LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT
YOSEPH ADI KRISTIAN
102008015
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: [email protected]
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Leukemia adalah salah satu penyakit keganasan yang sangat ditakuti oleh masyarakat dewasa
ini.Meskipun telah dilakukan berbagai penelitian, etiologi dari keganasan hemopoetik ini tidak
diketahui secara keseluruhan.
Leukemia pertama kali diketahui sebagai suatu penyakit “darah putih” oleh Bannet dan Virchoe pada
tahun 1845. Secara umum, leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang berbeda dari normal,
jumlahnya berlebihan dan oleh karena menginfiltrasi sumsum tulang dapat menyebabkan anemia,
trombositopenia atau granulositopenia, dan diakhiri dengan kematian. Kematian sering terjadi
karena perdarahan akibat trombositopenia, atau infeksi karena granulositopenia.1
Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik.Pada leukemia akut, sel darah sangat tidak normal, tidak
dapat berfungsi seperti sel normal, dan jumlahnya meningkat secara cepat.Kondisi pasien dengan
leukemia jenis ini memburuk dengan cepat.Pada leukemia kronik, pada awalnya sel darah yang
abnormal masih dapat berfungsi, dan orang dengan leukemia jenis ini mungkin tidak menunjukkan
gejala. Perlahan-lahan, leukemia kronik memburuk dan mulai menunjukkan gejala ketika sel
leukemia bertambah banyak dan produksi sel normal berkurang.1
Leukemia juga digolongkan menurut tipe sel darah putih yang terkena.Maksudnya, leukemia dapat
muncul dari sel limfoid (disebut leukemia limfositik) atau mieloid (disebut leukemia mieloid). Secara
keseluruhan, leukemia dibagi menjadi : Leukemia limfositik kronik / LLK (mengenai orang berusia
lebih 55 tahun, dan jarang sekali mengenai anak-anak), leukemia mieloid kronik / LMK (mengenai
1
orang dewasa), leukemia limfositik akut / LLA (mengenai anak-anak, tetapi dapat juga mengenai
dewasa dan leukemia mieloid akut (mengenai anak maupun orang dewasa dan merupakan 20 %
leukemia pada anak).
Leukemia mieloid (mielositik, mielogenous, mieloblastik, mielomonositik, LMA) akut adalah
penyakit yang bisa berakibat fatal, dimana mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang
menjadi granulosit).Gambaran klinis umum dari leukemia adalah serupa karena semuanya melibatkan
kerusakan hebat fungsi sumsum tulang.Tetapi, gambaran klinis dan laboratorium spesifik berbeda dan
ada perbedaan dalam respons terhadap terapi dan perbedaan dalam prognosis.
Untuk pengobatan leukemia akut, bertujuan untuk menghancurkan sel-sel kanker sampai
habis.Pelaksanaannya secara bertahap dan terdiri dari beberapa siklus.Tahapannya adalah induksi
(awal), konsolidasi dan pemeliharaan.Tahap induksi bertujuan memusnahkan sel kanker
secara progresif. Tahap konsolidasi untuk memberantas sisa sel kanker agar tercapai sembuh
sempurna. Tahap pemeliharaan berguna untuk menjaga agar tidak kambuh. Terapi yang biasa
dilakukan antara lain pemberian kemoterapi, radioterapi dan juga transplantasi sumsum tulang.
Permasalahan yang dihadapi pada penanganan pasien leukemia adalah obat yang mahal, ketersediaan
obat yang belum tentu lengkap, dan adanya efek samping, serta perawatan yang lama. Obat untuk
leukemia dirasakan mahal bagi kebanyakan pasien apalagi dimasa krisis sekarang ini, Selain macam
obat yang banyak , juga lamanya pengobatan menambah beban biaya untuk pengadaan obat. Efek
samping sitostatika bermacam-macam seperti anemia, pedarahan, rambut rontok, granulositopenia
(memudahkan terjadinya infeksi), mual/ muntah, stomatitis, miokarditis dan sebagainya. Problem
selama pengobatan adalah terjadinya relaps (kambuh). Relaps merupakan pertanda yang kurang baik
bagi penyakitnya dan dapat terjadi sekitar 20% pada penderita LLA yang diterapi. Pada dasarnya ada
3 tempat relaps yaitu intramedular (sumsum tulang), ekstramedular (susunan saraf pusat, testis, iris),
intra dan ekstra meduler. Relaps bisa terjadi pada relaps awal (early relaps) yang terjadi selama
pengobatan atau 6 bulan dalam masa pengobatan dan relaps lambat (late relapse) yang terjadi lebih
dari 6 bulan setelah pengobatan.
2
1.2 RUMUSAN MASALAH
Masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah :
1. Anak perempuan 5 tahun. Pucat, dengan hematom pada kaki kanan tanpa riwayat trauma.
2. Terdapat pembesaran KGB di leher, kedua ketiak dan lipat paha
3. Limpa teraba pada Schuffner 2
1.3 TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui batasan dan klasifikasi LLA
2. Mengetahui diagnose dini terhadap LLA
Mengetahui upaya pengelolaan dan pencegahan yang tepat terhadap LLA
1.4 HIPOTESIS
Pucat, hematom, pembesaran KGB, pembesaran limpa merupakan gejala LLA.
BAB II
ISI
SKENARIO
Seorang anak perempuan berusia 5 tahun dibawa ibunya ke rumah sakit dengan keluhan pucat sejak 1
bulan yang lalu.Pada pemeriksaan fisik anak tampak pucat dengan hematom pada kaki kanan tanpa
riwayat trauma. Pada pemeriksaan tanda vital diperoleh denyut nadi 90x/menit, frekuensi nafas
24x/menit dan suhu 37,9˚C dan terdapat pembesaran KGB di leher, kedua ketiak dan lipat paha.
Limpa teraba pada Schuffner 2.
1. ANAMNESIS
Keluhan utama :
o Pucat. Seringkali terlihat pada pasien anemia. Pucat paling baik dinilai pada
telapak tangan/kaki, kuku, mukosa mulut, dan konjungtiva1.
3
Keluhan penyerta :
o Biasanya anak lemas, demam, penurunan kadar trombosit, muntah sehingga
menunjukkan gejala seperti serangan demam berdarah bahkan dapat ditemukan
kulit yang tampak kuning pucat seperti penyakit kuning1.
2. PEMERIKSAAN
a. FISIK
Pucat yg terjadi mendadak dan sukar diterangkan penyebabnya
Panas
Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi
Splenomegali (pada stadium awal biasanya tidak dijumpai), kadang hepatomegali
Limfadenopati
Gejala tidak khas : sakit sendi atau tulang yang dapat disalah-tafsirkan sebagai
penyakit rematik2.
b. PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah tepi
Gejala yang terlihat pada darah tepi sebenarnya berdasarkan pada kelainan sumsum
tulang yaitu berupa pansitopenia, limfositosis yang kadang – kadang
menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapatnya sel blas.
Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan gejala patognomonik untuk
leukemia2.
Anemia : kadar Hb, nilai Ht, jumlah eritrosit menurun
Trombositopenia
Hitung leukosit : meningkat / menurun / normal
Sediaan hapus darah tepi :
o Eritrosit normositik normokrom, eritrosit berinti
o Sel blas bervariasi, +/-
o Pada ANLL, pada sel blas mungkin terdapat Auer rod3.
4
Berdasarkan hitung leukosit dan adanya sel blas, leukemia akut dibagi
menjadi :
1. Leukemia leukemik : hitung leukosit meningkat dengan sel blas (++)
2. Leukemia subleukemik : hitung leukosit normal dengan sel blas (+)
3. Leukemia aleukemik : hitung leukosit menurun dan sel blas (-)3
2. Sumsum tulang
Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton yaitu
hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan system lain terdesak (aplasia
sekunder). Pada LMA selain gambaran yang monoton terlihat pula adanya hiatus
leukemikus yaitu keadaan yang memperlihatkan banyak sel blas (mieloblas),
beberapa sel tua (segmen) dan sangat kurang bentuk pematangan sel yang berada
diantaranya (promielosit, mielosit, metamielosit, dan batang)2.
Hiperseluler, gambaran monoton, sel blas >30%
Eritropoesis, trombopoesis tertekan
Pada LLA aspirasi sumsum tulang mungkin dry tap (karena serabut
retikulin bertambah)3
Pemeriksaan lain
1. Biopsy limpa
Pemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal
dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell.
2. Kimia darah
Kolesterol mungkin menurun, asam urat dapat meningkat,
hipogamaglobulinemia.
3. Cairan serebrospinal
Bila terjadi peninggian jumlah sel (sel patologis) dan protein, maka hal ini berarti
suatu leukemia meningeal.Kelainan ini dapat terjadi pada setiap saat dari perjalanan
penyakit baik pada keadaan remisi maupun pada keadaan kambuh.
Untuk mencegahnya dilakukan pungsi lumbal dan pemberian metotreksat (MTX)
intratrakeal secara rutin pada setiap penderita baru atau pada mereka yang
menunjukkan gejala tekanan intracranial yang meninggi.
5
4. Sitogenetik
70 – 90% dari kasus LMK menunjukkan kelainan kromosom, yaitu pada
kromosom 21 (kromosom Philadelphia atau Ph1).
50 – 70% dari penderita LLA dan LMA mempunyai kelainan berupa:
b. kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid
(2n+a).
c. kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang
diploid.
d. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)
e. Terdapatnya marker chromosome yaitu elemen yang secara morfologis bukan
merupakan kromosom normal; dari bentuk yang sangat besar sampai yang
sangat kecil2.
3. WORKING DIAGNOSIS
LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT (LLA)
Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari
keganasan pediatrik.Leukemia limfoblastik akut (LLA) berjumlah kira – kira 75% dari
semua kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 tahun. Leukemia myeloid akut (LMA)
berjumlah kira – kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10
tahun, meningkat sedikit pada masa remaja. Leukemia sisanya adalah bentuk kronis; leukemia
limfositik kronis (LLK) jarang ditemukan pada anak. Insidensi tahunan keseluruhan dari
leukemia adalah 42,1 tiap juta anak kulit hitam. Perbedaan itu terutama disebabkan oleh
rendahnya kejadian LLA pada kulit hitam.
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan oleh
pemeriksaan sumsum tulang atau limpa.Pada stadium ini limpa mungkin tidak membesar, bahkan
gambaran darah tepi masih normal dan hanya terlihat gejala pucat yang mendadak dengan atau
tanpa trombositopenia.Dalam keadaan ini pemeriksaan sumsum tulang dapat memastikan
diagnosis.
Pada stadium praleukemia, gejala lebih tidak khas lagi, bahkan sumsum tulang dapat
memperlihatkan gambaran normal atau gambaran lain yang nonleukemik (misal anemia aplastik,
ITP menahun, diseritropoesis). Dengan pemeriksaan mikroskop electron sebenarnya telah dapat
dilihat adanya sel patologis.
6
Keluhan panas, pucat, dan perdarahan dapat disebabkan anemia aplastik, trombositopenia
(ITP, ATP, demam berdarah atau infeksi lain). Bila pada pemeriksaan jasmani ditemukan
splenomegali, maka diagnosis lebih terarah pada leukemia akut.
ATP dan trombositopenia ‘biasa’ tidak menunjukkan kelainan lain dalam darah tepi,
kecuali jumlah trombosit yang rendah. Bila darah tepi juga menunjukkan granulositopenia dan
retikulositopenia (terdapat pansitopenia), diagnosis lebih condong pada anemia aplastik atau
leukemia2,4.
GEJALA KLINIS
Gejala yang khas ialah pucat, panas, dan perdarahan disertai splenomegali dan kadang – kadang
hepatomegali serta limfadenopati.Penderita yang menunjukkan gejala lengkap seperti tersebut
diatas, secara klinis dapat didiagnosis leukemia.Pucat dapat terjadi mendadak, sehingga bila pada
seorang anak terdapat pucat yang mendadak dan sebab terjadinya sukar diterangkan, waspadalah
terhadap leukemia.Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi dan
sebagainya.
Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat splenomegali.Gejala yang tidak khas ialah sakit
sendi atau sakit tulang yang dapat disalah-artikan sebagai penyakit reumatik. Gejala lain dapat
timbul sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh, seperti lesi purpura pada kulit, efusi
pleura, kejang pada leukemia serebral dan sebagainya2.
KLASIFIKASI
1. Berdasarkan maturitas sel : akut, kronik
2. Berdasarkan jenis sel : myeloid, limfoid
3. Berdasarkan maturasi dan jenis sel :
Leukemia Mieloblastik Akut (LMA)
Leukemia Mieloblastik Kronik (LMK)
Leukemia Limfositik Akut (LLA)
Leukemia Limfositik Kronik (LLK)
4. Berdasarkan morfologi dan pewarnaan sitokimia (FAB) :
4.1 Acute Non Lymphocytic Leukemia (ANLL) dibagi menjadi :
M0 : undifferentiated LMA. Mieloperoksidase (-) sulit dibedakan dengan LLA
M1 : LMA tanpa maturasi. Dominasi sel blas, blas tanpa granula, sejumlah kecil granula
azurofil, Auer bodies. Tipe ini paling sering
M2 : LMA dengan maturasi. Terjadi diferensiasi, promielosit dan seterusnya.
7
M3 :APL (acute promyelocytic leukemia). Granula azurofil besar, Auer bodies bundle
(Faggot cell), sering disertai DIC.
M4 : AMMoL (acute myelomonocytic leukemia)
M5a : AMoL (acute monoblastic leukemia) poor differentiation
M5b : AMoL good differentiation
M6 : Erythroleukemia. Eritroblas sering PAS (+)
M7 : AMgL (acute megakaryoblastic leukemia)3
4.2 Acute Lymphocytic Leukemia (LLA) dibagi menjadi :
L1 : sel kecil, homogen, sering terjadi pada anak – anak. Proliferasi uniform limfoblas
kecil.
L2 : sel besar, heterogen (limfoblas besar kecil), sering pada dewasa, jarang ≤ 5 tahun.
Diagnosis banding : M1
L3 : sel besar, homogeny (Burkitt type)3
5. Berdasarkan cell surface marker (immuno-phenotyping)
5.1 Acute Lymphocytic Leukemia (ALL) dibagi menjadi :
Common ALL : common ALL Antigen
Pre B ALL : cytoplasmic Ig
B ALL : surface Ig
T ALL : Erythrocyte Rosettes
Null ALL : Terminal deoxy-nucleotidyl Transferase (TdT +)3
4. DIFERENTIAL DIAGNOSIS
Diagnosis banding antara anemia aplastik dan stadium dini leukemia yang aleukemik tanpa
pembesaran limpa, sangat sulit. Gambaran darah tepi pada kedua kelainan ini sama, kecuali bila
terdapat limfositosis yang lebih dari 80% atau terdapatnya sel blas dalam darah tepi, diagnosis
lebih cenderung pada leukemia. Dalam hal ini tidak terdapat perbedaan darah tepi, pemeriksaan
sumsum tulang masih dapat menolong.Keadaan anemia aplastik yang merupakan stadium
praleukemia sukar sekali dibedakan dari anemia aplastik murni, kecuali dengan pemeriksaan
electron atau dengan pengawasan lebih lanjut.
Untuk diagnosis morfologis (menentukan jenis sel leukemia), kadang – kadang diperlukan
pewarnaan khusus (pewarnaan PAS, peroksidase) atau pemeriksaan biokimia2.
8
Leukemia mielositik akut (LMA)
Pada sebagian besar kasus, gambaran klinis dan morfologi pada pewarnaan rutin membedakan
ALL dari AML.Pada ALL, blas tidak memperlihatkan adanya diferensiasi (dengan perkecualian
ALL sel B).Sedangkan pada AML, biasanya ditemukan tanda – tanda diferensiasi kea rah
granulosit atau monosit pada blas atau progeninya.Diperlukan tes khusus untuk memastikan
penegakan diagnosis AML atau ALL dan untuk membagi lagi kasus – kasus AML atau ALL ke
dalam subtype yang berbeda.
Pada sebagian kecil kasus leukemia akut, sel blas memperlihatkan adanya gambaran AML dan
ALL sekaligus. Ciri – ciri ini dapat ditemukan pada sel yang sama (biphenotypic) atau pada
populasi yang terpisah (bilineal), dan gambaran ini mencakup ekspresi yang tak wajar dari
petanda imunologik atau penataan ulang gen yang tak wajar. Hal ini disebut leukemia akut hybrid
dan pengobatan biasanya diberikan berdasarkan pola yang dominan5.
Leukemia limfositik kronik (LLK)
Lebih sering pada orang dewasa sedangkan pada anak sangat jarang.LMK lebih sering ditemukan
daripada LLK.Tidak jarang ditemukan LMK yang berasal dari mielosis eritremik (jenis akut)
yang kemudian berubah menjadi jenis campuran sebagai eritoleukemia dan kemudian berubah
lagi menjadi LMK.
Gejala klinik biasanya ringan bahkan mungkin tidak tampak sakit. Kadang – kadang ditemukan
secara kebetulan karena anak diperiksa darah untuk keperluan lain. Sering ditemukan gejala
panas dan pucat tanpa perdarahan.Limfadenopati, hepatosplenomegali lebih nyata dibandingkan
dengan leukemia akut dan merupakan gejala yang hampir selalu ditemukan.Pemeriksaan darah
tepi selain menggambarkan anemia, juga yang sangat menyolok ialah jumlah leukosit sangat
tinggi (100.000 – 500.000/mm3).Jumlah trombosit tidak terlalu rendah, biasanya masih lebih dari
100.000/mm3.Pada hitung jenis terlihat semua jenis sel dari stadium muda sampai
tua.Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan proliferasi dari seri yang terkena. Persentase sel
terbanyak dari seri ini akan menetukan diagnosis morfologis.
System hemopoetik lain tidak berapa terdesak. 70 -90 % dari kasus LMK menunjukkan adanya
kelainan kromosom pada sediaan darah tepi dan sumsum tulang (kromosom Philadelphia).
Pengobatannya ialah dengan radiasi limpa atau pemberian mileran, disamping menghindarkan
infeksi sekunder.Radiasi diberikan sampai jumlah leukosit mencapai
10.000-20.000/mm3.Mileran diberikan dengan dosis 0,06mg/kgbb/hari.
Prognosis leukemia kronik lebih baik daripada leukemia akut. Biasanya penderita dapat
bertahan lebih lama; 20% lebih dari 5 tahun dan beberapa kasus sampai 20 tahun2.
9
Leukemia mielositik kronik (LMK)
Pasien – pasien ini umumnya mempunyai riwayat ruam eksematosa, limfadenopati dan infeksi
bakteri rekuren, karena itu dapat menyerupai penderita penyakit granulomatosa kronik.Pada saat
diagnosis, penderita umumnya pucat dengan purpura serta pembesaran moderat hati dan limpa.
Temuan laboratories yang konsisten adalah anemia, trombositopenia dan peningkatan jumlah
leukosit, biasanya sekitar 50.000/mm3 (berkisar antara 15.000 – 200.000/mm3).Sediaan hapus
darah mirip dengan gambaran LMK bentuk dewasa dengan adanya sel – sel myeloid semua
stadium diferensiasi.Dapat ditemukan monositosis yang mencolok, tetapi eosinofilia dan
basofilia tidak konsisten. Sumsum tulang biasanya selular dengan megakriosit dan sel eritroid
yang lebih sedikit dibanding LMK tipe dewasa.
Fosfatase alkali leukosit dapat normal atau menurun tapi tidak patognomonik. Proporsi
hemoglobin fetal berkisar antara 30 – 70% dengan ciri – ciri eritropoesis lainnya, seperti kurva
disosiasi oksigen fetal, kadar hemoglobin A2, antibody terhadap antigen eritrosit dan struktur
rantai gamma.
Kemoterapi dengan obat tunggal atau kombinasi amat terbatas atau tak bernilai dalam induksi
remisi atau dalam memperpanjang angka kelangsungan hidup. Ada kemungkinan jumlah leukosit
dapat diturunkan tanpa perubahan bermakna pada kadar hemoglobin atau trombosit. Dalam
perjalanan LMK tipe juvenile, bentuk – bentuk blas dapat meningkat tetapi tidak ada krisis blas
yang khas seperti pada tipe dewasa.Pembesaran progresif terdapat pada organomegali.Median
angka kelangsungan hidup sekitar 6 bulan; kelangsungan hidup sampai 2 tahun jarang
ditemukan.Kematian terjadi akibat komplikasi kegagalan sumsum tulang6.
5. PENATALAKSANAAN
1. Transfusi darah biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan massif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda
– tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortikosteroid (prednisone, kortison, deksametason, dsb). Setelah dicapai remisi dosis
dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX)
pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin),
rubidomisin (daunorubicin), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA,
adriamisin, dsb. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama –sama dengan
prednisone. Pada pemberian obat – obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia,
10
stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati – hati bila
jumlah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama).
5. Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang terbaru, setelah tercapai remisi dan jumlah sel
leukemia cukup rendah (105 – 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik
dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan
dimaksudkan agar terbentuk antibody yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan
spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini
diharapkan akan terbentuk antibody yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel
patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh
sempurna2.
Cara pengobatan
Cara pengobatan yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI terhadap leukemia
limfositik akut ialah dengan menggunakan protocol sebagai berikut :
1. Induksi
Sistemik :
a. VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.
b. ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3 kali dimulai pada hari
ketiga pengobatan
c. Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu kemudian tapering off
selama 1 minggu.
SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal, diberikan 5 kali dimulai
bersamaan dengan atau setelah VCR pertama.
Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir (siklofosfamid)
2. Konsolidasi
a. MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah VCR
keenam, kemudian dilanjutkan dengan :
b. 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali
c. CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu kedua dari konsolidasi
11
3. Rumat
Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :
a. 6-MP: 65 mg/m2/hari peroral
b. MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis (misalnya Senin dan Kamis)
4. Reinduksi
Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat - obat rumat dihentikan.
Sistemik :
a. VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali
b. Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu
kemudian tapering off
SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kaliSSP: MTX
intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kali
5. Imunoterapi
BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml
intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing – masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali
dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat – obat rumat diteruskan.
6. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.
Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6 minggu)2.
6. ETIOLOGI
Etiologinya sampai saat ini masih belum jelas, diduga merupakan interaksi beberapa factor3 :
Host
Familial
Dilaporkan adanya kasus – kasus yang terjadi pada satu keluarga, pada anak kembar
Kelainan kromosom
Kromosom Philadelphia
Berbagai kelainan kromosom ditemukan pada 50% kasus LGA.
Pada sindrom Down, sindrom Turner, risiko leukemia akut meningkat 30 kali lipat
Disfungsi sumsum tulang
12
Anemia aplastik, polisitemia vera, paroksismal nocturnal hemoglobinuria (PNH)
Lingkungan
Radiasi, sinar X
Bahan kimia, obat misalnya kloramfenikol, fenilbutazon, sulfonamide, alkylating agents,
benzene, insektisida.
Virus (retrovirus – onkogenik)
7. EPIDEMIOLOGI
Dibanding penyakit kanker lain seperti kanker paru dan kanker payudara, leukemia
(kankerdarah) termasuk kanker yang jarang terjadi. Meskipun demikian, leukemia merupakan
jeniskanker yang paling banyak ditemukan pada anak di bawah umur 15 tahun.Pada populasi
anak,leukemia yang terjadi pada umumnya adalah leukemia akut, yaitu Leukemia Limfositik
Akut(LLA) dan Leukemia Mielositik Akut (LMA).LLA pada anak 5 kali lebih sering
terjadidibandingkan dengan LMA. Dari seluruh kejadian kanker, 32% di antaranya terjadi pada usiadi
bawah 15 tahun. Sekitar 74% dari kelompok umur tersebut adalah kanker darah atauleukemia. Data
lain menunjukkan bahwa pada 1994 angka insiden leukemia di Amerika sekitar31,8 per 1.000.000
kelahiran hidup. Tidak hanya angka morbiditas, angka mortalitas leukemiajuga dilaporkan di
Amerika.Sampai tahun1980-an, dilaporkan bahwa leukemia menjadipenyebab utama kematian karena
kanker pada anak di Amerika.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa di Indonesia tiap tahun ada seratus
penderita kanker baru dari 100.000 penduduk dan 2% di antaranya atau 4.100 kasus merupakan
kanker anak. Angka ini terus meningkat lantaran kurangnya pemahaman orang tuamengenai penyakit
kanker dan bahayanya.Menurut Dr. Djajadiman Gatot, SpA(K), dari Sub Bagian Hematologi-
Onkologi, Bagian IlmuKesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo(FKUI-RSCM), leukemia merupakan jenis kanker yang paling banyak terjadi
pada anak (30-40 persen) disusul tumor otak (10- 15 persen) dan kanker mata/retinoblastoma (10 – 12
persen). Sisanya kanker jenis lain seperti kanker kelenjar getah bening, kanker saraf, dan kanker
ginjal. Data lain menyatakan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 80 juta anak dengan usia dibawah
15 tahun. Sebagian dari anak tersebut merupakan populasi berisiko terkena leukemia. Dari penelitian
13
yang dilakukan di RS Dr.Sardjito Universitas Gajah Mada Yogyakarta, didapatkan insiden leukemia
jenis LLA sebesar 2,5 – 4,0 per 100.000 anak. Dengan kata lain dapat diestimasi bahwa terdapat 2000
– 3200 kasus baru jenis LLA tiap tahunnya. Selain itu juga didapatkan sebanyak 30 – 40 leukemia
anak jenis LLA ditangani setiap tahun di institusi tersebut di atas.
Sampai saat ini apa yang menjadi penyebab leukemia belum diketahui dengan pasti. Sementara,
apa yang menjadi factor risiko dapat diketahui dari beberapa penelitian yang telah dilakukan,
diantaranya adalah penggunaan pestisida, medan listrik, riwayat keguguran pada ibu, radiasi, bahan
kimia (benzene), virus, kelainan genetic, ibu yang umurnya relative tua saat melahirkan, ibu yang
merokok saat hamil, konsumsi alcohol saat hamil, penggunaan marijuana saat hamil, medan magnet,
pekerjaadn orang tua, berat lahir, urutan lahir, radiasi prenatal dan postnatal, vitamin K, serta diet.
Leukemia paling sering terjadi pada anak dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu
leukemia juga menyebabkan kematian pada anak, khususnya untuk jenis leukemia LMA karena risiko
kematiannya lebih tinggi dibandingkan jenis lain. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian
ilmiah untuk melihat besarnya masalah serta melihat gambaran determinan leukemia anak.
Penelitian mengenai gambaran epidemiologi leukemia anak belum merupakan prioritas para
peneliti di Indonesia. Padahal, informasi ini sangat penting agar masyarakat mengerti dan peduli
(aware) terhadap tingginya angka kejadian leukemia pada anak dibandingkan dengan jenis kanker
lain. Penelitian ini juga penting sebagai langkah awal untuk melanjutkan penelitian terhadap factor
penyebab sehingga dapat menentukan tindakan preventifnya7.
8. PATOFISIOLOGI
Secara imunologik, pathogenesis leukemia dapat diterangkan sebagai berikut:
Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai struktur antigen
tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia seandainya
struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia itu. Bila struktur antigen individu
tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut akan ditolaknya, sama kejadiannya
dengan penolakan terhadap benda asing. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen
dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh (kulit
disebut juga antigen jaringan).Oleh WHO terhadap antigen jaringan telah ditetapkan istilah HL-A
(Human Leucocyte locus A). Sistem HL-A indvidu ini diturunkan menurut hokum genetika,
sehingga agaknya peranan factor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan2.
9. KOMPLIKASI
14
Kematian mungkin terjadi karena infeksi (sepsis) atau perdarahan yang tidak terkontrol.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah kegagalan leukemia untuk berrespon
terhadap kemoterapi8.
10. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS
sampai saat ini leukemia masih merupakan penyakit yang fatal, tetapi dalam kepustakaan
dilaporkan pula beberapa kasus yang dianggap sembuh karena dapat hidup lebih dari 10 tahun
tanpa pengobatan. Biasanya bila serangan pertama dapat diatasi dengan pengobatan induksi,
penderita akan berada dalam keadaan remisi untuk beberapa bulan. Pada stadium remisi ini secara
klinis penderita tidak sakit, sama seperti anak biasa. Tetapi selanjutnya dapat timbul serangan
yang kedua (kambuh), yang disusul lagi oleh masa remisi yang biasanya lebih pendek dari masa
remisi pertama. Demikian seterusnya masa remisi akan lebih pendek lagi sampai akhirnya
penyakit ini resistensi terhadap pengobatan dan penderita akan meninggal. Kematian biasanya
disebabkan perdarahan akibat trombositopenia, leukemia serebral atau infeksi (sepsis, infeksi
jamur).
Sebelum ada prednisone, penderita leukemia hanya dapat hidup beberapa minggu sampai 2
bulan.Dengan pengobatan prednisone jangka waktu hidup penderita diperpanjang sampai
beberapa bulan. Dengan ditambahkannya obat sitostatika (MTX, 6-MP) hidup penderita dapat
diperpanjang 1-2 tahun lagi dan dengan digunakannya sitostatika yang lebih poten lagi disertai
cara pengobatan yang mutakhir, usia penderita dapat diperpanjang 3 – 4 tahun lagi, bahkan ada
yang lebih dari 10 tahun.
Leukemia monositik akut mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan leukemia
limfositik akut dan juga lebih sukar diobati.Demikian pula halnya dengan mielosis eritremik2.
11. PENCEGAHAN
Tidak diketahui secara pasti cara – cara pencegahan berbagai tipe leukemia. Karena
kebanyakan penderita leukemia tidak mengetahui factor risiko mereka masing – masing. Beberapa
tipe dari leukemia mungkin dapat dicegah dengan cara menghindari paparan radiasi dosis tinggi
(bahkan pasca kemoterapi / terapi radiasi), pajanan zat kimia (benzene), menghindari merokok
ataupun paparan asap rokok.
15
Namun sayangnya, banyak kasus dari leukemia tidak dapat dicegah.Karena sesungguhnya
tidak dapat diidentifikasi secara nyata dan pasti mengenai penyebab dan factor risiko dari leukemia
tersebut. Jadi pola – pola pencegahan leukemia tidak bisa dimungkinkan pada saat ini9,10.
16
Daftar pustaka
1. Matondang, S. Corry dkk. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik. Diagnosis Fisis pada Anak. Edisi
ke-2. CV Sagung Seto. Jakarta: 2003.
2. Hassan, Rusepno dkk. Leukemia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 1. Cetakan ke-11.
Percetakan Infomedika, Jakarta: 2007.
3. Sudiono, Herawati, dkk. Leukemia. Penuntun Patologi Klinik Hematologi. Cetakan ketiga. Biro
Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida, Jakarta: 2009.
4. Waldo, E. Nelson. Leukemia Limfoblastik Akut. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Vol
3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2000
5. Hoffbrand, A.V. Leukemia Akut. Kapita Selekta Hematologi. Edisi ke-4. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta: 2005
6. Behrman, E. Richard. Leukemia Limfositik Akut. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 3.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 1992
7. http://indonesianjournalofcancer.org/images/stories/2010/IJoC_2010_1_015.pdf diunduh Rabu,
20 April 2011, 9:31PM
8. Rudolph, M. Abraham. Leukemia Limfoblastik Akut. Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Edisi 20.
EGC, Jakarta: 2006
9. http://cancer.about.com/od/leukemia/a/leukemiaprevent.htm diunduh Rabu, 20 April 2011,
9:31PM
10. http://www.webmd.com/cancer/tc/leukemia-prevention diunduh Rabu, 20 April 2011, 9:31PM
17
Top Related