Download - Fisiologi Haid

Transcript

BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar belakangSeorang perempuan mengalami fase penting pada masa pubertas (masa peralihan dari anak-anak ke remaja). Pubertas terjadi pada umur 12 - 16 tahun dan dipengaruhi oleh beberapa factor yakin, keturunan, bangsa, iklim dan lingkungan. Salah satu ciri seorang wanita mengalami pubertas yaitu dengan adanya haid selain dari thelarche, pubarche dan tumbuhnya rambut di daerah ketiak. Haid ialah perdarahan yang siklik dari uterus sebagai tanda bahwa alat kandungan menunaikan faalnya. Haid dinilai berdasarkan tiga hal, Pertama, Siklus haid yaitu jarak antara hari pertama haid dengan hari pertama haid berikutnya. Kedua, lama haid, yaitu jarak dari hari pertama haid sampai perdarahan haid berhenti dan ketiga jumlah darah yang keluar selama satu kali haid. Haid dikatakan normal bila didapatkan siklus haid, tidak kurang dari 24 hari, tetapi tidak melebihi 35 hari, lama haid 3 - 7 hari, dengan jumlah darah selama haid berlangsung tidak melebihi 80 ml, ganti pembalut 2 - 6 kali per hari. Haid pertama kali yang dialami seorang perempuan disebut menarke, yang pada umumnya terjadi pada usia sekitar 14 tahun. Menarke merupakan petanda berakhirnya masa pubertas, masa peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Selama kehidupan seorang perempuan, haid dialaminya mulai dari menarke sampai menopause. Menopause adalah haid terakhir yang dikenali bila setelah haid terakhirnya tersebut minimal satu tahun tidak mengalami haid lagi. Masa sesudah satu tahun dari menopause, dikenal sebagai masa pascamenopause. Haid normal merupakan hasil akhir suatu ovulasi. Siklus ovulasi diawali dari pertumbuhan beberapa folikel antrum pada awal siklus, diikuti ovulasi dari satu folikel dominan, yang terjadi pada pertengahan siklus. Bila tidak terjadi pembuahan akan diikuti dengan haid. Sedangkan siklus anovulasi adalah siklus haid yang teratur pula, tanpa ovulasi sebelumnya. Prevalensi siklus anovulasi paling sering didapatkan pada perempuan usia di bawah 20 tahun dan di atas usia 40 tahun. Sekitar 5 - 7 tahun pascamenarke, siklus haid relatif memanjang, kemudian perlahan panjang siklus berkurang, menuju siklus yang teratur normal, memasuki masa reproduksi, masa sekitar usia 20 - 40 tahun. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa saja aspek endokrin dalam siklus haid?2. Apa saja perubahan histologik pada ovarium dalam siklus haid?3. Bagaimana peredaran darah di uterus?4. Apa saja perubahan histologik pada endometrium dalam siklus haid?5. Apa saja tahapan dating endometrium?6. Apa yang merupakan dasar fisiologi ovulasi dan terapannya?1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui aspek endokrin dalam siklus haid2. Untuk mengetahui perubahan histologic ovarium dalam siklus haid3. Untuk mengetahui peredaran darah di uterus4. Untuk mengetahui perubahan histologic endometrium dalam siklus haid5. Untuk mengetahui dating endometrium dalam siklus haid6. Untuk mengetahui dasar fisiologi ovulasi dan terapannya1.4 Manfaat1. Untuk mahasiswa kedokteran UNCEN, khususnya angkatan delapan, agar lebih mengerti mengenai fisiologi haid.2. Sebagai latihan bagi penulis bagaimana membuat karya tulis ilmiah yang baik.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1 ASPEK ENDOKRIN DALAM SIKLUS HAID

Gambar 2.1 Hormon yang berperan dalam siklus haid

Haid merupakan hasil kerja sama yang sangat rapi dan baku dari sumbu Hipotalamus-Hipofisis-Ovarium (sumbu H-H-O). Pada awal siklus sekresi gonadotropin (FSH, LH) meningkat perlahan, dengan sekresi follicle stimulating hormone (FSH) lebih dominan dibanding luteinizing hormone (LH). Sekresi gonadotropin yang meningkat ini memicu beberapa perubahan di ovarium. Pada awal siklus didapatkan beberapa folikel kecil, folikel pada tahap antral yang sedang tumbuh. Pada folikel didapatkan dua macam sel, yaitu sel teka dan sel granulosa yang melingkari sel telur, oosit.Pada awal siklus (awal fase folikuler) reseptor LH hanya dijumpai pada sel teka, sedangkan reseptor FSH hanya ada di sel granulosa (gambar 4-2). LH memicu sel teka untuk menghasilkan hormon androgen, selanjutnya hormon androgen memasuki sel granulosa. FSH dengan bantuan enzim aromatase mengubah androgen menjadi estrogen (estradiol) di sel granulose (teori dua sel). Pada awal siklus atau awal fase folikuler, peran FSH cukup menonjol, di antaranya :a. Memicu sekresi inhibin B, dan aktivin di sel granulosa. Inhibin B memacu LH meningkatkan sekresi androgen di sel teka, dan inhibin B memberikan umpan balik negatif terhadap sekresi FSH oleh hipofisis. Sementara itu, aktivin membantu FSH memicu sekresi estrogen di sel granulosa.b. Androgen diubah menjadi estrogen di sel granulosa dengan bantuan enzim aromatasec. Memicu proliferasi sel granulosa. Folikel membesar.d. Bersama estrogen memperbanyak reseptor FSH di sel granulosa.Stimulus FSH tersebut menyebabkan pertumbuhan beberapa folikel antral menjadi lebih besar, dan sekresi estrogen terus meningkat. Pada hari 5-7 hari siklus kadar estrogen dan inhibin B sudah cukup tinggi, secara bersama keduanya menekan sekresi FSH, tetapi tidak sekresi LH. Sekresi FSH yang menurun tersebut mengakibatkan hanya satu folikel yang paling siap, dengan penampang paling besar dan mempunyai sel granulosa paling banyak, tetap terus tumbuh (folikel dominan). Folikel lainnya, folikel yang lebih kecil, yang kurang siap akan mengalami atresia. Folikel dominan terus membesar menyebabkan kadar estrogen terus meningkat. Pada kadar estrogen 200pg/ml yang terjadi sekitar hari ke 12, dan bertahan lebih dari 50 jam, akan memacu sekresi LH, sehingga terjadi lonjakan sekresi LH. Pada akhir masa folikuler siklus tersebut, sekresi LH lebih dominan dari FSH. Pada pertengahan siklus reseptor LH mulai didapatkan juga di sel granulose. Peran lonjakan LH pada pertengahan siklus tersebut sangat penting :a. Menghambat sekresi Oocyte Maturation Inhibitor (OMI) yang dihasilkan oleh sel granulosa, sehingga miosis II oosit dimulai, dengan dilepaskannya badan kutub (polar body) I. pada awal siklus miosis I berhenti pada tahap profase diplotene, karena ditahan oleh OMI, dan mitosis II baru mulai lagi pada saat lonjakan LH (maturasi oosit).b. Memicu sel granulose untuk menghasilkan prostaglandin (PG). PG intrafolikuler akan menyebabkan kontraksi dinding folikel membantu dinding folikel untuk pecah agar oosit keluar saat ovulasi.c. Memicu luteinisasi tidak sempurna dari sel granulosa. Luteinisasi sel granulosa tidak sempurna, karena masih ada hambatan dari oosit. Luteinisasi sel granulosa tidak sempurna akan menyebabkan sekresi progesteron sedikit meningkat.Kadar progesteron yang sedikit meningkat mempunyai peran :a. Lebih memacu sekresi LH, dan sekresi FSH, sehingga kadar FSH meningkat kembali, dan terjadilah lonjakan gonadotropin, LH, dan FSH dengan tetap sekresi LH lebih dominan.b. Mengaktifkan enzim proteolitik, plasminogen menjadi bentuk aktif, plasmin yang membantu menghancurkan dinding folikel, agar oosit dapat keluar dari folikel saat ovulasi.Kadar FSH yang meningkat pada pertengahan siklus berperan :a. Membantu mengaktifkan enzim proteolitik, membantu dinding folikel pecah.b. Bersama estrogen membentuk reseptor LH di sel granulosa, sehingga reseptor LH yang tadinya hanya berada di sel teka, pada pertengahan siklus juga didapatkan di sel granulosa. Pada saat reseptor LH mulai terbentuk di sel granulosa, inhibin A mulai berperan menggantikan inhibin B yang lebih berperan selama fase folikuler. Inhibin A berperan selama fase luteal.Sekitar 36-48 jam dari awal lonjakan LH, oosit keluar dari folikel yang dikenal sebagai ovulasi. Pascaovulasi oosit mempunyai usia yng tidak terlalu lama. Oleh karena itu pemeriksaan kapan ovulasi akan terjadi, menjadi penting pada pelaksanaan Teknik Produksi Berbantu (TRB), seperti inseminasi atau fertilisasi in vitro-transfer embrio (FIV-TE). Saat ovulasi penting untuk menentukan kapan inseminasi atau saat petik oosit.Pascaovulasi, luteinisasi sel granulosa menjadi sempurna, sekresi progesteron meningkat tajam, memasuki fase luteal. Kadar progesteron meningkat tajam pascaovulasi menghambat sekresi gonadotropin sehingga kadar LH dan FSH turun, dengan tetap LH lebih dominan dibanding FSH. Sekresi LH diperlukan untuk mempertahankan vaskularisasi dan sintesa steroid seks (steroidogenesis) di korpus luteum selama fase luteal. Segera pascaovulasi sekresi estrogen menurun, tetapi meningkat kembali dengan mekanisme yang belum jelas. Pada fase luteal, kadar progesteron dan estrogen (progesterone lebih dominan) meningkat, mencapai puncaknya pada 7 hari pascaovulasi, pada pertengahan fase luteal. Kemudian kadar keduanya menurun perlahan karena korpus luteum mulai mengalami atresia. Kurang lebih 14hari pascaovulasi kadar progesteron dan estrogen cukup rendah, mengakibatkan sekresi gonadotropin meningkat kembali, dengan FSH lebih dominan dibandingkan LH, memasuki siklus baru berikutnya.Apabila didapatkan pembuahan/hamilan, implantasi terjadi pada sekitar 6 7 hari pasca ovulasi, dan pada saat itu mulai dihasilkan beta human chorionic gonadotropin ( -hCG) oleh sel tropoblas, -HCG memacu steroidogenesis di korpus liteum, sehingga kadar progesteron tetap dipertahankan, tidak turun, sehingga tidak terjadi haid.Stimulus gonadotropin (FSH,LH), pada ovarim menimbulkan peistiwa didalam ovarium/folikel (intrafolikuler) yang sangat kompleks, mengakibatkan pertumbuhan folikel (folikulogenesis), sintesa steroid seks (steroidogenesis), dan pertumbuhan oosit (oogensis) seperti telah dijelaskan diatas, stimulus gonadotropin memicu proses intrafolikuler, pengaruh dari hormon yang yang dihasilkan oleh sel tetangga dekat, ataupun otokrin pengaruh hormon yang dihasilkan oleh sel itu sendiri. Proses intrafolikuler melibatkan inhibisi, aktifin, insulin like growth factor (IGF) I dan II serta terdapat komunikasi yang erat antara oosit dan sel granulosa. 2.2 PERUBAHAN HISTOLOGIK PADA OVARIUM Dampak stimulasi gonadotropin pada ovarium salah satunya adalah pertumbuhan folikel, atau folikulogenesis. selama satu siklus pertumbuhan folikel secara berurutan mulai dari awal siklus di bagi menjadi tiga fase, yaitu : fase folikuler, fase ovulasi, dan fase luteal.2.2.1 Fase FolikulerTerdapat 2 juta oosit dalam ovarium manusia saat lahir, dan sekitar 400.000 folikel saat awitan pubertas. Folikel yang tersisa berkurang dengan laju sekitar 1000 folikel per bulan hingga usia 35; saat usia ini, laju deplesi folikel menjadi semakin cepat.Dalam kondisi normal, hanya 400 folikel yang akan dilepaskan selama masa reproduksi seorang wanita. Dengan demikian, lebih dari 99,9% folikel mengalami atresia melalui proses kematian sel yang dinamakan apoptosis. Perkembangan folikular terdiri atas beberapa stadium, yang mencakup rekrutmen folikel primordial yang tidak bergantung gonadotropin dari pool istirahat dan pertumbuhannya menjadi stadium antral. Hal ini tampaknya berada di bawah kendali faktor pertumbuhan yang dihasilkan setempat. Dua anggota kelompok faktor transformasi pertumbuhan -faktor diferensiasi pertumbuhan 9 (GDF9) dan protein morfogenetik tulang 15 (BMP-15) mengatur proliferasi dan diferensiasi sel-sel granulosa seiring dengan berkembangnya folikel primer. Mereka juga menstabilkan dan memperluas kompleks oosit kumulus dalam tuba uterina. Faktor-faktor ini diproduksi oleh oosit, menunjukkan bahwa tahap awal perkembangan folikular, sebagian, dikendalikan oleh oosit. Seiring dengan berkembangnya folikel antrum, sel stroma di sekitarnya ditarik, oleh mekanisme yang belum diketahui, untuk menjadi sel theca. Meskipun tidak diperlukan pada stadium dini perkembangan folikular, follicle-stimulating hormone (FSH) diperlukan untuk perkembangan lebih lanjut folikel antrum besar. Selama tiap siklus ovarium, sekelompok folikel antrum, yang dikenal sebagai cohort, memulai fase pertumbuhan semisinkron sebagai akibat kondisi maturasi mereka sewaktu terjadinya peningkatan FSH pada fase luteal lanjut siklus sebelumnya. Peningkatan FSH yang memicu perkembangan folikel ini disebut jendela seleksi siklus ovarium. Hanya folikel yang berkembang hingga tahap ini yang mampu menghasilkan estrogen. Selama fase folikular, kadar estrogen meningkat sebanding dengan pertumbuhan folikel dominan dan bertambahnya jumlah sel granulosa penyusunnya. Sel-sel ini merupakan satu-satunya tempat diekspresikannya reseptor FSH. Peningkatan FSH dalam sirkulasi sewaktu fase luteal lanjut siklus sebelumnya akan memicu penambahan jumlah reseptor FSH dan, kemudian, kemampuan aromatase sitokrom P450 untuk mengubah androstenedion menjadi estradiol. Dibutuhkannya sel techa, yang berespon terhadap luteinizing hormone (LH), dan sel granulosa, berespon terhadap FSH, merupakan manifestasi hipotesis dua-gonadotropin, dua-sel untuk biosintesis estrogen, FSH memicu aromatase dan perluasan antrum milik folikel yang sedang bekembang. Folikel yang cohort yang paling responsive terhadap FSH merupakan yang paling mungkin untuk menjadi folikel pertama yang menghasilkan estradiol dan memulai ekspresi reseptor LH.Setelah munculnya reseptor LH, sel granulosa praovulasi mulai menyekresikan progesterone dalam jumlah sedikit. Sekresi progesterone praovulasi, meskipun terbatas dianggap memberikan umpan balik positif pada hipofisis yang telah disensitisasi estrogen untuk mulai menghasilkan atau meningkatkan pelepasan LH. Selain itu, selama fase folikular lanjut, LH memicu produksi androgen, terutama androstenedion, oleh sel techa, yang kemudian dipindahkan ke folikel yang berdekatan dengan tempat androgen diaromatisasi menjadi estradiol. Selama fase folikular dini, sel granulosa juga menghasilkan inhibin B, yang dapat memberikan umpan balik ke hipofisis untuk menghambat pelepasan FSH. Seiring dengan mulai berkembangnya folikel dominan, produksi estradiol dan inhibin meningkat, menyebabkan penurunan FSH fase folikular. Penurunan kadar FSH ini bertanggung jawab atas kegagalan folikel lain untuk mencapai status praovulasi-stadium folikel de Graaf-pada setaip siklus. Dengan demikian, 95% estradiol plasma folikel dominan-folikel yang nantinya akan berovulasi. Selama waktu ini, ovarium kontralateral relative tidak akut.Panjang fase folikuler mempunyai fariasi yang cukup lebar. pada umumnya berkisar antara 10-14 hari. selama fase folikuler didapatkan proses steroidogenesi folikulgenesis dan oogenesis /meiosis terhenti selama fase folikuler karena adanya OMI. Pada awal fase folikuler di dapat kan beberapa folikel antral yang tumbuh, tetapi pada hari ke-5-7 hanya satu folikel dominan yang tetap tumbuh akibat sekresi FSH yang menurun, sebenarnya folikulogenesis sudah mulai jauh hari sebelum awal siklis, diawali dari folikel primordial.1. Folikel PrimordialFolikel primordial dibentuk sejak pertengahan kehamilan sampai beberapa saat pasca bersalin. Folikel primordial merupakan folikel yang sedang tidak tumbuh, berisi oosit dalam fase pembelahan meiosis profase yang terhenti pada tahap diplotene, dikelilingi oleh satu lapisan sel granulosa kurus panjang (spindle-shape). Pada usia kehamilan 16-20 minggu, janin perempuan mempunyai oosiit 6-7 juta, jumlah terbanyak yang pernah dipunyainya, sepanjang usia kehidupan. Seluruh folikel primordial tumbuh (rekrutmen awal/intianrecruitment), tetapi pertumbuhan folikel segera terhenti, dan di akhiri dengan atresia. Kelompok primordial folikel ke fase pertumbuhan tersebut, terjadi secara terus menerus, tidak tergangu pada gonadoropin, sehinga folikel primodian yang tersimpan dalam cadangan ovarium , tinggal sangat sedikit saat menopause.Pada saat menarke, saat berakhir masa pubertas, sumbuh H-H-O (hipotalamus-hipofisis-ovarium) bangkit kembali setelah tertekan cukup lama. Pascamenarke, dengan sumbu H-H-O yang bekerja secara teratur dan siklik, gonadotropin secara teratur pula mulai memacu ovarium. Kelompok folikel primodial yang keluar dari cadangan ovarium, masuk ke masa ke masa pertumbuhan dan kebetulan bertepatan dengan awal siklus, akan dipacu oleh gonadotropin (FSH,LH) dan akan terus tumbuh masuk pada tahap pertumbuhan folikel berikutnya (rekrutmen siklik). Sementara itu, sekelompak folikel primordial yang saat masuk ke masa pertumbuhan tidak bertepatan dengan awal siklus akan mengalami atresia.2. Folikel PreantralPada folikel preantral tampak oosit membesar, dikelilingi oleh membran, zona pellucida. Sel granulosa mengalami proliferasi, menjadi berlapis-lapis, sel teka terbentuk dari jaringan disekitarnya. Sel granulosa folikel preantral sudah mampu menangkap stimulus gonadotropin, menghasilkan tiga macam steroid seks, estrogen, androgen, dan progesteron. Pada tahap ini estrogen merupakan steroid seks yang paling banyak di hasilkan di bandingkan androgen dan progesteron.3. Folikel AntralStimulus FSH dan estrogen secara sinergi menghasilkan sejumlah cairan yang semakin banyak, terkumpul dalam ruangan antara sel granulosa. Cairan yang semakin banyak tersebut membentuk ruangan/rongga (antrum), dan pada tahap ini folikel di sebut folikel antral. Ruang yang berisi cairan folikel tersebut memisakan sel granulos menjadi dua, sel garunulosa yang menempel pada dinding folikel dan sel granulosa yang mengelilingi oosit. Sel granulosa yang mengelilingi oosit disebut Kumulus ooforus. Kumulus ooforus berperan untuk mendapat signal yang berasal dari oosit, sehingga menjadi komunikasi yang erat antara oosit dan sel granulosa. Pada tahap ini awal siklus cairan folikel antral berisi FSH, estrogen dalam jumlah banyak, sedikit androgen dan tidak/belum ada LH.4. Folikel preovulasiFolikel dominan yang terus tumbuh membesar menjadi folikel preovulasi. Pada folikel preovulasi tampak sel granulosa membesar, terdapat perlemakan. Sel teka mengandung vakuol, dan banyak mengandung pembuluh darah, sehingga folikel tampak hiperemi. Oosit mengalami maturasi, lonjakan LH menghambat OMI dan memicu meiosis II. Pada saat ini reseptor LH sudah mulai terbentuk disel granulosa, dan lonjakan LH juga menyebabkan androgen intrafolikuler meningkat. Androgen intrafolikuler meningkat menyebabkan, pertama dampak lokal memacu apoptosis granulosa pada folikel kecil, folikel yang tidak berhasil dominan, menjadi atresia. Kedua dampak sistemik, androgen tinggi memacu libido.

2.2.2 Fase OvulasiLonjakan LH sangat penting untuk proses ovulasi pasca keluarnya oosit dan folikel. Lonjakan LH di pacu oleh kadar estrogen yang tinggi yang dihasilkan oleh folikel preovulasi. Dengan kata lain, stimulus dan kapan ovulasi bahkan terjadi ditentukan sendiri oleh folikel preovulasi. Ovulasi diperkirakan terjadi 24-36 jam pasca puncak kadar estrogen (estradiol) dan 10-12 jam pasca puncak LH. Di lapangan awal lonjakan LH digunakan sebagai pertanda/indikator unuk menentukan waktu kapan diperkirakan ovulasi bakal terjadi. Ovulasi terjadi sekitar 34-36 jam pascaawal lonjakan LH. 2.2.3 Fase luteal

Gambar 2.3 Perkembangan folikel pada fase lutealMenjelang dinding folikel pecahdan oo sit keluar saat ovulasi, sel granulosa membesar, timbul vakuol dan penumpahan pigmen kuning, lutein proses luteinisiansi, yang kemudian dikenal sebagai korpus luteum. Selama 3 hari pascaovulasi, sel granulosa terus membesar membentuk korpus luteum bersama sel teka dan jaringan stroma di sekitarnya. Vaskularisasi yang membentuk korpus luteum sulit di bedakan asal muasalnya.Pasca lonjakan LH, pembuluh darah kapiler mulai menembus lapisan granulosa menuju ke tengah ruangan folikelnya dan mengisi dengan darah. LH memicu sel granulosa yang telah mengalami luteinisasi untuk menghasilkan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan angiopoetin. Kemudian VEGF dan angiopoetin memacu angiogenesis, dan pertumbuhan pembuluh darah ini merupakan hal yang penting dalam proses luteinisasi. Pada hari ke 8-9 pascavulasi vaskularisasi mencapai puncaknya sama dengan puncak kadar progesteron dan estrogen.Pertumbuhan folikel pada fase folikuler yang baik akan menghasikan korpus luteum yang baik/normal pula. Jumlah reseptor LH disel granulosa yang terbentuk cukup adekuat pada pertengahan siklus/akhir fase folikuler, akan menghasilkan korpus luteum yang baik. Korpus luteum mampu menghasilkan baik progesteron, etrogen, maupun androgen. Kemampuan menghasilkan steroid seks korpus luteum sangat tergangu pada tonus kadar LH pada fase luteal. Kadar progesteron meningkat tajam segera pascaovulsi. Kadar progesteron dan estrogen mencapai puncaknya sekitar 8 hari pascalonjakan LH, kemudian menurun perlahan, bila tidak terjadi pembuahan. Bila terjadi pembuahan, sekresi progesteron tidak menurun karena adanya stimulasi dari Human Chorionic Gonadotropbin (hCG), yang dihasilkan oleh sel trofoblas buah kehamilan. Pada siklus haid normal, korpus luteum akan mengalami regresi 9 - 11 hari pascah ovulasi, dengan mekanisme yang belum diketahui. Kemungkinan korpus luteum mengalami regresi akibat dampak luteolisis estrogen yang dihasilkan korpus luteum sendiri.2.3 PEREDARAN DARAH UTERUSUterus divaskularisasi oleh dua arteri uterina, cabang dari arteria iliaka interna, masuk mulai dari ke dua sisi lateral bawa uterus. Di lateral bawa uterus, arteria uterina pecah menjadi dua, pertama arteria vaginalis yang mengarah ke bawah dan cabang ke dua yang mengarah ke atas ,cabang asenden. cabang asenden dari dua sisi uterus, membentuk dua arteri arkuata yang berjalan sejajar dengan kavum uteri. Kedua arteria arkuata tersebut membentuk anastomose satu sama lain, membentuk cincin, melingkari kavum uteri. Arteri radialis merupakan cabang kecil arteria arkuata, yang berjalan meninggalkan arteria arkuata secara tegak lurus menuju kavum endometrium/kavum uteri. Arteria radialis bertugas merawat lapisan basalis endometrium, dan arteria basalis tersebut tidak memberikan respons terhadap stimulus steroid seks. Arteria radalis melanjutkan perjalanan menuju permukaan kavum uteri, dan memasuki lapisan fungsionalis endometrium hormon steroid seks, dan bertugas merawat lapisan fungsionalis endometrium.2.4 PERUBAHAN HISTOLOGIK ENDOMETRIUMUterus atau lebih tepatnya endometrium merupakan organ target steroid sex ovarium, sehingga perubahan histologik endometrium selaras dengan pertumbuhan folikel atau seks steroid yang dihasilkannya. Endometrium adalah lapisan epitel yang melapisi rongga rahim. Permukaannya terdiri atas selapis sel kolumnar yang bersilia dengan kelenjar sekresi mukosa rahim yang berbentuk invaginasi ke dalam stroma selular. Kelenjar dan stroma mengalami perubahan yang siklik, bergantian antara pengelupasan dan pertumbuhan baru setiap sekitar 28 hari. Endometrium menurut tabelnya dibagi menjadi dua bagian besar, pertama lapisan nonfungsional atau lapisan basalis, lapisan yang menempel pada otot uterus (miometrum). Lapisan basalis endometrium disebut nonfungsionalis karena lapisan ini kurang/tidak banyak berubah selama siklus haid, tidak memberi respon pada stimulus steroid seks. Lapisan endometrium diatasnya adalah lapisan fungsihonal, lapisan yang memberi respon terhadap stimulus streroid seks, dan terlepas pada saat haid. Pada akhir fase luteal sekresi estrogen dan progesteron yang menurun tajam mengakibatkan lapisan fungsional terlepas saat haid menyisakan lapisan nonfungsional (basalis) dengan sedikit lapisan fungsional. Selanjutnya endometrium yang tipis tersebut memasuki siklus haid berikutnya. Perubahan endometrium dikontrol oleh siklus ovarium. Rata-rata siklus 28 hari dan selama satu siklus haid pertumbuhan edometrium me lalui beberapa fase.2.4.1 Fase Proliferasi Fase proliferasi endometrium dikaitkan dengan fase folikuler proses folikulogenesis diovarium. Siklus haid sebelumnya menyisakan lapisan basalis endometrium dan sedikit sisa lapisan spongiosum dengan ketebalan yang beragam. Lapisan spogiosum merupakan bagian lapisan fungsional endometrium, yang langsung menempel pada lapisan seks (estrogen) memicu pertumbuhan endometrium untuk menebal kembali, sembuh dari pelukaan akibat haid sebelumnya. Pertumbuhan endometrium dinilai berdasarkan penampakan histologi dari kelenjar, stroma, dan pembuluh darah/arteria spiralis. Pada awalnya kelenjar harus pendek, ditutup oleh epitel silindris pendek. Kemudian, epitel kelenjar mengalami proliferasi dan pseudostratifikasi, melebar ke samping sehinga mendekati dan bersentuhan dengan kelenjar disebelahnya. Epitel penutup permukaan kavum uteri yang rusak dan hilang saat haid sebelumnya terbentuk kembali. stroma endometrium awalnya pada akibat haid sebelumnya menjadi edema dan longgar pembuluh darah kapiler. Ketiga komponen endometrium, kelenjar, stroma, endotel pembuluh darah mengalami proliferasi dan mencapai puncaknya pada hari ke 8-10 siklus, sesuai dengan puncak kadar estrogen serum dan kadar reseptor estrogen diendometrium. Proliferasi endometrium tampak jelas pada lapisan fungsionalis,di dua per tiga diatas uteri, tempat sebagian besar implatasi blastosis terjadi.Pada fase proliferasi peran estrogen sangat menonjol. Stroma memacu terbentuknya komponen jaringan, ion, air, dan asam amino. Stroma endometrium yang kolaps/kempis pada saat haid, mengembang kembali, dan merupakan komponen pokok pertumbuhan/penebalan kembali endometrium. Pada awal fase proliferasi, tebal endometrium hanya Sekitar 0,5 mm kemudian tumbuh menjadi sekitar 3,5 5 mm. Di dalam stroma endometrium, juga banyak tersebar sel derivat sumsum tulang (bone morrow), termasuk limfosit dan makrofag, yang dapat dijumpai setiap saat sepanjang siklus haid.Peran estrogen pada fase proliferasi juga dapat diamati dari meningkatnya jumlah sel mikrovili yang mempunyai silia, sel yang bersilia tampak berada disekitar kelenjar yang terbuka. Pola dan irama gerak silia tersebut mempengaruhi penyebaran dan distribusi sekresi endometrium dapat berlangsung hanya sebentar 5 - 7 hari, atau cukup lama sekitar 21 - 30 hari.2.4.2 Fase SekresiFase sekretorik-midluteal pada siklus endometrium merupakan titik percabangan penting dalam perkembangan dan diferensiasi endometrium. Apabila korpus luteum diselamatkan dan sekresi progesterone berlanjut, proses desidualsasi akan terus berjalan. Jika produksi progesteron luteal menurun akibat luteolisis akan dimulai proses menuju terjadinya menstruasi. Sel epitel dan stroma endometrium menghasilkan interleukin-8 (IL-8) yang merupakan faktor pengaktif kemotaktik untuk neutrofil. IL-8 mungkin merupakan salah satu mediator yang menarik neutrofil sesaat sebelum haid. Serupa dengan ini, protein kemotatik monosit-1 (MCP-1) disintesis oleh endometrium. Sebutan leukosit dianggap sebagai kunci penghancuran matriks ekstrasel pada lapisan fungsional. Leukosit yang menyebuk lapisan ini menghasilkan enzim dari family matriks metalloproteinase (MMP). MMP menambah jumlah protease yang sebelumnya sudah diproduksi oleh sel stroma endometrium. Peningkatan kadar MMP menggeser keseimbangan antara protease dan inhibitor protease sehingga secara efektif memulai degradasi matriks. Fenomena ini telah di ajukan sebagai inisiator proses yang mengarah pada menstruasi. Pada akhir fase ini terjadi regresi korpus luteum yang ada hubungannya dengan menurunnya produksi estrogen dan progesterone ovarium. penurunan ini diikuti oleh kontraksi spasmodic yang intens dari bagian arteri spiralis kemudian endometrium menjadi iskemik dan nekrosis, terjadi pengelupasan lapisan superfisial endometrium dan terjadilah perdarahan.Vasospasmus terjadi karena adanya produksi local prostaglandin. Prostaglandin meningkatkan kontraksi uterus bersamaan dengan aliran darah haid yang tidak membeku karena adanya aktivitas fibrinolitik local dalam pembuluh darah endometrium yang mencapai puncaknya saat haid.

Gambar 2.4 Perubahan histologik pada endometrium dalam siklus haid. 2.4.3 Proses Perdarahan Endometrium saat HaidPerdarahan haid berasal dari system arteri dan vena, tetapi perdarahan dari arteri jauh lebih banyak dibandingkan dari vena. Perdarahan endometrium tampaknya terjadi setelah ruptur arteriola dari arteri spiralis yang selanjutnya menimbulkan hematoma. Dengan adanya hematoma, endometrium superficialis mengalami distensi dan meluruh. Selanjutnya, timbul fisura pada lapisan fungsional didekatnya, serta terjadi peluruhan fragmen-fragmen jaringan dalam berbagai ukuran dan darah. Perdarahan berhenti dengan terjadinya kontriksi arteriola. Perubahan yang menyertai nekrosis jaringan parsial juga berperan dalam menyekat ujung-ujung pembuluh. Permukaan endometrium akan pulih kembali dengan tumbuhnya tepi atau kerah yang membentuk tepi bebas kelenjar endometrium yang meninggi. Tepi-tepi ini dengan cepat bertambah diameternya dan kesinambungan epitel akan terbentuk kembali melalui penyatuan tepi-tepi lembaran sel-sel tipis yang berimigrasi ini.

Gambar 2.5 Vaskularisasi endometrium2.5 DATING ENDOMETRIUMPada fase penampakan histologi endometrium dapat diikuti dari hari ke hari (dating endometrium), tetapi tidak demikian pada fase proliferasi, karena fase proliferasi mempunyai fariasi durasi yang cukup lebar.Pada awal fase sekresi, dating endometrium didasarkan pada penampakan histologi epitel kelenjar. Pada hari ke 17 siklus (pada panjang siklus 28), glikogen mengumpul didasar epitel kelenjar, sehingga memberi penampakan adanya vakuol dibawah inti sel dan adanya pseudostratifikasi. Penampakan histologi tersebut merupakan akibat langsung dari hormon progesterone, dan merupakan pertanda pertama adanya ovulasi. Pada hari ke 18 siklus, vakuol bergerak menuju puncak sel sekresi yang tidak bersilia. Pada hari ke-19 siklus, tampak glokoprotein dan mukopolisakarida dilepas masuk ke dalam lumen. Pada saat itu tampak pula mitosis sel kelenjar terhenti, akibat dampak anti estrogen hormon progesteron.Pada pertengahan sampai akhir fase sekresi, dating endometrium didasarkan pada penampakan stroma endometrium pada hari ke (siklus):1. Hari 21 - 24 stroma menjadi edema2. Hari 22 - 25 sel stroma mengalami mitosos dan sel stroma sekeliling arteriol spiralis membesar pada dua per tiga lapisan fungsionalis tanpak adanya predesidual transformasi. Kelenjar berliku hebat dan tampak sekresi didalam lumennya.3. Hari 23 - 28 tampak sel predesidual yang mengelilingi arteriol spiralis. Pada kurun waktu antara hari ke 20-24 silkus, disebut jendela inflantasi. Saat itu bila diamati dengan sel epitel permukaan kavum endometrium, tampak mikrosilia dan silia epitel permukaan jumlahnya menurun, dan puncak (apeks) epitel permukaan menonjol/protrusi kedalam lumen atau kavum endometrium propusi puncak epitel permukaan ini disebut pinopods, yang merupakan persiapan untuk implantasi blastosis.2.5.1 Interval antara HaidInterval dasar antar menstruasi diperkirakan sekitar 28 hari, tetapi terdapat variasi yang nyata antar perempuan yang juga merupakan panjang siklus pada perempuan tersebut. perbedaan yang nyata dalam interval antar siklus menstruasi tidak selalu menunjukan infertilitas. Arey (1939) menganalisis 12 penelitian yang meneliti sekitar 20.000 catatan kalender menstruasi dari 1500 perempuan. Ia menyimpulkan bahwa tidak terdapat bukti adanya keteraturan sempurna menstruasi. Diantara rata-rata perempuan dewasa, sepertiga dari semua siklus memiliki panjang yang menyimpang lebih dari 2 hari dari rerata semua panjang siklus. Pada analisisnya terhadap 5322 siklus dari 485 perempuan normalnya memperkirakan interval rerata sepanjang 2,4 hari. Panjang siklus rerata pada gadis pubertas adalah 33,9 hari. 2.6 DASAR FISIOLOGI OVULASI DAN TERAPANNYAOvulasai adalah hasil kerja sama yang sangat rapi antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Hipotalamus menghasilkan gonadotrophin releasing hormon (GnRH), yang disekresi secara pulsasi dalam rentang krisis. Kemudian GnRH memacu hipofisis untuk menghasilkan gonadotropin (FSH, dan LH), yang di sekresi secara pulsasi juga. Gonadotropin memicu proses oogenesis, foligenesis, dan steriogenesis diovarium dengan hasil akhir ovulasi yang terjadi secara teratur setiap bulan atau siklus. Ovarium yang teratur menghasilkan steroid seks (estrogen dan progresteron ) yang memacu endometrium secara siklik, dan menghasilkan siklus haid yang teratur juga memberi umpan balik ke hipotalamus dan hipofisis, untuk mengatur sekresi gonadotropi. Oleh karena itu secara garis besar, ovulasi dihasilkan garis sentral (hipotalamus, hipofisis), umpan balik, dan ovarium yang bekerja dengan baik.Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh salah satu dari organ/proses yang mempengaruhi sumbu H-H-O tersebut. World Helth Organitation (WHO) membagi gangguan ovulasi menjadi empat kelompok berdasarkan letak gangguannya. WHO I gangguan ovulasi dengan gangguan disentral, hipotalamus/hipofisis, dengan status hormon hipogonadotropin/ hipogonadisme (hipog-hipog). Hipogonadisme disebabkan oleh tidak adanya stimulus dari gonadotropin. WHO II gangguan pada umpan balik normogonadotropin/ normostropgenik, dan merupakan gangguan yang paling sering dijumpai, 80/90% dari gangguan ovulasi. WHO III gangguan ovulasi dengan gangguan pada ovarium, kegagalan ovarium, hipergonadotropin/ hipogonadisme (hiper-hipog). Hipergonadotropin disebabkan oleh tidak adanya umpan baliik steroid seks. WHO IV merupakan gangguan ovulasi dengan hiperprolaktinemia (gangguan pada hipofisis). Induksi ovulasi adalah pemberian obat pemicu ovulasi pada gangguan ovulasi yang bertujuan untuk mendapatkan ovulasi tunggal. Induksi ovulasi pada kelompok WHO I, dapat diberikan gonadotropin. Pada kelompok WHO II, dapat diberikan klomifen sitrat, sebagai pilihan pertama. Bila gagal dengan klomifen sitrat, dapat dipilih metformin. Bila disebabkan adanya gangguan toleransi glokosa, atau laparoscopic ovarian drilling (LOD). Bila di dapatkan kadar LH serum >10 IU/L. Apabila dengan pilihan kedua tersebut masih juga mengalami kegagalan dapat diberikan gonadotropin. Kelompok WHO III mempunyai prognosi fungsi reproduksi yang jelek, hanya dapat di bantu dengan donor oosit atau adopsi. Pada kelompok WHO IV dapat di bantu dengan pemberian bromokroptin.Situmulasi ovariaum terkendali mempunyai pengertian yang agak berbeda dengan induksi ovulasi. Stimulasi ovarium terkendali bertujuan untuk mendapatan ovulasi ganda, dengan harapan dapat meningkatkan angka kehamilan. Stimulasi ovarium dapat terkendali bila diberikan pada siklus ovulasi teratur atau pada siklus dengan gangguan ovulasi. Kontrasepsi merupakan terapan klinik lain dari pendalaman fisiologi ovulasi steroid seks estradiol bersama progestin secara bersama atau progestin saja, dengan dosis yang cukup, bila diberikan sebelum hari kelima silklus secara terus-menerus dapat menekan sekresi gonadotropin, sehingga ovulasi bisa dicegah. Sekresi gonadotropin yang terekan menyebabkan tidak didapatkan folikulogenesis dan steroidogenesis. Oleh karena itu pertumbuhan endometrium hanya dipacu oleh steroid seks dengan kadar yang rendah yang berasal dari kontrasepsi tersebut. Kadar steroid seks yang rendah dapat menyebabkan pertumbuhan endometrium kurang baik untuk implantasi, dan lendir serviks yang pekat. Kualitas endometrium yang kurang baik bersama lendir serviks yang pekat secara bersama-sama membantu efek kontrasepsi.

BAB 3KESIMPULAN1. Aspek endokrin dalam siklus haid aksisnya ada pada Hipotalamus-Hipofisis-Ovarium. Hormon yang bekerja adalah FSH, LH, Inhibin A, inhibin B, Estrogen dan Progesteron. Enzim yang membantu proses endokrin dalam siklus haid adalah Enzim aromatase dan proteolitik.2. Perubahan Histologik pada fase folikuler antara lain folikel primordial berkembang menjadi folikel primer lalu bekembang menjadi folikel preantral dan terakhir menjadi folikel antral. Pada fase ovulasi folikel antral mengeluarkan oosit dan berkembang menjadi corpus luteum bila tidak terjadi pembuahan maka corpus luteum menjadi corpus albican pada fase menstruasi.3. Uterus di vaskularisasi oleh arteri uterina, arteri radialis, dan vena arcuata. 4. Pada awal fase proliferasi tebal endometrium sekitar 0,5 mm kemudian tumbuh menjadi sekitar 3,5 5 mm akibat stroma memacu terbentuknya komponen jaringan, ion, air, dan asam amino. Fase sekresi stroma menghasilkan enzim proteolitik menyebabkan kontraksi spasmodic yang intens dari bagian arteri spiralis kemudian endometrium menjadi iskemik dan nekrosis, terjadi pengelupasan lapisan superfisial endometrium dan terjadilah perdarahan. 5. Pertengahan sampai akhir fase sekresi dating endometrium dilihat dari penampakan stroma. Hari 21-24 stroma edema, hari 22-25 sel stroma mitosis dan sel stroma sekitar arteri spiralis membesar, hari 23-28 sel predesidual mengelilingi arteri spiralis.6. Gangguan ovulasi yang disebabkan oleh salah satu dari organ/proses yang mengganggu sumbu H-H-O, untuk peningkatan angka kehamilan dengan stimulasi ovarium terkendali dan untuk kepentingan kontrasepsi.

DAFTAR PUSTAKABagian Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD, 1983. Obstetri Fisiologi. Bandung: Percetakan Eleman.Cunningham, F .G., 2012. Obstetri Wiliams jilid 1 Edisi 23. Jakarta: EGC.Prawiroharjo, S., 2012. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Prawiroharjo, S., 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.William F. G., 2008. Bukua Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC

FISIOLOGI HAID

4