Journal Reading THT Fix

29
Manfaat Jangka Pendek Tonsilektomi Pada Pasien Dewasa Dengan Faringitis Berulang: a randomized controlled trial Timo Koskenkorva MD, Petri Koivunen MD PhD, Markku Koskela MD PhD, Onni Niemela MD PhD, Aila Kristo MD PhD, Olli-Pekka Alho MD PhD ABSTRAK Latar Belakang: Terbatasnya penelitian mengenai manfaat tonsilektomi pada pasien dewasa. Kami melakukan penelitian untuk menentukan manfaat jangka pendek tonsilektomi pada pasien dewasa dengan faringitis berulang. Metode: Kami melakukan secara acak, terkontrol, dengan grup-paralel pada pusat pelayanan kesehatan tersier telinga, tenggorokan, dan hidung Oulu, Finlandia, antara Oktober 2007 dan Desember 2010. Pasien dewasa dengan faringitis berulang secara acak dimasukan ke dalam kelompok kontrol (dalam pengawasan) dan kelompok 1

Transcript of Journal Reading THT Fix

Page 1: Journal Reading THT Fix

Manfaat Jangka Pendek Tonsilektomi Pada Pasien Dewasa Dengan Faringitis Berulang: a randomized controlled trial

Timo Koskenkorva MD, Petri Koivunen MD PhD, Markku Koskela MD PhD, Onni Niemela MD PhD, Aila Kristo MD PhD, Olli-Pekka Alho MD PhD

ABSTRAK

Latar Belakang: Terbatasnya penelitian mengenai manfaat tonsilektomi pada pasien

dewasa. Kami melakukan penelitian untuk menentukan manfaat jangka pendek

tonsilektomi pada pasien dewasa dengan faringitis berulang.

Metode: Kami melakukan secara acak, terkontrol, dengan grup-paralel pada pusat

pelayanan kesehatan tersier telinga, tenggorokan, dan hidung Oulu, Finlandia, antara

Oktober 2007 dan Desember 2010. Pasien dewasa dengan faringitis berulang secara

acak dimasukan ke dalam kelompok kontrol (dalam pengawasan) dan kelompok

tonsilektomi. Hasil utama kami adalah perbedaan jumlah pasien dengan faringitis

berat (gejala berat dan protein C-reaktif > 40 mg/L) dalam waktu 5 bulan. Hasil

sekunder yaitu perbedaan jumlah pasien antara kelompok yang mengalami episode

faringitis dengan atau tanpa konsultasi medis, tingkat keparahan faringitis, dan lama

gejala.

Hasil: Dari 260 pasien yang dirujuk untuk tonsilektomi karena faringitis berulang,

kami mengambil 86 peserta untuk penelitian. 40 pasien dipilih secara acak sebagai

kelompok kontrol, dan 46 pasien dipilih secara acak sebagai kelompok tonsilektomi.

satu pasien pada kelompok kontrol dan tidak ada pasien pada kelompok tonsilektomi

1

Page 2: Journal Reading THT Fix

yang mengalami faringitis berat (selisih 3%, 95% interval [CI] – 2% sampai 7%).

Tujuh belas pasien pada kelompok kontrol (43%) dan 2 pasien pada kelompok

tonsilektomi (4%) berkonsultasi dengan dokter untuk faringitis (selisih 38%, 95% CI

22% sampai 55%). Secara keseluruhan, 32 pasien pada kelompok kontrol (80%) dan

18 pasien pada kelompok tonsilektomi (39%) mengalami faringitis selama 5 bulan

follow-up (selisih 41%, 95% CI 22% sampai 60%). Kejadian faringitis dan lamanya

gejala timbul jauh lebih rendah pada kelompok tonsilektomi dibandingkan dengan

kelompok kontrol .

Interpretasi: Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam jumlah kejadian faringitis

berat antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, dan ini merupakan kejadian

yang jarang. Namun, dengan tonsilektomi akan menimbulkan gejala faringitis yang

ringan, akibatnya terjadi penurunan jumlah kunjungan medis dan absen dari sekolah

ataupun bekerja. Untuk alasan ini, operasi mungkin bermanfaat bagi beberapa pasien.

Trial registration: ClinicalTrials.gov, no. NCT00547391.

Faringitis berulang adalah masalah kesehatan umum yang menyebabkan penggunaan

berulang antibiotik dan absen dari sekolah ataupun bekerja. Kondisi ini sering diobati

dengan tonsilektomi.1 Menurut review Cochrane baru-baru ini, tonsilektomi atau

adenotonsilektomi mengurangi jumlah episode dan lama sakit tenggorokan pada

anak-anak.2 Namun, pada review yang sama manfaat tonsilektomi pada orang dewasa

masih terbatas.

Alho dan rekannya telah menunjukkan bahwa orang dewasa dengan faringitis

streptokokus berat berulang mendapat manfaat besar dari tonsilektomi dalam waktu

2

Page 3: Journal Reading THT Fix

yang singkat.3 Namun, beberapa pedoman menunjukkan swab tenggorokan tidak

harus dilakukan secara rutin dalam manajemen perawatan primer faringitis akut,4,5 hal

ini menimbulkan pertanyaan bagaimana memperlakukan faringitis berulang ketika

penyebabnya tidak diketahui. Dengan demikian, kami berusaha untuk menentukan

efektivitas tonsilektomi dalam mengurangi jumlah episode faringitis berat pada

pasien dewasa dengan faringitis berulang.

Metode

Tipe penelitian

Kami melakukan secara acak, terkontrol, dengan paralel-kelompok pada pusat

pelayanan kesehatan tersier telinga, hidung, dan tenggorokan. Semua pasien

diberikan surat persetujuan tertulis. Protokol penelitian telah disetujui oleh komite

etik Oulu University Hospital.

Peserta

Kami memilih peserta dari pasien yang dirujuk untuk tonsilektomi karena faringitis

berulang dari 29 Oktober 2007 sampai dengan 30 Juni 2010.

Kriteria klinis untuk masuk ke penelitian ini adalah terdapat 3 atau lebih episode

faringitis dalam 12 bulan sebelumnya. Episode ini harus mematikan, mencegah

fungsi normal, cukup berat bagi pasien sehingga mencari bantuan medis, dan

dianggap melibatkan tonsil palatina. Tidak diperlukan kultur atau tes antigen untuk

menunjukkan infeksi streptokokus grup A. Kriteria eksklusi kami yaitu usia kurang

dari 13 tahun, riwayat abses peritonsillar, tonsilitis kronis, sedang dalam pengobatan

3

Page 4: Journal Reading THT Fix

antibiotik, tinggal di luar wilayah Oulu, kehamilan serta penyakit sebelumnya yang

merupakan kontraindikasi untuk dilakukan operasi.

Intervensi

Kami menentukan pasien masuk dalam kelompok kontrol atau kelompok

tonsilektomi menggunakan pengacakan sederhana. Urutan alokasi tersembunyi dari

peneliti dengan menggunakan nomor urut, buram, amplop tertutup (Lampiran 1,

tersedia di www.cmaj.ca /lookup /suppl /doi :10 .1503/cmaj.121852/-/DC1).

Para pasien dalam kelompok kontrol dimasukan dalam daftar tunggu untuk

tonsilektomi yang akan menjalani operasi setelah 5 sampai 6 bulan (dalam

pengawasan); pasien dalam kelompok tonsilektomi menjalani operasi sesegera

mungkin. Pembedahan dilakukan dengan pengangkatan total ekstrakapsular kedua

tonsil palatina di bawah anestesi umum. Untuk alasan praktis, waktu rata-rata antara

pengacakan kelompok tonsilektomi dan operasi adalah 14 (kisaran interkuartil 8-23)

hari

Protokol penelitian

Setelah dimasukan ke salah satu kelompok, pasien menjalani pemeriksaan, dan kami

mengumpulkan data latar belakang. Kedua kelompok dijadwalkan untuk mengikuti

penelitian selama setidaknya 5 bulan setelah pengacakan.

Kami menyarankan pasien untuk mengunjungi dokter spesialis atau dokter umum

setiap kali mereka mengalami gejala akut sugestif faringitis. Selain itu, kami

mengatakan kepada pasien bahwa hal itu penting dilakukan untuk mendapat nasihat

medis seperti yang mereka lakukan sebelumnya. Pada kunjungan akut, pasien

4

Page 5: Journal Reading THT Fix

menjalani pemeriksaan klinis menyeluruh termasuk swab tenggorokan6 dan tes darah

untuk mengukur kadar serum protein C - reaktif (Lampiran 1). Tes darah diulang 3

hari kemudian. Semua laboratorium dan analisis mikrobiologi dilakukan oleh staff

blinded sebagai data klinis .

Sebuah notebook penelitian diberikan kepada pasien memuat informasi tentang

penelitian dan untuk menulis instruksi dokter umum mereka, yang termasuk

informasi mengenai pemeriksaan dan pencatatan status telinga, tenggorokan, dan

hidung dan mengambil sampel darah dan kultur tenggorokan (Lampiran 1). Pasien

mendapat pengobatan yang diresepkan oleh dokter (dokter peneliti jika tersedia),

yang mencatat tanggal, lokasi, diagnosis, dan pengobatan episode akut pada

notebook. Untuk pasien pada kelompok tonsilektomi, notebook penelitian juga

termasuk kuesioner Glasgow Benefit Inventory healthrelated quality-of-life7 untuk

menjawab 6 bulan setelah operasi. Instrumen ini telah divalidasi di Finlandia dengan

terjemahan, rekonsiliasi, diterjemahkan ulang, dan uji coba .8

Para pasien menggunakan buku harian untuk mencatat gejala yang timbul dan tingkat

keparahan (ringan, sedang atau berat) gejala akut berupa: nyeri tenggorokan, batuk,

rhinitis, demam, dan ketidak hadiran di sekolah atau bekerja. Gejala yang

berlangsung lebih dari 30 hari dianggap kronis dan tidak dimasukkan dalam analisis

kami.

Kami mengumpulkan notebook penelitian pada kunjungan selanjutnya. Kami

memeriksa informasi yang hilang atau tidak terbaca melalui telepon. Kami mencatat

5

Page 6: Journal Reading THT Fix

data mengenai kunjungan pasien ke dokter saat faringitis akut dan tonsilektomi dari

grafik pasien .

Hasil

Hasil utama kami adalah perbedaan dalam proporsi pasien yang mendapat episode

faringitis berat dalam waktu 5 bulan. Episode yang berat harus melibatkan konsultasi

medis terdaftar di notebook penelitian, dan pasien mengalami gejala sakit

tenggorokan akut dan tanda-tanda yang menunjukkan gejala berasal dari faring

(misalnya, edema, eritema, tonsilitis eksudatif, limfadenitis serviks anterior). Selain

itu, kadar protein C-reaktif baik pada hari itu atau 3 hari kemudian harus lebih tinggi

dari 40 mg / L.9 Jika sampel darah tidak diambil, hasil kultur tenggorokan harus

menunjukkan mikroorganisme selain flora normal, dan pasien harus mengeluhkan

nyeri tenggorokan berat. Hasil sekunder adalah perbedaan dalam proporsi pasien

dengan setiap episode faringitis (sakit tenggorokan yang berlangsung ≥ 2 hari) dan

episode dengan konsultasi medis selama 5 bulan follow up, jumlah episode faringitis,

perbedaan rata-rata tingkat episode, rata-rata jumlah absen dari sekolah atau bekerja,

dan rata-rata jumlah hari gejala selama follow up. Kami juga mencatat kualitas

kesehatan yang berhubungan dengan kehidupan dan efek samping yang berhubungan

dengan tonsilektomi.

Analisis statistik

Kami memperkirakan bahwa 70 pasien perlu terdaftar dalam penelitian untuk

memiliki kekuatan statistik 80 % dalam mendeteksi perbedaan absolut dari 25 %

kekambuhan faringitis berat. Kami menentukan perkiraan ini menggunakan 5 bulan

6

Page 7: Journal Reading THT Fix

tingkat kekambuhan 25 % pada kelompok kontrol dan 0 % pada kelompok

tonsilektomi berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Alho dan kolega.3 Kami

mempertimbangkan nilai p value 0,05 menjadi signifikan. Kami menganalisis semua

peserta secara intention-to-treat menurut pra-rencana yang ditetapkan.

Untuk data deskriptif, kami menghitung dengan standar deviasi atau median dengan

rentang inter-kuartil. Kami menggunakan uji Mann–Whitney U untuk

membandingkan variabel. Kami membuat kurva survival, karena terkait dengan

kelompok perlakuan, dengan menggunakan metode Kaplan-Meier, mulai dari tanggal

pengacakan pada kelompok kontrol dan mulai tanggal operasi pada kelompok

tonsilektomi. Kami menguji perbedaan antar kelompok dengan menggunakan uji log-

rank. Kami menghitung perbedaan mutlak dan confidence intervals (CIs) 95 %

dalam proporsi kekambuhan antar kelompok selama 5 bulan .

Kami menentukan jumlah episode faringitis, lama gejala dan absen dari sekolah

ataupun bekerja per orang-tahun menggunakan data yang diperoleh selama masa

follow up. Namun, pada kelompok tonsilektomi, kami mengecualikan dari risiko

waktu pemulihan individu segera setelah tonsilektomi selama pasien mengalami nyeri

tenggorokan berkelanjutan (rata-rata 17 ± 6 hari). Dalam skoring kuisioner Glasgow

Benefit Inventory, kami merata-ratakan jawaban 18 pertanyaan untuk memberikan

setiap pertanyaan bobot yang sama. Kami kemudian mengubah skor rata-rata ke skala

continual benefit mulai dari -100 sampai 100, skor -100 berarti kerugian maksimal,

skor 0 berarti tidak ada perubahan, dan skor 100 menyarankan manfaat maksimal

untuk kualitas hidup.

7

Page 8: Journal Reading THT Fix

Hasil

Peserta dan pendaftaran

Pengacakan pasien pertama dilakukan pada Oktober 2007, dan pasien terakhir

menyelesaikan penelitian pada Desember 2010. Sebanyak 260 calon menjalani

skrining, kami eksklusi 132; 42 calon menolak untuk berpartisipasi (Gambar 1).

Sebagian besar pasien yang dieksklusi sebelumnya mengalami episode tonsillitis

yang lebih sedikit, memiliki tonsillitis kronis atau tinggal di luar wilayah penelitian.

Dari 86 pasien yang tersisa, secara acak kami masukan 40 pada kelompok kontrol dan

46 pada kelompok tonsilektomi. Kami melihat semua pasien di follow-up (5,7 ± 0,7

mo untuk kelompok kontrol, 6,2 ± 0,5 mo untuk kelompok tonsilektomi).

Hampir semua pasien dalam kelompok kontrol menjalani operasi pada tanggal yang

dijadwalkan; pada 3 pasien operasi dilakukan sebelum batas 5 bulan karena gejala

yang memberat.

Dua pasien, satu pada tiap kelompok, mereka kehilangan buku harian gejala namun

mereka tidak berkonsultasi dengan dokter untuk sakit tenggorokannya. Pasien-pasien

ini diasumsikan tidak memiliki gejala selama masa penelitian. Kami tidak

menemukan perbedaan klinis penting dalam karakteristik awal antara 2 kelompok

(Tabel 1)

8

Page 9: Journal Reading THT Fix

DAMPAK PENELITIAN

Pada 5 bulan, 1 pasien dalam kelompok kontrol dan tidak ada pasien dalam kelompok

tonsilektomi mengalami episode radang tenggorokan yang parah (selisih 3%, 95% CI

-2% hingga 7%) (Tabel 2 dan Lampiran 2, tersedia di

www.cmaj.ca/lookup/suppl/doi:101503/cmaj.121852/-/DC1). Tujuh belas pasien

(43%) dalam kelompok kontrol dan dua pasien (4%) dalam kelompok tonsilektomi

telah berobat dengan dokter untuk faringitis (perbedaan 38 % , 95 % CI 22% hingga

55 %); 32 pasien (80 %) dalam kelompok kontrol dan 18 pasien (39 %) dalam

kelompok tonsilektomi telah mengalami episode faringitis akut (perbedaan 41 % , 95

% CI 22% hingga 60 %) (Tabel 2).

9

Page 10: Journal Reading THT Fix

Selama follow-up (6,0 ± 0,7 mo),tingkat keseluruhan faringitis dan seringnya

nyeri tenggorokan, demam, rhinitis dan batuk secara signifikan lebih jarang pada

kelompok tonsilektomi dibandingkan kelompok kontrol (Tabel 3). Pasien di kedua

kelompok dinilai sebagian besar nyeri tenggorokan mereka sebagai ringan (Lampiran

10

Page 11: Journal Reading THT Fix

3, tersedia di www.cmaj.ca/lookup/suppl/doi:1503/cmaj.121852/-/DC1). Pasien

dalam kelompok tonsilektomi secara signifikan lebih jarang absen dalam pekerjaan

maupun sekolah mereka dibandingkan pada kelompok kontrol. Menurut kuisoner

kualitas hidup post-operatif, pasien pada kelompok tonsilektomi bahagia dengan

operasi yang telah mereka jalani (Glasgow Benefit Inventory overall score 27 ±

12 ,general health subscore 23 ± 15, social subscore 3 ± 12 dan physical subscores 68

± 28; Lampiran 4 , tersedia di www.cmaj.ca/ lookup/suppl/ doi:10.1503

/cmaj.121852/-/DC1 ).

Durasi rata-rata nyeri tenggorokan post-operasi adalah 17 hari. Rincian operasi

dan efek sampingnnya ditunjukkan dalam lampiran 5 6 dan 7 (tersedia di

www .cmaj.ca/lookup/suppl/doi:10.1503/cmaj.121852/-/DC1).

11

Page 12: Journal Reading THT Fix

DISKUSI

Pasien dewasa dengan faringitis berulang dari asal mana saja, episode faringitis berat

sangat jarang (sebagaimana ditentukan oleh adanya gejala yang parah dan tingkat

serum protein C-reaktif), terlepas dari apakah mereka menjalani tonsilektomi.

Namun, pasien yang menjalani operasi memiliki sedikit episode faringitis secara

keseluruhan dan nyeri tenggorokan lebih jarang daripada pasien dalam kelompok

kontrol . Penurunan ini mengakibatkan kunjungan medis lebih sedikit dan lebih

sedikit absen dari sekolah atau bekerja . Pasien yang menjalani operasi juga merasa

bahwa kualitas hidup mereka membaik . Morbiditas yang paling penting yang terkait

12

Page 13: Journal Reading THT Fix

dengan operasi adalah nyeri tenggorokan post-operasi dan resiko kecil pendarahan

pasca operasi .

Pada tinjauan Cochreane terbaru pada tonsilektomi untuk rekurent tonsillitis

ditemukan hanya percobaan tunggal yang melibatkan orang dewasa, yang dilakukan

oleh penelitian ini adalah dewasa yang terinfeksi faringitis streptococcal grup A

berulang.2,3 Dalam percobaan kali ini, kami melibatkan usia dewasa dengan rekuren

faringitis asal apapun, dimana setengah diantaranya memiliki episode streptokokus

dalam 6 bulan terakhir sebelum dilakukan randomisasi.

Dalam kedua percobaan, pasien menunjukkan manfaat yang sama dari

tonsilektomi. Dalam penelitian sebelumnya, Alho dan kawan-kawan menemukan

perbedaan absolut dari 30% pasien yang memiliki faringitis dengan konsultasi medis

dan 25% pasien yang memiliki faringitis tanpa konsultasi medis antara kelompok

yang menjalani operasi dan kontrol.3 Dalam penelitian kali ini, perbedaan tersebut

38% dan 41%, masing-masing. Hasilnya sangat mirip, mengingat periode

pengamatan adalah 5 bulan dalam penelitian sekarang, dan hanya 3 bulan dalam

penelitian sebelumnya. Pasien rekuren faringitis usia dewasa memerlukan konsultasi

dengan dokter yang sama, tanpa memperhatikan penyebab faringitis episode

sebelumnya.

Disimpulkan bahwa, pasien yang dilakukan tonsilektomi memiliki

peningkatan kualitas hidup dan sesuai dengan hasil beberapa penelitian sebelumnya.

13

Page 14: Journal Reading THT Fix

KETERBATASAN

Karena pada penelitian ini menggunakan open trial, efek plasebo dapat menjelaskan

manfaat subjektif setelah operasi, seperti keuntungan yang dipaparkan untuk tindakan

tonsilektomi pada batuk dan rhinitis.

Efek tonsilektomi pada gejala faring sangat baik, dan peneliti yakin bahwa hasil

ini tidak hanya ekspektasi semata. Pura-pura melakukan tindakan tonsilektomi pada

pasien untuk mengontrol bias,15 tampaknya tidak mungkin. Berdasarkan pengalaman

peneliti, pasien tahu apa itu tonsil palatina dan dapat mendeskripsikan keadaan tonsil

palatina ketika nyeri tenggorokan. Dengan demikian, pasien pasti akan tahu apakah

tonsil mereka telah tidak ada lagi, seperti penilaian yang dilakukan oleh seorang

dokter ketika melakukan pemeriksaan pada pasien faringitis.

Waktu tunggu untuk tonsilektomi tidak lebih dari 6 bulan, yang menyebabkan

lama follow up lebih singkat. Disamping itu, menurut peneliti bahwa efek jangka

pendek dari tonsilektomi menunjukkan kegunaannya secara keseluruhan. Selain itu,

melihat hasil obyektif dalam penelitian sebelumnya, pengaruh tonsilektomi tidak

tergantung pada lamanya follow up.16 Adanya penyembuhan periode faringitis pada

kelompok kontrol selama massa follow up disebabkan karena perjalanan alamiah

penyakit. Jadi tidak mungkin bahwa pasien dalam kelompok kontrol melaporkan data

negatif bias dalam catatan harian, dan adanya perbedaan pada kedua kelompok

tersebut lebih disebabkan karena manfaat dari tonsilektomi dibandingkan dengan efek

yang kurang menguntungkan dalam daftar tunggu. Kami menggunakan daftar tunggu

kontrol juga memiliki keuntungan. Dengan ini metode, pasien dalam kelompok

14

Page 15: Journal Reading THT Fix

kontrol tahu mereka akan menjalani operasi, dan 67% dari mereka setuju untuk

berpartisipasi. Hanya 3 pasien dalam kelompok kontrol harus menjalani operasi

sebelum akhir 5 bulan menunggu disebabkan karena gejala yang parah; tidak ada

pasien yang lolos dari follow up.

Kriteria kami untuk masuk ke penelitian ini adalah minimal 3 kali episode

klinis yang signifikan dari faringitis per tahun. Namun, keputusan untuk melakukan

operasi adalah pada beberapa episode pengecualian dimana episode yang sangat

parah dan berkepanjangan, dimana kebanyakan pasien memiliki sekitar 5 episode

pada tahun sebelumnya. Batas ini untuk tonsilektomi adalah sedikit lebih rendah dari

kriteria yang disajikan dalam guidelines. Namun, dalam pengalaman peneliti, kriteria

ini terlalu ketat untuk pasien dewasa yang memilih untuk operasi lebih awal.

Berdasarkan karakteristik dasar dari pasien dan tingkat partisipasi yang tinggi,

kami mempertimbangkan hasil penelitian ini untuk digeneralisasikan pada populasi

pasien di klinik rawat jalan THT di Finlandia.

KESIMPULAN

Pasien dewasa yang memiliki gejala faringitis yang mematikan dengan adanya

keterlibatan tonsil palatine lebih dari tiga kali per tahun yang mengakibatkan

pembatasan fungsi normal dan memerlukan konsultasi kesehatan untuk dilakukan

tonsilektomi. Setelah tonsilektomi, pasien mengalami episode faringitis lebih jarang

dan sakit tenggorokan yang berkurang, sehingga kunjungan medis serta absens dari

pekerjaan maupun sekolah jauh berkurang. Kejadian tonsilektomi untuk pencegahan

15

Page 16: Journal Reading THT Fix

faringitis dan nyeri tenggorokan sedikit dan mungkin jenis virus. Morbiditas dan

komplikasi yang berhubungan dengan tonsilektomi harus dipertimbangkan ketika

dokter dan pasien memutuskan apakah manfaat klinis lebih besar daripada risiko

operasi.

16

Page 17: Journal Reading THT Fix

DAFTAR PUSTAKA

1. Bhattacharyya N, Kepnes LJ. Economic benefit of tonsillectomy in adults with chronic tonsillitis. Ann Otol Rhinol Laryngol 2002; 111:983-8.

2. Burton MJ, Glasziou PP. Tonsillectomy or adeno-tonsillectomy versus non-surgical treatment for chronic/recurrent acute tonsillitis. Cochrane Database Syst Rev 2009; (1):CD001802.

3. Alho OP, Koivunen P, Penna T, et al. Tonsillectomy versus watchful waiting in recurrent streptococcal pharyngitis in adults: randomised controlled trial. BMJ 2007;334:939.

4. Respiratory tract infections — antibiotic prescribing. London (UK): National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE); 2008. Available: www .nice .org .uk /nicemedia /pdf /CG69 FullGuideline .pdf (accessed 2013 Jan. 20).

5. Management of sore throat and indications for tonsillectomy. Edinburgh (UK): Scottish Intercollegiate Guidelines network; 2010. Available: www.sign .ac .uk /pdf /sign117 .pdf (accessed 2013 Jan. 20).

6. Bisno AL, Gerber MA, Gwaltney JM Jr, et al. Practice guidelines for the diagnosis and management of group A streptococcal pharyngitis. Infectious Society of America. Clin Infect Dis 2002; 35: 113-25.

7. Robinson K, Gatehouse S, Browning GG. Measuring patient benefit from otorhinolaryngological surgery and therapy. Ann Otol Rhinol Laryngol 1996;105:415-22.

8. Wild D, Grove A, Martin M, et al. Principles of good practice for the translation and cultural adaptation process for patient reported outcomes (PRO) measures: report of the ISPOR task force for translation and cultural adaptation. Value Health 2005;8:94-104.

9. Koo CY, Eisenhut M. Towards evidence-based emergency medicine: best BETs from the Manchester Royal Infirmary. Can inflammatory markers distinguish streptococcal from viral tonsillitis? Emerg Med J 2011;28:715-7.

10. Baumann I, Kucheida H, Bluemenstock G, et al. Benefit from tonsillectomy in adult patients with chronic tonsillitis. Eur Arch Otorhinolaryngol 2006;263:556-9.

17

Page 18: Journal Reading THT Fix

11. Bhattacharyya N, Kepnes LJ, Shapiro J. Efficacy and quality-oflife impact of adult tonsillectomy. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 2001;127:1347-50.

12. Koskenkorva T, Koivunen P, Penna T, et al. Factors affecting quality-of-life impact of adult tonsillectomy. J Laryngol Otol 2009;123:1010-4.

13. Richards AL, Bailey M, Hooper R, et al. Quality-of-life effect of tonsillectomy in a young adult group. ANZ J Surg 2007;77: 988-90.

14. Senska G, Ellermann S, Ernst S, et al. Recurrent tonsillitis in adults: quality of life after tonsillectomy. Dtsch Arztebl Int 2010; 107: 622-8.

15. Crayford TJ. Recurrent pharyngo-tonsillitis. Time to stop doing tonsillectomies? BMJ 2007;334:1019.

16. van Staaji BK, van den Akker EH, van der Heijden GJ, et al. Adenotonsillectomy for upper respiratory infections: Evidence based? Arch Dis Child 2005;90:19-25.

17. Mattila PS, Tahkokallio O, Tarkkanen J, et al. Causes of tonsillar disease and frequency of tonsillectomy operations. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 2001;127:37-44.

18. Randall DA, Hoffer ME. Complications of tonsillectomy and adenoidectomy. Otolaryngol Head Neck Surg 1998;118:61-8.

Affiliations: From the Department of Otorhinolaryngology (Koskenkorva, Koivunen, Kristo, Alho), Institute of Clinical Medicine, University of Oulu and Oulu University Hospital; the Department of Medical Microbiology (Koskela), Oulu University Hospital, Oulu, Finland; and the Medical Research Unit (Niemela), Seinajoki Central Hospital and University of Tampere, Tampere, Finland

Contributors: All of the authors contributed substantially to conception and design of the study. Timo Koskenkorva, Petri Koivunen, Aila Kristo and Olli-Pekka Alho collected and analyzed the data. All the authors drafted or revised the article for important intellectual content and approved the final version submitted for publication.

18