Diktat Kendali Terbang
Oleh: Moh. Ardi Cahyono
e-mail: [email protected]: www.totalsacrifice.multiply.com
1. Pendahuluan Ilmu Kendali Terbang ini merupakan bagian dari ilmu Mekanika Terbang yang membahas masalah Stability & Control. Sangat diharapkan Mahasiswa yang mengambil Mata Kuliah ini sudah lulus Dinamika Terbang, Matematika Teknik, dan sedikit masalah Metode Numerik. Flight Control System (FCS) adalah suatu system di pesawat udara (pu) yang digunakan untuk menjaga kondisi kestabilan pesawat (psw) atau manuver psw dari satu kondisi terbang ke kondisi terbang lainnya. Automatic Flight Control System (AFCS) adalah suatu system pengendalian (FCS) dimana penginderaan, pengambilan keputusan, dan perintah/command dilakukan secara otomatis. Diagram aliran sinyal AFCS ditunjukkan oleh gambar 1. Controller dan komparator dilakukan secara computerize. Actuator adalah alat daya yang menggerakkan bidang kendali pu, misalnya sistem hidrolik.
u p φ x v q θ y w r ψ h
Keinginan
(command)
SENSOR
Output variables controller
actuator
Gambar 1: Diagram aliran sinyal AFCS Tujuan Desain AFCS
1. Utamanya adalah untuk mendesain Controller Kebutuhan utama untuk maksud ini adalah karakteristik dinamik pu yang dipelajari di mata kuliah Dinamika Terbang 2. Menambah kestabilan SAS (Stability Augmentation System) contoh yaw damper 3. Autopilot Contohnya – attitude control untuk mengembalikan sikap pesawat - pitch attitude hold (PAH) 4. Navigation Control Contohnya - Altitude hold (AH)
- Mach hold - Speed hold
5. CAS (control augmentation System) 6. Mengontrol gust load, adalah control system yang mengontrol nz sehingga
penumpang tetap merasa nyaman ketika ada gangguan turbulensi di udara. Sistem kendali yang ditunjukkan oleh gambar 1 disebut Sistem Kendali Loop tertutup (closed Loop) sedangkan sistem kendali loop terbuka (open loop) ditunjukkan oleh gambar 2 di bawah ini.
2. Model Matematika Model matematika adalah suatu sistem persamaan matematika yang merepresentasikan dinamika sistem dalam hal ini pu sehingga mampu memberi informasi tentang respon psw ketika diberi input oleh pilot virtual. Model matematika pesawat udara dinyatakan dalam bentuk Fungsi Transfer (Transfer Function) atau disingkat TF dan persamaan state-space (state-space equation) atau disingkat SS. TF biasanya diterapkan untuk sistem single input single output (SISO) dan sangat optimal untuk perancangan pada Teori Kendali Klasik. SS biasanya diterapkan pada sistem Multiple input multiple output (MIMO) yang sangat optimal jika diaplikasikan untuk perancangan pada sistem kendali Modern. Fungsi transfer adalah suatu fungsi yang merepresentasikan dinamika pu atau menginformasikan respon pu ketika diberi input, fungsi tersebut dalam domain s (laplace) dengan harga awal 0 (nol) atau dinyatakan sebagai berikut:
[ ][ ]
nolawalkeadaaninputLaplacesitransformaoutputLaplacesitransforma
TF = (1)
Contoh TF pada pu adalah: ( )( ) 43
22
31
421
20
asasasasbsbsb
ss
++++++
=δθ (2)
Sebuah Business jet Airplane W=13000lbs, h=40000ft, M=0.7 Data diambil dari Jan Roskam, Airplane Flight Dynamics and Automatics flight Controls, part 1, halaman 424 diperoleh
( )( ) 78,44s31,86s5459s1371s9,675
4302s4927s312,6s
su234
2
E ++++++−
=δ
(3.a)
( )( ) 78,44s31,86s5459s1371s9,675
39,1s665,2s3,208s746,0ss
234
22
E ++++−−−−
=δα (3.b)
( )( ) 78,44s31,86s5459s1371s9,675
38,2s9,136s1,208s
s234
2
E ++++−−−
=δθ (3.c)
Persamaan (3) adalah contoh TF pada psw.
Persamaan state-space menyatakan dinamika pu ke dalam persamaan diferensial linier koefisien konstan order pertama sebagai berikut:
δEu α θ q
Gambar 2: Sistem Kendali Loop Terbuka
(4.a) (4.b) DuCxy
Bux Ax+=+=&
Dimana x adalah variabel-variabel state (keadaan) u adalah variabel-variabel input atau variabel-variabel kendali y adalah variabel-variabel output atau variabel-variabel pengamatan A adalah matriks sistem B adalah matriks output atau matriks kendali C adalah matriks pengamatan D direct input-output
Persamaan (4.a) disebut persamaan state dan (4.b) adalah persamaan pengamatan atau persamaan output. Persamaan state-space (4) jika dinyatakan dalam diagram blok adalah sebagai berikut:
Gambar 3: Persamaan state-space
Contoh SS: Psw N250-PA1 buatan IPTN V=119m/s, m=22000kg, cg=16,5%MAC, flap=0deg, H=3048m
(5)
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−−
−−−−
=
094,200623,00007,02197,1570001895,15306465,12492,0013,00833,0029,0
A ,
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−
−=
0791,001434,0
0061,0
B
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
θα
=
q
u
x , Eu δ=
2.1. Konversi TF ke SS Konversi TF ke SS dilakukan dengan cara berikut ini. Dari TF dilakukan invers Laplace atau transformasi Laplace balik akan diperoleh sistem persamaan diferensial sebagai berikut:
( ) ( ) ( ) ( )
ubub...ububyaya...yay n1n
1n
1
n
0n1n
1n
1
n++++=++++ −
−
−
−&& (6)
Persamaan SS yang dibentuk dari (6) adalah sebagai berikut:
(7)
[ ] u
x...
xx
0...01y
u...
xx
.
.
.xx
1a...aaa0...000
...
...
...0...1000...010
xx
.
.
.xx
0
n
2
1
n
1n
2
1
n
1n
2
1
2n1nnn
1n
2
1
β+
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
=
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
ββ
ββ
+
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−−−−
=
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−−
−−
−
&
&
&
&
Dimana
00 b=β
0111 ab β−=β
021122 aab β−β−=β
03122133 aaab β−β−β−=β . . .
0n11n1n1nn aa...ab β−β−−β−=β −−
Contoh:
1. TF pada (3.c) dinyatakan ke dalam SS: num=[0 0 -208.1 -136.9 -2.38]; den=[675.9 1371 5459 86.31 44.78]; [A,B,C,D]=tf2ss(num,den) A = -2.0284 -8.0766 -0.1277 -0.0663 1.0000 0 0 0 0 1.0000 0 0 0 0 1.0000 0 B = 1 0 0 0 C = 0 -0.3079 -0.2025 -0.0035
D = 0
2. Sistem persamaan diferensial di bawah ini akan dinyatakan ke dalam SS u6y6y11y6y =+++ &&&&&& (8)
Dilakukan transformasi Laplace pada (8) diperoleh: ( )( ) ( )( )( )3s2s1s
66s11s6s
6sUsY
23 +++=
+++= (9)
Persamaan (9) dapat dinyatakan sebagai berikut: ( )( ) ( ) ( ) ( )3s
32s
61s
3sUsY
++
+−
++
=
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )sXsXsXsU3s
3sU2s
6sU1s
3sY 321 ++=+
++−
++
= (10)
Dilakukan transformasi Laplace balik pada (10) diperoleh:
u3x3xu6x2x
u3xx
33
22
11
+−=+−=
+−=
&&
&&
&&
(11)
Sehingga SS adalah sebagai berikut:
[ ]⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−+
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
−−
−=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
3
2
1
3
2
1
3
2
1
xxx
111y
u36
3
xxx
300020001
xxx
&
&
&
(12)
2.2. Konversi SS ke TF Konversi SS ke TF adalah sebagai berikut, dilakukan transformasi Laplace pada (4) diperoleh: ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )sDUsCXsYsBUsAX0xssX
+=+=− (13.a)
(13.b)
Persamaan (13.a) dengan x(0)=0 maka dapat dinyatakan sebagai berikut:
( ) ( ) ( )sBUsAXssX =− ( ) ( ) ( )sBUsXAsI =−
( ) ( ) ( )sBUAsIsX 1−−= (14) Substitusi (14) ke (13.b) diperoleh:
( ) ( ) ( ) ( )sDUsBUAsICsY 1 +−= −
( ) ( )[ ] ( )sUDBAsICsY 1 +−= − (15) Sehingga diperoleh TF sebagai berikut:
( )( ) ( ) DBAsICsUsY 1 +−= − (16)
Contoh: SS pada (5) dinyatakan ke dalam TF A=[-0.029 0.0833 -0.13 0; -0.2492 -1.6465 0 153.1895; 0 0 0 157.2197; 0.0007 -0.0623 0 -2.094]; B=[0.0061;-0.1434;0;-0.0791]; C=eye(size(A)); D=zeros(size(B)); [num,den]=ss2tf(A,B,C,D) num = 0 0.0061 0.0109 0.6616 2.4793 0 -0.1434 -12.4232 -0.3626 -0.4049 0 -0.0000 -12.4361 -19.4314 -0.7965 0 -0.0791 -0.1236 -0.0051 0.0000 den = 1.0000 3.7695 13.1207 0.4256 0.3409 2.2. Konversi Diagram Blok ke SS Sebuah sistem kendali dinyatakan dalam diagram blok (DB) di bawah ini akan dinyatakan ke dalam bentuk SS
Gambar 4: sistem kendali
Langkah selanjutnya ditentukan variabel state pada garis aliran sinyal di bawah ini:
Gambar 5: sistem kendali
Pada masing-masing blok TF dapat ditulis hubungan ini:
5s
10)s(X)s(X
2
1
+= (17.a)
s1
)s(X)s(U)s(X
3
2 =−
(17.b)
1s
1)s(X)s(X
1
3
+= (17.c)
(17.d) ( ) ( )sXsY 1=
Dilakukan transformasi Laplace balik pada (17) diperoleh:
1
313
32
11
xyxxx
uxx2x10x5x
=−=+−=+−=
&
&
&
(18)
SS adalah sebagai berikut:
(19)
[ ]⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡+
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
−−
−=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
3
2
1
3
2
1
3
2
1
xxx
001y
u010
xxx
100100
0105
xxx
&
&
&
Contoh 2 adalah sebagai berikut:
Gambar 6: sistem kendali
Dilakukan manipulasi pada perkalian kedua TF di atas sehingga diperoleh:
s1
sba
sbas
2 ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +=
+ (20)
Sehingga sistem kendali dapat dinyatakan sebagai berikut:
Gambar 7: sistem kendali
Kemudian hubungan pada setiap blok TF dapat ditulis sebagai berikut:
( )( ) ( ) ( )[ ]
( )( ) ( )( ) ( )sXsY
sb
sXsUsX
s1
sXsUasXsX
1
1
2
12
1
=
=−
=−+
(21)
Dilakukan transformasi Laplace balik pada (21) diperoleh:
1
32
211
xybubxx
auxaxx
=+−=
++−=&
&
(22)
Sehingga SS adalah sebagai berikut:
(21) [ ] ⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−−
=⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡
2
1
2
1
2
1
xx
01y
uba
xx
0b1a
xx&
&
3. Simulasi
Simulasi dilakukan dengan menerapkan metode Runge-Kutta order keempat atau lebih dikenal dengan metode RK4. Metode ini banyak digunakan pada pemrograman system persamaan pu yang diaplikasikan di psw atau di flight simulator yang biasanya menggunakan bahasa pemrograman FORTRAN, C++, atau Visual C++. Tapi dalam pemrograman kali ini digunakan Microsoft Excel yang penting mahasiswa dapat memahami langkah-langkah pembuatan software (s/w) nya.
Teori RK4 adalah sebagai berikut. Diberikan sebuah system persamaan sebagai berikut:
(22) ( y,tf'y = )
Dengan kondisi awal sebagai berikut:
(23) ( ) 00 yty =
Perhitungan secara rekursif metode RK4 adalah sebagai berikut:
( 4321n1n kk2k2k6hyy ++++=+ ) (24)
Dimana,
( )
( )3nn4
2nn3
1nn2
nn1
hky,htfk
k2hy,
2htfk
k2hy,
2htfk
y,tfk
++=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ++=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ++=
=
(25)
Contoh Dari (5) dapat ditulis SS untuk modus short period adalah sebagai berikut:
(26)
Eu,q
x
0791,01434,0
B,094,20623,01895,1536465,1
A
δ=⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡α=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−−
=⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−−
−=
Sehingga sistem persamaan diferensial adalah sebagai berikut:
E
E
0791,0q094,20623,0q1434,0q1895,1536465,1δ−−α−=
δ−+α−=α&
& (27)
Perhitungan diberikan pada lampiran program excel file RK4 4. Sistem Order Kedua Bentuk umum sistem order kedua adalah sebagai berikut:
Y(s)R(s)
( )n
2n
2ss ξω+ω
Gambar 7: Sistem order kedua Dari gambar 7 di atas dapat disusun TF sebagai berikut:
2s2s
TFnn
2
2n
ω+ξω+ω
= (28)
Dimana ξ (dibaca zeta) adalah rasio redaman atau damping ratio sedangkan ωn adalah frekuensi alamiah. Ilustrasi dari sistem ini adalah sebagai berikut: zeta =[0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 1 2]; omega_n=3; % [rad/det] n=length(zeta); num=omega_n^2; den=[ones(n,1) 2.*zeta'*omega_n num*ones(n,1)]; t=0:0.1:10; % waktu pengamatan m=length(t); u=[0 ones(1,m-1)]; % input step for i = 1:n, y(:,i)=lsim(num,den(i,:),u,t); end plot(t,y)
Gambar 8: Respon sistem order kedua
Gambar di atas menunjukkan respon sistem order kedua untuk variasi zeta. Menurut Dr. Zainal Abidin TP-ITB (pada saat Penulis bimbingan Tesis S2), respon yg paling nyaman bagi manusia adalah zeta=0,7 dan omegan=3 [rad/det]. 5. Kriteria Kestabilan Routh Teknik ini digunakan untuk analisis kestabilan dari TF di bawah ini:
( )( ) n1n
1n1
n0
m1m1m
1m
0
asa...sasabsb...sbsb
sRsY
++++++++
=−
−−
−
(29)
Yang dianalisis adalah bagian denominator sebagai berikut: 0asa...sasa n1n
1n1
n0 =++++ −
− (30) Analisis dilakukan dengan menyusun tabel berikut ini:
sn a0 a2 a4 a6 . . . sn-1 a1 a3 a5 a7 . . . sn-2 b1 b2 b3 b4 . . . sn-3 c1 c2 c3 c4 . . . sn-4 d1 d2 d3 d4 . . . . . . . . . . . . s2 e1 e2 s1 f1 s0 g1
Dimana:
.
.
.a
aaaab
aaaaa
b
aaaaa
b
1
70613
1
50412
1
30211
−=
−=
−=
(31)
.
.
.b
baabc
bbaab
c
bbaab
c
1
41713
1
31512
1
21311
−=
−=
−=
(32)
.
.
.c
cbbcd
ccbbc
d
1
31312
1
21211
−=
−=
(33)
Kemudian dilakukan pengamatan pada kolom kedua, jika ada perubahan tanda maka sistem kendali dalam keadaan tidak stabil. Jumlah akar-akar yg berada di sebelah kanan garis imajiner adalah sebanyak jumlah perubahan tanda tersebut. Contoh: sebuah sistem kendali di bawah ini:
Y(s)R(s)( )( )2s1sss
K2 +++
Gambar 9: sistem kendali Diperoleh TF sebagai berikut:
( )( ) ( )( ) K2s1sss
KsRsY
2 ++++= (34)
Kemudian dilakukan analisis pada denominatornya yaitu: 0Ks2s3s3s 234 =++++ (35)
Analisis dilakukan dengan menyusun tabel di bawah ini:
s4 1 3 K s3 3 2 0 s2
37
K
s1
K792 −
s0 K
Agar sistem stabil maka K792 − dan K harus selalu positif atau 0K
792 >− dan K>0
sehingga diperoleh:
0K9
14>> (36)
Soal: tentukan daerah K untuk kestabilannya dan berapa nilai K yg menyebabkan sistem berosilasi.
01sKsss 234 =++++
6. Analisis Tempat Kedudukan Akar
Teknik ini digunakan untuk analisis kestabilan dengan diketahui letak akar-akar system kendali terhadap variasi K mulai dari nol sampai tak terhingga secara teoritis. Suatu system kendali di bawah ini:
Y(s)R(s) ( )1ssK+
Gambar 10: system kendali Persamaan karakteristik atau denominator untuk TF loop tertutup adalah:
0Kss2 =++ (37) Akar-akar:
K4121
21s1 −+−= K41
21
21s2 −=−= (38)
>> roots([1 1 0]) % akar-akar untuk K=0 ans = 0 -1 >> roots([1 1 1/8]) % akar-akar untuk K=1/8 ans = -0.8536 -0.1464
>> roots([1 1 0.25]) % akar-akar untuk K=1/4 ans = -0.5000 -0.5000 >> roots([1 1 0.5]) % akar-akar untuk K=0,5 ans = -0.5000 + 0.5000i -0.5000 - 0.5000i Untuk K=0 s/d ¼ akar-akarnya masih riil dan stabil. Setelah K>1/4 mulai terjadi akar kompleks konjuget dan masih tetap stabil. >> roots([1 1 1]) % akar-akar untuk K=1 ans = -0.5000 + 0.8660i -0.5000 - 0.8660i Akar-akar semakin memisah jauh >> roots([1 1 4]) % akar-akar untuk K=4 ans = -0.5000 + 1.9365i -0.5000 - 1.9365i Akar-akar semakin jauh lagi, menunjukkan zetanya semakin kecil sehingga semakin berosilasi. >> rlocus(1,[1 1 0]) % untuk menggambar root locus
Gambar 11: root locus untuk system gambar 10
Yang bertanda ∗ adalah akar-akarnya ketika K=0 atau disebut pole. Garis biru dan hijau adalah garis pergerakan akar-akar ketika K membesar. Garis tersebut dimulai dari pole dan bertemu di -0,5 ketika K=1/4 kemudian memisah membentuk akan conjugate kompleks yang semakin memisah jauh ketika K membesar.
Gambar 12: simulasi system gambar 10 dengan K=1
Gambar 12 menunjukkan simulasi system kendali yang ditunjukkan pada gambar 10 dengan K=1. system dalam keadaan stabil dengan osilasi sedikit menunjukkan redaman cukup besar.
Gambar 13: simulasi system gambar 10 dengan K=8
Gambar 13 menunjukkan simulasi system kendali yang ditunjukkan pada gambar 10 dengan K=8. system dalam keadaan stabil dengan osilasi lebih banyak daripada ketika K=1 menunjukkan redaman kurang. Contoh berikutnya:
Gambar 14: system kendali
Y(s)R(s) ( )( )2s1ss
K++
Persamaan karakteristik:
0Ks2s3s 23 =+++ (39) Akar-akar dari sistem kendali yg ditunjukkan gambar 14 adalah:
>> roots([1 3 2 0]) % akar-akar untuk K=0 ans = 0 -2 -1 Ketiga akar adalah riil >> roots([1 3 2 0.3]) % akar-akar untuk K=0,3 ans = -2.1254 -0.6611 -0.2135 >> roots([1 3 2 0.3849001]) % akar-akar untuk K=0,3849001 ans = -2.1547 -0.4229 -0.4224 Pada nilai K ini akar kedua dan ketiga mulai bertemu. >> roots([1 3 2 0.4]) % akar-akar untuk K=0,4 ans = -2.1597 -0.4201 + 0.0932i -0.4201 - 0.0932i Mulai terbentuk akar kompleks conjugate, sedangkan akar yg pertama tetap riil dan bergerak ke kiri >> roots([1 3 2 0.5]) % akar-akar untuk K=0,5 ans = -2.1915 -0.4043 + 0.2544i -0.4043 - 0.2544i >> roots([1 3 2 1]) % akar-akar untuk K=1 ans = -2.3247 -0.3376 + 0.5623i -0.3376 - 0.5623i >> roots([1 3 2 4]) % akar-akar untuk K=4 ans = -2.7963 -0.1018 + 1.1917i -0.1018 - 1.1917i
>> roots([1 3 2 6]) % akar-akar untuk K=6 ans = -3.0000 -0.0000 + 1.4142i -0.0000 - 1.4142i Pada saat ini akar kedua dan ketiga berada di sumbu imajiner menunjukkan system berosilasi. >> roots([1 3 2 8]) % akar-akar untuk K=8 ans = -3.1663 0.0832 + 1.5874i 0.0832 - 1.5874i Pada K>8 keadaan system tidak stabil sebab ada akar yg berada di sebelah kanan sumbu imajiner. >> rlocus(1,[1 3 2 0]) % menggambar root locus
Gambar 15: root locus system pada gambar 14
Tanda menunjukkan pole yaitu pada 0, -1, dan -2. Letak kedudukan akar-akar ketika harga K membesar dari nol menuju tak hingga dimulai dari pole kemudian mengikuti garis merah, biru dan hijau. Garis biru dan hijau suatu saat berada di sebelah kanan sumbu imajiner menunjukkan pada harga tersebut system dalam keadaan tidak stabil. Garis biru dan hijau bertemu di titik -0,422 pada saat harga K=0,3849 dan setelah harga K membesar kedua akarnya membentuk conjugate kompleks. Pada saat K=6 akar-akar berada tepat di garis imajiner terjadi osilasi. Ketika K>6 akar-akar berada di sebelah kanan menunjukkan sistem tidak stabil.
∗
Gambar 16: root locus pada K=0,3849001
Gambar 16 menunjukkan lebih jelas titik temu dari akar kedua dan ketiga yaitu di titik -0,422 yaitu ketika K=0,3849001.
Gambar 17: simulasi system gambar 14 pada K=1
Gambar 17 adalah simulasi system pada gambar 14 dengan harga K=1 menunjukkan system dalam keadaan stabil dengan redaman yang cukup besar karena osilasinya sedikit.
Gambar 18: simulasi system gambar 14 pada K=4
Gambar 18 adalah simulasi system pada gambar 14 dengan harga K=4 menunjukkan system dalam keadaan stabil dengan redaman mengecil dibandingkan dengan K=1 karena terjadi osilasi yang lumayan besar.
Gambar 19: simulasi system gambar 14 pada K=6
Gambar 19 adalah simulasi system pada gambar 14 dengan harga K=6 menunjukkan system dalam keadaan stabil netral atau system berosilasi karena ada dua akar yang berada di garis imajiner seperti telah ditunjukkan sebelumnya.
Gambar 20: simulasi system gambar 14 pada K=8
Gambar 20 adalah simulasi system pada gambar 14 dengan harga K=8 menunjukkan system dalam keadaan tidak stabil karena ada dua akar yang berada di sebelah kanan garis imajiner seperti telah ditunjukkan sebelumnya. Contoh berikutnya adalah sebagai berikut:
Y(s) R(s) ( )3s2s
2sK2 ++
+
Gambar 21: system kendali
>> K=0; roots([1 2+K 3+2*K]) % akar-akar sistem pada saat K=0 ans = -1.0000 + 1.4142i -1.0000 - 1.4142i Nilai di atas adalah nilai pole
>> K=0.5; roots([1 2+K 3+2*K]) % akar-akar sistem pada saat K=0,5 ans = -1.2500 + 1.5612i -1.2500 - 1.5612i >> K=1; roots([1 2+K 3+2*K]) % akar-akar sistem pada saat K=1 ans = -1.5000 + 1.6583i -1.5000 - 1.6583i >> K=2; roots([1 2+K 3+2*K]) % akar-akar sistem pada saat K=2 ans = -2.0000 + 1.7321i -2.0000 - 1.7321i >> K=5; roots([1 2+K 3+2*K]) % akar-akar sistem pada saat K=5 ans = -3.5000 + 0.8660i -3.5000 - 0.8660i >> K=5.46; roots([1 2+K 3+2*K]) % akar-akar sistem pada saat K=5,46 ans = -3.7300 + 0.0843i -3.7300 - 0.0843i Pada saat ini akar-akar mulai bertemu dan akan memisah lagi ketika harga K membesar. >> K=6; roots([1 2+K 3+2*K]) % akar-akar sistem pada saat K=6 ans = -5 -3 Pada saat K>5,46 akar-akar berharga riil dan menuju nilai zeronya. >> K=10; roots([1 2+K 3+2*K]) % akar-akar sistem pada saat K=10 ans = -9.6056 -2.3944 Menentukan zero pada system gambar 21 dengan cara seperti ini: >> roots([1 2]) ans = -2 Sehingga diperoleh zero sama dengan -2 >> rlocus([1 2],[1 2 3]) % menggambar root locus
Gambar 22: Root Locus system kendali pada gambar 21
Tanda menunjukkan pole yaitu polenya adalah -1.0000 + 1.4142i dan ∗ -1.0000 - 1.4142i dan tanda O adalah zero harganya adalah -2 sesuai dengan perhitungan di atas. Garis biru dan hijau berangkat dari pole menuju zero untuk garis biru dan menuju titik tak hingga pada sumbu riil pada garis hijau. Dari root locus di atas dapat disimpulkan sistem dalam keadaan stabil untuk harga K berapapun.
Gambar 23: Root Locus system kendali pada gambar 21
Gambar 23 menunjukkan akar-akar pada sistem kendali gambar 21 yaitu pada titk temu antara garis biru dan hijau yaitu terjadi pada K=5,46 yaitu bertemu di titik -3,73 pada sumbu riil.
Gambar 24: Simulasi sistem pada gambar 21 pada K=0,0001
Gambar 24 menunjukkan simulasi sistem pada gambar 21 pada K=0,0001. Sistem dalam keadaan stabil.
Gambar 25: Simulasi sistem pada gambar 21 pada K=1
Gambar 25 menunjukkan simulasi sistem pada gambar 21 pada K=1. Sistem dalam keadaan stabil dengan peredaman lebih besar dibandingkan pada K=0,0001.
Gambar 26: Simulasi sistem pada gambar 21 pada K=4
Gambar 26 menunjukkan simulasi sistem pada gambar 21 pada K=4. Sistem dalam keadaan stabil dengan peredaman lebih besar dibandingkan pada K=1.
Gambar 27: Simulasi sistem pada gambar 21 pada K=8
Gambar 27 menunjukkan simulasi sistem pada gambar 21 pada K=8. Sistem dalam keadaan stabil dengan peredaman lebih besar dibandingkan pada K=4. 7. Pole Placement Metode ini berguna untuk menentukan K sehingga posisi akar-akar yg baru sesuai dengan kriteria yg diinginkan perancang
(40) Cxy
BuAxx=
+=&
Input pada sistem kendali ini adalah: Kxu −=Dimana [ ] 1
11223344 TaaaaK −−α−α−α−α=
432
23
14 asasasasAsI ++++=−
( )( )( )( ) 432
23
14
4321 ssssssss α+α+α+α+=µ−µ−µ−µ− T=MW [ ]BABAABBM 32=
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
=
0001001a01aa1aaa
W1
12
123
contoh suatu sistem kendali dinyatakan dalam SS sebagai berikut:
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−
=
0004905,01000000601,200010
A ,
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡−
=
5,001
0
B , ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=
01000001
C
Letak akar-akar yang dikehendaki adalah: , 464,3j21 +−=µ 464,3j22 −−=µ , 103 −=µ , 104 −=µ Tentukan harga K dengan metode pole placement. Jawab: A=[0 1 0 0; 20.601 0 0 0; 0 0 0 1; -0.4905 0 0 0]; B=[0; -1; 0; 0.5]; C=[1 0 0 0; 0 0 1 0]; D=zeros(2,1); [num,den]=ss2tf(A,B,C,D); % konversi SS ke TF a1=den(2); a2=den(3); a3=den(4); a4=den(5); myu1=-2 + 3.464i; % Letak kedudukan akar yang dikehendaki myu2=-2 - 3.464i; myu3=-10; myu4=-10; alpha1=-(myu1+myu2+myu3+myu4); alpha2=(myu1+myu2)*(myu3+myu4)+myu1*myu2+myu3*myu4; alpha3=-(myu3*myu4*(myu1+myu2)+myu1*myu2*(myu3+myu4)); alpha4=myu1*myu2*myu3*myu4; M=[B A*B A^2*B A^3*B]; W=[a3 a2 a1 1; a2 a1 1 0; a1 1 0 0; 1 0 0 0];
T=M*W; K=[alpha1-a4 alpha3-a3 alpha2-a2 alpha1-a1]*inv(T) K = -217.8235 -60.6965 -2.4465 -73.3931 8. Gust Load Pesawat yg sedang terbang di udara seperti kendaraan darat yg berjalan di atas permukaan tanah. Jika kendaraan darat dimodelkan seperti ini:
y
c k
m
u
Jika uyz −=Maka gaya-gaya yang terjadi pada massa yang bergerak adalah: Gaya inersial: "myGaya peredaman: ' czDan gaya pegas: mzKetiga gaya tersebut jika dijumlahkan membentuk keseimbangan gaya arah vertikal sebagai berikut: 0kz'cz"my =++Atau ku'cuky'cy"my +=++Dari sistem persamaan di ats diperoleh TF sebagai berikut:
mks
mcs
mks
mc
TF2 ++
+=
Maka dapat disimpulkan sistem tersebut adalah sistem order kedua. Jika dikaitkan dengan kenyamanan penumpang maka dalam bab sebelumnya telah dijelaskan parameter sistem yg dapat membuat penumpang merasa nyaman adalah zeta=0,7 dan omegan=3 [rad/det] Pesawat udara juga melewati jalan udara yang kadang2 tidak halus. Model turbulensi udara dinyatakan oleh von Karman dan Dryden.
9. Teori Linier Kuadratik Diberikan sistem kendali sebagai berikut:
BuAxx +=& Dengan input optimal sebagai berikut: Kxu −=Diberikan indek kinerja sebagai berikut: ( )dtRuuQxxJ 0
TT∫∞ +=
Dimana Q dan r adalah matriks bobot Dengan menerapkan teori kendali optimal diperoleh harga K sebagai berikut: PBRK T1−= Dimana P adalah solusi persamaan Riccati 0QPBPBRPAPA T1T =+−+ −
9.1. Tracking System Salah satu penerapan teori linier kuadratik adalah pada sistem kendali tracking system. Sistem ini dipakai pada pengendalian peluru kendali untuk mengejar target posisi.
Selain itu juga diaplikasikan pada Automatic landing system, automatic take-off system, dll yaitu pu dipaksa mengikuti track tertentu. Sistem ini juga diterapkan di UAV atau psw tanpa awak
Gambar di atas adalah Predator UAV yang dilengkapi dengan rudal Hellfire dan bom. Sistem kendali dilakukan di stasiun di bumi seperti ini
Misalnya Cxy
BuAxx=
+=&
Dan
Exr
yrz p
−=
−=&
Kemungkinan E adalah matriks C Dimana yp=Ex adalah px1 vektor output yang dikehendaki mengikuti track px1 vektor input r(t) secara asimtotik. Maka sistem menjadi
[ ] ⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡+⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
=⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡
zx
0Cy
r10
u0B
zx
0E0A
zx&
&
Sehingga
[ ] ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=
zx
kku 21
9.2. Model Following Biasa disebut sistem kendali acuan model dimana dengan menerapkan sistem kendali ini plant akan dipaksa mengikuti dinamika pesawat model. Sistem kendali ini biasa diaplikasikan pada in flight simulator
total in flight simulator (TIFS)
NC-131 Total In-Flight Simulator (TIFS) Aircraft milik angkatan Udara USA dilengkapi dengan bidang kendali tegak menyerupai rudder di wing yg berguna untuk memaksa pesawat plant untuk menirukan gerakan model pada modus lateral-direksional sebab dengan bidang kendali konvensional sangat sulit mendapatkan respon sesuai dgn yang diinginkan.
Gambar kokpit untuk siswa penerbang
Misalkan Cxy
BuAxx=
+=&
Dimana
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
00
BB
I00BA000A
A
p
mm
p
( ) ( )21T
21 CCQCCQ̂ −−=
[ ][ ]0C0C
00CC
m2
p1
=
=
Referensi:
1. Dr. Harijono A tjokronegoro, Catatan Kuliah Teori Kontrol, FT- ITB 2. Dr. Zainal Abidin, Catatan Kuliah Mekanika Terbang, PN-ITB
3. Dr. Zainal Abidin, Catatan Kuliah Kendali Terbang, PN-ITB 4. Moh. Ardi Cahyono, Perancangan Sistem Kendali Adaptif model following pada In
Flight Simulator N250PA1 (Tesis S2), PN-ITB, 2001 5. Jan Roskam, Airplane Flight dynamic and Automatic Flight control, university of
Kingdom 6. Katsuhiko Ogata, Modern Control Engineering, Prentice Hall 7. Katsuhiko Ogata, Teknik Kontrol Otomatik, Penerbit Erlangga 8. Brian DO Anderson and John B moore, Optimal Control (Linier Quadratic
Methods, Prentice Hall 9. Nelsen, AFCS 10. Donald McLean, AFCS 11. Howard Kaufman, Digital Adaptive Flight Controller development, NASA Report
CR-2466 12. Austin H Church, Mechanical Vibration, NY University, John Wiley & Sons.
Top Related