23
IV
PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian
4.1.1 Kondisi Geografis
Pulau Sumba terletak di Barat-Daya Propinsi NTT, berjarak sekitar 96 km
di sebelah selatan Pulau Flores, 295 km di sebelah Barat-Daya Pulau Timor dan
1.125 km di sebelah Barat Laut Darwin, Australia. Pulau ini berada pada busur
luar kepulauan Nusa Tenggara, dan pada busur tersebut Pulau Sumba terletak
antara Pulau Sumbawa dan Pulau Timor. Secara astronomis Sumba Timur
membentang antara 190° - 120° BT dan 9° - 10° LS.
Luas Kabupaten Sumba Timur adalah 7000,5 km2 atau sekitar 700,500 ha,
dengan bagian terbesar adalah daratan bagian Timur Pulau Sumba, dan 4 pulau
kecil yaitu Pulau Salura (03,50 km2), Pulau Mengkudu (0,2 km
2), Pulau Kotak
(0,1 km2) dan Pulau Nusa (0,55 km
2).
Batas wilayah Kabupaten Sumba Timur adalah: Utara berbatasan dengan
(Selat Sumba), Selatan dengan Samudera Indonesia, Timur dengan Laut Sawu,
Barat berbatasan dengan Sumba Tengah (BPS, 2007).
4.1.2 Topografi dan Vegetasi
Pulau Sumba adalah pulau karang terangkat dengan daratan pulau seluas
11.854 km2. Keadaan topografi Kabupaten Sumba Timur terdiri atas tebaran
perbukitan dan dataran rendah yang landai serta bertingkat-tingkat dengan
ketinggian 0-1.225 m dari permukaan laut, dan pada sisi lain terdapat dataran
rendah yang cukup luas. Jenis vegetasi yang menonjol adalah padang savana
24
seluas 477.157 ha atau 68,16% dari luas wilayah, dan merupakan sumber pakan
ternak (Gana, 2007).
4.1.3 Iklim
Pada umumnya iklim di Kabupaten Sumba Timur beriklim kering dengan
curah hujan relatif rendah sebesar 1.162,80 mm/tahun. Curah hujan rata-rata per
tahun berlangsung 3-4 bulan dengan suhu rata-rata minimum 25,4°C-28,5°C.
Wilayah ini memiliki keunikan meskipun diliputi oleh kegersangan dengan curah
hujan yang kurang, akan tetapi terdapat 88 sungai dan mata air yang tidak pernah
kering di musim kemarau. Temperatur rata-rata paling tinggi pada bulan
November yaitu 28,5°C dan temperatur rata-rata paling rendah pada bulan Juli
yaitu 26,1°C (BPS, 2014).
4.1.4 Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Sumba Timur pada tahun 2013 adalah 241.416
jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 124.204 jiwa dan perempuan sebanyak
117.212 jiwa tersebar pada 15 kecamatan yang terbagi dalam 150 desa/kelurahan,
dengan rata-rata kepadatan penduduk 29 jiwa/km2. Pemerintah Daerah
Kabupaten Sumba Timur dibagi dalam 3 (tiga) wilayah pengembangan yakni:
wilayah Utara, Tengah, dan Selatan untuk menjaga keseimbangan pembangunan
antara daerah kecamatan dalam Kabupaten Sumba Timur. Wilayah utara
diprioritaskan untuk wilayah pengembangan peternakan, perikanan, dan tanaman
pangan, wilayah tengah untuk pengembangan tanaman perkebunan dan kehutanan
sedangkan wilayah selatan untuk pengembangan tanaman pertanian, perkebunan,
kehutanan, perikanan, dan peternakan. Ditinjau dari luas wilayah maka hampir
70% dari Kabupaten Sumba Timur adalah zona peternakan. Padang
25
penggembalaan di Kabupaten Sumba Timur seluas 465.000 ha, kapasitas tampung
padang penggembalaan berkisar antara 2-4 ha/UT (rata-rata 3 ha/UT).
Jenis fasilitas pendidikan yang terdapat di Kabupaten Sumba Timur terdiri
atas TK, SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. Fasilitas pendidikan TK,
SLTA, dan Perguruan Tinggi belum tersebar di seluruh kecamatan yang ada,
sedangkan untuk fasilitas pendidikan tingkat SD dan SLTP sudah tersebar secara
merata di masing-masing kecamatan yang terdapat di Kabupaten Sumba Timur.
Fasilitas pendidikan skala Perguruan Tinggi (PT) ada 4 (empat) unit yaitu STIE
Kriswina Sumba, Akademi Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Theologi Terpadu
dan Universitas Kristen. Lulusan SMA atau Sederajat sebagian besar berorientasi
ke Kota Kupang dan ke luar Propinsi Nusa Tenggara Timur (Pulau Jawa dan Bali)
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Tahun 2013, jumlah
fasilitas pendidikan yang ada di Kabupaten Sumba Timur yaitu: Tk berjumlah 46
Unit, SLB dengan jumlah 1 unit, SD dengan jumlah 255 unit, SLTP 70 unit, dan
SLTA 17 unit.
Komposisi pendidikan menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan dapat
dilihat dari ijazah tertinggi yang dimiliki penduduk yang memberikan gambaran
tentang kualitas sumber daya manusia yang ada di Kabupaten Sumba Timur.
Berdasarkan hasil Susenas 2013 menunjukan bahwa sebagian besar penduduk
berumur diatas 10 tahun tidak memiliki ijasah sebesar 47,41%, 24,03% memiliki
ijazah SD, 10,76% memiliki ijazah SLTP, 9,94% memiliki ijazah SLTA, 0,83%
memiliki ijazah Diploma I/II, 0,43% memiliki ijazah Diploma III, dan 2,48%
memiliki ijazah Diploma IV/SI/S2/ dan S3. Mata pencaharian penduduk
Kabupaten Sumba Timur adalah petani, peternak, buruh, dan pegawai.
26
4.2 Tata Laksana Pemeliharaan Kuda
Pemeliharaan kuda Sumba di Kabupaten Sumba Timur dilakukan oleh
peternak kuda yang umumnya menggunakan sistem ekstensif yaitu sistem
pemeliharaan yang campur tangan peternak terhadap ternak peliharaannya hampir
tidak ada. Kuda dilepas begitu saja dan pergi mencari pakan sendiri di lapangan
gembalaan, padang savana, atau tempat lain yang banyak ditumbuhi rumput dan
sumber pakan.
Kelebihan sistem pemeliharaan ekstensif yaitu ternak dapat memanfaatkan
lahan yang kondisi tanah tidak cocok untuk peningkatan pertanian, ternak mampu
mencari makan sendiri di padang rumput atau tempat sumber pakan lain pada
siang hari dan pulang pada malam hari. Kekurangan sistem pemeliharaan
ekstensif yaitu tidak mendapatkan makanan tambahan atau penguat dan tidak di
kontrol oleh peternak (Mulyono, 2002).
Beberapa peternak menggunakan sistem semi intensif dan sistem intensif
yang biasanya dilakukan dalam pemeliharaan kuda pacu karena kuda pacu
membutuhkan perawatan khusus untuk menunjang performanya. Pemeliharaan
sistem semi intensif dilakukan dengan cara menggembalakan kuda pada pagi hari
dan dikandangkan pada sore hari. Pada pemeliharaan sistem intensif, perawatan
kuda pacu meliputi memandikan tubuh kuda yang dilakukan setiap pagi dan sore
hari, merawat kuku kuda, serta merawat surai kuda. Kuda pacu memiliki
pelatihan khusus untuk meningkatkan kecepatan berlari yang biasanya dilakukan
pada lintasan perlombaan maupun lintasan yang dibuat sendiri oleh peternaknya.
27
Ilustrasi 4. Penggembalaan Kuda Sumba
4.2.1 Perkandangan
Membangun kandang di daerah tropis, diusahakan agar ada ventilasi
sehingga pertukaran udara bisa berjalan lancar dan tidak menimbulkan hawa
panas didalamnya. Air hujan jangan sampai masuk ke dalam kandang. Untuk
kuda yang akan beranak, dipergunakan kandang yang agak tertutup (Jacoeb,
1994). Ukuran kandang kuda tergantung pada besar kecilnya kuda namun
umumnya kandang kuda berukuran 3 x 3,5 m. Berbeda dengan perkandangan
kuda pacu lainnya, perkandangan kuda Sumba di Kabupaten Sumba Timur
memiliki ukuran yang beragam. Umumnya tipe kandang kuda Sumba yaitu tipe
kandang koloni dengan perbandingan jantan : betina yaitu 1 : 10 atau 1 : 20
tergantung jumlah kuda yang dimiliki peternak. Kandang koloni hanya berupa
kandang sederhana yang dibatasi oleh ranting pohon atau bebatuan yang berfungsi
sebagai pagar. Naungan hanya berupa pohon besar dan kandangnya tidak
memiliki atap.
28
Ilustrasi 5. Sistem Perkandangan Kuda Sumba
Ilustrasi 6. Kandang Koloni Kuda Sumba
Pada pemeliharaan sistem ekstensif, kandang kuda Sumba tidak memiliki
bak pakan karena pakan sepenuhnya mengandalkan ketersediaan dari padang
savana, namun setiap kandang koloni memiliki bak minum permanen di sisi
kandangnya dan air minum diberikan secara adlibitum. Hal ini sesuai dengan
pernyataan McBane (1991) yang menyatakan bahwa bagian kandang harus
tersedia air bersih. Air minum harus diperhatikan bagi kuda betina yang sedang
29
menyusui, karena jika kuda betina tersebut kekurangan air dalam kondisi
menyusui maka air susu induk akan berkurang pula. Lantai kandang kuda Sumba
langsung beralaskan tanah dan tidak menggunakan litter berupa serbuk gergaji
atau jerami namun kebersihan kandang selalu dijaga untuk mecegah adanya
penyakit akibat sanitasi yang kurang baik.
Kandang individu kuda Sumba memiliki ukuran yang beragam disesuaikan
dengan ukuran ternak dan lahan yang dimiliki. Bangunannya bukan bangunan
permanen, biasanya terbuat dari kayu atau bambu dan memiliki atap. Bak pakan
dan bak minum juga tidak dibuat permanen sehingga pakan dan minum diberikan
melalui alat berupa ember.
Ilustrasi 7. Kandang Individu Kuda Sumba
4.2.2 Pakan
Ketersediaan pakan yang baik akan menunjang kelangsungan hidup dan
pertumbuhan kuda sehingga pakan merupakan faktor penting dalam peternakan
kuda. Pakan utama kuda adalah rumput dengan berbagai jenis rumput seperti
Panicum maticum dan Brachiaria mutica. Pakan rumput hanya cukup untuk
30
digunakan bagi kelangsungan hidup tetapi untuk kuda pacu atau olahraga perlu
tambahan konsentrat dan vitamin. Pakan konsentrat merupakan pakan tambahan
energi bagi kuda. Konsentrat yang dapat diberikan antara lain konsentrat sereal
yang terdiri dari gandum, jagung, produk tepung, sorgum, berbagai produk padi
dan produk non sereal yang terdiri dari gula bit, rumput kering, kacang-kacangan
(legum) seperti kedelai dan kacang (McBane,1991).
Pemeliharaan kuda Sumba yang dilakukan secara ekstensif membuat
pakan kuda sepenuhnya bergantung pada kondisi ketersediaan padang savana di
Sumba Timur. Jenis rumput yang biasanya tersedia di padang savana adalah
rumput Mapu. Rumput Mapu merupakan jenis rumput kering yang memiliki
warna kecoklatan serta ketersediaannya melimpah termasuk pada saat musim
kemarau.
Pengaruh terbesar terhadap konsumsi pakan adalah ukuran tubuh karena
salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah pakan. Tujuan dari
pemberian pakan bagi kuda pacu adalah untuk mencapai prestasi yang baik pada
saat pacuan, oleh sebab itu perlu diperhatikan kebutuhan pakan maupun zat-zat
makanan yang terkandung dalam pakan terlebih kandungan energi yang
mempunyai peran utama saat pacuan kuda. Kuda pacu tidak dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi pada tubuhnya dengan hanya memakan rumput kering saja,
diperlukan biji-bijian atau pakan tambahan untuk menambah stamina. Pakan
tambahan berupa dedak diberikan saat musim kemarau agar nutrisi yang
dibutuhkan dapat tercukupi. Khusus untuk kuda pacu, sebulan sebelum
pelaksanaan pacuan biasanya kuda diberikan 4-5 macam pakan tambahan yang
terdiri dari bran, jagung, dedak dan vitamin, terkadang diberi tambahan seperti
madu, telur ayam kampung dan telur puyuh untuk menambah stamina dan
31
performa kuda pacu, selain itu pemberian jagung dapat memperkuat tulang.
Pakan diberikan sebanyak ±5 kg/ekor/hari.
Ilustrasi 8. Padang Savana di Sumba Timur
Ilustrasi 9. Padang Savana di Sumba Timur
32
4.2.3 Bibit dan Sistem Perkawinan
Tatalaksana perkawinan kuda Sumba masih menggunakan cara sederhana
yaitu dengan cara perkawinan alami. Pejantan yang digunakan terdiri dari
pejantan unggul Australia yang telah memiliki sertifikat. Ada juga yang
menggunakan pejantan kuda Sumba maupun peranakan antara kuda Sumba
dengan kuda Autralia. Pemilihan pejantan bergantung pada pemilik ternak kuda.
Satu pejantan dapat mengawinkan 20-25 ekor betina. Proses perkawinan terjadi
di padang savana, namun untuk kuda pacu biasanya pejantan unggul didatangkan
ke kandang betina. Penggunaan pejantan unggul tentunya untuk meningkatkan
performa bibit yang dihasilkan. Kriteria bibit yang dijadikan sebagai kuda pacu
yaitu memiliki postur badan yang proposional, kaki panjang, dan pertulangan
kuat.
Peternak di Sumba Timur belum menerapkan sistem recording pada proses
perkawinan kuda Sumba. Tidak sedikit terjadi inbreeding terutama pada kuda
yang perkawinannya dilakukan di padang savana. Sistem pencatatan perkawinan
hanya mengandalkan daya ingat peternak itu sendiri.
Kuda Sumba betina pertama kali akan dikawinkan pada umur 2,5 sampai
dengan 3 tahun. Jarak beranak kuda Sumba yaitu 1 tahun sekali melahirkan anak.
Rata-rata masa kebuntingan seekor kuda Sumba betina adalah 335 hari dengan
kisaran umur antara 315 sampai 350 hari.
4.3 Deskripsi Data Ukuran-ukuran Tubuh dan Bobot Badan Kuda
Data yang dianalisis adalah data bobot badan dan lingkar dada yang
dilakukan terhadap 33 ekor kuda lokal Sumba, jenis kelamin jantan dengan umur
33
berkisar 4-7 tahun, bertempat di Kota Waingapu Kabupaten Sumba Timur,
Provinsi Nusa Tenggara Timur.
4.3.1 Lingkar Dada
Hasil penelitian mengenai lingkar dada yang dilakukan terhadap kuda lokal
Sumba dengan jumlah sampel sebanyak 33 ekor dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Lingkar Dada Kuda Lokal Sumba
No. Nilai Bobot Badan
1. Rata-rata (cm) 139,08
2. Ragam 28,07
3. Simpangan Baku (cm) 5,29
4. Koefisien Variasi (%) 3,80
Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa nilai rata-rata lingkar dada kuda
Sumba sebesar 139,08±5,29 cm. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri
Pertanian Republik Indonesia Nomor 426/Kpts/Sr.120/3/2014 tentang Penetapan
Rumpun Kuda Sandel bahwa lingkar dada kuda Sumba jantan mempunyai kisaran
sebesar 138±1,1 cm. Koefisien variasi sebesar 3,80% menunjukkan bahwa data
yang diamati memiliki lingkar dada yang yang hampir seragam, sesuai dengan
pendapat Nasoetion (1992) yang menyatakan bahwa koefisien variasi kurang dari
15% menunjukkan bahwa data yang diamati hampir seragam.
Lingkar dada diketahui memiliki hubungan yang positif terhadap bobot
badan. Semakin besar ukuran lingkar dada maka akan semakin besar pula bobot
badan seekor ternak. Nilai korelasi lingkar dada terhadap bobot badan diketahui
sebesar 0,93 dan nilai korelasi ini lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran tubuh
lainnya (Darmadi, 2004). Lingkar dada memiliki pengaruh yang besar terhadap
34
bobot badan karena dalam rongga dada terdapat organ-organ seperti jantung dan
paru-paru. Pertumbuhan tubuh dan organ-organ tersebut akan tumbuh mengalami
pembesaran sejalan dengan pertumbuhan ternak. Disamping itu, pertambahan
bobot badan juga dipengaruhi oleh penimbunan lemak (Yusuf, 2004).
Pertambahan lingkar dada menyebabkan bertambahnya bobot badan, daerah
badan akan semakin dalam dan meluas yang akhirnya bagian tersebut akan
tertimbun oleh otot daging maupun lemak. Penimbunan otot ini akan
mempengaruhi perubahan badan yang semakin besar dan bertambahnya berat
badan (Diwiyanto, 1984).
4.3.2 Bobot Badan Aktual
Hasil penelitian mengenai bobot badan hasil penimbangan sebenarnya yang
dilakukan terhadap kuda lokal Sumba dengan jumlah sampel sebanyak 33 ekor
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Data Bobot Badan Kuda Lokal Sumba Hasil Penimbangan
Sebenarnya
No. Nilai Bobot Badan
1. Rata-rata (kg) 212,03
2. Ragam 689,63
3. Simpangan Baku (kg) 26,26
4. Koefisien Variasi (%) 12,38
Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa bobot badan rata-rata kuda Sumba
sebesar 212,03±26,26 kg. Hal ini sesuai dengan kualifikasi kuda Sumba oleh
Dinas Peternakan Provinsi NTT (2012) pada Proposal Penetapan Rumpun Kuda
Sandel yang menyebutkan bahwa bobot badan kuda Sandel dengan umur 4-7
35
tahun yaitu sebesar 194-241 kg. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian
Republik Indonesia Nomor 426/Kpts/Sr.120/3/2014 tentang Penetapan Rumpun
Kuda Sandel menyebutkan bahwa rata-rata bobot badan kuda Sandel sebesar
209±5,6 kg. Bobot badan sampel yang diteliti memiliki rata-rata sebesar
212,03±26,26 kg menandakan bahwa kuda tersebut termasuk ke dalam rumpun
kuda Sandel. Koefisien variasi yang diperoleh yaitu sebesar 12,38%
menunjukkan bahwa data yang diamati hampir seragam sesuai dengan pendapat
Nasoetion (1992) yang menyatakan bahwa koefisien variasi kurang dari 15%
menunjukkan bahwa data yang diamati hampir seragam.
Bobot badan kuda berbeda-beda tergantung umur dan bangsanya. Faktor
lingkungan dan manajemen pemeliharaan akan sangat mempengaruhi besarnya
bobot badan kuda sesuai dengan pendapat Tomaszewska dkk (1993) bahwa laju
pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan, genetik, dan faktor
lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah sistem manajemen atau pengelolaan
yang dipakai, tingkat nutrisi pakan yang tersedia, kesehatan dan iklim. Bobot
badan merupakan hal penting yang sebaiknya diketahui oleh peternak karena
bobot badan memegang peranan penting dalam pola pemeliharaan yang baik,
selain untuk menentukan kebutuhan nutrisi, jumlah pemberian pakan, jumlah
dosis obat, bobot badan juga dapat digunakan untuk menentukan nilai jual ternak
tersebut (Ni’am dkk, 2012).
4.3.3 Bobot Badan Hasil Perhitungan Menggunakan Rumus Schoorl
Hasil perhitungan pendugaan bobot badan menggunakan rumus Schoorl
yang dilakukan terhadap kuda lokal Sumba dengan jumlah sampel sebanyak 33
ekor dapat dilihat pada Tabel 5.
36
Tabel 5. Data Bobot Badan Hasil Perhitungan Menggunakan Rumus
Schoorl pada Kuda Lokal Sumba
No. Nilai Bobot Badan Rumus Schoorl
1. Rata-rata (kg) 259,76
2. Ragam 304,12
3. Simpangan Baku (kg) 17,43
4. Koefisien Variasi (%) 6,71
Berdasarkan Tabel 5, diperoleh hasil rata-rata bobot badan hasil
perhitungan menggunakan rumus Schoorl pada kuda Sumba yaitu sebesar
259,76±17,43 kg sedangkan nilai rata-rata dari bobot badan aktual yaitu 212,03
dengan simpangan baku sebesar 26,26 kg. Koefisien variasi bobot badan hasil
perhitungan dengan menggunakan rumus Schoorl pada kuda Sumba sebesar
6,71% yang berarti dapat dikatakan seragam karena memiliki nilai koefisien
variasi dibawah 15% (Nasoetion, 1992).
Perbedaan antara bobot badan aktual dengan bobot badan rumus Schoorl
dapat dikatakan cukup jauh dengan selisih hampir mendekati 50 kg. Hal ini
disebabkan karena pendugaan dengan rumus Schoorl hanya menggunakan satu
variabel sehingga hasil penyimpangannya cukup besar. Namun rumus Schoorl
dianggap merupakan rumus pendugaan yang paling sederhana yang dapat dengan
mudah diaplikasikan di lapangan karena hanya menggunakan satu variabel saja
yaitu lingkar dada.
37
4.3.4 Penyimpangan Bobot Badan dengan Berdasarkan Rumus Schoorl
Terhadap Bobot Badan Aktual pada Kuda Lokal Sumba
Perhitungan penyimpangan bobot badan dugaan berdasarkan rumus Schoorl
terhadap bobot badan sebenarnya yang dilakukan pada kuda lokal Sumba dengan
jumlah sampel sebanyak 33 ekor dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Penyimpangan Bobot Badan Dugaan Berdasarkan Rumus Schoorl
Terhadap Bobot Badan Sebenarnya Pada Kuda Lokal Sumba
No. Nilai Simpangan
1. Rata-rata (kg) 47,73
2. Penyimpangan (%) 23,54
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa rata-rata penyimpangan bobot
badan berdasarkan rumus Schoorl pada kuda Sumba yaitu sebesar 47,73 kg. Nilai
penyimpangan bobot badan jika dalam persen yaitu sebesar 23,54%. Nilai ini
merupakan nilai penyimpangan yang cukup besar jika dibandingkan dengan
penyimpangan bobot badan menggunakan rumus Schoorl pada sapi yaitu sebesar
9,26% pada sapi PO, 3,62% pada sapi persilangan Simental dan PO dan 9,09%
pada sapi persilangan Limousin dan PO (Rusdiana, 2010), sedangkan pendugaan
bobot badan yang dilakukan pada domba Donggala menghasilkan penyimpangan
yang sangat kecil yaitu sebesar 0,874% pada domba jantan dan 5,112% pada
domba betina (Malewa, 2009). Hal ini dapat disebabkan karena perhitungan
menggunakan rumus Schoorl hanya menggunakan satu variabel saja yaitu lingkar
dada dan berdasarkan data yang diperoleh diketahui pula bahwa semakin besar
lingkar dada ternak maka penyimpangan terhadap bobot aktualnya semakin kecil.
Dalam hal ini lingkar dada kuda Sumba lebih kecil daripada lingkar dada Sapi
38
sehingga penyimpangannya lebih besar dari penerapan rumus Schoorl pada ternak
sapi.
Penelitian yang dilakukan oleh Yudhandi (2010) menyebutkan bahwa
penyimpangan bobot badan dugaan berdasarkan rumus Schoorl terhadap bobot
badan aktual pada kuda lokal di Kuningan sebesar 22,09% yang artinya lebih
kecil dari kuda Sumba yaitu sebesar 23,54% walaupun tidak berbeda nyata. Hal
ini dapat disebabkan karena kuda Sumba yang diteliti merupakan kuda pacu
sehingga memiliki postur lingkar dada yang lebih kecil untuk memudahkan kuda
dalam berlari. Persentase penyimpangan sebesar 23,54% menandakan bahwa
pendugaan bobot badan berdasarkan rumus Schoorl kurang tepat diterapkan pada
ternak kuda Sumba karena penyimpangannya terlalu besar sesuai dengan pendapat
Williamson dan Payne (1978) bahwa penyimpangan pendugaan bobot badan
umumnya berkisar antara 5% sampai 10% dari bobot badan sebenarnya.
Top Related