STATUS PEMERIKSAAN PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Tn. A S
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 31 tahun
No. RM : 207697
Agama : Islam
Pekerjaan : wiraswasta
Status perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Lumput Pare
Tanggal masuk RS : 26 September 2015
Ruang rawat : Al-kautsar RS.Haji
II. ANAMNESIS
Dilakukan anamnesis secara auto dan allo anamnesis pada tanggal 1
Oktober 2015 di perawatan Al-kautsar RS.Haji.
Keluhan Utama
Nyeri pada lutut kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri dialami sejak 4 hari sebelum pasien dirujuk ke RS.Haji karena
kecelakaan lalu lintas. Awalnya pasien mengendarai sepeda motor
kemudian sepeda motor yang dikendarai oleh pasien bertabrakan
dengan sepeda motor dari arah berlawanan dan pasien terjatuh kea rah
kiri. Pada saat jatuh pasien dalam keadaan sadar, tidak ada nyeri
kepala, tidak ada mual dan muntah. Pasien kemudian dibawah ke RS.
Pare-pare dan dirawat selama 4 hari kemudian di rujuk ke RS. Haji
Makassar.
1
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat fraktur sebelumnya tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, dan asma tidak
ada.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : sakit sedang/gizi cukup
Kesadaran : compos mentis, GCS 15
Tanda vital :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC
Pulsasi arteri karotis : cukup, regular
Perdarahan perifer : capilary refill time < 2 detik
KGB : tidak teraba membesar
Columna vertebralis : letak ditengah, skoliosis (-), lordosis (-)
Kulit : warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)
Kepala :normosefali, rambut hitam, distribusi
merata, tidak mudah dicabut, jejas (-) nyeri
tekan (-)
Mata : Brill’s hematom -/- konjungtiva anemis -/-,
pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm,
refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya
tidak langsung +/+
Telinga : normotia +/+, perdarahan -/-
Hidung : deviasi septum -/-, perdarahan -/-
Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
2
Leher : bentuk simetris, trakea lurus di tengah,
tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 jari medial linea
midklavikula sinistra
Perkusi : pinggang jantung ICS III linea parasternalis
sinistra, batas kanan ICS IV linea parasternalis
dextra, batas kiri ICS V 2 jari medial linea
midklavikularis sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 normal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Paru
Inspeksi : pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : deformitas (-), gibus (-)
Pemeriksaan Ekstremitas
Atas : akral hangat + / +, edema - / -+, vulnus excoriatum
+ / + perdarahan - / -+, pus - / -
3
Bawah : akral hangat + / +, edema - / + vulnus excoriatum
pada cruris sinistra, perdarahan -, pus -, hematom
-/+.
Status Lokalis Regio genu dan cruris
Look :
Skin : hematoma (+) vulnus excoriatum (+)
Shape : oedem (+)
Position : malposisi (-)
Feel :
Skin : hangat (+), nyeri tekan (+), sensoris baik
Soft tissue : hangat (+)
Bone : nyeri tekan (+), krepitasi (+)
Pulse : teraba pulsasi distal a. dorsalis pedis (+), CRT < 2
detik
Move : gerakan terbatas karena nyeri
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto rontgen cruris dengan tampak genu
4
Foto cruris dextra:
1. Outline Os tibia inline
2. Tampak fraktur tibial plateau
3. Mineralisasi tulang baik
4. Celah sendi yang tervisualisasi kesan baik
5. Jaringan lunak sekitar swelling
Laboratorium (29 September 2015)
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai normal
Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
8,7
40
6.400
346.000
12-16 g/dL
38-46%
5.000-10.000
150-400 ribu/mm3
Gula
Gula darah sewaktu 100 80-125 mg%
Hematologi
Bleeding time
Clotting time
3’00”
12’00”
1-6 menit
10-16 menit
V. DIAGNOSIS
Fraktur Tibial Plateau Sinistra
VI. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan :
Recognition
Reduction
Retention
Rehabilitation
Konservatif :
IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxon 1 gr/12 jam/iv
Ketorolac 30 mg/8 jam/iv
Ranitidin 50 mg/8 jam/iv
Operatif : Open Reduction Internal Fictation Tibia dextra
5
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Bonam
VIII. RESUME
Seorang laki-laki 31 tahun dirujuk dari RSU.pare-pare dengan
keluhan nyeri pada lutut kiri. Keluhan dialami sejak 4 hari sebelum di
rujuk ke RS.Haji. nyeri dirasakan setelah pasien mengalami kecelakaan
lalu lintas. Pasien juga mengeluh sulit menggerakan kaki kirinya. Nyeri
kepala tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Pada pemeriksaan fisik
umum dalam batas normal, pada pemeriksaan fisik lokal didapatkan
tampak ekskoriasi, edema (+), nyeri tekan (+), CRT < 2 detik, ROM
terbatas nyeri. Dan hasil radiologi adalah fraktur tibia proximal.
Foto kontrol post operasi ORIF dextra:
FRAKTUR TIBIAL PLATEAU
I. DEFINISI
6
Fraktur adalah hilanganya kontinuitias tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Sedangkan fraktur
tibial Plateau adalah patah tulang atau diskontinuitas tulang yang terjadi di
bagian proksimal tibia atau tulang kering yang disebut tibial plateau yang
mempengaruhi sendi lutut, stabilitas dan gerak.1
II. PROSES TERJADINYA FRAKTUR
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan,
kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat
menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang
dapat menahan kompresi dan tekanan memutar (shearing). Kebanyakan
fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan
membengkok, memutar, dan tarikan1.
Trauma bisa bersifat1 :
Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung
pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang
terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami
kerusakan.
Trauma tidak langsung. Disebut trauma tidak langsung apabila trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya
jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada
klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Tekanan pada tulang dapat berupa 1 :
Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik
Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur
impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi
Kompresi vertical dapat menyebabkan fraktur komunitif atay
memecah misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada
anak-anak
Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu
akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z
7
Fraktur oleh karena remuk
Trauma karena tarikan pada ligament atau tendo akan menarik
sebagian tulang
Gambar 1. Mekanisme Trauma
(a) berputar (b) kompresi (c) fragmen triangular butterfly (d) tension
(dikutip dari kepustakaan 2)
III. KLASIFIKASI FRAKTUR
Fraktur dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologis, klinis, dan radiologis.
Klasifikasi Etiologis1
Fraktur traumatik. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba
8
Fraktur patologis. Terjadi kerana kelemahan tulang sebelumnya akibat
kelainan patologis di dalam tulang
Fraktur stress. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada
suatu tempat tertentu
Klasifikasi Klinis1
Fraktur tertutup (simple fraktur). Fraktur tertutup adalah suatu fraktur
yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
Fraktur terbuka (compound fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur
yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit
dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from
without (dari luar)
Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture). Fraktur dengan
komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya
malunion, delayed union, nonunion, infeksi tulang.
Klasifikasi Radiologis1
Berdasarkan lokalisasi :
Diafisal
Metafisal
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi
Berdasarkan konfigurasi :
Fraktur transversal
Fraktur oblik
Fraktur spiral
Fraktur Z
Fraktur segmental
Fraktus komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen
Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
Fraktur avulse, fragmen kecil oleh otot atau tendo misalnya fraktur
epikondilus humeri
9
Fraktur depresi, karena trauma langsung
Fraktur impaksi
Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah
misalnya pada fraktur vertebra, patella, talus, kalkaneus
Fraktur epifisis
Menurut ekstensi :
Fraktur total
Fraktur tidak total
Fraktur buckle
Fraktur garis rambut
Fraktur green stick
Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya
Tidak bergeser (undisplaced)
Bergeser (displaced)
Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara :
Bersampingan
Angulasi
Rotasi
Distraksi
Over-riding
Impaksi
10
Gambar 2. Klasifikasi Fraktur
(dikutip dari kepustakaan 2)
IV. PENYEMBUHAN FRAKTUR
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase
yaitu1 :
1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah
kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami
robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara
kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum.
Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan
hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam
jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari
daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan
suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur
segera setelah trauma.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu
reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel
osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus
eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai
aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang
hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi
sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak.
11
Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah
dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada
jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas.
Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan
hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari
fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik.
Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga
merupakan suatu daerah radiolusen.
3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap
fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada
kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblast diduduki oleh
matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh garam-
garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini
disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau
woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama
terjadinya penyembuhan fraktur.
4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan
diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang
menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara
bertahap.
5. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk
bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis
medularis. Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara
osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus
eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah
menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus
bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang
sumsum.
12
Gambar 3. Proses penyembuhan fraktur.
(a) hematom. Kerusakan jaringan dan perdarahan pada daerah fraktur. (b) inflamasi. Sel-sel
inflamasi tampak pada daerah hematom. (c) callus. Populasi sel akan berubah menjadi osteoblast
dan osteoclast. (d) konsolidasi. Woven bone diganti oleh tulang lamellar dan fraktur menyatu
secara sempurna. (e) Remodelling. Terjadi perubahan struktur tulang sehingga akan tampak seperti
struktur normalnya
(dikutip dari kepustakaan 2)
V. ANATOMI
Tibia terdiri dari : akhir proksimal disebut sebagai plateau (terbagi
menjadi medial yang berbentuk konkaf dan lateral yang berbentuk
konvex), tubercle, eminence (medial dan lateral), batang/shaft, dan akhir
distal disebut sebagai pilon (sendi dan medial maleolus)3. Tibial plateau
merupakan penopang massa tubuh bagian proksimal dari tibia dan
melakukan artikulasi dengan condylus femoralis untuk membentuk sendi
lutut4.
Sebuah os longum, mempunyai corpus, ujung proximal dan ujung
distal, berada di sisi medial dan anterior dari crus. Pada posisi berdiri, tibia
meneruskan gaya berat badan menuju ke pedis. Ujung proximal lebar,
mengadakan persendian dengan os femur membentuk articulatio genu,
membentuk condylus medialis dan condylus lateralis tibiae, facies
proximalis membentuk facies articularis superior, bentuk besar, oval,
permukaan licin5.
Facies articularis ini dibagi menjadi dua bagian, dari anterior ke
posterior, oleh fossa intercondyloidea anterior, eminentia intercondyloidea
13
dan fossa intercondyloidea posterior. Fossa intercondyloidea anterior
mempunyai bentuk yang lebih besar daripada fossa intercondyloidea
posterior. Tepi eminentia intercondyloidea membentuk tuberculum
intercondylare mediale dan tuberculum intercondylare laterale. Eminentia
epicondylaris bervariasi dalam bentuk dan sering juga absen5.
Facies articularis dari condylus medialis berbentuk oval, sedangkan
facies articularis condylus lateralis hampir bundar. Condylus lateralis lebih
menonjol daripada condylus medialis. Pada facies inferior dari permukaan
dorsalnya terdapat facies articularis, berbentuk lingkaran, dinamakan
facies articularis fibularis, mengadakan persendian dengan capitulum
fibulae. Di sebelah inferior dari condylus tibiae terdapat tonjolan ke arah
anterior, disebut tuberositas tibiae. Di bagian distalnya melekat
ligamentum patellae5.
Corpus tibiae mempunyai tiga buah permukaan, yaitu (1) facies
medialis, (2) facies lateralis dan (3) facies posterior. Mempunyai tiga buah
tepi, yaitu (1) margo anterior, (2) margo medialis dan (3) margo
interosseus. Fossa medialis datar, agak konveks, ditutupi langsung kulit
dan dapat dipalpasi secara keseluruhan. Facies lateralis konkaf, ditempati
oleh banyak otot. Bagian distalnya menjadi konveks, berputar ke arah
ventral, melanjutkan diri menjadi bagian ventral ujung distal tibia. Facies
posterior berada di antara margo medialis dan margo interosseus. Pada
sepertiga bagian proximal terdapat linea poplitea, suatu garis yang oblique
dari facies articularis menuju ke margo medialis5.
Margo anterior disebut crista anterior, sangat menonjol, di bagian
proximal mulai dari tepi lateral tuberositas tibiae, dan di bagian distal
menjadi tepi anterior dari malleolus medialis. Margo medialis, mulai dari
bagian dorsal condylus medialis sampai ke bagian posterior malleolus
medialis. Margo interosseus mempunyai bentuk yang lebih tegas daripada
margo medialis, tempat melekat membrana interossea. Di bagian proximal
mulai pada condylus lateralis sampai di apex incisura fibularis tibiae
membentuk bifurcatio5.
14
Ujung distal tibia membentuk malleolus medialis. Malleolus medialis
mempunyai facies superior, anterior, posterior, medial, lateral dan
inferior. Pada facies posterior terdapat sulcus malleolaris, dilalui oleh
tendo m.tibialis posterior dan m.flexor digitorum longus. Pada permukaan
lateral terdapat incisura fibularis yang membentuk persendian dengan
ujung distal fibula. Facies articularis inferior pada ujung distal tibia
membentuk persendian dengan facies anterior corpus tali5.
Gambar 4. Anatomi Tibia Fibula
(dikutip dari kepustakaan 3)
VI. EPIDEMIOLOGI
Fraktur tibial plateau terjadi pada 1% kasus dari semua fraktur dan
8% kasus terjadi pada pasien yang tua. Fraktur yang terjadi pada pasien
tua merupakan hasil dari trauma dengan energy rendah. Fraktur pada
medial plateau terjadi pada 23% kasus fraktur plateau sedangkan fraktur
15
lateral plateau terjadi pada 70% kasus, dan kombinasi antara keduanya
terjadi pada 31% kasus4.
VII. FAKTOR RESIKO
Factor resiko untuk terjadinya fraktur tibial plateau adalah4 :
a) Pasien-pasien memiliki resiko untuk cedera ini adalah trauma dengan
kecepatan tinggi (usia muda, laki-laki, alcohol dan pecandu obat)
b) Usia lebih tua dengan kualitas tulang yang jelek memiki resiko fraktur.
VIII. MEKANISME TRAUMA
Fraktur tibial plateau biasanya terjadi sebagai akibat dari
kecelakaan pejalan kaki yang rendah energy mengenai bumper mobil.
Sebagian besar kejadian fraktur tibial plateau ini juga dilaporkan terjadi
akibat dari kecelakaan sepeda motor dengan kecepatan tinggi dan jatuh
dari ketinggian. Fraktur tibial plateau terjadi akibat kompresi langsung
secara axial, biasanya dengan posisi valgus (paling sering) atau varus
(jarang) atau trauma tidak langsung yang besar. Aspek anterior dari
kondilus femoralis berbentuk baji, dengan terjadinya hiperekstensi dari
lutut maka kekuatan ditimbulkan oleh gerakan kondilus ke tibial plateau.
Arah, besar, dan lokasi dari kekuatan yang ditimbulkan, serta posisi lutut
pada saat trauma akan menyebabkan perbedaan dari pola fraktur, lokasi,
dan tingkat pergeseran. Factor lain seperti usia dan kualitas tulang juga
berpengaruh pada konfigurasi fraktur. Pasien yang lebih tua dengan tulang
yang osteopeni akan lebih cenderung menjadi tipe fraktur depresi karena
tulang subkondral nya lebih kaku untuk mengikuti beban6.
Usia muda dengan tulang yang kaku memiliki angka kejadian lebih
tinggi untuk terjadinya robekan ligament sedangkan usia tua dengan
kekuatan tulang yang menurun memiliki angka kejadian lebih rendah
untuk robekan ligament7.
16
Gambar 5. Mekanisme trauma pada fraktur tibial plateau
(dikutip dari kepustakaan 6)
IX. KLASIFIKASI
Jika kerusakan yang terjadi tertutup, maka digunakan klasifikasi
Tscherne dan Gotzen. Jika fraktur terbuka maka digunakan klasifikasi
Gustilo-Anderson. Fraktur tibial plateau dapat diklasifikasikan dengan
Schatzker yaitu berdasarkan lokasi dan konfigurasi fraktur8.
Klasifikasi fraktur tertutup (Tscheme and Gotzen) yaitu8 :
Grade 0 : kerusakan jaringan lunak minimal
Grade 1 : Abrasi superficial/ kontusio
Grade 2 : Dalam, abrasi dengan kontusio kulit ataupun otot. Tanda-
tanda impending kompartemen sindrom
Grade 3 : kontusio kulit yang luar, avulse subkutan, dan kerusakan
otot
Klasifikasi fraktur terbuka (Gustilo-Anderson) yaitu 8 :
Grade 1 : Luka kecil kurang dan 1 cm, terdapat sedikit kerusakan
jaringan, tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada
17
jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simpel,
tranversal, oblik pendek atau komunitif.
Grade 2 : Laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak terdapat kerusakan
jaringan yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang
sedang dan jaringan
Grade 3 : Terdapat kerusakan yang hebat pada jaringan lunak termasuk
otot, kulit dan struktur neovaskuler dengan kontaminasi yang
hebat. Dibagi dalam 3 sub tipe:
a) grade IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah
b) grade IIIB : disertai kerusakan dan kehilangan jaringan lunak, soft
tissue cover (-)
c) grade IIIC : disertai cedera arteri yang memerlukan repair segera
Klasifikasi fraktur tibial plateau (Schatzer classification)2 :
Tipe 1 : fraktur biasa pada kondilus tibia lateral. Pada pasien yang lebih
muda yang tidak menderita osteoporosis berat, mungkin terdapat
retakan vertikan dengan pemisahan fragmen tunggal. Fraktur ini
mungkin sebenarnya tidak bergeser, atau jelas sekali tertekan
dan miring, kalau retakannya lebar, fragmen yang lepas atau
meniscus lateral dapat terjebak dalam celah.
Tipe 2 : peremukan kominutif pada kondilus lateral dengan depresi pada
fragmen. Tipe fraktur ini paling sering ditemukan dan biasanya
terjadi pada orang tua dengan osteoporosis.
Tipe 3 : peremukan komunitif dengan fragmen luar yang utuh. Fraktur ini
mirip dengan tipe 2, tetapi segmen tulang sebelah luar
memberikan selembar permukaan sendi yang utuh.
Tipe 4 : fraktur pada kondilus tibia medial. Ini kadang-kadang akibat
cedera berat, dengan perobekan ligament kolateral lateral
Tipe 5 : fraktur pada kedua kondilus dengan batang tibia yang melesak
diantara keduanya
Tipe 6 : kombinasi fraktur kondilus dan subkondilus, biasanya akibat daya
aksial yang hebat.
18
Gambar 6. Klasifikasi fraktur tibial plateau (schatzker classification)
(dikutip dari kepustakaan 3)
X. DIAGNOSIS
Anamnesis
Anamnesis merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mengevaluasi pasien dengan fraktur. Pada anamnesis didapatkan adanya
keluhan nyeri, bengkak, ataupun deformitas. Keluhan lain yang
dipaparkan oleh pasien adalah tidak mampu untuk menggerakkan lutut
secara seluruhan ataupun sebagian4. Anmnesis penting untuk mengetahui
apakah pasien mengalami trauma dengan energy besar atau tidak.
Kecelakan motor, jatuh dari ketinggian lebih dari 10 kaki, dan ditabrak
dengan kendaraan sementara berjalan merupakan contoh mekanisme
trauma dengan energi tinggi. Anamnesis lainnya yang pertu ditanyakan
adalah factor-faktor komorbid dari pasien yang akan berpengaruh pada
terapi ataupun prognosis. Pasien dengan penyakit penyerta seperti
penyakit arteri koroner, emfisema, perokok, ataupun diabetes tidak
terkontrol memiliki resiko besar untuk timbulnya komplikasi dari cedera
yang terjadi9.
19
Pemeriksaan Fisis1
1. Look (Inspeksi)
Deformitas : angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior),
diskrepensi (rotasi, perpendekan atau perpanjangan).
Bengkak atau kebiruan.
Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak)
2. Feel (Palpasi)
- Tenderness (nyeri tekan) pada derah fraktur.
- Krepitasi.
- Nyeri sumbu.
3. Move (Gerakan)
- Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
- Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada
sendinya.
4. Pemeriksan trauma di tempat lain seperti kepala, thorak, abdomen,
tractus urinarius dan pelvis.
5. Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskular bagian distal
fraktur yang berupa pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit,
pengembalian darah ke kapiler (Capillary refil test), sensasi motorik
dan sensorik. Pada fraktur tibial plateau, perlu dilakukan pemeriksaan
terhadap arteri popliteal yaitu diantara proksimal dari adductor hiatus
dan distal dari soleus serta pemeriksaan nervus peroneal.
6. Pada fraktur tibial plateau, hemarthrosis sering terjadi yaitu berupa
edem, nyeri pada lutut dimana pasien tidak dapat memikul berat tubuh.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan standar untuk trauma pada lutut adalah foto Xray dengan
posisi anteroposterior (AP), lateral, dan dua oblik. Foto X-ray digunakan
untuk mengidentifikasi garis fraktur dan pergeseran yang terjadi tetapi
tingkat kominusi atau depresi dataran mungkin tidak terlihat jelas. Foto
tekanan (dibawah anestesi) kadang-kadang bermanfaat untuk menilai
20
tingkat ketidakstabilan sendi. Bila kondilus lateral remuk, ligamen medial
sering utuh, tetapi bila kondilus medial remuk, ligament lateral biasanya
robek2.
Gambar 7. Ini adalah X-Ray dari fraktur tibial plateau. Pasien adalah wanita usia 55 tahun yang
jatuh dengan lutut terlebih dahulu ketika berkebun. Pasien dibawa ke UGD dengan nyeri dan edem
di sekitar lutut
(dikutip dari kepustakaan 11)
CT-scan digunakan untuk mengidentifikasi adanya pergeseran dari
fraktur tibial plateau. CT-scan potongan sagital meningkatkan akurasi
diagnosis dari fraktur tibial plateau dan diindikasikan pada kasus dengan
depresi artikular. Magnetic resonance imaging (MRI) digunakan untuk
mengevaluasi trauma ataupun sebagai alternative dari CT-scan atau
arthroscopy. MRI dapat mengevaluasi tulang serta komponen jaringan lunak
dari lokasi trauma. Namun, tidak ada indikasi yang jelas untuk penggunaan
MRI pada fraktur tibial plateau6.
21
Gambar 8. CT-scan Posisi AP, sagital, serta arthtroscopy menunjukkan fraktur kompres lateral.
(dikutip dari kepustakaan 10)
XI. TERAPI
Terapi pada fraktur tibial plateau dibagi menjadi non-operative dan
operative,
Non-operative
Fraktur yang non-displaced dan stabil baik untuk diterapi non-
operative. Pemakaian hinged cast-brace untuk melindungi pergerakan lutut
dan beban tubuh merupakan salah satu metode pilihan. Latihan isometric
untuk quadriceps, pasif, aktif,dan pergerakan aktif dari lutut sebagai
stabilitas dapat dilakukan. Dibolehkan untuk memikul beban tubuh secara
22
partial selama 8-12 minggu, dan progressif hingga memikul beban tubuh
secara keseluruhan. Terapi dengan long leg cast juga dapat digunakan6,7.
Fraktur yang tidak bergeser atau sedikit bergeser biasanya
menimbulkan hemathrosis. Hemathrosis diaspirasi dan pembalut kompresi
dipasang. Tungkai diistirahatkan pada mesin gerakan pasif kontinyu dan
gerakan lutut dimulai. Segera setelah nyeri dan pembengkakan akut telah
mereda, gips penyangga berengsel dipasang dan pasien diperbolehkan
menahan beban sebagian dengan kruk penopang2.
Gambar 9. Terapi non-operative. (a) tampaknya tidak mungkin bahwa fraktur bikondilus
yang kompleks ini dapat direduksi dengan sempurna dan difiksasi secara memuaskan
dengan operasi, maka (b,c) pen traksi bawah dimasukkan dan gerakan dilatih dengan
tekun (d) sepuluh hari kemudian sinar X memperlihatkan reduksi yang sangat baik dan
hasil akhir sangat bagus. (dikutip dari kepustakaan 2)
Operative
Indikasi operasi pada fraktur tibial plateau adalah7 :
1. Depressi pada articular yang dapat ditoleransi adalah <2mm
sampai 1 cm.
2. Instabilitasi >10 derajat dari lutut yang diperpanjang dibandingkan
dengan sisi sebaliknya. Fraktur yang retak lebih tidak stabil
dibandingkan fraktur yang hanya kompresi.
3. Fraktur terbuka
23
4. Sindrom kompartemen
5. Adanya kerusakan vascular.
Terapi pembedahan berdasarkan tipe fraktur nya (Schatzker classification)
yaitu :
Schatzker tipe 1. Fraktur yang bergeser. Fragmen kondilus yang besar
harus benar-benar direduksi dan difiksasi pada posisinya. Ini terbaik
dilakukan dengan operasi terbuka2.
Schatzker tipe 2. Fraktur komunitif. Pada dasarnya ini adalah fraktur
kompresi, mirip dengan fraktur kompresi vertebra. Kalau depresi ringan
(kurang dari 5 mm) dan lutut stabil atau jika pasien telah tua dan lemah
serta mengalami osteoporosis, fraktur diterapi secara tertutup dengan
tujuan memperoleh kembali mobilitas dan fungsi bukannya restitusi
anatomis. Setelah aspirasi dan pembalutan kompresi, traksi rangka
dipasang lewat pen berulir melalui tibia, 7 cm di bawah fraktur. Kondilus
mulai dibentuk, lutut kemudian difleksikan dan diekstensikan beberapa
kali untuk membentuk tibia bagian atas pada kondilus femur yang
berlawanan. Kaki diletakkan pada bantal dan dengan 5 kg traksi, latihan
aktif harus dilakuakn tiap hari. Selain itu, lutut dapat diterapi sejak
permulaan dengan mesin CPM, untuk semakin meningkatkan rentang
gerakan ; seminggu setelah terapi ini penggunaan mesin itu dihentikan dan
latihan aktif dimulai. Segera setelah fraktur menyatu (biasanya setelah 3-4
minggu), pen traksi dilepas, gips penyangga berengsel dipasang dan pasien
diperbolehkan bangun dengan kruk penopang. Pembebanan penuh ditunda
selama 6 minggu lagi. Pada pasien muda dengan fraktur tipe 2, terapi ini
mungkin dianggap terlalu konservatif dan reduksi terbuka dengan
peninggian plateau dan fiksasi internal sering menjadi pilihan. Pasca
operasi lutut diterapi dengan mesin CPM ; setelah beberapa hari, latihan
aktif dimulai dan setelah 2 minggu pasien dibiarkan dengan gips
penyangga yang dipertahankan hingga fraktur telah menyatu. Pasca
operasi lutut diterapi dengan mesin CPM setelah beberapa hari2.
24
Schatzker tipe 3. Kominusi dengan fragmen lateral yang utuh. Prinsip
terapinya mirip dengan prinsip yang berlaku untuk fraktur tipe 2. Tetapi,
fragmen lateral dengan kartilago artikular yang utuh merupakan
permukaan yang berpotensi mendapat pembebanan, maka reduksi yang
sempurna lebih penting. Cara ini kadang-kadang dapat dilakukan secara
tertutup dengan traksi yang kuat dan kompresi lateral, jika ini berhasil,
fraktur diterapi dengan traksi atau CPM. Kalau reduksi tertutup gagal,
reduksi terbuka dan fiksasi dapat dicoba. Pasca operasi, latihan dimulai
secepat mungkin dan 2 minggu kemudian pasien dibiarkan bangun dalam
gips-penyangga yang dipertahankan hingga fraktur telah menyatu2.
Gambar 10. Pasien dengan fraktur terbuka pada tibial plateau dengan kominusi yang
ekstensif. Eksternal fiksasi dipasang selama 10 hari sampai jaringan lunak
memungkinkan untuk dilakukan definitif fiksasi. (dikutip dari kepustakaan 6)
Schatzker tipe 4. Fraktur pada kondilus medial. Fraktur yang sedikit
bergeser dapat diterapi dalam gips penyangga. Kalau fragmen nyata sekali
bergeser atau miring, reduksi terbuka dan fiksasi diindikasikan. Kalau
ligament lateral juga robek, ini harus diperbaiki sekaligus2.
Schatzker tipe 5 dan 6. Merupakan cedera berat yang menambah resiko
sindrom kompartemen. Fraktur bikondilus sering dapat direduksi dengan
traksi dan pasien kemudian diterapi seperti pada cedera tipe 2. Fraktur
25
yang lebih kompleks dengan kominusi berat juga lebih baik ditangani
secara tertutup, meskipun traksi dan latihan mungkin harus dilanjutkan
selama 4-6 minggu hingga fraktur cukup menyatu untuk memungkinkan
penggunaan gips penyangga. Jika terdapat beberapa fragmen yang
bergeser, fiksasi internal dapat dilakukan2.
Gambar 11. Raft-screw. (a-c) ukuran kortikal screw sebesar 3,5 mm dimasukkan dibawah
subkondral dan dari raft diatas fragmen plateau. Pada kasus tipe 2,5, atau 6, diperlukan
juga buttress plat (dikutip dari kepustakaan 2)
Reduksi Terbuka dan Fiksasi
Fraktur plateau sulit direduksi dan difiksasi. Terapi operasi hanya
dilakukan kalau tersedia seluruh jenis implant. Melalui insisi parapatela
longitudinal, kapsul sendi dibuka. Tujuannya untuk mempertahankan
meniskusi sampil sepenuhnya membuka plateau yang mengalami fraktur.
Ini terbaik dilakuakn dengan memasuki sendi melalui insisi kapsul
melintang di bawah meniscus. Fragmen besar tunggal dapat direposisi dan
dipertahankan dengan sekrup kanselosa dan ring tanpa banyak kesulitan.
Fraktur tekanan yang komunitif harus ditinggikan dengan mendorong
massa yang terpotong-potong ke atas ; permukaan osteoartikular kemudian
disokong dengan membungkus daerah subkondral dengan cangkokan
kanselosa (diperoleh dari kondilus femur atau Krista iliaka) dan
26
dipertahankan di tempatnya dengan memasang plat penunjang yang sesuai
dengan kontur dan sekrup pada sisi tulang itu. Kecuali kalau terobek,
meniscus harus dipertahankan dan dijahit lagi di tempatnya ketika kapsul
diperbaiki2.
Fraktur kompleks pada tibia proksimal sulit difiksasi dan banyak
ahli bedah lebih suka member terapi dengan traksi dan mobilisasi. Kalau
dipilih terapi operasi, pemaparan luka secara memadai sangat diperlukan.
Schatzker menganjurkan membelah ligament patella dan membalik patella
ke atas. Pasca operasi, tungkai ditinggikan dan dibebat hingga
pembengkakan mereda, gerakan dimulai secepat mungkin dan dianjurkan
melakukan latihan aktif. Pada akhir minggu keempat pasien biasanya
diperbolehkan dalam gips penyangga, menahan beban sebagian dengan
penopang ; penahanan beban penuh dilanjutkan bila penyembuhan telah
lengkap2.
Gambar 12. Fraktur tibial plateau- fiksasi. (a) sekrup tunggal mungkin sudah mencukupi
untuk retakan sederhana, meskipun (b) plat penopang dan sekrup lebih aman. (c) depresi yang
lebih dari 1 cm dapat diterapi dengan peninggian dari bawah dan (d) disokong dengan
pencangkokan tulang. (e) fraktur compels dapat diterapi dengan operasi tetapi, kecuali kalau
reduksi dapat dijamin sempurna, terapi dengan traksi dan gerakan saja mungkin lebih bijaksana
; mengikat fragmen yang menonjol ke atas permukaan sendi akan mengundang osteoarthritis
dini. (dikutip dari kepustakaan 2)
27
Gambar 13. Fraktur tibial plateau yang kompleks – fiksasi internal.Trauma pada jaringan lunak oleh fraktur dengan senergy tinggi pada tibial plateau bias any atidak
aman untuk dilakukan operasi segera. Stabilisasi dengan eksternal fiksasi memungkinkan pembengkakan berkurang dan pasien bisa berisitirahat dengan nyaman. (a) ketika keadaan membaik dan biasanya dalam waktu 2 minggu, operasi terbuka dapat dipertimbangkan.
Contohnya, dua plat buttress digunakan untuk menopang daerah lateral dan posteromedial dari tibial plateau. (dikutip dari kepustakaan 2)
Gambar 14. Fraktur tibial plateau yang kompleks – eksternal fiksasi.
Daripada membuka daerah sendi untuk mengurangi fraktur, hal ini juga dapat digunakan
secara perkutaneus, dengan control X-Ray, dan fragmen sendi berpegang pada multiple screw.
(a,b) metafisis tibial berpegang pada batang dengan fiksasi eksternal circular.(dikutip dari
kepustakaan 2)
IX. PROGNOSIS
Prognosis pada fraktur tibial plateau adalah 4 :
1. Fraktur tibial plateau dapat menyebabkan kerusakan yang parah
2. Insidensi arthritis post trauma dihubungkan dengan usia pasien, lokasi
dari pergeseran, dan reduksi.
3. Fraktur karena energy tinggi yang diterapi dengan fiksasi eksternal
hanya memiliki insidensi sebesar 5% mengenai masalah luka
X. KOMPLIKASI
Komplikasi pada fraktur tibial plateau dapat dibagi menjadi dua yaitu dini
dan lanjut.
28
Komplikasi dini
Sindroma kompartemen. Pada fraktur bikondilus tertutup terdapat
banyak perdarahan dan resiko munculnya sindrom kompartemen. Kaki
dan ujung kaki harus diperiksa secara terpisah untuk mencari tanda-
tanda iskemia2.
Kerusakan dari nervus peroneal. Hal ini umum terjadi pada trauma di
aspek lateral dimana nervus peroneal berjalan dari proksimal ke bagian
atas dari fibula dan lateral dari tibial plateau7
Laserasi arteri popliteal7
Komplikasi lanjut
Kekakuan sendi. Pada fraktur komunitif berat dan setelah operasi yang
kompleks, terdapat banyak resiko timbulnya kekakuan lutut. Resiko ini
dicegah dengan (1) menghindari imobilisasi gips yang lama dan (2)
mendorong dilakukannya gerakan secepat mungkin2.
Deformitas. Deformitas varus atau valgus yang tersisa amat sering
ditemukan baik karena reduksi fraktur tak sempurna ataupun karena
meskipun telah direduksi dengan memadai, fraktur mengalami
pergeseran ulang selama terapi. Untungnya, deformitas yang moderat
dapat member fungsi yang baik, meskipun pembebanan berlebihan pada
satu kompartemen secara terus menerus dapat menyebabkan predisposisi
untuk osteoarthritis di kemudian hari2.
Osteoartritis. Bertentangan dengan kepercayaan umum, osteoarthritis
bukanlah akibat jangka panjang yang lazim dari terapi konservatif.
Lansinger, dkk (1986) dalam tindak lanjut pada serangkaian kasus besar
yang dipantau selama 20 tahun, melaporkan hasil yang sangat baik atau
baik apda 90% pasien bila tidak ada ketidakstabilan ligamentum atau
depresi nyata. Sekalipun penampilan sinar-X menunjukkan
osteoarthritis, lutut mungkin tidak terasa nyeri. Tetapi, jika timbul
29
osteoarthritis yang nyeri dan kondilus lateral terdepresi, operasi
rekonstruktif dapat dipertimbangkan2.
Malunion atau non-union. Hal in sering terjadi pada Schatzker VI
dimana terjadi fraktur diantara metafisis-diafisis, kominusi, fiksasi tidak
stabil, kegagalan implant, atau infeksi7.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Chairuddin, Rasjad Prof, MD, PhD.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. 2003.
Makasar
2. Alan Graham Aplpley. Appley’s System of Orthopedics and Fracture 9th
edition. Butterworths Medical Publications. 2010.
3. Netter, Frank H. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy 2nd edition.
Saunders Elseiver.
4. Frassica, Frank dkk. The 5-Minute Orthopaedic Consult 2nd edition.
Lippuncolt William & Wilkins. 2007
5. Luhulima JW. Musculoskeletal. Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin. Makassar. Indonesia. 2002.
6. Chapman, Michael W. Chapman’s Orthopaedic Surgery 3rd edition.
Lippincolt William & Wilkins. 2001.
7. Koval, Kenneth J. Handbook of Fractures 3rd edition. Lippincolt William &
Wilkins. 2006
8. Kingsley Chin, dkk. Orthopaedic Key Review Concept, 1st edition.
Lippincolt William & Wilkins. 2008
9. Dirchsl Douglas, dkk. Staged Management of Tibial Plateau. American
Journal of Orthopaedic. 2007
10. Reznik, Alan M. Tibial Plateau Fractures. The Orthopaedic Group. 2011
11. Cluet Jonathan. Tibial Plateau Fracture. 2005. Available from :
http://orthopedics.about.com/.
31