Download - Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

Transcript
Page 1: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ensefalopati adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kelainan fungsi

otak menyeluruh yang dapat akut atau kronik, progresif atau statis. Ensefalopati

yang terjadi sejak dini dapat menyebabkan gangguan perkembangan neurologis.

Pasien dengan ensefalopati dapat mengalami kemunduran dalam fungsi kognitif

umum, prestasi akademis, fungsi neuropsikologik dan kebiasan. Skor intelegensi

pasien yang mengalami ensefalopati juga rendah jika dibandingkan anak seusianya

Dari segi prestasi akademis, pasien akan mengalami kesulitan untuk membaca,

mengeja dan aritmatik. Sedangkan fungsi neuropsikologikal dapat menjadi

hiperaktif maupun autis.(1)

Angka kejadian ensefalopati secara umum belum banyak diteliti, penelitian

dilakukan pada masing masing jenis ensefalopati. Penelitian yang dilakukan di

London, menunjukkan bahwa angka kejadian ensefalopati hipoksik iskemik

mencapai 150 per 57 ribu kelahiran hidup atau berkisar 2,64%.(2) Sedangkan

penelitian yang dilakukan di Australia Timur menunjukkan angka yang lebih

tinggi 164 per 43 ribu kelahiran hidup atau berkisar 3,8%.(3) Diperkirakan berkisar

30% kasus ensefalopati hipoksis pada negara maju dan naik menjadi 60% pada

negara berkembang berkairtan dengan kejadian hipoksik iskemik intrapartum.(4)

Tidak ada data akurat terkait dengan angka kejadian ensefalopati hepatik.

Hepatik ensefalopati yang dapat diklasifikasikan menjadi ensefalopati hepatik

murni dan ensefalopati hepatik minimal. Ensefalopati hepatik murni terjadi pada

30-45% pasien dengan sirosis hepatis dan 10-50% pada pasien shunting

transjugular intrahepatik portosystemic. Ensefalopati hepatik minimal biasanya

terdiagnosis pada pasien sirosis hepatis dan pada pasien hipertensi portal

nonsirosis. Kejadian ensefalopati hepatik minimal dilaporkan berkisar 20-84%

pada pasien sirosis.(5)

Page 2: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

B. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat yang berjudul “Ensefalopati” ini adalah untuk

memberikan informasi ilmiah mengenai penyakit ensefalopati, baik definisi,

etiologi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, penanganan dan prognosisnya.

2

Page 3: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISIEnsefalopati adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kelainan

fungsi otak menyeluruh yang dapat akut atau kronik, progresif atau statis.(6)

Ensefalopati adalah disfungsi kortikal umum yang memiliki karakteristik

perjalanan akut hingga sub akut (jam hingga beberapa hari), secara nyata terdapat

fluktuasi dari tingkat kesadaran, atensi minimal, halusinasi dan delusi yang sering

dan perubahan tingkat aktifitas psikomotor (secara umum meingkat, akan tetapi

dapat menurun).(7) Penggunaan istilah ensefalopati menggambarkan perubahan

umum pada fungsi otak, yang bermanifestasi pada gangguan atensi baik berupa

agitasi hiperalert hingga koma.(8)

B. ETIOLOGISecara klinis, diagnosis ensefalopati digunakan untuk menggambarkan

disfungsi otak difuse yang disebabkan oleh gangguan faktor sistemik, metabolik,

atau toksik.(8) Etiologi ensefalopati pada anak meliputi penyebab infeksi, toksis

(misalnya karbon monoksida, obat, timah hitam), metabolik dan iskemik.(6)

C. EPIDEMIOLOGIAngka kejadian ensefalopati secara umum belum banyak diteliti, penelitian

dilakukan pada masing masing jenis ensefalopati. Penelitian yang dilakukan di

London, menunjukkan bahwa angka kejadian ensefalopati hipoksik iskemik

mencapai 150 per 57 ribu kelahiran hidup atau berkisar 2,64%.(2) Sedangkan

penelitian yang dilakukan di Australia Timur menunjukkan angka yang lebih u

tinggi 164 per 43 ribu kelahiran hidup atau berkisar 3,8%.(3) Diperkirakan berkisar

30% kasus ensefalopati hipoksis pada negara maju dan naik menjadi 60% pada

negara berkembang berkairtan dengan kejadian hipoksik iskemik intrapartum.(4)

Ensefalopati terkait sepsis terjadi berkisar 9% hingga 71% pada pasien yang

menderita sepsis. Angka kejadian ensefalopati akibat timbal juga sulit ditemukan,

3

Page 4: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

angka yang tersedia adalah kadar timbal dalam serum yang lebih dari 10mcg/dL

berkisar 88% pada 3 tahun terakhir. Dimana kadar yang lebih dari 10mcg/dL pada

darah dapat menyebabkan ensefalopati pada anak.(9) Prevalensi asam valproat

menginduksi keadaan hiperamonia adalah berkisar 35-45%.(10)

Tidak ada data akurat terkait dengan angka kejadian ensefalopati hepatik.

Hepatik ensefalopati yang dapat diklasifikasikan menjadi ensefalopati hepatik

murni dan ensefalopati hepatik minimal. Ensefalopati hepatik murni terjadi pada

30-45% pasien dengan sirosis hepatis dan 10-50% pada pasien shunting

transjugular intrahepatik portosystemic. Ensefalopati hepatik minimal biasanya

terdiagnosis pada pasien sirosis hepatis dan pada pasien hipertensi portal

nonsirosis. Kejadian ensefalopati hepatik minimal dilaporkan berkisar 20-84%

pada pasien sirosis.(5)

D. KLASIFIKASI1. Ensefalopati akibat infeksi

a. Definisi. Infeksi sistem saraf pusat termasuk didalamnya meningitis,

meningoensefalitis, ensefalitis, empiema subdural atau epidural dan abses

otak. Virus dan bakteri menyebabkan meningitis, infeksi jamur dapat terjadi

pada pasien yang menjalani transplantasi dan pada pasien yang mengalami

imunosupresi.(6) Ensefalitis dan ensefalopati harus dapat dibedakan, dimana

pada ensefalopati terjadi kerusakan fungsi otak tanpa adanya proses

inflamasi langsung di dalam parenkim otak.(11) Neonatus tidak selalu

memberikan gejala ubun ubun besar yang menonjol. Pasien dapat

menunjukkan gejala ensefalopati global seperti koma atau status epileptikus.

Diagnosis dan pengobatan awal dengan antibiotik atau antiviral yang sesuai

menjadi penting.(6)

Ensefalopati yang disebabkan oleh infeksi sistemik adalah keadaan

yang paling sulit dibedakan dengan ensefalitis. Perbedaan yang dapat

diidentifikasi antara ensefalopati dan ensefalitis pada umumnya dapat dilihat

pada tabel berikut.(12)

4

Page 5: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

Tabel1. Perbedaan antara ensefalopati dan ensefalitis(12)

Ensefalopati EnsefalitisManifestasi klinisDemam Tidak umum UmumNyeri kepala Tidak umum UmumDepresi status mental Deteriorasi Mungkin fluktuasiTanda neurologis fokal Tidak umum UmumTipe kejang Umum Umum atau fokalTemuan LaboratorisDarah Leukositosis tidak umum Leukositosis umumLCS Pleositosis tidak umum Pleositosis umumEEG Pembengkakan umum Pembengkakan umum

dan abnormalitas fokalMRI Terkadang normal Abnormalitas fokal

Disfungsi serebral difuse ataupun multifokal yang diinduksi oleh

respons sistemik terhadap infeksi tanpa bukti klinis maupun laboratoris

adanya infeksi otak secara langsung disebut dengan ensefalopati sepsis.(13, 14)

b. Patogenesis. Patogenesis ensefalopati sepsis masih belum jelas. Beberapa

kemungkinan diajukan sebagai penyebab adanya kerusakan otak selama

sepsis berat yaitu efek endotoksin dan mediator inflamasi, disfungsi sawar

darah otak dan kerusakan cairan serebro spinal, perubahan asam amino dan

neurotransmiter, apoptosis, stres oksidatif dan eksitotoksisitas, akan tetapi

hipotesis yang paling dipercaya adalah moltifaktorial.(13)

Endotoksin. Toksin bakteri dan partikelnya, lipopolisakarida,

merupakan salah satu penyebab disfungsi otak selama sepsis.

Lipopolisakarida pada keadaan sepsis akan meningkat dan akan bereaksi

langsung dengan otak dalam organ sirkumventrikular yang tidak dilindungi

oleh sawar darah otak. Lipopolisakarida dapat berikatan dengan reseptor

seperti reseptor menyerupai toll, menginduksi sintesis sitokin inflamasi,

prostaglandin dan nitrit okside dari mikroglia dan astrosit. Pada konsentrasi

yang rendah, endotoksin dapat menginduksi sekresi sitokin inflamasi, IL6

dari monosit/makrofag, yang akan bereaksi langsung dengan menginduksi

ekspresi mediator inflamasi.(13)

5

Page 6: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

Mediator inflamasi. Ketika infeksi terjadi, maka makrofag/monosit

perifer akan mensekresi sitokin inflamasi termasuk didalamnya, IL1, TNF α,

dan IL 6 yang memegang peranan penting dalam memediasi respon serebral

dalam infeksi. Ketiga mediator tersebut dapat menginduksi cyclooxygenase

2 (COX2) dari sel glia dan mensintesis prostaglandin E2 yang bertanggung

jawab dalam aktivasi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal, demam dan

perubahan kebiasaan. Aktifasi dari kaskade komplemen, diantaranya

anafilaktoksin C5a, juga dikaitkan dengan disfungsi otak selama sepsis,

kemungkinan dengan menginisiasi kerusakan sawar darah otak.(13)

Disfungsi sawar darah otak. Baik lipopolisakarida maupun sitokin

dapat menginduksi aktifasi endotelial yang disebut panendotelitis. Mereka

akan menginduksi ekspresi dari molekul adesi pada sel endotelial mikrovasel

otak, mereka juga menginduksi sekresi sitokin proinflamasi dan nitrit oxide

syntase (NOS). Aktifasi endotelial menghasilkan permeabilitas yang

meningkat dan kerusakan sawar darah otak dengan konsekuensi selanjutnya

akan terbentuk edema otak vasogenik. Kaki astrosit disekitar pembuluh

darah korteks akan mengalami pembengkakan dan akan terjadi ruptur

membran dan melepaskan dinding pembuluh darah. Pembengkakan kaki

astrosit merupakan konsekuensi langsung dari kerusakan sawar darah otak.

Edema otak yang terjadi pada ensefalopati sepsis lebih berkaitan dengan

hilangnya autoregulasi dibandingkan dengan kerusakan sawar darah otak

meskipun jika edema vasogenik awal dapat menjadi edma sitotoksik.(13)

Aliran darah otak dan autoregulasi serebrospinal. Aliran darah

otak menurun dan iskemia otak mungkin disebabkan oleh kerusakan otak

selama sepsis berat. Kerusakan aliran darah otak juga merupakan akibat dari

kerusakan mikrovaskular, yang terjadi pada organ lain, bukan karena efek

hipotensi sistemik.(13)

Disfungsi mitokondria. Disfungsi mitokondria berhubungan dengan

apoptosis sel neuron dan persediaan energi yang tidak adekuat. Penurunan

ATP yang dihasilkan oleh mitokondria disebabkan oleh sitokin, reactive

6

Page 7: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

oxygen species (ROS) dan NO. Mitokondria juga dapat menginduksi

terjadinya apoptosis dengan mengeluarkan cytokrom C. (13)

c. Gejala Klinis. Ensefalopati sepsis pada umumnya terjadi awal sepsis berat

dan menyebabkan gagal multiorgan. Keadaan klinis yang paling sering

ditimbulkan adalah penurunan tingkat kesadaran dari mulai penurunan

kewaspadaan ringan hingga tak berespon dan koma. Status konfusional

fluktuatif, inatensi dan kebiasaan yang tidak sesuai juga terkadang timbul

pada pasien ensefalopati ringan. Pada kasus yang lebih berat dapat

menimbulkan delirium, agitasi dan deteriorasi kesadaran dan koma. Gejala

motorik jarang terjadi pada ensefalopati sespsis, dan banyak terjadi pada

ensefalopati metabolik, misalnya asteriksis, mioklonus dan tremor. Pada

ensefalopati sepsis yang mungkin timbul adalah berupa rigiditas paratonik,

merupakan resisten yang tergantung pada kecepatan menjadi gerakan pasif.

Kejang juga dapat timbul pada ensefalopati septik, tetapi tidak umum,

disfungsi saraf kranial dan lateralisasi jarang terjadi dan harus dapat

menyingkirkan penyebab lain yang mungkin. (13)

d. Diagnosis. Diagnosis ensefalopati sepsis secara klinis tergantung pada

penyingkiran penyebab lain yang mungkin dari deteriorisasi otak (metabolik

atau struktural). EEG merupakan merupakan salah satu pemeriksaan

penunjang yang sensitif dan dapat menunjukkan abnormalitas walaupun

pemeriksaan neurologis normal. Pola EEG yang dapat ditemukan pada

ensefalopati sepsis adalah normal EEG, eksesif theta, predominan delta,

gelombang triphasik, supresi. Pemeriksaan EEG pada ensefalopati septik ini

tidak spesifik, karena juga dapat ditemukan pada pengaruh sedasi dan

kerusakan metabolik. CT Scan kepala tidak ditemukan kelainan, akan tetapi

dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya kerusakan otak yang

disebabkan oleh hipoksik/iskemik. Perkembangannya adalah penggunaan

biomarker untuk mendeteksi adanya ensefalopati septik, yaitu S100B dan

NSE. S100B adalah protein yang terikat oleh kalsium yang dihasilkan oleh

sistem saraf pusat, terutama oleh sel astroglial. S100B akan meningkat pada

7

Page 8: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

serum dan cairan serebro spinal setelah terjadi cedera otak. NSE adalah

enzim glikolitik intrasitoplasmik enolase, yang dapat ditemukan pada sel

saraf dan jaringan neuroendokrin dan meningkat pada sirkulasi darah setelah

meningkatnya kematian sel saraf.(13)

e. Penatalaksanaan. Pengobatan ensefalopati septik secara khusus masih

belum ada, penanganannya dilakukan dengan penanganan sepsis pada

umumnya.(13)

Dibutuhkan terapi suportif seperti menjaga suhu lingkungan yang hangat,

memberi pengobatan simptomatik seperti muntah, anemia dan demam.

Kemudian dilakukan pemberian antibiotik untuk penanganan definitif

selama kurang lebih 14 hari.(13)

2. Ensefalopati akibat toksis

Ensefalopati yang diinduksi obat.

a. Definisi. Ensefalopati nonsirosis hiperamonia merupakan salah satu

komplikasi dari pemberian asam valproat, tanpa disertai adanya penyakit

liver primer sebelumnya.(10)

b. Gejala Klinis. Biasanya kasus asimptomatik dan disertai adanya

peningkatan ringan enzim liver serum. Secara klinis pasien dapat

menunjukkan keadaan dimana tejadi disfungsi kognitif dalam beberapa

derajat. Gejala dapat dimulai pada 2 minggu awal setelah terapi dimulai

hingga berkisar 3-5 tahun berikutnya.(10)

c. Patogenesis. Asam valproat dapat juga menginduksi hepatotoksisitas dengan

mekanisme yang menyerupai hiperamonia hepatik dengan adanya gejala

neurologis. Pada beberapa kasus hal ini berkaitan dengan defisensi enzim

siklus urea, ornithine transcarbamilase, dengan outcome yang jelek. Intake

asam valproat, yang merupakan asam lemak, dapat menginduksi

hiperamonia dengan cara metabolisme nya dalam hati, yang menghasilkan

metabolit toksik yang dapat menghambat carbamoyl phosphate synthetase,

yang merupakan reaksi enzimatik pertama pada siklus urea, yang dapat

mencegah ekskresi ammonia. Asam valproat juga menurunkan level

8

Page 9: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

kreatinin dengan meningkatkan ekskresi dalam bentuk kompleks asam

valproat-kartinin. Defisiensi kartinin mengurangi fungsi mitokondria,

dengan menghambat siklus urea dalam hati.(10)

d. Etiologi. Anti konvulsan lainnya yang dapat berefek seperti asam valproat

adalah fenobarbital dan phenytoin. Fenobarbital dan phenitoin meningkatkan

kadar ammonia pada pasien yang mengkonsumsi asam valproat secara

bersamaan. Pada salah satu penelitian, penambahan toporimate, inhibitor

siklus urea lainnya, pada penggunaan asam valproat, mempercepat

terjadinya ensefalopati pada pasien asimtomatis. Beberapa obat lainnya

yang dapat menyebabkan keadaan hiperamonia, yang mungkin dapat

merusak siklus urea atau meningkatkan produksi ammonia renal ke dalam

sirkulasi. Obat tersebut antara lain glysin yang digunakan selama reseksi

prostat transuretra, yang menstimulasi produksi ammonia, selain itu

carbamazepin, ribavirine, sulfadiazine dengan pirimetamin dan salisilat sosis

tinggi.(10)

e. Penatalaksanaan. Pengobatan utama pada ensefalopati yang diinduksi oleh

penggunaan asam valproat adalah dengan menghindari konsumsi asam

valproat, yang dapat memberikan perbaikan utuh dalam waktu beberapa hari.

Suplementasi 1carnitine juga menunjukkan penurunan gejala toksisitas yang

diinduksi asam valproat.(10)

Ensefalopati akibat timbal.

a. Definisi. Penggunaan timbal banyak digunakan dalam kehidupan sehari hari.

Timbal digunakan untuk alat masak, pipa, dan barang pecah belah lainnya.

Bentuk intoksikasi timbal dapat menyebabkan kebutaan, kolik, nyeri

persendian, dan bentuk terparah berupa ensefalopati.(9)

9

Page 10: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

Gambar1. Efek timbal pada kesehatan manusia(15)

b. Patofisiologi. Anak-anak lebih sensitif terhadap intoksikasi timbal

dibandingkan pada dewasa karena berbagai sebab. Eksposure pada anak

anak sangat dipengaruhi oleh kebiasaan pica. Pada saluran pencernaan anak

juga mengabsorbsi timbal lebih cepat dibandingkan pada dewasa dan sistem

saraf pusat pada anah lebih mudah diserang agen toksik dibandingkan

dengan sistem saraf pusat matur.(15)

Timbal dapat melewati sawar darah otak, ditransmisikan melalui plasenta

dan air susu.(16) Timbal menimbulkan mekanisme toksisitasnya melalui

ikatan kuat dengan kelompok sulfhidril pada protein dan enzim. Ikatan ini

akan menimbulkan toksik pada beberapa sistem enzim.(15)

c. Diagnosis. Di Amerika kadar normal timbal dalam darah adalah kurang dari

5mcg/dL, dan mencapai kadar toksik pada kadar lebih dari 10mcg/dL,

khususnya pada anak anak. Kadar protophyrin digunakan sebagai alat

diagnostik pada toksisitias timbal karena enzim yang berdasarkan heme yang

disebabkan oleh timbal. Peningkatan protopirin seiring dengan peningkatan

kadar timbal pada serum. Peningkatan protrofirin terjadi pada 6-8 minggu

setelah paparan dan nilai normal dari protophirin adalah kurang dari 35

mcq/dL.(16)

d. Gejala klinis. Pada keadaan akut ensefalopati pasien dapat mengeluhkan

nyeri kepala, muntah, ataksia, kejang, paralisisi, stumor dan koma. Pada

ensefalopati kronik, pasien dapat kehilangan memori, ketidaknormalan

10

Page 11: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

kebiasaan, depresi, ataksia, kejang, kebingungan dan kehilangan persepsi

sensorik. Selain itu toksisitas timbal dapat menyebabkan gangguan dalam

belajar, pengurangan IQ dan perburukan kebiasaan. (16)

e. Penatalaksanaan. Terapi farmakologik dengan chelating agent tidak

memperbaiki kerusakan neurokognitif pada anak karena toksisitas timbal.

Terapi farmakologis yang dapat digunakan antara lain dimercaprol

25mg/kgBB/hari, Calsium disodium ethylenediammine tetraacetic acid

(CaNa2 EDTA) dengan dosis 50mg/kgBB/hari drip dengan NaCl atau D5%,

Succimer dengan dosis 10mg/kgBB/8jam selama 5 hari atau D-penicillamin

10-15mg/kgBB selama 4-12 minggu.(16)

3. Ensefalopati akibat metabolik

a. Definisi dan Klasifikasi. Ensefalopati dengan masalah metabolik sebagai

dasarnya merupakan masalah baik bagi neonates maupun anak, dengan

outcome fungsional bergantung pada waktu dan intervensi yang hati hati.

Ensefalopati metabolik adalah pengertian umum keadaan klinis yang

ditandai dengan :

1) Penurunan kesadaran sedang sampai berat

2) Gangguan neuropsikoatrik: kejang, lateralisasi

3) Kelainan fungsi neurotransmitter otak

4) Tanpa di sertai tanda tanda infeksi bakteri yang jelas.

Gannguan metabolik yang biasa terjadi adalah disfungsi hepar, disfungsi

renal, dan gangguan metabolik. Gannguan yang paling sering terjadi adalah

disfungsi hepar, sehingga yang dibahas dalam referat kali ini adalah

ensefalopati hepatic.

Terdapat tiga varian ensefalopati metabolik pada anak, dua varian pertama

sangat berhubungan. Kerusakan genetik dari metabolisme dapat

menimbulkan bayi dengan ensefalopati yang berat dari hanya

hiperammonemia saja. Ketika kerusakan metabolik terjadi setelah beberapa

bulan hingga tahun kemudian, derajat insufisiensi hepar dapat mempersulit

kerusakan metabolik tersebut. Pada hepatitis akut maupun fulminan karena

11

Page 12: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

beberapa etiologi (misalnya infeksi, obat, toksik) peningkatan ammonia

serum mungkin hanya sedang tapi faktor lain yang berkontribusi terjadinya

ensefalopati yang dapat terjadi dalam beberapa hari. Varian ke tiga,

ensefalopati berat dihasilkan oleh ketoasidosis diabetik. Edema serebral yang

sangat berkaitan dengan ketoasidosis diabetik. (17)

Pada tahun 1998, The Working Party pada World Congress of

Gastroenterology ke 11, membuat standarisasi nomenklatur dari ensefalopati

hepatik, yang membaginya dalam tiga tipe yaitu A, B dan C.

Tabel2. Jenis ensefalopati hepatik (17)

Type

Nomenklature Subkatagori

A Ensefalopati yang berhubungan dengan gagal hepar akut

B Ensefalopati yang berhubungan dengan bypass portal sistemik dan tanpa penyakit hepatoseluler intrinsic

C Ensefalopati yang berhubungan dengan sirosis dan hipertensi portal atau shunting sistemik portal

Episodik, persisten dan minimal.

b. Patofisiologi. Perlu ditekankan bahwa patofisiologi ensefalopati hepatik

pada anak sangat berbeda dengan yang terjadi pada dewasa dimana selalu

terdapat penyakit hati kronik dan sirosis. Pada anak kerusakan hepar terjadi

secara akut. Penyebab ensefalopati hepatik pada anak bervariasi dari virus

hepatitis, hingga kerusakan metabolisme sejak lahir, sebaliknya pada

dewasa, penyakit hepar yang disebabkan oleh alkohol lebih banyak terjadi.

Selain itu pada anak edema serebral merupakan komplikasi yang penting

yang dapat ditemukan pada stadium awal.(18)

Terdapat empat teori terjadinya kerusakan saraf pada hepatitis

fulminan, akumulasi dari ammonia, kesalahan neurotransmiter yang berada

pada otak, ligan yang tidak normal pada reseptor γ amino butyric acid

benzodiazepine (GABA-BDZ), deposit mangan pada ganglia basalis.(18)

Teori Amonia. Amonia sejak lama dikenal sebagai neurotoksin yang

bertanggung jawab dalam patogenesis ensefalopati hepatik. Amonia

12

Page 13: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

dihasilkan dari beberapa jaringan termasuk ginjal dan otot meskipun

konsentrasi tertingginya berada pada vena porta yang berasal dari bakteri

pada kolon dan metabolisme glutamine pada usus kecil. Pada orang normal,

berkisar 80-90% ammonia diekskresikan melalui metabolisme pertama.

Ekskresi berkurang baik pada keadaan hepatitis kronik maupun akut.

Mekanisme hiperammonaemia menyebabkan ensefalopati masih belum

terlalu jelas, penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kadar

ammonia pada sel hepatosit yang mengakibatkan perubahan pada

neurotransmiter terutama agonis GABA, sehingga menyebabkan kegagalan

penyediaan energi untuk otak. Detoksifikasi ammonia pada astrosit

menyebabkan akumulasi glutamine, yang merupakan penyebab utama

terjadinya pembengkakan astrosit. Pada hepatitis akut, pembengkakan glial

juga ditemukan ketika adanya pembengkakan otak. Pasien dengan

ensefalopati hepatik memiliki kadar serum ammonia lebih dari 90%, dan

menurunnya kadar serum ammonia berhubungan dengan perbaikan tingkat

ensefalopati hepatik. Penelitian eksperimental menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang kuat antara kadar glutamine pada cairan serebro spinal

dengan derajat ensefalopati hepatik, tetapi kerusakan fungsi kognitif seperti

memori episodik, perhatian berkesinambungan yang terjadi pada

ensefalopati hepatik menunjukkan hubungan dengan kadar ammonia serum

ketika diperiksa dengan tes psikometrik komputer.(18)

Teori kesalahan neurotransmiter. Neurotransmiter serebral

diregulasi oleh konsentrasi asam amino dan prekusornya pada sistem saraf

pusat. Pada pasien dengan disfungsi hepar berat, konsentrasi sirkulasi plasma

dari asam amino aromatic (AAA) yaitu triptopan, tyrosin dan phenilalanin

meningkat sedangkan konsentrasi asam amino rantai ganda (leucine,

isoleucine dan valine) menurun, akibatnya terjadi produksi neurotransmiter

yang salah (octopamide dan phenilethanolamide) yang kemudian

berkembang menjadi ensefalopati hepatik.(19)

13

Page 14: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

Teori GABA. GABA adalah merupakan neurotransmiter inhibitori

pada manusia yang bekerja dengan berikatan dengan kompleks reseptor

GABA. Peningkatan jumlah benzodiazepine endogen sebagai neurosteroid

mengakibatkan inhibisi terhadap neurotransmisi. Perubahan pada kompleks

reseptor GABA dan perubahan konsentrasi GABA serebral terjadi pada

ensefalopati hepatik. (19)

Teori Mangan. Akumulasi mangan di ganglia, banyak pada pasien

sirosis dan sebaliknya pada transplantasi hepar. Konsentrasi mangan pada

serum berhubungan dengan derajat ensefalopati hepatik. Manifestasi klinis

pada intoksikasi mangan dan manifestasi ekstrapiramidal dari ensefalopati

hepatik menyatakan bahwa terjadi peningkatan kadar mangan yang berperan

dalam terjadinya ensefalopati hepatik. (19)

c. Gejala Klinis

Derajat gangguan status mental pada ensefalopati diklasifikasikan

berdasarkan kriteria West Haven, berkisar dari gangguan pola tidur hingga

perubahan fungsi kognitif dan koma dalam. (19)

Tabel 3. Gejala Klinis ensefalopati hepatik(19)

Grade Tingkat kesadaran

Personalitas dan intelektualitas

Tanda neurologis Kelainan EEG

0 Normal Tidak ada Tidak ada Tidak adaSubklinis Normal Pelupa,

bingung ringan, agitasi, iritabel

Ketidaknormalan hanya pada analisis psikometrik

Tidak ada

1 Gangguan pola tidur Gelisah

Tremor, apraksia, inkordinasi dan gangguan menulis

Tremor, apraksia, inkordinasi dan gangguan menulis

Gelombang trifasik (5siklus/detik)

2 Lethargy, Respon lambat

Asteriksis, disartria, ataksia, refleks hipoaktif

Gelombang trifasik (5siklus/detik)

3 Somnolen, bingung

Disorientasi, amnesia, disinhibisi dan

Astereksis, refleks hiperaktif, tanda

Gelombang trifasik (5siklus/detik)

14

Page 15: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

kebiasaan inappropriate

babinsky dan rigiditas otot

4 Koma Tidak ada Aktifitas deltaPenilaian tingkat kesadaran lain yang bisa digunakan secara lebih

objektif adalah Glasgow Coma Scale (GCS), akan tetapi tidak khusus

mengukur ensefalopati hepatik.(19)

d. Penatalaksaan. Pengobatan yang banyak dilakukan pada pasien dengan

ensefalopati hepatik adalah perawatan suportif, identifikasi dan pengobatan

terhadap faktor yang mempercepat, mereduksi produk nitrogen oleh usus

dan identifikasi pasien yang membutuhkan terapi jangka panjang.

Identifikasi dan menghilangkan faktor presipitasi yaitu infeksi.

Kultur cairan tubuh dapat menjadi penanda infeksi. Pasien dengan asites

saebaiknya dilakukan parasentesis diagnostik.

Gambar2. Algoritme penanganan ensefalopati hepatik (19)

Seorang anak dengan ensefalopati hepatik sebaiknya ditangani dalam

perawatan intensif dengan program transplantasi hepar, akan tetapi sumber

daya yang terbatas. Management pertama yang dilakukan adalah

mencangkup airway, breating, dan sirkulasi, sebagaimana penanganan kasus

kegawatan lainnya.(18)

15

Page 16: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

Managemen cairan. Setelah dilakukan resusitasi, maka yang perlu

dilakukan selanjutnya adalah keseimbangan cairan. Tujuan penting yang

ingin dicapai adalah normovolumik, karena adanya hidrasi yang kurang

maupun lebih akan mengganggu. Pemberian cairan yang sering dilakukan

pertama kali adalah pemberian cairan kira kira 70% dari maintenance. Status

hidrasi sebaiknya dimonitor dengan menggunakan tekanan vena sentral,

dengan target 6-8cm H2O. Monitoring urin juga diperlukan untuk

memonitoring hidrasi, dan indikator fungsi renal. Pemberian cairan secara

intra vena sebagai media pemberian elektrolit dan glukosa dimana pada

keadaan ensefalopati terganggu.(18)

Kalium. Hipokalemi dapat disebabkan karena pemberian diuretik,

muntah, dan diare. Hipokalemi dan gejala penyertanya berupa alkalosis

merusak detoksifikasi ammonia, meningkatkan produksi ammonia ginjal,

meningkatkan difusi ammonia melewati sawar darah otak. Kebutuhan

kalium diperkirakan berkisar 3-6mEq/kgbb/hari.(18)

Natrium. Intake natrium total sebanyak 1mEq/kgBB/hari, biasanya

cukup adekuat untuk mencegah terjadinya asites. Pada umumnya, sekresi

yang tidak sesuai dari hormon anti diuretik, menyebabkan hiponatremi

dilusi, yang dapat ditangani dengan pembatasan cairan. Bila pembuangan air

bebas diperlukan maka biasanya diberikan diuretik yang dikombinasikan

dengan albumin rendah garam. Penggunaan NaCl hipertonik dapat

dipertimbangkan pada kasus dengan kadar natrium kurang dari 120 mEq/l

dan atau turun secara cepat.(18)

Glukosa. Penanganan hipoglikemia penting bagi pada bayi dengan

ensefalopati hepatik. Pemberian cairan intravena minimal mengandung

glukosa 100mg/ml (10%) dan infuse dilakukan titrasi untuk

mempertahankan glukosa darah diantara 120-240mg/dl. (18)

Restriksi ammonia

Pembersihan selauran cerna. Pemasangan pipa nasogastrik diperlukan

untuk mendeteksi dan membuang adanya darah dalam saluran cerna atas,

16

Page 17: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

dan memberikan drainase secara berkesinambungan. Hal ini dapat mencegah

mempercepatnya perdarahan karena kerusakan mukosa lambung yang

mungkin terjadi karena suction. Pencucian lambung dilakukan biasanya

dengan larutan 50% magnesium sulfat, selain itu dapat digunakan enemas

retensi (20% laktosa) tetapi masih jarang digunakan karena ketersediaan dan

masih minimnya penelitian.(18)

Antibiotik. Banyak antibiotik yang dapat digunakan pada pasien

ensefalopati hepatik untuk “membersihkan” saluran cerna, antara lain

ampisilin, metronidazol, vankomicin, rifamixin. Dari antiboiotik tersebut,

rifaximin menunjukkan spectrum luas baik bakteri gram positif maupun

negatif dan aerobik maupun anaerobik, selain itu rifaximin diabsorbsi

minimal secara sistemik. Helicobacter pylori (bakteri amoniagenik) dapat

mempercepat terjadinya ensefalopati hepatik pada pasien sirosis, terutama

dengan adanya hipoklorida gaster. Oleh karena itu pemberian antibiotik juga

diberikan untuk membunuh H. pylori.(18)

Protein. Pembatasan protein atau bahkan eliminasi total dianjurkan

hingga terjadi perbaikan. Pada penelitian terakhir, pemberian protein dimulai

dari 0,5gram/kgBB/hari dengan peningkatan bertingkat hingga

1,5gr/kgbb/hari, hingga beberapa minggu dan terjadi perbaikan hepar.

Pemberian protein nabati lebih dianjurkan dibandingkan dengan protein

hewani, karena lebih dapat ditoleransi dan lebih sedikit mengandung

aminium, methionin dan asam amino aromatik.(18)

Laktoasa. Laktosa merupakan disakarida yang dapat ditemukan di

sekum dalam keadaan belum diubah, dan kemudian diubah oleh flora

intestinum menjadi komponen glukosa, galaktosa dan fruktosa. Galaktosa

dan laktosa dimetabolisme menjadi asam organik termasuk diantaranya asam

laktat dan asam asetat, yang menyebabkan pH lumen intestinal turun

mencapai 5,5. Hal ini menyebabkan pencegahan pembentukan ion

ammonium yang mudah terserap.(18)

17

Page 18: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

Probiotik. Secara teoritis, bakteri intestinal yang tidak menghasilkan

urease akan menurunkan jumlah ammonia enteral. Penelitian yang pernah

dilakukan adalah dengan pemberian Lactobacillus acidophilus per oral

memberikan efek yang bermanfaat pada pasien sirosis yang menderita

ensefalopati hepatik. Suplementasi Lactobacillus acidophilus selama 1-4

minggu menunjukkan perkembaangan klinis sebanyak 71% pada pasien

dengan ensefalopati hepatik dibandingakan dengan pasien yang hanya

mendapatkan neomycin saja.(18)

Peningkatan metabolisme ammonia

Omithine-Aspartat. Infus 1omithine dan 1-aspartat merupakan usaha

unuk menurunkan ammonia serum dengan meningkatkan metabolisme

jaringan terhadap urea dan glutamine. Pada hepatosit periportal, 1omithine

bekerja sebagai substrat ureagenesis dan mengaktifasi siklus enzim urea

omithine transcarbamylase dan carbamoyl phospotase syntase. Aktifitas

siklus urea diharapkan mengkonsumsi ammonia dan menurunkan kadar

ammonia dalam serum. Pada sel perivena hepatik, dimana enzim siklus urea

minimal, aspartan (dan dekarboxylate lainnya) menstimulasi sintesis

glutamine dan memulai proses detoksifikasi ammonia. Akan tetapi belum

ada dosis dasar untuk anak, rekomendasi yang masih digunakan adalah

hingga 20 gram/hari diencerkan pada cairan maintenance.(18)

Benzoate dan Phenil asetat. Hiperamonia berhubungan dengan

kerusakan metabolisme pada bayi baru lahir, penggunaan benzoate dan

phenyl asetat merupakan standart pengobatan.(18)

e. Pencegahan

Untuk mencegah terjadinya ensefalopati metabolic adalah terutama dengan

member pengobatan sesegera mungkin jika ditemui adanya gangguan di hati.

Selain itu bila memiliki penyakit hati sebelumnya, sebaiknya memeriksakan

rutin untuk mencegah terjadinya enefalopati.(18)

f. Prognosis

18

Page 19: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

Ensefalopati hepatic merupakan penyakit hati stadium terminal dnegan tanda

prognostic yang jelek dan mengindikasikan tingkat survival yang pendek.

Pada penelitian yang telah dilakukan menunjukkan 42% dapat bertahan

hidup dalam waktu satu tahun, sedangkan 23% yang dapat bertahan hingga

tiga tahun.

4. Ensefalopati akibat iskemik

a. Definisi. Ensefalopati hipoksik iskemik merupakan penyebab cedera

permanen yang penting pada sel sistem saraf pusat yang mengakibatkan

kematian neonatus atau nantinya, jejas dapat bermanifestasi sebagai palsi

serebral atau defisiensi mental.(6)

b. Patofisiologi. Hipoksia merujuk pada kadar oksigen arteria yang kurang dari

normal, dan iskemia merujuk pada aliran darah ke sel atau organ tidak

mencukupi untuk mempertahankan fungsi normalnya. Penyebab terjadinya

keadaan hipoksia dapat dibagi menjadi dua yaitu saat di dalam kandungan

dan setelah dilahirkan. Penyebab saat di dalam kandungan terdiri dari(6):

1) Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama

anestesi, penyakit jantung sianosis, gagal pernapasan, atau keracunan

karbon monoksida

2) Tekanan darah ibu yang rendah akibat hipotensi yang dapat merupakan

komplikasi anestesi spinal atau akibat kompresi vena kaca dan aorta pada

uterus gravid

3) Relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta akibat

adanya tetani uterus yang disebabkan oleh pemberian oksitosin berlebihan

4) Pemisahan plasenta premature

5) Sirkulasi darah melalui tali pusat terhalang akibat adanya kompresi atau

pembentukan simpul pada tali pusat

6) vasokonstriksi pembuluh darah uterus oleh kokain

7) insufisiensi plasenta karena berbagai sebab, termasuk toksemia dan pasca

maturitas.

Hipoksia yang tejadi sesudah lahir, dapat merupakan akibat dari (6):

19

Page 20: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

1) Anemia cukup berat, yang sampai menurunkan kandungan oksigen darah

ke tingkat kritis, akibat perdarahan berat atau penyakit hemolitik

2) Syok cukup berat, yang sampai mengganggu pengangkutan oksigen ke sel

sel vital, akibat perdarahan adrenal, perdarahan intraventrikular, infeksi

yang berlebihan atau kehilangan darah yang masif.

3) Kurangnya saturasi oksigen arteria disebabkan gagal terjadinya

pernapasan yang adekuat pada pasca lahir, akibat cacat, nekrosis atau

jejas pada otak

4) Kegagalan oksigenasi sejumlah darah yang adekuat akibat adanya bentuk

penyakit jantung kongenital sianosis atau defisiensi fungsi paru yang

berat.

Janin yang mengalami hipoksik iskemik kronis dapat mengalami

retardasi pertumbuhan intrauteri tanpa tanda tanda tradisional gawat janin

(misalnya bradikardi). Velosimetri bentuk gelombang umbilikalis melalui

Doppler (memperlihatkan kenaikan tahanan vascular janin) dan

kordosintesis (memperlihatkan hipoksia janin) dapat mengidentifikasi bayi

hipoksik kronis. Selanjutnya kontraksi uterus mengurangi oksigen

umbilikalis, menekan kardiovaskular janin dan sistem saraf pusat,

menghasilkan skor APGAR rendah dan hipoksia pasca lahir dalam kamar

bersalin.(6)

Keadaan dimana terjadi penurunan aliran darah uteroplasenter atau

keadaan yang mengganggu proses respirasi spontan sehingga menyebabkan

hipoksia perinatal, asidosis laktat dan jika cukup berat maka akan

menurunkan cardiac output atau menyebabkan cardiac arrest, dan iskemia.(20)

Respons awal sirkulasi janin adalah menambah shunt melalui duktus

venosus, duktus arteriosus, dan foramen ovale dengan rumatan perfusi

sementara ke otak, jantung dan adrenal lebih diutamakan daripada paru

(karena adanya vasokonstriksi pulmonal), hati, ginjal dan usus. Hipoksi

intrauteri yang lama dapat menyebabkan terjadinya LPV, dan hyperplasia

20

Page 21: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

otot polos arteriol, membuat bayi cenderung mangalami hipertensi pulmonal.

Apabila kegawatan janin menyebabkan janin terengah engah maka akan

menyebabkan kandungan cairan amnion (mekonium, skuama rambut,

lanugo) teraspirasi ke dalam trakea atau paru paru.(6)

Kombinasi berkurangnya persediaan oksigen untuk otak yang

menyebabkan hipoksia dan kurangnya atau tidak adanya aliran darah yang

menyebabkan iskemia dapat menyebabkan berkurangnya glukosa untuk

metabolisme dan akumulasi laktat yang menghasilkan asidosis pada jaringan

lokal. Setelah terjadi reperfusi, hipoksia iskemik juga dapat menimbulkan

komplikasi nekrosis sel dan edema endotel vaskular, menurunkan aliran

darah pembuluh darah distal.(20)

c. Gejala Klinis Secara khas, ensefalopati hipoksia iskemik pada neonatus

memiliki karakteristik edema serebral, nekrosis kortikal, dan keterlibatan

ganglia basalis, sedangkan pada neonatus preterm, memiliki karakteristik

periventrikular leukomalasia. Kedua lesi dapat menyebabkan atropi kortikal,

retardasi mental dan kuadriplegi atau diplegi spastika.(20)

Sesudah lahir, kombinasi hipoksia janin kronis dan jejas hipoksik iskemik

mengakibatkan neuropatologi spesifik sesuai umur kehamilan. Bayi cukup

bulan memperlihatkan nekrosis neuron korteks (nantinya atrofi korteks) dan

jejas iskemia parasagital. Bayi preterm memperagakan LPV (nantinya

diplegia spastik), status marmoratus ganglia basalis, dan PIV. Bayi cukup

bulan, lebih sering dari pada bayi preter, memperlihatkan infark korteks

setempat atau multifocal yang menghasilkan kejang kejang setempat (fokal)

dan hemiplegia. Perangsangan asam amino dapat memainkan peranan

penting dalam pathogenesis asfiksia jejas otak.(6)

Gejala klinis dan karakteristik ensefalopati hipoksik iskemik sangat

bermacam macam bergantung pada beratnya cedera yang ditimbulkan.

Pucat, sianosis, apnea, frekuensi denyut jantung lambat dan tidak

memberikan respons terhadap rangsangan merupakan beberapa tanda umum

terjadinya ensefalopati hipoksik iskemik. Neonatus dengan ensefalopati

21

Page 22: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

hipoksik iskemik derajat keparahan 3 biasanya hipotonus, walaupun awalnya

terlihat hipertonus dan kewaspadaan yang meningkat sesaat setelah

dilahirkan. Seiring berkembangnya edema serebral, fungsi otak menurun,

depresi kortikal menyebabkan koma, dan depresi batang otak menyebabkan

apneu. Seiring berkembangnya edema serebri, akan terjadi kejang yang

dimulai saat 12-24 jam setelah lahir. Neonatus juga tidak memiliki tanda

respirasi spontan, hipotonus, dan menurun atau tidak adanya reflek tendon.(20)

Tabel 4. Gejala klinis ensefalopati hipoksik iskemik pada neonatus(20)

Tanda Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3Tingkat kesadaran

Hiperalert Letargik Stupor

Tonus otot Normal Hipotonus FlaksidRefleks tendon/ klonus

Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada

Reflek moro Kuat Lemah Tidak adaPupil Midriasis Miosis Anisokor, reflek

cahaya minimalKejang Tidak ada Ada DesereberasiEEG Normal Perubahan voltase

rendah hingga aktifitas kejang

Banyak supresi hingga isoelektrik

Durasi <24jam jika ada kemajuan lain mungkin tetap normal

24jam -14 hari Hari-minggu

d. Penatalaksanaan. Pencegahan dan pengobatan nantinya diarahkan pada

keadaan dasar yang menyebabkannya, kematian dan ketidakmampuan

kadang kadang dapat dicegah melalui pengobatan terhadap gejala yang

timbul dengan memberikan oksigen atau pernafasan buatan dan koreksi

disfungsi multiorgan terkait.(6)

Edema otak dapat timbul pada 24 jam berikutnya dan mengakibatkan depresi

batang otak yang berat. Selama waktu ini dapat terjadi aktivitas kejang yang

mungkin berat dan kejang ini refrakter terjadap dosis biasa antikonvulsi.

22

Page 23: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

Lorazepam (0,05-0,1 mg/kgBB, iv) dapat digunakan selama kejang akut,

sedangkan untuk mensupresi kejang secara terus menerus mungkin

memerlukan dosis pembebanan i.v. 20-25mg/kgBB fenobarbital atau

20mg/kgBB fenitoin. Walaupun sebagian besar kejang sering merupakan

akibat dari ensefalopati hipoksik iskemik, kejang pada bayi baru lahir yang

mengalami asfiksia dapat juga disebabkan oleh hipokalsemi atau

hipoglikemia.(6) Pada keadaan hipoksik iskemik terjadi turunnya suhu

berkisar 20C. Terapi hipotermia lebih bermaksud pada resusitasi

dibandingkan dnegan neuroprotektor. Pada bayi dengan respon minimal

pada resusitasi konvensional, ditempatkan pada tempat berisi air dingin

berkisar 23-300C, dan didiamkan hinggan ia menangis.

e. Prognosis. Pasien yang dapat hidup dengan ensefalopati hipoksik iskemik

stadium 3 memiliki insidensi kejang yang tinggi dan mengalami kecacatan

yang serius terutama pada perkembangan sarafnya, Prognosis dari asfiksia

berat juga tergantung pada cedera pada sistem organ lain.(20)

Tabel5. Efek hipoksia pada berbagai organ(20)

Indikator lain dari jeleknya prognosis adalah onset dari respirasi

spontan yang dapat diperkirakan dari skor APGAR. Neonatus dengan skor

APGAR 3 pada menit ke 10 memiliki mortalitas 20% dan 5% angka

kejadian cerebral palsy. Jika hingga menit ke 20, skor APGAR tetap tidak

naik bahkan turun, maka angka mortalitasnya meningkat menjadi 60% dan

insidensi serebral palsy meningkat menjadi 57%.(20)

5. Ensefalopati lainnya

Serebral Palsi

23

Page 24: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

a. Definisi. Serebral palsi adalah ensefalopati statis yang mungkin

didefinisikan sebagai kelainan postur dan gerakan non progresif, sering

disertai dengan epilepsy dan ketidak normalan bicara, penglihatan, dan

kecerdasan akibat dari cacat atau lesi otak yang sedang berkembang. CP

merupakan suatu kelainan yang lazim dan diperkirakan prevalensi

berkisar 2/1.000 populasi.(6)

b. Epidemiologi dan Etiologi. Collaborative Perinatal Object, melaporkan

bahwa angka prevalensi CP berkisar 4/1.000 bayi lahir hidup. Asfiksia

lahir merupakan penyebab CP yang tidak lazim, lagi pula kehamilan yang

beresiko inggi membuahkan anak yang normal secara neurologis.

Meskipun CP tidak dapat dikenali penyebabnya pada sebagian besar

kasus, sejumlah besar anak yang mengalami CP juga menderta anomali

congenital di luar sistem saraf pusat, yang dapat menempatkan mereka

pada resiko tinggi terjadinya asfiksia pada periode perinatal.(6)

c. Gejala Klinis. CP dapat diklasifikasikan dengan gambaran cacat motorik

dalam kaitannya dengan kategori fisiologis, topografis dan etiologis dan

kapasitas fungsional. (6)

Tabel6. Klasifikasi CP(6)

Fisiologis Topografis Etiologis FungsionalSpastik Monoplegia Prenatal (misal,

infeksi, metabolik, anoksia, toksik, genetik, infark)

Kelas I—tidak ada pembatasan aktifitas

AtetoidKakuAtaksik

ParaplegiaHemiplegiaTriplegia

Kelas II—pembatasan ringan sampai sedang

TremorAtonik

KuadriplegiaDiplegia

Perinatal (misal, anoksia)

Kelas III—pembatasan sedang sampai berat

CampuranTidak terklasifikasi

Hemiplegia ganda

Pasca natal (misal, toksin, trauma, infeksi)

Kelas IV—aktifitas fisik tidak berguna.

Klasifikasi fisiologis mengenali kelainan motorik utama, sedang

toksonomi topografis menunjukkan keterlibatan tungkai. CP juga lazim

24

Page 25: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

disertai dengan spectrum kecacatan perkembangan, termasuk retardasi

mental, epilepsi dan kelainan penglihatan, pendengaran, bicara, kognitif,

dan perilaku. Cacat motorik meungkin merupakan masalah anak yang

paling ringan.(6)

Bayi yang menderita hemiplegia spastik mengalami penurunan

gerakan spontan pada belahan tubuh yang terkena dan menunjukkkan

preferensi tangan pada usia dini. Lengan lebih sering terlibat dari pada

kaki, dan kesulitan pada manipulasi tangan nyata pada usia 1 tahun.

Berjalan biasanya terlambat sampai 18-24 bulan, dan gaya berjalan

melingkar tampak. Pemeriksaan tungkai dapat menunjukkan henti

pertumbuhan terutama pada tangan dan kuku ibu jari, terutama jika

lobusparietalis kontralateral abnormal, karena pertumbuhan tungkai

dipengaruhi oleh otak daerah ini. Spastisitas nyata pada tungkai kaki yang

terkena, terutama pergelangan kaki menyebabkan deformitas equinovarus

kaki. Anak sering berjalan dengan ujung jari kaki karena peningkatan

tonus dan tungkai atas yang terkena mendapat postur distonik ketika anak

berlari. Klonus pergelangan kaki dan tanda Babinski masih mungkin ada,

refleks tendo dalam meningkat dan kelemahan tangan dan dorsofleksi

kaki nyata. Sekitar sepertiga penderita dengan hemiplegia spastik

menderita gangguan kejang yang biasanya berkembang selama tahun

pertama atau kedua dan sekitar 25% menderita kelainan kognitif yang

termasuk retardasi mental. CT Scan atau MRI dapat menunjukkan adanya

atrofi hemisfer serebri dengan ventrikel lateral kontralateral dilatasi pada

sisi tungkai yang terkena. Tromboembolisme intrauterine dengan infark

serebri setempat dapat merpakan suatu etiologi, CT atau MRI saat lahir

pada bayi dengan kejang kejang setempat sering memperagakan daerah

infark. (6)

Diplegia spastik menunjuk pada spatisitas bilateral kaki. Penunjuk

pertama diplegia spastik sering ditemukan ketika bayi mulai merangkak.

Anak ini menggunakan lengan dalam cara resiprokal normal namun

25

Page 26: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

cenderung menyeret kakinya di belakang lebih seperti kemudi (gerakan

merangkak komando) bukannya gerakan merangkak kaki empat normal.

Jika spastisitas berat, pemakaian popok sukar karena adduksi pinggul

berlebihan. Pemeriksaaan anak menunjukkan spastisitas pada kaki dengan

refleks klonus pergelangan kaki cepat dan tanda babinski bilateral. Bila

anak bergantung pada aksila, postur menggunting tungkai bawah

dipertahankan. Berjalan sangat lambat kaki tertahan pada posisi

equinovarus, dan anak berjalan pada ujung jari, Diplegia spastik berat

ditandai dengan atrofi karena tidak digunakan dan pertumbuhan tungkai

bawah terganggu dan dengan pertumbuhan yang tidak berimbang dengan

perkembangan normal pada tubuh bagian atas. Prognosis untuk

perkembangan intelektual normal adalah sangat baik pada penderita ini,

dan kemungkinan kejang minimal. Temuan neuropatologis yang paling

lazim adalah leukomalasia periventrikular, terutama pada daerah di mana

serabut yang menginervasi kaki berjalan melalui kapsula interna. Lesi ini

ditemukan pada bayi prematur.(6)

Kuadriplegia spastik merupakan bentuk CP yg oaling berat karena

gangguan motorik yang mencolok semua tungkai dan hubungan yang

tinggi dengan retardasi mental dan kejang. Kesulitan menelan lazim

terjadi karena palsi supranuklear bulbar dan sering mengarah pada

pneumonia aspirasi. Pada autopsi substansia alba sentral terganggu oleh

daerah degenerasi nekrotik yang dapat menyatu menjadi rongga kistik.

Pemeriksaan neurologis memperlihatkan kenaikan tonus dan spastisitas

pada semua tungkai, menurunkan gerakan spontan, reflek yang cepat, dan

respons ekstenson plantar. Kontraktur fleksi pada lutut dan siku sering

ada pada masa anak akhir. Kecacatan perkembangan yang menyertai,

termasuk kelainan bicara dan penglihatan terutama lazim pada kelompok

anak ini. Anak dengan kuadrisep spastik sering mempunyai bukti adanya

atetosis dan dapat diklasifikasikan sebagai CP campuran. (6)

26

Page 27: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

CP athetoid relatif jarang, terutama sejak penemuan manajemen

agresif hiperbilirubinemia dan pencegahan kernikterus. Bayi ini secara

khas hipotonik dan memiliki kontrol kepala yanbg buruk dan kelambanan

kepala yang mencolok. Pemberian makanan mungkin sulit, lidah

menjulutdan air liur mungkin menonjol. Gerakan atetoid mungkin tidak

menjadi nyata hingga usia 1 tahun dan cenderung terjadi bersama dengan

hipermielinisasi ganglia basalis, suatu fenomena yang disebut status

marmoratus. Bicara secara khas terkena karena keterlibatan otot otot

orofaring. Kalimat kalimat tertelan dna modulasi suara terganggu.

Biasanya tanda neuron motorik atas tidak ada, kejang tidak lazim, dan

intelek dipertahankan pada kebanyakan penderita. (6)

d. Diagnosis. Riwayat dan pemeriksaan fisik menyeluruh harus

menyingkirkan gangguan sistem saraf pusat progresif, termasuk penyakit

degenerative, tumor medulla spinalis atau distrofia muskularis.

Tergantung pada tingkat keparahan dan sifat kelainan neurologis, EEG

dasar dan CT scan mungkin terindikasi untuk menentukan lokasi dan luas

lesi struktural atau malformasi kongenital terkait. Pemeriksaan tambahan

dapat mencakup uji pendengaran dan fungsi penglihatan. Karena CP

biasanya disertai dengan spektrum kelainan perkembangan yang luas,

pendekatan multidisipliner adalah paling membantu dalam penilaian dan

manajemen anak demikian. (6)

e. Penatalaksanaan. Tim dokter dari berbagai spesialisasi demikian juga

ahli terapi kerja dan fisik, patologi bicara, pekerja sosial, pendidik serta

ahli psikologis perkembangan memberikan sumbangan penting dalam

penatalaksanaan anak. Orang tua harus diberi tahu bagaimana menangani

anak pada aktifitas sehari hari seperti makan, menggendong, memakai

pakaian, mandi dan bermain main dengan cara yang membatasi tonus otot

abnormal. Mereka juga perlu diberitahu dalam pengawasan serangkaian

latihan fisik, yang dirancang unruk mencegah perkembangan kontraktur

terutama tendo Aschiles yang ketat. Tidak ada bukti bahwa terapi fisik

27

Page 28: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

atau kerja akan mencegah perkembangan serebral palsi pada bayi

beresiko atau bahwa ia akan memperbaiki defisit neurologis, namun ada

banyak data menyatakan bahwa terapi fisik dapat mengoptimalkan

perkembangan anak yang abnormal. Anak dengan diplegia spastik

diterapi pada awalnya dengan menggunakan bantuan adaptif , seperti alat

bantu berjalan, tongkat, dan kerangka berdiri. Jika penderita mengalami

spastisitas tungkai bawah yang berat atau terbukti terjadi dislokasi sendi

pinggul maka diperlukan tindakan bedah jaringan lunak untuk

mengurangi spasme otot sekitar lingkaran panggul, termasuk tenotomi

adductor atau pemindahan atau pelepasan psoas. Tindakan rhizotomi di

mana akar saraf spinalis dibelah telah menghasilkan perbaikan yang besar

pada penderita yang terpilih dengan diplegia spastik berat. Tali tumit

yang ketat pada anak dengan hemiplegia spastik dapat ditangani secara

bedah dengan tenotomi tendo Achilles. Penderita dengan kuadriplegia

ditatalaksana dengan kursi roda bermotor, alat makan khusus, mesin tik

bicara, dan komputer yang disesuaikan secara khusus termasuk komputer

intelegensia buatan untuk memperbesar fungsi motorik dan bahasa.

Masalah perilaku yang berarti dapat sangat mengganggu perkembangan

anak dengan CP, identifikasi dan manajemen awal penting, dan bantuan

psikologis arau psikiatri mungkin diperlukan. Gangguan belajar dan

defisit perhatian dan retardasi mental dimulai dan ditatalaksana oleh ahli

psikologi dan pendidik. Strabismus, nistagmus dan atrofi optik adalah

lazim pada anak dengan CP. Disfungsi saluran kencing bawah harus

segera mendapatkan penanganan, termasuk diantaranya natrium

dantrolen, benzodiazepine, dan baklofen. Toksin botilinum masih dalam

penelitian untuk mengatasi spastisitas pada kelompok otot tertentu.

Kadang kadang penderita dengan atetosis yang menjadikan tidak mampu

akan berespon terhadap levodopa, dan anak dengan distonia mungkin

mendapatkan manfaat dari karbamazepine atau triheksifenidil. (6)

Ensefalomiopati mitokondrial

28

Page 29: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

Sekurang kurangnya tiga kelainan terkait yang ditandai dengan penyakit

serebral dan miopati mitokondria dan ensefalopati. Penyakit Leigh dan

Sindrom Reye dibahas di sini karena mereka akibat dari kelainan fungsi

mitokondria. (6)

Ensefalomiopati mitokondria, asidosis laktat dan episode mirip stroke

(MELAS).

Penderita dengan MELAS dapat mungkin normal dalam beberapa tahun

pertama, namun secara bertahap mereka akan menunjukkan perkembangan

motorik dan kognitif. Anak ini mempunyai perawakan yang pendek dan

mengalami gangguan kejang kejang setempat atau menyeluruh. Akhirnya

penderita datang dengan hemipharesis akut yang dapat bergantian dari

sebelah ke sebelah lainnya. Pemeriksaan CT scan menampakkan kalsifikais

ganglia basalis pada beberapa penderita dan daerah terang pada hemisfer

serebri. Kadar laktat serum selama episode akut akan meningkat. Biopsi otot

biasa dilakukan tetapi tidak selalu, menampakkan serabut berwana merah

jelek. MELAS merupakan kelainan progresif yang juga dilaporkan terjadi

pada saudara kandung. Episode hemiparesis, hemianopia, kebutaan korteks

dan demensia progresif akibat terjadinya stroke berkali kali. Lokasi lesi

terang yang tampak pada CT scan sesuai dengan deficit akut, Prognosis

penderita dengan sindrom penuh adalah suram. Uji coba terapetik telah

memasukkan kortikosteroid dan CoQ10. Penurunan kadar laktat serum

dengan dikloroasetat pada pendita dengan asidosis laktat berat dapat

menghasilkan perbaikan klinis yang nyata. Sebagian besar penderita akan

mengalami mutasi titik yang sangat spesifik, meskipun tidak eksklusif pada

nt 3243 dalam gen tRNALeu (UUR) dan mtDNA, yang telah memberikan

alat diagnostic penting. Pemeriksaan biokimia otot menunjukkan defisiensi

kompleks I pada banyak penderita, namun berbagai defek rangkaian sa;uran

pernapasan, yang mempengaruhi kompleks I, III dan terutama kompleks IV

juga telah dapat didokumentasikan. (6)

29

Page 30: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

Epilepsi mioklonus dan serabut merah jelek (Mioclonus Epilepsu and

Ragged Red Fibers—MERRF)

Penderita dengan MERRF mungkin juga normal pada tahun tahun

perkembangan awal. Namun, semua penderita pada akhirnya menderita

epilepsy mioklonik dan ataksia prgresif yang disertai dengan disartria dan

nistagmus beberapa menderita atrofi optik. Karena beberapa penderita

mengalami kelainan sensasi yang dalam dan pes cavus, maka mungkin

keadaan ini terncukan dengan keadaan ataksia Friedreich. Tanda yang

kurnag lazim meliputi demensia, kehilangan pendengaran, neuropati perifer,

dan spastisitas. Selain itu juga terjadi perburukan intelektual yang terjadi

secara progresif lambat. Temuan patologis meliputi meningkatnya kadar

laktat serum, serabut merah jelek pada biopsy otot, degenerasi dan hilangnya

neuron yang mencolok pada nucleus dentate, dan kompleks olivarus inferior

dengan kehilangan sel Purkinje dan neuron pada nucleus merah. Korteks

serebri dan substansia alba biasanya normal. Sebagian besar penderita

biasanya mengalami mutasi titik spesifik, meskipun tidak eksklusif pada

nt8344 pada gen tRNA Lys mtDNA. Ada hasil yang tidak konsisten pada

pemeriksaaan biokimia otot, termasuk defek kompleks III; kompleks II dan

IV; kompleks I dan IV; kompleks I, III dan IV, atau kompleks IV saja. (6)

Sindrom Kearns-Sayre (SKS)

Kriteria untuk SKS adalah terdiri dari tiga, yaitu: mulainya sebelum usia 20

tahun, oftalmoplegia eksterna progresif, dan retinopati pigmentosa. Selain itu

setidaknya harus terdapat satu dari: blockade jantung, sindrom serebeler,

atau protein cerebrospinal di atas 100mg/dL. Ciri non spesifik lain namun

lazim adalah demensia, kehilangan pendengaran, sensorineural, dan kelainan

endokrin, termasuk perawakan pendek, diabetes mellitus dan

hipoparatiroidisme. Prognosisnya adalah buruk walaupun telah diberikan

pacu jantung. Serabut merah jelek ditemukan pada biopsy otot dengan

berbagai jumlah serabut COX negative. Hampir semua penderita mengalami

30

Page 31: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

penghapusan mtDNA. Ini mungkin merupakan mutasi baru yang merupakan

sifat sporadic SKS. (6)

Penyakit Leigh (Ensefalomiopati nekrotikans Subakut)

Sekurangnya ada tiga penyebab penyakit Leigh yang diketahui ditentukan

secara genetik: defisiensi kompleks piruvat dihidrogenase, defisiensi

kompleks I, dan defisiensi kompleks IV pernafasan. Defek ini dapat muncul

secara sporadik atau diwariskan melalui transmisi resesif autosom, seperti

pada kasus defisiensi COX, atau pada kasus transmisi terjait X, seperti pada

defisiensi alfa PDH E. Sebagian besar penderita datang, selama masih bayi

dengan masalah menelan, makan, muntah muntah dan gagal tumbuh . Tanda

keterlibatan motorik dan kemampuan bicara dapat nyata, dan kejang

menyeluruh, lemah, hipotonia, ataksia, tremor, tanda piramidalis, dan

nistagmus merupakan temuan yang menonjol. Pernapasan sebentar dengan

disertai dengan suara napas desakan atau menangis tersedu sedu adalah khas

menunjukkan adanya disfungsi batang otak. Beberapa penderita menderita

oftalmoplegi eksterna, ptosis, atrofi optik, dan penurunan ketajaman

penglihatan. Hasil abnormal pada pemeriksaaan CT scan yang terdiri dari

daerah penipisan rendah simetris bilateral pada ganglia basalis pernah

ditemukan pada beberapa penderita. Perubahan patologis terdiri daeri daerah

nekrosis simetris setempat pada daerah thalamus, ganglia basalis, substansia

abu abu tegmental, daerah periventrikuler dan periaquaduktus batang otak

dan kolumna posterior medulla spinalis. Secara mikroskopik, lesi

spongiform memperlihatkan rongga kistik dengan kehilangan neuron,

demielinisasi, dan proliferasi vascular. Kadar laktat serum yang meningkat

merupakan tanda utama dari penyakit Leigh. Ramalan keseluruhan penyakit

Leigh adalah buruk, namun beberapa penderita mengalami periode remisi

yang lama(6)

Sindrom Reye

Ensefalopati ini disertai dengan degenerasi lemak visceral dan kelainan

dungsi mitokondria. (6)

31

Page 32: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

Sindrom Zellweger (Sindroma Serebrohepatorenal)

Kelainan jarang yang mematikan ini diwariskan sebagai ciri resesif autosom.

Kelainan ini mewakili prototype kelompok kelainan paroksismal yang

memiliki gejala, tanda dan kelainan biokimia yang tumpang tindih. Bayi

dengan sindrom Zellweger memiliki wajah disforik yang terdiri dari

penonjolan frontal dan fontanela anterior besar. Oksiput tampak tidak rata

dan telinga eksterna tidak normal. Palatum sangat lengkung, lipatan kulit

leher berlebihan, hipotonia berat dan arefleksia biasanya nyata. Pemeriksaan

mata menyingkap adanya gerakan nistagmoid, katarak bilateral dan atrofi

optik. Kejang kejang menyeluruh menjadi nyata pada awal kehidupan,

disertai dengan tanda keterlambatan perkembangan menyeluruh berat dan

kehilangan pendengaran bilateral yang berarti. Hepatomegali merupakan

temuan yang menonjol segera setelah lahir, sering disertai dengan riwayat

ikterus neonatorum yang lama. Penderita dengan sindroma Zellweger jarang

bertahan hidup hingga lebih dari 1 tahun. (6)

Ensefalopati Sindrom Imunodefisiensi Didapat (AIDS)

Ensefalopati merupakan manifestasi lazim dan tidak menguntungkan pada

bayi dan anak dengan infeksi virus imunodefisiensi manusia (HIV). Tanda

neurologis muncul pada penderita yang terinfeksi secara kongenital mungkin

muncul selama awal masa bayi dan mungkin tertunda hingga usia lima

tahun. Ensefalopati ini dapat mulai akut dengan perburukan yang berat,

namun pada beberapa kasus proses ini statis atau ditandai dengan

pemburukan terselubung yang membahayakan. Tanda utama ensefalopati

AIDS adalah henti pertumbuhan otak, bukti adanya keterlambatan

perkembangan dan evolusi tanda neurologis. (6)

Ensefalopati luka bakar

Ensefalopati ini berkembang pada berkisar 5%anak dengan luka bakar yang

berarti dan lama beberapa minggu pertama rawat inap. Tidak ada penyebab

tunggal ensefalopati luka bakar namun agaknya kombinasi beberapa faktor

yang meliputi anoksia (mengisap asap, ,keracunan karbon monoksida,

32

Page 33: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

laringospasme), kelainan elektrolit, bakteremia dan sepsis, thrombosis vena

korteks, luka kepala yang terjadi secara bersamaan, edema otak, reaksi obat,

dan distress emosi. Kejang merupakan manifestasi klinis ensefalopati luka

bakar yang paling lazim, namun tingkat kesadaran yang berubah, halusinasi,

dan koma dapat terjadi. Manajemen ensefalopati luka bakar diarahkan pada

pencarian sebab yang mendasari dan terapi hipoksemia, kejang, kelainan

elektrolit spesifik, atau edema otak. Prognosis untuk kesembuhan neurologis

total pada umumnya sangat baik, terutama jika kejang merupakan kelainan

primer(6)

Ensefalopati Hipertensif

Ensefalopati hipertensif adalah paling lazim disertai dengan penyakit ginjal

pada anak termasuk glomerulonefritis akut, pielonefritis kronik, dan

penyakit ginjal stadium akhir. Pada beberapa kasus, ensefalopati hipertensif

merupakan manifestasi awal penyakit ginjal yang mendasari. Hipertensi

sistemik yang mencolok menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah otak,

yang mengakibatkan permeabilitas vaskuler dan menimbulkan edema otak

perdarahan otak setempat. Mulainya dapat akut, dengan kejang dan koma

atau lebih lambat dengan sakit kepala, mengantuk dan lesu, mual dan

muntah, penglihatan kabur, kebutaan korteks sementara, dan hemipharesis.

Pemeriksaan dasar mata mungkin normal pada anak, tetapi papil edema dan

perdarahan retina dapat terjadi. Pengobatan diarahkan pada pemulihan

keadaan normotensif dan mengendalikan kejang dengan antikonvulsan yang

sesuai. (6)

E. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis ensefalopati adalah masing masing jenis ensefalopati (iskemik,

metabolik, toksik dan septik) selain itu ensefalopati juga harus dibedakan dengan:

1. Ensefalitis

2. Perdarahan intracranial

3. Edema serebri

33

Page 34: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

F. KOMLIKASI

Ensefalopati merupakan komplikasi dari beberapa keadaan yang mendasarinya

seperti iskemia, metabolic, toksik maupun septik. Keadaan yang bisa timbul bila

ensefalopati terjadi adalah ganguan perkembangan, bahkan hingga kematian.

34

Page 35: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

BAB III

KESIMPULAN

a. Ensefalopati adalah kelainan fungsi otak menyeluruh yang dapat akut atau kronik,

progresif atau statis.

b. Ensefalopati dapat disebabkan oleh toksik, metabolik, hipoksik-iskemik dan

infeksi.

c. Penatalaksanaan pada ensefalopati yang terutama adalah mengetahui penyebab

utama terjadinya ensefalopati, untuk kemudian memberikan substrat yang

mengalami defisiensi (misal oksigen, glokosa) dan menghilangkan substrat yang

berlebihan (misal ammonia, obat)

35

Page 36: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

DAFTAR PUSTAKA

1. Handel MV, Swaab H, De Vries LS, Jongmans MJ. Long term cognitive and

behavioral consequences of neonatal encephalopathy following perinatal

asphyxia: a review. European Journal Pediatric. 2007;166: 645-654.

2. Evans K, Rigby AS, Hamilton P, Titchner N, Hall DM. The relationship between

neonatal encephalopathy and cerebral palsy: a cohort study. J Obstet Gynaecol.

2001;21: 114–20.

3. Badawi N, Kurinczuk JJ, Keogh JM, Alessandri LM, O'Sullivan F, Burton PR, et

al. Intrapartum risk factors for newborn encephalopathy: the Western Australia

case–control study. Br Med J .1998;317: 1554–8.

4. Kurinczuk JJ, White-Koning M, Badawi N. Epidemiology of neonatal

encephalopathy and hypoksic ischemic encephalopathy. Early Human

Development. 2010;86: 329-338.

5. Benedeto-Stojanov D, Stojanov D. Minimal Hepatik Encephalopaty. In: Editor

Team Faculty of Medicine University of Nis Serbia. Miscellanea on

Encephalopaties—A Second Look. Europe: InTech. 2010.

6. DiCarlo JV, Frankel LR. Neurologic Stabilization. In: Behrman RE, Kliegman

RM, Jenson HB. (eds.) Nelson TextBook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia:

Saunders An Imprint of Elsevier Science. 2004.

7. Atri A, Milligan TA, Reddy KC, Kayser AS. Encephalopathy: Approch to

Diagnosis and Care. Neurology. 2008;12: 1-2.

8. Lewis SL. Encephalopaty dalam Emergency Neurology. USA: Spingerlink;

2012. p283-294.

9. Chandran L, Catalado R. Lead Poisoning: Basic and New Developments.

Pediatrics in Review. 2010;31(10):399-407.

10. Laish I, Ari ZB. Noncirrhotic hyperammonaemic encephalopathy. Journal of The

International Association for Study of The Liver. 2011; 1259-1270.

36

Page 37: Isi Referat Ensefalopati (Herlina Nindyastuti-fk Unsoed-g1a210120)

11. Tunkel AR, Glaser CA, Bloch KC, Sejvar JJ, Marra CM, Roose KL. et al. The

Management of Encephalitis: Clinical Practice Guidelines by the Infectious

Diseases Society of America. CID.2008;47(1): 303-327.

12. Kennedy PGE. Viral Encephalitis: Cause, Differential Diagnosis and

Management. Journal of Neurology Neurosurgery Psychiatry. 2004;75: i10-i15

13. Cotena S, Piazza O. Sepsis Associated Encephalopathy. Traditional Medicine.

2012;2(3): 20-27.

14. Papadopoulus MC, Cavies DC, Moss RF, Tighe D, Bennett ED. Encephalopathy.

Critical Care Medicine. 2000; 28(8): 3019-3024.

15. Olympio KPK, Goncalves C. Neurotoxicity and aggressiveness triggered by low

level lead in children: a review. Panam American Journal Public Health. 2009;

26(3): 266- 275.

16. Karii SK, Saper RB, Kales SN. Lead Encephalopathy Due to Traditional

Medicines. Curr Drug Saf. 2008;3(1): 54-59.

17. McCandless, D.W. Metabolic Encephalopathy. USA: Spinger Science. 2007.

18. Arya R, Gulati S, Deopujari S, Management of hepatik encephalopathy in

children. Postgraduation Medical Journal. 2010;86: 34-41.

19. Cash WJ, Mcconville P, Mcdermott E, Mccormick PA, Callender ME,

McDougal NI. Current concept in the assessment and treatment of Hepatik

Encephalopathy. Q J Med. 2010;103: 9-16.

20. Gowen CW. Assessment of the Mother, Fetus and Newborn. In: Kliegman RM,

Marcdante KJ, Jenson HB, Behrman RE. (eds.) Essential of Pediatrics. 5th ed.

Philadelphia: Saunders An Imprint of Elsevier Science. 2007.

37