i
IMPLEMENTASI STRATEGI TEMATIK INTEGRATIF KESEHATAN
(STIK) BERBANTUAN BUKU AJAR TEMATIK INTEGRATIF
KESEHATAN (BATIK) MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN BULELENG
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar sekaligus
memberikan pendidikan kesehatan kepada siswa sekolah dasar melalui strategi
tematik integratif kesehatan (STIK) berbantuan buku ajar tematik integratif
kesehatan (BATIK), yaitu buku ajar hasil pengembangan dengan
mengintegrasikan pendidikan kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ke dalam tema pembelajaran.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan eksperimen
randomized pretest-posttest control group design. Penelitian dilakukan pada dua
kelas dari sekolah yang berbeda. Satu kelas dari satu sekolah sebagai Kelompok
Kontrol dibelajarkan dengan Strategi Konvensional (SK) menggunakan Buku
Tematik Terpadu Kurikulum 2013 yang diterbitkan Kemdikbud, dan satu kelas
dari sekolah yang lainnya sebagai Kelompok Perlakuan dibelajarkan dengan
strategi tematik integratif kesehatan (STIK) menggunakan BATIK. Jumlah
sampel penelitian 55 orang terdiri atas 32 orang Kelompok Kontrol dan 23 orang
Kelompok Perlakuan. Data dianalisis dengan Multivariate Analysis of Variances
(Manova) pada taraf signifikansi 5%.
Hasil analisis menunjukkan bahwa STIK meningkatkan hasil belajar
pengetahuan tematik, pengetahuan PHBS, sikap PHBS, dan praktik PHBS secara
simultan lebih tinggi dibandingkan siswa yang dibelajarkan dengan strategi
konvensional (SK) dengan nilai F = 74,234 dan nilai p < 0,05.. Nilai Partial Eta
Squared (PES) 0,856, yang berarti bahwa strategi pembelajaran yang telah
diimplementasikan meningkatkan hasil belajar siswa 85,6 persen. Peningkatan
hasil belajar dengan STIK secara parsial lebih tinggi dibandingkan SK, berturut-
turut dari yang tertinggi ke yang terendah adalah pengetahuan PHBS 71,7 persen,
sikap PHBS 70,5 persen, pengetahuan tematik 16,6 persen; dan praktik PHBS
10,8 persen.
Simpulan dari penelitian ini adalah STIK meningkatkan pengetahuan tematik,
pengetahuan PHBS, sikap PHBS, dan praktik PHBS lebih tinggi dibandingkan
SK. Hasil penelitian ini menyarankan siswa SD penting diberikan pendidikan
kesehatan dengan cara diintegrasikan ke dalam tema pembelajaran menggunakan
STIK.
Kata Kunci: Strategi, integratif, kesehatan, sekolah dasar
ii
IMPLEMENTATION OF INTEGRATIVE HEALTH THEMATIC
STRATEGY (STIK) SUPPORTED THEMATIC INTEGRATIVE HEALTH
TEACHING TEXTBOOK (BATIK) INCREASING STUDENTS
LEARNING RESULT AT ELEMENTARY SCHOOL
IN BULELENG DISTRICT
ABSTRACT
This study aimed to improve learning outcomes at once providing health
education to elementary school students through integrative health thematic
strategies (STIK) supported by health integrative thematic textbooks (BATIK),
which are textbooks developed by integrating health education, especially related
to clean and healthy living behaviors (PHBS) into the theme of learning.
The research design used a randomized pretest-posttest control group design.
The study conducted in two classes from different schools. One class of one
school as a Control Group taught by Conventional Strategy (SK) using The 2013
Integrated Curriculum Thematic Book published by the Ministry of Education and
Culture, and one class from another school as a Treatment Group taught with an
Integrated Health thematic strategy (STIK) using BATIK. The sample size was 55
people consisting of 32 controls and 23 treatment groups. Data analyzed by
Multivariate Analysis of Variances (Manova) at 5% significance level.
The results of the analysis showed that STIK improved the result of thematic
learning, PHBS knowledge, PHBS attitude, and PHBS practice simultaneously
higher than students who taught by conventional strategy (SK) with value F =
74,234 and p value <0,05 . Partial Value Eta Squared (PES) 0.856, which means
that learning strategies that have been implemented improve student learning
outcomes 85.6 percent. Increased learning outcomes with STIK partially higher
than SK, respectively from highest to lowest was PHBS 71.7 percent, PHBS
attitude 70,5 percent, thematic knowledge 16,6 percent; and the practice of PHBS
10.8 percent.
The conclusions of this research were STIK increase thematic knowledge,
PHBS knowledge, PHBS attitude, and PHBS practice was higher than SK. The
results of this study suggest that important elementary students are given health
education by being integrated into the learning theme using STIK.
Keywords: Strategy, integrative, health, elementary school
iii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM …………………………………………………………. i
LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………………… ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ………………………………… iii
UCAPAN TERIMA KASIH ……………...………………………………… iv
ABSTRACT ………………………………………………………………… vii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………... ix
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….. xii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………... xiii
DAFTAR SINGKATAN …………………………………………………… xiv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………... xvi
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang Masalah …………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………….…………… 16
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………..………… 17
1.3.1 Tujuan umum ………………………………………… 17
1.3.2 Tujuan khusus ………………..……………………… 17
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………….… 18
1.4.1 Manfaat akademik …………………………………… 18
1.4.2 Manfaat praktis ……………………………………… 18
BAB II KAJIAN PUSTAKA …………………………………………… 19
2.1 Anak Usia Sekolah dasar ………………………………… 20
2.1.1 Karakteristik anak usia sekolah dasar ……………….. 20
2.1.2 Tugas perkembangan anak usia sekolah dasar ………. 21
2.1.3 Karakteristik anak usia sekolah dasar dan implikasinya
terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar
24
2.1.4 Anak usia sekolah dasar sebagai population of risk .…. 28
2.2 Strategi Pembelajaran ………………………………………. 31
2.2.1 Makna strategi ……………………………………...… 31
2.2.2 Makna pembelajaran ………………………………… 32
2.2.3 Makna strategi pembelajaran ………………………… 33
2.3 Pembelajaran Tematik sebagai Implementasi Kurikulum
Terpadu ……………………………………………………
35
2.3.1 Landasan pembelajaran tematik ……………….…… 38
2.3.2 Hakikat pembelajaran tematik ……………………… 40
2.3.3 Pengertian pembelajaran tematik …………………… 41
2.3.4 Karakteristik pembelajaran tematik ………………… 43
2.3.5 Tahap-tahap pembelajaran tematik ………………… 45
2.3.6.Model-model pembelajaran tematik ………………… 46
2.3.7 Pengembangan tema dalam pembelajaran tematik …. 47
2.4 Pembelajaran Konvensional …………………….………… 52
2.5 Strategi Tematik Integratif Kesehatan (STIK)……………. 55
2.5.1 Konsep strategi tematik integratif kesehatan (STIK) … 55
2.5.2 Langkah-langkah strategi tematik integratif kesehatan
iv
(STIK) ………………………………………………... 58
2.5.3 Teori-teori belajar yang mendukung pembelajaran
dengan strategi tematik integratif kesehatan (STIK) ….
60
2.6 Buku Ajar Tematik Integratif Kesehatan (BATIK) sebagai
Bahan Ajar …………………………………………………..
67
2.6.1 Bahan ajar …………………………………………….. 67
2.6.2 Buku ajar tematik integratif kesehatan (BATIK)
meningkatkan motivasi belajar siswa…………………
73
2.7 Promosi Kesehatan dan Perubahan Perilaku Kesehatan …… 78
2.7.1 Promosi kesehatan ……………………………………. 78
2.7.2 Perubahan perilaku kesehatan ………………………... 80
2.7.3 Perubahan dan indicator perilaku kesehatan …………. 90
2.7.4 Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ……………... 92
2.8 Hasil Belajar Siswa ………………………………………… 96
2.8.1 Pengertian hasil belajar siswa …………………….….. 96
2.8.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ……... 101
2.8.3 Pengaruh minat dan motivasi terhadap hasil belajar….. 102
2.8.4 Penilaian hasil belajar…………………………………. 107
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN …………………………………………………..
112
3.1 Kerangka Berpikir …………………………………………. 112
3.2 Konsep Penelitian ………………………………………….. 116
3.3 Hipotesis Penelitian ………………………………………… 116
BAB IV METODE PENELITIAN ………………………………………. 118
4.1 Rancangan Penelitian ………………………………………. 118
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………… 120
4.3 Populasi dan Sampel ………………………………………. 120
4.3.1 Populasi ……………………………………………… 120
4.3.2 Sampel ……………………………………………….. 122
4.3.3 Besar sampel ………………………………………… 123
4.3.4 Kriteria sampel ………………………………………. 124
4.4 Variabel Penelitian …………………………………………. 124
4.4.1 Identifikasi dan klasifikasi variabel …………………. 124
4.4.2 Hubungan antarvariabel ……………………………… 125
4.4.3 Definisi operasional variabel penelitian ……………… 126
4.5 Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ………… 130
4.5.1 Perangkat pembelajaran ……………………………… 130
4.5.2 Instrumen penelitian …………………………………. 132
4.6 Penilaian Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian 134
4.6.1 Penilaian dan uji coba perangkat pembelajaran ……… 134
4.6.2 Penilaian dan uji coba instrumen penelitian ………… 136
4.7 Hasil Penilaian dan Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan
Instrumen Penelitian ………………………………………...
140
4.7.1 Hasil penilaian perangkat pembelajaran BATIK dan
RPP ……………………………………………………
140
4.7.2 Hasil uji coba keterbacaan perangkat pembelajaran
BATIK ………………………………………………...
141
4.7.3 Hasil penilaian dan uji coba instrumen penelitian 141
v
4.8 Prosedur Penelitian ………………………………………… 142
4.8.1 Protokol penelitian …………………………………… 142
4.8.2 Tahap persiapan penelitian …………………………… 145
4.8.3 Pelaksanaan penelitian ……………………………….. 145
4.9 Alur Penelitian ……………………………………………... 149
4.10 Metode Analisis Data …………………….……………….. 150
4.10.1 Teknik analisis deskriptif ……….………………… 150
4.10.2 Teknik analisis multivariat ….…………………… 152
4.11 Etika Penelitian …………………………………………… 155
BAB V HASIL PENELITIAN ………………….………………………. 159
5.1 Karaktersitik Subjek Penelitian ….….……………………… 159
5.2 Hasil Belajar Siswa ………………………………………… 161
5.2.1 Perbedaan hasil belajar pengetahuan tematik siswa
setelah dibelajarkan dengan STIK dan SK ……………
162
5.2.2 Perbedaan hasil belajar pengetahuan PHBS setelah
dibelajarkan dengan STIK dan SK ……………………
163
5.2.3 Perbedaan hasil belajar sikap PHBS setelah
dibelajarkan dengan STIK dan SK ……………………
164
5.2.4 Perbedaan hasil belajar praktik PHBS setelah
dibelajarkan dengan STIK dan SK ……………………
164
5.2.5 Gain Score Ternormalisasi Hasil Belajar setelah
dibelajarkan dengan STIK dan SK ……………………
168
5.3 Hasil Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ………………. 169
5.3.1 Uji Asumsi ………………………………………….. 169
5.3.2 Uji hipotesis …………………………………………... 173
BAB VI PEMBAHASAN ……………………………………………….. 176
6.1 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar sebagai Subjek
Penelitian ……………………………………………………
176
6.2 Efek Perlakuan terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa 178
6.2.1 Efek perlakuan terhadap peningkatan hasil belajar
pengetahuan tematik siswa ……………………………
182
6.2.2 Efek perlakuan terhadap peningkatan pengetahuan
PHBS siswa …………………………………………...
185
6.2.3 Efek perlakuan terhadap peningkatan sikap PHBS
siswa …………………………………………………..
192
6.2.4 Efek perlakuan terhadap peningkatan praktik PHBS
siswa …………………………………………………..
195
6.3 Strategi Tematik Integratif Kesehatan (STIK) sebagai
Alternatif Strategi Pembelajaran di Sekolah Dasar …………
201
6.4 Kebaharuan Penelitian (Novelty) …………………………… 203
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN …………………………………… 204
7.1 Simpulan …………………………………………………… 204
7.2 Saran ……………….……………………………………….. 205
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 207
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
3.1 Konsep Penelitian …………………………………………………………. 112
4.1 Bagan Rancangan Penelitian……………………….………………………….... 114
4.2 Hubungan antarvariabel…………………………………………………… 122
4.3 Alur Penelitian ……………………………………………………………. 145
5.1 Rerata Skor Pretest dan Posttest Hasil Belajar Pengetahuan Tematik pada
Pembelajaran STIK dan SK ……………………………………………… 159
5.2 Rerata Skor Pretest dan Posttest Hasil Belajar Pengetahuan PHBS pada
Pembelajaran STIK dan SK ………………………………………………. 160
5.3 Rerata Skor Pretest dan Posttest Hasil Belajar Sikap PHBS pada
Pembelajaran STIK dan SK ……………………………………………… 161
5.4 Rerata Skor Pretest dan Posttest Hasil Belajar Praktik PHBS pada
Pembelajaran STIK dan SK ………………………………………………. 162
5.5 Rerata Gain score Ternormalisasi Hasil Belajar pada Pembelajaran STIK
dan SK …………………………………………………………………… 165
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Langkah-langkah Pembelajaran (Sintaks) dengan Strategi Konvensional
(SK)..……………………………………..……………………………...… 54
2.2 Langkah-langkah Pembelajaran (Sintaks) dengan Strategi Tematik
Integratif Kesehatan (STIK) ……………………………………………. 59
4.1 Instrumen Pengumpulan Data Penelitian ……………………………… 133
4.2 Kriteria Tingkat Kelayakan dan Revisi Perangkat Pembelajaran ……… 135
4.3 Matrik Uji Gregory ……………………………………………………. 137
4.4 Kriteria Validitas Konten ………………………………………………… 137
4.5 Langkah-langkah Pembelajaran (Sintaks) pada Pembelajaran dengan
Strategi Konvensional (SK) dan Strategi Tematik Integratif Kesehatan
(STIK) ………………..………………………………………………….... 147
4.6 Konversi Skor dan Predikat Hasil Belajar untuk Setiap Ranah (Sikap,
Pengetahuan, dan Keterampilan) ……………………………..………… 150
4.7 Pedoman Konversi Nilai Skala 100 ke Nilai Skala 4 ………………….. 151
4.8 Tabel Kriteria dan Kategori Gain Score ……………………………….. 152
5.1 Distribusi Hasil Belajar Pretest, Posttest dan Gain Score
Ternormalisasi pada pembelajaran dengan STIK dan SK ………………… 161
5.2 Kebersihan Diri dan Aktivitas Fisik …………………………………….. 166
5.3 Ringkasan Hasil Analisis Uji Normalitas Data Hasil Belajar ……….……. 170
5.4 Homogenitas Matriks Varians-Kovarians………………………………….. 171
5.5 Homogenitas Varian antara Strategi Pembelajaran untuk Data Hasil
Belajar……………………….……………………………………………. 171
5.6 Korelasi Antara Sesama Variabel Dependen …………………………… 172
5.7 Ringkasan Hasil Uji Multivariat ………………………………………… 173
5.8 Ringkasan Hasil Test of Between-Subject Effect ……………………... 174
5.9 Ringkasan Estimate Marginal Means Strategi Pembelajaran dan Hasil
Belajar ………………………………………………………………….. 175
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa
depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Oleh karena itu
pendidikan kesehatan sangat penting diberikan kepada anak sekolah agar
memiliki perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional disebutkan bahwa fungsi pendidikan nasional bukan hanya mentransfer
ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), namun juga membangun kesehatan atau
perilaku sehat peserta didik. Sementara itu, Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan telah mengamanatkan bahwa kesehatan sekolah
diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik
dalam lingkungan hidup yang sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh
dan berkembang secara harmonis dan setinggi-tingginya menjadi sumber daya
manusia yang berkualitas.
World Health Organization (WHO) juga telah mencanangkan konsep sekolah
sehat atau Health Promoting School (HPS), yang mana sekolah sehat harus
memiliki ciri utama memberikan pendidikan kesehatan sekolah melalui konten
kurikulum yang mampu meningkatkan sikap dan perilaku sehat peserta didik
(Health Service Executive, 2011). Berdasarkan konsep tersebut, Physical and
Health Education Canada (dalam Gleddie dkk., 2010) membuat program 4E
1
sebagai pengelompokan dalam program promosi kesehatan di sekolah, yaitu (1)
education, melibatkan proses belajar mengajar yang mendukung promosi
kesehatan, (2) environment, melibatkan semua aspek lingkungan sekolah untuk
promosi kesehatan di sekolah, (3) everyone, melibatkan seluruh warga sekolah
dan juga luar sekolah, dan (4) evidence, terdiri dari konsep kolaboratif dalam
mengidentifikasi tujuan, perencanaan tindakan dan mengumpulkan semua
informasi yang dapat mendukung keefektifan program promosi kesehatan.
Berdasarkan uraian tersebut WHO maupun Physical and Health Education
Canada menekankan pentingnya pendidikan kesehatan di sekolah.
Di Indonesia konsep pendidikan kesehatan di Sekolah Dasar (SD) masih
bertumpu pada program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) (Handayani dkk.,
2015). Perhatian komunitas sekolah maupun masyarakat terhadap upaya
kesehatan di sekolah masih rendah (Prasetyo, 2009). Peran sekolah dalam
menyelenggarakan program UKS masih terbatas dan perlu ditingkatkan, terutama
program pendidikan kesehatan (Pertiwi, 2012). Menurut WHO (Depkes, 2008a)
ciri utama sekolah yang melaksanakan UKS di antaranya adalah memberikan
pendidikan kesehatan dengan mengembangkan kurikulum termasuk mewujudkan
proses pembelajaran yang dapat menciptakan lingkungan psikososial yang sehat
bagi seluruh masyarakat sekolah.
Pendidikan kesehatan merupakan bentuk pelayanan kesehatan sesuai dengan
paradigma sehat. Paradigma yang mengarahkan pembangunan kesehatan untuk
lebih mengutamakan upaya-upaya promotif dan preventif, tanpa menyampingkan
upaya-upaya kuratif dan rehabilitatif (Soejoeti, 2009; Moeloek, 2015). Kesehatan
merupakan indikator yang sangat baik bagi keberhasilan akademik siswa (Dilley,
2009). Hubungan pendidikan dan kesehatan terkait erat. Hubungan ini
digambarkan bahwa siswa harus sehat untuk dididik, dan mereka harus dididik
agar tetap sehat (Allensworth dkk., 1995). Anak-anak memerlukan status
kesehatan yang optimal untuk bisa berkonsentrasi mengikuti pelajaran dengan
baik. Status kesehatan yang baik menunjang keberhasilan anak-anak dalam belajar
(Smith, 2003). Sekolah tidak dapat mencapai misi utama untuk mendidik siswa
untuk belajar seumur hidup (life long learning) dan berhasil dalam belajar, jika
siswa dan staf tidak sehat secara fisik, mental dan sosial (Michigan State Board of
Education, 2004). Sebaliknya, pendidikan merupakan salah satu unsur penting
dalam promosi kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan metode promosi
kesehatan yang lebih baik dibandingkan metode lainnya (Deutsch, 2000). Hasil
penelitian menunjukkan pendidikan kesehatan efektif membantu siswa yang lebih
baik dalam studi mereka (Schoener dkk., 1988). Pendidikan kesehatan merupakan
intervensi terhadap perilaku sebagai determinan kesehatan. Perilaku sehat
merupakan pilar utama mengingat dampak dari perilaku terhadap derajat
kesehatan cukup besar (30-35 persen terhadap derajat kesehatan). Perilaku
mempunyai tiga domain, yakni: pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan
praktik atau tindakan (practice). Pengetahuan dan sikap merupakan perilaku yang
masih tertutup (covert behavior), sedangkan praktik atau tindakan merupakan
perilaku yang sudah terbuka (overt behavior) (Depkes, 2008b).
Pendidikan kesehatan atau promosi kesehatan di sekolah belum menunjukkan
hasil yang menggembirakan. Sebagai buktinya dapat dilihat dari penyakit, status
gizi, dan perilaku sehat di kalangan anak usia sekolah. Masih banyak penyakit
yang diderita kanak-kanak (0-5 tahun) dapat muncul kembali pada masa sekolah
terutama di awal-awal masa sekolah (6-8 tahun) (Rosso dan Arlianti, 2009).
Status gizi anak sekolah juga buruk. Indonesia saat ini memasuki masalah gizi
ganda. Artinya, masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara
sudah muncul masalah gizi lebih (Sartika, 2011). Baik pada status gizi kurang
maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi (Almatsier, 2008). Berbagai
gangguan muncul di kalangan anak usia sekolah sebagai akibat masalah gizi
adalah kependekan, kekurusan, dan kegemukan. Dalam Riskesdas tahun 2010
(Kemenkes, 2010) dilaporkan prevalensi kependekan 35,6 persen, kekurusan 12,2
persen, dan kegemukan 9,2 persen. Sedangkan menurut Riskesdas 2013
dilaporkan kependekan 30,7 persen, kekurusan 11,2 persen, dan kegemukan 18,8
persen. Dari data tersebut terjadi peningkatan angka gemuk dan kegemukan
(obesitas) yang sangat tinggi dari 9,2 persen menjadi 18,8 persen atau naik
menjadi dua kali lipat.
Masalah gizi seperti kependekan, kekurusan, dan kegemukan sebagaimana
dikemukakan di atas berhubungan dengan asupan zat gizi. Status kesehatan dan
gizi adalah faktor penentu yang kuat akan kapasitas belajar dan seberapa baik
seorang anak berfungsi di sekolah (Rosso dan Arlianti, 2009). Status gizi anak
sekolah yang baik akan menghasilkan derajat kesehatan yang baik dan tingkat
kecerdasannya yang baik pula, demikian sebaliknya (Devi, 2012).
Perilaku sehat anak usia sekolah juga masih rendah. Tiga masalah yang
menjadi fokus utama ialah kebiasaan merokok pada usia sekolah, perilaku benar
dalam cuci tangan, dan konsumsi sayur dan buah. Terjadi peningkatan anak usia
sekolah mulai merokok. Menurut Riskesdas tahun 2007 (Depkes, 2008c),
prevalensi usia sekolah pertama kali merokok berturut-turut adalah 5 – 9 tahun 1,3
persen, 10 – 14 tahun 10,5 persen, dan 15 – 19 tahun 32,4 persen, meningkat
menjadi 5 – 9 tahun 1,7 persen, 10 – 14 tahun 17,5 persen, dan 15 – 19 tahun 43,3
persen pada Riskesdas 2010 (Kemenkes, 2010). Data proporsi penduduk umur
≥10 tahun berperilaku benar cuci tangan tergolong masih rendah, yaitu 23,2
persen pada tahun 2007 dan 47,0 persen pada tahun 2013 (Kemenkes, 2013). Dari
laporan Riskesdas tahun 2007 dan Riskesdas tahun 2013 ditemukan proporsi
kurang konsumsi sayur dan buah penduduk umur ≥ 10 tahun masing-masing 93,6
persen pada tahun 2007 dan 93,5 persen pada tahun 2013. Data tersebut
menunjukkan proporsi penduduk konsumsi sayur dan buah masih rendah.
Satu faktor penting lainnya yang tidak boleh diabaikan untuk mendukung
kecukupan energi bagi aktivitas anak di sekolah adalah sarapan. Sarapan
berhubungan dengan hasil pendidikan atau prestasi belajar anak (Basch, 2011a).
Ada keterkaitan antara sarapan dan fungsi kognitif (Rampersaud dkk., 2005).
Mereka yang sarapan dilaporkan menunjukkan prestasi kognitif yang lebih baik
dibandingkan yang melewatkan sarapan (Gross dkk., 2004; Rampersaud dkk.,
2005; Taras, 2005). Sarapan diketahui sebagai makanan yang paling penting
dalam menyediakan energi (Benitez, 2005), mencegah anak-anak dan remaja
kelebihan berat badan atau obesitas, memenuhi asupan energi harian, dan
meningkatkan fungsi kognitif (Vingerhoeds, 2015). Namun demikian, sarapan
adalah makanan yang paling sering diabaikan anak-anak dan remaja. Ada
kecenderungan perilaku meniadakan sarapan di kalangan anak dan remaja
(Rampersaud dkk., 2005; Matthys dkk., 2006). Terdapat beberapa alasan yang
menyebabkan siswa melewatkan sarapan, di antaranya kesulitan bangun di pagi
hari (Randler dan Frech, 2009), tidak lapar, tidak ada yang menyiapkan makanan,
tidak suka makanan yang disiapkan, makanan tidak ada, dan sebagainya
(Ozdogan, 2010). Bagi anak sekolah meninggalkan sarapan membawa dampak
yang kurang menguntungkan. Konsentrasi di kelas biasanya buyar karena tubuh
tidak memperoleh asupan gizi yang cukup. Sebagai gantinya siswa jajan di
sekolah, tetapi mutu dan keseimbangan gizi tidak seimbang (Khomsan, 2010).
Jajanan anak sekolah merupakan masalah yang perlu diperhatikan karena
makanan jajanan ini sangat berisiko terhadap cemaran biologis atau kimiawi yang
banyak mengganggu kesehatan, baik jangka pendek maupun jangka panjang
(Suci, 2009). Berdasarkan data Kejadian Luar Biasa (KLB) pada jajanan anak
sekolah tahun 2004-2006, kelompok siswa SD paling sering mengalami
keracunan pangan. Hasil survei BPOM tahun 2007 membuktikan bahwa 45
persen jajanan sekolah merupakan makanan jajanan yang berbahaya (BPOM RI,
2009), dan hasil pengujian yang dilakukan BPOM di seluruh Indonesia pada tahun
2010 menunjukkan bahwa 45,34 persen jajanan sekolah yang diuji tidak
memenuhi syarat (BPOM RI, 2011). Berdasarkan hasil survei BPOM pada tahun
2010 ditemukan 141 KLB, 15 persen disebabkan oleh PJAS (Pangan Jajanan
Anak Sekolah) dengan tingkat kejadian tertinggi (69 - 79 persen) terjadi di SD
(BPOM RI, 2011).
Perilaku tidak sehat anak usia sekolah lainnya adalah kurang aktivitas fisik.
Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan
gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktivitas fisik, seperti ke sekolah
dengan naik kendaraan dan kurangnya aktivitas bermain dengan teman serta
lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak bermain di luar rumah,
sehingga anak lebih senang bermain komputer/games, nonton TV atau video
dibanding melakukan aktivitas fisik (Kiess dkk., 2004). Kurang aktivitas fisik
menyebabkan kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk jaringan lemak
(Guow dkk., 2010). Perilaku kurang gerak (sedentary behavior) menimbulkan
efek negatif terhadap kesehatan (Ochoa dkk., 2007). Terdapat hubungan
bermakna antara sedentary behavior dengan obesitas (Duncan dkk., 2011;
Mushtaq dkk., 2011; Yu dkk., 2012). Ketidakaktifan fisik adalah salah satu
penyebab epidemi obesitas masa kecil di A.S. (Ogden dkk., 2012; Fakhouri dkk.,
2013) dan dapat berdampak negatif terhadap prestasi akademik dan faktor risiko
penyakit kardiovaskular anak usia SD (Juonala dkk., 2013; Haapala dkk., 2014;
Väistö dkk., 2014).
Berdasarkan uraian tersebut di atas diperoleh gambaran anak usia sekolah
merupakan kelompok berisiko (population at risk), yaitu kumpulan orang yang
memiliki kesamaan karaktersitik faktor risiko yang berpotensi untuk mengalami
penyakit dan masalah kesehatan (Clemen-Stone dkk., 2002). Faktor risiko ini
berimplikasi terhadap prestasi belajar anak sekolah. Setiap risiko kesehatan dapat
memengaruhi kesuksesan akademik. Semakin banyak risiko kesehatan yang
dimiliki siswa, semakin kecil kemungkinan mereka akan berhasil di sekolah.
Perbaikan faktor kesehatan dapat membantu meningkatkan prestasi akademik
(Sorhaindo dan Feinstein, 2006; Dilley, 2009).
Anak usia sekolah merupakan kelompok berisiko (at risk) terhadap kesehatan
sepanjang fase tumbuh kembang (Maurer dan Smith, 2005). Anak usia sekolah
merupakan kelompok usia yang kritis karena pada usia tersebut seorang anak
rentan terhadap masalah kesehatan. Selain rentan terhadap masalah kesehatan,
anak usia sekolah juga berada pada kondisi yang sangat peka terhadap stimulus
sehingga mudah dibimbing, diarahkan, dan ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang
baik, termasuk kebisaan untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Anak usia
sekolah mudah dimotivasi dan ditingkatkan kompetensinya meliputi aspek
pengetahuan, sikap, dan perilaku pada bidang kesehatan, sehingga dapat
berpotensi sebagai agen perubahan (agent of change) (Onyango-Ouma dkk.,
2005; Mikail, 2011). Sehubungan dengan itu pendidikan kesehatan sangat urgen
diberikan sedini mungkin sehingga perilaku hidup sehat menjadi norma hidup dan
budaya masyarakat. Pendidikan kesehatan dijalankan mulai dari SD sampai
sekolah lanjutan. Pelaksanaannya diutamakan di SD dikarenakan siswa SD
merupakan komunitas (kelompok) yang sangat besar, rentan terhadap berbagai
penyakit, dan merupakan dasar bagi pendidikan selanjutnya. Menurut Freud,
pakar psikologi perkembangan, masa sekolah (usia 6-12 tahun) sebagai periode
laten (latency) (Santrock, 2007), semua hal yang terjadi dan diperoleh pada
periode ini akan terus berlanjut hingga tahap perkembangan selanjutnya. Selain
itu pada jenjang SD anak memiliki kecenderungan belajar konkret,
integratif/holistik, dan hirarkis (Sukayati dan Wulandari, 2009).
Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran
sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai
sesuatu yang dibutuhkan akan membangkitkan perhatian dan juga motivasi untuk
mempelajarinya (Dimyati dan Mudjiono, 2009). Di sisi lain, kesehatan adalah hak
dasar manusia dan merupakan investasi sosial (WHO, 2009). Kesehatan sangat
penting bagi semua orang, termasuk anak didik. Siswa yang sehat adalah pelajar
yang lebih baik daripada mereka yang sakit (Basch, 2011b). Sehubungan dengan
hal itu pembelajaran kesehatan akan menarik dan memotivasi siswa untuk belajar,
dan pada muaranya akan berakibat terjadinya peningkatan hasil belajar.
Pendidikan kesehatan sangat penting bagi anak usia sekolah. Sekolah
berperan menjadi pintu masuk dari perubahan perilaku sehat. Hal ini dinyatakan
Achadi dkk. (2010) bahwa peran sekolah sangat penting dalam mengubah dan
memberikan pemahaman tentang perilaku hidup sehat. Lebih lanjut Arifin (2007)
menyatakan bahwa sekolah merupakan institusi yang terorganisir dengan baik dan
merupakan wadah pembentukan karakter (character building) dan media yang
mampu menanamkan pengertian dan kebiasaan hidup sehat (habit of healty life).
Siswa yang sehat belajar lebih baik. Intervensi kesehatan dapat berdampak positif
terhadap kesehatan siswa dan prestasi akademik (Dilley, 2009). Intervensi
kesehatan berbasis sekolah terbukti menimbulkan efek positif pada kesehatan.
Salah satunya dapat dilakukan melalui kurikulum dan pembelajaran yang
memromosikan kesehatan.
Sekolah memiliki peran penting dalam mengorganisasikan pendidikan
kesehatan di sekolah, termasuk mengupayakan bagaimana bentuk model dan
pengelolaan pendidikan kesehatan yang tepat dan sesuai untuk kebutuhan anak
didiknya. Salah satu negara yang telah menerapkan The Whole School Approach
dalam upaya mengembangkan suatu model pendidikan kesehatan di sekolah
adalah Inggris Raya (United Kingdom) (Brown, 2006). Di Inggris Raya, salah satu
syarat mendapatkan pengakuan sekolah sehat, adalah terselenggaranya pendidikan
kesehatan sebagai salah satu mata pelajaran di SD, yang dikenal sebagi Personal
Sosial and Health Education (PSHE) (Pertiwi, 2012). Di Indonesia saat ini,
pendidikan kesehatan di SD belum merupakan mata pelajaran. Akibat kenyataan
ini, siswa belum mendapatkan informasi yang memadai mengenai kesehatan yang
penting untuk membekali mereka sehingga memiliki perilaku hidup yang bersih
dan sehat.
Mulai tahun ajaran 2013/2014 pemerintah Indonesia memberlakukan
kurikulum 2013. Salah satu kekhasan kurikulum ini adalah diberlakukannya
pembelajaran tematik integratif dengan scientific approach (pendekatan ilmiah)
(Kemdikbud, 2013b). Kurikulum 2013 menggunakan modus pembelajaran
langsung (direct instructional) dan tidak langsung (indirect instructional).
Pembelajaran langsung menghasilkan hasil belajar pengetahuan dan keterampilan
yang disebut dengan dampak pembelajaran (instructional effect). Sedangkan
pembelajaran tidak langsung menghasilkan hasil belajar sikap yang disebut
dampak pengiring (nurturant effect).
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan pada bulan
Pebruari 2015 terkait implementasi Kurikulum 2013 di Kecamatan Buleleng
diperoleh sebagai berikut: (1) lima sekolah dasar ditetapkan untuk melaksanakan
Kurikulum 2013, yaitu SD Negeri 4 Kaliuntu, SD Negeri 4 Kampung Baru, SD
Negeri 4 Banyu Asri, SD Negeri 3 Banjar Jawa, dan SD Laboratorium Undiksha;
(2) kualifikasi guru adalah sarjana pendidikan (S1) dan sudah atau sedang
dipersiapkan untuk mengimplementasikan kurikulum 2013 melalui kegiatan
penataran atau pelatihan; (3) kegiatan UKS adalah penyuluhan kesehatan dan
dokter kecil; (4) analisis silabus dan buku teks yang digunakan di SD terdapat
beberapa materi kesehatan yang dibelajarkan dalam tema/subtema atau
bab/subbab, (5) semua tema/subtema berpeluang diintegrasikan pendidikan
kesehatan dengan menggunakan pembelajaran tematik-integratif, dan (6) dalam
praktik pembelajaran sehari-hari atau pembelajaran konvensional guru-guru
paling sering melaksanakan pembelajaran tematik mengikuti pendekatan ilmiah
dalam setting pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan salah
satu strategi pembelajaran yang sangat efektif dalam program pendidikan
kesehatan (Alberta Learning, 2002).
Strategi pembelajaran tematik integratif yang dianjurkan pada tingkat satuan
pendidikan SD (Rusman, 2012a) memberi peluang memasukan secara integratif
materi pendidikan kesehatan ke dalam tema pembelajaran. Inovasi berupa strategi
mengintegrasikan pendidikan kesehatan kedalam tema pembelajaran bermuatan
kesehatan selama ini belum pernah dilakukan dalam pembelajaran di SD.
Penelitian sejenis yang sudah pernah dilakukan terkait dengan pengintegrasian
muatan materi tertentu ke dalam pembelajaran di antaranya adalah (1)
Pengintegrasian pendidikan ketahanan pangan di SD. Hasil penelitian
menunjukkan pembelajaran pendidikan ketahanan pangan dengan model
terintegrasi (integrated learning) merupakan salah satu alternatif yang dapat
dipilih dalam rangka meningkatkan pemahaman siswa terhadap ketahanan pangan
(Nurlaela, 2006), (2) Pengintegrasian pendidikan seks ke dalam Kurikulum
Pendidikan Agama Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan seks
dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam dilakukan
dengan mengembangkan beberapa butir kompetensi dasar yang berpotensi
pendidikan seks. Misalnya, kompetensi dasar yang dikembangkan “Menghindari
Perilaku Tercela” dengan mengangkat tema “Dosa Besar”. Pengintegrasian
tersebut mengikuti pola pembelajaran terpadu (Faidah, 2010), (3)
Pengintegrasian pembelajaran kebencanaan alam bervisi Science Environment
Technology and Society (SETS) dalam pembelajaran IPA di SD dan SMP. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kebencanaan bervisi SETS dapat
meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru dan siswa mengenai konsep,
prinsip dan praktik penyelamatan diri jika terjadi bencana alam (Rusilowati
dkk., 2012), dan (4) Sugirin dkk., (2013) melakukan penelitian pengembangan
buku ajar model pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran
bahasa Inggris. Hasil penelitian menunjukkan nilai-nilai karakter dapat
diintegrasikan ke dalam pembelajaran bahasa Inggris di SMA. Sejalan dengan
gagasan penelitian tersebut, strategi mengintegrasikan pendidikan kesehatan ke
dalam pembelajaran berpeluang dilakukan dalam pembelajaran di SD. Strategi
ini selanjutnya disebut strategi tematik integratif kesehatan (STIK), yaitu
strategi pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk memperoleh
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk membuat keputusan
mengenai kesehatan, mencapai melek kesehatan, menerapkan perilaku
meningkatkan kesehatan, dan memromosikan kesehatan orang lain (Centers for
Disease Control and Prevention, 2013).
Dalam mengimplementasikan STIK perlu didukung bahan ajar. Sehubungan
dengan itu, dalam penelitian ini, sebelum STIK diimplementasikan dalam
pembelajaran terlebih dulu disusun bahan ajar melalui penelitian pengembangan.
Jadi, bahan ajar yang digunakan dalam STIK sudah selesai disusun, dan melalui
serangkaian pengujian dan uji coba telah dinyatakan layak digunakan dalam
pembelajaran. Bahan ajar yang digunakan dalam mengimplementasikan STIK
adalah buku ajar tematik integratif kesehatan (BATIK), yaitu buku ajar hasil
pengembangan Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 yang diterbitkan
Kemdikbud. Pengembangan yang dimaksud adalah pengintegrasian pendidikan
kesehatan ke dalam tema pembelajaran. Pengintegrasian menggunakan metode
insersi (sisipan) (Tayar, 1997; Sugirin dkk., 2013). Ada dua pola penyisipan,
yaitu secara eksplisit melalui subjudul “Ayo Lakukan Hidup Bersih dan Sehat”,
dan secara implisit diintegrasikan ke dalam teks/bacaan dan penggunaan lagu-
lagu anak bermuatan kesehatan. BATIK berisi teks uraian materi ajar bermuatan
kesehatan yang dilengkapi ilustrasi gambar serta desain layout yang dibuat
menarik. Dengan demikian BATIK merupakan bahan ajar sekaligus dapat
dipandang sebagai media gambar, sehingga BATIK menarik bagi siswa SD.
Ilustrasi gambar merupakan perangkat pengajaran yang dapat menarik minat
belajar siswa secara efektif (Sudjana, 2001). Siswa lebih memahami suatu konsep
jika pembelajaran disajikan tidak hanya dengan kata-kata tetapi dilengkapi dengan
gambar (Mayer, 2009). Demikian pula halnya dengan penggunaan lagu-lagu anak
bermuatan kesehatan berguna untuk menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan sehingga membangkitkan minat dan motivasi belajar siswa.
Sifat penyisipan pendidikan kesehatan ke dalam tema pembelajaran disajikan
secara halus, sehingga hampir tidak terasa/kentara, bahwa sesungguhnya siswa
telah mendapat pendidikan kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan PHBS.
STIK sebagai sebuah strategi mengintegrasikan pendidikan kesehatan melalui
metode insersi dilihat dari segi waktu pelaksanaannya, tidak terlalu memakan
banyak waktu. Dalam satu kali pembelajaran kurang lebih 5 - 8 menit. Namun
yang penting di sini, bagaimana guru dapat merencanakan persiapan pembelajaran
sebaik-baiknya, sebab di sini tujuan pokok pembelajaran tidak berubah, yaitu
pencapaian Kompetensi Dasar (KD) sebagaimana dituntut dalam silabus
(kurikulum), sedangkan pendidikan kesehatan hanya bersifat sisipan (insersi) saja.
Keunggulan inovasi pembelajaran STIK dengan bahan ajar BATIK adalah
siswa SD mendapatkan pendidikan kesehatan tanpa mengurangi kompetensi yang
harus dikuasai siswa sebagaimana tuntutan kurikulum dan tidak menambah beban
belajar siswa. Implementasi STIK memberikan pendidikan kesehatan sejatinya
adalah upaya promosi kesehatan yang bertujuan meningkatkan PHBS siswa.
Dalam penelitian ini BATIK dikembangkan berdasarkan KD, pemetaan KD dan
indikator pembelajaran, serta struktur penulisan sama dengan Buku Siswa SD/MI
kelas II yang diterbitkan Kemdikbud, yaitu Tema 7: Merawat Hewan dan
Tumbuhan.
Muatan pendidikan kesehatan yang diintegrasikan ke dalam pembelajaran
dipilih pesan-pesan kesehatan yang pokok dan mendasar sesuai kebutuhan siswa
tingkat SD/MI, dan disesuaikan dengan indikator PHBS pada tatanan institusi
pendidikan atau sekolah. Siswa akan belajar secara sungguh-sungguh hanya jika
kurikulum (dalam hal ini bahan ajar) itu cocok atau sesuai dengan kebutuhan
mereka (Drake, 2007). Alasan tersebut menjadikan BATIK sangat cocok
digunakan dalam pembelajaran di SD, terutama di SD kelas rendah. Keberhasilan
STIK memberikan pengalaman belajar tambahan pendidikan kesehatan dievaluasi
menggunakan indikator PHBS (tatanan sekolah).
Materi pendidikan kesehatan selain yang sudah disisipkan ke dalam BATIK,
untuk guru dibekali suplemen materi pendidikan kesehatan. Suplemen ini memuat
materi pendidikan kesehatan sedikit lebih mendalam dan komprehensif
dibandingkan yang telah disisipkan dalam BATIK. Dengan begitu, guru memiliki
wawasan pendidikan kesehatan yang cukup memadai sebagai bekal mengelola
pembelajaran dengan STIK berbantuan BATIK. Guru berperan penting dalam
penyampaian pendidikan kesehatan untuk memberdayakan siswa dengan
keterampilan hidup sehat (Cheng dan Wong, 2015).
Bertolak dari uraian di atas dipandang penting memberikan pendidikan
kesehatan lebih dini kepada anak didik untuk meningkatkan perilaku sehat peserta
didik melalui strategi tematik integratif kesehatan (STIK) berbantuan BATIK.
Bahan ajar BATIK dikembangkan melalui penelitian pengembangan hingga
BATIK dinyatakan layak untuk digunakan dalam pembelajaran. Jadi, yang
menjadi kebaruan (novelty) dalam penelitian ini adalah ditemukan STIK sebagai
strategi pembelajaran yang dapat memberikan pendidikan kesehatan dan dihasilkan
bahan ajar yang bermuatan kesehatan BATIK sebagai produk penelitian
pengembangan, di mana di dalamnya diintegrasikan muatan pendidikan kesehatan
ke dalam tema pembelajaran.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut.
1. Apakah pembelajaran menggunakan strategi tematik integratif kesehatan
(STIK) berbantuan BATIK meningkatkan hasil belajar pengetahuan tematik,
pengetahuan PHBS, sikap PHBS, praktik PHBS lebih tinggi dibandingkan
strategi konvensional (SK)?
2. Apakah pembelajaran menggunakan strategi tematik integratif kesehatan
(STIK) berbantuan BATIK meningkatkan hasil belajar pengetahuan tematik
lebih tinggi dibandingkan strategi konvensional (SK)?
3. Apakah pembelajaran menggunakan strategi tematik integratif kesehatan
(STIK) berbantuan BATIK meningkatkan pengetahuan PHBS lebih tinggi
dibandingkan strategi konvensional (SK)?
4. Apakah pembelajaran menggunakan strategi tematik integratif kesehatan
(STIK) berbantuan BATIK meningkatkan sikap PHBS lebih tinggi
dibandingkan strategi konvensional (SK)?
5. Apakah pembelajaran menggunakan strategi tematik integratif kesehatan
(STIK) berbantuan BATIK meningkatkan praktik PHBS lebih tinggi
dibandingkan strategi konvensional (SK)?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah membuktikan STIK dengan bantuan
BATIK meningkatkan hasil belajar dan memberikan pendidikan kesehatan
sehingga dapat meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat pada siswa SD.
1.3.2 Tujuan khusus
Secara lebih rinci, tujuan khusus penelitian ini adalah seperti berikut.
1. Membuktikan pembelajaran menggunakan strategi tematik integratif
kesehatan (STIK) berbantuan BATIK meningkatkan hasil belajar pengetahuan
tematik, pengetahuan PHBS, sikap PHBS, praktik PHBS lebih tinggi
dibandingkan strategi konvensional (SK).
2. Membuktikan pembelajaran menggunakan strategi tematik integratif
kesehatan (STIK) berbantuan BATIK meningkatkan hasil belajar pengetahuan
tematik lebih tinggi dibandingkan pembelajaran strategi konvensional (SK).
3. Membuktikan pembelajaran menggunakan strategi tematik integratif
kesehatan (STIK) berbantuan BATIK pengetahuan PHBS lebih tinggi
dibandingkan pembelajaran strategi konvensional (SK).
4. Membuktikan pembelajaran menggunakan strategi tematik integratif
kesehatan (STIK) berbantuan BATIK meningkatkan sikap PHBS lebih tinggi
dibandingkan pembelajaran strategi konvensional (SK).
5. Membuktikan pembelajaran menggunakan Strategi tematik integratif
kesehatan (STIK) berbantuan BATIK meningkatkan praktik PHBS lebih
tinggi dibandingkan pembelajaran strategi konvensional (SK).
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat akademik
Manfaat akademik penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Dihasilkan strategi pembelajaran yang secara teoritis dapat dijadikan acuan
dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada siswa SD yang dapat
meningkatkan hasil belajar dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
2. Dihasilkan buku ajar tematik integratif kesehatan (BATIK) yang secara
teoritis dapat dijadikan bahan ajar dalam memberikan pendidikan kesehatan di
SD.
1.4.2 Manfaat praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai berikut.
1. Dihasilkan siswa SD yang dapat berperan sebagai agen perubahan (agent of
change) dalam promosi kesehatan masyarakat.
2. Guru dapat menggunakan hasil penelitian ini dalam merancang pembelajaran
untuk mengintegrasikan pendidikan kesehatan.
3. Pihak Sekolah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian
Kesehatan dapat menggunakan hasil penelitian ini dalam pengambilan
kebijakan memberikan pendidikan kesehatan di SD.