LAPORAN DEPARTEMEN SURGIKAL
RUANG 13 RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG
Untuk Memenuhi Tugas
Pendidikan Profesi Ners Departemen Surgikal
Oleh :
Ratih Dwi Lestari
Kelompok 7
NIM. 105070201111018
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN ILEUS OBSTRUKSI
A. DEFINISI
Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi
lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya
sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus,
dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada
suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut (Guyton,
2005). Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya
isi usus (Sabara, 2007).
B. ETIOLOGI
Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3 :
1. Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi
(postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma (karsinoma),
dan abses intraabdominal.
2. Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan
kongenital (malrotasi), inflamasi (Chron’s disease, diverticulitis), neoplasma,
traumatik, dan intususepsi.
3. Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di dalam
usus, misalnya benda asing, batu empedu.
Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain (Manif, 2008):
1. Hernia inkarserata
Usus masuk dan ter jepit di dalam pintu hernia. Pada anak dapat
dikelola secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika
percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus
diadakan herniotomi segera.
2. Non hernia inkarserata, antara lain :
a. Adhesi atau perlekatan usus
Di mana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. Dapat berupa
perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa
setempat atau luas. Umunya berasal dari rangsangan peritoneum akibat
peritonitis setempat atau umum. Ileus karena adhesi biasanya tidak
disertai strangulasi.
b. Invaginasi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang
pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat
idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa
intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon ascendens dan mungkin
terus sampai keluar dar i rektum. Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis
iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan
peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik,
dandipastikan dengan pemeriksaan Rontgen dengan pemberian enema
barium.
c. Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya jumlahnya
puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus
halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang merupakan tempat lumen
paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat
terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir
mati akibat pemberian obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan
cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan
perforasi.
d. Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang
abnormal dari segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri,
maupun pemuntiran terhadap aksis radiimesenterii sehingga pasase
makanan terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan kasusnya.
Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum dan mudah mengalami
strangulasi. Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus obstruksi tinggi
dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi.
e. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika
ia menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama karsinoma
ovarium dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi usus. Hal ini
terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis di peritoneum atau di
mesenterium yang menekan usus.
f. Batu empedu yang masuk ke ileus.
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran
empedu keduodenum atau usus halus yang menyeb abkan batu empedu
masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit
di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal
yang menyebabkan obstruksi. Penyebab obstruksi kolon yang paling
sering ialah karsinoma, terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri
distal.
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstrukif atau ileus mekanik dibedakan
menjadi, antara lain:
1. Ileus obstruktif letak tinggi : obstruksi mengenai usus halus (dari gaster
sampai ileumterminal).
2. Ileus obstruktif letak rendah : obstruksi mengenai usus besar (dari ileum
terminal sampairectum).
Selain itu, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan
stadiumnya, antara lain :
1. Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian sehingga
makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit.
2. Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi/ sumbatan yang tidak
disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah),
antara lain karena atresia usus dan neoplasma
3. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangren. Seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi,
dan volvulus.
(Manif, 2008)
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Obstruksi sederhana
- Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya
disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam
lumen usus bagian oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala
penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung.
Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang
banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi
berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering
dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas. Semakin
distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen. Tanda
vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi
akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai
demam. Distensi abdomendapat dapat minimal atau tidak ada pada
obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal.
Bising usus yang meningkat dan “metallic sound” dapat didengar sesuai
dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal.
2. Obstruksi disertai proses strangulasi
Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai
dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar
bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa
nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak
menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah
terjadinya nekrosis usus.
3. Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat
sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus
menerus menunjukkanadanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus
dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi
adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi
pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi
bila katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon
terdorong ke dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus halus.
Muntah feka lakan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang
paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum
karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis. Pada
pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani,
gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan terdengar
metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya
massa menunjukkan adanya strangulasi.
(Sari, 2005; Sjamsuhidajat, 2003)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Fisik
Gambaran pertama dalam pemeriksaan pasien yang dicurigai
menderita ileus obstruktif merupakan adanya tanda generalisasi dehidrasi,
yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering.
Karena lebih banyak cairan disekuestrasi ke dalam lumen usus, maka bisa
timbul demam, takikardia dan penurunan tekanan dalam darah. Dalam
pemeriksaan abdomen diperhatikan kemunculan distensi, parut abdomen
(yang menggambarkan perlekatan pasca bedah), hernia dan massa
abdomen. Pada pasien yang kurus bukti gelombang peristaltik terlihat pada
dinding abdomen dan dapat berkorelasi dengan nyeri kolik. Tanda demikian
menunjukkan obstruksi strangulata. Gambaran klasik dalam mekanik
sederhana adalah adanya episodik gemerincing logam bernada tinggi dan
bergelora (rush) pada waktu penderita dalam kondisi tenang. Gelora tersebut
bersamaan dengan nyeri kolik. Pada obstruksi strangulata tidak ditemukan
tanda ini.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan
rektum dan pelvis. Apabila dalam pemeriksaan ini ditemukan tumor serta
adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan terjadinya obstruksi di
proksimal. Jika darah makroskopik ditemukan di dalam rektum, maka sangat
mungkin bahwa obstruksi didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. HB (hemoglobin), PCV (volume sel yang ditempati sel darah merah) :
meningkat akibat dehidrasi
b. Leukosit : normal atau sedikit meningkat ureum + elektrolit, ureum
meningkat, Na+ dan Cl- rendah.
c. Rontgen toraks : diafragma meninggi akibat distensi abdomen
Usus halus (lengkung sentral, distribusi nonanatomis, bayangan
valvula connives melintasi seluruh lebar usus) atau obstruksi besar
(distribusi perifer/bayangan haustra tidak terlihat di seluruh lebar usus)
Mencari penyebab (pola khas dari volvulus, hernia, dll)
d. Enema kontras tunggal (pemeriksaan radiografi menggunakan suspensi
barium sulfat sebagai media kontras pada usus besar) : untuk melihat
tempat dan penyebab
e. Foto polos Abdomen
o Untuk mendeteksi adanya dilatasi gas berlebihan dari usus kecil
dan usus besar
o Berisikan peleburan udara halus atau usus besar dengan
gambaran anak tangga dan air – fluid level.
o Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-
peritonitis.
o Barium enema diindikasikan untuk invaginasi.
f. Endoscopy, disarankan pada kecurigaan volvulus.
F. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang
mengalami obstruksiuntuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu
diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-
kadang suatu penyumbatan sembuh dengansendirinya tanpa pengobatan,
terutama jika disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus
di rawat di rumah sakit. (Sjamsuhidajat, 2003).
1. Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi
dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan,
kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan
keadaan umum. Setelah keadaanoptimum tercapai barulah dilakukan
laparatomi. Pada obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen dengan
pemantauan dan konservatif (Sari, 2005; Sjamsuhidajat, 2003).
2. Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah
pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila :-Strangulasi-
Obstruksi lengkap-Hernia inkarserata-Tidak ada perbaikan dengan
pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus,oksigen dan
kateter) (Sari, 2005; Sjamsuhidajat, 2003).
3. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
elektrolit.Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan
kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam
keadaan paralitik (Sari, 2005; Sjamsuhidajat, 2003).
G. KOMPLIKASI
Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang
berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut
dengan akibat peritonitis umum (Sjamsuhidajat, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Guyton A.C., Hall J.E. (2005). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.Manif Niko, Kartadinata. (2008). Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran 29. Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. (2003). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :
EGC.Sari, Dina, et al. (2005). Chirurgica. Yogyakarta: Tosca Enterprise. Doengoes, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Penerbit Buku Kedokteran, EGC: Jakarta
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. EGC: JakartaMuttaqin, Arif. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
H. PATOFISIOLOGI
(Muttaqin, 2011)
Predisposisi pascaoperatif bedah abdominal
Predisposisi sistemik, meliputi: sepsis, obat-obatan, gangguan elektrolit dan metabolik, infarkmiokard, pneumonia, trauma, biller dan ginjal kolik, cedera kepala dan prosedur
bedah saraf, inflamasi intra-abdomen dan peritonitis, hematona retroperitoneal
Tersumbatnya lumen ususObstruksi menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi
akumulasi gas dan cairan
Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen (70% dari gas yang tertelan)
Ileus obstruktif
Ketidakmampuan absorpsi air
Penurunan intake cairan
Risiko ketidakseimbangan
cairan
Respons psikologis misinterpretasi perawatan
dan pengobatan
Hilangnya kemampuan intestinal dalam pasase
material feses
Respons lokal saraf terhadap inflamasi
Gangguan gastrointestinal
Mual, muntah, kembung, anoreksia
Asupan nutrisi tidak adekuat
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Kecemasan pemenuhan informasi
KonstipasiDistensi Abdomen
Nyeri
Kehilangan cairan dan elektrolit
Risiko Ketidakseimbangan
cairan elektrolit
Penurunan volume cairan Risiko tinggi syok hipovolemik
ASUHAN KEPERAWATAN1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Nama, umur, alamat, pekerjaan, status perkawinan (Umumnya terjadi
pada semua umur, terutama dewasa laki – laki maupun perempuan)
b. Keluhan Utama
nyeri pada perut
c. Riwayat Penyakit Sekarang
nyeri pada perut, muntah, konstipasi (tidak dapat BAB dan flatus dalam
beberapa hari)
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien sebelumnya menderita penyakit hernia, divertikulum.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Ada keluarga dengan riwayat atresia illeum dan yeyenum.
f. Activity Daily Life
1) Nutrisi
Nutrisi terganggu karena adanya mual dan muntah.
2) Eliminasi
Klien mengalami konstipasi dan tidak bisa flatus karena peristaltik
usus menurun/ berhenti.
3) Istirahat
Tidak bisa tidur karena nyeri hebat, kembung dan muntah.
4) Aktivitas
Badan lemah dan klien dianjurkan untuk istirahat dengan tirah baring
sehingga terjadi keterbatasan aktivitas.
5) Personal Hygiene
klien tidak mampu merawat dirinya.
g. Pemeriksaan
1) Keadaan umum:
Lemah, kesadaran menurun sampai syok hipovolemia suhu
meningkat(39o C), pernapasan meningkat(24x/mnt), nadi
meningkat(110x/mnt) tekanan darah(130/90 mmHg)
2) Pemeriksaan fisik ROS (Review Of System)
a. Sistem kardiovaskular: tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada
oedema, tekanan darah 130/90 mmHg, BJ I dan BJ II terdengar
normal
b. Sistem respirasi: pernapasan meningkat 24x/mnt, bentuk dada
normal, dada simetris, sonor (kanan kiri), tidak ada wheezing dan
tidak ada ronchi
c. Sistem hematologi: terjadi peningkatan leukosit yang merupakan
tanda adanya infeksi.
d. Sistem perkemihan: produksi urin menurun BAK < 500 cc
e. Sistem muskuloskeletal: badan lemah, tidak bisa melakukan
aktivitas secara mandiri
f. Sistem integumen: tidak ada oedema, turgor kulit menurun, tidak
ada sianosis, pucat
g. Sistem gastrointestinal: tampak mengembang atau buncit, teraba
keras, adanya nyeri tekan, hipertimpani, bising usus > 12x/mnt,
distensi abdomen.
2. RENCANA INTERVENSI
a. Konstipasi b.d hipomotilitas
Tujuan: setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, klien tidak terjadi konstipasi atau mengalami perbaikan
Kriteria Hasil:
o Klien sudah mampu flatus dan keinginan untuk melakukan BAB
o Bising usus terdengar normal,frekuensi 5-25 x/menit
o Gambaran foto polos abdomen tidak terdapat adanya akumulasi gas di dalam intestinal
INTERVENSI RASIONALKaji faktor predisposisi terjadinya ileus Predisposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah abdomen, tetapi
terdapat faktor presdisposisi lain yang mendukung peningkatan risiko terjadinya ileus. Hal ini harus segera dikolaborasikan untuk mendapat intervensi medis misalnya adanya sepsis harus diatasi kondisi gangguan elektrolit harus dikoreksi
Monitoring status cairan Penurunan volume cairan akan meningkatkan risiko ileus semakin parah karena terjadi gangguan elektrolit. Peran perawat harus mendokumentasikan kondisi status cairan dan harus melaporkan apabila didapatkan adanya perubahan yang signifikan
Evaluasi secara berkala laporan pasien tentang flatus dan periksa kondisi bising usus
Pemantauan secara rutin dapat memberikan data dasar pada perawat atau sebagai peran untuk kolaborasi dengan medis tentang kondisi perbakan ileus. Hasil evaluasi harus didokumentasikan secara hati-hati pada status medis
Pasang selang nasogastrik Pemasangan selang nasogastrik dilakukan untuk menurunkan keluhan lambung kembung dan distensi abdomen. Perawat melakukan pemantauan setiap 4 jam dari pengeluaran pada selang nasogastrik
Kolaborasi opioid antagonis selektif Alvimopan ini ditujukan untuk membantu mencegah ileus postoperatif reseksi usus
b. Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit tubuh b.d keluar cairan tubuh dari muntah,ketidakmampuan absorpsi air
oleh intestinal
Tujuan: setelah diberikan intervensi keperawatan dalam waktu 5x24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria hasil:
o Pasien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembap, turgor kulit normal
o TD: 130/80, N: 80-100x/menit, RR: 16-20x/menit,S: 36,5-37,5 °C
o CRT < 3 detik, urin > 600ml/hari
o Lab: nilai elektrolit normal
INTERVENSI RASIONALMonitoring status cairan (turgor kulit, membran mukosa, urine output)
Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine, monitoring yang ketat pada produksi urine < 600 ml/hari merupakan tanda-tanda terjadinya syok hipovolemik
Kaji sumber kehilangan cairan Kehilangan cairan dari muntah dapat disertai dengan keluarnya natrium via oral yang juga akan meningkatkan risiko gangguan elektrolit
Dokumentasikan intake dan output cairan
Sebagai data dasar dalam pemberian terapi cairan dan pemenuhan hidrasi tubuh secara umum
Monitor TTV secara berkala Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi sudah terlibatnya sistem kardiovaskular untuk melakukan kompensasi mempertahankan tekanan darah
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur
Mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan tahanan perifer
Kolaborasi- Pertahankan pemberian cairan
secara intravenaJalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan kontrol intake dan output cairan
- Evaluasi kadar elektrolit Sebagai deteksi awal menghindari gangguan elektrolit sekunder dari muntah pada pasien peritonitis
c. Risko Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya intake makanan yang adekuat
Tujuan: setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam asupan nutrisi dapat optimal dilaksanakan
Kriteria Hasil:
o Bising usus kembali normal dengan frekuensi 5-25 x/menit
o Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat
o Terjadi penurunan gejala kembung dan distensi abdomen
o Berat badan pada hari ke-5 pascabedah meningkat minimal 0,5kg
INTERVENSI RASIONALEvaluasi secara berkala kondisi motilitas usus
Sebagai data dasar teknik pemberian asupan nutrisi
Hindari intake secara oral Umumnya, menunda intake makan oral sampai tanda klinis ileus berakhir. Namun, kondisi ileus tidak menghalangi pemberian nutrisi enteral
Berikan nutrisi parenteral Pemberian enteral diberikan secara hatsi-hati dan dilakukan secara bertahap sesuai tingkat toleransi dari pasien
Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik
Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan
Lakukan oral hygiene Untuk menurunkan risiko infeksi oralKolaborasi dengan ahli gizi mengenai jenis nutrisi yang akan digunakan pasien
Ahli gizi terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan individu