KONFLIK LAHAN: Studi Kasus Penambangan Pasir Ilegal Kab. Lumajang vs Petani Lokal STUDI KASUS
Belakangan gencar pemberitaan mengenai kasus pembunuhan Bp. Salim Kancil, seorang petani
sekaligus aktivis lingkungan penolak penambangan pasir ilegal di Kab. Lumajang Jawa Timur.
Beliau tewas dibunuh oleh preman dan oknum pro penambangan pasir yang diduga adalah anak
buah dari penguasa desa setempat. Artikel kali ini tidak membahas kasus ini dari dimensi hukum
atau HAM secara eksklusif tapi dilihat dari segi ilmu perencanaan wilayah.
Dilihat dari sisi pemanfaatan lahan, kegiatan penambangan pasir ilegal di Kab. Lumajang itu sendiri
sebenarnya tidak menyalahi arahan guna lahan sebagai area pertambangan galian B dan C.
Bahkan sudah ada beberapa perusahaan penambangan yang diberikan izin operasional. Namun di
Tahun 2014, Dinas ESDM pemerintah setempat mewajibkan perusahaan pertambangan agar
dilengkapi smelter sehingga beberapa perusahaan menghentikan usahanya karena belum
memenuhi aturan tersebut termasuk PT. IMMS di Desa Selok Awar-Awar.
Sadar akan nilai komersial sumberdaya pasir tersebut, beberapa oknum tetap melakukan
penambangan ilegal baik secara modern maupun tradisional. Masyarakat tetap aktif menambang
pasir bahkan beberapa pemangku kekuasaan tetap mengeksploitasi pasir secara besar-besaran.
Isu yang berkembang mengarah bahwa para pejabat daerah yang memanfaatkan akses dan
kewenangan terhadap wilayah tersebut berusaha mendapatkan keuntungan pribadi melalui bisnis
penambangan pasir ilegal. Lalu bagaimana hal ini dilihat dari segi ilmu perencanaan wilayah?
Contoh Beberapa Foto Penambangan Pasir di Kab. Lumajang
Dalam hal ini peran pemangku kewenangan dalam pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya
alam menjadi point utama. Pemangku kewenangan berfungsi sebagai pengontrol agar perencanaan
pembangunan (dalam hal ini berbentuk peraturan dari Dinas ESDM Lumajang) dapat
diimplementasikan dengan baik. Namun penyelewengan justru diduga dilakukan oleh pemangku
kewenangan (dalam hal ini kepala desa) yang justru melakukan usaha penambangan pasir tanpa
ijin / ilegal.
Akibat penambangan pasir ilagel yang dilakukan secara intensif dan bersifat eksploitasi, maka
kondisi sawah-sawah di daerah tersebut menjadi rusak sehingga para petani kehilangan mata
pencahariannya. Selain itu, penambangan tersebut juga merusak alam secara setempat karena
dilakukan tanpa ijin dan tindakan konservatif lainnya. Hal inilan yang mendorong petani sekaligus
aktivis lingkungan menolak keberadaan penambang pasir Lumajang tersebut. Dalam hal ini peran
masyarakat atau para petani tersebut adalah sebagai aktor pengawasan terhadap implementasi
rencana pembangunan/kegiatan pemanfaatan guna lahan.
Jika dilihat dari karakteristik daerah di sepanjang pesisir selatan termasuk Kab.Lumajang, bahwa
daerah-daerah ini adalah wilayah pertanian yang subur. Namun belakangan, perombakan guna
lahan gencar terjadi diperlihatkan dari jumlah ijin penambangan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Konversi lahan pertanian (perhutani) menjadi daerah pertambangan banyak terjadi sehingga
merugikan petani karena lahan-lahan pertanian semakin berkurang. Degradasi kualitas lingkungan
sangat cepat.
Dalam perencanaan tata ruang, Kab. Lumajang ditetapkan menjadi daerah rawan bencana
termasuk banjir, tsunami, dll. Namun dilain sisi Kab. Lumajang juga ditetapkan sebagai daerah
penambangan galian B dan C. Hal ini menunjukkan adanya tumpang tindih rencana pemanfaatan
lahan. Konflik lahanpasti sangat rawan terjadi di daerah seperti ini.
Pengawasan adalah mutlak diperlukan, sebab pengawasan merupakan salah satu kegiatan dalam
rangka upaya pencegahan. Jadi norma pengawasan harus benar-benar diatur secara rinci,
sistematis, dan jelas, baik menyangkut instansi/pajabat pangawas, obyek pengawasan, prosedur
(tata cara), koordinasi, persyaratan, dan akibat pengawasan.
Pengawasan terhadap kegiatan usaha ini sekurang-kurangnya meliputi 3 (tiga) aspek, yaitu:
1. Pemantauan penaatan (compliance monitoring)
2. Pengamatan dan pemantauan lapangan
3. Evaluasi
Kasus penambangan liar ini menjadi bukti bahwa kegiatan pengawasan ini tidak berjalan dengan
baik. Lalu siapa yang harus bertanggungjawab atas kasus ini? Sebagai insan berpendidikan,
pastinya kita tidak patut hanya memikirkan siapa yang harus dihukum atas kasus ini. Namun harus
memikirkan bagaimana agar kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam tidak dilakukan secara ilegal
dan bagaimana agar para pemangku kekuasaan sadar akan etika profesi sekaligus sebagai penjaga
keseimbangan lingkungan dan keharmonisan di masyarakatnya. Jangan sampai ada pembiaran
terhadap bentuk kejahatan dan penyelewengan kekuasaan yang terjadi apalagi secara terang-
terangan seperti kasus penambangan pasir liar di Kab. Lumajang
Top Related