BAB II
ISI
A. Definisi
Kanker (karsinoma) kolon adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas yang
berasal atau tumbuh di dalam struktur saluran usus besar (kolon). Umumnya,
karsinoma kolon jarang ditemukan sebelum umur 40 tahun kecuali bila mereka
merupakan komplikasi dari penyakit kolitis ulseratif, kolitis granulomatosa, poliposis
multipel familial, sindrom Gardner, dan sindrom Turcot. Pada populasi umum, risiko
terjadinya kanker kolorektal secara nyata akan meningkat pada umur 50 tahun dan
menjadi dua kali lipat lebih besar pada setiap dekade berikutnya. Karsinoma rektum
lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada wanita, tetapi tidak ada perbedaan
jenis kelamin yang mencolok pada karsinoma di daerah kolon yang lain.3
B. Etiologi
Perkembangan kanker kolon merupakan interaksi antara faktor lingkungan
dan faktor genetik. Faktor lingkungan multipel beraksi terhadap predisposisi genetik
atau defek yang didapat dan berkembang menjadi kanker kolon. Terdapat 3 kelompok
kanker kolon berdasarkan perkembangannya yaitu: 1) kelompok yang diturunkan
(inherited) yang mencakup kurang dari 10% dari kasus kanker kolon; 2) kelompok
sporadik, yang mencakup sekitar 70%; 3) kelompok familial, mencakup 20%.3
Kelompok diturunkan adalah mereka yang dilahirkan sudah dengan mutasi
germline (germline mutation), pada salah satu allele dan terjadi mutasi somatik pada
allele yang lain. Contohnya adalah FAP (familial adenomatous polyposis) dan
3
HNPCC (hereditery non-polyposis colorectal cancer). HNPCC terdapat pada sekitar
5% dari kanker kolon. Kelompok sporadik membutuhkan dua mutasi somatik, satu
pada masing masing allele-nya (Schwartz, 1995). Terdapat dua model perjalanan
perkembangan kanker kolorektal (karsinogenesis) yaitu LOH (loss of heterozygocity)
dan RER (replication error). Model LOH mencakup mutasi tumor gen supresor
meliputi gen APC, DCC, dan p53 serta aktifasi onkogen yaitu K-ras. Model ini
contohnya adalah perkembangan polip adenoma menjadi karsinoma. Sementara
model RER karena adanya mutasi gen hMSH2, hMLH1, hPMS1, dan hPMS2. Model
terakhir ini contohnya adalah perkembangan HNPCC. Pada bentuk sporadik, 80%
berkembang lewat model LOH dan 20% berkembang lewat model RER.4
C. Epidemiologi
Lebih dari 95% kanker kolon adalah adenokarsinoma. Kanker ini berasal dari
sel glandula yang terdapat dilapisan kolon. Kanker kolon di dunia menempati urutan
nomor 3 dalam frekuensinya dan merupakan penyebab kematian nomor 4 dari
kematian karena kanker di dunia. WHO mengestimasikan terjadi 945.000 kasus baru
setiap tahun dengan 492.000 kematian. Kanker kolon lebih sering terjadi di Negara
maju dibandingkan dengan Negara berkembang.3
D. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya karsinoma kolon adalah:
1. Usia
Dalam populasi umum, insiden karsinoma colon mulai meningkat secara
bermakna setelah usia 40 sampai 45 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 75
4
tahun. Hal ini akibat kerja materi karsinogenetik pada sel colon dalam peningkatan
periode. Resiko kira-kira sama bagi pria dan wanita di atas 40 tahun, bila muncul
sebelum 40 tahun, maka biasanya terjadi bersama sejumlah factor resiko lain
terutama familial. 4,5
2. Diet
Diet zat makanan yang kurang mengandung serat telah dilaporkan sebagai
faktor pokok yang bertanggung jawab untuk timbulnya karsinoma kolorectal pada
orang Afrika asli. Hipotesisnya adalah bahwa diet serat behubungan waktu transit
yang lebih pendek, sehingga hanya menyebabkan kontak pendek dari karsinogen
dengan mukosa. Penurunan waktu transit juga mengurangi kerja bakteri dalam isi
colon. Konsentrasi fecal asam empedu telah dipelajari pada pasien karsinoma colon
dan cara pengendaliannya.4
Telah diketahui bahwa konsentrasi yang lebih tinggi dari asam empedu sudah
umum pada pasien yang menderita karsinoma kolorectal dan tidak biasa pada
individu normal. Asam empedu dapat meningkat oleh diet lemak dan menurun oleh
serat. Dan juga disebutkan bahwa bakteri fecal diubah menjadi populasi yang
beresiko tinggi sebagai hasil dari diet dan asam empedu, seperti halnya sterole netral
lainnya yang mungkin dikonversi oleh fecal yang terpilih menjadi penyebab
karsinoma atau karsinogen.4
3. Ras
Jumlah karsinoma colon proksimal diperkirakan lebih tinggi pada ras kulit
hitam dibanding dengan kulit putih.3
5
4. Penyakit Penyerta
Hampir semua pasien polipolis familial, suatu keadaan dengan cara penurunan
autosom dominan dengan 80 persen penetrasi, menderita karsinoma colon, kecuali
bila dilakukan coectomi. Kelompok beresiko tinggi lain terdiri dari pasien sindrom
Gardner tempat polip adenomatosa berkembang di dalam colon serta disertai dengan
tumor jaringan lunak dan paru. Pasien sindrom Turcot (tumor system saraf pusat)
atau sindrom Oldfield (kista sebasea yang luas) beresiko tinggi menderita karsinoma
colon. Kadang-kadang sindrom Peutzjeghers dapat dihubungkan dengan karsinoma
lambung, ileum dan duodenum. Pasien polipolis juvenilis juga beresiko tinggi bagi
karsinoma, dan keluarganya lebih mungkin menderita polip adenomatosa dan
karsinoma colon. Kolitis ulserativa sering disertai kemudian dengan timbulnya
karsinoma colon. Resiko mulai naik sekitar 10 tahun setelah mulainya penyakit dan
diperkirakan 20 sampai 30 persen pada 20 tahun. Resiko dua kali lipat pada pasien
yang kolitis dimulai sebelum usia 25 tahun. Kolitis granulomatosa (penyakit Crohn)
umumnya juga dianggap premaligna, terutama bila usia mulainya sebelum 21 tahun,
tetapi peringkat besar resiko kurang dan pasien kolitis ulserativa. 5
5. Polip colon
Berbagai polip colon dapat berdegenerasi maligna dan setiap polip kolon
harus dicurigai. Normalnya kromosom sehat mengontrol pertumbuhan dari sel. Jika
kromosomnya rusak, pertumbuhan sel menjasi tisak terkontrol, tumbuh polip. Polip
colon menunjukkan jinak, bila bertahun-tahun polip colon jinak dapat menjadi
karsinoma.5
6
6. Inflammatory Bowel Disease
Penyakit inflamasi pada colon ini yaitu kolitis ulseratif dan kolitis
granulomatosa (Crohn’s disease) berisiko menjadi karsinoma colon sangat tinggi
untuk pasien dengan riwayat penyakit tersebut dalam jangka waktu yang lama. Risiko
dari karsinoma colon sangat jelas terjadi setelah 10 tahun menderita colitis. 5
7. Perubahan dalam mikroflora colon
Sifat flora bakteri usus dapat ditentukan dengan diet, dan bahwa diet juga
memberikan substrat bagi perubahan yang diinduksi bakteri apapun pada isi usus
normal menjadi karsinogen. 5
8. Faktor genetik
Riwayat keluarga dapat menunjukkan adanya abnormalitas genetik atau
berhubungan dengan faktor lingkungan atau bahkan keduanya. Perubahan gen yang
diturunkan secara spesifik (ex, adenomatous polyposis coli (APC) gen) dan kelainan
genetik yang didapat (ex, mutasi titik gen pada ras tertentu, delesi allel pada lokasi
spesifik dari kromosom 5, 17, dan 18) tampaknya dapat menjadi langkah transformasi
dari mukosa colon yang normal menjadi mukosa yang malignan secara progresif. Dua
kondisi yang menjadi predisposisi terhadap sindroma kanker colorectal yang
diturunkan adalah fibroadenoma polyposis (FAP) dan hereditary nonpolyposis
colorectal cancer syndrome (HNPCC). Selain abnormalitas dari gen, lokasi tumor
juga dianggap dapat mempengaruhi terhadap kanker colorectal yang diturunkan.
Tumor di colon distal menunjukkan ketidakstabilan genetik yang lebih hebat
7
dibanding dengan tumor di colon proksimal, dengan arti tumor di colon distal
mempunyai risiko diturunkan yang lebih besar. 4
9. Merokok
Pria dan wanita yang merokok selama 20 tahun mempunyai risiko 3 x lebih
tinggi terhadap timbulnya adenoma kecil (< 1 cm). Merokok lebih dari 20 tahun
mempunyai risiko 2,5 x terhadap timbulnya adenoma yang lebih besar. 6
E. Manifestasi Klinis
Gejala yang tering terlihat pada kanker kolon adalah:7
Merasa sangat lelah disetiap waktu
Mual atau muntah
Perubahan kebiasaan usus seperti diare atau konstipasi
Merasa perut penuh
Feses berwarna merah atau hitam
Feses lebih sedikit daripada biasanya.
F. Diagnosis
Pada anamnesis dapat ditemukan habit bowel (perubahan kebiasaan
defekasi) yaitu diare atau obstipasi, sakit perut tak menentu, sering mau defekasi
namun feses sedikit, perdarahan campur lender. Kadang –kadang symptom mirip
dengan sindrom disentri. Penyakit yang diduga disentri, setelah mendapat pengobatan
tidak ada perubahan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kanker kolon terutama
penderita usia lanjut. Anoreksia, berat badan semakin menurun merupakan salah satu
symptom kanker kolon tingkat lanjut.7
8
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan hal-hal seperti gizi, anemia,
tonjolan di abdomen, nyeri tekan, kelenjar limfe yang membesar, pembesaran hati.
Pemeriksaan rectal toucher dilakukan pada pasien dengan gejala perdarahan. Pada
tingkat pertumbuhan lanjut, palpasi dinding abdomen kadang – kadang teraba mass di
daerah kolon (kanan atau kiri).3,7
Pemeriksaan Hb, elektrolit, dan feses merupakan pemeriksaan rutin.
Anemia dan hipokalemi kemungkinan ditemukan karena perdarahan kecil.
Perdarahan tersembunyi dapat dilihat dari pemeriksaan feses. CEA ( carcinoma
embryonic antigen) merupakan penanda (marker) serum terhadap adanya kaner
kolorektal. Pemeriksaan CEA sangat bermanfaat, selain untuk diagnosis juga untuk
memantau hasil pengobatan dan mendeteksi kemungkinan recurrent.7
Pada pemeriksaan fluoroskopi kontras barium enema usus besar dapat
dilihat peristaltic yang kaku dan dinding tak teratur. Kelainan tampak seperti massa
polipoid, akan tetapi sulit menentukan lesi jinak atau maligna.7,8
Pemeriksaan CT-Scan dilakukan untuk: mengetahui metastase ke orang
lain, hal ini penting untuk menentukan tingkatan staging sehingga dapat dipilih
penatalaksaan yang tepat; mengetahui apakah tumor sudah mengecil setelaah
pemberian kemoterapi, dilakukan pemeriksaan setelah 4-6 minggu setelah pemberian
kemoterapi; mendeteksi rekurensi, dilakukan pemeriksaan setiap 5 tahun.9
Pemeriksaan endoskopi ultrasonografi, dilakukan untuk mendeteksi ukuran
tumor, letak tumor apakah masih sebatas jaringan mukosa atau sudah penetrasi ke
submucosa dan jaringan lainnya.3
9
Penentuan stadium kanker kolon dilakukan untuk menentukan pengobatan.
Stadium dari kanker kolon adalah:9,10
1. Stadium 0: stadium kanker insitu; pada stadium ini, sel yang abnormal masih
ditemukan pada garis batas dalam dari kolon (muskularis mukosa)
2. Stadium 1: stadium dukes A; kanker telah menyebar pada garis batas dalam
dari kolon, hingga dinding dalam dari kolon dan belum menyebar keluar
kolon.
3. Stadium 2: stadium dukes B; kanker telah menyebar ke lapisan otot dari kolon
hingga lapisan ketiga dan lapisan lemak atau kulit tipis yang mengelilingi
kolon dan rectum. Namun, belum mengenai kelenjar limfe.
4. Stadium 3: stadium dukes C; kanker telah menyebar ke kelenjar limfe tapi
belum menyebar ke bagian lain daripada tubuh.
5. Stadium 4: stadium dukes D; kanker telah menyebar ke organ lain dari tubuh
seperti hati dan paru-paru.
Klasifikai kanker kolon dapat ditentukan dengan sistem TNM (T = tumor, N =
kelenjar getah bening regional, M =jarak metastese).11
T Tumor primer
TO Tidak ada tumor
TI Invasi hingga mukosa atau sub mukosa
T2 Invasi ke dinding otot
T3 Tumor menembus dinding otot
N Kelenjar limfa
10
N0 tidak ada metastase
N1 Metastasis ke kelenjar regional unilateral
N2 Metastasis ke kelenjar regional bilateral
N3 Metastasis multipel ekstensif ke kelenjar regional
M Metastasis jauh
MO Tidak ada metastasis jauh
MI Ada metastasis jauh
G. Terapi
Terapi bedah berdasarkan stadiumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut:11
1. Stadium 0 :
a. Eksisi lokal atau polypectomy simple dengan pembersihan hingga ke garis tepi.
b. Reseksi lokal pada lesi yang luas yang tidak dapat dilakukan dengan eksisi lokal.
2. Stadium I :
Pembedahan dengan reseksi luas serta anastomosis
3. Stadium II :
a) Pembedahan reseksi luas serta anastomosis
b) Pembedahan lanjutan.
4. Stadium III :
Pembedahan reseksi luas serta anastomosis, terutama pada pasien yang
bukan kandidat dari clinical trials, post operasi kemoterapi dengan fluouracil (5-FU) /
leucovorin selama 6 bulan.
5. Stadium IV :
11
1. Bedah reseksi/anastomosis atau pembuatan jalan pintas pada obstruksi atau
perdarahan pada lesi primer pada kasus tertentu.
2. Bedah reseksi pada metastase yang masih terisolasi (hati, paru, ovarium)
3. Kemoterapi
4. Evaluasi obat baru pada pemeriksaan klinik dan terapi biologi
5. Terapi radiasi pada tumor primer dengan perdarahan ringan, obstruksi atau
nyeri. Terapi radiasi ringan dapat juga ditujukan pada metastase lainnya
dengan indikasi yang sama.
Radioterapi karsinoma kolorektal adalah pelayanan radioterapi untuk
karsinoma kolorektal menggunakan radiasi pengion (Co.60), dan merupakan terapi
komplemen untuk kasus-kasus yang masih pada tingkat operable, dan merupakan
pilihan utama untuk kasus-kasus inoperable sebagai terapi paliatif untuk menjaga
kualitas hidup pasien.11
Tujuan radioterapi adalah sebagai terapi komplemen terhadap modalitas
terapi bedah pada kasus stadium dini dan paliatif untuk kasus stadium lanjut. Indikasi
dari radioterapi yaitu pada karsinoma kolorektal stadium dini pasca bedah dan
karsinoma kolorektal stadium lanjut (inoperable). Kontraindikasi radioterapi adalah
keadaan pasien buruk.11
Tata Laksana Radioterapi Pada Karsinoma Kolorektal yaitu:11
1. Radioterapi pada karsinoma kolon tidak dilakukan pasca bedah (hemicolectomy)
untuk kasus-kasus yang masih operable. Untuk kelompok ini hanya diberikan
sitostatika tunggal 5-FU secara serial. Dimulai dengan loading dose selama 4 hari
12
berturut-turut sebanyak 500 mg / i.v. kemudian dilanjutkan dengan 500 mg / i.v. pada
hari ke 29, selanjutnya diberikan 500 mg / i.v. setiap minggu. Dilakukan evaluasi
kadar CEA setiap 3 bulan
2. Stadium II (T3-4 N0 M0)
Dilakukan radioterapi eksternal dengan dosis total 50 Gy. Dosis fraksinasi
2 Gy, 5 kali dalam 1 minggu, dengan arah penyinaran depan – belakang whole pelvis
atau multi-field disesuaikan dengan distribusi dosis pada perhitungan menggunakan
TPS. Dan diberikan kemoterapi 5-FU secara concurrent.
3. Stadium III (T1- 4 N1 M0) dan Stadium T1-2 N1 M0
Dilakukan radioterapi eksternal dengan dosis total 50-60 Gy. Dosis
fraksinasi 2 Gy, 5 kali dalam 1 minggu, dengan penentuan arah penyinaran depan -
belakang whole pelvis atau multi-field disesuaikan dengan distribusi dosis pada
perhitungan dengan menggunakan TPS. Dan diberikan kemoterapi 5 -FU secara
concurrent.
4. Stadium T3-4 N1 M0
Dilakukan radioterapi eksternal dengan dosis total 50-60 Gy. Dosis
fraksinasi 2 Gy, 5 kali dalam 1 minggu, dengan penentuan arah penyinaran sama
dengan stadium T1-2 N1 M0. Diberikan booster lapangan kecil (tumor bed) dengan
dosis 10 Gy dan dosis fraksinasi 2 Gy. Diberikan juga kemoterapi (5-FU) secara
concurrent.
5. Stadium IV (T1-4 N1,2,4 M0-1) dan Stadium T1-4 N4 M0
13
Dilakukan radioterapi dengan metode dan dosis sama dengan stadium T3-4
N1 M0 serta dikombinasikan dengan kemoterapi (5-FU) secara concurrent.
6. Stadium T1-4 N1,2,4 M1
Tidak diberikan radioterapi, hanya dilakukan kemoterapi.
H. Komplikasi
Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu:11
1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
2. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran
langsung.
3. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon
yang menyebabkan hemorragi.
4. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
5. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
I. Prognosis
Prognosis dari karsinoma kolorektal tergantung dari stadium saat diagnosis
karsinoma kolorektal ditegakkan. Berikut merupakan pembagian prognosis dari
karsinoma kolorektal berdasarkan klasifikasi dari Duke’s:11
1. Duke’s A Terbatas pada mukosa Tidak ada Angka harapan hidup 5 tahun
>90%
2. Duke’s B1 Sampai stratum muscularis propia Tidak didapatkan invasi
limfonodi Angka harapan hidup 5 tahun 70-85%
14
3. Duke’s B2 Menembus stratum muscularis propia Tidak didapatkan invasi
limfonodi Angka harapan hidup 5 tahun 55-65%
4. Duke’s C1 Sampai stratum muscularis propia Terdapat invasi pada limfonodi
terdekat Angka harapan hidup 5 tahun 45-55%
5. Duke’s C2 Menembus stratum muscularis propia Terdapat invasi pada
limfonodi jauh Angka harapan hidup 5 tahun 20-30%
6. Duke’s D Metastase jauh Tidak dapat dipakai Angka harapan hidup 5 tahun
<1%
15