FRAKTUR
A. DEFINSI
Fraktur adalah hilangnya continuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun
sebagian. Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang. Biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik.
Fraktur Cruris merupakan suatu isilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang biasanya
terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis. Atau persendian permukaaan kaki. (Buku Ajar
Askep klien dengan gangguan musculoskeletal, Arif Muttaqin)
B. ETIOLOGI
Penyebab fraktur / patah tulang menurut (Long, 1996 : 367) adalah :
1. Benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan)
2. Fraktur patologik (kelemahan hilang akibat penyakit kanker,osteophorosis)
3. Patah karena letih
4. Patah karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karenaberjalan terlalu jauh
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Cedera traumatic
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulangsehingga tulang pata secara
spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada
kulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya
jatuh dengan tangan berjulur danmenyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dariotot yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
Laporan Pendahuluan Page 1
a. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baruyang tidak terkendali dan
progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai
salah satu proses yangprogresif, lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi
semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang
dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau
fosfat yang rendah.
3. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terusmenerus misalnya pada penyakit polio dan
orang yang bertugasdikemiliteran.
Etiologi Fraktur ada dua jenis, yaitu :
1. Trauma langsung: fraktur yang terjadi karena mendapat ruda paksa, kisalnya
benturan atau pukulan yang mengakibatkan patah tulang.
2. Trauma tidak langsung: bila fraktur terjadi, bagian tulang mendapat ruda
paksa dan mengakibatkan fraktur lain disekitar bagian yang mendapat ruda
paksa tersebut dan juga karena penyakit primer seperti osteoporosis dan
osteosarkoma.
Dari etiologi yang dapat menyebabkan fraktur dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan
fraktur terbuka. Pada fraktur tertutup akan terjadi kerusakan pada kanalis havers dan jaringan
lunak di area fraktur, akibat kerusakan jaringan tersebut akan terbentuk bekuan darah dan
benang-benang fibrin serta hematoma yang akan membentuk jaringan nekrosis. Maka terjadilan
respon informasi-informasi fibroblast dan kapiler-kapiler baru tumbuh dan membentuk jaringan
granulasi. Pada bagian ujung periosteum-periosteum, endosteum, dan sumsum tulang akan
mensuplai osteoblast, kemudian osteoblast berproliferasi membentuk fibrokartilago, kartilago
hialin dan jaringan penunjang fibrosa. Selanjutnya akan dibentuk fiber-fiber kartilago dan
matriks tulang yang menghubungkan dua sisi fragmen tulang yang rusak, sehingga terjadi
osteogenesis dengan cepat sampai terbentuknya jaringan granulasi.
Sedangkan pada fraktur terbuka terjadi robekan pada kulit dan pembuluh darah, maka
terjadilah perdarahan, darah akan banyak keluar dari ekstravaskular dan terjadilah syok
hipovolemik, yang ditandai dengan penurunan tekanan darah atau hipotensi. Syok hipovolemik
Laporan Pendahuluan Page 2
juga dapat menyebabakan cardiac output menurun dan terjadilah hipoksia. Karena hipoksia
inilah respon tubuh akan membentuk metabolisme anaerob adalah asam laktat, maka bila terjadi
metabolisme anaerob asam laktat dalam tubuh akan meningkat.
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala dari fraktur adalah sebagai berikut
1. Nyeri disebabkan patahan tulang yang merusak jaringan dan merangsang reseptor nyeri.
2. Kehiangan fungsi disebabkan karena otot rangka yang melekat pada tulang bergantung
pada integritas tulang.
3. Pemendekan tulang karena adanya kontraksi otot yang terletak diatas dan dibawah tempat
fraktur.
4. Pembengkakan karena adanya pendarahan dalam ataupun trauma disekitar lokasi fraktur.
5. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
6. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya.
Pergerseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstremitas
normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
D. KLASIFIKASI
(Menurut Brunner & Suddart)
1. Fraktur komplet, patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran (bergeer dari posisi normal). Frktur tidak komplet, patah hanya terjadi pada
sebagian dari garis tengah tulang.
2. Fraktur tertutup( fraktur simple) tidak menyebabkan robeknya kulit.
Laporan Pendahuluan Page 3
3. Fraktur terbuka ( fraktur komplikata atau kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada
kulit atau membrane mukosa sampai dengan ke patah tulang. Fraktur terbuka digradasi
menjadi :
a. Grade I : dengan luka bersih kurang dari 1cm panjangya
b. Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaingan lunak yang ekstrensif
c. Grade III : yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif, merupakan yang paling berat.
Fraktur juga digolongkon sesuai pergeseran anatomis fragen tulang adalah merupakan fraktur
bergesaer atau tidak bergeser.
1. Greenstick : fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainya membengkak
2. Transversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang
3. Oblik : fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil
disbanding transversal)
4. Spiral : fraktur memuntir seputar batang tulang
5. Kominutif : fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
6. Depresi : fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam ( sering terjadi pada tulang
tengkorak dan tulang wajah )
7. Kompresi : fraktur dimana tulang mengalami kompresi ( terjadi pada tulang belakang)
8. Patologik : fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit
paget, metastasis tulang dan tumor)
9. Avulsi : tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon pada perlekatannya.
10. Epifiseal : Fraktur melalui epifisis
11. Impaksi : fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
Menurut Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst).
2. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :
Laporan Pendahuluan Page 4
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).
b. Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).
c. Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan
tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya).
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Undisplaced (tidak bergeser)/ garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser.
b. Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur
5. Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar :
a. Tertutup
b. Terbuka (adanya perlukaan dikulit).
6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma
a. Garis patah melintang.
b. Oblik / miring
c. Spiral / melingkari tulang
d. Kompresi
e. Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada patela.
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi
8. Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur :
Laporan Pendahuluan Page 5
a. Tipe Ekstensi: Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah
dalam posisi supinasi.
b. Tipe Fleksi: Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam
posisi pronasi. (Mansjoer, Arif, et al, 2000)
F. PENATALAKSANAAN FRAKTUR
1. Farmako
a. Metronidazol (Golongan antibakteria)
Sediaan :
1) Injeksi : 500 mg dalam vial 100 ml ,
2) Cairan oral : 200 mg/ 5 ml,
3) Supositoria : 500 mg; 1 g,
4) Tablet : 200- 500 mg
G. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a. Syok. Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik kehilangan darah
eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan
yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, torak, pelvis, dan vertebra. Karena
tulang merupakan organ yang sangat vaskuler maka dapat terjadi kehilangan darah
dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur dan
pelvis. Penanganan meliputi mempertahankan volume darah, mengurangi nyeri yang
di derita pasien, memasang pembebatan yang memadai dan melindungi pasien dari
cedera yang lebih lanjut.
b. Sindrom Emboli Lemak. Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple
atau cedera remuk, dapat terjadi emboli lemak khususnya pada dewasa muda (20 – 30
tahun). Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk ke dalam darah karena
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin
yang dilepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan
memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah.
Laporan Pendahuluan Page 6
Dengan adanya emboli sistemik pasien nampak pucat, nampak ptekie pada membran
pipi dan kantung konjungtiva. Pada palatum durum, pada fundus okuli, dan diatas
dada atau lipatan ketiak depan. Lemak bebas dapat ditemukan dalam urin bila emboli
mencapai ginjal.
c. Sindrom Kompartemen. Sindrom kompratemen merupakan masalah yang terjadi saat
perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan.
2. Komplikasi Awal Lainnya. Tromboemboli, infeksi ( semua fraktur terbuka dianggap
mengalami kontaminasi ), dan koagulopati intravaskuler diseminata ( KID ) merupaka
kemungkinan komplikasi akibat fraktur
3. Komplikasi Lambat.
a. Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan. Penyatuan terlambat terjadi bila
penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan normal untuk jenis dan tempat fraktur
tertentu. Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan infeksi sistemik dan
distraksi ( tarikan jauh ) framen tulang
b. Nekrosis Avaskuler Tulang. Nekrosis avaskuler terjadi bila tulang kehilangan
asupan darah dan mati. Dapat terjadi setelah fraktur ( khususnya pada kolum
femoris ), dislokasi, terapi kortikosteroid dosis-tinggi berkepanjangan, penyakit ginjal
kronik, anemia sel sabit, dan penyakit lain. Tulang yang mati mengalami kolaps atau
diabsorpsi dan diganti dengan tulang baru.
c. Reaksi Terhadap Alat Fiksasi Interna. Alat fiksasi interna biasanya diambil setelah
penyatuan tulang terlah terjadi, namun pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak
diangkat sampai menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan fungsi merupakan
indikator utama telah terjadinya masalah.
Laporan Pendahuluan Page 7
H. PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR
1. Inflamasi ( sampai hari ke-5)
Pada fase ini area fraktur akan mengalami kerusakan pada kanalis havers dan jaringan lunak,
pada 24 jam pertama akan membentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke area fraktur
sehingga suplai darah ke area fraktur meningkat, kemudian akan membentuk hematoma sampai
berkembang menjadi jaringan granulasi.
2. Proliferasi Sel (hari ke-12)
3. Pembentukan Kalus (6-12 hari setelah cedera)
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain
sampai celah sudah terhubungkan
4. Osifikasi (sampai dengan minggu ke-12)
Pada fase ini prakalius mengalami pemadatan (ossificasi) sehingga terbentuk kalius-kalius
eksterna, interna dan intermedialis selain itu osteoblast terus diproduksi untuk pembentukan
kalius.
5. Remodelling (6-8 bulan) dan remodeling (6-12 bulan)
Pengkokohan atau persatuan tulang proporsional tulang ini akan menjalani transformasi
metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi.
Laporan Pendahuluan Page 8
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR CRURIS
A. PENGKAJIAN PASIEN
1. AKTIVITAS /ISTIRAHAT
Tanda : keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera
fraktur itu sendiri)
2. SIRKULASI
Tanda : hipertensi (kadang kadang terlihat sebagai respon terhadapnyeri atau ansietas)
atau hipotensi (kehilangan darah), Takikardia, dan pembengkakan jaringan atau massa
hematoma pada sisi cidera
3. NEUROSENSORI
Gejala : hilang gerakan/sensasi, spasme otot
Tanda : deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi
berderit), spasme otot, terlihat kelemahan dan agitasi
4. NYERI/KENYAMANAN
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera , spasme atau kram otot
5. KEAMANAN
Tanda : Laserasi kulit, avulse jaringan, perdarahan, perubahan warna dan pembengkakan
lokal
6. PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala: lingkungan cedera
Pertimbangan rancana pemulangan : memerlukan bantuan dengan transportasi, aktivitas
perawatan diri, dan tugas pemeliharaan perawatan rumah
Laporan Pendahuluan Page 9
B. BDIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi saraf,
cedera neuromuskular, trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang, hilang atau teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi.
b. Mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri.
c. Klien tidak gelisah.
d. Skala nyeri 0 – 1 atau teratasi.
Intervensi Rasional
MANDIRI
1. Kaji nyeri dengan skala 0 – 4. Nyeri merupakan respons subjektif yang dapat
dikaji dengan menggunakan skala nyeri. Klien
melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat
cedera.
2. Atur posisi imobilisasi pada tungkai
bawah.
Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi
pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsur
utama penyebab nyeri pada tungkai bawah.
3. Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor
pencetus.
Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan,
ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan
berbaring lama.
4. Jelaskan dan bantu klien terkait dengan
tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
noninvasif.
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
dan nonfarmakologi lainnya efektif dalam
mengurangi nyeri.
5. Ajarkan relaksasi : Teknik – teknik
mengurangi ketegangan otot rangka yang
dapat mengurangi intensitas nyeri dan
meningkatkan relaksasi masase.
Teknik ini akan melancarkan peredaran darah
sehingga kebutuhan O2 pada jaringan terpenuhi
dan nyeri berkurang.
6. Ajarkan metode distraksi selama nyeri
akut.
Mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri ke
hal – hal yang menyenangkan.
Laporan Pendahuluan Page 10
7. Berikan kesempatan waktu istirahat bila
terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman, misalnya waktu tidur, belakang
tubuh klien dipasang bantal kecil.
Istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga
meningkatkan kenyamanan.
8. Tingkatkan pengetahuan tentang sebab-
sebab nyeri dan hubungkan dengan berapa
lama nyeri akan berlangsung.
Pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri
membantu mengurangi nyeri. Hal ini dapat
membantu meningkatkan kepatuhan klien
terhadap rencana terapeutik.
9. Observasi tingkat nyeri dan respons
motorik klien 30 menit setelah pemberian
obat analgesik untuk mengkaji
efektivitasnya dan setiap 1 – 2 jam setelah
tindakan perawatan selama 1 – 2 hari.
Setelah melaksanakan pengkajian yang
optimal, perawat akan memperoleh data yang
objektif untuk mencegah kemungkinan
komplikasi dan melakukan intervensi yang
tepat.
KOLABORASI
10. Pemberian analgesik. Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga
nyeri akan berkurang.
11. Pemasangan gips spalk atau sirkuler. Gips spalk dapat menjaga kestabilan kontur
tulang tibia-fibula yang lemah karena adanya
fraktur. Gips sirkuler dapat menjaga hasil
reposisi yang diinginkan agar imobilisasi patah
tulang dapat optimal. Pemasangan gips dapat
menjaga proses imobilisasi sehingga
mengurangi pergerakan fragmen tulang dan
mengurangi nyeri.
12. Pemasangan traksi kulit. Traksi yang efektif akan memberikan dampak
pada penurunan pergeseran fragmen tulang dan
memberikan posisi yang baik untuk penyatuan
tulang.
13. Operasi untuk pemasangan fiksasi internal
atau fiksasi eksternal.
fiksasi internal dan fiksasi eksternal dapat
membantu proses imobilisasi fraktur kruris
sehingga pergerakan fragmen berkurang.
Laporan Pendahuluan Page 11
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan diskontinuitas jaringan tulang,
nyeri sekunder akibat pergerakan fragmen tulang, pemasangan fiksasi eksternal.
Tujuan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria Hasil :
a. Klien dapat ikut serta dalam program latihan.
b. Tidak mengalami kontraktur sendi.
c. Kekuatan otot bertambah.
d. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatan mobilitas.
Intervensi Rasional
MANDIRI
1. Kaji mobilitas yang ada dan observasi
adanya peningkatan kerusakan. Kaji
secara teratur fungsi motorik.
Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas.
2. Atur posisi imobilisasi pada tungkai
bawah.
Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi
pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsur
utama penyebab nyeri pada tungkai bawah.
3. Ajarkan klien melakukan latihan gerak
aktif pada ekstremitas yang tidak sakit.
Gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan
kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi
jantung dan pernapasan.
4. Bantu klien melakukan latihan ROM dan
perawatan diri sesuai toleransi.
Untuk mempertahankan fleksibilitas sendi
sesuai kemampuan.
KOLABORASI
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk
melatih fisik klien.
Kemampuan mobilisasi ekstremitas dapat
ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim
fisioterapi.
3. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik, pemasangan
fiksasi eksternal, pemasangan gips spalk dengan bebat.
Tujuan : Resiko trauma tidak terjadi.
Kriteria Hasil : Klien mau berpartisipasi dalam pencegahan trauma.
Laporan Pendahuluan Page 12
Intervensi Rasional
MANDIRI
1. Pertahankan imobilisasi pada tungkai
bawah.
Meminimalkan rangsang nyeri akibat
gesekan antara fragmen tulang dengan
jaringan lunak disekitarnya.
2. Bila klien menggunakan gips, pantau
adanya penekanan setempat dan sirkulasi
perifer.
Mendeteksi adanya sindrom
kompartemen dan menilai secara dini
adanya gangguan sirkulasi pada bagian
distal tungkai bawah.
3. Bila terpasang bebat, sokong fraktur
dengan bantal atau gulungan selimut untuk
mempertahankan posisi yang netral.
Mencegah perubahan posisi dengan
tetap mempertahankan kenyamanan
dan keamanan.
4. Evaluasi bebat terhadap resolusi edema. Bila fase edema telah lewat,
kemungkinan bebat menjadi longgar
dapat terjadi.
5. Pantau fiksasi eksternal : Evaluasi adanya
bagian tajam dari fiksasi eksternal.
Adanya bagian tajam pada fiksasi
eksternal memungkinkan trauma pada
kulit klien. Adanya bagian tajam dapat
dimanipulasi dengan memberikan
penumpul pada ujung – ujung bagian
yang tajam.
6. Jangan tutup fiksasi eksternal dengan
selimut atau kain.
Menghindari ketidaktahuan orang lain
terhadap adanya pemasangan fiksasi
eksternal pada klien.
7. Beritahukan pada klien agar tidak
menginjakkan kaki yang telah dipasang
fiksasi eksternal.
Mencegah terjadinya perubahan posisi
akibat pergerakan fragmen tulang dari
menahan berat tubuh.
8. Observasi adanya perdarahan atau
keluarnya cairan dari sela – sela fiksasi
eksternal.
Adanya perdarahan atau keluarnya
cairan dari sela – sela fiksasi eksternal
merupakan tanda – tanda adanya
pergerakan fragmen tulang.
Laporan Pendahuluan Page 13
9. Lakukan perawatan luka secara steril. Fiksasi eksternal mempunyai resiko
tinggi terhadap infeksi tulang karena
adanya hubungan langsung dari luar
tulang. Peran perawat dalam
melakukan perawatan luka secara steril
sangat penting dengan mengompreskan
larutan antiseptik di sekitar fiksasi
eksternal.
10. Ajarkan klien dan keluarga mengenai
perawatan fiksasi eksternal apabila pulang
ke rumah.
Pengetahuan yang diberikan dapat
mengurangi resiko trauma akibat
pemasangan fiksasi eksternal.
KOLABORASI
11. Kolaborasi pemberian obat antibiotik. Antibiotik bersifat bakterisidal /
bakteriostatik untuk membunuh /
menghambat perkembangan kuman.
12. Evaluasi tanda/gejala perluasan cedera
jaringan (peradangan lokal/sistemik,
seperti peningkatan nyeri, edema, dan
demam).
Menilai perkembangan masalah klien.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entree luka operasi atau
luka terbuka di tungkai bawah.
Tujuan : Dalam 3 x 24 jam pascaoperasi atau setelah patah tulang terbuka, infeksi tidak
terjadi.
Kriteria Hasil :
a. Klien mengenal faktor-faktor resiko
b. Klien mengenal tindakan pencegahan/mengurangi faktor resiko infeksi
c. Klien menunjukkan/mendemonstrasikan teknik – teknik untuk meningkatkan
lingkungan yang aman.
Laporan Pendahuluan Page 14
Intervensi Rasional
MANDIRI
1. Kaji dan pantau luka operasi setiap hari. Mendeteksi secara dini gejala-gejala inflamasi
yang mungkin timbul sekunder akibat adanya
luka pasca operasi.
2. Lakukan perawatan luka secara steril. Teknik perawatan luka secara steril dapat
mengurangi kontaminasi kuman.
3. Pantau dan batasi kunjungan. Mengurangi resiko kontak infeksi dari orang
lain.
4. Bantu perawatan diri dan keterbatasan
aktivitas sesuai toleransi. Bantu program
latihan.
Menunjukkan kemampuan secara umum dan
kekuatan otot serta merangsang pengembalian
sistem imun.
KOLABORASI
5. Berikan antibiotik sesuai indikasi. Satu atau beberapa agens diberikan yang
bergantung pada sifat patogen dan infeksi yang
terjadi.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular dan
penurunan kekuatan tungkai bawah.
Tujuan : Perawatan diri klien dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil :
a. Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri.
b. Mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan.
c. Mengidentifikasi individu/masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan dan tingkat penurunan
dalam skala 0-4 untuk melakukan aktivitas
hidup sehari-hari.
Membantu dalam mengantisipasi dan
merencanakan pertemuan untuk kebutuhan
individual.
2. Hindari apa yang tidak dapat dilakukan
klien dan bantu bila perlu.
Hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan
menjaga harga diri klien karena klien dalam
Laporan Pendahuluan Page 15
keadaan cemas dan membutuhkan bantuan
orang lain.
3. Ajak klien untuk berpikir positif terhadap
kelemahan yang dimilikinya. Berikan
klien motivasi dan izinkan klien
melakukan tugas dan berikan umpan balik
positif atas usahanya.
Klien memerlukan empati. Perawat perlu
mengetahui perawatan yang konsisten dalam
menangani klien. Intervensi tersebut dapat
meningkatkan harga diri, memandirikan klien,
dan menganjurkan klien untuk terus mencoba.
4. Rencanakan tindakan untuk mengurangi
pergerakan pada sisi tungkai bawah yang
sakit, seperti tempatkan makanan dan
peralatan dalam suatu tempat yang
berlawanan dengan sisi yang sakit.
Klien akan lebih mudah mengambil peralatan
yang diperlukan karena lebih dekat dengan
lengan yang sehat.
5. Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan
minum dan meningkatkan latihan.
Meningkatkan latihan dapat membantu
mencegah konstipasi.
6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani operasi, status
ekonomi, dan perubahan fungsi peran.
Tujuan : Ansietas berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
a. Klien mengenal perasaannya.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya.
c. Klien menyatakan ansietas berkurang atau hilang.
Intervensi Rasional
1. Kaji tanda verbal dan nonverbal ansietas,
dampingi klien, dan lakukan tindakan bila
klien menunjukkan perilaku merusak.
Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan
rasa agitasi, marah dan gelisah.
2. Hindari konfrontasi. Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerjasama, dan mungkin
memperlambat penyembuhan.
3. Mulai lakukan tindakan untuk mengurangi Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak
Laporan Pendahuluan Page 16
ansietas. Beri lingkungan yang tenang dan
suasana penuh istirahat.
perlu.
4. Tingkatkan kontrol sensasi klien. Kontrol sensasi klien (dalam mengurangi
ketakutan) dengan cara memberikan informasi
tentang keadaan klien, menekankan
penghargaan terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri) yang positif, membantu
latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan,
serta memberikan umpan balik yang positif.
5. Orientasikan klien terhadap tahap-tahap
prosedur operasi dan aktivitas yang
diharapkan.
Orientasi tahap-tahap prosedur operasi dapat
mengurangi ansietas.
6. Beri kesempatan klien untuk
mengungkapkan ansietasnya.
Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
7. Beri privasi pada klien dan orang terdekat. Memberi waktu untuk mengekspresikan
perasaan serta menghilangkan ansietas dan
perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-
teman yang dipilih klien untuk melakukan
aktivitas dan pengalihan perhatian
(mis.membaca) akan mengurangi perasaan
terisolasi.
Laporan Pendahuluan Page 17