15
Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : September 2020
HUBUNGAN PERSALINAN PREMATUR DENGAN
KEJADIAN ASFIKSIA DI RSUD JOMBANG
TAHUN 2019
Maria Magdalena Anabanu11, Istiadah Fatmawati21, Gempi Tri Sumbini22
123STIKES Husada Jombang
Email : [email protected]
ABSTRAK
Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang
dari 37 minggu (antara 20 – 37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500
gram. Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan persalinan prematur
dengan kejadian asfiksia di RSUD Jombang tahun 2019.
Desain penelitian yang digunakan adalah analitik korelasional dengan
pendekatan retrospectif. Populasi semua bayi dengan asfiksia sebanyak 41
responden. Sampel penelitian ini berjumlah 41 responden. Sampling yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan cara tehnik total sampling, variabel
independennya persalinan prematur dan variabel dependentnya kejadian asfiksia,
untuk mengetahui hubungan antara variabel digunakan uji korelasi Spearman
dengan instrumen menggunakan rekam medik.
Dari hasil penelitian lebih dari setengah responden dengan persalinan
sangat preterm sebanyak 25 responden (61%) dan hampir setengah responden
mengalami asfiksia ringan sebanyak 17 responden (41,5%). Dari analisa statistik
dengan menggunakan uji statistik Spearman sebesar 0.001, dengan peluang ralat
kesalahan sebesar 0.001 dimana ρ < α (0.05). Dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan persalinan prematur dengan kejadian
asfiksia.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah yaitu dengan cara
mengunjungi dokter dan bidan sejak awal diketahui hamil dapat mengurangi
risiko kelahiran prematur. Pemeriksaan ke dokter obgyn bisa membantu
mencegah kelahiran prematur sehingga nantinya bayi yang dilahirkan ibu tidak
mengalami asfiksia.
Kata kunci : Persalinan Prematur, Asfiksia
PENDAHULUAN
Usia kehamilan merupakan salah satu
faktor penting bagi kelangsungan
hidup janin dan kualitas hidupnya.
Umumnya kehamilan disebut cukup
bulan bila berlangsung selama 37-42
minggu. Disebut kelahiran preterm
apabila bayi lahir sebelum 37 minggu
kehamilan dan disebut kelahiran
postterm apabila bayi lahir setelah 42
minggu kehamilan (Damanik, 2010).
Persalinan prematur adalah persalinan
sebelum kehamilan memasuki pekan
ke-37 atau ke-38. Persalinan prematur
meningkatkan kemungkinan
komplikasi medis bagi bayi, terutama
16
Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : September 2020
masalah pernafasan. Asfiksia bayi
baru lahir didefinisikan sebagai
kegagalan untuk memulai bernafas
secara teratur setelah dilahirkan.
Asfiksia bayi baru lahir adalah
emergensi neonatal yang akan
mengarah pada hipoksia (kekurangan
suplay oksigen ke otak dan jaringan).
Kejadian asfiksia sesuai dengan nilai
APGAR yaitu asfiksia ringan (7-10),
asfiksia sedang (4-6) dan asfiksia
berat (0-3). (Mochtar, 2010).
Menurut laporan World Health
Organization (WHO) tahun 2017,
setiap tahun kematian bayi baru lahir
dan neonatal di dunia mencapai 37%
dari semua kematian pada anak balita.
Setiap hari 8000 bayi baru lahir di
dunia meninggal dari penyebab yang
tidak dapat dicegah. Mayoritas dari
semua kematian bayi sekitar 75%
terjadi pada minggu pertama
kehidupan dan 25% sampai 45%
kematian tersebut terjadi dalam 24
jam pertama kehidupan
seorang bayi. Penyebab utama
kematian bayi baru lahir di dunia
antara lain BBLR 29%, sepsis dan
pneumonia 25% dan asfiksia 23%.
Asfiksia menempati penyebab
kematian bayi ke 3 di dunia dalam
periode awal kehidupan. (WHO,
2018). Di Indonesia angka kejadian
kehamilan lewat waktu kira-kira 10%,
bervariasi antara 10,4 – 12 % apabila
diambil batas waktu 42 minggu dan
3,4 – 4 % apabila diambil batas waktu
43 minggu. Istilah lewat bulan (post
date) digunakan karena tidak
menyatakan secara langsung
pemahaman mengenai lama
kehamilan dan maturitas janin.
Kematian BBL di Indonesia terutama
disebabkan oleh prematur (32%),
asfiksia (30%), infeksi (22%),
kelainan kongenital (7%), lain-lain
(9%). (Depkes RI, 2018). Di Jawa
Timur (sumber BPS Jatim) pada
tahun 2018 AKB 23 per 1.000
kelahiran hidup angka dari BPS Prov.
AKB Jatim sampai dengan tahun
2015 masih di atas target MDG’s.
(Profil Kesehatan Jatim, 2017).
Kesepakatan global Millennium
Development Goals (MDGs)
menargetkan AKI di Indonesia tahun
2015 dapat diturunkan menjadi 102
per 100.000 kelahiran hidup, karena
tidak mencapai target maka pada 25
September 2015 di Markas Besar
PBB, para pemimpin 193 negara
anggota PBB mengadopsi Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
sebagai agenda pembangunan global
17
Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : September 2020
yang baru untuk periode 2016-2030.
PBB kini menetapkan target
mengurangi angka kematian ibu
global hingga kurang dari 70 per 100
ribu kelahiran pada 2030. (WHO,
2017). Angka kematian bayi di
Jombang pada tahun 2018 sebanyak
205 bayi dari 19.815 kelahiran hidup,
atau dengan kata lain angka kematian
bayi sebesar 10,35/1.000 kelahiran
hidup (Profil Kesehatan Kabupaten
Jombang, 2018).
Potensi kelahiran prematur pada
ibu hamil bisa meningkat karena
beberapa faktor yang meningkatkan
risiko kelahiran prematur seperti
sering merokok baik sebelum maupun
saat hamil, kekurangan atau kelebihan
berat badan sebelum hamil, persiapan
kehamilan yang kurang baik atau
kurang nutrisi, gangguan kesehatan
seperti tekanan darah tinggi dan
diabetes, mengonsumsi alkohol atau
menggunakan narkoba selama masa
kehamilan, mengandung bayi kembar
dua, tiga, atau kelipatannya, jeda
kehamilan yang sangat singkat dari
kehamilan sebelumnya, pernah
melahirkan prematur, keguguran, atau
melakukan aborsi, stres akibat banyak
pikiran, memiliki masalah pada
rahim, serviks, atau plasenta,
mengalami infeksi cairan ketuban
atau sistem reproduksi dan kehamilan
melalui vitro fertilization (pembuahan
di luar rahim). Gejala-gejala bayi
lahir secara prematur bisa dirasakan
oleh sang ibu. Bayi prematur
mempunyai risiko komplikasi
penyakit lebih besar dibanding
dengan bayi normal. Berdasarkan
dampaknya pada bayi, komplikasi
terdiri dari dua jenis, yaitu :
komplikasi jangka panjang adalah
lumpuh otak (gangguan gerak, bentuk
otot, dan postur badan), gangguan
keterampilan kognitif, gangguan
penglihatan, gangguan pendengaran,
masalah pada gigi, gangguan
psikologis, sampai yang paling parah
adalah sindrom kematian bayi
mendadak. Komplikasi jangka pendek
adalah bayi prematur yang mengalami
sejumlah gangguan pada organ tubuh
seperti jantung, otak, darah, serta
gangguan sistem pernapasan, sistem
pencernaan, sistem metabolisme,
kekebalan tubuh, dan kesulitan
mengendalikan suhu tubuh. Bayi
prematur juga berpotensi mengalami
penyakit kuning karena organ hati
yang belum matang. (Prawirohardjo,
2014; 56)
18
Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : September 2020
Penanganan pada kelahiran
prematur dibagi dua, yaitu
penanganan sebelum bayi lahir dan
penanganan setelah bayi lahir. Jika
pasien mengalami kontraksi terjadi
lebih awal saat hendak melahirkan,
dokter akan memberikan obat
(biasanya jenis tokolitik) untuk
menghentikan kontraksi dan
meredakan rasa sakit yang dirasakan.
Dokter juga akan memberikan
suntikan steroid untuk mengurangi
risiko komplikasi pada bayi yang
lahir prematur. Jika upaya
penanganan dini ini sudah dilakukan
tapi kelahiran prematur tak
terhindarkan, dokter akan
memberikan penanganan khusus
terhadap bayi prematur yang baru
lahir di ruangan neonatal intensive
care unit rumah sakit (NICU) selama
jangka waktu tertentu. Untuk
menyempurnakan perawatan terhadap
bayi yang lahir prematur, umumnya
dokter akan memberikan rancangan
pedoman perawatan dan kontrol
kesehatan di rumah sampai kondisi
sang bayi benar-benar sehat, terbebas
dari penyakit, bisa tumbuh normal,
dan berkembang dengan baik. Untuk
menangani bayi di rumah sakit
dengan pemberian oksigen seminimal
mungkin dan kecukupannya dipantau
dengan pemasangan alat "Pulse
Oxymetry" di daerah tangan atau kaki.
Kadar oksigen dipertahankan dalam
batas aman antara 88-92%, sehingga
komplikasi negatif diharapkan tidak
terjadi. Pada umur kehamilan 34
minggu atau umur kronologis / aktual
2-4 minggu, bayi akan
dikonsultasikan ke bagian mata untuk
deteksi dini ROP (Retinopathy of
prematurity). Jika ditemukan
masalah, dokter mata akan
melanjutkan pemantauan tiap 1-2
minggu sekali, sampai retina bayi
menjadi matur. Pembuluh darah di
otak bayi yang prematur ekstrim
(yaitu pada masa kehamilan < 28
minggu atau BBL < 1000 gr)
sangatlah rapuh dan dapat pecah
secara spontan, untuk bayi-bayi ini,
akan dilakukan skrining USG kepala
antara usia 3-7 hari, jika ada kelainan,
pemeriksaan ulang dilakukan tiap 1-2
minggu sekali. Ketidak matangan
otak, membuat bayi "lupa" untuk
bernapas. Jika berulang dan
berlangsung > 20 detik, disebut
dengan Apnea of prematurity. Bayi
akan diberikan obat untuk
merangsang pusat pernapasannya
seperti caffein atau aminophylline,
19
Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : September 2020
kadang diperlukan juga alat bantu
napas seperti NCPAP atau High flow
nasal canule untuk menjaga supaya
bayi tetap bernapas (Prawirohardjo,
2014; 60)
Dari fenomena di atas tersebut
maka perlu diteliti lebih lanjut tentang
Hubungan Persalinan Prematur
Dengan Kejadian Asfiksia di RSUD
Jombang tahun 2019.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah obser-
vasi non eksperimen dengan ran-cang
bangun korelasional atau survey
analitik. Pendekatan yang digunakan
adalah retrospectif yaitu :
mempelajari dinamika korelasi
dengan cara pendekatan, observasi
atau pengumpulan data dimana
variabel independentnya diukur
waktu lampau dan dependentanya
diukur saat ini (Notoadmodjo, 2011).
Penelitian ini tidak ada kon-trol dan
tidak ada internal validitas dan
hasilnya berupa observasi.
Variabel independen adalah
merupakan variabel yang mem-
pengaruhi atau yang sebab peru-
bahannya atau timbulnya variabel
dependen (terikat) (Sugiono, 2011).
Variabel independen (X) dalam
penelitian ini bukan sebagai vari-abel
murni akan tetapi berdiri sebagai
perlakuan yaitu persalinan prematur
Variabel dependen adalah vari-
abel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya
variabel bebas (Sugiono, 2011).
Variabel dependen (Y) dalam
penelitian ini adalah kejadian asfik-
sia
Analisis data yang digunakan
untuk menguji perbedaan antara
kedua variabel tersebut adalah
menggunakan uji Chi-Square
Populasi dalam penelitian ini
adalah semua bayi dengan asfiksia di
RSUD Jombang pada bulan Januari
s/d Mei 2019 sebanyak 41 responden
Sampel yang diambil adalah
semua bayi dengan asfiksia di RSUD
Jombang pada bulan Januari s/d Mei
2019 sebanyak 41 responden
Penelitian ini dilakukan di RSUD
Jombang dan dilaksanakan pada
bulan Juni 2019.
Instrument pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah lembar
tabulasi, menggunakan buku rekam
medik.
20
Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : September 2020
HASIL PENELITIAN
Distribusi responden berdasarkan
persalinan prematur di RSUD
Jombang
Berdasarkan diagram,
menunjukkan bahwa dari 41 ibu
bersalin lebih dari setengah responden
dengan persalinan sangat preterm
sebanyak 25 responden (61%) dan
sebagian kecil responden dengan
persalinan preterm sebanyak 6
responden (14,6%).
Distribusi responden berdasarkan
kejadian asfiksia di RSUD
Jombang
Berdasarkan diagram,
menunjukkan bahwa dari 41 ibu
bersalin hampir setengah responden
mengalami asfiksia ringan sebanyak
18 responden (43,9%) dan sebagian
kecil responden mengalami asfiksia
berat sebanyak 10 responden (24,4%).
Tabulasi silang antara persalinan
prematur dengan kejadian asfiksia
di RSUD Jombang
Persalinan
prematur
Kejadian asfiksia Total
Ringan Sedang Berat
F % F % F % F %
Persalinan
preterm
3 50 2 33,3 1 16,7 6 100
Persalinan
sangat
preterm
15 60 8 32 2 8 25 100
Persalinan
ekstrem
preterm
0 0 3 30 7 70 10 100
Total 18 43,9 13 31,7 10 24,4 41 100
Berdasarkan tabel, menunjukkan
bahwa dari 6 responden dengan
kehamilan preterm cenderung
mengalami asfiksia ringan sebanyak 3
responden (50%), 25 responden
dengan persalinan sangat preterm
cenderung mengalami asfiksia ringan
sebanyak 15 responden (60%) dan 10
responden dengan persalinan ekstrem
preterm cenderung mengalami
asfiksia berat sebanyak 7 responden
(70%).
Analisa Data Usia Kehamilan
Dengan Kejadian Bayi Asfiksia
Nilai
Korelas
i
-
valu
e
Keteranga
n
0,490 0,001 0,0
5 H0 ditolak
Persalinan
preterm, 6
Persalinan
sangat prete…
Persalinan
ekstrem …
Asfiksia
ringan, 18
Asfiksia
sedang, 13
Asfiksia
berat, 10
21
Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : September 2020
Dari hasil uji statistik dapat dilihat
p value = 0,001 dimana p value < α
(0,05). Dari hasil hitung p value =
0,001 < α = 0,05 maka H1 diterima,
sehingga dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan persalinan prematur
dengan kejadian asfiksia di RSUD
Jombang tahun 2019
Kemudian untuk mengetahui
interpretasi hubungan adalah dengan
membandingkan antara hasil nilai
korelasi Spearman Rank dengan tabel
interpretasi terhadap koefisien
korelasi (Dahlan, 2012). Nilai
korelasi Spearman Rank 0,490
menurut tabel interpretasi adalah
termasuk dalam rentang antara 0,400
– 0,599 yaitu interpretasi sedang.
PEMBAHASAN
Persalinan Prematur
Berdasarkan diagram, menunjukkan
bahwa dari 41 ibu bersalin lebih dari
setengah responden dengan
persalinan sangat preterm sebanyak
25 responden (61%) dan sebagian
kecil responden dengan persalinan
preterm sebanyak 6 responden
(14,6%).
Hasil penelitian di atas
menunjukkan bahwa terdapat
kesesuaian antara teori dan kasus. Hal
ini dapat diuraikan pada teori yang
menyampaikan bahwa umur di bawah
20 tahun dan di atas 35 tahun
merupakan usia yang dianggap resiko
dalam masa kehamilan. Kehamilan
usia kurang dari 20 tahun panggul dan
rahim masih kecil dan alat reproduksi
yang belum matang. Pada usia di atas
35 tahun, kematangan organ
reproduksi mengalami penurunan
dibandingkan pada saat umur 20-35
tahun. Hal ini dapat mengakibatkan
timbulnya masalah – masalah
kesehatan pada saat persalinan dan
beresiko terjadinya cacat bawaan
janin serta BBLR. Pada kasus yang
sudah diteliti menunjukkan bahwa
jumlah usia ibu < 20 tahun sebanyak
2 orang (4,9%), usia 20-35 tahun
sebanyak 28 orang (68,3%) dan usia
> 35 tahun sebanyak 11 orang
(26,8%), dari ketiga kriteria umur
responden terdapat lebih dari
setengah responden dengan
persalinan sangat preterm sebanyak
25 responden (61%) dan sebagian
kecil responden dengan persalinan
preterm sebanyak 6 responden
(14,6%).. Hasil penelitian uraian di
atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
usia responden dapat menunjukkan
kesesuaian yang dapat mempengaruhi
22
Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : September 2020
kehamilan. Hal ini karena wanita
yang dinikahkan pada usia terlalu
muda, misal umur 13-15 tahun maka
perkembangan rongga panggul belum
maksimal. Perkembangan rongga
panggul baru maksimal setelah titik
pertumbuhan tinggi badan telah
terhenti (antara 18 s/d 22 tahun).
Akibatnya kehamilan pada usia muda
akan lebih berisiko dengan penyulit
pada waktu persalinan, bayi yang
akan lahir nantinya lebih sulit
melewati diameter rongga panggul
ibu yang belum maksimal. Usia
terlalu tua pada kehamilan juga
berisiko dengan penyulit pada saat
persalinan, seperti pendarahan. Selain
itu faktor penyebab persalinan
prematur yaitu faktor Iatrogenik
(indikasi medis pada ibu/ janin),
faktor maternal (umur, paritas,
trauma, riwayat prematur
sebelumnya, plasenta previa,
inkompetensi serviks, infeksi intra-
amnion, hidramnion, hipertensi,
malnutrisi), faktor Janin (gemelli,
janin mati, kelainan kongenital) dan
faktor perilaku (merokok, minum
alkohol). (Sujiyatini, 2014)
Untuk mencegah kehamilan
preterm diharapkan penyuluhan dan
konseling oleh tenaga kesehatan
kepada ibu hamil terutama ibu hamil
dengan usia kehamilan berisiko,
paritas primipara atau grande
multipara, memiliki riwayat
persalinan preterm sebelumnya, ibu
hamil dengan komplikasi kehamilan,
serta ibu hamil dengan tingkat
pendidikan rendah agar melakukan
kunjungan antenatal care sesuai
program pemerintah agar kelainan
ataupun komplikasi dalam kehamilan
dapat terdeteksi lebih awal. Langkah
pencegahan utama kelahiran prematur
adalah dengan menjaga kesehatan,
sebelum dan selama masa kehamilan.
Upaya ini dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu lakukan
pemeriksaan kehamilan secara rutin,
menjalani diet sehat sebelum hamil,
hindari paparan bahan kimia dan
substansi berbahaya, konsumsi
suplemen kalsium,
mempertimbangkan jarak kehamilan
dan menggunakan pesarium (cervical
pessary)
Kejadian Asfiksia
Berdasarkan diagram, menunjukkan
bahwa dari 41 ibu bersalin hampir
setengah responden mengalami
asfiksia ringan sebanyak 18
responden (43,9%) dan sebagian kecil
23
Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : September 2020
responden mengalami asfiksia berat
sebanyak 10 responden (24,4%).
Berdasarkan hasil penelitian
gambaran kejadian asfiksia pada bayi
baru lahir yang tidak mengalami
asfiksia sebanyak 1 bayi, asfiksia
ringan sebanyak 17 bayi, asfiksia
sedang sebanyak 13 bayi dan asfiksia
berat sebanyak 10 bayi. Faktor
terjadinya asfiksia di RSUD Jombang
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
lama persalinan, berat badan lahir
rendah (BBLR), lilitan tali pusat, bayi
kembar (gemelli), usia kehamilan
(premature dan postmature), kelainan
presentasi dan kelainan kongenital.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
teori tentang penyebab terjadinya
asfiksia karena faktor-faktor yang
dapat menyebabkan asfiksia bayi baru
lahir seperti tingkat pendidikan
rendah, jenis persalinan dengan
komplikasi, persalinan lama, usia
kehamilan terlalu muda, berat badan
lahir rendah, kehamilan ganda, dll.
Hal tersebut sangat berpengaruh
terhadap terjadinya asfiksia pada bayi
baru lahir. Selain itu ketuban pecah
dini dapat mempengaruhi asfiksia
karena terjadinya oligohidramnion
yang menekan tali pusat sehingga tali
pusat mengalami penyempitan dan
aliran darah yang membawa oksigen
ibu ke bayi terhambat sehingga
menimbulkan asfiksia atau hipoksia.
Terdapat hubungan antara terjadinya
gawat janin dan derajat
oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban janin semakin gawat kondisi
janin. Penyebab asfiksia dapat dilihat
melalui beberapa faktor risiko, yaitu
faktor ibu, janin, dan faktor plasenta.
Faktor ibu diantaranya adalah air
ketuban ibu yang beresiko seperti
ketuban pecah dini, oligohidramnion,
polihidramnion dan air ketuban yang
bercampur darah dan mekonium juga
menjadi faktor risiko terjadinya
asfiksia pada bayi (Kosim, 2014).
Komplikasi yang muncul pada
asfiksia neonatus antara lain : Edema
otak & Perdarahan otak, anuria atau
oliguria, kejang dan koma.
Komplikasi pada berbagai organ
yakni meliputi : otak, jantung dan
paru, gastrointestinal, ginjal dan
hematologi. Pencegahan yang
komprehensif dimulai dari masa
kehamilan, persalinan dan beberapa
saat setelah persalinan. Pencegahan
berupa : Melakukan pemeriksaan
antenatal rutin minimal 4 kali
kunjungan, Melakukan rujukan ke
fasilitas pelayanan kesehatan yang
24
Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : September 2020
lebih lengkap pada kehamilan yang
diduga berisiko bayinya lahir dengan
asfiksia. Memberikan terapi
kortikosteroid antenatal untuk
persalinan pada usia kehamilan
kurang dari 37 minggu. Melakukan
pemantauan yang baik terhadap
kesejahteraan janin dan deteksi dini
terhadap tanda-tanda asfiksia fetal
selama persalinan dengan
kardiotokografi. Meningkatkan
ketrampilan tenaga obstetri dalam
penanganan asfiksia di masing-
masing tingkat pelayanan kesehatan.
Meningkatkan kerjasama tenaga
obstetri dalam pemantauan dan
penanganan persalinan serta
melakukan Perawatan Neonatal
Esensial yang terdiri dari : Persalinan
yang bersih dan aman, Stabilisasi
suhu, Inisiasi pernapasan spontan,
Inisiasi menyusu dini dan Pencegahan
infeksi serta pemberian imunisasi.
Hubungan Persalinan Prematur
Dengan Kejadian Asfiksia
Berdasarkan tabel , menunjukkan
bahwa dari 6 responden dengan
kehamilan preterm cenderung
mengalami asfiksia ringan sebanyak 3
responden (50%), 25 responden
dengan persalinan sangat preterm
cenderung mengalami asfiksia ringan
sebanyak 15 responden (60%) dan 10
responden dengan persalinan ekstrem
preterm cenderung mengalami
asfiksia berat sebanyak 7 responden
(70%).. Dari hasil uji statistik dapat
dilihat p value = 0,001 dimana p
value < α (0,05). Dari hasil hitung p
value = 0,001 < α = 0,05 maka H1
diterima, sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan persalinan
prematur dengan kejadian asfiksia di
RSUD Jombang tahun 2019.
Kemudian untuk mengetahui
interpretasi hubungan adalah dengan
membandingkan antara hasil nilai
korelasi Spearman Rank dengan tabel
interpretasi terhadap koefisien
korelasi (Dahlan, 2012). Nilai
korelasi Spearman Rank 0,490
menurut tabel interpretasi adalah
termasuk dalam rentang antara 0,400
– 0,599 yaitu interpretasi sedang.
Hasil penelitian yang disebutkan
diatas menunjukkan adanya
kesesuaiaan antara teori dan kasus di
lapangan. Hal ini dapat diuraikan
bahwa hampir seluruh responden
yang melahirkan bayi asfiksia adalah
melahirkan dengan usia kehamilan
preterm. Selain itu pada kehamilan
aterm dan terjadi asfiksia ini
disebabkan banyak faktor yang dapat
25
Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : September 2020
mempengaruhi asfiksia seperti adanya
kelainan pada janin itu sendiri,
penyakit yang diderita oleh ibu yaitu
usia kehamilan, pre eklampsia,
perdarahan, partus lama, demam.
Dengan lahirnya bayi asfiksia maka
sangat mempengaruhi psikologis ibu
post partum. Selain itu perawatan
bayi dengan asfiksia membutuhkan
dana yang cukup banyak dan
kemungkinan kecacatan hingga
kematian cukup tinggi. Dari
penelitian yang sudah dilakukan
dengan dilakukan hasil uji statistik
dengan mengetahui uji Spearman
Rank pada usia kehamilan dengan
kejadian asfiksia didapatkan nilai
0,001 dengan tingkat kemaknaan α <
0,001 ini berarti dapat ditarik
kesimpulan bahwa H0 ditolak, H1
diterima yang berarti ada hubungan
persalinan prematur dengan kejadian
asfiksia.
Untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas pada kelahiran prematur
diperlukan tindakan resusitasi dengan
menggunakan peralatan resusitasi
dengan benar pada bayi baru lahir.
Pada bayi prematur mempunyai
beberapa karakteristik yang menjadi
tantangan dalam resusitasi neonatus.
Beberapa karakteristik tersebut adalah
terdapat kekurangan surfaktan pada
paru-paru sehingga menimbulkan
kesulitan pada saat membran
ventilasi, kulit yang tipis dan
kurangya jaringan lemak kulit
sehingga memudahkan bayi
kehilangan panas, bayi seringkali
lahir disertai infeksi serta pembuluh
darah otak sangat rapuh sehingga
mudah menyebabkan perdarahan pada
keadaan stress. Sehingga perawat,
bidan dan dokter disarankan untuk
melakukan upaya pencegahan
terjadinya asfiksia khususnya pada
bayi lahir prematur dengan cara
memberikan konseling dan dukungan
kepada ibu untuk menyusui bayinya
8-12 kali/hari dalam beberapa hari
pertama kehidupannya serta
meningkatkan kewaspadaan terhadap
faktor risiko terjadinya asfiksia
dengan pemantauan secara rutin
pengembangan asfiksia.
PENUTUP
Kesimpulan
Persalinan prematur di RSUD
Jombang tahun 2019 bahwa lebih dari
setengah 25 responden (61%) dengan
persalinan sangat preterm.
Kejadian asfiksia di RSUD
Jombang tahun 2019 bahwa hampir
26
Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : September 2020
setengah 18 responden (43,9%)
mengalami asfiksia ringan.
Ada hubungan persalinan prematur
dengan kejadian asfiksia di RSUD
Jombang tahun 2019, hal ini
dibuktikan dengan hasil analsis
Spearman Rank mendapatkan hasil p
value = 0.001 < α = 0.05.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah
dilaksanakan adapun saran yang dapat
disampaikan oleh peneliti adalah
sebagai berikut:
Bagi Peneliti
Perlunya penelitian lebih lanjut
tentang penyebab terjadinya asfiksia.
Tidak hanya meneliti hubungan
persalinan prematur dengan kejadian
asfiksia tetapi dapat juga meneliti
faktor lain yang mempengaruhi
asfiksia.
Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai tambahan pustaka
STIKES Husada Jombang tentang
kebidanan patologi.
Bagi Tempat Penelitian
Diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan pengetahuan RSUD
Jombang di bidang kesehatan.
Bagi Klien
Sebagai wawasan ibu hamil
tentang bahaya asfiksia sehingga
dapat secara dini mencegah dengan
cara kontrol minimal 4x ke bidan.
Bagi Peneliti Lain
Sebagai masukan atau bahan
pertimbangan bagi penelitian
selanjutnya mengenai faktor lain yang
berhubungan dengan asfiksia pada
bayi baru lahir.
DAFTAR PUSTAKA
Asrining, Surasmi. (2013). Perawatan
Bayi Resiko Tinggi. Jakarta :
EGC
Bakhtiar (2014). Tatalaksana Bayi
Baru Lahir Yang Mengalami
Sindrom Aspirasi Mekoneum.
Batubara JRL. (2010). Sari Pediatri.
Jakarta : Departemen Ilmu
Kesehatan Anak
FKUI/RSCM.
Chrisna, Hendarwati (2010).
Assosiasi Tingkat Kekentalan,
Adanya Sterkobilin Dan
Bilirubin Pada Air Ketuban
Keruh Dengan Terjadinya
Sindrom Aspirasi Mekonium
di RSUP dr. Kariadi
Semarang.
Damanik, S. M. (2010). Buku Ajar
Neonatologi. Jakarta : Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Depkes RI. (2017). Profil Kesehatan
Indonesia. Jakarta : Depkes
RI.
Dinkes Jawa Timur. (2017). Profil
Kesehatan Provinsi Jawa
Timur. Surabaya: Dinkes
Jatim
Hidayat. Aziz Alimul A (2010).
Pengantar Kebutuhan Dasar
Manusia: Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan.
27
Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : September 2020
Jakarta : Salemba Medika
M. Sholeh Kosim (2014). Infeksi
Neonatal Akibat Air Ketuban
Keruh
Manuaba, IBG. (2012). Ilmu
Kebidanan, Penyakit
Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan Edisi 2.
Jakarta : EGC
Muslihatun, Wafi Nur. (2011).
Asuhan Neonatus Bayi dan
Balita. Yogyakarta :
Fitramaya
Notoatmodjo, Soekidjo. (2011).
Promosi Kesehatan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta
Nursalam. (2014). Konsep Dan
Penerapan Metodologi
Penelitian Keperawatan.
Jakarta : Info Medika
Prawirohardjo, Sarwono. (2014). Ilmu
Kebidanan. Jakarta : PT Bina
Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Rekam Medik RSUD Jombang,
(2018)
Stoppard, Miriam. (2010). Panduan
Mempersiapkan Kehamilan
dan Kelahiran. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan
R&D. Bandung : Alfabeta
Wiknjosastro, Hanifa. (2010). Ilmu
Bedah Kebidanan. Jakarta :
PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
World Health Organization (2017).
Managing Newborn Problems
: A Guide For Doctors,
Nurses, And Midwifes. Jakarta
: EGC
Top Related