Manfaat Jangka Pendek Tonsilektomi Pada Pasien Dewasa Dengan Faringitis Berulang: a randomized controlled trial
Timo Koskenkorva MD, Petri Koivunen MD PhD, Markku Koskela MD PhD, Onni Niemela MD PhD, Aila Kristo MD PhD, Olli-Pekka Alho MD PhD
ABSTRAK
Latar Belakang: Terbatasnya penelitian mengenai manfaat tonsilektomi pada pasien
dewasa. Kami melakukan penelitian untuk menentukan manfaat jangka pendek
tonsilektomi pada pasien dewasa dengan faringitis berulang.
Metode: Kami melakukan secara acak, terkontrol, dengan grup-paralel pada pusat
pelayanan kesehatan tersier telinga, tenggorokan, dan hidung Oulu, Finlandia, antara
Oktober 2007 dan Desember 2010. Pasien dewasa dengan faringitis berulang secara
acak dimasukan ke dalam kelompok kontrol (dalam pengawasan) dan kelompok
tonsilektomi. Hasil utama kami adalah perbedaan jumlah pasien dengan faringitis
berat (gejala berat dan protein C-reaktif > 40 mg/L) dalam waktu 5 bulan. Hasil
sekunder yaitu perbedaan jumlah pasien antara kelompok yang mengalami episode
faringitis dengan atau tanpa konsultasi medis, tingkat keparahan faringitis, dan lama
gejala.
Hasil: Dari 260 pasien yang dirujuk untuk tonsilektomi karena faringitis berulang,
kami mengambil 86 peserta untuk penelitian. 40 pasien dipilih secara acak sebagai
kelompok kontrol, dan 46 pasien dipilih secara acak sebagai kelompok tonsilektomi.
satu pasien pada kelompok kontrol dan tidak ada pasien pada kelompok tonsilektomi
1
yang mengalami faringitis berat (selisih 3%, 95% interval [CI] – 2% sampai 7%).
Tujuh belas pasien pada kelompok kontrol (43%) dan 2 pasien pada kelompok
tonsilektomi (4%) berkonsultasi dengan dokter untuk faringitis (selisih 38%, 95% CI
22% sampai 55%). Secara keseluruhan, 32 pasien pada kelompok kontrol (80%) dan
18 pasien pada kelompok tonsilektomi (39%) mengalami faringitis selama 5 bulan
follow-up (selisih 41%, 95% CI 22% sampai 60%). Kejadian faringitis dan lamanya
gejala timbul jauh lebih rendah pada kelompok tonsilektomi dibandingkan dengan
kelompok kontrol .
Interpretasi: Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam jumlah kejadian faringitis
berat antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, dan ini merupakan kejadian
yang jarang. Namun, dengan tonsilektomi akan menimbulkan gejala faringitis yang
ringan, akibatnya terjadi penurunan jumlah kunjungan medis dan absen dari sekolah
ataupun bekerja. Untuk alasan ini, operasi mungkin bermanfaat bagi beberapa pasien.
Trial registration: ClinicalTrials.gov, no. NCT00547391.
Faringitis berulang adalah masalah kesehatan umum yang menyebabkan penggunaan
berulang antibiotik dan absen dari sekolah ataupun bekerja. Kondisi ini sering diobati
dengan tonsilektomi.1 Menurut review Cochrane baru-baru ini, tonsilektomi atau
adenotonsilektomi mengurangi jumlah episode dan lama sakit tenggorokan pada
anak-anak.2 Namun, pada review yang sama manfaat tonsilektomi pada orang dewasa
masih terbatas.
Alho dan rekannya telah menunjukkan bahwa orang dewasa dengan faringitis
streptokokus berat berulang mendapat manfaat besar dari tonsilektomi dalam waktu
2
yang singkat.3 Namun, beberapa pedoman menunjukkan swab tenggorokan tidak
harus dilakukan secara rutin dalam manajemen perawatan primer faringitis akut,4,5 hal
ini menimbulkan pertanyaan bagaimana memperlakukan faringitis berulang ketika
penyebabnya tidak diketahui. Dengan demikian, kami berusaha untuk menentukan
efektivitas tonsilektomi dalam mengurangi jumlah episode faringitis berat pada
pasien dewasa dengan faringitis berulang.
Metode
Tipe penelitian
Kami melakukan secara acak, terkontrol, dengan paralel-kelompok pada pusat
pelayanan kesehatan tersier telinga, hidung, dan tenggorokan. Semua pasien
diberikan surat persetujuan tertulis. Protokol penelitian telah disetujui oleh komite
etik Oulu University Hospital.
Peserta
Kami memilih peserta dari pasien yang dirujuk untuk tonsilektomi karena faringitis
berulang dari 29 Oktober 2007 sampai dengan 30 Juni 2010.
Kriteria klinis untuk masuk ke penelitian ini adalah terdapat 3 atau lebih episode
faringitis dalam 12 bulan sebelumnya. Episode ini harus mematikan, mencegah
fungsi normal, cukup berat bagi pasien sehingga mencari bantuan medis, dan
dianggap melibatkan tonsil palatina. Tidak diperlukan kultur atau tes antigen untuk
menunjukkan infeksi streptokokus grup A. Kriteria eksklusi kami yaitu usia kurang
dari 13 tahun, riwayat abses peritonsillar, tonsilitis kronis, sedang dalam pengobatan
3
antibiotik, tinggal di luar wilayah Oulu, kehamilan serta penyakit sebelumnya yang
merupakan kontraindikasi untuk dilakukan operasi.
Intervensi
Kami menentukan pasien masuk dalam kelompok kontrol atau kelompok
tonsilektomi menggunakan pengacakan sederhana. Urutan alokasi tersembunyi dari
peneliti dengan menggunakan nomor urut, buram, amplop tertutup (Lampiran 1,
tersedia di www.cmaj.ca /lookup /suppl /doi :10 .1503/cmaj.121852/-/DC1).
Para pasien dalam kelompok kontrol dimasukan dalam daftar tunggu untuk
tonsilektomi yang akan menjalani operasi setelah 5 sampai 6 bulan (dalam
pengawasan); pasien dalam kelompok tonsilektomi menjalani operasi sesegera
mungkin. Pembedahan dilakukan dengan pengangkatan total ekstrakapsular kedua
tonsil palatina di bawah anestesi umum. Untuk alasan praktis, waktu rata-rata antara
pengacakan kelompok tonsilektomi dan operasi adalah 14 (kisaran interkuartil 8-23)
hari
Protokol penelitian
Setelah dimasukan ke salah satu kelompok, pasien menjalani pemeriksaan, dan kami
mengumpulkan data latar belakang. Kedua kelompok dijadwalkan untuk mengikuti
penelitian selama setidaknya 5 bulan setelah pengacakan.
Kami menyarankan pasien untuk mengunjungi dokter spesialis atau dokter umum
setiap kali mereka mengalami gejala akut sugestif faringitis. Selain itu, kami
mengatakan kepada pasien bahwa hal itu penting dilakukan untuk mendapat nasihat
medis seperti yang mereka lakukan sebelumnya. Pada kunjungan akut, pasien
4
menjalani pemeriksaan klinis menyeluruh termasuk swab tenggorokan6 dan tes darah
untuk mengukur kadar serum protein C - reaktif (Lampiran 1). Tes darah diulang 3
hari kemudian. Semua laboratorium dan analisis mikrobiologi dilakukan oleh staff
blinded sebagai data klinis .
Sebuah notebook penelitian diberikan kepada pasien memuat informasi tentang
penelitian dan untuk menulis instruksi dokter umum mereka, yang termasuk
informasi mengenai pemeriksaan dan pencatatan status telinga, tenggorokan, dan
hidung dan mengambil sampel darah dan kultur tenggorokan (Lampiran 1). Pasien
mendapat pengobatan yang diresepkan oleh dokter (dokter peneliti jika tersedia),
yang mencatat tanggal, lokasi, diagnosis, dan pengobatan episode akut pada
notebook. Untuk pasien pada kelompok tonsilektomi, notebook penelitian juga
termasuk kuesioner Glasgow Benefit Inventory healthrelated quality-of-life7 untuk
menjawab 6 bulan setelah operasi. Instrumen ini telah divalidasi di Finlandia dengan
terjemahan, rekonsiliasi, diterjemahkan ulang, dan uji coba .8
Para pasien menggunakan buku harian untuk mencatat gejala yang timbul dan tingkat
keparahan (ringan, sedang atau berat) gejala akut berupa: nyeri tenggorokan, batuk,
rhinitis, demam, dan ketidak hadiran di sekolah atau bekerja. Gejala yang
berlangsung lebih dari 30 hari dianggap kronis dan tidak dimasukkan dalam analisis
kami.
Kami mengumpulkan notebook penelitian pada kunjungan selanjutnya. Kami
memeriksa informasi yang hilang atau tidak terbaca melalui telepon. Kami mencatat
5
data mengenai kunjungan pasien ke dokter saat faringitis akut dan tonsilektomi dari
grafik pasien .
Hasil
Hasil utama kami adalah perbedaan dalam proporsi pasien yang mendapat episode
faringitis berat dalam waktu 5 bulan. Episode yang berat harus melibatkan konsultasi
medis terdaftar di notebook penelitian, dan pasien mengalami gejala sakit
tenggorokan akut dan tanda-tanda yang menunjukkan gejala berasal dari faring
(misalnya, edema, eritema, tonsilitis eksudatif, limfadenitis serviks anterior). Selain
itu, kadar protein C-reaktif baik pada hari itu atau 3 hari kemudian harus lebih tinggi
dari 40 mg / L.9 Jika sampel darah tidak diambil, hasil kultur tenggorokan harus
menunjukkan mikroorganisme selain flora normal, dan pasien harus mengeluhkan
nyeri tenggorokan berat. Hasil sekunder adalah perbedaan dalam proporsi pasien
dengan setiap episode faringitis (sakit tenggorokan yang berlangsung ≥ 2 hari) dan
episode dengan konsultasi medis selama 5 bulan follow up, jumlah episode faringitis,
perbedaan rata-rata tingkat episode, rata-rata jumlah absen dari sekolah atau bekerja,
dan rata-rata jumlah hari gejala selama follow up. Kami juga mencatat kualitas
kesehatan yang berhubungan dengan kehidupan dan efek samping yang berhubungan
dengan tonsilektomi.
Analisis statistik
Kami memperkirakan bahwa 70 pasien perlu terdaftar dalam penelitian untuk
memiliki kekuatan statistik 80 % dalam mendeteksi perbedaan absolut dari 25 %
kekambuhan faringitis berat. Kami menentukan perkiraan ini menggunakan 5 bulan
6
tingkat kekambuhan 25 % pada kelompok kontrol dan 0 % pada kelompok
tonsilektomi berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Alho dan kolega.3 Kami
mempertimbangkan nilai p value 0,05 menjadi signifikan. Kami menganalisis semua
peserta secara intention-to-treat menurut pra-rencana yang ditetapkan.
Untuk data deskriptif, kami menghitung dengan standar deviasi atau median dengan
rentang inter-kuartil. Kami menggunakan uji Mann–Whitney U untuk
membandingkan variabel. Kami membuat kurva survival, karena terkait dengan
kelompok perlakuan, dengan menggunakan metode Kaplan-Meier, mulai dari tanggal
pengacakan pada kelompok kontrol dan mulai tanggal operasi pada kelompok
tonsilektomi. Kami menguji perbedaan antar kelompok dengan menggunakan uji log-
rank. Kami menghitung perbedaan mutlak dan confidence intervals (CIs) 95 %
dalam proporsi kekambuhan antar kelompok selama 5 bulan .
Kami menentukan jumlah episode faringitis, lama gejala dan absen dari sekolah
ataupun bekerja per orang-tahun menggunakan data yang diperoleh selama masa
follow up. Namun, pada kelompok tonsilektomi, kami mengecualikan dari risiko
waktu pemulihan individu segera setelah tonsilektomi selama pasien mengalami nyeri
tenggorokan berkelanjutan (rata-rata 17 ± 6 hari). Dalam skoring kuisioner Glasgow
Benefit Inventory, kami merata-ratakan jawaban 18 pertanyaan untuk memberikan
setiap pertanyaan bobot yang sama. Kami kemudian mengubah skor rata-rata ke skala
continual benefit mulai dari -100 sampai 100, skor -100 berarti kerugian maksimal,
skor 0 berarti tidak ada perubahan, dan skor 100 menyarankan manfaat maksimal
untuk kualitas hidup.
7
Hasil
Peserta dan pendaftaran
Pengacakan pasien pertama dilakukan pada Oktober 2007, dan pasien terakhir
menyelesaikan penelitian pada Desember 2010. Sebanyak 260 calon menjalani
skrining, kami eksklusi 132; 42 calon menolak untuk berpartisipasi (Gambar 1).
Sebagian besar pasien yang dieksklusi sebelumnya mengalami episode tonsillitis
yang lebih sedikit, memiliki tonsillitis kronis atau tinggal di luar wilayah penelitian.
Dari 86 pasien yang tersisa, secara acak kami masukan 40 pada kelompok kontrol dan
46 pada kelompok tonsilektomi. Kami melihat semua pasien di follow-up (5,7 ± 0,7
mo untuk kelompok kontrol, 6,2 ± 0,5 mo untuk kelompok tonsilektomi).
Hampir semua pasien dalam kelompok kontrol menjalani operasi pada tanggal yang
dijadwalkan; pada 3 pasien operasi dilakukan sebelum batas 5 bulan karena gejala
yang memberat.
Dua pasien, satu pada tiap kelompok, mereka kehilangan buku harian gejala namun
mereka tidak berkonsultasi dengan dokter untuk sakit tenggorokannya. Pasien-pasien
ini diasumsikan tidak memiliki gejala selama masa penelitian. Kami tidak
menemukan perbedaan klinis penting dalam karakteristik awal antara 2 kelompok
(Tabel 1)
8
DAMPAK PENELITIAN
Pada 5 bulan, 1 pasien dalam kelompok kontrol dan tidak ada pasien dalam kelompok
tonsilektomi mengalami episode radang tenggorokan yang parah (selisih 3%, 95% CI
-2% hingga 7%) (Tabel 2 dan Lampiran 2, tersedia di
www.cmaj.ca/lookup/suppl/doi:101503/cmaj.121852/-/DC1). Tujuh belas pasien
(43%) dalam kelompok kontrol dan dua pasien (4%) dalam kelompok tonsilektomi
telah berobat dengan dokter untuk faringitis (perbedaan 38 % , 95 % CI 22% hingga
55 %); 32 pasien (80 %) dalam kelompok kontrol dan 18 pasien (39 %) dalam
kelompok tonsilektomi telah mengalami episode faringitis akut (perbedaan 41 % , 95
% CI 22% hingga 60 %) (Tabel 2).
9
Selama follow-up (6,0 ± 0,7 mo),tingkat keseluruhan faringitis dan seringnya
nyeri tenggorokan, demam, rhinitis dan batuk secara signifikan lebih jarang pada
kelompok tonsilektomi dibandingkan kelompok kontrol (Tabel 3). Pasien di kedua
kelompok dinilai sebagian besar nyeri tenggorokan mereka sebagai ringan (Lampiran
10
3, tersedia di www.cmaj.ca/lookup/suppl/doi:1503/cmaj.121852/-/DC1). Pasien
dalam kelompok tonsilektomi secara signifikan lebih jarang absen dalam pekerjaan
maupun sekolah mereka dibandingkan pada kelompok kontrol. Menurut kuisoner
kualitas hidup post-operatif, pasien pada kelompok tonsilektomi bahagia dengan
operasi yang telah mereka jalani (Glasgow Benefit Inventory overall score 27 ±
12 ,general health subscore 23 ± 15, social subscore 3 ± 12 dan physical subscores 68
± 28; Lampiran 4 , tersedia di www.cmaj.ca/ lookup/suppl/ doi:10.1503
/cmaj.121852/-/DC1 ).
Durasi rata-rata nyeri tenggorokan post-operasi adalah 17 hari. Rincian operasi
dan efek sampingnnya ditunjukkan dalam lampiran 5 6 dan 7 (tersedia di
www .cmaj.ca/lookup/suppl/doi:10.1503/cmaj.121852/-/DC1).
11
DISKUSI
Pasien dewasa dengan faringitis berulang dari asal mana saja, episode faringitis berat
sangat jarang (sebagaimana ditentukan oleh adanya gejala yang parah dan tingkat
serum protein C-reaktif), terlepas dari apakah mereka menjalani tonsilektomi.
Namun, pasien yang menjalani operasi memiliki sedikit episode faringitis secara
keseluruhan dan nyeri tenggorokan lebih jarang daripada pasien dalam kelompok
kontrol . Penurunan ini mengakibatkan kunjungan medis lebih sedikit dan lebih
sedikit absen dari sekolah atau bekerja . Pasien yang menjalani operasi juga merasa
bahwa kualitas hidup mereka membaik . Morbiditas yang paling penting yang terkait
12
dengan operasi adalah nyeri tenggorokan post-operasi dan resiko kecil pendarahan
pasca operasi .
Pada tinjauan Cochreane terbaru pada tonsilektomi untuk rekurent tonsillitis
ditemukan hanya percobaan tunggal yang melibatkan orang dewasa, yang dilakukan
oleh penelitian ini adalah dewasa yang terinfeksi faringitis streptococcal grup A
berulang.2,3 Dalam percobaan kali ini, kami melibatkan usia dewasa dengan rekuren
faringitis asal apapun, dimana setengah diantaranya memiliki episode streptokokus
dalam 6 bulan terakhir sebelum dilakukan randomisasi.
Dalam kedua percobaan, pasien menunjukkan manfaat yang sama dari
tonsilektomi. Dalam penelitian sebelumnya, Alho dan kawan-kawan menemukan
perbedaan absolut dari 30% pasien yang memiliki faringitis dengan konsultasi medis
dan 25% pasien yang memiliki faringitis tanpa konsultasi medis antara kelompok
yang menjalani operasi dan kontrol.3 Dalam penelitian kali ini, perbedaan tersebut
38% dan 41%, masing-masing. Hasilnya sangat mirip, mengingat periode
pengamatan adalah 5 bulan dalam penelitian sekarang, dan hanya 3 bulan dalam
penelitian sebelumnya. Pasien rekuren faringitis usia dewasa memerlukan konsultasi
dengan dokter yang sama, tanpa memperhatikan penyebab faringitis episode
sebelumnya.
Disimpulkan bahwa, pasien yang dilakukan tonsilektomi memiliki
peningkatan kualitas hidup dan sesuai dengan hasil beberapa penelitian sebelumnya.
13
KETERBATASAN
Karena pada penelitian ini menggunakan open trial, efek plasebo dapat menjelaskan
manfaat subjektif setelah operasi, seperti keuntungan yang dipaparkan untuk tindakan
tonsilektomi pada batuk dan rhinitis.
Efek tonsilektomi pada gejala faring sangat baik, dan peneliti yakin bahwa hasil
ini tidak hanya ekspektasi semata. Pura-pura melakukan tindakan tonsilektomi pada
pasien untuk mengontrol bias,15 tampaknya tidak mungkin. Berdasarkan pengalaman
peneliti, pasien tahu apa itu tonsil palatina dan dapat mendeskripsikan keadaan tonsil
palatina ketika nyeri tenggorokan. Dengan demikian, pasien pasti akan tahu apakah
tonsil mereka telah tidak ada lagi, seperti penilaian yang dilakukan oleh seorang
dokter ketika melakukan pemeriksaan pada pasien faringitis.
Waktu tunggu untuk tonsilektomi tidak lebih dari 6 bulan, yang menyebabkan
lama follow up lebih singkat. Disamping itu, menurut peneliti bahwa efek jangka
pendek dari tonsilektomi menunjukkan kegunaannya secara keseluruhan. Selain itu,
melihat hasil obyektif dalam penelitian sebelumnya, pengaruh tonsilektomi tidak
tergantung pada lamanya follow up.16 Adanya penyembuhan periode faringitis pada
kelompok kontrol selama massa follow up disebabkan karena perjalanan alamiah
penyakit. Jadi tidak mungkin bahwa pasien dalam kelompok kontrol melaporkan data
negatif bias dalam catatan harian, dan adanya perbedaan pada kedua kelompok
tersebut lebih disebabkan karena manfaat dari tonsilektomi dibandingkan dengan efek
yang kurang menguntungkan dalam daftar tunggu. Kami menggunakan daftar tunggu
kontrol juga memiliki keuntungan. Dengan ini metode, pasien dalam kelompok
14
kontrol tahu mereka akan menjalani operasi, dan 67% dari mereka setuju untuk
berpartisipasi. Hanya 3 pasien dalam kelompok kontrol harus menjalani operasi
sebelum akhir 5 bulan menunggu disebabkan karena gejala yang parah; tidak ada
pasien yang lolos dari follow up.
Kriteria kami untuk masuk ke penelitian ini adalah minimal 3 kali episode
klinis yang signifikan dari faringitis per tahun. Namun, keputusan untuk melakukan
operasi adalah pada beberapa episode pengecualian dimana episode yang sangat
parah dan berkepanjangan, dimana kebanyakan pasien memiliki sekitar 5 episode
pada tahun sebelumnya. Batas ini untuk tonsilektomi adalah sedikit lebih rendah dari
kriteria yang disajikan dalam guidelines. Namun, dalam pengalaman peneliti, kriteria
ini terlalu ketat untuk pasien dewasa yang memilih untuk operasi lebih awal.
Berdasarkan karakteristik dasar dari pasien dan tingkat partisipasi yang tinggi,
kami mempertimbangkan hasil penelitian ini untuk digeneralisasikan pada populasi
pasien di klinik rawat jalan THT di Finlandia.
KESIMPULAN
Pasien dewasa yang memiliki gejala faringitis yang mematikan dengan adanya
keterlibatan tonsil palatine lebih dari tiga kali per tahun yang mengakibatkan
pembatasan fungsi normal dan memerlukan konsultasi kesehatan untuk dilakukan
tonsilektomi. Setelah tonsilektomi, pasien mengalami episode faringitis lebih jarang
dan sakit tenggorokan yang berkurang, sehingga kunjungan medis serta absens dari
pekerjaan maupun sekolah jauh berkurang. Kejadian tonsilektomi untuk pencegahan
15
faringitis dan nyeri tenggorokan sedikit dan mungkin jenis virus. Morbiditas dan
komplikasi yang berhubungan dengan tonsilektomi harus dipertimbangkan ketika
dokter dan pasien memutuskan apakah manfaat klinis lebih besar daripada risiko
operasi.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Bhattacharyya N, Kepnes LJ. Economic benefit of tonsillectomy in adults with chronic tonsillitis. Ann Otol Rhinol Laryngol 2002; 111:983-8.
2. Burton MJ, Glasziou PP. Tonsillectomy or adeno-tonsillectomy versus non-surgical treatment for chronic/recurrent acute tonsillitis. Cochrane Database Syst Rev 2009; (1):CD001802.
3. Alho OP, Koivunen P, Penna T, et al. Tonsillectomy versus watchful waiting in recurrent streptococcal pharyngitis in adults: randomised controlled trial. BMJ 2007;334:939.
4. Respiratory tract infections — antibiotic prescribing. London (UK): National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE); 2008. Available: www .nice .org .uk /nicemedia /pdf /CG69 FullGuideline .pdf (accessed 2013 Jan. 20).
5. Management of sore throat and indications for tonsillectomy. Edinburgh (UK): Scottish Intercollegiate Guidelines network; 2010. Available: www.sign .ac .uk /pdf /sign117 .pdf (accessed 2013 Jan. 20).
6. Bisno AL, Gerber MA, Gwaltney JM Jr, et al. Practice guidelines for the diagnosis and management of group A streptococcal pharyngitis. Infectious Society of America. Clin Infect Dis 2002; 35: 113-25.
7. Robinson K, Gatehouse S, Browning GG. Measuring patient benefit from otorhinolaryngological surgery and therapy. Ann Otol Rhinol Laryngol 1996;105:415-22.
8. Wild D, Grove A, Martin M, et al. Principles of good practice for the translation and cultural adaptation process for patient reported outcomes (PRO) measures: report of the ISPOR task force for translation and cultural adaptation. Value Health 2005;8:94-104.
9. Koo CY, Eisenhut M. Towards evidence-based emergency medicine: best BETs from the Manchester Royal Infirmary. Can inflammatory markers distinguish streptococcal from viral tonsillitis? Emerg Med J 2011;28:715-7.
10. Baumann I, Kucheida H, Bluemenstock G, et al. Benefit from tonsillectomy in adult patients with chronic tonsillitis. Eur Arch Otorhinolaryngol 2006;263:556-9.
17
11. Bhattacharyya N, Kepnes LJ, Shapiro J. Efficacy and quality-oflife impact of adult tonsillectomy. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 2001;127:1347-50.
12. Koskenkorva T, Koivunen P, Penna T, et al. Factors affecting quality-of-life impact of adult tonsillectomy. J Laryngol Otol 2009;123:1010-4.
13. Richards AL, Bailey M, Hooper R, et al. Quality-of-life effect of tonsillectomy in a young adult group. ANZ J Surg 2007;77: 988-90.
14. Senska G, Ellermann S, Ernst S, et al. Recurrent tonsillitis in adults: quality of life after tonsillectomy. Dtsch Arztebl Int 2010; 107: 622-8.
15. Crayford TJ. Recurrent pharyngo-tonsillitis. Time to stop doing tonsillectomies? BMJ 2007;334:1019.
16. van Staaji BK, van den Akker EH, van der Heijden GJ, et al. Adenotonsillectomy for upper respiratory infections: Evidence based? Arch Dis Child 2005;90:19-25.
17. Mattila PS, Tahkokallio O, Tarkkanen J, et al. Causes of tonsillar disease and frequency of tonsillectomy operations. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 2001;127:37-44.
18. Randall DA, Hoffer ME. Complications of tonsillectomy and adenoidectomy. Otolaryngol Head Neck Surg 1998;118:61-8.
Affiliations: From the Department of Otorhinolaryngology (Koskenkorva, Koivunen, Kristo, Alho), Institute of Clinical Medicine, University of Oulu and Oulu University Hospital; the Department of Medical Microbiology (Koskela), Oulu University Hospital, Oulu, Finland; and the Medical Research Unit (Niemela), Seinajoki Central Hospital and University of Tampere, Tampere, Finland
Contributors: All of the authors contributed substantially to conception and design of the study. Timo Koskenkorva, Petri Koivunen, Aila Kristo and Olli-Pekka Alho collected and analyzed the data. All the authors drafted or revised the article for important intellectual content and approved the final version submitted for publication.
18