BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Urtikaria pertama kali digambarkan dalam sastra Inggris pada tahun 1772,
walaupun sebenarnya penyakit telah diakui sepanjang sejarah. Urtikaria ditandai
dengan onset edema setempat pada kulit yang berhubungan dengan rasa gatal dan
terbakar yang disebabkan oleh bermacam-macam sebab.1,2 Urtikaria juga kadang
dikenal sebagai hives, nettle rash, biduran, kaligata.2
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai dan mengenai 15-25%
populasi semasa hidupnya. Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun kronik.
Urtikaria akut adalah gangguan umum yang sering mendorong pasien untuk mencari
pengobatan. Bahkan, urtikaria akut adalah penyakit kulit paling umum yang dirawat
di Unit Gawat Darurat (UGD).1 Urtikaria kronik yang terjadi setiap hari selama lebih
dari 6 minggu dapat mengganggu kualitas hidup seseorang.3
Kebanyakan kasus urtikaria adalah self-limited dan durasinya pendek. Namun,
ketika urtikaria menjadi kronik, maka akan menjadi masalah bagi pasien atau dokter
yang merawat.4 Walaupun patogenesis dan beberapa penyebab yang dicurigai telah
ditemukan, ternyata pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak memberi hasil
seperti yang diharapkan.2 Penatalaksanaan utama urtikaria meliputi langkah-langkah
umum untuk mencegah atau menghindari faktor pemicu dan farmakoterapi. 3
Insect bite reaction (reaksi gigitan serangga) adalah reaksi yang disebabkan
oleh gigitan yang biasanya berasal dari bagian mulut serangga dan terjadi saat
serangga berusaha untuk mempertahankan diri atau saat serangga tersebut mencari
makanannya. Gigitan serangga akan memicu reaksi inflamasi juga mengakibatkan
kemerahan dan bengkak di lokasi yang tersengat. (1,2)
Secara sederhana gigitan dan sengatan lebah dibagi menjadi 2 grup yaitu
Venomous (beracun) dan Non Venomous (tidak beracun). Pada umumnya gigitan
serangga dapat dirawat pada saat akut dengan memberikan kompres setelah
1
perawatan luka rutin dengan sabun dan air untuk meminimalisasi kemungkinan
infeksi. Selain itu pemberian Antihistamin sistemik dan kortikosteroid, dapat
membantu mengatasi reaksi sistemik. Prognosis dari insect bite reaction bergantung
pada jenis insekta yang terlibat dan seberapa besar reaksi yang terjadi. Pemberian
topikal berbagai jenis analgetik, antibiotik, dan pemberian oral antihistamin cukup
membantu, begitupun dengan kortikosteroid oral maupun topikal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
II.1.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit
1. Anatomi Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh. Lapisan luar
kulit adalah epidermis dan lapisan dalam kulit adalah dermis atau korium.5
Epidermis terdiri atas lima lapisan yaitu stratum korneum, stratum lusidum,
stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale (stratum germinativum).
Fungsi epidermis sebagai proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan
sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan
alergen (sel langerhans).5
Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan papiler dan lapisan retikuler yang
merupakan lapisan tebal terdiri dari jaringan ikat padat. Fungsi dermis berfungsi
sebagai struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing
forces dan respon inflamasi. Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau
hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak, berfungsi menunjang suplai darah ke
dermis untuk regenerasi.5
3
Gambar 1. Lapisan Epidermis Kulit.5
Gambar 2. Anatomi Kulit.5
2. Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya
adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier
infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi, dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma
mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Kulit
berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit.5
II.1.2. Definisi Urtikaria
Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya
ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan,
berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat
dikelilingi halo.2
II.1.3. Epidemiologi
- Dapat terjadi pada semua jenis kelamin dan berbagai kelompok umur,
namun pada umumnya sering terjadi pada usia dewasa muda.
- Umur rata-rata penderita urtikaria adalah 35 tahun dan jarang dijumpai
pada umur dibawah 10 tahun atau lebih dari 65 tahun.
- Dikenal 2 macam bentuk klinik urtikaria, yaitu bentuk akut dan bentuk
kronik:
o Bentuk akut: bila berlangsung kurang dari 6 minggu, dan biasanya
mengenai kelompok dewasa muda dan penyebabnya mudah
diketahui.
4
o Bentuk kronik: bila berlangsung lebih dari 6 minggu dan biasanya
mengenai orang usia pertengahan dan cenderung kambuh ulang,
serta penyebabnya tidak diketahui.
Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama dengan angioedema,
dan 11% angiodema saja. 2
II.1.4. Etiologi
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga
penyebab urtikaria bermacam-macam, antara lain: 2
1. Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik
maupun non-imunologik. Obat sistemik (penisilin, sepalosporin, dan diuretik)
menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe I atau II. Sedangkan obat yang secara
non-imunologik langsung merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya
opium dan zat kontras.2
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat
reaksi imunologik. Makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan,
kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka.2
3. Gigitan atau sengatan serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, hal ini lebih
banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV).2
4. Bahan fotosenzitiser
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan
kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.2
5. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu binatang,
dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I).2
6. Kontaktan
5
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil,
air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya insect
repellent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik.2
7. Trauma Fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktor tekanan,
dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun non
imunologik. Dapat timbul urtika setelah goresan dengan benda tumpul beberapa
menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme atau
fenomena Darier.2
8. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri,
virus, jamur, maupun infestasi parasit.2
9. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan vasodilatasi kapiler .2
10. Genetik
Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun jarang
menunjukkan penurunan autosomal dominant.2
11. Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi
lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi.2
II.1.5. Klasifikasi
Terdapat bermacam-macam penggolongan urtikaria, yaitu:
1. Berdasarkan lamanya serangan berlangsung: 2
a. Akut:
- bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau
brlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.
- Sering terjadi pada anak muda, umumnya laki-laki lebih
sering daripada wanita.
- Penyebabnya lebih mudah diketahui.
6
b. Kronik:
- bila waktunya lebih dari yang tergolong dalam akut.
- Lebih sering pada wanita usia pertengahan.
- Penyebabnya sulit ditentukan.
2. Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan menurut bentuknya:
a. Urtikaria papular: bila berbentuk papul.
b. Gutata: bila besarnya sebesar tetesan air
c. Girata: bila ukurannya besar-besar
d. Anular dan arsinar.
3. Berdasarkan luas dan dalamnya jaringan yang terkena:
a. Urtikaria lokal
b. Urtikaria generalisata
c. Urtikarria angioedema
4. Berdasarkan oenyebab dan mekanisme terjadinya:
a. Urtikaria atas dasar reaksi imunologik:
- Bergantung pada IgE (reaksi alergi tipe I)
1. Pada atopi
2. Antigen spesifik (polen, obat, venom)
- Ikut sertanya komplemen
1. Pada reaksi sitotoksik (reaksi alergi tipe II)
2. Pada reaksi kompleks imun (reaksi alergi tipe III)
3. Defisiensi C1 esterase inhibitor (genetik)
- Reaksi alergi tipe IV (urrtikaria kontak)
b. Urtikaria atas dasar reaksi nonimunologik:
- Langsung memacu sel mas, sehingga terjadi pelepasan
mediator (misalnya obat golongan opiat dan bahan
kontras).
7
- Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam
arakidonat (misalnya aspirin, obat aanti-inflamasi non-
steroid, golongan azodyes)
- Trauma fisik, misalnya dermografisme, rangsangan dingin,
panas atau sinar, dan bahan kolinergik.
c. Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya,
digolongkan idiopatik.
II.1.6. Patogenesis
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang
meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan
cairan setempat. Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan.
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator misalnya histamine, kinin, serotonin, slow reacting substance of
anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil.2
Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast
atau basofil untuk melepaskan mediator tersebut (gambar 10). Pada yang
nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin mono phosphate) memegang
peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan
amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan
beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik misalnya asetilkolin,
dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui langsung
dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator. Faktor fisik misalnya
panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat langsung merangsang sel
mast. Beberapa keadaan misalnya demam, panas, emosi, dan alcohol dapat
merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas.2
8
SEL MAS BASOFIL
FAKTOR NON IMUNOLOGIK FAKTOR IMUNOLOGIK
Efek kolinergik
Faktor fisik(panas, dingin, trauma,
sinar X, cahaya)
AlkoholEmosi
Demam
Idiopatik?
Bahan kimia pelepas mediator(morfin,kodein)
Reaksi tipe I (IgE)(inhalan, obat, makanan, infeksi)
Reaksi tipe IV (kontaktan)
Pengaruh komplemen
Reaksi tipe II
Reaksi tipe III
URTIKARIA
Aktivasi komplemenklasik – alternatif
(Ag-Ab, venom, toksin)
Faktor genetik(defisiensi C1 esterase inhibitor)
PELEPASAN MEDIATOR(histamin, SRSA, serotonin,
kinin, PEG, PAF)
VASODILATASI
PERMEABILITAS KAPILER ↑
Gambar 10. Diagram Faktor Imunologik dan Non-Imunologik yang Menimbulkan Urtikaria2
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik;
biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya
reseptor Fc bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE maka terjadi
degranulasi sel, sehingga mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak
pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen juga
ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara alternatif
9
menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mast
dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri.
Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan
kompleks imun pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat
kontak dapat juga terjadi misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga,
bahan kosmetik, dan sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik
menyebabkan edema angioneurotik yang herediter.
II.1.7. Gejala dan Tanda
II.1.7.1 Gejala
Gejala urtikaria adalah sebagai berikut: 2,4
a. Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk.
b. Biduran berwarna merah muda sampai merah.
c. Lesi dapat menghilang dalam 24 jam atau lebih, tapi lesi baru dapat mucul
seterusnya.
d. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut diare,
muntah dan nyeri kepala.
II.1.7.2 Tanda
Tanda urtikatria adalah sebagai berikut: 2,4
e. Klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas dan kadang-kadang
bagian tengah tampak lebih pucat.
f. Bentuknya dapat papular, lentikular, numular, dan plakat.
g. Jika ada reaksi anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi,
respiratory distress, stridor, dan gastrointestinal distress.
h. Jika ada lesi yang gatal, dapat dipalpasi, namun tidak memutih jika ditekan,
maka merupakan lesi dari urticarial vasculitis yang dapat meninggalkan
perubahan pigmentasi.
i. Pemeriksaan untuk dermographism dengan cara kulit digores dengan objek
tumpul dan diamati pembentukan wheal dengan eritema dalam 5-15 menit.
j. Edema jaringan kulit yang lebih dalam atau submukosa pada angioedema.
10
II.1.8. Diagnosis Banding
1. Angioedema
Angioedema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh meningkatnya
permeabilitas vaskular pada jaringan subkutan kulit, lapisan mukosa, dan lapisan
submukosa yang terjadi pada saluran napas dan saluran cerna. Angioedema dapat
disebabkan oleh mekanisme patologi yang sama dengan urtikaria, namun pada
angioedema mengenai lapisan dermis yang lebih dalam dan jaringan subkutaneus.
Karakteristik dari angioedema meliputi vasodilatasi dan eksudasi plasma ke jaringan
yang lebih dalam daripada yang tampak pada urtikaria, pembengkakan yang
nonpitting dan nonpruritic dan biasanya terjadi pada permukaan mukosa dari saluran
nafas dan saluran cerna (pembengkakan usus menyebabkan nyeri abdomen berat),
serta suara serak yang merupakan tanda paling awal dari edema laring.9
2. Pitiriasis rosea
Pitiriasis rosea adalah erupsi papuloskuamosa akut yang agak sering dijumpai.
Morfologi khas berupa makula eritematosa lonjong dengan diameter terpanjang
sesuai dengan lipatan kulit serta ditutupi oleh skuama halus. Lokalisasinya dapat
tersebar di seluruh tubuh, terutama pada tempat yang tertutup pakaian. Efloresensi
berupa makula eritroskuamosa anular dan solitar, bentuk lonjong dengan tepi hampir
tidak nyata meninggi dan bagian sentral bersisik, agak berkeringat. Sumbu panjang
lesi sesuai dengan garis lipat kulit dan kadang-kadang menyerupai gambaran pohon
cemara. Lesi inisial (herald patch = medallion) biasanya solitary, bentuk oval, anular,
berdiameter 2-6 cm. Jarang terdapat lebih dari 1 herald patch.7
3. Urtikaria pigmentosa
Urtikaria pigmentosa adalah suatu erupsi pada kulit berupa hiperpigmentasi yang
berlangsung sementara, kadang-kadang disertai pembengkakan dan rasa gatal.
Penyebabnya adalah infiltrasi mastosit pada kulit. Lokalisasi terutama pada badan,
tapi dapat juga mengenai ekstrimitas, kepala, dan leher. Efloresensi berupa makula
coklat-kemerahan atau papula-papula kehitaman tersebar pada seluruh tubuh, dapat
juga berupa nodula-nodula atau bahkan vesikel.7
11
4. Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah dermatitis yang timbul pada individu dengan riwayat
atopi pada dirinya sendiri ataupun keluarganya, yaitu riwayat asma bronchial, rhinitis
alergika, dan reaksi alergi terhadap serbuk-serbuk tanaman. Penyebab yang pasti
belum diketahui, tetapi faktor turunan merupakan dasar pertama untuk timbulnya
penyakit. Gejala utama dermatitis atopik adalah pruritus, dapat hilang timbul
sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita
akan menggaruk sehingga timbul papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi,
eksudasi, dan krusta. Diagnosis dermatitis atopi harus mempunyai tiga kriteria mayor
dan tiga kriteria minor dari Hanifin dan Rajka.2
5. Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi
yang menempel pada kulit pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap
suatu alergen. Penderita umumnya mengeluh gatal. Semua bagian tubuh dapat
terkena. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas
kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel, atau bula. Vesikel atau bula dapat
pecah menimbulkan erosindan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit
kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.2,7
II.1.9. Diagnosis
II.1.9.1Anamnesis
Informasi mengenai riwayat urtikaria sebelumnya, durasi rash/ruam, dan gatal
dapat bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut, rekuren, atau kronik. 9
Beberapa pertanyaan untuk menentukan penyebab alergi atau non-alergi adalah
sebagai berikut: 4
a. Apakah biduran berhubungan dengan makanan? Apakah ada makanan baru
yang ditambahkan dalam menu makanan?
12
b. Apakah pasien sedang menjalani pengobatan rutin atau menggunakan obat
baru? Jika iya, apakah jenis obat tersebut?
c. Apakah pasien mempunyai penyakit kronik atau riwayat penyakit kronik?
d. Apakah pasien sedang hamil?
e. Apakah biduran disebabkan oleh stimulus fisik seperti panas, dingin, tekanan,
vibrasi?
f. Apakah biduran berhubungan dengan senyawa yang dihirup atau kontak
dengan kulit yang mungkin timbul pada tempat kerja?
g. Apakah biduran berhubungan dengan gigitan/sengatan serangga?
II.1.9.2. Pemeriksaan Fisik
k. Pemeriksaan kulit pada urtikaria, meliputi: 2, 9,8
Lokalisasi: badan, ekstremitas, kepala, dan leher.
Efloresensi: eritema dan edema setempat berbatas tegas dengan elevasi
kulit, kadang-kadang bagian tengah tampak pucat.
Ukuran: beberapa milimeter hingga sentimeter.
Bentuk: papular, lentikular, numular, dan plakat.
Dermographism.
l. Pemeriksaan fisik sebaiknya terfokus pada keadaan yang memungkinkan
menjadi presipitasi urtikaria atau dapat berpotensi mengancam nyawa,
diantaranya adalah: 9
Faringitis atau infeksi saluran nafas atas, khususnya pada anak-anak.
Angioedema pada bibir, lidah, atau laring.
Sklera ikterik, pembesaran hati, atau nyeri yang mengindikasikan adanya
hepatitis atau penyakit kolestatik hati.
Pembesaran kelenjar tiroid.
Lymphadenopati atau splenomegali yang dicurigai limfoma.
Pemeriksaan sendi untuk mencari bukti adanya penyakit jaringan
penyambung, rheumatoid arthritis, atau systemic lupus erythematosus
(SLE).
13
Pemeriksaan pulmonal untuk mencari pneumonia atau bronchospasm
(asthma).
Ekstremitias untuk mencari adanya infeksi kulit bakteri atau jamur.
II.1.9.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya
infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam.2 Pemeriksaan darah
rutin bisa bermanfaat untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit
penyerta. Pemeriksaan-pemeriksaan seperti komplemen, autoantibodi,
elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati, faal hati, dan urinalisis akan
membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C1 inhibitor dan C4
komplemen sangat penting pada kasus angioedema berulang tanpa urtikaria.9
Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada urtikaria dingin.2
Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina.
Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.2
Tes Alergi
Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan
melakukan tes kulit invivo (skin prick test) dan pemeriksaan IgE spesifik
(radio-allergosorbent test-RASTs). Tes injeksi intradermal menggunakan
serum pasien sendiri (autologous serum skin test-ASST) dapat dipakai sebagai
tes penyaring yang cukup sederhana untuk mengetahui adanya faktor
vasoaktif seperti histamine-releasing autoantibodies. 2
Tes Provokasi
Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila tes-tes
alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun demikian, tes
provokasi ini dipertimbangkan secara hati-hati untuk menjamin
keamanannya.8
Tes eleminasi makanan
Tes ini dilakukan dengan cara menghentikan semua makanan yang
dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.2
14
Tes foto tempel
Tes foto tempel dapat dilakukan pada urtikaria fisik akibat sinar.8
Suntikan mecholyl intradermal
Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria
kolinergik.2
Tes fisik
Tes fisik ini bisa dengan es (ice cube test) atau air hangat apabila dicurigai
adanya alergi pada suhu tertentu. 2
Pemeriksaan histopatologik
Pemeriksaan ini tidak selalu diperlukan, tetapi dapat membantu diagnosis.2
Pada urtikaria perubahan histopatologis tidak terlalu dramatis. Tidak terdapat
perubahan epidermis. Pada dermis mungkin menunjukkan peningkatan jarak
antara serabut-serabut kolagen karena dipisahkan oleh edema dermis. Selain
itu terdapat dilatasi pembuluh darah kapiler di papilla dermis dan pembuluh
limfe pada kulit yang berkaitan. Selain itu terdapat suatu infiltrat limfositik
perivaskuler dan mungkin sejumlah eosinofil. Sel mast meningkat jumlahnya
pada kulit yang bersangkutan.10
Infiltrasi limfosit sering ditemukan di lesi urtikaria tipe akut dan kronik.
Beberapa lesi urtikaria mempunyai campuran infiltrat seluler, yaitu campuran
limfosit, polymorphonuclear leukocyte (PMN), dan sel-sel inflamasi lainnya.
Infiltrasi seluler campuran tersebut mirip dengan histopatologi dari respon
alergi fase akhir. Beberapa pasien dengan urtikaris yang sangat parah atau
urtikaria atipikal memiliki vaskulitis pada biopsi kulit. Spektrum histopatologi
berhubungan derajat keparahan penyakit, mulai dari limfositik (ringan)
sampai ke vaskulitik (parah).4
II.1.10. Penatalaksanaan
- Pengobatan yang paling baik adalah mengobati penyebabnya dan
menghindari penyebab yang dicurigai.
- Pengobatan dengan antihistamin:
o Cara kerja: menghambat histamin pada reseptor-reseptornya
15
o Antihistamin yang klasik dibagi menjadi 6 kelompok:
Etanolamin/difenhidramin
Etilendiamin/tripelenamin
Alkilamin/klofeniramid
Piperazin/siklizin
Fenotiazin/prometazin
Tambahan: hidroksizin hidroklorid, siproheptadin.
o Efek antihistamin terlihat dalam waktu 15-30 menit setelah
pemakaian oral, dan puncaknya pada 1-2 jam, sedangkan lama
kerjanya bervariasi dari 3-6 jam.
o Antihistamin nonklasik:
Contohnya: terfenadin, astemizol, loratadin, dan
mequitazin.
Golongan ini diabsorbsi lebih cepat dan mencapai
kadar puncak 1-4 jam.
Masa awitan lebih lambat dan efek maksimal dalam
waktu 4 jam.
Efektivitasnya berlangsung lebih lama dibanding
denagn AH1 yang klasik.
Keunggulannya: tidak mempunyai efek sedasi karena
tidak dapat menembus sawar darah otak, dan juga tidak
memberi efek antikolinergik, tidak menimbulkan
potensiasi denagn alkohol dan tidak terdapat penekanan
pada SSP serta relatif nontoksik.
- Pengobatan dengan anti-enzim, misalnya denagn antiplasminuntuk
menekan aktivitas palsmin yang timbul pada perubahan reaksi antigen
antibodi.
- Pengobatan dengan cara desensitasi, misalnya dilakukan pada:
o urtkaria dingindengan melakukan sensitisasi air pada suhu
100C (1-2 menit) 2 kali sehari selama 2-3 minggu.
16
o Pada alergi debu, serbuk sari bunga dan jamursensitisasi
denagn alergen dosis kecil 1 minggu 2x: dosis dinaikkan dan
djarangkan perlahan-lahan sampai batas yang dapat ditoleransi
oleh penderita.
- Pengobatan lokal dikulitdapat diberi secara simtomatik, misalnya
anti-pruritus didalam bedak atau bedak kocok. 1.2
II.1.11. Prognosis
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi,
sedangkan urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari.2
II.2. INSECT BITE
II.2.1.Definisi
Insect bite reaction (reaksi gigitan serangga) adalah reaksi yang disebabkan
oleh gigitan yang biasanya berasal dari bagian mulut serangga dan terjadi saat
serangga berusaha untuk mempertahankan diri atau saat serangga tersebut mencari
makanannya. Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun) yang
tersusun dari protein dan substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi kepada
penderita. Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak di lokasi
yang tersengat. (11,12)
II.2.2. Epidemiologi
Gigitan dan sengatan serangga mempunyai prevalensi yang sama di seluruh
dunia. Dapat terjadi pada iklim tertentu dan hal ini juga merupakan fenomena
musiman, meskipun tidak menutup kemungkinan kejadian ini dapat terjadi disekitar
kita. Prevalensinya sama antara pria dan wanita. Bayi dan anak-anak labih rentan
terkena gigitan serangga dibanding orang dewasa. Biasanya terjadi pada anak-anak
berusia 2 sampai 10 tahun, prevalensi yang lebih tinggi pada anak-anak mungkin
hasil dari mekanisme kekebalan tubuh atau dari kebiasaan anak-anak yang lebih
17
sering bermain diluar sehingga lebih sering terkena gigitan serangga. Salah satu
faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini yaitu terjadi pada tempat-tempat
yang banyak serangga, seperti di perkebunan, persawahan, dan lain-lain. (11,13,14)
II.2.3. Etiologi
Secara sederhana gigitan dan sengatan lebah dibagi menjadi 2 grup yaitu
Venomous (beracun) dan Non Venomous (tidak beracun). Serangga yang beracun
biasanya menyerang dengan cara menyengat, misalnya tawon atau lebah, ini
merupakan suatu mekanisme pertahanan diri yakni dengan cara menyuntikan racun
atau bisa melalui alat penyengatnya. Sedangkan serangga yang tidak beracun
menggigit dan menembus kulit dan masuk mengisap darah, ini biasanya yang
menimbulkan rasa gatal. (15)
Ada 30 lebih jenis serangga tapi hanya beberapa saja yang bisa menimbulkan
kelainan kulit yang signifikan. Kelas Arthropoda yang melakukan gigitan dan
sengatan pada manusia terbagi atas : (13,14)
I. Kelas Arachnida
II. Kelas Chilopoda dan Diplopoda
III. Kelas Insecta
A. Anoplura (Phtirus Pubis, Pediculus humanus, capitis et corporis)
B. Coleoptera (Kumbang)
C. Diptera (Nyamuk, lalat)
D. Hemiptera ( Kutu busuk, cimex)
E. Hymenoptera (Semut, Lebah, tawon)
F. Lepidoptera ( Kupu-kupu)
G. Siphonaptera ( Xenopsylla, Ctenocephalides, Pulex)
Insect bite reaction disebabkan oleh artropoda kelas insekta. Insekta memiliki
tahap dewasa dengan karakter eksoskeleton yang keras, 3 pasang kaki, dan tubuh
bersegmen dimana kepala, toraks dan abdomennya menyatu. Insekta merupakan
golongan hewan yang memiliki jenis paling banyak dan paling beragam. Oleh karena
itu, kontak antara manusia dan serangga sulit dihindari. Paparan terhadap gigitan atau
18
sengatan serangga dan sejenisnya dapat berakibat ringan atau hampir tidak disadari
ataupun dapat mengancam nyawa.
II.2.4. Patogenesis
Saliva pada serangga dapat membantu dalam pencernaannya, menghambat
koagulasi, meningkatkan aliran darah pada tempat gigitan atau menganestesi daerah
gigitan.Banyak lesi yang terjadi biasanya merupakan akibat dari respon imun
terhadap sekret insekta ini. Kebanyakan gigitan serangga bentuknya kecil dan hanya
menghasilkan luka tusuk superfisial. (12)
Gigitan atau sengatan serangga akan menyebabkan kerusakan kecil pada kulit,
lewat gigitan atau sengatan antigen yang akan masuk langsung direspon oleh sistem
imun tubuh. Racun dari serangga mengandung zat-zat yang kompleks. Reaksi
terhadap antigen tersebut biasanya akan melepaskan histamin, serotonin, asam formic
atau kinin. Lesi yang timbul disebabkan oleh respon imun tubuh terhadap antigen
yang dihasilkan melalui gigitan atau sengatan serangga.Reaksi yang timbul
melibatkan mekanisme imun. Reaksi yang timbul dapat dibagi dalam 2 kelompok :
reaksi immediate dan reaksi delayed. (15)
Reaksi immediate merupakan reaksi cepat yang sering terjadi 20-30 menit
setelah paparan, dan ditandai dengan reaksi lokal atau reaksi sistemik. Lesi juga
timbul karena adanya toksin yang dihasilkan oleh gigitan atau sengatan serangga.
Nekrosis jaringan yang lebih luas dapat disebabkan karena trauma endotel yang
dimediasi oleh pelepasan neutrofil.Spingomyelinase D adalah toksin yang berperan
dalam timbulnya reaksi neutrofilik. Enzim Hyaluronidase yang juga ada pada racun
serangga akan merusak lapisan dermis sehingga dapat mempercepat penyebaran dari
racun tersebut. (12,13)
Pada reaksi tipe delayed muncul satu hari atau lebih setelah terkena paparan.
Adanya perbedaan waktu disebabkan perbedaan mediator yang terlibat. Jika reaksi
hipersensitivitas tipe cepat melibatkan sel B, maka reaksi hipersentivitas tipe lambat
melibatkan sel T. (15)
II.2.5. Manifestasi Klinis
19
Banyak jenis spesies serangga yang menggigit dan menyengat manusia, yang
memberikan respon yang berbeda pada masing-masing individu. Reaksi yang timbul
dapat berupa lokal atau generalisata. Reaksi lokal yang biasanya muncul dapat berupa
papular urtikaria. Papular urtikaria dapat langsung hilang atau juga akan menetap,
biasa disertai dengan rasa gatal, dan lesi nampak seperti berkelompok maupun
menyebar pada kulit. Papular urtikaria dapat muncul pada semua bagian tubuh atau
hanya muncul terbatas di sekitar area gigitan. Pada awalnya, muncul perasaan yang
sangat gatal disekitar area gigitan dan kemudian muncul papul-papul. Papul yang
mengalami ekskoriasi dapat muncul dan akan menjadi prurigo nodularis. Vesikel dan
bulla dapat muncul dan dapat menyerupai pemphigoid bullosa, sebab manifestasi
klinis yang terjadi juga tergantung dari respon sistem imun penderita. Infeksi
sekunder adalah merupakan komplikasi tersering yang bermanifestasi sebagai
folikulitis, selulitis atau limfangitis. (13,15)
Pada beberapa orang yang sensitif dengan sengatan serangga dapat timbul
terjadinya suatu reaksi alergi yang dikenal dengan reaksi anafilaktik. Anafilaktik syok
biasanya disebabkan akibat sengatan serangga golongan Hymenoptera, tapi tidak
menutup kemungkinan terjadi pada sengatan serangga lainnya. Reaksi ini akan
mengakibatkan pembengkakan pada muka, kesulitan bernapas, dan munculnya
bercak-bercak yang terasa gatal (urtikaria) pada hampir seluruh permukaan badan.
Prevalensi terjadinya reaksi berat akibat sengatan serangga adalah kira-kira 0,4%, ada
40 kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat. Reaksi ini biasanya mulai 2 sampai
60 menit setelah sengatan. Dan reaksi yang lebih berat dapat menyebabkan terjadinya
syok dan kehilangan kesadaran dan bisa menyebakan kematian nantinya. sehingga
diperlukan penanganan yang cepat terhadap reaksi ini. (15)
20
Gambar 1 : Contoh reasi gigitan semut api, dan tawon. (15)
II.2.6. Pemeriksaan Penunjang
Dari gambaran histopatologis pada fase akut didapatkan adanya edema antara
sel-sel epidermis, spongiosis, parakeratosis serta sebukan sel polimorfonuklear.
Infiltrat dapat berupa eosinofil, neutrofil, limfosit dan histiosit. Pada dermis
ditemukan pelebaran ujung pembuluh darah dan sebukan sel radang akut.
Pemeriksaan pembantu lainnya yakni dengan pemeriksaan laboratorium dimana
terjadi peningkatan jumlah eosinofil dalam pemeriksaan darah. Dapat juga dilakukan
tes tusuk (prick test) dengan alergen tersangka. (13)
II.2.7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat aktivitas di luar rumah
yang mempunyai resiko mendapat serangan serangga seperti di daerah perkebunan
dan taman. Bisa juga ditanyakan mengenai kontak dengan beberapa hewan peliharaan
yang bisa saja merupakan vektor perantara dari serangga yang dicurigai telah
menggigit atau menyengat. (15)
II.2.8. Diagnosis Banding
Diagnosis banding insect bite reaction didasarkan oleh reaksi pada tempat
gigitan (papula eritema, vesikel), organisme yang menggigit serta nekrosis kutaneous
yang dapat menyebabkan timbulnya lesi lain.
a. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi merupakan tipe delayed dari reaksi alergi yang
berasal dari kontak antara kulit dengan alergen spesifik dimana pasien memiliki
sensitivitas tertentu. Reaksi alergi ini menyebabkan peradangan pada kulit yang
bermanifestasi dalam berbagai bentuk seperti eritema, edema, dan vasikulasi. (13,15)
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada reaksi yang akut dimulai dengan bercak
eritematosa yang berbatas tegas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau
bula. (13)
b. Skabies
21
Skabies adalah infeksi parasit yang umum terjadi di dunia. Skabies berasal
dari golongan Arthropoda Sarcoptes scabiei var hominis dapat menyebabkan pruritus
berat dan merupakan penyakit kulit yang sangat menular. Skabies dapat menyerang
pria dan wanita dari semua tingkat status sosioekonomi dan etnik. Gejala dan tanda
biasanya berkembang perlahan sekitar 2-3 minggu. Skabies muncul dalam bentuk
berkelompok, pada individu terlihat sebagai ruam gatal kemerahan dan papul.
Diagnosis skabies dapat dipertimbangkan apabila ada riwayat banyak anggota
keluarga yang mengalaminya. Pruritus nokturnal merupakan keluhan utama yang
khas pada skabies. Lesi primer skabies berbentuk terowongan, vesikel, pustul, nodul,
biasanya terdapat juga papula dan plak urtikaria yang bertempat di sela-sela jari, area
fleksor pergelangan tangan, axilla, area antecubiti, umbilicus, area genital dan gluteal,
serta kaki. Lesi sekunder skabies berbentuk urtikaria, impetigo, dan plak eritematous. (15)
Gambar 3. Memperlihatkan lesi tipikal khas skabies terowongan linier dengan
vesikel dan pustula kecil diujungnya (13)
c. Erupsi Obat (Drug Eruption)3
Gambar 4. Urtikaria yang disebabkan acetylsalicylic acid (13)
Erupsi obat merupakan kasus rawat inap yang tersering begitu pula pada pasien rawat
jalan. Reaksi yang sering timbul adalah reaksi ringan disertai dengan pruritus dan
akan membaik ketika penggunaan obat dihentikan. Erupsi obat dapat menimbulkan
berbagai macam ruam dan harus menjadi pertimbangan pertama dalam diagnosis
22
banding dari suatu lesi yang muncul secara tiba-tiba. Erupsi obat disebabkan oleh
kekebalan atau mekanisme nonimmunologi dan diprovokasi oleh pemberian sistemik
atau topikal obat. Sebagian besar didasarkan pada mekanisme hipersensitivitas
imunologi. (13)
II.2.9. Penatalaksanaan
a. Perawatan Pra Rumah Sakit
Pada umumnya gigitan serangga dapat dirawat pada saat akut dengan memberikan
kompres setelah perawatan luka rutin dengan sabun dan air untuk meminimalisasi
kemungkinan infeksi. Untuk reaksi lokal yang luas, kompres es dapat meminimalisasi
pembengkakan. Pemberian kompres es tidak boleh dilakukan lebih dari 15 menit dan
harus diberikan dengan pembatas baju antara es dan kulit untuk mencegah luka
langsung akibat suhu dingin pada kulit. Antihistamin sistemik dan kortikosteroid, bila
tersedia, dapat membantu mengatasi reaksi sistemik. (12)
b. Pemberian Glukokortikoid
Glukokortikoid topikal kuat diberikan untuk waktu yang singkat, pemberian
glukokortikoid sangat membantu untuk keluhan pruritus yang terus-menerus. (13)
c. Agen Antimikroba
Pengobatan dengan agen topikal seperti salep mupirocin atau agen
antistaphylococcal/antistreptococcal jika terdapat infeksi sekunder. Jika terdapat
infeksi sistemik pengobatan diberikan antimikroba yang sesuai. (15)
d. Perawatan Unit Gawat Darurat
Intubasi endotrakeal dan ventilator mungkin diperlukan untuk menangani anafilaksis
berat atau angioedema yang melibatkan jalan napas. Penanganan anafilaksis
emergensi pada individu yang atopik dapat diberikan dengan injeksi awal
intramuskular 0,3-0,5 ml epinefrin dengan perbandingan 1:1000. Dapat diulang setiap
10 menit apabila dibutuhkan.Bolus intravena epinefrin (1:10.000) juga dapat
dipertimbangkan pada kasus berat.Begitu didapatkan respon positif, bolus tadi dapat
dilanjutkan dengan infus dicampur epinefrin yang kontinu dan termonitor. Eritema
yang tidak diketahui penyebabnya dan pembengkakan mungkin sulit dibedakan
23
dengan sellulitis. Sebagai aturan umum, infeksi jarang terjadi dan antibiotik
profilaksis tidak direkomendasikan untuk digunakan. (15)
II.2.10. Prognosis
Prognosis dari insect bite reaction bergantung pada jenis insekta yang terlibat dan
seberapa besar reaksi yang terjadi. Pemberian topikal berbagai jenis analgetik,
antibiotik, dan pemberian oral antihistamin cukup membantu, begitupun dengan
kortikosteroid oral maupun topikal. Sedangkan untuk reaksi sistemik berat,
penanganan medis darurat yang tepat memberikan prognosis baik. (13)
BAB III
LAPORAN KASUS
III. 1. Identitas Pasien
Nama : Ny. I
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 62 tahun
Pekerjaan : Pensiunan Guru
Pendidikan terakhir : Sarjana
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Sekip - Palembang
Agama : Islam
No. RM : 278008
III. 2. Anamnesis (Autoanamnesis pada tanggal 24 Februari 2015).
Keluhan Utama
Terdapat bercak kemerahan pada wajah
Keluhan Tambahan
Terasa gatal dan seperti rasa terbakar
Riwayat Penyakit Sekarang
Bercak kemerahan disertai gatal diwajah terutama di bagian pipi dirasakan
timbul 1 hari yang lalu. Bercak kemerahan dan gatal ini sudah dirasakan oleh
24
pasien sejak 2 tahun yang terakhir, hilang timbul dan semakin gatal. Awalnya
bercak kemerahan dan gatal timbul di lengan bawah kiri dan kanan. Setelah itu
timbul juga diketiak, ditungkai bawah kiri dan kanan, dipipi dan dibibir sehingga
pasien merasa tebal di daerah bibir.
Bercak kemerahan dan gatal timbul jika udara yang dingin dan setelah
memakan ikan laut. Bercak kemerahan dan gatal ini juga timbul di daerah
pinggang apabila pasien memakai celana yang terlalu ketat.
Pasien pernah berobat kedokter umum beberapa kali sewaktu muncul gejala,
dan diberi obat makan 2 macam berwarna kuning dan putih. Bercak kemerahan
dan gatal hilang setelah minum obat dan muncul kembali jika obat habis. Pasien
menyangkal menggunakan obat ileh untuk wajah dan badannya.
Selain itu pasien mengeluhkan adanya bercak kehitaman di daerah tungkai
bawah dan lengan atas, keluhan ini sudah lama dirasakan oleh penderita dan
hilang timbul. Keluhan hanya terbatas pada kedua lengan dan kedua tungkai.
Diawali dengan bentol-bentol disertai rasa gatal dan pasien menggaruknya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat alergi, terutama bila pagi hari pasien bersin-bersin,
dan alergi makanan laut. Penyakit sistemik lain dan penggunaan obat-obatan atau
jamu-jamuan dalam jangka panjang. Riwayat memiliki infeksi cacing disangkal.
Pasien memiliki riwayat gigi berlubang yang belum diobati.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit dengan keluhan yang
sama dengan pasien. Riwayat alergi dan asma dalam keluarga disangkal.
Riwayat Sosek
Pasien tinggal bersama suami dan kedua anaknya, hubungan dengan keluarga
baik. Rumah pasien menggunakan lantai dan jika pasien berpergian selalu
menggunakan alas kaki. Selama ini pasien selalu tidur di tempat tidur yang
terbuat dari kapuk. Riwayat merokok dan alkohol disangkal.
III. 3. Status Generalis
25
Keadaan umum : Baik.
Kesadaran : Compos mentis.
Keadaan gizi : Baik, pengukuran BB dan TB tidak dilakukan.
Vital Sign : Tidak dilakukan.
Kepala : Mesocephal, rambut hitam, distribusi merata.
Mata : Tidak dilakukan.
THT : Tidak dilakukan.
Mulut : Tidak dilakukan.
Thorax : Tidak dilakukan.
Abdomen : Tidak dilakukan.
Ekstremitas : Tidak dilakukan.
III. 4. Status Dermatologikus
Regio Facialis
Tampak eritema dan edema dengan ukuran plakat (± 2cm x 1,5cm) soliter,
berbatas tidak tegas , unilateral distribusi regional . Pada bagian tengah tampak lebih
pucat.
Regio Ekstremitas Superior et Inferior
Tampak makula hiperpigmentasi ukuran lentikular hingga plakat (ukuran ±
0,5cm x 0,5cm s/d ±1cm x1,5cm) ,difus, bentuk lesi tidak teratur diskret bilateral
pada kedua ekstremitas superior dan inferior sebagian disertai dengan skuama, erosi
dan krusta. Terdapat papul ukuran miliar , batas tegas, diskret.
III. 5. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
III. 6. Resume
Ny. I usia 62 th datang dengan keluhan bercak merah disertai gatal di pipi
bagian kiri sejak 1 hari yang lalu. Keluhan ini dirasakan hilang timbul. Awalnya
keluhan dirasakan pada kedua tungkai kaki, ketiak, kedua lengan , bibir dan wajah
namun gejala tersebut hilang sendiri dalam waktu 24 jam. Keluhan ini dirasakan
pasien jika udara dingin dan ketika memakan makanan laut. Selain itu pasien juga
mengeluhkan adanya bercak kehitaman pada kedua tungkai dan kedua lengan
26
keluhan ini dirasakan sudah cukup lama dan beulang, bercak kehitaman hanya
terbatas pada kedua tungkai dan lengan. Pasien sudah berobat ke dokter umum untuk
keluhannya dan keluhan mengilang jika pasien minum obat. Riwayat alergi + , gigi
berlubang +.
Dari pemeriksaan dermatologikus Regio facialis didapatkan eritema
dan edema dengan ukuran plakat (± 2cm x 1,5cm) soliter, berbatas tidak tegas ,
unilateral distribusi regional . Pada bagian tengah tampak lebih pucat. Pada regio
ekstremitas superior et inferior didapatkan makula hiperpigmentasi ukuran miliar
hingga lenticular (ukuran ± 0,5cm x 0,5cm s/d ±1cm x0,5cm) ,difus, bentuk lesi tidak
teratur diskret bilateral pada kedua ekstremitas superior dan inferior sebagian disertai
dengan skuama, erosi dan krusta. Terdapat papul ukuran miliar , batas tegas, diskret.
III. 7. Diagnosis Kerja
Urtikaria Kronis
Insect bite
III. 8 Diagnosis Banding
Urtikaria kronis :
1. Eritema nodusum
2. Morbus Hansen tipe Multibasiler
Insect bite :
1. Prurigo
2. Neurodermatitis
III. 9. Pemeriksaan Anjuran
1. Pemeriksaan laboratorium darah, urin.
2. Pemeriksaan gigi untuk menyingkirkan adanya infeksi fokal.
3. Pemeriksaan kadar IgE, eosinofil dan komplemen.
III. 10. Penatalaksanaan
1. Non medikamentosa
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya akan berulang.
b. Mencegah garukan dan gosokan pada daerah yang gatal.
c. Istirahat yang cukup.
27
d. Menjaga hygiene dan kebersihan kulit, usahakan agar tidak lembab.
2. Medikamentosa
a. Cetrizine 1x10 mg per hari oral.
b. Ranitidin 3x 150mg perhari oral
c. Pyderma cream.
d. Nerilon Cream dan Eritromicin 2%.
e. Salicyil powder
III. 11. Prognosis
Quo ad sanam : Dubia ad bonam
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad Kosmetikum : Bonam
Quo ad Functionam : Bonam
28
BAB IV
PEMBAHASAN
Ny.I berusia 62 th datang dengan keluhan adanya bercak merah pada
wajahnya sejak 1 hari yang lalu, bercak merah ini disertai dengan gatal, bercak
kemerahan juga dirasakan di lengan, ketiak, bibir dan punggung namun bercak
kemerahan ini hilang timbul , dan biasanya hilang dalam waktu sehari (24 jam).
Keluhan ini dirasakan sudah cukup lama oleh pasien. Dari keluhan awal pasien ini
dapat di ambil beberapa diagnosis banding diantaranya adalah urtikaria kronis dimana
urtikaria merupakan reaksi vaskular di kulit akibat berbagai macam sebab, biasanya
ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang secara perlahan-
lahan. Hal ini sesuai dengan keluhan penderita yang mengeluhkan bercak kemerahan
hilang tanpa diobati . Kemudian dari waktu > 6 minggu menunjukan bahwa
perjalanan penyakit sudah kronis dan berulang.
Selain urtika kronik perlu dipikirkan beberapa diagnosis lain seperti eritema
nodusum. Eritema nodudum merupakan peradangan yang menyebabkan terbentuknya
benjolan kemerahan yang lunak (nodul) dibawah kulit dapat menyerang diseluruh
bagian tubuh namun tempat tersering biasanya di ekstremitas. Gejala yang
ditimbulkan berupa nodul eritema yang dapat disertai dengan nyeri, tidak jarang
penderita mengalami demam dan nyeri sendi , bahkan dapat disertai dengan
pembesaran kelenjar getah bening, namun penderita tidak memberikan gambaran
yang khas untuk penyakit ini hanya berupa nodul eritema diderah wajah, sehingga
29
diagnosis ini dapat di singkirkan. Diagnosis lain yang perlu di pikirkan adalah
Morbus Hansen tipe Multibasiler dimana penyakit ini merupakan penyakit infeksi
yang disebabkan oleh Mycobacterium Leprae. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa
makula saja, infiltrate, atau plakat. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa. Untuk
mendiagnosis Morbus Hansen setidaknya terdapat satu dari tanda Kardinal yaitu
bercak kulit yang mati rasa, penebalan saraf tepi, ditemukan kuman tahan asam. Dari
pemeriksaan fisik pasien ini tidak ditemukan adanya tanda tanda kardinal dari morbus
Hansen sehingga diagnosis ini dapat disingkirkan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan efloresensi berupa Dari pemeriksaan
dermatologikus Regio facialis didapatkan eritema dan edema dengan ukuran plakat (±
2cm x 1,5cm) soliter, berbatas tidak tegas , unilateral distribusi regional . Pada bagian
tengah tampak lebih pucat. Hal ini merupakan gambaran dari urtikaria.
Untuk region ekstremitas superior dan inferior diambil beberapa
diagnosis banding diantaranya adalah insect bite yang merupakan reaksi yang
disebabkan oleh gigitan yang biasanya berasal dari bagian mulut serangga. Gejala
yang ditimbulkan dapat berupa lokal atau generalisata. Reaksi lokal yang biasanya
muncul dapat berupa papular urtikaria. Papular urtikaria dapat langsung hilang atau
juga akan menetap, biasa disertai dengan rasa gatal, dan lesi nampak seperti
berkelompok maupun menyebar pada kulit. Pasien akan menggaruk dan akan timbul
kemerahan, erosi, krusta, skuama akibat garukan tersebut. Dalam penyembuhannya
tak jarang luka tersebut dapat menjadi warna kehitaman (hiperpigmentasi). Pada
insect bite biasanya lokasi yang terkena adalah ekstremitas atas dan bawah dimana
lokasi ini jarang di tutupi oleh pakaian, hal ini sesuai dengan temuan pada pasein
dimana lokasi lesi hanya terbatas pada ekstremitas saja dan didapatkan efloresensi
makula hiperpigmentasi ukuran lentikular hingga plakat (ukuran ± 0,5cm x 0,5cm s/d
±1cm x1,5cm) ,difus, bentuk lesi tidak teratur diskret bilateral pada kedua ekstremitas
superior dan inferior sebagian disertai dengan skuama, erosi dan krusta. Terdapat
papul ukuran miliar , batas tegas, diskret.
Diagnosis lainnya adalah prurigo dimana dapat ditemukan adanya papul-papul
yang gatal pada lengan dan tungkai, akibat garukan menjadi eksoriasi, dan mengalami
30
infeksi sekunder/ likenifikasi. Pada keadaan kronik tampak kulit yang lebih gelap
kecoklatan. Biasanya penyakit ini dapat meluas ke bokong, perut dan muka dan
biasanya terdapat anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa. Namun pada
pasien ini lesi hanya terbatas di ekstremitas dan tidak ada anggota keluarga yg
memiliki keluhan serupa, sehingga diagnosis ini dapat dilemahkan.
Neurodermatitis adalah peradangan kronis, gatal, sirkumskrip, ditandai
dengan kulit yang tebal dan menonjol (likenifikasi) akibat gosokan atau goresan
yang berulang. Penyakit ini dapat dijadikan diagnosis banding pada pasien ini karena
eflroresensi yang ditemukan dapat berupa plak eritematosa, sedikit edematosa bagian
tengah dapat berskuama, menebal, likenifikasi dan sekitarnya terdapat
hiperpigmentasi. Predileksi penyakit ini dapat ditemukan di sklap, tengkuk, samping
leher, lengan ekstensor, paha bagian medial,lutut, tungkai bawah,pergelangan kaki
depan dan punggung kaki. Pada pasien ini belum terlihat begitu jelas penebalan pan
likenifikasi pada kulitnya sehingga diagnosis neurodermatitis dapat dilemahkan.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan
diagnosis urtikaria kronis pada region facialais dan insect bite pada region ekstremitas
superior et inferior.
31
BAB V
KESIMPULAN
Urtikaria adalah reaksi vaskuler di kulit akibat faktor imunologik dan non-
imunologik. Kebanyakan kasus urtikaria adalah self-limited dan durasinya pendek.
Namun, ketika urtikaria menjadi kronik, maka akan menjadi masalah bagi pasien atau
dokter yang merawat. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa eritema dan edema
setempat berbatas tegas dan kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat.
Biasanya gejala hilang secara perlahan dan timbul secara mendadak. Sedangkan
insect bite disebabkan oleh gigitan serangga , gejala yang akan ditimbulkan berupa
papul, vesikel ,eritema disertai rasa gatal yang akan memicu pasien untuk menggaruk
dan akan timbul erosi, eksoriasi, dan infeksi sekunder, biasanya akan timbul
hiperpigmentasi pada keadaan kronik. Pada pasien ini berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik didapatkan gambaran urtikaria kronis dan gambaran insect bite
pada lengan dan tungkai. Untuk itu di perlukan pengobatan yang tepat untuk pasien
ini, terutama menghindari faktor pencetus agar dapat mencegah rekurensi atau
kekambuhan dari gejala yang ditimbulkan.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Wong, H.K. (2009). Urticaria, Acute. Emedicine, Artikel. Diakses 16 Mei 2014, dari http://emedicine.medscape.com/article/1049858-print
2. Djuanda, A. (2008). sIlmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Poonawalla, T., Kelly, B. (2009). Urticaria – a review. Am J Clin Dermatol; 10(1): 9-21.
4. Sheikh, J., Najib, U. (2009). Urticaria. Emedicine, Artikel. Diakses 16 Mei 2014, dari http://emedicine.medscape.com/article/137362-print
5. Perdanakusuma, D.S. (2008). Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Kulit. Surabaya Plastic Surgery, Artikel. Diakses 16 Mei 2014, dari http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com/2008/05/anatomi-fisiologi-kulit-dan-penyembuhan.html
6. Anonim. (2009). Epidermal Layer. Wordpress, Gambar. Diakses 16 Mei 2014, dari http://sekolahperawat.files.wordpress.com/2009/02/kulit1-copy.jpg
7. Anonim. (2009). Skin Anatomy and Physiology. Gambar. Diakses 16 Mei 2014, dari http://www.essentialdayspa.com/images/emerginc/Skin_Anathomy_and_Physiology.gif
8. Gaig, P., Olona1, M., Lejarazu, D.M., et al. (2004). Epidemiology of urticaria in Spain. J Invest Allergol Clin Immunol; 14(3): 214-220
9. Hasan. (2009). Urtikaria. Wordpress, Artikel. Diakses tanggal 16 Mei 2014, dari http://drhasan.files.wordpress.com/2009/02/refurtikariafh.doc
33
10. Siahaan, J. (2009). Urtikaria/Biduran. Blogspot, Artikel. Diakses 16 Mei 2014, dari http://jeksonsiahaansked.blogspot.com/2009/05/urtikariabiduran.html
11. Anonim. (2009). Urticaria. Gambar. Diakses tanggal 16 Mei 2014, dari http://www.urticaria.thunderworksinc.com/pages/UrticariaPhotos/images/foot1.jpg
12. Anonim. (2006). Urticaria Info. Steadyhealth, Gambar. Diakses tanggal 16 Mei 2014, dari http://www.steadyhealth.com/articles/user_files/4542/Image/687_urticaria.jpg
13. Ngan, V. (2009). Solar Urticaria. Dermnet, Gambar. Diakses tanggal 16 Mei 2014, dari http://dermnetnz.org/reactions/img/solar-urticaria-s.jpg
14. Kolodziej, K. (2005). Asthma and Exercise-Induced Anaphalaxis: A Case Study. Cfkeep, Gambar. Diakses tanggal 16 Mei 2014, dari http://www.cfkeep.org/html/phpThumb.php%3Fsrc%3D/uploads/uticaria.jpg
15. Lipsker, D. (2004). Schnitzler Syndrome. Orphanet, Artikel. Diakses tanggal 16 Mei 2014, dari http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-schnitzler.pdf
16. Grateau, G.(2005). Muckle-Wells syndrome. Orphanet, Artikel. Diakses tanggal 16 Mei 2014, dari http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-MWS.pdf
17. Siregar, R.S. (2005). Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.
18. Irga. (2009). Urtikaria. Blogspot, Artikel. Diakses 16 Mei 2014, dari http://irwanashari.blogspot.com/2009/03/urtikaria.html
19. Baskoro A, Soegiarto G, Effendi C, Konthen PG. (2006). Urtikaria dan Angioedema dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; p.257-61.
20. Rikyanto. (2006). Urtikaria dalam: Handout Bahan Ajar Kuliah. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UMY.
34