EVALUASI METODE TERAPIS BIO-PSIKO-SOSIAL-
SPIRITUAL (BPSS) DALAM PEMULIHAN KLIEN PENGGUNA
NARKOBA DI MADANI MENTAL HEALTH CARE
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar (S. Sos)
Oleh:
Didik Supriyanto
NIM: 1113052000065
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/ 2018 M
ABSTRAK
Didik Supriyanto, NIM: 1113052000065, Evaluasi Metode Terapis Bio-Psiko-
Sosial-Spiritual (BPSS) dalam Upaya Pemulihan Klien Pengguna Narkoba di
Madani Mental Haelth Care, dibawah Bimbingan Abdul Rahman, M.Si
Evaluasi merupakan kegiatan untuk menilai suatu kegiatan atau program dalam
melihat sejauhmana kegiatan tersebut berpengaruh pada sasaran yang dituju. Dalam
hal ini evaluasi dilakukan pada Metode terapis bio-psiko-sosial-spiritual yang
merupakan metode terpadu yang digunakan oleh rehabilitasi Mental Health Care
dalam upaya pemulihan penyalahgunaan atau penggunaan Narkoba. Hal-hal yang di
evaluasi adalah proses pelaksanaan metode terapis bio-psiko-sosial-spiritual (BPSS),
faktor pendukung dan faktor penghambat dan hasil metode terapis bio-psiko-sosial-
spiritual (BPSS).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana evaluasi proses metode
terapis bio-psiko-sosial-spiritual (BPSS) dan bagaimana evaluasi hasil dari metode
terapis itu sendiri. Peneliti menggunakan metode kualitatif, selanjutnya dalam
menunjang data yang diperoleh peneliti melakukan observasi partisipan dan
wawancara terbuka. Sample dalam penelitian ini berjumlah 8 responden dengan
rincian satu sebagai perwakilan lembaga, 4 terapis, 2 klien aktif dan satu klien
alumni.
Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembinaan klien
Madani Mental Health Care dengan metode tarapis bio-psiko-sosial-spiritual (BPSS)
sudah berjalan dengan baik sesuai dengan Standar Oprasional Prosedur (SOP) yang
ada. Secara penerimaan pada penerima layanan, klien mengaku di manusiawikan atau
diperlakukan dengan baik. Adapun beberapa kendala saat pelaksanaanya ditemukaan
beberapa kendala yakni pertama, perencanaan kurang matang pada saat Berita
Tindakan Pembinaan (BTP). Kedua, kurangnya intensitas pertemuan dan komunikasi
antara konselor dengan psikolog terkait informasi perkembangan klien. Penemuan
hasil penelitian dilihat dari perkembangan yang dialami oleh klien Madani yakni
Biologis: klien menjadi segar, tenang, serta teratur pola makan dan pola tidurnya.
Psikologis: santri mampu mengalihkan sugesti Narkoba dan klien mampu memahami
trigger (pemicu) penggunaan Narkoba. Sosial: bisa memilih lingkungan yang baik,
mampu berinteraksi dengan baik, berperilaku sopan dan bertutur santun. Spiritual:
solat lima waktu, berdzikir dan mampu menerapkan nilai-nilai agama dalam
kehidupannya.
Kata kunci: Evaluasi, Bio-Psiko-Sosial-Spiritual (BPSS), dan Narkoba.
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر بسم الله الر
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yangmana berkat rahmat dan
hidayahnya serta lindungannya penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah berupa
skripsi dengan judul Evaluasi Metode Terapis Bio-Psiko-Sosial-Spiritual (BPSS)
Dalam Pemulihan Klien Pengguna Narkoba di Madani Mental Health Care.
Sholawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW,
yangmana telah membawa kita semua dari kehidupan kegelapan ke kehidupan yang
terang benderang.
Pada penyusunan skripsi ini, penulis menyadari adanya kekeruangan baik
dalam penulisan skripsi yang sudah di tetapkan oleh akademik maupun kesalahan-
kesalahan pengetikan dan kesalahan dalam menguraikan dan menjelaskan materi
yang bersangkutan. Oleh karena itu, penulis menerima adanya kritikan dan saran
yang membangun, sehingga penulis bisa mengembangkan penelitian selanjutnya.
Adapun dalam penulisan ini merupakan kerja keras penulis sebagai peneliti dan
juga berkat bimbingan dan pendampingan dari pihak-pihak yang telah membantu,
baik secara materi, gagasan dan teknik penulisan skripsi. Untuk itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih terkhusus orangtua atas nama
Ibu Watiah dan penulis ingin mendedikasikan skripsi ini untuk alm Bapak Sofyan.
Selain itu, penulis juga mengucapkan rasa terimakasih kepada:
1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan Akademik, Dr.
Roudhonah, M.Si selaku Wakil Bidang Administrasi Umum, dan Dr.
Suhaimi, M.Si selaku Bidang Kemahasiswaan Alumni dan Kerjasama.
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si dan Ir. Noor Bekti Negoro, SE, M.Si selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
3. Dra. Hj. Mastanah, M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan dukungan dan arahan yang sangat membantu dalam upaya
penyelesaian skripsi.
4. Abdul Rahman, M.Si selaku dosen Pembimbing Skripsi yang telah
memberikan support dan bimbingan serta meluangkan waktunya dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Abdul Azis, M.Psi dan Ade Rina Farida, M.Si selaku dosen penguji yang
telah memberikan masukan demi sempurnanya skripsi ini.
6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya
selama menempuh pendidikan di strata satu.
7. Seluruh staff Madani Mental Health Care sebagai tempat penelitian ini yang
telah memberikan ruang, waktu dan kemudahan kepada peneliti sehingga
penelitian ini berjalan dengan baik.
8. Seluruh akademisi Mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan Islam, terkhusus
mahasiswa BPI angkatan 2013 yang telah memberikan masukan dan support
kepada peneliti.
9. Pengurus Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi periode 2015-2016 yang telah memberikan gagasan yang
menarik dan wawasan serta diskusi yang membangun kepada peneliti.
10. Pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam
periode 2014-2015 yang telah memberikan kesan dan pesan yang sangat
istimewa kepada peneliti.
11. Seluruh kader dan pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Cabang Ciputat yang telah
memberikan ruang kepada penulis untuk bersama-sama berkader dalam
mengembangkan sistem organisasi yang baik.
12. Kepada orang-orang terbaik penulis, Bpk. Sutrisno Ahmad beserta keluarga,
Ibu Wijayati Lasmi beserta keluarga, yangmana telah memberikan doa,
dukungan dan masukan kepada peneliti.
Didik Supriyanto
NIM. 1113052000065
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ v
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Batasan Masalah ............................................................................... 6
C. Rumusan Masalah ............................................................................. 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 7
E. Metodologi Penelitian ...................................................................... 7
F. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................ 8
G. Subjek dan Objek Penelitian ............................................................ 8
H. Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 9
I. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 9
J. Analisis Data .................................................................................... 11
K. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 13
L. Sistematika Penulisan ....................................................................... 15
BAB II : LANDASAN TEORI A. Evaluasi
1. Pengertian Evaluasi .................................................................... 17
2. Model Evaluasi ........................................................................... 19
3. Tujuan Evaluasi .......................................................................... 20
4. Fungsi Evaluasi .......................................................................... 21
5. Standar Evaluasi ......................................................................... 23
B. Terapis
1. Pengertian Terapis ....................................................................... 24
2. Macam-Macam Metode Terapis .................................................. 25
C. Rehabilitasi
1. Pengertian Rehabilitasi ................................................................ 28
2. Standar dan Prasarana Rehabilitasi ............................................. 28
D. Narkoba
1. Pengertian Narkoba ..................................................................... 30
2. Jenis-jenis Narkoba ..................................................................... 30
3. Motif Penyalahgunaan Narkoba .................................................. 32
4. Gangguan Mental dan Perilaku Narkoba .................................... 33
5. Kelompok Potensial Mudah Terpengaruh ................................... 36
6. Mekanisme Terjadinya Penyalahgunaan Narkoba ...................... 37
BAB III : PROFIL REHABILITASI MADANI MENTAL HEALTH CARE
A. Sejarah .............................................................................................. 38
B. Program Pembinaan .......................................................................... 40
C. Program Pemberdayaan Pasca Rehab ............................................... 42
D. SDM dan Santri Madani ................................................................... 42
E. Skema Penerimaan Pasien ................................................................ 45
F. Sarana dan Prasarana ........................................................................ 46
G. Struktural Yayasan ........................................................................... 47
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................... 48
B. Pembahasan ..................................................................................... 72
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jenis-jenis Narkotika .............................................................................. 31
Tabel 2. Jenis-jenis psikotropika .......................................................................... 31
Tabel 3. Metode pengajaran di Madani Mental Health Care ............................... 41
Tabel 4. Jumlah pegawai Madani Mental Health Care ........................................ 43
Tabel 5. Santri Madani Mental Health Care ........................................................ 44
Tabel 6. Sarana dan prasarana di Madani Mental Health Care............................. 46
Tabel 7. Data Santi Madani Mental Health Care.................................................. 48
Tabel 8. Laporan Santri ........................................................................................ 49
Tabel 9. Karakteristik responden terapis .............................................................. 51
Tabel 10. Karakteristik responden klien ............................................................... 52
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya.1 Narkotika dan psikotropika memiliki banyak manfaat jika digunakan
dengan baik dan benar, contohnya dalam bidang kedokteran obat tersebut
digunakan sebagai anestesi dan penenang pasien.2
Narkotika adalah zat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan, contohnya: opium, kokain, heorin, morphine,
ganja, benzetidin, betametadol dan lain-lainnya. Sedangkan psikotropika adalah
zat yang mempengaruhi susunan syaraf pusat yang menyebabkan pada kas pada
aktivitas mental dan perilaku, contohnya: ekstasi, amfetamina/shabu-shabu,
deksamfitamina, buprenorfina, diazepam (nipam, BK, magadon), notrazepan dan
lain-lain.3
Banyak orang menggunakan dan menyalahgunakan obat-obat yang dapat
diklasifikasikan sebagai stimulan, depresan dan halusinogen. Stimulan adalah efek
untuk meningkatkan keaktifan susunan syaraf pusat, menimbulkan rangsangan
dan meningkatkan kemampuan fisik. Beberapa jenis narkotika dan psikotropika
yang memiliki efek stimulan adalah kokain, amphetamine, nikotin dan kafein,
seringkali disebut dengan nama jalanan speed, ectasy, shabu, adam, eve, xtc, zip,
1 Sunarno. Narkoba: Bahaya dan Upaya Pencegahannya. (Semarang: Bengawan Ilmu,
2007), h. 10. 2 Sunarno. Narkoba: Bahaya dan Upaya Pencegahannya. h. 10.
3 Raihana & Minsarnawati. Psikologi Kesehatan Bagi Praktisi Kesehatan Masyarakat.
(Tanggerang: FKIK UIN Syarifhidayatullah Jakarta, 2012), h. 31.
2
memiliki sifat psikoaktif yang akan memberikan dampak berupa gejala paranoid,
halusinasi, pupil melebar, gemetaran, berkeringat, berat badan menurun, kejang,
mual, dan muntah. Sedangkan kerusakan yang ditimbulkan adalah gangguan tidur,
tekanan darah tinggi, depresi berat, gagal jantung, dan bunuh diri.
Penyalahgunaan narkotika dan psikotropika berkaitan dengan sejumlah faktor
psikososial seperti model, tekanan sosial dan ciri kepribadian menimbulkan
dampak pada kesehatan dari penggunaan Narkoba dan penyalahguna menjadi
semakin jelas seperti menggunakan kokain akan berdampak pada reaksi jantung
yang dapat menyebabkan pada infark miokard fatal.4
Penyalahgunaan Narkoba adalah pemakaian obat keras yang tidak
mendapatkan izin atau resep dari dokter, istilah lainnya penyalahgunaan Narkoba
merupakan pemakaian obat berbahaya secara ilegal. Pemerintah sejak tahun 2004
sampai dengan 2015 melalui Badan Narkotika Nasional (BNN) telah
menghimpun puluhan ribu penyalahguna Narkoba di seluruh wilayah Indonesia.
Data dari BNN jumlah Narkoba yang beredar selama tahun 2004 sebanyak
567,2 ton pertahun untuk jenis ganja, sedangkan untuk jenis heroin/putau
sebanyak 20,4 ton per tahun. Apabila satu tahun paket heroin/putau berisi 0,1
gram maka akan didapatkan 204.000.000 paket heroin/putau yang diserap oleh
pasar pencandu di Indonesia.5 Sementara dari data tahun 2008, disebutkan bahwa
jumlah penyalahguna Narkotika telah mencapai 1,5% dari jumlah penduduk
Indonesi sekitar 3,1 juta sampai 3,6 juta jiwa, dari jumlah penyalahgunaan
tersebut, 26% coba pakai, 27% teratur pakai, 40% pecandu bukan suntik dan 7%
4 Raihana & Minsarnawati. Psikologi Kesehatan Bagi Praktisi Kesehatan Masyarakat. ,h.
31-32. 5 Rifai. Narkoba Dibalik Tembok Penjara. (Yogyakarta: Aswaja, 2014), h. 26.
3
pecandu suntik.6 Penyalahgunaan narkoba pada kelompok bukan
pelajar/mahasiswa sebesar (60%) lebih tinggi dibanding kelompok
pelajar/mahasiswa yakni sebesar 40%, sedangkan menurut jenis kelamin laki-laki
sebesar 88% dan perempuan sebesar 12%.7
Berdasarkan data pada tahun 2015, BNN bersama bersama lembaga
rehabilitasi instansi pemerintah dan komponen masyarakat telah melaksanakan
program rehabilitasi kepada 38.427 pecandu, penyalahguna, dan korban
penyalahguna narkotika yang berada di seluruh Indonesia dimana sejumlah 1.593
direhabilitasi melalui Balai Besar Rehabilitasi yang dikelola oleh BNN, baik yang
berada di Lido – Bogor, Baddoka – Makassar, Tanah Merah – Samarinda, dan
Batam – Kepulauan Riau, angka tersebut mengalami peningkatan, dimana pada
tahun sebelumnya hanya sekitar 1.123 orang pecandu dan penyalah guna yang
direhabilitasi.8
Data diatas menunjukkan bahwa penyalahguna dan pengguna Narkoba
begitu besar jumlahnya. Pemulihan atau disebut dengan rehabilitasi Narkoba
sudah banyak didirikan oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta dengan
berbagai metode dalam membantu upaya pemulihan pecandu Narkoba. Bahwa
dalam pemulihan tentunya terdapat metode terapis yang dibutuhkan sebagai
treatmen pemulihan pengguna Narkoba.
Salah satu pihak swasta yang mendirikan tempat rehabilitasi bagi pengguna
Narkoba adalah Madani Mental Health Care. Madani Mental Health Care adalah
rehabilitasi korban penyalahguna Narkoba dan Penderita Skizofrenia yang
6 Rifai. Narkoba Dibalik Tembok Penjara. (Yogyakarta: Aswaja, 2014), h. 26.
7Rifai. Narkoba Dibalik Tembok Penjara., h. 26
8 http://www.bnn.go.id/_multimedia/document/20151223/press-release-akhir-tahun-
2015-20151223003357.pdf. Diakses pada tanggal 22/03/2017. Pukul: 09:25 WIB.
4
menggunakan pembinaan berbasis masyarakat (community based) dengan
pendekatan Bio, Psiko, Sosial, dan Spiritual (BPSS). Dadang hawari sendiri pada
tahun 2001 melakukan penelitian terhadap 2.400 klien pengguna Narkoba jenis
opiat (heroin, putaw) dengan menggunakan metode BPSS. Hasilnya cukup
menggembirakan, mereka yang kambuh (dalam arti rawat ulang) sebanyak 293
atau 12,21%, angka ini lebih rendah dari angka yang di peroleh oleh Plattison
(1980) yaitu 43,9% tanpa unsur agama.9 Dari 293 kekambuhan disebabkan karena
pengaruh teman (171, 58,36%), sugesti (68, 23,21%) dam stres (54, 18,43%).
Metode BPSS merupakan sebuah metode terapi terpadu Biologis-
Psikologis-Sosial-Spiritual yang dikembangkan oleh Dadang Hawari, melalui
praktik sehari-hari dan dilandasi dengan kajian kepustakaan, penelitian ilmiah,
dan rujukan keagamaan sehingga menjadikan metode BPSS merupakan sebuah
metode yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode terapi BPSS telah mendapat
pengakuan PBB sebagai sebuah metode yang berhasil (Succesful Intervention,
Treatment, and Aftercare Programs) dan telah dipublikasikan oleh United Nation
Office on Drugs and Crime (UNODC) pada 2003. Metode BPSS merupakan
sebuah pendekatan yang direkomendasikan World Health Organization (WHO,
1984), diadopsi oleh American Psychiatry Association (APA, 1992) dan WPA
(1993).10
Dengan metode terapi BPSS ini, proses pemulihan dapat menghasilkan
pemulihan seutuhnya karena dapat memahami manusia yang sehat sepenuhnya
dilihat dari sudut jasmani (biologik), kejiwaan (psikologik), sosial, dan agama
(spiritual). Dampak dari penggunaan Narkoba yang merusak sel saraf otak pusat
9 Hawari. Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA. (Jakarta: FKUI, 2008), h.51.
10 http://madanionline.org/tentang-metode-bpss/ Diakses pada tanggal 10/06/2017 pukul
11:06 WIB.
5
pada kepala manusia membutuhkan terapis medik agar sel saraf otak pusat
kembali normal. Kerusakan pada sel saraf otak pusat tidak bisa dipandang sebelah
mata, karena ketika sel saraf otak pusat rusak, hal ini akan mempengaruhi
bagaimana seseorang berpikir dan bertindak. Tentu saja hal tersebut
membutuhkan pengobatan yang tepat dan pembinaan yang maksimal, baik bagi
konselor sebagai pembina dan klien sebagai yang di bina.
Dari data diatas, agar tidak menimbulkan pandangan yang buruk ataupun
terkesan hanya sebatas suatu gagasan saja, maka diperlukan adanya penelitian
dalam hal ini mengenai evaluasi. Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa
inggris evaluation yang artinya penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan
Hasan Shadily : 1983). Menurut Stufflembeam, dkk (1971) mendefinisikan
evaluasi sebagai “The process of delineating, obtaining, and providing useful
information for judging decision alernatif.” Artinya, evaluasi merupakan proses
menggambarkan, memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk
merumuskan suatu alternatif keputusan.11
Evaluasi ini sebagai alat untuk mengukur keberhasilan dan untuk
mengetahui pelaksanaan metode BPSS dalam upaya pemulihan penyalahguna
Narkoba. Pengertian evaluasi yang dipaparkan oleh Malcolm dan Provus
menyatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengetahui perbedaan yang
ada dengan standar yang telah ditetapkan serta bagaimana perbedaan diantara
keduanya.12
Oleh karena itu, evaluasi merupakan bagian yang penting dalam
kegiatan apapun.
11
Kementerian agama RI. Petunjuk Teknis Evaluasi dan Pelaporan LPZ. (Jakarta:
Direktorat Pemberdayaan Zakat, 2012), h. 19. 12
Djuju. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. (Bandung: Rosdakarya, 2014), cet.
3, h. 19.
6
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam
mengenai metode terapis BPSS yang di terapkan oleh Dadang hawari dalam
bentuk karya ilmiah (Skripsi) dengan judul “Evaluasi Metode Terapis Bio-
Psiko-Sosial-Spiritual (BPSS) Dalam Pemulihan Klien Pengguna Narkoba di
Madani Mental Health Care.”
B. Batasan Masalah
Adapun yang menjadi batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Evaluasi metode terapis BPSS yang dimaksud adalah pelaksanaan terapis
yang ada di Madani Mental Health care.
2. Klien pengguna Narkoba dalam penelitian ini adalah mereka yang sedang
mengikuti proses program rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Madani
Mental Health Care.
3. Klien pengguna Narkoba ialah dengan kriteria:
1) Jenis kelamin laki-laki
2) Jenis Narkoba yang dipakai ialah ganja (psikotrapika golongan I)
3) Lama pemakaian minimal 5 tahun
4) Tidak ada indikasi gangguan kejiwaan
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Evaluasi pelaksanaan metode terapis BPSS dalam pemulihan
klien pengguna Narkoba di Madani Mental Health Care?
2. Bagaimana Evaluasi hasil metode terapis BPSS dalam pemulihan klien
pengguna Narkoba di Madani Mental Health Care?
7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui proses
pelaksanaan metode terapis BPSS dalam upaya pemulihan klien pengguna
Narkoba dan hasil dari pada metode itu sendiri.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Manfaat yang bisa di ambil dari penelitian ini adalah sebagai
penambahan pengetahuan, wawasan dan data atau keterangan terbaru
terkait metode dalam upaya pemulihan pengguna Narkoba. Nilai guna
lainnya adalah sebagai bahan refrensi yang dapat dijadikan sebagai
rujukan penelitian skripsi atau karya ilmiah selanjutnya, pembuatan
makalah, dan juga dapat dijadikan sebagai kajian diskusi.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi penambahan wawasan peneliti
dan juga sebagai implementasi dalam kegiatan penyuluhan, khususnya
dalam memberikan penyuluhan tentang dampak penyalahgunaan
Narkoba dan fungsi Narkoba yang harus diketahui oleh semua
kalangan masyarakat.
E. Metodologi Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara kerja untuk memahami objek
penelitian dalam rangka menemukan, menguji terhadap sesuatu kebenaran
atau pengetahuan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Menurut Tailor sebagaimana yang dikutip oleh Lexi J. Moleong adalah
8
prosedur sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata, tulisan, lisan dari seseorang dan perilaku yang diamati.13
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif. Metode
deskriptif adalah suatu metode dalam penelitian suatu kelompok manusia,
suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu peristiwa
pada masa sekarang, dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antarfenomena yang diteliti.14
F. Waktu Dan Lokasi Penelitian
Karena mengingat waktu penelitian ini perlu lebih mendalam untuk
memperoleh data dan informasi, maka penelitian ini dilakukan mulai
tanggal 02 September 2017 sampai dengan 02 Maret 2018.
Lokasi penelitian ini bertempat di Jalan Pancawarga III Rt. 003/04
Nomor 34 Cipinang Besar Selatan, Jatinegara Jakarta Timur 13410.
G. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah terapis
Madani dan santri Madani penguna narkoba yang sedang menjalani
rehabilitasi di Madani Mental Health Care.
13
Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja Rodaskarya,
2001), cet.ke-15, h. 3. 14
Nazir. Metode Penelitian. (Jakarta: Ghalia Indonesia, tahun), h. 6.
9
b. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah metode terapis BPSS dalam upaya
pemulihan pengguna Narkoba di Pusat Rehabilitasi Madani Mental Health
Care.
H. Jenis Dan Sumber Data
Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat baik yang
dilakukan melalui wawancara, observasi dan alat lainnya merupakan data
primer.15
Data primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti
dari sumber pertamanya.16
Jenis data berikutnya adalah data sekunder
yangmana menggunakan data yang bukan dari sumber pertama sebagai
sarana memperoleh data atau informasi untuk menjawab masalah yang
diteliti.17
I. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian kualitatif berupaya mengungkap berupa kondisi perilaku
masyarakat yang diteliti dan situasi lingkungannya.18
Oleh karena itu
peneliti perlu adanya teknik pengambilan data ketika terjun ke lapangan.
Teknik pengambilan data oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1. Observasi Partisipan
Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengadakan penelitian secara teliti dan pencatatan secara
15
Subagyo. Metode Penelitian. (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), cet. 3, h. 87. 16
Suryabrata. Metode Penelitian. (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2012), cet. 23, h. 39. 17
Sarwono. Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif. (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2006), h. 17. 18
Gunawan. Metode Penelitian Kualitatif. (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 141.
10
sistematis (Arikunto, 2002).19
Menurut Kartono (1980: 142) pengertian
observasi adalah studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena
sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan.20
Sedangkan pengertian observasi partisipan adalah observasi yang
dilakukan oleh peneliti yang berperan sebagai anggota yang berperan serta
dalam kehidupan topik peneliti.21
Observasi partisipan merupakan teknik penunjang bagi peneliti dalam
upaya mendapatkan data dari lapangan dengan cara mengamati langsung
emosi dan tingkah laku penyalahgunaan pada klien remaja. Pengamatan ini
mampu menggambarkan kondisi sesungguhnya pada objek penelitian itu
sendiri, sehingga peneliti mendapatkan informasi-informasi yang
dibutuhkan.
2. Wawancara Terbuka
Wawancara adalah suatu peercakapan yang diarahkan pada suatu
masalah tertentu dan merupakan proses tanya jawab lisan dimana dua orang
atau lebih berhadapan secara fisik (Setyadin, 2005: 22).22
Sedangkan pengertian wawancara terbuka yaitu wawancara yang
dilakukan peneliti dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak
dibatasi jawabannya, artinya pertanyaan yang mengundang jawaban
terbuka.23
19
Gunawan. Metode Penelitian Kualitatif. (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 141. 20
Gunawan. Metode Penelitian Kualitatif., h. 143. 21
Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif : Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012),
cet.ke-3, h.39. 22
Gunawan. Metode Penelitian Kualitatif. h.160. 23
Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif : Analisis Data., cet.ke-3, h.51.
11
Wawancara dilakukan sebagai teknik penelitian dalam mendapatkan
data lapangan melalui tatap muka dengan memberikan sebuah pertanyaan
oleh peneliti yang kemudian responden sebagai penjawab atas pertanyaan
tersebut. Teknik wawancara ini adalah upaya peneliti untuk mendapatkan
data lapangan sebanyak mungkin, sedetail mungkin, sesuai data yang
diinginkan oleh peneliti.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan cacatan peristiwa yang sudah berlalu yang
berbentuk tulisan, gambar atau karya momumental dari seseorang
(Sugiyono, 2007: 82).24
Dokumentasi merupakan teknik pengambilan data
dengan tujuan memperkuat hasil dari data observasi dan data wawancara,
dengan kata lain dokumentasi sebagai bukti peristiwa pada penelitian yang
sedang dibahas. Dokumentasi merupakan teknik untuk mendapatkan
berbagai informasi yang diperlukan melalui surat keterangan data diri
pengguna, foto ketika klien melakukan aktifitas kesehariannya dan arsip-
arsip milik klien yang dibutuhkan oleh peneliti.
J. Analisa Data
Analisis data ini merupakan proses pengolahan data yang sistematis,
diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi. Konsep dasar
dalam hal ini akan mempersoalkan pada pengertian, waktu pelaksanaan,
maksud dan tujuan, serta kedudukan analisis data. Analisis data menurut
Patton (1980: 268), adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian
24
Gunawan. Metode Penelitian Kualitatif. (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 176.
12
dasar. Memberikan arti yang signifikan terhaadap analisis, menjelaskan pola
uraian dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian.25
Peneliti menggunakan tahapan yang dikemukakan oleh Miles dan
Huberman dalam menganalisis data kualitatif yang bersumber pada data
observasi, wawancara dan dokumentasi. Menurut Miles dan Huberman ada
tiga tahapan dalam menganalisis data kualitatif diantaranya adalah reduksi,
paparan data (data display), penarikan kesimpulan dan verifikasi.26
Mereduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih
pembahasan pokok, terfokus pada hal-hal yang penting, dan mencari tema
dan persoalannya (Sugiyono, 2007: 92).27
Data yang sudah direduksi maka
langkah selanjutnya adalah memaparkan data. Memaparkan data sebagai
informasi tersusun dan memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan (Miles dan Huberman, 1992: 17).28
Langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan yang merupakan hasil
penelitian yang menjawab fokus penelitian berdasarkan hasil analisis data.29
Hasil disajikan dalam bentuk deskriptif dengan pedoman penelitian
sebagaimana yang sudah dipaparkan diatas.
25
Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rodaskarya,
2000), cet. 13, h. 103. 26
Gunawan. Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 210. 27
Gunawan. Metode Penelitian Kualitatif.,h. 211. 28
Gunawan. Metode Penelitian Kualitatif.,h. 211. 29
Gunawan. Metode Penelitian Kualitatif.,h. 211.
13
K. Tinjaun Pustaka
Dalam upaya penambahan, pengurangan ataupun pembantahan atas
penelitian sebelumnya serta pencegahan plagiarisme, maka penulis
melakukan tinjauan perpustaka terhadap beberapa judul skripsi terdahulu
yang berkaitan dengan penelitian ini, antaranya:
1. Rehabilitasi Mental Remaja Korban Penyalahgunaan Narkoba di
Yayasan Mental Madani Health Care Cipinang Besar Selatan – Jakarta
Timur, oleh Jovendra Aliansyah, skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif, dengan teknik
pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan studi
dokumentasi. Informan dalam penelitian ini berjumlah tiga orang yaitu
satu orang instruktur terapi rehababilitasi, satu orang bidang sumber
daya manusia dan satu orang bagian konselor pendamping. Hasil
penelitian ditemukan bahwa; Pertama, faktor yang mempengaruhi
penggunaan narkoba adalah berawal dari rasa ingin tahu dan coba-
coba. Kedua, materi rehabilitasi yang dilakukan meliputi (1) Terapi
Medik & Komplikasi Medik (Bio), (2) Terapi Religius (Spiritual), (3)
Terapi Psikososial, dan (4) Pengetahuan Umum. Ketiga, hambatan
yayasan dalam mengatasi masalah narkoba terlihat dari kurangnya
fasilitas yang memadai dan pelaku terapi cenderung kurang memahami
proses/metode rehabilitasi, kemudian keberhasilan yang ditemukan
adalah bahwa tercatat ada 162 pasien yang telah ditangani dan pasien
tidak hanya sebatas sembuh dari ketergantungan narkoba tetapi dapat
dinyatakan pulih secara mental dengan kemandirian hidup 75%- 80 %.
2. Evaluasi Program Therapeutic Community terhadap Residen Korban
Penyalahgunaan NAPZA di Panti Sosial Parmadi Putra (PSPP) Galih
Pakuan Bogor, oleh Yeni Nur Asiah, skripsi S1 Jurusan Bimbingan
Islam dan Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
14
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa. Metode penelitian
menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif, dalam
penelitian ini terdapat 3 macam evaluasi, yaitu input, proses dan hasil.
Pada evaluasi Input yang meliputi residen, staff dan program sudah
cukup untuk dikatakan sesuai. Pada identifikasi residen sudah sesuai
dengan kriteria sasaran penerima. Pada identifikasi staff terdepan yaitu
konselor, meliputi pendidikan, pengalaman dan latar belakang yang
dimiliki konselor adiksi sudah sesuai dengan syarat menjadi terapis
yang di tetapkan oleh Panti Sosial Pamardi Putra tetapi masih kurang
adanya SDM karna jumlah konselor dan residen yang tidak seimbang
mengakibatkan kurang profesionalnya konselor dalam menangani
residen. Pada program telah sesuai dengan program TC adalah aspek
layanan yang diberikan, tujuan program dan mitra kerjasama, sudah
berjalan dengan baik. Pada evaluasi proses meliputi jadwal kegiatan
terapi dan tahap pelaksanaan terapi, pelaksanaan metode TC
dilaksanakan dengan jadwal harian dan jadwal komunitas yang
tersusun rapi dan teratur. Pada evaluasi hasil terdapat aspek perubahan
perilaku residen dan keberlanjutan program.
3. Pelaksanaan Program Rehabilitasi Bagi Penyalahguna NAPZA di
Madani Mental Health Care Jakarta Timur oleh Yenni Yulianti,
skripsi S1 Program studi Pendidikan Sarjana Terapan Pekerjaan
Sosial, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung. Penelitian ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran pelaksanaan program
15
rehabilitasi bagi penyalahguna NAPZA di Madani Mental health
Care. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program
telah terlaksana, namun dalam proses pelaksanaannya terdapat
beberapa hambatan yaitu sarana-prasarana yang tidak mendukung,
ketidaktepatan waktu pelaksanaan dan ketidaksiapan dalam
memberikan program.
L. Sistematika Penulisan
Dalam menggambarkan serta menguraikan secara terperinci hal-hal
yang terkandung dalam penelitian ini, maka penulis membagi sistematika
penyusunan kedalam lima bab, masing-masing bab terbagi ke dalam sub-
sub bab. Berikut perinciannya:
BAB I Berisi tentang pendahluan yakni; Latar Belakang Masalah,
Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Metodologi Penelitian, Waktu dan Lokasi Penelitian,
Subjek dan Objek Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Teknik
Pengumpulan Data, Analisis Data, Tinjauan Pustaka dan
Sistematika Penulisan.
BAB II Landasan teori yang berisi: A. Evaluasi, terdiri dari; Pengertian
Evaluasi Model Evaluasi, Tujuan Evaluasi, Fungsi Evaluasi, dan
Standar Evaluasi. B. Terapis, terdiri dari; Pengertian Terapis dan
Macam-macam Terapis. C. Rehabilitasi, terdiri dari; Pengertian
Rehabilitasi, standar dan prasarana Rehabilitasi. D. Narkoba,
terdiri dari; Pengertian Narkoba, Jenis-jenis Narkoba, Motif
Penyalahgunaan Narkoba, Gangguan Mental dan Perilaku
16
Narkoba, Kelompok Potensial Mudah Terpengaruh dan
Mekanisme Terjadinya Penyalahgunaan Narkoba
BAB III Profil yayasan rehabilitasi Madani Mental Health Care, yang
terdiri dari; Sejarah, Program Pembinaan, Program
Pemberdayaan Pasca Rehab, Skema Penerimaan Klien, Sarana
dan Prasarana dan Struktural Yayasan.
BAB IV Pemaparan hasil penelitian evaluasi metode terapis bio-psiko-
sosial-spiritual dalam pemulihan klien pengguna Narkoba di
Madani Mental Health Care.
BAB V Kesimpulan dan Saran.
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A. EVALUASI
1. Pengertian Evaluasi
Pengertian secara harfiah evaluasi berasal dari kata bahasa inggris
evaluation yang memiliki arti penilaian.30
Ada dua istilah yang
dipergunakan untuk evaluasi, yaitu evaluation research (riset evaluasi) atau
evaluation (evaluasi) dan evaluation science (sains evaluasi). Istilah riset
evaluasi dipopulerkan oleh F.G Caro (1970) dalam bukunya yang berjudul
Readings in Evaluation Research. Sedangkan sejumlah peneliti lainnya
seperti Daniel Stufflebeam dan Anthonu J. Shinkfield (1985) dan Blain R.
Worthen dan James R. Sanders (1987), Michael Quinn Patton (1978), dan
Emil J. Posavac dan Raymond G. Carey (1997) menggunakan istilah
evaluasi.31
Secara istilah pengertian evaluasi merupakan kegiatan yang terencana
untuk mengetahui keadaan suatu obyek dengan menggunakan instrumen
dan hasilnya dibandingkan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.32
Dalam perkembangan pengertian evaluasi, ada beberapa pengertian
evaluasi yang dipaparkan oleh para ahli. Menurut Stufflembeam, dkk (1971)
mendefinisikan evaluasi sebagai “The process of delineating, obtaining, and
30
Annas Sudijono. Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2011), h.1. 31
Wirawan. EVALUASI: Teori, Standar, Model, Aplikasi dan Profesi, (Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2011), h.2. 32
Toha. Teknik Evaluasi Pndidikan, (Jakarta: Rajawali pess, 1991), Cet Ke-1, h.1.
18
providing useful information for judging decision alernatif.” Artinya,
evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh dan menyajikan
informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan.33
Dengan seseorang melakukan evaluasi atau penilaian terhadap obyek,
secara tidak langsung seseorang tersebut telah melakukan kegiatan evaluasi.
Dari gambaran-gambaran tersebut akan di peroleh sebuah informasi
mengenai suatu kegiatan. Informasi ini nantinya yang akan dijadikan
evaluasi, kemudian dilanjutkan pada tingkat akhir yakni keputusan. Sejalan
dengan pemikiran Malcolm dan provus, menjelaskan bahwa evaluasi adalah
kegiatan untuk mengetahui perbedaan antara apa yang ada dengan standar
yang telah ditetapkan serta bagaimana menyatakan perbedaan antara
keduanya.34
Malcolm dan Provus menjelaskan pada informasi atau hasil yang
sudah menjadi data. Data atau informasi tersebut kemudian dijadikan
landasan dalam menetapkan suatu keputusan dengan membandingkan
standar yang telah ditetapkan. Lebih tepatnya, jika suatu program diatas
standar yang ditetapkan makan program tersebut akan tetap berlanjut, dan
sebaliknya jika program tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan maka perlu ada keputusan antara lanjut dengan syarat di perbaiki
atau bisa juga tidak diadakan sama sekali.
33
Kementerian agama RI. Petunjuk Teknis Evaluasi dan Pelaporan LPZ, (Jakarta: Direktorat
Pemberdayaan Zakat, 2012), h. 19. 34
Sujana. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. (Bandung: Rosdakarya, 2014), cet. 3,
h. 19.
19
Menurut Suharsimi Arikunto dalam bukunya yang berjudul “Dasar-
Dasar Evaluasi Pendidikan” mendefinikisan bahwa evaluasi adalah kegiatan
pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai.35
Kesimpulan yang bisa penulis pahami mengenai evaluasi adalah
evaluasi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menetapkan suatu
keputusan yang konkrit melalui data di lapangan. Artinya, data yang
dijadikan sebagai bahan evaluasi tidak bisa di awang-awang, ditebak atau
hanya sekilas pengamatan saja. Evaluasi membutuhkan data lapangan agar
menghasilkan keputusan yang sesuai dengan kondisi yang ada. Hal ini
memungkinkan adanya keputusan yang tepat dan akurat.
2. Model Evaluasi
Kategorisasi model-model evaluasi yang dilakukan berbagai pakar
dilakukan dengan cara pemaparan yang berbeda-beda, meskipun apabila
dicermati di dalamnya tidak terlalu jauh berbeda. Untuk menunjang
keberhasilan peneliti dalam menyelesaikan permasalahan, maka peneliti
menggunakan model yang dipopulerkan oleh Pietrzak, Ramler, Renner,
Ford dan Gilbert (1990), yakni: 1) evaluasi input; 2) evaluasi proses; dan 3)
evaluasi hasil.36
a. Evaluasi input memfokuskan pada berbagai unsur yang masuk
dalam suatu pelaksanaan suatu program, tiga unsur utama yang
terkait dengan evaluasi input adalah klien, staff dan program.
Evaluasi ini menjelaskan bahwa variable klien meliputi
karakteristik demografi klien, seperti: susunan keluarga dan berapa
35
Arikunto. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), cet. 4, h. 25. 36
Isbandi. Kesejahteraan Sosial. (Jakarta: Raja Grafindo persada, 2013), h.232-233.
20
anggota yang ditanggung. Variable staff meliputi aspek biografi
dari staf, seperti: latar belakang pendidikan dan pengalaman.
Sedangkan variable program meliputi aspek tertentu, seperti: lama
waktu layanan diberikan, dan sumber-sumber rujukan yang
digunakan.
b. Evaluasi proses menurut Pietrzak, et.al (1990) memfokuskan diri
pada aktivitas program yang melibatkan interaksi langsung antara
klien dengan staf „terdepan‟ yang merupakan pusat dari pencapaian
tujuan program. Tipe evaluasi ini diawali dari sistem pemberiaan
pelayanan dari suatu program. Dalam upaya mengakaji kriteria
yang relevan seperti: standar praktik, kebijakan lembaga, tujuan
proses dan kepuasan klien.
c. Evaluasi hasil diarahkan pada evaluasi keseluruhan dampak dari
suatu program terhadap penerima layanan. Evaluasi ini
mengontruksikan kriteria keberhasilan suatu program. Kriteria
keberhasilan ini akan dapa dikembangkan sesuai dengan kemajuan
suatu program ataupun pada perubahan perilaku klien.
3. Tujuan Evaluasi
Menurut Feurstein (1990) menyatakan sepuluh alasan mengapa suatu
evaluasi perlu dilakukan:37
1) Pencapaian, guna melihat apa yang sudah dicapai.
2) Mengukur kemajuan, melihat kemajuan terkait dengan objektif
program.
37
Isbandi. Kesejahteraan Sosial. (Jakarta: Grafindo persada, 2013), h. 231.
21
3) Meningkatkan pemantauan, agar mencapai manajemen yang baik.
4) Mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan, agar dapat
memperkuat program.
5) Melihat apakah usaha sudah dilakukan secara efektif, guna melihat
perbedaan apa yang telah terjadi setelah diterapkan suatu program.
6) Biaya dan manfaat, melihat apakah biaya yang dikeluarkan cukup
masuk akal.
7) Mengumpulkan informasi, guna merencanakan dan mengelola
kegiatan program secara baik.
8) Berbagi pengalaman, guna melindungi pihak lain dalam kesalahan
yang sama, atau untuk mengajak orang lain melaksanakan meode
yang serupa.
9) Meningkatkan efektifan, agar dapat memberikan dampak yang
lebih luas.
10) Memungkinkan terciptanya perencanaan yang lebih baik.
4. Fungsi Evaluasi
Scriven (1967) orang pertama yang membedakan antara evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif sebagai fungsi evaluasi yang utama.
Kemudian Stufflembeam juga membedakan sesuai diatas yaitu Proactive
evaluation, untuk melayani pemegang keputusan, dan Retroactive
evaluation untuk keperluan pertanggungjawaban. Evaluasi dapat
mempunyai dua fungsi yaitu fungsi formatif, evaluasi dipakai untuk
perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (Program,
orang, produk dan sebagainya). Fungsi sumatif, evaluasi dipakai untuk
22
pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi
hendaknya membantu pengembangan implementasi, kebutuhan suatu
program, perbaikan program, pertenggungjawaban, seleksi, motivasi,
menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.38
Evaluasi merupakan suatu kebutuhan dalam program untuk mengukur
sejauhmana program tersebut berjalan, apa yang menghambat, apa yang
menjadi kekurangan dalam program tersebut. Maka evaluasi diangap
penting dalam menunjang keberlangsungan suatu program.
5. Prosedur Evaluasi
Proses melakukan evaluasi mungkin saja berbeda, sesuai persepsi
teori yang dianut, ada bermacam-macam cara. Namun evaluasi harus
memasukkan ketentuan dan tindakan sejalan dengan fungsi evaluasi, yakni:
a. Memfokuskan evaluasi
b. Mendesain evaluasi
c. Mengumpulkan evaluasi
d. Menganalisis evaluasi
e. Melaporkan hasil evaluasi
f. Mengelola evaluasi
g. Mengevaluasi evaluasi
38
Farida. Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 4.
23
6. Standar Evaluasi
Akhir-akhir ini telah dicoba pengembangan standar untuk kegiatan
evaluasi pendidikan. standar yang paling komprehensif dan rinci
perkembangannya oleh Commite Standard for Education Evaluation (Join
Commitee, 1981), dengan ketuanya Daniel Stufflembeam, yaitu:39
a. Ultility (bermanfaat dan praktis)
b. Accuracy (tepat secara teknik)
c. Feasibility (realistik dan teliti)
d. Proppriety (dilakukan dengan legal dan etik)
Lee J. Cronbach (1980) mengatakan bahwa standar yang digunakan
untuk melakukan evaluasi mungkin tak seperti konsekuensinya. Ia
mengatakan evaluasi yang baik ialah yang memberikan dampak yang positif
pada perkembangan program. Pada dasarnya tujuan melakukan adalah untuk
memberikan dampak yang positif bukan dampak negatif, yakni dengan kata
lain tujuan melakukan evaluasi adalah untuk mengembangkan bukan
memberikan citra buruk terhadap program. Evaluasi yang dilakukan dengan
teknik yang benar akan menghasilkan keputusan yang tepat.
39
Farida. Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 8.
24
B. TERAPI
1. Pengertian Terapi
Dalam buku yang berjudul “kamus filsafat dan psikologi,” therapy
diartikan sebagai penggunaan teknik-teknik untuk menyembuhkan dan
mengurangi atau meringankan suatu penyakit.40
Dadang Hawari dalam
proses pengobatan yang diterapkan, berlandaskan pada ayat-ayat al-Quran
dan as-Sunnah. Dalilnya yang di implementasikan dalam terapi pengobatan
pengguna Narkoba, sebagai berikut:41
وإذا مرضت فهى يشفين
Artinya: “Dan bila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan” (Q.S.
Asy Syu‟ara, [26] : 80).
اع إذاداعان أجيب دعى ة الد
Artinya: “Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa,
apabila berdoa kepada-Ku.” (Q.S al-Baqarah, [2] : 186).
تداووا فإن الل لم يضع داء إلا شفاء غير داء واحد
هى الهرم
Artinya: “Berobatlah kalian, maka sesungguhnya Allah SWT. tidak
mendatangkan penyakit kecuali mendatangkan juga obatnya, kecuali
penyakit tua.” (H.R. At-Tirmidzi).
40
Sudarsono. Kamus Filsafat dan Psikologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h. 254. 41
Hawari. Panduan Rehabilitasi Gangguan Mental dan Prilaku akibat Miras, Narkoba &
Penderita Skizofrenia. h. ii.
25
2. Macam-Macam Metode Terapis
Selain terapi medik yang diterapkan dalam upaya penyembuhan
penyalahguna zat berbahaya, metode terapi yang digunakan oleh Madani
Mental Health Care diantaranya terapi psikologik, terapi sosial dan terapi
spiritual. Metode dapat diartikan sebagai alat yang digunakan dalam
mencapai proses sebuah tujuan. Dalam pengertian sederhana, metode dapat
diartikan suatu cara untuk menyampaikan nilai tertentu oleh si pembawa
pesan ke si penerima pesan.42
Metode terapis yang digunakan dalam upaya
pemulihan pengguna Narkoba di Rehabilitasi Madani Mental Health Care,
yakni:
a. Terapi Biologik
Pengertian biologik atau fisik adalah hal-hal yang menyangkut
tubuh (jasmani) seseorang, mulai dari fungsi persyarafan (otak), panca
indera, jantung, paru-paru, lambung, hati, usus, organ, perkemihan,
organ reproduksi, otot, tulang dan sistem yang terkait. Tubuh ini
memerlukan gizi makanan yang memadai dan halal agar dapat tumbuh
dan hidup sehat. Bila tubuh ini sakit diberikan jenis obat-obatan yang
sesuai dengan kondisi penyakitnya ditangani oleh dokter umum atau
spesialis (terapi medik).
Terapi medik diberikan jenis obat anti psikotik yang ditunjukan
terhadap gangguan sistem neuro-transmiter susunan saraf pusat (otak),
diberikan analgetik non opiat (obat anti nyeri yang tidak mengandung
opiat atau turunannya), tidak diberikan obat-obat yang bersifat adiktif.
42
Syahidin. Aplikasi Metode Pendidikan Qurani dalam Pembelajaran Agama di Sekolah,
(Tasikmalaya: Ponpes Suryalaya, 2005), h.62.
26
Dalam proses terapi medik, diberikan juga obat anti depresi, kemudian
bila ditemukan komplikasi pada organ paru, liver dan lainnya
diberikkan obat sesuai dengan kelainan dari obat tersebut (terapi
somatik).43
b. Terapi Psikologik
Pengertian psikologik adalah hal-hal yang menyangkut masalah
kejiwaan seseorang, mulai dari kepribadian, stres, cemas, depresi,
gangguan jiwa (psikosis), penyimpangan seksual, bunuh diri,
penyalahgunaan NAZA dan lain-lainnya. Gangguan dibidang
kejiwaan ini ditangani oleh dokter ahli jiwa (psikiater), dan diberikan
terapi psikiatrik berupa konsultasi (psikoterapi) serta jenis obat-obatan
yang tergolong psikofarmaka.
c. Terapi Sosial
Pengertian sosial adalah lingkungan hidup seseorang, dirumah
di sekolah/kampus, di tempat kerja dan di masyarakat serta
lingkungan di perkotaan atau pedesaan dan alam sekitarnya. Masalah-
masalah sosial yang timbul ditangani oleh ahli ilmu sosial dan kalau
berdampak pada kondisi kesehatan seseorang, barulah berobat pada
ahlinya (dokter/psikiater).
d. Terapi Spiritual
Pengertian spiritual (agama) adalah hal-hal yang menyangkut
kehidupan keagamaan seseorang. Keimanan dan pengamalannya
dapat mencegah seseorang jatuh sakit. Bila seseorang sakit, faktor
43 Hawari. Panduan Rehabilitasi Gangguan Mental dan Prilaku akibat Miras, Narkoba &
Penderita Skizofrenia. h. 2.
27
agama juga dapat berkonstribusi dalam terapi dan rehabilitasi.
Berbagai masalah yang berhubungan dengan keagamaan seseorang
dapat dikonsultasikan kepada ulama (ahli agama), dan bila berdampak
pada kondisi kejiwaannya dikonsultasikan kepada psikiater.
Narkoba dapat melelahkan Kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan
Emosional (EQ), Kecerdasan Kreativitas (CQ): maka demikian pula halnya
dengan Kecerdasan Spiritual (SQ). Orang yang mengonsumsi Narkoba akan
mengalami gangguan mental dan perilaku sebagai akibat fungsi pikir, alam
perasaan dan perilakunya menjadi error. Salah satu gejalanya adalah
melemahnya iman dan yang bersangkutan tidak lagi menjalankan ibadah
agama; sehingga ia tidak mampu membedakan mana yang haram dan mana
yang halal.44
Terapi agama diberikan sesuai dengan keimanan masing-masing
untuk menyadarkan bahwa Narkoba dan Miras haram hukumnya dari segi
agama maupun UU. Prinsipnya adalah berobat dan bertobat sebelum
ditangkap: berobat dan bertobat sebelum maut menjemput.
Berobat artinya membuang racun (Detoksifikasi), terapi komplikasi
medik, dan terapi terhadap gangguan sistem neuro-transmitter susunan saraf
pusat otak yang menyebabkan gangguan mental dan perilaku. Sedangkan
bertobat artinya memohon ampun kepada Allah SWT, berjanji tidak akan
mengulangi lagi mengkonsumsi Narkoba dan Miras.45
44
Hawari. Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa Perspektif Al-Qur‟an dan As-Sunnah,
(Jakarta: FKUI, 2015), h.96. 45
Hawari. Panduan Rehabilitasi Gangguan Mental dan Prilaku akibat Miras, Narkoba &
Penderita Skizofrenia.h. 2-3.
28
C. REHABILITASI
1. Pengertian Rehabilitasi
Rehabilitasi korban Narkoba adalah suatu proses yang berkelanjutan
dan menyeluruh. Para pengguna Narkoba yang menjalani masa rehabilitasi
biasanya terganggu atau menderita secara fisik, mental, spiritual dan sosial.
Oleh karena itu tempat rehabilitasi narkoba harus meliputi usaha-usaha
untuk mendukung para korban dalam pengembangan dan mengajarkan arti
kehidupan secara berkualitas di bidang fisik, mental, spiritual dan sosial.46
Sarana dan prasarana rehabilitasi pengembangan dan pengisian hidup
secara bermakna dan berkualitas adalah suatu proses mandiri seseorang,
bukanlah suatu tujuan yang harus di kejarnya. Tujuan yang di kejar adalah
hidup sehat, bahagia, damai dan bersikap positif. Setiap pengguna narkoba
yang di rehabilitasi berhak memperoleh kesehatan dan kesembuhan yang di
dambakan. Maka harus tersedia dukungan dan pertolongan bagi harapannya
dengan perlengkapan-perlengkapan teknis lainnya.
2. Standar Sarana dan Prasarana Rehabilitasi
a. Bangunan Fisik
1.) Sarana rehabilitasi, tersedianya:
(a). Ruang konsultasi/perikasa
(b). Ruang tidur yang memenuhi persyaratan kesehatan yaitu
bersih, cukup ventilasi, cukup pencahayaan dan minimal 20
tempat tidur.
46
Somar. Rehabilitasi Pecandu Narkoba, (Jakarta: Grasindo, 2001), h. 19.
29
2). Sarana penunjang, tersedianya:
(a). Ruang makan
(b). Ruang olahraga
(c). Ruang tamu
(d). Ruang ibadah
(e). Kamar mandi
3). Sarana administrasi, tersedianya:
(a). Ruang pimpinan
(b). Ruang staf
(c). Ruang administrasi
b. Obat:
1). Obat-obatan P3K
c. Sumber daya manusia
1). Pimpinan sarana pelayanan rehabilitasi
2). Psikiatri
3). Psikolog
4). Konselor
5). Petugas keamanan
6). Tenaga lain sesuai kebutuhan
30
D. NARKOBA
1. Pengertian Narkoba
Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya.47
Narkotika adalah zat yang dapat menyebabkan penurunan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri
dan dapat menimbulkan ketergantungan, contohnya: opium, kokain, heorin,
morphine, ganja, benzetidin, betametadol dan lain-lainnya. Psikotropika
adalah zat yang mempengaruhi susunan syaraf pusat yang menyebabkan
pada kas pada aktivitas mental dan perilaku, contohnya: ekstasi,
amfetamina/shabu-shabu, deksamfitamina, buprenorfina, diazepam (nipam,
BK, magadon), notrazepan dan lain-lain.48
Sedangkan zat adiktif lainnya
yaitu sedativa hipnotika, amfetamin (keduanya bermanfaat dalam ilmu
kedokteran), halusinogen, fensiklidin yang tidak digunakan dalam ilmu
kedokteran, inhalansia (yaitu zat yang banyak terdapat dalam keperluan
rumah tangga, kantor atau industri), nikotin (dalam tembakau) dan kafein
(dalam kopi) yang banyak digunakan sebagai zat penikmat.49
2. Jenis-Jenis Narkoba
a. Narkotika
Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintesis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan
47
Sunarno. Narkoba: Bahaya dan Upaya Pencegahannya, (Semarang: Bengawan Ilmu,
2007), h. 10. 48
Raihana & Minsarnawati. Psikologi Kesehatan Bagi Praktisi Kesehatan Masyarakat,
(Tanggerang: FKIK UIN Syarifhidayatullah Jakarta, 2012), h. 31. 49
Satya. Gangguan Penggunaan Zat Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif Lain, (Jakarta:
Gramedia, 1989), h.50.
31
atau perubahan kesadaran, kehilangan rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.50
Tabel 1. Jenis-jenis Narkotika
No Jenis-Jenis Narkotika Golongan
1 Heroin/Putaw, Kokain dan
Ganja
1
2 Morfin dan Petidin 2
3 Kodein 3
b. Psikotropika
Menurut UU RI Nomor 5 tahun 1997 bahwa yang dimaksud
dengan spikoterapika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoakif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada
aktivitas mental dan prilaku.51
Tabel 2. Jenis-jenis psikotropika
No Jenis Psikotropika Golongan
1 Ektasi, Shabu dan LSD. 1
2 Amfetamin, metilfenidat atau ritalin. 2
3
Diazepam, bromazepam, fenobarbital,
klonazepam, klordiazepoxide,
nitrazepam.
3
50
Ardani. Psikiater Islam, (Malang: Uin-Malang Press, 2008), h.256. 51
Ardani. Psikiater Islam, (Malang: Uin-Malang Press, 2008), h.257.
32
c. Zat Adiktif Lainnya
Yang dimaksud disini adalah bahan atau zat uang berpengaruh
psikoaktif diluar yang disebut Narkotika dan Psikotropika, meliputi:52
1) Minuman berakohol, mengandung etanol etil alkohol yang
berpangurh menekan susunan saraf pusat dan sering mendaji
bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan
tertentu. Jika digunakan sebagai campuran narkotika atau
psikotropika memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh
manusia. Ada tiga golongan minuman berakohol, yaitu golongan A
(kadar etanol 1-5% seperti Bir), golongan B (kadar etanol 5-20%
seperti jenis minuman anggur), golongan C (kadar etanol 20-45%
seperti Whisky, Vodka, TKW, Manson House, Johny Walker, dan
Kamput).
2) Inhalansia (gas yang dihirup) dan Solven (zat pelarut) mudah
menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai
barang keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin.
Yang sering disalahgunakan anatara lain, lem, thinner, penghapus
cat kuku dan bensin.
3) Tembakau; pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat
luas di masyarakat. Pada upaya menanggulangan Narkoba di
masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja
harus menjadi bagian upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol
52
Ardani. Psikiater Islam, (Malang: Uin-Malang Press, 2008), h.256
33
sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan Narkoba lain yang
lebih berbahaya.
3. Motif Penyalahgunaan Narkoba
Seseorang dokter psikiater Dr. Graham Blaine berdasarkan hasil-hasil
penelitiannya antara lain mengemukakan sebagai berikut:53
a. Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan perkelahian,
bergaul dengan wanita dan lain-lain.
b. Untuk menunjukkan tindakan menentang otoritas terhadap
orangtua atau guru atau norma-norma sosial.
c. Untuk mempermudah penyaluran dan perbuatan seksual.
d. Untuk melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman-
pengalaman emosional.
e. Untuk mencari dan menemukan arti daripada kehidupan.
f. Untuk mengisi kekosongan dan kesepian/kebosanan.
g. Untuk menghilangkan kegelisahan, frustasi dan kepepatan hidup.
h. Untuk mengikuti kemauan kawan-kawan dalam rangka membina
solidaritas.
i. Hanya iseng-iseng atau didorong oleh rasa ingin tahu.
53
Soedjono. Phatologi Sosial. (Bandung: ALUMNI, 1974), h. 67-68.
34
4. Gangguan Mental dan Perilaku Narkoba
Menurut Dadang Hawari dalam bukunya yang berjudul “Petunjuk
Praktis Terapi Miras dan Narkoba” memaparkan secara umum gangguan
mental dan perilaku akibat mengonsumsi narkoba adalah sebagai berikut:54
a. Meninggalkan ibadah yang semula rajin.
b. Berbohong yang semula jujur.
c. Membolos yang semula rajin.
d. Meninggalkan rumah (minggat).
e. Bergaul bebas (seks bebas/ perzinaan).
f. Menjual barang, mencuri, tindak kriminal.
g. Prestasi belajar merosot sampai drop out.
h. Melanggar disiplin yang semula taat.
i. Merusak barang-barang/ alat rumah tangga.
j. Mengakali dan melawan orangtua.
k. Pemalas (enggan merawat diri).
l. Suka mengancam, tindak kekerasan, berkelahi.
m. Sering mengalami kecelakaan lalu-lintas.
54
Hawari. Petunjuk Praktis Terapi (Detoksifikasi) Miras dan Narkoba (NAZA), (Jakarta:
FKUI, 2011), Cet. Ke-2, h. 6-7.
35
Secara khusus, gangguan mental dan prilaku pengguna Narkoba
adalah sebagai berikut:55
a. Ganja
1) Perubahan prilaku:
(a). Ketakutan.
(b). Kecurigaan.
(c). Gangguan menilai realitas.
(d). Gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan.
2) Gejala psikologi:
(a). Euforia, rasa gembira tanpa sebab.
(b). Halusinasi.
(c). Delusi atau waham (keyakinan yang tidak benar dan tidak
rasional).
(c). Perasaan waktu berlalu dengan lambat (misalkan 10 menit
dirasakan 1 jam).
(d). Apatis.
3) Gejala fisik:
(a). Jantung berdebar-debar.
(b). Mata merah.
(c). Nafsu makan bertambah.
(d). Mulut kering.
55
Hawari. Petunjuk Praktis Terapi (Detoksifikasi) Miras dan Narkoba (NAZA), (Jakarta:
FKUI, 2011), Cet. Ke-2, h. 7-14.
36
5. Kelompok Potensial Mudah Terpengaruh Narkoba
Menurut Nalini Nurdi, psikiater RSUD Soetomo Surabaya, ada
kelompok-kelompok yang potensial yang mudah terpengaruhi Narkoba
(Jawa Pos, 26 Februari 2000):56
a. Kelompok primer
Kelompok primer adalah kelompok yang mengalami gangguan
kejiwaan. Penyebabnya bisa karena kecemasan, depresi dan
ketidakmampuan menerima kenyataan hidup. Hal tersebut diperparah
lagi karena mereka memiliki kepribadian introfet atau tertutup.
Dengan jalan mengonsumsi obat-obatan atau sesuatu yang diyakini
dapat terlepas dari masalah, kendati hanya sementara waktu.
Kelompok primer sangat mudah terpengaruhi untuk mencoba
Narkoba, jika lingkungan pergaulannya menunjang dia untuk
memakai.
b. Kelompok sekunder
Kelompok sekunder yaitu, mereka yang mempunyai sifat anti
sosial. Kepribadiannya selalu bertentangan dengan norma-norma
masyarakat. Sifat egosentri sangat kental dalam dirinya. Perilaku ini
disamping sebagai konsumen juga dapa sebagai pengedar. Ini
merupakan pencerminan pribadi yang ingin mempengaruhi dan tidak
senang jika ada orang lain merasakan kebahagiaan.
56
Sasangka. Narkotika dan Psikotrapika dalam Hukum Pidana, (Bandung: Mandar Maju,
2003), h. 9-10.
37
c. Kelompok tertier
Kelompok tertier adalah kelompok ketergantungan yang bersifat
reaktif. Biasanya terjadi pada para remaja yang labil dan mudah
terpengaruhi dengan kondisi lingkungannya. Juga pada mereka yang
kebingungan mencari identitas diri, selain mugkin adanya ancaman
dari pihak tertentu untuk ikut mengonsumsi.
6. Mekanisme Terjadinya Penyalahgunaan Narkoba
Mekanisme terjadinya penyalahgunaan Narkoba menurut penelitian
prof. Dadang Hawari (1990), seperti yang dikutip Pudji Lestari (2000:3)
dikemukakan sebagai berikut: Penyalahgunaan Narkoba terjadi oleh
interaksi antara faktor-faktor predisposisi (kepribadian, kecemasan, depresi)
faktor kontribusi (kondisi keluarga) dan faktor pencetus (pengaruh teman
sebaya/kelompok dan zat itu sendiri).
Gambar 1. Mekanis Penyalahgunaan Narkoba
Faktor
Predisposisi
Faktor Kontribusi
1. Gangguan
kepribadian
2. Kecemasan
3. Depresi
4. kondisi keluarga
> Keutuhan keluarga
> Kesibukan orangtua
> Hubungan interpersonal
Faktor Pencetus
Pengaruh teman
kelompok Narkoba
Ketergantungan Narkoba Penyalahgunaan Narkoba
38
BAB III
PROFIL REHABILITASI
MADANI MENTAL HEALTH CARE
A. Sejarah
Sejarah berdirinya Madani Mental Health Care. Berawal di tahun
1999 dari Pecandu Narkoba yang meminta tolong untuk dibina dan tinggal
di rumah ustadnya (Ust. Darmawan) dibuatkanlah Rumah Kesadaran.
Seiring dengan waktu, jumlah pecandu yang ingin tinggal dan dibina
semakin banyak.
Gambar 2. Graha Madani
Berawal dari kesadaran para pecandu yang ingin berobat dan bertobat
inilah Madani Mental Health Care berkembang dan menuju tahap yang
lebih Profesional. Satu September 2003 di rumah sakit Thamrin jam 13:00
di proklamirkan berdirinya Madani Home Care Metode Prof. Dr. dr. H.
Dadang Hawari, Psikiater. Tepat pada tanggal 11 November 2007 Yayasan
39
Madani disahkan oleh Negara melalui Departemen Hukum dan HAM
sebagai berikut:
Nama : Yayasan Pusat Rehabilitasi Madani Mental
Health Care Metode Prof. Dr. Dr. H. Dadang
Hawari.
Legalitas : Kementerian Hukum & HAM RI No: C-
4011.HT.01.02.TH.2007
Alamat : Jalan Pancawarga III Rt.003/04 No.34 Cipinang
Selatan, Jakarta Timur 13410
Telepon/Fax : (021) 8578228/ 0816-1342-931
Website : www.madanionline.org
E-mail : [email protected]
Yayasan Pusat Rehabilitasi Madani Mental Health Care adalah
sebuah lembaga swadaya masyarakat yang memfokuskan diri pada
penanganan korban penyalahgunaan Narkoba dan Skizofrenia. Memiliki
visi menyelamatkan dan mengembalikan masa depan dan citra diri
keluarga, masyarakat dan bangsa, serta meningkatkan kualitas hidup
menjadi lebih baik. Misi yayasan ini adalah melaksanakan usaha
pencegahan melalui penyuluhan, bimbingan, pembinaan dan konsultasi
mengenai bahaya yang ditimbulkan dari penyalahgunaan NAZA, maupun
mengobati serta meningkatkan kualitas hidup korban NAZA dan Penderita
sikofrenia sehingga dapat kembali ke masyarakat dan lingkungannya secara
baik dan benar.
40
B. Program Pembinaan
Khusus Program Pembinaan Rehabilitasi korban NAZA dan
Skizofrenia (mental disorder), Madani Mental Health Care memakai Sistem
Terpadu Bio-Psiko-Sosial-Spiritual (BPSS); Metode: Prof. Dr. dr. H.
Dadang Hawari, Psikiater
Program pembinaan dilaksanakan secara terpadu dan
berkesinambungan oleh tenaga-tenaga yang berpengalaman dibidangnya.
Program pembinaan dijalankan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan dan dapat
diperpanjang sesuai kemampuan, dengan mengikuti program lanjutan
selama 3 (tiga) bulan serta masuk fase kemandirian 6 (enam) bulan. (Transit
House, Day Care, dan Home Care merupakan jenis estape/tahapan dari
program pembinaan).
1. Terapi Medik & Komplikasi Medik (Bio)
Meliputi: Stabilisasi (pencucian racun tanpa anestesi dan substitusi)
dan pemulihan penyakit komplikasi akibat dari NAZA.
2. Terapi Religius (Spiritual)
Meliputi: Ibadah dan praktek ibadah, Mengaji dan Mengkaji Al-
qur‟an/Hadist, Berzikir dan Berfikir, Syirah Nabawi, Ahlaqul karimah,
muhadhoroh dan muhasabah.
3. Terapi Psikososial
Meliputi: Penguatan tekad/cita-cita, outbond, games therapy,
sosialisasi keluarga dan masyarakat.
4. Pengetahuan umum
41
Meliputi: Bahasa Inggris/Arab, Komputer, Seni lukis, Desain dan
Teknik Cetak Sablon, Handycraft, dan lain-lain (sesuai minat dan bakat).
Metode pengajarannya lebih mengedepankan pendekatan individual
dari pada klasikal (general) karena didasarkan kepada kompetensi santri,
latar belakang, masalah yang dihadapi dan harapan serta cita-citanya.
Metode dan tehnik yang digunakan dalam melaksanakan program
pembinaan:
Tabel 3. Metode pengajaran di Madani Mental Health Care
Metode Pembinaan Teknik Pengajaran
1. Keteladanan
2. Nasehat
3. Cerita atau kisah-kisah
4. Hukuman
5. Hadiah
1. Ceramah
2. Diskusi-debat
3. Simulasi – Sosiodrama
4. Parawisata
5. Dzikir-perenungan
6. Seni dan Olahraga
Di lingkungan pembinaan, para konselor, pengajar, instruktur, perawat
ataupun pembina lainnya dipanggil dengan panggilan ustadz dan klien,
murid, anak, ataupun adik binaan disebut dengan santri. Para ustadz yang
diterima di lingkungan pembinaan, harus mempunyai latar belakang
pengetahuan agama dan dalam menjalankan tugasnya para ustadz terikat
dengan kode etik Counselor NAZA Counselor skizofrenia.
Keunggulan program pembinaan Madani Mental Health Care
memakai Sitem terpadu; metode: Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater
42
adalah pembinaan yang berbasis komunitas/ masyarakat (community base,
not intitution base), diuraikan antara lain:
1. Memakai sistem terpadu
2. Menyediakan tenaga konselor pendamping untuk santri
3. Mengedepankan nilai-nilai agama
4. Menerapkan program pembinaan berdasarkan kompetensi santri
5. Membudayakan kehidupan keseharian, layaknya kehidupan normal di
masyarakat
6. Berkesinambungan yakni setelah santri berada di rumah (dari Transit
House) tetap menyediakan program pembinaan berkelanjutan
7. Lingkungan yang fleksibel dan nyaman “tidak terpenjara” dengan tetap
melakukan pengawasan pembinaan
8. Suasana kekeluargaan.
9. Selama dalam program pembinaan santri dapat melanjutkan
pendidikan/bekerja dengan sistem pendampingan.
C. Program Pemberdayaan Pasca Rehab
Proses pembinaan bagi korban penyalahgunaan Narkoba dan juga
penyakit skizofrenia menurut hemat kami adalah sebuah proses yang
membutuhkan jangka waktu yang panjang. Setiap santri yang telah selesai
menjalani proses rehabilitasi tidak langsung bahwa dia 100% akan bebas
dari Narkoba. Untuk menjaga tren positif setelah menjalani proses
rehabilitasi Madani Mental Health Care mempunyai program
pemberdayaan after care berupa:
43
1. Bengkel dan Steam, Perikanan, Handycraft (Madani Marchandise)
2. Program perkonselor/terapi kerja di rumah transit
3. Pengajian rutin bagi alumni/aftercare
4. Outbond rutin
5. Family Gathering/Family Therapy keluarga Madani Mental Health
Care
D. SDM Dan Santri Madani
1. SDM Madani
Tabel 4. Jumlah pegawai Madani Mental Health Care (bulan
November 2017)
No Pengurus Jumlah
(Orang)
Presentase (%)
1 Pengurus kantor 10 26,31
2 Psikiater 1 2,63
3 Dokter 2 5,26
4 Psikolog 1 2,63
5 Konselor 12 31,57
6 Perawat 2 5,26
7 Instruktur 4 10,52
8 Staf pemeliharaan 2 5,26
9 Dapur 4 10,52
Jumlah 38 100
Sumber : Yayasan Rehabilitasi Madani Mental Health Care
44
2. Santri Madani
Data santri yang sedang mengikuti rehabilitasi di transit house pada
Bulan Oktober 2017, berikut datanya:
Tabel 5. Santri Madani Mental Health Care (bulan Oktober 2017)
N
No
Nama Santri
(Inisial)
Diagnosa Bulan ke Rehabilitasi
yang ke
1 DF Narkoba 1 1
2 FA Narkoba 3 1
3 DD Narkoba 2 1
4 MQ Narkoba 2 1
5 SF Narkoba 1 1
6 HL Narkoba 1 1
7 KU Narkoba 3 1
8 IQ Narkoba 2 1
9 AN Narkoba + 2 2
10 EZ Narkoba Selesai 1
Jumlah Santri 10 santri
Sumber : Yayasan Rehabilitasi Madani Mental Health Care
45
E. SKEMA PENERIMAAN KLIEN
Gambar 3. Skema penerimaan klien
Home Care
Di Rumah Santri
-Santri yang Mandiri , sesudah dari Transit
House dan masa Day Care-Santri bekerja dan
melanjutkan pendidikan – Konsellor melakukan
kunjungan ke Rumah Santri dan Progran
dilakukan di rumah Santri tersebut
Pasien Korban
NAZA
Penderita
Skizofrenia
Klinik Prof.
Dr.dr. H. Dadang
Hawari, Psikiater
-Konsultasi
-Saran atau rekomendasi
-Keluhan pemakai NAZA dan penderita
Skizofrenia
-Perlunya tindakan Penyembuhan yang terbaik
- perlunya lingkungan tempat rehabilitasi
Day Care
Madani
Setelah melakukan program transit santri dapat
memilih program Day Care dimana santri
datang ke Madani secara harian untuk
mengikuti program
Rumah
Stabilisasi
-Stabilisasi – 5 s/d 7 hari
-Pengobatan komplikasi Medik
-Saran dan Rekomendasi
Transit House
Madani Mental
Health Care
-Lama 3 bulan terapi Medik, Psikososial,
Psikiatri dan Relegius
-Tempat pembinaan 24 jam – terpadu dg
pendampingan
-Melaksanakan juga pelayanan DAY Care (1/2
hari)
46
F. SARANA & PRASARANA
Madani Mental Health Care memiliki sarana dan prasarana yang
menunjang program pembinaan Santri. Dengan model pembinaan yang
berbasis masyarakat maka sarana di buat sedemikian mungkin seperti rumah
tinggal sehari-hari. Adapun sarana prasarana yang ada antara lain:
Tabel 6. Sarana dan prasarana di Madani Mental Health Care
No Fasilitas Jml Keterangan
1 Kantor 1 ruang konsultasi
2 Kamar tidur 6 ber AC Kapasitas 20 tempat tidur
3 Ruang belajar/lab
skill
1 4 unit komputer, alat2 cetak sablon
4 Ruang santai 1 TV, Tape, DVD, PlayStation
5 Pendopo 2 Terbuka, tempat olah raga, TPA ,
taman Bacaan Masyarakat.
6 Perpustakaan 3 Ruang atas, mushollah, kantor.
7 Ruang Stabilisasi 1 Ruang stabilisasi dan detoksifikasi
4 tempat tidur
8 Ruang Klien Day
Care (program
lanjutan)
1 6 tempat tidur
47
G. STRUKTURAL YAYASAN
Ketua Yayasan : Darmawan, S.Ag
Wakil Ketua Yayasan : Ginanjar Maulana, LC
Sekretaris : Taufik Permadi
Bendahara : Santi Rachmawati, SPd
Deputi Kesejahteraan Sosial : Samsuludin, MA.Si
Deputi Ekonomi Yayasan : Ahmad Jami Hw, S.Sos.I
Deputi Pendidikan Yayasan : Ade Cecep Hidayat, S.Pd.I
Deputi Dakwah Yayasan : Yanto Abdul Latif, S.Th.I
Deputi Bidang Kesehatan : Harid Isnaeni, S.Sos.I
Manajer Program Rehabilitasi : Yuki Andi Arpan, SSI
Dokter/Psikiater : Prof . Dr. dr. Dadang Hawari
Psikolog : Sri Nurliana, M.Psi
Konselor Pendamping : Yanto Abdullatif, S.Th.I
Indra Wira Setya, SST
Nurhasanudin, S.Sos.I
Ali Rambe, S.Sy
Ar Rizal, S.Sy
Prayudho Utomo, SH
Instruktur Terapi Lukis : Faisal, S.Pd
Instruktur Olahraga : Sabam Dindin
Website & Media Sosial : Muhammad Istihori, S.Sos.I
Staff Pemeliharaan : Iwan dan Asep Awaludin
48
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Santri Madani
Tabel 7. Data Santi Madani Mental Health Care (1 Oktober 2017)
No Nama Santri Jenis Narkoba Lama Pemakaian Lama Rehab
1 DF Alkohol dan
sintesis
3 Tahun Baru masuk
2 DD Alkohol, gorilla,
ganja, heroin dan
shabu.
2 Tahun Jalan 2 Bulan
3 FZ Shabu-shabu,
ganja, gorilla,
dumolit dan
alpazolat.
5 Tahun Jalan 3 Bulan
4 HL Dumolit,
Alprazolat, Ganja,
Shabu dan
alkohol.
4 Tahun Baru masuk
5 MQ Shabu, Ektasi,
Ganja dan
Masroom
7 Tahun Jalan 2 Bulan
6 IQ Alkohol, Ganja,
Heroin, dan
Shabu.
5 Tahun Jalan 2 Bulan
7 SF Ganja, alkohol,
shabu, putaw
7 Tahun Baru Masuk
8 EN Gorilla, ganja dan
shabu.
4 Tahun Jalan 2 Bulan
9 KU Shabu dan alkohol 3 Tahun Jalan 3 Bulan
10 EZ Shabu-shabu,
ganja, elsit dan
gorilla.
5 Tahun Selesai
Program
49
Berikut data perkembangan santri setelah mendapatkan pembinaan tiga
Bulan di Madani Mental Health Care dengan metode BPSS.
Tabel 8. Laporan Perkembangan Klien
Nama Faktor Pengguna Berita Klien Laporan Perkembangan
DF 1.Coba-coba
2. Teman
3. Bullying
1. Sulit fokus terhadap
pelajaran
2. Kurang percaya diri
3. Spiritual cukup
1. Kembali beraktifitas
bersama keluarga
2. Mengikuti sekolah
alam di Bogor
3. Secara fisik terlihat
lebih segar
DD 1. Teman
2. Bisnis yang
menggiurkan
3. Hubungan
dengan keluarga
tidak berjalan
dengan baik
1. Paranoid
2. Pemahaman spiritual
sangat lemah
1. Terdapat indikasi
halusinasi
2. Lemah, meskipun
sudah diberikan
pembinaan dan edukasi
karena kurang dukungan
dari pihak keluarga.
3. Menjalani tahapan
rehabilitasi lanjutan
FZ 1. Hubungan
dengan keluarga
tidak berjalan
dengan baik
2. Keinginan
sendiri
1. Sulit Fokus terhadap
pelajaran
2. Spiritual lemah (jarang
solat dan ibadah lainnya)
3. Pola tidur tidak teratur
1. Pola makan dan tidur
teratur
2. Komunikasi baik
3. Menjalani tahapan
rehabilitasi lanjutan
SF 1. Broken home
2. Lingkungan
1. Emosi tinggi
2. Sensitifitas tinggi
3. Mental lemah
1. Sudah mampu
mengontrol emosi dan
memilih jalan hidup
yang lebih baik
2. Kembali bekerja dan
sedang mencari calon
istri
HL 1. Broken home
2. Salah bergaul
1. Emosi tinggi
2. Pemahaman akan
nilai-nilai agama cukup
3. Gelisah
1. Menjalani tahapan
rehabilitasi lanjutan
2. Pola makan dan tidur
teratur
MQ 1. Salah bergaul 1. Pemahaman agama
cukup
2. Kurang inisiatif
1. Fisik terlihat lebih
segar
2. Mulai memahami
trigernya
3. Sudah kembali
membina bersama
keluarga kecilnya
50
Lanjutan Tabel 8. Laporan perkembangan Klien
Nama Faktor Pengguna Berita Santri Laporan Perkembangan
IQ 1. Dijebak
2. Lingkungan
3. Orangtua
pisah
1. Gelisah
2. Kental dengan prilaku
adiksi
3. Pemahaman akan
spiritual cukup
Mulai beraktifitas, cari
pondok, membantu
orangtua dan sedang
daftar sekolah lagi
EN 1. Lingkungan
dan salah bergaul
1. Halusinasi
2. Emosi tidak stabil
3. Waham keagamaan
4. Sering down
1. Fisik terlihat lebih
segar
2. Pola makan dan tidur
sudah baik
3. Sedang mendaftar
kuliah
KU 1. Keinginan
sendiri
1. Emosi tidak stabil Sudah mampu
memahami triger
penggunaan Narkoba
EZ 1. Lingkungan
dan salah bergaul
1. Komunikasi kasar
2. Kontrol emosi kurang
3. Pola tidur tidak teratur
1. Sudah mampu
memahami triger
penggunaan Narkoba
2. Sugesti masih muncul
3. Mulai beraktifitas
kembali
2. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini penulis mengambil 8 responden.
Pertama atas nama Samsuluddin, MA.si sebagai perwakilan lembaga. Empat
responden di bidang BPSS, 2 responden santri aktif dan 1 sebagai alumni.
Tabel 9. Karakteristik responden terapis
No
Nama
Pendidikan
Terakhir
Jabatan
1 Samsuludin, MA.Si S2 Deputi kesejahteraan
sosial
2 Yuki Andi Arpan, SS S1 Terapis sosial
3 Harid Isnaeni, S.Sos.I S1 Terapis spiritual
4 Sri Nurliana, M.Psi S2 Psikolog
5 Andrian, S.Kep S1 Perawat Sumber: Yayasan Rehabilitasi Madani Mental Health Care
51
Responden diatas dipilih atas dasar kebutuhan data yang diperlukan
oleh peneliti setelah melakukan observasi mendalam. Responden yang
terpilih merupakan rekomendasi dari pimpinan yayasan Madani Mental
Health Care. Responden tersebut merupakan informan yang dapat
memberikan informasi terkait dengan pelaksanaan maupun hasil dari proses
pembinaan santri di Madani.
Tabel 10. Karakteristik responden klien
No
Inisial
Umur
Bulan ke
Jenis Narkoba yang
Dikonsumsi
Lama
Pemakaian
1 FA 20 3 Shabu-shabu, ganja,
gorilla, dumolit dan
alpazolat.
5 tahun
2 IQ 16 2 Alkohol, ganja, shabu-
shabu dan heroin.
5 tahun
3 RZ 18 Alumni Shabu-shabu, ganja,
elsit dan gorilla.
5 tahun
Sumber: Yayasan Rehabilitasi Madani Mental Health Care
1. Proses Metode Terapis Medik
a. Proses stabilisasi (detokfikasi)
Gambar 4. Perawat sedang melakukan observasi terhadap
perkembangan pasien.
Detoksifikasi adalah tahapan awal ketika pasien datang ke Madani
untuk menjalani rehabilitasi atau pemulihan. Lamanya tahapan ini
minimalnya selama 7 hari dan akan ditambahkan hari jika diperlukan.
52
“Nah pertama, sebelum ke pelaksanaan maka kita harus melihat
dari posisi cara pandang kita terhadap orang yang menggunakan
Narkoba. Bahwa kami memandang, bahwa orang yang menggunakan
itu adalah saraf otaknya yang rusak. Jadi, kerusakan saraf itu yang
mempengaruhi seseorang perasaannya menjadi berubah, pikirannya
berubah, prilakunya berubah.”
Menurut Bapak Samsul, bahwa zat yang disalahgunakan ini
berdampak pada kerusakan sel saraf otak. Pada klien yang menjalani
proses rehabilitasi klien akan menjalani tahapan detoksifikasi. Menurut
bapak Samsul Detoksifikasi yakni proses medik yang berfungsi sebagai
pembersihan racun akibat penggunaan zat adiktif.
“Nah, maka dalam pelaksanaannya pertama dari aspek biologis.
Pengguna Narkoba sarafnya yang rusak maka obatin sarafnya. Itu yang
pertama, ini dinamakan dengan detoksifikasi. Nah, saraf ini sendiri pun,
orang yang menggunakan Narkoba, sudah ada banyak saraf yang rusak
karena Narkoba itu. Maka dengan kerusakan saraf inilah yang perlu di
recaveri saraf, ataupun mungkin istilahnya itu bagaimana menumbuhkan
saraf-saraf yang baru ini lebih cepat.”
Bapak Samsul kemudiaan melanjutkan ungkapannya sebagai
berikut:
“Secara biologis pada tahap detoksifikasi, pasien pada penggguna
shabu, amfetamin akan banyak tidur dan secara psiko, pasien akan
mengalami yang namanya disorientasi seperti emosi tidak stabil,
ketakutan marah, dan gelisah. Efek tersebut tentunya akan berbeda jika
di berikan obat yang sama di waktu yang berbeda, karena ketika awal
detoksifikasi adalah tahap pembuangan racun dalam saraf sehingga obat
resep Prof akan berbenturan dengan Obat-obat Narkoba.”
Hal diatas sejalan dengan ungkapan perawat Madani Mental Health
Care sebagai berikut:
“Pertama santri diberikan obat yang sesuai dengan rekomendasi
dari dokter, terus yangmana pada tahap awal ketika diberikan obat
(masa proses stabilisasi) efeknya akan menimbulkan yang namanya
53
disorientasi. Timbul ngigo, ngraktak, halusinasi. Secara biologis
biasanya timbul tenggorokan kering, hidung mampet, tremor, ee cadel.
Ini namanya terapi medik ditahap awal.”
Pernyataan perawat tersebut diperkuat oleh responden FA sebagai
berikut:
“Disuntik terus dikasih vitamin. Kemaren sih gak sakauw, cuman
suges doang. Dikasih obat, terapinya melalui ucapan, paling saya kalo
lagi sugest kayak gitu mengalihkannya ke rokok. Enggak diiket, kalo di
iket mah putaw.”
Pernyataan perawat tersebut diperkuat lagi oleh responden IQ
sebagai berikut:
“Selain itu, diberikan vitamin, Ee pas disorientasi pak, saya cuman
2 hari disorientasinya, cuman apa namanya? Cuman halusinasi doang,
yang sadar setengah. Sama perawat di diemin. Karena gak terlalu
agresif.”
Pernyataan perawat tersebut diperkuat oleh responden alumni EZ
sebagai berikut:
“Diberi masuk-masukan. Dikasih obat, dikasih ketenangan, dikasih
tahu secara omongan.”
Dalam pengamatan peneliti, pasien yang baru masuk benar jika
mereka mendapatkan pelayanan medis selama 7 hari di ruang
detoksifikasi sebelum memasuki tahapan pembinaan tahap berikutnya.
Pada tahapan ini, terjadi yang namanya disorientasi yang merupakan
proses kerja obat yang telah diminum oleh pasien.
Pernyataan-pernyataan diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa
proses metode terapis medik di detoksifikasi telah terlaksana dengan
baik.
54
b. Hambatan dan Penanganan dalam Proses Terapis Medik
Dalam proses terapis medik yang berlangsung ini terdapat beberapa
kendala. Berikut beberapa hambatan dalam proses terapis medik menurut
pernyataan perawat Madani Mental Health Care:
“Pertama membagi untuk klien yang sudah mengalami paranoid,
dia akan sulit jika dikasih obat. Kedua, pemahaman yang masih belum
ngerti sepenuhnya tentang pentingnya fungsi obat (dalam proses
pemulihan) baik keluarga maupun klien.”
Hambatan yang terjadi dalam proses terapis medik menurut
ungkapan perawat ada 2 hambatan. Pertama adanya gejala paranoid
ataupun gangguan kejiwaan lainnya. Dengan adanya gejala tersebut klien
biasanya akan menolak jika diberikan obat. Kedua, kurangnya
pemahaman tentang fungsi dan pentingnya minum obat dalam hal ini
minum obat secara teratur.
Kemudian dari hambatan-hambatan tersebut, berikut ungkapan
perawat dalam penanganan terapis medis yang diberikan:
“Kita akan memberikan pemahaman, dilakukan pendekatan lebih
insten (dibujuk). Kita lakukan tindakan dengan cara dipaksa sesuai
dengan SOP, misal di injeksi, ada dua atau tiga konselor yang
memegangi.”
Dalam observasi yang peneliti lakukan, tindakan injeksi yang
dilakukan secara paksa yang telah diungkapkan oleh perawat diatas tidak
ada unsur kekerasan didalamnya. Pemaksaan itu dilakukan oleh beberapa
konselor yang ahli dengan teknik-teknik tertentu guna melumpuhkan
klien yang akan di injeksi.
Peneliti menyimpulkan bahwa perawat dan juga konselor
memeiliki tugas dan fungsi yang saling berkerja sama dalam proses
55
terapis medik guna memastikan obat tersebut diminum atau diinjeksi
kalau perlu.
c. Perkembangan Klien Setelah Mendapatkan Terapis Medik
Berikut gambaran umum perkembangan klien Madani menurut
perawat Madani Mental Health Care setelah mendapatkan metode terapis
medik:
“Pada umumnya ketika sudah diberikan obat maka akan terjadi
perubahan, misalnya pola tidur dan pola makan sudah teratur. Emosi
sudah stabil. Halusinasi, kecemasan dan ketakutan mulai menurun.”
Perkembangan secara biologis seperti yang disampaikan oleh
perawat adalah pola tidur dan makan mulai teratur, secara spikologis
emosi mulai stabil dan halusinasi, kecemasan dan paranoid mulai
berkurang.
“Ketika santri berada di Bulan kedua, perkembangannya mulai
membaik, santri mampu mengontrol emosi, kepercayaan diri meningkat,
interaksi dengan santri lain semakin baik.”
Kemudian ketika santri sudah memasuki Bulan kedua,
perkembangan yakni seperti yang diungkapkan diatas, pertama kondisi
secara umum klien mulai membaik artinya ada perubahan. Kedua,
mampu mengontrol emosi yang tinggi atau tidak stabil. Ketiga,
kepercayaan diri meningkat dan terakhir terdapat komunikasi yang baik
terhadap lawan bicaranya.
“Ketika santri sudah di Bulan ketiga, secara umum santri mulai
matang. Kognitifnya sudah kembali normal, santri kita arahkan pada
tujuan hidup yang baik..”
56
Memasuki Bulan ke-3, perkembangan santri yang diungkapkan
oleh perawat diatas yakni pertama klien mulai matang. Kedua, kognitif
sudah berfungsi dengan baik. Ketiga, memiliki tujuan hidup yang terarah.
Pernyataan perawat diatas diperkuat oleh responden FA sebagai
berikut:
“Yaitu kita bisa mengendalikan diri, bisa menenangkan diri, gitu
pak, candunya berkurang.”
Kemudian responden IQ mengungkapkan sebagai berikut:
“Satu saya bisa hidup kembali normal lagi setelah minum obat,
yang asalnya ada sifat paranoid, kecanduan, sakaw. Disini gak ada yang
namanya sakaw, paranoid, jadi kita disini kaya dilahirkan kembali, Pak.
Manfaat yang lain, mungkin vitamin otak, asalnya ngomong gugup ,
bingung mau ngomong apa, sekarang alhamdulillah lancar, Pak.”
Kemudian responden IQ mengungkapkan sebagai berikut:
“Manfaat jadi lebih tenang, enjoy.”
Dalam observasi yang peneliti lakukan bahwa perkembangan
tersebut pada aspek metode terapis medik ini akan mempengaruhi fungsi
kognitif, sehingga klien dapat mengembalikan fungsi kehidupannya
tanpa Narkoba.
Dari pernyataan diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
metode terapis medik sangat membantu klien dalam upaya pemulihan
penyalahgunaan Narkoba.
2. Proses Metode Terapis Psikologik
a. Proses Pembinaan Terapis Psikologik
Menurut Konselor Harid Isnaini bahwa proses metode terapis
psikologik dilakukan setelah klien dinyatakan telah siap untuk
melakukan sesi konseling dengan psikolog. Dalam observasi peneliti,
57
layanan konseling dengan psikolog diberikan kepada klien setelah klien
berada di transit house sekurang-kurangnya dalam 21 hari.
Gambar 5. Konselor Madani sedang mendampingi keluarga santri
yang sedang berkunjung.
. “...namun kalo untuk psikolog lebih fokus pada terapis
psikologisnya. Untuk santri Narkoba yang biasa saya lakukan adalah
intex data. Apa yang menjadi cor prablem mereka, alasan kenapa
mereka menggunakan Narkoba, trigernya apa? Lantas dari treger itu
dipetakan masalah.
Proses metode terapis psikologik yang pertama dilakukan oleh
psikolog adalah intex data. Intex data yakni upaya untuk mencari
informasi tentang klien terkait penggunaan Narkoba kemudian langkah
berikutnya adalah memetakan masalah.
“Jadi kalo dia butuh lebih kearah spiritual berarti apsek spiritual
nanti lebih ditingkatkan dari yang biasanya, kalo dia lebih kearah
cookufasi maka diberikan pekerjaan yang sesuai dengan bakatnya.
Sehingga secara psikologis dia mulai kembali seperti biasanya.”
Menurut ungkapan psikolog Madani, proses metode tarapis
psikoloogik berikutnya adalah dengan memberikan layanan terapi sesuai
dengan kebutuhan klien.
Pernyataan psikolog diatas sesuai dengan kondisi klien FA sebagai
berikut:
58
“Ya berantakkan pak, seperti hati keras jadinya, susah dibilangin,
gak kenal siapa-siapa, gak kenal temen, gak kenal orangtua, jauh dari
Allah, segala macem.”
Berikut pernyataan klien FA terkait hasil konseling dengan
psikolog Madani:
“Arahannya suruh mengetahui kapan sugestnya itu datang, terus
dialihkannya dengan cara apa, gitu pak. Dialihkannya ke rokok, ngobrol
sama temen, tapi ngobrolnya jangan ngomongin Narkoba, yang lain,
yang positif.”
Pernyataan psikolog diatas sesuai dengan kondisi klien IQ sebagai
berikut:
“Pertama saya pak timbul was-was. Disana saya murung pak.
Kata Pak Hasan, saya hampir kena skizo, udah dapet gejala skizo, tapi
alhamdulillah cepet di tangani sama Madani.”
Berikut pernyataan klien IQ terkait hasil konseling dengan
psikolog Madani:
“Saya suruh puasa pak, selain puasa saya disuruh bikin tugas
seberapa sugesnya saya mikirin Narkoba, gitu.”
Pernyataan psikolog diatas sesuai dengan kondisi klien alumni EZ
sebagai berikut:
“...aspek keseharian, keras, pengennya marah-marah aja, bete.”
Berikut pernyataan klien alumni EZ terkait hasil konseling dengan
psikolog Madani:
“Diberi masuk-masukkan buat masa depan. Disuruh nurut sama
pembimbing, pokoknya suruh sholat, suruh ngaji. Kalo gelisah disuruh
dialihkan ke olahraga kalo enggak musik.”
Dari data diatas, maka peneliti bisa menyimpulkan bahwa proses
metode terapis psikilogik telah berjalan dengan baik. Baik dalam artian
59
pesan yang disampaikan oleh psikolog dapat diterima oleh kliennya dan
sesuai dengan kebutuhan klien.
b. Hambatan dan Penanganan Pada Terapis Psikologik
Dalam upaya pemulihan pengguna Narkoba, berikut hambatan-
hambatan yang dihadapi oleh psikolog Madani :
“Pertemuan konselor dan psikolog tidak terlalu sering, sehingga
kondisi terupdate santri ini tidak update juga diperoleh. Hambatan
kedua ketika keluarga sulit diajak kerjasama. Jadi keluarga juga
diberikan edukasi tidak hanya oleh konselor tapi oleh psikolog secara
berkesinambungan.”
Menurut ungkapan psikolog Madani ada dua hambatan yang
dialaminya. Pertama pertemuan psikolog dengan konselor tidak intens,
sehingga psikolog tidak mendapatkan hasil perkembangan kliennya
secara berkesinambungan. Hambatan kedua adalah keluarga yang kurang
kooperatif dalam proses pemulihan anaknya. Menurut psikolog Madani,
bahwa keluarga juga memiliki peran dalam pemulihan anaknya, sehingga
proses pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga akan
berkesinambungan.
Kemudian dari hambatan-hambatan tersebut, berikut ungkapan
psikolog Madani dalam penanganan terapis psikolgik yang diberikan:
“Solusinya biasanya kita siasati dengan ada satu PJ (penanggung
jawab) yang memang harus ada ketika saya konseling, supaya saya bisa
tranfers informasi tentang klien seperti apa, lebih lengkap, pj nanti
ketika observasi bisa diselesaikan.”
Solusi penanganan hambatan kurangnya kerjasama terhadap
keluarga yang dilakukan psikolog adalah sebagai berikut:
“Psikolog akan memberikan rekomendasi kepada konselor
“sejauhmana sih intensitas yang harus mereka lakukan kembali, re-
edukasi terhadap keluarga.” Memang disarankan untuk mereka ikut
program daycare. Tujuannya untuk pengalihan peran antara lembaga ke
keluarga.”
60
Dari data diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa
kebijakan atau keputusan penanganan hambatan dalam proses metode
terapis psikilogik sudah tepat.
c. Perkembangan Klien Setelah Mendapat Terapis Psikologik
Berikut gambaran umum perkembangan klien Madani menurut
psikolog Madani Mental Health Care setelah mendapatkan metode
terapis psikologik:
“Untuk bulan pertama kalo dia sudah masuk proses transit
dibelakang, dia mulai, tau kalo dia punya masalah, perkembangannya
seperti itu. Lalu ditinggkatkan dengan paham ya, apa yang harus
dilakukan untuk mengatasi masalah itu, sampai akhirnya mereka sendiri
yang mericovery diri dan bisa menjaga.”
Menurut ungkapan psikolog Madani perkembangan klien setelah
mendapatkan metode terapis psikologik, klien mampu memahami,
mampu mengatasi dan mampu menjaga dirinya sendiri untuk tidak
menggunakan Narkoba.
Lebih lanjut psikolog Madani menyatakan sebagai berikut:
“Kalo konselorkan lebih kepada konseling gejala yang mereka
alami perhari, sementara psikolog corprablemnya, pusat masalahnya,
kunci masalahnya, akhirnya santri tau „oh ternyata saya menggunkan
Narkoba karena saya gak percaya dari kecil.‟ Sehingga pake Napza
lebih nyaman. Nah ini, santri paham akan hal ini saja akan mudah bagi
mereka untuk menjaga diri. Jadi mereka ini akan berpikir „saya tanpa
Narkoba akan tetap percaya diri kok.”
Psikolog Madani menambahkan bahwa ketika kepercayaan diri
klien meningkat ketika tidak menggunakan Narkoba, hal ini akan
membantu proses pemulihannya. Sehingga pembinaan yang sudah baik
ketika di Madani akan tetap baik pula ketika pembinaan telah selesai.
61
Ungkapan psikolog diatas diperkuat oleh pernyataan klien FA
sebagai berikut:
“Saya jadi bisa ngendaliin emosi, terus kalo sugestnya dateng saya
lebih bisa ngalahin sugest itu pak, semenjak dikasih masukan oleh
psikolog.”
Ungkapan psikolog diatas juga diperkuat oleh pernyataan klien IQ
sebagai berikut:
“Saya lebih baik dari sebelumnya, seperti saya bisa kembali
aktifitas, saya bisa berbaur sama temen-temen yang awalnya saya
pemurung.”
Ungkapan psikolog diatas juga diperkuat oleh pernyataan klien
alumni EZ sebagai berikut:
“Ya agak mendingan dari pada yang dulu mah, lebih tenang,
nurut. Tidur teraatur. Pola makan teratur.”
Dari data wawancara diats, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
metode terapis psikologi yang diterapkan di Madani ini sangat membantu
pengguna Narkoba dalam proses pemulihannya.
3. Proses Metode Terapis Sosial
a. Prose Metode Terapis Sosial
Menurut Konselor Yuki metode terapis sosial berorientasi pada
kegiatan-kegiatan yang memiliki unsur kepedulian. Baik kepedulian
terhadap teman, masyarakat sekitar maupun lingkungan. Berikut ini
proses metode terapis sosial sebagai metode pembinaan di rehabilitasi
Madani Mental Health Care, sebagai berikut:
“Prosesnya ada pembagian tim ustadnya sebagai pendamping, di
programkan dulu di BTP bahwa siang akan ada jadwal futsal. Kemudian
dibagi, pendampingnya siapa, berapa mobil, santrinya siapa,
pendampingnya juga harus memenuhi standar pendampingan. Misalkan
62
1:5, jadi kalo ada 20 santri berarti 8 ustad, itu standar pendampingan di
proses terapi sosial, secara umum begitu.”
Menurut ungkapan terapis sosial, proses metode terapis sosial yang
pertama adalah membagi ustad sesuai dengan jumlah klien.
“Tapi kalo untuk outbound lebih spesifik lagi, 1:2
perbandingannya, karena risikonya itu lebih besar, kayak di pulau
pramuka ini hampir 1:2 atau 1:1. Nah, terakhir ini, ada namanya review,
kesan dan pesan dari hasil dari pelaksanaan itu untuk mengukur
sejauhmana program itu bisa memberikan pengaruh terhadap
pemulihan. Terapi sosialnya bagaimana dia bisa berkelompok,
berkeluarga, masyarakat.”
Lanjut terapis sosial mengatakan dalam kegiatan outbond
membutuhkan pendampingan yang memadai. Program direncanakan
pada proses Berita Tindakan Pembinaan (BTP).
Dalam observasi yang peniliti lakukan terkait program futsal
ataupun outbond terdapat beberapa terapi sosial yang diberikan, seperti
klien akan dinilai dari segi kelompok dan sejauhmana klien mampu
mengontrol emosi.
Berikut pemahaman klien FA terhadap nilai-nilai sosial:
“Tahu pak, kalo itu dilarang. Cuma ya bodohnya saya masih
melakukan itu. Karena belom ada penyuluhan-penyuluhan dari
orangtua, pihak ketiga gitu deh, buat kontrol.”
Menurut klien IQ interaksi sosial tentunya tidak bisa dihindari
karena manusia adalah makhluk sosial. Berikut yang terjadi pada klien
IQ di dalam kehidupan bermasyarakat:
“Saya di masyarakat gak akrab pak, dikarenakan saya candu.
Saya suka menyendiri kalo lagi off, tapi kalo lagi on saya berbaur sama
masyarakat. Saya sudah tahu sebelumnya tapi saya mau gimana lagi
pak? Soalnya saya tergantungan.”
63
Ungkapan alumni EZ sebagai berikut:
“Dipandang sebelah mata, diasingkan dari masyarakat. Tau kalo
Narkoba dilarang, cuman sayanya aja yang ngelanggar.”
Dari data diatas, proses metode terapis dengan adanya perencanaan
pelaksanaan program sudah berjalan dengan baik.
b. Hambatan dan Penangan Dalam Proses Pembinaan Terapis Sosial
Dalam pembinaan terapis sosial terdapat beberapa hambatan yang
perlu adanya solusi untuk ditangani, berikut ungkapan bapak Yuki:
“Diurut dari awal misalkan dari persiapan, persiapan itu biasanya
ee pendampingan atau rencana dadakan. Ada rencana dadakan. Kedua
rencananya tidak mateng, itu hambatan tuh, di proses BTP.”
Kemudian terapis sosial mengungkapkan lagi sebagai beerikut:
“Pelaksanaannya, pendampingannya kurang. Santri ada yang
tidak maksimal mengikuti program itu, itukan tugas ustad mengajak
santri.”
Jadi ada beberapa hambatan dalam proses pembinaan terapis
sosial, hambatan tersebut yakni perencanaan yang kurang matang karena
ada kegiatan yang mendadak, kedua kurangnya konselor pendamping dan
ketiga klien kurang maksimal dalam mengikuti program terpis sosial.
Berikut ungkapan terapis sosial dalam mengatasi hambatan seperti
yang telah dikatakan diatas:
“Maka kalo untuk perencanaan di awal, berarti dimatangkan di
BTP, itu solusinya. Kalo dipelaksanaan atau pendampingannya
dipastikan juga pendampingnya. Terus pendamping itu dengan kuota
yang bagus, kalo 20 santri itu minimal 4 ustad. Terus kalo diakhir, di
ending, ada evaluasi akhir, ada instrumen-instrumen yang baku yang
dibuat.”
Menurut ungkapan terapis sosial dalam mengatasi hambatan yang
ada adalah dengan mematangkan perencanaan diawal program,
memastikan pendampingan program terlaksana dengan baik, kemudian
melakukan evaluasi di setiap selesai pelaksanaan program.
64
Dari data diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa kebijakan
dalam pengambilan kuputusan untuk memperbaiki hambatan yang ada
sudah sangat tepat.
c. Perkembangan Klien Setelah Mendapat Terapis Sosial
Menurut konselor Yuki Berikut perkembangan klien setelah
mendapatkan terapis metode sosial di Madani Mental Health Care:
“Jadi rekapitulasi dari hasil itu atau perkembangan itu bisa
dilakukan di ee terapi yang terakhir itu outbound. Kalo di outboundnya
dia udah lepas semua, gak ada hambatan, blok mental nya ilang, itu kita
sebut standarnya berhasil. Outbound itu jadi satu, kan 3 bulan sekali nih,
ujiannya kalo di Madani selama 3 bulan itu outbound.”
Paparan terapis sosial diatas menayatakan bahwa perkembangan
klien dari aspek sosial bisa dilihat dari tidak adanya hambatan dalam diri
klien, tidak ada lagi unek-unek yang dipendam dan memiliki menal yang
bagus.
Terapis sosial memaparkan kegiatan outbond sebagai tolak ukur
keberhasilan klien dalam metode terapis sosial, sebagai berikut:
“Karena itu, kehidupan itu kan, tidak jauh seperti outbound itu
sendiri, banyak tantangan, banyak sesuatu yang tidak terduga, kita harus
berhadapan dengan diri kita sendiri, dengan ketakutan-ketakutan,
dengan ini itu dan sebagainya. Gambaran outbound itu perjalanan,
kalao dalam ibadah haji itu butuh modal, butuh pikiran, butuh tenaga.
Kalo dia bisa melakukan itu, berarti dia sudah berhasil melewati.”
Lanjut pemaparan terapis sosial dalam menilai tingkat keberhasilan
klien dalam pembinaan metode terapis sosial, sebagai berikut:
“Kalo udah terapi sosial, itu dia udah bisa mengenal diri, dia
udah bisa berbagi, pikiran dia gak ego sektoral buat dirinya sendiri tapi
bagaimana mau berbagi di kehidupan. Sehingga dalam aktifitas di
masyarakat bisa memberikan yang bermanfaat, dalam aktifitas di
keluarga dia udah bisa lebih menenangkan hati keluarga, dia bisa
berbuat baik dan pola prilakunya udah dipangkas semua, meskipun
masih ada.”
65
Menurut pemaparan terapis sosial diatas bahwa perkembangan
klien yakni mampu mengenali dirinya sendiri, mampu berbagi antar
sesama, memiliki akhlakul karimah dan mampu meminimalisir prilaku
adiksi.
Ungkapan terapis sosial diatas diperkuat oleh klien FA, sebagai
berikut:
“Jadi tahu akibatnya, yang buruk-buruk.”
Ungkapan terapis sosial diatas diperkuat oleh klien IQ, sebagai
berikut:
“Saya bisa kembali masuk ke masyarakat, bisa apa namanya? Bisa
berbaur, bisa kembali aktifitas kembali gitu pak.”
Ungkapan terapis sosial diatas diperkuat oleh klien alumni EZ,
sebagai berikut:
“Jadi ngerti, jadi paham, gak egois lagi.”
Dari data diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa metode
terapis sosial telah berhasil diterapkan dengan baik.
4. Proses Metode Terapis Spiritual
a. Proses Metode Terapis Spiritual
Berikut ini proses metode terapis spiritual yang diterapkan oleh
rehabilitasi Madani Mental Health Care dalam upaya pemulihan
terhadap klien pengguna Narkoba:
“Punya jadwal sendiri terkait dengan yang spiritual, gitu. Artinya
proses-proses disini sudah terjadwal secara ditata. Ee, misalkan ketika
malam selasa kita ada program SNI, siroh nabawiyah, atau ketika jam
setengah sepuluh pagi ada sholat sunnah dhuha dan sholat sunnah
taubah, atau dimalam-malam lainnya, ini merupakan salah satu proses
yang penekannya untuk aspek spiritual, begitu.”
66
Dari ungkapan ustad Harid diatas menyatakan bahwa proses dalam
upaya pemulihan klien pengguna Narkoba melalui metode terapis
spiritual sudah tersusun sesuai jadwal.
“Adapun prosesnya biasanya pertama setelah terjadwal itu,
temen-temen atau santri disini udah pada tau jadwalnya. Terus
pelaksanaannya ya, kadang di informasikan, atau kadang di ee ajak oleh
ustadnya. Terus kalo pelaksanaan dalam praktiknya ya bervariasi ya,
artinya pemahaman mereka akan program itu bervariasi, kerena masing-
masing individu masing-masing santrikan berbeda, terus pemahamannya
pun mereka sangat berbeda, begitu, artinya ada yang sudah mengerti ini
kenapa dilakukan, tetapi ada yang belum mengerti dan pada akhirnya
dia mengerti.”
Ustad Harid melanjutkan bahwa proses setelah program terjadwal
tersebut selanjutnya adalah dengan memberi informasi atau ajakan
kepada klien bahwa program akan segera dilaksanakan. Selanjutnya
menggolongkan pemahaman klien satu dengan klien yang lainnya guna
mendapatkan pembinaan yang lebih intens.
“Ya, pertamakan ada proses penyadaran. Artinya kognitif dan
afektif, gitu. Kognitif itu kita lebih cenderung mere-edukasi temen-temen
terhadap spiritual. Ee, artinya pemahaman-pemahaman yang
sebelumnya gak tau atau sebelumnya udah lupa, kita ingetin lagi, gitu.”
Proses selanjutnya adalah memberi pemahaman dan kesadaran
terhadap pengguna Narkoba bahwa manusia membutuhkan agama
sebagai pedoman hidupnya.
Berikut ini pernyataan klien FA tentang pemahaman spiritualnya
sebelum berada di Madani, sebagai berikut:
“Saya dulu kurang mementingkan Tuhan ya Pak, saya dulu lebih
berpikir realita aja, yang religiusnya kurang, jadi ya gak pernah sama
sekali. Lepas, jadi hatinya keras. Mikirnya Narkoba aja.”
Berikut ini pernyataan klien IQ tentang pemahaman spiritualnya
sebelum berada di Madani, sebagai berikut:
“Saya memang sholat, sholat, tapi maksiat ya maksiat gitu Pak.
Sholatnya kadang-kadang. Saya sholat waktu dhuhur magrib sama isya‟
disuruh sama Ibu.”
67
Berikut ini pernyataan klien alumni EZ tentang pemahaman
spiritualnya sebelum berada di Madani, sebagai berikut:
“Wah parah, parah. Gak pernah sholat, kecuali sholat jumat
disuruh sama bokap. Sebelum make itu agak mendingan sih, pas make
solatnya jarang. Gerak-gerakan solat masih banyak yang salah,
bacaannya pada lupa. Jadi males kalo mau solat, orang udeh gak bisa.
Mending keluar ama temen. Gak inget dah ama Allah.”
Dari data diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa proses
metode terapis spiritual sudah berjalan dengan baik serta memiliki
perhatian terhadap klien-klien yang kurang mendalami ilmu agama dan
memiliki jadwal sehingga klien dapat mengetahui program yang ada.
b. Hambatan dan Penanganan Dalam Pembinaan Metode Terapis
Spiritual
Berikut hambatan yang dihadapi oleh para ustad dalam melakukan
proses pembinaan metode spiritual di Madani, sebagai berikut:
“Dari segi SDM nya dalam arti kita harus ee meng-update terus
atau meningkatkan terus kemampuan. Meningkatkan terus kemampuan,
untuk bagaimana caranya agar bisa mengajak atau melakukan proses ee
terapi ini gitu. Terus kedua, yang dihadapi inikan temen-temen dengan
bermasalah, terus artinya ada yang sampai kena gangguan, gitu,
otomatis cara menghadapinya pun kita gak bisa sama, ee jadi berbeda-
beda. Nah, hambatannya ya kadang-kadang ee apa yang menjadi role
untuk pelaksanaan itu belum sepenuhnya dimengerti oleh mereka, tetapi
ini biasanya dihadapi ketika temen-temen yang awal-awal masuk ke
program pembinaan, gitu.”
Menurut ungkapan ustad Harid hambatan yang terjadi adalah
minimnya ilmu yang di pelajari oleh ustad/SDM dalam meningkatkan
kemampuannya. Hambatan selanjutnya adalah belum sepenuhnya
dimengerti oleh klien yang baru masuk dalam mengikuti program dan
aturan-aturan yang ada di Madani.
Adapun penyelesaian yang dilakukan oleh ustad Madani dalam
menangani berbagai hambatan yang ada, sebagai beriku:
68
“Ya, pertama kita tidak menyamakan, artinya menyamakan untuk
dalam „ajakan‟ terus dalam „penyampaian‟. Arti penyampaian disini,
kita tidak mengeneralisasi semuanya harus kayak gini, gitu. Kayak
misalkan contoh, misalkan ketika membangunkan untuk sholat shubuh,
masing-masing individu kan akan pemahamannya berbeda, nah, cara-
caranya tentu akan sangat berbeda juga yang kita pake. Atau misalkan
terhadap, misalkan kita ada materi BTQ atau baca tulis al-Quran, gitu,
karena dengan beground yang berbeda-beda, kemampuannya berbeda-
beda, pemahamannya berbeda-beda, otomatis cara yang kita sampaikan
ke mereka pun berbeda-beda.”
Menurut pernyataan ustad Harid penanganannya adalah dengan
tidak menyamaratakan klien dalam hal ajakan dan penyampaian materi.
“Terus yang belum paham ya kita ajak ngobrol, dan kita lebih
apa? Lebih inten lagi secara pelan-pelan. Intinya sih kita gak
menyamakan. Gak menyamakan terhadap pembelajaran yang kita
sampaikan. Tapi targetannya program sama, sama disitu artinya kita
tidak ee ini gak ikut program gak apa-apa, cuma caranya aja yang kita
bedakan.”
c. Perkembangan Klien Setelah Mendapat Terapis Spiritual
Berikut ini perkembangan klien menurut konselor Harid setelah
mendapatkan terapis spiritual di Madani Mental Health Care:
“Pertama kalau misalkan untuk santri yang progres bukan progres
ya, artinya secara mengikuti alur „dia bisa mengikuti program dengan
full, dia mengikuti rekomendasi yang diberikan oleh terapisnya‟ tingkat
pemulihannya tentunya lebih cepet, dibanding dengan yang hanya
sekedar ikut-ikutan. Progresnya ya biasanya di bulan pertama yang
tadinya gak mau mulai untuk maju kedepan atau gak mau untuk mimpin
doa, dibulan ke dua mulai mau.”
Menurut pak Harid selaku terapis spiritual mengatakan bahwa bagi
yang rajin ikut serta dalam program, progresnya akan lebih cepat dari
pada yang bermalas-malasan. Progres tersebut seperti berani memimpin
wirid dan doa.
Lebih lanjut perkembangan menurut ungkapan pak Harid, sebagai
berikut:
69
“Terus di bulan ketiga dia lebih, lebih ningkat lagi akan pede nya,
bukan pede ya, kemampuan dia bisa dengan sendirinya. Jadi walaupun
misalkan progresnya, terus terang ya masing-masing individu berbeda-
beda, bahkan ada yang dulunya misalkan dari segi kemampuan baca al-
quran minim, tapi karena keinginannya yang kuat, dia lebih cepet bisa
dibanding dengan temen-temen yang lain.”
Dari ungkapan pak Harid diatas bahwa perkembangan klien di
Bulan ke-3 yakni dari sisi kemampuan. Klien sudah mampu membaca al-
Qur‟an dengan baik dari pada sebelumnya.
“Walaupun perubahannya mungkin bagi kita biasa aja, tapi bagi
mereka luar biasa, misalkan dulunya yang gak sempet baca al-quran
lagi, tapi setelah satu bulan, dua bulan dia mulai baca al-quran dan
mulai memaknai, artinya memaknai itu mereka mulai paham kenapa
mereka harus seperti itu meski dalam program, gitu.”
Data diatas, pak Harid mengungkapkan bahwa perubahan yang
terjadi meskipun itu kecil menurut padangan ustad Madani, namun bagi
klien merupakan perubahan yang sangat berharga.
Berikut ini pengakuan klien FA tentang perubahannya selama
mengikuti pembinaan dengan metode tarapis spiritual di Madani, sebagai
berikut:
“Jadi lebih deket pak sama Tuhan, jadi tahu mana yang salah
mana yang bener. Gak ada paksaaan pak, kemaun sendiri kalo ibadah.
Kalo dirumah sholat lima waktu, jamaah sama orangtua, kadang ke
jamaah di masjid, maghrib sama isya‟. Perubahannya drastis pak.”
Berikut ini pengakuan klien IQ tentang perubahannya selama
mengikuti pembinaan dengan metode tarapis spiritual di Madani, sebagai
berikut:
“Saya bica baca al Quran, saya bisa mengingat lagi surah-surah
yang udah lupa.”
70
Berikut ini pengakuan klien alumni EZ tentang perubahannya
selama mengikuti pembinaan dengan metode tarapis spiritual di Madani,
sebagai berikut:
“Saya jadi bisa ngaji, terus alhamdulillah solatnya mulai rajin.
Bacaan-bacaan solat yang tadinya lupa sekarang jadi inget lagi.
Pokoknya beda banget deh Pak sama saya sebelum ke Madani.”
B. Pembahasan
Berikuti ini pembahasan tentang evaluasi metode terapis biologik-
psikilogik-sosial dan spiritual dalam upaya pemulihan pengguna Narkoba di
Madani Mental Health Care:
Evaluasi input memfokuskan pada berbagai unsur yang masuk dalam
suatu pelaksanaan suatu program, tiga unsur utama yang terkait dengan
evaluasi input adalah klien, staff dan program. Evaluasi ini menjelaskan
bahwa variable klien meliputi karakteristik demografi klien, seperti: susunan
keluarga dan berapa anggota yang ditanggung. Variable staff meliputi aspek
biografi dari staf, seperti: latar belakang pendidikan dan pengalaman.
Sedangkan variable program meliputi aspek tertentu, seperti: lama waktu
layanan diberikan, dan sumber-sumber rujukan yang digunakan.
Evaluasi proses menurut Pietrzak, et.al (1990) memfokuskan diri pada
aktivitas program yang melibatkan interaksi langsung antara klien dengan
staf „terdepan‟ yang merupakan pusat dari pencapaian tujuan program.
Dalam upaya mengakaji kriteria yang relevan seperti: standar praktik,
kebijakan lembaga, tujuan proses dan kepuasan klien.
Evaluasi hasil diarahkan pada evaluasi keseluruhan dampak dari suatu
program terhadap penerima layanan.
71
1. Evaluasi Input
Merujuk data hasil penelitian pada skripsian yang berjudul
Pelaksanaan Program Rehabilitasi Bagi Penyalahguna NAPZA di
Madani Mental Health Care Jakarta Timur oleh Yenni Yulianti, skripsi
S1 Program studi Pendidikan Sarjana Terapan Pekerjaan Sosial, Sekolah
Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pelaksanaan program telah terlaksana, namun dalam proses
pelaksanaannya terdapat beberapa hambatan yaitu sarana-prasarana yang
tidak mendukung, ketidaktepatan waktu pelaksanaan dan ketidaksiapan
dalam memberikan program.
Merujuk pada paragraf diatas yang mengatakan bahwa,
ketidaktepatan waktu pelaksanaan dan ketidaksiapan dalam memberikan
program, peneliti mencoba memberikan gambaran bahwa yang diberikan
layanan ini adalah klien yang bermasalah, sehingga kemungkinan yang
terjadi adalah perubahan jadwal, mengundur waktu dalam pemberian
layanan program, dan jika perlu program di amanahkan kepada konselor
yang lain. Hal-hal tersebut yang menyebabkan terjadinya ketidaktepatan
dan ketidaksiapan konselor dalam memberikan layanan program. Sejauh
ini, dalam observasi peneliti, program tersampaikan dengan baik kepada
penerima layanan.
Merujuk pada bab 2 mengenai pendidikan akhir para konselor
maupun karyawan Madani, rata-rata lulusan Strata 1 baik di bidang ilmu
agama maupun ilmu sosial. Dilihat dari segi pengalaman bekerja, rata-
rata konselor maupun karyawan Madani diatas 5 tahun bahkan sudah ada
72
yang 10 tahun. Dengan demikian, meskipun pekerjaan konselor maupun
karyawan tidak sesuai dengan bidang pendidikannya, namun konselor
maupun karyawan memiliki pengalaman yang cukup bahkan tidak
diragukan lagi keilmuannya sebagai terapis.
2. Evaluasi Proses
Evaluasi proses pelaksanaan dalam pembinaan di Rehabilitasi
Madani Mental Health Care dengan menggunakan metode terapis BPSS.
Pertama-tama klien baru yang akan menjalani rehabilitasi Narkoba di
rujuk ke Dokter psikiatri yakni Prof. Dadang Hawari. Setelah klien di
diagnosa dan mendapatkan resep obat, proses berikutnya adalah
menjalani tahapan detoksifikasi. Detoksifikasi yakni tahapan awal untuk
menstabilkan kondisi klien dengan jangka waktu sampai 7 hari. Saat
klien mendapatkan resep obat dari Prof Dadang, ini merupakan metode
terapis medik.
Metode terapis medik yang di Rehabilitasi Madani Mental Health
Care sudah memiliki skema yang tepat, karena langsung di tangani oleh
orang yang ahli di bidangnya. Kemudian dalam menempatkan klien pada
tahapan awal ini, yang di sebut dengan detoksifikasi atau proses
pembersihan racun selama 7 hari sudah berjalan dengan maksimal.
Perawat dalam hal ini sebagai penanggungjawab detoksifikasi bertugas
memastikan klien sudah meminum obat. Selain itu, tugas perawat juga
memastikan klien mendapatkan penguatan mental dan prilaku sebagai
upaya menyadarkan klien agar kooperatif dalam proses rehabilitasi.
73
Hambatan yang terjadi terhadap klien baru yang tidak kooperatif
untuk minum obat, maka yang dilakukan oleh perawat pertama
memberikan persuasif, kedua jika tidak berhasil juga maka akan
dilakukan injeksi. Keputusan melakukan injeksi adalah merupakan
keputusan yang harus dikomunikasikan kepada keluarga klien agar
mendapatkan persetujuan. Faktor yang melatar belakangi klien tidak
kooperatif minum obat adalah pertama klien mengalami gangguan
kejiwaan, kedua klien merasa di jebak untuk rehab artinya bukan karena
kesadaran diri untuk rehab. Dalam hal ini, di Rehabilitasi Madani Mental
Health Care dalam mengatasi hambatan pada klien baru yang tidak
kooperatif untuk minum obat sudah sesuai dengan prosedur yang ada dan
berlangsung dengan baik, serta memiliki komunikasi yang baik dengan
pihak keluarga.
Metode terapis seperti Psikologik, Sosial dan Spiritual di berikan
layanan ini ketika klien sudah memasuki tahapan kedua, yakni tahapan
Rumah Kesadaran. Pada metode terapis psikologik, klien akan mendapat
layanan ini minimal sekali dan maksimal 3 kali selama 3 Bulan. Pada
pertemuan pertama, psikolog akan menggali masalah klien dan pemicu
penyebab penyalahgunaan Narkoba, selanjutnya psikolog melakukan
mapping problem guna untuk treatmen sesuai dengan kebutuhan klien.
Pada pertemuan selanjutnya, psikolog akan menanyakan perkembangan
klien setelah mendapatkan treament yang telah disepakati pada awal sesi
konseling, dan juga mendalami kasus klien terkait pengaruh individu,
keluarga dan teman. Pada pertemuan ketiga adalah klien akan diberikan
74
tes MMPI untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan diri klien,
yangmana tujuannya adalah mengarahkan dan mengedukasi klien pada
hal-hal yang positif.
Metode terapis psikologik, sosial dan spiritual adalah metode
terapis yang saling berkesinambungan, satu sama lainnya saling memiliki
keterikatan. Psikolog dalam memberikan treatmen khusus kepad kliennya
tidak lepas dari segi sosial dan segi spiritual. Dari segi sosial biasanya
konselor akan memanggil keluarga guna menindak lanjuti kasus klien
lebih dalam lagi, serta menyingkronkan informasi yang didapat dari klien
dengan informasi yang didapat dari keluarga. Jika dalam memberikan
informasi ada perbedaan, maka ada indikasi manipulatif atau belum mau
terbuka dari pihak klien. Hal tersebut menjadi salah satu hambatan yang
di hadapi konselor dalam membantu upaya pemulihan klien. Upaya yang
dilakukan oleh konselor dalam mengatasi kasus seperti ini adalah dengan
pendekatan empati, jika dengan pendekatan tersebut masih kurang
berhasil makan akan dilakukan Case Confrense.
Metode terapis spiritual adalah sebagai metode untuk menanamkan
dasar-dasar kehidupan manusia sesuai syariat agama. Yangmana pada
proses pelaksanaan klien diberikan edukasi terkait ilmu agama seperti re-
edukasi bacaan solat, solat 5 waktu berjamaah, wirid dan doa, belajar
BTQ, menghafalkan asmaul khusna dan surah-surah pendek dan lain
sebagainya. Proses pada metode terapis spiritual menurut Harid Isnaini
selaku terapis spiritual yakni membagi klien sesuai dengan pemahaman
mereka masing-masing untuk diberikan pembinaan yang lebih intens,
75
Masing-masing klien disesuaikan dalam tingkat penerimaan materi yang
diberikan oleh konselor Madani. Penyampaiannya yakni dengan teknik
ceramah, diskusi dan tanya jawab. Dalam wawancara dengan bapak
Harid, menurut beliau adapun tujuan metode spiritual adalah untuk re-
edukasi pengetahuan tentang ilmu agama klien dan sebagai pedoman
hidup mereka nanti. Proses metode terapis sudah berorientasi pada tujuan
yang ingin dicapai dan memiliki perhatian yang baik dalam melakukan
pembinaan kepada klien yang membutuhkan treatmen khusus.
3. Evaluasi Hasil
Terapi dengan metode Bio-Psiko-Sosial-Spiritual (BPSS) dilihat
dari proses pelaksanaannya tidak membuat klien menjadi bosan dan klien
merasa diperlakukan secara manusiawi. Merujuk pada data
perkembangan klien diatas, evaluasi hasil metode terapis Bio-Psiko-
Sosial-Spiritual (BPSS) dalam upaya pemulihan klien pengguna Narkoba
sudah tercapai pada perkembangan yang jauh lebih baik dari kondisi
awal. Beberapa klien yang awalnya tidak paham menjadi paham, yang
awalnya tidak mau menjadi mau. Gambaran secara umum perkembangan
tersebut yakni:
a. Biologis: santri menjadi segar, tenang, serta teratur pola makan dan
pola tidurnya.
b. Psikologis: santri mampu mengalihkan sugesti Narkoba dan santri
mampu memahami trigger (pemicu) penggunaan Narkoba.
76
c. Sosial: kembali berkeluarga dengan normal, kembali sekolah dengan
normal, bisa memilih lingkungan yang baik, mampu berinteraksi
dengan baik, berperilaku sopan dan bertutur santun.
d. Spiritual: pemahaman agama meningkat, bacaan al-Quran semakin
baik, hafalan surah pendek dan soa harian bertambah, solat tanpa
disuruh, berkomitmen tidak lagi menggunakan Nakoba dan
menerapkan nilai-nilai agama sebagai pedoman dalam
kehidupannya.
77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara, observasi di tempat penelitian, maka penulis
dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Bahwa proses pelaksanaan pembinaan santri Madani Mental Health Care
melalui metode tarapis BPSS dilaksanakan sesuai SOP yang ada. Secara
ringkasnya yaitu:
Apabila ada pasien Narkoba maka akan memasuki tahap stabilisasi
di rumah stabilisasi selama kurang lebih 7 hari, selanjutnya pasien
dipindahkan ke rumah kesadaran atau rumah rehabilitasi untuk mengikuti
program pembinaan kurang lebih selama 3 Bulan. Hambatan dalam
proses pelaksanaan pembinaan santri Madani Mental Health Care
melalui metode tarapis BPSS, yaitu:
a. Perencanaan kurang matang pada saat Berita Tindakan Pembinaan
(BTP).
b. Kurangnya intensitas pertemuan dan komunikasi antara konselor
dengan psikolog terkait perkembangan santri.
2. Evaluasi hasil pemulihan santri Madani Mental Health Care melalui
metode tarapis BPSS dapat dilihat dari:
a. Kesungguhan santri dalam mengikuti program dan menaati
peraturan-peraturan.
b. Kesadaran dari dalam diri sendiri dan keinginan yang kuat untuk
berhenti mengonsumsi Narkoba.
78
Adapun indikator santri pulih dari kecanduan Narkoba dalam
perspektif bio-psiko-sosial-spiritual (BPSS), yaitu:
e. Biologis: santri menjadi segar, tenang, serta teratur pola makan dan
pola tidurnya.
f. Psikologis: santri mampu mengalihkan sugesti Narkoba dan santri
mampu memahami trigger (pemicu) penggunaan Narkoba.
g. Sosial: bisa memilih lingkungan yang baik, mampu berinteraksi
dengan baik, berperilaku sopan dan bertutur santun.
h. Spiritual: solat lima waktu, berdzikir dan mampu menerapkan nilai-
nilai agama dalam kehidupannya.
B. Saran
Berdasarkan hasil wawancara, observasi pada metode terapis bio-
psiko-sosial-spiritual (BPSS) dalam upaya pemulihan penyalahgunaan
Narkoba, penulis merekomendasikan hal-hal berikut:
1) Rehabilitasi Madani Mental Health Care
1. Peningkatan kualitas konselor dengan mengikutsertakan pada pelatihan
workshop ataupun seminar, guna meng-update informasi zat adiksi dan
pelayanan dalam upaya pemulihan pengguna Narkoba.
2. Rehabilitasi Madani Mental Health Care memiliki sistem pembinaan
berbasis sosial, mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan
menjadikan kliennya istiqomah dalam pemulihan. Hal tersebut perlu
ditingkatkan serta konsisten dalam memberikan sumbangsih kepada
Bangsa di bidang pemulihan pengguna Narkoba, yang kita ketahui
bahwa Indonesia zona merah dalam hal ini.
79
3. Dari hasil wawancara masih ditemukan adanya hambatan pada
perencanaan Berita Tindakan Pembinaan (BTP), maka perlu adanya
etos kerja karyawan Madani, mempersiapkan bahan materi, dan
memberi waktu yang cukup untuk merencanakan BTP. Selain hambatan
diatas, ada hambatan lainnya, terutama koordinasi konselor dengan
psikolog perlu di tingkatkan lagi, agar sistem yang dibangun oleh
Lembaga berjalan dengan baik.
2) Umum
1. Rehabilitasi Madani Mental Health Care dengan metode terapis BPSS-
nya menjadikan Rehabilitasi Madani Mental Health Care memiliki
sistem yang terpadu dalam upaya pemulihan penyalahgunaan Narkoba
dan menjadikan rehabilitasi ini berbeda dengan rehabilitasi pada
umumnya. Sehingga hal tersebut cocok untuk dijadikan sasaran studi
banding untuk mengembangkan tempat rehabilitasi.
2. Rehabilitasi Madani Mental Health Care memiliki program pembinaan
yang mengedukasi dan tidak membuat kliennya jenuh ataupun
terisolasi, sehingga proses dalam pembinaan rehabilitasi ini bisa
diadopsi untuk diterapkan di lembaga-lembaga rehab lain.
3. Pemulihan dengan metode terapis BPSS, treatmen yang diberikan
kepada klien menjadi lebih sempurna, sehingga apa yang menjadi
permasalahan klien dapat terpenuhi dengan baik. Metode terapis BPSS
juga bisa diterapkan di berbagai tempat rehabilitasi lainnya, karena
penting untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada klien
Narkoba.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Adi, Rukminto Isbandi. Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Rajagrafindo
Persada. 2013.
Ali, Muhammad. Metodologi dan Aplikasi Riset Pendidikan. Bandung:
Pustaka Cendekia Utama. 2010.
Alkaff, Nadra Raihana & Minsarnawti. Psikologi Kesehatan Bagi Praktisi
Kesehatan Masyarakat. Tanggerang: FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. 2012.
Anggota IKAPI. Undang-Undang Psikotropika Narkotika dan Zat Adiktif
Lainnya. Bandung: Fokusmedia. 2011.
Ardani, Ardi Tristiadi. Psikiatri Islam. Malang: UIN-Malang Press. 2008.
Arifin, Zainal. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Rosdakarya. 2017.
Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara. 2006.
Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: Rajawali
Pers. 2012.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara. 2013.
Hawari, Dadang. Dimensi Religi Dalam Praktik Psikiatri dan Psikologi.
Depok: FKUI. 2005.
_____________, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa Perspektif al-
Qur‟an dan as-Sunnah. Jakarta: FKUI. 2015.
_____________, Panduan Rehabilitasi Gangguan Mental & Perilaku
Akibat Miras, Narkoba dan Penderita Skizofrenia. Mental Health
Center Hawari & Associates.
_____________, Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA. Depok:
FKUI. 2008.
_____________, Petunjuk Praktis Terapi (Detoksifikasi) Miras dan
Narkoba (NAZA). Depok: FKUI. 2011.
Joewana, Satya. Gangguan Penyalahgunaan Zat. Jakarta: PT. Gramedia.
1989.
Kadarmanta, A. Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa. Jakarta: Forum
Media Utama. 2010.
Kementerian Agama Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Evaluasi dan
Pelaporan LPZ. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Zakat. 2012.
Mangku. Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Remaja. Jakarta:
Badan Narkotika Nasional. 2011.
Moleong J. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja
Rodaskarya. 2000.
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Unknow.
Rifai, Ahmad. Narkoba Dibalik Tembik Penjara. Yogyakarta: Aswaja.
2014.
Sarwono, Jonathan. Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu. 2006.
Soedjono, D. Pathologi Sosial. Bandung: ALUMNI. 1974.
Subagyo, Joko. Metode Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. 1999.
Sudarsono. Kamus Filsafat dan Psikologi. Jakarta: Rineka Cipta. 1993.
Sudjana, Djuju. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung:
Remaja Rosdakarya. 2014.
Sunarno. Narkoba: Bahaya dan Upaya Pencegahannya. Semarang: PT.
Bengawan Ilmu. 2007.
Suryabrata, Sumardi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo. 2012.
Somar, Lambertus. Rehabilitasi Pencandu Narkoba. Jakarta: Grasindo.
2001.
Syahidin. Aplikasi Metoden Pendidikan Qurani dalam Pembelajaran
Agama di Sekolah. Tasikmalaya: Ponpes Suryalaya. 2005.
Tayibnapis, Yusuf Farida. Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi.
Jakarta: Rineka Cipta. 2008.
Tumangor, Rusmin., Dkk. Ilmu sosial dan Budaya Dasar. Prenada Media.
2015.
Toha, M. Chatib. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
1991.
Wirawan. EVALUASI: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2011.
B. Website
http://www.bnn.go.id/_multimedia/document/20151223/press-release-akhir-
tahun-2015-20151223003357.pdf. Diakses pada tanggal 10/06/2017
pukul 11:30 WIB.
http://madanionline.org/tentang-metode-bpss/ Diakses pada tanggal
10/06/2017 pukul 11:06 WIB.
Bagan Pemulihan Klien FA
a). Tindakan Medis
- Mampu mengendalikan diri
- Merasa lebih tenang
b). Psikologik
- Mampu mengalihkan sugesti
- Mampu mengendalikan diri
sendiri
c). Sosial
- Mengetahui penyalahgunaan
Narkoba adalah perbuatan
buruk
d). Spiritual
- Lebih dekat dengan Tuhan
- Mengetahui mana yang baik
dan mana yang buruk
- Menjalankan rangkaian
ibadah tanpa paksaan
1. Sulit Fokus terhadap pelajaran
2. Spiritual lemah (jarang solat dan
ibadah lainnya)
3. Pola tidur tidak teratur
4. Muncul Sugesti
5. Hati keras
a). Tindakan Medis
- Tujuh hari di stabilisasi
- Diberi obat psikotik
- Di suntik
b). Psikologik
- Pemetaan masalah dan
treatmen
- Mengikuti program
- Mengalihkan sugesti
- Komunikasi yang baik
c). Sosial
- Mengetahui Narkoba
dilarang
- Pemahaman melalui program
d). Spiritual
- Penguatan aspek keagamaan
- Mendekatkan diri pada
Tuhan
- Melakukan rangkaian solat
sunah dan solat 5 waktu
- Memebaca al-Quran
Hasil
Tahap 3
Pasca Terapi
Tahap I
Pra Terapi
Proses
Terapi
Metode BPSS
Tahap 2
Masa Terapi
Bagan Pemulihan Klien IQ
a). Tindakan Medis
- Kembali hidup normal
- Merasa dilahirkan kembali
- Komunikasi bagus
b). Psikologik
- Merasa lebih baik
- Aktifitas sebagaimana
mestinya
- Berinteraksi sosial dengan
baik
c). Sosial
- Kembali beraktifitas dengan
masyarakat
d). Spiritual
- Lebih dekat dengan Tuhan
- Mampu membaca al-Quran
- Mampu mengingat kembali
bacaan surah pendek yang
sudah lupa
a). Gelisah
b). Kental dengan prilaku adiksi
c). Pemahaman akan spiritual
cukup
d). Muncul sugesti
e). Halusinasi
f). Murung
a). Tindakan Medis
- Tujuh hari di stabilisasi
- Diberi obat psikotik
b). Psikologik
- Pemetaan masalah dan
treatmen
- Mengikuti program
- Puasa
- Membuat tugas terkait
sugestinya
c). Sosial
- Hijrah
d). Spiritual
- Mendekatkan diri pada
Tuhan
- Sholat taubat
- Penguatan ibadah
- Mendalami teori praktek
ibadah
- Menghafal surah pendek dan
asmaul khusna
Hasil
Tahap 3
Pasca Terapi
Tahap I
Pra Terapi
Proses
Terapi
Metode BPSS
Tahap 2
Masa
Bagan Pemulihan Klien Alumni EZ
a). Tindakan Medis
- Menjadi tenang
b). Psikologik
- Menjadi lebih baik
- Merasa lebih tenang
- Menjadi patuh dengan
orangtua
- Pola makan dan tidur sudah
teratur
c). Sosial
- Menjadi lebih paham
- Mampu menurunkan ego
d). Spiritual
- Lebih dekat dengan Tuhan
- Merasa lebih baik
- Merasa tenang dan tentram
- Mampu mengaji
- Solat sudah rajin
- Mengingat kembali bacaan-
bacaan solat
a). Komunikasi kasar
b). Kontrol emosi kurang
c). Pola tidur tidak teratur
a). Tindakan Medis
- Tujuh hari di stabilisasi
- Diberi obat psikotik
- Konseling
b). Psikologik
- Pengalihan ketika gelisah
- Motivasi
- Patuh kepada orangtua dan
pembimbing
- Melaksanakan ibadah
c). Sosial
- Tidak menggunakan lagi
- Diberikan pemahaman
- Menjaga diri
- Memilih teman yang baik
d). Spiritual
- Mendekatkan diri pada
Tuhan
- Sholat taubat
- Belajar membaca al-Quran
- Solat 5 waktu berjamaah
- Menghafal surah dan asmaul
khusna
- Diberikan pemahaman
bersuci dan gerakan solat
Hasil
Tahap 3
Pasca Terapi
Tahap I
Pra Terapi
Proses
Terapi
Metode BPSS
Tahap 2
Masa Terapi
Blue Print Wawancara Dengan Terapis Madani
Nama Indikator Item Pertanyaan
Bapak
Andrian
Biologik 1. Bagaimana proses pembinaan santri ketika
dalam tahap terapi medik?
Pertama santri diberikan obat yang sesuai
dengan rekomendasi dari dokter, terus yangmana
pada tahap awal ketika diberikan obat (masa proses
stabilisasi) efeknya akan menimbulkan yang
namanya disorientasi. Timbul ngigo, ngraktak,
halusinasi. Secara biologis biasanya timbul
tenggorokan kering, hidung mampet, tremor, ee
cadel. Ini namanya terapi medik ditahap awal.
Adapun proses selanjutannya proses medik ini
masih diberikan sesuai rekomendasi dokter yang di
evaluasi setiap 10 hari. Sifatnya berbeda-beda
antara individu dan laiannya baik obatnya maupun
dosisnya.
2. Apa saja hambatan-hambatan dalam proses
pembinaan santri ketika menjalani tepi medik?
Pertama membagi untuk klien yang sudah
mengalami paranoid, dia akan sulit jika dikasih
obat. Kedua, pemahaman yang masih belum ngerti
sepenuhnya tentang pentingnya fungsi obat (dalam
proses pemulihan) baik keluarga maupun klien.
Biaya obat cukup mahal menjadi kendala di
keluarga tertentu.
3. Bagaimana solusi dalam menyelesaikan
hambatan-hambatan tersebut?
Pertama biasanya kita memberika opsi bagi
pindah dokter dengan obat yang lebih terjangkau
(bisa pakai BPJS). Kedua, kita akan memberikan
pemahaman, dilakukan pendekatan lebih insten
(dibujuk). Kita lakukan tindakan dengan cara
dipaksa sesuai dengan SOP, misal di injeksi, ada
dua atau tiga konselor yang memegangi.
4. Bagaimana tahap perkembangan santri ketika
menjalani terapi medik?
Pada umumnya ketika sudah diberikan obat maka
akan terjadi perubahan, misalnya pola tidur dan
pola makan sudah teratur. Emosi sudah stabil.
Halusinasi, kecemasan dan ketakutan mulai
menurun. Ketika santri berada di Bulan kedua,
perkembangannya mulai membaik, santri mampu
mengontrol emosi, kepercayaan diri meningkat,
interaksi dengan santri lain semakin baik. Nah,
ketika santri sudah di Bulan ketiga, secara umum
santri mulai matang. Kognitifnya sudah kembali
normal, santri kita arahkan pada tujuan hidup yang
baik, artinya tidak menyalahgunakan lagi zat
tersebut.
5. Apa indikator santri yang telah dinyatakan
sembuh selama menjalani terapi Biologis/Medik
di Madani?
Karena santri memahami bahwa minum obat itu
penting, selama tiga bulan dia teratur minum obat,
maka sel saraf yang dirusak oleh zat ini akan
kembali brfungsi dengan baik, sehingga santri ini
akan mampu fokus dalam apa yang ingin dia tuju.
Misalnya santri kembali beraktifitas di sekolah,
kuliah, kerja dan berkeluarga dengan harmonis.
Intinya begitu kalau secara biologik, karena terpai
biologik ini mengembalikan sel saraf yang telah
rusak, sehingga santri mampu berpikir normal tanpa
ada gangguan di otaknya. Gangguan di otak ini ya
tadi, tidak fokus, merasa cemas dan lain-lain.
Ibu Ana Psikologik 1. Bagaimana proses pembinaan santri ketika
dalam tahap terapi psikologik?
Kalo di madani itukan konsepnya kita pake BPSS,
bio-psiko-sosial-spiritual, artinya semua aspek di
gerakkan, tidak hanya psikis saja tapi spiritual juga.
Nah peran psikolog memang ada di spikologisnya.
Namun psikologinya ini tidak, apa namanya? Ee ini
dibantu oleh konselor juga. Jadi disini konselor
berperan untuk mendampingi santri, untuk
melakukan konseling di byding nya, namun kalo
untuk psikolog lebih fokus pada terapis
psikologisnya. Untuk santri Narkoba yang biasa
saya lakukan adalah intex data. Apa yang menjadi
cor prablem mereka, alasan kenapa mereka
menggunakan Narkoba, trigernya apa? Lantas dari
treger itu dipetakan masalah. Ketika sudah ketemu
masalahnya, data masalah ini bisa didapat dari
interview, observasi, aloamanesa dari keluarga,
aloamanesa dari konselor juga, ee dari alat tes baru
kita lakukan terapi. Terapi ini kita berkolaborasi
dengan konselornya. Jadi kalo dia butuh lebih
kearah spiritual berarti apsek spiritual nanti lebih
ditingkatkan dari yang biasanya, kalo dia lebih
kearah cookufasi maka diberikan pekerjaan yang
sesuai dengan bakatnya. Sehingga secara psikologis
dia mulai kembali seperti biasanya. Karena yang
bermasalah dari psikologis pengguna kan
kecenderungan adiktifnya ya, kan, sugesti, untuk
yakin bahwa saya hanya melakukan yang terbaik itu
ketika saya menggunakan Narkoba. Nah, itu yang
kita kelola. Cuma kenapa itu terjadi? Nah itu kita
lihat dari coprablemnya.
Bagaimana pemetaan masalah itu dilakukan?
Konseling psikolog ini akan jadi banyak
pertanyaan oleh temen-temen psikolog lain, „kok
baru satu kali pertemuan sudah bisa langsung
tetapkan masalah.‟ Standar ini sih biasanya harus
satu kali pertemuan, tapi kita berusaha mencari
teknik yang terbaru untuk semuanya berjalan efektif.
Jadi caranya memang tidak langsung semuanya
psikolog yang terjun diawal untuk melakukan
assesment, pj nya dulu. Ketika mereka sudah stabil,
itukan kurang lebih sudah satu bulan. Banyak data
yang sudah diperoleh, baik alo dan auto, baru dari
disitu nanti pj nya akan merifer ke psikolog. Jadi
psikolog aloamanesanya ke pj, jadi sudah terkumpul
tuh data, nah nanti psikolognya tinggal mengkroscek
kebenaran data, data apa yang kurang, sehingga
bisa dilengkapi untuk menentukan program terapi.
2. Apa saja hambatan-hambatan dalam proses
pembinaan santri ketika menjalani tepi
psikologik?
Hambatannya sering muncul sih biasanya
pertemuan dengan konselor dan psikolog tidak
terlalu sering, sehingga kondisi terupdate santri ini
tidak update juga diperoleh.
Hambatan kedua ketika keluarga sulit diajak
kerjasama. Sulit untuk diajak kerjasama. Jadi
keluarga juga diberikan edukasi tidak hanya oleh
konselor tapi oleh psikolog secara
berkesinambungan. Pada saat mereka sudah diberi
edukasi, tapi mereka gak paham juga, tentang
bagaimana sih. Padahal pj nya udah ngomong nih,
croschek sama psikolognya keluarganya gak tau,
gak paham, atau bahkan bilang gak dikasih tau.
Begitu psikolog croschek ke konselornya, “udah kok
mba, udah dikasih tau,” artinyakan pemahan
mereka tidak secepat yang kita pikirkan. Sekali kita
kasih tau belum tentu mereka langsung paham.
Kedua mereka belum tentu mengakui bahwa mereka
harus tururt andil dalam kondisi pasien ini.
Sehingga begitu santri kembali kerumahnya mereka
tidak bisa menciptakan kondisi seperti lembaga
miliki. Maka risiko juga akan semakin tinggi.
3. Bagaimana solusi dalam menyelesaikan
hambatan-hambatan tersebut?
Solusinya biasanya kita siasati dengan ada satu
PJ (penanggung jawab) yang memang harus ada
ketika saya konseling, supaya saya bisa tranfers
informasi tentang klien seperti apa, lebih lengkap,
sekalipun pj nanti ketika observasi bisa diselesaikan,
yang pasti sih setiap santri itu ada satu sesi dimana
mereka harus bertemuan dengan psikolog, jadi nanti
psikolog akan evaluasi sejauh mana edukasi yang
dimiliki oleh keluarga. Ee setelah terpetakan,
psikolog akan memberikan rekomendasi kepada
konselor “sejauhmana sih intensitas yang harus
mereka lakukan kembali, reedukasi terhadap
keluarga.” Kedua memang disarankan untuk mereka
ikut program daycare. Tujuannya untuk pengalihan
peran antara lembaga ke keluarga. Disini keluarga
akhirnya dilatih untuk bagaimana sih menghadapi
anggota keluarga yang mengalami Narkoba sambil
dipantau oleh konselor selama 3 bulan, itu baru ada
evaluasi “cukup efektif gak lingkungan keluarga?”
4. Bagaimana perkembangan santri setelah
mendapatkan terapi psikologik?
Kalo ditanya perkembangan, setiap pasien respon
yang berbeda terhadap terapi, pj punya efek yang
beda terhadap santri, jadi tidak bisa disama ratakan
berdasarkan atas transkip, kita cuma beradasarkan
observasi. Untuk bulan pertama kalo dia sudah
masuk proses transit dibelakang, dia mulai ee, tau
kalo dia punya masalah, perkembangannya seperti
itu. Lalu ditinggkatkan dengan paham ya, ee apa
yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah itu,
sampai akhirnya mereka sendiri yang merikrafi diri
dan bisa menjaga. Karena kita selalu memberikan
edukasi “berapa lama sih seorang pengguna
Narkoba harus lepas dan mengontrol diri.” Kita
harus selalu bekali itu, sehingga mereka mulai
menjaga diri sehingga mereka terisolir dari memang
temen-temen yang berisiko menggunakan Narkoba.
5. Apa indikator santri yang telah dinyatakan
sembuh selama menjalani terapi Psikologistik di
Madani?
Sebenernya kalo pengguna Narkoba kan gak ada
kata „sembuh‟ ya, „pulih‟, dan itu butuh waktu
antara 10 sampai 12 tahun. Beberapa teori ee punya
pendapat yang berbeda-bebada minimal 10 tahun.
Jadi kalo dia berobat di madani dia gak bisa
dikatakan sembuh, sugesti pasti masih ada. Bahkan
kalo santri yang mengatakan saya tidak tahu, tidak
ada sugesti sama sekali, itu bohong, itu manipulasi,
pasti bohong. Kalo dia bilang „saya tidak ada sama
sekali itu bohong‟, tapi paling enggak report yang
ada santri mulai paham trigernya apa nih dia
menggunakan Narkoba. kalo konselorkan lebih
kepada konseling gejala yang mereka alami perhari,
sementara psikolog corprablemnya, pusat
masalahnya, kunci masalahnya, akhirnya santri tau
„oh ternyata saya menggunkan Narkoba karena saya
gak percaya dari kecil.‟ Sehingga pake Napza lebih
nyaman. Nah ini, santri paham akan hal ini saja
akan mudah bagi mereka untuk menjaga diri. Jadi
mereka ini akan berpikir „saya tanpa Narkoba akan
tetap percaya diri kok.
Bapak Yuki Sosial 1. Bagaimana proses pembinaan santri ketika
dalam tahap terapi sosial?
Di madani itu berarti kegiatan bawa santri
keluar, berenang, futsal, terus lagi jogging, games
therapy, terus lagi ee ke ancol, survive ke outting, itu
tuh terapi sosial, jenis-jenis terapi sosial di Madani,
seperti itu. Berarti kalo proses itu tentang
pelaksanaannya. Satu contoh misalkan futsal gitu
kan, prosesnya ada pembagian tim ustadnya sebagai
pendamping, di programkan dulu di BTP bahwa
siang akan ada jadwal futsal. Kemudian dibagi,
pendampingnya siapa, berapa mobil, santrinya
siapa, pendampingnya juga harus memenuhi standar
pendampingan. Misalkan 1:5, jadi kalo ada 20 santri
berarti 8 ustad, itu standar pendampingan di proses
terapi sosial, secara umum begitu. Tapi kalo untuk
outbound lebih spesifik lagi, 1:2 perbandingannya,
karena risikonya itu lebih besar, kayak di pulau
pramuka ini hampir 1:2 atau 1:1. Nah, terakhir ini,
ada namanya review, kesan dan pesan dari hasil
dari pelaksanaan itu untuk mengukur sejauhmana
program itu bisa memberikan pengaruh terhadap
pemulihan. Terapi sosialnya bagaimana dia bisa
berkelompok, berkeluarga, masyarakat.
2. Apa saja hambatan-hambatan dalam proses
pembinaan santri ketika menjalani tepi sosial?
Diurut dari awal misalkan dari persiapan,
persiapan itu biasanya ee pendampingan atau
rencana dadakan. Ada rencana dadakan. Kedua
rencananya tidak mateng, itu hambatan tuh, di
proses BTP. Pelaksanaannya, pendampingannya
kurang. Santri ada yang tidak maksimal mengikuti
program itu, itukan tugas ustad mengajak santri.
Maka dipastikan semua santri ikut, maksimal semua,
itu harapannya. Hasilnya, ada yang ikut ada yang
enggak. memang kendalanya adalah intrumen tadi.
3. Bagaimana solusi dalam menyelesaikan
hambatan-hambatan tersebut?
Maka kalo untuk perencanaan di awal, berarti
dimatangkan di BTP, itu solusinya. Kalo
dipelaksanaan atau pendampingannya dipastikan
juga pendampingnya. Terus pendamping itu dengan
kuota yang bagus, kalo 20 santri itu minimal 4 ustad.
Terus kalo diakhir, di ending, ada evaluasi akhir,
ada instrumen-instrumen yang baku yang dibuat.
Disini perkembangan santri masih belom bisa
dipastikan, karenakan instrumen-instrumen masih
belom jelas nih. Kalo pun perkembangan santri itu
baru bentuk tulisan atau lisan. Tulisan itu pake
isntrumen hanya gambaran secara umum, itu, gak
rinci.
4. Bagaimana perkembangan santri setelah
mendapatkan terapi sosial?
Setelah mendapatkan terapi sosial, dalam fase
santri satu bulan dua bulan sampe tiga bulan itu
akan terlihat dari hasil evaluasi santri dalam
kegiatan itu. Jadi rekapitulasi dari hasil itu atau
perkembangan itu bisa dilakukan di ee terapi yang
terakhir itu outbound. Kalo di outboundnya dia udah
lepas semua, gak ada hambatan, blok mental nya
ilang, itu kita sebut standarnya berhasil. Outbound
itu jadi satu, kan 3 bulan sekali nih, ujiannya kalo di
Madani selama 3 bulan itu outbound. Disitu tolak
ukur bionya psikonya sosionya spiritualnya disitu
semua. Kalo hasil lulus nih hasil evaluasi di
outboundnya berarti dia bagus. Makannya program
terapi sosial outbound itu, menjadi suatu kewajiban
atau kegiatan yang sudah terperogram selama 3
bulan sekali.
Kalo yang gak maksimal berarti evaluasinya
masih belom bagus, masih ada blok mentalnya,
masih ada takut-takutnya juga, dia belom bisa lepas,
itu harus diterapi lagi. Karena itu, kehidupan itu
kan, tidak jauh seperti outbound itu sendiri, banyak
tantangan, banyak sesuatu yang tidak terduga, kita
harus berhadapan dengan diri kita sendiri, dengan
ketakutan-ketakutan, dengan ini itu dan sebagainya.
Gambaran outbound itu perjalanan, kalao dalam
ibadah haji itu butuh modal, butuh pikiran, butuh
tenaga. Kalo dia bisa melakukan itu, berarti dia
sudah berhasil melewati.
Kalo udah terapi sosial, itu dia udah bisa
mengenal diri, dia udah bisa berbagi, pikiran dia
gak ego sektoral buat dirinya sendiri tapi bagaimana
mau berbagi di kehidupan. Sehingga dalam aktifitas
di masyarakat bisa memberikan yang bermanfaat,
dalam aktifitas di keluarga dia udah bisa lebih
menenangkan hati keluarga, dia bisa berbuat baik
dan pola prilakunya udah dipangkas semua,
meskipun masih ada.
Tiga bulan untuk terapi sosial, sekedar
pemahaman sebenernya gak cukup, kalo sekedar
pengetahuan cukup. Tapi untuk sampai
kepemahaman belum, masih perlu lanjut. Sebetulnya
3 bulan itu masih tahap awal. Makannya ada
program kemandirian. Program kemandirian ini
adalah integrasi mempersiapkan santri agar
diterima di keluarga sama lingkungan.
5. Apa indikator santri yang telah dinyatakan
sembuh selama menjalani terapi Sosial di
Madani?
Indikatornya secara BPSS sudah bagus, sadar
minum obat, pola hidup sehat, cara pikirnya udah
bagus, udah sembuh. Untuk sosialnya dia gak punya
hambatan blok mental, di udah gak punya unek-unek
yang didalam yang masih belom diceritakan,
mengenal dirinya, ia udah bisa beraktifitas dengan
kehidupan di Madani, keluarga maupun di
masyarakat. Berarti dia udah bebas tidak ada
hambatan paranoid. Untuk Narkoba itu dia tahu
batasan dimana dia harus meninjau lingkungan
yang akan membawa dia terjun ke dunia Narkoba.
terus batasin, kalo disitu rawan, dilingkungan itu
rawan, dipaksa hijrah ya harus hijrah, gak bisa kalo
disitu mau tetep disitu dengan kondisi udah, pasti
udah relaps.
Terus dia tahu batasan lingkungan, berarti dia
udah sembuh. Kalo misal dia mau tes power, dia
sebetulnya belom sembuh, masih sakit. Ketemu
temennya, ditawarin, akhirnya kena lagi. Dia harus
tau batasan diri.
Bapak Harid Spiritual 1. Bagaimana proses pembinaan santri ketika
dalam tahap terapi spiritual?
Iyah, ee, proses ya, bagaimana proses? Tentunya
kalau membicarakan tentang proses, ee kita yang
pasti, kita punya alur, atau punya jadwal sendiri
terkait dengan yang spiritual, gitu. Artinya proses-
proses disini sudah terjadwal secara ee ditata. Ee,
misalkan ketika malam selasa kita ada program SNI
misalkan siroh nabawiyah, atau ketika jam setengah
sepuluh pagi ini ada sholat sunnah dhuha dan sholat
sunnah taubah misalkan, atau dimalam-malam
lainnya, ini merupakan salah satu proses yang
penekannya untuk aspek spiritual, begitu. Adapun
prosesnya biasanya pertama setelah terjadwal itu,
temen-temen atau santri disini udah pada tau
jadwalnya. Terus pelaksanaannya ya, kadang di
informasikan, atau kadang di ee ajak oleh ustadnya.
Terus kalo pelaksanaan dalam praktiknya ya
bervariasi ya, artinya pemahaman mereka akan
program itu bervariasi, kerena masing-masing
individu masing-masing santrikan berbeda, terus
pemahamannya pun mereka sangat berbeda, begitu,
artinya ada yang sudah mengerti ini kenapa
dilakukan, tetapi ada yang belum mengerti dan pada
akhirnya dia mengerti, gitu, kenapa kita harus sholat
secara terus menerus, kenapa harus sholat taubat,
kenapa kita harus misalkan sholat dhuha dan
program-program yang lainnya yang sifatnya
spritual, sebenarnya itu.
Terapi spiritual yang di tekankan?
Ya, pertamakan ada proses penyadaran. Lebih
cenderung ke ini sih sebenernya, cenderung ke aa,
kognitif. Artinya kognitif dan afektif, gitu. Kognitif
itu artinya kita lebih cenderung kayak semacam
mere-edukasi temen-temen terhadap psiritual itu
sendiri. Ee, artinya pemahaman-pemahaman yang
sebelumnya gak tau atau sebelumnya udah lupa, kita
ingetin lagi, gitu. Aa, kayak restorasi apa yak? Ee
kayak restorasi pikiran tentang inilah, tentang
agama, gitu, artinya seperti itu, atau tentang
spiritual, gitu. Jadi hal-hal yang dulu mereka tidak
tau ya kita kasih kembali, gitu, termasuk dengan
program yang sifatnya spiritual disini. Yang
terpenting adalah, pertama dengan cara ya kita
memberi pemahaman terhadap mereka
bahwasannya ini adalah penting, misalnya, atau ini
adalah aa, sangat berpengaruh terhadap kesehatan.
Nanti dengan sendirinya, kalau mereka udah paham,
akan dengan sendirinya. Lebih cenderung kognitif
kita sadarkan kembali.
2. Apa saja hambatan-hambatan dalam proses
pembinaan santri ketika menjalani terapi
spiritual?
Pertama hambatannya ya, pertama sebenarnya
dari segi, ee kitanya gitu, artinya dari segi kitanya
itu maksudnya dari segi SDM nya, gitu. Dari segi
SDM nya dalam arti kita harus ee meng-update terus
atau meningkatkan terus kemampuan. Meningkatkan
terus kemampuan, untuk bagaimana caranya agar
bisa mengajak atau melakukan proses ee terapi ini
gitu. Terus kedua, yang dihadapi inikan temen-temen
dengan bermasalah, terus artinya ada yang sampai
kena gangguan, gitu, otomatis cara menghadapinya
pun kita gak bisa sama, ee jadi berbeda-beda. Nah,
hambatannya ya kadang-kadang ee apa yang
menjadi role untuk pelaksanaan itu belum
sepenuhnya dimengerti oleh mereka, tetapi ini
biasanya dihadapi ketika temen-temen yang awal-
awal masuk ke program pembinaan, gitu. Artinya
yang masih proses stabilisasi atau yang baru pindah
ke transit, gitu, sehingga mereka pemahamannya
pun akan masih minim untuk dibina program ini.
3. Bagaimana solusi dalam menyelesaikan
hambatan-hambatan tersebut?
Ya, pertama kita tidak menyamakan, artinya
menyamakan untuk dalam „ajakan‟ terus dalam
„penyampaian‟. Arti penyampaian disini, kita tidak
mengeneralisasi semuanya harus kayak gini, gitu.
Kayak misalkan contoh, misalkan ketika
membangunkan untuk sholat shubuh, masing-masing
individu kan akan pemahamannya berbeda, nah,
cara-caranya tentu akan sangat berbeda juga yang
kita pake. Atau misalkan terhadap, misalkan kita ada
materi BTQ atau baca tulis al-Quran, gitu, karena
dengan beground yang berbeda-beda,
kemampuannya berbeda-beda, pemahamannya
berbeda-beda, otomatis cara yang kita sampaikan ke
mereka pun berbeda-beda, walaupun misalkan
dalam satu waktu. Kalau untuk si A dia cukup satu
kali ketika kita sampaikan, tapi kalau untuk si B
belum tentu cukup satu kali dia tau karena
kemampuannya berbeda-beda. Tapi cara yang kita
rubah, kalo untuk si A seperti ini, kalau untuk si B
seperti ini, misalkan dengan cara ya di kasih baca
buku sendiri bagi yang udah mengerti, kita kasih
judul buku, „ini coba tolong baca terkait dengan
agama‟. Terus yang belum paham ya kita ajak
ngobrol, dan kita lebih apa? Lebih inten lagi secara
pelan-pelan. Intinya sih kita gak menyamakan. Gak
menyamakan terhadap pembelajaran yang kita
sampaikan. Tapi targetannya program sama, sama
disitu artinya kita tidak ee ini gak ikut program gak
apa-apa, cuma caranya aja yang kita bedakan.
4. Bagaimana perkembangan santri setelah
mendapatkan terapi spiritual?
Untuk aspek spiritualnya aja berarti ya? Pertama
kalau misalkan untuk santri yang progres bukan
progres ya, artinya secara mengikuti alur „dia bisa
mengikuti program dengan full, dia mengikuti
rekomendasi yang diberikan oleh terapisnya‟ tingkat
pemulihannya tentunya lebih cepet, dibanding
dengan yang hanya sekedar ikut-ikutan atau ikuti
karena misalkan temen ikut. Progresnya ya biasanya
di bulan pertama yang tadinya gak mau mulai untuk
maju kedepan atau gak mau untuk mimpin doa,
dibulan ke dua mulai mau. Artinya sudah ada
progres, tapi tergantung individunya, tergantung
motivasi, motivasi dia untuk sembuhnya, motivasi
dia untuk belajar lagi. Itu sangat dipengaruhi itu,
salah satunya. Terus di bulan ketiga dia lebih, lebih
ningkat lagi akan pede nya, bukan pede ya,
kemampuan dia bisa dengan sendirinya. Jadi
walaupun misalkan progresnya, terus terang ya
masing-masing individu berbeda-beda, bahkan ada
yang dulunya misalkan dari segi kemampuan baca
al-quran minim, tapi karena keinginannya yang
kuat, dia lebih cepet bisa dibanding dengan temen-
temen yang lain.
Presentasi ya? Presentasi sekitar 50% lah bahkan
lebih ada perubahan. Walaupun perubahannya
mungkin bagi kita biasa aja, tapi bagi mereka luar
biasa, misalkan dulunya yang gak sempet baca al-
quran lagi, tapi setelah satu bulan, dua bulan dia
mulai baca al-quran dan mulai memaknai, artinya
memaknai itu mereka mulai paham kenapa mereka
harus seperti itu meski dalam program, gitu.
5. Apa indikator santri yang telah dinyatakan
sembuh selama menjalani terapi Spiritual di
Madani?
Selama tiga bulan? Pertama tentunya harus
dilihat dari beberapa aspek, misalnya aspek
biologis. Aspek biologis itu contohnya misalkan dari
pola istirahatnya, pola tidur, jadi ketika misalnya
kalo pagi udah bisa bangun pagi, malemnya
tidurnya udah bisa lebih awal artinya sesuai jam
pada umumnya, gitu, terus mandinya udah mulai
teratur, makannya udah mulai teratur, itu aspek
biologis ya. Terus aspek psikologis, misalnya
keadaan bagaimana emosi dia, perasaan dia. Terus
ee, kemampuan dia untuk mengungkapkan,
kemampuan dia untuk bersosialisasi, itu kemampuan
dia untuk bisa menyesuaikan diri, ketika ada
perubahan ini juga dijadikan satu kriteria juga, ini
sosialnya. Terakhir spiritualnya tentunya, yang
tadinya pemahaman akan sholat atau akan hal-hal
lain yang misalkan dalam spiritual itu gak terlalu
penting terus dia udah bisa memahami bahwasannya
itu penting ya, itu perubahan yang ini juga, yang
terjadi, bisa di indikasikan dia udah mulai sembuh.
Terakhir evaluasi dari keluarga. Jadi salah satunya
ada program cuti, program cuti itu sebenarnya
evaluasi ketika santri berada di luar lingkungan kita.
Kalo dikita mungkin udah terstruktur, udah program
atau oh ini udah aturannya harus sholat, gitu. Nah,
kita untuk mengetahui bagaimana ketika diluar,
tingkat keberhasilannya selama ini salah satunya
dengan program cuti. Kita evaluasi laporan dari
keluarga gimana, sholatnya gimana, masih sholat
atau enggak, ininya gimana, gitu. Itu sebagai
evaluasi juga, tingkat keberhasilan atau tingkat
kepulihan santri itu sendiri.
Blueprint Pertanyaan Penerima Layanan
Nama Pertanyaan Interpretasi
FA 1. Biologik/ terapi medik
1) Sejak kapan Saudara/Saudari
berada di Ruang Stabilisasi?
Sejak tanggal 16 agustus, 7 hari.
2) Tindakan apa yang dilakukan oleh
perawat dalam terapi medik?
Disuntik terus dikasih vitamin.
Kemaren sih gak sakauw, cuman suges
doang. Dikasih obat, terapinya melalui
ucapan, paling saya kalo lagi sugest
kayak gitu mengalihkannya ke rokok.
Enggak diiket, kalo di iket mah putaw.
3) Manfaat apa yang Saudara/Saudari
rasakan setelah menjalani terapi
medik?
Manfaat dari stabilisasi? Yaitu kita
bisa mengendalikan diri, bisa
menenangkan diri, gitu pak. Iya mulai
berkurang, candunya berkurang karena
saya kan memang kemauan sendiri,
bukan dipaksa untuk rehab.
2. Psikologik/ terapi psikologik
1) Bagaimana kondisi kejiwaan
Saudara/Saudari sebelum
mendapatkan penanganan dari
psikolog?
Ya berantakkan pak, seperti hati
keras jadinya, susah dibilangin, gak
kenal siapa-siapa, gak kenal temen, gak
kenal orangtua, jauh dari Allah, segala
macem. Pola tidur gak teratur, kadang
saya suka tidur tuh dari pagi ketemu
pagi, terus besoknya lagi saya gak
tidur, acak-acakan. Nafsu makan
bertambah, tergantung sih, tergantung
saya abis make apa, kalo saya make
shabu ya gak makan, nafsu makan tuh
1. Medik
Tindakan Medis
- Tujuh hari di
stabilisasi
- Diberi obat
- Di suntik
Kondisi Klien
- Suges
Manfaat
- Mampu
mengendalikan
diri
- Merasa lebih
tenang
2. Psikologik
Tindakan Psikologik
- Mengikuti
program
- Mengalihkan
sugesti
- Komunikasi yang
baik
Kondisi Awal
- Hati keras
- Jauh dari Tuhan
- Pola tidur dan
makan tidak
teratur
Manfaat
- Mampu
mengalihkan
sugesti
- Mampu
mengendalikan
diri sendiri
3. Sosial
Pemahaman
- Mengetahui
Narkoba dilarang
Pembinaan
gak ada sama sekali. kalo ganja,
gorilla makannya lahab, Pak.
2) Arahan apa yang diberikan oleh
psikolog dalam terapi psikologik
kepada Saudara/Saudari?
Di suruh ke madani. Disuruh rehab,
terus disuruh ikutin program. Ya lama-
lama sih udah lupa pak. Arahannya
suruh mengetahui kapan sugestnya itu
datang, terus dialihkannya dengan cara
apa, gitu pak. Dialihkannya ke rokok,
ngobrol sama temen, tapi ngobrolnya
jangan ngomongn Narkoba, yang lain,
yang positif. Selama ini sih berhasil.
3) Bagaimana manfaat terapi
psikologik terhadap kondisi
kejiwaan Saudara/Saudari?
Manfaatnya banyak, saya jadi bisa
ngendaliin emosi, terus kalo sugestnya
dateng saya lebih bisa ngalahin sugest
itu pak, semenjak dikasih masukan oleh
psikolog.
3. Sosial/ terapi sosial
1) Bagaimana pemahaman
Saudara/Saudari tentang nilai-nilai
yang ada di masyarakat sebelum
menjalani terapi sosial di Madani?
Sudah tahu pak, kalo itu dilarang.
Cuma ya bodohnya saya masih
melakukan itu. Karena belom ada
penyuluhan-penyuluhan dari orangtua,
pihak ketiga gitu deh, buat kontrol.
Makannya saya mau berubah, terus
saya ngajuin ke orangtua juga.
2) Nilai-nilai apa yang diberikan oleh
pembina dalam terapi sosial?
Saya jadi tahu dari program-
program disini, terapi-terapi disini, ee
apa itu Narkoba, di agama juga
dilarang yang memabukkan itu
dilarang.
3) Apa manfaat terapi sosial yang
- Pemahaman
melalui program
Manfaat
- Mengetahui
penyalahgunaan
Narkoba adalah
perbuatan buruk
4. Spiritual
Kondisi Awal
- Jauh dari Tuhan
- Meninggalkan
ibadah
Tindakan Spiritual
- Melakukan
rangkaian solat
sunah dan solat 5
waktu
- Memebaca al-
Quran
Manfaat
- Lebih dekat
dengan Tuhan
- Mengetahui mana
yang baik dan
mana yang buruk
- Menjalankan
rangkaian ibadah
tanpa paksaan
5. Saran
- Meningkatkan
penyuluhan
tentang bahaya
Narkoba
Saudara/Saudari rasakan?
Jadi tahu akibatnya, yang buruk-
buruk
4. Spiritual/ terapi spiritual
1) Bagaimana ibadah
Saudara/Saudari sebelum
menjalani terapi spiritual di
Madani?
Saya dulu kurang mementingkan
Tuhan ya Pak, saya dulu lebih berpikir
realita aja, yang religiusnya kurang,
jadi ya gak pernah sama sekali. Lepas,
jadi hatinya keras. Mikirnya Narkoba
aja. Gua hari ini make apa nih, besok
make apa nih, gitu Pak. Hati keras
jadinya.
2) Kajian apa saja yang diberikan
oleh ustad dalam terapi spiritual?
Sholat dhuha, sholat taubat sholat
lima waktu,ngaji, tadarus itu, saya
lakuin terus pak.
3) Bagaimana manfaat yang
Saudara/Saudari rasakan setelah
mengikuti terapi spiritual?
Manfaatnya? Jadi lebih deket pak
sama Tuhan, jadi tahu mana yang
salah mana yang bener. Gak ada
paksaaan pak, kemaun sendiri kalo
ibadah. Kalo dirumah sholat lima
waktu, jamaah sama orangtua, kadang
ke jamaah di masjid, maghrib sama
isya‟. Perubahannya drastis pak.
Kritik dan Saran
1. Kritik dan saran apa yang ingin
Saudara/Saudari sampaikan terkait
metode terapi BPSS dalam upaya
penyembuhan klien pengguna
Narkoba di Madani Mental Health
Care?
Kritiknya sih apa ya? Mungkin
kurang penyuluhannya aja pak, karena
biasanya BPSS itu Dia tahunya tentang
ilmu, pastinya kan saya, yang
ilmiahnya saya, saya lebih paham
karena saya yang make. Kecuali tapi
kalo kayak yang Broin itu bagus pak.
Saran saya ya udah tadi itu. Kurang
terlalu menyeluruh. Misalnya Dia
jelasin tentang shabu, Dia gak jelasin
tentang makenya gimana, efeknya
gimana, cuma dikasih tahu ini shabu
ituh gini gini gini. Gak boleh, kurang
mendalami. Mungkin kalo bisa BPSS
yang Narkoba itu yang ngisi calon, eh
candu kayak broin gitu, karena Dia
tahu gimana sela-selanya, gimana
negatif-negatifnya, jadi Dia ngasih
tahunya kayak ngobrol aja gitu pak,
jadi seini aja, sejiwa.
IQ 1. Biologik/ terapi medik
1) Sejak kapan Saudara/Saudari
berada di Ruang Stabilisasi?
Sejak tanggal 14 Agustus, lamanya 7
hari.
2) Tindakan apa yang dilakukan oleh
perawat dalam terapi medik?
Saya disana, dimanusiakan pak, ee
pokoknya itu, bawa makanan dianterin,
mau sholat dibangunin. Selain itu,
diberikan vitamin, terus kalo request
makanan diberikan. Ee pas disorientasi
pak, saya cuman 2 hari disorientasinya,
cuman apa namanya? Cuman
halusinasi doang, yang sadar setengah.
Sama perawat di diemin. Karena gak
terlalu agresif.
3) Manfaat apa yang Saudara/Saudari
rasakan setelah menjalani terapi
medik?
Ee manfaat pak? Satu saya bisa
hidup kembali normal lagi setelah
minum obat, yang asalnya ada sifat
paranoid, kecanduan, sakaw. Disini
gak ada yang namanya sakaw,
1. Medis
Tindakan Medis
- Tujuh hari di
stabilisasi
- Diberikan obat
Kondisi
- Disorientasi
(bicara ngelantur,
dan emosi tidak
stabil)
- Halusinasi
Manfaat
- Kembali hidup
normal
- Merasa dilahirkan
kembali
- Komunikasi
bagus
2. Psikologik
Kondisi Awal
- Timbul was-was
- Murung
- Hampir kena
skizo
Penanganan
paranoid, jadi kita disini kaya
dilahirkan kembali, Pak. Manfaat yang
lain, mungkin vitamin otak, asalnya
ngomong gugup , bingung mau
ngomong apa, sekarang alhamdulillah
lancar, Pak.
2. Psikologik/ terapi psikologik
1) Bagaimana kondisi kejiwaan
Saudara/Saudari sebelum
mendapatkan penanganan dari
psikolog?
Kejiwaan? Pertama saya pak timbul
was-was. Disana saya murung pak.
Kata Pak Hasan, saya hampir kena
skizo, udah dapet gejala skizo, tapi
alhamdulillah cepet di tangani sama
Madani. Jadi, alhamdulillah gak kena
skizonya cuma kena gejalanya doang.
2) Arahan apa yang diberikan oleh
psikolog dalam terapi psikologik
kepada Saudara/Saudari?
Saya suruh puasa pak, selain puasa
saya disuruh bikin tugas seberapa
sugesnya saya mikirin Narkoba, gitu.
Tapi saya belum siap.
3) Bagaimana manfaat terapi
psikologik terhadap kondisi
kejiwaan Saudara/Saudari?
Manfaatnya ya saya lebih baik dari
sebelumnya, seperti saya bisa kembali
aktifitas, saya bisa berbaur sama
temen-temen yang awalnya saya
pemurung. Alhamdulillah tidur teratur,
dan makan juga teratur.
3. Sosial/ terapi sosial
1) Bagaimana pemahaman
Saudara/Saudari tentang nilai-nilai
yang ada di masyarakat sebelum
menjalani terapi sosial di Madani?
Saya di masyarakat gak akrab pak,
dikarenakan saya candu. Saya suka
menyendiri kalo lagi off, tapi kalo lagi
- Puasa
- Membuat tugas
terkait sugestinya
Manfaat
- Merasa lebih baik
- Aktifitas
sebagaimana
mestinya
- Berinteraksi
sosial dengan
baik
3. Sosial
Kondisi Awal
- Sudah tahu
Narkoba dilarang
- Dijahui oleh
masyarakat
- Menyendiri
Tindakan
- Puasa
Membuat tugas
terkait sugestinya
Manfaat
- Kembali
beraktifitas
dengan
masyarakat
4. Spiritual
Kondisi Awal
- Jarang solat
- Maksiat
- Bohong
Tindakan
- Penguatan ibdah
- Mendalami teori
praktek ibadah
- Menghafal surah
pendek dan
asmaul khusna
Manfaat
- Mampu membaca
al-Quran
on saya berbaur sama masyarakat.
Saya sudah tahu sebelumnya tapi saya
mau gimana lagi pak? Soalnya saya
tergantungan.
2) Nilai-nilai apa yang diberikan oleh
pembina dalam terapi sosial?
Saya di sarankan pulang dari sini
harus hijrah.
3) Apa manfaat terapi sosial yang
Saudara/Saudari rasakan?
Saya bisa kembali masuk ke
masyarakat, bisa apa namanya? Bisa
berbaur, bisa kembali aktifitas kembali
gitu pak.
4. Spiritual/ terapi spiritual
1) Bagaimana ibadah
Saudara/Saudari sebelum
menjalani terapi spiritual di
Madani?
Saya memang sholat, sholat, tapi
maksiat ya maksiat gitu Pak. Sholatnya
kadang-kadang. Saya sholat waktu
dhuhur magrib sama isya‟ disuruh
sama Ibu. Keluar malem, saya kayak
apa Pak? Kaya malem jadi siang, siang
jadi malem.
Alhamdulillah Pak, selama di
Madani saya selalu ikut sholat jamaah.
Awal-awalnya susah dibangunin.
Kadang saya bandel, pura-pura tidur
atau enggak pura-pura sakit.
2) Kajian apa saja yang diberikan
oleh ustad dalam terapi spiritual?
Penguatan ibadah Pak, seperti TPI,
saya lebih mendalami lagi ilmu agama
disini. Hafalan asmaul khusna, hafalan
surah-surah pendek.
3) Bagaimana manfaat yang
Saudara/Saudari rasakan setelah
mengikuti terapi spiritual?
Saya bica baca al Quran, saya bisa
mengingat lagi surah-surah yang udah
- Mampu
mengingat
kembali bacaan
surah pendek
yang sudah lupa
5. Saran
- Lebih
ditingkatkan lagi
penyampaian
materi spiritual
- Hafalannya
terlalu susah
lupa.
Kritik dan Saran
1. Kritik dan saran apa yang ingin
Saudara/Saudari sampaikan terkait
metode terapi BPSS dalam upaya
penyembuhan klien pengguna
Narkoba di Madani Mental Health
Care?
Kalo saran saya, dikuatkan lagi pak,
ee seperti spiritualnya biar kita bisa
mendalami lagi materi-materinya Pak,
biar kita memahami gitu Pak, apa arti
dari spiritual. Kritiknya Pak, kalo
menghafal surah-surah pendek
seharusnya lebih didalami lagi.
Soalnya kita kan disini ada yang hafal
ada yang belom, biar semua hafal gitu
Pak. Kalo saya alhamdu
EZ 1. Biologik/ terapi medik
1) Sejak kapan Saudara/Saudari
berada di Ruang Stabilisasi?
Tanggal 2 agustus.
2) Tindakan apa yang dilakukan oleh
perawat dalam terapi medik?
Diberi masuk-masukan. Dikasih
obat, dikasih ketenangan, dikasih tahu
secara omongan.
3) Manfaat apa yang Saudara/Saudari
rasakan setelah menjalani terapi
medik?
Manfaat jadi lebih tenang, enjoy.
2. Psikologik/ terapi psikologik
1) Bagaimana kondisi kejiwaan
Saudara/Saudari sebelum
mendapatkan penanganan dari
psikolog?
Susah diatur dalam aspek
keseharian, keras, pengennya marah-
marah aja, bete.
2) Arahan apa yang diberikan oleh
psikolog dalam terapi psikologik
kepada Saudara/Saudari?
1. Medik
Tindakan medis
- Tujuh hari di
stabilisasi
- Konseling
- Diberikan obat
Manfaat
- Menjadi tenang
2. Psikologik
Kondisi Awal
- Pola tidur tidak
teratur
- Emosi tinggi
- Hati keras
Tindakan psikologik
- Pengalihan ketika
gelisah
- Motivasi
- Patuh kepada
orangtua dan
pembimbing
- Melaksanakan
ibadah
Manfaat
Dikasih arahan buat minum obat.
Diberi masuk-masukkan buat masa
depan. Disuruh nurut sama
pembimbing, pokoknya suruh sholat,
suruh ngaji dan sebagainya. Kalo
gelisah disuruh dialihkan ke olahraga
kalo enggak musik.
3) Bagaimana manfaat terapi
psikologik terhadap kondisi
kejiwaan Saudara/Saudari?
Ya agak mendingan dari pada yang
dulu mah, lebih tenang, nurut. Tidur
teraatur. Pola makan teratur.
3. Sosial/ terapi sosial
1) Bagaimana pemahaman
Saudara/Saudari tentang nilai-nilai
yang ada di masyarakat sebelum
menjalani terapi sosial di Madani?
Dipandang sebelah mata,
diasingkan dari masyarakat. Tau kalo
Narkoba dilarang, cuman sayanya aja
yang ngelanggar.
2) Nilai-nilai apa yang diberikan oleh
pembina dalam terapi sosial?
Banyak sih sebenernye, terutama
disuruh gak make lagi. Terus dikasih
tau kalo Narkoba di masyarakat juga
dilarang, saya suruh temenan sama
orang baik. Disuruh jaga diri.
3) Apa manfaat terapi sosial yang
Saudara/Saudari rasakan?
Jadi ngerti, jadi paham, gak egois
lagi.
4. Spiritual/ terapi spiritual
1) Bagaimana ibadah
Saudara/Saudari sebelum
menjalani terapi spiritual di
Madani?
Wah parah, parah. Gak pernah
sholat, kecuali sholat jumat disuruh
sama bokap. Sebelum make itu agak
mendingan sih, pas make solatnya
- Menjadi lebih
baik
- Merasa lebih
tenang
- Menjadi patuh
dengan orangtua
- Pola makan dan
tidur sudah
teratur
3. Sosial
Pemahaman
- Mengetahui
Narkoba dilarang
- Dipandang
sebelah mata
Tindakan sosial
- Tidak
menggunakan
lagi
- Diberikan
pemahaman
- Menjaga diri
- Memilih teman
yang baik
Manfaat
- Menjadi lebih
paham
- Mampu
menurunkan ego
4. Spiritual
Pemahaman
- Jarang solat
- Tidak tahu jika
Narkoba sudah
dilarang dalam al-
Quran
- Jauh dari Tuhan
Tindakan
- Belajar membaca
al-Quran
- Solat 5 waktu
berjamaah
jarang. Terus gak tau kalo di al-Quran
udah dijelasin Narkoba dilarang,
sekarang jadi tau. Gerak-gerakan solat
masih banyak yang salah, bacaannya
pada lupa. Jadi males kalo mau solat,
orang udeh gak bisa. Mending keluar
ama temen. Gak inget dah ama Allah.
2) Kajian apa saja yang diberikan
oleh ustad dalam terapi spiritual?
Ngaji, baca Quran, solat dhuha
solat taubat. Banyak Pak, kita juga
diajarin nulis Arab, ngafalin asmaul
khusna, diajarin dzikir, jadi bisa dzikir.
Diajarin tata cara solat yang bener.
Diajarin cara bersuci juga kayak
tayamum, wudu.
3) Bagaimana manfaat yang
Saudara/Saudari rasakan setelah
mengikuti terapi spiritual?
Jadi lebih baik, lebih tenang, lebih
tentram. Saya jadi bisa ngaji, terus
alhamdulillah solatnya mulai rajin.
Bacaan-bacaan solat yang tadinya lupa
sekarang jadi inget lagi. Pokoknya
beda banget deh Pak sama saya
sebelum ke Madani.
Kritik dan Saran
1. Kritik dan saran apa yang ingin
Saudara/Saudari sampaikan terkait
metode terapi BPSS dalam upaya
penyembuhan klien pengguna
Narkoba di Madani Mental Health
Care?
Kalo kekurangan sih pas-pas aja
pak. Kalo kelebihan nya banyak. Terus
ini aja sih Pak, tingkatin penyuluhan
Narkobanya. Kan, gak semua ustad
disini paham banget sama Narkoba,
gitu sih Pak.
- Menghafal surah
dan asmaul
khusna
- Diberikan
pemahaman
bersuci dan
gerakan solat
Manfaat
- Merasa lebih
baik
- Merasa tenang
dan tentram
- Mampu mengaji
- Solat sudah rajin
- Mengingat
kembali bacaan-
bacaan solat
5. Saran
- Meninggkatkan
penyuluhan
Narkoba
Top Related