di kebun sambil memetik tomat, semua

yang bernafas sedang menikmati hidup ini, bahkan

kucing kitapun tahu bagaimana berjenakanya dan

berbahagia, berlari-lari kian kemari di halaman,

berguling-guling di rerumputan dan menangkapi

kupu-kupu, tetapi nyonya memenjarakan diri

nyonya sendiri di dalam rumah seakan-akan

seorang suster di biara.

Ya, sebenarnyalah bila dihitung secara tepat, nyo-

nya tak pernah meninggalkan rumah ini selama

tidak kurang dari satu tahun‛. (3)

NYONYA

‚Dan saya tak akan pergi ke luar! Kenapa saya

harus pergi keluar? Riwayat saya sudah tamat.

Suamiku terbaring di kuburnya, dan sayapun telah

mengubur diri saya sendiri di dalam empat dinding

ini. Kami berdua telah sama-sama mati‛.(4)

Page 336: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

322| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Berdasarkan kutipan di atas, menunjukkan adanya

ketidakmauan Nyonya Martopo ke luar rumah. Ia memilih

membatasi lingkupnya sendiri. Ia lebih memilih terus saja

berduka di rumahnya dan mengubur di rumah bersama

empat dinding rumahnya.

Nyonya Martopo demi memenuhi keinginanya

untuk membatasi lingkupnya, dia enggan menerima tamu.

Termasuk ketika Baitul Bilal datang ke rumah untuk

menagih hutan. Namun, ia enggan sama sekali menemu-

nya. Hal tersebut, nampak pada kutipan di bawah ini.

DARMO

‚Oh, nyonya, ada orang ingin bertemu dengan

nyonya, mendesak untuk bertemu dengan nyonya‛.

(19)

NYONYA

‚Sudah bapak katakan bahwa sejak kematian suami

saya, saya tak mau menerima seorang tamupun?‛

(20)

DARMO

‚Sudah, tetapi ia tidak mau mendengarkannya,

katanya urusannya sangat penting‛. (21)

NYONYA

‚Sudah bapak katakana tak menerima tamu!?‛.(22)

Page 337: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 323

DARMO

‚Saya sudah berkata begitu, tetapi ia orang yang

ganas, ia mencaci maki dan nekad saja masuk ke

dalam kamar, ia sekarang sudah menerobos ke

kamar makan‛.(23)

Berdasarkan kutipan di atas, menunjukkan sikap

yang dilakukan Nyonya Martopo dalam membatasi

lingkungan. Ia tidak mau menerima tamu siapapun, meski-

pun kedatanganya bertujuan untuk menagih hutang suami-

nya. Semenjak kematian suaminya, Nyonya Martopo tidak

mau menerima tamu siapapun.

KEBUTUHAN NEUROTIK TOKOH BAITUL BILAL

Kebutuhan Neorotik yang dimiliki Baitul Bilal

disebabkan oleh hutang bunga bank yang sudah harus

dibayarnya, sementara batas waktu pembayaran sudah

habis. Kebutuhan neorotik yang dimiliki oleh Baitul Bilal

antara lain kebutuhan akan kasih sayang

Kebutuhan Neorotik tokoh Baitul Bilal adalah

kebutuhan kasih sayang. Baitul Bilal yang mengalami

kerumitan hidup membuat sikapnya menjadi keras dan

kasar kepada siapapun. Ia seolah-olah tidak bisa berbuat

ramah kepada wanita sekalipun. Namun, sebenarnya ia

juga pernah mengalami jatuh cinta. Hal tersebut nampak

pada kutipan di bawah ini.

‚Sama sekali tak lucu, biadab! Saya tak tahu

bagaimana bersikap terhadap orang-orang wanita.

Page 338: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

324| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Nyonya yang terhormat, sepanjang umur saya ini,

saya telah melihat wanita lebih banyak daripada

nyonya melihat burung gereja. Sudah tiga kali saya

berkelahi karena urusan wanita, dua belas wanita

telah saya tinggalkan dan sembilan wanita telah

meninggalkan saya. Memang pernah pada saya

bertingkah bagaikan bahasa yang bermadu, mem-

bungkuk-bungkuk, dan kemalu-maluan. Saya

pernah mencinta, menderita, mengeluh kepada

bulan, melelh disiksa oleh cinta. Saya pernah

mencinta dengan dahsyat, mencinta sampai gila,

mencinta dalam semua tangga nada, berkicau

sebagai burung ketilang tentang emansipasi,

mengorbankan separo dari harta bendaku dalam

pengaruh nafsu yang lembut, tetapi sekarang, demi

syeitan, itu semua telah cukup‛.(65)

Berdasarkan kutipan di atas, menunjukan bahwa

Baitul Bilal pernah jatuh cinta kepada seorang perempuan.

Bahkan ia rela mengorbankan harta bendanya untuk

perempuan tersebut. Ia juga pernah berrtaurung demi

seorang perempuan. Ia pernah berurusan dengan perem-

puan berkali-kali. Perenpuan tersebut ada yang ia tinggal-

kan, tetapi ada pula yang meninggalkanya. Namun, ia tak

mau lagi jatuh cinta kepada perempuan. Ia sudah pernah

patah hati karena urusan cinta.

Page 339: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 325

Akan tetapi, pertemuannya dengan Nyonya Mar-

topo menanamkan kembali benih-benih cinta yang hilang.

Hal ini nempak pada kutipan di bawah ini.

BILAL

‚Ya, saya takut‛. (129)

NYONYA

‚Bohong! Kenapa tak mau bertempur?‛. (130)

BILAL

‚Sebab…, sebab…, sebab…, saya suka kepada

nyonya‛. (131)

NYONYA (Tertawa marah)

‚Tuan suka saya! Begitu berani ya bilang kalau suka

saya! (Menunjuk) Pergi!!‛. (132)

BILAL (Meletakkan senapan pelan-pelan di atas

meja, mengambil topinya dan pergi ke pintu. di

pintu ia berhenti sebentar dan menatap nyonya

martopo, lalu ia menghampirinya agak bimbang)

‚Dengarlah! Apa nyonya masih marah? Saya begitu

gila seperti syeitan, tetapi saya harap nyonya bisa

mengerti, ah, bagaimana saya akan menyatakan-

nya? Soalnya adalah begini…, soalnya ialah…,

(Meninggikan suara) Lihatlah apakah salah saya

bahwa nyonya berhutang kepada saya? Saya tak

bisa disalahkan bukan? Saya suka kepada nyonya!

Mengertikah? Saya… saya hampir jatuh cinta‛. (133)

Page 340: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

326| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Berdasarkan kutipan di atas, menunjukkan bahwa

Bilal mulai menyukai Nyonya Martopo. Ia tidak mau

melukai Nyonya Martop dengan senapanya. Ketidak-

sanggupan melakui Nyonya Martopo, karena Bilal mulai

jatuh cinta pada Nyonya Martopo.

SIMPULAN

Penelitian ini terdapat empat simpulan, yaitu

pertama gangguan kepribadian neorotik tokoh Nyonya

Martopo, kedua gangguan kepribadian neorotik tokoh

Baitul Bilal, ketiga kebutuhan neorotik tokoh Nyonya

Martopo, dan kebutuhan neorotik tokoh Baitul Bilal.

Pertama, gangguan neorotik yang dialami tokoh Nyonya

Martopo antara lain: sedih berlarut-larut, tidak mau ke luar

rumah, tidak mau menerima tamu dan bertetangga. Kedua,

gangguan kepribadian neurotik yang dialami Baitul Bilal

antara lain: depresi, menyalahkan orang lain, dan gelisah.

Ketiga, kebutuhan neorotik tokoh Nyonya Martopo antara

lain: kebutuhan akan kasih sayang dan kebutuhan neurotik

untuk membatasi hidupnya dalam lingkup yang sempit.

Keempat, kebutuhan neorotik tokoh Baitul Bilal adalah

kebutuhan kasih sayang.

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Alwisol. 2010. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press

Page 341: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 327

Kemendikbud. 2016. ProgramUnggulan dan Prioritas Badan

Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Jakarta :

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kurniawan, Yudi dan Indahria Sulistyarini. 2016. ‚

Komunitas SEHATI (Sehat Jiwa dan Hati) sebagai

Intervensi Kesehatan Mental Berbasis Masyarakat‛.

Insan Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental, 1 (2),

112-124.

Minirth, Frank B dan Paul D, Meier. 2001. Kebahagiiaan

Sebuah Pilihan. Ditejemahkan oleh S. Simamora.

Jakarta: BT BPK Gunung Mulia.

Perwito, Naniek dan Setiadji. 2011. ‚Multidispilin Ilmu

dalam Komunikasi‛. Comunique, 6 (2), 137-154

Setyorini, Nurul. 2014. ‛Aspek-aspek Stilistika Novel Lalita

karya Ayu Utami‛. Prosiding Seminar Pembelajaran

Bahasa untuk Meningkatkan Kualitas Manusia yang

Berkarakter dalam Era Modial. Klaten, 29 November

2014.

Syuropati, Mohammad A. 2012. 7 Teori Sastra Kontemporer

dan 17 Tokohnya.Yogyakarta: IN Azna Books

Tarsinih, Eny. 2015. ‚Analisis Naskah Dilarang Menyanyi

di Kamar Mandi dan Penggunaanya untuk

Menyusun Model Menulis Naskah Drama di

Universitas Wilalodra‛. Wacana Didakita, III (15),

58-76.

Ungkang, Marcelus. 2015. ‚Interdisipliner, Multidisiplin,

dan Problemnya dalam Pengajaran Sastra‛.

Page 342: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

328| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Makalah ini diseminarkan dalam Seminar Nasional

dan Louncing Adobsi, Surakarta, 25 April 2015.

Yasid, Ahmad. 2012. ‚Membangun Karakter Peserta Didik

dalam Bingkai Drama: Kajian Pendidikan Karakter

Berbasis Karya Sastra‛. Jurnal Pelopor Drama, 3

(1),43-50.

Wiyatmi. 201I. Psikologi Sastra Teori dan Aplikasinya.

Yogyakarta : Kanwa Publisher.

Page 343: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 329

TUHAN SEMBILAN SENTI SEBAGAI REPERESENTASI FAKTA SOSIAL TENTANG ROKOK DI INDONESIA

Oleh :

Dra. Riniwati S.A, M.Pd. dan Dzikrina Dian Cahyani, M.A.

Universitas Tidar

dzikrina_untidar.co.id

ABSTRAK

Rokok sampai saat ini masih mejadi masalah rumit

di Indonesia. Setiap kebijakan yang dirancang untuk

mengendalikan rokok selalu mendapat reaksi pro dan

kontra di tengah masyarakat. Terlepas dari perdebatan itu,

kenyataannya ada dampak negatif yang ditimbulkan akibat

rokok. Kegelisan terhadap dampak negatif rokok tersebut

telah dirasakan oleh berbagai pihak, salah satunya sastra-

wan Indonesia yaitu Taufik Ismail. Melalui puisi yang

berjudul Tuhan Sembilan Senti, Taufik Ismal mengambar-

kan fenomena-fenomena tentang rokok di Indonesia yang

semakin memprihatinkan. Oleh karena itu, penelitian ini

bertujuan untuk menjelaskan fakta sosial tentang rokok di

Indonesia yang direpresentasikan dalam puisi Tuhan Sem-

bilan Senti. Penelitian ini menggunakan teori sosiologi

sastra untuk membahas masalah-masalah sosial tentang

rokok dalam puisi. Hasil analisis menunjukkan bahwa,

makna dalam puisi Tuhan Sembilan Senti mengungkap

fakta-fakta sosial tentang rokok di Indonesia. Fakta sosial

yang direpresentasikan ialah fakta tentang para perokok di

Page 344: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

330| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Indonesia yang telah merambah hampir di seluruh

kalangan masyarakat. Hal itu dilihat berdasarkan latar

belakang sosial dan ruang lingkup interaksi sosialnya.

Kata kunci: Tuhan Sembilan Senti, fakta sosial, rokok.

PENDAHULUAN

Peliknya masalah rokok membuat setiap kebijakan

tentang rokok menjadi dilema dan berujung pada pro dan

kontra di tengah masyarakat. Perdebatan itu terus terjadi

karena rokok di satu sisi memiliki nilai komoditi yang

menggiurkan, namun di sisi lain membawa dampak yang

merugikan. Namun demikan, hal yang penting dan tidak

dapat dipungkiri ialah adanya berbahaya yang ditimbulkan

akibat rokok. Bahaya rokok tidak hanya menyangkut

kesehatan perokok aktif yang kebanyakan merokok sem-

barangan, tetapi juga kesehatan orang yang berada didekat-

nya sebagai perokok pasif. Kegelisan seperti itu, telah

dirasakan oleh berbagai kalangan termasuk seorang sastra-

wan besar Indonesia yaitu Taufik Ismail.

Puisi-puisi Taufik Ismail seringkali berisi tentang

masalah-masalah sosial. Dalam hal ini, dapat juga dikata-

kan bahwa Taufik Ismail adalah sastrawan Indonesia yang

cukup peka dan peduli terhadap masalah rokok melalui

karya puisi. Ada beberapa puisinya tentang rokok, salah

satunya berjudul Tuhan Sembilan Senti. Melalui puisi

tersebut Taufik Ismail memberikan gambaran secara cukup

detail dan kritis terhadap fenomena rokok di Indonesia.

Berdasarkan hal itu, maka penelitian ini dilakukan untuk

Page 345: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 331

menganalisis fakta-fakta sosial tentang rokok yang direp-

resentasikan di dalam puisi Tuhan Sembilan Senti.

Hal menarik lainnya dari puisi tersebut adalah

kemahiran Taufiq Ismail dalam mengungkapkan fenomena

tentang rokok di Indonesia. Di dalam puisi yang cukup

panjang, Taufik Ismail secara rinci menjelaskan tentang

siapa saja orang yang merokok dan di mana saja orang

biasanya merokok. Oleh sebab itu, masalah yang dibahas

dalam penelitian ini adalah bagaimana puisi Tuhan Sembi-

lan Senti merepresentasikan fakta sosial tentang rokok di

Indonesia.

KAJIAN TEORI

Penelitian ini ingin mengungkap fakta-fakta sosial

yang direpresentasikan di dalam puisi karya Taufik Ismail.

Oleh sebab itu, pendekatan sosiologi sastra dan konsep-

konsep dari teori tersebut dianggap sesuai untuk mem-

bantu analisis.

Prinsip yang mendasari teori sosiologi sastra adalah

bahwa karya sastra (kesusatraan) merupakan refleksi

masyarakat pada suatu zaman. Sosiologi sastra digunakan

oleh para kritikus sastra dan ahli sejarah sastra untuk

membahas karya sastra yang dipengaruhi oleh status kelas,

ideologi masyarakat, dan keadaan-keadaan ekonomi yang

juga berhubungan dengan jenis pekerjaan dan jenis pem-

baca yang dituju (Abrams, 1981). Para ahli sosiologi sastra

memperlakukan karya sastra sebagai karya yang diten-

tukan dan tidak dapat terhidarkan dari keadaan-keadaan

Page 346: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

332| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

masyarakat dan kekuatan-kekuatan pada zamannya (Pra-

dopo, 2002).

Faruk (2014) menyatakan bahwa keniscayaan baha-

sa dalam sastra sekaligus melemahkan anggapan tentang

karya sastra sebagai ekpresi pengarang atau pengalaman

subjektif semata oleh pengarang. Ketika pengalaman yang

individual dan subjektif itu diterjemahkan dan disampai-

kan melalui bahasa, maka secara otomatis berubah menjadi

pengalaman kolektif dan sosial.

Pendekatan Terhadap Karya Sastra

Ada tiga pendekatan yang diungkapkan oleh Ian

Watt (dalam Faruk, 2014) tentang pendekatan karya sastra.

Dalam penelitian ini hanya satu pendekatan yang men-

dasari yaitu orientasi yang memandang sasatra sebagai

cerminan masyarakat (mimetik). Hal yang utama diperhati-

kan dalam pendekatan mimetik adalah (a) sejauh mana

sastra dapat mencerminkan masyarakatnya ketika karya itu

dibuat; (b)sejauh mana latar belakang pengarang mem-

pengaruhi penggambarannya tentang masyarakat yang

ingin disampaikan melalui karya; (c) sejauh mana genre

sastra (puisi) dapat digunakan pengarang untuk mewakili

segala hal tentang masyarakat.

Page 347: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 333

Paradigma Fakta Sosial.

Apa yang disebut sebagai fakta sosial itu tidak

selalu bersifat material meskipun mempunyai kemungki-

nan mewujudkan diri secara material. Fakta sosial dapat

berupa alam pikiran yang ada dalam kesadaran manusia

sehingga keberadaannya bukanlah benda dalam pengertian

yang sebenarnya, yaitu bersifat eksternal bagi kesadaran

subjektif individu. Fakta sosial ini berbeda dengan fakta

psikologis yang sifatnya internal individu. Fakta sosial

melampaui batas fakta psikologis dan hanya dapat dijelas-

kan dengan fakta sosial yang lain. Oleh karena itu, sosiologi

utamanya mempelajari tentang apa yang disebut sebagai

intuisi sosial dan struktur sosial. Intuisi sosial, menurut

Ritzer, adalah nilai-nilai dan norma-norma bersama yang

diwujudkan dalam suatu kebudayaaan atau sub kebuda-

yaan (Faruk, 2014). Fakta sosial yang menjadi pokok pene-

litian ini adalah fakta sosial yang bukan merupakan fakta

psikologis yang hanya dapat dirasakan oleh individu,

tetapi fakta sosial yang dapat dilihat melalui hubungan

atau interaksi antar manusia dan lingkungannya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan objek puisi Tuhan Sem-

bilan Senti karya Taufik Ismail yang menggambarkan per-

masalahan dan fenomena-fenomena sosial mengenai rokok

di Indonesia. Melalui pendekatan sosiologi sastra yang

tampak fenomenologis maka dalam penelitian ini menggu-

nakan metode penelitian kualitatif. Adapun langkah-

Page 348: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

334| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

langkah dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu

metode pengumpulan data dan metode analisis data.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang mendukung

dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka, yaitu

dengan mengumpulkan data-data dari berbagai referensi

tertulis. Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh

melalui proses pembacaan dari data primer dan data

sekunder. Data primer yang dipilih berupa kutipan-

kutipan teks puisi Tuhan Sembilan Senti karya Taufik Ismail

yang mengungkapkan masalah-masalah sosial tentang

rokok. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini

adalah berbagai sumber referensi tertulis yang dapat mem-

bantu keseluruhan proses penelitian.

Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dimulai dengan

menggolongkan data berdasarkan strata sosial yang dilihat

melalui pekerjaan dan ruang lingkup interaksi seseorang di

masyarakatnya. Selanjurnya data-data tekstual yang telah

digolongkan kemudian dianalisis berdasarkan teori sosio-

logi sastra untuk melihat fakta-fakta mengenai rokok di

Indonesia yang terepresentasi dalam puisi. Data-data di

dalam puisi dikonfirmasikan dengan realita sosial yang

sebenarnya terjadi di masyarakat Indonesia.

Page 349: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 335

Fakta Sosial tentang Rokok di Indonesia dalam Puisi

TuhanSembilan Senti

Puisi Tuhan Sembilan Senti sebagai sebuah karya

sastra tidak lepas dari pengaruh keadaan sosial suatu

masyarakat di mana karya itu lahir. Sebuah karya sastra

merupakan hasil dari penggambaran pengarang tentang

sebuah realita keadaan sosial masyarakat sehingga puisi

dapat dijadikan sebagai hasil perekaman, pemotretan, atau

karya tiruan dari kehidupan nyata. Hal ini merupakan

salah satu cara menganalisis sastra yaitu dengan pendekat-

an mimetik.

Dilihat dari judul puisi karya Taufik Ismail tersebut,

kata ‘tuhan’ memiliki makna yaitu sesuatu yang diyakini,

dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai yang maha-

kuasa, mahaperkasa, dll (KBBI). Selanjutnya, makna dari

‘sembilan senti’ yaitu sesuatu yang memiliki ukuran

panjang sembilan senti meter. Adapun benda yang di-

maksud adalah rokok karena di dalam bait-bait puisi ber-

ulang-ulang muncul penjelasan tentang rokok. Selain itu,

terdapat kalimat di dalam puisi yang cukup tegas men-

jelaskan tentang benda yang berukuran 9cm adalah rokok.

Pada kenyataan yang ditemukan, meskipun panjang rokok

di Indonesia berfariasi namun pada umunya jika diukur,

panjang sebatang rokok adalah sekitar 9 cm. Selain itu

wujud rokok pada umumnya berwarna pitih dengan ujung

area untuk dihisap berwarna coklat. Perhatiakan kutipan

bait puisi berikut ini:

Page 350: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

336| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan

baru, diam-diam menguasai kita

………

Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka

terselip berhala-berhala kecil, sembilan senti

panjangnya, putih warnanya, kemana-mana

dibawa dengan setia, satu kantong dengan

kalung tasbih 99 butirnya.

Mengintip kita dari balik jendela ruang

sidang,

tampak kebanyakan mereka memegang rokok

dengan tangan kanan,

cuma sedikit yang memegang dengan tangan

kiri.

…….

Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-

tuhan kecil yang kepalanya berapi itu, yaitu

ujung rokok mereka.

Berdasarkan kutipan bait puisi di atas bahwa apa

yang dimaksud dalam puisi tentang sesuatu yang diyakini,

dipuja, dan memiliki ukuran sembilan sentimeter tidak lain

adalah rokok. Hal itu direpresentasikan di dalam puisi

dengan menggambarkan cara para perokok lebih banyak

memegang rokok dengan tangan kanan. Perokok juga

biasanya membawa rokok ke mana-mana seolah-olah

seperti sesuatu yang begitu penting dan sangat berarti bagi

kehidupannya. Sehingga di dalam puisi, rokok digambar-

Page 351: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 337

kan seperti tuhan yang dipuja, diagungkan, dan menguasai

para penikmatnya.

Rokok memang memiliki efek candu yang

menyebabkan penikmatnya menjadi ketergantungan. Di

dalam rokok terdapat zat nikotin yang dapat menyebabkan

ketagihan bagi para peikmatnya. Dalam PP RI No 109

tahun 2012 dijelaskan bahwa nikotin adalah zat atau bahan

senyawa pyrrolidine yang terdapat alam nicotina tabacum,

nikotina rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang

bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan.

Adapun zat adiktif adalah bahan yang menyebabkan adiksi

atau ketergantungan yang membahayakan kesehatan

dengan ditandai perubahan perilaku, kognitif, dan feno-

mena fisiologis, keinginan kuat untuk mengonsumsi bahan

tersebut, kesulitan dalam mengendalikan penggunannya,

memberi prioritas pada penggunaan bahan tersebut

daripada kegiatan lain, meningkatnya toleransi dan dapat

menyebabkan keadaaan gejala putus zat.

Rokok menjadi benda yang begitu dibutuhkan dan

selalu melekat pada diri para pecandunya. Di mana-mana

rokok dibawa dan dinikmati oleh semua lapisan masya-

rakat di Indonesia. Digambarkan dalam puisi bahwa para

perokok di Indonesia telah merambah di berbagai kalang

baik tua maupun muda, semua elemen masyarakat, dan

dilakukan di berbagai tempat.

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi

perokok,

Page 352: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

338| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

………..

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im

sangat ramah bagi perokok,

……………

Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para

dewa-dewa bagi perokok,

…………

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan

nikotin paling subur di dunia, dan kita yang tak

langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu,

bisa ketularan kena.

Representasi masalah rokok di Indonesia dalam

puisi menunjukkan tentang tingginya tingkat kosumsi

rokok di Indonesia. Di dalam pusi diibaratkan bahwa

Indonesia telah menjadi surganya para perokok. Bahkan

dijelaskan bahwa Indonesia menjadi tempat pengembang-

biakan nikotin yang subur. Hal itu berarti bahwa di

Indonesia tidak hanya tempat untuk meluaskan pemasaran

namun juga yang memproduksi dan menyiapkan genersasi

para pecandunya. Fakta tersebut dapat dilihat berdasarkan

riset ‚The Head of the Agency for Tobacco Control and the

Indonesian Public Health Association‛ yang menyebutkan

pada tahun 2015 sebesar 51,1 % rakyat Indonesia adalah

perokok aktif, tertinggi di ASEAN. Hal ini sangat jauh

berbeda dengan negara-negara tetangga, misalnya: Brunei

Page 353: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 339

Darusallam 0,06% dan Kamboja 1,15% (Surojo, Tempo.com,

2015).

Semua itu dapat dapat diterima akal manusia

karena pada kenyataanya fenomena orang merokok di

Indonesia dapat ditemukan dengan mudah. Dalam Puisi

Sembilan Senti, penggambaran tentang siapa saja yang

menjadi pecandu rokok didasarkan pada latar belakang

pekerjaan masyarakat dan ruang lingkup interaksi sosial-

nya dalam bermasyarakat. Seperti yang telah dipahmi

bahwa fakta sosial dapat ditemukan berdasarkan hubung-

an atau interaksi manusia dengan manusia lainnya, manu-

sia dengan alam, dan manusia dengan budaya yang men-

jadi ruang lingkup sosialnya.

Menurut Surojo (Tempo.com, 2015) menjelaskan

bahwa sebagian besar perokok Indonesia berasal dari

masyarakat golongan lemah. Pada tahun 2013, 43,8%

perokok berasal dari golongan lemah; 37,7% perokok hanya

memiliki ijazah SD; petani, nelayan dan buruh mencakup

44,5% perokok aktif. 33,4% perokok aktif berusia di antara

30 hingga 34 tahun. Dalam puisi representasi tentang fakta

para perokok di Indonesia digambarkan berasal dari

kalangan petani, pekerja pabrik, pekerja perkebunan,

nelayan, bahkan tukang penggali kubur juga tidak luput

dari pengamatan.

Page 354: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

340| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Di sawah petani merokok,

di pabrik pekerja merokok,

……

di perkebunan pemetik buah kopi merokok,

di perahu nelayan penjaring ikan merokok,

di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,

di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok.

…....

Kutipan bait puisi di atas merepresentasikan

tentang para perokok yang bekerja di sektor industri dan

pertanian. Bersamaan dengan penggambaran tentang para

perokok, tentang tempat dimana biasanya mereka merokok

juga digambarkan dalam puisi. Di tempat-tempat pekerja-

an seperti di sawah, di perkebunan, di atas perahu, dan di

pekuburan, pada kenyataannya sejauh ini belum ada

peraturan yang mengaturnya. Sehingga, saat ini pun

perokok di kalangan yang bekerja di sektor tersebut masih

dapat dengan bebas merokok di area mereka bekerja. Hal

ini tentunya juga membuktikan bahwa mengapa tingkat

yang paling tinggi perokok ada di kalangan yang profesi

tersebut, karena memang tidak ada aturan yang mengatur-

nya dan jumlahnya cukup banyak di Indonesia.

Di dalam puisi juga merepresentasikan tentang

perokok dari kalangan pegawai pemerintahan seperti, para

Page 355: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 341

mentri, para nggota DPR, Mahkamah Agung. Berbeda

dengan fenomena orang merokok di sektor pertanian, di

sektor pemerintahan sudah ada peraturan tentang larangan

merokok atau kawasan bebas rokok. Bahkan saat ini sudah

semakin ketat. Namun demikian, masih saja terjadi pelang-

garan terhadap aturan-aturan tersebut.

Berbagai pelanggaran-pelanggaran atas aturan

tersebut dapat ditemuai di berbagai pemberitaan diantara-

nya adalah berita tentang mentri yang kedapatan merokok

di Istana Merdeka. Usai pengumuman Kabinet Kerja di

halaman belakang Istana Merdeka, Minggu tanggal 26

Oktober 2014, Menteri Kelautan dan Perikanan, didapati

para wartawan sedang menghisap rokok dengan santainya.

Sementara Menteri Tenaga Kerja, menadapatkan teguran

dari Paspampres karena diketahui merokok di area Istana

Merdeka. (Indonesia. Tempo.co, 2014). Selain itu, ada juga

pemberitaan tentang anggota DPR yang merokok di dalam

ruangan yang seharusnya tidak diperbolehkan merokok.

Diberitakan bahwa, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah

menyesalkan sikap anggota Komisi II DPR yang merokok

di ruang kerja Gubernur Lampung. Terlebih lagi, sudah

ada Peraturan Gubernur tentang Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) di Lampung. Menurutnya rombongan anggota

Komisi II DPR itu bisa saja dikenai sanksi dari Mahkamah

Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Sikap mereka yang

merokok di ruang kerja Gubernur bisa dianggap sebagai

pelanggaran etika (Kompas.com, 2015). Fakta-fakta sosial

Page 356: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

342| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

tentang para perokok di kalangan pemrintahan tersebut

direpresentasikan di dalam potongan bait puisi berikut ini:

di kantor pegawai merokok,

di kabinet menteri merokok,

di reses parlemen anggota DPR merokok,

di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,

hansip-bintara-perwira nongkrong merokok,

………

Kutipan bait di atas menggambarkan tidak hanya

pegawai sipil pemerintahan yang menjadi pecandu rokok,

namun disinggung juga perokok di kalangan hansip,

bintara, dan perwira. Fakta sosial tersebut dapat ditemukan

dalam berita-berita dari media masa, salah satunya adanya

berita tentang TNI yang ketahuan merokok di dalam kereta

api. Oknum TNI yang berpakaian sipil bersama istri dan

anaknya diturunkan dari KA Prameks di Stasiun Rewulu,

Sedayu, Bantul oleh petugas Polsuska. Hal itu, karena

sudah ada larangan merokok di dalam kereta api. Manager

Humas PT KAI Daop 6 Yogyakarta, Eko Budiyanto

mengatakan tindakan petugas Posuska yang menurunkan

penumpang tersebut sudah sesuai prosedur. Karena siapa-

pun baik itu masinis, kondektur, semua penumpang baik

sipil maupun militer yang menumpang kereta api harus

taat pada aturan yang berlaku.(Detik.com, 2015).

Page 357: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 343

Relita tentang perokok yang merokok di kereta

tersebut sekaligus menunjukkan bahwa para perokok di

Indonesia melakukan aktifitas merokok di dalam alat

transportasi umum seperti di angkutan kota, bus, kereta,

kapal, dan di ‘andong’ (kereta kuda). Perhatikan kutipan

bait puisi berikut ini:

Di angkot Kijang penumpang merokok,

di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang

bertanding merokok,

di loket penjualan karcis orang merokok,

di kereta api penuh sesak orang festival merokok,

di kapal penyeberangan antar pulau penumpang

merokok,

di andong Yogya kusirnya merokok,

………….

Ada berbagai jenis alat transportasi yang direpe-

resentasikan di dalam puisi sebagai tempat dimana dapat

ditemukan perokok. Meskipun di dalam beberapa alat

taransportasi umum yang digambarkan dalam puisi

tersebut sudah ada peraturan tentang larangan merokok

atau kawasan bebas rokok, namun masih saja sering

ditemukan orang merokok dengan begitu bebasnya. Selain

itu, jika dicermati pada bait di atas juga terdapat penggam-

baran tentang orang merokok di loket tempat pembelian

karcis. Hal itu menunjukkan tidak hanya di dalam sarana

Page 358: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

344| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

transportasi umum orang biasa merokok, namun di ruang-

ruang publik seperti di loket penjualan karcis, pasar,

warung, restoran, dan lain sebagainya.

Di pasar orang merokok,

di warung Tegal pengunjung merokok,

di restoran, di toko buku orang merokok,

di kafe di diskotik para pengunjung merokok.

………..

Sampai saat ini masih dapat ditemui orang bebas

merokok terutama di pasar dan di warung makan, karena

masih minimnya peraturan larangan merokok dan pene-

gakannya. Di restoran, toko buku, atau kafe yang digam-

barkan dalam pusi juga ditemukan orang merokok karena

memang tidak ada peraturan khusus dan sifatnya juga

tidak resmi, hanya himbauan , bukan peraturan yang di-

dasarkan pada undang-undang.

Fakta tentang orang merokok di tempat tersebut

dapat dijumpai dengan mudah bahkan hingga saat ini.

Menurut data dari litbang Kompas dalam sebuah jajak

pendapat publik Ibu Kota pada bulan Juni 2016, menun-

jukkan bagaimana sebagian besar responden (74,05 persen)

masih sering melihat orang merokok di kawasan pubik

yang telah ditentukan dilarang merokok.Ketua Harian

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus

Abadi mengatakan, penerapan kawasan dilarang merokok

Page 359: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 345

(KDM) di Ibu Kota nyaris jalan di tempat (Megapolitan.

Kompas.com).

Terkait masalah peraturan kawasan larangan

merokok saat ini sebenrnya sudah semakin banyak diran-

cang termasuk di dunia pendidikan, kesehatan dan olah

raga. Peraturan-peraturan itu sudah banyak dibuat dan

sanksinya juga cukup berat. Namun demikian, seperti telah

dijelaskan, bahwa beberapa diantaranya masih saja

terdapat perokok yang tidak mematuhi.

Di dunia pendidikan, pada bulan Juli 2017 terjadi

peristiwa siswa merokok di kealas yang cukup meng-

hebohkan masyarakat. Pihak SMK PGRI 38 Jakarta

mengakui kejadian siswa merokok saat kelas berlangsung

terjadi di sekolah tersebut. Sekolah lalu mengambil langkah

tegas dengan mengeluarkan siswa yang meng-upload foto

kegiatan merokok. Kejadian tersebut terjadi pada Senin

(24/7/2017) lalu. Tiga siswa kelas X yang mengunggah foto

bergaya sedang merokok di dalam kelas ketika prosese

belajar-mengajar berlangsung. Hal itu diketahui karena

pada back ground foto terdapat guru yang sedang menulis

dan menghadap papan tulis (Detik.news.com).

Realita tentang siswa merokok di sekolahan

direpresentasikan di dalam puisi. Digambarkan siswa yang

merokok adalah siswa SMU yang mencuri-curi kesempatan

merokok di balik pagar sekolah. Bahkan digambarkan,

guru pun merokok di ruang kepala sekolah.

Page 360: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

346| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi

merokok,

di ruang kepala sekolah…ada guru merokok,

di kampus mahasiswa

di ruang kuliah dosen merokok,

di rapat POMG orang tua murid merokok,

…..

Representasi tentang adanya perokok aktif di dunia

pendidikan dalam puisi telah begitu memprihatinkan.

Digambarkan tidak hanya pada tingkat sekolah SMA,

namun di jenjang perguruan Tinggi, bahkan di sekolah

yang siswanya masih erusia sangat muda yaitu di sekolah

dasar (SD). Dalam puisi digambarkan bahwa di kampus

mahasiswa bahkan parahnya dosen lah yang merokok di

dalam kelas. Di sekolah dasar pada saaat rapat Persatuan

Orang Tua Murid dan Guru (POMG) orang tua murid

merokok.

Di dunia kesehatan juga tidak luput dengan realita

para perokok yang merokok sembarangan, salah satunya

terjadi di Kalimantan. Sebanyak sebelas orang pengunjung

dan pasien yang sedang asik merokok di Kawasan Rumah

Sakit Doris Sylvanus Palangkaraya, Kalimantan Tengah

diamankan petugas tim gabungan satpol PP, TNI dan Polri

yang melakukan razia, Rabu (19/10/2016). Kegiatan

penegakan perda tentang larangan merokok pada kawasan

Page 361: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 347

tertentu tersebut, dilakukan dalam rangka penegakan

Perda No 3/2014 pasal 22 dan Perwali Kota Palang-

karaya No 9 tahun 2013 tentang kawasan tanpa rokok.

Sebanyak 24 orang anggota Pol PP, dan 2 orang TNI serta

enam orang anggota Polri melakukan penyisiran di

kawasan RS Doris Sylvanus Palangkaraya untuk mencari

para pelanggar perda kawasan tanpa rokok tersebut

(Banjarmasin.Tribunnews.com, 2016).

Fakta tentang orang merokok di tempat-tempat

fasilitas kesehatan juga terepresentasi dalam pusi.

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,

di apotik yang antri obat merokok,

di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,

di ruang tunggu dokter pasien merokok,

Di dalam kutipan puisi di atas cukup jelas dan rinci

menyebutkan tentang para perokok yang merokok di tem-

pat fasilitas kesehatan. Disebutkan bahwa orang merokok

di puskesmas, di apotik, di panti pijat, dan di ruang tunggu

dokter. Hal ini menunjukkan bahwa para perokok di

Indonesia sudah begitu parah, bahkan di dunia kesehatan

pun perokok tidak memerdulikan dan menyadari tentang

bahaya rokok.

Selain di dunia kesehatan, perokok aktif juga dapat

ditemukan di dunia olah raga. Di dunia olah raga misalnya

cabang olah raga bola, para pemainnya, penonton, bahkan

Page 362: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

348| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

pelatihnya banyak yang menjadi perokok aktif. Pada tahun

2012 lalu, seorang mentri di era SBY, bernama Nafsiah

Mboi menyatakan, rokok menjadi salah satu penyebab

tenggelamnya prestasi Timnas Indonesia. Sebab racun

nikotin yang melekat paru-paru akan menyebabkan masa-

lah kesehatan dan tentu saja akan menyulitkan pemain

mengukir prestasi (www.merdeka,com. 2012). Fakta

tentang rokok tersebut juga dapat ditemukan dalam puisi.

Istirahat main tenis orang merokok,

di pinggir lapangan voli orang merokok,

menyandang raket badminton orang merokok,

pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,

Representasi perokok di dunia olah raga di Indonesia

tidak hanya pada cabang olah raga sepak bola, tetapi di

cabang olah raga tenis, voli, dan badminton. Di dalam

kehidupan senyatanya baik yang memang menjadi atlit

atau hanya sekedar hobi berolah raga, ada yang menjadi

perokok aktif.

SIMPULAN

Puisi Tuhan Sembilan Senti sebagai karya sastra

dapat menjadi sebuah potret atau cerminan sebuah

masyarakat terutama tentang rokok di Indonesia. Melalui

puisi dapat diketahui bahwa fakta sosial tentang rokok di

Indonesia memang telah mecapai tingkat yang begitu

memprihatinkan. Fakta yang direpresentasikan dalam

Page 363: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 349

puisi Tuhan Sembilan Senti dapat menunjukkan bahwa para

perokok begitu mudah dijumpai di berbagai aspek dan lini

kehidupan masyarakat Indonesia. Sehingga, di dalam pusi,

rokok seolah-olah digambarkan seperti tuhan yang mengu-

asai dan begitu dipuja manusia. Selain itu, fakta-fakta

tentang rokok di Indonesia direpresentasikan cukup detail

dan cermat oleh Taufik Ismail. Melalui puisi, maka fakta-

fakta sosial tentang rokok di Indonesia tidak hanya

diungkapkan melalui data angka-angka, namun dengan

bahasa puisi yang dapat merepresentasikan sebuah feno-

mena sosial secara lebih utuh.

Para perokok di Indonesia telah merambah di

berbagai latar belakang sosial. Perokok dapat ditemukan di

hampir semua sektor pekerjaan dari sektor usaha rendah

sampai pada kalangan yang bekerja di sektor pemeritahan

atau profesi yang tinggi sekalipun. Selain itu, fakta tentang

rokok di Indonesia juga dapat ditemuakan di berbagai

ruang lingkup interaksi sosial masyarakatnya. Berbagai

tempat interaksi sosial seperti pasar, di dalam transportasi

umum, di tempat-tempat pendidikan, dtempat fasilitas

kesehatan, dan lainnya dapat ditemukan para perokok

yang merokok dengan bebas dan tidak menghiraukan

peraturan.

Page 364: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

350| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya

DAFTAR PUSTAKA

Faruk, 2012. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta:

PustakaPelajar.

_______,2014. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme

Genetik sampai Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Pradopo, 1988. Beberapa Gagasan dalam Bidang Kritik

Indonesia Modern. Yogyakarta: P.D Lukman.

_______ , 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta:

Gama Media.

_______ , 2002. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada

Univerdity Press

Artikel berita:

Faturahman,2016. Merokok di Kawasan Rumah Sakit

11Pria Ditangkap dan Disidang.

http://banjarmasin.tribunnews.com/2016/10/19/mero

kok-di-kawasan-rumah-sakit-11-pria-ditangkap-

dan-disidang. Diakses 5 April 2017

Ikhsanuddin. 2015. ‚Fahri: Publik Bisa Protes Anggota DPR

yang Merokok di Ruang Kerja Gubernur‛.

http://nasional.kompas.com/read/2015/08/06/114547

11/Fahri.Publik.Bisa.Protes.Anggota.DPR.yang.Mer

okok.di.Ruang.Kerja.Gubernur Diakses tanggal 3

April 2017.

Leandha, Mei. 2016. ‚Anggota DPRD Diprotes karena

Merokok Saat Rapat Paripurna‛.

http://regional.kompas.com/read/2016/04/20/155431

Page 365: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

ISBN 978-602-61725-2-5

Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya | 351

31/Anggota.DPRD.diprotes.karena.merokok.saat.ra

pat.paripurna. Diakses tanggal 3 April 2017.

Madani. 2012. ‚Rokok dan Timnas Indonesia yang Sering

Keok‛. https://www.merdeka.com/peristiwa/rokok-

dan-timnas-indonesia-yang-sering-keok.html.

Diakses 5 April 2017

Mustaqim, Ahmad. 2016. ‚SMK PGRI 38 DKI Keluarkan Siswa

yang Unggah Foto Merokok di Kelas‛. Jakarta:

https://news.detik.com/berita/d-3575786/smk-pgri-

38-dki-keluarkan-siswa-yang-unggah-foto-

merokok-di-kelas. Diakses 5 April 2017

Patnistik, Egidius (Ed). ‚Hak Publik yang Masih Terenggut

Asap Beracun‛.

http://megapolitan.kompas.com/read/2016/12/07/160

00001/hak.publik.yang.masih.terenggut.asap.beracu

n.?page=all . Diakses 5 April 2017

Raharjio, Edzan. 2017. Tindakan Turunkan Oknum TNI

yang Merokok di KA Sesuai Prosedur.

https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-

3592966/tindakan-turunkan-oknum-tni-yang-

merokok-di-ka-sesuai-prosedur. Diakses tanggal 17

Agustus 2017

Yulianto, Agus. 2016. ‚Kepsek Merokok Didenda Rp 5 Juta

di Aceh‛.

http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/1

6/11/22/oh1d0j396-kepsek-merokok-didenda-rp-5-

juta-di-aceh. Diakses tanggal 3 April 2017

Page 366: PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING

Seminar Nasional KABASTRA II

352| Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing dalam Kerangka Sastra dan Budaya