BAB I
PENDAHULUAN
Gagal jantung adalah kondisi dimana jantung kehilangan kemampuan
untuk memompa cukup darah ke jaringan tubuh. Sebagai akibatnya, organ utama
tubuh dan jaringan lainnya tidak cukup menerima oksigen dan nutrisi untuk
berfungsi dengan baik. Jika dibiarkan tidak diobati, ketidakmampuan memompa
darah ke seluruh tubuh dapat mengancam nyawa.
Gagal jantung mempengaruhi lebih dari 20 juta pasien di dunia, meningkat
seiring pertambahan usia, dan mengenai pasien usia lebih dari 65 tahun sekitar 6-
10%, lebih banyak mengenai laki-laki dibandingkan dengan wanita.
Penyebab gagal jantung dapat disebabkan oleh penyakit jantung kororner,
kardiomiopati, penyakit jantung rematik, hipertensi, dan lain sebagainya.
Manifestasi klinik dari gagal jantung diantaranya adalah gejala pada paru berupa
sesak nafas, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea dan batuk. Sedangkan
gejala sistemik berupa lemah, mudah capek takikardi, hepatomegali, edema
perifer, dan lain sebagainya.Selain itu, juga terdapat gejala susuana saraf pusat
seperti insomnia, sakit kepala, hingga penurunan kesadaran.
Obat-obatan pada umumnya diresepkan pada mereka yang menderita gagal
jantung. Beragam obat-obatan diresepkan untuk mengobati berbagai gejala atau
faktor yang berkontribusi. Diagnosis yang tepat serta pengobatan yang tepat dan
segera dari gagal jantung menentukan angka mortalitas dan morbiditas penyakit
gagal jantung.
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. GAGAL JANTUNG
A.1 Definisi
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahanakan
curah jantung dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gangguan fungsi
jantung ditinjau dari efek-efeknya terhadap perubahan 3 penentu utama dari
fungsi miokardium yaitu preload (beban awal) yaitu derajat peregangan serabut
miokardium pada akhir pengisian ventrikel atau diastolik. Afterload (beban
akhir) yaitu besarnya tegangan dinding ventrikel yag harus dicapai selama sistol
untuk memompa darah. Kontraktilitas miokardium yaitu perubahan kekuatan
kontraksi.
A.2 Patofisiologi gagal jantung
Bila jantung tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh,
maka jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa yang
mengakibatkan terjadinya gagal jantung.Pada kebanyakan penderita gagal
jantung disfungsi sistolik dan disfungsi diastolik ditemukan bersama.Pada
disfungsi sistolik kekuatan kontraksi ventrikel kiri terganggu sehingga ejeksi
darah berkurang, menyebabkan curah jantung berkurang.Pada disfungsi diastolik
relaksasi dinding ventrikel terganggu sehingga pengisian darah berkurang
menyebabkan curah jantung berkurang.Gangguan kemampuan jantung sebagai
pompa tergantung pada bermacam-macam faktor yang saling terkait.Menurunnya
kontraktilitas miokard memegang peran utama pada gagal jantung.
a. Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan
respon simpatis katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula
adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat secara maksimal
3
untuk mempertahankan curah jantung.Selain itu terjadi vasokonstriksi arteri
perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan
mengurangi aliran darah ke organ-organ yang rendah metabolismenya (seperti
kulit dan ginjal) agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Jantung
akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam sirkulasi untuk
mempertahankan kerja ventrikel.
b. Aktivasi Rennin-Angiotensin-Aldosteron
Aktivasi Rennin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) bertujuan untuk
mempertahankan tekanan darah, keseimbangan cairan dan elektrolit.Renin
merupakan suatu enzim yang sebagian besar berasal dari jaringan ginjal.Bila
terjadi gangguan kontraktilitas miokard atau beban hemodinamik berlebih
diberikan pada ventrikel normal, maka jantung akan mengadakan sejumlah
mekanisme untuk meningkatkan kemampuan kerjannya sehingga curah jantung
dan tekanan darah dapat dipertahankan. Adapun mekanisme kompensasi jantung
yaitu: Sekresi rennin akan menghasilkan angiotensin II (Ang II), yang mamiliki 2
efek utama yaitu sebagai vasokonstriktor kuat dan sebagai perangsang produksi
aldosteron di korteks adrenal. Efek vasokonstriksi oleh aktivitas simpatis dan
Ang II akan meningkatkan beban awal (preload) dan beban akhir (afterload)
jantung, sedangkan aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium yang akan
menambah peningkatan preload jantung. Tekanan pengisian ventrikel (preload)
yang meningkat akan meningkatkan curah jantung.
c. Hipertropi Miokardium dan Dilatasi Ventrikel
Jika ventrikel tidak mampu memompakan darah keseluruh tubuh maka
darah yang tinggal dalam ventrikel kiri akan lebih banyak pada akhir diastole.
Oleh karena itu kekuatan untuk memompa darah pada denyut berikutnya akan
lebih besar. Jantung akan melakukan kompensasi untuk meningkatkan curah
jantung yang berkurang berupa hipertropi miokardium yaitu pembesaran otot-
otot jantung sehingga dapat membuat kontraksi lebih kuat dan dilatasi atau
peningkatan volume ventrikel untuk meningkatkan tekanan dinding ventrikel.
4
Jika penyakit jantung berlanjut, maka diperlukan peningkatan kompensasi untuk
menghasilkan energi dalam memompa darah, hingga pada suatu saat kompensasi
tidak lagi efektif untuk menghasilkan kontraksi yang lebih baik, jantung gagal
melakukan fungsinya.
A. 3 Klasifikasi Gagal Jantung
Gagal Jantung Berdasarkan Manisfetasi Klinis
a. Gagal Jantung Kiri dan Gagal Jantung Kanan
Gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan dapat terjadi secara tersendiri
karena pemompaan ventrikel yang terpisah satu dengan yang lain. Gagal jantung
kiri dapat terjadi akibat disfungsi ventrikel kiri yang tidak mampu memompakan
darah.Peningkatan tekanan atrium kiri meningkatkan tekanan vena pulmonalis
sehingga menyebabkan edema paru yang pada akhirnya dapat mengakibatkan
sesak napas, batuk, dan kadang hemoptisis.Gagal jantung kanan terjadi akibat
disfungsi ventrikel kanan yang tidak mampu menangani pengembalian darah dari
sirkulasi sistemik dan pada akhirnya dapat mengakibatkan edema perifer karena
darah terbendung dan kembali ke dalam sirkulasi sistematis.Gangguan pada salah
satu fungsi ventrikel dapat menghambat fungsi ventrikel yang lain dimana
volume darah yang dipompa dari masing-masing ventrikel bergantung pada
volume darah yang diterima oleh ventrikel tersebut.
b. Gagal Jantung High Output dan Low Autput
Apabila curah jantung normal atau melebihi normal tetapi tidak mampu
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh akan darah teroksigenasi disebut gagal
jantung high output. Tanda khas dari gagal jantung high output adalah mudah
lelah dan lemah.
Apabila curah jantung menurun di bawah nilai normal disebut gagal jantung low
output. Tanda khas dari gagal jantung low output adalah edema karena terjadi
aliran balik darah akibat gagal ventrikel.
c. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Gagal jantung akut disebabkan bila pasien secara mendadak mengalami
penurunan curah jantung dengan gambaran klinis dispnea, takikardia serta cemas,
5
pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi.Sedangkan
gagal jantung kronik terjadi jika terdapat kerusakan jantung yang disebabkan
oleh iskemia atau infark miokard, hipertensi, penyakit jantung katup dan
kardiomiopati sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung secara bertahap.
d. Gagal jantung Forward dan backward
Gagal jantung forward terjadi oleh karena suplai darah tidak cukup ke
aorta.Rasa lelah terutama sewaktu melakukan pekerjaan adalah gejala yang khas
pada gagal jantung forward.Gagal jantung backward terjadi apabila ventrikel kiri
tidak mampu memompakan darah yang datang dari vena vulmonalis dan atrium
kiri sehingga terjadi pengisian yang berlebihan di paru-paru.Gagal jantung
backward biasanya mangakibatkan edema paru.
A.4 Gejala Gagal Jantung
Beberapa gejala atau keluhan yang sering ditemukan pada penderita gagal
jantung adalah;
a. Dispnea
Dispnea atau perasaan sulit benapas pada saat beraktivitas merupakan
manisfetasi gagal jantung yang paling umum.Dispnea diakibatkan karena
terganggunya pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam alveoli serta
meningkatnya tahanan aliran udara.
b. Ortopnea
Yaitu kesulitan bernafas apabila berbaring telentang.Ortopnea disebabkan
oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh ke jantung dan paru-
paru.Penurunan kapasitas vital paru-paru merupakan suatu faktor penyebab yang
penting.d. Kelas IV
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)
Yaitu dispnea yang timbul secara tiba-tiba pada saat tidur.Paroxysmal
Nocturnal Dyspnea (PND) terjadi karena akumulasi cairan dalam paru ketika
sedang tidur dan merupakan manifestasi spesifik dari gagal jantung kiri.
6
d. Batuk
Penderita gagal jantung dapat mengalami keluhan batuk pada malam hari,
yang diakibatkan bendungan pada paru-paru, terutama pada posisi
berbaring.Batuk yang terjadi dapat produktif, tetapi biasanya kering dan
pendek.Hal ini bisa terjadi karena bendungan mukosa bronkial dan berhubungan
dengan adanya peningkatan produksi mukus.
e. Rasa mudah lelah
Penderita gagal jantung akan merasa lelah melakukan kegiatan yang
biasanya tidak membuatnya lelah. Gejala mudah lelah disebabkan kurangnya
perfusi pada otot rangka karena menurunya curah jantung.Kurangnya oksigen
membuat produksi adenisin tripospat (ATP) sebagai sumber energy untuk
kontaksi otot berkurang.Gejala dapat diperberat oleh ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit sehingga dapat disertai kegelisahan dan kebingungan.
f. Gangguan pencernaan
Gagal jantung dapat menimbulkan gejala-gejala berupa gangguan pada
pencernaan seperti kehilangan napsu makan (anoreksia), perut kembung, mual dan
nyeri abdomen yang disebabkan oleh kongesti pada hati dan usus.Gejala ini bisa
diperburuk oleh edema organ intestinal, yang bisa menyertai peningkatan
menahun dalam tekanan vena sistemik.
g. Edema (pembengkakan)
Pada penderita gagal jantung dapat ditemukan edema, misalnya pada
pergelangan kaki. Edema kaki dapat terjadi pada venderuta yang mengalami
kegagalan ventrikel kanan
A.5 Diagnosis
a. Pemeriksaan Fisik
- Gejala dan tanda sesak nafas
- Edema paru
- Peningkatan JVP
- Hepatomegali
- Edema tungkai
7
b. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan
kardiomegali (rasio kardiotorasik (CTR) > 50%), terutama bila
gagal jantung sudah kronis. Kardiomegali dapat disebabkan oleh
dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH, atau kadang oleh efusi
perikard.Derajat kardiomegali tidak berhubungan dengan fungsi
ventrikel kiri.
Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada
sebaigian besar pasien (80-90%), termasuk gelombang Q,
perubahan ST-T, hipertropi LV, gangguan konduksi, aritmia.
Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan
klinis gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel
(sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding dapat
dinilai dan penyakit katub jantung dapat disinggirkan.
Tes darah dirkomendasikan untuk menyingkirkan anemia dan
menilai fungsi ginjal sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid
dapat menyebabkan gagal jantung sehingga pemeriksaan fungsi
tiroid harus selalu dilakukan.
Kriteria Framingham digunakan pula dalam diagnosis gagal jantung,
dengan ketentuan terdapat minimal 1 tanda mayor dan 2 tanda minor.
Kriteria mayor
Paroksismal nokturnal dispnea
Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekanan vena jugularis
Refluks hepatojugular
8
Kriteria minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispnea d’effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardi (>120/menit)
A.6. Penatalaksanaan Gagal Jantung
a. Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup
Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala.Aktifitas
yang sesuai menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan
berat badan, dan memperbaiki gejala dan toleransi aktivitas pada
gagal jantung terkompensasi dan stabil.
Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV,
dan memperbaiki aliran darah paru.
Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan
denyut jantung, dan meningkatkan resistensi vascular sistemik dan
pulmonal dan harus dihentikan.
Konsumsi alkohol merubah keseimbangan cairan, inotropik
negative, dan dapat memperburuk hipertensi. Penghentian
konsumsi alcohol memperlihatkan perbaikan gejala dan
hemodinamik bermakna.
b. Terapi obat-obatan
Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki
peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal
jantung (Tjay, 2007). Diuterik yang sering digunakan golongan
diuterik loop dan thiazide (Lee, 2005). Diuretik Loop (bumetamid,
9
furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan cairan ginjal
dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya bila
diberikan secara oral dapat menghilangkan pada gagal jantung
berat karena absorbs usus. Diuretik ini menyebabkan
hiperurisemia. Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid, klorotiazid,
hidroklorotiazid, mefrusid, metolazon). Menghambat reabsorbsi
garam di tubulus distal dan membantu reabsorbsi kalsium.Diuretik
ini kurang efektif dibandingkan dengan diuretic loop dan sangat
tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus turun dibawah
30%.Penggunaan kombinasi diuretic loop dengan diuretic thiazude
bersifat sinergis. Tiazide memiliki efek vasodilatasi langsung pada
arterior perifer dan dapat menyebabkan intoleransi karbohidrat
Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham
menemukan penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea).
Glikosida seperti digoksin meningkatkan kontraksi miokard yang
menghasilkan inotropisme positif yaitu memeperkuat kontraksi
jantung, hingga volume pukulan, volume menit dan dieresis
diperbesar serta jantung yang membesar menjadi mengecil (Tjay,
2007).Digoksin tidak meneyebabkan perubahan curah jantung pada
subjek normal karena curah jantung ditentukan tidak hanya oleh
kontraktilitas namun juga oleh beban dan denyut jantung.Pada
gagal jantung, digoksin dapat memperbaiki kontraktilitas dan
menghilangkan mekanisme kompensasi sekunder yang dapat
menyebabkan gejala.
Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan
dinding ventrikel, yang merupakan determinan utama kebutuhan
oksigen moikard, menurunkan konsumsi oksigen miokard dan
meningkatkan curah jantung. Vasodilator dapat bekerja pada
system vena (nitrat) atau arteri (hidralazin) atau memiliki efek
campuran vasodilator dan dilator arteri (penghambat ACE,
antagonis reseptor angiotensin, prazosin dan
10
nitroprusida).Vasodilator menurukan prelod pada pasien yang
memakan diuterik dosis tinggi, dapat menurunkan curah jantung
dan menyebabkan hipotensi postural.Namun pada gagal jantung
kronis, penurunan tekanan pengisian yang menguntungkan
biasanya mengimbangi penurunan curah jantung dan tekanan
darah. Pada gagal jantung sedang atau berat, vasodilator arteri juga
dapat menurunkan tekanan darah
Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta
adrenoreseptor biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja
inotropik negatifnya.Namun, stimulasi simpatik jangka panjang
yang terjadi pada gagal jantung menyebabkan regulasi turun pada
reseptor beta jantung.Dengan memblok paling tidak beberapa
aktivitas simpatik, penyekat beta dapat meningkatkan densitas
reseptor beta dan menghasilkan sensitivitas jantung yang lebih
tinggi terhadap simulasi inotropik katekolamin dalam sirkulasi.Juga
mengurangi aritmia dan iskemi miokard.Penggunaan terbaru dari
metoprolol dan bisoprolol adalah sebagai obat tambahan dari
diuretic dan ACE-blokers pada dekompensasi tak berat.Obat-
obatan tersebut dapat mencegah memburuknya kondisi serta
memeperbaiki gejala dan keadaan fungsional. Efek ini bertentangan
dengan khasiat inotrop negatifnya, sehingga perlu dipergunakan
dengan hati-hati
Antikoagulan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan
darah dengan jalan menghambat pembentukan fibrin. Antagonis
vitamin K ini digunakan pada keadaan dimana terdapat
kecenderungan darah untuk memebeku yang meningkat, misalnya
pada trombosis.Pada trobosis koroner (infark), sebagian obat
jantung menjadi mati karena penyaluran darah kebagian ini
terhalang oleh tromus disalah satu cabangnya. Obat-obatan ini
sangat penting untuk meningkatkan harapan hidup penderita
Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut
11
dengan jalan menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung.
Kerjanya berdasarkan penurunan frekuensi jantung.Pada umumnya
obat-obatn ini sedikit banyak juga mengurangi daya
kontraksinya.Perlu pula diperhatikan bahwa obat-obatan ini juga
dapat memeperparah atau justru menimbulkan aritmia.Obat
antiaritmia memepertahankan irama sinus pada gagal jantung
memberikan keuntungan simtomatik, dan amiodaron merupakan
obat yang paling efektif dalam mencegah AF dan memperbaiki
kesempatan keberhasilan kardioversi bila AF tetap ada
B. REMATOID HEART DISEASE
B.1. Pengertian RHD
Rematoid heart disease ( RHD ) merupakan penyebab terpenting dari
penyakit jantung yang didapat,baik pada anak maupun pada dewasa. Rematoid
fever adalah peradangan akut yang sering diawali oleh peradangan pada farings.
Sedangkan RHD adalah penyakit berulang dan kronis. Pada umumnya seseorang
menderita penyakit rematoid fever akut kira-kira dua minggu sebelumnya pernah
menderita radang tenggorokan.
Reumatoid heart disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang
mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan
pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes,
1993).
RHD adalah suatu penyakit peradangan autoimun yang mengenai jaringan
konektif seperti pada jantung,tulang, jaringan subcutan pembuluh darah dan pada
sistem pernapasan yang diakibatkan oleh infeksi streptococcus hemolitic-b grup
A.
B.2. Penyebab / Faktor Predisposisi
12
Penyebab secara pasti dari RHD belum diketahui, namun penyakit ini sangat
berhubungan erat dengan infeksi saluran napas bagian atas yang disebabkan oleh
streptococcus hemolitik-b grup A yang pengobatanya tidak tuntas atau bahkan
tidak terobati. Pada penelitian menunjukan bahwa RHD terjadi akibat adanya
reaksi imunologis antigen-antibody dari tubuh.Antibody yang melawan
streptococcus bersifat sebagai antigen sehingga terjadi reaksi autoimun.
Terdapat faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada reaksi timbulnya
RHD :
a. Faktor-faktor pada individu
Faktor Genetik
Meskipun pengetahuan tentang faktor genetik pada RHD ini tidak
lengkap namun pada umumnya ada pengaruh faktor keturunan pada
proses terjadinya RHD, walaupun cara penurunanya belum dapat
dipastikan.
Jenis Kelamin
Dulu sering dinyatakan bahwa RHD lebih sering terjadi pada anak
wanita daripada anak laki-laki.
Golongan Etnik dan Ras
Data di Amerika menunjukan bahwa serangan awal maupun serangan
ulangan lebih sering terjadi pada orang berkulit hitam dibandingkan
orang berkulit putih
Umur
RHD paling sering terjadi pada anak-anak berumur antara 6- 15 tahun
( usa sekolah ) dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasanya
ditemukan pada anak sebelum berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun
b. Faktor-faktor lingkungan
Keadaan sosial ekonomi yang buruk. Keadaan sosial ekonomi yang
buruk adalah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah dengan penghuni
yang padat, rendahnya pendidikan sehingga pemahaman untuk segera
mencari pengobatan anak yang menderita infeksi tenggorokan sangat
13
kurang ditambah pendapatan yang rendah sehingga biaya perawatan
kesehatan kurang
Iklim dan geografis. RHD adalah penyakit kosmopolit. Penyakit ini
terbanyak didapatkan pada daerah beriklim sedang,tetapi data akhir-
akhir ini menunjukan bahwa daerah tropispun mempunyai insiden
yang tinggi. Didaerah yang letaknya tinggi, insiden RHD lebih tinggi
daripada dataran rendah
Cuaca. Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan
insiden infeksi saluran napas atas meningkat, sehingga mengakibatkan
kejadian RHD juga dapat meningkat
B.3. Patofisiologi
Hubungan yang pasti antara infeksi streptokokus dan demam rematik akut
tidak diketahui. Cedera jantung bukan merupakan akibat langsung infeksi, seperti
yang ditunjukkan oleh hasil kultur streptokokus yang negative pada bagian
jantung yang terkena. Fakta berikut ini menunjukkan bahwa hubungan tersebut
terjadi akibat hipersensitifitas imunologi yang belum terbukti terhadap antigen-
antigen streptokokus :
a. Demam rematik akut terjadi 2-3 minggu setelah faringitis streptokokus,
sering setelah pasien sembuh dari faringitis.
b. Kadar antibody anti streptokokus tinggi (antistreptolisin o, anti –DNase,
anti hialoronidase ) terdapat pada pasien demam rematik akut.
c. Pengobatan dini faringitis streptokokus dengan penisilin menurunkan
resiko demam rematik akut.
d. Immunoglobulin dan komplemen terdapat pada permukaan membrane sel-
sel miokardium yang terkena.
Hipersensitifitas kemungkinan bersifat imunologik, tetapi mekanisme
demam rematik akut masih belum diketahui. Adanya antibody-antibodi yang
memiliki aktifitas terhadap antigen streptokokus dan sel-sel miokardium
menunjukkan kemungkinan adanya hipersensitifitas tipe II yang diperantarai oleh
14
antibody reaksi silang. Adanya antibody-antibodi tersebut di dalam serum
beberapa pasien yang kompleks imunnya terbentuk untuk melawan antigen-
antigen streptokokus menunjukkan hipersensitifitas tipe III. Pathway terlampir.
B.4. Manifestasi Klinis dan Kriteria diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis RHD dengan melihat tanda dan gejala maka
digunakan kriteria Jones yang terdiri dari kriteria mayor dan kriteria minor.
a. Kriteria Mayor
Carditis
Yaitu terjadi peradangan pada jantung ( miokarditis dan atau
endokarditis ) yang menyebabkan terjadinya gangguan pada katup
mitral dan aorta dengan manifestasi terjadi penurunan curah jantung
( seperti hipotensi, pucat, sianosis, berdebar-debar dan heart rate
meningkat ), bunyi jantung melemah, dan terdengar suara bising katup
pada auskultasi akibat stenosis dari katup terutama mitral ( bising
sistolik ), Friction rub.
Polyarthritis
Klien yang menderita RHD biasanya datang dengan keluhan nyeri pada
sendi yang berpindah-pindah, radang sendi-sendi besar, lutut,
pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku ( polyarthritis migrans ),
gangguan fungsi sendi.
Khorea Syndenham
Merupakan gerakan yang tidak disengaja / gerakan abnormal ,
bilateral,tanpa tujuan dan involunter, serta sering kali disertai dengan
kelemahan otot ,sebagai manifestasi peradangan pada sistem saraf
pusat.
Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan manifestasi RHD pada kulit, berupa
bercak-bercak merah dengan bagian tengah berwarna pucat sedangkan
tepinya berbatas tegas , berbentuk bulat dan bergelombang tanpa
15
indurasi dan tidak gatal. Biasanya terjadi pada batang tubuh dan telapak
tangan.
Nodul Subcutan
Nodul subcutan ini terlihat sebagai tonjolan-tonjolan keras dibawah
kulit tanpa adanya perubahan warna atau rasa nyeri. Biasanya timbul
pada minggu pertama serangan dan menghilang setelah 1-2 minggu. Ini
jarang ditemukan pada orang dewasa.Nodul ini terutama muncul pada
permukaan ekstensor sendi terutama siku,ruas jari,lutut,persendian kaki.
Nodul ini lunak dan bergerak bebas.
b. Kriteria Minor
Memang mempunyai riwayat RHD
Artralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi, klien
kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya
Demam namun tidak lebih dari 39 derajat celcius dan pola tidak tentu
Leukositosis
Peningkatan laju endap darah ( LED )
C- reaktif Protein ( CRP ) positif
P-R interval memanjang
Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur ( sleeping pulse )
Peningkatan Anti Streptolisin O ( ASTO )
Selain kriteria mayor dan minor tersebut, terjadi juga gejala-gejala umum
seperti, akral dingin, lesu,terlihat pucat dan anemia akibat gangguan
eritropoesis.gejala lain yang dapat muncul juga gangguan pada GI tract dengan
manifestasi peningkatan HCL dengan gejala mual dan anoreksia
Diagnosis RHD ditegakkan apabila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria
minor, atau dua kriteria minor dan satu kriteria mayor.
16
B.5. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO,
peningkatan laju endap darah ( LED ),terjadi leukositosis, dan dapat terjadi
penurunan hemoglobin .
b. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada
jantung.
c. Pemeriksaan Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi
d. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang.
e. Hapusan tenggorokan :ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A
B.6. Komplikasi
Penyakit jantung rematik merupakan komplikasi dari demam rematik dan
biasanya terjadi setelah serangan demam rematik. Insiden penyakit jantung
rematik telah dikurangi dengan luas penggunaan antibiotic efektif terhadap
streptokokal bakteri yang menyebabakan demam rematik.
B.7. Penatalaksanaan
Tata laksana RHD aktif atau reaktifitas adalah sebagai berikut :
a. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai dengan keadaan jantungnya.
b. Eradikasi dan selanjutnya pemberian profilaksis terhadap kuman
sterptococcus dengan pemberian injeksi Benzatine penisillin secara
intramuskuler. Bila berat badan lebih dari 30 kg diberikan 1,2 juta unit dan
jika kurang dari 30 kg diberikan 600.000-900.000 Unit.
c. Untuk antiradang dapat diberikan obat salisilat atau prednison tergantung
keadaan klinisnya. Salisilat diberikan dengan dosis 100 mg/kg BB/hari
selama kurang lebih 2 minggu dan 25 mg/ Kg BB/hari selama 1 bulan.
17
Prednison diberikan selama kurang lebih 2 minggu dan teppering off
( dikurangi bertahap ). Dosis awal prednison 2 mg/ kg BB/hari.
d. Pengobatan rasa sakit dapat diberikan analgetik
e. Pengobatan terhadap khorea hanya untuk symtomatik saja, yaitu
klorpromazin,diazepam atau haloperidol. Dari pengalaman ternyata khorea
ini akan hilang dengan sendirinya dengan tirah baring dan eradikasi.
f. Pencegahan komplikasi dari carditis misal adanya tanda-tanda gagal
jantung dapat diberikan terapi digitalis dengan dosis 0,04-0,06 mg/kg BB.
g. Pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin
18
BAB III
PENYAJIAN KASUS
I. Anamnesis
Idientitas
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 37 tahun
Alamat : Jl. Kom Yos Sudarso Gg Dewi Sartika
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk RS : 16 Januari 2014
Anamnesis dilakukan pada tanggal 17 Januari 2014 pukul 08:00 WIB.
Keluhan Utama : Sesak Nafas
Riwayat Penyakit sekarang:
Pasien mulai merasakan sesak nafas dan batuk sejak kurang lebih 1 tahun
lalu yang sifatnya hilang timbul. Sesak yang dirasakan disertai dengan nyeri dada
sebelah kiri yang menjalar ke belakang sejak 3 bulan terakhir. Nyeri dada yang
dirasakan hilang timbul dengan intensitas kurang lebih 1 bulan sekali yang tidak
semakin memberat. Pasien memiliki riwayat bengkak pada kedua kaki. Pasien
tidak ada mengeluh demam dan tidak ada riwayat nyeri-nyeri sendi. BAB dan
BAK normal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mengalami sesak nafas dan batuk hilang timbul sejak 1 tahun
terakhir. Pasien memiliki riwayat penyakit Hepatitis
Riwayat Penyakit Keluarga:
Ibu pasien pernah mengalami sakit yang sama seperti pasien.
19
Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.
II. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 17 Januari 2014 pukul 08:00 WIB
Status generalis
Keadaan Umum : pasien sadar dengan orientasi baik
Keadaan Sakit : pasien tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis, E4M6V5.GCS = 15
Tanda Vital
-Nadi : 110/menit, isi, irama
-Tekanan Darah : 130/90 mmHg
-Napas :32 x/menit, teratur, jenis pernafasan
torakoabdominal
-Suhu : afebris
Kulit : warna kulit sawo matang, sianosis(-), Dekubitus(-)
Kepala : Bentuk bulat lonjong, simestris, nyeri tekan(-)
Mata : Konjungtiva anemis(-), sklera ikterik(-)
Telinga : Sekret(-), serumen(-)
Hidung : Sekret(-), deviasi septum(-)
Mulut : Bibir sianotik(-), lidah kotor(-), tonsil T1/T1
Leher : Pembesaran limonodi(-), kaku kuduk(-), deviasi
trakea(-),pembesaran tiroid(-), tekanan JPV(-),
............................................refluks hepatojugular (-)
Torak : Bentuk normal
Paru
-Inspeksi: statis : dada simetris, warna kulit normal, tidak ada kelainan.
Dinamis: tidak ada dinding dada yang tertinggal
-Palpasi : fremitus taktil sama dikedua lapang paru, nyeri (-)
-Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
20
-Auskultasi : Suara nafas dasar vesikuler, ronki(-), wheezing(-)
Abdomen
-Inspeksi : bentuk simetris, venektrasi(-),striae(-)
-Palpasi : Nyeri tekan (+), regio hipokondrium dextra
Hati : teraba
Lien : tidak teraba
-Perkusi : timpani diseluruh lapang abdomen, asites(-)
-Auskultasi :Bising Usus (+)
Ekstremitas : Udem (-) di.sianosis di jari tabuh (-),
Status Lokalis
Jantung
-inspeksi : Iktus Kordis tidak terlihat
-Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC VI midklavikula sinistra
Thrill (-)
-Perkusi : Batas jantung kiri di SIC VI midklavikula sinistra
Batas jantung kanan di SIC VI parasternal dextr
-Auskultasi : S1-S2 normal, murmur(+)apeks jantung, gallop(-)
III. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (hasil Periksa tanggal 16 Januari 2014)
WBC 8.5 K/uL (N = 4.0-12.0)
Lym 1.9 K/uL (N = 1.0-5.0)
Mid 0.9 K/uL (N = 0.1-1.0)
Gra 5.7 K/uL (N = 2.0-8.0)
Lym% 22.5% (N = 25.0-50.0)
Mid% 10.7% (N = 2.0-10.0)
Gra% 66.8% (N = 50.0-80.0)
RBC 5.76 M/uL (N = 4.0-6.2)
HGB 10.8 g/dl (N = 11.0-17.0)
21
HCT 31.5% (N = 35.0-55.0)
MCV 54.7 fl (N = 80.0-100)
MCH 18.8 pg (N = 26.0-34.0)
MCHC 34.3 g/dl (N = 31.0-35.5)
PLT 282 K/uL (N = 150-400)
SGOT 19.4 U/I (N= < 32)
SGPT 9.2 U/I (N = < 31)
HbsAg (Chratografi) non-reaktif
Anti-HCV non-reaktif
22
Hasil ECG IGD
Tanggal 16 Januari 2014
23
Deskripsi
Irama jantung : Sinus
Frekuensi : 110 beat/m
Aksis jantung : normal
Gelombang P : normal
Interval PR : normal
Kompleks QRS: normal
Segmen ST : normal
Gelombang T : normal
Kesimpulan : Sinus Takikardi
Hasil ECG Ruangan G
24
Tanggal 16 Januari 2014
Deskripsi
Irama jantung : Sinus
Frekuensi : 100 beat/m
Aksis jantung : normal
Gelombang P : normal
Interval PR : normal
Kompleks QRS: normal
Segmen ST : normal
Gelombang T : normal
Kesimpulan : Sinus Takikardi
Foto Thoraks PA
Tidak ada
Anjuran Pemeriksaan
Cek ASTO (Anti Streptolisin O), CRV (C-Reaactive Protein) dan LED (Laju
Endap Darah), dan Echocardiogram
IV. Resume
Ny. S, 37 tahun merasakan sesak nafas dan batuk sejak kurang lebih 1
tahun lalu yang sifatnya hilang timbul. Sesak yang dirasakan disertai dengan nyeri
dada sebelah kiri yang menjalar ke belakang sejak 2 bulan terakhir. Nyeri dada
yang dirasakan hilang timbul dengan intensitas kurang lebih 1 bulan sekali yang
tidak semakin memberat. Pasien memiliki riwayat bengkak pada kedua kaki dan
memiliki riwayat penyakit hepatitis. BAB dan BAK normal.
Pada periksaan fisik jantung, terdengar suara jantung S1-S2 normal dan
terdapat bunyi murmur; pemeriksaan fisik lainnya dalam keadaan normal.
Pada pemeriksaan EKG diketahui sinus takikardi dan tidak ditemukan
tanda-tanda iskemi atau infark.
25
V. Diagnosis
Diagnosis Fungsional : Caongestive Heart Failure
Diagnosis Anatomi : Mitral Regurgitasi
Diagnosis Etiologi : Reumatoid Heart Disease
VI. Tatalaksana
Non Medika Mentosa :
Tirah Baring
Kurangi minum air yang berlebihan dan makanan yang berlemak
Pengontrolan denyut jantung dan EKG
Medikamentosa :
ISDN tab 5 mg 3dd
Spironolakton tab 100 mg 1 dd
Digoxin tab 0,25 mg 1dd
Furosemid amp 25mg dalam 2 ml 3dd
VII. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad Functionam : dubia ad malam
Ad Sanactionam : dubia ad malam
BAB IV
PEMBAHASAN
26
Ny. S, 37 tahun merasakan sesak nafas dan batuk sejak kurang lebih 1
tahun lalu yang sifatnya hilang timbul. Sesak yang dirasakan disertai dengan nyeri
dada sebelah kiri yang menjalar ke belakang sejak 2 bulan terakhir. Nyeri dada
yang dirasakan hilang timbul dengan intensitas kurang lebih 1 bulan sekali yang
tidak semakin memberat. Pasien memiliki riwayat bengkak pada kedua kaki dan
memiliki riwayat penyakit hepatitis. Selain itu, pasien tidak ada mengeluh demam
atau nyeri sendi selama sakit. BAB dan BAK normal.
Pada periksaan fisik jantung, terdengar suara jantung S1-S2 normal dan
terdapat bunyi murmur pada apeks jantung; nyeri tekan daerah hipokondrium
dextra disertai hepatomegali, pemeriksaan fisik lainnya dalam keadaan normal.
Pada pemeriksaan EKG diketahui sinus takikardi dan tidak ditemukan tanda-tanda
iskemi atau infark.
Berdasarkan kasus diatas diketahui terdapat tanda-tanda kegagalan fungsi
jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh, diantaranya adalah sesak nafas
(dypsnea), riwayat edema pada kedua tungakai dan pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya hepatomegali. Sesak nafas pada pasien disebabkan karena
terganggunya pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam alveoli serta
meningkatnya tahanan aliran udara. Sesak nafas yang diakibatkan oleh kegagalan
fungsi jantung harus bisa dibedakan dengan sesak nafas yang bukan karena
penyakit jantung seperti asma, PPOK dan lain sebagainya dengan melakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edema kedua tungkai pada pasien gagal jantung
disebabkan karena kelemahan aliran balik vena ke jantung sehingga darah di vena
cenderung melemah alirannya hingga terjadi edema. Pada gagal jantung kanan
yang kronis, ventrikel kanan tidak mampu memompakan darah keluar, sehingga
tekanan akhir diastol akan meningkat. Peningkatan tekanan ventrikel kanan akan
berdampak juga kepada peninggkatan tekanan di atrium kanan. Akibatnya akan
terjadi bendungan pada vena kava inferior serta sistem vena di hati, sehingga
terjadi hepatomegali. Hepatomegali ni harus bisa dibedakan dari penyebab lain
seperti hepatitis.. Pasien memang memiliki riwayat terkena Hepatitis, tetapi tidak
dalam kekambuhan karena hasil SGPT dan SGOT nya masih dalam batas normal.
27
Berdasarkan tanda-tanda yang ditemukan pada pasien, diketahui terdapat 1 tanda
mayor (sesak nafas) dan 2 tanda minor (hepatomegali dan edema tungkai)
sehingga dengan Kriteria Framingham diketahui bahwa pasien mengalami gagal
jantung.
Pemeriksaan Elektrokardiogram pada pasien masih dalam batas normal,
tidak ada deviasi ataupun pembesaran pada otot jantung. Hal ini menunjukkan
bahwa gagal jantung pada pasien tidak mengakibatkan kelainan morfologi pada
jantung pasien.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik, khususnya pada auskultasi bunyi
jantung pasien diketahui terdapat bunti murmur pada apeks jantung. Hal ini
mendakan adanya regurgitasi pada katub mitral jantung pasien. Regurgitasi ini
menyebabkan darah yang sudah melalui katub mitral dari atrium kiri ke ventrikel
kiri berbalik sehingga terjadi pencampuran dan turbulensi sehingga terdengar
murmur. Murmur pada jantung harus bisa dibedakan antara murmur sistolik dan
murmur diastolik. Pada murmur sistolik bisa disebabkan karena insufisiensi atau
regurgitasi katub mitral, sedangkan murmur diastolik dapat disebabkan karena
stenosis (kaku) katub mitral. Untuk membedakannya secara pasti selain dengan
membedakan apakah murmur sistolik atau diastolik, dapat digunakan
ekokardiogram untuk melihat apakah katub mitral insufisiensi atau terjadi
stenosisis.
Pada pasien dengan dengan gangguan pada katub mitral dapat dicurigai
adanya penyakit jantung rematik. Hal ini dikarenakan pada demem rematik oleh
karena bakteri Streptococcus B Hemolyticus group A, dapat menyebar melalui
hematogen dan dapat menuju ke jantung. Apabila terfokus pada otot jantung dapat
mengakibatkan miokarditis, sedangkan pada selaput luar jantung dapat
menyebabkan perikarditis, dan apabila terkena pada katub mitral dapat
mengakibatkan vulvitis.
Untuk meyakinkan bahwa penyebab kegagalan jantung oleh karena
Rematoid Heart Disease (RHD) dapat dilakukan pemeriksaan darah ASTO (Anti
Streptolisin O) yang merupakan antibodi indikatror dalam mengetahui adanya
streptokokkus di aliran darah. Lebih dari 80% penderita demam rematik
28
menunujukkan kenaikan titer ini. Selain itu juga bisa dilakukan pemeriksaan Laju
Endap Darah (LED) untuk melihat adanya infeksi streptokokkus dalam komponen
darah, yaitu dengan terjadinya peningkatan LED.
Pengobatan pada gagal jantung ini yaitu dengan menurunkan preload yaitu
salah satunya dengan furosemid agar tekanan ventrikel jantung berkurang
disamping memiliki kemampuan mengatasi retensi cairan dibadan. Selain itu,
prinsip pengobatan jantung juga menurunkan afterload agar kerja jantung tidak
semakin memberat yaitu dengan pengobatan ACE inhibitor atau Calcium Canal
Blocker (CCB). Prinsip pengoboatan laiinya adalah dengan meningkatkan
kontraktilitas jantung dengan pemberian digoxin.
Prognosis pasien dengan gagal jantung tergantung pada berat ringannya
onset dan ketepatan serta kecepatan dalam memberikan terapi. Terapi yang tepat
dan segera dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pasien dengan
Gagal jantung.
BAB V
KESIMPULAN
29
1. Gagal jantung merupakan ketidakmampuan jantung untuk
mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh yang dapat disebabkan oleh penyakit jantung koroner, penyakit
jantung rematik, dan sebagainya.. Gagal jantung dapat ditandai dengan
dypsnea, orthopnea, paroxysmal nocturnal dypsnea, dan batuk. Prinsip
pengobatannya adalah dengan menurunkan preload dan afterload serta
meningkatkan kontraksi jantung.
2. Rematoid Heart Disease yang dapat disebabkan oleh infeksi Strptokokkus
merupakan gangguan jantung yang salah satunya dapat mengenai katub
jantung, salah satunya katub mitral sehingga bisam negakibatkan
gangguan katub seperti insufiseinsi atau pun stenosis.
3. Pada pasien ini terjadi kegagalan fungsi jantung untuk melakukan
distribusi darah keseluruh tubuh sehingga sesak nafas dan ada riwayat
edem pada kaki. Selain itu, bunyi murmur pada apeks jantung, dapat
disebabkan karena Rematoid Heart Disease.
DAFTAR PUSTAKA
Gray, H, dkk., 2007. Lecture Notes KARDIOLOGI. Penerbit Erlangga,
30
Jakarta
Joewono, B., 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Airlangga University Press,
Surabaya.
Leman, Saharman, 2010, Demam Reumatik dan Penyakit Jantung
Reumatik dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi V, Interna
Publishing, Jakarta.
Kabo, Peter, 2012, Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular
Secara Rasional, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Komite Medik Pusat JantungNasional Harapan Kita. Standard Pelayanan
Medis di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita,
2003.
Lily ismudiati rilantono, dkk.2004.buku ajar kardiologi. Jakarta : FKUI.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3 Jakarta :
FKUI.
Nafrialdi ; Setawati, A., 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI,
Jakarta.
Top Related